Anda di halaman 1dari 35

A.

SEJARAH FARMASI

DEFINISI
• Asal kata  PHARMACON (Yunani)
• Arti : obat atau racun • Farmasi : profesi kesehatan yang meliputi kegiatan di bidang
penemuan, pengembangan, produksi, pengolahan, peracikan, informasi obat dan distribusi
obat.

Perkembangan Ilmu Farmasi


• Ilmu pengobatan tradisional berkembang di Cina, Yunani, Timur-Tengah dan wilayah Asia
• Dimiliki turun temurun dalam keluarga
• Cina  tabib
• Yunani pendeta Asclepius (Dewa Pengobatan) menugaskan Hygieia untuk meracik
campuran obat yang ia buat. Hygieia apoteker (Inggris : apothecary)
• Mesir Farmasi 
- mengunjungi orang sakit
- menyiapkan obat
• Tahun 2735 SM  Buku pengobatan pertama ditulis (Cina)
• Tahun 400 SM  sekolah kedokteran (Yunani) Hipocrates
• Tahun 1240  Maklumat Kaisar Frederick II (Roma) pembedaan peran herbalist dan
kedokteran

Masing-masing ahli ilmu mempunyai keinsyafan, standar etik, pengetahuan, dan keterampilan
sendiri-sendiri yang berbeda dengan ilmu lainnya  sejarah baru perkembangan ilmu farmasi
sebagai ilmu yang berdiri sendiri.

TOKOH-TOKOH BESAR FARMASI

Hipocrates (460-370 SM)


"Bapak Ilmu Kedokteran" menerangkan obat secara rasional, dan menyusun sistematika
pengetahuan kedokteran, serta meletakkan pekerjaan kedokteran pada suatu etik yang tinggi.

Dioscorides (abad 1 M)
• Ahli botani (Yunani)  ilmu farmakognosi
• Hasil karya  De Materia Medika
• Obat yang dibuat  Opium, Ergot, Hyoscyamus, dan Cinnamon.

Galen (130-200 M)
• Dokter dan ahli farmasi Yunani
• menciptakan suatu sistem yang sempurna dari fisiologi, patologi, dan pengobatan.
• Mencampur dan melebur bermacammacam tumbuhan obat  Farmasi Galenika

Ibnu Sina (980-1037)


• menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia,
dan Arab  pengobatan lebih baik
• menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat
• Menulis buku cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup

Philipus Aureolus Thephratus Bombastus van Hohenheim (1493 - 1541)


• Dokter dan ahli kimia (Swiss)
• Dikenal “Paracelcus”
• Pengaruh besar pada perkembangan ilmu farmasi
• menyiapkan bahan obat yang spesifik untuk melawan penyakit dan memperkenalkan
sejumlah besar zat kimia obat secara internal.

Johann Jakob Wepfer (1620-1695)


• berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan
• orang pertama yang melakukan penelitian farmakologi & toksikologi pada hewan percobaan

Perkembangan Obat
• Awalnya  tanaman  obat tradisional (jamu)
• Sampai akhir abad 19  obat : produk organik atau anorganik dari tumbuhan yang
dikeringkan atau segar, bahan hewan atau mineral
• Keterbatasan :
- menimbulkan efek toksik bila dosisnya terlalu tinggi atau pada kondisi tertentu penderita
- aktivitas yang seringkali berbeda-beda tergantung dari asal tanaman dan cara pembuatannya.
- Tergantung musim  diawetkan dengan pengeringan
• Ahli kimia dipelopori oleh F.W.Sertuerner (1783-1841) tahun 1804 mengisolasi zat aktif
tanaman
- efedrin dari tanaman Ephedra vulgaris
- atropin dari Atropa belladona
- morfin dari Papaver somniferum
- digoksin dari Digitalis lanata
- reserpin dari Rauwolfia serpentina

Perkembangan Obat Baru


• Tahun 1897 Felix Hoffman menemukan cara menambahkan dua atom ekstra karbon dan lima
atom ekstra karbon dan lima atom ekstra hidrogen ke dalam sari pati kulit kayu willow 
asetosal  industri obat (BAYER)
• Pendrobakan sejati dicapai  penemuan dan penggunaan obatobat kemoterapetik
sulfanilamid (1935) dan penisilin (1940)
• Perang Dunia II  penemuan obat secara massal, obat TBC, hormaon steroid, dan
kontrasepsi serta antipsikotika.
• Indonesia  Tahun1896 berdiri industri Kina di Bandung
• Terus berkembang  1950, pemerintah mengipor produk farmasi ke Indonesia  industri
farmasi seperti Kimia Farma, Indofarma, Biofarma, dan lainnya

B. PENDAHULUAN FARMAKOLOGI DASAR

Farmakologi: berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan)
Farmakologi : ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang obat (harfiah)
Farmakologi: ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya , baik sifat
fisikakimia, efek biokimia dan fisiologi yang ditimbulkan, nasib obat dalam tubuh, dan
kegunaan obat dalam terapi.

Salah satu prinsip dasar farmakologi: molekul obat harus berusaha mempengaruhi secara
kimia pada salah satu atau lebih isi sel agar dapat menghasilkan respon farmakologik.
Farmakologi terbagi menjadi 2 sub disiplin ilmu:
1.Farmakokinetik 2.Farmakodinamik

Obat adalah obat jadi yang merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan termasuk produk
biologi dan kontrasepsi, yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan dan peningkatan kesehatan
Sumber: Permenkes No.1010/Menkes/Per/XI/2008 ttg Registrasi obat

Pengertian obat meliputi bahan dan sediaan obat yang terwadahkan-kemas dan diberi label
dan penandaan yang memuat pernyataan dan atau klim
Obat meliputi: obat manusia dan hewan

Ilmu khasiat obat meliputi:


1. Farmakognosi
2. Biofarmasi
3. Farmakokinetik
4. Farmakodinamik
5. Toksikologi 6
6. Farmakoterapi

Farmakognosi: cabang ilmu farmakologi yang mempelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan lain
yang merupakan sumber obat Biofarmasi: meneliti pengaruh formulasi obat terhadap efek
terapetiknya.

Farmakokinetik: meneliti perjalanan obat , mulai dari saat pemberiannya, bagaimana


absorpsinya dari usus (A), transpor dalam darah, dan distribusinya ketempat kerja dan
jaringan lain (D), Begitu pula perombakannya atau biotransformasinya/metabolisme(M) dan
akhirnya ekresinya oleh ginjal (E) (mempelajari segala sesuatu tindakan yang dilakukan
tubuh terhadap obat.)

Farmakodinamik: mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup terutama cara dan
mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapetik yang ditimbulkannya. (mencakup
semua efek yang dilakukan obat terhadap tubuh)

Toksikologi : ilmu yang mempelajari keracunan zat kimia termasuk obat, zat yang digunakan
dalam rumah tangga, industri maupun lingkungan hidup lainnya seperti insektisida, pestisida,
zat pengawet. Dalam cabang ilmu ini juga dipelajari cara pencegahan, pengenalan, dan
penanggulangan kasus-kasus keracunan.

Farmakoterapi: mempelajari penggunaan obat untuk mengobati penyakit atau gejalanya.


Sejarah Obat dan perkembangannya
1.Dari bahan alam oleh individu yang menderita sakit cara coba mencoba, baik dari nabati
maupun hewani atau berawal dari kosmetika, racun untuk membunuh musuh co: strychnin dan
kurare, obat kanker nitrogen-mustard yang awalnya dari gas beracun pada perang dunia I.
2.Menjadi Pengetahuan turun temurun
3.Menjadi pengetahuan empiris

1. Awalnya dalam bentuk tumbuhan atau hewan utuh


2. Berkembang menjadi sediaan rebusan sampai sekarang (efek tidak seragam karena belum
ada standardisasi bahan, cara panen, cara pembuatan)
3. Bahan alam distandardisasikan dan diekstraksi
4. Isolasi zat aktif/berkhasiat yang terkandung dalam bahan alam untuk mendapatkan
senyawa murni yang mempunyai aktifitas tinggi dan seragam
5. Didapat senyawa aktif, contoh:
a. Efedrin dari Ephedra Vulgaris
b. Atropin dari Atropa Belladonna
c. Morfin dari Papaver Somniferum
d. Digoksin dari Digitalis Lanata
6. Abad XX bahan obat dari sintetis yaitu: membuat senyawa baru (struktur molekul baru)
sebagaimana yang dihasilkan oleh tumbuhan/hewan atau merubah senyawa yang dihasilkan
oleh tumbuhan atau hewan (semi sintetis) co: Aspirin
7. Ditemukan penicillin (1940); sulfanilamid (1953) sebagai anti bakteri

Keuntungan dari keberhasilan mensistesis obat:


a. Mendapatkan senyawa lebih banyak
b. Lebih murni
c. Lebih aktif
d. Lebih stabil
e. Senyawa lebih seragam
f. Mengurangi ketergantungan terhadap alam.

ASPEK-ASPEK BIOFARMASI
Sebelum mencapai targetsite obat mengalami banyak proses:
a. Fase biofarmasi
b. Fase farmakokinetik
c. Fase farmakodinamik

Biofarmasi:
bertujuan untuk menyelidiki pengaruh pembuatan sediaan obat atas kegiatan terapeutiknya

Faktor formulasi yang mempengaruhi:


1. bentuk fisik zat aktif (amorf/kristal/kehalusannya)
2. keadaan kimiawinya (ester, garam, kompleks)
3. zat pembantu (zat pengisi, pelekat, pelicin, pelindung)
4. teknik pembuatan (mesin tablet, alat emulgator)

Perbedaan antara :
1. Pharmaceutical Availability (FA)
2. Biological Avalaibility (BA)
3. Kesetaraan Terapeutis
4. Bio assay dan Standardisasi

PHARMACEUTICAL AVAILABILITY (FA) :


ukuran untuk bagian obat yang in vitro dibebaskan dari bentuk pemberiannya, dan tersedia
untuk proses resorpsi, misalnya dari tablet, kapsul, serbuk, suspensi dll atau kecepatan
melarut (dan jumlah) dari obat yang menjadi tersedia in vitro dari bentuk farmasetiknya Fase-
fase melarut dari tablet ( bagan )
1. Desintegrasi (pecah), granul terlepas
2. Zat aktif dibebaskan
3. Zat aktif melarut
4. Obat tersedia, proses resorpsi oleh usus dimulai.

BIOAVALAIBILITAS (BA):
Persentase obat yang diresorpsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia untuk
melakukan efek terapeutik
1. Efek obat biasanya baru muncul setelah obat melalui sistem pembuluh porta serta hati dan
kemudian tiba di peredaran darah besar yang mendistribusikannya ke seluruh jaringan.
2. BA dapat diukur in Vivo (pada keadaan sesungguhnya pada pasien) dengan menentukan
kadar plasma obat sesuadah tercapai steady state (terjadi keseimbangan antara kadar obat
di semua jaringan tubuh dan kadar darah yang praktis konstan, karena jumlah zat yang
diserap dan yang dieliminasi adalah sama)
3. Kadar plasma dan efek terapetutik biasanya berkorelasi, kecuali obat hipertensi yang masih
berefek walau kadar dalam plasma sudah tidak dapat diukur.

KESETARAAN TEURAPEUTIK (therapeutical equivalence):


kesetaraan kadar dengan kecepatan resorpsi dari dua obat yang berisi zat aktif dengan dosis
yang sama
Kesetaraan Terapeutik penting untuk obat yang luas terapinya sempit, yang aktivitasnya
tergantung pada kadar plasma yang tetap, contoh: digoksin, antikuagulansia dan
deksametason
Contoh tahun 1972 : adanya perbedaan kadar plasma digoksin bentuk kristal diganti dengan
bentuk amorf, digoksin tablet dari beberapa pabrik sampai 2 kali lipat walau kadar sama (0,25
mg)

BIO ASSAY DAN STANDARDISASI


1. Obat dengan struktur kimia diketahui:
pengukuran dapat oleh spektrofotometer, UV/Infrared, polarografi
2. Obat dengan struktur kimia belum diketahui, senyawa tidak murni, campuran dari beberapa
zat aktif, diukur dengan metode biologis melalui bio assay dimana aktivitasnya ditentukan
pertumbuhan antibiotika pada kuman.

Macam-macam Efek Obat


Faktor formulasi dan cara penggunaaan obat , akan menentukan kecepatan dan banyaknya
obat dapat diabsorpsi serta efek yang diperoleh
 Efek yang diperoleh dapat dibagi atas 2 yaitu:
a. Sistemik: obat beredar diseluruh tubuh melalui aliran darah
b. Efek lokal: efek hanya setempat dimana obat digunakan

• Efek sistemik:
oral, sub lingual, bukal (gusi dan pipi), injeksi atau parenteral (sub kutan/hipodermal, intra
kutan, IM, IV, Intra arteri, intra lumbal, intraperitoneal, intrapleural, intracardial, intra articular);
implantasi sub kutan, rektal,
• Efek lokal: inhalasi/intrapulmonal, obat untuk mukosa (intranasal), intra okuler, intra aurikuler
(dalam mata dan telinga), intravaginal, obat pada kulit.

Efek Obat
a. Efek terapi
1. terapi kausal: obat meniadakan penyebab penyakit , contoh obat virus, kuman, parasit
2. terapi substitusi: obat menggantikan zat yang lazim dibuat oleh orang sakit (contoh:
insulin, tiroksi , estrogen
3. Terapi simtomatik: menghilangkan atau meringankan gejala

b. Efek yang tidak diinginkan:


1. Efek samping: segala sesuatu khasiat yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang
dimaksudkan untuk dosis yang dianjurkan
2. Idiosinkrasi: peristiwa, dimana suatu obat memberikan efek yang secara kualitatif total
berlainan dari efek normal (umumnya kelainan genetis pada pasien yang bersangkutan,
contoh: anemia hemolitis-kekurangan darah akibat terurainya eritrosit karena penggunaan
primaquin)
3. Fotosensitasi: kepekaan berlebihan terhadap cahaya
4. Alergi: rentan berlebihan terhadap suatu obat
c. Efek toksis: pada dosis yang tinggi
Teratogen: pada dosis terapeutik untuk ibu dapat membuat cacat pada janin
d. Tolernsi, Habituasi, adiksi
1. Toleransi: peristiwa dimana dosis obat perlu ditingkatkan terusmenerus untuk mencapai
efek terapetik yang sama
2. Habituasi: kebiasaan dapat terjadi:
a. melalui induksi enzim:co: barbital dan fenilbutazon menstimulir terbentuknya enzim
yang dapat menuraikan obat
b. reseptor sekunder yang dibentuk ekstra oleh obat-obat tertentu co: morfin sehingga
jumlah molekul obat yang menduduki reseptor akan menurun
c. penghambatan resorpsi setelah pemberian oral , co: habituasi bagi sediaan arsen.
3. Adiksi atau ketagihan bercirikan:
a. Ketergantungan jasmani dan rohani,
b. Penghentian penggunaan obat adiktif menimbulkan efek hebat secara fisik, dan
mental disebut: gejala abstinensi

OBAT PATEN :
obat milik suatu perusahaan dengan nama yang khas yang dilindungi hukum yaitu: merek
terdaftar atau proprietary name

OBAT GENERIK:
menggunakan nama sesuai dengan zat kimia yang dikandungnya berdasarkan the
International nonpropietary names lists for pharmaceutical preparation atau INN contoh:
parasetamol, asam mefenamat

PENGGOLONGAN OBAT:
Berdasarkan Permenkes no: 725a/1989
1. Obat bebas
2. Obat Bebas Terbatas
3. Obat Keras
4. Obat Narkotika

C. FARMAKOKINETIKA

• Pengertian Farmakokinetik
• Absorpsi dan Bioavalaibilitas
• Distribusi, Biotransformasi dan Ekskresi

MEKANISME KERJA OBAT


• Efek obat terjadi karena interaksi fisikokimiawi antara obat atau metabolit aktif dengan
reseptor atau bagian tertentu dari tubuh.
• Untuk dapat mencapai tempat kerjanya obat melalui beberapa proses:
a. Fase farmasetika
b. Fase farmakokinetik
c. Fase farmakodinamik

1. Fase Farmasetika dipengaruhi oleh a.l:


a. Cara pembuatan obat
b. Bentuk sediaan obat
c. Zat tambahan yang digunakan

fase ini menentukan banyaknya obat yang akan diabsorpsi masuk ke sirkulasi sistemik
2. Fase Farmakokinetik dipengaruhi oleh a.l:
a. Sifat fisiko-kimia obat (zat aktif)
b. Sifat fisiologi tubuh
c. Rute pemberian obat

obat yang masuk ke pembuluh darah tanpa proses absorpsi akan cepat menimbulkan efek
karena dapat langsung di distribusikan

3. Fase Farmakodinamik:
menjelaskan interaksi obat dengan reseptornya dlm menimbulkan efek atau mempelajari fase
pengaruh obat terhadap tubuh
Fase ini dipengaruhi oleh a.l :
a. Struktur kimia obat
b. Jumlah obat yang sampai pada reseptor
c. Afinitas obat terhadap reseptor
d. Sifat ikatan antara obat dengan reseptornya

Fase-fase yang mempengaruhi efek obat:

Fase Farmasetika
Untuk dapat diabsorpsi obat harus dapat melarut dalam tempat absoprsinya
Obat dalam bentuk tablet untuk dapat diabsorpsi harus megalami proses: pecah (terdegradasi)
menjadi granul, lalu granul terpecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, berikut terjadi
pelepasan zat aktif dari zat pembawa (tambahan), zat aktif terdisolusi (larut), diabsorpsi (di
usus halus

Urutan kecepatan melarut atau kecepatan absorpsi dari beberapa sediaan:


Larutan>suspensi>serbuk>kapsul>tablet>tablet salut
Injeksi?
Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah nasib obat dalam tubuh: Farmakokinetik mencakup 4 proses:
1.Absorpsi (A)
2.Distribusi (D)
3.Metabolisme (M)
4.Ekskresi (E)

ABSORPSI
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian obat kedalam sirkulasi
sistemik (pembuluh darah)
Tempat pemberian obat adalah: oral, kulit, paru-paru, otot dll.
Tempat pemberian obat yang utama adalah per oral karena mempunyai tempat absorpsi yang
sangat luas pada usus halus yakni 200 m2.

Kecepatan absorpsi obat tergantung :


1. Kecepatan obat melarut pada tempat absorpsi
2. Derajat ionisasi
3. PH tempat absorpsi
4. Sirkulasi darah ditempat obat melarut.

Absorpsi:
1. Kelarutan:
untuk dapat diabsorpsi harus dapat melarut, untuk sediaan padat sebaiknya diminum dgn
cairan yang cukup untuk membantu kelarutan obat
2. PH:
• Derajat keasaman atau kebasaan jika zat berada dalam bentuk larutan
• Obat terlarut dapat berupa ion atau non ionik
• Bentuk non ionik lebih mudah larut dalam lemak sehingga lebih mudah menembus membran
karena sebagian besar membran sel tersusun dari lemak
• Kecepatan obat menembus membran dipengaruhin oleh PH obat dalam larutan dan PH dari
lingkungan obat berada.
3. Tempat absoprsi: kulit, membran mukosa, lambung, usus halus
4. Sirkulasi darah: pemberian sub lingual akan lebih cepat diabsorpsi dibanding sub kutan
karena sirkulasi di sub kutan lebih sedikit

Proses absorpsi obat melewati membran sel terbagi menjadi :


1.Difusi Pasif
2.Transport aktif
3. Difusi difasilitasi
4.Transport vesikular
5.Pore transport
6.Pembentukan Ion pair

Difusi Pasif
• Absorpsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barier absorpsi adalah
membran sel epitel saluran cerna yang seperti halnya semua membran sel tubuh kita
merupakan lipid bilayer. Dengan demikian agar dapat melintasi membran sel tersebut molekul
obat harus mempunyai kelarutan dalam lemak .
• Kebanyakan obat merupakan elektrolit lemah, yaitu asam lemah atau basa lemah. Dalam air
elektrolit lemah ini akan terionisasi menjadi bentuk ionnya . Derajat ionisasi obat bergantung
pada konstanta ionisasi obat (pKa) dan pada PH larutan dimana obat berada.
• Pada difusi pasif hanya bentuk non ion yang mempunyai kelarutan lemak yang dapat
berdifusi, sedangkan bentuk ion tidak dapat berdifusi karena tidak mempunyai kelarutan
lemak.

TRANSPORT AKTIF
• Merupakan transport yang difasilitasi oleh pembawa
• Karakteristik dari transport aktif adalah pemindahan obat melawan gradien konsentrasinya
dimana obat dengan konsentrasi rendah dibawa ke daerah dengan konsentrasi tinggi, oleh
karena itu diperlukan energi untuk transport aktif

DIFUSI DIFASILITASI
• Merupakan transport yang difasilitasi oleh pembawa.
• Perbedaan dengan transport aktif adalah obat bergerak melalui gradien konsentrasi (dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah) sehingga tidak memerlukan energi.

TRANSPORT VESIKULAR
adalah proses penelanan partikel atau zat terlarut oleh sel.
Pinositosis dan fagositosis adalah bentuk dari transport vesikular.
Selama proses pinositosis dan fagositosis membran sel mengelilingi material dan menelan,
melepaskan disisi lainnya.
Transport vesikuler digunakan antara lain untuk protein berukuran besar.

PORE TRANSPORT
Molekul yang sangat kecil seperti urea, air dan gula dapat dengan cepat menembus membran
bila membran memiliki poripori.

PEMBENTUKAN ION PAIR


Obat yang bersifat elektrolit kuat atau molekul yang terionisasi kuat, dengan pKa yang ekstrim
dapat menembus membran dengan membentuk ikatan dengan molekul dengan muatan yang
berlawanan sehingga muatan keseluruhan netral. Kompleks netral ini berdifusi dengan lebih
mudah melewati membran.

DISTRIBUSI
Adalah penyebaran obat dari pembuluh darah ke jaringan atau tempat kerjanya
•Kecepatan distribusi dipengaruhi
1. permeabilitas membran kapiler terhadap molekul obat, karena membran sel sebagian besar
terdiri dari lemak maka obat yang mudah larut dalam lemak juga akan mudah terdistribusi.
2. fungsi kardiovaskuler
3. ikatan obat dengan protein plasma
4. Hambatan fisiologi tertentu seperti abses atau kanker
5. variasi kecepatan dan jumlah darah disuatu lokasi
•Organ yang mendapat suplai darah lebih banyak (hati, ginjal, jantung) akan menerima obat
dalam jumlah banyak dibandingkan dengan yang perfusi darahnya sedikit ( tulang, jaringan
yang kontraksi atau pada abses)

Obat yang dapat menembus membran adalah obat dalam bentuk bebas (tidak terikat oleh
protein plasma), maka kuat lemahnya ikatan obat dgn PP akan mempengaruhi distribusi

Distribusi Cont
• hanya obat bebas yang dapat mengalami mnetabolisme sehingga dapat di ekresikan
•Berkurangnya obat obat bebas dalam tubuh karena ekskresi akan menyebabkan pelepasan
obat yang terikat oleh protein. Terjadi keseimbangan yang dinamis antara obat bebas dengan
obat yang obat yang terikat.
•Perbandingan obat bebas dengan obat terikat akan menentukan lama kerja obat. (durasi).
•Jumlah atau besarnya obat yang terikat oleh PP umunya dinayatakan dalam %, contoh
propanolol dalam sirkulasi sistemik , 90% terikat sedangkan 10% bebas.
•Gangguan dapat terjadi jika 2 obat atau lebih sama-sama mempunyai ikatan kuat dengan PP
diberikan secara bersamaan.

DISTRIBUSI .
• Dalam darah obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai ikatan lemah (ikatan
hidrofobik, van der waals, hidrogen dan ionik)
• Ada beberapa macam protein plasma:
1. albumin: mengikat obat asam dan obat netral (misal steroid) serta bilirubin dan asam-asam
lemak.
2. Alpha glikoprotein : mengikat obat basa
3. CBG (corticosteroid binding globulin): khusus mengikat kortikosteroid
4. SSBG (Sex steroid binding globulin) khusus mengikat hormon kelamin

Obat yang terikat oleh protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh .
Ikatan obat dengan protein plasma merupakan ikatan reversibel, maka jika obat bebas telah
masuk kedalam jaringan menyebabkan obat yang terikat protein akan menjadi bebas sehingga
distribusi berjalan terus sampai habis .
Obat + protein = Obat-protein

Distribusi cont
Obat yang berikatan pada tempat yang sama pada protein plasma dapat saling bersaing untuk
dapat berikatan. Oleh karena tempat ikatan pada protein plasma tersebut terbatas maka obat
yang pada dosis terapi dapat menjenuhkan protein plasma dapat menggeser obat lain yang
berikatan pada protein yang sama sehingga obat bebas ini akan menimbulkan efek
farmakologi atau dieliminasi tubuh.

Interaksi pergeseran protein akan bermakna secara klinik bila obat yang bergeser memenuhi 3
syarat berikut:

1 .Ikatan protein tinggi > 85 %


2. Vd kecil < 0.15 L/kg
3. Margin of safety kecil

Contoh: fenilbutazon (PP 98%) dan warfarin (PP 99%) dapat menyebabkan perdarahan

• Obat yang sangat lipofil mempunyai afinitas yang tinggi terhadap jaringan sehingga
cenderung tersimpan dalam jaringan.
• Aliran darah relatif sedikit di jaringan, maka obat yang terikat oleh jaringan distribusinya
lambat. Pemberian berulang yang terlalu cepat berpotensi menyebabkan akumulasi dan
potensial menimbulkan toksis.

SAWAR DARAH OTAK


Merupakan sawar antara darah dan otak yang berupa sel endotel pembuluh darah kapiler di
otak membentuk tight junction dan pembuluh kapiler ini dibalut oleh tangantangan astrosit
otak yang berlapis-lapis membran sel. Hanya obat yang larut dalam lemak yang dapat
melewatinya.
Faktor fisiologi seperti Blood –brain barrier (BBB) yang terdapat di lapisan kapiler serebral
dapat menghalangi distribusi obat ke jaringan otak.

SAWAR URI (PLACENTA BARRIER)


Terdiri dari satu lapis epitel vili dan satu lapis sel endotel kapiler dari fetus, mirp sawar lapisan
cerna. Karena itu obat yang dapat diabsorbsi melalui pemberian oral juga dapat memasuki
fetus melalui sawar uri.
Plasenta akan menghalangi distribusi obat tertentu dari sang ibu ke janinnya, walau tidak
sebesar BBB. Selektivitas plasenta < BBB shg obat yang relatif larut dalam lemak masih dapat
menembus plasenta

METABOLISME

• Metabolisme atau biotransformasi adalah: reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan biologi
yang dikatalisis oleh enzim menjadi metabolitnya.
• Metabolisme obat terutama terjadi di hati yakni membran retikulum endoplasma dan sitosol .
• Tempat metabolisme ekstrahepatik adalah dinding usus, ginjal, darah, otak, kulit dan lumen
kolon.
• Jumlah obat dalam tubuh dapat berkurang karena proses metabolit dan ekskresi.
• Tujuan metabolisme obat : mengubah obat yang non polar menjadi polar agar dapat di
eksresi melalui ginjal atau empedu.

Dengan perubahan ini umunya obat diubah dari aktif menjadi in aktif, atpi sebagian berubah
menjadi lebih aktif (prodrug), kurang aktif, atau menjadi toksis.

Metabolisme cont
• Ginjal tidak akan efektif mengekskresi obat yang bersifat lipofil karena mereka akan
mengalami reabsorpsi di tubulus setelah melalui filtrasi glomerulus.
• Obat yang lipofil harus dimetabolisme dulu menjadi senyawa yang lebih polar supaya
reabsorpsinya berkurang sehingga mudah diekskresi.

Reaksi Metabolisme terdiri dari 2 fase:


1.Reaksi fase I :
• terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis yang mengubah senyawa lipofil menjadi senyawa
yang mempunyai gugus fungsional (. lebih polar ) seperti: OH; NH2; COOH dengan akibat
menjadi inaktif, lebih aktif atau kurang aktif
• Tujuan agar senyawa lebih mudah mengalami proses perubahan selanjutnya.
• Hasil metabolisme fase 1 mungkin akan mempengaruhi efek farmakologinya.
• Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim Cytochrom P450 (CYP)
dalam retikulum endoplasma hati. Enzim ini juga terdapat di GI.
• CYP berperan penting dalam metabolisme zat endogen seperti steroid, lemak, dan
detoksifikasi zat eksogen
• Ada juga metabolisme fase 1 yang tdk menggunakan CYP seperti pada oksidasi katekolamin,
histamin dan etanol.

2. Reaksi fase II
• Merupakan konjugasi (penggabungan) antara obat dengan substrat endogen yaitu: asam
glukoronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino dengan akibat obat menjadi sangat
polar, dengan demikian hampir selalu tidak aktif secara farmakologi
• Terjadi jika zat belum cukup polar setelah mengalami fase 1, terjadi pada zat yang sangat
lipofil.
• Reaksi fase II yang terpenting adalah glukoronidase oleh enzym UDP glukoroniltransferase
(UGT) yang terutama terjadi dalam mikrosom hati, dan jaringan ekstrahepatik.
• Untuk zat yang sudah mempunyai gugus seperti OH, NH2, SH, dan COOH mungkin tidak perlu
mengalami reaksi fase 1 untuk dimetabolisme fase II.
• Zat dapat mengalami metabolisme fase II terlebih dahulu sebelum mengalami metabolisme
fase 1. `
EKSKRESI
• Ginjal adalah organ utama yang berperan dalam ekskresi obat dan metabolitnya.
• Tempat ekskresi lain: intestinal (feses), paru-paru, kulit, keringat, air liur dan air susu.
• Kecepatan metabolisme dan ekskresi suatu obat dapat dilihat dari waktu paruhnya (T1/2)
• T ½ adalah waktu yang diperlukan sehingga kadar obat dalam darah atau jumlah obat dalam
tubuh tinggal separuhnya.
• Obat yang T1/2 panjang........frekuensi pemakaian jarang karena durasi obat relatif panjang
• Dosis obat pada pasien gangguan ginjal dan hepar dikurangi karena eliminasi obat dapat
diperlambat.

Ekskresi cont
Proses Ekskresi obat dalam ginjal dapat meliputi:

1.Filtrasi Glomerulus
• obat yang tdk terikat pada PP akan mengalami filtrasi glomerulus masuk ke Tubulus.
Glomerulus Filtration Rate (GFR) adalah 125 ml/menit atau 20% dari renal plasma flow (RPF)
yang besarnya 600 ml/menit.
• Dipengaruhi oleh: uluran partikel, bentuk partikel, dan jumlah pori di glomerulus.

2.Reabsorpsi Tubulus
• Setelah obat sampai di tubulus kebanyakan akan mengalami reabsorpsi ke sirkulasi sistemik
kembali, terutama untukzat non polar atau bentuk non ion.
• Untuk mengurangi reabsorpsi tubulus dapat dilakukan dengan memanipulasi PH urin untuk
meningkatkan derajat ionisasi.

3.Sekresi Tubulus
• obat yang tidak mengalami filtrasi glomerulus dapat masuk ke tubulus melalui sekresi di
tubulus proksimal
•Sekresi di tubulus merupakan proses transport aktif jadi memerlukan energi dan karier.

PARAMETER FARMAKOKINETIK
1. BIOAVAILABILITAS
• Bioavailabilitas adalah jumlah dan kecepatan obat yang diabsorpsi melalui jalur pemberian
tertentu masuk/mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau aktif.
• Hal ini dapat terjadi karena untuk obat-obat tertentu tidak semua yang diabsorbsi dari
tempat pemberiannya akan mencapai sirkulasi sistemik . Sebagian akan dimetabolisme
oleh enzim di dinding usus pada pemberian oral atau pada hati pada lintasan pertamanya.

Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass
metabolisme/first pass elimination)

2. Kliren Total
• Kliren (C) adalah kecepatan obat dibersihkan dari dalam tubuh atau volume plasma yang
dibersihkan dari obat persatuan waktu (volume/waktu).
• Kliren total adalah jumlah kliren dari berbagai organ seperti hepar, ginjal, empedu, paru-paru
dll, namun demikian kliren total sudah cukup jika diwakili dari jumlah hepar ditambah dengan
kliren ginjal.
• CL = Ro (mg/menit)/Cp(mg/ml)
• Ro= kec. Obat dibersihkan dari dalam tubuh
• Cp= kadar obat dalam plasma.
Parameter f.kinetik
3. Volume distribsi (Vd)
• Adalah volume perkiraan obat terlarut dan terdistribusi dalam kadar plasma
• Semakin besar nilai Vd semakin luas distribusinya
• Jika nilai Vd > volume cairan tubuh berarti ditribusi obat terkonsentrasi pda jaringantertentu.
• Vd = F.D/C
F = bioavaliabilitas
D = Dosis obat
C = kadar obat dalam plasma

Jika Vd bukanlah volume yang sebenarnya tapi hanya volume semu yang menggambarkan
luasnya distribusi obat dalam tubuh.

D. FARMAKODINAMIK

3. Farmakodinamik
3.1 Pengertian Farmakodinamik
3.2 Mekanisme Kerja Obat
3.3 Efek terapi, efek toksis dan efek samping
3.4 Pengembangan dan penilaian obat

FARMAKODINAMIK
Farmakodinamik: mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup terutama cara dan
mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapetik yang ditimbulkannya. (mencakup
semua efek yang dilakukan obat terhadap tubuh)

Mekanisme Kerja Obat:


a.Secara fisis
b.Secara kimiawi
c.Melalui proses metabolsme
d.Secara kompetisi

a. Secara fisis
• Pada anestesi dimana aktivitas berhubungan langsung dengan sifat lipofilnya. Obat melarut
dalam lapisan lemak dari membran sel, menyebabkan transpor normal dari oksigen dan zat-zat
gizi terganggu, aktivitas sel terhambat, akibatnya hilangnya perasaan
• Pada laksansia, diuretika osmotis (contoh Magnesium dan natrium sulfat): pencahar osmotik
lambat sekali diresorpsi usus dan melalui proses osmosis menarik air dari sekitarnya. Volume
usus bertambah besar dan menimbulkan rangsangan peristaltik.

b. Secara Kimiawi
• Antasida: mengikat kelebihan asam lambung melalui reaksi netralisasi kimiawi
• Zat-zat chelasi: mengikat ion-ion logam berat pada molekulnya dengan suatu ikatan kimiawi
khusus. Kompleks yang terbentuk tidak toksis lagi dan mdh diekskresikan oleh ginjal, contoh
obat-obat rematik (dimekaprol, EDTA, penisilamin)
c. Melalui Proses Metabolisme
• Mengganggu pembentukan dinding sel kuman, sintesa protein atau metabolisme asam
nukleatnya, contoh antibiotika
• Mencegah pembelahan inti sel, contoh antimitotika
• Menghambat dan menstimulir proses filtrasi, contoh: diuretika (probenesid sebagai obat
rematik dapat menyaingi penisilin dan derivatnya pada sekresi tubuler sehg ekskresi
diperlambat, efek diperpanjang.

d. Secara kompetisi
• Kompetisi untuk reseptor spesifik dan untuk enzim

RESEPTOR:

• Tahun 1970, penyelidikan molekul untuk mengetahui interaksi biokimiawi antara zat-zat
endogen dan sel-sel tubuh.
• Reaksi demikian ternyata hampir semua berlangsung di suatu tempat reaksi yang spesifik
disebut RESEPTOR (sel penerima) atau di ENZYM
• Semua proses fisiologi dalam tubuh diregulasi oleh zat-zat pengatur kimiawi (zat endogen)
yang masing-masing mempunyai titik kerja khas di satu atau lebih organ.
• Terdapat ratusan regulator terutama hormon dan neurotransmitter (noradrenalin, serotonin,
dopamin dll) namun setiap zat mengetahui dgn tepat dimana letak sel dan organ tujuannya.
• Terdapat infomasi biologi di setiap zat dalam bentuk konfigurasi khusus, struktur ruang, sifat
kimia yang eksak mencocoki sel-sel reseptor di organ tujuan, disebut prinsip kunci-anak kunci

Proses obat bekerja:


1.Berinteraksi dengan reseptor
2.Berinteraksi dengan enzim
3.Kerja non spesifik

Istilah farmakologi:
Suatu obat dikatakan spesifik bila kerjanya terbatas hanya pada satu jenis reseptor Suatu obat
dikatakan selektif jika menghasilkan hanya satu efek pada dosis rendah dan efek lain baru
timbul pada dosis yang lebih tinggi

1.Berinteraksi dengan Reseptor


• Obat berinteraksi dengan bagian dari sel,ribosom, atau tempat lain yang disebut reseptor
• Reseptor dapat berupa protein, asam nukleat, karbohidrat, enzim atau lemak.
• Semakin banyak reseptor yang diduduki atau bereaksi intensitas obat semakin meningkat
• Jumlah obat yang mengikat reseptor merupakan fungsi dari kadar obat dalam plasma
• Untuk meramalkan efek obat dapat melalui penetapan kadar obat dalam plasma
• interaksi obat ini dianalogkan dengan kumci masuk kedalam gemboknya (obat adalah kunci,
sedangkan reseptor adalah gemboknya)
• Obat yang berikatan dengan reseptor dan menghasilkan efek farmakologis disebut: agonis
• Obat yang tidak sepenuhnya berikatan dengan reseptor disebut agonis partial (efek
farmakologinya partial)
• Reseptor dapat juga diduduki oleh zat kimia yang tdk menimbulkan efek disebut: antagonis.

Ilustrasi gambar Interaksi Obat dengan reseptornya (hal 46)

Contoh lain:
A. Zat-zat Endorfin
• reseptornya terletak khusus di membran sel terdiri dari protein yang tepat merupakan kunci
(komplemen) dari hormon yang bersangkutan (anak kuncinya).
•Setelah hormon ditangkap dan diikat oleh reseptor terjadi interaksi yang mengubah rumus
dan muatannya.
•Akibatnya terjadi reaksi dengan perubahan aktivitas sel yang sudah ditentukan dan suatu efek
fisiologi.

B. Receptor-blockers.
•Obat yg struktur kimianya mirip hormon mampu menduduki reseptor bersangkutan
•Dapat merintangi aktivitas hormon tersebut.
•Contoh adrenoreceptor blockers (beta-blockers) yang menyaingi nor adrenalin padareseptor
131 dan 82 antara lain propanolol dan metoprolol.

C. Anti Histamin
• Hitamin suatu neurohormon jaringan bersifat aktif terhadap reseptor yang berlainan yaitu: H1
dan H2
• Anti histamin memblokir reseptor H1 sedangkan penghambat asam (anti tukak usus)
simetidin dan ranitidin memblok reseptor H2.

2. BERINTERAKSI DENGAN ENZIM-ENZIM


• Terdiri dari protein dan bekerja sebagai katalisator antara dua zat kimia (mempermudah, atau
mendorong suatu reaksi tanpa sendirinya turut ambil bagian).
• Pada bagian permukaan enzim terdapat suatu “titik aktif” dimana kedua zat kimia yang
berada dalam sirkulasi darah dapat ditangkap, akibatnya interaksi dapat berlangsung (tanpa
enzim kedua zat tdk dapat kontak dan bergerak terus dalam plasma) .
• Enzim juga dapat merombak molekul dari zat yang disebut substrat.
• Proses enzimatik dalam tubuh yang terkenal: pencernaaan bahan gizi, protein, KH dll.

ENZIM BLOCKERS
• Obat-obat tertentu yang memiliki kesamaan struktur kimiawi dengan substrat mampu
menduduki titik aktif dari enzim bersangkutan, sehingga reaksi normal tidak terjadi dan
produk akhir tidak terbentuk.
• Perintang enzim tersebut digunakan untuk terapi:

1. mencegah pembentukan produk akhir,


contoh:
a. Alupurinol: menduduki tempat ksantin di enzim ksantinoksidase, sintesa asam urat tdk
terbentuk (pada encok)
b. Metil dopa (obat hipertensi yang menyaingi dopa hingga dekarboksilase tidak
mengakatalisir pembentukan nor adrenalin (meningkatkan tek darah)
c. Antagonis folat: sulfonamida, TMP,MTX, menyaingi PABA pada enzim folatreduktase
sehingga sintesa asam folat yang diperlukan bakteri dan selsel tumor terhenti.

2. Melindungi Substrat
a. Perintang MAO: memblokir MAO (mono-aminoksidase) hingga zat-zat Monoamin
(noradrenalin, serotonin, dopamin dll) tdk diuraikan lagi dan kadar plasma naik.
Digunakan sebagai obat depresi
b. Asam Klavulanat: memblokir enzim beta laktamase sehingga penisilin tidak diinaktifkan.

3. KERJA NON SPESIFIK


• Tidak mengikat reseptor bahkan tidak punya reseptor
• Kerjanya bersifat umum
• Contoh: Na- bikarbonat merubah PH cairan tubuh ; alkohol mendenaturasi protein; norit
mengikat racun

EFEK TERAPEUTIS
1.Terapi kausal: penyebab penyakit ditiadakan (kemoterapeutika: sulfonamida, antibiotika,
fungisida)
2.Terapi simptomatik : gejala penyakit yang diobati dan diringankan, teta[pi penyebab yang
mendalam tidak dipengaruhi (analgetika pada rematik, atau sakit kepala, obat hipertensi dan
obat jantung)
3.Terapi substitusi: obat menggantikan zat yang lazim dibuat oleh organ yang sakit (insulin
pada diabetes, hipotirosis, estrogen pada hipofungsi ovarium)

Efek Terapeutik
•Dipengaruhi oleh al : cara dan bentuk pemberian ; sifat fisikokimia obat; biotransformasi,
ekskresi; faktor individual (etnis, kelamin, luas permukaan badan, kebiasaan makan)

PLASEBO
•Sediaan obat tanpa kegiatan farmakologi (tablet, kapsul, cairan) dan khusus diberikan untuk
menyenangkan dan menenangkan pasien yang menurut diagnosis dokter sebenarnya tidak
menderita gangguan organis atau untuk meningkatkan moralnya misal pada penyakit yang
tidak dapat disembuhkan
•Zat inaktif umumnya: laktosa dengan sedikit kinin
•Plasebo juga dapat digunakan pada uji klinik obat

EFEK OBAT YANG TIDAK DIINGINKAN


1.Efek samping:
•Segala sesuatu khasiat yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang dimaksudkan pada
dosis yang dianjurkan
•Kerja tambahan atau kerja sekunder: efek tdk langsung akibat kerja utama obat misal:
antibiotika spektrum luas dapat mengganggu keseimbangan bakteri usus dan menimbulkan
defisiensi vitamin atau supra infeksi dengan jamur. Terapi biasanya dilengkapi dengan
vitamin B kompleks atau obat fungistatik.

2. Idiosinkrasi
•Peristiwa suatu obat memberikan efek yang secara kualitatif total berlainan dari efek
normalnya.
•Umumnya karena kelainan genetis pada pasien
•Contoh:
a. Anemia hemolitik (kekurangan darah akibat terurainya eritrosit) setelah pengobatan malaria
dengan primaquin atau derivatnya.
b. Pengobatan neuroleptika untuk menenangkan justru memperlihatkan efek gelisah & cemas
c. Anemia aplastis pada pasien kloramfenikol

3. Alergi
•Reaksi khusus antara antigen dan antibodi •Hipersensitif : rentan berlebihan
•Sensitasi: banyak orang tanpa diketahui sudah memiliki a.bodi thd penisilin di tubuhnya
karena obat ini banyak digunakan pada hewan atau sebagai stimulan pertumbuhan, terdapat
sebagai residu dalam daging konsumsi.
•Gejala alergi: urtikaria (gatal-gatal, bengkak); rash (kemerahan); demam, anaphylactic shock
•Gejala alergi diatasi dengan: injeksi adrenalin, antihistamin, kortikosteroid.
•Alergi silang: dapat terjadi antara zat dengan struktur kimia yang lebih kurang sama dengan
turunannya (contoh sulfonamida dengan diuretika) ; derivat penisilin dengan derivat
sefalosporin.
4. Fotosensitisasi
• kepekaan berlebihan untuk cahaya akibat penggunaan obat terutama secara lokal
• contoh: minosiklin

EFEK TOKSIS
• Terjadi dalam dosis tinggi

EFEK TERATOGEN
• Melewati plasenta , berefek pada janin
• Obat teratogen: obat yang pada dosis terapeutis untuk ibu dapat mengakibatkan cacat pada
janin
• Pada kehamilan muda (12 minggu pertama kehamilan), pada kehamilan tua

TOLERANSI, HABITUASI DAN ADIKSI

Toleransi :
• Peristiwa dimana dosis obat perlu ditingkatkan terus menerus untuk mencapai efek
terapeutis yang sama
• Toleransi primer (bawaan) terdapat pada sebagian orang atau hewan tertentu: misal kelinci
yang tahan terhadap atropin
• Toleransi sekunder (yang diperoleh): dapat timbul jika suatu obat digunakan untuk beberapa
waktu, dapat juga disebut habituasi
• Toleransi silang: dapat terjadi antara zat-zat dengan struktur kimiawi serupa (diazepam dan
oksazepam)
• Tachyfylaxis: toleransi yang timbul dengan pesat sekali (dalam waktu beberapa jam), bila
pemberian obat diulang dalam jangka waktu singkat , misal: efedrin, dan propanolol dalam
tetes mata terhadap glaukoma.

Habituasi
dapat terjadi:
1. Induksi enzim: barbital dan fenilbutazon dapat menstimulir terbentuknya enzim yang dapat
menguraikan obat-obat tersebut.
2. Reseptor sekunder: dibentuk ekstra oleh obat-obat tertentu: misal morfin sehingga jumlah
molekul obat yang menduduki reseptor tersebut akan menurun.
3. Penghambatan resorpsi setelah pemberian oral

ADIKSI
•Beda dengan habituasi: ada ketergantungan jasmani dan rohani serta penghentian
penggunaan obat adiktif menimbulkan efek hebat secara fisik, dan mental (gejala abstinensi)
•Contoh: narkotika
•Terapi dapat dengan metadon sebagai pengganti narkotika.

RESISTENSI BAKTERI

• Kemoterapeutika tidak bekerja lagi terhadap kuman-kuman tertentu


• Ada 3 jenis resistensi:
1. resistensi bawaan (primer): secara alamiah terjadi pada kuman misal terdapat enzim
penisilinase pada staphyloccus
2. Resistensi yang diperoleh (sekunder) akibat kontak dari kuman dengan kemoterapeutoika
dan biasanya disebabkan pembentukan secara spontan jenis baru dengan ciri yang
berlainan (mutan), contoh: streptomisin, INH
3. Resistensi Episomal: pembawa faktor genetis berada diluar kromosom
• Resistensi Silang: kejadian dimana kuman yang resisten terhadap suatu antibiotika ,
resisten juga terhadap semua derivatnya misal: penisillin dengan ampisillin dan
amoksisillin.

DOSIS

• Dosis lazim: dosis rata-rata yang biasanya (lazim) memberikan efek yang diinginkan
• Usia : manula (> 65 Tahun): peka terhadap obat dan ESO karena perubahan fisiologi tubuhnya
sudah menurun.
• Dosis lansia: dianjurkan dosis rendah yaitu:
• 65-74 tahun : dosis biasa -10%
• 75-84 tahun : dosis biasa – 20%
• >85 tahun : dosis biasa -30%
• Dosis anak kecil, terutama bayi baru lahir (neonati) menunjukkan kerentanan yang lebih
besar thdp obat karena fungsi hati dan ginjal, serta sistem enzim belum berkembang secara
lengkap.
- dosis untuk anak-anak:
a. rumus young = n/n+12 X dosis dewasa
b. Rumus Augsberger : untuk 2-12 bulan: (m+13)% dari D
untuk 1-11 tahun: (4n +20)% dari D
untuk 12-16 tahun: (5n+10)% dari D
m= usia (bulan); n=usia (tahun)
c. Rumus Clarck: atas dasar bobot badan (banyak digunakan)
W/68 D; w= bobot dalam kg
d. Atas dasar luas permukaan tubuh (formula Haycock) .....paling tepat karena ada hub
antara permukaan badan degn kec metabolisme obat. Biasa digunakan untuk neonatii
dan bayi prematur .
PB= 0.5738 x wx L /0.3964 x 0.024265 m2
PB = permukaan badan w = bobot (kg) L = panjang (cm)

INDEX TERAPI

Kurva yang menggambarkan kerja terapeutis dan dosis letal dari suatu obat (bk o2p hal 49)

• Untuk menilai keamanan dan efek suatu obat dilakukan penelitian terhadap binatang
percobaan
• Yang ditentukan khusus ED 50 dan LD 50 yaitu dosis yang masing-masing memberikan efek
atau dosis yang mematikan pada 50% dari jumlah binatang.
• Untuk melihat indikasi keamanan suatu obat digunakan : index terapi dan luas terapi.
• Index terapi (LD 50:ED 50) merupakan perbandingan antara kedua dosis itu yang merupakan
suatu ukuran keamanan obat.
• Index terapi makin > semakin aman penggunaan obat
• Luas terapi (ED50-LD50) adalah jarak antara ED 50 dan LD 50 disebut juga safety margin
(jarak keamanan). Berguna untuk melihat keamanan obat jangka panjang.

PENGEMBANGAN DAN PENILAIAN OBAT BARU

• Uji praklinik
• Uji klinik
- fase 1
- fase II
- fase III
- fase IV

Uji praklinik
Suatu senyawa yang baru ditemukan terlebih dahulu diuji dengan serangkaian uji farmakologi
pada organ terpisah dan hewan coba
• Jika ditemukan aktivitas farmakologi yang mungkin bermanfaat, maka senyawa yang lolos
penyaringan akan diteliti lebih lanjut
• Sebelum calon obat dicobakan pada manusia dilakukan penelitian sifat farmakokinetik,
f.dinamik dan efek toksisnya pada hewan coba
• Uji toksikologi pada hewan coba meliputi:
1. toksisitas akut, efek-efek dosis tunggal yang besar hingga letal
2. toksisitas kronis, efek-efek dosis bertingkat pada penggunaan yang panjang
3. Teratogenisitas
4. Karsinogenisitas
5. Mutagenesitas
6.Uji ketergantungan

Uji Klinik
Uji klinik fase 1
• Biasanya dilakukan pada sukarelawan sehat
• Subyek 20-50 orang • Yang diteliti keamanan obat
• Diteliti sifat f. Dinamik dan f.kinetik pada manusia
• Dilakukan terbuka tanpa pembanding oleh dokter ahli

Uji klinik fase II


• Dilakukan pada pasien yang kelak akan diobati oleh obat ini tanpa penyakit penyerta
• Subyek 100-200 pasien
• Yang diteliti efek terapi (efficacy) dan keamanan obat (sefety)
• Studi kisaran dosis untuk menentukan dosis optimal
• Obat dibandingkan dengan plasebo atau obat standar
• Uji acak tersamar ganda
• Dilakukan oleh dokter ahli

Uji Klinik fase III


• Pada pasien sakit dengan penyakit penyerta
• Subyek paling sedikit 500 pasien
• Memastikan efficacy dan safety yang tidak terlihat pada fase II
• Obat dibandingkan dengan obat sama dengan dosis berbeda, plasebo , obat standar
• Uji secara acak tersamar ganda
• Dilakuka oleh dokter yang ahli
Uji klinik fase IV
• Pengamatan terhadap obat yang beredar di pasaran
• Diamati: ESO pada frekuensi penggunaan rendah dan bertahun-tahun
• Efektifitas pada pasien berpenyalit berat, anak-anak, usia lanjut
• Efek obnat terhadap morbiditas dan mortalitas
• Efek baru dari obat.

E. INTERAKSI OBAT

Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu bersamaan dapat memberikan efek masing
masing atau saling berinteraksi. Interaksi tersebut dapat bersifat potensiasi atau antagonis
satu obat oleh obat lainnya, atau kadang dapat memberikan efek yang lain. Interaksi obat yang
merugikan sebaiknya dilaporkan kepada Badan/ Balai/Balai Besar POM seperti halnya dengan
reaksi obat merugikan lainnya. Interaksi obat dapat bersifat farmakodinamik atau
farmakokinetik.

Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat yang mempunyai efek
farmakologi atau efek samping yang serupa atau yang berlawanan. Interaksi ini dapat
disebabkan karena kompetisi pada reseptor yang sama, atau terjadi antara obat-obat yang
bekerja pada sistem fisiologik yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diperkirakan
berdasarkan sifat farmakologi obat-obat yang berinteraksi. Pada umumnya, interaksi yang
terjadi dengan suatu obat akan terjadi juga dengan obat sejenisnya. Interaksi ini terjadi dengan
intensitas yang berbeda pada kebanyakan pasien yang mendapat obat-obat yang saling
berinteraksi.

Interaksi Farmakokinetik
Interaksi Farmakokinetik Yaitu interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah
absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi obat lain. Dengan demikian interaksi ini
meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia (dalam tubuh) untuk dapat
menimbulkan efek farmakologinya. Tidak mudah untuk memperkirakan interaksi jenis ini dan
banyak diantaranya hanya mempengaruhi pada sebagian kecil pasien yg mendapat kombinasi
obat-obat tersebut. Interaksi farmakokinetik yang terjadi pada satu obat belum tentu akan
terjadi pula dengan obat lain yang sejenis, kecuali jika memiliki sifat-sifat farmakokinetik yang
sama .

Interaksi farmakokinetik dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok:

1.Mempengaruhi absorpsi
Kecepatan absorpsi atau total jumlah yang diabsorpsi dapat dipengaruhi oleh interaksi
obat. Secara klinis, absorpsi yang tertunda kurang berarti kecuali diperlukan kadar obat dalam
plasma yang tinggi (misal pada pemberian analgesik). Namun demikian penurunan jumlah
yang diabsorbsi dapat menyebabkan terapi menjadi tidak efektif.

2.Menyebabkan perubahan pada ikatan protein


Sebagian besar obat berikatan secara lemah dengan protein plasma karena ikatan protein
tidak spesifik, satu obat dapat menggantikan obat yang lainnya, sehingga jumlah bentuk bebas
meningkat dan dapat berdifusi dari plasma ketempat kerja obat. Hal ini akan menghasilkan
peningkatan efek yang terdeteksi hanya jika kadar obat yang berikatan sangat tinggi (lebih dari
90%) dan tidak terdistribusikan secara luas di seluruh tubuh. Walaupun demikian, penggantian
posisi jarang menyebabkan potensiasi yang lebih dari potensiasi sementara, karena
meningkatnya bentuk bebas juga akan meningkatkan kecepatan eliminasi obat. Penggantian
posisi pada tempat ikatan protein penting pada potensiasi warfarin oleh sulfonamid dan
tolbutamid. Tetapi hal ini menjadi penting terutama karena metabolisme warfarin juga
dihambat.

3.Mempengaruhi metabolisme.

Banyak obat dimetabolisme di hati. Induksi terhadap sistem enzim mikrosomal hati oleh
salah satu obat dapat menyebabkan perubahan kecepatan metabolisme obat lainnya secara
bertahap, sehingga menyebabkan rendahnya kadar plasma dan mengurangi efek obat.
Penghentian obat penginduksi tersebut dapat menyebabkan meningkatnya kadar plasma obat
yang lainnya sehingga terjadi gejala toksisitas. Barbiturat, griseofulvin, beberapa antiepilepsi
dan rifampisin adalah penginduksi enzim yang paling penting. Obat yang dipengaruhi antara
lain warfarin dan kontrasepsi oral.
Sebaliknya, saat suatu obat menghambat metabolisme obat lain, akan terjadi peningkatan
kadar plasma, sehingga menghasilkan peningkatan efek secara cepat dan juga meningkatkan
risiko. Beberapa obat yang meningkatkan potensi warfarin dan fenitoin memiliki mekanisme
seperti di atas.
Isoenzim dari sistem sitokrom hepatik P450 berinteraksi dengan sebagian besar obat.
Obat dapat bertindak sebagai substrat, penginduksi, atau penghambat dari isoenzim yang
berbeda. Beberapa informasi in-vitro tentang efek obat terhadap insoenzim telah tersedia,
tetapi karena eliminasi obat dapat melalui beberapa jalur metabolisme seperti eliminasi oleh
ginjal maka efek klinik dari interaksi tidak dapat diprediksi secara tepat berdasarkan data
laboratorium tentang isoenzim sitokrom P450.

4.Mempengaruhi ekskresi ginjal


Obat dieliminasi melalui ginjal, melalui filtrasi glomerulus dan melalui sekresi aktif di
tubulus ginjal. Kompetisi terjadi antara obat-obat yang menggunakan mekanisme transport
aktif yang sama di tubulus proksimal. Contohnya salisilat dan beberapa AINS menghambat
ekskresi metotreksat; toksisitas metotreksat yang serius dapat terjadi.

Derajat keparahan suatu interaksi bervariasi dari satu pasien ke pasien lain.
Obat-obat dengan indeks terapi sempit (misalnya fenitoin) dan obat-obat yang memerlukan
kontrol dosis yang ketat (antikoagulan, antihipertensi dan antidiabetes) adalah obat-obat yang
paling sering terlibat.
Pasien dengan peningkatan risiko mengalami interaksi obat adalah lansia dan orang-orang
dengan gagal ginjal atau hati

KOMBINASI OBAT
Kombinasi obat
• Dua obat yang digunakan pada waktu bersamaan dapat saling mempengaruhi khasiat
masing-masing:

A. Antagonisme
terjadi jika kegiatan obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat kedua yang
memiliki khasiat farmakologi yang berlawanan contoh: barbital dan strychnin; adrenalin dan
histamin;
1). Antagonis kompetitif: dua obat bersaing secara reversibel untuk reseptor yang sama ,
contoh: nalorfin dan morfin; kurare dan asetilkolin, antihistamin dan histamin - secara tak
reversibel: untuk molekul yang sama, contoh: zat-zat chelasi pada keracunan logam.

B. Sinergisme:
kerjasama antara dua obat, ada 2 jenis:
1) Adisi: (penambahan):
efek kombinasi adalah sama dengan jumlah kegiatan dari masing- masing obat, contoh:
kombinasi asetosal dengan parasetamol
2) Potensiasi (peningkatan potensi):
kedua obat saling memperkuat khasiatnya sehingga terjadi efek yang melebihi jumlah
matematis dari a+b.
kedua obat kombinasi dapat memiliki kegiatan yang sama seperti :
estrogen dan progesteron, Sulfametoksazol dan TMP, atau satu obat dari kombinasi memiliki
efek berlainan, misalnya: analgetika dan klorpromazin, benzodiazepin dan meprobamat /
alkohol : perintang MAO dan amfetamin; thiamin dengan diklofenac (NSAIDs)

• Seringkali kombinasi obat diberikan dalam perbandingan tetap dengan tujuan mengadisi
daya kerja terapeutisnya tanpa mengadisi efek buruknya, co: trisulfa.
• Mencegah timbulnya resistensi kuman, contoh kombinasi INH denga PAS
• Meniadakan efek samping obat pertama dengan menambahkan obat pembantu, co: kalium
pada diuretika thiazida; vit B kompleks pada broad spektrum antibiotika; penghambat asam
(ranitidin) pada prednison atau NSAIDs
• Keuntungan kombinasi tetap: praktis, pasien tidak perlu banyak sediaan, meningkatkan
kepatuhan
• Kerugian kombinasi tetap: Dosis obat tidak dapat diubah tanopa mengubah pula dosis obat
kedua, sedangkan skema pentakaran untuk kedua obat tidak selalu sama berhubung dengan
masa paruhnya yg berlainan.
• T1/2 penting untuk kombinasi obat., kombinasi trisulfa (SD, SMer, Smez ana) mempunyai t1/2
berbeda sehingga (17 jam, 24 jam. 7 jam) sehingga setelah beberapa hari akan terjadi
akumulasi Smer, sednagkan obat ini yang menentukan efek kemoterapeutik dari kombinasi
obat.
• Kombinasi yang tepat: kotrimoksazol: masing-masing mempunyai t1/2 10 jam.
• interaksi pil anti hamil dengan zat induktor enzim (fenobarbital, fenitoin, primidon,
karbamazepim, rifampisin) dapat menurunkan kadar plasma estrogen sehingga efektifitas
pil tidak dapat dipercaya
• Asetosal dengan dikumarol: efek perdarahan meningkat
• Barbital dengan antikoagulansia: menurunkan khasiatnya.

Cara berlangsungnya interaksi obat:

1.Interaksi kimiawi
obat beraksi dengan obat lain secara kimiawi: co: pengikatan fenitoin dengan calsium,
tetrasiklin dengan logam valensi 2.
2.Kompetisi untuk protein plasma
contoh analgetika (salisilat, fenilbutazon, indometasin) , klofibrat dan kinidin memdesak obat
lain dari ikatannya pada proteindan dengan demikian memperkuat khasiatnya.
3.Induksi enzim
obat memnstimulir pembentukan enzim hati, tidak hanya mempercepat eliminasinya tetapi
juga mempercepat perombakan obat lain., co: hipnotika (barbital)dan antiepileptika (fenitoin,
karbamazepim) memperlancar biotrnasformasi antikoagulan dan anti de[resi trisiklis
(imipramin, amitriptilin) dan menurunkan khasiatnya.
4. Inhibisi enzim
zat yang dapat mengganggu fungsi hati dan enzimnya seperti alkohol dapat memperkuat
daya kerja obat lain yang efek dan lama kerjanya tergantung pada enzim tsb, co: alupurinol
yang memblokir ksantin-oksidase pada sintesa asam urat, memperkuat khasiat obat-obat
turunan purin ( a.l obat kanker merkaptopurin) yang justru diraikan oleh enzim tersebut

INTERAKSI OBAT DENGAN MAKANAN

1.absorpsi obat dapat diikat oleh makanan hingga absorpsi di usus diperlambat atau dikurangi
dan efek akan menurun. contoh: a. makanan berserat dapat mengadsoprsi obat seperti
lovastatin, BA menurun (serat juga berdaya menurunkan kolesterol). b. Interaksi
antikoagulansia dengan sayuran yang mengadung vit K (bayem), brokoli, kol kecil. Jika terlalu
banyak vit K dapat mengurangi efek anti koagulansia

2.Perombakan obat dapat dirintangi sehingga kadar obat meningkat timbul efek toksis Contoh:
interaksi MAO blockers dengan keju dan coklat. Enzim MAO bertanggungjawab atas
penguraian semua katekolamin didalam tubuh misal adrenalin, serotonin dan dopamin. Bila
pasien diberi perintang MAO sebagai anti depresivum dan makan sesuatu yang mengandung
tiramin maka zat ini tidak akan diuraikan lagi karena enzim MAO sudah diblok. Sehingga dapat
terjadi hipertensi hebat. Makanan yang mengandung amin antara lain: keju. Advokad, anggur,
bir, ragi, hati ayam.

Contoh lain: grapefruit juice mengandung flavonoida naringenin dapat merintangi sistem
enzym Cyp P 450 pada dinding usus. Obat yang perombakannya melalui sistem oksidatif akan
meningkatkan BA dan kadar dalam darah. Contoh obat yang daya kerjanya diperkuat adalah:
antagonis Ca (amlodipin, nifedipin) dan obat AIDS saquinavir. Obat-obat tersebut tidak boleh
diminum bersamaan dengan jus grapefruit atau dengan selang waktu minimal 2 jam.

3. Ekskresi:
diet vegetaris ketat meningkatkan PH urin (menjadi alkalis) dan memperlancar ekskresi obat
yang bersifat asam lemah (vit C, dan NSAIDS) diet kaya protein (daging, ikan, kerang)
menurunkan PH urin. Urin asam mengurangi reabsorpsi tubuler obat yang bersifat basa lemah
sehingga mempercepat ekskresinya misal alkaloida (morfin, kinin)
- Levodopa dan metildopa membentuk kompleks dengan Fe, bila diminum bersamaan dengan
senyawa besi resorpsinya bisa menurun 60% - Obat-obat yang dapat meningkatkan kebutuhan
akan vitamin tertentu:
a. Pil anti hamil, INH, penisilamin meningkatkan kebutuhan akan piridoksin
b. Salisilat dan tetrasiklin meningkatkan kebutuhan vitamin C
c. Parafin (laxadin) menurunkan resorpsi vitamin A, D. E, dan K yang larut dalam lemak.

Interaksi obat terutama harus diperhatikan bila obat diberikan bersamaan dengan obat lain
yang indeks terapinya kecil, sehingga sedikit peningkatan kadar plasma sudah dapat
menimbulkan gejala toksis hebat. Obat-obat tersebut demikian terdiri dari antikoagulansia
kumarin, teofilin, fenitoin, digoksin, antidiabetika oral
F. FARMAKOGENETIKA (FG)

Mempelajari apakah ada hubungan konstitusi genetis (variasi gengen) dari seseorang pasien
dengan responnya terhadap suatu obat.
Contoh: enzim hati oksidatif Cyp P 450 tipe 2D6 (Cyp2D6) terlibat pada banyak perombakan
obat a.l: beta blocker, dan psikofarmaka tioridazin dan Risperidon. Bangsa kulit putih 5-10%
tidak memiliki enzim ini, maka mereka kurang mampu menguraikan banyak obat kejiwaan. Jadi
untuk mereka dosis obat perlu diturunkan.
Obat malaria (primaquin) dirombak oleh enzim GPH. Pada orang yang tidak memiliki enzim ini
dapat terjadi anemia akut.

G. KEMOTERAPEUTIK:
Kemoterapeutika Obat-obat kimiawi yang digunakan untuk memberantas penyakit infeksi
akibat mikroorganisme : bakteri, fungi, virus, dan protozoa (plasmodium, amuba, trichomonas
dll) juga terhadap infeksi oleh cacing
Obat-obat tersebut berkhasiat memusnahkan parasit tanpa merusak jaringan tuan rumah
(toksisitas selektif)
Sitostatika (obat-obat kanker): termasuk golongan obat ini, karena kanker juga dpt disebabkan
oleh perkembangbiakan organisme lain seperti kuman. Umumnya obat-obat ini tdk bekerja
selektif.

PENGGOLONGAN ZAT-ZAT ANTIBAKTERI

Kemoterapeutik antimikroba dapat digolongkan atas dasar mekanisme kerjanya dalam zat-zat
bakterisid dan bakteriostatis
Bakterisid : pada dosis biasa berkhasiat mematikan kuman.
Obat-obat ini dapat dibagi atas 2 kelompok:
1.Yang bekerja terhadap fase tumbuh, co: penisilin sefalosporin, polipeptida (polimiksin, \
basitrasin), rifampisin, asam nalidiksat, kuinolon-kuinolon. Zat-zat ini kurang efektif terhadap
kuman pada fase istirahat.
2.Terhadap fase istirahat, co: aminoglikosida, nitrofurantoin, INH, kotrimoksazol dan
polipeptida tersebut diatas.

BAKTERIOSTATIS

Zat-zat yang dosis biasa terutama berkhasiat menghentikan pertumbuhan dan perbanyakan
kuman. Pemusnahannya harus dilakukan oleh sistem tangkis tubuh sendiri dengan jalan
fagositosis (dimakan oleh limfosit), co: kloramfenikol, sulfonamida, tetrasiklin, makrilida,
linkomisin, PAS, asam fusidat.
Kebanyakan bakteriostatis dapat menjadi bakterisid pada dosis tinggi.
PENGGOLONGAN BERDASARKAN LUAS AKTIVITASNYA

(Aktif terhadap banyak atau sedikitnya jenis kuman), dibedakan menjadi:

1.AB narrow spectrum: aktivitas sempit, aktif terhadap beberapa jenis kuman, co: pen-G,Pen-V,
Eritromisin, klindamisin, kanamisin, asam fusidat hanya bekerja pada gram positif.
Streptomisin, gentamisin, polimiksin B, asam nalidiksat aktif terhadap gram negatif.
2.AB broad spectrum (aktivitas luas): bekerja terhadap gram positif maupun negatif, co:
sulfonamida, ampisilin, sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin dan rifampisin.

PARASIT-PARASIT PATOGEN

Bakteri secara global (setelah diwarnai) menjadi: kuman gram negatif dan gram positif.
Menurut bentuknya dibedakan menjadi:
• cocci (tunggal, coccus: biji bundar);
• bacilli (bacillus: btg silindris);
• spirokheta (berbentuk spiral),
• vibrio (bentuk kotrek)

Kuman gram negatif umumnya sangat virulen akibat endotoksin tersebut dan terdapatnya
salut polisakarida yang kebal fagositosis oleh sel-sel imun. Kuman-kuman ini dapat
menyebabkan bakterimia, sepsis, co: meningococci, chlamydia.
Penyebab penyakit lain: - virus: lebih kecil daripada bakteri
- fungi: Jamur
- Protozoa

MEKANISME KERJA
Melalui penghambatan sintesa materi penting bakteri:
1.Sintesa dinding sel: sintesa terganggu, dinding sel menjadi kurang sempurna dan tdk tahan
terhadap tek. Osmotis dari plasma dgn akibat pecah, co: kel penisilin, sefalosporin,
vankomisin.
2.Membran sel: molekul lipoprotein dari membran plasma (di dlm dinding sel), dikacaukan
sintesanya shg menjadi lebih permeabel. Zat-zat penting dari isi sel dapat merembes keluar,
co: AB polyen (nistatin, amfoterisin), imidazol (mikonazol, ketokonazol)
3.Protein sel: sintesa diganggu, co: kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida
4.Asam-asam inti (DNA, RNA): co; rifampisin (RNA); asam nalidiksat dan kuinolon, asiklovir
(DNA), senyawa imidazol
5.Antagonisme saingan: obat menyaingi zat-zat penting untuk metabolisme kuman shg
pertukaran zat terhenti, co: sulfonamida, TMP, PAS, INH.

PILIHAN OBAT
1.Zat bakterisid lebih diutamakan dari bateriostatis
2.Zat dengan daya penetrasi baik kedalam organ atau CCS lebih disukai karena mudah
meresap ke lokasi infeksi
3.Zat dengan pentakaran 1-2 x sehari lebih disukai (drug compliance)
4.Zat dengan pengikatan PP rendah diutamakan agar obat bebas dapat mendifusi ke tempat
infeksi.
PENGGUNAAN
1. Dosis dipilih tinggi agar kadar obat di tempat infeksi melampaui MIC untuk kuman
2. Loading dose (dosis ganda) diperlukan untuk mencapai kadar puncak dalam darah atau
jaringan, co: sulfonamida, doksisiklin, klorokuin,
3. Dapat juga dimulai dengan parenteral kemudian diikuti oral, co: penisilin G, tetrasiklin, atau
kinin
4. Frekuensi pentakaran tergantung T1/2

Penggunaan:
5. Lamanya terapi: cukup panjang, lazim nya terapi diteruskan sampai 2-3 hari setelah gejala
hilang.

EFEK SAMPING:
1.Sensitasi
2.Hipersensitif
3.Alergi
4.Supra infeksi adalah infeksi sekunder dengan parasit berlainan yang timbul diatas infeksi
primer, terutama antibiotika broad spektrum, co: supra infeksi dengan staphylococcus,
proteus dan pseudomona, candida.
Co obat2an yang dpt menimbulkan supra infeksi adalah: ampisilin, kloramfenikol dan
tetrasiklin, kortikosteroid, sitostatika.

PENGGUNAAN KOMBINASI MDT (Multi Drug Therapy) tidak dianjurkan


Penggunaan kombinasi berguna untuk:
1.Infeksi campuran, co: obat anti kuman dengan antifungi;
2 a.biotika narrow spektrum (gram + dan gram -) basitrasin dan polimiksin
Infeksi berat yang etiologinya belum jelas: septikemia, meningitis purulenta (diberika
b.kombinasi dosis penuh sampai didapat hasil lab)
3.Efek sinergi, Potensiasi, co: SM dan TMP
4.Mengatasi resistensi, co: co amoksiklav
5.Menghambat resistensi: terutama pada infeksi menahun (TBC, kusta)
6.Mengurangi toksisitas: trisulfa, dan sitostatika, karena dosis masing-masing komponen
dapat dikurangi.

ANTIBIOTIKA
ZAT-ZAT KIMIA YANG DIHASILKAN OLEH FUNGI DAN BAKTERI YANG MEMPUNYAI KHASIAT
MEMATIKAN ATAU MENGHAMBAT PERTUMBUHAN KUMAN, SEDANGKAN TOKSISITASNYA
PADA MANUSIA RELATIVE KECIL
Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi
mungkin dimana obat tersebut harus bersifat sangat toksis untuk mikroba tetapi relative tidak
toksis untuk hospes.
Antibiotika tidak aktif terhadap kebanyakan virus kecil, mungkin karena virus tdk memiliki
proses metabolisme sesungguhnya melainkan tergantung pada metab. tn rumah.

RESISTENSI
Antibiotika digunakan pada penyakit infeksi kuman adakalanya tidak bekerja lagi tehadap
kuman-kuman tertentu yang ternyata memiliki daya tahan kuat dan menunjukkan resistensi
terhadap obat tersebutr.
Secara garis besar kuman dapat menjadi resistensi terhadap suatu antimikroba melalui 3
mekanisme:
1.Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya didalam suatu sel mikroba, co: kuman
mengurangi mekanisme transpor aktif yang memasukkan AM kedalam sel (gentamisin),
mikroba mengaktifkan pompa efluks yang untuk membuang keluar AM dalam sel (tetrasiklin)

2.Inaktivasi obat Mekanisme ini sering mengakibatkan terjadinya resistensi thd gol
aminoglikosida dan beta laktam (penisilin dan sefalosporin). Mikroba mengembangkan suatu
perubahan struktur sasaran bagi obat.

3. Mikroba mengubah tempat ikatan AM mekanisme ini terlihat pada S. Aureus yang resisten
thp Metisilin . Kuman ini mengubah penicillin binding proteinnya sehingga afinitasnya
menurun terhadap metisilin dan antibiotika beta laktam lainnya.

Faktor-faktor yang memudahkan berkembangnya resistensi di klinik:


1.Penggunaan antimikroba yang sering
2.Penggunaan antibiotika yang irrasional terutama di rumah sakit merupakan faktor penting
yang memudahkan berkembagnya resistensi kuman.
3.Penggunaan antimikroba baru yang berlebihan, beberapa co. Antimikroba yang relative cepat
kehilangan efektivitasnya : spirofloksasin dan kotrimoksazol
4.Penggunaan antibiotika yang lama memberikan kesempatan bertumbuhnya kuman yang
lebih resisten.
5.Penggunaan antibiotika untuk ternak: kadar antibiotika yang rendah pada ternak
memudahkan tumbuhnya kuman-kuman yang resisten
6.Lain-lain: perilaku seksual, sanitasi yang buruk, dan kondisi perumahan yang tidak
memenuhi syarat.

AKTIVITAS
Dalam satuan berat (mg); kecuali zat-zat yang belum dapat diperoleh 100% murni dan terdiri
dari campuran beberapa zat, co: polimiksin B, basitrasin, dan nistatin aktivitasnya dinyatakan
dalam IU.

PENGGOLONGAN ANTIBIOTIKA:

1.Penisilin dan Sefalosporin


2.Kel Tetrasiklin
3.Aminoglikosida
4.Makrolida dan Linkosin
5.Polipeptida
6.Kelompok sisa (polyen)

EFEK SAMPING

1.Reaksi alergi: dapat ditimbulkan oleh semua a.biotika dgn melibatkan sistem imun tubuh
hospes . Terjadinya tidak tergantung pada besarnya dosis obat
2. reaksi idiosinkrasi: gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik
tehadap pemberian antimikroba tertentu.
3.Reaksi toksis:
4.Perubahan biologik dan metabolik: menganggu keseimbangan flora usus, supra infeksi
H. SULFONAMIDA

Pendahuluan
Sulfonamida merupakan kemoterapeutik yang pertama yg efektif pada terapi
penyakit sistemik.
Sekarang, penggunaannya terdesak oleh kemoterapeutik lain yg lebih efektif dan
kurang toksik.
Banyak organisme yg menjadi resisten thd sulfonamida.
Penggunaannya meningkat kembali sejak ditemukan kotrimoksazol yaitu kombinasi
trimetoprim dengan sulfametoksazol.

• Berbagai variasi pada radikal R pada gugus amida (-SO2NHR) dan pada gugus amino
(NH2) menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia, dan daya antibakteri sulfonamida.
• Kebanyakan sulfonamida tidak larut dalam air. Garam natriumnya larut.

Aktivitas Antimikroba

• Sulfonamida mempunyai spektrum yang luas, tapi kurang kuat dibandingkan


antibiotika.
• Daya kerja umumnya bakteriostatik, tapi pada kadar tinggi dalam urin daya kerjanya
bakterisida.

Kuman yang sensitif terhadap sulfonamida secara invitro adalah:

- Streptococcus pyogenes
- Streptococcus pneumoniae
- Bacillus anthracis
- Corynebacterium diphteriae
- Haemophyllus influenzae
- Vibrio cholerae
- Chlamydia trachomatis
- Beberapa Protozoa Rentang MIC adalah 0,1 g/ml utk C. trachomatis hingga 4-64
g/ml utk E.coli.

Banyak galur gonococcus, stafilococcus, meningococcus, pneumococcus, dan


streptococcus yang sudah resisten.

Mekanisme Kerja
• Mekanisme kerjanya berdasarkan antagonisme saingan (kompetitif).
• Kuman membutuhkan PABA (p-amino benzoic acid) untk membentuk
asam folat (THFA)
• Asam folat digunakan untuk sintesis purin dan DNA/RNA
• Sulfonamida menyaingi PABA dgn menghambat/mengikat enzim
dihidropteroat sintase (DHPS) shg menghambat
pembentukan asam folat
• Sulfonamida menyebabkan bakteri keliru menggunakannya sebagai
pembentuk asam folat
• Sintesis asam folat, purin, dan DNA/RNA gagal sehingga
pertumbuhan bakteri terhambat

PABA : p-aminobenzoic acid;


DHPS : Dihydropteroate synthase;
DHFR : Dihydrofolate reductase,

Mekanisme Kerja

PABA : p-aminobenzoic acid; DHPS : Dihydropteroate


synthase; DHFR : Dihydrofolate reductase,

Mekanisme Kerja
• Toksisitas selektif sulfonamida
terjadi karena sel-sel mamalia mengambil asam folat yg ]
didapat dalam makanan sedangkan bakteri kekurangan
kemampuan ini dan harus mensintesis asam folat.
• Kombinasi sulfonamida dan trimetoprim (suatu 2,4-diamino
pyrimidine) akan menguatkan efek antibakteri. Kombinasi
ini menyebabkan penghambatan ganda pada pembentukan
asam folat. PABA : p-aminobenzoic acid; DHPS : Dihydropteroate synthase; DHFR : Dihydrofolate reductase,
Mekanisme Kerja

Trimetoprim menghambat dihidrofolat reduktase (DHFR).

Trimetoprim bersifat toksisitas selektif karena afinitasnya


thd enzim DHFR bakteri 50.000 kali lebih besar
daripada afinitasnya thd enzim DHFR manusia.

Adanya darah, nanah, dan jaringan nekrotik dapat


menyebabkan efek antibakteri berkurang karena kebutuhan
asam folat bakteri sudah terpenuhi dalam media yang
mengandung basa purin.

Resistensi Bakteri
• Resistensi biasanya ireversibel tetapi tidak disertai resistensi silang terhadap
kemoterapeutik lain.
• Resistensi kemungkinan disebabkan karena:
- meningkatkan produksi PABA atau
- mengubah struktur molekul enzimyang berperan dalam sintesis asam folat.
• Banyak galur gonococcus, stafilococcus, meningococcus, pneumococcus, dan
streptococcus yang sudah resisten.

Obat lain yang menghambat kerja sulfonamida:


• Obat lain yang mirip PABA tidak boleh diberikan diberikan bersama sulfa karena akan
meniadakan efek sulfa.
• Contoh:
- prokain
- benzokain
- para amino salisilat

Farmakokinetik sulfonamida
1.Absorpsi:
Secara umum absorpsi dalam sal. cerna mudah dan cepat kecuali sulfonamida yang
digunakan secara lokal untuk infeksi usus seperti sulfamezatin, sulfadiazin, dan
sulfametoksin.
Sebanyak 70-100% dosis oral diabsorpsi di sal. cerna.

2.Distribusi:
Kadar sulfa aktif dalam urin 10 kali lebih tinggi dari pada dalam plasma >>> Cocok
untuk desinfektan saluran kemih.
Sulfa tersebar ke seluruh jaringan.
Sulfa dapat melalui sawar uri sehingga dapat menimbulkan efek antimikroba dan
efek toksik pada janin

3.Metabolisme:
Terjadi perubahan secara asetilasi dan oksidasi.
Hasil oksidasinya menyebabkan reaksi toksik sistemik berupa lesi di kulit dan reaksi
hipersensitif.
Hasil asetilasinya menyebabkan hilangnya aktivitas obat.
Bentuk asetil dari beberapa sulfa sukar larut dalam air sehingga sering menimbulkan
kristal uria dan komplikasi ginjal lainnya.

4.Ekskresi:
Hampir semua sulfa diekskresi melalui ginjal, sedikit yang diekskresi melalui feses,
empedu, dan ASI. Farmakokinetik

Klasifikasi Sulfonamida
Berdasarkan kecepatan absorpsi dan ekskresi:

Sulfonamida dengan absorpsi dan ekskresi cepat

1.Sulfisoksazol
Merupakan prototip golongan ini dengan efek antibakteri kuat.
Distribusinya hanya sampai cairan ekstrasel, sebagian terikat pada protein plasma
Kadar puncak dalam plasma 2-4 jam setelah dosis oral 2-4 gram.
95% diekskresi melalui urin dalam 24 jam setelah dosis tunggal
Kadar dalam urin jauh lebih tinggi dari kadar dalam plasma sehingga daya kerjanya
sebagai bakterisida.
Kadar dalam SSP hanya 1/3 dari kadar darah.
Kelarutannya dalam urin lebih tinggi daripada sulfadiazin sehingga resiko kristal uria
dan hematuria jarang terjadi.

2.Sulfametoksazol
Merupakan derivat dari sulfisoksazol yang absorpsi dan ekskresinya lebih lambat,
sering dikombinasi dengan trimetoprim.

3.Sulfadiazin
Diabsorpsi cepat di sal. cerna
Kadar maksimum dalam darah setelah 3-6 jam.
Sukar larut dalam urin sehingga dapat timbul kristal uria. Harus banyak minum
sehingga jml urin min. 1200 ml atau ditambah Na bikarbonat. Untuk mencegah
kristaluria dikombinasi dengan sulfamerazin dan sulfamezatin yang disebut
trisulfapirimidin (trisulfa).

4.Sulfasalazin
Absorpsi di sal. cerna sangat lambat.
Digunakan utk terapi ulcerative colitis (ringansedang) dan regional enteritis.

Sulfonaminda yang Sedikit Diabsorpsi


Sulfonamida untuk topikal
Sulfasetamid
• Adalah turunan sulfanilamida
• Larutan garamnya digunakan untuk infeksi mata
Sulfonamida kerja panjang

Sulfadoksin
• Masa kerjanya 7-9 hari.
• Digunakan untuk kombinasi dengan pirimetamin (sulfadoksin: pirimetamin=500
mg:25 mg) untuk anti malaria yang resisten terhadap klorokuin.

ESO

1. Kristaluria Pemakaian sistemik dapat menimbulkan gangguan sal. kemih karena


terjadi penumpukan kristal dalam ginjal yang menyebabkan iritasi dan obstruksi.
Kristaluria dapat dikurangi dengan:
- penambahan basa seperti Na bikarbonat.
- minum yang banyak sehingga produksi urin 1-1,5 liter sehari
- kombinasi beberapa sulfa seperti trisulfa yang terdiri dari sulfadiazin, sulfamerazin
dan sulfamezatin.

2. Reaksi Alergi
• Gangguan pada kulit seperti eritema, dermatitis, fotosensitivitas , dan demam.
• Demam timbul pada hari ke 7 sampai ke 10 pengobatan disertai sakit kepala,
menggigil, rasa lemah dan erupsi kulit yang semua bersifat reversibel.
• Hepatitis dapat terjadi pada 0,1% merupakan efek toksik atau sensitisasi yang terjadi
3-5 hari setelah pengobatan
• Dapat berlanjut jadi atrofi kuning akut dan kematian.
• Pemberian obat pada bayi dapat menimbulkan kelainan bilirubin.

3. Mual dan muntah: pada 2% penderita

4. Anemia hemolitik (jarang terjadi)


- Sulfadiazin menimbulkan reaksi ini 0,05%.
- Sulfadiazin menimbulkan agranulositosis 0,1%.

Interaksi Obat
- antikoagulan oral
- antidiabetik sulfonil urea
- fenitoin

INDIKASI
Penggunaannya secara topikal berkurang karena kurang atau tidak efektif, resiko
kejadian sensitisasi tinggi kecuali pemakaian lokal Na-sulfasetamid pada infeksi mata.

a. Infeksi saluran kemih


 Bukan merupakan obat pilihan tetapi sulfisoksazol masih efektif.
 Obat untuk infeksi sal. kemih yang lain adalah trimetoprim-sulfametoksazol
antiseptik sal.kemih, derivat kuinolin, dan ampisilin.

b. Disentri basiler
 Trimetoprim-sulfametoksazol masih merupakan obat pilihan yang efektif dengan
dosis 160 mg:800 mg setiap 12 jam selama 5 hari.

c. Trakhoma
• Bukan merupakan obat pilihan.
• Pemberian sulfonamida secara oral selama 3 minggu masih efektif.
• Untuk konjungtivitis sulfasetamid 10% topikal selama 10 hari.

d. Toksoplasmosis
• Paling baik diobati dengan pirimetamin.
• Lebih baik obat tersebut dikombinasi dgn sulfadiazin, sulfisoksazol /trisulfapirimidin.

Kotrimoksazol
• Kotrimoksazol adalah kombinasi trimetoprimsulfametoksazol 160 mg:800 mg
• Kombinasi ini bersifat sinergik karena menghambat pembentukan asam folat bakteri
melalui 2 tahap.

Spektrum Antimikroba
Mikroba yang peka terhadap kotrimoksazol:
- Streptococcus pneumoniae
- Corynebacterium diphtheriae
- Nisseria meningitides
- Staphylococcus aureus
- Staphylococcus epidermidis
- Streptococcus pyogenes
- Escherichia coli
- Proteus mirabilis
- Salmonella Kedua komponen menunjukkan efek yang sinergik.
Kombinasi ini efektif walaupun mikroba sudah resisten thd sulfonamida maupun
trimetoprim.

Mekanisme Kerja
• Aktivitas antibakterinya berdasarkan atas pada dua tahap yang berurutan dalam
reaksi enzimatik untuk membentuk tetrahidrofolat.
• Sulfonamida menghambat masuknya PABA ke dalam molekul as folat dan
trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat.
• Tetrahidrofolat penting untuk reaksi pemindahan satu atom C seperti pembentukan
basa purin yang penting untuk pembentukan DNA/RNA.

Resistensi Bakteri
• Frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimoksazol lebih rendah dari pada
masingmasing komponennya.
• Resistensi terhadap E. coli dan Staphylococcus aureus meningkat.

Farmakokinetik
• Volume distribusi trimetoprim lebih tinggi 9 kali dari pada sulfametoksazol.
• Dengan dosis 1:5 ( 160 mg:800 mg) akan mencapai rasio dalam darah yang efektif.
• Obat masuk dalam SSP dan saliva dengan mudah. • Diekskresi melalui urin dalam
waktu 24 jam.

ESO
• Efek samping berupa reaksi pada kulit lebih sering daripada karena sulfonamida.
• Dapat timbul defisiensi asam folat berupa megaloblastosis, leukopenia, dan
trombositopenia.
• Ikterus terutama bagi penderita yang telah mengalami hepatitis kolestatik alergi.
Indikasi Infeksi saluran kemih
• Efek terapi kotrimoksazol terhadap infeksi karena enterobacteriaceae lebih kuat
daripada komponen tunggalnya.

Infeksi saluran nafas


• Tidak dianjurkan untuk pengobatan faringitis akibat Strep. pyogenes karena tidak
membasmi mikroba.

Infeksi Saluran Cerna


• Efektif untuk infeksi shigella dan tifoid.
• Kloramfenikol tetap masih merupakan obat terpilih demam tifoid karena prevalensi
resistensi S. thypii masih rendah, namun dikhawatirkan efek toksiknya.
• Carier S. thypii dapat digunakan kotrimoksazol dg dosis 160 mg trimetoprim:800 mg
sulfametoksazol 2 kali sehari selama 3 bulan.
• Diare akut karena E. coli dapat dicegah oleh kotrimoksazol atau trimetoprim tunggal
MODUL :
FARMAKOLOGI DASAR
2019
AKADEMI FARMASI IKIFA

REYFANA ERZANIA
REG 1-19C

Anda mungkin juga menyukai