Anda di halaman 1dari 114

FARMAKOLOGI

Edisi 2

DIII Keperawatan
POLTEKKES KEMENKES PALANGKARAYA
Fina Ratih Wira Putri Fitri Yani., M.Sc.,Apt
KATA PENGANTAR

Penjaminan terapi pengobatan yang tepat memerlukan kajian dan pembuktian


ilmiah. Salah satu ilmu yang berperan penting dalam perkembangan dunia pengobatan
adalah farmakologi. Farmakologi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi obat
dengan sistem biologis. Dengan perkembangan ilmu farmakologi, prinsip kerja dan
nasib obat didalam tubuh dapat di jelaskan secara ilmiah. Selain itu, dengan
berkembangan jenis dan jumlah obat yang ada dipasaran, menuntut para tenaga
kesehatan untuk lebih memahami prinsip masing-masing kerja obat beserta efek yang
dihasilkan.

Pembuatan buku ajar edisi 2 ini bertujuan untuk membantu mahasiswa untuk
mempelajari mata kuliah farmakologi. Adapun materi yang disajikan dalam buku ini
telah disesuaikan dan disempurnakan dari edisi 1 yang meliputi konsep obat dan
pengobatan, biofarmasetika, farmakokinetika, farmakodinamika, interaksi obat, konsep
penggunaan obat bagi ibu hamil dan menyusui, perhitungan dosis, ilmu resep, obat-
obat sistem saraf pusat dan otonom, obat kegawatdaruratan, obat-obat NSAID dan
obat-obat pada sistem pernapasan. Buku ajar ini juga disertai tes formatif sebagai salah
satu bentuk bantuan untuk mengukur tingkat kepahaman mahasiswa.

Keinginan penyusun masih banyak yang belum tersalurkan dalam buku ajar ini,
Tetapi semua kekurangan tersebut, Insya Allah akan disempurnakan lagi pada edisiyang
akan datang. Akhir kata, buku ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
mahasiswa. Kritik dan saran membangun senantiasa penyusun nantikan guna
penyempurnaan buku ini.

Palangka Raya, 20 Januari 2018

Fina Ratih Wira Putri Fitri Yani., M.Sc., Apt


Sejarah Konsep
obat Uji Obat
Obat

DASAR-DASAR FARMAKOLOGI
TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa mampu memahami dasar-dasar farmakologi meliputi sejarah pengobatan, uji obat, ruang
lingkup ilmu farmakologi, konsep obat dan tujuan pengobatan

URAIAN MATERI

Awal mula pengetahuan tentang obat didasarkan pada pengalaman empirik masyarakat yang
diturunkan secara turun temurun yang disimpan dan dikembangkan. Kebanyakan obat yang digunakan
pada saat itu berasal dari tanaman. Pengetahuan tersebut tidak hanya meliputi kemampuan suatu
tanaman dalam mengatasi penyakit namun juga pengetahuan tentang racun, ilmu sihir dan kosmetik.

Obat selanjutnya berkembang menjadi suatu kajian ilmiah yang berbasis pada rasionalitas dengan
adanya pemikiran beberapa ilmuwan seperti :
 Paracelsus (1541-1493 SM) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan obat perlu
pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat obat dari bahan yang sudah diketahui zat
aktifnya.
 Hippocrates (459-370 SM) yang dikenal dengan “bapak kedokteran” dalam praktek
pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan.
 Claudius Galen (200-129 SM) menghubungkan penyembuhan penyakit dengan teori kerja obat
yang merupakan bidang ilmu farmakologi.
 Ibnu Sina (980-1037) telah menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan
penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup
dan menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia,
dan Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik.
 Johan Jakob Wepfer (1620-1695) berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi
obat pada hewan percobaan, ia mengatakan :”I pondered at length, finallyI resolved to clarify the

1
matter by experiment”. Ia adalah orang pertama yang melakukan penelitian farmakologi dan
toksikologi pada hewan percobaan.

Sampai akhir abad 19, obat merupakan produk organik atau anorganik dari tumbuhan yang
dikeringkan atau segar, bahan hewan atau mineral yang aktif dalam penyembuhan penyakit tetapi dapat
juga menimbulkan efek toksik bila dosisnya terlalu tinggi atau pada kondisi tertentu penderita . Untuk
menjamin tersedianya obat agar tidak tergantung kepada musim maka tumbuhan obat diawetkan
dengan pengeringan. Contoh 2 tumbuhan yang dikeringkan pada saat itu adalah getah Papaver
somniferum (opium mentah) yang sering dikaitkan dengan obat penyebab ketergantungan dan
ketagihan. Dengan mengekstraksi getah tanaman tersebut dihasilkan berbagai senyawa yaitu morfin,
kodein, narkotin (noskapin), papaverin dll. Yang ternyata memiliki efek yang berbeda satu sama lain
walaupun dari sumber yang sama.

Dosis tumbuhan kering dalam pengobatan ternyata sangat bervariasi tergantung pada tempat asal
tumbuhan, waktu panen, kondisi dan lama penyimpanan. Maka untuk menghindari variasi dosis,
F.W.Sertuerner (1783-1841) pada th 1804 mempelopori isolasi zat aktif dan memurnikannya dan secara
terpisah dilakukan sintesis secara kimia. Sejak itu berkembang obat sintetik untuk berbagai jenis penyakit.

Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai sumber yaitu dari
tanaman (glikosida jantung untuk mengobati lemah jantung), jaringan hewan (heparin untuk mencegah
pembekuan darah), kultur mikroba (penisilin G sebagai antibiotik pertama), urin manusia
(choriogonadotropin) dan dengan teknik bioteknologi dihasilkan human insulin untuk menangani
penyakit diabetes. Dengan mempelajari hubungan struktur obat dan aktivitasnya maka pencarian zat baru
lebih terarah dan memunculkan ilmu baru yaitu kimia medisinal dan farmakologi molekular.

Tahapan Penelitian Obat

Sampai akhir abad 19, obat merupakan produk organik atau anorganik dari tumbuhan yang
dikeringkan atau segar, bahan hewan atau mineral yang aktif dalam penyembuhan penyakit tetapi dapat
juga menimbulkan efek toksik bila dosisnya terlalu tinggi atau pada kondisi tertentu penderita

Untuk menjamin tersedianya obat agar tidak tergantung kepada musim maka tumbuhan obat
diawetkan dengan pengeringan. Contoh 2 tumbuhan yang dikeringkan pada saat itu adalah getah
Papaver somniferum (opium mentah) yang sering dikaitkan dengan obat penyebab ketergantungan dan
ketagihan. Dengan mengekstraksi getah tanaman tersebut dihasilkan berbagai senyawa yaitu morfin,
kodein, narkotin (noskapin), papaverin dll. Yang ternyata memiliki efek yang berbeda satu sama lain
walaupun dari sumber yang sama.

Dosis tumbuhan kering dalam pengobatan ternyata sangat bervariasi tergantung pada tempat asal
tumbuhan, waktu panen, kondisi dan lama penyimpanan. Maka untuk menghindari variasi dosis,

2
F.W.Sertuerner (1783-1841) pada th 1804 mempelopori isolasi zat aktif dan memurnikannya dan secara
terpisah dilakukan sintesis secara kimia. Sejak itu berkembang obat sintetik untuk berbagai jenis penyakit.

Isolasi bahan aktif obat

Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai sumber yaitu dari
tanaman (glikosida jantung untuk mengobati lemah jantung), jaringan hewan (heparin untuk mencegah
pembekuan darah), kultur mikroba (penisilin G sebagai antibiotik pertama), urin manusia
(choriogonadotropin) dan dengan teknik bioteknologi dihasilkan human insulin untuk menangani
penyakit diabetes.

Uji praklinik

Merupakan persyaratan uji untuk calon obat, dari uji ini diperoleh informasi tentang efikasi (efek
farmakologi), profil farmakokinetik dan toksisitas calon obat. Pada mulanya yang dilakukan pada uji
praklinik adalah pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel terisolasi atau organ terisolasi
yang disebut uji in vitro, selanjutnya dipandang perlu menguji pada hewan utuh yang disebut uji in vivo.
Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing
atau beberapa uji menggunakan primata, hewan-hewan ini sangat berjasa bagi pengembangan obat.

Uji klinik

Uji klinik adalah suatu pengujian khasiat obat baru pada manusia. Pada dasarnya uji klinik memastikan
efektivitas, keamanan dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian
suatu obat.
Uji klinik terdiri dari 4 fase yaitu :
1. Fase I , calon obat diuji pada sukarelawan sehat untuk mengetahui apakah sifat yang diamati
pada hewan percobaan juga terlihat pada manusia. Pada fase ini ditentukan hubungan dosis
dengan efek yang ditimbulkannya dan profil farmakokinetik obat pada manusia.
2. Fase II, calon obat diuji pada pasien tertentu, diamati efikasi pada penyakit yang diobati. Yang
diharapkan dari obat adalah mempunyai efek yang potensial dengan efek samping rendah atau
tidak toksik. Pada fase ini mulai dilakukan pengembangan dan uji stabilitas bentuk sediaan obat.
3. Fase III melibatkan kelompok besar pasien, di sini obat baru dibandingkan efek dan keamanannya
terhadap obat pembanding yang sudah diketahui. Selama uji klinik banyak senyawa calon obat
dinyatakan tidak dapat digunakan. Akhirnya obat baru hanya lolos 1 dari lebih kurang 10.000
senyawa yang disintesis karena risikonya lebih besar dari manfaatnya atau kemanfaatannya lebih
kecil dariobat yang sudah ada.

Keputusan untuk mengakui obat baru dilakukan oleh badan pengatur nasional,
 Di Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan,
 Di Amerika Serikat oleh FDA (Food and Drug Administration),

3
 Di Kanada oleh Health Canada,
 Di Inggris oleh MHRA (Medicine and Healthcare Product Regulatory Agency),
 Di negara Eropa lain oleh EMEA ( European Agency for the Evaluation of Medicinal Product) dan
 Di Australia oleh TGA (Therapeutics Good Administration).

Untuk dapat dinilai oleh badan tersebut, industri pengusul harus menyerahkan data dokumen uji
praklinik dan klinik yang sesuai dengan indikasi yang diajukan, efikasi dan keamanannya harus sudah
ditentukan dari bentuk produknya (tablet, kapsul dll) yang telah memenuhi persyaratan produk melalui
kontrol kualitas.

Setelah calon obat dapat dibuktikan berkhasiat sekurang-kurangnya sama dengan obat yang sudah
ada dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai maka obat baru diizinkan untuk diproduksi oleh
industri sebagai legal drug dan dipasarkan dengan nama dagang tertentu serta dapat diresepkan oleh
dokter.
4. Fase IV, setelah obat dipasarkan masih dilakukan studi pasca pemasaran (post marketing
surveillance) yang diamati pada pasien dengan berbagai kondisi, berbagai usia dan ras, studi ini
dilakukan dalam jangka waktu lama untuk melihat nilai terapeutik dan pengalaman jangka
panjang dalam menggunakan obat.

Setelah hasil studi fase IV dievaluasi masih memungkinkan obat ditarik dari perdagangan jika
membahayakan sebagai contoh cerivastatin suatu obat antihiperkolesterolemia yang dapat merusak
ginjal, fenil propanol amin yang sering terdapat pada obat flu harus diturunkan dosisnya dari 25 mg
menjadi tidak lebih dari 15 mg karena dapat meningkatkan tekanan darah dan kontraksi jantung yang
membahayakan pada pasien yang sebelumnya sudah mengidap penyakit jantung atau tekanan darah
tinggi, talidomid dinyatakan tidak aman untuk wanita hamil karena dapat menyebabkan kecacatan pada
janin, troglitazon suatu obat antidiabetesdi Amerika Serikat ditarik karena merusak hati .

Definisi dan Cabang Ilmu Farmakologi

Farmakologi berasal dari bahasa yunani, yang terdiri dari pharmacon yangberartisenyawa bioaktif dan
logos yang berarti ilmu. Secara umum, farmakologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang efek dan
nasib obat dalam tubuh. Farmakologi adalah ilmu yang terintegrasi karena berkaitan dengan cabang ilmu
kesehatan lain, dan menjembatani ilmu preklinik dan ilmu klinik.
Penelitian pengembangan obat yang semakin pesat, menghasilkan cabang-cabang ilmu baru dari
farmakologi, seperti :
 Kimia medisinal
Disiplin ilmu kimia yang mengkaji hubungan struktur aktivitas, modifikasi struktur kimia obat
dapat mengubah aktivitas, jenis efek maupun nasib obat dalam tubuh
 Farmakokinetika
Ilmu yang mempelajari perjalanan obat didalam tubuh
 Farmakodinamika

4
Ilmu yang mempelajari kemampuan obat menghasilkan efek dan mempengaruhi sistem biologis
tubuh.
 Farmakologi klinik
Ilmu yang mengaplikasi farmakodinamika dan farmakokinetika pada pasien dengan penyakit.
 Farmakologi molekuler
Disiplin ilmu yang mengkaji kerja obat pada tingkat molekuler
 Farmakoterapi
Disiplin ilmu yang mengkaji penggunaan obat untuk terapi
 Toksikologi :
Ilmu farmakologi yang berhubungan dengan efek samping dan efek toksik suatu senyawa kimia.
 Farmakoepidemiologi
Ilmu yang meneliti antara kerja atau efek obat pada masyarakat luas
 Farmakogenetik
Disiplin ilmu yang fokus pada hubungan faktor genetik dengan respon terapi
 Farmakognosi
Ilmu yang mempelajari tentang sumber-sumber obat alamiah

Konsep Obat
Obat adalah setiap zat kimia (alami maupun sintetik) selain makanan yang mempunyai pengaruh
terhadap atau dapat menimbulkan efek pada organisme hidup, baik efek psikologis, fisiologis, maupun
biokimiawi.

Obat pada dasarnya adalah benda asing yang dianggap racun oleh tubuh, karena dapat
mempengaruhi sistem kerja tubuh. Perbedaan tipis antara obat dan racun adalah dosis, dimana jika
dosis yang diberikan berada dalam dosis terapi maka akan menimbulkan efek terapi, sedangkan apabila
dosis yang diberikan berada dalam dosis toksik maka akan menimbulkan efek toksik yang menimbulkan
kekacuan homeostasis tubuh dengan resiko terberat adalah kematian.

Sumber Obat
Bahan baku obat diperoleh dari berbagai macam sumber, yaitu :
a. Tumbuhan
Sejumlah tumbuhan memiliki khasiat obat dan telah dipergunakan selama berabad-abad sebagai
obat alami untuk sakit dan luka, Contoh obat yang berasal dari tumbuhan adalah digitalis.
Digitalis dibuat dari daun tanaman foxglove dan digunakan untuk mengobati gagal jantung
kongestif dan aritmia jantung. Digitalis juga digunakan untuk menguatkan kontraksi otot jantung.
b. Hewan
Produk sampingan dari hewan merupakan salah satu sumber obat karena produk-produk
tersebut mengandung hormon yang diperlukan oleh manusia dalam rangka mempertahankan
homeostasis tubuhnya. Salah satu contoh hormon yang berasal dari hewan adalah premarin
yang berisi esterogen berasal dari urin kuda betina digunakan untuk mengatasi gejala-gejala

5
menopause. Selain itu, insulin adalah salah satu contoh obat yang digunakan untuk mengatur
kadar gula darah pada pasien penderita diabetes mellitus.
c. Mineral
Tubuh membutuhkan mineral untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Mineral merupakan
substansi kristal anorganik yang ditemukan secara alami dibumi. Sebagai contoh, suplemen besi
(Fe) diberikan pada pasien yang mengalami kekurangan zat besi dengan kondisi yang mengarah
pada kelelahan. Zat besi adalah logam alam yang merupakan bagian tak terpisahkan dari protein
tubuh (hemoglobin) yang mengangkut oksigen keseluruh tubuh.
d. Mikroorganisme
Beberapa jenis mikroorganisme dimanfaatkan manusia sebagai penghasil obat-obatan. Obat-
obatan yang dihasilkan tersebut digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit terutama
penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme. Hal ini dikarenakan beberapa jenis
mikroorganisme mampu menghasilkan antibiotik. Contoh obat yang berasal dari mikroorganisme
adalah senyawa penisillin yang isolasi dari jamur Penicillin sp dan Streptomycin yang diisolasi dari
bakteri Streptomyces griseus yang kemudian digunakan untuk pengobatan penyakit
tuberculosis.
e. Sintesis Kimiawi
Obat sintesis dibuat dengan menggunakan sintesis kimia, dimana senyawa turunan kimia disusun
kembali untuk membentuk senyawa baru. Contoh obat yang dihasilkan dari sintesis kimia adalah
asam mefenamat dan parastemol yang digolongkan dalam obat analgesik berguna sebagai obat
penghilang rasa sakit.
f. Biotehnologi
Tubuh manusia dan hewan terus-menerus menghadapi serangan virus, bakteri, jamur, dan
senyawa kimia yang terdapat dalam lingkungan. Untuk mengatasi serangan tersebut, tubuh
membutuhkan golongan protein yang disebut antibodi. Suatu teknik pembentukan antibodi telah
dikembangkan berkat kemajuan bioteknologi. Para pakar bioteknologi telah dapat
mengembangkan produksi antibodi secara besar-besaran. Sebuah antibodi yang
disebut antibody monoklonal telah mampu mengatasi berbagai penyakit pada manusia, mulai
dari penyakit kanker dan kegagalan ginjal sampai dengan penyakit infeksi oleh virus atau bakteri.
Antibodi monoklonal juga meningkatkan keberhasilan pencangkokan organ.
Selain antibodi monoklonal, Interferon juga merupakan obat hasil dari rekayasa biotehnologi.
Sejarah interferon dimulai pada tahun 1957, ketika Alick Isaacs dan Jean Lindenmann meneliti
tanggapan tubuh terhadap infeksi virus. Mereka menemukan bahwa suatu substansi yang
disekresikan oleh sel yang terserang dapat membantu sel lain untuk menentang virus penyerang.
Senyawa tersebut dinamakan interferon. Interferon digunakan untuk mengobati penyakit
oleh virus dan beberapa penyakit kanker. Pada tahun 1980 Charles Weissman berhasil
mengklonkan gen pengendali pembuatan satu tipe interferon manusia dengan menyisipkannya
ke dalam bakteri, lalu sel bakteri tersebut segera membuat interferon. Kini interferon telah dapat
diproduksi secara besar-besaran dan digunakan untuk mengobati berbagai infeksi virus (herpes,
hepatitis, rabies) dan kanker.

6
Tujuan Pengobatan
Pemberian obat memiliki beberapa tujuan yang didasarkan pada manfaat yang diharapkan, yaitu :
 Penetapan diagnosa
Penggunaan barium sulfat yang digunakan dalam tindakan radiografi pada pemeriksaan saluran
pencernaan.
 Pencegahan (preventif)
Vaksin dibuat dari mikroorganisme yang telah matikan atau dilumpuhkan bertujuan untuk
mengembangkan sistem imun tubuh untuk mencegah infeksi mikrorganisme
 Penyembuhan (kuratif)
Amoksisilin adalah salah satu jenis obat golongan antibiotik spektrum luas yang digunakan untuk
mengobati infeksi yang disebabkan bakteri gram positif dan gram negatif.
 Pemulihan kembali (rehabilitatif)
Pemberian vitamin dan mineral guna memperbaiki kondisi metabolisme tubuh terganggu akibat
serangan penyakit.
 Peningkatan kesehatan (promotif)
Pemberian vitamin c guna menjaga dan meningkatkan kesehatan kulit pada proses produksi
collagen.
 Kontrasepsi
Pemberian preparat hormon guna mencegah terjadinya ovulasi maupun implantasi sel telur.

LABEL OBAT
Label obat yang berada pada tempat kemasan obat berisi informasi penting yang berkaitan tentang
penggunaan obat tersebut, adapun informasi yang biasanya tersedia adalah :
1. Nama Dagang
Nama dagang adalah nama obat yang biasanya dituliskan paling menyolok di kemasan obat.
Nama obat ini adalah nama yang diberikan oleh industri farmasi sebagai salah satu identitas
produknya atau dengan istilah lain merupakan merk dagang produk.
2. Nama Generik
Nama generik adalah suatu nama resmi zat obat berdasarkan rumus struktur obat. Nama generik
ini harus dicantumkan di kemasan obat. Contoh dari nama generik antara lain: paracetamol,
chlorpheniramine maleat (CTM), asam mefenamat, amoksisilin, guafenesin, dexamethason, dan
cefadroxil.
3. Bentuk sediaan
Bentuk sediaan adalah bentuk obat itu sendiri, ada tablet, kapsul, kaplet, sirup, emulsi, suspensi,
krim, gel, dan suppositoria. Biasanya informasi tentang bentuk sediaan seperti contoh pada
gambar sebagai berikut:
- Film coated caplet
4. Tanda khusus untuk obat
Tanda khusus ini merupakan tanda penggolongan obat berdasarkan keamanannya
penggunaannya.
5. Komposisi

7
Komposisi yang tercantum pada kemasan obat adalah komposisi zat – zat yang berkhasiat.
6. Dosis
Dosis adalah takaran obat yang menimbulkan efek farmakologi (khasiat) yang tepat dan aman
bila dikonsumsi oleh pasien
7. Indikasi
Istilah indikasi diartikan sebagai petunjuk kondisi – kondisi dimana tubuh membutuhkan terapi
menggunakan obat tersebut.
8. Kontraindikasi
Kontraindikasi yang dituliskan pada kemasan obat merupakan petunjuk kondisi – kondisi dimana
penggunaan obat tersebut tidak tepat atau tidak dikehendaki
9. Efek Samping
Efek samping yang dituliskan pada kemasan obat adalah suatu keadaan yang bisa saja terjadi
pada saat penggunaan obat dalam rentang dosis terapi. Namun, efek yang disebutkan pada
kemasan bukan berarti semua efek samping akan kita alami. Ada efek samping yang umum
dialami ketika mengonsumsi obat tertentu, ada juga yang jarang terjadi atau hanya terjadi pada
beberapa orang saja.
10. Interaksi Obat
Interaksi obat merupakan suatu keadaan dimana efek obat berubah dengan adanya penggunaan
obat lain, makanan, minuman, atau zat kimia di lingkungan. Informasi tentang interaksi obat di
kemasan obat biasanya menuliskan apa – apa saja yang mempengaruhi efek obat tersebut.
11. Cara Kerja Obat
Cara kerja obat yang dituliskan berkaitan dengan efek farmakologi obat, yaitu suatu kerja obat
dalam tubuh. Istilah – istilah yang tertulis pada bagian ini bermacam – macam, ada yang mudah
dimengerti, adapula yang menggunakan istilah medis, seperti analgesik, antasida, dekongestan,
laksatif dan masih banyak lagi.
12. Aturan Pakai
Aturan pakai menginformasikan tentang penggunaan obat. Aturan pakai ini tidak sama dengan
dosis. Dosis adalah sejumlah obat yang harus digunakan untuk suatu keadaan sakit tertentu.
Aturan pakai biasanya dituliskan sebagai berikut:
 1 kapsul 3 kali sehari atau ada pula yang menuliskannya 3 kali sehari 1 kapsul yang
artinya obat diminum setiap 8 jam.
13. Nomor Batch/Lot
Nomor ini merupakan suatu identitas produksi yang diberikan oleh industri farmasi terhadap
suatu obat dalam satu satuan produksi.
14. Nomor Registrasi
Nomor registrasi adalah nomor yang diberikan sebagai tanda obat telah terdaftar di BPOM dan
mendapat izin edar.
15. Nama dan Alamat Industri Farmasi
Nama dan Alamat Industri Farmasi dituliskan sebagai identitas industri yang memproduksi obat.
16. Tanggal Kadaluwarsa

8
Tanggal kadaluwarsa merupakan istilah yang umum digunakan untuk menunjukkan suatu waktu
dimana produk sudah selayaknya tidak digunakan lagi. Biasanya pada kemasan obat akan tertulis
sebagai “Exp. Date”. Jangan tertukar dengan “Mfg. Date” yaa. Karena “Mfg. Date”
adalah manufacturing date, yaitu tanggal dimana obat tersebut diproduksi.

OBAT OFF LABEL


Penggunaan obat off-label adalah penggunaan obat di luar indikasi yang disetujui oleh lembaga
yang berwenang. Lembaga berwenang itu kalau di Amerika adalah Food and Drug Administration
(FDA), sedangkan di Indonesia adalah Badan POM. Tetapi karena umumnya obat-obat yang masuk ke
Indonesia adalah obat impor yang persetujuannya dimintakan ke FDA, maka bisa dibilang bahwa indikasi
yang dimaksud adalah indikasi yang disetujui oleh FDA.

Satu macam obat bisa memiliki lebih dari satu macam indikasi atau tujuan penggunaan obat.
Jika ada lebih dari satu indikasi, maka semua indikasi tersebut harus diujikan secara klinik dan dimintakan
persetujuan pada FDA atau lembaga berwenang lain di setiap negara. Suatu uji klinik yang umumnya
berbiaya besar itu biasanya ditujukan hanya untuk satu macam indikasi pada keadaan penyakit tertentu
pula. Namun, seringkali, dokter meresepkan obat untuk indikas yang belum diujikan secara klinik. Itu
disebut penggunaan obat off-label atau obat mungkin sudah ada bukti-bukti klinisnya, tetapi memang
tidak dimintakan approval kepada lembaga berwenang karena berbagai alasan (misalnya alasan finansial),
maka penggunaannya juga dapat digolongkan penggunaan obat off-label.

Penggunaan obat off-label sendiri ada dua jenis. Yang pertama, obat disetujui untuk mengobati
penyakit tertentu, tapi kemudian digunakan untuk penyakit yang sama sekali berbeda.
Misalnya amitriptilin yang disetujui sebagai anti depresi, digunakan untuk mengatasi nyeri
neuropatik. Yang kedua, obat disetujui untuk pengobatan penyakit tertentu, namun kemudian diresepkan
untuk keadaan yang masih terkait, tetapi di luar spesifikasi yang disetujui. Contohnya adalah Viagra, yang

9
diindikasikan untuk mengatasi disfungsi ereksi pada pria, tetapi digunakan untuk meningkatkan gairah
sexual buat pria walaupun mereka tidak mengalami impotensi atau disfungsi ereksi.

OBAT HIGH ALERT


Obat yang terdaftar dalam kategori obat berisiko tinggi, dapat menyebabkan cedera serius pada pasien
jika terjadi kesala!an dalam penggunaannya.
Contoh obat High alert adalah epinefrin, heparin, obat kanker, analgesik opiod, obat LASA (look alike
sound alike).

TES FORMATIF

1. Sebutkan 5 tahapan pengujian obat


a. .........................
b. ........................
c. .........................
d. ........................
e. .........................
2. Sebutkan subjek uji dari uji praklinik dan klinik ?
a. Praklinik............................
b. Klinik........................
3. Sebutkan dua jenis uji praklinik
a. .......................
b. .......................

4. Sebutkan 4 jenis uji klinik dan masing-masing fokus tujuan uji?


a. .........................dengan fokus tujuan uji............................................................
b. .........................dengan fokus tujuan uji............................................................
c. .........................dengan fokus tujuan uji............................................................
d. .........................dengan fokus tujuan uji............................................................
5. Ilmu yang mempelajari perjalanan obat didalam tubuh..........................................
6. Ilmu yang mempelajari sumber-sumber obat dari tumbuhan....................................
7. Sebutkan contoh obat yang bersumber dari ?
a. Tumbuhan :..................................
b. Hewan : .......................................
c. Mineral : .....................................
d. Proses sintetik..............................
e. Mikroorganisme..........................
f. Biotehologi......................................
8. Sebutkan contoh obat berdasarkan tujuan pengeobatan ?
a. Tujuan 1..................................contoh........................................
b. Tujuan 2..................................contoh........................................

10
c. Tujuan 3..................................contoh........................................
d. Tujuan 4..................................contoh........................................
e. Tujuan 5..................................contoh........................................
f. Tujuan 6..................................contoh........................................

11
Logo Bentuk Penamaan
Obat Sediaan Obat

PENGGOLONGAN OBAT
TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa mampu menggolongkan obat berdasarkan keamanan, bentuk sediaan, penamaan obat dan
obat tradisional dan kelas terapi

URAIAN MATERI

Obat dapat digolongan berdasarkan keamanan, bentuk sediaan, penamaan, obat tradisional dan kelas
terapi

Distribusi Keamanan

Penggolongan obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X /1993 yang kini
telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/ VI/2000 penggolongan obat
dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan
distribusi.Golongan obat tersebut meliputi :
a. Obat bebas (obat OTC : Over The Counter)
Merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan tepi
lingkaran berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin
dan mineral, obat gosok, beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa
antasida. Obat golongan ini dapat dibeli bebas di Apotek, toko obat dan
warung.
b. Obat bebas terbatas
Merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan tepi
lingkaran berwarna hitam. Obat ini juga dapat diperoleh tanpa resep dokter
diapotek dan toko obat. Obat-obat yang umumnya masuk dalam golongan
ini antara lain obat batuk, obat influenza, obat-obat antiseptik dan tetes
mata untuk iritasi ringan. Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera

12
peringatan yang bertanda kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi
hitam, dengan tulisan sebagai berikut :

c. Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya)


Disebut obat keras karena jika pemakai tidak memperhatikan dosis, aturan
pakai, dan peringatan yang diberikan, dapat menimbulkan efek berbahaya.
Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep
dokter dan hanya bisa diperoleh di Apotek. Dalam kemasannya ditandai
dengan lingkaran merah dengan huruf K ditengahnya. Contoh obat ini adalah
amoksilin, asam mefenamat dan semua obat dalam bentuk injeksi.
d. Obat-obat psikotropika
Merupakan Zat atau obat baik ilmiah atau sintesis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selekti pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan prilaku. Contoh : alprazolam, diazepam. Mengenai obat-obat
psikotropika ini diatur dalam UU RI Nomor 5 tahun 1997.Psikotropika dibagi menjadi :
 Golongan I : sampai sekarang kegunaannya hanya ditujukan untuk ilmu
pengetahuan, dilarang diproduksi, dan digunakan untuk pengobatan contohnya
metilen dioksi metamfetamin, Lisergid acid diathylamine (LSD) dan metamfetamin
 Golongan II,III dan IV dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah didaftarkan,
contohnya diazepam, fenobarbital, lorazepam dan klordiazepoksid
e. Obat Narkotika
Merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. (UU
RI no. 22 th 1997 tentang Narkotika). Obat ini pada kemasannya dengan
lingkaran yang didalamnya terdapat palang (+) berwarna merah.Obat narkotika
penggunaannya diawasi dengan ketat sehingga obat golongan narkotika hanya dapat
diperoleh di apotek dengan resep dokter asli (tidak dapat menggunakan copy resep). Dalam
bidang kesehatan, obat-obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi/obat bius dan

13
analgetik/obat penghilang rasa sakit. Contoh obat narkotika adalah : codipront (obat batuk),
MST (analgetik) dan fentanil (obat bius). Narkotika digolongkan menjadi 3 golongan :
 Golongan I
Hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan
Tidak digunakan dalam terapi
Potensi ketergantungan sangat tinggi
Contoh : Heroin (putauw), kokain, ganja
 Golongan II
Untuk pengobatan pilihan terakhir
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
Potensi ketergantungan sangat tinggi
Contoh : fentanil, petidin, morfin
 Golongan III
Digunakan dalam terapi
Potensi ketergantungan ringan
Contoh : kodein, difenoksilat

Bentuk sediaan
Bentuk sediaan obat (BSO) diperlukan agar penggunaan senyawa obat/zat berkhasiat dalam
farmakoterapi dapat digunakan secara aman, efisien dan atau memberikan efek yang optimal. Umumnya
BSO mengandung satu atau lebih senyawa obat zat berkhasiat dan bahan tambahan yang diperlukan
untuk formulasi tertentu. Bentuk sediaan obat dipilih sesuai dengan manfaat yang diinginkan seperti :
 Dapat melindungi dari kerusakan baik dari luar maupun dalam tubuh
 Dapat menutupi rasa pahit dan tidak enak dari bahan obat
 Dapat melengkapi kerja obat yang optimum (topikal, inhalasi)
 Sediaan yang cocok untuk : - obat yang tidak stabil, tidak larut - penyakit pada berbagai
tubuh 5. Dapat dikemas/dibentuk lebih menarik dan menyenangkan.
Dalam memilih bentuk sediaan Obat, perlu diperhatikan :
 Sifat bahan obat
 Sifat sediaan obat
 Kondisi penderita
 Kondisi penyakit
 Harga
Macam Bentuk Sediaan Obat
 Bentuk Sediaan Padat : pulvis, pulveres, tablet, kapsul
 Bentuk Sediaan Cair : solusio/mikstura, suspensi, emulsi, linimentum. losio
 Bentuk Sediaan Setengah Padat : unguentum, him, jeli,
 Bentuk sediaan khusus : injeksi , supositoria, ovula, spray, inhalasi,

14
Pulvis Dan Pulveres (Serbuk)

Bahan atau campuran obat yang homogen dengan atau tanpa bahan tambahan berbentuk serbuk dan
relatif satbil serta kering. Serbuk dapat digunakan untuk obat luar dan obat dalam. Serbuk untuk obat
dalam disebut pulveres (serbuk yang terbagi berupa bungkus-bungkus kecil dalam kertas dengan berat
umumnya 300mg sampai 500mg dengan zat tambahan umumya Saccharum lactis dan untuk obat luar
disebut Pulvis adspersorius (Serbuk tabur).

Tablet

Tablet adalah sediaan padat yang kompak, yang dibuat secara kempa cetak, berbentuk pipih dengan
kedua permukaan rata atau cembung, dan mengandung satu atau beberapa bahan obat, dengan atau
tanpa zat tambahan. ( Berat tablet normal antara 300- 600 mg ). Beberapa jenis tablet yang ada dipasaran
adalah :
1. Tablet Hisap ( Lozenges)
Sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar
beraroma dan manis, yang dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan dalam mulut.
2. Trochici
Tablet hisap yang dibuat dengan cara kempa, Bentuk sediaan seperti donat untuk mencegah
tersedak. Rasanya manis sehingga mudah diberikan pada anak-anak.Contoh : FG Trochees
3. Tablet Sublingual. Tablet yang digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah lidah, sehingga
zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.Contoh : Tablet Cedocard
4. Tablet Kunyah ( Chewable Tablet )
Tablet yang penggunaanya dengan dikunyah, memberikan residu dengan rasa enak dalam
rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit, tablet ini umumnya
menggunakan manitol, sorbitol atau sukrosa sebagai pengikat dan pengisi yang mengandung
bahan pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan rasa.Contoh obat
Antasida
5. Tablet Effervescent
Tablet selain mengandung zat aktif, juga mengandung campuran asam ( asam sitrat, asam tartar)
dan Natrium bikarbonat , apabila dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbondioksida yang
akan memberikan rasa segar.Contoh : Tablet Ca-D- Rhedoxon
6. Tablet Salut
Tujuan penyalutan tablet :
 Melindungi zat aktif dari udara, kelembaban, atau cahaya
 Menutupi rasa dan bau tidak enak
 Membuat penampilan lebih baik dan mengatur tempat pelepasan obat dalam saluran
cema.Jenis tablet salut :
o Tablet Salut Gula (Tsg)
Untuk obat yang rasa dan bau tidak menyenangkan. Contoh : Supra livron
o Tablet Salut Film (Tsf)
Untuk bahan obat yang rasa dan bau tidak menyenangkan. Contoh : Ferro gradumet

15
o Tablet Salut Enterik (Tse)
Sediaan ini disalut dengan tujuan untuk menunda pelepasan obat sampai tablet telah
melewati lambung, dilakukan untuk obat yang rusak atau inaktif karena cairan lambung
atau dapat mengiritasi lambung.Contoh : Dulcolax 5 mg, Voltaren
7. Tablet Multilayer
Obat yang dicetak menjadi tablet kemudian ditambah granulasi diatas tablet yang dilakukan
berulang-ulang sehingga terbentuk tablet multiplayer.Contoh : Bodrex
8. Tablet Forte
Tablet yang mempunyai komposisi sama dengan komponen tablet biasa tapi mempunyai
kekuatan yang berbeda ( Biasanya 2 kali tablet biasa ). Contoh : Bactrim Forte
9. Tablet Pelepasan Terkendali
Tablet ini dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu tertentu
setelah obat diberikan. Fungsinya mempertahankan efek terapi untuk batas waktu yang lama,
sehingga efek obat lebih seragam, hal tersebut akan mengurangi frekuensi pemberian sehingga
ketaatan pasien bertambah. Istilah efek diperpanjang ( prolong action ) ; efek pengulangan (
repeat action) dan pelepasan lambat (sustained action) telah digunakan untuk menyatakan
sediaan tersebut. Istilah lain yang sering digunakan antara lain retard, time release, sustained
release, oros.

Kapsul
Sediaan obat yang bahan aktifnya dapat berbentuk padat atau setengah padat dengan atau tanpa
bahan tambahan dan terbungkus cangkang yang umumnya terbuat dari gelatin. Cangkang dapat larut
dan dipisahkan dari isinya.
 Kapsul Lunak ( Soft Capsule ): berisi bahan obat berupa minyak/larutan obat dalam minyak.
 Kapsul keras ( Hard Capsule ): berisi bahan obat yang kering

Solutio
Sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut. Solute adalah zat yang terlarut
sedangkan solven adalah cairan pelarut umumnya adalah air. Contoh : Enkasari 120 Ml Solution, Betadin
Gargle

Sirup
Penggunaan istilah untuk bentuk sediaan cair yang mengandung gula ( 64-66%). Lebih kental dan
lebih manis dibandingkan dengan solutio. Cocok untuk anak-anak maupun dewasa. Contoh Sirup :
Biogesic Sirup, Dumin Sirup
 Sirup Kering adalah sediaan padat yang berupa serbuk atau granula yang terdiri dari bahan obat,
pemanis, perasa, stabilisator dan bahan lainnya, kecuali pelarut. Apabila akan digunakan
ditambah pelarut (air) dan akan menjadi bentuk sediaan suspensi. Pada umumnya bahan obat
adalah antimikroba atau bahan kimia lain yang tidak larut dan tidak stabil dalam bentuk cairan
dalam penyimpanan lama. Apabila sudah ditambahkan aquadest, hanya bertahan + 7 hari pada

16
suhu kamar, sedang pada almari pendingin + 14 hari. Contoh Sirup Kering : Cefspan Sirup (Untuk
Dibuat Suspensi )

Suspensi
Sediaan cair yang mengandung bahan padat dalam bentuk halus yang tidak larut tetapi
terdispersidalam cairan/vehiculum, umumnya mengandung stabilisator untuk menjamin stabilitasnya,
penggunaannya dikocok dulu sebelum dipakai.Contoh : Sanmag suspensi, Bactricid suspensi

Elixir
Larutan oral yang mengandung etanol sebagai pelarut, untuk mengurangi jumlah etanol bisa
ditambah pelarut lain seperti gliserin dan propilenglikol, kegunaan alcohol selain sebagai pelarut, juga
sebagai pengawet atau korigen saporis. Sifat : cocok untuk penderita yang sukar menelan
Contoh : batugin 300 ml, mucopect 60 ml ( pediatrik )

Guttae
Sediaan cair yang pemakaiannya dengan cara meneteskan. Dibagi menjadi beberapa jenis
berdasarkan tempat penggunaannya.
 Tetes oral
Volume pemberian kecil sehingga cocok untuk bayi dan anak-anak. Contoh : apialys drop 15 ml,
triaminic 10 ml, termagon
 Tetes mata
Harus steril dan jernih, isotonis dan isohidris sehingga mempunyai aktivitas optimal. Contoh :
Catarlent 5 ml, albucid
 Tetes telinga
Bahan pembawanya sebaiknya minyak lemak atau sejenisnya yang mempunyai kekentalan yang
cocok ( misal gliserol, minyak nabati, propilen glikol ) sehingga dapat menempel pada gendang
telinga. - ph sebaiknya asam ( 5-6 ) Contoh : otolin 10 ml, otopain 8 ml
 Tetes hidung
Contoh : iliadin 10 ml, vibrosil, otrivin

Lotion

Sediaan cair yang digunakan untuk pemakaian luar pada kulit. Contoh : caladine lotion

Unguenta (salep)
Sediaan setengah padat untuk digunakan sebagai obat luar, mudah dioleskan pada kulit dan tanpa
perlu pemanasan terlebih dahulu , dengan bahan obat yang terkandung harus terbagi rata atau
terdispersi homogen dalam zat pembawa. Jenis salep :
 Salep berlemak ( fatty ointment )
Suatu sediaan obat berbentuk setengah padat yang mudah dioleskan, bahan obat hares
terdispersi homogen dalam dasar salep yang bebas air ( berlemak ).

17
 Salep mata.
Steril dan obat dapat kontak lama dengan mata sehingga lebih efektif dibandingkan dengan
tetes mata. Hari. Contoh : cendocycline 1%, 3,5 gram, cendomycos 3,5 g, kemicitine 5g

Jelly (gel )
Sediaan semi padat yang sedikit cair, kental dan lengket yang mencair waktu kontak dengan kulit,
mengering sebagai suatu lapisan tipis, tidak berminyak. Contoh : bioplasenton jelly 15 mg, voltaren
emulgel 100 g.

Cream
Sediaan semi padat yang banyak mengandung air, sehingga memberikan perasaan sejuk bila dioleskan
pada kulit. Dapat berfungsi sebagai pelarut dan pendingin. Sediaan ini cocok untuk dermatosa akut.
Contoh : chloramfecort 10 g, hydrokortison 5g, scabicid 1 og.

Pasta
Masa lembek dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentu serbuk dalam jumlah besar ( 40-
60% ). Contoh : pasta lassari

Inhalasi
Obat atau larutan obat yang diberikan lewat nasal atau mulut dengan cara dihirup dimasudkan untuk
kerja setempat pada cabang-cabang bronchus atau untuk efek sistemik lewat paru-paru

Penamaan obat

Penamaan obat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :


1. Nama Kimia
Obat dengan nama zat aktif yaitu penamaan obat yang berdasar pada struktur kimia obat.
Penamaan ini jarang digunakan dalam praktek sehari-hari karena sukar untuk dihapalkan.
2. Obat Paten adalah hak paten yang diberikan kepada industri farmasi pada obat baru yang baru
ditemukan berdasarkan riset industri farmasi tersebut dan diberi hak paten untuk memproduksi
dan memasarkannya setelah melalui berbagai tahapan uji klinis sesuai aturan yang telah
ditetapkan secara internasional. Obat yang telah diberi hak paten tersebut tidak boleh diproduksi
dan dipasarkan dengan nama generik oleh industri farmasi lain tanpa izin pemilik hak paten
selama masih dalam masa hak paten. Masa hak paten umumnya adalah 20 tahun sesuai UU no
14 tahun 2001 pasal 8 tentang paten dan tidak dapat diperpanjang.
3. Obat Generik yang dikenal sekarang berasal dari obat paten yang telah habis masa hak patennya.
Obat paten itu menjadi obat dengan status umum dan disebut obat generik. Nama generik dapat
berua dan/atau nama trivial, nama lazim, nama singkatan,nama singkatan, nama kimia atau nama
resmi Internasional seperti International Nonpropietary Name (INN). Obat generik berlogo adalah
obat generik yang menyandang logo yang diciptakan pemerintah sebagai lambang yang
menyatakan bahwa, obat generik tersebut diproduksi pabrik obat yang sudah mendapatkan
sertifikat Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB).

18
4. Obat Branded/Obat dengan nama dagang adalah obat generik tertentu yang diberi nama atau
merek dagang sesuai kehendak produsen obat.

Contoh Obat Parasetamol


1. Nama Kimia : N-asetil-4 aminofenol
2. Nama Generik : Parasetamol, Asetamonifen
3. Nama Dagang : Panadol, Sanmol, Dumin.

Contoh Obat Paten Amoksisilin


Antibiotik ini ditemukan pada tahun 1972 oleh Beecham, perusahan farmasi Inggris yang
sekarang menjadi GlaxoSmithKline. Beecham memberi nama dagang obat ini menjadi Amoxil®. Amoxil®
inilah yang disebut dengan obat paten (atau juga disebut inovator, originator atau pioner). Selama
sepuluh tahun, Beecham mendapatkan keuntungan dari monopoli penjualan amoxillin diseluruh dunia.
Baru ketika masa patennya kedaluwarsa di tahun 1982, perusahaan-perusahaan farmasi lainnya
berlomba-lomba membuat versi generiknya. Semua produk yang mengandung amoxillin selain Amoxil®
dianggap sebagai obat generik. Amoxillin yang dijual dengan kehendak produsen contoh perusahaan
sanbe farma dijual dengan nama amoxan® maka disebut dengan nama dagang.

Obat Essensial

Obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis,
profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia di fasilitas kesehatan sesuai dengan fungsi
dan tingkatnya.

Obat tradisional
Pengelompokan obat bahan alam Indonesia sesuai SK Kepala Badan POM No. HK.00.05.2411 tanggal 17
Mei 2004, yaitu
a. Jamu (Empirical based herbal medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk
serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun
jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan
mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang
jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak
memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris.
Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan
mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk
tujuan kesehatan tertentu.
b. Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine)
Obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa
tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan
peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang
mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses

19
produksi dengan tehnologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan
pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pra-klinik seperti standart kandungan bahan
berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional
yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis. Contoh : kiranti
c. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)
Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat
modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah
sampai dengan uji klinik pada manusia.. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi
medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa
didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian
secara ilimiah. Contoh : stimuno

Kelas Terapi
Kelas terapi obat didasarkan pada efek farmakologi obat yang dihasilkan. Berikut beberapa contoh daftar
kelas terapi obat “
a. Analgesik-anti piretik-anti inflamasi
Golongan obat yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri, demam dan diantaranya untuk
mengatasi peradangan. Contoh: parasetamol, asam mefenamat, natrium diklofenak,
ibuprofen, ketorolac, fenilbutazon, asetosal
b. Anti biotik
Obat yang ditujukan untuk menghambat atau membasmi bakteri. Contoh : amoksisilin,
ampisillin, cefadroxil, ciprofloxacin, tetrasiklin, tiamfenikol
c. Antifungi
Golongan obat yang digunakan untuk terapi mikosis patologi yang disebabkan oleh invasi
jamur parasit. Contoh : ketokonzaol, miconazole, griseofulvin, itrakonazole
d. Antidiabetik
Golongan obat yang digunakan dalam terapi pengobatan diabetes mellitus. Contoh:
metformfin, glibenklamid, glipizid
e. Diuretik
Golongan obat yang digunakan untuk meningkatkan volume pengeluaran cairan tubuh
melalui mekanisme berkemih. Contoh : furosemida, tiazid, manitol
f. Kortikosteroid
Golongan obat yang digunakan dalam terapi pengobatan dengan kondisi patologis akibat
berbagai sebab dengan manisfestasi, mulai dari simptom insufisiensi adrenokorteks, disfungsi

20
sistem neuroendrokrin hingga alergi dan peradangan. Contoh : hidrokortison, prednison,
dexametason, betametason
g. Vasodilator
Meruapakan golongan obat yang digunakan untuk melebarkan pembuluh darah. Contoh :
Hidralazin, minoksidil

TES FORMATIF

Perhatikan gambar obat disamping !!

Nama generik..................................................
Nama dagang...................................................
Golongan keamanan obat..................................
Bentuk sediaan..................................................
Pabrik...............................................................
Kelas terapi.......................................................
Forte adalah.......................................................

Perhatikan obat herbal disamping !

Golongan obat herbal tolak angin


adalah..........................................

Tahapan pengujian
sampai.........................................

21
Bio Farmako
Farmako
farmasetika kinetika dinamika

PERJALANAN OBAT DIDALAM


TUBUH
TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa mampu memahami konsep biofarmasetika, farmakokinetika dan farmakodinamika

URAIAN MATERI |DASAR-DASAR FARMAKOLOGI

Sebelum obat tiba pada target aksi, obat akan banyak mengalami proses. Secara garis besar proses-
proses ini dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
1. Fase biofarmasetik/farmasetik
2. Fase farmakokinetik
3. Fase farmakodinamik

22
Untuk menghasilkan efek terapi, obat harus mencapai target aksinya dalam kadar yang cukup
agar dapat menimbulkan respon. Tercapainya kadar obat tersebut tergantung dari jumlah obat yang
diberikan, keadaan dan kecepatan obat di absorbsi dari tempat pemberian dan distribusinya oleh
aliran darah ke bagian lain dari badan. Efek obat akan hilang apabila obat telah bergerak keluar dari
badan.

BIOFARMASETIKA ATAU FARMASETIKA

Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia obat, formulasi obat, dan
rute pemberian terhadap bioavailabilitas obat, sedangkan bioavailabilitas menyatakan kecepatan dan
jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. Biofarmasetika bertujuan mengatur pelepasan obat
sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik
tertentu.

Faktor yang mempengaruhi biofarmasetika :


1. Stabilitas obat dalam produk obat  tidak mengalami perubahan sifat fisika kimia dalam proses
penyimpanan
2. Pelepasan obat dalam produk obat  zat aktif obat dapat dilepaskan dari bentuk sediaan
3. Kecepatan pelepasan obat ditempat absorbsi  contoh tablet yang baik dapat akan mengalami
disintegrasi (waktu hancur tablet tidak lebih dari 15 menit)
4. Absorbsi sistemik obat  obat mempunyai lipofilisitas yang optimal

Suatu sediaan obat tidak hanya terdiri dari zat aktif obat, namun memerlukan zat tambahan
lainnya agar sediaan obat stabil dalam penyimpanan namun ketika berada didalam tubuh dapat
melepaskan zat aktifnya kedalam cairan tubuh. Tablet merupakan salah satu sediaan obat yang
memerlukan bahan pengisi, bahan pengikat, bahan pelicin dan penghancur dalam proses formulasi
pembuatannya. Ketika tablet ditelan maka tablet akan pecah dilambung menjadi granul-granul kecil
terdiri dari zat aktif tercampur dengan zat pengisi, pengikat, pelicin dan penghancur. Setelah granul
pecah, maka zat aktif terlepas. Bila daya larutnya cukup besar, maka zat aktif tersebut larut dalam cairan
lambung atau usus tergantung dimana obat berada pada saat itu.

23
Faktor bentuk sediaan (tablet) dan formulasi terhadap
bioavabilitas

1. Derajat kehalusan serbuk


2. Sifat fisika kimia zat aktif
• Kristal atau amorf?
3. Keadaan kimia obat
• Bentuk Hidrat/anhidrat
• Ester
4. Zat-zat tambahan
• Zat pengisi  Kalsium sufat dan laktosa
• Zat pengikat  agar waktu dikempa dapat
menjadi masa yang kompak
• Zat pelicin  mempercepat terlarutnya zat aktif Mg stearat menghambat, amilum
kering mempercepat.

Pemilihan bentuk sediaan obat akan mempengaruhi kecepatan dan efek terapi. Obat yang berada
dalam bentuk cairan atau sirup akan mencapai ketersediaan farmasi dalam waktu singkat, karena tidak
mengalami fase disintegrasi menjadi granul dan fase melarut. Urutan besarnya persentase obat yang
diabsorbsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan sesuai dengan bentuk sediaan adalah larutan - suspensi
oral - emulsi - kapsul – tablet - tablet bersalut.

Evaluasi produk obat


• Penilian in vitro  disintegrasi dan disolusi
• Penilaian in vivo  bioavabilitas
Perbandingan dua produk
• Uji Bioavailabilitas
• Uji Bioekivalen

FARMAKOKINETIKA
Fase farmakokinetika adalah perjalanan obat mulai titik masuk obat ke dalam badan hingga
mencapai tempat target aksi. Untuk memberi efek terapi, obat harus mencapai tempat target aksi obat
dalam kadar yang cukup agar dapat menimbulkan respon sehingga tujuan terapi dalam hal ini adalah
mempertahankan kadar obat dalam batas-batas jendela terapetik. Terdapat empat fase utama dalam
farmakokinetika, yaitu:
 Absorbsi
 Distribusi
 Metabolisme/biotransformasi
 Ekskresi

24
Rute pemberian Obat

Rute pemberian tidak termasuk dalam 4 fase utama farmakokinetika. Namun mempengaruhi
obat apakah melewati proses absorbsi dalam salah fase utama dalam farmakokinetika. Obat yang
ditujukan pada penggunaan sistemik masuk ke dalam tubuh melalui dua cara, yaitu intravaskular dan
ekstravaskular.

 Intravaskular adalah pemberian obat yang langsung masuk ke sirkulasi sistemik/pembuluh darah dan
didistribusikan ke seluruh tubuh seperti pemberian intravena (suntikan atau infus). Pemberian obat
dengan cara intravaskular tidak perlu mengalami fase pertama untuk memberikan efek, yaitu fase
absorbsi. Konsentrasi obat dalam plasma atau darah selanjutnya ditentukan oleh kecepatan
metabolisme/biotransformasi obat dan kecepatan ekskresi atau eliminasi obat dari tubuh.
 Ekstravaskular adalah pemberian obat yang diberikan tidak langsung masuk ke sirkulasi sistemik/
pembuluh darah (vaskular) sehingga obat harus mengalami proses absorbsi terlebih dahulu, kemudian
baru masuk ke pembuluh darah. Rute pemberian obat secara ekstravaskular, yakni:

1. Oral
2. Selaput lendir (mukosa)
3. Transdermal
4. Intradermal
5. Subkutan
6. Intramuskulus
7. Intrakardial (i.k.d.)
8. Intratekal/intraspinal/intradural
9. Intratikulus
10. Subkonjungtiva
11. Intraperitoneal (i.p.)
12. Peridural (p.d.)
13. Intrasisternal

Absorbsi

Absorbsi adalah gerakan suatu obat dari tempat pemberian masuk ke sistem sirkulasi darah. Proses
absorbsi obat hanya terjadi pada pemberian obat melalui rute ekstravaskuler dimana Untuk memasuki
aliran sistemik/pembuluh darah obat harus dapat melintasi membran/barrier yang merupakan faktor
terpenting bagi obat untuk mencapai tempat aksinya ( misal: otak, jantung, anggota badan lain). Obat
harus dapat melewati berbagai membran sel (misalnya sel usus halus, pembuluh darah, sel glia di otak, sel
saraf).

25
Pada umumnya obat melintasi lapisan sel ini dengan cara menembusnya, sehingga peristiwa
terpenting dalam proses farmakokinetik adalah transport lintas membran. Membran sel terdiri dari dua
lapis lemak yang membentuk fase hidrofilik dikedua sisi membran dan fase hidrofobik diantaranya.
Terdapat molekul-molekul protein yang menembus dikedua sisi membran yang berfungsi sebagai kanal
hidrofilik untuk transport air dan molekul kecil lain yang larut didalam air. Air mengalir melalui kanal
hidrofilik pada membran akibat perbedaan tekanan hidrostatik maupun tekanan osmotik. Hanya zat-zat
bukan ion yang terlarut dalam air dengan berat molekul 100-200 saja yang dapat melintasi membran
bersama air, seperti urea, etanol dan antipirin.

Obat melintasi membran dengan cara :


1. Difusi Pasif dan
2. Transport aktif.

Difusi Pasif
Pada difusi pasif, kemampuan obat melintasi membran sel bergantung pada:
o Ukuran dan bentuk obat
o Kelarutan obat dalam lipid
Membran sel tersusun oleh molekul lipid (lemak). Akibatnya, obat yang dapat larut dalam lipid
(lipid soluble) akan berdifusi melalui membran lebih mudah dibandingkan obat yang larut dalam
air (water soluble)
o Derajat ionisasi
Derajat ionisasi adalah banyaknya obat yang terionkan (menjadi bermuatan) ketika dilarutkan
dalam air. Faktor penentu utama ionisasi adalah:
 Sifat asam-basa obat : asam lemah atau basa lemah (sebagian besar obat adalah asam
lemah atau basa lemah)

26
 Sifat asam-basa cairan solven (pelarut)-nya : asam atau basa (obat yang bersifat asam
lemah akan lebih terionisasi pada suasana basa, sedangkan obat yang bersifat basa
lemah akan terionisasi pada suasana asam)
Molekul akan menjadi kurang bermuatan (tidak terionisasi) jika berada pada suasana pH yang sama,
dan akan lebih bermuatan jika berada di pH yang berbeda. Semakin bermuatan, suatu molekul akan
semakin sulit menembus membran. Semakin kurang bermuatan, suatu molekul akan lebih mudah
menembus membran. Dapat menjadi prediktor terhadap sifat absorpsi obat. Contoh: Aspirin (bersifat
asam lemah) akan lebih mudah terabsorpsi di lambung atau usus
Pada proses difusi pasif obat bergerak dari sisi yang kadarnya lebih tinggi ke sisi lain. Setelah terjadi
keadaan mantap (steady state) tercapai, kadar obat bentuk non ion dikedua sisi membran akan sama.
Maka dapat dikatakan bahwa obat yang melintasi membran secara difusi pasif yang pada dasarnya
memerlukan suatu gradien konsentrasi ketika melintasi membran.

Transport aktif

Transport obat secara aktif, biasanya terjadi pada sel saraf, hati dan tubuli ginjal. Proses ini
membutuhkan energi yang diperoleh dari aktivitas membran sendiri, sehingga zat dapat bergerak
melawan perbedaan kadar (melawan gradien konsentrasi). Selain dapat dihambat secara kompetitif,
transport aktif ini bersifat selektif dan memperlihatkan kapasitas maksimal (dapat mengalami kejenuhan).
Beberapa obat bekerja mempengaruhi transpor aktif zat-zat endogen, dan transport aktif suatu obat
dapat pula dipengaruhi oleh obat lain. Contoh obat yang menggunakan transpor aktif adalah levodopa
dan metildopa.

Bioavailabilitas

Bioavailabilitas atau ketersediaan hayati adalah jumlah obat yang diabsorbsi setelah pemberian
melalui rute X dibandingkan dengan jumlah obat yang diabsorbsi setelah pemberian intravena (IV). X
adalah rute pemberian obat selain IV. Sejumlah faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas adalah :
 Ukuran partikel dan formulasi obat mempengaruhi kelarutan obat
 Keadaan saluran cerna (gastrointestinal)

27
Gerakan lambung dan usus mempunyai pengaruh yang besar terhadap absorbsi obat. Obat yang
meningkatkan (metoklorpropamid) dan menurunkan (obat antimuskarinik) motilitas lambung akan
mempengaruhi absorbsi obat. Gerakan usus yang cepat (misalnya diare) juga mengganggu absorbsi
obat. Obat yang diminum sesudah makan biasanya absorbsinya juga lambat sebab jalannya menuju
usus halus diperlambat.
 First pass effect
Obat-obat yang diberikan per oral diabsorbsi dari saluran gastrointestinal. Selanjutnya darah dari
saluran gastrointestinal berjalan melalui hati. Banyak obat yang mengalami metabolisme dihati saat
melintasi saluran pencernaan menuju tubuh.

Distribusi

Distribusi obat di definisikan sebagai proses meninggalkan aliran sirkulasi darah dan masuk ke dalam
cairan ekstraseluler dan jaringan-jaringan. Setelah obat masuk sirkulasi darah (sesudah absorbsi), obat
akan dibawa ke seluruh tubuh oleh aliran darah dan kontak dengan jaringan-jaringan tubuh saat
distribusi terjadi. Sesaat sebelum distribusi terjadi, mula-mula tidak ada obat didalam jaringan, tetapi
dengan berlangsungnya distribusi, kadar obat dalam jaringan akan meningkat sampai akhirnya terjadi
keadaan yang disebut keadaan mantap (steady state). Kecepatan distribusi obat masuk ke jaringan sama
dengan kecepatan distribusi obat keluar dari jaringan sehingga perbandingan kadar obat dalam jaringan
dan kadar dalam darah konstan dan mantap, hal ini disebut dengan keseimbangan distribusi.

Kecepatan distribusi obat ke jaringan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:


 Aliran darah ke jaringan/organ
Obat dibawa ke seluruh jaringan tubuh oleh aliran darah sehingga makin cepat obat mencapai
jaringan makin cepat pula obat terdistribusi ke jaringan.
 Sifat membran
Membran yang memisahkan jaringan atau organ dari darah bersifat lipofil sehingga hanya obat-
obat yang lipofilikyang dapat menembus membran dengan mudah. Molekul-molekul obat yang
terionisasi tidak mudah melewati membran tersebut.
 Sifat fisika kimia obat
Kalau suatu jaringan dapat mengikat lebih banyak obat, diperlukan waktu yang lama untuk
mencapai keseimbangan distribusi sehingga menyebabkan makin banyaknya ambilan suatu obat
oleh jaringan karena sangat mudahnya obat melarut dalam lipid
 Ikatan protein plasma
Obat-obat yang terikat protein plasma tidak dapat didistribusikan ke jaringan-jaringan karena
molekul-molekul protein sangat besar dan tidak dapat melewati membran lipid, sehingga hanya
obat bebas yang dapat didistribusikan ke dalam jaringan tubuh.

Terdapat beberapa sawar (penghalang) dalam proses distribusi obat; yaitu sawar darah otak,plasenta
dan testis. Fungsi sawar tubuh tersebut untuk melindungi bahan-bahan yang mungkin berbahaya. Maka
obat yang ditujukan untuk dapat melewati sawar tersebut haruslah :
 tetap tak terionkan dalam pH darah,
 mempunyai kelarutan dalam lipid yang tinggi,

28
 mempunyai BM kurang dari 600.
 Pada sawar darah otak, distribusi obat dapat dibantu oleh suatu mekanisme transport (mis L-
DOPA).

Metabolisme/Biotransformasi

Metabolisme/biotransformasi ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh
dan dikatalisis oleh enzim mikrosomal. Pada proses ini molekul diubah menjadi lebih mudah larut dalam
air dan kurang larut dalam lemak, sehingga mudah di ekskresikan melalui ginjal. Selain itu, obat menjadi
inaktif sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi ada obat yang
metabolitnya sama aktif, lebih aktif atau toksik. Ada obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru
diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut
dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir. Perubahan metabolik molekul obat terjadi melalui dua
jenis reaksi biokimia, yaitu:
 Reaksi Fase I; ialah oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Reaksi fase I mengubah obat menjadi
metabolit yang lebih polar dan dapat bersifat inaktif, kurang aktif atau lebih aktif dibandingkan
bentuk aslinya. Enzim utama yang berperan dalam proses metabolisme obat adalah sitokrom
P450 dihati. Selain itu, terdapat enzim lain meliputi aldehid dehidrogenase, alkohol
dehidrogenase, deaminase, esterase, amidase, epoksida hidratase.
 Reaksi Fase II; disebut reaksi sintetik yaitu reaksi konjugasi yang selalu menghasilkan senyawa
tidak aktif dimana terjadi reaksi konjugasi yaitu ditempelkan gugus-gugus yang lebih besar
seperti gugus glukoronil, sulfat, asetil sehingga mudah dieksresikan melalui air (hidrofilik). Enzim
utama yang berperan dalam reaksi fase II adalah glukoronil transferase.

Perubahan metabolit obat oleh enzim pemetabolisme adalah


 Aktif  Tidak Aktif
Contoh : Aspirin
 Tidak Aktif  Aktif (pro drug)
Contoh : Prednison  Prednisolon
Azatioprin (imunosupresan) merkaptopurin
 Aktif  Aktif
Parasetamol  N-Acetyl-P-Benzoquinomine(NAPQI)

Kecepatan metabolisme obat dipengaruhi oleh :


 Kadar Obat
Kadar terapi obat biasanya jauh dibawah kemampuan maksimal enzim pemetabolisme, namun
semakin tinggi kadar obat maka semakin lama waktu yang diperlukan untuk mengubah obat
menjadi metabolitnya.
 Fungsi hati
Metabolisme obat di hati terganggu bila terjadi kerusakan parenkim hati misalnya hepatotoksik
atau sirosis hepatis sehingga mempengaruhi kemampuan
 Perbedaan Individu

29
Aktivitas enzim mikrosom ditentukan oleh faktor genetik sehingga kecepatan metabolisme obat
antar individu bervariasi
 Penggunaan obat lain
Beberapa jenis obat (misalnya fenobarbital, etanol, fenilbutazon, fenitoin, rifampicin, dan
griseofulvin) mempunyai efek meningkatkan aktivitas enzim mikrosomal. Efek ini dikenal sebagai
induksi enzim, sehingga penggunaan obat secara terus menerus dalam jangka waktu lama dapat
mengurangi efektivitas obat karena peningkatan metabolisme.
Contoh Obat yang menginduksi enzim:
o Rifampicin menurunkan efek obat anti hamil obat-obat kontrasepsi hormonal.
o Penderita yang mendapat fenobarbital secara rutin memerlukan dosis warfarin yang lebih
tinggi untuk mendapatkan efek anti koagulan yang dikehendaki. Namun penghentian
fenobarbital menyebabkan pengurangan metabolisme warfarin dan memungkinkan
terjadinya pendarahan.
Terdapat pula obat-obat yang dapat menghambat aktivitas enzim pemetabolisme sehingga
menghasilkan pengurangan metabolisme obat lain. Obat yang berperan sebagai inhibitor enzim
adalah simetidin, allopurinol, isoniazid, kloramfenikol, ketokonazol dan antibiotika makrolida.
Contoh obat yang menginhibisi enzim :
o Eritromisin dapat menghambat metabolisme antihistamin terfenadin sehingga terjadi
akumulasi terfenadin sehingga mengakibatkan aritmia jantung yang kemungkinan fatal.
o Simetidin dapat menghambat metabolisme sehingga meningkatkan dan memperpanjang
efek obat anti koagulan dan obat sedatif.
Penghambatan kompetitif metabolisme dapat terjadi pada obat yang kadar terapinya mendekati
kapasitas maksimal enzim pemetabolisme. Contoh obat yang bekerja secara kompetitif:
 Difenilhidantoin dihambat metabolismenya oleh dikumarol karena keduanya bersaing
untuk dapat di metabolisme oleh enzim yang sama.

Ekskresi

Ekskresi obat merupakan eliminasi obat dari tubuh melalui proses eksresi atau konversi menjadi bentuk
metabolit. Obat dieliminasikan dengan berbagai rute, yaitu:
 Ginjal (urin)
 Empedu dan usus (feses)
 Paru-paru (udara)
 Kulit (keringat)
 ASI

Obat yang larut dalam air lebih cepat diekskresikan dibandingkan dengan obat yang larut dalam lipid.
Ginjal merupakan organ ekskresi utama. Kebanyakan obat, yang diekskresi melalui urin, mempunyai ciri :
 Obat larut dalam air
 Mempuyai BM < 300
 Mengalami biotransformasi secara lambat oleh hati

30
Ekskresi pada ginjal merupakan resultan dari 3 proses yakni filtasi glomerulus, reabsorbsi tubulus,
sekresi tubulus. Mekanisme obat yang di ekskresikan oleh ginjal melalui proses :
 transport pasif (filtrasi glomeruli, reabsorbsi tubulus)
 transport aktif (sekresi tubulus)

Obat yang dimetabolisme oleh hati disekresikan ke dalam empedu dan kemudian melewati usus
dieliminasi melalui feses. Selama proses ini berlangsung, aliran darah akan menyerap kembali obat yang
larut dalam lemak dan mengembalikannya ke hati dimana mereka dimetabolisme untuk selanjutnya di
eliminasi oleh ginjal. Inilah yang disebut dengan siklus enterohepatik.

Paru-paru mengeliminasi obat yang utuh serta nonmetabolit, seperti gas dan obat bius. Obat yang
mudah menguap seperti obat bius dan alkohol dimetabolisme menjadi CO2 dan H2O diekskresikan
melalui paru-paru.

Keringat dan kelenjar ludah bukan jalur ekskresi obat yang utama karena ekskresi obat bergantung
pada difusi obat larut lemak yang melalui sel epitel kelenjar. Beberapa obat yang diberikan melalui
intravena di ekskresikan melalui air liur yang menyebabkan pasien dapat “merasakan” obat tersebut.
Namun, pada akhirnya obat yang dieksresikan kedalam air liur ditelan kembali, diserap dan dieliminasi
melalui urine. Bromida adalah salah satu obat yang di ekskresikan melalui keringat.

Beberapa jenis obat atau metabolitnya di ekskresikan dalam kelenjar payudara seperti morfin, kodein
dan chloramfenikol sehingga ASI pada ibu menyusui mengandung obat. Hal tersebut menyebabkan obat
terakumulasi sehingga menyebabkan efek yang tidak diinginkan pada bayi yang menerima ASI.

31
Kurva Obat dalam Plasma Vs Waktu

Keterangan :
Beberapa parameter yang harus kita
perhatikan dalam grafik ini:
 MEC atau Minimum Effect
Concentration merupakan kadar
minimal yang harus dicapai obat
agar berefek. Jika konsentrasi obat
masih dibawa MEC maka obat
belum berefek
 MTC atau Minimum Toxic Concentration merupakan kadar dimana obat mulai bersifat toksis bagi
tubuh.
 Therapeutic Range merupakan konsentrasi dimana obat berefek dalam batas yang aman dan tidak
toksik. beberapa obat seperti digoksin memiliki therapeutic range yang sempit sehingga dalam
pengobatan harus berhati-hati karena jika berlebihan dapat menyebabkan toksisitas
 Onset merupakan waktu dimana obat mulai berefek atau memasuki MEC
 t max merupakan waktu dimana kadar obat dalam plasma sampai pada puncaknya
 Cmax merupakan kadar maksimum yang dapat dicapai obat pada plasma
 AUC atau Area Under Curve menunjukkan jumlah obat di dalam plasma
 Duration of Action menunjukkan rentang waktu dimana obat berefek (memasuki MEC) sampai tidak
berefek (turun dari MEC)

Selain itu ada pula yang disebut Frekuensi Pemberian. Frekuensi Pemberian merupakan jarak (interval)
antar pemberian obat.
 Plasma Half life = t½ adalah Waktu yang diperlukan untuk mencapai ½ Cmax. Bila obat diberikan
setiap kali t½ nya maka kadarnya menjadi tetap (steady state, setelah 4x waktu paruh)
 Frekuensi obat sehari = 24 / t½
 Loading dose
Dosis awal obat yang diberikan
lebih besar dari biasanya supaya
lebih cepat mencapai steady state
yang diikuti dengan maintanance
dose.
 Margin of safety
Area yang berada antara kadar
terapi dan kadar toksik
 Dosis toksik
Dosis yang dapat menimbulkan
efek toksik
 Dosis letal
Dosis yang menimbulkan kematian

32
 Dosis terapi
Dosis yang menimbulkan efek yang diinginkan

Parameter Farmakokinetik

Parameter Farmakokinetik merupakan besaran yang diturunkan secara matematis dari hasil pengukuran
obat atau metabolit aktif dalam darah atau urin.

Parameter farmakokinetik dibagi menjadi:


1. Parameter primer
Merupakan parameter yang harganya dipengaruhi secara langsung oleh variabel fisiologis, yaitu:
a. Clearance (Cl) menunjukkan berapa banyak urin yang dikeluarkan per waktu / kemampuan
mengeliminasi (satuannya: volume/waktu). parameter ini dipengaruhi oleh ginjal.
Rumus : Cl = Konstanta eliminasi (Ke) x Vd (Volume distribusi)
b. Volume distribusi (Vd) menggambarkan volume teoritis dimana obat terdistribusi pada
plasma darah
c. Tetapan Kecepatan absorbsi (Ka) dipengaruhi oleh enzim, luas permukaan, fili dan fisiologi
usus
2. Parameter sekunder
dipengaruhi oleh parameter primer
a. Waktu paruh (t1/2) Jika terjadi gangguan pada ginjal yang menyebabkan clearance
terganggu maka waktu paruh juga terpengaruh
Jika Clearance naik maka t1/2 turun -> karena obat cepet dieksresi
Jika Clearance turun maka t1/2 naik -> karena obat lama dieksresi
3. Parameter turunan
Parameter ini dipengaruhi oleh parameter primer, sekuinder maupun besaran lain misalnya Area
Under Curve (AUC) yang dipengaruhi oleh Clearance. Jika fungsi eliminasi turun maka AUC akan
naik dan sebaliknya.

33
FARMAKODINAMIKA

Farmakodinamik ialah Ilmu yang mempelajari kemampuan kerja obat beserta mekanisme aksinya
sehingga dapat menghasilkan efek pada organisme hidup. Efek obat umumnya timbul karena interaksi
obat dengan reseptornya mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon khas
untuk obat tersebut.

Mekanisme
Kerja Obat

Non
Spesifik
Spesifik

Molekul
Sifat Fisika Sifat Kimia Enzim Kanal Ion Reseptor
Pembawa

Cara kerja obat menghasilkan efek :


Non Spesifik
Aksi tidak diperantarai oleh interaksi obat dengan target aksi obat spesifik (reseptor) berdasarkan pada
sifat fisika kimia sederhana.
1. Berdasarkan sifat fisika
 Massa Fisis
Laktulosa yang diberikan secara peroral akan mengadsorbsi air  mengembangkan volume
 menyebabkan peristaltik  vegeta herbal.
 Osmosis
Manitol  diuresis osmosis
 Adsorbsi
Kaolin dan Karbon aktif  penyerapan racun  new diatab, guanistrep
 Rasa
Gentian (senyawa pahit)  perangsang pengeluaran asam lambung  menambah nafsu
makan
 Radioaktivitas
Senyawa 131I pada pengobatan hipertiroidisme
 Pengendapan Protein
Fenol  denaturasi protein mikroorganisme  disinfekta
 Barier Fisi
Sukralfat  melapisi membran mukosa lambung  melindungi lambung dari serangan
pepsin asam

34
 Surfaktan
Sabun  pembersih kulit, antiseptik, disinfektan
2. Berdasarkan sifat kimia
 Aktivitas asam basa
Antasida  aktivitas basa  menetralisir kelebihan asam lambung  pengobatan ulser
lambung
 Pembentukan khelat
EDTA (etilen diamin tetra asetat) dan dimerkapol  membentuk kelompok khelat
dengan logam-logam seperti timbal dan tembaga  logam dikeluarkan dari tubuh 
toksisitas berkurang
 Aktivitas oksidasi reduksi
Kalium permanganat  aktivitas oksidasi morfin  toksisitas berkurang Vitamin C 
reduktor
Spesifik
Aksi obat diperantarai oleh interaksi obat dengan target obat spesifik target obat spesifik yaitu enzim,
molekul pembawa, kanal ion dan reseptor.
1. Enzim
Enzim merupakan salah satu target aksi obat yang mekanisme aksinya diperantarai oleh
sedikitnya dua mekanisme, yaitu:
Molekul obat bertindak sebagai substrat analog yang beraksi sebagai inhibitor kompetitif bagi
enzim. Molekul obat bertindak sebagai substrat palsu sehigga membentuk produk yang
abnormal dan membuat jalur metabolik terganggu.
Contoh : Obat golongan anti inflamasi non steroid (AINS) bekerja menghambat rasa nyeri dengan
cara menghambat pembentukan mediator nyeri yaitu prostaglandin yang merupakan senyawa
endogen hasil metabolisme asa arakhidonat yang berasal dari lapisan fosfolipid pada membran
sel. Metabolisme asam arakhidonat terjadi melalui dua jalur, yaitu lipooksigenasi yang dikatalisis
oleh enzim lipooksigenase yang menghasilkan leukotrien, dan jalur siklooksigenase yang
dikatalisis oleh enzim siklooksigenase yang menghasilkan prostaglandin dan tromboxan. Obat
AINS bekerja menghambat enzim siklooksigenase sehingga dapat mengambat produksi
prostaglandin yang merupakan mediator nyeri utama.
2. Molekul pembawa
Obat yang berkerja dengan cara menghambat kerja suatu molekul pembawa yang
mekanismenya banyak dijumpai pada obat-obat sistem saraf.
Contohnya adalah pengunaan tiagabin dalam pengobatan epilepsi. Penyakit epilepsi disebabkan
karena pemicuan saraf yang berlebihan akibat ketidakseimbangan antara kerja saraf
penghambatan dan kerja saraf pemicuan dalam hal ini kurangnya neurotransmitter GABA. Untuk
itu tiagabin menghambat kerja transpoter gaba sehingga re-uptake gaba terhambat dan jumlah
GABA dicelah sinaptik meningkat.
3. Kanal Ion
Kanal ion merupakan target aksi obat anastesi lokal seperti kokain, lidokain dan prokain. Obat-
obat ini dapat berikatan dengan sisi sitoplasmik kanal ion dan juga menyebabkan Na mengikat

35
kanal ion pada kondisi teraktivasi, sehingga kanal ion tersekat yang pada akhirnya menghambat
hantaran transmisi impuls rasa sakit.

4. Reseptor
Reseptor merupakan target aksi obat yang utama dan paling banyak. Fungsi reseptor adalah
mengenal dan mengikat suatu ligan/obat dengan spesifitas tinggi dan meneruskan sinyal
tersebut ke dalam sel melalui beberapa cara:
 Perubahan permeabilitas membran
 Pembentukan second messenger
 Mempengaruhi transkripsi gen

Teori Reseptor
Syarat interaksi ligan/obat dan reseptor dapat menghasilkan efek :
1. Afinitas
Kemampuan suatu ligan/obat untuk berinteraksi dengan satu tipe reseptor tertentu.
2. Aktivitas Intrinsik
Kemampuan obat untuk menghasilkan respon fisiologi
3. Efikasi Intrinsik
Kemampuan obat untuk menghasilkan stimulus yang pada akhirnya menimbulkan suatu efek

Ligan adalah molekul spesifik yang dapat mengikat reseptor. Ligan dapat berupa :
1. Hormones – dihasilkan oleh kelenjar eksokrin dan disekresikan melalui peredaran darah menuju
sel target yang jauh (e.g.’s: insulin, testosterone)
2. Autocrine/paracrine factors – hormon yang beraksi lokal (e.g.: prostaglandins)
3. Neurotransmitters – dilepaskan oleh ujung saraf sebagi respon dari depolarisasi (e.g.’s:
acetylcholine, norepinephrine)
4. Cytokines – ligan yang diproduksi oleh sel-sel pada sistem imunitas. Targetnya bisa jauh atau
dekat (e.g.’s: interferons, interleukins)
5. Membrane-bound ligands – terdapat pada permukaan sel, mengikat pada reseptor
komplementer sel yang lain  menjembatani interaksi antar sel (e.g.: integrins)
6. Drug/chemicals – merupakan senyawa yang dipaparkan dari luar

36
Untuk menghasilkan efek, reseptor harus berikatan dengan ligan mengikuti teori lock and key mechanism

Lock- and Key Mechanism


Tipe ligan
1. Agonis
a. Agonis Penuh
b. Agonis Parsial
c. Inverse Agonis
2. Antagonis
a. Antagonis Kompetitif
b. Antagonis Non Kompetitif

Ikatan ligan agonis dan antagonis dalam menghasilkan efek

Pembentukan kompleks obat-reseptor menghasilkan suatu respon biologis. Cara yang lazim untuk
menyatakan hubungan antara konsentrasi obat dan respon biologis adalah dengan kurva konsentrasi
(atau dosis) terhadap respon.

1. Suatu agonis adalah suatu senyawa yang berikatan dengan suatu reseptor dan menghasilkan
respon biologis. Suatu agonis dapat berupa ligan (obat, hormon, neurotransmitter) untuk
reseptor tersebut. Peningkatan konsentrasi agonis akan meningkatkan respon biologis hingga
tidak ada lagi reseptor yang dapat mengikat agonis atau respin maksimal telah tercapai.
2. Suatu agonis parsial menghasilkan respon biologis, tetapi tidak dapat menghasilkan 100% respon
biologis meskipun pada dosis yang sangat tinggi.

37
3. Agonis inversi mempunyai efek yang berlawanan dengan efek agonis penuh jika berikatan
dengan reseptor yang sama dengan agonis.
4. Suatu antagonis mempunyai efek yang dapat mengurangi kemampuan agonis dalam
menghasilkan respon maksimum.Antagonis terbagi menjadi dua jenis, yaitu;
a. Antagonis kompetitif dimana mengikat reseptor secara reversibel pada daerah yang
sama dengan tempat ikatan agonis, tetapi tidak menyebabkan efek.
b. Antagonis non kompetitif yaitu antagonis yang dapat mengurangi efektifitas suatu
agonis melalui mekanisme selain berikatan dengan tempat ikatan agonis pada reseptor.

Dosis Vs Respon

Potensi
Jumlah obat yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu respon tertentu. Makin rendah dosis yang
dibutuhkan untuk suatu respon yang diberikan, makin poten obat tersebut. Potensi paling sering
dinyatakan sebagai dosis obat yang memberikan 50% dari respon maksimal (ED50).

Efikasi
Kemampuan obat untuk menghasilkan efek maksimal pada suatu sistem biologik setelah berinteraksi
dengan reseptor

Slope
Menunjukkan batasan keamanan obat. Suatu slope yang curam menunjukkan bahwa suatu peningkatan
dosis yang kecil menghasilkan suatu perubahan yang besar.

Variasi biologik
Variasi antar individu dalam besarnya respons terhadap dosis obat yang sama pada populasi yang sama.

38
Spesifisitas dan Selektifitas
Obat yang ideal adalah yang bersifat spesifik dan selektif.
Spesifik
Kerja obat hanya pada satu jenis reseptor
Selektif
Menghasilkan satu efek pada dosis rendah dan pada dosis lebih tinggi baru timbul efek yang lain.
Contoh :
 Klorpromasin, bukan obat yang spesifik karena bekerja pada berbagai jenis reseptor
 Atropin adalah bloker spesifik untuk reseptor muskarinik, tetapi tidak selektif karena reseptor
muskarinik terdapat di berbagai organ.
 Salbutamol adalah agonis ß-adrenergik yang spesifik dan relatif selektif karena memblok reseptor ß2
dan pada dosis terapi hanya berefek dibronkhus.
Selain tergantung pada dosis:
Selektifitas juga tergantung cara pemberian obat.
Contoh: Salbutamol ( pada dosis terapi hanya berefek di bronkhus, memblok reseptor ß-2 )bila
diberikan sebagai obat semprot langsung ke saluran napas, maka selektifitasnya akan meningkat. Pada
intinya tidak ada obat yang menghasilkan satu efek saja, dan makin banyak efek obat, makin banyak efek
sampingnya. Dengan demikian, selektifitas merupakan sifat obat yang penting dalam terapi.

Efek Obat
Efek Terapeutik

Efek terapeutis adalah efek obat yangtimbul dengan penggunaan dosis obat sesuai dengan dosis
terapi. Efek tersebut sesuai dengan tujuan terapi pengobatan yang dibedakan berdasarkan efek yang
ditimbulkan, yaitu :
1. Terapi kausal, yaitu pengobatan dengan meniadakan atau memusnahkan penyebab penyakitnya,
misalnya sulfonamid, antibiotika, obat malaria dan sebagainya.

39
2. Terapi simptomatis, yaitu pengobatan untuk menghilangkan atau meringankan gejala penyakit,
sedangkan penyebabnya yang lebih mendalam tidak dipengaruhi, misalnya pemberian analgetik
pada reumatik atau sakit kepala, obat hipertensi dan obat jantung.
3. Terapi substitusi, yaitu pengobatan dengan cara menggantikan zatzat yang seharusnya dibuat
oleh organ tubuh yang sakit , misalnya insulin pada penderita diabetes, oralit pada penderita
diare, tiroksin pada penderita hipotiroid, estrogen pada hipofungsi ovarium dimasa klimakterium
wanita.
Efek terapeutis obat tergantung dari banyak sekali faktor, antara lain dari bentuk dan cara pemberian,
sifat fisikokimia yang menentukan absorbsi, biotransformasi dan ekskresinya dalam tubuh. Begitu pula
dari kondisi fisiologis pasien (fungsi hati, ginjal, usus dan peredaran darah). Faktor-faktor individual
lainnya, misalnya etnik, kelamin, luas permukaan badan dan kebiasaan makan juga dapat memegang
peranan penting.

Plasebo

Plasebo adalah sebuah pengobatan yang tidak berdampak atau penanganan palsu. Obat plasebo
biasanya berisi laktosa yang ditambahkan sedikit kinin untuk memberikan rasa pahit sering pula diberikan
penambahan warna. Pemberian obat plasebo memiliki beberapa tujuan, yaitu :
 Pengobatan sugesti
Bertujuan untuk memanipulasi pikiran, pada pasien yang sebenarnya tidak memerlukan pengobatan
atau pada pecandu serta penderita kanker stadium akhir.
 Uji Klinis
Digunakan sebagai pembanding pada penelitian tahap akhir obat untuk mengukur efek farmakologis
obat baru

 Pelengkap dan penggenap pil KB


Bertujuan agar pasien tidak lupa minum obat setiap hari.

Efek samping
Efek yang timbul dengan pemberian dosis terapi namun bukan menjadi tujuan pengobatan dan
timbul pada kebanyakan individu. Efek samping dapat bersifat merugikan namun juga menguntungkan.
Contoh adalah CTM dengan efek samping menyebabkan rasa kantuk, dapat berefek merugikan jika
kondisi dan situasi penggunaan mengharuskan untuk bekerja namun menguntungkan jika kondisi dan
situasi penggunaan menginginkan istirahat.

Efek Toksik
Efek yang timbul jika obat digunakan berulang-ulang dan dalam dosis tinggi. Klasifikasi efek toksik
berkaitan dengan organ / sistem yang menjadi sasaran obat yang bersangkutan. Efek toksik dapat
dibedakan menjadi :
1. Toksisitas hemopetik
Efek seperti anemia sampai berbagai diskrasias darah seperti leukopenia, granulositopenia,
agranulositosis, trombositopenia.Contoh obat : pada penggunaan kloramfenikol

40
2. Hepatotoksisitas
Obat yang dapat menimbulkan kerusakan hati sehingga dapat merusak sel-sel hati.
Contoh obat: Parasetamol, klorpromazin, karbon tetraklorida
3. Nefrotoksisitas
Obat yang bersifat toksik pada ginjal. Contoh obat :
 Antibiotik neomisin tidak pernah diberikan secara parenteral  toksisitasnya pada ginjal
 Bentuk terasetilasi sulfonamida dapat mengendap pada saluran air kemih  jika air kemih
bereaksi asam  timbul batu ginjal
4. Toksisitas Perilaku
Contoh obat :
 Obat reserpin  menimbulkan kecenderungan bunuh diri
 Amfetamin  menyebabkan disorientasi, bingung, dan kesukaran berkonsentrasi
5. Teratogenisitas
Contoh obat :Obat sedatif thalidomide  mengakibatkan anomali perkembangan janin
Tragedi thalidomide  mengharuskan dilakukannnya uji teratogenisitas terhadap setiap obat
baru
6. Ketergantungan
Obat seperti opiat, alkohol, barbiturat  dapat menyebabkan timbul ketergantungan psikologik
dan fisiologis jika diberikan secara berulang-ulang

Toleransi
Toleransi obat adalah sebuah kondisi yang ditandai oleh penurunan efek obat pada pemberian
berulang. Dalam beberapa kasus, toleransi obat menyebabkan kebutuhan untuk meningkatkan dosis
obat agar mencapai efek yang sama.
1. Toleransi primer terjadi pada berbagai spesies hewan dan juga pada berbagai suku bangsa
seperti pada penggunaan atropin.
2. Toleransi sekunder dapat timbul setelah penggunaan suatu obat selama beberapa waktu. Tubuh
menjadi kutang peka terhadap obat tersebut
3. Toleransi silang terjadi antara zat-zat dengan struktur kimia serupa seperti phenobarbital dan
butobarbital atau kadang-kadang dengan zat yang berlainan seperti alkohol dan barbiturat.
4. Takifilaksis adalah toleransi yang berkembang sangat cepat, bila obat diulangi dalam waktu
singkat.

Intoleransi
Gejala dan tanda yang tampak sama sekali berbeda dari gejala yang timbul setelah pemberian
obat dosis terapi. Meliputi : idiosinkrasi, anafilaksis, alergi
1. Idiosinkrasi
 Merupakan efek abnormal dan terjadi secara individu, familial atau rasial.
 Contoh :Primakuin  hemodialisis pada sekelompok orang kulit berwarna, sekelompok
orang kekurangan glukosa-6-fosfat dehydrogenase
2. Anafilaksis

41
 Reaksi alergi yang terjadi dalam waktu singkat setelah pemberian obat.
 Dapat menimbulkan syok  syok anafilaksis  berakibat fatal
3. Alergi
Pada beberapa individu, obat dapat menimbulkan zat anti (antibody). Pada pemberian obat
berikutnya terjadi reaksi antara obat (antigen) dengan zat antibody sehingga melepaskan
histamine pada akhirnya timbul gangguan pada kulit (gatal-gatal) dan/atau asma bronchial.
Reaksi tersebut berlangsung lambat.
Contoh obat : Penisillin

Habituasi
Habituasi adalah kebiasaan dalam mengkonsumsi suatu obat. Habituasi dapat terjadi melalui
beberapa cara yaitu :
1. Induksi enzim
Misalnya barbital dan fenibutazon menstimulasi enzim yang menguraikan obat-obat tersebut
2. Reseptor sekunder yang dibentuk ekstra obat-oba tertentu
Misalnya morfin sehingga jumlah molekul obat yang dapat diduduki reseptornya berkurang
3. Penghambatan absorbsi setelah pemberian oral
Dengan meningkatkan dosis obat terus menerus pasien dapat menderita keracunan, karena efek
samping menjadi lebih kuat pula. Habituasi dapat dihentikan dnegan pemberian obat dan pada
umumnya tidak menimbulkan gejala-gejala adiksi

Adiksi
Adiksi berbeda dengan habituasi dalam dua hal, yaitu :
1. Adanya ketergantungan jasmaniah dan rohaniah bila obat dihentikan
2. Penghentian penggunaan obat adiktif menimbulkan efek hebat pada fisik dan mental.

Resistensi
Resistensi obat adalah perlawanan yang terjadi ketika bakteri, virus dan parasit lainnya secara
bertahap kehilangan kepekaan terhadap obat yang sebelumnya dapat menghambat dan membunuh
mereka. Saat obat lebih banyak digunakan, risiko resistensi obat meningkat karena kasus penggunaan
antibiotik yang tidak tepat atau putus obat meningkat.

TES FORMATIF
1. Pengertian dari masing-masing ilmu
Biofarmasetika : .......................................
Farmakokinetik : .....................................
Farmakodinamik : ......................................
2. Urutankan bentuk sediaan peroral dari yang paling cepat mencapai tersedian di cairan hayati
adalah..........
a. Suspensi oral
b. Larutan
c. Emulsi

42
d. Kapsul
e. Tablet bersalut
f. Tablet
3. Sebutkan rute pemberian yang termasuk dalam golongan intravaskular, yaitu...
a. .......................
b. .......................
c. .......................
2. Perbedaan fase perjalanan obat didalam tubuh pada pemberian obat secara peroral dan
intravena adalah....
3. Pernyataan yang tepat berkaitan dengan kecepatan distribusi obat dibawah ini adalah...
a. Semakin sedikit aliran darah ke organ/jaringan maka semakin cepat obat terdistribusi
b. Semakin banyak obat terikat protein maka semakin sedikit obat yang mencapai jaringan
c. Semakin besar ukuran suatu obat maka semakin cepat obat mencapai jaringan
d. Semakin obat bersifat lipofilik maka semakin lambat dapat mencapai jaringan
4. Salah satu enzim yang bertanggung jawab pada metabolisme reaksi fase I
adalah.......................................
5. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme obat dan jelaskan masing-
masing pengaruhnya??
6. Obat yang menginduksi enzim pemetabolisme adalah...........
7. Ekskresi adalah proses pengeluaran obat dari dalam tubuh. Maka pada penggunaan anestesi
inhalasi, proses ekskresi dilakukan oleh organ...
8. Dosis awal obat yang diberikan lebih besar dari biasanya supaya lebih cepat mencapai kondisi
steady state adalah pengertian dari....
9. Frekuensi pemberian ampisilin dalam sehari adalah 2x, maka dapat diketahui waktu paruhnya
(t1/2) selama...
10. Pemberian obat kaolin pektin yang terdapat pada new diatabs untuk mengatasi kasus diare non
spesifik, didasarkan pada cara kerja obat....
11. Lidokain merupakan salah satu obat yang digunakan sebagai agen anestesi lokal yang
mempunyai target obat spesifik, yaitu...

ADE ADR Interaksi


Obat

ADVERSE DRUG EVENT


TUJUAN PEMBELAJARAN

43
Mahasiswa mampu untuk memahami adverse drug event, adverse drug reaction dan proses interaksi
obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan penyakit dan obat dengan obat herbal

URAIAN MATERI |

Adverse drug event adalah kejadian medis temporal dikaitkan dengan penggunaan produk obat,
namun belum tentu berhubungan kausal seperti hasil laboratorium yang abnormal atau gejala, penyakit
yang bersifat sementara.

Adverse drug reaction (ADR) adalah respon terhadap obat yang berbahaya dan tidak disengaja, dan
yang terjadi pada dosis yang biasa digunakan untuk tujuan profilaksis, diagnosis, atau terapi penyakit
atau modifikasi fungsi fisiologis.

ADR merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas perawatan kesehatan. Dilaporkan oleh Institute
of Medicine sejak januari 2000 dari 44 ribu hingga 98 ribu kematian diakibatkan oleh medication error.
Medication error adalah Kegagalan dalam proses perawatan yang yang berpotensi membahayakan
pasien. Hal ini dapat terjadi akibat dalam kesalahan order obat, menyalin, mengeluarkan, atau mengelola
obat, sehingga dapat mencederai atau berpotensi cederai.

Dari total tersebut sebanyak 7000 kematian disebabkan oleh ADR. Terdapat beberapa alasan mengapa
ADR dapat terjadi yaitu Pertama, lebih banyak obat-obatan dan lebih banyak kombinasi obat yang
digunakan untuk mengobati pasien daripada sebelumnya. Sebagai contoh, 64% dari semua kunjungan
pasien ke dokter menghasilkan resep. Kedua, sebanyak 2,8 miliar resep sepanjang tahun 2000 sehingga
jika dihitung setiap setiap orang di Amerika Serikat mendapatkan 10 resep. Hal ini tentunya akan
memacu terjadinya polifarmasi dan interaksi obat.

Menurut WHO, Polifarmasi merupakan salah satu bentuk Penggunaan Obat Irasional, yakni pemberian
lebih dari lima macam obat untuk satu pasien dalam satu resep. Beberapa ciri Penggunaan Obat Irasional
antara lain, Peresepan Berlebih (Overprescribing), Peresepan Kurang (Underprescribing), Peresepan
Majemuk (Multiple Prescribing) dan Peresepan Salah (Incorrect Prescribing).

Overprescribing adalah jumlah obat lebih dari lima jenis dengan total jumlah zat aktif sepuluh
(Tremenza mengandung Pseudoephedrine & Triprolidine; sedangkan Alpara mengandung Paracetamol,
Phenylpropanolamine Chlorpheniramine Maleat/CTM, dan Dextromethorphan). Dikatakan multiple
Prescribing jika resep tersebut mengandung tiga jenis obat dengan fungsi yang sama sebagai
antihistamin (anti-alergi) yaitu Triprolidine, CTM dan Dexamethason.

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau
oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat secara klinis penting apabila
mengakibatkan peningkatan toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Interaksi menjadi
perhatian khusus pada obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya
glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat
yang biasa digunakan bersama-sama
Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yaitu :

44
1. Interaksi Farmasetik
2. Interaksi Farmakokinetik
3. Interaksi Farmakodinamik

Interaksi Farmasetik
Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat langsung dan dapat secara
fisik atau kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi, perubahan warna, tidak terdeteksi (invisible), yang
selanjutnya menyebabkan obat menjadi tidak aktif. Contoh: interaksi karbenisilin dengan gentamisin
terjadi inaktivasi; fenitoin dengan larutan dextrosa 5% terjadi presipitasi; amfoterisin B dengan larutan
NaCl fisiologik, terjadi presipitasi.

Interaksi Farmakokinetik
Mekanisme interaksi obat terjadi pada empat fase dalam farmakokinetik yaitu fase absorbsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi.
1. Absorbsi
Mekanisme interaksi yang melibatkan absorpsi gastrointestinal dapat terjadi melalui beberapa cara:
a. Secara langsung, sebelum absorpsi
Digoksin, siklosporin, asam valproat menjadi inaktif jika diberikan bersama adsorben (kaolin,
charcoal) atau anionic exchange resins (kolestiramin, kolestipol)
b. Terjadi perubahan pH cairan gastrointestinal;
Peningkatan pH karena penggunaan obat tukak lambung seperti antasida, penghambat-H2,
ataupun penghambat pompa-proton akan menurunkan absorpsi basa-basa lemah (misal,
ketokonazol, itrakonazol) dan akan meningkatkan absorpsi obat-obat asam lemah (misal,
glibenklamid, glipizid, tolbutamid). Peningkatan pH cairan gastrointestinal akan menurunkan
absorpsi antibiotika golongan selafosporin seperti sefuroksim aksetil dan sefpodoksim proksetil
c. Perubahan fungsi saluran cerna (percepatan atau lambatnya pengosongan lambung
Absorbsi obat diperlambat oleh obat yang menghambat gerakan gastrointestinal (atropin &
opiad) atau dipercepat oleh obat yang mempercepat gerakan lambung usus (metoklorpropamid)
d. Pembentukan senyawa kompleks tak larut atau khelat, dan adsorsi
Calsium dan besi (Fe)membentuk komplek tidak larut air dengan tetrasiklin hingga
menghambat.

2. Distribusi
Mekanisme interaksi yang terjadi pada fase distribusi terjadi akibat pergeseran ikatan protein plasma.
Interaksi terjadi terutama pada obat-obat yang berkompetisi untuk berikatan dengan protein plasma.
Displacing agent seperti fenilbutazon, aspirin, sulfonamid yang dengan dosis tinggi dapat mengusir
obat lain dari ikatannya dengan protein plasma seperti warfarin(anti koagulan oral), tolbutamid
(antidiabetik oral) dan metotreksat (anti kanker).

3. Metabolisme

45
Mekanisme interaksi dapat berupa induksi metabolisme dan penghambatan (inhibisi) metabolisme.
Konsentrasi obat dalam darah dapat dipengaruhi oleh obat lain yang mampu menginduksi dan
menginhibisi enzim pemetabolisme.
 Obat seperti barbiturat, rifampisin, etanol, griseofulvin, fenitoin, fenibutazon, karbamazepin dapat
menginduksi aktivitas enzim konjugasi sehingga mempercepat proses metabolisme obat seperti
warfarin, kontrasepsi oral, digitoksin.
 Inhibisi enzim hepar dilakukan oleh ketokonazol, eritromisin, disulfiram, alopurinol, simetidin dan
kloramfenikol.
 Alopurinol menghambat enzim xantin oksidase sehingga metabolisme merkaptopurin dan
azatioprin terhambat sehingga memperpanjang dan memperkuat efek obat sitostatik.
 Eritromisin bersama-sama dengan teofilin berbahaya karena menghambat metabolisme teofilin
sehingga kadar teofilin meningkat dan memudahkan terjadinya toksisitas teofilin seperti stimulsi
jantung dan kejang-kejang.

4. Ekskresi
Interaksi obat pada fase ekskresi bekerja dengan cara:
1. Mengubah ikatan protein sehingga mengubah kecepatan filtrasi glomeruli
2. Menghambat sekresi tubuli
3. Mengubah aliran urin dan/atau pH

Contoh kasus :
 Probenesid menghambat sekresi penisilin sehingga memperpanjang kerja antibakteri penisilin.
 Pemberian furosemida (anti diuretik) pada kasus keracunan bertujuan untuk meningkatkan aliran
urine dan mempercepat sekresi obat.

Interaksi Farmakodinamika

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor,
tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik, atau
antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma ataupun profil farmakokinetik lainnya. Interaksi
farmakodinamik umumnya dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang
berinteraksi, karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya
kejadian interaksi farmakodinamik dapat diramalkan sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui
mekanisme kerja obat.
 Antagonis reseptor beta (contoh: propanolol) mengurangi efektivitas agonis beta (contoh
salbutamol)
 Diuretika tiazid (HCT) dapat menimbulkan hipokalemia sehingga menguatkan efek glikosid
jantung (digoksin).

46
 Sulfonamid mencegah sintesis dihidrofolat oleh bakteri, trimetroprim menghambat reduksi
dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat sehingga kombinasi akan memberikan efek sinergistik yang
kuat sebagai obat anti bakteri.
 Kloramfenikol bersifat bakteristatik (mencegah pembelahan sel-sel bakteri) . Penisilin bersifat
bakterisid (membunuh bakteri dalam proses membelah diri) , pemberian secara bersamaan akan
menjadi tidak efektif.

Interaksi Obat dan Makanan


Ketika suatu makanan atau minuman mengubah efek suatu obat, perubahan tersebut dianggap sebagai
interaksi obat-makanan. Adapun mekanisme yang terjadi adalah :
• Mengikat (binding)
• Menginhibisi (inhibition)
• Meningkatkan kerja

Contoh :
 Antibiotika tetrasiklin. Tetrasiklin dapat berikatan dengan senyawa kalsium membentuk senyawa
yang tidak dapat diserap oleh tubuh, sehingga mengurangi efek tetrasiklin. Jadi jika tetrasiklin
diminum bersama susu, atau suplemen vitamin-mineral yang mengandung kalsium, efek tetrasiklin
bisa jadi berkurang.
 Makanan yang kaya vitamin K (kubis, brokoli, bayam, alpukat, selada) harus dibatasi konsumsinya
jika sedang mendapatkan terapi antikoagulan (misalnya warfarin), untuk mengencerkan darah.
Sayuran itu mengurangi efektivitas pengobatan dan meningkatkan risiko trombosis (pembekuan
darah).
 Jeruk yang dimakan secara bersamaan dengan obat anti-inflamasi atau aspirin juga dapat memicu
rasa panas dan asam di perut.
 Meminum segelas jus jeruk bersamaan dengan suplemen yang mengandung zat besi akan sangat
bermanfaat karena vitamin C yang ada dalam jus akan meningkatkan penyerapan zat besi.

Interaksi Obat dan Penyakit


Interaksi antara obat dan penyakit dapat terjadi antara beberapa obat tertentu dan penyakit spesifik.
 Penyakit hepatik dapat menurukan kemampuan pembersihan obat dari dalam tubuh terutama
pada pasien penyakit hepatik terminal.
 Penyakit ginjal dapat berefek pada eliminasi obat melalui ginjal, namun hal tersebut sudah dapat
diprediksi dan terdapat guidelines perhitungan penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan
ginjal.
 Gagal jantung dapat menurunkan kecepatan aliran darah sehingga dapat menurunkan
pembersihan obat dari dalam tubuh seperti lidokain dan propanolol
 Gangguan fungsi tiroid dan infeksi viral akut dapat mengganggu pembersihan beberapa obat
seperti teofillin dan warfarin.

Interaksi Obat dan Obat Herbal

47
Interaksi obat dengan obat herbal telah dicurigai selama ini. Salah satu contoh obat herbal yang
digunakan sebagai anti depresan sebagai obat kecemasan, insomnia dan gangguan mood adalah St.
John’s wort. St. John’s wort diketahui secara signifikasn berinteraksi dengan indinavir (antivirus HIV),
siklosporin (imunosupresan) dan digoxin (anti aritmia). Indinavir dan siklosporin berinteraksi dengan st
john’s wort terkait dengan induksi enzim sitokrom p450 dan transporter obat yang menurunkan
konsentrasi obat pada plasma darah sedangkan interaksi digoxin terkait dengan p glikoprotein yaitu
suatu sistem pompa transport obat melalui membran.

Data interaksi obat dan obat herbal masih sedikit karena minimnya informasi berkaitan dengan obat
herbal dan penggunaan obat herbal yang digunakan tanpa resep.

TES FORMATIF

Isilah kotak nama obat yang berinteraksi sesuai dengan jenis interaksi farmasetika yang terjadi beserta
efek interaksi obat!!

Interaksi obat Nama Obat Vs Abso Distri Metab Ekskr Efek dari interaksi obat
Obat rbsi busi olisme esi
Farmakokinetik √

Isilah nama obat yang berinteraksi secara farmakodinamik serta efek dari interaksi obat tersebut !!!

Interaksi obat Nama Obat Vs Obat Efek dari interaksi obat


Farmakodinamik

48
Berilah tanda √ pada mekanisme interaksi pada masing-masing obat dan makanan yang berinteraksi dan
tuliskan efek dari interaksi tersebut !!!

Nama Obat Vs Makanan Mekanisme interaksi Efek dari interaksi obat

Mengikat Inhibisi Kompetisi


Tetrasiklin Susu

Bayam Warfarin

Jeruk Aspirin

Jeruk Suplemen Fe

49
Perubahan
Farmakokin Ibu Ibu
etika Hamil Menyusui

KONSEP PENGGUNAAN OBAT PADA


IBU HAMIL DAN MENYUSUI
TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasisiwa memahami konsep penggunaan obat pada ibu hamil dan menyusui

URAIAN MATERI

PRINSIP PENGGUNAAN OBAT PADA IBU HAMIL


Farmakoepidemiologi penggunaan obat pada ibu hamil
 Wanita hamil rata-rata minum 3 jenis obat atau lebih
 Gejala penyakit saat hamil: nyeri, mual, muntah, udema, masuk angin, serta penyakit lain seperti :
DM, infeksi atau hipertensi
 35 % wanita hamil gunakan obat jangka pendek
 40 % wanita hamil gunakan obat pada trimester pertama

Perkembangan Janin
• Periode perkembangan janin manusia 38 minggu, terbagi menjadi 3 trimester (masing-masing 3
bulan)
• Tahap perkembangan janin terbagi 3, yaitu
• Pra-embrionik
Pra-embrionik mulai konsepsi smp akhir minggu ke-2; sel masih totipotensial (bila rusak
oleh obatdiganti)
• Embrionik
Embrionik mulai dari awal minggu ke-3 hingga akhir minggu ke-8 setelah konsepsi,
pembentukan organ utama (organogenesis)
• Janin (fetus)

50
Janin mulai awal minggu ke-9 hingga minggu 38, penyempurnaan organ &
perkembangan otak

Perubahan Farmakokinetik Obat Pada Kehamilan


Distribusi
o kadar air dan lemak total meningkat
o volume distribusi obat meningkat
o penurunan drastis pada albumin plasmakadar obat bebas meningkat
Metabolisme
o peningkatan hormon progesteron
endogen
o hormon berpengaruh sebagai induktor enzim
o perubahan metabolisme beberapa obat (Efek sulit diramalkan)
Ekskresi
o GFR meningkat 50% pada minggu-minggu awal kehamilan hingga kelahiran
o Pembersihan obat yang diekskresi melalui ginjal naik
o Obat-obat β-laktam dan lithium terpengaruh

Pengaruh Obat Pada Janin


Obat dapat berefek teratogenik pada janin, pengertian teratogen adalahbahan apa pun yang diberikan
pada ibu yang menyebabkan atau berpengaruh pada malformasi, kelainan fungsi fisiologis maupun
perkembangan jiwa janin. Dari hasil penelitiandiketahui 2-4% bayi yang lahir hidup,menderita cacat
bawaan. Penyebabnya adalah genetik dan lingkungan yang 5% nya karena penggunaan obat.

Efek Teratogen Tergantung


• Dosis dan polifarmasi
• Kemampuan perkembangan janin
• Waktu pemberian obat :
– fase pra-embrionik : Prinsip “all or nothing “
– Fase embrionik : rentan kecacatan fisik
– Fase fetal : perkembangan sistem saraf pusat

51
Mekanisme Penyebab Efek Teratogen
1. Obat dapat bekerja langsung pada jaringan juga secara tidak langsung mempengaruhi jaringan
2. Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat plasenta sehingga
mempengaruhi jaringan janin.
3. Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan jaringan janin, misalnya vitamin A
(retinol) yang memperlihatkan perubahan pada jaringan normal. Derivat vitamin A (isotretinoin,
etretinat) adalah teratogenik yang potensial.
4. Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga akan berperan pada abnormalitas. Misalnya
pemberian asam folat selama kehamilan dapat menurunkan insiden kerusakan pada selubung
saraf , yang menyebabkan timbulnya spina bifida.

Prinsip Pengobatan Wanita Hamil


1. Pertimbangkan terapi non farmakologis
2. Hanya digunakan jika manfaat > risiko
3. Hindari pada trimester 1
4. Hindari obat-obat baru
5. Hindari polifarmasi
6. Gunakan dosis efektif terendah dengan durasi minimal
7. Hindari obat teratogenik
8. Pertimbangkan penyesuaian dosis pada beberapa obat (Fenitoin, Litium)

PENGGOLONGAN OBAT BERDASARKAN KEAMANAN PADA KEHAMILAN


Penggolongan keamanan obat pada kehamilan yang dikeluarkan oleh FDA. FDA (Food and Drug
Administration) adalah Badan POM-nya Amerika Serikat.

52
1. Kategori A : Studi kontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap janin pada
kehamilan trimester I (dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester selanjutnya), dan
sangat rendah kemungkinannya untuk membahayakan janin. Contoh : Vitamin C, asam folat,
vitamin B6, zinc. Kebanyakan golongan obat yang masuk dalam kategori ini adalah golongan
vitamin, meski demikian terdapat beberapa antibiotik yang masuk dalam Ketegori A ini
2. Kategori B : Studi pada sistem reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya
resiko terhadap janin, tetapi studi terkontrol terhadap wanita hamil belum pernah dilakukan. Atau
studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping obat (selain
penurunan fertilitas) yang tidak diperlihatkan pada studi terkontrol pada wanita hamil trimester I
(dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester berikutnya).
3. Kategori C : Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping pada janin
(teratogenik atau embriosidal atau efek samping lainnya) dan belum ada studi terkontrol pada
wanita, atau studi terhadap wanita dan binatang percobaan tidak dapat dilakukan. Obat hanya
dapat diberikan jika manfaat yang diperoleh melebihi besarnya resiko yang mungkin timbul pada
janin.
4. Kategori D : Terbukti menimbulkan resiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya manfaat yang
diperoleh jika digunakan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan (misalnya jika obat
diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat yang
lebih aman tidak efektif atau tidak dapat diberikan)
5. Kategori X : Studi pada binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya
abnormalitas janin dan besarnya resiko obat ini pada wanita hamil jelas-jelas melebihi
manfaatnya. Dikontraindikasikan bagi wanita hamil atau wanita usia subur.

Lebih gampangnya dapat diartikan sebagaimana berikut :


 A= Tidak berisiko
 B= Tidak berisiko pada beberapa penelitian
 C= Mungkin berisiko
 D= Ada bukti positif dari risiko
 X= Kontraindikasi

PRINSIP PENGGUNAAN OBAT BAGI WANITA MENYUSUI


Semua obat terdistribusi ke dalam ASI melalui mekanisme difusi pasif . Perkiraan jumlah obat yang
masuk dalam ASI menjadi titik krusial Faktor yang mempengaruhi laju difusi obat kedalam ASI adalah:
1. Farmakokinetika ibu,
2. Sifat fisiologis ASI
3. Sifat fisikokimiawi obat

Gradien Ph Plasma Dan Asi


 pH plasma sekitar 7,4
 pH ASI sekitar 7
 sifat asam-basa lemah obat

53
• Obat bersifat asam terionisasi pada pH basa  kadar obat lebih banyak di ASI
• Obat bersifat basa terionisasi pada pH asam kadar obat lebih banyak di plasma
Lipofilisitas
Kadar lemak dalam ASI lebih besar dibandingkan dalam darah. Obat yang mempunyai sifat lipofil
mempunyai laju perpindahan ke ASI lebih besar

Pendekatan Untuk Meminimalisasi Expose Bayi


• Tidak Minum Obat;
beberapa jenis obat seperti: sakit kepala, obat flu, dapatdihindari dg kerjasama ibu.
• Tunda Pemberian Obat; jika ibu ada rencana utk menyapih ASI,maka penggunaan obat dapat
ditunda terlebih dahulu.
• Pilih obat yang sedikit diekskresikan dlm ASI; utk kelas terapi yangsama dapat dipilih yg
paling sedikit melewati ASI.
• Pilih alternatif rute pemberian lainnya; utk kurangikonsentrasi obat dalam darah ibu maka
digunakan sediaan lokal (mis. Kortikosteroid inhalasi, dll)
• Tidak menyusui bayi pada saat konsentrasi obat dalam ASI maksimal; secara umum
konsentrasi obat dalam ASI capai maksimal 1-3 jamsetelah dosis oral sang ibu, menyusui tepat
sebelum minum obat dapat kurangi expos e obat terhadap bayi, hanya untuk obat dengan
waktu paruh pendek, tidak untuk obat slow release. Juga, jadwal bayi minum ASI sulit utk diatur
scr tetap.
• Minum obat sebelum bayi tidur lama; berguna utk obatlongacting yg diminum sekali sehari.
• Berhenti menyusui; bila demi kesehatan ibu & utk obat yg sangattoksik (khemoterapi kanker).
• Tidak menyusui bayi untuk sementara waktu; bila digunakanobat jangka pendek setelah
prosedur operasi/perawatan gigi, sebelum tindakan medis-ASI dipompa untuk dapat diberikan
pada bayi.
• Memompa ASI (tapi tidak diberikan kepada bayi) selama terapi obattetap dilakukan utk menjaga
aliran ASI.
• ASI dapat diberi kan lagi segera setelah 1-2 x t½ eliminasi obat (50-75% tereliminasi).
• Utk obat yg sangat toksis meski dlm dosis kecil, pemberian kembali ASI setelah 4-5 kali t½
eliminasi obat (94-97% obat telah tereliminasi

Pertimbangan Pengobatan
1. Mempertimbangkan rasio manfaat/resiko
- Farmakologi Obat  rasio yang tidak dikehendaki
- Adanya Metabolit aktif
-Multi obat : adiksi efek samping
Neonatus berisiko lebih besar terhadap paparan obat melalui ASI
2. Rute pemberian dipilih yang memberikan kadar terkecil pada ASI
3. Hindari obat-obat baru
4. Pemantauan bayi secara cermat terhadap kemungkinan efek samping

54
Anjuran berhenti untuk menyusui jika mengalami beberapa keadaan yaitu :
1. Obat diketahui berefek berbahaya bagi bayi
2. Obat sangat poten (sitotoksik, radio aktif, kortikosteroid dosis besar) walaupun masuk kedalam
dalam ASI dalam jumlah kecil namun dapat berefek pada bayi
3. Ibu mengalami gangguan hati maupun ginjal

Obat Yang Mempengaruhi Produksi Asi


 Bromokriptin : Menekan Produksi ASI
 Ergotamine : Menekan Suplai ASI
 Kombinasi Oral Kontrasepsi : Menurunkan Pasokan ASI

PERUBAHAN SISTEM PELABELAN

Sejak tahun 2015, FDA mengganti kategori penggunaan obat pada kehamilan (A,B,C,D dan X) menjadi
Pregnancy and Lactation Labeling Rule (PLLR). Hal ini dianggap perlu karena sistem yang sebelumnya
dipandang terlalu sederhana dan disalahartikan sebagai tingkatan kelas keamanan obat. Sebagai
contoh, obat dengan informasi data pada hewan sama dengan obat tanpa informasi data informasi pada
hewan. Pada kategori C, terdapat beberapa kemungkinan, seperti :
a. Animal reproduction studies have shown an adverse effect on the fetus, there are no AWC studies in
humans, BUT the benefits from the use of the drug in pregnant women may be acceptable despite
its potential risks
b. Studies in pregnant women and animals are not available

Sistem Pregnancy and Lactation Labeling Rule (PLLR) terdiri dari :


a. Pregnancy (Labor dan Delivery) yang berisi
 Pregnancy Exposure Registry
 Risk Summary
 Clinical Considerations
 Data
b. Lactation (Nursing Mother)
 Risk Summary
 Clinical Considerations
 Data
c. Female and Males of Reproductive Potential
 Pregnancy Testing
 Contraception
 Infertility

Contoh obat yang menggunakan sistem Pregnancy and Lactation Labeling Rule (PLLR) adalah addyi,
descovy, Entresto, Harvoni dan praluent (akses melalui drug.com)

55
TES FORMATIF

Carilah nama obat pada masing-masing kelas terapi yang aman digunnakan untuk ibu hamil dan
menyusui sesuai dengan kategori yang dibuat oleh FDA

KELAS TERAPI SELAMA KEHAMILAN SELAMA MENYUSUI


Analgesik
Antibiotik
Anti hipertensi
Anti diabetic
Anti diare
Obat tukak lambung
Obat mual muntah

56
Rumus
Rumus
Konversi Umur, Rumus
Dosis BB dan Infus IV
BSA

PERHITUNGAN DOSIS OBAT


TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa mampu menghitung dosis sesuai dengan rumus dasar, menghitung konversi dosis
berdasarkan umur, berat badan dan luas permukaan tubuh serta dosis untu sediaan infuse i.v

URAIAN MATERI

Kemampuan untuk menghitung dosis obat dengan tepat merupakan aspek penting daripemberian
obat kepada pasien. Dosis yang diresepkan mungkin tidak sama dengan dosis yang tersedia sehingga
perawat harus menghitung dosis yang sebanding berdasarkan dosis yang tersedia. Dalam menentukan
dosis yang tepat dari obat tertentu untuk pasien, perawat harus mempertimbangkan jenis kelamin, berat
badan, usia dan kondisi fisik pasien dan juga obat-obat lain yang tengah digunakan pasien.

SISTEM PENGUKURAN

Sedikitnya terdapat tiga sistem berbeda yang saat ini digunakan dalam persiapan dan pemberian obat
: sistem metrik, sistem apotek, sistem rumah tangga.

Beberapa Konversi Antar Sistem Pengukuran Yang Umum digunakan

Satuan Metrik Sistem Apotek Sistem Rumah Tangga

PENGUKURAN ZAT PADAT

1 kg 2,2 pon (lb)

454 g 1,0 pon (lb)

1 mg = 1000 mcg

PENGUKURAN ZAT CAIR

57
1 liter = 1000 ml = 1000 cc 32 ons

500 ml = 500 cc 16 ons

30 ml = 30 cc 1 fl oz 1 ons

1 sendok teh (tsp) 60 tetes (gtt)

5 ml = 5 cc 1 sendok teh (tsp)

15 ml =15 cc 1 sendok makan (tbs)

30 ml = 30 cc 2 sendok makan (tbs)

PERHITUNGAN DOSIS

Seringkali, dosis yang tersedia dari suatu bentuk sediaan obat tidak sesuai dengan dosis
permintaan pada resep, sehingga diperlukan perhitungan untuk menyesuaikan jumlah obat yang
diberikan sesuai dengan permintaan resep. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung dosis yang
diinginkan sesuai dengan resep dengan dibandingkan dengan dosis yang tersedia sesuai dengan bentuk
sediaan, yaitu:

D
xV=A
H

D = dosis yang diinginkan (seperti yang tercantum dalam resep obat)


H = dosis yang tersedia
V = satuan obat yang tersedia
A = Jumlah sediaan (dosis) yang diberikan kepada pasien

Obat Oral
Contoh soal :
 Sediaan Kapsul
Berapa tablet digoksin diperlukan untuk mendapat dosis 0,125 mg? 1 tablet mengandung 62,5
mcg digoxin.
Jawab:
D = dosis yang diinginkan  0,125mg = (0,125 x 1000)mcg = 125 mcg
H = dosis sediaan yang tersedia  62,5 mcg
V = bentuk sediaan  1 tab

125 𝑚𝑐𝑔
𝑥 1 𝑡𝑎𝑏 = 2 𝑡𝑎𝑏
62,5 𝑚𝑐𝑔

58
Maka jumlah tablet yang diberikan kepada pasien sebanyak 2 tab.
 Sediaan Sirup
Berikan 375 mg ampisilin setiap kali minum jika dosis ampisilin adalah 250 mg/5 ml
Jawab :
D = dosis yang diinginkan  375 mg
H = dosis yang tersedia  250 mg
V = bentuk sediaan yang tersedia 5 ml

375 mg
x 5 ml = 7,5 ml
250 mg
Obat Parenteral
Obat parenteral adalah obat yang diberikan kepada pasien melalui injeksi
Contoh soal
 Injeksi
Pasien di instruksikan diberi 75 mg pethidin. Tersedia ampul berisi 100 mg dalam 2 ml. Berapa
ml kah yang disuntikkan?
Jawab :
D = dosis yang diinginkan  75 mg
H = dosis yang tersedia  100 mg
75 𝑚𝑔
V = bentuk sediaan yang tersedia  2 ml maka 100 𝑚𝑔
𝑥 2 𝑚𝑙 = 1.5 𝑚𝑙
 Cairan Intravena
Larutan intravena digunakan untuk memberikan cairan, elektrolit, vitamin, nutrien dan obat yang
diresepkan secara langsung ke dalam aliran darah. Laju tetesan adalah jumlah tetes cairan
intravena yang diterima pasien dalam waktu satu menit. Rumus yang digunakan adalah:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠𝑎𝑛


= 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠𝑎𝑛 (𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ )
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑗𝑎𝑚)𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠


= 𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑖𝑛𝑓𝑢𝑠 ℎ𝑎𝑏𝑖𝑠 (𝑗𝑎𝑚)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠𝑎𝑛 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑗𝑎𝑚)𝑥 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠

Sebagian besar sistem pemberian i.v memilik kontrol standar yang disebut mikrodrip yang setiap
mililiter yang dihantarkan dalam 60 tetes  atau faktor tetes 60 tetes/ml  biasa digunakan
pada anak-anak.
Selain mikrodrip, terdapat pula sistem makrodrip yang faktor tetesnya menghantarkan 20
tetes/ml atau 15 tetes/ml bergantung merek slang.

Contoh :
1. Seorang pasien dewasa dipasang Infus set Makro diperlukan rehidrasi dengan 1000 ml (2 botol)
dalam 1 jam atau mendapat advis dari dokter 1000ml/1jam, maka tetesan per menit adalah:

59
Jawab :
Jumlah Cairan  1000 ml
Faktor tetesan  20 tetes/ml
Jumlah jam  1 jam

1000 𝑚𝑙 𝑥 20 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠/𝑚𝑙
= 333 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
1 𝑗𝑎𝑚 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

2. Pasien mendapat 50 ml antibiotik selama 30 menit. Set IV yang digunakan adalah 60 tetes/ml,
maka hitung seberapa cepat pemberian tersebut....

Jawab :
Jumlah cairan  50 ml
Faktor tetes  60 tetes/ml
Jumlah jam  0,5 jam

50 𝑚𝑙 𝑥 60 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠/𝑚𝑙
= 100 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
0,5 𝑗𝑎𝑚 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

3. Dokter meresepkan obat heparin 7500 unit s.c yang tersedia heparin 10.000 unit/ml. Hitung
berapa ml yang sediaan heparin yang perlu diberikan ?
Jawab :
7500 𝑢𝑛𝑖𝑡
𝑥 𝑚𝑙 = 0,75 𝑚𝑙
10000 𝑢𝑛𝑖𝑡

PERTIMBANGAN PEDIATRIK

Untuk sebagian besar obat, anak-anak memerlukan dosis yang berbeda dengan orang dewasa. Dosis
obat standar yang tercantum pada kertas informasi obat dan berbagai referensi lain adalah dosis paling
efektif untuk pria dewasa, kecuali terdapat keterangan tambahan dimana dosis anak-anak tercantum
dalam bentuk x mg/ KgBB. Jika tidak terdapat keterangan dosis tambahan bagi anak-anak, maka
diperlukan perhitungan konversi lebih lanjut yang berdasar pada usia, berat badan atau luas permukaan
tubuh. Metode yang digunakan untuk menentukan dosis pediatrik, yaitu :

Aturan Fried, dipakai pada anak berusia dibawah 1 tahun. Aturan ini mengasumsikan bahwa dosis
dewasa cocok untuk anak-anak yang berusia 12,5 tahun atau 150 bulan. Maka rumus yang digunakan
adalah :

𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑏𝑎𝑦𝑖 (𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛)


𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 = 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑎𝑛𝑎𝑘 (𝑢𝑠𝑖𝑎 < 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
150

60
Aturan Young, dipakai untuk anak-anak dibawah usia 8 tahun, menyatakan :

𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑛𝑎𝑘 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)


𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 = 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑎𝑛𝑎𝑘 (𝑢𝑠𝑖𝑎 < 8 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑛𝑎𝑘(𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛) + 12

Aturan Dilling, dipakai untuk anak-anak diatas usia 8 tahun, menyatakan :

𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑛𝑎𝑘 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)


𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 = 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑎𝑛𝑎𝑘 (𝑢𝑠𝑖𝑎 > 8 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
20

Aturan Clark, menggunakan berat badan anak untuk menghitung dosis yang tepat dan mengasumsikan
bahwa dosis dewasa ditentukan berdasarakan berat 150 lb (pon). Rumus tersebut menyatakan :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘 (𝑝𝑜𝑛)


𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 = 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑎𝑛𝑎𝑘
150 𝑝𝑜𝑛

Selain dalam pon, rumus berdasarkan berat badan, dapat pula berbentuk Kg. Diasumsikan berat badan
orang dewasa dalah 70 kg, maka rumus yang digunakan adalah :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘 (𝑘𝑔)


𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 = 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐴𝑛𝑎𝑘
70 𝑘𝑔

Aturan Luas Permukaan Tubuh, berdasarkan luas permukaan tubuh anak. Biasa digunakan pada
pemberian obat-obat untuk anak penderita kanker sebab dibandingkan dengan rumus pediatrik lainnya,
rumus menggunakan aturan luas permukaan tubuh lebih akurat.

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (𝑐𝑚) 𝑥 𝐵𝐵 (𝑘𝑔)


Luas Permukaan tubuh (BSA) = ( 3600 )

𝐵𝑆𝐴
𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 = 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑎𝑛𝑎𝑘
1,73

Pada beberapa obat, pabrik obat sudah mempunyai dosis tersendiri bagi anak-anak biasanya tertulis
dalam bentuk mg/Kg BB, sehingga dosis bagi anak-anak mudah untuk didapatkan.

Contoh :

Dokter meresepkan Sefaklor 50 mg, q.i.d pada anak dengan Berat anak 7 kg. Dosis obat anak : 20 – 40
mg/kg/hari dalam dosis terbagi empat. Sediaan sefaklor yang tersedia adalah 125 mg/ 5 ml

Pertanyaan :
1. Apakah resep yang diresepkan aman?
2. Berapa ml obat yg harus diberikan?

Parameter obat:
Minimal : 20 x 7 = 140 mg / hari

61
Maksimal 40 x 7 = 280 mg /hari
Perintah dosis : 50 x 4 = 200 mg/hari

Resep aman diberikan


Obat yang diberikan:
50 𝑚𝑔
125 𝑚𝑔
𝑥 5 𝑚𝑙 = 2 𝑚𝑙 diberikan tiap 6 jam (4 x sehari)

Pasien Tn. X dengan Berat Badan 65 Kg, mendapatkan instruksi pemberian dopamine dari dokter
sebanyak 6 mcg/KgBB/menit menggunakan infus pump. Sediaan 400 mg dopamine dalam 250 ml.
Berapakah kecepatan infus perjamnya?

Jawab :

𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 400 𝑚𝑔


𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟 = 250 𝑚𝑙 = 1,6 𝑚𝑔/𝑚𝑙= 1600 mcg/ml

𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 𝑥 𝑘𝑔𝐵𝐵 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡/𝑗𝑎𝑚


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑜𝑏𝑎𝑡
= 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑓𝑢𝑠 (ml/jam)

6 𝑚𝑐𝑔 𝑥 65 𝑘𝑔𝐵𝐵 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡/𝑗𝑎𝑚


= 15 𝑚𝑙/𝑗𝑎𝑚
1600 𝑚𝑐𝑔/𝑚𝑙

TES FORMATIF
1. Digoksin 0,125 mg diprogramkan untuk pasien yang mengalami kesulitan menelan. Pada
botoldigoksin eliksir tertulis 0,5 mg/2 ml. Berapa banyak yang akan anda berikan kepada
pasien?
2. Tertulis pada resep obat : clindamicin 200 mg p.o q.i.d. Sediaan clindamicin kapsul yang tersedia
300 mg. Berapa banyak kapsul yang perlu disediakan jika clindamicin akan diberikan selama 3
hari?
3. Hitung dosis Parasetamol untuk anak 5 bulan dengan berat badan 8 kg, jika diketahui dosis
paracetamol untuk orang dewasa adalah 500 mg per sekali pakai.
4. Hitung dosis Gliseril guaiakolat (GG) atau guaifenesin untuk anak 4 tahun dengan berat badan
15 kg, jika diketahui dosis paracetamol untuk orang dewasa adalah 100 mg per sekali pakai. Jika
dokter meresepkan pemberian GG sehari 3x setiap 8 jam dengan lama pemberian selama 3 hari,
maka berapa banyak tablet GG yang perlu diberikan untuk pemberian selama 3 hari?
5. Seorang dokter meresepkan antibiotik cefadroxil kepada an. Ati yang berusia 10 tahun. Dosis
dewasa cefadroxil adalah 500 mg dengan interval pemberian 12 jam. Sediaan yang tersedia 125
mg/5 ml dalam sediaan sirup 60 ml. Berapa ml obat yang harus diberikan dalam 1 x minum.
Jika resep tertulis harus dihabiskan, maka setelah berapa hari obat tersebut harus diberikan?
6. Dokter meresep kan 1000 ml 0,9% normal saline melalui intravena selama 8 jam. Faktor tetesan
15 tetes/ml. Berapa banyak tetes per menit yang anda dibutuhkan?
7. Dosis benadryl untuk orang dewasa biasanya adalah 50 mg. Berapa dosis aman yang harus
diberikan kepada anak dengan berat badan 35 kg?

62
8. Seorang anak mendapat resep metotrexat. Dosis dewasa metotrexat adalah 5 mg. Berat badan
anak tersebut 35 mg dengan tinggi badan 100 cm. Berapakah dosis yang dapat diberikan
kepada pasien anak tersebut?jika sediaan yang tersediat 2,5 mg, berapa banyak banyak tablet
yang harus diberikan?
9. Pada program tertulis 700 mg ampisillin p.o. Obat tersebut tersedia dalam bentuk cair 1 g/3,5
ml. Berapa banyak ml cairan yang harus diberikan?
10. Pada program obat tertulis 1000 ml salin normal harus diberikan dalam 10 jam. Faktor tetes set
i.v yang digunakan adalah 15 tetes/ml. Berapa kecepatan aliran i.v yang harus diberikan?
11. Rata-rata dosis dewasa untuk meperidin adalah 75 mg. Berapakah usia yang tepat bagi bayi
usia 10 bulan
12. Aminofilin tersedia dalam bentuk larutan 500 mg/2,5 ml. Berapa banyak yang harus diberikan
jika pada program obat tertulis 100 mg aminofillin i.v?

63
Bahasa
latin Resep Etiket

ILMU RESEP
TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa mampu untuk memahami proses interaksi obat antara obat dengan obat dan obat dengan
makanan

URAIAN MATERI

Resep didefinisikan sebagai permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan kepada
apoteker pengelola apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai
dengan peratuan perundangan yang berlaku. Resep yang benar adalah ditulis secara jelas, dapat dibaca,
lengkap dan memenuhi peraturan perundangan serta kaidah yang berlaku. Penulisan resep bertujuan
untuk memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi sekaligus meminimalkan
kesalahan dalam pemberian obat.

Inscriptio

1. Identitas
Dokter Nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek dan rumah dokter penulis
resep serta dapat dilengkapi dengan nomor telepon dan hari serta jam praktek.
Biasanya sudah tercetak dalam blanko resep.
2. Nama kota (sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep

Invocatio

1. Ditulis dengan symbol R/ (recipe=harap diambil). Biasanya sudah dicetak dalam


blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan obat/formula resep,
diperlukan penulisan R/ lagi.

64
Signatura

1. Aturan pemakaian obat yang tertulis yaitu tanda cara pakai, regimen dosis
pemberian, rute dan interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan
penggunaan obat dan keberhasilan terapi.
2. Aturan pakai ditandai dengan S atau Signa

Subscriptio

1. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan perundang-undangan
hal ini berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.

Pro

1. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan perundang-undangan
hal ini berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.
2. Identitas pasien di belakang kata Pro: Nama pasien umur alamat lengkap. Bila
penderita seorang anak harus ditulis umurnya. Bila resep untuk orang dewasa
tercantum Tuan/Nyonya/Bapak/Ibu diikuti nama penderita dan umurnya
3. Untuk hewan harus tercantum jenis hewan, nama serta alamat pemiliknya untuk
resep dokter hewan

Tanda tanda pada resep :


1. Bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera, tanda segera atau peringatan dapat
ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep, yaitu:
 Cito = segera
 Urgent = penting
 Statim = penting sekali
 PIM (Periculum in mora) = berbahaya bila ditunda,
 Urutan yang didahulukan adalah PIM, Statim, dan Cito!.
2. Tanda resep dapat diulang
Bila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang, dapat ditulis dalam resep di
sebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan berapa kalau oleh diulang.
 Misal, iter 1 x, artinya resep dapat dilayani 2 x.
 Bila iter 2 x, artinya resep dapat dilayani 1 + 2 = 3 x
 Hal ini tidak berlaku untuk resep narkotika, harus resep baru.

65
3. Tanda Ne iteratie (N.I) = tidak dapat diulang
Bila dokter menghendaki agar resepnya tidak diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah
atas blanko resep Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung obat-
obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang telah ditetapkan oleh pemerintah/
Menkes Republik Indonesia.
4. Tanda dosis sengaja dilampaui
Tanda seru diberi di belakang nama obatnya jika dokter sengaja memberi obat dosis
maksimum dilampaui.
5. Resep yang mengandung narkotik
Resep yang mengadung narkotik tidak boleh ada
 iterasi yang artinya dapat diulang;
 tidak boleh ada m.i. (mi hipsi) yang berarti untuk dipakai sendiri;
 tidak boleh ada u.c. (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya diketahui
 Resep dengan obat narkotik harus disimpan terpisah dengan resep obat lainnya.

66
Singkatan Bahasa Latin yang sering ditulis dalam resep :

Singkatan Kepanjangan Arti Keterangan


Singkatan untuk aturan
pakai terlihat pada
bagian signatura atau
yang diawali dengan
S Signa Tandai signa
a.c. ante coenam Sebelum makan
d.c. durante coenam Pada waktu makan
p.c. post coenam Setelah makan
a.p. ante prandium Sebelum sarapan pagi
a.h. alternis horis Selang satu jam
abs.febr absente febre Bila tidak demam
h.v. hora vespertina Malam hari
N Nocte Malam hari
h.s. hora somni Waktu tidur
h.m. hora matutina Pagi hari
Kadang juga tertulis
dengan variasi in.d
misal t.in.d (ter in die),
namun maksudnya
s.d.d. semel de die Sekali sehari masih sama.
b.d.d. bis de die Dua kali sehari
t.d.d. ter de dir Tiga kali sehari
q.d.d quarter de dir Empat kali sehari
Biasanya digunakan
untuk obat yang
digunakan bila perlu
saja, contoh analgetik,
p.r.n Pro renata Bila perlu anticemas
s.o.s si opus sit Bila perlu
Biasanya dokter
menulis resep untuk
u.p usus propius Untuk dipakai sendiri dipakai sendiri
Cara pakai sudah
u.c usus cognitus diketahui
Untuk obat-obat yang
perlu aplikasi khusus
oleh dokter contoh
i.m.m In manus medici Berikan kepada dokter sediaan fletcher
gtt. Guttae Tetes
Sendok makan (15ml)
C atau cochl Cochlear Kadang tertulis C.besar
C.p cochlear parvum Sendok bubur (8ml)
Sendok teh Karena ukuran sendok
C.th cochlear theae Ukuran 5 ml, namun yang ada di rumah

67
Singkatan Kepanjangan Arti Keterangan
Farmakope Belanda pasien bervariasi
menulis 3 ml. (sendok makan 5-7 ml,
sendok teh hanya 2-3
ml) maka untuk
meminimalisir
kesalahan akan lebih
baik jika pada etiket
dituliskan langsung
berapa ml tiap kali
pemakaian.
C.orig Cochlear original Sendok dari pabrik
C. kecil Sendok 5 ml

Aturan Peracikan

Singkatan Kepanjangan Arti Keterangan


Aturan peracikan atau
pembuatan terlihat
pada bagian yang
m.f misce fac Campur dan buatlah diawali dengan m.f.
Hati-hati, ad berbeda
dengan aa. Jika ad maka
ditambahkan bahan
tersebut sampai
volume/bobot total
sesuai dengan yang
tercantum dalam resep.
Jadi angka yang tertulis
adalah hasil akhir.
Namun jika tertulis aa
maka tambahkan bahan
tersebut sesuai yang
tercantum dalam resep.
Jadi angka yang tertulis
adalah jumlah bahan
yang ditambahkan.
Jika tertulis aa ad, maka
perlu dihitung dahulu
selisih bobot/volume
antara sediaan akhir
yang ingin dibuat
dengan bobot/volume
bahan yang ada.
Selisih bobot/volume
a.a. Ana Masing-masing tersebut lalu dibagi

68
Singkatan Kepanjangan Arti Keterangan
dengan bahan yang
terkena perintah ini,
sehingga hasil akhir
sediaan tetap sama
dengan yang tertulis
dalam resep
Masing-masing sama
aa p.aeq. ana partes aequales banyak
a.d. Ad sampai
Berbeda lagi dengan aa
dan ad. Kalo adde
berarti tinggal
ditambahkan bahan
sesuai yang tertulis
Add Adde Tambahkan dalam resep.
Contoh pada
pembuatan pulveres
maka bahan pengisi
dapat diberi perintah ini
agar hasil akhir pulveres
dapat didekatkan ke
ad.libit. ad libitum Sesukanya 250mg atau 500mg.
q.s quantum satis Secukupnya Lihat komen atas
Jika ada dtd maka
penimbangan dilakukan
dengan mengalikan
masing masing bahan
dengan jumlah sediaan
yang dibuat, sehingga
bobot setiap bahan
dalam tiap sediaan akhir
akan sesuai dengan
yang tertulis di resep.
Jika tanpa dtd maka
penimbangan dilakukan
sesuai yang tertulis
dalam resep.
Oleh karena itu dosis
obat yang
menggunakan dtd akan
lebih besar daripada
Berikan dalam dosis yang tidak
d.t.d da tales doses demikian menggunakan dtd.
Ingat yang dimaksud
setengah adalah jumlah
d.i.d da in dimidio Berikan setengahnya sediaannya, bukan

69
Singkatan Kepanjangan Arti Keterangan
dosisnya.
Contoh di resep tertulis
10 kapsul, maka dibuat
5 kapsul saja, bukan
dibuat 10 kapsul
dengan dosis
setengahnya.
Jika ada aturan ini maka
resep harus
Cito Cito Segera didahulukan.
p.i.m periculum in mora Berbahaya jika ditunda
Divide in partes Bagilah dalam bagian-
div.in.part.aeq. aequales bagian yang sama
Jika bahan dalam resep
tidak tertulis satuannya,
maka diasumsikan
adalah dalam gram.
Hati-hati penulisan
gram cukup g saja, jika
gr maka akan menjadi
G Gramma Gram grain.
Gr Grain Kurang lebih 65 mg
Berikan dengan
resepnya
d.c.f da cum formula

Lokasi penggunaan

Singkatan Kepanjangan Arti Keterangan


a.d. auris dextrae Telinga kanan
a.l. auris laevae Telinga kiri
Jika kedua mata maka
dapat ditulis dengan
o.d.s (oculo dextro et
i.o.d in oculo dextro Pada mata kanan sinistro)
i.o.s In oculo sinistro Pada mata kiri
us. ext. Kadang tertulis ad.us.ext
u.e. usus externum Untuk pemakaian luar (ad usum externum)
Pemakaian sebagai obat
ext.ut. externe untendum luar
Lihat topik etiket, untuk
membedakan etiket
obat luar dengan obat
us.int. usus internum Untuk pemakaian dalam dalam.

70
Singkatan Kepanjangan Arti Keterangan
loc.dol locus dolens Tempat yang nyeri
Ke dalam pembuluh
i.v intra vena darah
i.m Intra muscular Ke dalam jaringan otot
p.o per oral Melalui mulut
s.c sub cutan Di bawah kulit
Oris Oris Mulut
Fl Flesh Botol

Bentuk sediaan

Singkatan Kepanjangan Arti Keterangan


ampl. Ampula Ampul
aurist. Auristillae Obat tetes telinga
bol. Boli Pil besar
caps. Capsule Kapsul
Bedanya gargarisma
untuk kumur di mulut
dan tenggorokan,
namun collutio cukup di
collut. Collutio Obat cuci mulut mulut saja.
garg. Gargarisma Obat kumur
crem. Cremor Krim
emuls. Emulsum Emulsi
pulv. Pulveres Serbuk terbagi
narist. Naristillae Obat tetes hidung
oculent. Oculentum Salep mata
past.dentifr. pasta dentrificia Pasta gigi
pil. Pilula Pil
pot. Potio Obat minum
pulv. Pulvis Serbuk
pulv.adsp. pulvis adspersorius Serbuk tabur
sol. Solutio Larutan
Tingtur
tinc. Tinctura

71
Analisa Resep
1. Sebuah Resep yang diantaranya Harus
Mencantumkan Nama Dokter dan Alamat
Prakteknya, seperti terlihat dibagian atas Resep
ini.
2. Di bagian R/ yang pertama terlihat ada
beberapa obat dalam satu R/.
3. Terdapat obat racikan dalam resep disamping
4. Obat yang terdapat didalam R/ yang pertama
terdiri dari :
 CTM,
 Efedrin,
 Aminophyline,
 Laktas Calsium,
 Glyceril guaicolate.
 Jumlah Miligram (mg) atau Tablet (tab)
disamping obat, adalah jumlah obat yang
dibutuhkan.
5. Masih diresep R/ pertama, ada perintah Cara
Pembuatan dengan kata-kata seperti ini : ” m.f.
pulv. dtd No. XC da in caps”. Ini adalah
singkatan dalam Bahasa Latin yakni “Misce Fac
Pulveres Da Tales Dosis Numero XC, Da In
Capsule”.
 m.f= Misce Fac = Buatlah
 pulv = Pulvis = Serbuk
 dtd = Da Tales Dosis = Sesuai Dosis
 No. XC = Nomero XC = Banyaknya 90
 da in caps = Da In Capsule = Buat dalam
bentuk Kapsul
6. Masih di R/ yang pertama, tertulis “S. 3 dd caps
I”. Ini dapat diartikan : Signa Ter De Die Capsule Uno. Artinya : Tandailah 3 Kali Sehari Satu Kapsul.
7. Pada R/ yang kedua. Tertulis “Salbutamol 2mg tab No VL”. Artinya : Obat Salbutamol 2mg
Berbentuk Tablet Sebanyak 45 Tablet. Setelah itu tertulis juga : “S. 3 dd ½”, artinya “Pakailah
Salbutamol 2mg itu, 3 kali sehari 1/2 Tablet sekali minumnya”
8. Pada R/ yang ke tiga. Tertulis “Interhistin tab No XXX”. Serupa dengan R/ yang kedua, Obat
Interhistin diminta sejumlah 30 tablet. Dan dibawahnya tertulis aturan pakainya : “S. 2 dd 1″,
artinya Minumlah 2 Kali sehari masing-masing 1 tablet.
9. Masuk ke R/ ke empat. Disana tertulis “OBH Syr fl. I”. Bahasa latinnya : “OBH Sirup Flesh Uno”.
Artinya : “OBH Sirup sebanyak 1 Botol. Dibawahnya tertulis aturan pakai nya “S. 3 dd C I”. Bahasa

72
Latinnya : “Signa Ter De Die Cochlear Uno”. Artinya : “Minum OBH Sirup 3 Kali Sehari Satu Sendok
Makan”.
10. Setelah pembahasan semua jumlah obat, tidak kalah pentingnya, bahwa Nama Pasien, Umur dan
Alamat. Jangan terima jika resep bila Nama Pasien Anda tidak jelas atau lengkap (Bagi Petugas
Apotek).
11. No. RM = Nomer Rekam Medik. Artinya Pasien Tn Sodikin sedang menjalani Rawat Inap di RSAL
Mintohardjo.

Etiket Obat
Etiket adalah kertas atau label yang berisi keterangan cara pemakain obat. Ada dua jenis etiket yaitu
etiket untuk obat dalam (warna putih) dan etiket obat luar (warna biru). Ketika obat tersebut masuk ke
dalam tubuh melalui kerongkongan lalu masuk ke saluran cerma maka ia termasuk obat dalam. Tapi, jika
obat tersebut tidak melewati kerongkongan maka obat tergolong obat luar.

TES FORMATIF

dr. Anissatulaila.,Sp.A
Jl. Pemuda No. 10
Telp. (0536) 3224567

Perhatikan gambar resep disamping


R/ Stimuno syrup 60 ml Pertanyaan
S 2 dd 1 cth ac 1. Analisa kelengkapan resep (4 point)?
2. Jelaskan indikasi masing-masing
Parasetamol syrup 120 mg obat ?
S.p.r.n 1 cth pc 3. Berapa hari obat R/ 1 habis?
4. Jelaskan aturan pakai pada R/ 2 ?
Vicks Vaporub cream 10 gr 5. Warna etiket pada R/3 adalah ?
S. u. e

Pro : an Hanna
Umur : 6 tahun
Alamat : Jl. Beruk Lucu

73
Sedatif Anti Analgesik
Konvulsi Opiod

OBAT SISTEM SARAF PUSAT


TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa mengetahui obat-obat yang bekerja di system saraf pusat seperti obat sedatif/ hipnotik,
anlgesik opiod, anestesi dan anti konvulsi .

URAIAN MATERI

Sistem saraf pusat (CNS) terdiri dari otak dan medula spinalis, mengatur fungsi-fungsi tubuh. CNS
menterjemahkan informasi yang disampaikan oleh rangsangan dari sistem saraf perifer (PNS) dan
mengembalikan instruksi melalui CNS untuk kerja seluler yang sesuai. Rangsangan dari CNS dapat
meningkatkan aktivitas sel saraf (neuron) atau menghambat aktivitas sel saraf.

Obat yang bekerja mempengaruhi CNS dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Obat yang berefek menstimulasi kerja CNS
Kelompok utama dari perangsang CNS adalah amfetamin dan kafein yang merangsang korteks
serebri dari otak dan medula untuk merangsang pernapasan.
b. Obat yang berefek mendepresi kerja CNS
Obat penekan CNS menimbulkan depresi (penurunan aktivitas fungsional). Klasifikasi besar dari
penekan CNS adalah sedatif-hipnotik, anestetik umum dan lokal, analgesik, analgesik narkotik dan
anti konvulsi, anti psikotik dan antidepresan.

Obat yang menstimulasi CNS

Analeptika merupakan perangsang CNS terutama mempengaruhi batang otak dan medulla spinalis
tetapi juga mempengaruhi korteks serebri. Penggunaan utama dari analeptik adalah merangsang
pernapasan. Salah satu kelompok analeptik adalah xantin yaitu kafein dan teofilin.

74
Kafein pada dosis tinggi dapat merangsang pernapasan sedangkan teofilin digunakan untuk
merelaksasi bronkiolus. Dapat digunakan pada bayi baru lahir dengan apnea untuk merangsang
pernapasan; meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah. Teofilin dipakai untuk bayi baru lahir
dengan apnea untuk merangsang pernapasan yang diberikan melalui selang nasogastrik.

Amfetamin selain bekerja pada sistem saraf perifer juga bekerja pada sistem saraf pusat, Amfetamin
bekerja pada korteks serebri dan hipotalamus untuk menekan napsu makan sehingga sering
disalahgunakan sebagai obat diet yang dapat menyebabkan anoreksia. Dalam pengobatan klinik
amfetamin hanya boleh dipergunakan pada kasus narkolepsi dan hiperkinetik pada anak.

Obat yang mendepresi CNS

Sedatif-hipnotik dan antiansietas (anti kecemasan)

Bentuk paling ringan dari penekanan CNS adalah sedasi dimana penekan CNS tertentu dengan dosis
rendah dapat menghilangkan respon fisik dan mental tapi tidak mempengaruhi kesadaran. Dengan
peningkatan dosis, dapat menimbulkan efek hipnotik yaitu suatu bentuk alami dari tidur. Jika diberikan
dalam dosis tinggi, obat sedatif-hipnotik dapat mencapai anestesi, seperti obat golongan barbiturat
dengan masa kerja singkat yang dipergunakan sebagai anestesi adalah natrium tiopental atau (pentotal).
Kategori obat sedatif-hipnotik adalah barbiturat, benzodiazepin.

Barbiturat

Barbiturat diklasifikasikan kedalam masa kerja panjang, sedang, singkat dan sangat singkat.
1. Masa kerja panjang adalah fenobarbital yang dipakai untuk mengendalikan kejang pada epilepsi.
Untuk barbiturat yang digunakan pada
2. Masa kerja sedang seperti amobarbital digunakan untuk mempertahankan tidur dalam jangka waktu
panjang.
3. Masa kerja singkat adalah pentobarbital yang dipakai untuk menimbulkan tidur bagi penderita
insomnia.
4. Masa kerja sangat singkat adalah natrium thipental (pentothal) yang dipakai sebagai anestesi umum
barbiturat untuk

Pengawasan ketat perlu diberikan pada penggunaan obat tersebut. Adapun efek samping yang
merugikan dari penggunaan barbiturat adalah letih, mengantuk, hangover, pusing, mual, muntah dan
diare. Reaksi yang merugikan adalah depresi pernapasan, ketergantungan obat dan toleransi.

Mekanisme kerja barbiturat menyerupai GABA, suatu asam amino yang berperan sebagai
neurotransmiter inhibitor, sehingga jika GABA berikatan dengan reseptor GABA maka akan menghalangi
penghantaran impuls di serabut saraf. GABA akan membuka gerbang ion klorida yang bermuatan negatif
sehingga serabut saraf akan bermuatan sangat negatif, dengan begitu impuls sulit untuk dihantarkan
melalui serabut saraf. Barbiturat sendiri berikatan dengan tempat ikatan tertentu pada reseptor GABA
sehingga kanal klorida terbuka lebih lama yang membuat Cl lebih banyak masuk sehingga menyebabkan

75
hiperpolarisasi dan pengurangan sensitivitas sel-sel GABA. Dalam hal ini barbiturat merupakan agonis
GABA.

Benzodiazepin

Benzodiazepin tertentu mula-mula dipergunakan sebagai antiansietas yaitu klordiazepoksid, yang


dipakai sebagai sedatif-hipnotik untuk menimbulkan tidur akibat peningkatan rasa cemas. Benzodazepin
yang digunakan sebagai hipnotik adalah flurazepam dan pada penderita insomnia dengan kecemasan
dipergunakan lorazepam untuk mengurangi kecemasan.

Mekanisme kerja dari benzodiazepin adalah dengan meningkatkan afinitas reseptor terhadap GABA
pada tempat ikatannya sehingga meningkatkan frekuensi pembukaan kanal ion.

ANALGESIK

Analgesik berasal dari bahasa yunani terdiri dari kata ‘an’ yang berarti tanpa dan ‘algia’ yang berarti
nyeri, Jadi analgesik adalah suatu senyawa yang dalam dosis terapetik dapat menimbulkan efek
penghilangan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anestesi umum.

Nyeri merupakan suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya
‘alarm’ tentang adanya gangguan pada sistem tubuh seperti;
a. Peradangan (Inflamasi)
b. Infeksi mikroorganisme,
c. Kejang otot
d. Pertanda adanya penyakit

Berdasarkan durasinya, nyeri digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu:


a. Nyeri akut

76
Adanya ketidaknyamanan berat atau sensasi tidak nyaman yang memiliki onset mendadak dan reda
dengan pengobatan. Misalnya pada kasus patah tulang yang menyebabkan nyeri akut sehingga
sensasitidak nyaman terjadi tiba-tiba ketika tulang mengalami kerusakan dan mereda ketika tulang
diimobilisasi (di-gips). Nyeri yang berhubungan dengan infark miokard (serangan jantung, radang usus
buntu dan bantu ginjal juga merupakan contoh nyeri akut. Nyeri ini dapat diobat i dengan NSAID atau
analgesik opiod.

Berdasarkan sumber nyerinya, nyeri ini digolongkan menjadi 3, yaitu :

1. Nyeri permukaan: sumbernya adalah luka luar, iritasi bahan kimia, dan rangsangan termal, yang
hanya permukaan kulit saja.
2. Nyeri somatis :dengan sumber neyri berasal dari kulit, tulang, sendi, otot atau jaringan
penghubung yang dapat diakibatkan oleh luka/iritasi di dalam tubuh, seperti karena injeksi atau
dari ischemia
3. Nyeri viseral merupakan nyeri ini berasal dari organ-organ besar dalam tubuh, seperti hati, paru-
paru, usus, atau pankreas, dll

b. Nyeri Kronis

Nyeri persisten atau berulang yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. Contoh nyeri kronis
adalah rasa sakit pada kanker dan artritis reumatoid, Nyeri kronis diobati dengan kombinasi NSAID dan
analgesik opiod serta obat untuk mengurangi pembengkakan dan kecemasan.

Salah satu tipe nyeri kronis adalah nyeri neuropatik yang disebabkan oleh suatu kelainan di sepanjang
suatu jalur saraf. Suatu kelainan akan mengganggu sinyal saraf, yang kemudian akan diartikan secara
salah oleh otak. Nyeri neuropatik bisa menyebabkan suatu sakit dalam atau rasa terbakar dan rasa lainnya
(misalnya hipersensitivitas terhadap sentuhan). Beberapa sumber yang dapat menyebabkan nyeri
neuropati ini adalah herpes zoster, neuropati diabetik, luka pada sum-sum tulang belakang.

Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis (kalor, listrik) dapat menimbulkan
kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut dengan
mediator nyeri seperti histamin, bradikinin, leukotrien dan prostaglandin. Histamin bertanggung jawab
pada kebanyakan reaksi alergi (bronkokontriksi, pengembangan mukosa dan pruritis) dan nyeri.
Bradikinin merupakanpeptida yang ditemukan dalam tubuh yang membantu untuk memperbesar atau
membuka pembuluh darah (vasodilatasi), sedangkan prostaglandin yang mirip struktur asam lemak dan
terbentuk dari asam arakidonat berfungsi sebagai pembawa sinyal yang mengakibatkan terjadinya
kontraksi dan relaksasi otot polos termasuk otot polos pembuluh darah. Obat-obat yang bekerja
menghambat mediator nyeri tersebut digolongkan dalam NSAID (Non steroid Anti Inflamation Disease)
dan anestesia lokal

Semua mediator nyeri tersebut merangsang reseptor nyeri (nociceptor) yang berada di seluruh
jaringan dan organ tubuh kecuali CNS untuk disalurkan ke otak melalui divisi neuron sensorik yang
dilanjutkan melalui sumsum tulang belakang (spinal cord) dan otak tengah. Dari talamus impuls
kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri. Pada proses ini

77
tubuh mengatur rasa nyeri melalui beberapa proses. Sistem opiod endogen terdiri dari neurotransmitter
seperti enkepalin, dinorfin dan endorfin yang mempunyai reseptor khusus yaitu µ. δ, κ yang ditemukan di
seluruh sistem saraf pusat (CNS). Opiod endogen terikat pada reseptor opiod dan menghambat
rangsangan nyeri. Obat-obat yang kerjanya menyerupai opiod endogen adalah analgesik opiod dan yang
bekerja memblokade nyeri di sistem saraf pusat adalah analgesia umum.

Analgesik Opiod

Analgesik opiod adalah obat yang menyerupai peptida opiod endogen dan menyebabkan aktivasi
reseptor opiod yaitu reseptor µ (miu). Adapun peptida endogen tersebut adalah endorfin, dinorfin dan
enkefalin. Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi
hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, serta pengembangan
toleransi dan ketergantungan opioid. Opiod endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari
permukaan tubuk ke otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap
rangsang eksternal.

Analgetik opiad merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti opium/morfin. Sifat dari
analgesik opiad yaitu menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Oleh karena itu, diperlukan
usaha untuk mendapatkan analgesik ideal:
1. Potensi analgesik yg sama kuat dengan morfin
2. Tanpa bahaya adiksi

Mekanisme penghambatan nyeri oleh analgetik opiod pada reseptor opiod dapat menghasilkan
suatu pengurangan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi
dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel
adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti
Prostaglandin, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat.

Berdasarkan aksinya terhadap reseptor opiod analgesik opiod dibagi menjadi dua kategori yaitu :
1. Agonis opiod
a. Agonis Kuat
- Morfin
Morfin dianggap oleh banyak klinisi sebagai obay pilihan pertama untuk nyeri sedang sampai
berat. Dapat diberikan secara oral, parenteral atau rektal. Morfin menyebabkan analgesia,
depresi pernapasan, spasme otot polos gastrointestinal (GI) dan genitourinaria (GU), depresi
pernapasan dan dilatasi vena dan arteriol.
- Meperidin
Meperidin kurang poten dan lebih singkat lama kerja nya dibandingkan dengan morfin, dan
digunakan dalam obstetrik karena depresi pernapasan yang ditimbulkan meperidin pada janin
tidak sebesar pada penggunaan morfin. Dua turunan meperidin (difenoksilat dan loperamid)
digunakan dalam pengobatan diare karena keduanya tidak diabsorbsi dengan baik setelah
pemberian oral sehingga kerjanya tetap dalam saluran GI.

78
- Fentanil
Opiod sintesis yang strukturnya mirip dengan meperidin, Seringkali digunakan pada anestesi
tambahan bagi anestesi umum. Fentanil lebih poten dengan durasi lebih singkat dibandingkan
meperidin. Terdapat fentanil patch dan lozengers yang tersedia untuk pengobatan nyeri kronis
hebat seperti pada penderita kanker.
- Metadon
Metadon efektif pada pemberian peroral, lama kerja panjang dan kemapuan untuk menekan
putus obat pada ketagihan heroin. Umumnya digunakan untuk nyeri kronis.
- Heroin
Heroin adalah agonis yang kuat dan bekerja cepat karena lebih larut dalam lipid
dibandingakan dengan morfin sehingga menembus sawar darah otak dengan cepat. Heroin
dihidrolisis menjadi morfin di dalam otak sehingga dapat dikatakan bahwa heroin merupakan
pro drug.
b. Agonis Sedang-Ringan
- Kodein
Obat ini jauh kurang poten dibandingkan dengan morfin. Digunakan sebagai penekan batuk
karena bekerja menekan reflek batuk di sistem saraf pusat
- Denoksifilat dan Loperamid
Dua turunan meperidin (difenoksilat dan loperamid) digunakan dalam pengobatan diare
karena keduanya tidak diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral sehingga kerjanya tetap
dalam saluran GI.
2. Agonis Parsial(Mixed Opioid Agonist–Antagonists)
- Buprenorfin adalah turunan fenantren yang kuat dan bekerja lama dan merupakan suatu agonis
parsial reseptor mu. Penggunaan klinik lebih banyak untuk,mendetoksifikasi dan
mempertahankan penderita penyalahgunaan heroin.
3. Antagonis Opiod
- Nalokson dan Nalterkson
Merupkan antagonis opiod murni yang terikat secara kompetitif ke reseptor opiod, tetapi tidak
menghasilkan respon analgesik. Digunakan untuk mengatasi efek toksik dari opiod agonis dan
opiod agonis-antagonis. Nalokson mempunyai masa kerja singkat sedangkan Nalterkson
mempunyai masa kerja panjang.

ANESTESIA

Tindakan anestesia-analgesia berlandaskan kepada farmakologi dan fisiologi. Tindakan anestesia-


analgesia sesungguhnya adalah tindakan “meracuni” penderita, mempergunakan obat-obatan khusus
yaitu obat anestetikum yang umumnya bersifat depresan yang bersifat reversibel pada sistem organ
tubuh. Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen:
1. Hipnotik (tidak sadarkan diri=mati ingatan)
2. Analgesia (bebas nyeri = mati rasa)
3. Relaksasi otot rangka (mati gerak)

79
Untuk mencapai ketiga target tersebut dapat dipergunakan satu jenis obat, misalnya eter, atau
dengan memberikan beberapa kombinasi obat yang mempunyai efek khusus sebagai hipnotik, khusus
sebagai anelgesia dan khusus sebagai obat pelumpuh otot. Ketiga target tersebut populer disebut trias
anestesia.

Dalam prakteknya, tindakan anestesia berarti memberikan pelayanan anestesia umum pada pasien
yang akan dilakukan pembedahan yaitu meliputi trias anestesia, sedangkan tindakan analgesia berarti
memberikan pelayanan anestesia atau analgesia regional yang hanya mencakup analgesia dan relaksasi
otot pada area tertentu, misalnya operasi pada daerah perut kebawah.

Maka berdasarkan luas kerja anestesia terhadap tubuh, maka jenis anestesia dibagi menjadi tiga
golongan yaitu:
a. Anestesia Umum
b. Anestesia Lokal yang meliputi Anestesia Regional.
c. Anestesia Topikal

Anestesia Umum

Dalam proses pembedahan menggunakan agen anestesi umum, diperlukan pengetahuan stadium
dari anestesia. Pemahaman tentang stadium pada anestesi umum menjadi penting dalam mengantisipasi
segala kemungkinan yang terjadi dan mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi yang mungkin
mengancam keselamatan pasien selama dibius.

Adapun stadium pada anastesi umum dibagi menjadi empat yaitu:


 Stadium I. Stadium Analgesia. Penderita tetap sadar tetapi telah mengalami pengurangan kesadaran
akan nyeri
 Stadium II. Stadium Eksitasi. Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai stadium operasi. Penderita
mengalami amnesia setelah kejadian tersebut, tetapi refleks dan otonomik jadi tidak teratur serta
kontrol respirasi meningkat selama stadium ini. Dapat disertai dengan aritmia jantung, spasme
bronkus, spasme laring dan muntah.
 Stadium III. Stadium anestesi operasi. Penderita tidak sadar dan tidak memiliki refleks nyeri. Ditandai
paling sering dengan adanya relaksasi otot rangka, tetapi respirasi teratur dan tekanan darah dapat
dipertahankan dengan baik.
 Stadium IV. Stadium depresi medular. Penderita mengalami depresi pernapasan (paralisis
diagfragma) dan depresi tekanan darah yang berat. Tanpa ventilasi mekanik dan bantuan
farmakologi terhadap tekanan darah, pasien akan meninggal.

Anestesi seimbang merupakan kombinasi obat-obatan yang sering dipakai dalam anestesi umum.
Anestesi seimbang mengurangi masalah kardiovaskular, mengurangi jumlah anestesi umum yang
diperlukan, mengurangi kemungkinan mual dan muntah pasca anestesi dan mempercepat pemulihan
pasca anestesi. Anestesi seimbang terdiri dari:
1. Obat golongan Hipnotik yang diberikan semalam sebelumnya.
2. Obat golongan Premedikasi yang diberikan kira-kira 1 jam sebelum pembedahan.

80
Premedikasi adalah tindakan awal anestesia dengan obat-obatan pendahuluan yang terdiri dari
obat-obat anti kolinergik, sedatif/trankuikizer dan analgetik. Tujuan pemberian pramedikasi agar
dapat menimbulkan rasa nyaman dan menghilangkan rasa cemas. Selain itu mengurangi sekresi
kelenjar dan menekan refleks vagus, memudahkan induksi, mengurangi dosis obat anestesia serta
mengurangi rasa sakit dan gelisah.
a. Obat antikolinergik
Contoh turunan preparat alkaloid belladona seperti atropin sulfas dan skopolamin. Pemberian
obat tersebut bertujuan mengurangi penngeluaran sekresi kelenjar, saliva, saluran cerna dan
saluran napas. Selain itu, mencegah spasme laring dan bronkus, mencegah bradikardi,
mengurangi motilitas usus, mengurangi efek depresi narkotik terhadap pusat saraf.
b. Obat sedatif/tranquiler
Contohnya derivat benzodiazepin seperti diazepam, midazolam, klordiazepoksid. Obat golongan
ini berkhasiat sedasi dan mengurangi rasa cemas.
Contoh derivat barbiturat seperti pentobarbital dan sekobarbital digunakan sebagai sedasi dan
penenang prabedah, terutama pada anak-anak.
c. Obat analgetik opiod
Golongan narkotik yang sering digunakan adalah petidin dan morfin, sedangkan fentanil
digunakan sebagai suplemen anestesia. Digunakan karena mempunyai efek analgesik dan efek
sedasi.

3. Golongan Anestesi Intravena sebagai induksi anestesi


Anestesi intravena dapat dipakai untuk anestesi umum atau tahap induksi dari anestesi. Bagi
pasien rawat jalan untuk pembedahan jangka waktu singkat, anestetik intravena merupakan bentuk
pilihan. Adapun anestetik iv yang sangat poluler dalam praktek anestesi di Indonesia adalah tiopental,
ketamin, propofol dan fentanil.
Tiopental, merupakan obat golongan barbiturat yang dapat menginduksi status hipnotik cepat
dalam waktu singkat. Tiopental dimetabolisme di hati secara perlahan sehingga akumulasi racun dapat
terjadi. Maka penggunaan dengan infus berkelanjutan sebaiknya tidak dilakukan.
Ketamin, dapat mempengaruhi indra dan menimbulkan anestesi disosiatif (katatonia, amnesia
dan analgesia) dimana pasien mungkin tampak sadar dan reaktif namun tidak dapat bereaksi terhadap
rangsang sensori. Ketamin sering digunakan pada pasien anak karena efek anestesi dan analgesia
dapat dicapai dengan pemberian intramuskular. Juga dapat digunakan pada lansia dengan resiko
tinggi dan pada kasus syok karena agen anestesi ini dapat juga menstimulasi jantung.
Propofol, merupakan agen hipnotik non barbiturat dan anestesi intravena yang paling baru
dikembangkan. Induksi cepat dan durasi singkat aksinya mirip tiopental, namun pasien dapat pulih
lebih cepat dengan sedikit kejadian mual dan muntah. Selain propofol dimetabolisme cepat dihati dan
diekskresikan di urine sehingga dapat digunakan untuk durasi anestesi yang panjang.
Fentanil, sering digunakan untuk anestesi dalam tindakan operasi sebagai sedatif dan analgesik.
Selain itu dapat pula digunakan sebagai anestesi primer dengan penggunaan infus secara kontinue.
Analgesik opiod jarang mempengaruhi sistem kardiovaskular maka obat ini berguna untuk operasi
jantung dan operasi yang beresiko tinggi. Opiod bereaksi secara langsung di sum-sum tulang

81
belakang, dan sering digunakan di epidural untuk anestesi spinal. Efek samping meliputi mual dan
muntah, gatal dan depresi sistem pernapasan.

4. Golongan Anestesia Inhalasi sebagai maintanance proses anestesi


Anestesi inhalasi (gas atau cairan menguap yang diberikan sebagai gas) dipakai untuk menimbulkan
anestesi umum.
OBAT WAKTU PERTIMBANGAN PEMAKAIAN
INDUKSI
Inhalasi : Cairan
Menguap
Eter Lambat Sangat Mudah terbakar. Tidak menimbulkan efek yang
berat pada sistem kardiovaskular atau hati
Pemulihan cepat. Dapat menurunkan tekanan darah,
Halotan Cepat mempunyai efek bronkodilator. Kontraksi pada
Enfluran Cepat obstetri
Dapat menyebabkan hipotensi. Kontraindikasi pada
Isofluran Cepat gangguan ginjal
Mempunyai efek yang minimal pada kardiovaskular.
Dapat menimbulkan disterss pernapasan.
Inhalasi : Gas
Nitrous Oksida Sangat cepat Pemulihan cepat. Mempunyai efek yang minimal pada
kardiovaskular. Harus diberikan bersama-sama
oksigen. Potensi rendah
Siklopropan Sangat cepat Sangat mudah terbakar dan meledak. Jarang
digunakan.

5. Golongan Obat Pelumpuh Otot dan Penawarnya

Relaksasi otot rangka merupakan salah satu dari trias anestesi yang harus dipenuhi pada operasi-
operasi besar seperti laparotomi, toraktomi dan operasi-operasi yang memerlukan napas kendali.
Relaksasi otot rangka ini bisa diperoleh dari efek obat anestesi seperti eter, halotan dan obat inhalasi
yang lain dengan penggunaan dosis besar, namun memunculkan efek samping yang lebih berbahaya,
sehingga digunakan obat pelumpuh otot.

Pilihan obat pelumpuh otot


1. Gangguan Fungsi Ginjal : atrakurium dan vekuronium
2. Gangguan Fungsi Hati : atrakurium
3. Miastenia gravis : kalau perlu dosis 1/10 atrakurium
4. Bedah singkat : atrakurium, rokuronium, mivakurium
5. Kasus obstetri : semua dapat digunakan kecuali galamin

82
Pemulihan tonus otot rangka akibat pengaruh obat pelumpuh otot bisa berlangsung secara
spontan setelah masa kerja berakhir. Namun untuk mempercepat pemulihannya perlu diberikan obat
antagonisnya yaitu golongan antikolinesterase seperti neostigmin atau prostigmin.

Anestesi Lokal
Anestesi lokal menghilangkan sakit pada tempat dimana obat diberikan, dan kesadaran tetap di
pertahankan. Pemakaian anestetik lokal mencakup prosedur gigi, menjahit laserasi kulit, pembedahan
(minor) jangka pendek pada daerah tertentu, anestesi spinal dengan menghambat impuls saraf (nerve
block) yang terletak dibawah tempat masuknya anestetik. Jenis anestetik lokal yang digunakan adalah
prokain, lidokain dan bupivakain.
Obat anestesi lokal mencegah proses terjadinya depolarisasi membran saraf pada tempat suntikan
obat tersebut sehingga membran akson tidak akan dapat bereaksi dengan asetilkolin sehingga membran
akan tetap dalam keadaan semipermiabel dan tidak terjadi perubahan potensial aksi. Keadaan ini
menyebabkan aliran impuls yang melewati saraf tersebut terhenti, sehingga segala macam rangsang atau
sensasi tidak sampai ke susunan saraf pusat.
Anestesi spinal membutuhkan anestetik lokal untuk diinjeksikan pada ruang subarakhnoid setinggi
ruang lumbal tiga atau empat. Jika anestetik lokal diberikan terlalu tinggi pada kolumna spinalis maka
dapat mempengaruhi otot-otot pernapasan dan dapat terjadi distres atau gagal pernapasan. Sakit kepala
mungkin timbul setelah pemberian anestesi spinal yang mungkin dikarenakan oleh adanya kebocoran
cairan pada tempat jarum disuntikkan. Dengan menganjurkan pasien untuk tetap berbaring rata setelah
pembedahan dan minum lebih banyak untuk mengurangi kemungkinan kebocoran. Hipotensi dapat
timbul setelah anestesi spinal.

Anestesi Topikal
Anestesi topikal adalah larutan, spray, salep, krim dan gel yang digunakan pada membran mukosa
permukaan kulit baik yang rusak maupun utuh dan luka bakar untuk mengurangi sensitivitas ujung saraf
di daerah yang terkena. Contoh anestesi topikal adalah lidokain cream dan ethylcloride

83
ANTI KONVULSI

Epilepsi adalah suatu gangguan kejang berulang secara periodik yang yang disebabkan oleh muatan
listrik abnormal dari neuron-neuron serebral dan ditandai dengan hilangnya atau terganggunya
kesadaran dan biasanya disertai dengan kejang. Kejang menyatakan kontraksi otot polos yang tidak
terkendali.
Klasifikasi Internasional tentang Kejang Epilepsi
I Kejang Parsial (awal serangan kejang terjadi secara lokal)
A. Sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
1. Disertai gejala motor
2. Disertai gejala sensori khusus atau somatosensori
3. Disertai gejala kejiwaan
B. Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
1. Mula kejang parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran dengan atau
tanpa gerakan otomatis
2. Gangguan kesadaran pada mula kejang dengan atau tanpa gerakan otomatis.
C. Umum sekunder (mula kejang parsial berubah menjadi kejang tonik klonik umum
II Kejang Umum (simestris bilateral dan tanpa mula kejang lokal
A. Absen
B. Myoklonik
C. Klonik
D. Tonik
E. Tonik-Klonik
F. Atonik
G. Spasme Infantil
III Kejang yang tidak dapat diklasifikasi
IV Status Epileptikus

Patofisiologi

Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan gangguan paroksimal akibat penghambatan neuron
yang tidak normal atau ketidakseimbangan antara neurotransmiter eksitatori dan inhibitori. Defisiensi
neurotransmiter inhibitori seperti Gamma Amino Butyric Acid (GABA) atau peningkatan neurotransmiter
eksitatori seperti glutamat menyebabkan aktivitas neuron tidak normal. Neurotransmiter eksitatori
(aktivitas pemicu kejang) yaitu, glutamat, aspartat, asetil kolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas
kortikotripin, purin, peptida, sitokin dan hormon steroid. Neurotransmiter inhibitori (aktivitas
menghambat neuron) yaitu, dopamin dan Gamma Amino Butyric Acid (GABA). Serangan kejang juga
diakibatkan oleh abnormalitas konduksi kalium, kerusakan kanal ion, dan defisiensi ATPase yang
berkaitan dengan transport ion, dapat menyebabkan ketidak stabilan membran neuron.

84
Obat-obat yang dipakai untuk serangan kejang epilepsi disebut sebagai antikonvulsi atau
antiepilepsi. Obat-obat antikonvulsi menekan impuls listrik abnormal dari pusat serangan kejang ke
daerah korteks lainnya, sehingga mencegah serangan kejang tetapi tidak menghilangkan penyebab
serangan kejang. Antikonvulsi diklasifikasikan sebagai penekan CNS.

Ada banyak jenis antikonvulsi yang dipakai dalam mengobati epilepsi, yaitu
1. Hidantoin (fenitoin),
2. Barbiturat dengan masa kerja panjang (fenobarbital, mefobarbital)
3. Suksinimid (etosuksimid)
4. Benzodiazepin (diazepam, klonazepam)
5. Karbamazepin
6. Valproat (asam valproat)

Fenitoin

Fenitoin merupakan obat pilihan pertama untuk kejang umum, kejang tonik-klonik, dan pencegahan
kejang pada pasien trauma kepala/bedah saraf. Fenitoin memiliki range terapetik sempit dengan
konsentrasi plasma adalah 10-20 µg/ml dengan konsentrasi dibawah 10 µg/ml akan kurang efektif untuk
pengendalian kejang yang terjadi, sedangkan konsentrasi diatas 20 µg/ml akan menyebabkan efek
toksik sehingga pada beberapa pasien dibutuhkan pengukuran kadar obat dalam darah.

Mekanisme aksi fenitoin adalah dengan menghambat kanal ion sodium (Na+) yang mengakibatkan
influk (pemasukan) ion Na+ ke dalam membran sel berkurang sehingga terjadi penghambatan potensial
aksi oleh karena terjadi depolarisasi terus-menerus pada neuron

Dosis awal penggunaan fenitoin 5 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 20 mg/kg/hari tiap 6 jam. Efek
samping yang sering terjadi pada penggunaan fenitoin adalah depresi pada CNS, sehingga
mengakibatkan lemah, kelelahan, gangguan penglihatan (penglihatan berganda), disfungsi korteks dan
mengantuk. Pemberian fenitoin dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan keseimbangan tubuh
dan nystagmus.

Fenobarbital

Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial dan kejang tonik-klonik. Efikasi,
toksisitas yang rendah, serta harga yang murah menjadikan fenobarbital obat yang penting untuk tipe-
tipe epilepsi ini. Namun, efek sedasinya serta kecenderungannya menimbulkan gangguan perilaku pada
anak-anak sehingga telah dikurangi penggunaannya sebagai obat utama.

Fenobarbital bekerja dengan menempati situs khusus pada reseptor GABA sehingga meningkatkan
durasi pembukaan reseptor GABA dan meningkatkan konduksi post-sinap klorida.

85
Etosuksimid

Etosuksimid digunakan pada terapi kejang absens. Etosuksimid menghambat pada kanal Ca2+ di talamus
yang berperan dalam pembentukan ritme sentakan yang diperantarai oleh ion Ca2+ pada kejang absens,
sehingga penghambatan pada kanal tersebut akan mengurangi sentakan pada kejang absens

Efek samping penggunaan etosuksimid adalah mual dan muntah, efek samping penggunaan
etosuksimid yang lain adalah ketidakseimbangan tubuh, mengantuk, gangguan pencernaan, goyah (tidak
dapat berdiri tegak), pusing dan cegukan

Benzodiazepin

Benzodiazepin digunakan dalam terapi kejang merupakan agonis GABA, sehingga aktivasi reseptor
benzodiazepin akan meningkatkan frekuensi pembukaan reseptor GABA. Efek samping yang mungkin
terjadi pada penggunaan benzodiazepin adalah cemas, kehilangan kesadaran, pusing, depresi,
mengantuk, kemerahan dikulit, konstipasi, dan mual.

Karbamazepin

Karbamazepin digunakan sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial dan tonik-klonik.
Karbamazepin menghambat kanal Na+ yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+ kedalam
membran sel berkurang dan menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada
neuron

Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan karbamazepin adalah gangguan penglihatan
(penglihatan berganda), pusing, lemah, mengantuk, mual, goyah (tidak dapat berdiri tegak) dan
Hiponatremia.

Asam Valproat

Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens, kejang
mioklonik, dan kejang tonik-klonik. Asam valproat dapat meningkatkan GABA dengan menghambat
degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA. Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan
pencernaan termasuk mual, muntah, anorexia, dan peningkatan berat badan. Asam valproat mempunyai
efek gangguan kognitif yang ringan dan menyebabkan hepatotoksik.

TES FORMATIF

1. Sebutkan obat-obat yang bekerja sebagai sedatif/hipnotik?


Nama Obat Tempat aksi kerja Indikasi Efek Samping utama

86
2. Sebutkan obat-obat yang bekerja sebagai analgesik opiod?

Golongan Nama Obat Tempat aksi kerja Indikasi Efek Samping utama
Opiod
Agonis Opiod
Kuat

Agonis Opiod
Lemah

Agonis Parsial

Antagonis
Opiod

3. Sebutkan obat-obat yang bekerja sebagai anastesi ?

Golongan Nama Obat Tempat aksi kerja Indikasi Efek Samping utama
Anestesi IV

87
Anestesi
Inhalasi

Anestesi
Lokal

4. Sebutkan obat-obat yang bekerja sebagai anti konvulsi?

Nama Obat Tempat aksi kerja Indikasi Efek Samping utama

88
Simpatik Parasimpatik Reseptor

OBAT SISTEM SARAF OTONOM


TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa mengetahui obat-obat yang bekerja pada system saraf otonom.

URAIAN MATERI

Sistem saraf otonom (ANS) terbagi


menjadi dua cabang yaitu cabang simpatik
dan parasimpatik. Cabang simpatik
merangsang respon dan cabang
parasimpatik menekan respon sel organ.
Keduanya bekerja saling berlawanan
bertujuan untuk menjaga homeostatis kerja
organ.

Simpatik Parasimpatik
Sistem Adrenergik Sistem Kolinergik
Reseptor Neurotransmiter Reseptor Neurotransmiter
Alfa 1
Alfa 2
Beta 1 Norephiferin (NE) atau Muskarinik Asetilkolin (Ach)
Beta 2 Noradrenalin Nikotinik

89
Obat Yang Bekerja Pada Sistem Adrenergik

Cabang simpatik merangsang respon menggunakan neurotransmiter NE. Zat aktif yang dapat
meniru kerja NE disebut dengan obat adrenergik. Obat ini juga dikenal dengan istilah agonis adrenergik
atau simpatomimetik karena memulai responnya pada situs reseptor adrenergik. Selain obat yang dapat
meniru kerja NE, terdapat pula obat yang bekerja menghambat kerja NE sehingga tidak dihasilkan respon
fisiologis pada reseptor adrenergik. Obat ini dikenal dengan istilah antagonis adrenergik atau simpatolitik.
Masing-masing reseptor adrenergik apabila diaktifkan akan menimbulkan berbagai macam respon
fisiologis. Berikut respon yang dihasilkan oleh reseptor adrenergik :

Reseptor Respon Fisiologis


Alfa 1 Meningkatkan tenaga untuk kontraksi jantung
Vasokontriksi: meningkatkan tekanan darah
Mydriasis : dilatasi pupil mata
Kelanjar saliva : menurunkan sekresi
Kandung kemih dan prostat : meningkatkan kontraksi dan ejakulasi
Alfa 2 Mencegah pelepasan NE, melebarkan pembuluh darah, memicu hipotensi,
menurunan motilitas gastrointestinal
Beta 1 Meningkatkan denyut dan kontraksi jantung
Meningkatkan sekresi renin : meningkatkan tekanan darah
Beta 2 Melebarkan bronkiolus
Merelaksasi gstrointestinal dan rahim (uterus)
Meningkatkan kenaikan kadar gula darah melalui glukogenolisis dalam hati
Meningkatkan aliran darah di otot skelet
Beta 3

Agonis adrenergik/Simpatomimetik

Agonis adrenergik mempunyai efek memperkuat aktivitas syaraf adrenergik yang diklasifikasikan
kedalam dua kategori yaitu :
1. Agonis adrenergik langsung
Obat yang termasuk tipe ini beraksi langsung dengan cara berikatan pada reseptor adrenergik.
sehingga mengaktivasi reseptor tersebut. Obat2 yg bertindak sebagai agonis adrenergik langsung
memiliki afinitas terhadap reseptor-reseptor tertentu.Misalnya :
a. Norepinefrin : memiliki afinitas terhadap reseptor α, β1
b. Epinefrin : memiliki afinitas terhadap reseptor α, β1, β2
c. Isoproterenol : memiliki afinitas terhadap reseptor β1, β2
d. Fenilefrin : memiliki afinitas terhadap reseptor α1
e. Metaraminol : memiliki afinitas terhadap reseptor α1
f. Klonidin : memiliki afinitas terhadap reseptor α1
g. Salbutamol : memiliki afinitas terhadap reseptor β2
h. Terbutalin : memiliki afinitas terhadap reseptor β2
i. Dobutamin : memiliki afinitas terhadap reseptor β1

90
Contoh :
Epinefrin merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi syok kardiogenik dan analafilaksis. Hal ini
disebabkan karena epinefrin bekerja pada reseptor α, β1 yang dapat meningkatkan tekanan darah,
denyut jantung. Pada reseptor β2, epinefrin bekerja meningkatkan aliran udara dari paru-paru melalui
bronkodilatasi, serta menginduksi proses glukogenolisis sehingga dapat meningkatkan kadar gula darah.
Namun karena epineprin bekerja pada tiga jenis reseptor maka dapat dikatakan epinefrin tidak bekerja
secara selektif.

Fenileprin dan metaraminol, Kedua obat tersebut bekerja pada reseptor α sehingga tidak bekerja
secara langsung ke jantung. Efek yang dihasilkan obat-obat tersebut adalah vasokontriksi dan
peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Oleh sebab efeknya sebagai vasokonstriktor
maka ketiga obat tersebut digunakan untuk mengembalikan tekanan darah selama anestesi spinal
maupun keadaan hipotensif lainnya. Fenileprin juga secara luas dipakai sebagai nasal dekongestan
namun jangan diberikan kepada penderita glaukoma karena dikhawatirkan terjadi peningkatan tekanan
intraokular.

Dobutamin, bekerja pada reseptor β1 sehingga dapat meningkatkan denyut dan kontraksi jantung,
digunakan pada pasien aritmia. Dobutamin bekerja menyerupai dopamin (suatu neurotransmitter yang
jika dioksidasi dapat berubah menjadi NE dengan bantuan kofaktor askorbat) yang efeknya lebih besar
dibanding dopamin sehingga efek samping yang dihasilkanpun lebih besar.

Salbutamol dan terbutalin, merupakan agonis selektif reseptor β2 yang menghasilkan respon fisiologis
bronkodilatasi sehingga digunakan untuk mengatasi penyakit dan serangan asma.

2. Agonis Adrenergik tidak langsung


Beberapa obat bekerja secara tidak langsung dengan cara :
a. Meningkatkan pengeluaran norepinefrin,
b. Apabila NE yang dikeluarkan terlalu banyak maka mengalami proses reuptake (penyerapan
kembali) maka kerja obat agonis tidak langsung dengan cara menghambat proses reuptake
c. Mencegah proses inaktivasi neurotrasmitter NE dengan cara menghambat kerja enzim mono
amin oksidase (MAO) .

Contoh :
Efedrin, bekerja pada reseptor α1, β1, β2 digunakan untuk sebagai obat asma ringan dan meredakan
alergi serbuk bunga, sinusitis, dan rhinitis alergi karena mempunyai efek sebagai bronkodilator. Efedrin
dapat menembus sawar darah otak dan mempengaruhi sistem saraf pusat. Obat ini dipake per oral dan
durasinya lebih lama dari norepinefrin. Cara kerjanya adalah melepaskan norepinefrin.

Amphetamin yang resisten terhadap MAO mempunyai efek perifer takikardi dan hipertensi, selain
mempunyai efek perifer, amfetamin juga mempunyai aksi stimulansia pada sistem saraf pusat yang yang

91
digunakan untuk kasus narkolepsi dan hiperkinetik pada anak-anak. Aksi amfetamin pada CNS sering
disalahgunakan sebagai obat diet.
Kokain digunakan sebagai anestesi lokal yang digolongkan menjadi simpatomimetik karena menghambat
reuptake NE oleh terminal saraf. Kokain mempunyai efek stimulan sentral yang kuat sehingga sering
disalahgunakan.

Antagonis Adrenergik/Simpatolitik
Antagonis adrenergik/simpatolitik merupakan obat yang bekerja dengan cara mengeblok sistem saraf
simpatik dengan mekanisme:
1. Menurunkan rangsang simpatik dari otak
2. Mengeblok reseptor adrenergik
3. Menurunkan pengeluaran NE
Dibagi menjadi :
1. α Blocker
α blocker menghambat respon di situs respon α adrenergik. Ada dua jenis penghambat α
adrenergik, yaitu penghambat non selektif dan penghambat non selektif. Obat ini memulihkan
efek penekanan epinefrin karena efek vasodilatasi dan resistensi perifer menurun. Sebagai obat
anti hipertensi, golongan antagonis adrenergik jarang digunakan karena menyebabkan hipotensi
orthostatik (penurunan tekanan darah ketika seseorang berdiri), pusing dan reflek takikardi.
a. α Blocker Non selektif
Mengeblok reseptor α secara tidak spesifik (α1 dan α2 dihambat secara bersamaan)
sehingga jarang digunakan karena menyebabkan efek takikardi yang kuat.
Contoh obat: fentolamin, tolazolin
b. α Blocker Selektif
- Pengeblok α-1
Merupakan pengeblok spesifik yang bekerja pada reseptor α-1 sehingga menyebabkan
takikardi yang relatif ringan. Digunakan sebagai obat anti hipertensi.
Contoh obat: prazosin, trimazolin, terazolin
- Pengeblok α-2
Obat yang spesifik untuk mengeblok reseptor α-2 adalah yohimbin, dimana efek yang
digunakan adalah sebagai aprodisiaka yaitu peningkatan libido dan mengatasi disfungsi
ereksi.
2. β Blocker
β Blocker menghambat respon di reseptor beta adrenergik menghasilkan respon penurunan
denyut jantung dan tekanan darah yang mengakibatkan bronkokontriksi sehingga harus
dipergunakan dengan hati-hati oleh pasien yang menderita asma atau PPOK. β Blocker dibagi
menjadi:
a. β1 Blocker Non Selektif
Obat yang bekerja dengan cara mengeblok reseptor β secara tidak spesifik sehingga
jarang digunakan. Fungsi dari obat dari golongan ini adalah menurunkan denyut jantung,

92
kardiak output dan tekanan darah pada kasus angina dan hipertensi dengan efek
samping bronkospasme.
Contoh : Propanolol, pindolol dan timolol.
b. β 1 Blocker Selektif
Obat golongan ini hanya mengeblok pada reseptor β1 sehingga bersifat kardioselektif.
Blokade reseptor β1 selektif cenderung menyebabkan vasokontriksi perifer yang lebih
ringan (tangan dan kaki dingin) dan tidak mengurangi respon hipoglikemia yang
diinduksi oleh olahraga (stimulasi glukoneogenesis dalam hati yang diperantarau oleh
reseptor β2). Fungsi obat golongan ini digunakan sebagai obat anti hipertensi dan
angina.
Contoh :Acebutolol, atenolol
- Pengeblok β-2
Obat yang spesifik mengeblok reseptor β-2 yang mempunyai efek bronkokontriksi
sehingga hanya digunakan dalam penelitian. Contoh : butaxamine
3. Central Blocker
Obat yang bekerja sebagai central bloker , mekanismenya menurunkan aktivitas sel syaraf
simpatik. dengan menghambat rangsangan simpatetik dari otak maupun menghambat
pengeluaran NE dari ujung syaraf simpatik.

Obat Yang Bekerja Pada Sistem Kolinergik

Pada sistem saraf kolinergik, ada dua jenis reseptor kolinergik yaitu muskarinik dan nikotinik yang
neurotransmitternya berupa asetilkolin (Ach). Reseptor muskarinik merangsang otot polos dan
memperlambat otot denyut jantung. Reseptor nikotinik merangsang otot rangka. Obat yang kerjanya
menyerupai asetilkolin disebut dengan agonis kolinergik atau parasimpatomimetik, sedangkan obat yang
menghambat kerja asetilkolin disebut dengan parasimpatolitik. Asetilkolin merupakan neurotransmitter
yang dibentuk dari asetil koenzim A (acetyl-CoA) dan kolin dengan bantuan cholyne acetyltransferase.
Asetilkolin juga dapat diinaktivasi oleh enzim asetilkolinesterase menjadi asetat dan kolin. Kolin akan
masuk kembali ke dalam sel syaraf untuk menjadi bahan baku pembuatan Ach berikutnya.

Agonis Kolinergik/Parasimpatomimetik

Obat agonis kolinergik mempunyai dua mekanisme kerja, yaitu :


1. Agonis kolinergik yang bekerja langsung
Berdasarkan rumus kimianya, agonis kolinergik dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Golongan ester
Merupakan agonis kolinergik muskarinik yang memiliki bentuk yg hampir mirip dengan struktur
asetilkolin, namun obat golongan ini lebih tahan terhadap enzim pendegradasi Asetilkolinesterase
sehingga efek obat dapat bertahan lama.
Contoh :
 Karbakol yang digunakan sebagai tetes mata dapat menurunkan tekanan intraokular pada
pasien glaukoma.

93
 Betanekol digunakan untuk menstimulasi kandung kemih pada retensi urin, namun sekarang
telah digantikan oleh kateter.
b. Golongan alkaloid
Merupakan agonis kolinergik muskarinik yang berasal dari tanaman sehingga tidak dapat
dimetabolisme oleh enzim asetilkolinesterase.
Contoh :
 Pilokarpin yang digunakan untuk mengurangi tekanan intraokular dengan menyempitkan pupil
mata dan membuka kanal schlemm yang memungkinkan aqueous humor (cairan) untuk
mengalir pada pasien yang menderita glaukoma.
c. Golongan nikotin
Obat nikotin yang dikemas dalam bentuk nikotin patch digunakan untuk menghentikan kebiasaan
merokok.
2. Agonis kolinergik yang bekerja secara tidak langsung
Agonis kolinergik yang bekerja secara tidak langsung merupakan golongan obat yang mekanisme
kerjanya dengan cara menghambat kerja enzim asetilkolinesterase yang bertugas untuk mendegradasi
asetilkolin. Golongan agonis ini dibagi menjadi 2, yaitu ;
a. Golongan reversibel
Dengan dihambatnya enzim asetilkolinesterase maka respon fisiologi yang terjadi semakin lama
karena pemecahan neurotransmiter menjadi terhambat. Pada penghambatan reversibel enzim
asetilkolintransferase, enzim tersebut diikat oleh suatu agonis kolinergik dalam jangka waktu
tertentu dan kemudian melepasnya sehingga memungkinkan enzim kolinesterase melakukan
fungsinya dengan benar.
Contoh :
 Neostigmin dan piridostigmin bekerja dengan cara memperpanjang kerja dari asetilkolin
dengan cara menghambat aksi dari enzim asetilkolinesterase. Asetilkolin menstimulasi satu
tipe reseptor yang dinamakan reseptor muskarinik. Reseptor muskarinik terdapat diseluruh
tubuh terutama di otot. Ketika reseptor muskarinik distimulasi akan menimbulkan tingkat
efek tertentu yang menimbulkan kontraksi pada otot. Pada penderita Miastenia Gravis,
sistem imunitas tubuh merusak banyak reseptor muskarinik, sehingga otot menjadi kurang
responsif oleh stimulasi saraf. Neostigmine meningkatkan jumlah asetikolin pada ujung saraf.
Peningkatan kadar asetilkolin ini membuat reseptor yang tersisa berfungsi lebih efisien.
Neostigmine biasanya mengembalikan fungsi otot mendekati taraf normal. Selain digunakan
untuk Miastenia Gravis, Neostigmine juga digunakan untuk mengatasi retensi urinaria yang
disebabkan anestesi umum dan mengatasi keracunan obat jenis kurare.
b. Golongan irreversibel
Pada agonis kolinergik penghambatan irreversibel bekerja mengikat enzim kolinesterase secara
permanen. Jika asetilkolinesterase dihambat kuat, maka kadar asetilkolin akan meningkat sehingga
proses inaktivasi tidak terjadi yang mengakibatkan otot terasa kuat dan juga keringat berlebihan.
Obat yang bekerja pada golongan ini biasanya senyawa yang digunakan pada insektisida. Pada
senyawa organofosfat dapat menembus semua membran: kulit bahkan barier darah otak.

94
Antagonis Kolinergik/Parasimpatolitik

Obat antikolinergik menghambat asetilkolin dengan menempati reseptor asetilkolin sehingga


menghambat saraf parasimpatik yang memungkinkan impuls dari saraf simpatik untuk mengambil
kendali. Obat antikolinergik dan adrenergik menghasilkan banyak respon yang sama.

Contoh :
 Atropin, digunakan pada proses anestesia, pada dosis rendah menyebabkan bradikari, pada dosis
tinggi menyebabkan takikardi.
 Papaverin hcl dan hiosin digunakan untuk mengurangi spasme usus pada sindrom iritasi usus dan
dysmenorea.
 Skopolamin digunakan pada untuk mencegah motion sickness dimana pusat mual diatur oleh
reseptor asetilkolin muskarinik.
 Ipratropium digunakan untuk mencegah kontraksi otot bronkus dengan inhibisi sistem syaraf
parasimpatik sehingga menimbulkan efek bronkodilatas

Agonis Kolinergik/Parasimpatomimetik Antagonis Kolinergik/Parasimpatolitik


Bereaksi secara langsung (direct-acting)
 Menurunkan tekanan darah  Meningkatkan denyut jantung
 Menurunkan denyut jantung  Menurunkan sekresi mukus
 Menyempitkan bronkiolus  Menurunkan motilitas
 Menyempitkan pupil mata gastrointestinal
 Meningkatkan kontraksi kandung  Meningkatkan retensi urin
kemih  Melebarkan pupil mata
 Meningkatkan peristaltik
Bereaksi secara tidak langsung (indirect
acting)
Inhibitor reversibel kolinesterase
Meningkatkan kontraksi otot

TES FORMATIF

1. Tuliskan nama obat berdasarkan golongannya dan beri tanda √ pada target reseptor. Isilah indikasi
dan efek samping utama pada masing-masing obat !!!

Golongan Obat Nama Obat Target reseptor Indikasi Efek Samping Utama
α-1 α-2 β- 1 β- 1
Simpatomimetik

95
Golongan Obat Nama Obat Target reseptor Indikasi Efek Samping Utama
α-1 α-2 β- 1 β- 1

Simpatolitik

96
Golongan Obat Nama Obat Target reseptor Indikasi Efek Samping Utama
α-1 α-2 β- 1 β- 1
Agonis non
spesifik

Golongan Obat Nama Obat Target Reseptor Sifat Indikasi Efek


Samping
Langsung Tidak Revers Irreversi Utama
Langsung ibel bel
Parasimpatomime
tik

Parasimpatolitik

97
DOPAMIN ATROPIN EPINEFRIN

OBAT KEGAWATDARURATAN
TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa mengetahui obat-obat yang digunakan dalam kegawatdaruratan.

URAIAN MATERI

Syok merupakan keadaan darurat medis yang dikaitkan dengan angka kematian yang tinggi.
Penyebab mendasar syok seperti perdarahan, sepsis atau insufisiensi miokard harus diatasi. Syok pada
hipotensi berat harus diatasi segera untuk mencegah hipoksia jaringan dan gagal organ. Terapi
penggantian cairan sangat penting untuk mengatasi hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan dan
sepsis namun pada syok jantung dapat menyebabkan kerusakan.

Berdasarkan status hemodinamik, curah jantung dapat dipulihkan dengan penggunaan


simpatomimetik inotropik seperti adrenalin (epinefrin), dobutamin, atau dopamin. Pada syok septik
(septic shock), apabila terapi penggantian cairan dan inotropik gagal untuk mengendalikan tekanan
darah, noradrenalin vasokonstriktor (norepinefrin) dapat digunakan. Pada syok jantung, hambatan
perifer sering tinggi dan kenaikan yang lebih tinggi dapat memperburuk kinerja miokard dan
memperparah iskemia jaringan.

Vasokonstriktor simpatomimetik meningkatkan tekanan darah sementara dengan cara bekerja


pada reseptor alfa adrenergik untuk menimbulkan konstriksi pembuluh darah perifer. Kadang-kadang
obat golongan ini digunakan sebagai metoda darurat untuk peningkatan tekanan darah ketika terapi
lain gagal. Seperti halnya sebagai konstriksi pembuluh perifer, efedrin juga mempercepat kerja jantung
(dengan bekerja pada reseptor beta). Efek ganda efedrin ini digunakan untuk mengendalikan bradikardi
(meskipun mungkin juga diperlukan injeksi intravena atrofin sulfat 400 sampai 600 mcg jika bradikardi
berlangsung dalam waktu lama).

98
Pada kondisi henti jantung, adrenalin (epinefrin) 1 dalam 1000 (100 mcg/mL) dianjurkan
dalam dosis 10 mL melalui injeksi intravena, dianjurkan pemberian melalui pembuluh darah sentral. Jika
melalui perifer, obat harus dilarutkan sekurangnya dalam 20 mL larutan injeksi NaCl 0,9% (agar dapat
memasuki sirkulasi pusat). Pemberian injeksi intravena amiodaron 300 mg (dari prefilled syringe atau
dilarutkan dalam larutan infus intravena glukosa 5%), harus dipertimbangkan setelah injeksi adrenalin
untuk mengatasi fibrasi ventrikel atau takikardia ventrikel yang pulseless pada kondisi henti jantung yang
sulit diatasi dengan defibrilator. Injeksi intravena atropin 3 mg dosis tunggal juga digunakan pada
resusitasi jantung paru untuk menahan aktivitas vagal.

Syok anafilaktik adalah reaksi alergi yang tergolong berat karena dapat mengancam nyawa penderitanya
Kondisi fisiologi yang terjadi berupa udem larings, bronkospasme dan hipotensi memerlukan terapi
sesegera mungkin. Individu yang atopik mudah terkena syok anafilaksis. Sengatan serangga adalah salah
satu risiko (terutama sengatan tawon dan lebah). Makanan tertentu seperti telur, ikan, protein susu sapi,
kacang-kacangan dan biji-bijian juga dapat menjadi penyebab anafilaksis.

Langkah awal terapi anafilaksis yaitu melancarkan saluran napas, memperbaiki tekanan darah
(pasien dibaringkan pada posisi datar dengan kaki lebih tinggi), dan pemberian injeksi adrenalin
(epinefrin) intramuscular. Pemberian oksigen juga sangat penting. Antihistamin, seperti
klorfeniramin yang diberikan sebagai injeksi intravena lambat dengan dosis 10–20 mg merupakan terapi
tambahan yang bermanfaat, diberikan setelah injeksi adrenalin. Injeksi kortikosteroid intravena seperti
hidrokortison harus diberikan untuk mencegah memburuknya kondisi pasien yang parah.

TES FORMATIF

Lengkapi informasi berikut

Adrenalin
Indikasi :
Mekanisme kerja :
Dosis :
Kontraindikasi :
Efek Samping :
Interaksi :
Sediaan :

Dopamin
Indikasi :
Mekanisme kerja :
Dosis :
Kontraindikasi :
Efek Samping :
Interaksi :
Sediaan :

99
Dobutamin
Indikasi :
Mekanisme kerja :
Dosis :
Kontraindikasi :
Efek Samping :
Interaksi :
Sediaan :

Norepinefrin
Indikasi :
Mekanisme kerja :
Dosis :
Kontraindikasi :
Efek Samping :
Interaksi :

Amiodaron
Indikasi :
Mekanisme kerja :
Dosis :
Kontraindikasi :
Efek Samping :
Interaksi :
Sediaan :

Atropin Sulfat
Indikasi :
Mekanisme kerja :
Dosis :
Kontraindikasi :
Efek Samping :
Interaksi :
Sediaan :

Efedrin
Indikasi :
Mekanisme kerja :
Dosis :
Kontraindikasi :
Efek Samping :
Interaksi :
Sediaan :

10
0
PROSTAGLANDIN ASETOSAL PARASETAMOL

OBAT NSAID
TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa mengetahui obat-obat yang digunakan sebagai anti piretik, analgesik, dan anti inflamasi
dalam golongan Non Steroid Anti Inflammatory Drug (NSAID).

URAIAN MATERI

Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX).
COX berperan dalam sintesis mediator nyeri dan radang. Salah satunya adalah prostaglandin yang
terbentuk dari asam arakidonat pada sel-sel tubuh dengan bantuan enzim cyclooxygenase (COX). Dengan
penghambatan pada enzim COX, maka prostaglandin tidak terbentuk, sehingga nyeri atau radang
menjadi reda.

Prostaglandin juga merupakan senyawa yang mengganggu pengaturan suhu tubuh


oleh hipotalamus sehingga menyebabkan demam. Hipotalamus sendiri merupakan bagian dari otak
depan kita yang berfungsi sebagai semacam “termostat tubuh”, di mana di sana terdapat reseptor suhu
yang disebut termoreseptor. Termoreseptor ini menjaga tubuh agar memiliki suhu normal, yaitu 36,5 –
37,5 derajat Celcius.

Pada keadaan tubuh sakit karena infeksi atau cedera sehingga timbul radang, dilepaskanlah
prostaglandin tadi sebagai hasil metabolisme asam arakidonat. Prostaglandin akan mempengaruhi kerja
dari termostat hipotalamus, di mana hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas
suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini disebabkan karena termostat tadi menganggap
bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil.
Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya
perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang “setting” hipotalamus yang mengalami gangguan
oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam. Karena itu, untuk bisa mengembalikan
setting termostat menuju normal lagi, perlu menghilangkan prostaglandin tadi dengan obat-obat yang
bisa menghambat sintesis prostaglandin.

10
1
Enzim COX sendiri terbagi menjadii ada dua jenis, yaitu disebut COX-1 dan COX-2. COX-1 ini selalu
ada dalam tubuh secara normal, untuk membentuk prostaglandin yang dibutuhkan untuk proses-proses
normal tubuh, antara lain memberikan efek perlindungan terhadap mukosa lambung, sedangkan COX-2,
adalah enzim yang terbentuk hanya pada saat terjadi peradangan/cedera, yang menghasilkan
prostaglandin yang menjadi mediator nyeri/radang, sehingga prostaglandin yang perlu dihambat dalam
proses mediator nyeri adalah COX-2 yang berperan dalam peradangan, sedangkan COX-1 harus tetap
dipertahankan. Kebanyakan obat-obat NSAID ini bekerja secara tidak selektif yang dapat menghambat
COX-1 dan COX-2 sekaligus sehingga dapat menghambat pembentukan prostaglandin pada peradangan,
tetapi juga menghambat prostaglandin yang dibutuhkan untuk melindungi mukosa lambung. Hal ini
mengakibatkan iritasi lambung sehingga pada obat-obat NSAID lebih baik diberikan setelah makan.

Selain berefek samping terhadap lambung, NSAID juga dapat memicu kekambuhan asma pada
penderita riwayat asma. Penghambatan terhadap enzim COX akan mengarahkan metabolisme asam
arakidonat ke arah jalur lipoksigenase yang menghasilkan leukotrien. Leukotrien sendiri adalah suatu
senyawa yang memicu penyempitan saluran nafas (bronkokonstriksi).

Parasetamol

Pada pasien dengan riwayat gangguan lambung dan asma dapat mempergunakan parasetamol
sebagai analgesik. Parasetamol termasuk obat lama yang bertahan lama sebagai analgesik, karena relatif
aman terhadap lambung. Juga merupakan analgesik pilihan untuk anak-anak maupun ibu
hamil/menyusui. Parasetamol memiliki sedikit perbedaan dalam target aksi obatnya. Parasetamol tidak
berefek sebagai anti radang, tetapi lebih sebagai analgesik dan anti piretik (obat penurun panas). Selain
COX-1 dan COX-2, ada pula COX-3 dimana COX-3 merupakan varian dari COX-1, yang terdistribusi di
sistem saraf pusat. Dengan penghambatan terhadap COX-3 diotak/sistem saraf pusat, maka efeknya lebih
terpusat dan tidak menyebabkan gangguan pada lambung. Efek samping utama dari parasetamol adalah

10
2
hepatotoksis dimana dosis maksimal penggunaan parasetamol adalah 4 gram/sehari atau 8 tablet @ 500
mg/sehari. Melebihi itu, akan berisiko terhadap hati.

Nama generik dan contoh obat di pasaran

Zat aktif Golongan Merek


Asetosal, natrium salisilat, Turunan asam salisilat Asetosal (OG), Aspirin, Aspilet, Puyer
16, Naspro
Piroksikam, meloksikam Asam enolat Piroksikam (OG), Feldene, Mevicox
(mekoksikam)
Asam mefenamat, asam Asam antranilat (fenamat) Asam mefenamat, Ponstan, Mefinal
meklofenamat
Ibuprofen, naproksen, Asam arilpropionat Ibuprofen (OG), Proris (Pharos)
flurbiprofen, ketoprofen,
fenoprofen, oksaprozin
Na diklofenak, K diklofenak, Asam asetat heteroaril Na-diklofenak (OG), Cataflam (isinya K
tolmetin, ketorolak diklofenak, Novartis), Nonflamin,
Voltaren (isinya Na diklofenak,
Novartis), Voltadex (isinya Na
diklofenak, Dexa Medica)
Parasetamol (nama lain Turunan para-aminofenol Parasetamol (OG), Panadol, Tempra,
asetaminofen) Paramex. Decolgen, Neozep, Bodrex
Antalgin dan tramadol Antalgin (gol Dypyron); Neuralgin, Tramadol (OG), Tramal
tramadol (semi-
narkotik)
Indometasin, sulindak Asam asetat indol dan inden

Asam Asetil Salisilat (Asetosal/Aspirin)

Selain memiliki efek utama sebagai obat anti radang dan turun panas, asetosal memiliki beberapa efek
lain sebagai efek samping. Efek samping yang pertama adalah asetosal dapat mengencerkan darah
karena asetosal bekerja secara cukup kuat pada enzim COX-1 yang mengkatalisis
pembentukan tromboksan dari platelet, suatu keping darah yang terlibat dalam proses pembekuan
darah. Penghambatan sintesis tromboksan oleh asetosal menyebabkan berkurangnya efek pembekuan
darah. Sehingga, asetosal bahkan dipakai sebagai obat pengencer darah pada pasien-pasien pasca stroke
untuk mencegah serangan stroke akibat tersumbatnya pembuluh darah.Implikasi, asetosal tidak dapat
digunakan sebagai obat penurun panas yang disebabkan demam berdarah. Pasien demam berdarah
mempunyai risiko perdarahan karena berkurangnya trombosit, sehingga dengan adanya efek lain
asetosal sebagai pengencer darah maka akan meningkatkan resiko pendarahan.

Efek samping yang kedua dari asetosal atau Aspirin, dan sering menimpa anak-anak, adalah
terjadinya Sindrom Reye, suatu penyakit mematikan yang menganggu fungsi otak dan hati. Gejalanya
berupa muntah tak terkendali, demam, mengigau dan tak sadar. Banyak studi telah menunjukkan adanya

10
3
hubungan antara kejadian syndrome Reye pada anak-anak dengan penggunaan aspirin sehingga, aspirin
direkomendasikan untuk tidak digunakan sebagai penurun panas pada anak-anak.

Efek samping asetosal yang ketiga dan keempatsama dengan obat analgesik golongan AINS lainnya,
adalah gangguan lambung dan risiko kekambuhan asma bagi mereka yang punya riwayat asma. Aspirin
atau asetosal termasuk salah satu analgesik yang sering dilaporkan memicu kekambuhan asma, sehingga
perlu hati-hati juga untuk pasien yang punya riwayat asma

Antalgin/Metampiron/Metamizol

Penggunaan antalgin sebagai analgetik banyak mudah dijumpai di berbagai tempat pelayanan
kesehatan di Indonesia, yang menarik penggunaan antalgin sudah dilarang di Amerika (1977), Swedia
(1974), dan di beberapa negara lain termasuk Jepang, Australia, dan beberapa negara Eropa karena
menyebabkan yaitu agranulositosis dan diskrasia darah. Sementara itu di Mexico, India, Brazil, Rusia, dan
di negara dunia ketiga lain, termasuk Indonesia, obat ini masih tersedia secara luas dan termasuk
analgesik populer. Adanya kontroversi tentang angka prevalensi kejadian agranulositosis di berbagai
negara, memunculkan dugaan kuat adanya faktor genetik sebagai penyebab perbedaan tersebut.

NSAID penghambat COX-2

Setelah diketahui bahwa enzim lebih berperan dalam peradangan adalah COX-2, dan bukan COX-1,
maka para ahli membuat obat yang khusus menghambat COX-2 yaitu celecoxib, rofecoxib, valdecoxib
dengan harapan obat NSAID tersebut tidak menimbulkan efek iritasi lambung. Penelitian
farmakoepidemiologi terbaru menyatakan bahwa, penghambatan secara selektif terhadap COX-2
memunculkan masalah lain. Diketahui bahwa selain prostaglandin, COX-1 juga mengkatalisis
pembentukan tromboksan A2, suatu senyawa dalam tubuh yang berperan dalam pembekuan darah dan
bersifat vasokonstriktor (menyebabkan penyempitan pembuluh darah).

Ketika COX-1 dibiarkan tidak terhambat,


maka pembentukan tromboksan jalan terus,
dan ini ternyata dapat menyebabkan
meningkatnya risiko terbentuknya
gumpalan-gumpalan darah kecil (blood
clots) yang dapat menyebabkan
tersumbatnya pembuluh darah sehingga
meningkatkan resiko gangguan jantung dan
stroke iskemi. Hal ini berimbas pada
penarikan rofexocib dan pelabelan ulang
celoxib pada kemasannya, di mana perlu
dinyatakan bahwa obat ini harus digunakan secara hati-hati oleh mereka yang memiliki riwayat gangguan
kardiovaskuler.

10
4
TES FORMATIF

1. Tandailah √ pada masing-masing obat jika mempunyai indikasi sebagai antipiretik, analgesik dan anti
inflamasi

Golongan Obat NSAID Anti Analgesik Anti Efek Samping khusus obat
Piretik Inflamasi

Parasetamol

Ibuprofen

Diklofenak

Asam asetil
salisilat/Aspirin/Asetosal

Fenilbutazon

Piroxicam

Meloxicam

Asam mefenamat

Antalgin/Metamizol

Indometasin

Ketorolac

10
5
ANTI EKSPECTOR ASTMHA
TUSIF ANT

OBAT SISTEM PERNAPASAN


TUJUAN PEMBELAJARAN

of your document.

URAIAN MATERI

Bernafas adalah pergerakan udara dari atmosfer ke sel tubuh dan pengeluaran CO2 dari sel tubuh
sampai ke luar tubuh. Sistem respirasi berperan untuk menukar udara dari luar ke permukaan dalam
paru-paru. Setelah udara masuk dalam sistem pernapasan, akan dilakukan penyaringan, penghangatan
dan pelembaban udara. Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan alveoli.Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan
udara sebelum sampai ke alveoli dan suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda
asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin.

Tujuan umum dari pengelolaan penyakit saluran napas adalah :


1. Mengurangi obstruksi dengan memperbaiki diameter saluran napas
2. Menghilangkan sekresi yang tertahan
3. Memberantas infeksi
4. Mengoreksi ventilasi yang abnormal

Batuk

Batuk merupakan mekanisme fisiologis untuk membersihkan dan melindungi saluran napas dari
sekret, benda asing dan zat lain. Reflek batuk muncul karena adanya mekanisme yang berurutan dari
komponen reflek batuk. Komponen reflek batuk adalah reseptor, saraf aferen, pusat batuk, saraf eferan
dan efektor. Adanya rangsangan pada reseptor batuk (eksogen dan endogen) akan diteruskan oleh saraf
aferen ke pusat batuk di medula. Dari pusat batuk, impuls akan diteruskan oleh saraf eferen ke efektor
yaitu beberapa otot yang berperan dalam proses respiratorik.

10
6
Klasifikasi batuk berdasarkan tanda klinis, yaitu
1. Batuk produktif, yaitu batuk yang menghasilkan pengeluaran sekret/dahak
2. Batuk kering, seringkali sangat mengganggu, tidak dimaksudkan untuk memersihkan saluran napas.

Klasifikasi berdasarkan durasi, yaitu


1. Batuk akut (< 3 minggu) , biasanya disebabkan oleh ISPA, common cold, pertusis
2. Batuk sub kronis (3-8 minggu) disebabkan oleh sinusitis bakterial, batuk yang menyertai asma, TBC
3. Batuk kronis (> 8 minggu) pada penderita yang merokok dapat disebabkan oleh Chronic Obstructive

Pulmonary Disease (COPD),kanker paru sedangkan pada penderita yang tidak merokok dapat disebabkan
oleh penggunaan obat ACE Inhibitor, post nasal drip, gastroesophageal reflux

Jenis obat batuk

1. Anti tusif
Digunakan untuk menekan batuk kering terutama yang sangat mengganggu.
2. Ekspectorant
Obat yang bekerja dengan meningkatkan refleks batuk untuk memudahkan pengeluaran dahak.
3. Mukolitik
Obat yang membantu menurunkan viskositas atau ke kentalan dahak/sputum khususnya dari saluran
napas bagian bawah. Obat golongan ini menghilangkan ikatan disulfida mukoprotein dan
mukopolisakarida yang terdapat pada dahak/ sputum.

ANTI TUSIF
 Anti tusif yang bekerja sentral
• Anti Tusif Narkotik
- Contoh : Kodein
Bekerja dengan cara mendepresi SSP yang dapat mempengaruhi pusat batuk di medula
oblogata.
Berpotensi dapat menyebabkan adiksi
• Anti Tusif Non Narkotik
- Contoh : Dektrometorfan
Derivat morfin sintetik yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang
reflek batuk seperti kodein
Tidak berpotensi menyebabkan adiksi
- Contoh : Noskapin
Derivat benzilsokuinolon yang diperoleh dari alkaloid opium yang bekerja sentral dengan
meningkatkan ambang rangsang reflek batuk seperti kodein.
Tidak berpotensi menyebabkan adiksi
- Contoh : Difenhidramin
Antihistamin H1 dengan efek sedasi dan efek antikolinergik yang dapat menekan batuk.

10
7
 Anti tusif yang bekerja di perifer
• Lidokain
Obat anastesi lokal yang bekerja langsung direseptor saluran napas bagian yang
mengurangi iritasi lokal melalui pengaruhnya pada mukosa saluran napas dan relaksasi
otot polos bronkus pada saat spasme bronkus
• Demulsen
- Contoh : gliserin, madu, kayu manis dan asam sitrat pada sirup.
Zat pelega tenggorokan yang bekerja secara tidak langsung pada serabut aferen dari
reflek batuk dengan melapisi mukosa dinding faring, laring, dan trakea sehingga
mengurangi rangsangan /iritasi saluran napas

EKSPECTORANT
Ekspectoran bekerja secara reflek merangsang kelenjar sekretori saluran napas bagian bawah
sebagai refleks iritasi mukosa lambung. Obat yang bekerja sebagai ekspectorant adalah :
1. Gliseril Guaikolat /guafenesin (GG)
2. Succus Liquiritae  OBH
3. Amonium Clorida
4. Sirup Ipekak
5. Kalium Iodida

Mukolitik
Obat yang berkerja sebagai mukolitik adalah;
1. Bromheksin
Merupakan derivat sintetik dari alkaloid tumbuhan adhatoda vasica yang digunakan sebagai
ekspectorant
2. Ambroksol
Derivat sintetik dari bromhexin yang dapat digunakan sebagai alternatif lain dari bromhexin.
3. Asetil sistein dan karbosistein
Mempunyai gugus sulfhidril bebas yang dapat membuka ikatan disulfida pada mukus dan
menurunkan viskositas sputum. Efek lain selain mukolitik adalah anti oksidan yang dapat
melindungi saluran napas bawah dari bahaya oksidan yang berlebihan. Dapat diberikan secara
inhalasi dan peroral.

ASTHMA
Merupakan gangguan inflamasi kronis saluran nafas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast,
eosinofil, dan limfosit T. Karakteristik asma adalah :
1. Sel epitel mengalami inflamasi
2. Otot polos mengalami bronkokonstriksi
3. Hipersekresi mucus
4. Hiperresponsivitas

10
8
Mekanisme yang menginduksi asthma
Adanya paparan alergen yang akan dideteksi dan berinteraksi dengan T cell. Setelah berinteraksi dengan
T cell akan menghasilkan sitokin (IL4). Sitokin kemudian berikatan dengan B cell yang akan teraktivasi
menghasilkan Ig E. Ig E yang dilepaskan akan berikatan dengan sel mast yang di dalamnya terdapat sel-
sel inflamatory. Ketika terjadi paparan alergen kedua, antigen akan berikatan dengan Ig E sehingga
menyebabkan mediator (histamin, leukotrien dan sitokin) release.

Obat yang digunakan dalam pengobatan Asthma


1. Bronkodilator
2. Anti Inflamasi
3. Anti histamin
Untuk memperoleh konsentrasi lokal yang tinggi dan efek samping sistemik yang paling ringan, semua
obat asthma dapat diberikan secara inhalasi kecuali teofilin.

BRONKODILATOR
Bronkodilator bekerja mendilatasi bronchus dan bronchiolus sehingga meningkatkan aliran udara.
Bronkodilator dapat berupa zat endogen atau berupa obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi
kesulitan bernafas. Golongan obat bronkodilator adalah :
1. Adrenergik/Simpatomimetik
- Efedrin
Derivat – adrenalin ini memiliki efek sentral bekerja pada α/β1/β2 lebih kuat namun efek
bronchodilatasi lebih ringan dan bertahan lebih lama (4 jam). Efedrin dapat diberikan secara
oral maka banyak digunakan sebagai obat asma (bebas berbatas tanpa resep) dalam
berbagai sediaan populer seperti asmthasolon, neonapacin, walaupun efek sampingnya
dapat membahayakan. Efek samping, pada orang yang peka, efedrin dalam dosis rendah
sudah dapat menimbulkan kesulitan tidur, tremor, gelisah dan gangguan berkemih. Pada
overdose, timbul efek berbahaya terhadap SSP dan jantung (palpitasi)
- Isoproterenol

10
9
Bronkodilator bekerja pada β1/β2 yang efektif dan poten, namun karena sifatnya yang non
selektif dan efek samping seperti aritmia jantung, sehingga pemanfaatan dalam terapi
asthma terbatas. Resorpsinya dari mulut (oromukosal sebagai tablet atau larutan agak lebih
baik dan cepat, dan efeknya sudah timbul setelah beberapa menit dan bertahan sampai 1
jam.
- Salbutamol
Derivat isoprenalin ini merupakan adrenergikan pertama yang pada dosis biasa memiliki
daya kerja yang lebih kurang spesifik terhadap reseptor b2. Selain berdaya bronchodilatasi
baik, salbutamol juga memiliki efek lemah terhadap stabilisasi mast cell, maka sangat efektif
mencegah maupun meniadakan serangan asma. Dewasa ini obat ini sudah lazim digunakan
dalam bentuk dosis-aerosol dengan onset yang cepat namun dengan efek samping yang
lebih ringan daripada penggunaan per oral
- Terbutalin
- Derivat metil dari orsiprenalin ini juga berkhasiat b2 selektif. Secara oral, mulai kerjanya
sesudah 1-2 jam, sedangkan lama kerjanya mencapai 6 jam. Lebih sering mengakibatkan
takikardia.
- Fenoterol
Derivat terbutalin dengan daya kerja dan penggunaan yang sama. Efeknya lebih kuat dan
bertahan mencapai 6 jam, lebih lama daripada salbutamol mencapai 4 jam.

2. Antikolinergik/ Parasimpatolitik
- Ipratropium Bromida
Ipratropin berkerja mengurangi hipersekresi di bronchi, yakni efek mengeringkan dari obat
antikolinergika, maka amat efektif pada pasien yang mengeluarkan banyak dahak.
Khususnya digunakan sebagai inhalasi, efeknya dimulai lebih lambat (15 menit) dari pada b2-
mimetika. Efek maksimalnya dicapai setelah 1-2 jam dan bertahan rata-rata 6 jam.

3. Xanthin
- Teofilin
Merupakan bronkodilator dengan potensi sedang. Kurang efektif dibandingkan dengan
agonis b2 dalam merelaksasi saluran napas yang berkontraksi. Mempunyai kisaran indeks
terapi sempit (10-20 mg) sehingga perlu berhati-hati dan pemantauan kadar teofilin dalam
darah Mekanisme kerjanya dengan cara menghambat aktivitas fosfodiesterase yang
dihasilkan oleh peningkatan kadar cAMP dalam otot polos saluran napas. Teofilin yang
bersifat basa memiliki kelarutan yang rendah sehingga dibuat dalam bentuk komplek
garamnya yang bernama aminofilin.

ANTI INFLAMASI
Inflamasi kronik adalah dasar penyebab penyakit asma, Oleh karena itu obat-obat antiinflamasi berguna
untuk mengurangi inflamasi yang terjadi pada saluran napas. Obat anti inflamasi yang digunakan dalam
penanganan astmha adalah :

11
0
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid inhlasi merupakan terapi tambahan pada b2 adrenergik/simpatomimetik reseptor
beta yang efektif pada pengobatan asma sedang dan berat. Pemberian secara inhalasi lebih
diutamakan karena dapat mengurangi efek samping sistemik. Kortikosteroid inhalasi yang
tersedia adalah beklometason, budesonid, triamsinolon, flunisolid, flutikason. Pemberian secara
peroral masih diperlukan pada beberapa pasien seperti metilprednisolon, prednison, prednisolon.
2. Stabilizer sel mast
Mempunyai mekanisme kerja :
a. Menghambat reflek serabut sensorik sistem non adrenergik non kolinergik sehingga
b. Mencegah degradasi sel matosit paru dan kemudian mencegah pembebasan mediator
inflamasi; yang selanjutnya menurunkan aktivitas eosinofil, neutrofil, makrofag
Contoh obat golongan ini adalah
1. Kromolin
2. Nedokromolin
Rute pemberian pada terapi asma melalui bentuk sediaan inhalasi.

TES FORMATIF

1. Sebutkan masing-masing contoh obat yang digunakan untuk pengatasan batuk

Jenis Obat Anti Mekanisme Jenis Obat Mekanisme Jenis Obat Mekanisme
Tusif Kerja Expectorant Kerja Mukolitik Kerja

2. Sebutkan masing-masing contoh obat yang digunakan untuk pengatasan asthma

Bronkodilator Golongan Obat Durasi kerja Anti Inflamasi Golongan Obat Durasi Kerja

11
1
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., Sigit, J. I., Sukandar, E. Y. 2008.ISO. Farmakoterapi.
PT. ISFI Penerbitan: Jakarta

Anonim., 1995., Farmakologi Therapy Edisi 4., Universitas Indonesia., Jakarta

Anonim., 2004., Kumpulan kuliah farmakologi Ed 2., EGC., Jakarta

Anonim, 2013, ISO: Informasi Spesialite Obat Indonesia., ISFI Penerbitan.,Jakarta

Anonim, 2017, IONI, http://pionas.pom.go.id/ioni diakses pada tanggal 2 Maret 2017

Anief, M., 2000, Farmasetika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Dipiro.JT., 2009, Pharmacoterapy Handbook 9th edition, Mc Graw Hill, New. York.

Lee, Joyce L., Hayes, Evelyn. R. 1996. FarmakologiPendekatan Proses. Keperawatan. EGC.

Amy, Karch., 2003, Buku Ajar Farmakologi Keperawatan, alih bahasa komalasari dan lusiana Ed 2, EGC,
Jakarta,

Katzung., 2007, Farmakologi Dasar dan Klinik, alih bahasa aryadhito widhi nugroho, dr, dkk Ed 10.,
Jakarta, EGC

Neal, Michael.J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Erlangga: Jakarta

Nugroho, Agung, 2013, Farmakologi; Obat-obat penting dalam pembelajaran ilmu farmasi dan dunia
kesehatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Nugroho, Agung, 2013, Prinsip aksi dan nasib obat dalam tubuh, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Tambayong., J., 2002, Farmakologi untuk keperawatan

Ikawati, zullies. 2006. Pengantar Farmakologi Molekuler, Yogyakarta

Ikawati, Zullies 2009, Memilih analgetik yang pas, 2009, diakses dari
https://zulliesikawati.wordpress.com/2009/05/21/memilih-analgesik-yang-pasti-pas pada tanggal
10 Maret 2017

Stringer., Janet, 2006, Konsep dasar Farmakolog: panduan untuk mahasiswa, alih bahasa Hartanti, EGC,
Jakarta

11
2

Anda mungkin juga menyukai