i
HALAMAN PENGESAHAN
Klaten, 2019
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
rahmat dan petunjuk Nya, modul FARAMKOGNOSI DAN FITOKIMIA ini telah dapat
disusun kembali. Penyusunan kembali ini disesuaikan dengan kurikulum DIII Analisis Farmasi
dan Makanan 2019.
Kami sangat menghargai usaha Tim Penyusun buku pegangan ini yang dikoordinir
oleh Koordinator Mata Kuliah. Kami harapkan buku ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa
dalam upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilannya, selanjutnya dapat meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat di bidang jamu khususnya dan dibidang kesehatan umumnya.
Penyusun
iii
VISI DAN MISI
A. VISI
Menjadi Program Studi yang unggul dan kompetitif dengan menghasilkan lulusan bidang
Analisis bahan berbahaya dan beracun pada sediaan obat tradisional (jamu) dan kosmetika
tradisional yang professional, dan berwawasan global pada tahun 2035
B. MISI
1. Menyelenggarakan Program Studi Diploma III Analisis Farmasi dan Makanan yang
unggul, kompetitif dan menghasilkan lulusan yang professional, dan berwawasan
global.
2. Menyelenggarakan penelitian yang mendukung program pendidikan di bidang
Analisis Farmasi dan Makanan.
3. Menyelenggarakan pengabdian masyarakat dengan pemberdayaan masyaraat yang
berbasis bukti ilmiah dibidang Analisis Farmasi dan Makanan.
4. Mengembangkan kemitraan dengan berbagai sektor baik nasional maupun
internasional
5. Meningkatkan sarana dan prasana yang menunjang pendidikan
iv
DAFTAR ISI
MATERI PEMBELAJARAN I
A. FARMAKOGNOSI .............................................................................................. 1
B. RUANG LINGKUP FARMAKOGNOSI ......................................................... 1
C. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN FARMAKOGNOSI ........................... 3
D. HUBUNGAN FARMAKOGNOSI DENGAN BOTANI-ZOOLOGI ......... 4
E. HUBUNGAN FARMAKOGNOSI DENGAN ILMU-ILMU LAIN ............ 4
MATERI PEMBELAJARAN II
A. SIMPLISIA ............................................................................................................ 9
B. PROSES PEMBUATAN SIMPLISIA .............................................................. 9
C. PENGOLAHAN SIMPLISIA ............................................................................. 12
D. PEMALSUAN DAN PENURUNAN MUTU SIMPLISIA ........................... 14
E. PEMERIAN ........................................................................................................... 14
F. ISI SIMPLISIA ..................................................................................................... 14
v
MATERI PEMBELAJARAN IV
MATERI PEMBELAJARAN V
MATERI PEMBELAJARAN VI
MATERI PEMBELAJARAN IX
MATERI PEMBELAJARAN X
A. HERBA .................................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA
vi
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA Prodi DIII Analisis Farmasi Dan Makanan
MATERI PEMBELAJARAN I
A. FARMAKOGNOSI
Perkataan Farmakognosi berasal dari dua kata Yunani yaitu Pharmakon
yang berarti obat dan gnosis yang berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi farmakognosi
berart pengetahuan tentang obat. Definisi yang mencakup seluruh ruang lingkup
farmakognosi diberikan oleh Fluckiger, yaitu pengetahuan secara serentak berbagai macam
cabang ilmu pengetahuan untuk memperoleh segala segi yang perlu diketahui tentang
obat.
Ada beberapa definisi tentang obat misalnya :
1. Obat : Yakni suatu bahan atau paduan bahan – bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menyembuhkan
penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia
atau hewan, memperelok bagian badan manusia.
2. Obat Jadi : Yakni obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk,
cairan, salep, tablet, pil, suppositoria atau bentuk yang mempunyai nama teknis sesuai
dengan Farmakope Indonesia atau buku- buku lain yang ditetapkan pemerintah.
3. Obat Paten : Yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si
pembuat atau dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang
memproduksinya.
4. Obat Baru : Yakni obat yang terdiri dari atau berisi suatu zat baik sebagai bagiaN
yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, misalnya lapisan, pengisi, pelarut,
bahan pembantu atau komponen lain yang belum dikenal, sehingga tidak diketahui
khasiat atau kemurniannya.
5. Obat Tradisional : Adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan- bahan
tersebut, cara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
B. RUANG LINGKUP FARMAKOGNOSI
Farmakognosi adalah sebagai bagian biofarmasi, biokimia dan kimia sintesa,
sehingga ruang lingkupnya menjadi luas seperti yang diuraikan dalam definisi Fluckiger.
Sedangkan di Indonesia saat ini untuk praktikum Farmakognosi hanya meliputi segi
pengamatan makroskopis mikroskopis dan organoleptis yang seharusnya juga mencakup
Modul Farmakognosi Dan Fitokmia I 1
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA Prodi DIII Analisis Farmasi Dan Makanan
identifikasi, isolasi dan pemurnian setiap zat yang terkandung dalam simplisia dan bila
perlu penyelidikan dilanjutkan ke arah sintesa. Sebagai contoh : Chloramphenicol dapat
dibuat secara sintesa total, yang sebelumnya hanya dapat diperoleh dari biakkan cendawan
Streptomyces venezuela.
Alam memberikan kepada kita bahan alam darat dan laut berupa tumbuhan, hewan
dan mineral yang jika diadakan identifikasi dan menentukan sistimatikanya, maka
diperoleh bahan alam berkhasiat obat. Jika bahan alam yang berkhasiat obat ini dikoleksi,
dikeringkan, diolah, diawetkan dan disimpan, akan diperoleh bahan yang siap pakai atau
simplisia, disinilah keterkaitannya dengan farmakognosi.
Simplisia yang diperoleh dapat berupa rajangan atau serbuk. Jika dilakukan uji
khasiat, diadakan pengujian toksisitas, uji pra klinik dan uji klinik untuk menentukan
fitofarmaka atau fitomedisin ; bahan – bahan fitofarmaka inilah yang disebut obat. Bila
dilakukan uji klinik, maka akan diperoleh obat jadi.
Serbuk dari simplisia jika diekstraksi dengan menggunakan berbagai macam metode
ekstraksi dengan pemilihan pelarut , maka hasilnya disebut ekstrak. Apabila ekstrak yang
diperoleh ini diisolasi dengan pemisahan berbagai kromatografi, maka hasilnya disebut
isolat. Jika isolat ini dimurnikan, kemudian ditentukan sifat – sifat fisika dan kimiawinya
akan dihasilkan zat murni, yang selanjutnya dapat dilanjutkan penelitian tentang
identifikasi, karakterisasi, elusidasi struktur dan spektrofotometri. Proses ekstraksi dari
serbuk sampai diperoleh isolat bahan obat dibicarakan dalam fitokimia dan analisis
fitokimia. Bahan obat jika diadakan uji toksisitas dan uji pra klinik akan didapatkan obat
jadi. Mulai dari bahan obat sampat didapatnya obat jadi dapat diuraikan dalam kema
berikut :
perkembangannya sudah sampai ke usaha- usaha isolasi, identifikasi dan juga teknik-teknik
kromatografi untuk tujuan analisa kualitatif dan kuantitatif.
D. HUBUNGAN FARMAKOGNOSI DENGAN BOTANI – ZOOLOGI
Simplisia harus mempunyai identitas botani – zoologi yang pasti, artinya harus
diketahui dengan tepat nama latin tanaman atau hewan dari mana simplisia tersebut
diperoleh, misalnya : menurut Farmakope Indonesia ditentukan bahwa untuk Kulit Kina
harus diambil dari tanaman asal Cinchona succirubra, sedangkan jenis kina terdapat banyak
sekali , yang tidak mempunyai kadar kina yang tinggi. Atas dasar pentingnya identitas
botani – zoologi maka nama–nama tanaman atau hewan dalam Farmakope selalu disebut
nama latin dan tidak dengan nama daerah, karena satu nama daerah seringkali berlaku
untuk lebih dari satu macam tanaman sehingga dengan demikian nama daerah tidak selalu
memberikan kepastian identitas. Dengan demikian menetapkan identitas botani –
zoologi secara tepat adalah langkah pertama yang harus ditempuh sebelum melakukan
kegiatan-kegiatan lainnya dalam bidang farmakognosi.
E. HUBUNGAN FARMAKOGNOSI DENGAN ILMU – ILMU LAIN
Sebelum kimia organik dikenal, simplisia merupakan bahan utama yang harus
tersedia di tempat meramu atau meracik obat dan umumnya diramu atau diracik sendiri
oleh tabib yang memeriksa sipenderita, sehingga dengan cara tersebut Farmakognosi
dianggap sebagai bagian dari Materia Medika. Simplisia diapotik kemudian terdesak oleh
perkembangan galenika, sehingga persediaan simplisia di apotik digantikan dengan
sediaan – sediaan galenik yaitu, tingtur, ekstrak, anggur dan lain – lain. Kemudian
setelah kimia organik berkembang, menyebabkan makin terdesaknya kedudukan simplisia
di apotik - apotik. Tetapi hal ini bukan berarti simplisia tidak diperlukan lagi, hanya
tempatnya tergeser ke pabrik –pabrik farmasi, Tanpa adanya simplisia di apotik tidak akan
terdapat sediaan-sediaan galenik, zat kimia murni maupun sediaan bentuk lainnya.
Farmakognosi tidak terbatas pada pengetahuan tentang simplisia yang tertera dalam
Farmakope, tetapi meliputi pemanfaatan alam nabati- hewani dan mineral dalam berbagai
aspeknya di bidang farmasi dan Kesehatan.
MATERI PEMBELAJARAN II
k. Biji (semen)
Semen (biji-bijian) diambil dari buah yang telah masak sehingga umumnya sangat
keras.Bentuk dan ukuran simplisia biji pun bermacam- macam tergantung dari jenis
tanaman (Widyastuti, 2004).
A. SIMPLISIA
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman.
Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara
tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.
Simplisia terbagi atas simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral.
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau zat-zat nabati
lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat
kimia murni. Simplisia nabati paling banyak digunakan seperti rimpang temulawak
yang dikeringkan bunga melati, daun seledri, biji kopi, buah adas.
b. Simplisia hewani, yaitu simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni contohnya
sirip ikan hiu dan madu.
c. Simplisia pelikan (mineral), yaitu simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral
yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat
kimia murni. Contohnya Belerang dan kapur sirih.
Dari ketiga golongan tersebut, simplisia nabati merupakan jumlah terbanyak yang
digunakan untuk bahan obat. Penyiapan simplisia nabati merupakan suatu proses
memperoleh simplisia dari tanaman sumbernya di alam.
B. PROSES PEMBUATAN SIMPLISIA
Setelah dilakukan pemanenan bahan baku simplisia, maka tahapan penanganan pasca
panen adalah sebagai berikut.
a) Sortasi basah.
Tahap ini perlu dilakukan karena bahan baku simplisia harus benar dan murni,
artinya berasal dari tanaman yang merupakan bahan baku simplisia yang dimaksud,
bukan dari tanaman lain. Dalam kaitannya dengan ini, perlu dilakukan pemisahan dan
pembuangan bahan organik asing atau tumbuhan atau bagian tumbuhan lain yang
terikut. Bahan baku simplisia juga harus bersih, artinya tidak boleh tercampur dengan
tanah, kerikil, atau pengotor lainnya (misalnya serangga atau bagiannya).
b) Pencucian.
Pencucian seyogyanya jangan menggunakan air sungai, karena cemarannya berat.
Sebaiknya digunakan air dari mata air, sumur atau air ledeng (PAM). Setelah dicuci
ditiriskan agar kelebihan air cucian mengalir. Ke dalam air untuk mencuci dapat
dilarutkan kalium permanganat seperdelapan ribu, hal ini dilakukan untuk menekan
angka kuman dan dilakukan untuk pencucian rimpang.
c) Perajangan.
Banyak simplisia yang memerlukan perajangan agar proses pengeringan
berlangsung lebih cepat. Perajangan dapat dilakukan “manual” atau dengan mesin
perajang singkong dengan ketebalan yangsesuai. Apabila terlalu tebal maka proses
pengeringan akan terlalu lama dan kemungkinan dapat membusuk atau berjamur.
Perajangan yang terlalu tipis akan berakibat rusaknya kandungan kimia karena
oksidasi atau reduksi. Alat perajang atau pisau yang digunakan sebaiknya bukan dan
besi (misalnya “stainless steel” eteu baja nirkarat).
d) Pengeringan.
Pengeringan merupakan proses pengawetan simplisia sehingga simplisia tahan
lama dalam penyimpanan. Selain itu pengeringan akan menghindari teruainya
kandungan kimia karena pengaruh enzim. Pengeringan yang cukup akan mencegah
pertumbuhan mikroorganisme dan kapang (jamur). Jamur Aspergilus flavus akan
menghasilkan aflatoksin yang sangat beracun dan dapat menyebabkan kanker hati,
senyawa ini sangat ditakuti oleh konsumen dari Barat. Menurut persyaratan obat
tradisional tertera bahwa Angka khamir atau kapang tidak lebih dari 104Mikroba
patogen harus negatif dan kandungan aflatoksin tidak lebih dari 30 bagian per juta
(bpj). Tandanya simplisia sudah kering adalah mudah meremah bila diremas atau
mudah patah.
Menurut persyaratan obat tradisional pengeringan dilakukan sampai kadar air tidak
lebih dari 10%. Cara penetapan kadar air dilakukan menurut yang tertera dalam Materia
Medika Indonesia atau Farmakope Indonesia. Pengeringan sebaiknya jangan di bawah
sinar matahari langsung, melainkan dengan almari pengering yang dilengkapi dengan
kipas penyedot udara sehingga terjadi sirkulasi yang baik. Bila terpaksa dilakukan
pengeringan di bawah sinar matahari maka perlu ditutup dengan kain hitam untuk
menghindari terurainya kandungan kimia dan debu. Agar proses pengeringan
berlangsung lebih singkat bahan harus dibuat rata dan tidak bertumpuk. Ditekankan di
sini bahwa carapengeringan diupayakan sedemikian rupa sehingga tidak merusak
kandungan aktifnya.
e) Sortasi kering.
Simplisia yang telah kering tersebut masih sekali lagi dilakukan sortasi untuk
memisahkan kotoran, bahan organik asing, dan simplisia yang rusak karena sebagai
akibat proses sebelumnya.
f) Pengepakan dan penyimpanan.
Bahan pengepak harus sesuai dengan simplisia yang dipak. Misalnya simplisia yang
mengandung minyak atsirijangan dipak dalam wadah plastik, karena plastik akan
menyerap bau bahan tersebut. Bahan pengepak yang baik adalah karung goni atau
karung plastik. Simplisia yang ditempatkan dalam karung goni atau karung plastik
praktis cara penyimpanannya, yaitu dengan ditumpuk. Selain itu, cara menghandelnya
juga mudah serta cukup menjamin dan melindungi simplisia di dalamnya.
Pengepak lainnya digunakan menurut keperluannya. Pengepak yang dibuat dari
aluminium atau kaleng dan seng mudah melapuk, sehingga perlu dilapisi dengan plastik
atau malam atau yang sejenis dengan itu. Penyimpanan harus teratur, rapi, untuk
mencegah resiko tercemar atau saling mencemari satu sama lain, serta untuk
memudahkan pengambilan, pemeriksaan, dan pemeliharaannya. Simplisia yang disimpan
harus diberi label yang mencantumkan identitas, kondisi, jumlah, mutu, dan cara
penyimpanannya. Adapun tempat atau gudang penyimpanan harus memenuhi syarat
antara lain harus bersih, tertutup, sirkulasi udara baik, tidak lembab, penerangan cukup
bila diperlukan, sinar matahari tidak boleh leluasa masuk ke dalam gudang,
konstruksi dibuat sedemikian rupa sehingga serangga atau tikus tidak dapat leluasa
masuk, tidak mudah kebanjiran serta terdapat alas dari kayu yang baik (hati-hati karena
balok kayu sangat disukai rayap) atau bahan lain untuk meletakkan simplisia yang sudah
dipak tadi. Pengeluaran simplisia yang disimpan harus dilaksanakan dengan cara
mendahulukan bahan yang disimpan Iebih awal (“First in — First out” = FIFO).
C. PENGOLAHAN SIMPLISIA
1) Pengeringan
Hasil panen tanaman obat untuk dibuat simplisia umumnya perlu segera
dikeringkan. Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air, untuk
menjamin dalam penyimpanan, mencegah pertumbuhan jamur, serta mencegah
terjadinya proses atau reaksi enzimatika yang dapat menurunkan mutu.
Dalam pengeringan faktor yang penting adalah suhu, kelembaban dan aliran
udara ( ventilasi ). Sumber suhu dapat berasal dari matahari atau dapat pula dari suhu
buatan. Umumnya pengeringan bagian tanaman yang mengandung minyak atsiri atau
komponen lain yang termolabil, hendaknya dilakukan pada suhu tidak terlalu tinggi
dengan aliran udara berlengas rendah secara teratur. Untuk simplisia yang
mengandung alkaloida, umumnya dikeringkan pada suhu kurang dari 70-12 ° C
Agar dalam pengeringan tidak terjadi proses pembusukan , hendaknya simplisia
jangan tertumpuk terlalu tebal. Sehingga proses penguapan berlangsung dengan cepat.
Sering suhu yang tidak terlalu tinggi dapat menyebabkan warna simplisia menjadi
lebih menarik. Misalnya pada pengeringanTemulawak suhu awal pengeringan dengan
panas buatan antara 50 °– 55 ° C
2) Pengawetan
Simplisia nabati atau simplisia hewani harus dihindarkan dari serangga atau
cemaran atau mikroba dengan penambahan kloroform, CCl, eter atau pemberian bahan
atau penggunaan cara yang sesuai, sehingga tidak meninggalkan sisa yang
membahayakan kesehatan.
3) Wadah
Wadah adalah tempat penyimpanan artikel dan dapat berhubungan langsung
atau tidak langsung dengan artikel. Wadah langsung (wadah primer) adalah wadah
yang langsung berhubungan dengan artikel sepanjang waktu. Sedangkan wadah yang
tidak bersentuhan langsung dengan artikel disebut wadah sekunder. Wadah dan
sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan didalamnya baik secara
fisika maupun kimia, yang dapat mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu atau
kemurniannya hingga tidak memenuhi persyaratan resmi.
➢ Wadah tertutup baik : harus melindungi isi terhadap masuknya bahan padat dan
mencegah kehilangan bahan selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan
distribusi.
4) Suhu penyimpanan
Dingin : adalah suhu tidak lebih dari 8 °C, Lemari pendingin mempunyai suhu
antara 2 °-8 ° C sedangkan lemari pembeku mempunyai suhu antara -20 °C
Sejuk : adalah suhu antara 8 °C- 15°C. Kecuali dinyatakan lain, bahan yang harus di
simpan pada suhu sejuk dapat disimpan pada lemari pendingin. Suhu kamar : adalah
suhu pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah suhu yang di atur antara 15 °
dan 30 ° C. Hangat : hangat adalah suhu antara 30 °dan 40° C. Panas berlebih : panas
berlebih adalah suhu di atas 40.
5) Tanda dan Penyimpanan
Semua simplisia yang termasuk daftar narkotika, diberi tanda palang medali
berwarna merah di atas putih dan harus disimpan dalam lemari terkunci. Semua
simplisia yang termasuk daftar obat keras kecuali yang termasuk daftar narkotika,
diberi tanda tengkorak dan harus disimpan dalam lemari terkunci.
6) Kemurnian Simplisia
Persyaratan simplisia nabati dan simplisia hewani diberlakukan pada simplisia
yang diperdagangkan, tetapi pada simplisia yang digunakan untuk suatu pembuatan
atau isolasi minyak atsiri, alkaloida, glikosida, atau zat aktif lain, tidak harus memenuhi
persyaratan tersebut. Persyaratan yang membedakan strukrur mikroskopik serbuk
yang berasal dari simplisia nabati atau simplisia hewani dapat tercakup dalam masing –
masing monografi, sebagai petunjuk identitas, mutu atau kemurniannya.
7) Benda asing
Simplisia nabati dan simplisia hewani tidak boleh mengandung organisme
patogen, dan harus bebas dari cemaran mikro organisme , serangga dan binatang lain
maupun kotoran hewan . Simplisia tidak boleh menyimpang bau dan warna, tidak
boleh mengandung lendir , atau menunjukan adanya kerusakan. Sebelum diserbukkan
simplisia nabati harus dibebaskan dari pasir, debu, atau pengotoran lain yang berasal
dari tanah maupun benda anorganik asing. Dalam perdagangan , jarang dijumpai
simplisia nabati tanpa terikut atau tercampur bagian lain , maupun bagian asing, yang
biasanya tidak mempengaruhi simplisianya sendiri. Simplisia tidak boleh mengandung
bahan asing atau sisa yang beracun atau membahayakan kesehatan. Bahan asing
termasuk bagian lain tanaman yang tidak dinyatakan dalam paparan monografi.
D. PEMALSUAN DA PENURUNAN MUTU SIMPLISIA
Pemalsuan umumnya dilakukan secara sengaja, sedangkan penurunan mutu mungkin
dilakukan secara tidak sengaja. Simplisia dianggap bermutu rendah jika tidak memenuhi
persyaratan – persyaratan yang telah ditetapkan, khususnya persyaratan kadarnya. Mutu
rendah ini dapat disebabkan oleh tanaman asal, cara panen dan pengeringan yang salah,
disimpan terlalu lama, kena pengaruh kelembaban, panas atau penyulingan. Simplisia
dianggap rusak jika oleh sebab tertentu, keadaannya tidak lagi memenuhi syarat, misalnya
menjadi basah oleh air laut, tercampur minyak pelumas waktu diangkut dengan kapal dan
lain sebagainya. Simplisia dinyatakan bulukan jika kwalitasnya turun karena dirusak oleh
bakteri, cendawan atau serangga.
Simplisia dinyatakan tercampur jika secara tidak sengaja terdapat bersama-sama bahan
bahan atau bagian tanaman lain, misalnya kuncup Cengkeh tercampur dengan tangkai
Cengkeh, daun Sena tercampur dengan tangkai daun. Simplisia dianggap dipalsukan jika
secara sengaja diganti, diolah atau ditambahi bahan lain yang tidak semestinya. Misalnya
minyak zaitun diganti minyak biji kapas, tetapi tetap dijual dengan nama minyak Zaitun.
Tepung jahe yang ditambahi pati terigu agar bobotnya bertambah, ditambah serbuk cabe
agar tetap ada rasa pedasnya, ditambah serbuk temulawak agar warnanya tampak seperti
keadaan semula.
E. PEMERIAN
Adalah uraian tentang bentuk, bau, rasa, warna simplisia, jadi merupakan informasi yang
diperlukan pada pengamatan terhadap simplisia nabati yang berupa bagian tanaman ( kulit,
daun, akar dan sebagainya ).
F. ISI SIMPLISIA
Isi simplisia dibagi dalam dua kelompok, yaitu isi utama dan isi tambahan. Keterangan
tentang isi kadang-kadang malah merupakan kunci dalam sediaan-sediaan galenik.
MATERI PEMBELAJARAN IV
Contoh bahan harus diambil pada bagian atas, tengah dan bawah dari setiap wadah.
Jika contoh bahan terdiri dari bagian – bagian berukuran 1 cm atau lebih kecil dan untuk
semua bahan yang diserbukkan atau digiling, lakukan pengambilan contoh dengan
menggunakan suatu alat pengambil contoh yang dapat menembus bahan dari bagian atas
ke bagian bawah wadah, tidak kurang dari dua kali pengambilan yang dilakukan pada arah
yang berlawanan. Jika bahan berupa bagian dengan ukuran lebih dari 1 cm, lakukan
pengambilan contoh dengan tangan. Untuk bahan dalam wadah atau bungkus yang besar
pengambilan contoh harus dilakukan pada kedalaman 10 cm, karena kelembaban bagian
permukaan mungkin berbeda dengan bagian dalam. Persiapkan contoh dalam skala besar
dengan menggabungkan dan mencampurkan setiap contoh yang telah diambil dari setiap
wadah yang telah terbuka , dan jaga jangan sampai terjadi kenaikan tingkat fragmentasi
atau mempengaruhi derajat kelembaban secara bermakna.
Contoh dalam skala laboratorium
Persiapkan contoh laboratorium dengan membagi contoh dalam skala besar
menjadi
empat bagian (Catatan:cara membagi empat adalah dengan menempatkan contoh , yang
telah
dicampur dengan baik, diratakan dalam bentuk tumpukan segi empat dan sama rata ,
kemudian dibagi secara diagonal menjadi empat bagian sama . Ambil kedua bagian yang
berlawanan dan campur secara hati-hati . Ulangi proses ini secukupnya sampai diperoleh
jumlah yang diperlukan
Contoh untuk pengujian
Kecuali dinyatakan lain pada monografi , buat contoh pengujian sebagai berikut :
Perkecil ukuran contoh dalam skala laboratorium dengan membagi empat, jaga agar setiap
bagian dapat mewakili. Pada bahan yang tidak digiling atau tidak diserbukkan, giling
contoh sehingga melewati pengayak nomor 20, dan campur hasil ayakan . Jika bahan tidak
digiling, perkecil sedapat mungkin sehingga menjadi lebih halus, campur dengan
menguling- gulingkan pada kertas atau kain, sebarkan menjadi lapisan tipis dan ambil
bagian untuk pengujian .
C. PEMERIKSAAN SIMPLISIA
1) Secara Organoleptik
MATERI PEMBELAJARAN V
A. BENDA ERGASTIK
Benda ergastik adalah bahan non protoplasma, baik organik maupun anorganik,
sebagai hasil metabolisme yang berfungsi untuk pertahanan, pemeliharaan struktur sel, dan
juga sebagai penyimpanan cadangan makanan, terletak di bagian sitoplasama, dinding sel,
maupun di vakuola
1) Benda ergastik bersifat padat adalah
✓ Setelah biji mengaring : air dalam vakuola menjadi semakin sedikit sehingga
konsentrasi zat-zat yang terlarut didalamnya yang berupa putih telur, garam
dan lemak semakin besar.
Karena peristiwa pengeringan ini maka vakuola tadi pecah menjadi beberapa
vakuola kecil-kecil yang berisi zat-zat tersebut.Kemudian zat putih telur, garam-
garam dan lemak itu mengkristal. Vakuola yang berisi kristal ini disebut aleuron.
Pada biji padi dan jagung butir-butir aleuron terdapt didalam sel-sel jaringan
endosperm yang letaknya paling luar yang disebut lapisan aleuron. Lapisan ini
biasanya akan terbuang bila mencucui beras terlalu bersih sebelum dimasak.
c. Kristal Ca-Oksalat
Kristal ini merupakan hasil akhir/ hasil rekresi dari suatu pertukaran zat yang
terjadi didalam sitoplasma.Kristal Ca-Oksalat tidak larut dalam asam cuka tetapi
larut dalam asam kuat. Kristal Ca-Oksalat terdapat dalam berbagai bentuk,
misalnya :
1. Kristal pasir, bentuk piramida kecil, teradapat misalnya pada tangkai daun
bayam (Amaranthus sp), tangkai daun tembakau (Nicotiana tabacum)
2. Kristal tunggal besar, berbentuk prisma/poliendris, terdapat pada daun jeruk
(Citrus sp).
3. Rafida, berbentuk seperti jarum/sapu lidi, terdapt pada daun bunga pukul
empat (Mirabilis jalapa), pada batang dan akar lidah buaya (Aloe sp) dan daun
nanas (Ananas commosus).
4. Kristal sferit, bentuk kristal tersusun atas bagian-bagian yang teratur secara
radier, terdapat pada batang Phyllocactus sp.
5. Kristal majemuk, berbentuk seperti bintang atau roset disebut kristal drussen,
terdapat pada korteks batang mlinjo (Gnetum gnemon), daun kecubung (Datura
metel), korteks batang delima (Punica granatum), dan batang jarak (Ricinus
communis).
Benda Ergastic yang bersifat cair terdapat didalam cairan sel berupa zat-zat yang
larut didalamnya, antara lain ; asam organic, karbohidrat, protein, lemak, zat
penyamak, antosianin, alkaloid minyak eteris/minyak atsiri dan hars.
a. Cairan Sel
1. Asam organic, antra lain asam oksalat,asam sitrat, asam malat. Konsentrasi
asam organic yang tinggi dijumpai didalam vakuola sel-sel buahan yang masih
muda.
2. Karbohidrat berupa sakarida terlarut, misalnya disakarida (sukrosa, maltosa),
monosakarida (glukosa, fruktosa).
3. Protein, berupa asam amino dan peptide sederhana.
4. Zat penyamak (tanin) : berfungsi sebagai bahan pelindung, misalnya terdapat
pada tumbuhan gambir (Uncaria gambir).
5. Antosianin ; merupakan pigmen vakuola, misalnya terdapat pada epidermis
mahkota bunga dan epidermis daun yang tidak hijau, sehingga organ itu
berwarna warni.
6. Alkaloid,; senyawa yang berfungsi bagi tumbuhan yang bersangkutan belum
jelas, misalnya : Cofein pada kopi (Cofea robusta), Papain pada papaya (Carica
papaya), Capsein pada lombok (Capsicum sp), Theobromin pada coklat
(Theobroma cacao)
b. Minyak dan Lemak
MATERI PEMBELAJARAN VI
3. CURCUMAE RHIZOMA ( FI )
Nama lain : Temu lawak, Koneng gede
Nama tanaman asal : Curcuma xanthorrhiza (Roxb)
Keluarga : Zingiberaceae
Zat berkhasiat utama/isi : Minyak atsiri yang mengandung felandren dan
tumerol, zat
warna kurkumin, pati. Kadar minyak atsiri tidak kurang
dari
8,2 % b/v
Penggunaan : Kolagoga , antispasmodika
Pemerian : Bau khas aromatik, rasa tajam dan pahit
Bagian yang digunakan : Kepingan akar tinggal
Keterangan :
Waktu panen : Panenan dilakukan apabila daun dan bagian diatas yang
sudah mengering. Untuk daerahyang musim kemaraunya
jelaspenanamannya dilakukan pada musim kemarau berikutnya.
Di daerah yang banyak dan merata curah hujannya dan
tidak
jelas musim kemaraunya tanaman dapat dipanen pada umur
9 bulan atau lebih. Cara panen dilakukan dengan
membongkarrimpang menggunakan garpu
Syarat Temulawak kering untuk ekspor sebagai berikut :
Warna : Kuning jingga sampai coklat
Aroma : Khas wangi aromatic
Rasa : Pahit, agak pedas
Kelembaban : Maksimum 12 %
Abu :3 -7%
Pasir :1%
Kadar minyak atsiri : minimal 5 %
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Keluarga : Zingiberaceae
Zat berkhasiat utama/isi : Minyak atsiri, pati, damar, lemak
Persyaratan kadar : Minyak atsiri tidak kurang dari 0,3 %
Penggunaan : Bagian dari jamu, antirematik, karminativa
Pemerian : Bau aromatik lemah, rasa sangat pahit, lama - lama
menimbulkan rasa tebal
c) Jahe segar atau yang dikeringkan tanpa pengolahan khusus dan dipakai untuk
bumbu masak disebut Jahe hijau (Green ginger)
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Penggunaan : Antitusiva.
Akar dalam bentuk serbuk sebagai pengisi/pembalut pil
Ekstrak untuk pewangi tembakau dan campuran obat batuk
Pemerian : Bau khas lemah, rasa manis
Bagian yang digunakan : Akar dan batang dibawah tanah
Keterangan :
- Waktu panen : Akar- akar digali tiap 3 tahun, disisakan secukupnya agar
dapat dipungut pada tahun berikutnya
- Jenis-jenisnya : Glycyrrhiza glabra varietas typical berasal dari Spanyol
Glycyrrhiza glabra varietas glandulifera berasal dari Rusia
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
- Keterangan lain : Yang belum dikupas berwarna coklat kekuningan atau coklat
tua,
berkeriput memanjang kadang - kadang terdapat tunas kecil dan
daun sisik yang tersusun melingkar.
Zat berkhasiat utama / isi :Alkaloida zat pahit , kumarin, zat penyamak, minyak atsiri,
asam organik
Penggunaan : Bahan pewangi, (campuran boreh), karminativa, antidemam
Pemerian : Bau dan rasa mirip kumarin, agak pahit
Bagian yang digunakan : Kulit batang dan kulit cabang
Keterangan :
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
3. BURMANI CORTEX ( MMI)
Nama lain : Kulit manis jangan, Kulit kayu manis padang, Keningar
Nama tanaman asal : Cinnamomum Burmani (Blume)
Keluarga : Lauraceae
Zat berkhasiat utama / isi :Minyak atsiri yang mengandung sinamil aldehid, sinamil
asetat, borneol, simen. Zat penyamak, damar, bornil asetat
Penggunaan : Diaforetika, karminativa, anti iritansia, bahan pewangi, bumbu
masak Pemerian : Bau khas, rasa manis
Bagian yang digunakan : Kulit batang
Keterangan :
- Waktu panen : Panen pada umur 8 tahun, semakin tua umur tanaman,
kulit relatif lebih tebal dan volume kulit pohon bertambah pula, sehingga kualitas dan
kuantitas produksi akan lebih baik.
- Cara panen :
a. Pohon ditebang sekaligus, tunggul tebangan diter bagian atasnya.
b. Cara ditumbuk, yakni 2 bulan sebelum ditebang 5 cm dari leher akar,
seluruh kulit batang dikupas setinggi 80 - 100 cm. Setelah 2 bulan baru
ditebang maksudnya agar pengulitan mudah dilakukan dan diharapkan tumbuh
tunas baru yang lebih sempurna pada permukaan tanah
c. Pohon dipukul-pukul dengan benda tajam 2 bulan sebelum ditebang, dengan
maksud untuk mendapat kulit yang tebal pada waktu pemotongan, sebab pada
bekas - bekas pukulan akan menghasilkan pembengkakan kulit.
d. Sistem Vietnam (sistem panen tanpa tebang), yaitu memotong sebagian kulit
batang secara berselangseling dengan ukuran panjang 30 cm, lebar 10 cm.
Setelah kulit batang bertaut kembali sehabis panen pertama, lalu dilakukan
panen kedua dan seterusnya.
- Jenis – jenis : Dalam perdagangan dikenal sebagai Cassia vera.
Ada 2 varietas :
a. Berdaun muda, berwarna merah pekat, banyak ditanam di Sumatera Barat dan
Kerinci
b. Berdaun hijau ungu.
- Perbedaan : Kayu manis pucuk merah mempunyai kualitas lebih baik,tetapi
produksinya lebih rendah dari pada yang berpucukhijau.
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
4. Menurut penelitian ternyata kulit kina yang banyak terkena sinar matahari
alkaloidnya lebih rendah dari kulit kina yang ditempat teduh. Jika kulit kina tersebut
ditutupi dengan lumut, maka kadar alkaloidnya akan naik luar biasa. Setelah kulit
kina ini di panen, bekasnya ditutupi lumut kembali, maka timbul kulit kulit kina
baru yang juga tinggi kadar alkaloidnya. Pengambilan kulit dilakukan sedikit demi
sedikit sampai seluruh kulit lama terambil.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
5. CINNAMOMI CORTEX (FI)
Nama lain : Kulit Kayumanis, Ceylon Cinnamon
Nama tanaman asal : Cinnamomum zeylanicum (BI)
Keluarga : Lauraceae
Zat berkhasiat utama / isi : Minyak atsiri yang mengandung egenol sinamilaldehida, zat
penyamak, pati, lender
Penggunaan : Karminativa, menghangatkan lambung, dicampur dengan
adstringensia lainnya untuk obat mencret
Pemerian : Bau aromatik, rasa pedas dan manis.
Bagian yang digunakan : Kulit bagian dalam yang diperoleh dari anak batang yang telah
dipangkas.
Keterangan :
Cara panen : Tanaman yang berumur 2-3 tahun dipotong beberapa cm diatas tanah.
Tunas-tunas baru dipilih 5-6 buah dan dibiarkan tumbuh untuk dipotong lagi setelah
mencapai tinggi 2-3 meter.Panen dilakukan pada musim hujan, batang-batang dikulit
arah memanjang menjadi 2 bagian atau lebih. Diberkas dan didiamkan beberapa lama
supaya terjadi fermentasi yang nanti mempermudah pengikisan epidermis dan jaringan
hijau dibawah epidermis.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
6. GRANATI CORTEX (MMI)
Nama lain : Kulit batang delima
Nama tanaman asal : Punica granatum (L)
Keluarga : Punicaceae
Zat berkhasiat utama / isi : Alkaloida, gula, tannin
Penggunaan : Pengelat (astringensia)
Pemerian : Bau lemah, rasa agak kelat
Bagian yang digunakan : Kulit batang
MATERI PEMBELAJARAN IX
A. BULBUS, CORMUS, LIGNUM, CAULIS, TUBER
Keluarga : Convolvulaceae
Zat berkhasiat utama / isi : Damar, zat pahit, pati
Penggunaan : Ekspektoransia, antiseptika ( obat kumur)
Pemerian : Bau lemah, rasa tajam dan pahit
Bagian yang digunakan : Irisan-irisan umbi akar
Keterangan :
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
5. SAPPAN LIGNUM
Nama lain : Kayu secang
Nama tanaman asal : Caesalpinia sappan (L)
Keluarga : Caesalpiniaceae
Zat berkhasiat utama / isi : Brazilin, zat warna merah sappan, asam tanat, asam galat
Penggunaan : Astringensia.
Pemerian : Tidak berbau, rasa kelat.
Bagian yang digunakan : Irisan -irisan kecil atau serutan - serutan kayu.
Keterangan :
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
MATERI PEMBELAJARAN X
A. H E R B A
1. ANDROGRAPHIDIS HERBA
2. BELLADONNAE HERBA
3. CENTELLAE HERBA
4. EQUISETI HERBA
5. EPHEDRAE EQUISETINAE HERBA
6. HIRTAE HERBA
7. HYOSCYAMI HERBA
8. MENTHAE ARVENSITIS HERBA
9. MENTHAE PIPERITAE HERBA
10. PHYLLANTHI HERBA
11. SERPYLLI HERBA
12. STRAMONII HERBA
13. THYMI HERBA
1. ANDROGRAPHIDIS HERBA
Nama lain : Sambiloto
Nama tanaman asal : Andrographis paniculata (Nees)
Keluarga : Acanthaceae
Zat berkhasiat utama / isi : 2 macam zat pahit yaitu suatu hablur kuning (androgon folida)
yang rasanya sangat pahit) dan kalmegin (zat amorf).
Minyak atsiri, alkaloida, asam kersik, damar, garam alkali.
Penggunaan : Tonikum, antipiretika, diuretika.
Pemerian : Tidak berbau, rasa sangat pahit.
Bagian yang digunakan : Ranting berdaun.
Keterangan :
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Penggunaan : Vasodilatansia.
Pemerian : Tidak berbau dan rasa pahit
Bagian yang digunakan : Batang dan daun
Keterangan :
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Zat berkhasiat utama / isi :Minyak atsiri yang mengandung mentol, damar, zat penyamak
Penggunaan : Karminativa, anti spasmodik, diaforetika
Pemerian : Bau aromatik seperti mentol, rasa pedas dan dingin
Bagian yang digunakan : Daun dan pucuk berbunga
Keterangan :
- Waktu panen : Tanaman mulai berbunga sampai berbunga penuh
- Cara panen : Dilakukan dengan memotong batang rata dengan tanah.
- Panenan dapat dilakukan 3 kali tiap tahun
Jenis - jenis :
a. Menthae arvensis (L) varietas Javanica dapat tumbuhsecara alamiah, ditanam di pulau
Jawa yaitu daun Poko Jawa
b. Menthae arvensis varietas piperacens yang berasal dariJepang, Brazilia dan Taiwan yaitu
daun Poko Jepang
c. Menthae arvensis varietas sachalinensis dapat tumbuhsecara alamiah di Jepang
d. Menthae arvensis varietas glabrata, tumbuh secara alamiah dan ditanam di daratan Cina =
daun Poko Cina
Perbedaan : Kadar mentol dari varietas Javanica rendah sekali dantidak
menguntungkan untuk isolasi mentol ( 7,6 - 11,6 ). Kadar mentol
dari varietas piperacens dapat mencapai 52-70 %.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
DAFTAR PUSTAKA
, 1992, Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik, Dep. Kes. R.I., Jakarta. Warta
Tumbuhan Obat Indonesia dan jurnal terkait.
Dewick, P.M., 1997, Medicinal Natural Products-A Biosynthetic Approach, John Wiley & Sons,
Chichester.
Evans,W.C. and Evans,D., 2002, Trease and Evans Phamacognosy, 15 th Edition, W.B.Saunders,
Edinburg, London.
Samuellsson, G., 1999, Drugs of Natural Origin – A Textbook of Pharmacognosy, 4th Revised
Edition, Apotekarsocieteten, Stockholm, Sweden.
Tyler,V.E., Brady,L.R., Robbers,J.E., 1988, Pharmacognosy, Ninth Edition, Lea & Febiger,
Philedephia.
Depkes RI, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Depkes RI, 1978, Materia Medika Indonesia, Jilid II, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Depkes RI, 1979, Materia Medika Indonesia, Jilid III, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Depkes RI, 1980, Materia Medika Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Depkes RI, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Modul Farmakognosi Dan Fitokmia I 47
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA Prodi DIII Analisis Farmasi Dan Makanan
Depkes RI, 1995, Materia Medika Indonesia, Jilid VI, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Depkes RI, 2009, Farmakope Herbal Indonesia, Edisi Pertama, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Http://.Pratamafistum.blogspot.com. 2013. Histologi-dan-anatomi-tumbuhan-part-1
Tim Penyusun, 2010, Penuntun Praktikum Farmakognosi, Laboratorium Farmakognosi -
Fitokimia Jurusan Farmasi Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar