(REVIEW JURNAL)
Di Susun Oleh :
B. DASAR TEORI
Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bah
an hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yan
g secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Sesu
ai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, obat tradisional dilarang menggu
nakan bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat, narkotika atau psikotropika
dan hewan atau tumbuhan yang dilindungi (BPOM RI, 2006). Salah satu produk obat trad
isional yang banyak diminati oleh masyarakat adalah Jamu pegel linu. Jamu pegel linu di
gunakan untuk menghilangkan pegel linu, nyeri otot dan tulang, memperlancar peredaran
darah, memperkuat daya tahan tubuh dan menghilangkan sakit seluruh badan (Wahyuni d
an Tanti 2004).
Obat tradisional atau sering disebut sebagai jamu merupakan bahan atau ramuan b
ahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
bahanbahan tersebut yang secara turun menurun sudah digunakan untuk pengobatan dan
dapat diterapkan sesuai dengan norma masyarakat yang berlaku (Menkes RI, 2012).
Berdasarkan Permenkes RI No.007 tahun 2012, obat tradisional dilarang menggun
akan bahan kimia yang berkhasiat obat. Namun pada kenyataanya, di pasaran masih juga
beredar jamu yang mengandung bahan kimia obat (BKO). Sejalan dengan perkembangan
obat tradisional ini menjadikan persaingan yang semakin ketat dan cenderung membuat in
dustri jamu menghalalkan segala cara untuk dapat bertahan, serta mencampur jamu denga
n bahan bahan kimia berbahaya sering dilakukan untuk menjadikan jamu tersebut berkhas
iat secara instan. Hal ini berbahaya bagi tubuh manusia karena selain memiliki efek sampi
ng dan kontra indikasi, obat sintetik juga memiliki dosis tertentu yang harus dipatuhi saat
terapi agar menimbulkan efek terapi dan tidak terjadi reaksi toksisitas karena kelebihan d
osis pemakaian (Hermanto,2007).
Prednison merupakan obat golongan kortikosteroid. Prednison ini digunakan seba
gai obat rematik yang bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri secepat mungkin. Dosis
prednison yang biasa diberikan sebagai obat rematik yaitu 20 ± 40 mg per hari selama 3 h
ari. Dosis kemudian diturunkan secara bertahap selama 1 ± 2 minggu (Misnadiarly, 2007).
Salah satu bahan kimia obat yang ditambahkan pada jamu adalah sildenafil sitrat.
Sildenafil sitrat dan berbagai turunannya, merupakan golongan obat keras yang pengguna
annya harus dibawah pengawasan dokter dan hanya dapat diperoleh melalui resep dokter.
Penggunaan sendiri yang tidak tepat tanpa pengawasan dokter dari sildenafil sitrat dapat
menimbulkan berbagai efek yang tidak diinginkan, karena tidak dapat dikontrol tentang k
etepatan indikasi, dosis, durasi terapi, adanya kemungkinan kontraindikasi, kemungkinan
adanya interaksi dengan obat lain, atau diet yang sedang dijalani. Penggunaan sildenafil si
trat bersamaan dengan nitrat, dapat menyebabkan efek yang membahayakan yaitu fatal hi
potensi (Chamsi-pasha, 2001). Efek yang tidak diinginkan yang dapat terjadi selama peng
gunaan sildenafil sitrat antara lain gangguan mata (kromatopsia, sianopsia), gangguan pad
a saluran pencernaan (dispepsia), sakit kepala, dan gangguan pada saluran pernafasan (Gi
uliano, Jackson, Montorsi, & Raillard, 2010).
Sibutramin HCl merupakan salah satu obat antiobesitas yang berkhasiat sebagai a
noreksansia. Dimana anoreksansia merupakan zat zat berdaya menekan nafsu makan dan
digunakan untuk menunjang diet pada penanganan obesitas. Obesitas didefinisikan sebag
ai keberadaan lemak tubuh dalam jumlah abnormal, yang mengakibatkan kegemukan dan
overweight pada keadaan tinggi badan dan jumLah otot tertentu.Obesitas merupakan penc
etus faktor resiko untuk diabetes dan dapat meningkatkan resiko akan timbulnya hernia, v
arices, dan artrose pada lutut dan kaki (Tjay, 2007).
D. Pembahasan
1. Identifikasi Bahan Kimia Obat (BKO) Glibenklamid Pada Jamu Antidiabete
s Dengan Menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Dan Spekt
rofotodensitometri
Tujuan
Mengetahui kandungan BKO Glibenklamid pada Jamu Antidiabetes dengan
menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektofotodensitometri.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah beaker gelas, gelas ukur, erlenm
eyer, corong pisah, pipet tetes, chamber, aluminium foil, kertas saring, plat silica gel, sentrifu
ge (MPW), multispotter (MLS), penangas air (IKA RT 5 power), sonikator, lampu UV (CAM
AG).
Bahan yang digunakan adalah Baku glibenklamid, ampel 1, Jamu Delites, Sampel 2, J
amu Jakeni, Sampel 3, Jamu Wei Yi Wang , butil asetat , toluene, asam formiat, etil asetat, m
etanol
Prosedur Penelitian
a. Ekstraksi Sampel Jamu
Dilakukan pada masing-masing ketiga macam sampel.Timbang sampel sebany
ak 6 gram kemudian ditambahkan dengan 30 ml etil asetat kemudian dimasukkan ked
alam tabung sentrifuge dan dikocok selama 30 menit menggunakan orbital shaker, sa
mpel disentrifuge dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Filtrat yang diperoleh
disaring menggunakan kertas saring, ekstrak sampel diuapkan diatas penangas air den
gan suhu 80ᴼ c sampai kering, sisa penguapan diencerkan dengan 5 ml metanol.
b. Pembuatan Larutan Glibenklamid (Baku Pembanding)
Ditimbang seksama 10 mg glibenklamid murni dimasukkan ke dalam labu uk
ur 5 ml, ditambahkan 2 ml metanol kemudian disonikasi hingga larut kemudian dienc
erkan dengan metanol sampai batas yang tertera di labu ukur.
c. Pembuatan Larutan Spike (baku + sampel).
Diambil larutan baku sebanyak 100 µl menggunakan syringe dan dimasukkan
ke dalam vial kemudian tambahkan 100 µl larutan sampel dan dikocok sampai homog
en kemudian ditotol sebanyak 80 µl pada plat KLT.
d. Uji Kromatografi Lapis Tipis
Siapkan plat KLT berukuran 20 cm x 20 cm yang diberi batas atas 3 cm dan b
atas bawah 2 cm. Pelarut yang akan digunakan terdiri dari 2 eluen yaitu : 1. Eluen 1 te
rdiri dari, butil asetat : toluen : asam formiat (50:50:0,4) dengan total volume 100,4 m
l. 2. Eluen 2 terdiri dari, asam asetat : toluen : metanol (45:55:1) dengan total volume
100 ml. Masukan kedua eluen kedalam masing-masing chamber yang telah disediaka
n. Chamber dijenuhkan. Untuk mengetahui apakah eluen telah jenuh, gunakan kertas s
aring yang diselipkan ke dalam chamber. Jika kertas saring sudah basah menandakan
chamber sudah terjenuhkan oleh pelarut. Pentotolan dilakukan pada plat KLT sesuai u
rutan sebagai berikut :
1. Baku glibenklamid (baku pembanding) Spike (campuran baku + sampel)
2. Sampel 1, Jamu Delites 3. Sampel 2, Jamu Jakeni 4. Sampel Jamu Wei Yi
Wang : Biru A dan B, Hijau A dan B yang ditotolkan dengan menggunakan alat multi
spotter pada plat KLT dengan jarak 2 cm. Pentotolan dilakukan sebanyak 2 kali perula
ngan karena menggunakan 2 pelarut (eluen) di bejana (chamber). Plat KLT kemudian
dimasukkan kedalam masing-masing chamber untuk dielusi hingga mencapai jarak ra
mbat elusi 15 cm dari totolan. Setelah mencapai jarak elusi, plat KLT dikeluarkan dan
dikeringkan. Noda yang terbentuk pada plat KLT dilihat dibawah sinar UV 254 nm da
n 366 nm kemudian dihitung nilai Rf-nya.
e. Uji Spektrofotodergnsitometri
Sampel yang diidentifikasi positif mengandung BKO glibenkalmid dihitung p
anjang gelombangnya menggunakan alat spektrofotodensitometri. Analisis Data Data
yang diperoleh dari hasil identifikasi kromatografi lapis tipis dalam bentuk nilai Rf da
n panjang gelombang maksimum untuk sampel yang postif mengandung BKO, dianal
isis secara deskripsi dalam bentuk tabel
Berdasarkan Permenkes RI No. 007 Tahun 2012 [2] Tentang Registrasi Ob
at Tradisional menyebutkan bahwa Cara Produksi Obat Yang Baik (CPOTB) mer
upakan cara pembuatan obat tradisional yang diikuti dengan pengawasan menyelu
ruh dan bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi
persyaratan bahan yang diizinkan. Bahan yang digunakan dalam produksi obat tra
disional tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang dim
aksud tidak boleh mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkha
siat obat. Hal ini terdapat pada pasal 33 Permenkes No. 006 Tahun 2012 Tentang I
ndustri dan Usaha Obat Tradisional yang menyatakan bahwa setiap industri dan us
aha obat tradisional berkewajiban menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu
obat tradisional yang dihasilkan [3]. Untuk menjamin kebenaran dari simplisia pe
nyusun sediaan jamu dilakukan pemeriksaan awal dengan mengamati bentuk orga
noleptik simplisia penyusun. Pemeriksaan organoleptik dilakukan menggunakan p
ancaindra dengan mendeskripsikan bentuk warna, bau dan rasa. Pemeriksaan orga
noleptis terhadap jamu 0001 K adalah memiliki bentuk kapsul, bau khas jamu, wa
rna merah dan rasa pahit dan jamu 0002 K memiliki bentuk pil, warna coklat, bau
khas jamu dan rasa pahit. Sedangkan pada jamu 0003 K memiliki bentuk kapsul,
warna biru dan hijau, bau khas jamu dan rasa pahit. Untuk mengetahui adanya kan
dungan glibenklamid dalam jamu diabetes, dilakukan pengujian kualitatif yaitu m
enggunakan lempeng KLT. Metode KLT digunakan karena KLT merupakan meto
de yang sederhana dan cepat. KLT digunakan secara luas untuk analisis obat.
Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa pada baku dan spike
mempunyai nilai Rf yang sama dengan nilai Rf sampel 3 jamu Wei Yi Wang (000
3.K) Biru A,B dan Hijau A,B Dari hasil penelitian ini diketahui noda sampel p
embanding glibenklamid ketika diamati di bawah sinar UV 254 nm berwarna gela
p atau hitam, sedangkan ketika diamati di bawah sinar UV 366 nm tidak berwarna
karena tidak terdapat senyawa yang berfluorosensi di sinar UV 366 nm. Hasil yan
g diperoleh yaitu nilai Rf baku glibenklamid pada sampel 0003 K dengan menggu
nakan dua eluen yaitu (0,16 dan 0,41), nilai Rf Spike dengan menggunakan dua el
uen yaitu (0,16 dan 0,41). Nilai Rf dari sampel 0003 K warna biru dengan menggu
nakan eluen 1 dan dilakukan replikasi sebanyak dua kali berturutturut yaitu (0,18),
(0,18) dan pada eluen 2 yang dilakukan repikasi sebanyak dua kali berturutturut y
aitu (0,41), dan (0,41). Nilai Rf dari sampel 0003 K warna hijau dengan menggun
akan eluen 1 dan dilakukan replikasi sebanyak dua kali berturut-turut yaitu (0,18),
(0,18) dan pada eluen 2 yang dilakukan repikasi sebanyak dua kali berturut-turut y
aitu (0,41), dan (0,42).
Dari hasil data tersebut dinyatakan bahwa sampel jamu yang diuji member
ikan hasil positif mengandung bahan kimia obat glibenklamid pada sampel jamu 0
003 K yang ditandai dengan munculnya bercak yang sama dengan pembandingny
a, dan memiliki nilai Rf yang hampir sama. Sementara pada sampel jamu 0001 K
dan jamu 0002 K, memberi hasil negatif mengandung bahan kimia obat yang dita
ndai dengan tidak adanya nilai Rf yang sama dei]kngan pembandingnya.
Untuk memperkuat hasil identifikasi KLT yang menyatakan bahwa jamu
Wei Yi Wang (0003.K) positif mengandung BKO glibenklamid maka perlu dipert
egas/diperkuat lagi dengan uji spektrofotodensitometri
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jamu Wei Yi Wang
(0003.K) positif mengandung bahan kimia obat (BKO) glibenklamid. Sedangkan j
amu Delites (0001.K) dan jamu Jakeni (0002.K) negatif mengandung bahan kimia
obat (BKO). Hal ini dapat dilihat dari nilai Rf masing-masing sampel dan nilai Rf
dari baku pembanding glibenklamid dan Spike serta dipertegas dengan hasil uji sp
ektrofotodensitometri yang menunjukan peak (puncak gelombang) yang sama.
Tujuan
Mengetahui BKO Sildenafil Sitrat pada Jamu Sehat Pria dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis di Wilayah Banjarmasin.
METODE
Alat Chamber KLT (Camag® ), pH meter (Eutech® ), Alat-alat gelas (Pyr
ex® ), Lampu UV (Camag® ), Autospotter/Penotol otomatis (Analtech® ), Shake
r (Heidolph Unimax® ).
Bahan Sampel sejumlah 13 Jamu sehat pria dari 13 penjual jamu seduh (G
ambar 1), Sildenafil sitrat (Merck® ), Aqua demineralisata, NaOH (Merck® ), Eti
l Asetat pro analisis (Merck® ), Metanol pro analisis (Merck® ), Plat KLT : Silik
a Gel GF254 (Merck® ), Amonia (Merck® ).
Satu dosis sampel ditambahkan 50 ml air demineralisata, dikocok selama
30 menit kemudian disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam corong pisah dan di bas
akan dengan NaOH 0,1N hingga pH 11-12. Selanjutnya diekstraksi tiga kali deng
an etil asetat (25 ml). Ekstrak etil asetat dikumpulkan dan diuapkan untuk menghi
langkan etil asetatnya, dan ekstrak yang didapat dilarutkan dengan 5 ml methanol.
Baku pembanding (Sildenafil sitrat) ditimbang dan dilarutkan dalam methanol sa
mpai diperoleh kadar 0,1% b/v. Preparasi sampel untuk kromatografi lapis tipis.
Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk identifikasi suatu senyawa dalam cam
puran senyawa dengan membandingkan Rf dengan Rf senyawa yang telah diketahui yang dil
akukan dalam plat KLT yang sama, selain itu kromatografi lapis tipis merupakan teknik yang
sederhana, hemat biaya mudah untuk dilakukan(Kumar, Jyotirmayee, & Sarangi, 2013). Obat
tradisional tidak diperbolehkan mengandung bahan kimia obat, dan adanya bahan kimia obat
dalam obat tradisional menyebabkan obat tradisional dinyatakan tidak memenuhi syarat dan h
arus dilakukan penarikan dari peredaran (BPOM-RI, 2016; PERMENKES, 2012).
Ketiadaan pengetahuan konsumen akan dampak bahaya dari obat tradisional dengan k
andungan bahan kimia obat yang dikonsumsinya, kemudian adanya kemungkinan kontra indi
kasi penggunaan bahan kimia bagi konsumen yang menderita penyakit tertentu, maupun kem
ungkinan terjadinya interaksi antar bahan kimia obat, adalah hal yang sangat membahayakan
bagi konsumen (BPOM-RI, 2006).
Sildenafil sitrat, yang merupakan salah satu penghambat fosfodiesterase tipe 5 oral (P
DE5), adalah obat oral pertama yang disetujui untukpengobatan disfungsi ereksi (DE) oleh U
S Food and Drug Administration (FDA) dan European Medicines Evaluation Agency. Salah s
atu kontraindikasi sildenafil sitrat adalah sildenafil sitrat tidak boleh diresepkan secara kombi
nasi dengan nitrat pada pasien tanpa pemeriksaan adanya penyakit koroner arteri (Cakmak, Ik
itimur, Karadag, & Ongen, 2012). Choi et al (2017) melaporkan kasus Fixed Drug Eruption y
ang disebabkan pemakaian sildenafil sitrat.Fixed Drug Eruption merupakan reaksi alergi kare
na pemakaian obat-obat tertentu, berupa lesi pada kulit. Penggunaan sildenafil sitrat tanpa me
mpertimbangkan kontraindikasi dan adanya alergi dapat membahayakan konsumen (Choi et a
l., 2018). Bahan kimia obat yang terkandung dalam jamu inilah yang menjadi selling point ba
gi produsen/ penjual obat tradisional dengan kandungan bahan kimia obat, hal ini disebabkan
ketiadaan pengetahuan baik penjual maupun produsen akan dampak bahaya keberadaan baha
n kimia obat yang tidak terkontrol dosis dan penggunaannya, atau hal ini dilakukan dengan tu
juan meningkatkan keuntungan karena pengguna lebih menyukai jamu yang memberikan efe
k cepat.Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pada pasal 196 menyebutka
n bahwa produsen/pengedar jamu dengan kandungan bahan kimia obat, dapat dipidana penjar
a paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
KESIMPULAN
Analisa kualitatif dari 13 sampel jamu seduh sehat pria menggunakan metode kromat
ografi lapis tipis, menunjukkan bahwa terdapat 5 sampel yang mengandung bahan kimia obat
sildenafil sitrat.
4. Jurnal Identifikasi Parasetamol dan Asam Mefenamat pada Jamu Pegel Linu
dan Asam Urat yang Beredar di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tujuan
Bahan
Sampel jamu pegel linu dan asam urat diperoleh dari para pedagang jamu
yang berjualan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Maret 2019. Lempeng
KLT Silika gel GF 254 yang digunakan adalah dari Merck (Germany) dan pemba
nding/standar menggunakan tablet 500 mg parasetamol dan 500 mg asam mefena
mat yang diproduksi oleh Novapharin Pharmaceutical Indonesia. Untuk solven ya
ng digunakan untuk elusidasi adalah klorofrom p.a dan etanol p.a yang diperoleh
dari Merck (Germany).
Metode
Pembuatan larutan kurva baku parasetamol Satu (1) tablet 500 mg paraset
amol dan satu (1) tablet 500 mg asam mefenamat masingmasing ditimbang secara
seksama dengan menggunakan timbangan analitik (Mettler Tolledo®) kemudian
digerus terpisah. Selanjutnya masing-masing ditimbang secara seksama seberat 1/
5 berat tablet untuk menyiapkan parasetamol dan asam mefenamat setara dengan
100 mg. Serbuk kemudian dilarutkan menggunakan etanol p.a dalam sebuah beak
er glass (Pyrex®) yang terpisah kemudian disaring. Selanjutnya masing-masing d
imasukkan dalam labu ukur 10 mL (Pyrex®) dan ditambahkan etanol p.a sampai
10 mL. Stok-stok larutan ini kemudian digunakan untuk standar pada identifikasi
awal parasetamol dan asam mefenamat menggunakan KLT pada sampel jamu. Le
bih lanjut untuk penetapakan kadar, stok-stok larutan ini digunakan untuk membu
at seri kadar BKO dengan konsentrasi sekitar 0,5% (b/v); 0,25% (b/v); 0,125% (b
/v); dan 0,0625% (b/v).
Pada saat ini terjadi peningkatan trend untuk kembali menggunakan bahan
alam atau herbal untuk pengobatan dibanding obat sintetik (Calahan et al, 2016;
Yamin & Burhanudin, 2018; Andriati dan Wahjudi, 2016). Trend ini dimanfaatka
n oleh pihak tidak bertanggung jawab yang memproduksi obat tradisonal untuk m
engeruk keuntungan, yaitu dengan menambahkan BKO untuk mempercepat aksi s
ehingga pengguna akan banyak membeli. Salah satu BKO yang sering ditemukan
ditambahkan adalah parasetamol (BPOM RI, 2017). Selain itu asam mefenamat j
uga ditemukan pada jamu pegel linu yang berdar di kabupaten Pekalongan (Rusm
alina et al, 2020). Pada penelitian ini, analisis dilakukan menggunakan metode K
LT-densitometri. dengan fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak campuran kl
oroform-etanol (8:1). Pemilihan fase diam silika gel GF 254 adalah untuk memud
ahkan identifikasi, dimana pada penyinaran dengan lampu UV 254 nm fase diam
akan berfluoresen sedangkan bercak parasetamol akan meredam sehingga bercak
akan jelas terlihat. Peredaman fluoresensi fase diam karena parasetamol dan asam
mefenamat dikarenakan kedua zat tersebut mempunyai gugus kromofor dan auks
okrom yang mampu menyerap sinar UV (Tulandi, 2015; Musiam & Alfian, 2017;
Rosalina, 2018).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 14 jamu pegel linu dan asam u
rat yang beredar di Daerah Istimewa Yogyakarta didapatkan bahwa sampel nomer 3 (SM), 7
(AS) dan 10 (JE) terbukti mengandung BKO parasetamol dengan kadar pada masing-masing
sampel sebesar 0,04% (b/v), 0,30% (b/v), dan 0,13% (b/v).
Tujuan
METODE PENELITIAN
C. Identifikasi Kromatografi lapis tipis (KLT) Ekstrak etanol jamu A dan senyaw
a pembanding Prednison ditotolkan pada lempeng KLT dengan ukuran 4 x 7 cm,
dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen Kloroform : Etil asetat (1 : 9). S
etelah eluen mencapai batas tanda, angkat dan keringkan. Kemudian kromatogra
m yang dihasilkan diamati nodanya di bawah sinar ultra violet (UV) pada panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm. Dibandingkan noda yang terdapat pada senyawa
pembanding dengan ekstrak jamu dan perhatikan ada tidaknya kesamaan pada pe
nampakan noda dan hitung nilai Rf-nya. Lakukan perlakuan yang sama untuk sa
mpel jamu B, C, D dan E (Firdaus & Utami, 2009 yang telah dimodifikasi).
Dalam arti medis, rematik merupakan istilah yang kurang jelas dan tidak spesifik sehi
ngga jarang dipakai dalam praktek kedokteran. Karena keluhan utamanya nyeri dan pegal-pe
gal. Penyakit rematik sangat mengganggu aktivitas penderita, terutama aktivitas yang memerl
ukan gerak tubuh (Wijayakusuma, 2006). Rematik termasuk dalam kelompok penyakit reuma
tologi, yang menunjukkan suatu kondisi dengan nyeri dan kaku yang menyerang anggota ger
ak, yaitu sendi, otot, tulang, maupun jaringan sekitar sendi. Rematik banyak jenisnya, termas
uk diantaranya asam urat (gout artritis) yang merupakan jenis rematik yang paling populer da
n banyak diderita penduduk Indonesia (Wijayakusuma, 2006). Tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mengetahui adanya bahan kimia obat prednison yang terdapat pada jamu rematik. Pada
penelitian ini dilakukan terhadap 5 sampel jamu rematik yang beredar di Makassar. Kelima sa
mpel tersebut termasuk jenis jamu, karena masing-masing jamu terdapat gambar logo jamu p
ada tiap kemasan. Prednison merupakan obat golongan kortikosteroid. Prednison ini digunaka
n sebagai obat rematik yang bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri secepat mungkin. Dos
is prednison yang biasa diberikan sebagai obat rematik yaitu 20 ± 40 mg per hari selama 3 ha
ri. Dosis kemudian diturunkan secara bertahap selama 1 ± 2 minggu (Misnadiarly, 2007). Pre
dnison biasanya dicampurkan dalam jamu pegal linu, asam urat, sesak napas, dan rematik (Na
jib, 2009). Prednison merupakan obat golongan kortikosteroid yang digunakan untuk mengob
ati berbagai penyakit akut dan kronis termasuk radang sendi, asma, penyakit alergi (Vogt et al,
2007). Penggunaan obat prednison yang kurang tepat dapat menyebabkan muka bengkak, ga
ngguan pencernaan, gangguan tulang dan otot, osteoporosis, gangguan hormon, depresi, inso
mnia, glaukoma, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh (Najib, 2009). Untuk m
enarik kandungan zat-zat aktif pada jamu, dilakukan ekstraksi dengan menggunakan metode
maserasi. Metode maserasi ini merupakan cara penyarian yang sederhana karena cairan penya
ri akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Za
t aktif ini akan larut dan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam denga
n diluar sel menyebabkan larutan yang terpekat keluar hingga terjadi keseimbangan konsentra
si antara larutan di dalam dan di luar sel. Cairan penyari yang digunakan dalam proses masera
si ini adalah etanol 96%. Etanol dipertimbangkan sebagai cairan penyari karena absorbsinya
baik serta zat pengganggu yang larut terbatas (Pine et al, 2011). Ekstrak etanol kental yang di
peroleh dari proses maserasi yaitu untuk sampel A sebanyak 542,3 mg, sampel B sebanyak 2
2,2 mg, sampel C sebanyak 355,5 mg, sampel D sebanyak 115,2 mg, dan sampel E sebanyak
107,9 mg ekstrak etanol kental. Untuk mengetahui adanya kandungan prednison dalam jamu
rematik, dilakukan pengujian kualitatif dan kuantitatif. Adapun uji kualitatifnya yaitu dengan
menggunakan lempeng KLT. Metode KLT digunakan karena KLT merupakan metode yang s
ederhana dan cepat. KLT digunakan secara luas untuk analisis obat (Gandjar & Rohman, 200
7). Dalam metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT), untuk mengidentifikasi prednison dalam
jamu rematik dapat diamati kromatogram berdasarkan perbandingan nilai Rf dari masing-mas
ing sampel dengan nilai Rf baku pembanding prednison.
Sebelum diketahui nilai Rf-nya, masing-masing sampel jamu rematik dan baku pemba
nding ditotol pada lempeng. Setelah itu, dielusi dengan menggunakan eluen kloroform : etil a
setat (1 : 9). kemudian, dihitung nilai Rfnya. Nilai Rf didapat dari perbandingan antara jarak t
itik pusat bercak dari titik awal dengan jarak garis depan dari titik awal. Warna bercak dari m
asing-masing sampel dan baku pembanding dapat dilihat di bawah lampu UV 254 nm. Pada l
ampu UV 254 nm, prednison berwarna ungu dengan nilai Rf 0,65. Yang positif mengandung
prednison, dapat dilihat dari nilai Rfnya, nilai Rf noda sampel sama dengan nilai Rf predniso
n. Untuk sampel jamu A pada lampu UV 254 nm menunjukkan noda berwarna ungu dengan
nilai Rf 0,65, dan pada lampu UV 366 nm tidak terdapatnoda. Sedangkan untuk sampel jamu
B pada lampu UV 254 nm terdapat noda berwarna kuning dengan nilai Rf 0,91, dan pada lam
pu UV 366 nm terdapat noda warna kuning dengan nilai Rf 0,91. Untuk sampel jamu C pada
lampu UV 254 nm terdapat noda berwarna kuning dengan nilai Rf 0,95, dan pada lampu UV
366 nm juga terdapat noda warna kuning dengan nilai Rf 0,95. Sedangkan untuk sampel jamu
D pada lampu UV 254 nm terdapat noda berwarna kuning dengan nilai Rf 0,91 dan 0,95 begit
upun juga pada lampu UV 366 nm terdapat noda berwarna kuning dengan nilai Rf 0,91 dan 0,
95. Dan untuk sampel jamu E pada lampu UV 254 nm terdapat noda berwarna kuning dengan
nilai Rf 0,91 begitupun pada lampu UV 366 nm terdapat noda berwarna kuning dengan nilai
Rf 0,91. Berdasarkan hal tersebut, sampel jamu yang positif mengandung prednison adalah sa
mpel jamu A karena memiliki nilai Rf dan warna noda yang sama dengan prednison yaitu de
ngan nilai Rf 0,65 dan noda berwarna ungu.
Dari hasil menunjukkan bahwa sampel jamu A positif mengandung Prednison. Hal ini
didasarkan karena nilai Rf sampel jamu A dan nilai Rf baku pembanding prednison sama. Ad
apun kadar prednisone pada jamu A yaitu 475,421 µg/mL dengan persentase 4,754%.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terd
apat satu jenis jamu yang positif mengandung prednison dari lima jenis jamu yang diidentifik
asi yaitu jamu A. kadar prednison yang terkandung dalam jamu A yaitu 475,421 µg/mL deng
an persentase 4,754%.
Dari pembuatan kurva baku natrium diklofenak didapat r = 0,9976 dengan persamaan
garis linier y=444,928x – 0,004289 dan fenilbutazon didapat r = 0,9992 dengan persamaan ga
ris linier y=496x + 0,1984. Nilai r yang paling baik adalah yang mendekati 0,99 (Watson, 200
5). Nilai b yang didapat pada kurva baku natrium diklofenak adalah 444,928 dan fenilbutazon
adalah 496, nilai b adalah slop menunjukkan sentifitas yang artinya semakin besar nilai b me
nunjukkan hasil yang sensitif metode tersebut termasuk sensitif. Nilai a pada kurva baku natri
um diklofenak adalah 0,004289 dan fenilbutazon adalah 0,1984, nilai a intersep menunjukkan
selektifitas yang artinya semakin kecil nilai a semakin selektif pengukuran tersebut, metode s
pektrofotometri UV termasuk selektif untuk penetapan kadar untuk natrium diklofenak dan fe
nilbutazon. Analisis kuantitatif Presisi dari suatu metode adalah tingkat keterulangan hasil pe
ngukuran individual dari beberapa kali pembacaan sampel. Pengukuran presisi dapat dibagi
menjadi 3 kategori : repeatabilitas, presisi antara dan reprodusibilitas. Kriteria untuk presisi s
angat tergantung pada sampelnya (Suhendi, 2013). Pada sampel jamu ini dilakukan presisi d
engan metode spektrofotometri UV untuk sampel jamu tapak liman didapatkan kadar natrium
diklofenak 41,37 mg/tab dengan RSD 1,35 % dan jamu super kecetit dengan kadar 35,65 mg/
tab dengan RSD 1 %. Presisi pada penetapan kadar fenilbutazon pada jamu antikap 129,79 m
g/tab dengan RSD 1,34 % dan pada jamu buah naga didapat kadar 34,35 mg/tab dengan RSD
1,86%. Data presisi dari penetapan kadar jamu didapatkan RSD kurang dari 2,8% (Suhendi, 2
013) berarti metode tersebut reprodusible untuk menetapkan kadar fenilbutazon dan natrium
diklofenak.
tidak boleh terdapat bahan kimia obat, dikarenakan jamu adalah bahan alam yang dik
onsumsi secara rutin, jika di dalam jamu terdapat bahan kimia obat dikonsumsi secara rutin d
apat merusak organ tubuh manusia. Didalam sedian obat natrium diklofenak memiliki dosis 2
5 mg dan 50 mg, pada sampel G dan J menunjukkan kadar yang tinggi yaitu 41,37 mg dan 35,
65 mg karena sudah melebihi dosis minimal yang ada disediaan pasaran sebesar 25 mg. Fenil
butazon pada sedian obat memiliki dosis 100 mg dan 200 mg pada sampel B mengandung ka
dar fenilbutazon yang tinggi yaitu 129,79 mg sedangkan pada sampel C didapatkan kadar 34,
35 mg. Untuk sampel B mengandung fenilbutason yang tinggi karena sudah melebihi dosis se
diaan minimal fenilbutazon yang dijual di pasaran sebesar 100 mg
Kesimpulan
1. Dalam 10 sampel yang diambil di toko jamu yang di Surakarta terdapat 2 produk ya
ng ditemukan mengandung natrium diklofenak, yang terdapat pada jamu G sebesar 41,37 mg/
tab dan pada jamu J memiliki kadar sebesar 35,65 mg/tab.
2. Dalam 10 sampel yang diambil di toko jamu yang di Surakarta terdapat 2 produk ya
ng ditemukan mengandung fenilbutazon yang terdapat pada jamu B sebesar 129,79 mg/tab da
n jamu C memiliki kadar sebesar 34,35 mg/tab.
E. Kesimpulan Review Jurnal
Kesimpulan praktikum ini adalah
1.Dalam 10 sampel yang diambil di toko jamu yang di Surakarta terdapat 2 produk ya
ng ditemukan mengandung natrium diklofenak, yang terdapat pada jamu G sebesar 41,37 mg/
tab dan pada jamu J memiliki kadar sebesar 35,65 mg/tab.
2. Dalam 10 sampel yang diambil di toko jamu yang di Surakarta terdapat 2 produk ya
ng ditemukan mengandung fenilbutazon yang terdapat pada jamu B sebesar 129,79 mg/tab da
n jamu C memiliki kadar sebesar 34,35 mg/tab.
3. satu jenis jamu yang positif mengandung prednison dari lima jenis jamu yang diide
ntifikasi yaitu jamu A. kadar prednison yang terkandung dalam jamu A yaitu 475,421 µg/mL
dengan persentase 4,754%
4. pada 14 jamu pegel linu dan asam urat yang beredar di Daerah Istimewa Yogyakart
a didapatkan bahwa sampel nomer 3 (SM), 7 (AS) dan 10 (JE) terbukti mengandung BKO pa
rasetamol dengan kadar pada masing-masing sampel sebesar 0,04% (b/v), 0,30% (b/v), dan 0,
13% (b/v)
5. Dari 10 merk jamu pelangsing yang beredar di Kota Manado dinyatakan teridentifi
kasi mengandung sibutramin HCl
6. jamu Wei Yi Wang (0003.K) positif mengandung bahan kimia obat (BKO) glibenkl
amid. Sedangkan jamu Delites (0001.K) dan jamu Jakeni (0002.K) negatif mengandung baha
n kimia obat (BKO). Hal ini dapat dilihat dari nilai Rf masing-masing sampel dan nilai Rf dar
i baku pembanding glibenklamid dan Spike serta dipertegas dengan hasil uji spektrofotodensi
tometri yang menunjukan peak (puncak gelombang) yang sama
DAFTAR PUSTAKA
Susanti. 2017. Waspada Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat. Jurnal
Bahan Alam Indonesia. Yogyakarta. 1 (1) : 18-20
Anonim. 2012. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia nomor 007 Tahun
2012. Tentang Registrasi Obat Tradisional. Kemenkes RI. Jakarta.
Anonim. 2012. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia nomor 006 Tahun
2012. Tentang Industri dn Usaha Obat Tradisional. Kemenkes RI. Jakarta.
Ganjar dan Rohman. 2012. Metode Kromatografi Lapis Tipis. Graha ilmu. Jakarta
Kumala Sari, Lusia Oktora Ruma. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Per
timbangan Manfaat Dan Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.1. F
ak. Farmasi Jember. Surabaya.
Shargel, L. 1985. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Penerjemah Fasich.
Edisi Kedua. Surabaya : Penerbit Universitas Airlangga. Halaman 16
Suthar, A.P., Dubey, S.A. & Patel S.R., 2009, A Validated Spesific Reverse
Phase Liquid Chromatographic Method for The Estimation of Sibutramine
Hydrochloride Monohydrate in Bulk Drug and Capsule Dosage Forms, Inte
rnational Journal of Chemtech Research, 1: 793-801
Tjay, Tan Hoan, dan Kirana Rahardja, 2007. Obat-Obat Penting, Edisi Keenam, 497-
499, Elex Media Computindo. Jakarta.
Klaten, 25 Februari 2021
Praktikan,
Dosen,