Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS B3

(REVIEW JURNAL)

Di Susun Oleh :

Nama : Jihan Aulia Kusumasari


NIM : P27235019075
Kelas : 4B Anafarma

PRODI DIII ANAFARMA


JURUSAN ANAFARMA
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2020/2021
FORMAT LAPORAN
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa dapat mengetahui kandungan BKO yang terkandung dalam Jamu Pegal
Linu, Jamu Rematik, Asam Urat, Jamu Sehat Pria, Jamu Pelangsing, dan Jamu
Antidiabetes.

B. DASAR TEORI

Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bah
an hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yan
g secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Sesu
ai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, obat tradisional dilarang menggu
nakan bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat, narkotika atau psikotropika
dan hewan atau tumbuhan yang dilindungi (BPOM RI, 2006). Salah satu produk obat trad
isional yang banyak diminati oleh masyarakat adalah Jamu pegel linu. Jamu pegel linu di
gunakan untuk menghilangkan pegel linu, nyeri otot dan tulang, memperlancar peredaran
darah, memperkuat daya tahan tubuh dan menghilangkan sakit seluruh badan (Wahyuni d
an Tanti 2004).
Obat tradisional atau sering disebut sebagai jamu merupakan bahan atau ramuan b
ahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
bahanbahan tersebut yang secara turun menurun sudah digunakan untuk pengobatan dan
dapat diterapkan sesuai dengan norma masyarakat yang berlaku (Menkes RI, 2012).
Berdasarkan Permenkes RI No.007 tahun 2012, obat tradisional dilarang menggun
akan bahan kimia yang berkhasiat obat. Namun pada kenyataanya, di pasaran masih juga
beredar jamu yang mengandung bahan kimia obat (BKO). Sejalan dengan perkembangan
obat tradisional ini menjadikan persaingan yang semakin ketat dan cenderung membuat in
dustri jamu menghalalkan segala cara untuk dapat bertahan, serta mencampur jamu denga
n bahan bahan kimia berbahaya sering dilakukan untuk menjadikan jamu tersebut berkhas
iat secara instan. Hal ini berbahaya bagi tubuh manusia karena selain memiliki efek sampi
ng dan kontra indikasi, obat sintetik juga memiliki dosis tertentu yang harus dipatuhi saat
terapi agar menimbulkan efek terapi dan tidak terjadi reaksi toksisitas karena kelebihan d
osis pemakaian (Hermanto,2007).
Prednison merupakan obat golongan kortikosteroid. Prednison ini digunakan seba
gai obat rematik yang bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri secepat mungkin. Dosis
prednison yang biasa diberikan sebagai obat rematik yaitu 20 ± 40 mg per hari selama 3 h
ari. Dosis kemudian diturunkan secara bertahap selama 1 ± 2 minggu (Misnadiarly, 2007).
Salah satu bahan kimia obat yang ditambahkan pada jamu adalah sildenafil sitrat.
Sildenafil sitrat dan berbagai turunannya, merupakan golongan obat keras yang pengguna
annya harus dibawah pengawasan dokter dan hanya dapat diperoleh melalui resep dokter.
Penggunaan sendiri yang tidak tepat tanpa pengawasan dokter dari sildenafil sitrat dapat
menimbulkan berbagai efek yang tidak diinginkan, karena tidak dapat dikontrol tentang k
etepatan indikasi, dosis, durasi terapi, adanya kemungkinan kontraindikasi, kemungkinan
adanya interaksi dengan obat lain, atau diet yang sedang dijalani. Penggunaan sildenafil si
trat bersamaan dengan nitrat, dapat menyebabkan efek yang membahayakan yaitu fatal hi
potensi (Chamsi-pasha, 2001). Efek yang tidak diinginkan yang dapat terjadi selama peng
gunaan sildenafil sitrat antara lain gangguan mata (kromatopsia, sianopsia), gangguan pad
a saluran pencernaan (dispepsia), sakit kepala, dan gangguan pada saluran pernafasan (Gi
uliano, Jackson, Montorsi, & Raillard, 2010).
Sibutramin HCl merupakan salah satu obat antiobesitas yang berkhasiat sebagai a
noreksansia. Dimana anoreksansia merupakan zat zat berdaya menekan nafsu makan dan
digunakan untuk menunjang diet pada penanganan obesitas. Obesitas didefinisikan sebag
ai keberadaan lemak tubuh dalam jumlah abnormal, yang mengakibatkan kegemukan dan
overweight pada keadaan tinggi badan dan jumLah otot tertentu.Obesitas merupakan penc
etus faktor resiko untuk diabetes dan dapat meningkatkan resiko akan timbulnya hernia, v
arices, dan artrose pada lutut dan kaki (Tjay, 2007).

C. HASIL REVIEW JURNAL


No Judul Jurnal Analit Jenis Samp Metode Analisi Prinsip metode
el s
1 ANALISIS BAHAN KI BKO Jamu Pegal Spektrofotometri Metode preparasi sampel
MIA OBAT DALAM J Linu UV Ekstraksi Sampel dalam
AMU PEGAL LINU YA metanol dengan sonifikasi
NG DI JUAL DI SURA Fase gerak :
KARTA MENGGUNA  Natrium diklofenak
KAN METODE SPEKT -Toluen : Etil
ROFOTOMETRI UV Asetat : Asam
Asetat Glasial
(60:40:1)
-Toluen:Aseton
(1:2)
-Toluen :
Metanol :
Amonia (20:5:1)
Fenil Butazon
Fase diam : Silica Gel
GF254
Deteksi : Cahaya
Ultraviolet 254
Interpretasi hasil : 10 sam
pel yang diambil di toko j
amu yang di Surakarta ter
dapat 2 produk yang dite
mukan mengandung natri
um diklofenak, yang terda
pat pada jamu G sebesar 4
1,37 mg/tab dan pada jam
u J memiliki kadar sebesa
r 35,65 mg/tab
2 PEMERIKSAAN KAND BKO Jamu Kualitatif : KLT Metode preparasi sampel
UNGAN BAHAN KIMI Prednison Rematik Kuantitatif : Ekstraksi Maserasi
A OBAT (BKO) PREDN KLT Fase gerak :
ISON PADA BEBERAP Densinometri Kloroform : Etil Asetat
A SEDIAAN JAMU RE (1:9)
MATIK Fase diam : Silika Gel 254
Deteksi : Cahaya
Ultraviolet
Interpretasi hasil : 1 dari 5
sampel posistif
prednisonme
3 Identifikasi Parasetamol Parasetamol Jamu Pegal Kualitatif : KLT Metode preparasi sampel
dan Asam Mefenamat pa dan Asam Linu dan Kuantitatif : Dilarutkan dengan etanol
da Jamu Pegel Linu dan Mefenat Asam Urat KLT- dan disaring
Asam Urat yang Beredar Densinometri Fase gerak :
di Daerah Istimewa Yogy Kloroform : etanol (8:1)
akarta Fase diam :
Silika gel GF254
Deteksi : Cahya
ultraviolet 254nm
Interpretasi hasil : 3 dari
14 sampel positif
mengandung paracetamol
4 ANALISA KUALITATI Sildenafil Jamu Sehat Kromatografi Metode preparasi sampel
F SILDENAFIL SITRA Sitrat Pria Lapis Tipis Ekstraksi dengan etil
T PADA BEBERAPA P asetat dilarutkan dengan
RODUK JAMU SEHAT metanol
PRIA DENGAN METO Fase gerak : etil asetat :
DE KROMATOGRAFI metanol : amonia
LAPIS TIPIS DI WILAY (85:10:5)
AH BANJARMASIN Fase diam : Silika Gel
GF254
Deteksi : Cahaya
Ultraviolet 254nm
Interpretasi hasil : 5 dari
13 sampel mengandung
sildenafil
5 ANALISIS BAHAN KI BKO Jamu Kualitatif : KLT Metode preparasi sampel
MIA OBAT SIBUTRA Sibutramin Pelangsing Kuantitatif : Satu gram sampel yang te
MIN HCl PADA JAMU HCl Spektrofotometri ah diserbuk halus ditimba
PELANGSING YANG UV Vis ng dengan seksama dimas
BEREDAR DI KOTA M ukkan ke dalam erlenmey
ANADO er dan dilarutkan menggu
nakan metanol sebanyak 5
mL. Dikocok selama 30 m
enit dan disaring. Filtrat d
masukkan dalam labu taka
r 10 mL dan tambah deng
an metanol
Fase gerak :
-etil asetat : n-Heksan
(7:3)
-aseton : kloroform : n-
Heksan (5:3:2)
Fase diam : Silika Gel
GF254
Deteksi : Chaya Ultra
violet 254nm
Interpretasi hasil : 10 dari
10 sampel positif
6 Identifikasi Bahan Kimia BKO Gliben Jamu Antidi Kromatografi La Metode preparasi
Obat (BKO) Glibenklami klamid abetes pis Tipis (KLT) sampel :
d Pada Jamu Antidiabete Ekstrasksi
s Dengan Menggunakan Fase gerak : butil
Metode Kromatografi La asetat : toluen : as
pis Tipis (KLT) Dan Spe am formiat (50:5
ktrofotodensitometri 0:0,4) asam aseta
: toluen : metanol
(45:55:1)
Fase diam : Silica
Gel GF254
Deteksi : Cahaya
Ultraviolet 254
Interpretasi hasil
jamu Wei Yi Wa
ng (0003.K) posit
if mengandung ba
han kimia obat (B
KO) glibenklami
d. Sedangkan jam
u Delites (0001.
K) dan jamu Jake
ni (0002.K) negat
if mengandung ba
han kimia obat (B
KO)

D. Pembahasan
1. Identifikasi Bahan Kimia Obat (BKO) Glibenklamid Pada Jamu Antidiabete
s Dengan Menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Dan Spekt
rofotodensitometri
Tujuan
Mengetahui kandungan BKO Glibenklamid pada Jamu Antidiabetes dengan
menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektofotodensitometri.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah beaker gelas, gelas ukur, erlenm
eyer, corong pisah, pipet tetes, chamber, aluminium foil, kertas saring, plat silica gel, sentrifu
ge (MPW), multispotter (MLS), penangas air (IKA RT 5 power), sonikator, lampu UV (CAM
AG).
Bahan yang digunakan adalah Baku glibenklamid, ampel 1, Jamu Delites, Sampel 2, J
amu Jakeni, Sampel 3, Jamu Wei Yi Wang , butil asetat , toluene, asam formiat, etil asetat, m
etanol
Prosedur Penelitian
a. Ekstraksi Sampel Jamu
Dilakukan pada masing-masing ketiga macam sampel.Timbang sampel sebany
ak 6 gram kemudian ditambahkan dengan 30 ml etil asetat kemudian dimasukkan ked
alam tabung sentrifuge dan dikocok selama 30 menit menggunakan orbital shaker, sa
mpel disentrifuge dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Filtrat yang diperoleh
disaring menggunakan kertas saring, ekstrak sampel diuapkan diatas penangas air den
gan suhu 80ᴼ c sampai kering, sisa penguapan diencerkan dengan 5 ml metanol.
b. Pembuatan Larutan Glibenklamid (Baku Pembanding)
Ditimbang seksama 10 mg glibenklamid murni dimasukkan ke dalam labu uk
ur 5 ml, ditambahkan 2 ml metanol kemudian disonikasi hingga larut kemudian dienc
erkan dengan metanol sampai batas yang tertera di labu ukur.
c. Pembuatan Larutan Spike (baku + sampel).
Diambil larutan baku sebanyak 100 µl menggunakan syringe dan dimasukkan
ke dalam vial kemudian tambahkan 100 µl larutan sampel dan dikocok sampai homog
en kemudian ditotol sebanyak 80 µl pada plat KLT.
d. Uji Kromatografi Lapis Tipis
Siapkan plat KLT berukuran 20 cm x 20 cm yang diberi batas atas 3 cm dan b
atas bawah 2 cm. Pelarut yang akan digunakan terdiri dari 2 eluen yaitu : 1. Eluen 1 te
rdiri dari, butil asetat : toluen : asam formiat (50:50:0,4) dengan total volume 100,4 m
l. 2. Eluen 2 terdiri dari, asam asetat : toluen : metanol (45:55:1) dengan total volume
100 ml. Masukan kedua eluen kedalam masing-masing chamber yang telah disediaka
n. Chamber dijenuhkan. Untuk mengetahui apakah eluen telah jenuh, gunakan kertas s
aring yang diselipkan ke dalam chamber. Jika kertas saring sudah basah menandakan
chamber sudah terjenuhkan oleh pelarut. Pentotolan dilakukan pada plat KLT sesuai u
rutan sebagai berikut :
1. Baku glibenklamid (baku pembanding) Spike (campuran baku + sampel)
2. Sampel 1, Jamu Delites 3. Sampel 2, Jamu Jakeni 4. Sampel Jamu Wei Yi
Wang : Biru A dan B, Hijau A dan B yang ditotolkan dengan menggunakan alat multi
spotter pada plat KLT dengan jarak 2 cm. Pentotolan dilakukan sebanyak 2 kali perula
ngan karena menggunakan 2 pelarut (eluen) di bejana (chamber). Plat KLT kemudian
dimasukkan kedalam masing-masing chamber untuk dielusi hingga mencapai jarak ra
mbat elusi 15 cm dari totolan. Setelah mencapai jarak elusi, plat KLT dikeluarkan dan
dikeringkan. Noda yang terbentuk pada plat KLT dilihat dibawah sinar UV 254 nm da
n 366 nm kemudian dihitung nilai Rf-nya.
e. Uji Spektrofotodergnsitometri
Sampel yang diidentifikasi positif mengandung BKO glibenkalmid dihitung p
anjang gelombangnya menggunakan alat spektrofotodensitometri. Analisis Data Data
yang diperoleh dari hasil identifikasi kromatografi lapis tipis dalam bentuk nilai Rf da
n panjang gelombang maksimum untuk sampel yang postif mengandung BKO, dianal
isis secara deskripsi dalam bentuk tabel
Berdasarkan Permenkes RI No. 007 Tahun 2012 [2] Tentang Registrasi Ob
at Tradisional menyebutkan bahwa Cara Produksi Obat Yang Baik (CPOTB) mer
upakan cara pembuatan obat tradisional yang diikuti dengan pengawasan menyelu
ruh dan bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi
persyaratan bahan yang diizinkan. Bahan yang digunakan dalam produksi obat tra
disional tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang dim
aksud tidak boleh mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkha
siat obat. Hal ini terdapat pada pasal 33 Permenkes No. 006 Tahun 2012 Tentang I
ndustri dan Usaha Obat Tradisional yang menyatakan bahwa setiap industri dan us
aha obat tradisional berkewajiban menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu
obat tradisional yang dihasilkan [3]. Untuk menjamin kebenaran dari simplisia pe
nyusun sediaan jamu dilakukan pemeriksaan awal dengan mengamati bentuk orga
noleptik simplisia penyusun. Pemeriksaan organoleptik dilakukan menggunakan p
ancaindra dengan mendeskripsikan bentuk warna, bau dan rasa. Pemeriksaan orga
noleptis terhadap jamu 0001 K adalah memiliki bentuk kapsul, bau khas jamu, wa
rna merah dan rasa pahit dan jamu 0002 K memiliki bentuk pil, warna coklat, bau
khas jamu dan rasa pahit. Sedangkan pada jamu 0003 K memiliki bentuk kapsul,
warna biru dan hijau, bau khas jamu dan rasa pahit. Untuk mengetahui adanya kan
dungan glibenklamid dalam jamu diabetes, dilakukan pengujian kualitatif yaitu m
enggunakan lempeng KLT. Metode KLT digunakan karena KLT merupakan meto
de yang sederhana dan cepat. KLT digunakan secara luas untuk analisis obat.
Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa pada baku dan spike
mempunyai nilai Rf yang sama dengan nilai Rf sampel 3 jamu Wei Yi Wang (000
3.K) Biru A,B dan Hijau A,B Dari hasil penelitian ini diketahui noda sampel p
embanding glibenklamid ketika diamati di bawah sinar UV 254 nm berwarna gela
p atau hitam, sedangkan ketika diamati di bawah sinar UV 366 nm tidak berwarna
karena tidak terdapat senyawa yang berfluorosensi di sinar UV 366 nm. Hasil yan
g diperoleh yaitu nilai Rf baku glibenklamid pada sampel 0003 K dengan menggu
nakan dua eluen yaitu (0,16 dan 0,41), nilai Rf Spike dengan menggunakan dua el
uen yaitu (0,16 dan 0,41). Nilai Rf dari sampel 0003 K warna biru dengan menggu
nakan eluen 1 dan dilakukan replikasi sebanyak dua kali berturutturut yaitu (0,18),
(0,18) dan pada eluen 2 yang dilakukan repikasi sebanyak dua kali berturutturut y
aitu (0,41), dan (0,41). Nilai Rf dari sampel 0003 K warna hijau dengan menggun
akan eluen 1 dan dilakukan replikasi sebanyak dua kali berturut-turut yaitu (0,18),
(0,18) dan pada eluen 2 yang dilakukan repikasi sebanyak dua kali berturut-turut y
aitu (0,41), dan (0,42).
Dari hasil data tersebut dinyatakan bahwa sampel jamu yang diuji member
ikan hasil positif mengandung bahan kimia obat glibenklamid pada sampel jamu 0
003 K yang ditandai dengan munculnya bercak yang sama dengan pembandingny
a, dan memiliki nilai Rf yang hampir sama. Sementara pada sampel jamu 0001 K
dan jamu 0002 K, memberi hasil negatif mengandung bahan kimia obat yang dita
ndai dengan tidak adanya nilai Rf yang sama dei]kngan pembandingnya.
Untuk memperkuat hasil identifikasi KLT yang menyatakan bahwa jamu
Wei Yi Wang (0003.K) positif mengandung BKO glibenklamid maka perlu dipert
egas/diperkuat lagi dengan uji spektrofotodensitometri

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jamu Wei Yi Wang
(0003.K) positif mengandung bahan kimia obat (BKO) glibenklamid. Sedangkan j
amu Delites (0001.K) dan jamu Jakeni (0002.K) negatif mengandung bahan kimia
obat (BKO). Hal ini dapat dilihat dari nilai Rf masing-masing sampel dan nilai Rf
dari baku pembanding glibenklamid dan Spike serta dipertegas dengan hasil uji sp
ektrofotodensitometri yang menunjukan peak (puncak gelombang) yang sama.

2. Jurnal ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT SIBUTRAMIN HCl PADA JAMU


PELANGSING YANG BEREDAR DI KOTA MANADO
Tujuan
Mengetahui kandungan bko sibutramin HCl pada jamu pelangsing yang
beredar di Kota Manado
METODE PENELITIAN
Bahan-bahan yang digunakan ialah 10 jamu pelangsing dengan berbagai
merk berbeda yang dijual di sekitar Kota Manado, sibutramin HCl (pa), metanol
(pa), aqua bidestilata (pa), etil asetat (pa), n-heksan (pa), aseton (pa), kloroform
(pa).
Alat-alat yang digunakan ialah mortir, stamfer, peralatan gelas (Pyrex), ne
raca analitik (KERN ACJ 220 - 4M), chamber, mikropipet (ecopipette), plat silika
GF254, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu 00787).
Pengambilan Sampel
Sampel jamu pelangsing diambil dari daerah kota Manado. Total sampel 1
0 macam jamu dengan masing-masing merek yang berbeda. Pembuatan Larutan S
tandar Kualitatif Ditimbang secara akurat 50 mg sibutramin hidroklorida dan dipi
ndahkan ke dalam labu takar 100 mL, dilarutkan dengan metanol dan diencerkan
hingga kandungan sibutramin hidroklorida menjadi 500 μg/mL. Diambil 10 mL d
ipindahkan ke labu takar 100 mL dan diencerkan (suthar et al., 2009).
Preparasi Sampel KLT
Satu gram sampel yang telah diserbuk halus ditimbang dengan seksama di
masukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan menggunakan metanol sebanyak 5
mL. Dikocok selama 30 menit dan disaring. Filtrat dimasukkan dalam labu takar
10 mL dan tambah dengan metanol.
Pembuatan Larutan Standar Kuantitatif
Standar sibutramin HCl ditimbang secara seksama sebanyak 100 mg dan dilar
utkan menggunakan aqua bidestillata sampai 100 mL di dalam labu takar.
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Dipipet 50 μL dan ditambahkan dengan aqua bidestilata sampai 10 mL, kemud
ian dibaca untuk mencari λ maksimum menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada r
entang panjang gelombang 200 – 400 nm.
Waktu Optimasi
Dari Larutan Standar Sibutramin HCl 100 mg/100 mL dibuat larutan baku den
gan cara dipipet 50 μL dan ditambahkan dengan aqua bidestillata sampai 10 mL dikoc
ok hingga homogen dan dimasukkan ke dalam kuvet kemudian dibaca absorbansinya
pada panjang gelombang maksimum sampai diperoleh absorbansi yang relatif konstan
dengan rentang pembacaan 1 menit sekali.
Kurva Baku
Dibuat seri konsentrasi 5 μg/mL, 7,5 μg/mL, 10 μg/mL, 12,5 μg/mL dan 15 μg
/mL dari larutan standar 1000 μg/mL, kemudian dibaca pada alat spektrofotometri U
V-Vis dengan panjang gelombang maksimum yang didapatkan.
Linearitas
Dibuat masing masing konsentrasi sibutramin HCl yang mengacu pada pembu
atan kurva baku. Masing masing konsentrasi dilakukan pengukuran ulang sebanyak 5
kali dengan alat spektrofotometri UV Visibel. Dibuat kurva baku dan persamaan garis
linear untuk uji kuantitatif dari sampel yang diduga mengandung sibutramin HCl
Ketelitian
Dari larutan Standar Sibutramin HCl 100 mg/100 mL dipipet 50 μL dan ditam
bahkan dengan aqua bidestillata sampai 10 mL kemudian dibaca absorbansinya pada
panjang gelombang maksimum. Uji Ketelitian ini dilakukan dengan lima kali pengula
ngan.
Ketepatan
Ditimbang 100 mg zat aktif Sibutramin HCl secara duplo, masing masing dim
asukkan ke dalam labu ukur. Pada salah satu labu ukur ditambahkan 45 mL larutan sta
ndar sibutramin HCl. Kedua sampel tersebut ditambahkan aqua bidestilata hingga vol
ume 50 mL. Dikocok hingga homogen kemudian dari masing masing larutan larutan t
ersebut diambil 50 μl kemudian diencerkan dengan aqua bidestilata hingga volume te
pat 10 mL lalu dibaca absorbansinya pada panjang gelombang maksimum dan operati
ng time. Uji ketepatan dilakukan dengan penambahan larutan standar 100 mg/100 mL
dengan 5 kali pengulangan.
Preparasi Sampel Spektrofometri UvVis
Timbang 200 mg secara seksama sampel yang diperkirakan mengandung sibut
ramin, kemudian letakkan dalam labu takar 25 mL tambahkan dengan aqua bidestilata.
Dipipet 250 μL tambahkan dengan aqua bidestilata sampai 10 mL, kemudian dibaca
menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
Analisis Kualitatif
Analisis dilakukan menggunakan metode KLT dengan fase diam silika gel GF
254 dengan jarak pengembangan sebesar 8 cm, fase gerak campuran etil asetat : n-He
ksan (7:3), aseton : kloroform (7:3), aseton : kloroform : n-heksan (5:3:2). Data KLT
diperoleh dengan menghitung Rf yang didapat dan dibandingkan antara nilai Rf stand
ar Sibutramin HCl dengan nilai Rf sampel.
Analisis Kuantitatif
Dari larutan standar diperoleh hasil panjang gelombang maksimal, persamaan
kurva baku dan nilai R, persamaan kurva baku digunakan untuk menghitung kadar sib
utramin di dalam sampel. Hasil penotolan pada KLT yang mempunyai Rf sama kemu
dian dianalisis menggunakan Spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang m
aksimum dan pada panjang gelombang inilah didapatkan data absorbansi yang maksi
mum. Data absorbansi yang diperoleh kemudian dicari kadarnya menggunakan persa
maan kurva baku
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kualitatif Analisis sibutramin HCl pada jamu pelangsing yang bereda
r di kota Manado dilakukan menggunakan 10 jenis jamu pelangsing. Analisis kualitati
f menggunakan metode KLT dengan campuran 3 fase gerak. Metode ini bertujuan unt
uk mengidentifikasi kandungan bahan kimia obat sibutramin HCl pada jamu pelangsi
ng.
Dilihat dari Rf yang didapat menunjukkan tidak terdapat kesamaan pada masin
g masing gerak dan menghasilkan bercak yang bervariasi. Penampakan noda pada sin
ar UV 254 nm dan 366 nm disebabkan Karena adanya interaksi antara sinar UV denga
n gugus komofor yang terikat oleh auksokrom yang terdapat pada noda tersebut. Gug
us kromofor merupakan gugus atom yang dapat menyerap radiasi elektromagnetik (si
nar UV) dan mempunyai ikatan rangkap yang tak jenuh (terkonyugasi). Sedangkan gu
gus terkonyugasi ialah struktur molekul dengan ikatan rangkap tak jenuh lebih dari sat
u yang berada berselang seling dengan ikatan tunggal. Dari sepuluh sampel tersebut m
enggunakan tiga fase gerak berbeda hanya 1 produk jamu pelangsing yang memilik R
f sama dengan sibutramin HCl, yaitu sampel D, sehingga dapat dikatakan sampel terse
but positif mengandung sibutramin HCl dan untuk seberapa besar konsentrasinya aka
n telihat lebih jelas pada saat dilakukan analisis kuantitatif. Analisis Kuantitatif Dari h
asil yang diperoleh panjang gelombang maksimum yang diperoleh yaitu 266 nm deng
an absorbansi 0,19. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan untuk menge
tahui ketika absorbsi mencapai maksimum sehingga meningkatkan proses absorpsi lar
utan terhadap sinar. Penentuan Operating Time ditentukan dengan mengukur absorba
nsi pada panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan yaitu 266 nm dengan k
onsentrasi yang dipilih yaitu 5 μg/mL dengan rentang waktu 1 – 10 menit Persamaan
kurva kalibrasi merupakan sumbu x dan sumbu y dimana sumbu x dinyatakan dengan
konsentrasi yang diperoleh sedangkan sumbu y merupakan absorbansi atau serapan ya
ng diperoleh dari hasil pengukuran sehingga persamaan regresi linier dari kurva kalibr
asi yang diperoleh adalah y = 0,0438-0,0532. dengan koefisien korelasi r = 0,9935. H
arga koefisien korelasi yang mendekati 1 menyatakan hubungan yang linier antara ko
nsentrasi dengan serapan yang dihasilkan dengan arti peningkatan nilai absorbansi ana
lit berbanding lurus dan signifikan dengan peningkatan konsentrasinya sesuai dengan
syarat nilai koefisien korelasi (r) yang baik ialah ≥0,997 (Shargel,1985).

Setelah mendapatkan kurva kalibrasi yang memenuhi persyaratan analisis, sela


njutnya menentukan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitas (LOQ). Batas deteksi ya
ng diperoleh adalah 0,0358 μg/mL artinya pada konsentrasi tersebut masih dapat dilak
ukan pengukuran sampel yang memberikan hasil ketelitian suatu alat berdasarkan ting
kat akurasi individual hasil analisis, sedangkan batas kuantitas yang diperoleh adalah
0,1193 μg/mL. artinya pada konsentrasi tersebut bila dilakukan pengukuran masih dap
at memberikan kecermatan analisis. Batas deteksi merupakan konsentrasi analit terend
ah dalam sampel yang masih dapat dideteksi (Harmita, 2004).
Pengujian ketelitian menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji yang diuk
ur melalui penyebaran hasil dari ratarata secara terulang. Presisi diukur sebagai simpa
ngan baku berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap replikasi sampel yang dia
mbil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).. Hasil absorbansi digunakan untu
k menghitung harga absorbansi dan konsentrasi rata-rata, standar devisiasi (SD), koefi
sien variasi (KV) serta ketelitian alat. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan nilai ko
efisien variasi (KV) adalah 0,2737% sehingga ketelitian alat yang diperoleh yaitu 99,7
263%. Menurut Harmita (2004), nilai KV < 2% menunjukkan bahwa metode tersebut
memberikan presisi yang baik. Pada pengujian ketepatan yang dinyatakan sebagai per
sen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Akurasi hasil analisis san
gat tergantung kepada sebaran alat sistematik didalam keseluruhan analisis. Hasil uji r
ecovery yaitu 84,798%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa metode yang digunak
an memiliki ketepatan yang baik ditunjukkan dengan nilai recovery berada pada kisar
an 80 – 110% sesuai dengan yang disyaratkan. Nilai recovery menunjukkan kemampu
an metode untuk memberikan ketepatan pengukuran terhadap analit berdasarkan angk
a perolehan kembali. Hasil penetapan kadar sibutramin HCl pada jamu pelangsing den
gan nama merk yang berbeda diperoleh :
Pada analisis kuantitatif dilakukan pengujian pada 10 sampel walaupun pada a
nalisis kualitatif hanya satu sampel yang positif mengandung sibutramin HCl, hal ini
dilakukan bertujuan untuk memastikan bahwa sampel lainnya benar tidak mengandun
g sibutramin HCl. Hal ini dikarenakan sensitivitas spektrofotometri Uv-Vis lebih ting
gi dibandingkan metode KLT. Parameter yang digunakan untuk mengevaluasi adalah
batas deteksi (LOD). Hasil LOD yang didapatkan adalah 0,0358. Berdasarkan data sa
mpel yang diperoleh kesepuluh sampel tersebut menunjukkan konsentrasi diatas batas
deteksi, sehingga dapat dikatakan bahwa kesepuluh sampel tersebut terdeteksi menga
ndung sibutramin HCl. Oleh karena itu, sampel sampel yang terdeteksi tersebut tidak
memenuhi persyaratan dan berbahaya jika dikonsumsi secara rutin karena sibutramin
HCl merupakan obat keras yang salah satunya kontraindikasi dengan penyakit kardiov
askuler.
KESIMPULAN
1. Dari 10 merk jamu pelangsing yang beredar di Kota Manado dinyatakan teri
dentifikasi mengandung sibutramin HCl.
2. Kadar sibutramin pada sampel merk A sampai J ialah 8,124 μg/mL, 3,543
μg/mL, 6,732 μg/mL, 12,790 μg/mL, 9,479 μg/mL, 19,52 μg/mL, 10,613 μg/mL, 15,4
61 μg/mL, 18,444 μg/mL, dan 9,265 μg/mL

3. Jurnal ANALISA KUALITATIF SILDENAFIL SITRAT PADA BEBERAPA


PRODUK JAMU SEHAT PRIA DENGAN METODE KROMATOGRAFI L
APIS TIPIS DI WILAYAH BANJARMASIN

Tujuan
Mengetahui BKO Sildenafil Sitrat pada Jamu Sehat Pria dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis di Wilayah Banjarmasin.
METODE
Alat Chamber KLT (Camag® ), pH meter (Eutech® ), Alat-alat gelas (Pyr
ex® ), Lampu UV (Camag® ), Autospotter/Penotol otomatis (Analtech® ), Shake
r (Heidolph Unimax® ).
Bahan Sampel sejumlah 13 Jamu sehat pria dari 13 penjual jamu seduh (G
ambar 1), Sildenafil sitrat (Merck® ), Aqua demineralisata, NaOH (Merck® ), Eti
l Asetat pro analisis (Merck® ), Metanol pro analisis (Merck® ), Plat KLT : Silik
a Gel GF254 (Merck® ), Amonia (Merck® ).
Satu dosis sampel ditambahkan 50 ml air demineralisata, dikocok selama
30 menit kemudian disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam corong pisah dan di bas
akan dengan NaOH 0,1N hingga pH 11-12. Selanjutnya diekstraksi tiga kali deng
an etil asetat (25 ml). Ekstrak etil asetat dikumpulkan dan diuapkan untuk menghi
langkan etil asetatnya, dan ekstrak yang didapat dilarutkan dengan 5 ml methanol.
Baku pembanding (Sildenafil sitrat) ditimbang dan dilarutkan dalam methanol sa
mpai diperoleh kadar 0,1% b/v. Preparasi sampel untuk kromatografi lapis tipis.

Identifikasi BKO Sildenafil sitrat dengan Kromatografi Lapis Tipis Sampe


l jamu seduh sehat pria akan diidentifikasi kandungan sildenafil sitrat menggunak
an metode kromatografi lapis tipis, dengan fase diam Silika Gel GF254 (Merck) d
an fase gerak : etil asetat : metanol : amonia (85:10:5) (PPOM, 2005). Pembuatan
fase gerak dilakukan dengan mencampur etil asetat : metanol : amonia dengan per
bandingan 85:10:5, dimana dalam penelitian ini volume fase gerak yang dimasuk
kan ke dalam chamber adalah 100 ml. Fase gerak kemudian dimasukkan ke dala
m chamber, dan ditunggu hingga benar-benar jenuh. Pengamatan fase gerak yang
sudah jenuh dibantu dengan menggunakan kertas saring dengan ukuran 1 cm x 25
cm. Saat kertas saring sudah terlihat terbasahi fase gerak, maka hal tersebut mena
ndakan bahwa fase gerak telah jenuh dan siap digunakan untuk elusi (pengemban
gan) sampel.. Sejumlah 100 μl Baku pembanding sildenafil sitrat dan 13 sampel h
asil preparasi jamu seduh sehat pria ditotolkan pada plat KLT (Silika Gel GF254,
Merck), kemudian dibiarkan sampai benarbenar mengering. Penotolan dilakukan
dengan jarak 2 cm antar sampel. Plat yang digunakan berukuran 20cm x 20 cm. P
lat dengan sampel kemudian dimasukkan ke dalam chamber dengan hati-hati, dan
ditunggu hingga proses elusi selesai. Setelah proses elusi telah selesai (dengan jar
ak rambat 15 cm), plat dikeluarkan dengan hati-hati dan dibiarkan sebentar hingg
a mongering. Setelah kering, plat dilihat di bawah lampu UV 254 nm (Camag) un
tuk diamati pola kromatogram, baik dari sampelsampel maupun dari baku pemba
nding sildenafil sitrat. Noda (spot) dari sampel dibandingkan dengan noda (spot)
dari baku pembanding (sildenafil sitrat), dan dihitung nilai Rf.Nilai Rf diperoleh
berdasarkan rumus :
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan sildenafil sitrat yang


terdapat dalam jamu seduh sehat pria. Hasil identifikasi memperlihatkan bahwa, d
ari 13 sampel jamu seduh sehat pria, terdapat 5 sampel jamu yang mengandung si
ldenafil sitrat (38,5 %). Perhitungan nilai Rf sampel dan baku pembanding (silden
afil sitrat) dapat dilihat pada Tabel 2. Pola kromatogram sampel dan pembanding
memperlihatkan bahwa sampel A, B, D, E, dan G memiliki kandungan sildenafil
sitrat (Gambar 3-4). Baku pembanding sildenafil sitrat memiliki Rf 0,53.Rf yang
dimiliki sampel A, B, D, E, dan G berturut-turut adalah 0,53; 0,53; 0,53; 0,52; da
n 0,52. Rf yang dimiliki sampel A, B, D, E dan G memperlihatkan kesamaan den
gan Rf baku pembanding sildenafil sitrat. Hal ini menunjukkan bahwa sampel-sa
mpel tersebut mengandung sildenafil sitrat. Intensitas spot (noda) pada sampel A,
B dan D berbeda dengan sampel E dan G, walaupun memperlihatkan nilai Rf yan
g menunjukkan adanya kandungan sildenafil sitrat. Perbedaan ini disebabkan kare
na perbedaan kadar sildenafil yang terkandung dalam tiap sampel yang ditotolkan
pada plat.
Metode identifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kromatografi lapis tip
is. Beberapa penelitian untuk identifikasi bahan kimia obat dalam jamu dilakukan menggunak
an kromatografi lapis tipis, baik untuk identifikasi bahan kimia obat parasetamol, fenilbutazo
n, kortikosteroid, dan dexamethasone (Nurhasnawati, Rahmayulis, & Azmi, 2014; Prayoga,
Widiyanto, & Mekasari, 2016; Widyawati, Rusdi, & Maulana, 2015; Wirastuti, Dahlia, & Na
jib, 2016).

Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk identifikasi suatu senyawa dalam cam
puran senyawa dengan membandingkan Rf dengan Rf senyawa yang telah diketahui yang dil
akukan dalam plat KLT yang sama, selain itu kromatografi lapis tipis merupakan teknik yang
sederhana, hemat biaya mudah untuk dilakukan(Kumar, Jyotirmayee, & Sarangi, 2013). Obat
tradisional tidak diperbolehkan mengandung bahan kimia obat, dan adanya bahan kimia obat
dalam obat tradisional menyebabkan obat tradisional dinyatakan tidak memenuhi syarat dan h
arus dilakukan penarikan dari peredaran (BPOM-RI, 2016; PERMENKES, 2012).

Ketiadaan pengetahuan konsumen akan dampak bahaya dari obat tradisional dengan k
andungan bahan kimia obat yang dikonsumsinya, kemudian adanya kemungkinan kontra indi
kasi penggunaan bahan kimia bagi konsumen yang menderita penyakit tertentu, maupun kem
ungkinan terjadinya interaksi antar bahan kimia obat, adalah hal yang sangat membahayakan
bagi konsumen (BPOM-RI, 2006).

Sildenafil sitrat, yang merupakan salah satu penghambat fosfodiesterase tipe 5 oral (P
DE5), adalah obat oral pertama yang disetujui untukpengobatan disfungsi ereksi (DE) oleh U
S Food and Drug Administration (FDA) dan European Medicines Evaluation Agency. Salah s
atu kontraindikasi sildenafil sitrat adalah sildenafil sitrat tidak boleh diresepkan secara kombi
nasi dengan nitrat pada pasien tanpa pemeriksaan adanya penyakit koroner arteri (Cakmak, Ik
itimur, Karadag, & Ongen, 2012). Choi et al (2017) melaporkan kasus Fixed Drug Eruption y
ang disebabkan pemakaian sildenafil sitrat.Fixed Drug Eruption merupakan reaksi alergi kare
na pemakaian obat-obat tertentu, berupa lesi pada kulit. Penggunaan sildenafil sitrat tanpa me
mpertimbangkan kontraindikasi dan adanya alergi dapat membahayakan konsumen (Choi et a
l., 2018). Bahan kimia obat yang terkandung dalam jamu inilah yang menjadi selling point ba
gi produsen/ penjual obat tradisional dengan kandungan bahan kimia obat, hal ini disebabkan
ketiadaan pengetahuan baik penjual maupun produsen akan dampak bahaya keberadaan baha
n kimia obat yang tidak terkontrol dosis dan penggunaannya, atau hal ini dilakukan dengan tu
juan meningkatkan keuntungan karena pengguna lebih menyukai jamu yang memberikan efe
k cepat.Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pada pasal 196 menyebutka
n bahwa produsen/pengedar jamu dengan kandungan bahan kimia obat, dapat dipidana penjar
a paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

KESIMPULAN
Analisa kualitatif dari 13 sampel jamu seduh sehat pria menggunakan metode kromat
ografi lapis tipis, menunjukkan bahwa terdapat 5 sampel yang mengandung bahan kimia obat
sildenafil sitrat.

4. Jurnal Identifikasi Parasetamol dan Asam Mefenamat pada Jamu Pegel Linu
dan Asam Urat yang Beredar di Daerah Istimewa Yogyakarta

Tujuan

Mengetahui kandungan BKO Parasetamol dan Asam Mefenamat pada


Jamu Pegel Linu dan Asam Urat yang Beredar di DIY.

Bahan

Sampel jamu pegel linu dan asam urat diperoleh dari para pedagang jamu
yang berjualan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Maret 2019. Lempeng
KLT Silika gel GF 254 yang digunakan adalah dari Merck (Germany) dan pemba
nding/standar menggunakan tablet 500 mg parasetamol dan 500 mg asam mefena
mat yang diproduksi oleh Novapharin Pharmaceutical Indonesia. Untuk solven ya
ng digunakan untuk elusidasi adalah klorofrom p.a dan etanol p.a yang diperoleh
dari Merck (Germany).

Metode

Pembuatan larutan kurva baku parasetamol Satu (1) tablet 500 mg paraset
amol dan satu (1) tablet 500 mg asam mefenamat masingmasing ditimbang secara
seksama dengan menggunakan timbangan analitik (Mettler Tolledo®) kemudian
digerus terpisah. Selanjutnya masing-masing ditimbang secara seksama seberat 1/
5 berat tablet untuk menyiapkan parasetamol dan asam mefenamat setara dengan
100 mg. Serbuk kemudian dilarutkan menggunakan etanol p.a dalam sebuah beak
er glass (Pyrex®) yang terpisah kemudian disaring. Selanjutnya masing-masing d
imasukkan dalam labu ukur 10 mL (Pyrex®) dan ditambahkan etanol p.a sampai
10 mL. Stok-stok larutan ini kemudian digunakan untuk standar pada identifikasi
awal parasetamol dan asam mefenamat menggunakan KLT pada sampel jamu. Le
bih lanjut untuk penetapakan kadar, stok-stok larutan ini digunakan untuk membu
at seri kadar BKO dengan konsentrasi sekitar 0,5% (b/v); 0,25% (b/v); 0,125% (b
/v); dan 0,0625% (b/v).

Pembuatan larutan sampel

Sampel (jamu) ditimbang secara seksama masing-masing seberat 116 mg


(setra dengan berat serbuk parasetamol yang digunakan untuk membuat kurva ba
ku) menggunakan timbangan analitik (Mettler Tolledo®). Selanjutnya sampel dil
arutkan dengan etanol p.a dalam beaker glass (Pyrex®) kemudian disaring. Kemu
dian ditambahkan etanol p.a sampai 10 mL dalam sebuah labu ukur 10 mL (Pyrex
®) dan siap untuk dilakukan analisis.

Analisis kualitatif dan analisis kuantitatif

Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan lempeng KLT silika ge


l GF 254 (Merck). Plat dipotong dengan ukuran 10 cm x 10 cm kemudian diaktifk
an dengan memanaskannya di atas hot plate untuk beberapa lama (±10 menit). Se
lanjutnya larutan sampel yang sudah disiapkan ditotolkan pada plat KLT dengan
menggunakan micro syringe (Hamilton®) sebanyak 50 µl. Jarak antar totolan ada
lah 1 cm dan elusi ditargetkan setinggi 7 cm. Sembari menyiapkan sampel, chamb
er KLT (Camag®) dijenuhkan dengan menggunakan fase gerak klorofrom-etanol
(8:1) (Hayun & Karina, 2016) dan selanjutnya dilakukan elusi sampel ketika cha
mber telah jenuh. Interpretasi adanya parasetamol dan asam mefenamat dalam sa
mpel dilakukan dengan membandingkan bercak standar parasetomol dan asam m
efenamat dengan bercak yang ada pada sampel. Pembandingan dilakukan dengan
melihat bercak di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm. Kemudian
untuk analisis kuantitatif, lempeng KLT dimasukkan dalam alat densimometri (C
amag TLC Scanner 4) untuk dibaca luas area yang ditimbulkan oleh bercak yang
mirip nilai Rf dengan bercak parasetamol dan asam mefenamat standard. Luas are
a yang diperoleh digunakan untuk menghitung kadar parasetomol yang terdapat d
alam jamu. Perhitungan didasarkan pada kurva baku yang telah dibuat sebelumny
a.

Hasil dan Pembahasan

Pada saat ini terjadi peningkatan trend untuk kembali menggunakan bahan
alam atau herbal untuk pengobatan dibanding obat sintetik (Calahan et al, 2016;
Yamin & Burhanudin, 2018; Andriati dan Wahjudi, 2016). Trend ini dimanfaatka
n oleh pihak tidak bertanggung jawab yang memproduksi obat tradisonal untuk m
engeruk keuntungan, yaitu dengan menambahkan BKO untuk mempercepat aksi s
ehingga pengguna akan banyak membeli. Salah satu BKO yang sering ditemukan
ditambahkan adalah parasetamol (BPOM RI, 2017). Selain itu asam mefenamat j
uga ditemukan pada jamu pegel linu yang berdar di kabupaten Pekalongan (Rusm
alina et al, 2020). Pada penelitian ini, analisis dilakukan menggunakan metode K
LT-densitometri. dengan fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak campuran kl
oroform-etanol (8:1). Pemilihan fase diam silika gel GF 254 adalah untuk memud
ahkan identifikasi, dimana pada penyinaran dengan lampu UV 254 nm fase diam
akan berfluoresen sedangkan bercak parasetamol akan meredam sehingga bercak
akan jelas terlihat. Peredaman fluoresensi fase diam karena parasetamol dan asam
mefenamat dikarenakan kedua zat tersebut mempunyai gugus kromofor dan auks
okrom yang mampu menyerap sinar UV (Tulandi, 2015; Musiam & Alfian, 2017;
Rosalina, 2018).

Berdasarkan uji KLT, sampel jamu yang terbukti mengandung parasetamo


l kemudian dilanjutkan uji kuantitatif mengguankan densisometri (Gandjar & Ab
dul Rohman, 2007). Kurva baku yang dibuat bisa diliat pada Gambar 2. Sementar
a Hasil analisis semua sampel jamu no 1 -14 bisa dilihat pada Tabel 1 dan kromat
ogram setiap sampel jamu bisa dilihat pada Gambar 3.
Sementara itu fase gerak yang dipilih berdasarkan prinsip KLT like dissol
ve like. Parasetamol dan asam mefenamat merupakan senyawa semipolar sehingg
a bisa dielusi menggunakan fase gerak yang semi polar (Depkes RI, 1995). Dari
Gambar 1 (A) dan (B) bisa dilihat bahwa sampel no 3, 7 dan 10 terdapat bercak y
ang mempunyai warna dan Rf serupa dengan standar parasetamol yang digunakan
Pada sampel 1, 2, 8 dan 9 memiliki bercak yang mempunyai Rf mirip dengan ber
cak asam mefenamat, tetapi warna bercak berbeda dengan warna bercak asam me
fenamat, yaitu memiliki warna kekuningan. Bisa dikatakan bahwa sistem KLT ya
ng digunakan tidak spesifik untuk sampel yang diteliti karena tidak bisa membeda
kan asam mefenamat dan senyawa berwarna kekuningan, sehingga perlu dilakuka
n pemilihan sistem KLT yang sesuai pada penelitian selanjutnya. Oleh karena itu
pada penelitian ini disimpulkan bahwa sampel jamu yang dianalisis mengandung
BKO parasetamol pada sampel no 3, 7, dan 10 dan tidak ada sampel yang mengan
bdung BKO asam mefenamat. Standar parasetamol dan asam mefenamat yang di
gunakan pada penelitian ini adalah tablet parasetamol dan tablet asam mefenamat
yang diperoleh dari Apotek yang bisa dipastikan kebenarannya.
Berdasarkan AUC yang diperoleh dari analisis menggunakan densitomete
r dan menggunakan kurva baku yang sudah disiapkan, maka konsentrasi paraseta
mol pada sampel no 3, 7 dan 10 adalah sebagai berikut 0,04% (b/v), 0,3% (b/v), d
an 0,13% (b/v). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini sejalan dengan peneiltian
sebelumnya bahwa paracetamol ditemukan dalam jamu pegel linu yang beredar di
kota Cimahi (Jawa Barat) dan kota Bandar (Jawa Timur) (Riyanti et al, 2013; Sap
utra, 2017). Kemungkinan sampel yang diteliti adalah sama, tetapi dengan hasil p
enelitian ini bisa diasumsikan bahwa penyebaran jamu pegel linu dan jamu asam
urat yang mengandung BKO menyebar di banyak daerah. Hal ini adalah masalah
yang perlu diperhatikan oleh masyarakat luas agar lebih berhati-hati dalam mengk
onsumsi jamu.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 14 jamu pegel linu dan asam u
rat yang beredar di Daerah Istimewa Yogyakarta didapatkan bahwa sampel nomer 3 (SM), 7
(AS) dan 10 (JE) terbukti mengandung BKO parasetamol dengan kadar pada masing-masing
sampel sebesar 0,04% (b/v), 0,30% (b/v), dan 0,13% (b/v).

5. Jurnal PEMERIKSAAN KANDUNGAN BAHAN KIMIA OBAT (BKO) PRE


DNISON PADA BEBERAPA SEDIAAN JAMU REMATIK

Tujuan

Mengetahui Kandaungan BKO Prednison pada Jamu Rematik

METODE PENELITIAN

A. Ekstraksi sampel secara Maserasi Sampel jamu A ditimbang kurang lebih 1 gr


am di masukkan kedalam gelas kimia, lalu di tambahkan etanol 96 % kurang lebi
h 20 mL, kemudian di sonikasi selama 20 menit, saring dan tampung ekstrak cair
dari sampel jamu (perlakuan triplo). Lakukan perlakuan yang sama untuk masing
masing sampel jamu B, C, D dan E (Wisnuwardhani et al, 2013 yang telah dimod
ifikasi).

B. Penguapan Ekstrak Ekstrak etanol cair sampel jamu rematik A, B, C, D dan E


diuapkan dengan cara dianginanginkan sehingga diperoleh ekstrak etanol kental j
amu A, B, C, D dan E.

C. Identifikasi Kromatografi lapis tipis (KLT) Ekstrak etanol jamu A dan senyaw
a pembanding Prednison ditotolkan pada lempeng KLT dengan ukuran 4 x 7 cm,
dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen Kloroform : Etil asetat (1 : 9). S
etelah eluen mencapai batas tanda, angkat dan keringkan. Kemudian kromatogra
m yang dihasilkan diamati nodanya di bawah sinar ultra violet (UV) pada panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm. Dibandingkan noda yang terdapat pada senyawa
pembanding dengan ekstrak jamu dan perhatikan ada tidaknya kesamaan pada pe
nampakan noda dan hitung nilai Rf-nya. Lakukan perlakuan yang sama untuk sa
mpel jamu B, C, D dan E (Firdaus & Utami, 2009 yang telah dimodifikasi).

D. Penetapan kadar dengan KLT-Densitometri a. Pembuatan larutan baku Prednis


on Pembanding Prednison ditimbang 10 mg kemudian dilarutkan dengan 10 mL
methanol dengan konsentrasi 1000 ppm. Dari konsentrasi 1000 ppm tersebut di pi
pet sebanyak 2,5 mL dan di cukupkan hingga 5 mL metanol sehingga diperoleh k
onsentrasi 500 ppm (Wisnuwardhani et al, 2013 yang telah dimodifikasi). b. Pem
buatan larutan sampel Sampel jamu A, B, C, D dan E hasil meserasi masing-masi
ng ditimbang sebanyak 10 mg kemudian dilarutkan dengan 10 mL etanol 96%. K
emudian di pipet sebanyak 1 mL dan dilarutkan dengan 10 mL etanol 96% (Wisn
uwardhani et al, 2013 yang telah dimodifikasi). c. Penentuan kadar Prednison pad
a sampel Disiapkan lempeng KLT dengan ukuran 12 x 10 cm, dengan tepi atas dit
andai 0,5 cm dan tepi bawah ditandai 1 cm. Dari larutan baku dengan konsentrasi
500 ppm, kemudian ditotolkan dengan menggunakan mikropipet dengan variasi k
onsentrasi 1 µL, 2 µL, 3 µL, 4 µL, dan 5 µL. Kemudian ekstrak cair jamu A, B, C,
D dan E ditotolkan dengan menggunakan mikropipet sebanyak 2 µL pada lempe
ng KLT yang sama. Lempeng di elusi dalam chamber yang berisi kloroform : etil
asetat (1 : 9). Noda yang terpisah diamati dengan lampu UV 254 nm dan diukur d
engan KLT-densitometri pada panjang gelombang maksimum 254 nm, dilakukan
analisis terhadap hasil scan (Solomon, Anand & Shukla, 2010 yang telah dimodifi
kasi).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam arti medis, rematik merupakan istilah yang kurang jelas dan tidak spesifik sehi
ngga jarang dipakai dalam praktek kedokteran. Karena keluhan utamanya nyeri dan pegal-pe
gal. Penyakit rematik sangat mengganggu aktivitas penderita, terutama aktivitas yang memerl
ukan gerak tubuh (Wijayakusuma, 2006). Rematik termasuk dalam kelompok penyakit reuma
tologi, yang menunjukkan suatu kondisi dengan nyeri dan kaku yang menyerang anggota ger
ak, yaitu sendi, otot, tulang, maupun jaringan sekitar sendi. Rematik banyak jenisnya, termas
uk diantaranya asam urat (gout artritis) yang merupakan jenis rematik yang paling populer da
n banyak diderita penduduk Indonesia (Wijayakusuma, 2006). Tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mengetahui adanya bahan kimia obat prednison yang terdapat pada jamu rematik. Pada
penelitian ini dilakukan terhadap 5 sampel jamu rematik yang beredar di Makassar. Kelima sa
mpel tersebut termasuk jenis jamu, karena masing-masing jamu terdapat gambar logo jamu p
ada tiap kemasan. Prednison merupakan obat golongan kortikosteroid. Prednison ini digunaka
n sebagai obat rematik yang bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri secepat mungkin. Dos
is prednison yang biasa diberikan sebagai obat rematik yaitu 20 ± 40 mg per hari selama 3 ha
ri. Dosis kemudian diturunkan secara bertahap selama 1 ± 2 minggu (Misnadiarly, 2007). Pre
dnison biasanya dicampurkan dalam jamu pegal linu, asam urat, sesak napas, dan rematik (Na
jib, 2009). Prednison merupakan obat golongan kortikosteroid yang digunakan untuk mengob
ati berbagai penyakit akut dan kronis termasuk radang sendi, asma, penyakit alergi (Vogt et al,
2007). Penggunaan obat prednison yang kurang tepat dapat menyebabkan muka bengkak, ga
ngguan pencernaan, gangguan tulang dan otot, osteoporosis, gangguan hormon, depresi, inso
mnia, glaukoma, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh (Najib, 2009). Untuk m
enarik kandungan zat-zat aktif pada jamu, dilakukan ekstraksi dengan menggunakan metode
maserasi. Metode maserasi ini merupakan cara penyarian yang sederhana karena cairan penya
ri akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Za
t aktif ini akan larut dan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam denga
n diluar sel menyebabkan larutan yang terpekat keluar hingga terjadi keseimbangan konsentra
si antara larutan di dalam dan di luar sel. Cairan penyari yang digunakan dalam proses masera
si ini adalah etanol 96%. Etanol dipertimbangkan sebagai cairan penyari karena absorbsinya
baik serta zat pengganggu yang larut terbatas (Pine et al, 2011). Ekstrak etanol kental yang di
peroleh dari proses maserasi yaitu untuk sampel A sebanyak 542,3 mg, sampel B sebanyak 2
2,2 mg, sampel C sebanyak 355,5 mg, sampel D sebanyak 115,2 mg, dan sampel E sebanyak
107,9 mg ekstrak etanol kental. Untuk mengetahui adanya kandungan prednison dalam jamu
rematik, dilakukan pengujian kualitatif dan kuantitatif. Adapun uji kualitatifnya yaitu dengan
menggunakan lempeng KLT. Metode KLT digunakan karena KLT merupakan metode yang s
ederhana dan cepat. KLT digunakan secara luas untuk analisis obat (Gandjar & Rohman, 200
7). Dalam metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT), untuk mengidentifikasi prednison dalam
jamu rematik dapat diamati kromatogram berdasarkan perbandingan nilai Rf dari masing-mas
ing sampel dengan nilai Rf baku pembanding prednison.

Sebelum diketahui nilai Rf-nya, masing-masing sampel jamu rematik dan baku pemba
nding ditotol pada lempeng. Setelah itu, dielusi dengan menggunakan eluen kloroform : etil a
setat (1 : 9). kemudian, dihitung nilai Rfnya. Nilai Rf didapat dari perbandingan antara jarak t
itik pusat bercak dari titik awal dengan jarak garis depan dari titik awal. Warna bercak dari m
asing-masing sampel dan baku pembanding dapat dilihat di bawah lampu UV 254 nm. Pada l
ampu UV 254 nm, prednison berwarna ungu dengan nilai Rf 0,65. Yang positif mengandung
prednison, dapat dilihat dari nilai Rfnya, nilai Rf noda sampel sama dengan nilai Rf predniso
n. Untuk sampel jamu A pada lampu UV 254 nm menunjukkan noda berwarna ungu dengan
nilai Rf 0,65, dan pada lampu UV 366 nm tidak terdapatnoda. Sedangkan untuk sampel jamu
B pada lampu UV 254 nm terdapat noda berwarna kuning dengan nilai Rf 0,91, dan pada lam
pu UV 366 nm terdapat noda warna kuning dengan nilai Rf 0,91. Untuk sampel jamu C pada
lampu UV 254 nm terdapat noda berwarna kuning dengan nilai Rf 0,95, dan pada lampu UV
366 nm juga terdapat noda warna kuning dengan nilai Rf 0,95. Sedangkan untuk sampel jamu
D pada lampu UV 254 nm terdapat noda berwarna kuning dengan nilai Rf 0,91 dan 0,95 begit
upun juga pada lampu UV 366 nm terdapat noda berwarna kuning dengan nilai Rf 0,91 dan 0,
95. Dan untuk sampel jamu E pada lampu UV 254 nm terdapat noda berwarna kuning dengan
nilai Rf 0,91 begitupun pada lampu UV 366 nm terdapat noda berwarna kuning dengan nilai
Rf 0,91. Berdasarkan hal tersebut, sampel jamu yang positif mengandung prednison adalah sa
mpel jamu A karena memiliki nilai Rf dan warna noda yang sama dengan prednison yaitu de
ngan nilai Rf 0,65 dan noda berwarna ungu.

Adapun uji kuantitatifnya yaitu dengan menggunakan alat KLT-Densitometri. Kromat


ografi lapis tipis (KLT)-Densitometri merupakan metode analisis yang dapat menganalisis se
cara kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam campuran dengan waktu singkat, dan dapat digu
nakan pada kadar kecil (Sugijanto et al, 2010).

Instrumen KLT-Densitometri dilengkapi dengan suatu perangkat optik, sumber cahay


a, dan detector seperti halnya spektrofotometer (Hayun, 2007). Dalam pengerjaannya harus di
perhatikan cara penotolan sampel ekstrak, dan volume yang ditotolkan harus sama. Pengerjaa
nnya hampir sama dengan metode KLT. Hanya saja ukuran lempeng yang digunakan yaitu 12
x 10 cm. Analisis Prednison secara KLT Densitometri pada panjang gelombang maksimum 2
54 nm. Pada panjang gelombang maksimum 254 nm, diperoleh nilai Rf untuk pembanding pr
ednison 1 ‰L, 2 ‰L, 3 ‰L, dan 4 ‰L yaitu 0,64. Dan nilai Rf pembanding prednison 5 ‰
L yaitu 0,63. Sedangkan nilai Rf pada sampel jamu A yaitu 0,63.

Dari hasil menunjukkan bahwa sampel jamu A positif mengandung Prednison. Hal ini
didasarkan karena nilai Rf sampel jamu A dan nilai Rf baku pembanding prednison sama. Ad
apun kadar prednisone pada jamu A yaitu 475,421 µg/mL dengan persentase 4,754%.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terd
apat satu jenis jamu yang positif mengandung prednison dari lima jenis jamu yang diidentifik
asi yaitu jamu A. kadar prednison yang terkandung dalam jamu A yaitu 475,421 µg/mL deng
an persentase 4,754%.

6. Jurnal ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT DALAM JAMU PEGAL LINU Y


ANG DI JUAL DI SURAKARTA MENGGUNAKAN METODE SPEKTRO
FOTOMETRI UV
Tujuan :
Mengetahui BKO dalam Jamu Pegal Linu di Surakarta dengan Spektrofotometri UV
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Penelitian ini menggunakan alat sebagai berikut adalah: alat timbang merek AND ma
x 210 g, min 1 mg e=1 mg d=0,01/0,1 mg, sonifikator merek Bradson 2510, spektrofotometri
UV merek UV mini 1240 Shimadzu.
Bahan-bahan yang digunakan adalah Jamu pegel linu yang di jual di sekitar Surakarta,
plat KLT, fenilbutazon, natrium diklofenak, toluene (p.a), etil asetat (p.a), asam asetat glasial
(p.a), aseton (p.a), ammonia (p.a), metanol (p.a), aquades, natrium hidroksida 0,1 N. Pengum
pulan Jamu Pegel linu Jamu pegal linu yang digunakan pada penelitian ini yaitu 10 macam m
erek jamu pegal linu yang di jual di sekitar Surakarta. Dengan kriteria jamu pegal linu paling
diminati masyarakat.
Ekstraksi sampel
Ditimbang sampel 400 mg kemudian dilarutkan dalam metanol sampai 10 mL denga
n disonifikasi selama 30 menit kemudian disaring..
Analisis kualitatif KLT
Analisis dilakukan menggunakan KLT dengan jarak pengembangan masing-masing 8
cm dan fase gerak :
a. Natrium diklofenak : Larutan hasil ekstraksi dengan baku pembanding di totolkan secara te
rpisah.
Fase diam : Silika gel GF254
Eluen : 1. Toluen : etil asetat : asam asetat glasial (60:40:1) 2. Toluen : aseton (1:2) 3.
Toluen : metanol : ammonia (20:5:1)
b. Fenil butazon : Larutan hasil ekstraksi dengan baku pembanding ditotolkan secara terpisah
Fase diam : Silika gel GF254 Eluen : 1. Sikloheksan : kloroform : metanol : asam ase
tat glasial (60:30:5:5) 2. Etil asetat : metanol : ammonia (85:10:5) 3. N heksan : etil a
setat (8:2)
Penjenuhan : kertas saring
Penampak bercak : Cahaya ultraviolet 256 nm, terjadi pemadaman (BPOM, 2005).
Panjang Gelombang Maksimal
Dilakukan penentuan panjang gelombang maksimal untuk natrium diklofenak dan fen
ilbutazon. Pembuatan kurva baku
1. Natrium diklofenak Stok larutan standar natrium diklofenak konsentrasi 0,1% meng
gunakan pelarut metanol. Dari larutan stok standar, diencerkan hingga konsentrasi 5 µg/mL;
7 µg/mL; 9 µg/mL; 11 µg/mL; 13 µg/mL; 15 µg/mL; dan 17 µg/mL. Larutan stok disimpan p
ada 2-8 ˚C dilindungi dari cahaya (Dhaneshwar & Bhusari, 2010).
2. Fenilbutazon Stok larutan standar fenilbutazon konsentrasi 0,1% dibuat menggunak
an pelarut metanol. Dari larutan stok standar, diencerkan menggunakan Natrium hidroksida 0,
1 N hingga konsentrasi 3 µg/mL; 5 µg/mL; 7 µg/mL; 9 µg/mL; dan 11 µg/mL. Larutan stok d
isimpan pada -20 ˚C (Jedziniak P., et al., 2005). Masing-masing standar dibuat seri konsentra
si dari larutan standar yang kemudian dibaca dengan spektrofotometri UV pada panjang gelo
mbang maksimal.
Analisis jamu pegal linu
Analisis Kualitatif
1. Natrium diklofenak Analisis kualitatif natrium diklofenak menggunakan metode KLT fase
diam silika gel GF254, Fase gerak menggunakan campuran toluene : etil asetat : asam asetat
glasial (60:40:1), toluen : aseton (1:2) dan toluen : metanol : ammonia (20:5:1).
2. Fenilbutazon Analisis kualitatif fenilbutazon menggunakan metode KLT fase diam silika g
el GF254, fase gerak menggunakan campuran sikloheksan : kloroform : metanol (60:30:10), e
til asetat : metanol : ammonia (85:10:5) dan heksan : etil asetat (8:2).
Analisis kuantitatif
Hasil penotolan pada KLT yang mempunyai Rf sama dengan larutan standar natrium
diklofenak dilakukan penetapan kadar, ditimbang 400 mg sampel dilarutkan metanol 10 mL k
emudian disonikator selama 30 menit dan disaring, diambil 25 µL ditambahkan metanol sam
pai 5 mL kemudian dibaca pada panjang gelombang maksimal 276 nm Hasil penotolan pada
KLT yang mempunyai Rf sama dengan larutan standar fenilbutazon dilakukan penetapan kad
ar, ditimbang 400 mg sampel dilarutkan metanol 10 mL kemudian disonikator selama 30 men
it dan disaring, diambil 25 µL ditambahkan Natrium hidroksida 5 mL kemudian dibaca pada
panjang gelombang maksimal 264 nm
Analisis Data
Kadar dari sampel jamu diketahui berdasarkan persamaan kurva baku Y=bx+a, denga
n Y nilai absorbansi dan x adalah kadar terukur. Dari pembacaan sampel didapatkan absorban
si sebagai y dan x adalah kadar terukur dengan kadar b/v yang kemudian dijadikan mg/tab.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis kualitatif
Analisis bahan kimia obat natrium diklofenak dan fenilbutazon pada 10 jenis sampel j
amu tradisional pegal linu beredar di kota Surakarta. Analisis kualitatif menggunakan metode
KLT dengan 3 campuran fase gerak yang berbeda. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengid
entifikasi adanya tambahan bahan kimia obat produk jamu pegal linu. Analisis kualitatif natri
um diklofenak dan fenilbutazon pada sediaan jamu merupakan uji identifikasi natrium diklofe
nak dan fenilbutazon yang dimungkinkan terdapat dalam sediaan obat tradisional dapat dilak
ukan dengan metode KLT. Sampel dapat memisah berdasarkan komponen-komponen senyaw
a dengan memilih fase gerak yang sesuai. Pemisahan agar maksimal, Rf solute harus terletak
antara 0,2-0,8 (Gandjar dan Rohman, 2007).
Alasan pemilihan metode KLT adalah pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah d
ibandingkan kromatografi kolom, peralatan yang digunakan lebih sederhana, banyak digunak
an untuk tujuan analisis dan KLT lebih fleksibel dalam pemilihan fase gerak. Dengan system
fase gerak A (toluene : etil asetat : asam asetat glasial 60:40:1) v/v sampel 7 memiliki Rf 0,61
mendekati Rf standar natrium diklofenak dan sampel 10 memiliki Rf sama dengan standar na
trium diklofenak, dimungkinkan ada bahan kimia obat dengan Rf 0,63 (Gambar 1). Sistem fa
se gerak B (toluen : aseton 1:2) v/v sampel 7 dan 10 memiliki rf 0,75 sama dengan standar (G
ambar 4). Berikutnya fase gerak C (toluene : metanol :ammonia 20:5:1) v/v sampel 7 memili
ki Rf 0,77 mendekati Rf standar natrium diklofenak dan sampel 10 memiliki Rf 0,75 yang sa
ma dengan standar natrium diklofenak (Gambar 1). Dari ketiga sistem fase gerak memiliki Rf
sama dengan standar.

Dari pembuatan kurva baku natrium diklofenak didapat r = 0,9976 dengan persamaan
garis linier y=444,928x – 0,004289 dan fenilbutazon didapat r = 0,9992 dengan persamaan ga
ris linier y=496x + 0,1984. Nilai r yang paling baik adalah yang mendekati 0,99 (Watson, 200
5). Nilai b yang didapat pada kurva baku natrium diklofenak adalah 444,928 dan fenilbutazon
adalah 496, nilai b adalah slop menunjukkan sentifitas yang artinya semakin besar nilai b me
nunjukkan hasil yang sensitif metode tersebut termasuk sensitif. Nilai a pada kurva baku natri
um diklofenak adalah 0,004289 dan fenilbutazon adalah 0,1984, nilai a intersep menunjukkan
selektifitas yang artinya semakin kecil nilai a semakin selektif pengukuran tersebut, metode s
pektrofotometri UV termasuk selektif untuk penetapan kadar untuk natrium diklofenak dan fe
nilbutazon. Analisis kuantitatif Presisi dari suatu metode adalah tingkat keterulangan hasil pe
ngukuran individual dari beberapa kali pembacaan sampel. Pengukuran presisi dapat dibagi
menjadi 3 kategori : repeatabilitas, presisi antara dan reprodusibilitas. Kriteria untuk presisi s
angat tergantung pada sampelnya (Suhendi, 2013). Pada sampel jamu ini dilakukan presisi d
engan metode spektrofotometri UV untuk sampel jamu tapak liman didapatkan kadar natrium
diklofenak 41,37 mg/tab dengan RSD 1,35 % dan jamu super kecetit dengan kadar 35,65 mg/
tab dengan RSD 1 %. Presisi pada penetapan kadar fenilbutazon pada jamu antikap 129,79 m
g/tab dengan RSD 1,34 % dan pada jamu buah naga didapat kadar 34,35 mg/tab dengan RSD
1,86%. Data presisi dari penetapan kadar jamu didapatkan RSD kurang dari 2,8% (Suhendi, 2
013) berarti metode tersebut reprodusible untuk menetapkan kadar fenilbutazon dan natrium
diklofenak.

tidak boleh terdapat bahan kimia obat, dikarenakan jamu adalah bahan alam yang dik
onsumsi secara rutin, jika di dalam jamu terdapat bahan kimia obat dikonsumsi secara rutin d
apat merusak organ tubuh manusia. Didalam sedian obat natrium diklofenak memiliki dosis 2
5 mg dan 50 mg, pada sampel G dan J menunjukkan kadar yang tinggi yaitu 41,37 mg dan 35,
65 mg karena sudah melebihi dosis minimal yang ada disediaan pasaran sebesar 25 mg. Fenil
butazon pada sedian obat memiliki dosis 100 mg dan 200 mg pada sampel B mengandung ka
dar fenilbutazon yang tinggi yaitu 129,79 mg sedangkan pada sampel C didapatkan kadar 34,
35 mg. Untuk sampel B mengandung fenilbutason yang tinggi karena sudah melebihi dosis se
diaan minimal fenilbutazon yang dijual di pasaran sebesar 100 mg
Kesimpulan
1. Dalam 10 sampel yang diambil di toko jamu yang di Surakarta terdapat 2 produk ya
ng ditemukan mengandung natrium diklofenak, yang terdapat pada jamu G sebesar 41,37 mg/
tab dan pada jamu J memiliki kadar sebesar 35,65 mg/tab.
2. Dalam 10 sampel yang diambil di toko jamu yang di Surakarta terdapat 2 produk ya
ng ditemukan mengandung fenilbutazon yang terdapat pada jamu B sebesar 129,79 mg/tab da
n jamu C memiliki kadar sebesar 34,35 mg/tab.
E. Kesimpulan Review Jurnal
Kesimpulan praktikum ini adalah
1.Dalam 10 sampel yang diambil di toko jamu yang di Surakarta terdapat 2 produk ya
ng ditemukan mengandung natrium diklofenak, yang terdapat pada jamu G sebesar 41,37 mg/
tab dan pada jamu J memiliki kadar sebesar 35,65 mg/tab.
2. Dalam 10 sampel yang diambil di toko jamu yang di Surakarta terdapat 2 produk ya
ng ditemukan mengandung fenilbutazon yang terdapat pada jamu B sebesar 129,79 mg/tab da
n jamu C memiliki kadar sebesar 34,35 mg/tab.
3. satu jenis jamu yang positif mengandung prednison dari lima jenis jamu yang diide
ntifikasi yaitu jamu A. kadar prednison yang terkandung dalam jamu A yaitu 475,421 µg/mL
dengan persentase 4,754%
4. pada 14 jamu pegel linu dan asam urat yang beredar di Daerah Istimewa Yogyakart
a didapatkan bahwa sampel nomer 3 (SM), 7 (AS) dan 10 (JE) terbukti mengandung BKO pa
rasetamol dengan kadar pada masing-masing sampel sebesar 0,04% (b/v), 0,30% (b/v), dan 0,
13% (b/v)
5. Dari 10 merk jamu pelangsing yang beredar di Kota Manado dinyatakan teridentifi
kasi mengandung sibutramin HCl
6. jamu Wei Yi Wang (0003.K) positif mengandung bahan kimia obat (BKO) glibenkl
amid. Sedangkan jamu Delites (0001.K) dan jamu Jakeni (0002.K) negatif mengandung baha
n kimia obat (BKO). Hal ini dapat dilihat dari nilai Rf masing-masing sampel dan nilai Rf dar
i baku pembanding glibenklamid dan Spike serta dipertegas dengan hasil uji spektrofotodensi
tometri yang menunjukan peak (puncak gelombang) yang sama

DAFTAR PUSTAKA

Susanti. 2017. Waspada Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat. Jurnal
Bahan Alam Indonesia. Yogyakarta. 1 (1) : 18-20
Anonim. 2012. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia nomor 007 Tahun
2012. Tentang Registrasi Obat Tradisional. Kemenkes RI. Jakarta.
Anonim. 2012. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia nomor 006 Tahun
2012. Tentang Industri dn Usaha Obat Tradisional. Kemenkes RI. Jakarta.
Ganjar dan Rohman. 2012. Metode Kromatografi Lapis Tipis. Graha ilmu. Jakarta
Kumala Sari, Lusia Oktora Ruma. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Per
timbangan Manfaat Dan Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.1. F
ak. Farmasi Jember. Surabaya.
Shargel, L. 1985. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Penerjemah Fasich.
Edisi Kedua. Surabaya : Penerbit Universitas Airlangga. Halaman 16
Suthar, A.P., Dubey, S.A. & Patel S.R., 2009, A Validated Spesific Reverse
Phase Liquid Chromatographic Method for The Estimation of Sibutramine
Hydrochloride Monohydrate in Bulk Drug and Capsule Dosage Forms, Inte
rnational Journal of Chemtech Research, 1: 793-801
Tjay, Tan Hoan, dan Kirana Rahardja, 2007. Obat-Obat Penting, Edisi Keenam, 497-
499, Elex Media Computindo. Jakarta.
Klaten, 25 Februari 2021
Praktikan,
Dosen,

(Jihan Aulia Kusumasari)


(Pradea Indah Lukito., M.Farm)

Anda mungkin juga menyukai