Anda di halaman 1dari 43

PROSES PENGOLAHAN AIR BUANGAN BIOKIMIAWI

(ENZYME - LAJU REAKSI)

Disusun Oleh:

Hedry Arya Pratama (H75218029)

Achmad Mustafa Jauhary (H95218042)

Prasilia Fatma Larasati (H95218062)

Dosen Pengampu :

Teguh Taruna Utama, M.T


(201603319)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur, penulis persembahkan kehadirat


Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Oleh
karena itu, penulis berhasil menyusun sebuah makalah Biokimiawi (enxyme-laju
reaksi).Maklah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah proses
pengolahan air buangan. Dengan selesainya maklaah mata kuliah proses
pengolahan air buangan ini, maka kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang sudah terlibat pada saat pembuatan ini diantaranya :
1. Orang Tua penulis atas doa dan dukungannya sehingga tugas mata kuliah
proses pengolahan air buangan ini berjalan aman dan lancar.
2. Bapak Teguh Taruna Utama, M.T. selaku dosen pengampu mata kuliah
proses pengolahan air buangan yang telah membimbing penulis dengan
baik
3. Teman-teman kelompok yang sudah membantu dalam penyelesian
penulisan makalah.
Maka dengan adanya makalah mata kuliah ini penulis meminta adanya
saran dan kritik apabila terdapat banyak kekurangan pada hasil laporan ini yang
sudah penulis buat. Semoga laporan ini memberikan manfaat kepada semua pihak
termasuk penulis. Atas perhatiannya penulis ucapkan Terima kasih.

Surabaya, April 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB 1 PENDAHULUAN 4
1.1Latar Belakang 4
1.2Identifikasi Maslaah 5
1.3 Rumusan Masalah 5
1.4Tujuan 5
1.2Ruang LIngkup 5
Bab II PEMBAHASAN 6
2.1 Pengolahan Air Secara Biokimiai (Enzim-Laju Reaksi) 6
2.2Enzim 6
2.1.1Ciri-Ciri Enzim 7
2.1.2Klasifikasi Enzim 7
2.1.3Kofaktor Enzim 10
2.1.4 Koenzim Enzim 11
2.1.5 Mekanisme Kerja Enzim 11
2.1.6Kinetika Enzim 13
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi Yang Dikatalis Enzim 16
2.4 Mikroorganisme 19
2.4.1Klasifikasi Mikroorganisme 19
2.4.2 Stuktur Mikroorganisme 22
2.4.3 Latar Belakang Mikroorganisme Dalam Pengolahan Limbah 23
2.4.4 Sumber Energi Karbon 24
2.4.5 Tipe Organisme Yang Didunakan Untuk Pengolahan Limbah
25
2.5 Laju Pertumbuhan BakterI 28
2.5.1 Perhitungan Laju Pertumbuhan Bakteri Dalam Limbah 29
2.5.2 Perhitungan Laju Pertumbuhan Bakteri Dalam Limbah 30

2.6Unit Pengolahan Secara Biokimiawi 31

2
2.6.1 Membarane Bioreaktor (MBR) 31
2.6.2 Desain MBR 33
2.6.3 Proses Pengolahan Dalam MBR 37

2.6.4 Parameter 38
2.7 Contoh Soal Dan Pembahasan 39
BAB III PENUTUP 41
3.1 Kesimpulan 41
3.1.Saran 41
DAFTAR PUSTAKA 42

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
Limbah tersebut dapat berupa limbah padat, limbah cair, maupun limbah gas.
Jenis limbah ini bisa dikeluarkan oleh satu industri dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan nilai ekonomisnya, limbah dibedakan menjadi limbah yang
mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis.
Limbah yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah dengan cara melalui unit
suatu proses lanjut akan memberikan suatu nilai tambah, sedangkan limbah non-
ekonomis yaitu suatu limbah walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara
apapun tidak akan memberi nilai tambah kecuali sekedar mempermudah sistem
pembuangan.
Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa
organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu,
kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi
kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.
Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis
dan karakteristik limbah.
Dalam pengolahan limbah banyak cara atau proses yang dapat di lakukan
dalam mengolah limbah tersebut tergantung jenis limbah yang akan diolah.
Pengolahan limbah bisa dilakukan secara biologis, fisik, kimia, dan biokimiawi.
Proses tersebut dipilih sesuia dengan jenis limbah dan hasil bungan seperti apa
yang dinginkan dalam mengolah limbah buangan. Dalam makalah ini penulis
akan menjabarkan mengenai proses pengolahan air limbah secara biokimiawi
dengan menambahakan aktivasi enzyme guna sebahgai katalis mikroorganisme
dalam mengolah air buangan.

4
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut didapatkan identifikasi masalah yaitu
pada proses pengolahan air buangan dapat dilakukan secara biokimiawi
tergantung dengan jenis air limbah maupun hasil yang di inginkan dalam
mengolah limbah buangan.
1.3 Rumusan Masalah
Dari pemaparan diatas, didapat rumusan masalah dari proses pengolahan
air limbah secara biokimiawi adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud proses pengolahan air limbah secara biokimiawi?
2. Bagaimana analisis kinetika enzim?
3. Apa saja Faktor yang mempengaruhi Laju Reaksi yang dikatalis enzim?
4. Bagaimana unit pengolahan yang sesuia dalam pengolahan limbah secara
biokimiawi tersebut?
1.4 Tujuan
Tujuan dari pemaparan dari proses pengolahan air limbah secara
biokimiawi ini adalah:
1. Mengetahui dan memahami proses pengolahan air limbah secara biokimiawi.
2. Mengetahui dan Memahami analisis kinetika enzim
3. Mengetahui dan memahami Faktor yang mempengaruhi Laju Reaksi yang
dikatalis enzim.
4. Mengetahui dan memahami unit pengolahan yang sesuia dalam pengolahan
limbah secara biokimiawi tersebut
1.5 Ruang Limgkup
Ruang lingkup dari penulisan makalah ini meliputi proses pengolahan air
buangan secara biokimiawi dengan enzyme-laju reaksi baik pengertian, proses
pengolahan, unit pengolahan, dan perhitungan dalam unit pengolahan tersebut.
1.6 MANFAAT
Adapun manfaat dari hasil dari penulisan makalah ini adalah dapat
dijadikan landasan dalam perkembangan media pembelajaran atau penerapan
media pembelajaran secara lebih lanjut mengenai proses pengolahan air buangan
secara biokimiawi.

5
BAB II

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengolahan Air Secara Biokimiai (Enzim-Laju Reaksi)


Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
Limbah tersebut dapat berupa limbah padat, limbah cair, maupun limbah gas.
Jenis limbah ini bisa dikeluarkan oleh satu industri dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut KepMenLH No.10 Tahun 1995 Industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasan industri. Sedangkan Limbah cair adalah
limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri yang dibuang ke
lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan.
Pengolahan air limbah secara biokimiawi dengan enzim tidak lepas dari
peran pengolahan secara biologi. Dimana pengolahan biologi sangat tergantung
pada aktivitas dan kemampuan mikroorganisme pendrgadrasi bahan organik
dalam air limbah (Syamsudin dkk 2008). Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa senyawa organik komplekas dapat dihidrolisis oleh enzim menjadi
senyawa-senyawa organik sederhana sehingga lebih mudah dimetabolisme sel
mikroorganisme (Yin Li,2006 dan Damasceno, 2008 dalam Symsudin dkk,2008).
Enzim merupakan molekul Biopolimer protein yang tersusun dari serangkaian
asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim
berfungsi sebagai aktivator dalam reaksi biokimia dan bersifat spesifik terhadap
substrat sehingga mempermudah proses pemutusan suatu kelompok rantai tertentu
(Frabeel, 2008 dalam Syamsudin 2008).

2.2 ENZIM
Enzim adalah biokatalisator organik yang dihasilkan organisme hidup di
dalam protoplasma, yang terdiri atas protein atau suatu senyawa yang berikatan
dengan protein, berfungsi sebagai senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa

6
habis bereaksi dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim merupakan
protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut
sebagai substrat, dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul
yang berbeda, disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada
suatu kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan
enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan
metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter (Dwiwiati,2009).
Enzim merupakan reaksi atau proses kimia yang berlangsung dengan baik
dalam tubuh makhluk hidup karena adanya katalis yang mampu mempercepat
reaksi. Koenzim mudah dipisahkan dengan proses dialisis. Enzim berperan secara
lebih spesifik dalam hal menentukan reaksi mana yang akan dipacu dibandingkan
dengan katalisator anorganik sehingga ribuan reaksi dapat berlangsung dengan
tidak menghasilkan produk sampingan yang beracun. Enzim terdiri dari apoenzim
dan gugus prostetik. Apoenzim adalah bagian enzim yang tersusun atas protein.
Gugus prostetik adalah bagian enzim yang tidak tersusun atas protein. Gugus
prostetik dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu koenzim (tersusun dari bahan
organik) dan kofaktor (tersusun dari bahan anorganik) (Cheremisinoff,1996).
2.2.1 Ciri-Ciri Enzim
1. Merupakan sebuah protein
Enzim memiliki sifat sama dengan protein yaitu dapat menggumpal
dalam suhu tinggi dan terpengaruh oleh temperatur.
2. Bekerja secara khusus
Enzim bekerja dalam satu reaksi saja tidak dapat digunakan dalam
beberapa reaksi.
3. Dapat digunakan berulang kali
Enzim dapat digunakan berulang kali karena enzim tidak berubah pada
saat terjadi reaksi.
4. Enzim tidak tahan pada suhu tinggi
Enzim hanya bertahan pada suhu 500˚C, rusaknya enzim oleh panas
disebut dengan denaturasi.
5. Dapat bekerja bolak – balik

7
Satu enzim dapat menguraikan satu senyawa menjadi senyawa yang
lain. ISOZIM Isozim atau Iso-enzim adalah dalam suatu campuran
terdapat lebih dari satu enzim yang dapat berperan dalam suatu
substrat untuk memberikan suatu hasil yang sama.

2.2.2 Klasifikasi Enzim


Menurut (Ramadhani,2017) ,Guna membantu penelitian mengenai
enzim, telah disusun suatu klasifikasi internasional yang menetapkan enam
kelas utama fungsi enzim. Kebanyakan enzim menkatalisa pemindahan
elektron, atom, atau gugus fungsional. Oleh karena itu, enzim diklasifikasikan
dan ditentukan namanya menurut jenis reaksi pemindahan gugus pemberi
atau penerima. Klasifikasi enzim berdasarkan yang dikatalis dibagi memjadi
enam yaitu :
1. Enzim Oksidoreduktase
Katalis reaksi reduksi-oksidasi. Jenis reaksi yang dikatalis adalah
pemindahan elektron. Sering mempergunakan koenzim seperti NAD+,
NADP+, FAD, atau lipoatsebagai akseptor hydrogen. Nama umum
lainnya adalah dehidrogenase, oksidase, peroksidase, dan reduktase.
2. Enzim Transferase
Katalis transfer gugus fungsi dari satu molekul ke molekul
lainnya.reaksi ini berhubungan dengan pemindahan gugus fungsionil.
Katalisis pemindahan atau transfer suatu gugus dari satu senyawa ke
senyawa lain seperti amino, karboksil dengan suatu senyawa penerima
gugus . ·
Dalam metabolisme banyak langkah-langkah penting yang
memerlukan transfer dari satu molekul lain dari kelompok amino,
karboksil, metil, asil, glikosil, atau fosforil. Nama umum yang sering
digunakan adalah aminotransferase, karnitin asil transferase, dan
transkarboksilase.

3. Enzim Hidrolase

8
Mengkatalisis pembelahan ikatan antara karbon dan beberapa atom
lain dengan adanya penambaahan air. Mengalami reaksi
hidrolisis(pemindahan gugus fungsional ke air).Katalisis reaksi-reaksi
hidrolisis dengan melakukan pemisahan ikatan kovalen dengan
memecah 1 molekul air. Nama umum yang sering digunakan esterase,
peptidase, amilase, fosfatase, urease, pepsin, triipsin, daan
kimotripsin.
4. Enzim Liase
Mengkatalisis pemecahan ikatan karbon-karbon, karbon sulfur, dan
karbon nitrogen tertentu (tidak termasuk peptid). Penambahan gugus
ke ikatan ganda atau sebaliknya. Katalisis pemindahan sebuah gugus
atau pembuatan ikatan rangkap pada gugus, atau cleavages yang
melibatkan penyusunan ulang elektron. Nama umumnya adalah
dekarboksilase, aldolase, sitrat liase, dan dehidratase.
5. Enzim Isomerase
Katalisis penyusunan ulang intra molekuler. Mengkatalisis
rasemase isomer optik dan geometric dan reaksi reduksi-oksidasiintra
molekuler tertentu. Pemindahan gugus di dalam molekul
menghasilkan bentuk isomer. Nama umumnya yaitu epimerase,
rasemase, dan mutase.
6. Enzim Ligase
Katalisis reaksi dalam dua molekul yang berhubungan.
Pembentukan ikatan C-C, C-S, C-O, dan C-N oleh reaksi kondensasi
yang berkaitan dengan penguraian ATP. Energy yang di perlukan
untuk pembentukan ikatan sering didapatkan dari hidrolisis ATP.
Nama umumnya antara lain sintetase dan karboksilase.

Klasifikasi enzim berdasarkan tempat reaksi bekerjanya, terbagi menjadi dua


yaitu :

1. Endoenzim
Endoenzim disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang
bekerjanya di dalam sel. Umumnya merupakan enzim yang digunakan
untuk proses sintesis di dalamsel dan untuk pembentukan energi

9
(ATP) yang berguna untuk proses kehidupan sel,misal dalam proses
respirasi.
2. Eksoenzim
Eksoenzim disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang
bekerjanya di luar sel. Umumnya berfungsi untuk “mencernakan”
substrat secara hidrolisis, untuk dijadikan molekul yang lebih
sederhana dengan BM lebih rendah sehingga dapat masuk melewati
membran sel. Energi yang dibebaskan pada reaksi pemecahan substrat
di luar sel tidak digunakan dalam proses kehidupan sel.

Klasifikasi enzim berdasarkan cara terbentuknya :

1. Enzim Konstitutif
Di dalam sel terdapat enzim yang merupakan bagian dari susunan
sel normal, sehingga enzim tersebut selalu ada umumnya dalam jumlah
tetap pada sel hidup. Walaupun demikian ada enzim yang jumlahnya
dipengaruhi kadar substratnya, misalnya enzim amilase. Sedangkan
enzim-enzim yang berperan dalam proses respirasi jumlahnya tidak
dipengaruhi oleh kadar substratnya.
2. Enzim Adaptif
Perubahan lingkungan mikroba dapat menginduksi terbentuknya
enzim tertentu. Induksi menyebabkan kecepatan sintesis suatu enzim
dapat dirangsang sampai beberapa ribu kali. Enzim adaptif adalah
enzim yang pembentukannya dirangsang oleh adanya substrat. Sebagai
contoh adalah enzim beta galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri
E.coli yang ditumbuhkan di dalam medium yang mengandung laktosa.

2.2.3 Kofaktor Enzim


Enzim mempunyai berat molekul berkisar dari kira-kira 12.000
sampai lebih dari 1 juta. Beberapa enzim hanya terdiri dari polipeptida dan
tidak mengandung gugus kimiawi selain residu asam amino. Enzim terdiri
dari dua bagian yaitu apoenzim (tersusun atas protein) dan gugus
prostetik(tersusun atas non protein),sedangkan keseluruhan enzim
disebutholoenzim. Gugus prostetik ini terdiri dari: Kofaktor dan koenzim.

10
Kofaktor terdiri dari molekul anorganik, sedangkan koenzim terdiri dari
molekul organic.
Kofaktor berperananan baik membantu proses katalisis oleh enzim
maupun penyusunan struktural yang penting. Fungsi kofaktor pada umumnya
adalah untuk memantapkan ikatan nantara subtract pada enzim atau
mentransfer electron yang timbul selama katalisa (Dwiwiati, 2009).

2.2.4 Koenzim Enzim


Koenzim merupakan senyawa organink non-protein dengan berat
molekul yang kecil dan dapat membantu enzim dalam bekerja. Koenzim
kadang-kadang disebut pula sebagai kosubstrat. Molekul ini merupakan
substrat untuk enzim dan tidak membentuk bagian permanen dari struktur
enzim. Koenzim berasal dari gugus prostetik, yang merupkan komponen non-
protein dan terikat kuat pada enzim, seperti gugus besi-sulfur, flavin atau
haem. Contoh enzim yang mempunyai gugus prostetik merupakan
jeniskofaktor secara luas yang merupakan molekul non-protein yang biasanya
molekul organik atau ion logam yang diperlukan oleh enzim untuk
aktivitasnya (Dwiwiati, 2009).

2.2.5 Mekanisme Kerja Enzim


Inhibitor merupakan zat yang menghambat atau menurunkan laju
reaksi kimia. Sifat inhibitor berlawanan dengan katalis, yang mempercepat
laju reaksi. Dalam biokimia, inhibitor umumnya terbatas pada enzim. Dalam
hal ini, inhibitor berarti senyawa non-protein yang menghambat kerja enzim.
Pengikatan inhibitor dapat menghentikan sebuah substrat dari enzim
memasuki situs aktif dan / atau menghalangi enzim dari reaksi katalisisnya.
Klasifikasi inhibitor terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Inhibitor Kompetitif
Menghambat kerja enzim dengan menempati sisi aktif enzim.
Inhibitor ini bersaing dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif
enzim. Pengambatan bersifat reversibel (dapat kembali seperti semula)
dan dapat dihilangkan dengan menambah konsentrasi substrat. Ciri

11
penghambat kompetitif adalah penghambatan ini dapat dibalikkan atau
diatasi hanya dengan meningkatkan konsentrasi substrat. Sebagai
contoh, jika suatu enzim 50% dihambat pada konsentrasi tertentu dari
substrat dan penghambat kompetitif, kita dapat mengurangi persen
penghambat dengan meningkatkan konsentrasi substrat.
Penghambatan kompetitif dapat dianalisa secara kuantitatif oleh
teori Michaelis-Menten. Penghambat kompetitif (I) hanya berikatan
secara dapat balik dengan enzim, membentuk suatu kompleks EI.
E+ I ↔ EI
2. Inhibitor Non Kompetitif
Inhibitor ini biasanya berupa senyawa kimia yang tidak mirip
dengan substrat dan berikatan pada sisi selain sisi aktif enzim. Ikatan

ini menyebabkan perubahan bentuk enzim sehingga sisi aktif enzim


tidak sesuai lagi dengan substratnya. Contohnya antibiotik penisilin
menghambat kerja enzim penyusun dinding sel bakteri. Inhibitor ini
bersifat reversible tetapi tidak dapat dihilangkan dengan menambahkan
konsentrasi substrat. Inhibitor Non Kompetitif tidak dipengaruhi oleh

12
besarnya konsentrasi substrat. Dalam hal ini inhibitor dapat bergabung
dengan enzim pada suatu bagian enzim diluar bagian aktif.

3. Inhibitor Unkompetitif
Pada inhibitor unkompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan
enzim bebas, namun hanya dapat dengan komples ES. Kompleks EIS
yang terbentuk kemudian menjadi tidak aktif. Jenis inhibisi ini sangat
jarang, namun dapat terjadi pada enzim-enzim multimerik.
4. Inhibitor Alosterik
Bentuk molekul inhibitor alosterik berbeda dengan molekul
substrat. Inhibitor alosterik berikatan dengan enzim pada tempat diluar
bagian aktif enzim. Dengan demikian hambatan ini tidak akan dapat
diatasi dengan penambahan sejumlah besar substrat. Terbentuknya
ikatan antara enzim dengan inhibitor mempengaruhi konformasi

enzim, sehingga bagian aktif mengalami perubahan bentuk. Akibatnya


ialah penggabungan substrat pada bagian aktif enzim terhambat.

Gambar grafik perbedaan pengaruh inhibitor terhadap kecepatan reaksi


(S. Budi, personal communication, 2010).

2.2.6 Kinetika Enzim


Kinetika enzim menginvestigasi bagaimana enzim mengikat substrat
dengan mengubahnya menjadi produk. Enzim dapat mengatalisasi reaksi

13
dengan kelajuan mencapai jutaan reaksi per detik. Laju reaksi bergantung
pada kondisi larutan dan konsentrasi substrat. Kondisi-kondisi yang
menyebabkan denaturasi protein seperti temperatur tinggi, konsentrasi garam
yang tinggi, dan nilai pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan
menghilangkan aktivitas enzim. Sedangkan peningkatan konsentrasi substrat
cenderung meningkatkan aktivitasnya. Untuk menentukan kelajuan
maksimum suatu reaksi enzimatik, konsentrasi substrat ditingkatkan sampai
laju pembentukan produk yang terpantau menjadi konstan. Hal ini
ditunjukkan oleh kurva kejenuhan berikut :

Semakin banyak enzim bebas yang diubah menjadi kompleks


substrate-enzim ES. Pada kelajuan yang maksimum (Vmax), semua tapak
aktif enzim akan berikatan dengan substrat, dan jumlah kompleks ES adalah
sama dengan jumlah total enzim yang ada. Namun, Vmax hanyalah salah satu
konstanta kinetika enzim. Jumlah substrat yang diperlukan untuk mencapai
nilai kelajuan reaksi tertentu jugalah penting. Hal ini diekspresikan
olehkonstanta Michaelis-Menten (Km), yang merupakan konsentrasi substrat
yang diperlukan oleh suatu enzim untuk mencapai setengah kelajuan
maksimumnya. Setiap enzim memiliki nilai Km yang berbeda-beda untuk
suatu subtrat, dan ini dapat menunjukkan seberapa kuatnya pengikatan
substrat ke enzim. Konstanta lainnya yang juga berguna adalah kcat, yang

14
merupakan jumlah molekul substrat yang dapat ditangani oleh satu tapak aktif
per detik.

Dimana :
 V adalah laju reaksi (kecepatan) pada konsentrasi substrat [S]
 Vmaks adalah laju reaksi maksimum yang dapat diamati dalam
reaksi substrat dalam kelebihan enzim dapat jenuh.
 KM adalah konstanta Michaelis - sebuah konstanta yang berkaitan
dengan afinitas enzim untuk unit-substrat dalam hal konsentrasi .
KM adalah konstanta Michaelis – KM adalah konstan untuk setiap
pasangan enzim / substrat yang diberikan "Independen substrat atau
konsentrasi enzim - unit dalam hal konsentrasi. K M adalah konstanta yang
berasal dari konstanta laju.

KM adalah ukuran pengikatan ES; ukuran relatif dari afinitas substrat


untuk enzim (seberapa baik ia mengikat) -Dalam asumsi paling sederhana,
laju penguraian ES terhadap produk (k2) adalah langkah penentu laju reaksi.

KM adalah juga konsentrasi substrat di mana enzim beroperasi pada


setengah kecepatan maksimumnya. Pada tahun 1934, Lineweaver dan Burkde
merancang cara untuk mengubah plot hiperbolik menjadi plot linear. -Nilai
aktual untuk KM dan Vmaxcan kemudian dapat dengan mudah ditentukan
dari grafik berikut :

15
Efisiensi suatu enzim diekspresikan oleh kcat/Km. Ia juga disebut
sebagai konstanta kespesifikan dan memasukkan tetapan kelajuan semua
langkah reaksi. Karena konstanta kespesifikan mencermikan kemampuan
katalitik dan afinitas, ia dapat digunakan untuk membandingkan enzim yang
satu dengan enzim yang lain, ataupun enzim yang sama dengan substrat yang
berbeda.
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi Yang Dikatalis Enzim
Laju reaksi yang dikatalisi oleh enzim di pengaruhi oleh bebrapa
faktor, diantaranya :
1. Suhu
Pengaruh suhu sangat mempengaruhi aktivitas enzim pada saat
mengkatalis suatu reaksi. Enzim memerlukan suhu panas tertentu agar
dapat mengaktivasi dirinya. Selaras dengan meningkatnya suhu maka
semakin meningkat aktivitas enzim. Setiap peningkatan suhu 10∘ C
diatas suhu minimum aktivitas enzim akan meningkat dua kali lipat.
Aktivitas enzim akan meningkat pada suhu tersebut hingga
mencapai kondisi optimum aktivasi enzim. Menurut Poedjiadi (1994)
dalam Putri Yunita S Enzim berstruktur protein, sebagaimana
diketahui bahwa protein dapat dirusak oleh panas, sehingga pada suhu
tinggi tertentu aktivitas enzim mulai menurun dan bahkan aktivitasnya

16
menghilang. Hal ini sangat dimungkinkan karena terjadinya denaturasi
atau kerusakan struktur enzim yang dapat menyebabkan kerusakan
enzim baik secara keseluruhan maupun sebagian terutama sisi
aktifnya. Peningkatan suhu di atas suhu optimum menyebabkan
putusnya ikatan hidrogen dan ikatan lain yang merangkai molekul
enzim, sehingga enzim mengalami denaturasi.Hubungan antara
pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim dapat digambarkan dengan
kurva dibawah ini :
2. pH
pH berpengaruh terhadap kecepatan aktivasi enzim dalam
mengkatalis suatu reaksi. Enzim memiliki pH optimum sebesar 7.
Derajat keasaman (pH) juga mempengaruhi aktivitas enzim.
Perubahan kondisi asam dan basa di sekitar molekul enzim
mempengaruhi bentuk tiga dimensi enzim dan dapat menyebabkan
denaturasi enzim. Setiap enzim memiliki pH optimum. Sebagai
contoh, pepsin (enzim yang bekerja di dalam lambung) memiliki pH
optimum sekitar 2 (sangat asam), sedangkan amilase (enzim yang
bekerja di mulut dan usus halus) memiliki pH optimum sekitar 7,5
(agak basa). Denaturasi adalah rusaknya bentuk tiga dimensi enzim
yang menyebabkan enzim tidak dapat lagi berikatan dengan
substratnya (Gambar 2.6b). Denaturasi menyebabkan aktivitas enzim
menurun atau hilang. Denaturasi umumnya bersifat irréversible (tidak
dapat kembali). Namun, enzim-enzim yang langka seperti RNAase
dapat mengalami renaturasi setelah mengalami denaturasi.
Renaturaslfadalah kembalinya bentuk enzim yang rusak ke bentuk
sebelum rusak. Hubungan antara pH dan aktifitas enzim digambarkan
seperti dalam grafik dibawah ini :
3. Konsentrasi Substrat
Reaksi biokimia yang dikatalis oleh enzim dipengaruhi oleh jumlah
substrat. Pada konsentrasi substrat rendah, enzim tidak mencapai
konversi maksimum akibat sulitnya enzim menemukan substrat yang
akan direaksikan . Sejalan dengan meningkatnya substrat, kecepatan

17
reaksi juga akan meningkat akibat makin cepatnya substrat terikat
pada enzim. Pada konsentrasi substrat yang rendah, kenaikan substrat
akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis hampir secara linear.
Jika konsentrasi substrat tinggi, maka peningkatan kecepatan reaksi
enzimatis akan semakin menurun sejalan dengan peningkatan jumlah
substratnya. Kecepatan maksimum (Vmax) reaksi enzimatis
ditunjukkan dengan garis mendatar yang menggambarkan peningkatan
kecepatan reaksi yang rendah seiring penambahan konsentrasi
substrat. Hubungan konsentrasi substrat dan kecepatan reaksi enzim
dijelaskan dalam hokum michealis menten.
4. Konsentrasi Enzim
Konsentrasi enzim juga mempengaruhi kecepatan reaksi. Semakin
besar konsentrasi enzim semakin cepat pula reaksi yang berlangsung.
Dengan kata lain, konsentrasi enzim berbanding lurus dengan
kecepatan reaksi. Sisi aktif suatu enzim dapat digunakan berulang kali
oleh banyak substrat. Substrat yang berikatan dengan sisi aktif enzim
akan membentuk produk. Pelepasan produk menyebabkan sisi aktif
enzim bebas untuk berikatan dengan substrat lainnya. Oleh karenanya
hanya dibutuhkan sejumlah kecil enzim untuk mengkatalis sejumlah
besar substrat. Hubungan antara konsentrasi enzim dan laju reaksi
tertera pada gambar dibawah :
5. Inhibitor dan Aktivator
Inhibitor yaitu pengurangan laju reaksi pada suatu senyawa.
Inhibitor dapat bersaing dengan substrat terikat pada tapak aktif enzim
(Poedjiadi (1994) dalam Putri Yunita S). Beberapa enzim memerlukan
aktivator dalam reaksi katalisnya. Aktivator adalah senyawa atau ion
yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Komponen
kimia yang membentuk enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor
tersebut dapat berupa ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu,
Mg atau dapat pula sebagai molekul organik kompleks yang disebut
koenzim (Martoharsono, 1997).

18
Menurut Wirahadikusumah (1989), inhibitor merupakan suatu zat
kimia tertentu yang dapat menghambat aktivitas enzim. Pada
umumnya cara kerja inhibitor adalah dengan menyerang sisi aktif
enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substrat sehingga
fungsi katalitiknya terganggu (Winarno, 1989).
2.4 Mikroorganisme
Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang berukuran kecil
(mikroskopis), yang memiliki bentuk kehidupan serta karakteristik yang khas
yang bisa dibedakan dari organisme lain, terutama mampu hidup diberbagai
habitat (kosmopolitan). Mikroorganisme memiliki beberapa variasi bentuk ukuran
dari mulai 1 angstron hingga 1 milimeter.
2.4.1 Klasifikasi Mikroorganisme
Klasifikasi mikroorganisme dibagi menjadi beberapa macam yaitu :
1. Parasit
Parasit adalah hewan mikroskopis yang dapat mengurangi
produktivitas hewan inang. Parasit dapat menginfeksi manusia dan
hewan, seperti menyerang kulit manusia. Parasitoid adalah parasit dari
organisme lain yang menggunakan jaringan untuk kebutuhan gizi
mereka sampai orang-orang yang menunggang meninggal karena
kehilangan jaringan atau nutrisi yang dibutuhkan. Parasitoid juga
dikenal sebagai necrotroph.
2. Jamur
Jamur di sini dimaksudkan adalah jamur dengan kategori jamur.
Jamur ini biasanya tidak menyebabkan penyakit, tetapi menyebabkan
kerusakan makanan. Misalnya, jamur yang ditemukan pada
permukaan daging, daging dapat dibuang bagian tanpa harus
membuang semua daging.

19
3. Ragi
Ragi atau Fermen adalah zat yang menyebabkan fermentasi. Ragi
biasanya mengandung mikroorganisme yang memfermentasi dan
media kultur untuk mikroorganisme. Medium kultur ini bisa dalam
bentuk butiran kecil atau nutrisi cair. Ragi umumnya digunakan dalam
industri makanan untuk membuat makanan dan minuman fermentasi
seperti acar, tempe, tape, roti, dan bir.
4. Chlamydia
Chlamydia merupakan golongan organisme yang termasuk juga
bakteri. Perbedaannya ukurannya lebih kecil. Ukurannya sekitar 0,2-
0,5 µm garis tengahnya. Bersifat parasit obligat intraseluler. Karena
sifat paratisme obligat intraseluler, chlamydia pernah dianggap
sebagai virus.
Perbedaan chlamydia dengan virus, yakni materi genetiknya ADN
dan ARN (virus salah satu materi genetik saja, ARN saja atau ADN
saja), pembelahan biner (virus tidak), memiliki dinding sel yang keras
mirip dengan dinding sel bakteri, tetapi tidak ada asam muramat,
mempunyai ribosom (virus tidak).
Chlamydia dapat dianggap sebagai kuman gram negatif yang
kehilangan mekanisme penting untuk pembentukan energi metabolik.
Cacat ini membatasi chlamydia pada kehidupan intraseluler, dimana
sel tuan rumah menyediakan zat antara yang kayaenergi.
5. Rickettsia
Rickettsia adalah kuman kecil yang merupakan parasit obligat
intraseluler. Bentuknya pleomorfik, tampak sebagai batang pendek
ukuran 600 x 300 nm, atau sebagai kokus. Kuman ini terdapat tunggal,
berpasangan, dalam rantai pendek, atau filamen. Dengan pewarnaan
Giemsa kuman ini berwarna biru dan dengan pewarna mecchiavello
kuman ini berwarna merah. Kuman ini memiliki dinding sel yang
mengandung asam muramat, mirip dengan dinding sel Gram negatif.
Pembelahan yang terjadi seperti pada mikroorganisme yang lain.

20
6. Mikoplasma
Mikoplasma merupakan organisme yang sangat pleomorfik, karena
tidak memiliki dinding sel yang keras dan sebagai gantinya diliputi
oleh unit membran berlapis tiga. Ukuran mikoplasma sangat berbeda-
beda, garis tengahnya berkisar dari 50-500 nm.
7. Virus
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel
organisme biologis. Virus bersifat parasit obligat, hal tersebut
disebabkan karena virus hanya dapat bereproduksi di dalam material
hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup
karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi
sendiri.
Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA
atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi
semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid,
glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik
protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein
yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.
Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang
menginfeksi sel-sel eukariota (organisme multisel dan banyak jenis
organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofag atau fage
digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota
(bakteri dan organisme lain yang tidak berinti sel).
8. Bakteri
Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah
kelompok besar organismeprokariota, selain archaea, yang berukuran
sangat kecil serta memiliki peran besar dalam kehidupan di
bumi.Struktur sel bakteri relatif sederhana: tanpa nukleus/inti sel,
kerangka sel, dan organel-organel lain seperti mitokondria dan
kloroplas.
Bakteri dapat ditemukan di hampir semua tempat: di tanah, air,
udara, dalam simbiosis dengan organisme lain maupun sebagai agen

21
parasit (patogen), bahkan dalam tubuh manusia.Pada umumnya,
bakteri berukuran 0,5-5 μm, tetapi ada bakteri tertentu yang dapat
berdiameter hingga 700 μm, yaitu Thiomargarita.Mereka umumnya
memiliki dinding sel, seperti sel tumbuhan dan jamur, tetapi dengan
bahan pembentuk sangat berbeda (peptidoglikan).Beberapa jenis
bakteri bersifat motil (mampu bergerak) dan mobilitasnya ini
disebabkan oleh flagel.
2.4.2 Sruktur Mikroorganisme
Struktur sel mikroorganisme terbagi menjadi dua klasifikasi , yaitu
sttruktur sel mikroorganisme prokariotik dan eukariotik.
1. Stuktur Sel Prokariotik
Pada sebuah tingkat dimana pun, dengan adanya suatu struktur sel
prokariotik lebih sederhana daripada sel eukariotik, dengan
pengecualian bahwa adanya sebuah dinding sel yakni begitu lebih
kompleks. Struktur sel prokariotik yaitu :
a. Lapisan Lendir
b. Mmbran Sitoplasma
c. Dinding Sel
d. Flagela
e. Inti Sel
f. Nukleus
g. Pili

Gambar Struktur Sel Prokariotik

22
truktur Sel Eukariotik

Struktur sel eukariotik yakni lebih rumit dari pada sebuah sel
prokariotik. Akan tetapi, kedua jenis sel tersebut yakni dapat
melakukan begitu banyak fungsi biologis yang sama. Salah satu fitur
utama dari struktur internal sel eukariotik, yang berbeda dari sel
prokariotik, adalah sistem membran internal. Unsur utama sel
eukariotik yang telah berbeda dari sel prokariotik. Struktur sel
eukariotik yaitu:
a. Badan Golgi
b. Mitokondria
c. Retikulum Endoplasm (RE)
d. Flagela
e. Silia
f. Kloroplas
g. Dinding Sel

Gambar Struktur Sel Eukarotik

2.4.3 Latar Belakang Mikroorganisme Dalam Pengolahan Limbah


Mikroorganisme dapat didefinisikan sebagai organisme yang terlalu
kecil untuk dapat dilihat tanpa bantuan mikroskop atau ada sebagai sel
individu. Secara umum, protozoa, ganggang, jamur, bakteri, dan virus
termasuk dalam kelompok yang luas ini. Namun, virus (yang terkecil)
bukanlah sel dan berbeda dalam banyak hal dari organisme lain. Tren terbaru
adalah mengelompokkan mikroorganisme dalam tiga kerajaan: Protista,

23
tumbuhan, dan hewan. Di setiap kerajaan, sel adalah unit dasar kehidupan
terlepas dari kerumitannya. Setiap sel mengandung asam nukleat, bahan
keturunan yang vital untuk reproduksi. Sitoplasma mengandung asam
ribonukleat (RNA), yang peran utamanya adalah sintesis protein. Area
nukleus kaya akan asam deoksiribonukleat (DNA), yang berisi semua
informasi yang diperlukan untuk reproduksi semua sel. Berikut merupakan
mikroorgnisme yang berperan penting bagi pegolahan limbah :

2.4.4 Sumber Energi Dan Karbon


Untuk mereproduksi dan berfungsi dengan baik, suatu organisme
harus memiliki sumber energi dan karbon untuk sintesis bahan seluler baru.
Elemen anorganik, seperti nitrogen dan fosfor, dan elemen jejak lainnya
seperti sulfur, K, Ca, dan Mg juga penting untuk sintesis sel.
Dua sumber umum karbon sel untuk mikroorganisme adalah CO 2 dan
bahan organik. Jika suatu organisme memperoleh karbonnya dari CO 2, ia
disebut autotrofik; jika menggunakan karbon organik, heterotrofik. Energi
juga dibutuhkan dalam sintesis bahan seluler baru. Untuk organisme
autotrofik, energi dapat disuplai oleh matahari (fotosintesis) atau oleh reaksi

24
redoks anorganik. Jika disuplai oleh matahari, energi organisme disuplai oleh
oksidasi atau fermentasi bahan organik.
2.4.5 Tipe Organisme Yang Didunakan Untuk Pengolahan Limbah
Mikroorganisme berikut ini penting untuk proses perawatan biologis:
bakteri, jamur, alga, rotator protozoa, krustasea, dan virus.
1. Bakteri (Prokariotik)
Bakteri (procaryotes) - adalah sel tunggal, dan ketika dilihat di
bawah mikroskop cahaya, tidak biasa untuk melihat struktur seluler
yang dapat dibedakan. Beberapa fitur struktural dapat diamati dengan
mikroskop elektron atau kadang-kadang dengan pewarnaan. Sel-selnya
kecil (selisih sepuluh kali lipat dalam ukuran rata-rata mikroorganisme
procaryotic dan eucaryotic). Ukuran representatif berdiameter 0,5
hingga 1 mikron untuk bakteri bola. (Bakteri termasuk dalam tiga
kategori: bulat, silindris, dan heliks).
Komponen penting dari sel bakteri khas adalah dinding sel,
membran sitoplasma, satu molekul DNA, ribosom, dan sitoplasma.
Ciri khas dinding sel procaryotic adalah adanya lapisan mucopeptide.
Bahan ini membentuk lapisan kaku semua dinding sel bakteri,
termasuk ganggang hijau biru, tetapi belum ditemukan dalam sel
eukariotik. Bakteri adalah sekitar 80% air, 20% bahan kering dimana
90% organik dan 10% anorganik. Rumus perkiraan untuk bagian
organik adalah C, H, O, N.
Suhu dan pH memainkan peran penting dalam kehidupan mereka.
Menurut suhu di mana mereka berfungsi, bakteri dapat diklasifikasikan
sebagai psikrofilik (hingga 30 "C), mesofilik (20-45" C), dan
termofilika (45 hingga 75 ° C). Sebagian besar organisme tidak dapat
mentolerir level pH di atas 9,5 atau di bawah 4. pH optimal untuk
pertumbuhan adalah antara 6,5 hingga 7,5. Bakteri dapat
diklasifikasikan sebagai heterotrofik atau autotrofik. Dalam sistem
pengolahan air limbah biologis, heterotrofik penting karena kebutuhan
mereka akan senyawa organik untuk karbon bagi sel mereka.
2. Fungi

25
Jamur - adalah kelompok eucaryotes yang paling seragam secara
struktural. Bentuk pertumbuhan utama adalah filamen (hifa) yang
secara kolektif membentuk massa filamen yang disebut miselium.
Namun, ragi bukanlah jamur berfilamen yang berkembang biak
dengan tunas. Yang lain dapat mereproduksi dengan pembentukan fisi
atau spora. Geotrichum candidum adalah jamur yang paling umum di
meneteskan slime filter (berfilamen). Ini juga telah terlibat dalam
berkontribusi terhadap endapan lumpur di unit lumpur aktif.
Kemampuan jamur untuk bertahan hidup di bawah pH rendah
(kisaran 2 hingga 9) dan kondisi nitrogen yang rendah membuatnya
penting dalam pengolahan biologis limbah industri.
3. Alga
Alga - Ada ribuan spesies alga. Mereka berkisar dari agregat sel
bersel tunggal hingga agregat besar. Alga terutama organisme akuatik.
Mereka autotrofik, 'protista fotosintesis. Alga menghasilkan rasa dan
bau yang tidak sedap dalam persediaan air dan mempersingkat filter
pada pabrik filtrasi.
Di kolam oksidasi fakultatif aerobik, ganggang diperlukan untuk
memasok oksigen ke bakteri heterotrofik aerob. Alga, seperti
mikroorganisme lainnya, membutuhkan nutrisi anorganik untuk
berkembang biak; terutama nitrogen dan fosfor. Untuk mencegah
pertumbuhan ganggang yang berlebihan di perairan alami, penekanan
telah dipusatkan di sekitar penghilangan nitrogen dan / atau fosfor
dalam limbah pabrik pengolahan.
4. Protozoa
Protozoa - sebagian besar organisme sel tunggal, meskipun sangat
kompleks dan sangat terorganisir. Mereka sebagian besar heterotrof
aerobik. Mereka diklasifikasikan berdasarkan siklus hidup dan cara
penggerak - flagella, silia, atau pseudopodia (amuba).
Protozoa penting baik sebagai organisme penyebab penyakit dan
sebagai penghubung penting dalam rantai makanan dari bakteri ke
atas. Mereka memakan bakteri dan pada gilirannya adalah makanan

26
untuk organisme yang lebih besar. Akibatnya, protozoa bertindak
sebagai pemoles limbah dari proses pengolahan limbah biologis
dengan mengkonsumsi bakteri dan bahan partikulat.
5. Rotifer
Rotifer adalah binatang aerot heterotrofik, multiseluler. Mereka
mengkonsumsi bakteri flokulan terdispersi dan partikel kecil bahan
organik. Dalam limbah pabrik pengolahan limbah, mereka
menunjukkan proses pemurnian aerobik yang efisien.
6. Crustacea
Crustacea - juga organisme aerob, heterotrofik, dan multiseluler.
Mereka memiliki tubuh atau cangkang yang keras. Mereka tidak
benar-benar ada dalam sistem biotreatment; Namun, mereka adalah
penghuni normal di perairan alami.
7. Virus
Virus merupakan mikroorgnisme berukuran kecil mereka hanya
dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Mereka adalah parasit dan
hanya dapat bereproduksi di dalam sel hidup. Dalam sel yang
terinfeksi, metabolisme sel digunakan untuk pembuatan virus. Di luar
sel, virus tidak aktif. Mereka pada dasarnya terdiri dari protein dan
asam nukleat.
Virus biasanya diklasifikasikan oleh inang yang mereka infeksi:
tanaman, hewan, atau bakteri, dan umumnya dinamai berdasarkan
penyakit yang mereka sebabkan. Virus sekarang menjadi patogen
paling penting bagi manusia, karena penyakit bakteri dapat diobati
dengan antibiotik. Infeksi virus tidak bisa. Dan banyak ditemukan di
kotoran manusia. Oleh karena itu, perlu untuk memastikan bahwa
virus dikendalikan dalam limbah cair dari instalasi pengolahan limbah.

27
2.5 Laju Pertumbuhan Bakteri
Laju pertumbuhan bakteri biasanya dijelaskan dalam bentuk grafik /
kurva. Kurva pertumbuhan menunjukkan "naik turunnya" populasi mikroba.
Ini adalah deskripsi umum dari pengamatan eksperimental. Jumlah organisme
yang hidup dilaporkan sebagai fungsi waktu. Pola pertumbuhan, berdasarkan
jumlah sel atau populasi mikroba dalam mg/l (X), memiliki beberapa fase
yang berbeda:
1. Phase Lag
2. Phase Lag Increasing
3. Phase Lag Descreasing
4. Stationary
5. Accelerating autodigestion (log increasing).
6. Decelerating autodigestion (log decreasing).

Penjelasan tahap fase pertumbuhan :

 Fase 1 - Waktu penyesuaian ke lingkungan baru.


 Fase 2 dan 3 - Pertumbuhan eksponensial dan menurun. Sel
menghasilkan pada tingkat yang ditentukan oleh kemampuan untuk
memproses makanan, di mana tingkat pertumbuhan sama dengan px
untuk bagian peningkatan log dari kurva. Di sini laju pertumbuhan
sebanding dengan konsentrasi x, dan p disebut laju pertumbuhan
spesifik. Biomassa meningkat secara eksponensial - orde pertama, laju
meningkat.
 Fase 4 - Pertumbuhan berhenti. Ini kemungkinan besar terjadi karena
habisnya nutrisi penting, dan dalam sebagian besar proses biologis
tujuannya adalah untuk menjadikan sumber karbon nutrisi pembatas
untuk pertumbuhan sel-sel baru.
 Fase 5 dan 6 - Autodigesti dalam fase endogen. Di sini tingkat
kematian melebihi produksi sel-sel baru. Mikroorganisme dipaksa
untuk memetabolisme protoplasma mereka sendiri.

28
Gambar Kurva Laju Pertumbuhan Bakteri
2.5.1 Perhitungan Laju Pertumbuhan Bakteri Dalam Limbah
Dalam kultur batch, pertumbuhan dalam fase peningkatan log
sebanding dengan massa bakteri, dapat dihitung dengan persamaan :

dX
=μ . x=r s
dt

Keterangan :

X = merupakan konsentrasi mikroorganisme

dX
=r s merupakan laju pertumbuhan bakteri
dt

Pertumbuhan berhenti (tidak berlanjut tanpa batas waktu) ketika


persyaratan yang diperlukan untuk pertumbuhan di lingkungan hilang:
termasuk kelelahan nutrisi, penipisan oksigen terlarut, clianges di lingkungan
kimia dan produksi zat beracun. Dalam pengolahan air limbah, kondisinya
dikontrol sehingga kelelahan pasokan karbon membatasi pertumbuhannya
(pembatasan substrat). Dalam budaya berkelanjutan, pertumbuhan terbatas,
dan efek membatasi substrat atau nutrisi dapat dijelaskan oleh ekspresi yang
diajukan oleh persamaan Monod.

29
μm . S
μ=
K s+ S

Keterangan :

μ = Laju Pertumbuhan Bakteri

μm = Laju Pertumbuhan Bakteri Maksimum

S = Substrat

K s = Konstanta jenuh atau konstanta setengah kecepatan

2.5.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri


Karakteristik fisik dan kimia lingkungan mempengaruhi pertumbuhan
mikroba. Faktor-faktor ini dapat menentukan jenis organisme yang dapat
tumbuh dan mempengaruhi laju pertumbuhan dalam kondisi ini.
1. Temperatur
Salah satu faktor fisik terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan
adalah suhu. Setiap mikroorganisme dapat tumbuh dalam kisaran suhu
tertentu. Sementara spesies tunggal dapat tumbuh hanya pada kisaran 40 °
C, yang lain dapat tumbuh di bawah 0 ° C hingga di atas 90 ° C.
Berdasarkan suhu pertumbuhan optimal, mikroorganisme dapat
diklasifikasikan sebagai: psikrofil (kurang dari 20 "C), mesofil (20-45" C),
dan termofil (lebih besar dari 45 ° C).
2. pH
Beberapa organisme dapat tumbuh di pH yang berbeda beda sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhannya , contoh :
a. Bakteri memiliki laju pertumbuhan optimum di pH sekitar 7 (5 – 9)
b. Alga hijau dan biru tumbuh di pH diatas 7
c. Protozoa mampu hidup di pH kisaran 5 – 8

Dalam pengolahan limbah industri, perlu setidaknya untuk


memberikan penyesuaian awal pH jika pengolahan biologis ingin berhasil.
Dalam pengolahan anaerobik limbah industri, kontrol pH lebih
diperhatikan daripada aerobik karena rentang toleransi pH yang sempit.

30
3. Kadar Oksigen
Banyak bakteri dapat tumbuh hanya dengan tidak adanya oksigen,
sementara banyak bakteri dan jamur serta protozoa mampu tumbuh baik
dengan adanya atau tidak adanya oksigen. Alga adalah organisme aerob.
Oksigen diperlukan untuk dua keperluan oleh aerob. Terutama, untuk
sistem transpor elektron yang diperlukan untuk menghasilkan energi, dan
sejumlah kecil digunakan dalam reaksi enzimatik.
4. Nutrien
Hanya empat elemen C, 0, N, dan H yang membentuk 90% dari
berat kering sel. Elemen-elemen ini, ditambah P dan S, terdiri dari molekul
besar sel. Sisanya mencakup sejumlah besar elemen termasuk: K, Na, Ca,
Mg, Cl, Fe, dll. Dari empat elemen yang terdiri dari sebagian besar sel,
yaitu, CONH, hanya C dan N yang penting dipilih. H dan 0 berasal dari air
dan / atau dari senyawa lain yang digunakan oleh sel. Oleh karena itu,
perbedaan utama dalam kebutuhan nutrisi mikroorganisme adalah sumber
C dan N yang berbeda yang dapat mereka gunakan untuk sintesis bahan
seluler.

2.6 Unit Pengolahan Secara Biokimiawi


2.6.1 Menbrane Bioreaktor (MBR)

Bioreaktor adalah suatu unit alat yang digunakan untuk


melangsungkan proses biokimia dari suatu bahan baku menjadi produk yang
diinginkan dimana prosesnya dikatalisis oleh enzim enzim mikrobial atau
isolat enzim murni.

Membrane bioreactor adalah proses pengolahan yang


mengintegrasikan membran semipermeable dengan proses biologis (JUDD,
2011). Membrane bioreactor merupakan kombinasi proses membran seperti
mikrofiltrasi atau ultrafiltrasi dengan bioreactor pertumbuhan tersuspensi dan
kini banyak digunakan untuk pengolahan limbah industri dan domestic
dengan instalasi untuk 80.000 orang. Berikut adalah diagram alir sistem
pengolahan limbah menggunakan MBR:

31
Sumber : Indra Nafi (2016).

Berdasarkan prinsip menghilangkan polutan oleh reaksi biokimia akan


tetapi tetap sama pada membran bioreaktor seperti di sistem konvensional.
Dibawah adalahgambar perbedaan sistem konvensional dan sistem membran
reaktor.

Sumber : Indra Nafi (2016).

Teknologi-teknologi ini biasa digunakan untuk melakukan


pengolahan sekunder limbah domestic yang bergantung pada mikrooganisme
tersuspensi. Meskipun teknologi ini bekerja dengan baik pada segala situasi,
teknologi ini memiliki beberapa hambatan, seperti kesulitan untuk
menumbuhkan jenis mikroorganisme yang tepat dan syarat desain fisik
bangunan. Penggunaan membran bioreactor telah mengatasi berbagai batasan
sistem konvensional. Sistem MBR memiliki keuntungan untuk
mengombinasikan pertumbuhan mikroorganisme tersuspensi dengan
penyisihan padatan melalui filtrasi. Membran dapat didesain untuk beroperasi

32
di lahan yang kecil dengan efisiensi penyisihan kontaminan yang tinggi,
seperti nitrogen, fosfor, bakteri, Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan
Total Suspended Solid (TSS).

Membran filtrasi dapat mengganti fungsi bak pengendap sekunder dan


saringan pasir dalam sistem lumpur aktif. Membran filtrasi mampu menahan
konsentrasi biomassa lebih tinggi dengan menggunakan bioreaktor berukuran
lebih kecil. Dengan mengganti fungsi bak pengendap sekunder, hal-hal
berikut dapat dicapai.

 Efisiensi pemisahan padatan dan cairan meningkat karena efisiensi


filtrasi membran lebih tinggi dibanding pemisahan dengan
gravitasi.
 Pengaruh aspek internal dan eksternal dapat dikurangi sehingga
meningkatkan keandalan sistem.
 Beberapa parameter control proses dapat ditingkatkan, contohnya
Sludge Retention Time (SRT), organik loading, sludge volume
dan karakteristik lumpur yang mampu meningkatkan efisiensi
proses reaksi biokimia.
 Penyisihan nutrient dan refractory dapat ditingkatkan
 Dapat melakukan penyisihan mikroorganisme dan pathogen dari
efluen sehingga mengurangi penggunaan desinfeksi.
 Kontrol operasi selama kondisi steady state dapat dikurangi.
 Footprint instalasi pengolahan limbah cair dapat dikurangi dengan
mengganti bak pengendap dengan modul membran.
 Kualitas efluen dari MBR yang lebih baik dapat dimanfaatkan
untuk reklamasi dan daur ulang limbah cair.

2.6.2 Desain MBR


Tipe yang paling umum digunakan yaitu
1. Submerged MBR (sMBR)
Submerged MBR merupakan tipe MBR yang paling umum digunakan, di
mana modul membran langsung dipasang dalam reactor activated sludge.

33
Permeat ditarik keluar dari modul membran dengan pompa dan padatan
yang tersuspensi tertahan oleh membran dan kembali ke dalam bak.
Pembentukan lumpur terjadi dalam reactor. SMBR sangat popular karena
hemat lahan dan kebutuhan energinya rendah.

Sumber : Indra Nafi (2016).


2. External MBR (eMBR).
External Membrane (sidestream) memiliki modul membran yang berlokasi
di luar reactor. Di dalam sistem ini, mixed liquor dari reactor dipompa
keluar dari modul membran eksternal. External MBR juga digunakan
dalam industri karena membutuhkan luas membran yang lebih kecil
dibandingkan sMBR dan bekerja lebih baik untuk limbah yang kurang
mampu disaring. Akan tetapi, MBR tipe ini mengonsumsi energi lebih
besar dan membutuhkan lahan dan manifold. Berikut adalah gambar dari
external membran:

Sumber : Indra Nafi (2016).

Penentuan pemilihan tipe MBR harus disesuaikan dengan karakteristik


limbah dan keadaan industri atau instalasi pengolahan tersebut sesuai yang
tertera pada tabel berikut:

34
Sumber : Indra Nafi (2016).
2.6.3 Proses Pengolahan Dalam MBR
Pada tahap biokimia dalam pengolahan limbah karbon organik dan
nutrient disisihkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme ini hidup dan
tumbuh tersuspensi pada EPS yang mengikat mikrooganisme dalam discrete
microcolony membentuk struktur mikroba agregat disebut flok. Kemampuan
mikrooganisme untuk membentuk flok penting untuk pengolahan lumpur
aktif. Struktur flok membantu adsorpsi substrat terlarut dan partikel koloid
dan makromolekul dalam limbah. Perbedaan jenis mikroorganisme dalam
lumpur aktif sangat tinggi karena mengandung prokariot, eukariot, dan virus.
Bakteri mendominasi populais mikroorganisme dan memainkan peran
penting dalam proses degradasi.

Teknologi MBR dengan tahap biokimia dan pemisahan lumpur yang


terintegrasi menunjukkan pembentukan lumpur terus menerus melalui
konsumsi materi organik, ketika beberapa massa lumpur membusuk akibat
respirasi endogenus. Respirasi endogenus menunjukkan seluruh bentuk
kehilangan biomassa dan kebutuhan energi tidak berhubungan dengan
pertumbuhan melalui pertimbangan respirasi pada kondisi aerob, yaitu
pembusukan, stabil, respirasi endogenus, lisis, predasi dan kematian. Proses
tersebut dapat berjalan pada kondisi aerob dan anoxic, meskipun pada kondisi

35
anoxic proses berlangsung lebih lama, khususnya protozoa kurang aktif pada
kondisi denitrifikasi.
Respirasi endogenus mikroorganisme dalam MBR dapat didukung
melalui umur lumpur yang tinggi, sehingga konsentrasi lumpur tinggi. Energi
mikrooganisme ditentukan oleh suplai substrat. Dengan meningkatkan SRT
yang mampu meningkatkan konsentrasi biomassa, kondisi jumlah energi
yang terpenuhi sama dengan maintenance energi dapat tercapai. Maintenance
energi disebut sebagai jumlah energi biokimia yang sangat dibutuhkan pada
respirasi endogenus lumpur. Mikroorganisme memperoleh kebutuhan
maintenance energi untuk memroduksi biomassa. Maka dari itu, dalam
kondisi suplai nutrient yang rendah, substrat eksternal digunakan untuk
menjaga fungsi utama bakteri dan jumlah bakteri tidak berubah.
Semakin tinggi konsentrasi biomassa semakin rendah laju
pembuangan lumpur, contohnya F/M ratio (food to microoganisms) menurun.
Apabila laju pembuangan lumpur cukup rendah, sedikit lumpur akan
terproduksi. Produksi lumpur menurun hingga 44% ketika konsentrasi
biomassa ditingkatkan dalam MBR dari 1,7 menjadi 10,3 g/L. Hal ini
dipengaruhi oleh komposisi umpan limbah yang menentukan pertumbuhan
populasi mikroorganisme.
Nitrifikasi biologis merupakan proses yang membutuhkan oksigen
untuk mengubah ammonia (NH3) menjadi nitrit (NO2) lalu nitrat (NO3) oleh
aktivitas enzim nitrogenase yang dimiliki oleh bakteri nitrifikasi. Setelah
nitrifikasi nitrogen dapat disisihkan dari limbah dengan menurunkan nitrat
menjadi gas nitrogen N2 melalui proses denitrifikasi (proses pelepasan
oksigen kembali ke udara) anoxic. Laju pertumbuhan bakteri nitrifikasi
rendah dan pembentukan sel yang buruk menyebabkan nitrifikasi merupakan
tahap penyisihan nitrogen yang lajunya dibatasi. Kunci dari nitrifikasi agar
terjadi yaitu laju akumulasi biomassa
kurang dari laju pertumbuhan bakteri nitrifikasi. Umur lumpur yang panjang
pada MBR mencegah bakteri nitrifikasi untuk terbawa keluar dari bioreactor
dan meningkatkan kemampuan nitrifikasi dalam lumpur aktif. proses
denitrifikasi membutuhkan kondisi anoxic. Biasanya tangki anoxic dipasang

36
sebelum tangki aerasi. Kondisi anoxic dapat diperoleh dengan mengubah
MBR menjadi dalam mode intermittent aeration yang membutuhkan suplai
udara permanen.
Efisiensipenyisihan COD dalam MBR meningkat seiring peningkatan
konsentrasi MLSS, tetapi SRT pada COD dalam permeat tidak dipengaruhi
oleh konsentrasi MLSS di atas 3 g/L yang menandakan bahwa laju
penambahan organik tidak cukup tinggi untuk menunjukkan perbedaan yang
jelas pada konsentrasi biomassa yang lebih tinggi. Konsentrasi lumpur dalam
MBR berkisar antara 15-25 g/L menyebabkan penyisihan materi organik dan
kekeruhan tidak bergantung pada SRT dan penyisihan rata-rata COD dan
Suspended Solid (SS) berturut-turut yaitu 90% dan 100%.
Aerasi merupakan faktor penting yang memengaruhi penyisihan BOD
dan COD. Jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme bergantung
pada:
1. Carboncaceous BOD (perubahan organik karbon dalam air limbah
menjadi jaringan sel dan berbagai end product).
2. Nitrogenous BOD (nitrifikasi ammonia yang dioksidasi menjadi nitrit
dan nitrat)
3. COD anorganik (oksidasi senyawa anorganik dalam air limbah)

2.6.4 Parameter
Permeter MBR memiliki konsentrasi padatan tersuspensi rendah yang
menunjukkan konsentrasi bakteri, BOD, nitrogen dan fosfor pun rendah
seperti pada. Padatan yang tertahan oleh membran didaur ulang menuju
reactor biologis dan meningkat dalam sistem. Pada sistem pengolahan
biologis konvensional, pembuangan lumpur secara periodic mengurangi
penumpukan lumpur dan menjaga SRT dalam sistem MBR. Lumpur dari
MBR kemudian diolah dengan standar penanganan lumpur, seperti
thickening, dewatering, dan pembuangan. Hermanowics (2006) menunjukkan
bahwa terjadi penurunan kemampuan untuk mengendapkan lumpur dari MBR
karena adanya peningkatan partikel koloid dan bakteri filament. Hal ini bisa

37
diatasi dengan penambahan senyawa kimia.Dibawah ini adalah tabel efisiensi
penyisihan dan kualitas effluen dari MBR:

Sumber : Indra Nafi (2016).

2.7 Contoh Soal Dan Pembahasan


1. Jika Enzyme A terhadap Polutan X memiliki harga Km 10 ppm dan
Vmask 0.2/jam dan Enzyme B terhadap Polutan X memiliki harga Km 100
ppm dan Vmaks 0.5/jam. Kira-kira enzyme manakah yang lebih baik
untuk diterapkan guna mengolah Polutan X tersebut? Berikan
penjelasannya!

Jawab:

Diket KmA = 10 ppm Kmb = 100 ppm

Vmaks = 0,2/jam VmaksB = 0,5/jam

1 Vmax 1 1 Vmax 1
= + = +
Vo Km Vmax Vo Km Vmax

1 10 ppm 1
= +
Vo 0,2/ jam 0,2 / jam

1 100 ppm 1
= +
Vo 0,5 / jam 05/ jam

38
1 11 ppm 1 101 ppm
= =
Vo 0,2/ jam Vo 0,5 / jam

Vo=0,182 ppm / jam Vo=0,0045 ppm / jam

Enzim A karena enzim A memiliki v sebesar 0,182 ppm/jam


sedangkan enzim B memiliki v sebesar 0,005 ppm/jam, sehingga
dalam pengolahan air limbah dibutuhkan proses yang cepat dan
takaran yang tepat.

2. Bagaimana Peranan enzim dalam instalasi pengolahan air limbah ?


Jawab:
Penyelidikan reaksi-reaksi metabolik dan pengaturannya
Sebagai katalisator dalam industri yg mensintesis hormon/antibiotic
Membantu dlm menegakkan diagnosa krn kadar enzim pada keadaan
patologik tertentu dapat mengalami perubahan yang nyata dalam darah.

4. Dalam laju pertumbuhan bakteri terdapat kurva yang menunukkan laju


pertumbuhan tersebut dan tentunya terdapat fase atau tahapan di dalam
proses tersebut. Sebutkan!
Jawab :
1. Phase Lag
2. Phase Lag Increasing
3. Phase Lag Descreasing
4. Stationary
5. Accelerating autodigestion (log increasing).
6. Decelerating autodigestion (log decreasing).

5. Bedakan antara 2 teori tentang kerja enzim menurut teori Gembok-kunci


dengan kecocokan yang terinduksi!

Jawab :

39
Teori Gembok-Kunci : Enzim bagaikann sebuah gembok, memiliki
bagian dengan kunci yang disebut lubang kunci. Bagian lubang kunci
diibaratkan sebagai sisi aktif enzim (tempat spesifik untuk mengikat
substratnya). Substrat digambarkan sebagai sebuah kunci. Mata kunci
memiliki struktur lubang kunci pada gembok. Artinya, enzim tertentu
bekerja pada substrat tertentu.

Teori Kecocokan yang Terinduksi : Enzim memiliki sisi aktif yang


bersifat fleksibel. Pada saat substrat bertemu dengan enzim, maka sisi aktif
enzim berubah sedemikan rupa sehingga cocok dengan substrat.

Perbedaan : Pada teori gembok-kunci, enzim hanya akan bekerja


apabila substratnya memiliki struktur yang sesuai dengan sisi aktif enzim.
Tetapi, pada teori kecocokan yang terinduksi, sisi aktif justru akan
menyesuaikan bentuknya agar cocok dengan substrat.

6. Reaktor dengan kondisi awal substrat sebesar 800 mg/L, Ks 117,04 m/L
dan pencahayaan 12 Jam . Berapa laju pertumbuhan maksimum terbaik
dengan nilai μalga sebesar 0,624/hari? (Wahyu Dian Septiani,2014)

Jawab :

Diket: S= 800 mg/L


μalga= 0,624/hari
Ks = 117,04
Ditanya : μm ?
mg
μ m .800
μ .S L
μ= m 0,624 /hari=
K s+ S mg
117,04 + 800 mg/L
L

mg 0,624 mg
μm . 800 = .(117,04 +800 mg/ L¿
L hari L

Mg
572,23 /hari
L
μm = =0,71/har i
800 mg/L

40
BAB III

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN
Pengolahan air limbah secara biokimiawi dengan enzim tidak lepas
dari peran pengolahan secara biologi. Enzim adalah biokatalisator organik
yang dihasilkan organisme hidup di dalam protoplasma, yang terdiri atas
protein atau suatu senyawa yang berikatan dengan protein, berfungsi sebagai
senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi dalam suatu
reaksi kima. Faktor yang mempengaruhi kineja enzim diantaranya yaitu suhu,
pH, konsentrasi substrat, Konsentrasi enzim ,dan Inhibitor juga aktivasi.
Bioreaktor adalah suatu unit alat yang digunakan untuk
melangsungkan proses biokimia dari suatu bahan baku menjadi produk yang
diinginkan dimana prosesnya dikatalisis oleh enzim enzim mikrobial atau
isolat enzim murni.
Membrane bioreactor adalah proses pengolahan yang
mengintegrasikan membran semipermeable dengan proses biologis (JUDD,
2011). Membrane bioreactor merupakan kombinasi proses membran seperti
mikrofiltrasi atau ultrafiltrasi dengan bioreactor pertumbuhan tersuspensi dan
kini banyak digunakan untuk pengolahan limbah industri dan domestic
dengan instalasi untuk 80.000 orang. Berikut adalah diagram alir sistem
pengolahan limbah menggunakan MBR.

6.2 SARAN
Pada penulisan makalah diatas semoga pembaca dan khususnya
penulis sendiri dapat mengambil beberapa hal hal penting dalam memahami
pengertian biokimia, desain MBR, proses pengolahan MBR, parameter MBR,
dan aplikasi MBR.

Dari makalah ini pula penulisan mengalami banyak kendala. Maka


banyak kesalahan yang dibuat oleh penulis. Oleh karena itu penulis
membutukan saran dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.

41
DAFTAR PUSTAKA

Akhsani , Indra Nafi.2016. Aplikasi Membran Bioreaktor dalam Pengolahan


Air Limbah Industri: Bandung Institute of Technology .
Li , Yin, & Ryszard J. Chr´ost. 2005.Microbial enzymatic activities in
aerobic activated sludge model reactors : Enzyme and Microbial
Technology 39 (2006) 568–572.
Yunita.S, Putri Skrining dan Uji Aktivitas Enzim Protease Bakteri dari
Limbah Rumah Pemotongan Hewan: Perpustakaan Universitas
Airlangga.

Syamsudin, Dkk 2008. Evektivitas aplikasi enzim dalam sistem lumpur aktif
pada pengolahan air limbah pulp dan kertas: BS vol 43 No 2

Wardhani, Nadhira Afina .2015. REVIEW: MEMBRAN BIOREAKTOR


DAN APLIKASINYA DALAM REKLAMASI AIR: Bandung
Institute of Technology
Wenten, Ig. 2004. BIOREAKTOR MEMBRAN UNTUK PENGOLAHA
LIMBAH: Bandung Institute of Technology.
Septiani, W. D., Slamet, A., & Hermana, J. (2014). Pengaruh Konsentrasi Substrat
terhadap Laju. JURNAL TEKNIK POMITS, 98 103.
Budi, S. (2010). Biokimia Enzim Dalam Mekanisme Reaksi [Letter Articel].
Cheremisinoff, N. P. (1996). Biotechnology for waste and wastewater treatment.
Noyes Publications.
Dwiwiati, S. (2009). Karakteristik enzim ilmu biologi (1st ed.). PT. Jaya Ilmu.
Ramadhani, R. (2017). Enzim dan Klasifikasi Enzim [Blogspot].
https://www.dosenpendidikan.co.id/klasifikasi-enzim/

42

Anda mungkin juga menyukai