Anda di halaman 1dari 219

DRAFT FINAL

SERI SANITASI LINGKUNGAN

(Draft Final)

PEDOMAN TEKNIS

INSTALASI PENYEDIAAN AIR


BERSIH UNTUK RUMAH SAKIT

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN


SARANA KESEHATAN

1
DRAFT FINAL

JAKARTA 2012
KATA PENGANTAR
Penyediaan air bersih/minum bagi rumah sakit atau fasilitas layanan
keehatan lainnya merupakan sarana yang sangat penting. Selain untuk
kebutuhan sanitasi yakni untuk kebutuhan mandi, cuci, masak, serta untuk
pembersihan sarana rumah sakit, juga digunakan untuk keperluan khusus
misalnya untuk keperluan labotarorium, hemodialisa, keperluan medis,
klinik gigi, keperluan air umpan boiler dan lainnya. Oleh karena itu selain
jumlahnya harus cukup juga kualitasnya harus memenuhi standar sesuai
dengan peruntukannya.
Dalam rangka meningkatkan kualitas peyalanan rumah sakit serta
fasilitas layanan kesehatan yang lain, maka penyediaan air bersih
dilingkungan rumah sakit maupun fasilitas layanan kesehatan lainnya
perlu ditingkatkan sesuai dengan standar yang berlaku, mengingat masih
banyak rumah sakit di Indonesia yang belum mendapatkan pelayanan air
bersih/minum dari peruahaan air minum (PAM) setempat, dan Jika sudah
mendapat pelayanan air bersih dari PAM sering kali kualitas airnya kurang
memadai.
Untuk rumah sakit yang belum mendapatkan suplai air bersih dari
PAM, umumnya masih menggunakan air tanah atau membuat unit
pengolahan air dengan meggunakan air baku dari sungai atau sumber
lainnya.
Dalam upaya meningkatkan kualitas penyediaan air bersih/minum
serta air untuk keperluan khusus di rumah sakit agar kualitasnya
memenuhi standar sesuai dengan peruntukannya, maka perlu disusun
panduan atau buku pedoman teknis instalasi penyediaan air bersih untuk
rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Buku pedoman ini
disusun dengan partisipasi berbagai pihak termasuk rumah sakit, organisasi
profesi serta instansi terkait baik pembina, pengelola maupun pengawas
kesehatan lingkungan.
Buku pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan awal bagi para
pengelola rumah sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya,
praktisi kesehatan lingkungan, perencana fasilitas kesehatan serta
pemerhati di bidang kesehatan lingkungan untuk dapat mengembangkan
suatu pengelolaan air bersih di rumah sakit maupun fasilitas pelayanan
kesehatan yang memenuhi persyaratan.

2
DRAFT FINAL

Kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun dan semua


pihak yang telah membantu dalam penyusunan pedoman ini.

Jakarta, Desember 2012

Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik Dan


Sarana Kesehatan

dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes.


NIP. 195501171981111001

3
DRAFT FINAL

PEDOMAN TEKNIS
INSTALASI PENYEDIAAN AIR BERSIH UNTUK RUMAH SAKIT

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi iii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar xi
Tim Penyusun xvi

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan dan Sasaran 2
1.2.1 Tujuan 2
1.2.2 Sasaran 2
1.3 Dasar Hukum 2
1.4 Ruang Lingkup 3
1.5 Standar Kualitas Air 3
1.5.1 Standar Kualitas Air Minum 4
1.5.2 Standar Kualitas Air Untuk Penggunaan Khusus 4

BAB 2 BAHAYA PENCEMARAN AIR MINUM DAN 7


DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN
2.1 Pencemaran Air Disebabkan Penyakit Yang 7
Berhubungan Dengan Air (Waterborne Deseases)
2.2 Sumber Kontaminasi Air Minum 8
2.2.1 Pencemaran Air Melalui Sumber Air Baku 9
2.2.2 Kontaminasi Selama Proses Pengolahan Air Minum 10
2.2.3 Kontaminasi Pada Sistem Distribusi Air Minum 11

BAB 3 JENIS KEGIATAN DAN KEBUTUHAN AIR BERSIH DI 13


RUMAH SAKIT
3.1 Jenis Kegiatan Rumah Sakit 13
3.1.1 Kegiatan Pelayanan Medis 13

4
DRAFT FINAL

3.1.2 Kegiatan Pelayanan Penunjang Medis 13


3.1.3 Kegiatan Pelayanan Penunjang Non Medik 14
3.1.4 Kegiatan Pelayanan Lain-Lain (Tambahan Fasilitas 14
Lain)
3.2 Kebutuhan Air Dirumah Sakit 15
3.3 Bentuk Dan Penataan Bangunan Rumah Sakit 15
3.4 Diagram proses penyediaan Air Bersih di R.S 15
3.5 Unit Kegiatan Pelayanan di Rumah Sakit dan 15
Kualitas Air

BAB 4 18
PERENCANAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH UNTUK
RUMAH SAKIT
4.1 18
Perencanaan Dasar
4.1.1 Tahun Target 18
4.1.2 Rencana Target Pelayanan 18
4.1.3 Perencanaan Jumlah Suplai 19
4.1.4 Penentuan Sumber Air 20
4.1.5 Pemilihan Fasilitas Intake/Pengambilan Air 21
4.2 Pemilihan Sistem Pengolahan Air 21
4.2.1 Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Khlorinasi 22
Saja
4.2.2 Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Saringan 25
Pasir Lambat
4.2.3 Pengolahan Air Bersih dengan Proses 25
Pengendapan Kimia dan Saringan Pasir Cepat
4.2.4 Proses pengolahan Air Minum dengan Cara 27
Khusus
4.2.5 Teknologi Membrane Untuk Pengolahan Air 31
Minum
4.2.5.1 Mikro Filtrasi 35
4.2.5.2 Ultrafilrasi 36
4.2.5.3 Nano Filtrasi (NF) 38
4.2.5.4 Osmosis Balik (Reverse Osmosis) 38
4.3 Pengolahan Air Bersih Atau Air Minum Dengan 39
Proses Pengendapan Kimia Dan Saringan Pasir
Cepat
5
DRAFT FINAL

4.3.1 Proses Pengolahan 39


4.3.2 Bahan Kimia untuk Proses Koagulasi-Flokulasi 40
4.3.2.1 Bahan Koagulan 40
4.3.2.2 Penentuan Dosis Zat Koagulan 45
4.3.3 Zat Alkali (Alkaline Agent) 46
4.3.4 Zat Koagulan Pembantu 47
4.4 Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Saringan 49
Pasir Lambat
4.4.1 Sistem Saringan Pasir Lambat Konvensional Down 49
Flow vs Up Flow
4.4.2 Keunggulan Saringan Pasir Lambat Up Flow 51
4.4.3 Spesifikasi Saringan Pasir Lambat Up-Flow 51
3
Kapasitas 100 M /Hari
4.5 Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Di Dalam 55
Air Minum
4.5.1 Proses Aerasi-Filtrasi 56
4.5.2 . Proses Khlorinasi-Filtrasi 58
4.5.3 Proses Kalium Permangganat Filtrasi dengan 60
Manganese Greensand (mangan zeolit)
4.5.4 Menghilangkan Besi dan Mangan dengan Cara 61
Koagulasi
4.5.4.1 Proses Koagulasi dengan Penambahan Bahan 61
Koagulan
4.5.4.2 Proses Koagulasi dengan Cara Elektrolitik 62
4.5.5 Penghilangan Fe dan Mn dg Cara Pertukaran Ion 62
4.5.5.1 Dengan Siklus untuk Na 63
4.5.5.2 Dengan Siklus Hidrogen (H) 63
4.5.6 Proses Soda Lime 64
4.5.8 Penghilangan Besi dan Mangan dengan Filtrasi 65
DuaTahap
4.5.9 Cara Lain 65
4.5.10 . Aplikasi Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Di 66
Dalam Air Minum
4.5.10. 1 V. Aplikasi Penghilangan Zat Besi Dan 66
Mangan Skala
. Kecil Dengan Proses Aerasi Filtrasi
4.5.10.2 I. Aplikasi Penghilangan Zat Besi Dan Mangan 69
Dengan Proses Khlorinasi- Filtrasi

6
DRAFT FINAL

4.5.10.3 Aplikasi Penghilangan Zat Besi Dan Mangan 72


Dengan Proses Kombinasi Aerasi dan Filtrasi
dengan Filter Mangan Zeolit dan Karbon Aktif
4.6 II. Aplikasi Teknologi Biofiltrasi Dan Ultrafiltrasi 76
Untuk Pengolahan Air Minum
4.6.1 Fungsi Dan Kapasitas Alat 76
4.6.2 . Proses Pengolahan 76
4.6.3 77
Keunggulan Proses Ultrafiltrasi
4.7 Penghilangan Kesadahan dan Mineral Di Dalam Air 84
Dengan Proses Pertukaran Ion
4.7.1 84
Kesadahan
4.7.2 Resin Penukar Ion 86
4.7.3 Cara Kerja Resin Penukar Ion 87
4.7.4 Proses Pertukaran Ion Untuk Pengolahan Air 88
4.7.4.1 Penghilangan Kesadahan Atau Pelunakan Air 88
(Water Softening)
4.7.4.1.1 Reaksi Pertukaran Ion 90
4.7.4.1.2 Proses Penghilangan Kesadahan (Pelunakan) 93
4.7.4.1.2.1 Pelunakan Dengan Sistem Unggun Tetap (Fixed 93
Bed)
4.7.4.1.2.2 Pelunakan Dengan Sistem Terfluidisasi (Fluidized 95
Bed)
4.7.4.1.2.3 Pelunakan Dengan Sistem Kontinyu (Continuous 96
Bed)
4.7.4.1.3 Proses Regenerasi 96
4.7.4.1.3.1 Regenerasi Aliran Searah (cocurrent) 97
4.7.4.1.3.2 Regenerasi Aliran Berlawanan (Counter Cocurrent) 98
4.7.4.1.4 99
Istilah Proses Pertukaran Ion
4.7.4.2 Penghilangan Alkali (Dealkalisation) 101
4.7.4.3 Penghilangan Mineral (Demineralisation) 102
4.8 Aplikasi Teknologi Reverse Osmosis (RO). 105
4.9 Aplikasi Teknologi Pemanenan Air Hujan dan 107
Sumur Resapan
4.9.1 Cara Pembuatan 108
4.10 Disinfeksi Untuk Pengolahan Air 112

7
DRAFT FINAL

4.10.1 Pengertian 112


4.10.2 113
Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Proses
Disinfeksi
4.10.2.1 Jenis Disinfektan 113
4.10.2.2 114
Jenis Mikroorganisme
4.10.2.3 114
Konsentrasi Disinfektan Dan Waktu Kontak
4.10.2.4 117
Pengaruh pH
4. 10. 2.5 117
Temperatur
4.10.2.6 117
Pengaruh Kimia Dan Fisika Pada Disinfeksi
4.10.2.7 118
Faktor Lain
4.10.3 Disinfeksi Dengan Senyawa Khlor (Khlorine) 119
4.10.3.1 120
Inaktivasi Mikroorganisme Dengan Khlor
4.10.3.2 Khloraminasi 120
4.10.4 Disinfeksi Dengan Khlor Dioksida 122
4.10.4.1 Proses Kimia Khlor Dioksida 122
4.10.4.2 Pengaruh Khlor Dioksida Pada Mikroorganisme 123
4.10.4.3 Cara Kerja Khlor Dioksida 123
4.10.5 Disinfeksi Dengan Ozon 124
4.10.5.1 Senyawa Ozon 124
4.10.5.2 125
Pembuatan Ozon
4.10.6 Disinfeksi Dengan Sinar Ultraviolet 130
4.10.6.1 Mekanisme Perusakan Oleh UV 131
4.10.6.2 Inaktivasi Patogen Oleh Radiasi UV 131
4.10.6.3 Variabel Yang Mempengaruhi Kerja UV 132
4.10.6.4 Disinfeksi UV Untuk Air Minum 133

8
DRAFT FINAL

BAB 5 PERENCANAAN SISTEM PLAMBING 134


5. 1 Sistem Penyediaan Air Bersih 134
5.1.1 Persyaratan Sistem Pelayanan Air Bersih 134
5.1.1.1 Sistem Sambungan Langsung 134
5.1.1.2 Sistem Tangki Atap 135
5.1.1.3 Sistem Tangki Tekan 137
5.1.1.4 Sistem Tanpa Tangki 139
5.1.2 Tangki Air Air bersih 140
5.1.2.1 Pemasangan Tangki di dalam Bangunan 141
5.1.2.2 Pemasangan Tangki Air Di Luar Gedung 148
5.1.2.3 Gabungan Tangki Air Bersih dan Tangki Air 152
Pemadam Kebakaran
5.2 Sistem Distribusi Air Bersih 154
5.2.1 Distribusi dengan Sistem Gravitasi 154
5.2.2 Distribusi dengan Sistem Tekan 154
5.2.3 Pompa Air Bersih 154
5.2.4 Tangki Air Atas 159
5.2.5 Perpipaan 159
5.2.5.1 Pipa Utama 159
5.2.5.2 Pipa Cabang 160
5.2.5.3 Besaran Pipa 160
5.2.5.4 Material Pipa Air Bersih 161
5.2.5.5 Konstruksi Pipa 161
5.2.5.5 Katup-katup 161

BAB 6 PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN INSTALASI 163


PLAMBING
6.1 Pengoperasian Instalasi Plambing 163
6.2 Pemeliharaan Instalasi Plambing 163
6.3 Pemeriksaan Tangki Penyimpanan Air Bersih 163
6.4 Pemeriksaan Pipa 169
6.5 Pemeriksaan Laju Aliran Dan Tekanan Air 169
6.6 Pemerikasan Penumpu Atau Penggatung Pipa 170
6.7 Pemerikasan Pompa Penyediaan Air Bersih 170

BAB 7 PENGAWASAN KUALITAS AIR BERSIH ATAU MINUM 172


DI RUMAH SAKIT
7.1 Persyaratan Kualitas Air Minum 172

9
DRAFT FINAL

7.2 Kualitas Air yang Digunakan di Ruang Khusus 172


7.3 Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan Kualitas Air 172
Minum di Rumah Sakit

BAB 8 PENUTUP 176

DAFTAR PUSTAKA 178

LAMPIRAN : Persyaratan Kualitas Air Minum. Peraturan 182


Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010

10
DRAFT FINAL

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Standar Kulaitas Air untuk Penggunaan di 4


laboratorium (National Committee for Clinical
Laboratory Standards, NCCLS)
Tabel 2 : Standar Kulaitas Air Untuk Reagent (American 4
Society for the Testing of Materials, ASTM) D-
1193-99e1
Tabel 3 : Standar Kualitas Air Untuk Hemodialysis 5
(Association for the Advancement of Medical
Instrumentation /AAMI Water Standards).
Tabel 4 : Kualitas Air Berdasarkan Jenis Kegiatan Di Rumah 17
Sakit
Tabel 5 : Perkiraan jumlah kebutuhan Air bersih Untuk 19
Perancangan Suplai Air Bersih Berdasarkan Jenis
Peruntukan.
Tabel 6 : Kriteria Pemilihan Prosesi Pengolahan Air Minum 23
Tabel 7 : Proses Pengolahan Air Secara Khusus 29
Tabel 8 : Ukuran Diameter Pori Dan Batas Berat Molekul 35
Yang Dapat Dipisahkan Oleh Beberapa Jenis
Membran.
Tabel 9 : Pengurangan Alkalinitas Akibat Penambahan 1 47
ppm Koagulan
Tabel 10 : Kebutuhan Zat Alkali Untuk Menaikkan Alkalinitas 47
1 ppm
Tabel 11 : Spesifikasi Teknis Saringan Pasir Lambat Up Flow 52
3
Kapasitas 100 m Per Hari.
+2
Tabel 12 : Oksidasi Senyawa Fe (Fe ) Dengan Khlorine pada 59
pH Rendah
Tabel 13: Hasil Uji Coba Pilot Plant Penghilangan Besi Dan 75
Mangan Dengan Kombinasi Proses Pembubuhan
Kalium Permanganat Dan Proses Filtrasi.
Tabel 14 : Klasifikasi Tingkat Kesadahan 85
Tabel 15 : Beberapa Tipe Resin Penukar Ion Positip, 100
Nama Produk Serta Nama Perusahaan
Pembuat
Tabel 16 : Harga Ct Untuk Inaktivasi Mikroba Dengan 116
0
Disinfektan Khlor (Pada suhu 5 C dan pH = 6,0).

11
DRAFT FINAL

Tabel 17 : Potential Oksidasi Relatif (Relative Oxidation 124


Potentials) Beberapa Senyawa Disinfektan
Tabel 18 : Kartu Kendali Pemeliharaan / Perawatan Sistem
Air Bersih.
Tabel 19 : Kartu Kendali Pemeliharaan / Perawatan Sistem
Hydrant

12
DRAFT FINAL

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Diagram Sistem Penyediaan Air Bersih Di 16


Rumah Sakit.
Gambar 2 : Proses Pengolahan Air Minum Dengan Sistem 24
Khlorinasi
Gambar 3 : Diagram Proses Pengolahan Air Minum Dengan 26
Sistem Saringan Pasir Lambat.
Gambar 4 : Diagram Proses Pengolahan Air Minum Dengan 28
Sistem Saringan Pasir Cepat.
Gambar 5 : Diagarm Proses Pengolahan Air Minum Dengan 32
Air Baku Air Permukaan.
Gambar 6 : Diagarm Proses Pengolahan Air Minum Dengan 33
Air Baku Air Tanah.
Gambar 7 : Distribusi Ukuran Partikel Yang Dapat 34
Dipisahkan Sesuai Dengan Tingkatan Proses
Filtrasi.
Gambar 8 : Unit Pengolahan Air Bersih atau Air Minum 37
3
Dengan Proses Ultrafiltrasi, Kapasitas 200 m
per hari.
Gambar 9 : Diagram Pengolahan Air Bersih Dengan Proses 40
Pengendapan Kimia Dan Saringan Pasir Cepat.
Gambar 10 : Contoh pengolahan Air Bersih Dengan Proses 48
Pengendapan Kimia dan Saringan Pasir Cepat.
Gambar 11 : Diagram proses pengolahan air bersih dengan 50
Saringan Pasir lambat Up Flow.
Gambar 12 : Rancangan alat pengolah air bersih Saringan 53
3
Pasir Lambat Up-Flow kapasitas 100 M /hari
(Tampak Atas).
Gambar 13 : Rancangan alat pengolah air bersih Saringan 53
Pasir Lambat Up-Flow (Potongan A-A).
3
kapasitas 100 M /hari.
Gambar 14 : Rancangan Saringan Pasir Lambat Up Flow 54
3
kapasitas 100 M /hari. Potongan B-B dan C-C.
Gambar 15 : Contoh Unit Pengolahan Air Bersih Dengan 54
Saringan Pasir Lambat Dengan Arah Aliran Dari
Bawah Ke Atas (Up Flow).

13
DRAFT FINAL
3
kapasitas 100 M /hari.

Gambar 16 : Pengaruh pH Terhadap Oksidasi Besi Dengan 58


Udara.
Gambar 17 : Diagram Proses Penghilangan Zat Besi Dan 67
Mangan Skala Kecil Dengan Proses Aerasi-
Filtrasi.
Gambar 18 : Diagram Filter Multi Media Dan Susunan Media 68
Penyaring Untuk Penghilangan Zat Besi Dan
Mangan Di Dalam Air.
Gambar 19 : Filter Multi Media Untuk Menghilangkan Zat 68
Besi Dan Mangan Di Dalam Air.
Gambar 20 : Diagram Proses Penghilangan Besi Dan Mangan 69
Di Dalam Air Dengan Proses Khlorinasi-Filtrasi.
Gambar 21 : Konstruksi Peralatan Proses Penghilangan Besi 70
Dan Mangan Di Dalam Air Dengan Proses
Khlorinasi-Filtrasi.
Gambar 22 : Diagram Proses Penghilangan Fe Dan Mn 71
Dengan Injeksi Kalium Permanganat Atau
Khlorine.
Gambar 23 : Filter Mangan Zeolit dan Filter Karbon Aktif 71
Untuk Penghilangan Fe Dan Mn Dengan Injeksi
Kalium Permanganat Atau Khlorine.
Gambar 24 : Diagram Proses Penghilangan Zat Besi Dan 73
Mangan Di Dalam Air.
Gambar 25 : Pompa Air Baku Dan Sistem Injeksi Larutan Soda 74
Ash (NaHCO3) Untuk Menaikkan pH Air.
Gambar 26 : Bak Pengendap Yang Berfungsi Juga Sebagai 74
Kontaktor Udara Kontaktor Udara Dan Bak
Penampung.
Gambar 27 : Sistem Injeksi Larutan Kalium Permanganat, 75
Filter Pasir, Filter Mangan Zeolit Serta Filter
Karbon Aktif.
Gambar 28 : Diagram Pengolahan Air Siap Minum Dengan 78
Proses Biofiltrasi-Ultrafiltrasi.
Kapasitas Ultrafiltrasi : 125 Liter per menit
Kapasitas RO : 12 Liter per Menit
Gambar 29 : Proses Penyaringan pada Unit Ultrafiltrasi. 79

14
DRAFT FINAL

Gambar 30 : Proses Pencucian Balik pada Unit Ultrafiltrasi. 80


Gambar 31 : Reaktor Biofiltrasi Dengan Media Plastik Sarang 81
Tawon.
Gambar 32 : Media Plastik Sarang Tawon Di Dalam Reaktor 81
Biofilter.
3
Gambar 33 : Unit Ultrafiltrasi, kapasitas 125 m per hari. 82
Gambar 34 : Unit Reverse Osmosis (RO), kapasitas 10.000 82
liter per hari air siap minum.
Gambar 35 : Tangki Produk Reverse Osmosis (RO). 83
Gambar 36 : Air Baku Dan Air Olahan. 83
3
Gambar 37 : Contoh Unit Ultrafiltrasi, Kapasitas 200 m per 84
hari.
Gambar 38 : Kenampakan Resin Penukar Ion Dalam 87
Pandangan Mikroskopik.
Gambar 39: Ilustrasi Mekanisme Pertukaran Ion Positif 90
(Kation) Di Dalam Resin Penukar Ion.
Gambar 40 : Skema Proses Penghilangan Kesadahan Dengan 95
Cara Pertukaran Ion Dengan Sistem Unggun
Tetap (Fixed Bed).
Gambar 41 : Proses Regenerasi Dengan Aliran Searah. 98
Gambar 42 : Proses Regenerasi Dengan Aliran Berlawanan. 99
Gambar 42 : Proses Pelunakan Air Untuk Menghilangkan 101
Kesadahan Dalam Air.
Gambar 43 : Proses Penghilangan Alkali dengan Resin 102
Penukar Ion.
Gambar 43 : Proses Penghilangan Mineral Dengan 103
Dekationisasi Dan Deasidifikasi.
Gambar 44 : Proses Demineralisasi Dengan Mengguakan 104
Resin Kation Asam Kuat dan Resin Anion Basa
Kuat.
Gambar 45 : Contoh Unit Penukar Ion Kation dan Anion 104
Untuk Proses Demineralisasi Air.
Gambar 46 : Diagram Proses Pengolahan Air Dengan Proses 106
Osmosa Balik .
Gambar 47 : Pretreatment dan Reverse Osmosis. 107
Gambar 48 : Sistem PAH dan SURES. 109
Gambar 49 : Disain PAH dan SURES (tampak atas) 109
Gambar 50 : (a) Pembuatan bak penampung Pemanenan Air 111

15
DRAFT FINAL

Hujan. (b) ) Sumur Resapan Yang Telah Dipasang


Bis Beton.
Gambar 51 : Beberpa Contoh Penampungan Air Hujan. 111

Gambar 52 : (a) Filter Air Dari PAH. (b) Air Produk Untuk 112
Siram Tanaman Dan Cuci-Cuci.
Gambar 54 : Peningkatan Kualitas Air PAH Untuk Air Minum. 112
Gambar 55 : Kurva Inaktivasi Mikroorganisme Di Dalam 115
Proses Disinfeksi.
Gambar 56 : Kurva Kebutuhan Dosis Untuk Reaksi Khlorin 122
Dengan Amonia.
Gambar 58 : Ilustrasi Pembentukan Ozon Dengan Peluahan 126
Listrik Secara Parsial.
Gambar 59 : Sistem disinfeksi dengan ozon untuk pengolahan 128
air minum.
Gambar 60 : Salah Satu Contoh Generator Ozon Untuk 129
Pengolahan Air Minum.
Gambar 61 : Sistem Injeksi Ozon Untuk Pengaolahan Air 129
Minum Skala Kecil.
Gambar 62 : Salah Satu Contoh Aplikasi Penggunaan 130
Disinfeksi Ozon Untuk Pengolahan Air Skala
Kecil.
Gambar 63 : Sistem Sambungan Langsung. 135
Gambar 64 : Penyediaan Air Bersih Dengan Sistem Tangki 136
Atap.
Gambar 65 : Diagram Instalasi Sistem Tangki Tekan. 138
Gambar 66 : Pemasangan Tangki Air Bersih Yang Umum 142
Digunakan.
Gambar 67 : Contoh Penempatan Tangki Air Bersih Di Dalam 143
Gedung.
Gambar 69 : Tangki Air Bersih Tanpa Lubang Pemeriksaan. 145
Gambar 70 : Contoh Bak Hisap Atau Saluran Pada Dasar 146
Tangki.
Gambar 71: Contoh Pemasangan Pipa Peluap Pada Tangki 148
Air Bersih.
Gambar 72 : Contoh Penempatan Ruangan Tangki Air Bawah 150
Tanah.
Gambar 73 : Contoh Penempatan Tangki Air Bawah Tanah. 150

16
DRAFT FINAL

Gambar 74 : Jarak Penempatan Tangki Air Terhadap Batas 151


Persil Bangunan.
Gambar 75 : Contoh Penempatan Tangki Atas atau Menara. 151

Gambar 75 : Contoh Tangki Air Bersih Bawah Yang Juga 152


Berfungsi Sebagai Tangki Air Pemadam
Kebakaran.
Gambar 76 : Contoh Tangki Air Bersih Bawah Yang Yang 153
Terpisah Dengan Tangki Air Pemadam
Kebakaran.
Gambar 77 : Distribusi Air Bersih Dengan Sistem Gravitasi 155
Pada Bangunan Horisontal.
Gambar 78 : Distribusi Air Bersih Dengan Sistem Tangki Tekan 156
Pada Bangunan Horisontal.
Gambar 79 : Distribusi Air Bersih Dengan Sistem Gravitasi 157
Pada Bangunan Vertikal.
Gambar 80 : Distribusi Air Bersih Dengan Sistem Tangki Tekan 158
Pada Bangunan Vertikal.

17
DRAFT FINAL

TIM PENYUSUN

PENANGGUNG-JAWAB
dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes. Direktur Bina Pelayanan Penunjang
Medik Dan Sarana Kesehatan
KETUA
Kepala Bidang Sarana dan
Ir. Azizah
Prasarana Kesehatan

PENYUSUN
1 Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng Peneliti Utama Pusat Teknologi
Lingkungan, BPPT
2 Ir. Wahyu Widayat, M.Si. Pusat teknologi Lingkungan, BPPT.
3 Drs. Satmoko Yudo, M.Eng Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT
4 Erwin Burhanuddin, ST Pusat Sarana, Prasarana dan
Peralatan Kesehatan
5 Tosan Pambudi W, SE, MM Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik & Sarana Kesehatan
6 Hendrik Permana,SKM Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik & Sarana Kesehatan
7 Elisabeth S. Sampelino, ST., Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
MM. Medik & Sarana Kesehatan
8 Romadona ST Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik & Sarana Kesehatan
9 Siti Ulfa Chanifah,ST, MM Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik & Sarana Kesehatan
10 Astri Syativa, SKM Direktorat Penyehatan Lingkungan
11 Indah, SKM Direktorat Penyehatan Lingkungan
12 Ir. Mohammad Nasir, M.Si. RSUP Persahabatan Jakarta
13 Ir. Imam Rifai Praktisi Lingkungan
14 Ir. Kispandu Praktisi Lingkungan
15 Sudung Tanjung, ST Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik & Sarana Kesehatan

18
DRAFT FINAL

16 Ratna Agtasari, ST Direktorat Bina Pelayanan Penunjang


Medik & Sarana Kesehatan

17 Sarino Direktorat Bina Pelayanan Penunjang


Medik & Sarana Kesehatan
18 Labaco Embang Direktorat Bina Pelayanan Penunjang
Medik & Sarana Kesehatan

19
DRAFT FINAL

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Penyediaan air bersih atau air minum adalah merupakan unit


utilitas yang sangat penting bagi kegiatan di rumah sakit atau pusat
pelayanan kesehatan lainnya. Penyediaan air bersih di lingkungan rumah
sakit selain untuk kepentingan sanitasi juga berfungsi untuk mendukung
keperluan medis sehingga kualitasnya harus sesuai dengan peruntukannya,
misalnya untuk keperluan sanitasi harus memenuhi standar sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit. Untuk keperluan haemodialisa, bedah medis, klinik gigi, atau
untuk keperluan boiler serta keperluaan lainnya kualitasnya harus
memenuhi standar peruntukkannya.
Penyediaan air bersih/minum di lingkungan rumah sakit di
Indonesia sebagian disuplai oleh air PDAM/PAM sedangkan untuk rumah
sakit yang belum ada jaringan PAM/PDAM umumnya masih menggunakan
air tanah secara langsung atau dengan cara melakukan pengolahan air
sendiri dari sumber air baku yang ada yakni air sungai, air danau/embung
atau air tanah.
Permasalahannya adalah penyediaan air bersih/minum di rumah
sakit di Indonesia kualitasnya masih banyak yang belum memenuhi baku
mutu. Sebagai contoh misalnya, berdasarkan pemantauan dilapangan
banyak penyediaan air bersih di rumah sakit yang mengandung zat besi,
mangan serta angka kuman yang melampaui baku mutunya. Penyediaan
air bersih/mimum di rumah sakit dengan kualitas yang kurang memadai
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pasien maupun petugas
/karyawan rumah sakit.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit di
Indonesia khususnya dalam hal penyediaan air bersih atau air minum serta
air untuk kegiatan khusus perlu dilakukan upaya penyebar-luasan
informasi tentang sistem serta teknologi penyediaan air khususnya untuk
rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan agar kualitasnya sesuai
dengan baku mutu. Salah satu cara untuk menyebarkan informasi tentang
sistem penyediaan air bersih/minum di rumah sakit adalah dengan
membuat pedoman tentang teknis penyediaan air minum.

20
DRAFT FINAL

Pedoman teknis diperlukan sebagai petunjuk pelaksanaan dalam


perencanaan, operasional, pemeliharaan, serta monitoring agar
didapatkan penyediaan air dengan kualitas yang optimal.

1.2. Tujuan dan Sasaran

1.2.1 Tujuan
Pedoman ini ditujukan sebagai pedoman penyediaan air bersih
(minum) untuk fasilitas pelayanan kesehatan meliputi
perencanaan, perancangan, pelaksanaan, operasional,
pemeliharaan, monitoring dan evaluasi.

1.2.2. Sasaran
Dengan Pedoman ini diharapkan :
a Penyediaan instalasi pengolahan air bersih pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan fungsi, persyaratan
dan serasi serta selaras dengan standar kualitas air bersih
yang berlaku.
b Instalasi pengolahan air bersih pada fasilitas pelayanan
kesehatan dapat beroperasi dengan baik, menghasilkan air
bersih dengan kualitas yang memenuhi persyaratan baku
mutu.

1.3. Dasar Hukum


1. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Pemerintah RI No.82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;
5. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal 29 JULI 2002 Tentang
Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

21
DRAFT FINAL

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup yang dibahas pada pedoman ini


1. Pengelolaan sumber-sumber air bersih yang ada di rumah
sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Perencanaan instalasi penyediaan air bersih untuk rumah
sakit dan fasilitas layanan kesehatan.
3. Peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk proses
pengolahan air.
4. Pengoperasian dan pemeliharaan dalam pengolahan
instalasi pengolahan air.
5. Monitoring dan evaluasi.

1.5 Standar Kualitas Air

1.5.1 Standar Kualitas Air Minum

Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum.
Standar kualitas air bersih/minum rumah sakit mengikuti standar
sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal 29 JULI 2002 Tentang Syarat-Syarat Dan
Pengawasan Kualitas Air Minum.
Sumber penyediaan air minum dan untuk keperluan rumah sakit
berasal dari Perusahaan Air Minum, air yang didistribusikan melalui tangki
air, air kemasan atau sumber sumber lain dan harus memenuhi syarat
kualitas air minum.

1.5.2 Standar Air Untuk Penggunaan Khusus

Standar kualitas air untuk penggunaan khusus di rumah sakit


misalnya untuk keperluan laboratorium, klinis, hemodialisa, serta untuk
keperluam bioler umumnya masih mengacu kepada standar peralatan

22
DRAFT FINAL

yang digunakan atau mengacu beberpa standar di luar negeri. Beberapa


standar kualitas air untuk keperluan penggunaan khusus dapat dilihat pada
Tabel 1 sampai dengan Tabel 3.

Tabel 1 : Standar Kulaitas Air untuk Penggunaan di laboratorium (National


Committee for Clinical Laboratory Standards, NCCLS)

Air Pereaksi (Reagent Water)


Paramater Unit Tipe I Tipe II Tipe III
Angka Kuman CFU/100 ml < 1000 < 100.000 -
0
Resistivitas 25 C, < 10 <1 < 0,1
m/cm
Konduktivitas S/cm < 0,1 <1 < 10
Silicate (SiO2) Mg/l < 0,05 < 0,1 <1

Tabel 2 : Standar Kulaitas Air Untuk Reagent (American Society for the
Testing of Materials, ASTM) D-1193-99e1

Air Pereaksi (Reagent Water)


Parameter Unit Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV
Angka Kuman CFU/100 ml <1 < 10 < 1000 -
Endotoxin Units EU/ml < 0,03 < 0,25 - -
0
Resistivitas 25 C, m/cm < 18 <1 <4 < 0,2
Konduktivitas S/cm < 0,056 <1 < 0,25 < 5,0
TOC g/l < 50 < 50 < 200 -
Silicate (SiO2) g/l <3 <3 < 500 -
Sodium g/l <1 <5 < 10 < 50
Khlorida g/l <1 <5 < 10 < 50

Catatan :

Air Tipe I : Direkomendasikan untuk aplikasi laboratorium khusus misalnya High


Performance Liquid Chromatography (HPLC), blanks, sample untuk

23
DRAFT FINAL

Gas Chromatography (GC), Atomic Absorber Chromatography , untuk


analisa teknis dengan akurasi yang tinggi, preparasi larutan buffer,
media kultur, reagent biologi molekuler.

Air Tipe II : Direkomendasikan untuk keperluan aplikasi laboratorium reguler


misalnya larutan pH, buffer, preparasi media biologi, preparasi
reagent untuk analisa kimia atau sintesa, air baku untuk air tipe 1 dll.

Air Tipe III : Direkomendasikan untuk keperluan aplikasi keperluan umum


laboratorium misalnya untuk air mesin pencucian alat alat gelas,
untuk pencucian akhir peralatan Lab, autoclave.

Tabel 3 : Standar Kualitas Air Untuk Hemodialysis (Association for the


Advancement of Medical Instrumentation /AAMI Water
Standards).

Parameter Konsentrasi Maksimum (mg/l)


Kalsium (Ca) 2 (0,1 mEq/l)
Magnesium (mg) 4 (0,3 mEq/l)
Potasium (K) 8 (0,2 mEq/l)
Sodium (Na) 70 (3,0 mEq/l)
Antimony 0,006
Arsen (As) 0,005
Barium (Ba) 0,10
Beryllium (Be) 0,0004
Cadmium (Cd) 0,001
Chromium (Cr) 0,014
Cyanide (CN) 0,02
Lead (Pb) 0,005
Mercury (Hg) 0,0002
Selenium (Se) 0,09
Silver (Ag) 0,005
Aluminium (Al) 0,01
Khloramin 0,10
Khlor bebas 0,50
Copper (Cu) 0,10
Florida (F) 0,20
Nitrat (sebagai N) 2,0

24
DRAFT FINAL

Sulfate 100
Thallium 0,002
Zinc (Zn) 0,10

AAMI Bacteria Standard :

Maximum Bacteria in Water < 200 cfu/ml


Maximum Bacteria in Dialysate < 200 cfu/ml
Maximum Endotoxin Level < 2 EU
Chlorine 0.5 mg/L
Chloramines 0.1 mg/L

25
DRAFT FINAL

BAB 2
BAHAYA PENCEMARAN AIR MINUM DAN
DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN

Bahaya atau resiko kesehatan yang berhubungan dengan


pencemaran air secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni
bahaya langsung dan bahaya tak langsung. Bahaya langsung terhadap
kesehatan manusia/masyarakat dapat terjadi akibat mengkonsumsi air
yang tercemar atau air dengan kualitas yang buruk, baik secara langsung
diminum atau melalui makanan, dan akibat penggunaan air yang tercemar
untuk berbagai kegiatan sehari-hari.
Pencemaran air oleh virus, bakteri patogen, dan parasit lainnya,
atau oleh zat kimia, dapat terjadi pada sumber air bakunya, ataupun
terjadi pada saat pengaliran air olahan dari pusat pengolahan ke
konsumen.
Disamping hal tersebut diatas, resiko kesehatan juga dapat
diakibatkan oleh polusi senyawa kimia yang tidak menimbulkan gejala yang
segera (acute), tetapi dapat berpengaruh terhadap kesehatan akibat
pemaparan yang terus menerus pada dosis rendah, serta seringkali tidak
spesifik dan sulit untuk dideteksi. Sebagai contoh misalnya senyawa
trihalomethan (THMs) atau senyawa khlorophenol yang dapat terjadi
akibat hasil samping proses khlorinasi pada proses pengolahan air minum.

2.1 Penyakit Yang Berhubungan Dengan Air

Beberapa penyakit yang berhubungan dengan air (Waterborne


Deseases) telah dikenal sejak lama. Pencemaran air minum oleh air limbah
dan/atau oleh kotoran manusia (tinja), yang mengandung organisme yang
dapat menimbulkan penyakit, virus, bakteria patogen dan sebagainya,
dapat menyebar dengan cepat ke seluruh sistem jaringan pelayanan air
minum tersebut, serta dapat menyebabkan wabah atau peledakan jumlah
penderita penyakit di suatu wilayah dalam waktu singkat.

26
DRAFT FINAL

Beberapa ciri khusus penyebaran penyakit-penyakit tersebut antara


lain yakni proses penularan umumnya melalui mulut; terjadi di daerah
pelayanan yang airnya tercemar; pederita umumnya terkonsentrasi pada
suatu wilayah secara temporer; penderitanya tidak terbatas pada suku,
umur, atau jenis kelamin tertentu; meskipun sulit mendeteksi bakteri
patogen dalam air, tetapi dapat di perkirakan melalui
pemeriksaan/pendeteksian bakteri coli yang disebabkan oleh pencemaran
tinja; dan waktu inkubasi biasanya sedikit lebih panjang dibandingkan
apabila keracunan oleh makanan. Beberapa penyakit yang berhubungan
dengan air yang paling sering berjangkit antara lain :

Disentri (Dysentery)

Gejala utama yakni mencret, mulas, demam, rasa mual, muntah-


muntah, serta berak darah campur lendir.

Thypus dan Paratyphus


Gejala muncul pada seluruh tubuh misalnya: seluruh badan lemas,
pusing, hilang nafsu makan, dan timbul deman serta badan menggigil.
Pada penderita yang serius sering timbul gejala pendarahan usus.

Kholera
Gejala yang penting yakni mencret atau diare dengan warna putih
keruh dan muntah-muntah. Kadang-kadang juga terjadi dehidrasi, dan
pada kasus yang serius kemungkinan dapat menyebabkan penderita
menjadi koma.

Hepatitis A
Gejala primairnya antara lain rasa mual, pusing disertai demam, dan
rasa lelah/lemas di seluruh tubuh. Gelaja spesifik antara lain terjadinya
pembengkaan liver dan timbul gejala sakit kuning.

Poliomelistis Anterior Akut


Beberapa gejala dapat terlihat antara yakni demam, rasa meriang/tak
enak badan, tenggorokan sakit, pusing-pusing dan terjadi kejang mulut
(bibir atas dan bawah tidak dapat digerakkan).

27
DRAFT FINAL

2.2 Sumber Kontaminasi Air Minum

Resiko atau bahaya terhadap kesehatan dapat juga akibat adanya


kandungan zat atau senyawa kimia dalam air minum, yang melebihi
ambang batas konsentarsi yang diijinkan. Adanya zat/senyawa kimia dalam
air minum ini dapat terjadi secara alami dan atau akibat kegiatan manusia
misalnya oleh limbah rumah tangga, industri dll.
Beberapa zat /senyawa kimia yang bersifat racun terhadap tubuh
manusia misalnya logam berat, pestisida, senyawa mikro polutan
hidrokarbon, zat-zat radio aktif alami atau buatan dan sebagainya.

2.2.1 Pencemaran Air Melalui Sumber Air Baku

Sungai, danau dan juga air tanah merupakan sumber air baku air
minum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat umum maupun untuk
kebutuhan industri. Dengan semakin cepatnya pertumbuhan penduduk
dengan segala aktifitasnya, telah menyebabkan menurunnya kualitas
sumber-sumber air tersebut. Pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan
tanpa diimbangi dengan fasilitas sanitasi yang memadai telah
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan.
Di kota-kota besar di Indonesia dan di negara-negara yang sedang
membangun, masih banyak masyarakat yang biasa membuang sampah
bahkan kotoran ke sungai akibat kurang atau tidak adanya fasilitas yang
memadai, sehingga sungai-sungai yang juga merupakan sumber air baku
air minum telah tercemar berat. Di samping pencemaran oleh limbah
domestik, cepatnya pertumbuhan industri dengan berbagai dampaknya
sering kali menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitarnya oleh
polutan senyawa kimia organik sintetis yang bersifat racun. Di samping
pencemaran oleh senyawa organik tersebut di atas, sumber-sumber air
permukaan dan juga air tanah dapat juga terkontaminasi secara alami oleh
polutan organik misalnya senyawa humus misalnya asam humus dan asam
fulvat, terpene, tanin, asam amino, dan polutan alami lainnya.
Air tanah adalah merupakan sumber air bersih yang paling banyak
digunakan di Indonesia, karena murah dan kualitasnya relatif baik. Akan
tetapi dengan semakin sempitnya lahan khususnya di daerah perkotaan,
dan di lain pihak masyarakat umumnya membuang limbah tinja dengan
sistem tradisional dengan menggunakan tangki septik sistem resapan

28
DRAFT FINAL

tanah, maka telah menyebabkan terjadinya pencemaran air tanah


khususnya di lingkungan yang padat penduduk. Hal ini disebabkan karena
sistem pembuangan tinja dengan sistem resapan tidak mampu lagi
mengatasi beban polusi yang ada. Selain itu, di daerah disekitar lokasi
pembuangan limbah baik limbah cair maupun padat dengan rancangan
yang kurang sesuai sering terjadi pencemaran air tanah yang serius oleh
adanya perpindahan senyawa kimia, dan yang sering kali terjadi yakni
pencemaran air tanah oleh senyawa pelarut organik terkhlorinasi
(chlorinated solvent) misalnya trikhlorethylene, tetrakhloroethylene, 1,1,1-
trikhloroethane, atau karbontetrakhlorida dan juga bahan produk minyak
misalnya benzene dan hidrokarbon aliphatic.
Kontaminan anorganik yang bersifat racun dengan konsentrasi yang
sangat kecil (trace toxic substances), misalnya senyawa logam berat
merkuri, timbal, kadmium dan lainnya juga sering ada di dalam air
permukaan akibat limbah industri. Senyawa nitrat adalah polutan yang
anorganik yang sering dijumpai di daerah pertanian akibat penggunaan
pupuk anorganik. Pencemaran oleh senyawa anorganik juga dapat terjadi
secara alami misalnya pencemaran air permukaan atau air tanah di daerah
yang banyak mengandung deposit arsen dan selenium, serta radionukilda
radium.

2.2.2 Kontaminasi Selama Proses Pengolahan Air Minum

Teknologi dan prosedur operasi dapat digunakan untuk mencegah


masuknya senyawa polutan kedalam air minum. Akan tetapi dengan
semakin buruknya kualitas air bakunya, maka biaya produksinya menjadi
semakin besar pula. Untuk menghilangkan kotoran dalam air baku
misalnya zat organik, padatan tersuspensi, bau dan juga bakteri patogen,
banyak menggunakan bahan koagulan misalnya alum, garam besi atau
koagulan dari bahan polimer, zat alkali dan juga senyawa untuk
membunuh bakteri patogen misalnya gas khlorine atau kaporit atau zat
oksidant lainya, dan semuanya itu meninggalkan zat sisa (residu) atau
produk hasil samping di dalam air olahannya (finished water).
Gas khlorine sering mengandung khloroform, karbon tetra khlorida,
atau residu lainnya, dan juga dapat bereaksi dengan senyawa organik yang
ada dalam air baku dengan menghasilkan senyawa-senyawa misalnya
trihalomethane (THMS), khloramine, haloacetonitril, asam halo acetat

29
DRAFT FINAL

(haloacetic acid), halophenol dan zat produk hasil reaksi samping lainnya.
Senyawa hasil samping (by product) tersebut di atas, ternyata dapat
membahayakan kesehatan manusia. Trihalomethane misalnya, telah
diidentifikasikan dengan jelas yakni dapat merangsang timbulnya penyakit
kanker atau mempunyai sifat karsinogen.
Beberapa cara untuk menghindari atau mengurangi terbentuknya
THMs dalam air minum yakni antara lain :
Menghilangkan precursor THMs dengan menggunakan proses adsorpsi
dengan karbon aktif; oksidasi dengan ozon atau oksidator lainnya
sebelum dilakukan pembubuhan khlor.
Menghilangkan senyawa THMs yang terbentuk dengan cara aerasi atau
proses adsorpsi dengan karbon aktif.
Menggunakan disinfektant lainnya misalnya ozon, hidrogen peroksida,
khloramine atau khlordioksida.
Menghilangkan senyawa senyawa yang secara langsung atau tidak
langsung dapat menimbulkan terbentuknya THMs, misalnya senyawa
organik (BOD, COD), ammonia dll, dengan cara melakukan pengolahan
awal (pretreatment) secara proses biologi (biological process).

Dari beberapa alternatif tersebut di atas, salah satu cara yang perlu
dikaji yakni pengolahan pendahuluan (pretreatnment) dengan proses
biologis. Proses ini sebenarnya sangat sederhana tetapi hasilnya cukup
baik. Selain menghilangkan zat organik (BOD,COD), proses biologi ini juga
dapat menghilangkan ammonia, deterjen, zat organik volatile serta dapat
menguraikan beberapa senyawa pestisida.
Untuk skala rumah tangga cara yang mudah dan praktis yakni
menggunakan filter karbon aktif. Filter semacam itu sudah banyak dijual
dipasaran dengan berbagai macam ukuran, merek dan harga. walaupun
demikian sebenarnya filter tersebut dapat dibuat sendiri dengan harga
yang jauh lebih murah tetapi dengan kemampuan yang sama. Yang perlu
diperhatikan dalam hal ini yakni jangka waktu penggantian media karbon
aktif, karena hal ini dipengaruhi oleh debit aliran, volume karbon aktif,
jenis karbon aktif itu sendiri serta kualitas air yang di saring.

2.2.3 Kontaminasi Pada Sistem Distribusi Air Minum

30
DRAFT FINAL

Pencemaran air minum juga dapat terjadi setelah proses


pengolahan, yakni selama mengalir dari tempat pengolahan ke konsumen
di dalam sistem perpipan distribusi. Pipa yang digunakan pada distribusi air
minum umumnya dari bahan besi galvanis, tembaga, semen asbestos, atau
dari bahan polimer misalnya PVC dan lainnya. Semua bahan-bahan
tersebut dapat memberikan kontribusi di dalam pencemaran air air minum
terutama apabila pH air agak rendah dan bersifat korosif. Logam timbal
(Pb), tembaga (Cu), kadmium (Cd) dan hidrokarbon poli aromatis adalah
senyawa polutan yang umum yang terjadi selama air mengalir pada pipa
distribusi.
Adanya kerusakan atau kebocoran pipa dapat menyebabkan
masuknya air tanah kedalam sistem distribusi terutama apabila tekanan
airnya rendah dan lebih kecil dari tekanan air tanah. Dengan masuknya air
tanah ke dalam sistem distribusi akan menyebabkan pencemaran baik
secara kimiawi maupun pencemaran bakteriologis.

31
DRAFT FINAL

BAB 3
JENIS KEGIATAN DAN KEBUTUHAN AIR BERSIH DI
RUMAH SAKIT

3.1 Jenis Kegiatan Rumah Sakit

Kegiatan pelayanan di Rumah Sakit pada dasarnya di kelompokan


dalam 4 (empat) jenis kegiatan :
Kegiatan pelayanan medis
Kegiatan pelayanan penunjang medis
Kegiatan pelayanan penunjang non media
Kegiatan pelayanan lain-lain ( tambahan fasilitas lain)

3.1.1 Kegiatan Pelayanan Medis

Pelayanan medis meliputi diagnose, pengobatan dan pemulihan


kesehatan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit yang di
tetapkan. Kegiatan pelayanan medis dirumah sakit dilakasanakan oleh unit-
unit tehnis antara lain :
Unit Rawat Inap
Unit Rawat Jalan
Unit Darurat
Unit Rawat Intensif
Unit Rawat Isolasi
Unit Bedah Sentrak
Unit Haemodialisa

32
DRAFT FINAL

3.1.2 Kegiatan Pelayanan Penunjang Medis

Pelayanan penunjang media meliputi yang membantu/ mendukung


pelayanan medis sesuai dengan standart pelayanan Rumah Sakit yang
ditetapkan. Kegiatan pelayanan penunjang medis dilaksanakan oleh unit-
unit tehnis antara lain :
Unit Laboratorium
Unit Farmasi
Unit Sterilisasi
Unit Radiologi
Unit Kamar Jenazah

3.1.3 Kegiatan Pelayanan Penunjang Non Media

Pelayanan penunjang non medis di Rumah Sakit meliputi semua


pelayanan yang tidak langsung terkait diagnosam, terapi dan pemulihan
terhadap pasien sesuai standart pelayanan Rumah Sakit yang ditetapkan.
Kegiatan pelayanan penunjgan non medis di Rumah Sakit dilaksanakan
oleh unit-unit tehnis antara lain :
Unit Organisasi/ Administrasi
Unit Gizi/ Dapur
Unit Laundry
Unit Sanitrasi (Pengolahaan Limbah dan Sampah)
Unit Rekam Medis
Unit Bengkel
Unit Penyedia Uap (Boiler)
Fasilitas Umum (Masjidm Kantin, dan lain-lain)

3.1.4 Kegiatan Pelayanan Lain-Lain (Tambahan Fasilitas Lain)

Kegiatan pelayanan Rumah Sakit beragam sesuai dengan klasifikasi


Rumah Sakit dan Jenis pelayanan khusus yang diberikan oleh rumah sakit
tersebut. Seperti halnya rumah sakit pendidikan, dilengkapi dengan
fasilitas untuk pendidikan dan asrama.

33
DRAFT FINAL

Bahkan ada rumah sakit yang menyediakan tempat inap untuk


keluarga pasien. Demikian pula ada rumah sakit yang dilengkapi taman-
taman luas, tempat parkir kendaraan, sehingga diperlukan adanya unit-
unit tambahan seperti :

Unit Pendidikan
Unit Asrma dan Wisma
Unit Taman dan Parkir
Dan lain-lain,
3.2. Kebutuhan Air Dirumah Sakit

Setiap kegiatan pelayanan rumah sakit secara kuantitatif


memerlukan air. Secara kualitatif kegiatan pelayanan di rumah sakit
memerlukan air yang kualitasnya tidak sama, seperti air untuk pelayanan
hemodialisa perlu persyaratan tertentu. Air untuk pengisian boiler harus
memenuhi persyaratan tertentu dan demikianpelayanan yang lain.
Dalam bahasan air untuk rumah sakit dikhususkan untuk
kebutuhan air yang berkualitas minimal sesuai dengan ketentuan kualitas
air bersih atau kualitas air minum bila memungkinkan tersedianya sumber
air tersebut.
Jumlah kebutuhan air untuk kegiatan rumah sakit dapat
diperhitungkan, biasanya kebutuhan air dihitung berdasarkan jumlah
kapasitas pelayanan pasien per bed tiap hari. Namun disamping
perhitungan total kebutuhan air bed per hari, perlu diketahui secara riil
kebutuhan minimal dari masing- masing kegiatan. Hal ini perlu di
pertimbangkan untuk penyediaan air cadangan untuk pelayanan tersebut.

3.3 Bentuk Dan Penataan Bangunan Rumah Sakit

Penataan bangunan (layout) rumah sakit diarea yang disediakan,


serta bentuk bangunan apakah vertical atau gabungannya sangat penting
diperhatikan pada perancangan sistem instalasi perpipaan (instalasi
distribusi air) agar tercapai sasaran kebutuhan air dimasing-masing unit
pelayanan yang memerlukan.

3.4 Diagram Proses Penyediaan Air Bersih Di Rumah Sakit

34
DRAFT FINAL

Sebagai contoh sistem penyediaan air bersih di rumah sakit


berdasar jenis kegiatan pelayanan yang dilaksanakan di rumah sakit dapat
dilihat pada Gambar 1.

3.5. Kualitas Air Berdasarkan Jenis Kegiatan Di Rumah Sakit

Kegiatan pelayanan di rumah sakit menuntut persyaratan kualitas


air tertentu disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan yang dilaksanakan,
sebagai contoh : air untuk hemodialisa, air untuk strerilisasi tentunya tidak
akan sama dengan air untuk laundry atau air gizi/dapur. Secara garis besar
kualitas air untuk setiap kegiatan di rumah sakit dapat dilihat pada Tabel 4.

35
DRAFT FINAL

Gambar 1 : Diagram Sistem Penyediaan Air Bersih Di Rumah Sakit.

Tabel 4 : Kualitas Air Berdasarkan Jenis Kegiatan Di Rumah Sakit

No Unit Spesifikasi Kualitas Referensi/


Kegiatan Air Regulation

36
DRAFT FINAL

1 Unit Rawat Inap Air Bersih Permenkes 416/1990


2 Unit Rawat Jalan Air Bersih Permenkes 416/1990
3 Unit Darurat Air Bersih Permenkes 416/1990
4 Unit Rawat Intensif Air Bersih Permenkes 416/1990
5 Unit Rawat Isolasi Air Bersih Permenkes 416/1990
6 Unit Bedah Central Air Minum Permenkes 492/2010
7 Unit Haemodialisa Standar Air AAMI Standard
Haemodialisa#)
8 Unit Laboratorium Standar Air Sesuai dengan Manual
Laboratorium#)
9 Unit Farmasi Standar Air Minum Permenkes 492/2010
10 Unit Sterilisasi/Boiler Standar Air Ketel SNI 7268 Tahun 2009
Uap#)
11 Unit Radiologi Air Bersih Permenkes 416/1990
12 Unit Kamar Jenazah Air Bersih Permenkes 416/1990
13 UnitKantor/Administrasi Air Bersih Permenkes 416/1990
14 Unit Gizi/Dapur Air Minum Kepmenkes 907/ 2002
15 Unit Laundry Air Bersih Permenkes 416/1990
16 Unit Logistik Air Bersih Permenkes 416/1990
17 Unit Sanitasi Air Bersih Permenkes 416/1990
18 Fasilitas Umum Air Bersih Permenkes 416/1990
19 Unit Rekam Medik Air Bersih Permenkes 416/1990
20 Bengkel Air Bersih Permenkes 416/1990
21 Ruang Pendidikan Air Bersih Permenkes 416/1990
22 Asrama Air Bersih Permenkes 416/1990
23 Wisma/Hospice/Kamar Air Bersih Permenkes 416/1990
Tunggu
24 Taman Air Bersih/Recycle* Permenkes 416/1990
25 Parkir Air Bersih/Recycle* Permenkes 416/1990
26 Hydrant Air Bersih/Recycle* Permenkes 416/1990

(*) Keterangan : Sumber berasal dari daur ulang air limbah, persyaratan
mengikuti aturan Lingkungan Hidup setempat.
BAB 4
PENYEDIAAN AIR BERSIH UNTUK RUMAH SAKIT

37
DRAFT FINAL

4.1 Perencanaan Dasar

Di dalam merencanakan fasilitas penyediaan air bersih atau minum


untuk suatu fasilitas layanan kesehatan, beberapa aspek yang perlu
diperhatikan antara lain. :
Perencanan dasar yang meliputi tahun target pelayanan, rencana
target pelayanan, dan perencanan jumlah suplai air.
Penentuan sumber air.
Pemilihan fasilitas Intake.
Pemilihan sistem pengolahan atau jenis teknologi.
Penentuan fasilitas distribusi.

Beberapa perencanaan dasar yang perlu dilakukan antara lain :

4.1.1 Tahun Target

Tahun target pelayanan harus ditentukan selama mungkin. Dasar


penentuan tahun target pelayanan adalah penentuan kecenderungan
jumlah kebutuhan air pada tahun target, jenis peralatan dan
pemeliharaannya, usia peralatan, kondisi keuangan pada saat
pembangunan, biaya kontruksi dan pemeliharaan dan lain-lain. Pada
umumnya tahun target paling sedikit 10 tahun mendatang. Kecuali karena
kondisi tertentu, maka tahun target harus ditentukan lebih pendek.

4.1.2 Rencana Target Pelayanan

Rencana target pelayanan ditentukan berdasarkan pertimbangan


sebagai berikut misalnya jenis fasilitas layanan yang akan dilayani. Jenis
fasilitas layanan kesehatan misalnya gedung perkantoran, gedung rawat
inap, unit gawat darurat, fasiltas klinis, fasiltas umum dll.

4.1.3 Perencanaan Jumlah Suplai

38
DRAFT FINAL

Faktor-faktor yang mempengaruhi prakiraan jumlah kebutuhan air


cukup kompleks, namun hingga saat ini penentuan untuk rencana
penyediaan air untuk fasilitas layanan kesehatan masih berdasarkan
analisa konsumsi nyata yang terjadi di masa lalu. Kondisi nyata dari
konsumsi masa lalu dapat dianalisa dari hasil air terbayar dan air tidak
terbayar. Untuk merencanakan jumlah suplai air bersih yang akan
direncanakan perlu memperhitungkan beberapa jenis konsumsi pemakaian
air misalnya untuk keperluan karyawan, keperluan dapur dan laundry,
keperluan fasiltas rawat inap, keperluan khusus misalnya untuk keperluan
klinis, laboratorium serta keperluan umum misalnya untuk keperluan
tempat ibadah, pemadam kebakaran dll. Apabila data keperluan aktual
tidak tersedia dapat juga diperkirakan berdasarkan standar kebutuahan air
bersih untuk peruntukan tertentu seperti tertera pada Tabel 5.

Tabel 5 : Perkiraan jumlah kebutuhan Air bersih Untuk Perancangan Suplai


Air Bersih Berdasarkan Jenis Peruntukan.

PERUNTUKAN PEMAKAIAN SATUAN ACUAN


BANGUNAN AIR BERSIH

Rumah sakit 1000 Liter/jumlah Perancangan dan


Mewah tempat tidur Pemeliharaan Sistem
pasien/hari Plambing, Soufyan M.
Noerbambang dan
Takeo Morimura

Rumah Sakit 750 Liter/jumlah Perancangan dan


Menengah tempat tidur Pemeliharaan Sistem
pasien/hari Plambing, Soufyan M.
Noerbambang dan
Takeo Morimura

Rumah Sakit 425 Liter/jumlah Perancangan dan


Umum tempat tidur Pemeliharaan Sistem
pasien/hari Plambing, Soufyan M.
Noerbambang dan
Takeo Morimura

39
DRAFT FINAL

Klinik / 3 Liter/pengunj Perancangan dan


Puskesmas ung/hari Pemeliharaan Sistem
Plambing, Soufyan M.
Noerbambang dan
Takeo Morimura

Sumber : Morimura Dan Soufyan Perencanaan Dan Pemeliharaan Sistem


Plambing

4.1.4 Penentuan Sumber Air

Sumber air yang dipilih untuk air baku harus bebas dari pencemaran
baik pada saat ini maupun masa yang akan datang, serta kondisinya
memungkinkan bagi fisilitas pengambilan air (intake) untuk tetap berfungsi
dalam waktu yang cukup lama.
Kuantitas dan kualitas sumber air merupakan elemen yang utama
dalam penyediaan air bersih, karena hal ini dapat menjamin kelangsungan
fasilitas pengambilan air dengan kualitas yang baik. Dalam penentuan
sumber air diperlukan penelitian yang cermat karena kualitas dan kuantitas
sumber air akan menentukan metoda dan skala penjernihan air. Disamping
itu lokasi sumber air akan menentukan tata ruang fasilitas penyediaan air.
Hal-hal yang perlu diteliti pada penentuan sumber air adalah:

Kondisi hidrogeologi
Kondisi topograpi dan geologi
Kondisi penggunaan air
Kondisi kualitas air dan unsur-unsur terkait
Kondisi timbunan pasir dan tanah
Material untuk konstruksi
Lain-lain (termasuk rute transportasi)

4.1.5 Pemilihan Fasilitas Intake Atau Pengambilan Air

Pada prinsipnya fasilitas intake harus memenuhi syarat sebagai


berikut :

40
DRAFT FINAL

Konstruksi fasilitas intake harus sesuai dengan jumlah air yang telah
direncanakan sehingga tidak terjadi kegagalan pada saat banjir
maksimum ataupun pada saat kekeringan maksimum.

Fasilitas intake harus dibangun pada titik lokasi yang dapat menjamin
tersedianya kualitas air yang baik dan aman dari polusi, selain itu
lokasi harus memadai untuk mengadakan pemeliharaan fasilitas serta
kemungkinan pengembangan fasilitas dimasa yang akan datang.

Sumber air dibagi dalam 2 katagori, air permukaan dan air tanah. Termasuk
dalam air permukaan adalah air sungai, danau dan resevior. Jenis fasilitas
intake dapat dipilih sesuai dengan fungsi dan kapasitas.

4.2 Pemilihan Sistem Pengolahan Air

Pada hakekatnya pengolahan air minum adalah upaya untuk


mendapatkan air minum dengan kualitas sesuai dengan standar yang
berlaku dengan cara fisika, kimia ataupun secara biologis. Fasilitas
pengolahan air minum harus mempunyai kemampuan untuk mengolah air
baku yang belum memenuhi syarat untuk air minum menjadi air olahan
dengan kualitas yang sesuai dengan persyaratan.
Fasilitas pengolahan air yang dipilih harus mampu selalu berfungsi
dengan baik walaupun saat kondisi air baku paling buruk. Air olahan yang
dihasilkan harus selalu memenuhi kriteria kualitas air bersih.
Secara umum terdapat empat metoda pengolahan air minum yang
banyak digunakan yaitu:

Sistem Khlorinisasi

Proses pengolahan air minum dengan sistem ini hanya dilakukan


pembubuhan khlor sebagai desinfektan.

Sistem Saringan Pasir Lambat.

Fungsi utama dari sistem ini adalah terbentuknya lapian film di atas
saringan pasir yang dapat menjernihkan air secara biokimia.

41
DRAFT FINAL

Sistem saringan pasir cepat (Proses koagulasi-flokulasi-filtrasi)

Pada metoda ini bagian yang utama adalah koagulasi flokulasi atau
dengan pengendapan dengan menggunakan senyawa kimia dan saringan
cepat.

Pengolahan Khusus.

Sistem pengolahan air bersih yang dilengkapi dengan pengolahan


khusus, karena ada unsur-unsur khusus pada air baku. seperti misalnya
pada kasus air dengan kandungan besi tinggi maka diperlukan pengolahan
preklorinasi, aerasi, pengaturan pH, dan metode pengolahan dengan
bakteri besi. Pada kasus pencemaran detergen diperlukan pemakain
karbon aktif granular setelah melalui filter.
Secara garis besar kriteria pemilihan sistem pengolahan air minum
ditentukan berdasarkan kualitas air baku yang akan diolah. Berapa kriteria
pemilihan proses pengolahan air minum ditunjukkan seperti pada Tabel 6 .

4.2.1 Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Khlorinasi Saja

Dalam hal ini, kualitas air baku tetap, artinya tidak berubah
sepanjang tahun dan prosesnya hanya semata-mata dengan khlorinasi.
Secara umum diagram proses pengolahan air minum dengan proses
khlorinasi saja dapat dilihat seperti seperti pada Gambar 2.
Cara ini biasanya dipakai untuk pengolahan air minum dengan air baku dari
air sumber sumber yang kualitasnya baik dan proses khlorinasi hanya
sebagai disinfeksi saja.

42
DRAFT FINAL

Tabel 6 : Kriteria Pemilihan Prosesi Pengolahan Air Minum.

Teknolgi
Kualitas Air Baku Proses Pengolahan Keterangan
Pengolahan
1. Coliform grup mak. 50
MPN per 100 ml. Hanya Proses Khlorinasi
2. Total koloni maksi-mum
Khlorinasi 500 per ml.
3. Parameter lain sesuai
dengan standar kualitas
air.
1. Colifrm grup < 1000 MPN Saringan Pasir Tidak Kekeruhan maksi-mum
per 100ml. Lambat memerlukan tahunan < 10 NTU.
Saringan Pasir bak
Lambat 2. BOD < 2 ppm. pengendapan
Perlu Bak Kekeruhan maksimum
Kekeruhan rata-rata tahunan Pengendapan tahunan 10 -30 NTU
< 10 NTU Biasa.

Perlu bak Kekeruhan rata-rata


pengendap dg tahunan maksimum > 30
bahan kimia. NTU.

43
DRAFT FINAL

Selain kriteria tersebut di Saringan Pasir Pengendapan Kekeruhan antara 10-1000


atas. Cepat dengan bahan NTU fluktuasi kekeruhan ke-
kimia. cil.
Saringan Pasir
Cepat Perlu bak Fluktuasi jumlah air yang
flokulasi diolah kecil.
cepat.

Gambar 2 : Proses Pengolahan Air Minum Dengan Sistem Khlorinasi.

44
DRAFT FINAL

4.2.2 Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Saringan Pasir Lambat

Dalam metode ini proses pengolahan yang utama adalah proses


penyaringan dengan sistem saringan pasir lambat. Air baku dialirkan ke
tangki penerima, kemudian ke bak pengendap tanpa atau dengan
memakai zat kimia untuk mengedapkan kotoran yang ada dalam air baku.
selanjutnya di saring dengan saringan pasir lambat. Setelah disaring
dilakukan proses khlorinasi dan selanjutnya ditampung di bak penampung
air bersih, seterusnya di alirkan ke konsumen. Diagram pengolahan secara
umum dapat dilihat pada Gambar 3.
Proses pemurnian yang utama terjadi pada saringan pasir lambat
yaitu saringan yang media penyaringnya terdiri dari pasir silika yang relatif
halus. Jika air baku baku dialirkan ke saringan pasir lambat, maka kotoran-
kotoran yang ada di dalamnya akan tertahan pada media pasir. Oleh
karena akumulasi kotoran baik dari zat organik maupun zat anorganik pada
media filternya akan terbentuk lapisan (film) secara biologis. Dengan
terbentuknya lapisan ini maka di samping proses penyaringan secara fisika
dapat juga menghilangkan kotoran (impuritis) secara bio-kimia. Biasanya
ammonia dengan konsetrasi yang rendah, zat besi, mangan dan zat-zat
yang menimbulkan bau dapat dihilangakan dengan cara ini. Hasil dengan
cara pengolahan ini mempunyai kualitas yang baik.
Meskipun sistem pengolahan dengan saringan pasir lambat tidak
memerlukan teknologi yang tinggi tetapi memerlukan tenaga untuk
pembersihan atau pencucian filter yang cukup banyak, di samping itu
memerlukan area yang cukup luas untuk saringan pasirnya.
Cara ini sangat sesuai untuk pengolahan yang air bakunya
mempunyai kekeruhan yang rendah dan relatif tetap. Biaya operasi rendah
karena proses pengendapan biasanya tanpa bahan kimia. Tetapi jika
kekeruhan air baku cukup tinggi, pengendapan dapat juga memakai bahan
kimia (koagulan) agar beban filter tidak terlalu berat.

4.2.3 Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Pengendapan Kimia Dan


Saringan Pasir Cepat

Bagian utama dalam cara pengolahan dengan saringan pasir cepat


adalah proses koagulasi sedimentasi dan filtrasi dengan saringan pasir
cepat. Untuk media penyaringnya, ukuran pasirnya relatif lebih besar dari
pada jika dibanding ukuran pasir pada saringan pasir lambat.

45
DRAFT FINAL

Gambar 3 : Diagram Proses Pengolahan Air Minum Dengan Sistem Saringan Pasir Lambat.

46
DRAFT FINAL

Dengan demikian kecepatan penyaringan serta luas area filternya juga


menjadi lebih besar. Diagram proses pengolahan dengan sistem saringan
pasir cepat dapat dilihat pada Gambar 4.
Sebelum dilakukan proses filtrasi, partikel-partikel kotoran yang
terdapat dalam air baku harus dipisahkan sebanyak mungkin dengan cara
koagulasi dan pengendapan agar beban filter tidak terlalu besar serta
waktu penyaringan lebih lama. Proses koagulasi yaitu proses pembubuhan
bahan kimia kedalam air baku agar partikel- partikel kotoran yang sangat
halus atau yang berbentuk partikel koloid menggumpal membentuk
gumpalan-gumpalan partikel yang besar (flok) dan berat sehingga
kecepatan pengendapan menjadi lebih besar. Ada beberapa cara proses
koagulasi yang dapat dilakukan yaitu :
Proses koagulasi konvensional : yaitu proses pencampuran cepat
antara air baku dengan zat koagulan yang dilakukan pada bak pencampur
cepat dan proses flokulasi yaitu proses pembentukan flok-flok yang besar
dan stabil sehingga mudah diendapkan, yang prosesnya dilakukan pada
bak flokulator dengan pengadukan lambat.
Proses sedimemtasi dengan kecepatan tinggi (high rate coaglo-
sedimentation) : yaitu dimana proses koagulasi dan sedimentasi terjadi
dalam satu bak/kolam. Cara ini sering juga disebut accelator atau clarifier.
Proses koagulasi dan flokulasai tanpa proses pengendapan, dan
langsung disaring : cara ini dikenal dengan proses penyaringan langsung
(direct filtration). Untuk proses pengolahan air minum skala besar, proses
koagulasi-flokulasi yang sering digunakan adalah proses konvesional dan
proses koagulasi-sedimentasi dengan kecepatan tinggi (high rate coaglo-
sedimentation).

4.2.4 Proses pengolahan Air Minum dengan Cara Khusus

Pengolah khusus ini dilakukan untuk pengolahan air minum


dengan air baku yang kualitasnya belum memenuhi syarat sebagai air baku
untuk air minum misalnya untuk air baku yang kadar besi, mangan, zat
organik yang cukup tinggi, bau, deterjen dan lainnya, sehingga
memerlukan suatu pengolahan yang khusus. Kriteria pemilihan proses
pengolahan, secara umum dapat dilihat pada Tabel 7.

47
DRAFT FINAL

Gambar 4 : Diagram Proses Pengolahan Air Minum Dengan Sistem Saringan Pasir Cepat.

48
DRAFT FINAL

Tabel 7 : Proses Pengolahan Air Secara Khusus.

NO KUALITAS AIR BAKU CARA PENGOLAHAN KHUSUS


1 Carbon dioksida Aerasi, pengolahan dengan zat alkali.
bebas / CO2 agersif
2 Pengaturan pH Pengolahan dengan zat alkali.
3 Besi Prekhlorinasi, aerasi, pengontrolan pH, dengan bakteri besi, pertukaran ion, dg
katalis MnO2, oksidasi dg KMnO4 atau ozon dll.
4 Mangan 1. [Oksidasi]] + [Flokulasi] + Saringan Pasir, Khlorinasi Awal, Oksidasi dengan
Kalium Per-manganat, Okasi-dasi dengan Ozon.
2. Filtrasi kontak media filter yang mengandung MnO2, Flitrasi ganda.
3. Proses dengan bakteri besi dengan saringan pasir lambat.
5 Plankton Dengan pemakaian bahan kimia: copper sulfat, Khlorine, copper khlorida ; fitrasi
ganda; saringan mikro.
6 Bau Proses Aerasi, menghilangkan mikro-organisme, Pro-ses dengan karbon akif,
khlorinasi, pengolahan dengan ozon.
7 Deterjen dan Pengolahan dengan karbon aktif, Proses pengolahan awal secara biologis,
phenol oksidasi dengan ozon.

49
DRAFT FINAL

8 Warna Pengolahan dengan cara koagulasi-flokulasi, pengolahan dengan karbon aktif,


oksidasi dengan ozon.
9 Flourine Pengolahan dengan alumina aktif, pengolahan dengan arang tulang, proses
elektrolitik.
10 Kekeruhan Pengolahan dengan cara koagulasi-flokulasi, pengendapan dan filtrasi.
11 Kesadahan Proses pelunakan dan destilasi.
12 Nitrate Proses demineralisasi.
13 Amonia Proses ion exchange dengan hidrogen zeolit.
14 Asam mineral Netralisasi dengan alkali, ion exchange.
bebas
15 Hidrogen sulfida Aerasi, khlorinasi dan ion exchange.
16 Konductivity Demineralisasi dan proses pelunakan.
17 Silika Ion exchange dan destilasi.
18 Khlorida Demineralisasi ,destilasi, teknologi membrane RO.

50
DRAFT FINAL

51
DRAFT FINAL

Ke empat cara pengolahan air minum di atas, adalah cara


pengolahan air minum dengan air baku air tawar baik berasal dari air
permukaan atuapun air tanah, sedangkan untuk pengolahan dengan air
baku air asin atau payau akan diuraikan tersendiri
Berdasarkan karakteristik sumber air baku yang akan diolah dan
kriteria pengolahan air, proses pengolahan air dapat dibagi menjadi dua
yakni : proses pengolahan air minum dengan air baku air permukaan dan
proses pengolahan air minum dengan air baku air tanah. Secara umum
diagram prosesnya dapat dilihat seperti pada Gambar 5 dan Gambar 6.

4.2.5 Teknologi Membrane Untuk Pengolahan Air Minum

Perkembangan teknologi dalam pengolahan air telah berkembang


demikian pesatnya, yang mana diharapkan dapat menjadi jawaban untuk
sebagian dari permasalahan yang ada dalam pengolahan air bersih. Salah
satu teknologi yang dikembangkan adalah teknologi penyaringan atau
filtrasi dengan menggunakan membran.
Teknologi menggunakan membran sebenarnya bukanlah suatu
teknologi yang baru ditemukan, karena membran itu sendiri telah
digunakan semenjak lebih dari 50 tahun yang lalu. Adapun jenis membran
yang tersedia saat ini dibagi menjadi 4 kelompok besar, disesuaikan
dengan ukuran dari tingkat penyaringan atau sering disebut dengan istilah
Filtration degree.

Tingkat-tingkat penyaringan yang dimaksud adalah sebagai berikut (Lin,


2007) :
Mikro Filtrasi (Micro Filtration ,MF).
Ultrafiltrasi (Ultra Filtration,UF).
Nano Filtrasi (Nano Filtration, NF).
Osmosis Balik (Reverse Osmosis, RO).

Distribusi ukuran partikel yang dapat dipisahkan sesuai dengan tingkatan


proses filtrasi dapat dilihat pada Gambar 7. Selain ukuran pori, membran
juga dikelompokkan berdasarkan besarnya berat molekul partikel kotoran
yang dapat dipisahkan. Batas berat molekul yang dapat dipsahkan oleh
suatu membran disebut batas berat molekul membran.

52
DRAFT FINAL

53
DRAFT FINAL

Gambar 5 : Diagarm Proses Pengolahan Air Minum Dengan Air Baku Air Permukaan.
Sumber : JWWA, 1978

54
DRAFT FINAL

Gambar 6 : Diagarm Proses Pengolahan Air Minum Dengan Air Baku Air Tanah.
Sumber : JWWA, 1978

55
DRAFT FINAL

Gambar 7 : Distribusi Ukuran Partikel Yang Dapat Dipisahkan Sesuai


Dengan Tingkatan Proses Filtrasi.

Batas berat molekul membran (molecular weight cutoff, MWCO)


adalah ukuran dari karakteristik pemisahan dari suatu membran dalam
istilah berat atom (massa), sebagai lawan dari ukuran pori-pori, biasanya
diukur dalam Dalton. Satu Dalton adalah unit massa yang besarnya sama
dengan 1/12 massa atom karbon-12 (yaitu satu satuan massa atom (atomic

56
DRAFT FINAL

mass unit, amu) biasanya digunakan sebagai satuan untuk mengukur batas
berat molekul (MWCO) yang dapat dipisahkan oleh membran ultrafiltrasi
(UF), membran nanofiltration (NF) atau membran reverse osmosis
(RO).Ukuran diameter pori dan batas berat molekul yang dapat dipisahkan
oleh beberapa jenis membran dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 : Ukuran Diameter Pori Dan Batas Berat Molekul Yang Dapat
Dipisahkan Oleh Beberapa Jenis Membran.

Berat Molekul
Tipe Filtrasi Ukuran Partikel
(Dalton)
Mikro Filtrasi > 0,1m > 500.000
Ultra Filtrasi 0,01 0,1 m 1000 500.000
Nano Filtrasi 0,001 0,01 m 100 - 1000
Reverse Osmosis < 0,001 m < 100

Sesuai dengan nama dan tingkatan dari tipe filtrasi diharapkan akan
didapatkan air olahan dengan tingkat kualitas tertentu pula. Misalnya
dengan menggunakan proses penyaringan ultra filtrasi (UF) dengan
derajad penyaringan sekitar 0,1 sampai 0,01 micron, diharapkan sebagian
besar dari padatan tersuspensi (suspended material) akan tersaring.
Dengan menggunakan proses penyaringan osmosis balik (reverse osmosis,
RO) dapat digunakan untuk mengolah air laut menjadi air tawar.

4.2.5.1 Mikro Filtrasi

Mikro filtrasi menggunakan membran mikroporous yang


mempunyai ukuran pori efektif berkisar antara 0,07 1,3 m (mikron), dan
umumnya mempunyai ukuran pori aktual 0,45 m (Bergman, 2005).
Ukuran partikel yang dapat dihilangkan dengan proses mikro filtrasi
berkisar antara 0.05 sampai 1 m. Aliran melalui membran mikroporus
dapat terjadi dengan menggunakan yang tekanan rendah, tetapi umumnya
untuk aplikasi pengolahan air minum atau air limbah dilkukan dengan
memberikan sedikit tekanan untuk meningkatkan produksi (fluks).
Membran mikro filtrasi dapat menyaring atau menghilangkan partikel
dengan ukuran sampai 0,1 0,2 m. Dalam hal ini mikro filtrasi dapat

57
DRAFT FINAL

digunakan untuk menghilangkan kekeruhan, alga, bacteria, cysta giardia,


oocysta cryptosporodium dan seluruh material padatan. Mikro fltrasi
sering juga digunakan untuk menghilangkan padatan tersuspensi atau
koloid di dalam air limbah.

4.2.5.2 Ultrafilrasi

Ultrafiltrasi (UF) merupakan proses pemisahan menggunakan


membran dengan ukuran pori-pori berkisar antara 0,1-0,01 m (mikron).
Biasanya, membran UF akan menghilangkan kotoran dari zat yang
mempunyai berat molekul tinggi, material koloid, serta molekul polimer
organik atau anorganik. Zat organik dengan berat molekul rendah dan ion
ion seperti natrium, kalsium, magnesium klorida, serta sulfat tidak dapat
dipisahkan oleh Membran UF. Karena hanya zat dengan berat molekul
tinggi yang dapat dihilangkan atau dipisahkan, maka perbedaan tekanan
osmotik di permukaan Membrane UF diabaikan.
Tekanan operasi rendah sehingga cukup untuk mencapai tingkat
fluks yang tinggi dari membran ultrafiltrasi. Fluks membran UF
didefinisikan sebagai jumlah air yang disaring atau diproduksi per satuan
luas permukaan membran per satuan waktu. Umumnya fluks dinyatakan
sebagai galon per feet persegi per hari (GFD) atau sebagai meter kubik per
meter persegi per hari. Membran ultrafiltrasi (UF) dapat memiliki fluks
sangat tinggi tetapi dalam banyak aplikasi praktis fluks bervariasi antara 50
sampai 200 GFD pada tekanan operasi sekitar 50 psig. Sedangkan,
membran reverse osmosis (RO) hanya memproduksi antara 10-30 GFD
pada 200-400 psig.
Ultrafiltrasi, seperti reverse osmosis, adalah proses pemisahan
secara aliran lintas (cross-flow). Air yang akan diolah dialirkan secara
tangensial ke sepanjang permukaan membran, sehingga menghasilkan dua
aliran. Aliran air yang yang masuk dan meresap melalui membran disebut
aliran air olahan (permeate). Jumlah dan kualitas air olahan akan
tergantung pada karakteristik membran, kondisi operasi, serta kualitas air
bakunya. Aliran lainnnya yakitu aliran air buangan (reject) atau disebut
concentrate, dimana di dalam aliran air buangan mengadung zat atau
kotoran yang telah dipisahkan oleh membran sehingga konsentrasinya
menjadi lebih pekat. Oleh karena itu di dalam pemisahan secara aliran

58
DRAFT FINAL

silang (cross-flow), membran itu sendiri tidak bertindak sebagai kolektor


ion, molekul, atau koloid tetapi hanya bertindak sebagai penghalang.
Di dalam proses penyaringan dengan menggunakan filter
konvensional, media penyaring atau filter cartridge, hanya menghilangkan
padatan tersuspensi dengan menjebak kotoran dalam pori-pori media
filter. Oleh karena itu filter ini bertindak sebagai deposit dari padatan
tersuspensi dan harus sering dibersihkan atau diganti. Filter konvensional
umumnya digunakan untuk pengoalahan awal sebelum proses pengolahan
dengan sistem membran, yaitu untuk menghilangkan padatan tersuspensi
yang relatif besar, sedangkan proses penyaringan dengan membran
digunakan untuk menghilangkan partikel dan padatan terlarut. Di dalam
proses ultrafiltrasi, untuk beberapa aplikasi, tidak menggunakan filtrasi
awal (prefilter) sehinnga modul ultrafiltrasi digunakan untuk memisahkan
padatan tersuspensi atau material emulsi koloid.
Berbagai bahan telah digunakan untuk membran ultrafiltrasi secara
komersial, tetapi yang paling banyak dipakai adalah polysulfone dan
selulosa asetat. Salah satu contoh unit pengolahan air minum dengan
proses ultrafiltrasi dapat dilhat pada Gambar 8. Nano berarti satu per
-9 -3
milyar. Satu nanometer (1 nm) sama dengan 10 m = 10 m (mikron).
Nanofiltration (NF) adalah filtrasi membran cross-flow. Dalam air yang
mengandung campuran beberpa jenis ion, ion monovalen cenderung
menembus (melewati) membran sedangkan jenis ion divalen atau
multivalent sangat mungkin akan dipisahkan pada antar muka (interface)
membran.

59
DRAFT FINAL

Gambar 8 : Unit Pengolahan Air Bersih atau Air Minum Dengan Proses
3
Ultrafiltrasi, Kapasitas 200 m per hari.
4.2.5.3 Nano Filtrasi (NF)

Nano berarti satu per milyar. Satu nanometer (1 nm) sama dengan
-9 -3
10 m = 10 m (mikron). Nanofiltration (NF) adalah filtrasi membran
cross-flow. Dalam air yang mengandung campuran beberpa jenis ion, ion
monovalen cenderung menembus (melewati) membran sedangkan jenis
ion divalen atau multivalent sangat mungkin akan dipisahkan pada antar
muka (interface) membran. Oleh karena beberapa jenis ion, yakni ion
monovalen dapat masuk melalui membran, perbedaan potensial kimia
antara kedua larutan lebih kecil maka memerlukan daya pendorong yang
lebih rendah. Oleh karena itu, tekanan operasi Nano Filtrasi (NF) hanya
berkisar antara 7 40 bar. Membran NF umumnya dicirikan oleh
kemampuan untuk memisahkan jenis ion divalen, umumnya magnesium
sulfat (MgSO4) atau kalsium klorida (CaCl2). Oleh karena terdapat banyak
variabilitas di dalam aplikasi NF, retensi MgSO4 umumnya berkisar antara
80% hingga 98%.
Nano-filtrasi umumnya dipilih untuk pemisahan apabila aplikasi
reverse osmosis (RO) dan ultrafiltrasi bukanlah pilihan yang tepat.
Nanofiltration dapat digunakan untuk aplikasi pemisahan mineral
(demineralization), penghilangan warna, dan desalinasi.

60
DRAFT FINAL

4.2.5.4 Osmosis Balik (Reverse Osmosis)

Apabila dua buah larutan dengan konsentarsi encer dan konsentrasi


pekat dipisahkan oleh membran semi-permeable, maka larutan dengan
konsentrasi yang encer akan terdifusi melalui membran semi-permeable
tersebut masuk ke dalam larutan yang pekat sampai sampai terjadi
kesetimbangan konsentarsi. Phenomena tersebut dikenal sebagai proses
osmosis. Jika air tawar dan air asin dipisahkan dengan membran semi
permeable, maka air tawar akan terdifusi ke dalam air asin melalui
membran semi permeable tersebut sampai terjadi kesetimbangan.
Daya pengggerak (driving force) yang menyebabkan terjadinya aliran
difusi air tawar ke dalam air asin melalui membran semi-permeable
tersebut dinamakan tekanan osomosis. Besarnya tekanan osmosis tersebut
tergantung dari karakteristik membran, temperatur air, dan konsentarsi
garam yang terlarut dalam air. Tekanan osmotik normal air-laut yang
o 2
mengandung TDS 35.000 ppm dan suhu 25 C adalah kira-kira 26,7 kg/cm ,
dan untuk air laut di daerah timur tengah atau laut Merah yang
0
mengandung TDS 42,000 ppm , dan suhu 30 C, tekanan osmotik adalah
2
32,7 kg /m . Apabila pada suatu sistem osmosis tersebut, diberikan
tekanan yang lebih besar dari tekanan osmosisnya, maka aliran air tawar
akan berbalik yakni dari dari air asin ke air tawar melalui membran semi-
permeable, sedangankan garamnya tetap tertinggal di dalam larutan
garammya sehingga menjadi lebih pekat. Proses tersebut dinakanan
osmosis balik (reverse osmosis).
Keunggulan proses osmosis balik antara lain yakni pengopersianya
dilakukan pada suhu kamar, tanpa instalasi pembangkit uap, mudah untuk
memperbesar kapasitas, serta pengoperasian alat relatif mudah. Teknologi
ini sangat cocok untuk digunakan di wilayah dimana tidak terdapat atau
sedikit sekali sumber air tawar misalnya untuk daerah pesisir dan pulau-
pulau kecil.

4.3 Pengolahan Air Bersih Atau Air Minum Dengan Proses


Pengendapan Kimia Dan Saringan Pasir Cepat

4.3.1 Proses Pengolahan

61
DRAFT FINAL

Diagram pengolahan air bersih atau air minum dengan proses


pengendapan kimia dan saringan pasir cepat secara garis besar dapat
dilihat pada diagrap proses pengolahan seperti pada Gambar 9. Air baku
yang berasal dari sungai atau danau dipompa ke bak penerima, selanjutnya
dialuirkan ke bak koagulasi-flokulasi sambil dibubuhkan bahan kimia
misalnya soda ash untuk kontrol pH, bahan kimia koagulan serta polimer
untuk proses koagulasi dan flokulasi. Selanjutnya dialirkan ke bak
pengendap atau bak sedimentasi untuk mengendapkan flok kotoran yang
terjadi. Air limpasan dari bak pengendap dialirkan ke unit saringan pasir
cepat untuk menyaring sisa sisa flok yang belum sempat mengendap. Dari
saringan pasir cepat air dilairkan ke bak kontaktor khlor untuk proses
disinfeksi dan selanjutnya di alirkan ke bak penampung air bersih, dan
selanjutnya dialirkan ke jaringan distribusi.
Beberapa fasilitas utama yang perlu disediakan antara lain adalah
fasilitas intake (penyadapan), screen (penyaring sampah), bak pemisah
pasir, bak penerima, bak pencampur cepat, unit koagulasi-flokulasi,
fasilitas pembubuhan bahan kimia, unit pengendapan atau sedimentasi,
unit filtrasi (penyaringan), fasilitas disinfeksi, bak penampung air bersih
serta jaringan distribusi.

Gambar 9 : Diagram Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Pengendapan


Kimia Dan Saringan Pasir Cepat.

4.3.2 Bahan Kimia untuk Proses Koagulasi-Flokulasi

62
DRAFT FINAL

Bahan kimia yang sering digunakan untuk proses koagulasi


flokulasi umumnya dikalsifikasikan menjadi tiga golongan yakni Zat
Koagulan, Zat Alkali dan Zat Pembantu Koagulan.

4.3.2.1 Bahan Koagulan

Zat koagulan digunakan untuk menggumpalkan partikel-partikel


padat tersuspesi, zat warna, koloid dan lain-lain agar membentuk
gumpalan partikel yang besar (flok) sehingga dapat dengan cepat dapat
diendapkan pada bak pengendap sedangkan zat alkali dan zat pembantu
koagulan berfungsi untuk mengatur pH agar kondisi air baku dapat
menunjang proses flokulasi serta membantu agar pembentukan flok dapat
berjalan denganlebih cepat dan baik.
Pemilihan zat koagulan harus berdasarkan pertimbangan antara lain
: jumlah dan kualitas air yang akan diolah, kekeruhan air baku, metode
filtrasi serta sistem pembuangan lumpur endapan. Koagulan yang sering
dipakai antara lain aluminium sulfat (alum), poly aluminium chloride (PAC).
Di samping itu ada senyawa polimer tertentu yang dapat dipakai bersama-
sama dengan senyawa koagulan lainnya.

4.3.2.1.A Aluminium Sulfat (Alum), Al2(SO4)3 .18 H2O

Alum merupakan bahan koagulan yang banyak dipakai untuk


pengolahan air karena harganya murah, flok yang dihasilkan stabil serta
cara pengerjaanya mudah. Garam aluminium sulfat jika ditambahkan ke
3-
dalam air dengan mudah akan larut akan bereaksi dengan HCO
menghasilkan aluminium hidroksida yang mempunyai muatan positip.
Sementara itu partikel-parikel koloidal yang terdapat dalam air baku
biasanya bermuatan negatip dan sukar mengendap karena adanya gaya
tolak menolak antar partikel koloid tersebut. Dengan adanya hidroksida
aluminium yang bermuatan positip maka akan terjadi tarik menarik antara
partikel koloid yang bermuatan negatip dengan partikel aluminium
hidroksida yang bermuatan positip sehingga terbentuk gumpalan partikel
yang makin lama makin besar dan berat dan cepat mengendap. Selain
partikel-partikel koloid juga partikel zat organik tersuspensi, zat anorganik,
bakteri dan mikroorgaisme yang lain dapat bersama-sama membentuk
gumpalan partikel (flok) yang akan mengendap bersama-sama. Jika

63
DRAFT FINAL

alkalinitas air baku tidak cukup untuk dapat bereaksi dengan alum, maka
dapat ditambahkan kapur (lime) atau soda abu agar reaksi dapat berjalan
dengan baik.
Reaksi kimianya secara sederhana dapat ditunjukkan sebagai
berikut :

Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 3 Ca(SO4) + 6 CO2 1


+ 18 H2O

Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 6 CO2 2


+ 18 H2O

Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Mg(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 3 MgSO4 + 6 CO2 3


+ 18 H2O

Al2(SO4)3.18 H2O + 6 Na(HCO3) 2 Al(OH)3 + 3 Na2SO4 + 6 CO2 4


+ 18 H2O

Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Na2(CO3) 2 Al(OH)3 + 3 Na2SO4 + 18 H2O 5

Al2(SO4)3.18 H2O + 6 Na(OH) 2 Al(OH)3 + 3 Na2SO4+ 3 CO2 6


+ 18 H2O

Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(OH)2 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 18 H2O 7

Aluminium sulfat atau alum, diproduksi dalam bentuk padatan atau


dalam bentuk cair. Alum ini banyak dipakai karena harganya relatip murah
dan efektif untuk air baku dengan kekeruhan yang tinggi serta sangat baik
untuk dipakai bersama-sama dengan zat koagulan pembantu.
Dibandingkan dengan koagulan dari garam besi, alum tidak menimbulkan
pengotoran yang serius pada diding bak. Salah satu kekurangannya yakni
flok yang terjadi lebih ringan dari pada flok yang dihasilkan koagulan garam
besi dan selang pH operasi lebih sempit yakni 5,5 - 8,5. Alum padat
mempunyai berat jenis sekitar 1,62 dan dalam bentuk butiran kasar
mempunyai berat jenis semu (apparent density) + 0,5. Sedangkan untuk
butiran halus mempunyai berat jenis semu 0,6 - 0,7. Alum padat umumnya

64
DRAFT FINAL

dipakai dalam bentuk larutan dengan konsestrasi 5 - 10 % untuk skala kecil


dan untuk skala besar 20 - 30 %.
Akhir-akhir ini alum cair banyak digunakan karena cara
pengerjaannya maupun transportasinya mudah. Tetapi pada suhu yang
rendah dan konsetrasi yang tinggi akan terjadi pengkristalan Al2O3 yang
menyebabkan penyumbatan pada perpipaan. Oleh karena itu, untuk
pemakaian alum cair, konsentrasi Al2O3 harus diatur pada konsentrasi
tertentu, biasanya sekitar 8- 8,2 %.

4.3.2.1.B Ammonia Alum, (NH4 )2(SO4). Al2(SO4)3 . 24 H2O

Merupakan garam rangkap amonium aluminium sulfat. Kelarutan


koagulasinya lebih rendah. Penggunaanya biasanya terbatas untuk instalasi
kecil dan untuk air baku dengan kekeruhan yang tidak begitu tinggi.
Misalnya untuk kolam renang, industri kecil dan lainnya. Pembubuhannya
dapat dilakukan dengan cara sederhana yakni dengan alat bubuh tipe pot
(pot type feeder). Amonia Alum diletakkan dalam suatu bejana, lalu air
dilewatkan kedalam bejana tesebut sehingga sebagian alum larut.
Selanjutnya larutan yang terjadi diinjeksikan ke air baku.

4.3.2.1.C Sodium Aluminat, NaAlO2

Dibuat dengan melarutkan Al2O3 ke dalam larutan NaOH, daya


koagulasinya tidak begitu kuat. Dapat bersifat sebagai koagulan dan zat
alkali serta efektif untuk menghilangkan zat warna. Sering digunakan untuk
pengolahan air boiler dan jarang digunakan untuk pengolahan air minum.
Biasanya digunakan bersama-sama dengan alum karena dapat membentuk
flok dengan cepat. Reaksi kimia antara Sodium Aluminat dengan alum dan
karbon dioksida adalah sebagai berikut :

6 NaAlO2 + Al2(SO4)3.18H2O 8 Al(OH) 3 + 3 Na2SO4 + 18 H2O 8


+ 6 H2O

2 NaAlO2 + CO2 + 3 H2O 2 Al(OH) 3 + 3 Na2CO3 9

65
DRAFT FINAL

4.3.2.1.D Ferrous Sulfat (Copperas)

Secara komersial ferro sulfat diproduksi dalam bentuk kristal


berwarna hijau atau butiran (granular) untuk pembubuhan kering dengan
kandungan Fe(S04 ) kira-kira 55 %. Ferro Sulfat bereaksi dengan alkalinitas
alami tetapi dibanding reaksi antara alum dengan HCO3- lebih lambat.
Biasanya digunakan bersama-sama dengan kapur (lime) untuk menaikkan
pH, sehingga ion ferro terendapkan dalam bentuk ferri hidroksida,
Fe(OH)3 . Ferrous Sulfate ini kurang sesuai untuk menghilangkan warna,
akan tetapi sangat baik untuk pengolahan air yang mempunyai alkalinitas
dan kekeruhan dan oksigen terlarut yang tinggi. Kondisi pH yang sesuai
yakni antara 9,0 - 11,0.
Reaksinya adalah sebagai berikut :

2 Fe(SO4).7 H2O + 2 Ca(HCO3)2 + 1/2 O2 2 Fe(OH)3 + 4 CO2 10


+ 2 Ca(SO4) + 13 H2O

2 Fe(SO4).7 H2O + 2 Ca(OH)2 + 1/2 H2O 2 Fe(OH)3 + 2 Ca(SO4) 11


+ 13 H2O

Proses ini biasanya lebih murah dibandingkan dengan alum, tetapi


penggunaan dua macam bahan prosesnya lebih sulit dan pengolahan air
dengan menggunakan ferro sulfat dan kapur dapat memperbesar
kesadahan air.

4.3.2.1.E Chlorinated Copperas

Cara ini adalah merupakan metode lain dari penggunaan ferro sulfat
sebagai koagulan. Dalam proses ini khlorine ditambahkan untuk
mengoksidasi ferro sulfat menjadi ferri sulfat. Reaksinya adalah sebagai
berikut :

3 Fe(SO4) + 1,5 Cl2 Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 13 H2O 12

66
DRAFT FINAL

Secara teoritis 1,0 lb khlorine dapat mengoksidasi 7,8 lb copperas. Tetapi


untuk mendapatkan hasil yang baik pembubuhan khlorine biasanya sedikit
berlebih dari kebutuhan teoritis.

4.3.2.1.F Ferri Khloride, FeCl3 . H2O

Ferri khloride dan ferri sulfat merupakan bahan koagulan dengan


nama dagang bermacam-macam. Dapat bereaksi dengan bikarbonat
(alkalinitas) atau kapur. Reaksinya adalah sebagai berikut :

2 FeCl3 + 3 Ca(HCO3)2 2 Fe(OH)3 + CaCl2 + 21 H2O 13

2 FeCl3 + 3 Ca(OH)2 2 Fe(OH)3 + 3 CaCl2 14

Keuntungan dari koagulan garam ferri antara lain yakni : proses


koagulasi dapat dilakukan pada selang pH yang lebih besar, biasanya
antara pH 4 - 9. Flok yang terjadi lebih berat sehingga cepat mengendap,
serta efektif untuk menghilangkan warna, bau dan rasa.

4.3.2.1.G Poly Aluminium Chloride (PAC)

Poly Aluminium Chloride (PAC) merupakan bentuk polimerisasi


kondensasi dari garam aluminium, berbentuk cair dan merupakan
koagulan yang sangat baik. Mempunyai dosis yang bervariasi dan sedikit
menurunkan alkalinitas. Daya koagulasinya lebih besar dari pada alum dan
dapat menghasilkan flok yang stabil walaupun pada suhu yang rendah
serta pengerjaannyapun mudah.
Dibandingkan dengan Aluminium Sulfat, PAC mempunyai beberapa
kelebihan yakni kecepatan pembentukan floknya cepat dan flok yang
dihasilkan mempunyai kecepatan pengendapan yang besar yakni 3 - 4,5
cm/menit, dan dapat menghasilkan flok yang baik meskipun pada suhu
rendah.
Dari segi teknik dan ekonomi, alum biasanya dipakai pada saat
kondisi air baku yang normal sedangkan poly aluminium chloride dipakai
pada saat temperatur rendah atau pada saat kekeruhan air baku yang
sangat tinggi.

67
DRAFT FINAL

4.3.2.2 Penentuan Dosis Zat Koagulan

Penentuan dosis koagulan bervariasi sesuai dengan jenis koagulan


yang dipakai, kekeruhan air baku, pH, alkalinitas dan juga temperatur
operasi. Disamping itu dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lainnya misalnya
kandungan zat besi dan mangan yang tinggi, mikroorganisme.
Untuk aluminium sulfat padatan, dapat dipakai langsung dalam
bentuk padatan (bubuk) tetapi sering kali dilarutkan terlebih dahulu
sebelum dibubuhkan kedalam air baku. Konsentrasi larutan alum biasanya
sekitar 5 -10 % untuk instalasi kecil dan untuk isntalsi yang besar biasanya
20 -30 %. Sedangkan untuk poly aluminium chloride harus dipakai dalam
bentuk aslinya (cair) tanpa pengenceran karena jika diencerkan akan
terhidrolisa.
Perhitungan dosis koagulan dapat dilakukan dengan memakai rumus
sebagai berikut :
-3
Vv = Q x Rs x (100/C) x 10 15

dimana : Vv = Dosis volumetrik koagulan ( lt/jam).


Q = Laju alir air baku ( M3).
Rs = Dosis koagulan yang diharapkan (ppm).
C = Konsentrasi larutan koagulan ( % ).

4.3.3 Zat Alkali (Alkaline Agent)

Zat alkali dipakai untuk pengolahan air minum dengan tujuan untuk
pengaturan pH dan alkalinitas air baku agar proses koagulasi - flokulasi
dapat berjalan dengan baik dan efektif. Zat - zat alkali yang sering
digunakan yakni kapur mati (slake lime), soda abu, NaHCO3. Batu kapur
(slake lime) banyak dipakai karena harganya murah dan hasilnya baik.
Tetapi mempunyai beberapa kekurangan yakni kelarutannya kecil dan
dapat memperbesar kesadahan.
Dosis zat zat alkali yang dibubuhkan harus ditentukan berdasarkan
hal-hal sebagai berikut :

68
DRAFT FINAL

Laju pembubuhan harus ditentukan berdasarkan alkalinitas air baku


dan laju pembubuhankoagulan. Perlu atau tidaknya penambahan zat
alkali tersebut serta dosisnya (rata-rata, minimum dan maksimum)
harus ditentukan berdasarkan alkalinitas air baku, laju pembubuhan
koagulan serta alkalinitas air olahan yang diharapkan dengan
menggunakan jar tes.

Untuk menghitung dosis zat alkali yang diperlukan dapat memakai rumus
sebagai berikut :

W = [( A2 + K x R ) - A1] x F 16

Keterangan:
W = Dosis pembubuhan zat alkali ( mg/lt = ppm )
A1 = Alkalinitas air baku (mg/lt = ppm )
A2 = Alkalinitas yang diinginkan (mg/lt = ppm )
K = Pengurangan alkalinitas akibat penambahan 1 ppm
koagulan (dapat dilihat pada Tabel 9)
R = Dosis koagulan (ppm).
F = Penambahan zat alkali untuk menaikan alkalinitas 1
mg/l ( dapat dilihat pada tabel 10 )
Konsentrasi larutan yang dipakai harus disesuaikan dengan dosis dan
cara opersinya (handling). Cara pembubuhannya dapat dengan cara
basah atau cara kering. Untuk bubuk kapur atau soda abu (soda ash)
biasanya dipakai cara pembubuhan kering tetapi dapat juga memakai
cara basah yaitu dengan cara melarutkan dalam air dengan konsestrasi
tertentu. Untuk larutan kapur (susu kapur) konsentrasi antara 5-10 %
sedangkan untuk larutan soda abu antara 20 -25 %.

Tabel 9 : Pengurangan Alkalinitas Akibat Penambahan 1 ppm Koagulan

Jenis koagulan K (ppm)


Aluminium sulfat (padat) - (Al2O3, 15 %) 0,45
Aluminium sulfat (cair) - (Al2O3, 8 %) 0,24
Poly aluminium chloride - (Al2O3, 10 %) 0,15

Tabel 10 : Kebutuhan Zat Alkali Untuk Menaikkan Alkalinitas 1ppm

69
DRAFT FINAL

Jenis zat alkali F (ppm)


Slaked lime (CaO 72 %) 0,77
Soda ash (NaCO3 99%) 1,06
Soda caustic (cair) (NaOH 45%) 1,78
Soda caustic (cair) (NaOH 20%) 4

Lokasi pebubuhan (feeding point) harus ditentukan sedemikian rupa


sehingga fungsi pembubuhan zat alkali dapat dipenuhi yaitu untuk
pengontrolan pH dan alkalinitas. Biasanya pembubuhan dilakukan di
lokasi sebelum titik pembubuhan koagulan atau dapat juga dilakukan
bersama-sama dengan koagulan di bak pencampur cepat.

4.3.4 Zat Koagulan Pembantu

Pada saat kekeruhan air baku tinggi misalnya setelah hujan, pada
saat musim dingin ataupun pada saat permintaan produksi meningkat,
maka jika memakai zat koagulan saja sering kali pembentukan flok kurang
baik. untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan memakai koagulan
pembantu sehingga pembentukan flok berjalan dengan baik.
Pemilihan jenis zat koagulan pembantu harus dapat menghasilkan
flok yang baik atau stabil dan tidak berbahaya ditinjau dari segi kesehatan.
Disamping itu juga harus ekonomis serta pengerjaannya mudah. Sebagai
bahan koagulan pembantu yang sering dipakai yakni silika aktif dan
sodium alginat (sodium alginic acid).
Dosis zat koagulan pembantu harus ditentukan dengan
pertimbangan sebagai berikut :
Pada keadaan biasa/normal dosis silika aktif yakni 1 - 5 ppm sebagai
SiO2 dan untuk sodium alginat yakni antara 0,2 - 2 ppm.

Salah satu contoh unit pengolahan air bersih menggunakan air baku air
sungai dengan proses pengendapan kimia dan saringan pasir cepat dapat
dilihat pada Gambar 10.

70
DRAFT FINAL

Gambar 10 : Contoh pengolahan Air Bersih Dengan Proses Pengendapan


Kimia dan Saringan Pasir Cepat.
Kapasitas 1- 2 Liter per Detik.
Lokasi : RSK. DR. Rivai Abdulah- Palembang.

4.4 Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Saringan Pasir Lambat

Sistem saringan pasir lambat merupakan teknologi pengolahan air


yang sangat sederhana yang dapat menghasilkan air bersih dengan kualitas
yang baik. Sistem saringan pasir lambat ini mempunyai keunggulan antara
lain tidak memerlukan bahan kimia (koagulan) yang sering merupakan
kendala pada proses pengolahan air di daerah pedesaan.
Di dalam sistem pengolahan ini, proses pengolahan yang utama
adalah penyaringan dengan media pasir dengan kecepatan penyaringan 5 -

71
DRAFT FINAL
3 2
10 m /m /hari. Air baku dialirkan ke tangki penerima, kemudian dialirkan
ke bak pengendap tanpa memakai zat kimia untuk mengedapkan kotoran
yang ada dalam air baku. selanjutnya di saring dengan saringan pasir
lambat. Setelah disaring dilakukan proses khlorinasi dan selanjutnya
ditampung di bak penampung air bersih, seterus-nya di alirkan ke
konsumen.
Proses yang terjadi pada saringan pasir lambat adalah sebagai
berikut: apabila air baku dialirkan ke saringan pasir lambat, maka
kotoran-kotoran yang ada di dalamnya akan tertahan pada media pasir.
Oleh karena adanya akumulasi kotoran baik dari zat organik maupun zat
anorganik pada media filternya maka terbentuk lapisan (film) biologis.
Dengan terbentuknya lapisan ini maka di samping proses penyaringan
secara fisika terjadi pula penghilangan kotoran (impuritis) secara bio-kimia.
Dengan demikian zat besi, mangan dan zat-zat yang menimbulkan bau
dapat dihilangkan. Hasil dengan cara pengolahan ini mempunyai kualitas
yang baik. Cara ini sangat sesuai untuk pengolahan yang air bakunya
mempunyai kekeruhan yang rendah dan relaif tetap. Biaya operasi rendah
karena proses pengendapan tanpa bahan kimia.

4.4.1 Sistem Saringan Pasir Lambat Konvensional Down Flow vs Up


Flow

Teknologi saringan pasir lambat yang telah diterap-kan di Indonesia


biasanya adalah saringan pasir lambat konvesional dengan arah aliran dari
atas ke bawah (down flow), namun dari pengalaman yang diperoleh
ternyata terdapat beberapa kelemahan. Beberapa kelemahan dari sistem
saringan pasir lambat konvensiolal tersebut yakni antara lain :
Jika air bakunya mempunyai kekeruhan yang tinggi, beban filter
menjadai besar, sehingga sering terjadi kebutuan. Akibatnya selang
waktu pencucian filter menjadi pendek.
Kecepatan penyaringan rendah, sehingga memerlukan ruangan yang
cukup luas.
Pencucian filter dilakukan secara manual, yakni dengan cara mengeruk
lapisan pasir bagian atas dan dicuci dengan air bersih, dan setelah
bersih dimasukkan lagi ke dalam bak saringan seperti semula.
Untuk mengatasi masalah tersebut diatas, dapat ditanggulangi dengan cara
modifikasi disain saringan pasir lambat yakni dengan menggunakan proses

72
DRAFT FINAL

saringan pasir lambat Up-Flow (penyaringan dengan aliran dari bawah ke


atas).
Untuk mengatasi masalah kebuntuan terutama pada saat tingkat
kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan,
maka agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar, perlu
dilengkapi dengan peralatan pengolahan pendahuluan yaitu bak
pengendapan awal berupa saringan Up- Flow dengan media berikil atau
batu pecah, dan pasir kwarsa/silika. Selanjutnya dari bak saringan awal, air
dialirkan ke bak saringan utama dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up-
Flow). Air limpasan dar bak penyaring utama merupakan air olahan dan di
alirkan ke bak penampung air bersih, selanjutnya didistribusikan ke
konsumen dengan cara gravitasi atau dengan memakai pompa.

Gambar 11 : Diagram proses pengolahan air bersih dengan Saringan Pasir


lambat Up Flow.

Dengan sistem penyaringan dari arah bawah ke atas (Up- Flow), jika
saringan telah jenuh atau buntu, dapat dilakukan pencucian balik dengan
cara membuka kran penguras. Dengan adanya pengurasan ini, air bersih
yang berada di atas lapisan pasir dapat berfungi sebagai air pencuci media
penyaring (back wash). Dengan demikian pencucian media penyaring pada
saringan pasir lambat Up-Flow tersebut dilakukan tanpa pengeluran atau
pengerukan media penyaringnya, dan dapat dilakukan kapan saja.
Saringan pasir lambat Up-Flow ini mempunyai keunggulan dalam
hal pencucian media saringan (pasir) yang mudah, serta hasilnya sama
dengan saringan pasir yang konvesional.

73
DRAFT FINAL

4.4.2 Keunggulan Saringan Pasir Lambat Up Flow

Pengolahan air berish dengan menggunakan sistem saringan pasir


lambat Up Flow mempunyai keuntungan antara lain :

Tidak memerlukan bahan kimia, sehingga biaya operasinya sangat


murah.
Dapat menghilangkan zat besi, mangan, dan warna serta kekeruhan.
Dapat menghilangkan ammonia dan polutan organik, karena proses
penyaringan berjalan secara fisika dan biokimia.
Proses operasi dan perawatannya murah dan mudah.
Sangat cocok untuk daerah pedesaan karena proses pengolahan
sangat sederhana.

3
4.4.3 Spesifikasi Saringan Pasir Lambat Up-Flow Kapasitas 100 M /Hari

Contoh spesifikasi teknis unit pengolahan air bersih dengan proses


3
saringan pasir lambat dengan kapasitas 100 m per hari dapat dilihat
seperti pada Tabel 11.
Contoh konstruksi unit saringan pasir lambat dengan dengan
3
kapasitas pengolahan 100 m per hari dapat dilihat seperti pada Gambar
12 sampai dengan Gambar 14, sedangkan beberapa contoh unit saringan
pasir lambat yang telah beroperasi dapat dilihat pada Gambar 15.

Tabel 11 : Spesifikasi Teknis Saringan Pasir Lambat Up Flow


3
Kapasitas 100 m Per Hari.

3
Kapasitas Pengolahan 100 M /Hari.
Bangunan Penyadap Pipa PVC dia. 4 (berlubang)
Bak Penerima/ Bak 80cm X 300cm X 250cm
Penenang Awal
Ukuran Saringan Up Flow 200cm X 300cm X 225cm
Awal

74
DRAFT FINAL

Tebal Lapisan Kerikil : Batu Pecah,


ukuran2-3 cm : 20 cm
Batu Pecah ,
ukuran 1-2 cm : 10 cm
Pasir : 70 cm
Kecepatan Penyaringan :
3 2
16 M /M per hari.
Bak Penenang Ke Dua 80 cm x 500 cm x 225 cm
(2 Buah)
Saringan Pasir Up Flow 200 cm x 500 cm x 200 cm (2 buah)
Kedua
3 2
Kecepatan Penyaringan 5 M /M .hari.
3
Bak Air Bersih 200 cm X 580 cm X 200 cm (+ 20 M )
Bahan bangunan Beton semen cor atau pasangan batu bata
Tebal Lapisan Kerikil : Batu Pecah,
ukuran 2-3 cm : 20 cm
Batu Pecah,
ukuran 1-2 cm : 10 cm
Pasir : 70 cm

75
DRAFT FINAL

Gambar 12 : Rancangan alat pengolah air bersih Saringan Pasir Lambat Up-
3
Flow kapasitas 100 M /hari
(Tampak Atas).

Gambar 13 : Rancangan alat pengolah air bersih Saringan Pasir Lambat


Up-Flow (Potongan A-A).
3
kapasitas 100 M /hari.

76
DRAFT FINAL

Gambar 14 : Rancangan Saringan Pasir Lambat Up Flow kapasitas 100


3
M /hari. Potongan B-B dan C-C.

Gambar 15 : Contoh Unit Pengolahan Air Bersih Dengan Saringan Pasir


Lambat Dengan Arah Aliran Dari Bawah Ke Atas (Up Flow).
3
kapasitas 100 M /hari.

77
DRAFT FINAL

4.5 Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Di Dalam Air Minum

Masalah zat besi dan mangan di dalam air minum lebih sering
terjadi jika sumber air baku yang digunakan berasal dari air tanah. Untuk
air permukaan masalah zat besi atau mangan umumnya terjadi jika sumber
air yang digunakan berasal dari danau yang kedalamannya cukup tinggi
(dalam) atau danau yang telah mengalami eutropikasi dimana terjadi
kondisi reduksi atau anaerobik di bagian bawah atau dasar danau. Kondisi
tersebut dapat mengakibatkan terlarutnya kembali endapan senyawa
oksida besi atau mangan yang ada di dasar danau atau reservoir tersebut.
Sering juga masalah seperti ini terjadi secara musiman atau pada perioda
tertentu saja.
Jika sumber air yang digunakan untuk penyediaan air minum
mengandung konsentrasi zat besi lebih besar 0,3 mg/l atau kandungan
mangan melebihi 0,05 mg/l maka perlu pemilihan cara pengolahan yang
paling sesuai.
Untuk menghilangkan zat besi atau mangan di dalam air yang
paling sering digunakan adalah dengan cara oksidasi yang diikuti proses
pemisahan padatan (suspended solids). Mangan lebih sulit dioksidasi dari
pada besi. Hal ini disebabkan karena kecepatan oksidasi mangan lebih
rendah dibanding dengan kecepatan oksidasi besi.
Ada beberapa cara untuk menghilangkan zat besi dan mangan
dalam air salah satu diantarannya yakni dengan cara oksidasi, dengan cara
koagulasi, cara elektrolitik, cara pertukaran ion, cara filtrasi kontak, proses
soda lime, pengolahan dengan bakteri besi dan cara lainnya.
Proses penghilangan besi dan mangan dengan cara oksidasi dapat
dilakukan dengan tiga macam cara yakni oksidasi dengan udara atau
aerasi, oksidasi dengan khlorine (khlorinasi) dan oksidasi dengan kalium
permanganat.
Beberapa cara oksidasi besi atau mangan yang paling sering
digunakan di dalam industri pengolahan air minum antara lain yakni proses
aerasi-filtrasi, proses khlorinasi-filtrasi dan proses oksidasi kalium
permanganat-Filtrasi dengan mangan zeolit (manganese greensand)
(Wong, 1984).
Pemilihan proses tersebut dipilih berdasarkan besarnya konsentrasi
zat besi atau mangan serta kondisi air baku yang digunakan. Proses lain
seperti pertukaran ion, proses filtrasi dengan penambahan chlorine
dioxide, proses pengaturan pH, proses filtrasi dengan katalis dengan media

78
DRAFT FINAL

yang sesuai serta proses oksidasi dengan ozone jarang digunakan karena
alasan biaya dan operasional. Rekomendasi untuk proses tersebut dapat
ditemukan di dalam berbagai literatur tentang pengolahan air.
Proses aerasi-filtrasi umumnya lebih dianjurkan untuk pengolahan
air dengan konsentrasi zat besi lebih besar 5 mg/l untuk menghemat biaya
bahan kimia. Proses khlorinasi filtrasi lebih disarankan untuk konsentrasi
zat besi kurang dari 2 mg/l, sedangkan proses filtrasi dengan manganese
greensand dengan penambahan kalium permanganat direkomen-dasikan
untuk penghilangan zat besi dengan konsentrasi 0-3 mg/l.

4.5.1 Proses Aerasi-Filtrasi

Proses aerasi-filtrasi biasanya terdiri dari aerator, bak pengendap


serta filter atau penyaring. Aerator adalah alat untuk mengontakkan
oksigen dari udara dengan air agar zat besi atau mangan yang ada di dalam
air baku bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa ferri (Fe valensi 3)
serta mangan oksida yang relatif tidak larut di dalam air. Kecepatan
oksidasi besi atau mangan dipengaruhi oleh pH air. Umunnya makin tinggi
pH air kecepatan reaksi oksidasinya makin cepat. Kadang-kadang perlu
waktu tinggal sampai beberapa jam setelah proses aerasi agar reaksi
berjalan tergantung dari karakteristik air bakunya.
Jika konsentrsi zat besi atau mangan di dalam air baku cukup tinggi
maka perlu bak pengendap yang dilengkapi dengan pengumpul lumpur
(sludge collection). Untuk unit fitrasi lebih disarankan menggunakan filter
bertekanan dengan dua media yakni pasir silika dan anthrasite. Kelemahan
yang utama dari proses aerasi-filtrasi iini adalah besarnya biaya awal untuk
pembuatan unit peralatan. Di samping itu jika konsentrasi mangan lebih
besar 1 mg/l maka reaksi oksidasi cukup lama sehingga perlu waktu tinggal
yang lebih lama atau kadang memerlukan tambahan bahan kimia untuk
mempercepat proses oksidasi mangan tersebut sampai tingkat konsentarsi
yang diharapkan.
Di dalam proses penghilangan besi dan mangan dengan cara aerasi,
-
adanya kandungan alkalinity, (HCO3) yang cukup besar dalam air, akan
menyebabkan senyawa besi atau mangan berada dalam bentuk senyawa
ferro bikarbonat, Fe(HCO3)2 atau mangano bikarbonat, Mn(HCO3)2. Oleh
-
karena bentuk CO2 bebas lebih stabil daripada (HCO3) , maka senyawa
bikarbonat cenderung berubah menjadi senyawa karbonat.

79
DRAFT FINAL

Fe(HCO3)2 ===> FeCO3 + CO2 + H2O


Mn(HCO3)2 ===> MnCO3 + CO2 + H2O

Dari reaksi tersebut dapat dilihat, jika CO2 berkurang, maka kesetimbangan
reaksi akan bergeser ke kanan dan selanjutnya reaksi akan menjadi sebagai
berikut :
FeCO3 + CO2 ===> Fe(OH)2 + CO2
MnCO3 + CO2 ===> Mn(OH)2 + CO2

Baik hidroksida besi (valensi 2) maupun hidroksida mangan (valensi 2)


masih mempunyai kelarutan yang cukup besar, sehingga jika terus
dilakukan oksidasi dengan udara atau aerasi akan terjadi reaksi (ion)
sebagai berikut :
2+ +
4 Fe + O2 + 10 H2O ===> 4 Fe(OH)3 + 8 H
2+ +
2 Mn + O2 + 2 H2O ===> 2 MnO2 + 4 H

Sesuai dengan reaksi tersebut, maka untuk mengoksidasi setiap 1


mg/l zat besi dibutuhkan 0,14 mg/l oksigen dan setiap 1 mg/l mangan
dibutuhkan 0,29 mg/l. Pada pH rendah, kecepatan reaksi oksidasi besi
dengan oksigen (udara) relatif lambat, sehingga pada prakteknya untuk
mempercepat reaksi dilakukan dengan cara menaikkan pH air yang akan
diolah. Pengaruh pH terhadap oksidasi besi dengan udara (aerasi) dapat
dilihat pada Gambar 16.
Ada beberapa jenis peralatan aerasi yang sering digunakan yakni
aerator gravitasi, aerator sembur (spray aerator), aerator dengan difuser,
dan aerator secara mekanik (Benefiled, 1982; Fair and Geyer, 1971; Peavy,
1986; Hammer, 1986).
Untuk aerator gravitasi, beberapa cara yang sering digunakan
misalnya aerator baki (tray aerator), aerator cascade, aerator dengan
tower vertikal misalnya bubble cap tray dan lainnya. Untuk aerator sembur
(spray aerator) cara yang sering digunakan adalah aerator dengan
menggunakan nozzle atau orifice, baik yang stationer maupun bergerak.
Untuk aerator dengan difuser dilakukan dengan cara
menyemburkan udara bertekanan ke dalam air melalui difuser yang
berbentuk nozzle, pipa berlubang, atau difuser gelembung halus. Dengan
cara demikian maka akan terjadi kontak yang efektif antara oksigen atau
udara dengan zat besi atau mangan yang ada di dalam air sehingga terjadi
reaksi oksidasi zat besi atau mangan membentuk oksida yang tak larut

80
DRAFT FINAL

dalam air. Untuk aerator mekanik, beberapa cara yang sering digunakan
adalah submerged paddle, surface paddle, propeler blade atau turbine
blade.

12
pH 5.0 pH 6.65
pH 5.95 pH 6.8
pH 6.15 pH 7.0
10
pH 6.5 pH 7.45
KONSENTRASI Fe [mg/l]

0
0 10 20 30 40 50 60 70

WAKTU AERASI [MENIT]

Gambar 16 : Pengaruh pH Terhadap Oksidasi Besi Dengan Udara.

4.5.2 Proses Khlorinasi-Filtrasi

Di dalam proses Khlorinasi Filtrasi unit peralatan yang digunakan


relatif sederhana. Umumnya terdiri dari sistem pembubuhan (injeksi)
bahan kimia dan beberapa unit filter. Unit filter yang digunakan di dalam
proses ini sama dengan filter yang digunakan pada Aerasi-Filtrasi. Kadang-
kadang perlu tangki retensi kecil serta pengaturan pH dengan penambahan

81
DRAFT FINAL

soda ash, soda api atau kapur tohor (Ca(OH)2). Bahan kimia yang digunakan
adalah gas khlorine atau hipokhlorit.
Gas khlorine (Cl ) dan ion hipokhlorit (OCl)- adalah merupakan
2
bahan oksidator yang kuat sehingga meskipun pada kondisi pH rendah dan
oksigen terlarut sedikit, dapat mengoksidasi dengan cepat. Reaksi oksidasi
antara besi dan mangan dengan khlorine adalah sebagai berikut :

2 Fe + Cl2 + 6 H2O ==> 2 Fe(OH)3 (s)+ 2 Cl- + 6 H


2+ +
2+
Mn + Cl + 2 H O ==> MnO (s)+ 2 Cl- + 4 H
+
2 2 2

Berdasarkan reaksi tersebut di atas, maka untuk mengoksidasi


setiap 1 mg/l zat besi dibutuhkan 0,64 mg/l khlorine dan setiap 1 mg/l
mangan dibutuhkan 1,29 mg/l khlorine. Tetapi pada prakteknya,
pemakaian khlorine ini lebih besar dari kebutuhan teoritis karena adanya
reaksi-reaksi samping yang mengikutinya. Disamping itu apabila
kandungan besi dalam air baku jumlahnya besar, maka jumlah khlorine
yang diperlukan dan endapan yang terjadi juga besar sehingga beban
flokulator, bak pengendap dan filter menjadi besar pula.
Berdasarkan sifatnya, pada tekanan atmosfir khlorine adalah berupa
gas. Oleh karena itu, untuk mengefisienkannya, khlorine disimpan dalam
bentuk cair dalam suatu tabung silinder bertekanan 5 sampai 10 atmosfir.
Untuk melakukan khlorinasi, khlorine dilarutkan dalam air kemudian
dimasukkan ke dalam air yang jumlahnya diatur melalui orifice flowmeter
atau dosimeter yang disebut khlorinator. Pemakaian kaporit atau kalsium
hipokhlorit untuk mengoksidasi atau menghilangkan besi dan mangan
relatif sangat mudah karena kaporit berupa serbuk atau tablet yang mudah
larut dalam air. Oksidasi Fe dengan khlorine dapat dilakukan dengan efektif
walaupun pada kondisi pH rendah. Salah satu hasil penelitian oksidasi Fe
dengan khlorine pada pH rendah ditunjukkan pada Tabel 12.
+2
Tabel 12 : Oksidasi Senyawa Fe (Fe ) Dengan Khlorine pada pH Rendah

Air Baku Konsentrasi Fe setelah Oksidasi dg Cl2


pH Air Fe (ppm) 15 menit 30 menit 60 menit
4 10,0 - - 0,8
4,55 10,0 - - 0,5
5,0 10,0 < 0,1 < 0,1 < 0,1

82
DRAFT FINAL

Catatan : Air baku yang digunakan adalah air tanah.Konsentrasi Fe setelah diaerasi dan
disaring dengan kertas saring. Sumber : Tatsumi Iwao, 1971.
4.5.3 Proses Kalium Permangganat Filtrasi dengan Manganese
Greensand (mangan zeolit)

Untuk menghilangkan besi dan mangan dalam air, dapat pula


dilakukan dengan mengoksidasinya dengan memakai oksidator kalium
permanganat dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
2+ + +
3 Fe + KMnO4 + 7 H2O ==> 3 Fe(OH)3 + MnO2 + K + 5 H
2+ + +
3 Mn + 2 KMnO4 + 2 H2O ==> 5 MnO2 + 2 K + 4 H

Secara stokhiometri, untuk mengoksidasi 1 mg/l besi diperlukan


0,94 mg/l kalium permanganat dan untuk 1 mg/l mangan diperlukan 1,92
mg/l kalium permanganat. Dalam prakteknya, kebutuhan kalium
permanganat ternyata lebih sedikit dari kebutuhan yang dihitung
berdasarkan stokhiometri. Hal ini disebabkan karena terbentuknya mangan
dioksida yang berlebihan yang dapat berfungsi sebagai oksidator dan reaksi
berlanjut sebagai berikut :
2+ +
2 Fe + 2 MnO2 + 5 H2O ==> 2 Fe(OH)3 + Mn2O3 + 4 H
2+ +
3 Mn + MnO2 + 4 H2O ==> 2 Mn2O3 + 8 H

Peralatan yang digunakan di dalam proses ini sama dengan


peralatan pada proses khlorinasi Fliltrasi, yang berbeda adalah bahan
kimia oksidator yang digunakan yakni kalium permanganat dan media filter
yang digunakan yakni manganese greensand (mangan zeolit). Larutan
kalium permanganat 1-4 % secara kontinyu diinjeksikan ke dalam air baku
sebelum proses filtrasi. Injeksi larutan kalium permanganat tersebut
biasanya dilakukan dengan menggunakan pompa dosing yang dapat diatur
laju pembubuhannya. Biasanya reaksi oksidasi dapat berjalan sempurna
pada pH 7,5 9,0.
Mangan zeolit (manganese-treated greensand) adalah mineral yang
dapat menukar elektron sehingga dapat mengoksidasi besi ataiu mangan
yang larut di dalam air menjadi bentuk yang tak larut sehingga dapat
dipisahkan dengan filtrasi. Mangan Zeolit (K2Z.MnO.Mn2O7) dapat juga

83
DRAFT FINAL

berfungsi sebagai katalis dan pada waktu yang bersamaan besi dan
mangan yang ada dalam air teroksidasi menjadi bentuk ferri-oksida dan
mangandioksida yang tak larut dalam air. Reaksinya adalah sebagai berikut
:

K2Z.MnO.Mn2O7 + 4 Fe(HCO3)2 ==> K2Z + 3 MnO2 + 2 Fe2O3 + 8 CO2 + 4 H2O

K2Z.MnO.Mn2O7 + 2 Mn(HCO3)2 ==> K2Z + 5 MnO2 + 4 CO2 + 2 H2O

Reaksi penghilangan besi dan mangan dengan mangan zeolite tidak sama
2+ 2+
dengan proses pertukaran ion, tetapi merupakan reaksi dari Fe dan Mn
dengan oksida mangan tinggi (higher mangan oxide).
Filtrat yang terjadi mengandung mengandung ferri-oksida dan
mangan-dioksida yang tak larut dalam air dan dapat dipisahkan dengan
pengendapan dan penyaringan. Selama proses berlangsung kemampuan
reaksinya makin lama makin berkurang dan akhirnya menjadi jenuh. Untuk
regenerasinya dapat dilakukan dengan menambahkan larutan kalium
permanganat kedalam mangan zeolite yang telah jenuh tersebut sehingga
akan terbentuk lagi mangan zeolite (K2Z.MnO.Mn2O7).
Keunggulan proses ini adalah mangan zeolit dapat berlaku sebagai
buffer (penyangga). Jika penambahan kalium permanganat tidak dapat
mengoksidasi zat besi atau mangan yang larut di dalam air secara
sempurna maka mangan zeolit akan mengoksidasi logamlogam tersebut
dan tersaring di dalamnya.

4.5.4 Menghilangkan Besi dan Mangan dengan Cara Koagulasi

Proses menghilangkan besi dan mangan dengan koagulasi dapat


dilakukan dengan dua macam cara yaitu :

4.5.4.1 Proses Koagulasi dengan Penambahan Bahan Koagulan

Sebagaimana diketahui pada pembahasan terdahulu bahwa zat besi


dan mangan banyak terdapat dalam air tanah dan pada umumnya berada
dalam bentuk senyawa valensi 2 atau dalam bentuk ion Fe2+ dan
Mn2+Lain halnya jika besi dan mangan tersebut berada dalam air dalam

84
DRAFT FINAL

bentuk senyawa organik dan kolloid, misalnya bersenyawa dengan zat


warna organik atau asam humus (humic acid), maka keadaan yang
demikian susah dihilangkan baik dengan cara aerasi, penambahan khlorine
maupun dengan penambahan kalium permangganat. Adanya partikel-
partikel halus Fe(OH)3.n H2O air juga sukar mengendap dan menyebabkan
air menjadi keruh.
Untuk menghilangkan zat besi dan mangan seperti pada kasus
tersebut di atas, perlu dilakukan koagulasi dengan membubuhkan bahan
koagulan, misalnya aluminium sulfat, Al2(SO4).nH2O dalam air yang
mengandung kolloid. Dengan pembubuhan koagulan tersebut, kolloid
dalam air menjadi bergabung dan membentuk gumpalan (flock) kemudian
mengendap. Setelah kolloid senyawa besi dan mangan mengendap,
kemudian air disaring dengan saringan pasir cepat atau saringan pasir
lambat.

4.5.4.2 Proses Koagulasi dengan Cara Elektrolitik

Ke dalam air baku dimasukkan elektroda dari lempengan logam


aluminium (Al) yang dialiri dengan listrik arus searah. Dengan adanya arus
listrik tersebut, maka elektroda logam Al tersebut sedikit demi sedikit akan
3+
larut ke dalam air membentuk ion Al , yang oleh reaksi hidrolisa air akan
membentuk Al(OH)3 merupakan koagulan yang sangat efektif. Dengan
terbentuknya Al(OH)3 .nH2O dan besi organik serta partikel-pertikel kolloid
3+
lain yang bermuatan negatif akan tertarik oleh ion Al sehingga
menggumpal menjadi partikel yang besar, mengendap dan dapat
dipisahkan. Cara ini sangat efektif, tetapi makin besar skalanya maka
kebutuhan listriknya makin besar pula.

4.5.5 Penghilangan Fe dan Mn dg Cara Pertukaran Ion

Penghilangan besi dan mangan dengan cara pertukaran ion yaitu


dengan cara mengalirkan air baku yang mengandung Fe dan/atau Mn
melalui suatu media penukaran ion. Sehingga Fe dan Mn akan bereaksi
dengan media penukaran ionnya.

85
DRAFT FINAL

Sebagai media penukaran ion yang sering dipakai zeolite alami yang
merupakan senyawa hydrous silikat aluminium dengan calsium dan
natrium (Na). Disamping bahan penukar ion alami ada juga penukar ion
tiruan (resin sintetis) yang mempunyai sifat-sifat yang lebih khusus.

Ditinjau dari siklus penukaran ionnya, ada 2 (dua) tipe yaitu : penukaran
ion dengan siklus Na yang regenerasinya dengan memakai larutan NaCl,
dan Penukaran ion dengan siklus H yang regenerasinya dengan
menggunakan larutan HCl. Reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :

4.5.5.1 Dengan Siklus untuk Na

a. Menggunakan Zeolite

Penghilangan Fe Na2Z + Fe(HCO3)2 ==> FeZ + 2 Na(HCO3)


dan Mn dg Na2Z + Mn(HCO3)2 ==> MnZ + 2 Na(HCO3)
zeolit

Regenerasi dg FeZ + NaCl ===> Na2Z + FeCl2


NaCl MnZ + NaCl ===> Na2Z + MnCl2

b. Menggunakan Resin Sintetis

Penghilangan Fe R-Na2 + Fe(HCO3)2 ==> R-Fe + 2 Na(HCO3)


dan Mn R-Na2 + Mn(HCO3)2 ===> R-Mn + 2 Na(HCO3)

egenerasi dg R-Fe FeCl2


NaCl + 4 NaCl ==> 2 R-Na2 +
R-Mn MnCl2

4.5.5.2 Dengan Siklus Hidrogen (H)

a. Dengan Media Penukar Ion Zeolite :

86
DRAFT FINAL

Penghilangan Fe Fe(HCO3)2 FeZ


dan Mn 2 H2-Z + ==> + 4 H2(CO3)
Mn(HCO3)2 MnZ
FeZ FeCl2
Regenerasi dg + 4 HCl ==> 2 H2Z +
HCl MnZ MnCl2

b. Dengan Media Penukar Ion Resin

Penghilangan Fe R-H2 + Mn(HCO3)2 ==> R-Mn + 2 H2O + 2 CO2


dan Mn R-H2 + Fe(HCO3)2 ==> R-Fe + 2 H2O + 2 CO2

Regenerasi dg R-Mn + 2 HCl ==> R-H2 + MnCl2


HCl R-Fe + 2 HCl ==> R-H2 + FeCl2

Dilihat dari persamaan reaksinya maka proses penghilangan besi


dan mangan dengan pertukaran ion sangat mudah operasinya, tetapi jika
air bakunya mempunyai kekeruhan, kandungan zat organik serta kadar
3+ 2+
Fe dan Mn penukar ionnya oleh kotoran tersebut sehingga daya
penukar ionnya menjadi cepat jenuh. Hal ini mengakibatkan regenerasi
harus lebih sering dilakukan.

4.5.6 Proses Soda Lime

Proses ini adalah merupakan gabungan antara proses pemberian zat


alkali untuk menaikkan pH dengan proses aerasi. Dengan menaikkan pH air
baku sampai harga tertentu maka reaksi oksidasi besi dan mangan dengan
cara aerasi dapat berjalan lebih cepat. Zat alkali yang sering dipakai
yaitu kapur (CaO) atau larutan kapur [Ca(OH)2 ], soda api [Na(OH)], soda
abu (NaHCO3), atau campuran antara bahan bahan tersebut. Cara
penambahan zat alkali yakni sebelum proses aerasi.
Untuk oksidasi besi, sangat efektif pada pH 8-9, sedang untuk
oksidasi mangan baru efektif pada pH > 10. Oleh karena pH air baku

87
DRAFT FINAL

menjadi tinggi, maka setelah Fe dan Mn nya dipisahkan, air olahan harus
dinetralkan kembali.

4.5.7 Penghilangan Besi dan Mangan dengan Bakteri Besi

Di dalam proses saringan pasir lambat, pada saat operasi dengan


kecepatan 10-30 meter/hari, setelah operasi berjalan 7-10 hari, maka pada
permukaan atau dalam media filternya akan tumbuh dan berkembang biak
bakteri besi yang dapat mengoksidasi besi atau mangan yang ada dalam
air.
Bakteri besi mendapatkan energi aktivasi yang dihasilkan oleh reaksi
oksida besi ataupun oksida mangan, untuk proses perkembangbiakannya.
Dengan didapatkannya energi tersebut maka jumlah sel bakteri juga akan
bertambah. Dengan bertambahnya jumlah sel bakteri besi tersebut, maka
kemampuan oksidasinya menjadi bertambah pula. Sedangkan besi yang
telah teroksidasi akan tersaring/ tertinggal dalam filter. Yang termasuk
dalam grup Bakteri besi yang banyak dijumpai yaitu: Crenothrix yang dapat
menghilangkan besi maupun Mangan.

4.5.8 Penghilangan Besi dan Mangan dengan Filtrasi DuaTahap

Cara ini sebetulnya untuk menghilangkan atau meniadakan proses


koagulasi dan sedimentasi yaitu dengan cara melakukan penyaringan 2
(dua) tahap dengan saringan pasir cepat. Setelah proses aerasi, maka
senyawa besi dalam bentuk Fe(OH)3larut dalam air dialirkan ke dalam
saringan pasir cepat secara bertahap. Cara ini dapat menghemat biaya
operasi untuk koagulasi dan pengendapan tetapi beban saringan pertama
akan cukup besar.

4.5.9 Cara Lain

Khususnya untuk menghilangkan besi yang ada dalam air ada cara
lain yang dapat digunakan yaitu dengan Oksidasi Kontak (Contact
Oxydation).

88
DRAFT FINAL

Air baku dialirkan melalui saringan pasir atau media lainnya yang
permukaannya terlapisi oleh zat oksiferrihidroksida (FeOOH). Pada saat
2+
melalui media tersebut Fe dengan waktu yang sangat singkat akan
3+
teroksidasi menjadi Fe dengan zat oksigen yang terlarut (DO) sebagai
oksidator.
Tetapi jika kandugnan oksigen yang terlarut dalam air baku kecil
misalnya air tanah, maka air bakunya harus dikontakkan dengan udara
dengan cara kontak biasa atau menggunakan peralatan tertentu untuk
suplai oksigen.
Mekanisme reaksi penghilangan besi dengan oksidasi kontak adalah
merupakan reaksi auto-katalitik dengan oksiferrihidroksida (FeOOH)
sebagai katalis, yang banyak terdapat pada bijih limonite.
Jika dibandingkan dengan cara-cara yang lain, penghilangan besi
dengan cara ini mempunyai karakteristik yang sangat berbeda. Cara
oksidasi kontak ini mempunyai keuntungan :
Tanpa proses Koagulasi dan Pengendapan.
Kecepatan filtrasi besar.
Waktu pakai media filter (penyaringan) / katalis lama.
Tanpa proses regenerasi

4.5.10 Aplikasi Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Di Dalam Air


Minum

4.5.10. 1 Aplikasi Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Skala


Kecil Dengan Proses Aerasi Filtrasi

Unit peralatan terdiri dari pompa air baku, bak penampung yang
berfungsi sebagai kontaktor udara atau oksigen dengan air, dan satu unit
filter yang diisi dengan media pasir, mangan zeolit dan karbon aktif (filter
multi media). Air tanah dipompa ke bak penampung yang berfungsi untuk
mengontakkan oksigen dari udara dengan zat besi atau mangan yang larut
di dalam air. Kemudian dari tangki penampung, air dialirkan ke unit filter
multi media untuk menyaring atau menghilangkan zat besi atau mangan
yang ada dalam air serta menghilangkan padatan tersuspensi. Skema
proses pengolahan ditunjukkan pada Gambar 17.
Pada saat air dipompa ke bak penampung, terjadi proses oksidasi
antara zat besi atau mangan yang ada dalam air dengan oksigen yang ada

89
DRAFT FINAL

di udara. Reaksi oksidasi tersebut menghasilkan senyawa ferrihidroksida


atau mangan dioksida yang berupa gumpalan sangat halus (micro flock)
yang tak larut dalam air, sehinggga dapat tersaring pada filter multi media.
Berdasarkan reaksi tersebut diatas, untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat
besi memerlukan 0,14 mg/l oksigen , dan untuk setiap I mg/l mangan
diperlukan oksigen sebanyak 0,29 mg/l .

Gambar 17 : Diagram Proses Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Skala


Kecil Dengan Proses Aerasi-Filtrasi.

Dengan memompa air baku ke bak penampung, maka akan terjadi


kontak antara zat besi atau mangan yang ada dalam air dengan oksigen
yang ada di udara, sehingga besi atau mangan dapat dioksidasi, yang mana
hal tersebut dapat meringankan beban filter mangan zeolitnya. Dengan
demikian maka masa pakai (life time) dari filter mangan zeolitnya menjadi
lebih lama.
Untuk proses penyaringan, unit filter yang digunakan adalah filter
dengan bahan PVC, diameter 12 inc dan tinggi 120 cm. Media yang

90
DRAFT FINAL

digunakan adalah pasir silika, mangan zeolit (mangenese greensand), dan


karbon aktif. Skema multi media filter yang digunakan dan susunan media
dapat dilihat seperti pada Gambar 18, sedangkan contoh bentuk filter
dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan Gambar 19.

Gambar 18 : Diagram Filter Multi Media Dan Susunan Media Penyaring


Untuk Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Di Dalam Air.

91
DRAFT FINAL

Gambar 19 : Filter Multi Media Untuk Menghilangkan Zat Besi Dan Mangan
Di Dalam Air.

4.5.10.2 Aplikasi Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Dengan Proses


Khlorinasi- Filtrasi

Salah satu pilot plant untuk menghilangkan besi dan mangan di


dalam air tanah dengan proses khlorinasi-filtrasi (Wong,1984), secara garis
besar proses pengolahannya ditunjukkan seperti pada Gambar 20.

92
DRAFT FINAL

Gambar 20 : Diagram Proses Penghilangan Besi Dan Mangan Di Dalam Air


Dengan Proses Khlorinasi-Filtrasi.

Air dari sumur dipompa dengan menggunakan pompa sambil


diinjeksi dengan larutan sodium hipokhlorit untuk mengoksidasi zat besi
atau mangan yang ada di dalam air, selanjutnya dialirkan ke static mixer
agar larutan sodium hipokhlorit dapat tercampur sempurna dengan air
bakunya. Dari static mixer air selanjutnya di alirkan ke tangki reaktor
(pressure tank) agar mempunyai waktu yang cukup untuk proses oksidasi
sempurna.
Dari tangki reaktor air dialirkan ke saringan pasir cepat bertekanan
(rapid pressure filter) untuk menyaring oksida besi atau oksida mangan
yang terbentuk di dalam tangki reaktor. Setelah itu dilairkan ke filter
mangan zeolit (manganese greensand filter). Filter mangan zeolit berfungsi
untuk menghilangkan zat besi atau mangan yang belum sempat teroksidasi
oleh kalium permanganat. Untuk menghilangkan polutan mikro misalnya
zat organik, deterjen, bau, senyawa phenol, logam berat dan lain-lain
proses ini dapat juga dilengkapi dengan filter karbon aktif.
Air hasil olahan selanjutnya dialirkan ke bak penampung air bersih
(Tower Tank) atau saluran distribusi. Salah satu contoh konstruksi
peralatan proses penghilangan besi dan mangan di dalam air dengan
3
proses khlorinasi-filtrasi yang telah terpasang, dengan kapasitas 30 M per
hari dapat dilihat pada Gambar 21.

93
DRAFT FINAL

Gambar 21 : Konstruksi Peralatan Proses Penghilangan Besi Dan Mangan


Di Dalam Air Dengan Proses Khlorinasi-Filtrasi.

Untuk kapasitas yang besar, oksidasi zat besi atau mangan dengan
udara jarang digunakan karena memerlukan volume ruangan yang besar.
Proses oksidasi zat besi dan mangan yang sering digunakan adalah oksidasi
sengan senyawa khlorine atau kalium permanganat. Agar proses oksidasi
dapat berjalan secara sempurna perlu dilengkapi dengan tangki rekator,
dengan waktu reaksi sekitar 10 -15 menit. Salah satu contoh diagram
proses pengilangan Fe dan Mn untuk kapasitas besar ditunjukkan seperti
pada Gambar 22 dan Gambar 23.

94
DRAFT FINAL

Gambar 22 : Diagram Proses Penghilangan Fe Dan Mn Dengan Injeksi


Kalium Permanganat Atau Khlorine.

Gambar 23 : Filter Mangan Zeolit dan Filter Karbon Aktif Untuk


Penghilangan Fe Dan Mn Dengan Injeksi Kalium Permanganat Atau
Khlorine.
4.5.10.3 Aplikasi Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Dengan Proses

95
DRAFT FINAL

Kombinasi Aerasi dan Filtrasi dengan Filter Mangan Zeolit


dan Karbon Aktif

Air yang akan diolah adalah air tanah dengan kandungan zat besi
yang cukup tinggi yakni mencapai 10 mg/l dengan pH yang rendah yakni
sekitar pH 4. Secara fisik pada saat dipompa keluar air terlihat jernih tetapi
berbau logam, dan setelah dibiarkan dan kontak dengan udara air akan
segera berubah menjadi berwarna coklat kemerahan dan keruh.
Proses yang digunakan yakni kombinasi proses pengaturan pH,
proses oksidasi dengan udara, pembubuhan kalium permanganat dan
dilanjutkan dengan proses filtrasi. Proses penyaringan terdiri dari tiga
tahap yakni penyaringan dengan saringan pasir, kemudian penyaringan
dengan filter mangan zeolit (manganese greensand) dan selanjutnya
penyaringan dengan media karbon aktif. Diagram proses pengolahannya
dapat dilihat seperti pada Gambar 24.
Air baku yang berasal dari air air tanah dipompa ke tangki
pencampur (static mixer) sambil diinjeksi dengan larutan soda ash
(NaHCO3) untuk menaikkan pH menjadi sekitar pH 7-8, selanjutnya
dialirkan ke bak clarifier atau bak pengendap. Di dalam bak pengendap,
dengan adanya penambahan soda ash serta kontak dengan oksigen dari
udara, zat besi atau mangan akan dengan cepat teroksidasi menjadi oksida
besi atau oksida mangan yang tidak larut di dalam air dan akan mengendap
di dalam bak pengendap.
Air limpasan dari bak pengendap selanjutnya dialirkan ke bak
penampung air baku. Dari bak penampung air baku, air dipompa ke tangki
reaktor (tangki bertekanan) sambil diijeksi dengan larutan kalium
permanganat untuk mengoksidasi zat besi atau managan yang masih ada
di dalam air.
Zat besi atau mangan di dalam air yang telah teroksidasi dan juga
padatan tersuspensi yang berupa partikel halus, selanjutnya di alirkan ke
filter pasir (sand filter). Air yang keluar dari saringan pasir selanjutnya
dialirkan ke filter mangan zeolit (manganese greensand filter). Dengan
adanya filter mangan zeolit ini, zat besi atau mangan yang belum
teroksidasi di dalam tangki reaktor dapat dihilangkan sampai konsentrasi
< 0,1 mg/l.

96
DRAFT FINAL

Gambar 24 : Diagram Proses Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Di Dalam


Air.

Dari filter Mangan Zeolit, air dialirkan ke filter karbon aktif


(activated carbon filter) untuk menghilangkan bau atau warna serta
polutan mikro. Filter ini mempunyai fungsi untuk menghilangkan senyawa
warna dalam air, serta untuk menghilangkan senyawa yang dapat
menyebabkan bau. Setelah melalui filter penghilangan warna, air dialirkan
ke filter cartridge yang dapat menyaring partikel kotoran sampai ukuran 5
mikron. Dari filter cartridge, selanjutnya, air dialirkan ke bak penampung
air olahan dan selanjutnya dipompa ke saluran distribusi. Konstruksi
peralatan yang telah terpasang dapat dilihat pada Gambar 25 sampai
dengan Gambar 27.

97
DRAFT FINAL

Gambar 25 : Pompa Air Baku Dan Sistem Injeksi Larutan Soda Ash
(NaHCO3) Untuk Menaikkan pH Air.

Gambar 26 : Bak Pengendap Yang Berfungsi Juga Sebagai Kontaktor


Udara Kontaktor Udara Dan Bak Penampung.

98
DRAFT FINAL

Gambar 27 : Sistem Injeksi Larutan Kalium Permanganat, Filter Pasir, Filter


Mangan Zeolit Serta Filter Karbon Aktif.

Hasil uji coba pilot plant penghilangan besi dan mangan di dalam air
dengan kombinasi proses pengaturan pH, proses oksidasi dengan udara,
pembubuhan kalium permanganat dan dilanjutkan dengan proses filtrasi
ditunjukkan seperti pada Tabel 13. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa
dengan kombinasi proses tersebut di atas dapat menurunkan kadar zat
besi dari 10,06 mg/l menjadi 0,14 mg/l, dan konsentrasi mangan (Mn) dari
2,94 mg/l turun menjadi 0,02 mg/l. Proses penambahan soda ash (Na2CO3)
dilakukan karena air baku mempunyai pH 5,5 sehingga untuk air minum
harus dinaikkan menjadi pH 6,5 9,0.

Tabel 13: Hasil Uji Coba Pilot Plant Penghilangan Besi Dan Mangan Dengan
Kombinasi Proses Pembubuhan Kalium Permanganat Dan Proses Filtrasi.

Parameter Air Baku Air Olahan


pH 5,5 6,7
Besi (mg/l) 10,06 0,14
Mangan (mg/l) 2,94 0,02
Kekeruhan (NTU) 60 4
Warna (Pt-Co) 34 10
Kesadahan Total (mg/l sebagai 64,0 60
CaCO3)

99
DRAFT FINAL

4.6 Aplikasi Teknologi Biofiltrasi Dan Ultrafiltrasi Untuk


Pengolahan Air Minum

4.6.1 Fungsi Dan Kapasitas Alat

Untuk mengolah air sungai, danau, atau air tanah menjadai air
bersih. Kapasitas alat dapat dirancang sesuai dengan kebutuhan dari mulai
kapasitas kecil maupun besar.

Air baku yang dapat diolah :


Air permukaan yang keruh, misalnya air sungai, air danau, air genangan
hujan dll.
Air tanah misalnya air sumur, mata air, air yang mengandung zat besi,
mangan.

Persyaratan air baku adalah sebagai berikut :


Untuk keperluan air berish, air baku adalah air tawar dengan
konsentrasi TDS maksimum 1000 mg/l.
Air baku tidak tercemar oleh limbah industri atau limbah B3.

Kapasitas Pengolahan :
3
Air Bersih = 100 m /hari.
Air Baku : Air sumur atau air tanah, air sungai.
Kualitas air Olahan : Standar DEPKES RI.

4.6.2 Proses Pengolahan

Proses pengolahan yang digunakan adalah kombinasi proses


biofiltrasi, ultrafiltrasi dan reverse osmosis. Secara garis besar proses
pengolahan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 28. Air baku yang
berasal dari sungai dipompa ke unit reaktor biofiltrasi yang di dalamnya
diisi dengan media plastik tipe sarang tawon. Reaktor biofilter diisi dengan
media biofilter dari bahan plastik tipe sarang tawon. Dengan adanya media
palstik sarang tawon tersebut maka pada permukaan media tersebut akan
tumbuh lapisan filem mikroorganisme (biofilm) yang akan menguraikan
polutan yang ada di dalam air baku. Di dalam reaktor biofilter tersebut

100
DRAFT FINAL

senyawa polutan yang ada di dalam air baku misalnya zat organik,
amoniak, zat besi, mangan, deterjen dan senyawa polutan lain dapat
diuraikan secara biologis. Selain itu padatan tersuspensi yang ada di dalam
air baku dapat diendapakan. Air yang keluar dari biofilter selanjutnya di
tampung ke bak penampung antara.
Dari bak penampung antara air selanjutnya dipompa ke mikro
strainer yang dapat menyaring kontoran padatan sampai 50 mikron sambil
diinkeksi dengan larutan kaporit untuk membunuh kuman dan mencegah
terjadinya biofouling. Dari mikro strainer air dilairkan ke unit ultra filtrasi
yang dapat menyaring sampai ukuran 0,01 mikron. Unit ultra filtrasi
menggunakan modul membran tipe hollow fiber. Unit ultrafiltrasi
beroperasi secara otomtis yakni proses penyaringan dan proses pencucian
balik (backwash) dilakukan secara bergantian dan waktunya dapat diatur
dengan menggunakan alat pengatur waktu (timer). Proses penyaringan
diatur selama 10-15 menit, sedangkan proses pencucian balik diatur
selama 1-2 menit. Diagram proses penyaringan dan proses pencucian balik
di dalam unit ultrafiltrasi dapat dilihat pada Gambar 29 dan Gambar 30.
Air yang keluar dari unit ultra filtrasi dialirkan ke bak penampung air
bersih dan selanjutnya dilairkan ke sistem distribusi untuk digunakan untuk
keperluan air bersih (mandi, cuci dll).

4.6.3 Keunggulan Proses Ultrafiltrasi

Sistem ultrafiltrasi mempunyai beberapa kelebihan antara lain


adalah :
Tanpa bahan koagulan dan flokulan, tetapi menggunakan sedikit
larutan kaporit untuk mencegah biofouling dan untuk mendapatkan
konsentrasi sisa klor yang cukup agar tidak terjadi rekontaminasi.
Kualitas air hasil pengolahan sangat baik dan stabil.
Bentuknya lebih kompak dan luas area yang dibutuhkan lebih kecil.
Sangat fleksibel jika ada penambahan kapasitas.
Menyaring bakteri, suspended solid, warna, partikel koloid, silikat,
serta mereduksi kekeruhan, zat besi koloid dan mangan koloid.
Menggunakan murni teknik filtrasi tanpa bahan kimia, sehingga
hasilnya jauh lebih absolut. Kondisi air baku dapat berfluktuasi
sepanjang waktu tetapi hasil air olahan akan tetap selalu sama
Tidak dibutuhkan pondasi sipil karena sudah berada dalam rangkaian
skid mounted base, sehingga instalasinya cepat dan mudah

101
DRAFT FINAL

Mempunyai konsumsi listrik dan penggunaan biaya perawatan yang


rendah.
Biaya investasi yang ekonomis.

102
DRAFT FINAL

Gambar 28 : Diagram Pengolahan Air Siap Minum Dengan Proses Biofiltrasi-Ultrafiltrasi.


Kapasitas Ultrafiltrasi : 125 Liter per menit
Kapasitas RO : 12 Liter per Menit

103
DRAFT FINAL

Gambar 29 : Proses Penyaringan pada Unit Ultrafiltrasi.

(Solenoid Valve 1 & 4 Buka; Solenoid Valve 2 & 3 Tutup)

104
DRAFT FINAL

Gambar 30 : Proses Pencucian Balik pada Unit Ultrafiltrasi.


(Solenoid Valve 1 & 4 Tutup ; Solenoid Valve 2 & 3 Buka)

105
DRAFT FINAL

Gambar 31 : Reaktor Biofiltrasi Dengan Media Plastik Sarang Tawon.

Gambar 32 : Media Plastik Sarang Tawon Di Dalam Reaktor Biofilter.

106
DRAFT FINAL

3
Gambar 33 : Unit Ultrafiltrasi, kapasitas 125 m per hari.

Gambar 34 : Unit Reverse Osmosis (RO), kapasitas 10.000 liter per hari air
siap minum.

107
DRAFT FINAL

Gambar 35 : Tangki Produk Reverse Osmosis (RO).

Gambar 36 : Air Baku Dan Air Olahan.

108
DRAFT FINAL

3
Gambar 37 : Contoh Unit Ultrafiltrasi, Kapasitas 200 m per hari.

4.7 Penghilangan Kesadahan dan Mineral Di Dalam Air Dengan Proses


Pertukaran Ion

4.7.1 Kesadahan

Salah satu parameter kimia dalam persyaratan kualitas air adalah


2+ 2+
jumlah kandungan unsur Ca dan Mg dalam air yang keberadaannya

109
DRAFT FINAL

biasa disebut kesadahan air. Kesadahan dalam air sangat tidak dikehendaki
baik untuk penggunaan rumah tangga maupun untuk penggunaan industri.
Bagi air rumah tangga tingkat kesadahan yang tinggi mengakibatkan
konsumsi sabun lebih banyak karena sabun jadi kurang efektif akibat salah
satu bagian dari molekul sabun diikat oleh unsur Ca atau Mg. Bagi air
industri unsur Ca dapat menyebabkan kerak pada dinding peralatan sistem
pemanasan sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan
industri, disamping itu dapat menghambat proses pemanasan. Akibat
adanya masalah ini, persyaratan kesadahan pada air industri sangat
diperhatikan. Pada umumnya jumlah kesadahan dalam air industri harus
nol, berarti unsur Ca dan Mg dihilangkan sama sekali. Masalah air sadah
banyak ditemukan di daerah yang mengandung kapur.
Kesadahan adalah istilah yang digunakan pada air yang
mengandung kation penyebab kesadahan. Pada umumnya kesadahan
disebabkan oleh adanya logam-logam atau kation-kation yang bervalensi 2,
seperti Fe, Sr, Mn, Ca dan Mg, tetapi penyebab utama dari kesadahan
adalah kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Kalsium dalam air mempunyai
kemungkinan bersenyawa dengan bikarbonat, sulfat, khlorida dan nitrat,
sementara itu magnesium terdapat dalam air kemungkinan bersenyawa
dengan bikarbonat, sulfat dan khlorida.
Tingkat kesadahan di berbagai tempat perairan berbeda-beda, pada
umumnya air tanah mempunyai tingkat kesadahan yang tinggi, hal ini
terjadi, karena air tanah mengalami kontak dengan batuan kapur yang ada
pada lapisan tanah yang dilalui air. Air permukaan tingkat kesadahannya
rendah (air lunak), kesadahan non karbonat dalam air permukaan
bersumber dari kalsium sulfat yang terdapat dalam tanah liat dan endapan
lainnya. Tingkat kesadahan air biasanya digolongkan seperti ditunjukkan
pada Tabel 14.

Tabel 14 : Klasifikasi Tingkat Kesadahan

Mg/l CaCO3 Tingkat Kesadahan


0 75 Lunak (soft)
75 - 150 Sedang (moderately hard)
150 - 300 Tinggi (hard)
>300 Tinggi sekali (very hard)

110
DRAFT FINAL

Tingkat kesadahan air dapat dinyatakan dalam satuan mg/l CaCO3


atau ppm CaCO3 atau dalam satuan Grain atau derajat. Hubungan antara
satuan-satuan tersebut adalah sebagai berikut :
o
1 grain per US galon = 1 (derajat) = 17,1 ppm CaCO3
100 ppm CaCO3 = 40 ppm kalsium
1 derajat (Inggris) = 10 mg CaCO3/ 0,7 l air
= 14,3 mg CaCO3/ l air
1 derajat (Jerman) = 10 mg CaCO3 = 17,8 mg CaCO3/ l air
1 derajat (perancis ) = 10 mg CaCO3/ l air

Kesadahan air dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu kesadahan


sementara (temporer) dan kesadahan tetap (permanen). Kesadahan
2-
sementara disebabkan oleh garam-garam karbonat (CO3 ) dan bikarbonat
-
(HCO3 ) dari kalsium dan magnesium, kesadahan ini dapat dihilangkan
dengan cara pemanasan atau dengan pembubuhan kapur tohor.
-
Kesadahan tetap disebabkan oleh adanya garam-garam khlorida (Cl ) dan
2-
sulfat (SO4 ) dari kalsium dan magnesium. Kesadahan ini disebut juga
kesadahan non karbonat yang tidak dapat dihilangkan dengan cara
pemanasan, tetapi dapat dihilangkan dengan cara pertukaran ion.

4.7.2 Resin Penukar Ion

Pada awal pengembangan, Resin Penukar Ion (RPI) banyak


digunakan resin dalam bentuk gel, namun akhir-akhir ini dengan
pengembangan baru telah dikembangkan dan diperjual-belikan resin
makroporous yang baik untuk menghilangkan air yang terkontaminasi oleh
bahan organik (Gambar 38). Resin makroporous merupakan polimer
organik yang dikenal sebai sintetik resin. Resin makroporous tidak
mengalami reaksi pada pada kondisi netral, sifat kimia dan struktur
porousnya membuat lebih stabil dan sangat reaktif. RPI merupakan
produk polimerisasi dengan berfungsi sesuai dengan jenis dan macamnya.
Secara umum RPI dapat dibagi menjadi dua katagori, yaitu: Resin Penukar
Kation (RPK) mulai dari kelompok asam lemah sampai kuat dan Resin
Penukar Anion (RPA) yang mempunyai fungsi sesuai dengan perbedaan
kebasaannya. Resin Penukar Ion (RPI) merupakan produk padat yang
berbentuk butiran. RPI tidak larut dalam air dan mempunyai stabilitas yang

111
DRAFT FINAL

bagus untuk sebagian besar bahan kimia. RPI merupakan asam dan basa
padat yang dapat mengalami reaksi kimia, contoh membentuk garam. RPI
mempunyai sifat paling penting, yaitu kemampuannya untuk
menghilangkan ion dari larutan.

(a). Resin bentuk gel (b). Resin bentuk makroporous.

Gambar 38 : Kenampakan Resin Penukar Ion Dalam Pandangan


Mikroskopik.

4.7.3 Cara Kerja Resin Penukar Ion

Resin Penukar Ion menyerap ion dari larutan. Pada pertukaran ion,
RPI juga melepas ion dalam jumlah yang sama kedalam larutan. Proses
pertukaran hanya dapat terjadi jika ion mempunyai muatan listrik yang
sama. Oleh karena itu resin yang ada jenisnya RPK dan RPA, Proses
pertukaran terjadi dalam waktu yang singkat dengan mengalirkan air yang
akan diolah kedalam unit yang telah diisi dengan RPI.

Sebagai contoh proses yang digunakan untuk melunakkan air (water


softening) dapat digambarkan dalam bentuk pertukaran yang sederhana
+
sebagai berikut : Resin penukar ion yang telah diberi sodium ion (Na )
dialirkan air yang mengandung ion kalsium yang terlarut dalam air (contoh
dalam bentuk CaCl2). Proses pertukaran terjadi dengan menyerap ion
kalsium dan melepas ion sodium.

SO3Na SO3
P + CaCl2 P Ca + 2NaCl
SO3Na SO3

112
DRAFT FINAL

Proses pertukaran ion menjadi lebih komplek ketika resin telah melepas
seluruh sodiumnya. Resin dapat diaktifkan kembali dengan memberikan
larutan garam. Proses sebaliknya terjadi selama regenerasi. Sesudah
regenerasi pesin penukar ion dapat digunakan untuk menyerap kalsium
kembali.

SO3 SO3Na
P Ca + 2NaCl P + CaCl2
SO3 SO3Na

Pertukaran Ion (Ion exchange) adalah reaksi kimia yang bolak balik atau
reversible, ion dari larutan ditukar dengan ion yang muatannya sama yang
melekat pada partikel padat Partikel padat penukar ion ini bisa berupa
material alam non organik seperti zeolites atau material sintetis yang
berupa resin organik. Resin sintetik organik adalah merupakan jenis yang
banyak dipakai, karena karakteristiknya dapat dibuat sesuai dengan
kebutuhan. Resin Penukar Ion Organik tersusun oleh molekul
polyelectrolytes yang bisa menukar ion-ion mobile atau mudah bergerak
dengan ion disekitar medium yang muatannya sama. Setiap resin
mempunyai mempunyai jumlah ion mobile tertentu yang menentukan
pertukaran maksimum untuk tiap unit resin. Dalam proses deionisasi air,
+
resin menukar ion hidrogen (H ) untuk mengisi ion positif (seperti nikel,
-
tembaga, dan natrium), dan ion hidroksil (OH ) untuk muatan negatif
+ -
(seperti sulfat, kromat, dan klorida). Jumlah ion H dan OH selalu
seimbang, oleh karena itu air hasil olahan unit penukar ion relatif murni
dan netral.

4.7.4 Proses Pertukaran Ion Untuk Pengolahan Air

4.7.4.1 Penghilangan Kesadahan Atau Pelunakan Air (Water Softening)

Resin penukar ion positif (kation) yang digunakan secara kemersial


umumnya dalam bentuk asam kuat atau asam lemah. Resin penukar ion
positif (kation) asam kuat dapat menghilangakan seluruh kation atau ion

113
DRAFT FINAL

positif yang ada di dalam air, sedangkan resin penukar ion positif asam
lemah umumnya dibatasi hanya untuk menghilangkan kesadahan yang
berhubungan dengan alkinitas karbonat. Selain dalam bentuk asam kuat
atau asam lemah ada pula yang ada dalam bentuk netral ( intermediate).
Resin penukar ion mempunyai afinitas yang berbeda terhadap tiap
jenis ion yang ada di dalam air. Akibatnya resin penukar ion menunjukkan
urutan selektivitas untuk tiap jenis ion yang terlarut di dalam air. Untuk
resin penukar ion positif dalam bentuk asam kuat (srong acid cation
exchange resin) urutan jenis ion positif yang mempunyai afinitas terhadap
resin penukar ion mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah
2+ 2+ +
sebagai berikut : Kalsium (Ca ), Magnesium (Mg ), Amonium (NH4 ),
+ +
Kalium atau Potasium (K ), Sodium atau Natrium (Na ), dan yang terakhir
+
Hidrogen (H ). Dengan demikian apabila air dilewatkan ke dalam suatu bed
(unggun) resin penukar ion postif maka pada lapisan unggun resin yang
+2
paling atas sebagian besar diduduki oleh ion Kalsium (Ca ) disebabkan
karena Kalsium mempunyai afinitas yang paling besar. Oleh karena
magnesium mempunyai mempunyai afinitas yang lebih tinggi setelah
kalsium maka lapisan di bawah kalsium sebagian besar akan ditempati oleh
+2
ion magnesium (Mg ), demikian seterusnya. Lapisan yang paling bawah
+
akan ditempati oleh ion Natrium (Na ) karena mempunyai afinitas
terhadap resin penukar ion yang paling rendah.
Secara sederhana ilustrasi mekanisme pertukaran ion didalam
unggun resin penukar ion positip dapat dilihat seperti pada Gambar 39.
Pada saat sebelum proses seluruh lapisan unggun resin ditempati oleh ion
+
hidrogen (H ). Tahap berikutnya yaitu awal operasi ion kalsium,
magnesium, natrium yang masuk ke dalam unggun resin akan menempati
unggun resin menggantikan kedudukan ion hidrogen. Lapisan paling atas
akan ditempati oleh ion kalsium, selanjutnya oleh ion magnesium,
kemudian natrium dan lapisan yang paling bawah masih ditempati oleh ion
hidrogen. Sebagian ion hidrogen yang telah ditukar oleh ion kalsium,
magnesium dan natrium akan keluar terikut dengan air yang keluar unggun
resin.
Apabila operasi berlanjut terus maka ion kalsium yang masuk akan
menggantikan kedudukan ion magnesium, ion magnesium yang masuk
akan menggatikan kedudukan ion natrium, dan ion natrium yang masuk
akan menggantikan ion hidrogen. Sedangkan ion hidrogen yang telah
tertukar akan keluar unggun resin melalui airan air yang keluar. Jika
operasi berlangsung terus maka seluruh resin akan ditempati oleh ion

114
DRAFT FINAL

kalsium dan magnesium. Pada proses pelunakan air atau proses


penghilangan kesadahan, saat seluruh unggun resin telah diduduki oleh ion
kalsium dan magnesium maka proses pelunakan harus dihentikan karena
jika proses dilanjutkan maka ion magnesium akan tergantikan oleh ion
kalsium dan ion magnesium yang tergantikan akan keluar melalui aliran air
yang keluar unggun resin.
Pada kondisi seperti ini resin nyatakan jenuh dan harus diregenerasi
kembali. Ion-ion yang tak diharapkan keluar misalnya magnsium atau
kalsium yang terikut keluar unggun resin penukar ion disebut leakage .

Gambar 39: Ilustrasi Mekanisme Pertukaran Ion Positif (Kation) Di Dalam


Resin Penukar Ion.

Ditinjau dari siklus pertukaran ionnya, ada 2 (dua) tipe yaitu pertukaran ion
dengan siklus Na yang regenerasinya dengan memakai larutan natium
khloida atau garam dapur (NaCl), dan pertukaran ion dengan siklus H yang
regenerasinya dengan menggunakan larutan asam kuat misalnya asam
khlorida (HCl) atau asam sulfat.
Jika menggunakan asam kuat misalnya asam khlorida atau asam
sulfat maka pada akhir regenerasi maka ion kalsium atau magnesium yang
menempati unggun resin akan digantikan seluruhnya oleh ion hidrogen.
Apabila regenerasi menggunakan larutan natrium khlorida (NaCl), seluruh
ion kalsium dan magnesium yang telah menempati unggun resin akan
digantikan oleh ion natrium.

115
DRAFT FINAL

4.7.4.1.1 Reaksi Pertukaran Ion

Reaksi pertukaran ion di dalam proses penghilangan kesadahan atau


proses pelunakan dapat ditulis sebagai berikut :

A. Dengan Siklus untuk Na.

b. Menggunakan Zeolite

Penghilangan Ca dan Mg dengan zeolit :

Na2Z + Ca(HCO3)2 Ca-Z + 2 Na(HCO3)

Na2Z + Mg(HCO3)2 Mg-Z + 2 Na(HCO3)

Na2Z + CaSO4 Ca-Z + 2 Na2SO4

Na2Z + MgSO4 Mg-Z + 2 NaSO4

Na2Z + CaCl2 Ca-Z + 2 NaCl

Na2Z + MgCl2 Mg-Z + 2 NaCl

Regenerasi dg NaCl :

Ca-Z + 2 NaCl Na2Z + FeCl2

Mg-Z + 2 NaCl Na2Z + MnCl2

b. Menggunakan Resin Sintetis

Penghilangan Ca dan Mg :

R-Na2 + Ca(HCO3)2 R-Ca + 2 Na(HCO3)

R-Na2 + Mg(HCO3)2 R-Mg + 2 Na(HCO3)

R-Na2 + CaSO4 R-Ca + Na2SO4

116
DRAFT FINAL

R-Na2 + MgSO4 R-Mg + Na2SO4

R-Na2 + CaCl2 R-Ca + 2 NaCl

R-Na2 + MgCl2 R-Mg + 2 NaCl

Regenerasi dengan NaCl :

R-Ca + 2 NaCl 2 R-Na2 + CaCl2

R-Mg + 2 NaCl 2 R-Na2 + MgCl2

B. Dengan Siklus Hidrogen (H)

a. Dengan Media Penukar Ion Zeolite :

Penghilangan Ca dan Mg :

H2-Z + Ca(HCO3)2 Ca-Z + 2 H2O + 2 CO2

H2-Z + Mg(HCO3)2 Mg-Z + 2 H2O + 2 CO2

H2-Z + CaSO4 Ca-Z + H2SO4

H2-Z + MgSO4 Mg-Z + H2SO4

H2-Z + CaCl2 Ca-Z + 2 HCl

H2-Z + MgCl2 Mg-Z + 2 HCl

Regenerasi dengan HCl :

Ca-Z + 2 HCl 2 H2Z + CaCl2

Mg-Z + 2 HCl 2 H2Z + MgCl2

117
DRAFT FINAL

b. Dengan Media Resin Penukar Ion

Penghilangan Ca dan Mg :

R-H2 + Ca(HCO3)2 R-Ca + 2 H2O + 2 CO2

R-H2 + Mg(HCO3)2 R-Mg + 2 H2O + 2 CO2

R-H2 + CaSO4 R-Ca + H2SO4

R-H2 + MgSO4 R-Mg + H2SO4

R-H2 + CaCl2 R-Ca + 2 HCl

R-H2 + MgCl2 R-Mg + 2 HCl

Regenerasi dengan HCl :

R-Ca + 2 HCl R-H2 + MnCl2

R-Mg + 2 HCl R-H2 + FeCl2

Dilihat dari persamaan reaksinya maka proses penghilangan kalsium


(Ca) dan magensium (Mg) dengan pertukaran ion sangat mudah
operasinya, tetapi jika air bakunya mempunyai kekeruhan, dan kandungan
3+ 2+
zat organik serta kadar Fe dan Mn cukup tinggi maka reisn penukar
ionnya akan tertutup oleh oleh kotoran tersebut sehingga daya penukar
ionnya menjadi cepat jenuh. Hal ini mengakibatkan pencucian dan
regenerasi reisn harus lebih sering dilakukan.

4.7.4.1.2 Proses Penghilangan Kesadahan (Pelunakan)

Ada tiga metoda yang umum digunakan di dalam proses


penghilangan kesadahan dengan cara pertukaran ion yaitu sistem unggun
tetap (fixed bed), sistem terfluidisasi (fluidized bed) dan sistem kontinyu
(continuous bed).

118
DRAFT FINAL

4.7.4.1.2.1 Pelunakan Dengan Sistem Unggun Tetap (Fixed Bed)

Di dalam sistem unggun tetap, proses penghilangan kesadahan atau


pelunakan umumnya dilakukan dengan cara mengalirkan air baku ke dalam
tabung atau reaktor penukar ion yang di dalamnya diisi dengan resin
penukar ion. Pada saat operasi air baku dialirkan ke dalam reaktor atau
tabung penukar ion dengan aliran dari atas ke bawah sehingga unggun
resin tidak bergerak selama proses operasi berjalan. Selama operasi
unggun resin menjadi unggun yang kompak yang akan kontak dengan air
+ +
baku. Selama kontak dengan air baku ion Ca atau Mg yang ada di dalam
+ +
air akan tertahan di dalam resin dan akan ditukar dengan ion Na atau H
yang ada di dalam resin yang akan ikut dalam aliran keluar. Apabila
+ +
seluruh ion Na atau H yang ada di dalam resin seluruhnya telah tertukar
+ +
dengan dengan ion Ca atau Mg maka resin penukar ion menjadi jenuh
dan harus diregenerasi.
Untuk menghilangkan kesadahan, resin penukar ion yang banyak
digunakan biasanya adalah resin penukar ion positip (kation) dengan tipe
asam kuat (strong acid cation exchange resin). Proses pertukaran ion
dengan sistem unggun tetap (fixed bed) sama seperti proses filtrasi, yakni
air baku dialirkan dari atas ke bawah. Kecepatan aliran di dalam tabung
atau reaktor penukar ion bervariasi tergantung pada kemampuan resin
penukar ionnya. Masing-masing produsen resin penukar on biasanya
memberikan spsesifikasi teknis tertentu. Misalnya, untuk resin penukar ion
positip (kation) produk Dowex Marathon C merekomedasikan kecepatan
operasi 5 60 m/jam, kecepatan aliran regenerasi aliran searah 1 10
m/jam, kecepatan aliran regenerasi aliran berlawanan 5 20 m/jam.
Skema proses penghilangan kesadahan dengan resin penukar ion dengan
sistem unggun tetap (fixed bed) secara sederhana dapat dilihat seperti
pada Gambar 40.
Selama proses pertukaran ion, kotoran di dalam air misalnya
padatan tersuspesi dan juga senyawa organik dapat tertahan dan
menempel dipermukaan resin yang dapat berakibat menurunkan kinerja
resin penukar ion. Oleh karena itu di dalam prakteknya diperlukan
pencucian balik (back wash) untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
menempel pada permukaan resin. Pencucian balik dilakukan dengan
mengalirkan air dengan arah aliran dari bawah ke atas. Selama proses
pencucian balik volume resin yang berada di dalam reaktor akan

119
DRAFT FINAL

mengembang atau terfluidisasi. Oleh karena itu untuk merancang reaktor


penukar ion biasanya ruang bebas (free board) yang disediakan berkisar
antara 65 85 %, sehingga jika resin penukar ion terjadi pengembangan 50
% pada waktu pencucian balik secara teknis masih aman.

KETERANGAN :
1. Tabung Penukar Ion 5. Pengumpul air olahan
2. Inlet Air Baku 6. Pipa Regenerant
3. Pipa Air Olahan 7. Resin Penukar Ion
4. Distributor Air Baku 8. Lapisan Penyangga

Gambar 40 : Skema Proses Penghilangan Kesadahan Dengan Cara


Pertukaran Ion Dengan Sistem Unggun Tetap (Fixed Bed).

4.7.4.1.2.2 Pelunakan Dengan Sistem Terfluidisasi (Fluidized Bed)

Pertukaran ion dengan sistem terfluidisasi (fluidized bed), dilakukan


dengan cara mengalirkan air baku ke dalam reaktor penukar ion dengan
aliran dari bawah ke atas, sehingga resin penukar ion yang ada di dalam
reaktor terfluidisasi atau bergerak dan volume unggun resin menjadi lebih
besar (mengembang). Sistem ini mempunyai keuntungan antara lain

120
DRAFT FINAL

partikel padatan tersuspensi yang ada di dalam air baku tidak tertahan di
dalam unggun resin tetapi kontak dengan air baku menjadi kurang efektif.
Proses ini digunakan untuk menghilangkan kesadahan tetapi tidak untuk
menghilangkan partikel padatan (suspended solids). Oleh kerana itu untuk
pengolahan air dengan kualitas atau kemurnian yang tinggi dengan
konsentrasi padatan tersuspensi yang rendah sistem fluidisasi ini jarang
digunakan.

4.7.4.1.2.3 Pelunakan Dengan Sistem Kontinyu (Continuous Bed)

Pertukaran ion secara kontinyu prosesnya hampir sama dengan


sistem unggun tetap yaitu air baku dialirkan ke dalam reaktor atau bejana
penukar ion dengan aliran dari atas ke bawah dan resin penukar ion
terpadatkan di dalam reaktor. Tetapi di mdalam sistem pertukaran ion
secara kontinyu memerlukan dua reaktor atau bejana yaitu rekator utama
untuk proses pelunakan dan reaktor atau bejana untuk proses regenerasi.
Sebagian kecil dari resin darai reaktor utama yang telah jenuh dipindahkan
ke reaktor regenerasi untuk dilakukan proses regenerasi, dan secara
bersamaan sebagaian kecil resin dari reaktor regenerasi yang telah di
regenerasi dipindahkan ke reaktor utama untuk proses pelunakan kembali.
Walaupun pemindahan resin dilakukan secara sedikit-sedikit (intermittent)
tetapi dilakukan secara berulang dalam selang waktu yang pendek, maka
siklus operasi di dalam rekator utama akan seperti kontinyu,
Sistem pelunakan dengan sistem kontinyu secara teknis dapat
dilakukan untuk proses pengolahan air, tetapi dibandingkan dengan proses
pelunakan dengan sistem unggun tetap, proses pelunakan secara kontinyu
memerlukan kontrol yang lebih rumit dan memerlukan biaya investasi
peralatan yang lebih besar. Selain itu, karena resin selalu dipindahkan dari
reaktor utama ke reaktor regenerasi dan sebaliknya, maka resin penukar
ion lebih cepat rusak atau pecah, sehingga lebih sering diganti.

4.7.4.1.3 Proses Regenerasi

Di dalam proses penghilangan kesadahan dengan cara pertukaran


2+ 2+ + +
ion, ion Ca dan ion Mg di dalam air akan ditukar oleh ion Na atau ion H
dari resin penukar ion dan akan menempel pada resin penukar ion,
+ +
sedangkan Ion Na atau ion H akan keluar ikut dalam aliran air keluar. Jika

121
DRAFT FINAL
+ +
seluruh ion Na atau ion H yang ada di dalam resin penukar ion seluruhnya
2+ 2+
telah tertukar dengan ion Ca atau ion Mg maka resin penukar ion akan
menjadi jenuh. Untuk memulihkan kinerja resin penukar ion maka harus
dilakukan proses regenerasi. Proses regenerasi dapat dilakukan dengan
cara mengalirkan larutan asam kuat misalnya asam khlorida (HCl) atau
asam sulfat (H2SO4) atau dengan larutan NaCl atau garam dapur. Untuk
proses pelunakan skala rumah tangga atau industri, proses regenerasi yang
paling murah adalah menggunakan garam dapur atau menggunakan air
laut yang telah disaring.

Reaksi pelunakan adalah sebagai berikut :

Ca (HCO3)2 Ca 2NaHCO3
Na2R + SO4 R + Na2SO4
Mg Cl2 Mg 2NaCl

Reaksi regenerasi adalah sebagai berikut :

Ca Ca
R + 2 NaCl Na2R + Cl2
Mg Mg

Ditinjau dari sistem aliran yang digunakan proses regenerasi dapat


dilakuakan dengan dua cara yakni dengan aliran searah (cocurrent) atau
aliran berlawanan (counter current).

4.7.4.1.3.1 Regenerasi Aliran Searah (cocurrent)

Di Dalam proses regenersi dengan aliran searah baik proses


pelunakan atau proses regenerasi dilakukan di dalam reaktor atau bejana
yang sama. Air yang proses maupun larutan regenerant (regenerant
solution) dialirkan ke resin penukar ion dengan aliran dari atas ke bawah.
Di dalam proses regenerasi dengan aliran searah, ion hidrogen akan
menggantikan ion kalsium, magnesium dan natrium di dalam unggun resin
mulai dari atas ke bawah. Penggantian ion kalisum, magnesium dan
natrium akan dapat berjalan sempurna apabila ditambahkan ion hidrogen

122
DRAFT FINAL

yang berlebih di dalam larutan regenerant. Proses regenerasi dengan aliran


searah secara sederhana dapat dilihat seperti pada Gambar 41.

Gambar 41 : Proses Regenerasi Dengan Aliran Searah.

4.7.4.1.3.2 Regenerasi Aliran Berlawanan (Counter Cocurrent)

Untuk proses pelunakan air baku yang diproses dilairkan dengan


aliran dari atas ke bawah sehingga unggun resin penukar ion akan
terpadatkan di dalam reaktor. Untuk regenerasi dengan aliran berlawanan,
larutan regenerant dilairkan ke dalam unggun resin penukar ion yang telah
jenuh dengan aliran dari bawah ke atas. Dengan demikian jika lautan
regenerant yang digunakan adalah larutan asam maka ion hidrogen akan
menggantikan ion kalsium, magnesium dan natrium yang ada di dalam
unggun resin mulai dari bawah ke atas sehingga pada bagian bawah
unggun resin seluruhnya akan dikonvesrsi oleh ion hidrogen dan
selanjutnya bergerak ke atas sampai seluruh ion natrium digantikan oleh
ion hidrogen. Hal tersebut dapat terjadi jika kecepatan aliran larutan
regenerant diatur agar unggun resin tetap dalam keadaan unggun tetap
(packed bed). Jika kecepatan aliran larutan regenerant terlalu besar maka
unggun resin akan terfluidisasi sehingga urutan pertukaran ion menjadi
tidak beraturan. Selain itu dapat mengakibatkan aliran channeling sehingga

123
DRAFT FINAL

kontak antara larutan regenerant dengan resin penukar ion menjadi


kurang efektif.
Proses regenerasi dengan aliran berlawanan secara sederhana
dapat dilihat seperti pada Gambar 42.

Gambar 42 : Proses Regenerasi Dengan Aliran Berlawanan.

Salah satu keuntungan regenerasi dengan aliran berlawanan adalah


kototan padatan tersuspensi yang menempel pada permukaaan resin
dengan mudah dapat tercuci dan keluar bersama-sama dengan larutan
regenerant.

4.7.4.1.4 Istilah Proses Pertukaran Ion

1). Kapasitas Pertukaran Ion dari Resin Penukar Ion (Exchange


Capacity of n Exchanger)

Kemampuan resin dalam menghilangkan kesadahan disebut sebagai


kapasitas penukaran. Angka kapasitas dapat ditetapkan melalui
pengukuran jumlah kesadahan yang dapat dihilangkan oleh satuan volume

124
DRAFT FINAL
3
resin, di tunjukkan dalam mili-equivalen per gram resin atau kg per m
resin penukar ion. Kapasitas pertukaran ion bervariasi tergantung dari jenis
dan merk, berkisar antara 2 10 meq/gram resin atau sekitar 15 100 kg
3
per m resin.

2) Tingkat Regenerasi (Regeneration Level)

Tingkat regenerasi adalah jumlah zat regenerant (garam atau asam)


yang diperlukan untuk regenerasi per volume resin penukar ion. Untuk
regenerasi dengan sodium khlorida (NaCl) tingkat regenrasi berkisar antara
3
80 160 kg NaCl per m resin dengan konsentrasi larutan NaCl 5 20 %,
2 3 2
dan kecepatan aliran sekitar 40 liter / m .menit (0,04 m /m .menit).

Beberapa tipe resin penukar ion positip, nama produk serta nama
perusahaan pembuatnya dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 : Beberapa Tipe Resin Penukar Ion Positip, Nama Produk Serta
Nama Perusahaan Pembuat.

Penukar Ion Positip Asam Kuat (Strong Acid Cation Resin Exchanger,
SCR)

Nama Pruduk
Supplier Gel type Macroporous type
Bayer Lewatit S 100 Lewatit SP 112
Duolite Duolite C 20 Doulite C 20
Dow Chemical Dowex HCR-S Dowex MSC-1
Rohm & Haas Amberlite IR 120 Amberlite IR 200

Penukar Ion Positip Asam Lemah (Weak Acid Cation Resin Exchanger,
WCR)

Nama Produk
Supplier Gel type Macroporous type
Bayer Lewatit CNP 80
Duolite Duolite C 433 Doulite C 464

125
DRAFT FINAL

Dow Chemical Dowex CCR 2


Rohm & Haas Amberlite IRC 50
IRC 84

Pada proses pelunakan air dengan kesadahan tinggi dialirkan melalui resin
penukar kation asam kuat yang telah dimuati dengan ion sodium.
Kesadahan dalam air akibat adanya kalsium dan magnesium ditukar
dengan ion sodium. Proses pelunakan air untuk menghilangkan kesadahan
dalam Air dapat dilihat seperti pada Gambar 42.

Gambar 42 : Proses Pelunakan Air Untuk Menghilangkan Kesadahan


Dalam Air.

4.7.4.2 Penghilangan Alkali (Dealkalisation)

126
DRAFT FINAL

Proses Penghilangan Alkali atau dealkalisasi lebih ditujukan pada


penghilangan kesadahan karbonat, seperti garam hidrogen karbonat dari
kalsium dan magnesium yang terlarut dalam air (Gambar 43). Pada proses
ini digunakan resin penukar kation asam lemah dan terjadi demineralisasi
parsial dalam air.

COOH COO
P + Ca (HCO3)2 P Ca + H2CO3
COOH COO

H2CO3 terurai menjadi H2O dan CO2

Resin penukar kation asam lemah diregenerasi dengan asam korida atau
asam sulfat.

Gambar 43 : Proses Penghilangan Alkali dengan Resin Penukar Ion.

4.7.4.3 Penghilangan Mineral (Demineralisation)

127
DRAFT FINAL

Penghilangan mineral atau demineralisasi meliputi proses


penghilangan semua garam yang terlarut dalam air. Dalam pengolahan
untuk penghilangan mineral ini digunakan resin penukar kation dari asam
kuat dan basa kuat.
Pengolahan tahap pertama adalah penghilangan semua kation dari
garam dalam air dengan pertukaran ion hidrogen. Selama tahap pertama
ini dihasilkan asam mineral bebas dan asam asam karbonat. Proses ini
dikenal dengan dekationisasi.

SO3H SO3
P + CaCl2 P Ca + 2HCl
SO3 H SO3

Resin penukar kation diregenerasi dengan menggunakan HCl, H2SO4


atau HNO3. Air olahan dari resin kation yang asam dimasukkan kedalam
unit penukar anion untuk pengolahan tahap kedua proses demineralisasi.
Unit ini mengandung resin basa lemah untuk menghilangkan mineral asam
(HCl, H2SO4, HNO3).

P - N (CH3)3OH + HCl P - N (CH3)3Cl + H2O

Jika asam lemah (seperti asam silikat) juga ingin dihilangkan,


dibutuhkan resin basa kuat. Tahap ini juga dikenal sebagai deacidifikasi
(Gambar 43).
Proses demineralisasi yang banyak digunakan adalah proses
demineralisasi dengan mengguakan resin kation asam kuat dan resin anion
basa kuat. Diagram prosesnya dapat dilihat seperti pada Gambar 44,
sedangkan contoh unit peralatannya dapat dilihat pada gambar 45.

128
DRAFT FINAL

Gambar 43 : Proses Penghilangan Mineral Dengan Dekationisasi Dan


Deasidifikasi.

Gambar 44 : Proses Demineralisasi Dengan Mengguakan Resin Kation


Asam Kuat dan Resin Anion Basa Kuat.

129
DRAFT FINAL

Gambar 45 : Contoh Unit Penukar Ion Kation dan Anion Untuk Proses
Demineralisasi Air.
4.8 Aplikasi Teknologi Reverse Osmosis (RO).

Di dalam proses desalinasi air asin dengan sistem RO terjadi proses


penyaringan dengan ukuran molekul, yakni partikel yang molekulnya lebih
besar dari pada molekul air, akan terpisah dan akan terikut ke dalam air
buangan (reject water). Oleh karena itu air yang akan masuk kedalam
membran RO harus mempunyai persyaratan tertentu misalnya kekeruhan
harus rendah, kadar besi harus < 0,1 mg/l, pH harus dikontrol agar tidak
terjadi pengerakan.
Air baku (tawar, asin atau payau) yang masih mengandung partikel
padatan tersuspensi, mineral, plankton dan lainnya, perlu dilakukan
pengolahan awal sebelum diproses di dalam unit RO. Unit pengolahan
pendahuluan terdiri dari pompa umpan, tangki reaktor (kontaktor), filter
pasir, mangan zeolit, dan penghilangan warna (karbon aktif), serta filter
cartridge ukuran 1-5 m. Unit RO terdiri dari pompa tekanan tinggi,
membran RO, dosing KmnO4 dan sterilisator ultra violet
Sistem RO mampu menurunkan kadar garam hingga 98%, dimana
air hasil olahan sudah bebas dari bakteri dan dapat langsung diminum.
Sistem RO umumnya digunakan untuk menurunkan konsentrasi total
padatan terlarut ( Total Disolved Solids, TDS) sampai < 10 mg /l.

130
DRAFT FINAL

Sistem RO mempunyai ciri-ciri yang sangat khusus sebagai model


pengolah air asin yaitu :
Energi yang dibutuhkan relatif kecil setara dengan kandungan garam
(TDS) dalam air baku, dimana untuk RO kapasitas kecil dengan TDS
35.000 ppm membutuhkan daya 8 - 9 kWh dan 9 - 11 kWh untuk air
baku dengan TDS 42.000 ppm.
3
Hemat ruangan, dimana untuk kapasitas kecil (5 10 m /hari), hanya
2
membutuhkan luas ruangan sekitar 6 10 m .
Mudah dalam pengoperasian dan perawatan.
Kemudahan untuk menambah kapasitas.

Diagram proses pengolahan air dengan proses Reverse Osmosis dapat


dilihat pada Gambar 46, sedangkan contoh unit peralatan reverse osmosis
dan unit pengolahan pendahuluannya dapat dilihat pada Gambar 47.

131
DRAFT FINAL

Gambar 46 : Diagram Proses Pengolahan Air Dengan Proses Osmosa Balik .

132
DRAFT FINAL

Gambar 47 : Pretreatment dan Reverse Osmosis.

4.9 Aplikasi Teknologi Pemanenan Air Hujan dan Sumur Resapan

Rain harvesting atau pemanenan air hujan adalah kegiatan


menampung air hujan secara lokal dan menyimpannya melalui berbagai

133
DRAFT FINAL

teknologi, untuk penggunaan masa depan untuk memenuhi tuntutan


konsumsi manusia atau kegiatan manusia (Baron et al., 2009).
Pemanenan air hujan (rainwater harvesting) adalah pengumpulan,
penyimpanan dan pendistribusian air hujan dari atap, untuk penggunaan di
dalam dan di luar rumah maupun bisnis. Menurut peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 12 tahun 2009 pasal 1 ayat 1: Pemanfaatan
air hujan adalah serangkaian kegiatan mengumpulkan, menggunakan,
dan/atau meresapkan air hujan ke dalam tanah. Sedangkan pada pasal 3
disebutkan, kolam pengumpul air hujan adalah kolam atau wadah yang
dipergunakan untuk menampung air hujan yang jatuh di atap bangunan
(rumah, gedung perkantoran atau industry) yang disalurkan melalui talang.
Hujan mempunyai peran yang sangat penting dalam siklus hidrologi,
banjir dan genangan pada suatu tempat mengindikasikan keterbatasan
daya tampung dan daya resap suatu wilayah atau adanya hambatan dalam
proses mengalirnya air ketempat yang lebih rendah. Air hujan yang jatuh
pada atap rumah dapat dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari dengan
terlebih dahulu ditampung dalam Pemanenan Air Hujan (PAH) dan
dilakukan proses pengolahan secara sederhana, Jika PAH sudah penuh air
dialirkan kedalam sumur resapan.
Pemanenan Air Hujan (PAH) merupakan salah satu upaya
memanfaatkan air hujan guna keperluan sehari-hari. Prinsip dasar PAH
adalah mengalirkan air hujan yang jatuh di permukaan atap melalui talang
air untuk ditampung ke dalam bak penampung. Air limpasan dari tangki
penampung yang telah penuh disalurkan ke dalam sumur resapan.
Pembuatan PAH dan SURES ini bukan merupakan teknologi yang sulit dan
pembangunannya dapat dilakukan secara swakelola.

4.9.1 Cara Pembuatan

Salah satu contoh penampungan Air Hujan ini didisain dengan


3
volume 10 m , dilengkapi dengan sistem penyaringan yang berupa
saringan pasir dan kerikil. Sistem penyaringan ini diharapkan mampu
menyaring daun-daun, debu atau pasir yang jatuh di atap genting, sehingga
tidak masuk kedalam PAH. Jika curah tinggi, dan PAH sudah penuh, air
limpasan akan mengalir kedalam sumur resapan. Kedalaman lubang sumur
resapan sekitar 3 meter, dengan kontruksi terbuat dari buis beton,
kedalaman 2,5 meter dan resapan sekitar 0,5 meter. Bidang resapan

134
DRAFT FINAL

terletak dibagian dasar sures. Bidang resapan diisi dengan kerikil dan ijuk,
sebagai penyaring agar tidak terjadi kebuntuan.
PAH ini dapat dimanfaatkan sebagai air bersih untuk keperluan
mandi, cuci, kakus (MCK) dan dapat ditingkatkan menjadi air minum
dengan teknologi membran. Untuk itu dilengkapi dengan pompa, filter dan
kontrol panel (kelistrikan) dan pengolahan lanjutan.

Gambar 48 : Sistem PAH dan SURES.

135
DRAFT FINAL

Gambar 49 : Disain PAH dan SURES (tampak atas)

Keuntungan dari PAH yang diikuti dengan sumur resapan adalah :


3
Menampung 3-5 m air pada saat hujan,
Mengurangi run off & beban sungai saat hujan lebat,
Menambah jumlah air yang masuk ke dalam tanah,
Mempertahankan tinggi muka air tanah,
Menurunkan konsentrasi pencemaran air tanah,
Memperbaiki kualitas air tanah dangkal,
Mengurangi laju erosi dan sedimentasi,
Mereduksi dimensi jaringan drainase,
Mencegah intrusi air laut,
Mencegah terjadinya penurunan tanah,
Stok air pada musim kemarau (plus rain harvesting),

9.2 Spesifikasi PAH dan Sumur Resapan

Spesifikasi PAH sebagai berikut :

Lebar : 2,1 m
Panjang : 3,0 m
Kedalaman : 2,5 m
3
Luas Bak Penyaring : 1,0 m
3
Volume Resapan : 10 m
Panjang Talang : 75 m
Luas Atap Rumah : 375 m
o
Kemiringan Atap : 35
Tinggi Jatuhan Air : 3m
Pompa Air : 25 l/menit
Saringan Pasir/Karbon : 1,0 m

Spesifikasi Sumur Resapan (SURES) sebagai berikut :

Diameter Pipa Inlet : 4,0 In


Kedalaman Total : 3,0 m

136
DRAFT FINAL

Diameter : 1,0 m
Tebal Dinding : 0,1 m
Tebal Bidang Resapan : 1,0 m
Diameter Resapan : 1,0 m
Beberapa contoh aplikasi pemanenan air hujan dan sumur resapan serta
unit pengolahan air hujan dapat dilihat pada Gambar 50 sampai dengan
Gambar 54.

(a) (b)

Gambar 50 : (a) Pembuatan bak penampung Pemanenan Air Hujan. (b) )


Sumur Resapan Yang Telah Dipasang Bis Beton

137
DRAFT FINAL

Gambar 51 : Beberpa Contoh Penampungan Air Hujan.

(a) (b)

Gambar 52 : (a) Filter Air Dari PAH. (b) Air Produk Untuk Siram Tanaman
Dan Cuci-Cuci.

(a) PAH (b) Unit Pengolahan Air Minum.

Gambar 54 : Peningkatan Kualitas Air PAH Untuk Air Minum.

4.10 Disinfeksi Untuk Pengolahan Air

4.10.1 Pengertian

Bahaya atau resiko kesehatan yang berhubungan dengan


pencemaran air secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni

138
DRAFT FINAL

bahaya langsung dan bahaya tak langsung. Bahaya langsung terhadap


kesehatan manusia/masyarakat dapat terjadi akibat mengkonsumsi air
yang tercemar atau air dengan kualitas yang buruk, baik secara langsung
diminum atau melalui makanan, dan akibat penggunaan air yang tercemar
untuk berbagai kegiatan sehari-hari untuk misalnya mencuci peralatan
makan dll, atau akibat penggunaan air untuk rekreasi.
Pencemaran air minum oleh virus, bakteri patogen, dan parasit
lainnya, atau oleh zat kimia, dapat terjadi pada sumber air bakunya,
ataupun terjadi pada saat pengaliran air olahan dari pusat pengolahan ke
konsumen. Di beberapa negara yang sedang membangun, termasuk di
Indonesia, sungai, danau, kolam (situ) dan kanal sering digunakan untuk
berbagai kegunaan, misalnya untuk mandi, mencuci pakaian, untuk tempat
pembuangan kotoran (tinja), sehingga badan air menjadi tercemar berat
oleh virus, bakteri patogen serta parasit lainnya.
Disinfeksi adalah memusnahkan mikro-organisme yang dapat
menimbulkan penyakit. Disinfeksi merupakan benteng manusia terhadap
paparan mikro-organisme patogen penyebab penyakit, termasuk di
dalamnya virus, bakteri dan protozoa parasit (Bitton, 1994).
Khlorinasi adalah proses untuk pengaman terhadap mikroorganisme
patogen. Pemusnahan patogen dan parasit dengan cara disinfeksi sangat
membantu dalam penurunan wabah penyakit akibat konsumsi air dan
makanan. Namun demikian pada tahun-tahun belakangan ini ditemukan
bahwa di dalam proses khlorinasi terjadi hasil samping berupa senyawa
halogen organik yang dapat meracuni manusia maupun binatang, sehingga
mendorong untuk menemukan disinfektan yang lebih aman. Ditemukan
pula bahwa beberapa patogen atau parasit telah resistan terhadap
disinfektan.
Sebagai fungsi tambahan selain kegunaannya untuk memusnahkan
patogen, beberapa disinfektan seperti ozon, khlorine dioxide, berfungsi
juga untuk oksidasi zat organik, besi dan mangan serta untuk mengontrol
masalah rasa dan warna dan pertumbuhan alge.

4.10.2 Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Proses Disinfeksi

4.10.2.1 Jenis Disinfektan

139
DRAFT FINAL

Efisiensi disinfektan tergantung pada jenis bahan kmia yang


digunakan, beberapa disinfektan seperti ozon dan khlorine dioksida
merupakan oksidator yang kuat dibandingkan dengan yang lainnya seperti
khlorine.

4.10.2.2 Jenis Mikroorganisme

Di alam terdapat banyak sekali variasi mikroba patogen yang


resisten terhadap disinfektan. Bakteri pembentuk spora umumnya lebih
resistan terhadap disinfektan dibandingkan bakteri vegetatif. Terdapat juga
variasi dari bakteri vegetatif yang resisten terhadap disinfektan dan juga
diantara strain yang termasuk dalam spesies yang sama. Sebagai contoh
Legionella pneumophila lebih resisten terhadap khlorine dibandingkan
E.coli. Secara umum resistensi terhadap disinfeksi berurutan sebagai
berikut : bakteri vegetatif < virus enteric < bakteri pembentuk spora spore-
forming bacteria) < kista protozoa.

4.10.2.3 Konsentrasi Disinfektan Dan Waktu Kontak

Inaktivasi mikroorganisme patogen oleh senyawa disinfektan


bertambah sesuai dengan waktu kontak, dan idealnya mengikuti kinetika
reaksi orde satu. Inaktivasi terhadap waktu mengikuti garis lurus apabila
data diplot pada kertas log-log.
-kt
Nt/No = e

No = Jumlah mikro-organisme pada waktu 0.


Nt = Jumlah mikro-organisme pada waktu t.
-1
k = decay constant atau konstanta pemusnahan (waktu ) .
t = waktu.

Namun demikian data inaktivasi di lapangan menunjukkan deviasi


dari kinetik orde satu seperti terlihat pada Gambar 55 (Hoff dan Akin,
1986). Kurva C pada Gambar 1 menunjukkan deviasi dari kinetika orde
satu. Bagian ujung kurva merupakan akibat adanya subpopulasi dari
populasi heterogen mikro-organisme yang resistan terhadap disinfektan.
Kurva A menunjukkan populasi mikroorganisme homogen yang sensitif

140
DRAFT FINAL

terhadap disinfektan, Sedangkan kurva B menujukkan populasi


mikroorganisme homogen yang agak resistan terhadap disinfektan.

Gambar 55 : Kurva Inaktivasi Mikroorganisme Di Dalam Proses Disinfeksi.

Efektifitas disinfektan dapat digambarkan sebagai C.t. C adalah konsentrasi


disinfektan dan t adalah waktu yang diperlukan untuk proses inaktivasi
sejumlah persentasi tertentu dari populasi pada kondisi tertentu (pH dan
suhu). Hubungan antara konsentrasi disinfektan dengan waktu kontak
diberikan oleh hukum Watson sebagai berikut (Clark, 1989) :
n
K=C t
Dimana :

K = Konstanta mikro-organisme tertentu yangterpapar disinfektan


pada kondisi tertentu.
C = Konsentrasi disinfektan (mg/l).
t = Waktu yang diperlukan untuk memusnahkanpersentasi
tertentu dari populasi (menit)
n = Konstanta yang disebut koefisien pelarutan.

Apabila t diplot terhadap C pada kertas logaritma ganda (log-log), n


adalah slope atau kemiringan dari garis lurus. Nilai n menunjukkan
pentingnya konsentrasi disinfektan atau waktu kontak dalam proses

141
DRAFT FINAL

inaktivasi mikro-organisme. Apabila n < 1, porses disinfeksi lebih


dipengaruhi oleh waktu kontak dibandingkan dengan konsentrasi
disinfektan. Apabila n > 1, jumlah disinfektan merupakan faktor dominan
yang mengontrol proses disinfeksi, namun demikian nilai n umumnya
mendekati 1.
Penentuan nilai Ct dapat melibatkan temperatur dan pH dari
medium suspensi. Sebagai contoh persamaan dikembangkan untuk
mengetahui inaktivasi kista dari Giardia Lamblia pada proses pengolahan
dengan disinfektan khlor (Clark,1989 ; Hibler, 1987).
0,1758 2,7519 -0,1467
C.t = 0,9847 C pH T

Dimana :
C = Konsentrasi khlor (C < 4,23 mg/l).
t = waktu untuk inaktivasi 99,99 % kista.
pH = pH (antara 6 dan 8).
o
T = temperatur (antara 0,5 dan 5,0 C).

Nilai Ct untuk mikro-organisme patogen dapat dilihat pada Tabel 16.


Tingkat ketahanan terhadap khlorin sebagai berikut kista protozoa > virus >
bakteri vegetatif.

Tabel 16 : Harga Ct Untuk Inaktivasi Mikroba Dengan Disinfektan Khlor


0
(Pada suhu 5 C dan pH = 6,0).

Mikroorganisme Konsentrasi khlor Waktu Inaktivasi Ct


(mg/l) (menit)
E. coli 0,1 0,4 0,04
Polivirus 1 1,0 1,7 1,7
E. histolytica Cyst 5,0 18 90
Giardia Lamblia 1,0 50 50
cyst 2,0 40 80
2,5 100 250
Giardia Muris cyst 2,5 100 250

Sumber : Hoof dan Akin (1986) didalam Biton (1994).

142
DRAFT FINAL

Cara lain untuk menggambarkan efektifitas disinfektan tertentu adalah


dengan mengetahui koefisien kematian (lethality coefficient), dan
persamaannya ditunjukkan sebagai berikut (Moris, 1975) :

= 4,6 / Ct99
dimana :

4,6 = natural log of 100.


C = konsentrasi sisa disinfektan (mg/l).
t99 = waktu kontak sampai inaktivasi 99 % mikro-organisme.

Nilai untuk menghancurkan 99 % mikro-organisme dengan ozon dalam


o
waktu 10 menit pada temperatur 10 15 C bervariasi dari 5 untuk
Entamoeba histolytica hingga 500 untuk E. Coli (Chang, 1982).

4.10.2.4 Pengaruh pH

Dalam hal disinfeksi dengan senyawa khlor, pH akan mengontrol


-
jumlah HOCl (asam hypochlorit) dan OCl (hypokhlorit) dalam larutan. HOCl
-
80 kali lebih efektif dari pada OCl untuk E.Coli. Di dalam proses disinfeksi
dengan khlor, harga Ct meningkat sejalan dengan kenaikan pH, Sebaliknya
inaktivasi bakteria, virus dan kista protozoa umumnya lebih efektif pada pH
tinggi. Pengaruh pH pada inaktivasi mikroba dengan khloramin tidak
diketahui secara pasti karena adanya hasil yang bertentangan. Pengaruh
pH pada inaktivasi patogen dengan ozon juga belum banyak diketahui
secara pasti.

4. 10. 2.5 Temperatur

Inaktivasi patogen dan parasit meningkat sejalan dengan


meningkatnya temperatur (sebagai contoh Ct menurun).

4.10.2.6 Pengaruh Kimia Dan Fisika Pada Disinfeksi

143
DRAFT FINAL

Beberapa senyawa kimia yang dapat mempengaruhi proses


disinfeksi antara lain adalah senyawa nitrogen anorganik maupun organik,
besi, mangan dan hidrogen sulfida. Senyawa organik terlarut juga
menambah kebutuhan khlor dan keberadaannya menyebabkan penurunan
efisiensi proses disinfeksi.
Kekeruhan dalam air disebabkan adanya senyawa anorganik (misal
lumpur, tanah liat, oksida besi) dan zat organik serta sel-sel mikroba.
Kekeruhan diukur dengan adanya pantulan cahaya (light scattering) oleh
partikel dalam air. Hal ini dapat menggangu pengamatan coliform dalam
air, disamping itu kekeruhan dapat menurunkan efisiensi khlor maupun
senyawa disinfektan yang lain.
Kekeruhan (turbidity) harus dihilangkan karena mikroorganisme
yang bergabung partikel yang ada di dalam air akan lebih resistan terhadap
disinfektan dibandingkan dengan mikroorganisme yang bebas. Gabungan
Total Organic Carbon (TOC) dengan kekeruhan akan menaikkan kebutuhan
khlor. Mikroorganisme jika bergabung dengan zat kotoran manusia,
sampah dan padatan air buangan akan tahan terhadap disinfektan.
Penemuan ini penting untuk masyarakat yang mengolah air hanya dengan
khlorinasi.
Efek proteksi dari partikel di dalam air terhadap ketahanan
mikroorganisme di dalam proses disinfeksi tergantung pada ukuran dan
sifat alami dari partikel tersebut. Sel yang bergabung dengan poliovirus
lebih tahan terhadap inaktivasi khlor, sedangkan bentonite dan aluminium
phosphat bila bergabung dengan virus tidak memberikan efek proteksi
seperti tersebut di atas. Virus dan bakteri yang bergabung dengan
bentonite tidak tahan terhadap inaktivasi ozon. Studi di lapangan
menunjukkan virus yang bergabung dengan padatan lebih tahan terhadap
khlor dari pada keadaan bebas. Menurunkan kekeruhan ke tingkat lebih
kecil dari 0,1 NTU dapat menjadi ukuran untuk menghindari efek proteksi
dari partikel pada saat proses disinfeksi.

4.10.2.7 Faktor Lain

Beberapa studi menunjukkan bahwa patogen dan indikator bateri


yang ditumbuhkan di laboratorium lebih sensitif terhadap disinfektan dari
pada yang berada di alam. Flavobacterium yang berada di alam 200 kali
lebih tahan terhadap khlor dari pada yang dibiakkan di laboratorium.
Klebsiella pneumoniae lebih tahan terhadap khloramin apabila tumbuh

144
DRAFT FINAL

pada kondisi nutrient rendah. Penambahan ketahanan terhadap khloramin


disebabkan oleh beberapa faktor physiological, misal penambahan
pengelompokan sel dan produksi extracellular polymer, perubahan
membran lipid, dan pengurangan oksidasi kelompok sulfhydryl. Kekebalan
yang terjadi pada strain bakteri alami karena keterbatasan makanan dan
zat perusak seperti disinfektan, mungkin pula disebabkan oleh synthesis
dari protein tertekan, namun prosesnya tidak dapat dimengerti.
Fenomenanya masih menjadi tanda tanya karena tidak bergunanya data
diinfeksi di laboratorium untuk mengamati inaktivasi patogen pada
keadaan di lapangan.
Paparan pertama dapat menambah ketahanan mikroba terhadap
disinfektan. Paparan pengulangan mikro-organisme pada khlor
menghasilkan adanya bakteri dan virus tertentu yang tahan terhadap
disinfektan. Penggumpalan/penggabungan mikroorganisme patogen
umumnya mengurangi efisiensi disinfektan. Sel bakterial, partikel viral dan
kista protozoa di dalam gumpalan sangat terlindung dari aksi disinfektan
(Chen, 1985).

4.10.3 Disinfeksi Dengan Senyawa Khlor (Khlorine)

Gas khlor (Cl2) bila dimasukkan ke dalam air akan terhidrolisa,


seperti persamaan berikut :

+ -
Cl2 + H2O HOCl + H + Cl
Gas asam
Khlor hipokhlorit

Asam hipokhlorit berdisosiasi dalam air, seperti persamaan berikut :

+ -
HOCl H + OCl
Asam ion
hipokhlorit hypokhlorit

-
Perbandingan HOCl dan OCl tergantung pada pH air. Khlor sebagai
-
HOCl atau OCl disebut sebagai khlorin bebas yang tersedia (free available
chlorine). Dissosiasi asam hipokhlorit (HOCl) akan berkurang pada pH
rendah (suasana asam). Pada pH 5 atau lebih kecil sisa khlor akan berupa

145
DRAFT FINAL

HOCl, pada pH 7,5 sekitar 50 % sisa khlor berupa HOCl dan pada pH 9
-
sebagian besar sisa khlor berupa OCl .
HOCl bergabung dengan amonia dan senyawa organik nitrogen
membentuk khloramin, yang dapat bergabung dengan khlorin yang
tersedia.

4.10.3.1 Inaktivasi Mikroorganisme Dengan Khlor


-
Dari ketiga senyawa khlor (HOCl, OCl dan NH2Cl), asam hipokhlorit
merupakan senyawa yang paling efektif untuk menginaktivasi
mikroorganisme dalam air. Keberadaan zat yang mengganggu akan
mengurangi efektifitas khlor, sehingga diperlukan konsentrasi khlor yang
tinggi (2040 ppm) untuk mengurangi virus.
Khlor terutama HOCl, umumnya sangat efektif untuk inaktivasi
patogen dan bakteri indikator. Pengolahan air dengan pemberian khlor
1mg/l dengan waktu kontak kurang dengan waktu 30 menit umumnya
efektif untuk mengurangi bakteri dalam jumlah yang cukup besar.
Campylobacter jejuni menunjukkan lebih dari 99% dapat diaktivasi dengan
dosis 0,1 mg/l khlorin bebas (waktu kontak 5 menit). Virus enteric
walaupun sangat bervariasi dalam hal ketahanan terhadap khlor, namun
umumnya patogen ini lebih tahan dari pada bakteri vegetatif. Hal ini
menjelaskan mengapa virus sering terdeteksi pada efluen pengolahan
kedua (secondary treatment). Khloramin lebih tidak efisien dibandingkan
sisa khlor bebas pada proses inaktivasi virus. Kista protozoa (misal Giardia
Lamblia, Entamoeba histolytica, Naegleria gruberi) lebih tahan terhadap
khlor dari pada bakteria dan virus. Dengan adanya HOCl pada pH = 6, Ct
untuk E.Coli adalah 0,04 dibandingkan Ct 1,05 untuk poliovirus tipe I dan Ct
80 untuk G.lamblia. (Bitton, 1994).
Cryptosporidium sangat tahan terhadap disinfektan. Khlor atau
monokhloramin diperlukan konsentrasi 80 mg/l untuk meng-inaktivasi 90
% dengan waktu kontak 90 menit. Parasit ini tidak inaktivasi secara
sempurna dengan larutan 3 % sodium hypokhlorit dan oocysts dapat
bertahan hingga 3 sampai 4 bulan dalam larutan 2,5 % potasium
dichromat. Parasit ini sangat tahan terhadap disinfektan pada pengolahan
air minum, maupun air limbah.

146
DRAFT FINAL

Di dalam proses pengolahan air minum sisa khlor di dalam air


olahan yang sampai ke konsumen dipertahankan minimal 0,1 mg/l.
(JWWA,1978)

4.10.3.2 Khloraminasi

Khloraminasi adalah disinfeksi air dengan khloramin. The Denver


Water Departemen telah berhasil menerapkan khloraminasi pada
pengolahan air selama 70 tahun. Khloramin tidak bereaksi dengan senyawa
organik untuk membentuk THM. Walaupun kurang efektif dibandingkan
dengan khlor bebas, namun lebih efektif dalam hal pengontrolan biofilm
mikroorganisme karena zat ini kurang berinteraksi dengan polisacharida.
Disarankan untuk memakai khlor bebas sebagai disinfektan utama
kemudian untuk menjaga sisa disinfektan pada sistem distribusi ditambah
monokhloramin untuk mengontrol biofilm.
Dalam larutan, HOCl beraksi dengan amonia dan membentuk
khloramin anorganik, seperti persamaan berikut :

NH3 + HOCl NH2Cl + H2O


Monokhloramin

NH2Cl + HOCl NHCl2 + H2O


Dikhloramin

NHCl2 + HOCl NCl3 + H2O


Trikhloramin

Perbandingan ketiga bentuk khloramin itu sangat tergantung pada


pH air. Monokhloramin lebih dominan pada pH > 8,5. Monokhloramin dan
Dikhloramin keduanya ada pada pH antara 4,5 dan 8,5 dan Trikhloramin
terbentuk pada pada pH < 4,5. Monokhloramin merupakan zat yang
dominan yang terbentuk pada suasana pH yang ada dalam proses
pengolahan air dan air buangan (pH = 6 9). Di dalam proses pengolahan
air minum diharapkan hanya terbentuk monokhloramin, karena
dikhloramin dan trikhloramin menimbulkan rasa yang kurang enak pada
air .

147
DRAFT FINAL

Percampuran khlor dan amonia menghasilkan kurva antara dosis


khlor dengan residual khlor seperti terlihat pada Gambar 56. Dosis khlorin
1 mg/l menghasilkan residu khlorin 1 mg/l. Namun apabila terdapat
amonia di dalam air, residu khlorin mencapai puncak (pembentukan
terutama monokhloramin, pada perbandingan khlorin dengan amonia-N
antara 4:1 dan 6:1) kemudian menurun hingga minimum yang disebut
breakpoint. Breakpoint saat khloramin dioksidasi menjadi gas nitrogen,
terjadi apabila perbandingan khlorin dengan amonia-N antara 7,5 : 1 dan
11 : 1.

2NH3 + 3HOCl N2 + 3H2O + 3HCl

Penambahan khlorin diluar breakpoint menjamin adanya residual khlor


bebas.

Gambar 56 : Kurva Kebutuhan Dosis Untuk Reaksi Khlorin Dengan Amonia.

4.10.4 Disinfeksi Dengan Khlor Dioksida

4.10.4.1 Proses Kimia Khlor Dioksida

Khlor dioksida tidak membentuk trihalomethan (THM), juga tidak


beraksi dengan amonia untuk menjadi Khloramin. Oleh karena itu zat ini

148
DRAFT FINAL

banyak digunakan sebagai disinfektan pada pengolahan air minum. Oleh


karena tidak dapat disimpan dalam keadaan tertekan dalam tanki, maka
khlorin dioksida harus diproduksi di tempat. Khlor dioksida (ClO2)
dihasilkan dari reaksi gas khlor dengan sodium khlorit sesuai dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :

2 NaClO2 + Cl2 2 ClO2 + 2 NaCl

atau dapat juga dihasilkan dari reaksi antaraasam khlorida (HCl) dengas
sodium atau natrium khlorit dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

4 HCl + 5 NaClO2 5 ClO2 + 5 NaClO2 + 2 H2O

ClO2 tidak terhidrolisa dalam air namun berada sebagai gas terlarut. Dalam
larutan alkali, zat ini membentuk khlorit dan khlorat :

- - -
2 ClO2 + OH ClO2 + ClO3 + H2O

Pada pengolahan air, khlorit paling banyak terbentuk. Untuk


mengurangi pembentukan THM, ClO2 digunakan sebagai preoksidan dan
disinfektan utama kemudian diikuti dengan penambahan khlor untuk
menjaga residual khlor.

4.10.4.2 Pengaruh Khlor Dioksida Pada Mikroorganisme

Khlor dioksida cepat bereaksi dan efektif sebagai disinfektan


mikroba, sama bahkan lebih dari kemampuan khlorin dalam inaktivasi
bakteri dan virus pada proses pengolahan air dan air buangan. Efektif pula
dalam perusakan kista patogen protozoa seperti Naegleria gruberi.
Efisiensi virucidal khlor dioksida meningkat sejalan dengan meningkatnya
pH dari 4,5 sampai 9. Inaktivasi bacteriophage f2 juga tinggi pada pH 9,0
dari pada pada pH 5,0. (Noss and Olivieri, 1985).

4.10.4.3 Cara Kerja Khlor Dioksida

149
DRAFT FINAL

Cara kerja utama khlorin dioksida melibatkan perusakan sintesis


protein dalam sel bakteri. Diketahui juga perusakan bagian luar membran
dari bakteri gram-negatif. Penelitian mekanisme inaktivasi virus oleh
khlorin dioksida memperlihatkan hasil yang kontradiksi. Perlakuan dengan
bacterial phage f2 menunjukkan bahwa pelapis protein adalah sasaran
utama. Kehilangan pelekatan phage ini pada sel host paralel dengan
inaktivasi virus. Khususnya pengurangan residu tyrosine dalam pelapis
protein merupakan kerja yang utama khlor dioksida dalam f2 phage.
Perusakan pelapis protein viral terjadi pada virus lain seperti poliovirus.
Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa kerja utama khlorin dioksida
adalah viral genome.

4.10.5 Disinfeksi Dengan Ozon

4.10.5.1 Senyawa Ozon

Ozon merupakan senyawa yang mampu membunuh bakteri dan


mempunyai daya oksidasi yang kuat. Sejak beberapa dekade terakhir
beberapa negara di Eropa telah memanfaatkan ozon untuk mengolah air
minum, demikian pula Amerika dan bahkan Jepang.
Ozon pertama kali diperkenalkan sebagai zat pengoksidasi kuat untuk
menghilangkan rasa, bau dan warna. Pengolahan air pertama
menggunakan ozon pada tahun 1906 di Bon Voyage Water Treatment
Palnt, Nice, Perancis. (Bitton,1994). Oksidator ini sekarang digunakan
sebagai disinfektan utama untuk membunuh atau menginaktivasi
mikroorganisme patogen dan untuk mengoksidasi zat besi dan mangan,
senyawa penyebab rasa dan bau, warna, zat organik, deterjen, fenol serta
zat organik lain. Sebagai disinfektan, ozon dapat dengan cepat membunuh
virus, bakteri dan jamur serta mikroorganisme lainnya. Perbandingan
potential oksidasi relatif (relative oxidation potentials) ozon dengan
beberapa senyawa disinfektan lainnya dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 : Potential Oksidasi Relatif (Relative Oxidation Potentials)


Beberapa Senyawa Disinfektan

Senyawa Disinfektan Potensial Oksidasi Potensial Oksidasi

150
DRAFT FINAL

( Volt) Relatif *
Fluorine 3,06 2,25
Radikal Hidroksil 2,80 2,05
Atom Oksigen 2,42 1,78
Ozon 2,07 1,52
Hidrogen Peroksida 1,77 1,30
Radikal Perhidroksil 1,70 1,25
Asam Hipokhlorida 1,49 1,10
Khlorine 1,36 1.00

* Di dasarkan pada khlorine = 1,00 (Rice, 1989)

Dibandingkan dengan disinfektan konvesional seperti senyawa khlor


(khlorin) atau kaporit yang umun digunakan untuk pengolahan air minum,
ozon mempunyai beberapa kelebihan. Khlorin misalnya, dapat
menimbulkan bau yang tajam (bau kaporit). Selain itu disinfeksi dengan
khlor (khlorin) dapat menimbulkan dampak sampingan dengan
terbentuknya senywa trihalomethan (THMs) yang bersifat karsinogen.
Sedangkan ozon selain tidak menimbulkan bau juga dapat membuat air
menjadi lebih segar. Umumnya pengolahan air dengan ozon digabungkan
dengan proses koagulasi-flokulasi, pengendapan dan penyaringan seperti
pada pengolahan air konvensional atau digabungkan dengan pengolahan
khusus.
Pre-ozonisasi pada proses pengolahan air minum dapat
menurunkan potensi pembentukan THMs dan pencetus partikel koagulasi
pada saat pengolahan air. Pengolahan dengan ozon dapat juga
digabungkan bersama-sama dengan proses adsorpsi dengan karbon aktif.
Di Amerika lebih dari 40 pengolahan air pada saat ini menggunakan ozon
sebagai oksidator, dan sebagian kecil digunakan sebagai disinfektan. Ozon
dapat diterapkan pada beberapa titik pada pengolahan air konvensional.
Efektifitasnya sebagai disinfektan tidak bisa dikontrol oleh pH, dan tidak
bereaksi dengan amonia.
Ditinjau dari biaya konstruksinya maupun biaya operasi dan
pemeliharaan, disinfeksi dengan Ozon lebih mahal dari pada khlorinasi dan
disinfeksi dengan UV. Penggunaan energi merupakan bagian biaya operasi
yang paling mahal. Oleh karena ozon tidak meninggalkan residu pada air,
pengolahan dengan ozon kadangkala dikombinasikan dengan post-

151
DRAFT FINAL

khlorinasi. Ozon merubah senyawa komplek menjadi sederhana, beberapa


senyawa kemungkinan sebagai makanan mikroba pada sistem distribusi
air. Ozone merupakan oksidator yang lebih kuat dibandingkan dengan
khlor.

4.10.5.2 Pembuatan Ozon

Ozon mempunyai rumus kimia O3 dalam bentuk gas yang btidak


stabil dengan kelarutan di dalam air sekitar 20 kali lebih besar bila
dibandingkan dengan kelarutan oksigen. Ozon dapat dihasilkan dengan
beberapa cara yaitu secara elektrolisis, kimiawi, termal atau fotokimia,
serta melalui peluahan muatan listrik (electric dischrage). Untuk skala
besar, cara dengan peluahan listrik inilah yang saat ini banyak digunakan
secara komersial.
Prinsip peluahan muatan listrik adalah dengan melewatkan udara
kering atau oksigen ke sebuah ruang di antara elektoda-elektroda yang
dialiri listrik bolak-balik tegangan tinggi, yaitu sekitar 8.000 sampai 20.000
volt. Peluahan terputus-putus (intermittent discharge) yang berlangsung di
antara dua elektroda akan menyebabkan elektron-elektron bertabrakan
dengan molekul oksigen sehingga terbentuklah senyawa ozon (O3). Secara
sederhana prinsip pembangkit ozon dengan cara peluahan listrik serta
mekanisme pembentukan ozon dapat dilihat pada Gambar 57 dan Gambar
58.

Gambar 57 : Prinsip alat pembangkit ozon dengan cara peluahan listrik.


Sumber : Design Criteria For Waterworks Facilities, JWWA ,1978.

152
DRAFT FINAL

Gambar 58 : Ilustrasi Pembentukan Ozon Dengan Peluahan Listrik Secara


Parsial.
Sumber : Design Criteria For Waterworks Facilities, JWWA,1978.
Reaksi pembentukan ozon secara sederhana dapat diuraikan sebagai
berikut :

O2 + e ------> 2 O + e (1)
O + O2 + M ------> O3 + (M) (2)
O3 + O ------> 2 O2 (3)
O3 + e -------> O + O2 + e (4)

Persamaan reaksi (1) dan (2) adalah reaksi pembentukan ozon, tetapi agar
reaksi (2) berlanjut diperlukan material ketiga M. Material M tersebut
dapat berupa oksigen, nitrogen atau dinding tabung. Di lain pihak jika
reaksi terlus berlanjut maka ozon yang telah terbentuk akan terurai
kembali melalui reaksi (3) dan (4). Dengan kata lain reaksi pembentukan
dan peruraian ozon terjadi bersamaan di antara kedua kutup elektroda.
Pada saat reaksi terjadi pada kesetimbangan terbentuk ozon pada
konsentrasi dengan tertentu. Jika peluahan listriknya diperbesar atau
voltase dinaikan, dan ruang peluahan yang dilaliri udara atau oksigen
diperbesar sehingga waktu tinggal udara atau oksigen di dalam ruang
peluahan menjadi lebih lama maka ozon yang terbentuk menjadi lebih
besar. Tetapi pada saat mencapai konsentrasi yang tertinggi maka ozon
yang terbentuk akan terurai kembali. Pada prakteknya konsentrasi ozon
yang terbentuk berkisar antara 3 -4 % apabila menggunakan udara sebagai

153
DRAFT FINAL

bahan baku. Jika menggunakan bahan baku oksigen murni konsentrasi


ozon yang terbentuk berkisar 6 8 %.
Di dalam prakteknya peralatan pembuat atau pembangkit ozon
dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan bentuknya yaitu tipe plat
dan tipe tabung seperti terlihat pada Gambar --.
Dari kedua tipe tersebut, tipe tabung yang paling banyak digunakan secara
luas. Alat ini mempunyai ruang-ruang peluahan berupa tabung-tabung
dengan dua lapis dinding. Dinding bagian luar dibuat dari baja tahan karat,
sedangkan dinding dalam dibuat dari gelas (kaca) yang berfungsi sebagai
konduktor. Seperti diterangkan di atas, di dalam pembuatan ozon
diperlukan ruang-ruang peluahan listrik. Ruang-Ruang tersebut berfungsi
menerima aliran udara kering atau oksigen murni untuk diubah menjadi
ozon.
Untuk keperluan tersebut dibutuhkan tenaga listrik sebesar 17 20
kWh untuk setiap kg ozon yang terbentuk. Selama berlangsungnya proses
pembentukan ozon, akan dihsilkan panas sehingga diperlukan air
pendingin untuk menjaga agar suhunya tetap atau konstan. Jumlah air
3
pendingin yang diperlukan sekitar 2 5 m untuk 1 kg ozon dan suhu air
o
pendingin harus lebih kecil 30 C.
Ada beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pembuatan ozon yaitu : tekanan parsial oksigen, temperatur operasi,
tegangan listrik yang digunakan, konsentrasi uap air (jika menggunakan
bahan baku udara). Untuk skala besar, Jika udara digunakan sebagai bahan
baku pembuatan ozon, udara tersebut harus diolah lebih dahulu sehingga
menjadi benar-benar kering sebelum dialirkan ke unit pembangkit ozon.
Sistem disinfeksi untuk pengolahan air minum dengan menggunakan ozon
menggunakan bahan baku udara dapat dilihat pada Gambar 59, sedangkan
salah satu contoh unit generator ozon yang terpasang dapat dilihat pada
Gambar 60.

154
DRAFT FINAL

Gambar 59 : Sistem disinfeksi dengan ozon untuk pengolahan air minum.


Sumber : Design Criteria For Waterworks Facilities,
JWWA ,1978.

Untuk skala kecil dan untuk keperluan rumah tangga saat ini telah
banyak dijual dipasaran generator ozon skala kecil misalnya generator
ozon yang banyak digunakan untuk peoses pengolahan air siap minum
(airminum isi ulang). Sistem injeksi ozon skala kecil yang banyak digunakan
dapat lihat seperti pada Gambar 61, sedangkan salah satu contoh aplikasi
penggunaan disinfeksi ozon untuk pengolahan air skala kecil dapat dilihat
seperti pada Gambar 62.

155
DRAFT FINAL

Gambar 60 : Salah Satu Contoh Generator Ozon Untuk Pengolahan Air


Minum.

Gambar 61 : Sistem Injeksi Ozon Untuk Pengaolahan Air Minum Skala Kecil.

156
DRAFT FINAL

Gambar 62 : Salah Satu Contoh Aplikasi Penggunaan Disinfeksi Ozon Untuk


Pengolahan Air Skala Kecil.

4.10.6 Disinfeksi Dengan Sinar Ultraviolet

Disinfeksi dengan ultraviolet pertama dilakukan pada permulaan


abad ini, namun terabaikan karena khlorinasi lebih disukai. Namun akhir-
akhir ini populer kembali karena ditemukan teknologi yang lebih baik.
Sistem UV menggunakan lampu merkuri tekanan rendah yang
tertutup dalam tabung quartz. Tabung dicelupkan dalam air yang mengalir
dalam tanki sehingga tersinari oleh radiasi UV dengan panjang gelombang
sebesar 2.537 A yang bersifat germmicidal. Namun transmisi UV dengan
quartz berkurang sejalan dengan penggunaan yang terus menerus. Oleh
karena itu lampu quartz harus dibersihkan secara teratur dengan cara
pembersihan mekanik, kimiawi dan ultrasonic. Diusulkan bahan teflon
sebagai pengganti quartz, namun transmisi radiasi UV nya rendah
dibandingkan quartz.

4.10.6.1 Mekanisme Perusakan Oleh UV

157
DRAFT FINAL

Penelitian terhadap virus menunjukkan bahwa pada awalnya UV


merusak viral genome, selanjutnya merusak struktural pelindung virus.
Radiasi UV merusak DNA mikroba pada panjang gelombang hampir
260 nm. Menyebabkan dimerisasi thymine, yang menghalangi replikasi
DNA dan efektif menginaktivasi mikroorganisme.

4.10.6.2 Inaktivasi Patogen Oleh Radiasi UV

Inaktivasi mikroba sebanding dengan dosis UV, yang memakai


satuan microwat per detik per centimeter kuadrat. Inaktivasi
mikroorganisme oleh radiasi UV dapat ditampilkan dengan persamaan
berikut :
-KPdt
N/No = e

No = jumlah awal mikroorganisme (#/ml)


N = Jumlah mikroorganisme yang selamat (#/ml)
2
K = konstanta laju inaktivasi (W.s/cm )
Pd = intensitas sinar UV mencapai organisme
t = waktu paparan dalam detik

Persamaan diatas menggunakan beberapa asumsi, salah satunya


adalah logaritma dari fraksi selamat terhadap waktu adalah linear. Namun
sampel natural menunjukkan kinetik inaktivasi tidak linear terhadap waktu,
yang kemungkinan disebabkan ketahanan.organisme diantara populasi
alam lainnya.
Efisiensi disinfeksi dengan UV tergantung pada jenis
mikroorganisme. Secara umum ketahanan mikroorganisme terhadap UV
mengikuti pola yang sama dengan disinfektan kimia, seperti berikut
(gambar 6.16): kista protozoa > spora bakteri > virus > bakteri vegetatif,
kecenderungan ini didukung oleh Tabel 6.4 yang memperlihatkan dosis UV
2
(W-s/cm ) untuk inaktivasi mikroorganisme 90 %. Virus seperti hepatitis
2
A, membutuhkan dosis UV sebesar 2.700 W-s/cm untuk memperoleh
tiga-log pengurangan.

158
DRAFT FINAL

4.10.6.3 Variabel Yang Mempengaruhi Kerja UV

Beberapa variable (seperti partikel tersuspensi, COD, warna) dalam


efluent air limbah dapat mempengaruhi transmisi UV dalam air dang
akhirnya mempengaruhi kebutuhan untuk disinfeksi. Beberapa senyawa
organik (seperti zat humus, senyawa phenol, lignin sulfonat dari industri
pulp dan kertas, besi feri) dapat juga mempengaruhi transmisi UV dalam
air.
Bakteri indikator sebagian terlindungi dari radiasi UV apabila
bersatu dengan partikel. padatan tersuspensi. Padatan tersuspensi hanya
melindungi sebagian mikroorganisme dari efek bahaya radiasi UV. Hal ini
disebabkan partikel suspensi dalam air dan air buangan hanya
mengabsorbsi sebagian dari sinar UV. Padatan mengabsorbsi 75% cahaya,
dan sisa 25% dipantulkan. Umumnya mineral tanah liat tidak terlalu
banyak melindungi mikroorganisme karena zat ini banyak memantulkan
cahaya UV. Efek perlindungan tergantung pada nilai spesifik absorbsi dan
pantulan radiasi UV, dan nilai ini menurun dengan meningkatnya
pemantulan cahaya. Oleh sebab itu flokulasi yang diikuti dengan
penyaringan efluent melalui pasir atau unggun antrasit untuk
menghilangkan zat-zat yang mengganggu akan memperbaiki efisiensi
disinfeksi UV.
Fotoreaktivasi dapat terjadi pada mikroba yang telah terpapar UV
oleh gelombang cahaya tampak (visible) antara 300 nm dan 500 nm.
Potensi perbaikan oleh irradiasi UV pada bakteri yang rusak akibat
paparan UV telah dibuktikan. DNA yang rusak dapat juga diperbaiki dalam
ruang gelap oleh sistem perbaikan sel. Segmen DNA yang rusak oleh UV
hilang dan diganti dengan hasil sintesa segmen yang baru. Fotoreaktivasi
telah dikaji pada skala penuh pengolahan air buangan yang menggunakan
disinfeksi UV. Walaupun total dan fecal coliform mengalami fotoreaktivasi,
namun fecal streptococci tidak mengalami. Gambar 6.18 menunjukkan
meningkatnya E.coli yang selamat akibat fotoreaktivasi setelah iradiasi UV.
Legionella pneumophila yang diperlakukan dengan iradiasi UV mengalami
fotoreaktivasi setelah terpapar cahaya visible (cahaya matahari tidak
langsung). Oleh karena itu air yang telah diolah dengan UV tidak boleh
terpapar oleh cahaya visible selama penyimpanan.

159
DRAFT FINAL

4.10.6.4 Disinfeksi UV Untuk Air Minum

Disinfektan ini efisient untuk menghilangkan virus yang merupakan


substnsi utama penyebar penyakit air dari sumber air tanah. Di rumah sakit
khlorin ditambahkan untuk menjaga residu setelah dilakukan iradiasi UV.
2
Dengan dosis 30.000 W-s/cm , UV mengurangi Legionella
pneumophila sampai 4-5 log dalam 20 menit pada sistem distribusi air di
rumah sakit. Walaupun dosis ini tidak efektif untuk mengaktivasi kista
2
Giardia lamblia, yang membutuhkan dosis 63.000 W-s/cm untuk
pengurangan 1-log, nilai ini jauh lebih besar dari minimum dosis yang
2
dikeluarkan oleh U.S Public Health Service yaitu 16.000 W-s/cm .
Beberapa keuntungan disinfeksi air atau air limbah dengan iradiasi
UV antara lain :

Efisien untuk menginaktivasi bakteri dan virus pada air minum


(diperlukan dosis yang lebih tinggi untuk kista protozoa).
Tidak menimbulkan hasil samping senyawa karcinogen atau hasil
samping yang bersifat racun.
Tidak menimbulkan masalah rasa atau bau.
Tidak diperlukan penyimpanan dan penanganan bahan kimia beracun.
Unit UV hanya memerlukan ruang yang kecil.

Beberapa kerugian disinfeksi dengan UV antara lain adalah :

Tidak ada residu disinfektan pada air yang telah diolah (oleh karena itu
diperlukan penambahan khlorin atau ozon setelah proses UV)
Relatif sulit menentukan dosis UV.
Pembentukan biofilm pada permukaan lampu.
Masalah dalam hal pemeliharaan dan pembersihan lampu UV.
Masih ada potensi terjadi fotoreaktivasi pada mikroba patogen yang
telah diproses dengan UV.

160
DRAFT FINAL

BAB 5
PERENCANAAN SISTEM PLAMBING
5. 1 Sistem Penyediaan Air Bersih

5.1.1 Persyaratan Sistem Pelayanan Air Bersih

Sistem Pelayanan Air Bersih di Rumah Sakit harus memenuhi


persyaratan sebagai berikut :

Volume persediaan air harus mencukupi untuk kebutuhan


pemakaian selama 2 (dua) hari.
Sistem distribusi air harus handal, senantiasa mampu melayani
kebutuhan air untuk setiap area secara terus menerus dengan tidak
memungkinkan akan terjadinya gangguan aliran.
Setelah pelaksanaan instalasi harus dibuat gambar instalasi sesuai
dengan keadaan terpasang (as built drawing) yang
didokumentasikan untuk keperluan pemeliharaan.

Pada saat ini sistem penyediaan air bersih yang banyak digunakan
dapat dikelompokkan sebagai berikut yakni :
Sistem sambungan langsung.
Sistem tangki atap.
Sistem tangki tekan.
Sistem tanpa tangki (booster system).

5.1.1.1 Sistem Sambungan Langsung

Di dalam sistem ini pipa distribusi di dalam gedung dilingkungan


rumah sakit disambung langsung dengan pipa utama penyediaan air
bersih dari perusahaan air minum (PAM). Sistem penyambungan pipa air
bersih dari PAM dapat dilihat pada Gambar 63. Katup atau kran penutup
dapat diletakkan di bawah jalan atau di dalam persil.
Karena kurangnya tekanan dalam pipa utama dan dibatasinya
ukuran pipa cabang dari pipa utama tersebut, maka sistem ini umumnya
digunakan untuk penyediaan gedung gedung kecil dan rendah. Ukuran

161
DRAFT FINAL

pipa cabang biasanya diatur atau ditetapkan oleh Perusahaan Air Minum.
Pipa pemanas biasanya tidak disambung langsung ke pipa distribusi karena
tekanan air rendah, dan tidak disarankan untuk memenggunakan katup
gelontor (flush valve).

Gambar 63 : Sistem Sambungan Langsung.

5.1.1.2 Sistem Tangki Atap

Apabila sistem sambungan langsung tidak memungkinkan karena


beberapa alasan tertentu, maka dapat dilakukan dengan sistem tangki
atap. Di dalam sistem ini air bersih dari jaringan PAM ditampung di dalam
tangki bawah (ground tank) yang diletakkan atau dipasang di lantai
terendah bangunan atau di bawah permukaan tanah, kemudian
dipompakan ke tangki atap yang biasanya dipasang di atas atap atau di
atas lantai tertinggi bangunan. Diagram penyediaan air bersih dengan
sistem tangki atap dapat dilihat pada Gambar 64.
Sistem tangki atap banyak digunkan dengan pertimbangan
beberapa hal antara lain :
Selama air digunakan, perubahan tekanan yang terjadi pada alat
plambing hampir tidak berarti. Perubahan tekanan hanya
diakibatkan oleh perubahan level air didalam tangki atap.

162
DRAFT FINAL

Sistem pompa yang menaikan air ke tangki atap dapat berjalan


secara otomatik dengan sistem kontrol yang sangat sederhana (level
control).
Perawatan tangki atap sagat sederhana jika dibangdingkan dengan
sistem tangki tekan.

Gambar 64 : Penyediaan Air Bersih Dengan Sistem Tangki Atap.

Pada setiap tangki bawah dan tangki atap sebaiknya dipasang alarm
yang memberikan tanda suara apabila muka air rendah atau muka air
tinggi (penuh). Tanda suara (alarm) biasanya dipasang diruang kontrol atau
ruang pengawas bangunan.

163
DRAFT FINAL

Untuk rumah sakit yang cukup besar sebaiknya disediakan pompa


cadangan untuk menaikkan air ke tangki atas, yang operasinya dapat
dilakukan secara bergantian.
Apabila tekanan air di dalam pipa utama cukup besar, air dapat
langsung dialirkan ke tangki atap tanpa disimpan di dalam tangki bawah.
Dalam keadaan demikian ketinggian lantai paling atas yang dapat dilayani
akan tergantung kepada besarnya tekanan air di dalam pipa utama.
Beberpa hak penting di dala sistem tangki atap adalah menentukan letak
tangki atap tersebut, apakah dipasang di dalam langit langit, atau di atas
atap atau dengan suatu konstruksi menara yang khusus. Penentuan ini
harus didasarkan atas jenis alat plumbing yang dipasang pada lantai yang
tertinggi bangunan dan alat plambing yang memerlukan tekanan kerja
yang tinggi.

5.1.1.3 Sistem Tangki Tekan

Seperti halnya dengan sistem tangki atap, sistem tangki tekan


digunakan apabila sistem sambungan langsung tidak memungkinkan untuk
dilakukan karena beberapa alasan tertentu. Prinsip kerja sistem ini adalah
sebagai berikut : air yang telag di tampung di dalam tangki bawah
dipompakan kedalam suatu tangki atau bejana tertutup sehingga udara di
dalam tangki tersebut terkompresi atau tertekan. Air dari tangki tersebut
selanjutnya dialirkan ke dalam sistem distribusi bangunan. Pompa bekerja
secara otomatik yang diatur atau dikontrol oleh detektor tekanan yang
menutup atau membuka saklar motor listrik penggerak pompa. Pompa
berhenti bekerja apabila tekanan di dalam tangki mencapai batas
maksimum yang telah ditetapkan, dan pompa akan bekerja kembali jika
tekanan di dalam tangki mencapai batas minimum yang telah ditetapkan
pula. Daerah fluktuasi tekanan biasanya ditetapkan antara 1,0 1,5
2
kg/cm . daerah fluktuasi yang makin lebar biasanya baik untuk pompa
karena memberikan waktu yang lebih lama untuk berhenti, tetapi
seringkali menimbulkan efek yang negatif terhadap peralatan plambing.
Di dalam sistem tangki tekan, udara yang terkompresi akan
menekan air ke dalam sistem distribusi dan setelah berulang kali
mengembang dan terkompresi udara akan berkurang karena larut di dalam
air atau terbawa air keluar tangki. Sistem tangki tekan biasanya dirancang
sedemikan agar volume udara tidak lebih dari 30 % terhadap volume

164
DRAFT FINAL

tangki, dan 70 % volume tangki berisi air. Jika mula mula seluruh tangki
berisi udara pada tekanan atmosfir, maka jika fluktuasi tekanan antara 1,0
- 1,5 atmosfir maka sebenarnya volume air yang efektif mengalir hanyalah
sekitar 10 % dari volume tangki. Untuk melayani kebutuhan air yang besar
maka diperlukan tangki tekan dengan volume yang besar. Untuk
mengatasi hal tersebut maka tekanan awal udara di dalam tangki dibuat
lebih besar dari tekanan atmosfir dengan cara memasukkan udara kempa
ke dalam tangli dengan menggunakan kompresor. Diagram sistem tangki
tekan secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 65.

Gambar 65 : Diagram Instalasi Sistem Tangki Tekan.

Beberapa kelebihan sistem tangki tekan antara lain :


Lebih menguntungkan darisegi estetika karena tidak terlalu menyolok
dibandingkan dengan tangki atap.
Perawatannya mudah karena dapat dipasang di dalam ruang mesin
bersama dengan mesin pompa.
Harga atau biaya konstruksi lebih murah dibandingkan dengan tangki
yang harus dipasang di atas menara.

165
DRAFT FINAL

Beberapa kekuarangan sistem tangki tekan antara lain :


2
Daerah fluktuasi tekan sebesar 1,0 -1,5 kg/cm sangat besar
dibandingkan dengan sistem tangki atap yang hampir tidak ada
fluktuasi tekanan. Fluktuasi yang besar tersebut dapat menimbulkan
fluktuasi aliran yang besar pada alat plambing, dan jika digunakan
pada alat pemanas gas dapat menghaslkan air dengan temperatur
yang berubah-ubah.
Dengan berkurangnya udara di dalam tangki tekan, maka setiap
beberapa hari sekali harus ditambahkan udara kempa ke dalam tangli
tekan dengan menggunakan kompresor atau dengan cara menguras
seluruh air di dalam tangki tekan.
Sistem tangki tekan dapat dianggap sebagai suatu sistem pengaturan
otomatis pompa penyediaan air saja, dan bukan sebagai sistem
penyimpanan air seperti tangki atap.
Karena jumlah air yang efektif tersimpan di dalam tangki tekan relatif
sedikit, maka pompa akan lebih sering bekerja, sehingga lebih cepat
rusak.

5.1.1.4 Sistem Tanpa Tangki

Di dalam sistem ini tidak menggunakan tangki apapun, tangki


bawah, tangki atap maupun tangki tekan. Air dari saluran pipa utama PAM
dipompakan langsung ke sistem distribusi. Sistem ini di Indonesia
sebenarnya dilarang untuk digunakan.
Ada dua cara yang dapat digunakan yaitu berkaitan dengan kecepatan
puratan pompa secara konstan atau variabel.

a) Sistem Kecepatan Putaran Konstan

Pada prinsipnya sistem ini menerapkan sambungan paralel


beberapa pompa sejenis (identik) yang bekerja pada kecepatan putaran
konstan. Satu unit pompa selalu dalam keadaan bekerja sedangkan pompa
lainnya akan ikut bekerja yang dikontrol secara otomatis oleh suatu alat
yang mendeteksi tekanan atau laju aliran yang keluar dari sistem pompa.

b) Sistem Kecepatan Putaran variabel

166
DRAFT FINAL

Di dalam sistem ini laju aliran air yang dihasilkan oleh pompa diatur
dengan mengubah kecepatan putaran pompa secara otomatis, yang
dikontrol oleh sustu alat yang tekanan atau laju aliran air yang keluar dari
pompa.
Untuk mengatasi gangguan akibat berkurangnya laju aliran air akibat
penurunan tekanan air pada saat beban puncak (pagi atau sore) dapat
dilakukan dengan memasang beberapa pipa paralen di beberapa instalasi
yang dihubungkan dengan pompa penguat (booster pump). Beberapa
kelebihan dan kekurangan sistem tanpa tangki adalah sebagai berikut :
Mengurangi kemungkinan kontaminasi air karena tanpa
menggunakan tangki bawah maupun tangki atap.
Mengurangi kemungkinan terjadinya karat karena kontak antara air
dan udara relatif singkat.
Jika sistem ini digunakan untuk bangunan gedung tinggi akan
mengurangi beban struktur bangunan.
Untuk kompleks banguan perumahan dapat menggantikan menara
air.
Pemakaian daya listrik lebih besar dibandingkan dengan sistem tangki
atap.

5.1.2 Tangki Air Air bersih

Tangki air yang digunakan untuk menyimpan air bersih atau air
minum (tangki bawah tanah, tangki atas atau tangki tekan) harus
dibersihkan secara teratur agar kualitas air tetap terjaga. Untuk memenuhi
kebutuhan dan persediaan air bersih di rumah sakit harus dibuat tangki
penyimpan air bersih yang volumenya mampu menampung air untuk
kebutuhan seluruh pelayanan selama 2 (dua) hari.
Perkiraan atau Estimasi besaran tangki air bawah bersih
berdasarkan keperluan pelayanan adalah sebagai berikut :

A. Bangunan Rumah Sakit

Rawat Inap : 300 lt/hari x jumlah tempat tidur x 2


Rawat Jalan : 50 lt/hari x jumlah rata-rata pasien per hari x 2
Laboratorium : 120 lt/hari x jumlah jenis lab x 2

167
DRAFT FINAL

Hemodialisa : 500 lt/hari x jumlah tempat tidur x 2


Pengunjung : 50 lt/hari x jumlah rata-rata pengunjung per hari x 2
Staf Rumah Sakit: 50 lt/hari x jumlah staf & karyawan x 2
Hydrant (2 jam) : kapasitas pompa USGPM x 3,785 x 60 x 2
Sprinkler (2 jam)
: kapasitas pompa USGPM x 3,785 x 60 x 2
(khusus bangunan 4 lantai)
B. Bangunan Penunjang

Hospice : 300 lt/hari x jumlah penghuni x 2


Asrama : 300 lt/hari x jumlah penghuni x 2
Rumah Dinas : 300 lt/hari x jumlah penghuni x 2
Hydrant (2 jam) : kapasitas pompa USGPM x 3,785 x 60 x 2
Sprinkler (2 jam) : apasitas pompa USGPM x 3,785 x 60 x 2
(khusus bangunan 4 lantai)

Hasil estimasi ini masih dalam satuan liter, dibuat menjadi satuan M3 dan
dilakukan pembulatan keatas, kemudian tentukan ukuran Panjang dan
Lebar dengan ketentuan ukuran Dalam tidak lebih dari 3 Meter.

5.1.2.1 Pemasangan Tangki di dalam Bangunan

1) Pemasangan Tangki Di Lantai bangunan

Beberapa persyaratan pemasangan tangki air bersih di lantai


bangunan yang perlu diperhatikan antara lain :
Dilarang menggunakan lantai, dinding, dan langit langit sebagai
bagian dari tangki atau reservoir air bersih untuk mencegah
pencemaran air melalui bagian bagian bangunan tersebut.
Tangki atau bak air bersih harus tidak merupakan bagian struktur
dari bangunan.
Lokasi bak penampung air bersih harus tidak berdekatan dengan
pembuangan air kotor.
Tangki atau bak air bersih harus tidak terpengaruh oleh sumur
artesis atau genangan air.
Lokasi tangki penampung air bersih tidak boleh di tempat yang
sering dilewati atau didatangi orang, kecuali petugas yang akan
melalukan perawatann dan pembersihan.

168
DRAFT FINAL

Beberapa contoh pemasangan tangki air bersih di dalam bangunan dapat


dilihat pada Gambar 66.

(a)

(b)

(c)

169
DRAFT FINAL

Gambar 66 : Pemasangan Tangki Air Bersih Yang Umum Digunakan.

Gambar 66.a adalah pemasangan tangki air bersih yang sering dilakukan.
Gambar 66.b adalah contoh dimana suatu bangunan tidak mempunyai
ruang bawah tanah. Gambar 66.c menunjukakn tangki air bersih dipasang
di lantai bawah dengan menyingkirkan sebagian pelat lantai yang
bersangkutan. Kalau dilantai ini ada bak penampungan air kotor atau air
limbah, jarak antara tangki air bersih dengan tangki air kotor tidak boleh
kurang dari 5 meter.

2) Ruang Bebas Untuk Pemeriksaan Tangki

Di dalam pemasangan tangki air bersih diperlukan ruang bebas yang


cukup di sekeliling tangki untuk keperluan pemeriksaan dan
perawatan, misalnya di sebelah atas, dinding serta di bawah tangki
(alas) agar dapat dilakukan pemeriksaan dan perawatan dengan
baik.
Ruang bebas sekurang-kurangnya 45 cm. tetapi umumnya dibuat
sekitar 60 cm agar memudahkan pengecatan diding luat tangki.
Di bagian atas tangki, ruiang bebas harus cukup besar bagi petugas
untuk membuka dan menutup manhole, dan masuk ke dalam tangki
dengan membawa peralatan yang diperlukan untuk pembersihan
atau perawatan tangki. Ruang bebas diatas tangki umumnya dibuat
satu meter.
Salah satu contoh cara peletakan tangki air bersih di dalam gedung dapat
dilihat pada Gambar 67.

170
DRAFT FINAL

(a) Denah (b) Potongan


Gambar 67 : Contoh Penempatan Tangki Air Bersih Di Dalam Gedung.
Jarak a, b, dan c minimal 45 cm. Khusus untuk jarak c harus cukup longgar
agar orang dapat masuk dari atas tangki untuk pembersihan atau
perawatan tangki.

3) Pemasangan Pipa dan peralatan Di Sekeliling Tangki

Tidak dibenarkan memasang pompa, mesian refrigrasi, ketel uap


atau mesin lainnya di atas pelat tutup tangki air bersih, sebab jika
kebocoran akan dapat menyebabkan kontaminasi atau pencemaran
air di dalam tangki.
Pipa pipa yang dipasang melintang di atas pelat tutup tangki harus
dihindari apalagi pipa pipa akan menembus tangki.

4) Lubang Perawatan (manhole)

Setiap tangki air bersih harus dilengkapi dengan lubang bertutup


(manhole) untuk memudahkan pembersihan dan perawatan, dengan
ukuran yang cukup agar orang dapat masuk ke dalam tangki dengan
mudah.
Ukuran lubang manhole minimal diameter 45 cm, tetapi lebih
dianjurkan 60 cm agar memudahkan orang atau petugas masuk dengan
membawa peralatan yang dibutuhkan untuk perawatan tangki. Lubang
perawatan tidak perlu disediakan apabila seluruh tutup tangki dapat
dibuka atau ditutup dengan mudah. Contoh pemasangan tangki dengan
lubang perawatan dan tanpa lubang perawatan dapat dilihat pada
Gambar 68 dan Gambar 69.

171
DRAFT FINAL

Beberapa hal yang perlu diperhatukan di dalam merancang lubang


perawatan adalah sebagai berikut :
Penutup lubang perawatan harus rapat untuk mencegah masuknya
kotoran atau binatang ke dalam tangki. Demikian pula jika ada air di
atas tutup tangki harus dicecah agar air tidak masuk melalui lubang
perawatan. Untuk itu tutup lubang harus berada pada bidang yang
kira kira 10 cm lebih tinggi dari permukaan tutup tangki. Tutup tangki
harus mempunyai kemiringan yang cukup yakni sekitar 1/100 ke arah
luar dari lubang perawatan.
Penutup lubang perawatan harus dapat terkunci dengan rapat untuk
mencegah pembukaan oleh orang yang tidak berkepentingan. Hal ini
dapat dilakukan dengan memasang kunci atau memasang baut
pengikat.

Gambar 68 : Tangki Air Bersih Dengan Lubang Pemeriksaan.

172
DRAFT FINAL

Gambar 69 : Tangki Air Bersih Tanpa Lubang Pemeriksaan.


5) Konstruksi Tangki Air Yang Memudahkan Perawatan

Konstruksi tangki air bersih sebaiknya dibuat sedemikian rupa agar


memudahkan pemeriksaan dan perawatan. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain :

Ujung pipa pengambil (intake) sebaiknya dipasang kira kira 20 cm di


atas dasar tangki untuk mencegah agar endapan kotoran tidak ikut
terhisap ke dalam pipa.
Saluran atau lekukan dangkal sebaiknya dibuat pada dasr tangki
dengan kemiringan yang cukup ke arah lubang pengurasan. Saluran
atau lekukan ini berfungsi untuk memperlancar pembuangan
endapan kotoran pada waktu pembersihan tangki.
Tangki air harus dapat dibersihkan tanpa memberhentikan
penyediaan air bersih ke dalam pipa distribusi. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara menyediakan lebih dari satu tangki atau membagi tangki
dengan dinding partisi menjadi dua bagian atau lebih.

Contoh bak hisap atau saluran pada dasar tangki dapat dilihat pada
Gambar 70.

173
DRAFT FINAL

Gambar 70 : Contoh Bak Hisap Atau Saluran Pada Dasar Tangki.


6) Konstruksi Yang Mencegah Air Diam (Stagnant)

Air yang diam terlalu lama dapat menimbulkan pencemaran. Air


yang diam atau stagnant tersebut dapat disebabkan karena perencanaan
peletakan tangki yang kurang baik, volume air yang terlalu besar
dibandingkan dengan pemakaiaanya, atau disebabkan oleh bentuk
tangkinya.
Lubang pipa air keluar tangki atau lubang pipa hisap pompa yang
dipasang dekat lubang pipa masuk tangki akan menyebabkan bagian
terbesar air di dalam tangki hampir tidak bergerak. Agar air di dalam
tangki selalu bergerak maka lubang pemasukan dan lubang pengeluaran
harus dijauhkan atau dibuat dinding yang menyebabkan air bergerak
sebanyak mungkin ke seluruh tangki.
Volume air yang terlalu besar dibandingkan dengan pemakaian air
juga akan menyebabkan pergantian air di dalam tangki menjadi lambat.
Untuk mencegah hal tersebut baiasanya volume tangki dibuat untuk
melayani kebutuhan air sekeitar satu sampai dua hari. Bentuk tangki yang
tidak beraturan juga dapat menimbulkan air tidak bergerak atau diam.

174
DRAFT FINAL

7) Pipa Peluap

Setiap tangki air bersih harus dilengkapi dengan pipa peluap. Ujung
pipa peluap tidak boleh disambungkan langsung ke pipa buangan
melainkan dengan cara tidak langsung. Harus ada celah udara yang cukup
antara ujung pipa dengan bak buangan, dan umumnya jaraknya minimal
dua kali diameter pipa. Ujung pipa peluap harus dilengkapi dengan
saringan agar serangga tidak dapat masuk ke dalam pipa. Contoh
pemasangan pipa peluap pada tangki air bersih dapat dilihat pada Gambar
71.

7) Pipa Ven

Fungsi pipa ven adalah untuk memasukkan atau mengeluarkan


udara pada saat volume air di dalam tangki berkurang atau bertambah.
3
Pipa ven tersebut diperlukan untuk tangki dengan volume air 2 m atau
lebih. Lubang udara masuk pipa ven harus dipasang saringan agar
seranggga tidak dapat masuk ke dalam pipa (Gambar 71).

Gambar 71: Contoh Pemasangan Pipa Peluap Pada Tangki Air Bersih.

175
DRAFT FINAL

5.1.2.2 Pemasangan Tangki Air Di Luar Gedung

Apabila tangki air akan dipasang dalam jarak horisontal kurang dari
5 meter dari pipa pembuangan, tangki septik, atau peralatan alin yang
menyimpan atau mengolah limbah maka akan timbul kemungkinan
pencemaran terhadap air di dalam tangki. Oleh karena itu sebaiknya tangki
air bersih tidak ditanam langsung ke dalam tanah, melaikan harus
dilindungi dengan memasang tangki tersebut dalam suatu ruang dalam
tanah. Jika terpaksa harus membuat tangki bawah tanah maka harus
dibuat dari bahan yang kedap air dan secara teknis harus kuat menahan
tekanan dan tidak bocor sehingga tidak terjadi kontaminasi dari pengaruh
luar. Jika jarak dengan bak atau peralatan pembuangan limbah dapat
dibuat lebih dari 5 meter maka tangki air bersih dapat ditanam langsung di
dalam tanah baik seluruhnya atau sebagian.
Cara lain adalah dengan memasang tangki air bersih tersebut di atas
menara. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk tangki bawah tanah
(ground tank) adalah sebagai berikut :

Jarak penempatan tangki bawah tanah (ground tank) dengan


bangunan IPAL, tangki septik, gedung dan fasilitas lainnya minimal 5
meter.
Tangki bawah tanah tidak menyatu dengan banguan gedung,
bangunan IPAL atau tangki air untuk pemadam kebakaran.
Tangki bawah tanah harus dibuat dari bahan yang kedap air.
Penempatan tangki bawah tanah tidak dilokasi yang banyak dilalui
orang
tidak di akses jalan).
Harus dipasang meteran air, indikator level air, lubang perawatan
(manhole).
Tangki bawah tanah sebaiknua dilengkapi dengan tangga inspeksi dari
dan perlengkapan lain yang diperlukan dari bahan tahan karat
(stainless Steel).
Konsumsi air untuk bangunan penunjang seperti hospice (rumah
singgah), asrama dan rumah dinas dibuat tangki air bawah tanah
secara terpisah lengkap dengan sistem distribusinya.

176
DRAFT FINAL

Tangki Air Bawah Tanah harus terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang
dihubungkan dengan Pipa dilengkapi Katup Buka-Tutup. Masing-
masing dilengkapi dengan akses untuk proses pengurasan berupa
manhole, tangga dan dasar tangki yang lebih rendah untuk
penempatan pompa submersible.
Tangki Air Bawah Tanah dibuat dengan konstruksi Beton Bertulang
kedap air, yang hasil pelaksanaannya harus melalui test kedap air.

Contoh penempatan ruangan tangki bawah tanah serta penempatan tangki


air bersih bawah tanah dapoat dilihat pada Gambar 72 dan gambar 73.
Jarak penempatan tangki air terhadap batas persil bangunan dapat dilihat
pada Gambar 74. Contoh Penempatan tangki atas atau menara. Dapat
dilihat pada Gambar 75.

Gambar 72 : Contoh Penempatan Ruangan Tangki Air Bawah Tanah.

177
DRAFT FINAL

Gambar 73 : Contoh Penempatan Tangki Air Bawah Tanah.

178
DRAFT FINAL

Gambar 74 : Jarak Penempatan Tangki Air Terhadap Batas Persil Bangunan.

Gambar 75 : Contoh Penempatan Tangki Atas atau Menara.


5.1.2.3 Gabungan Tangki Air Bersih dan Tangki Air Pemadam Kebakaran

Perpipaan untuk tangki yang berfungsi ganda untuk penyediaan air


bersih dan air untuk pemadam kebakaran dapat dilihat seperti pada
Gambar 75. Pada dasarnya harus selalu tersedia air dengan volume yang
cukup untuk keperluan pemadam kebakaran, tanpa tergantung pada
pemakaian air bersih. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemasang pipa
hisap pompa pemadam kebakaran sedemikian rupa agar lubang masuknya
dekat dasar tangki, sedangkan untuk lubang pipa hisap dari pompa air
bersih di letakkan atau dipasang pada level yang lebih tinggi. Di dalam
tangki yang seperti ini kemungkinan terdapat daerah yang airnya diam,
yang merupakan sebagian besar dari volume air persediaan untuk
pemadam kebakaran. Sedapat mungkin diusahakan agar bisa tibul gerakan
air dalam tangki yang mencakup seluruh volume air.

179
DRAFT FINAL

Gambar 75 : Contoh Tangki Air Bersih Bawah Yang Juga Berfungsi Sebagai
Tangki Air Pemadam Kebakaran.
Mengingat kemungkinan timbulnya pencemaran serta semakin mahalnya
biaya pengolahan agar didapatkan kualitas air bersih yang baik, maka harus
dihindarkan penggunaan satu tangki air bersih yang merangkap untuk
penyediaan air untuk pemadam kebabaran. Tangki air bersih atau air
minum harus terpisah dengan tangki air pemadam kebakaran, atau tidak
dihubungkan satu sama lain (Gambar 76).

180
DRAFT FINAL

Gambar 76 : Contoh Tangki Air Bersih Bawah Yang Yang Terpisah Dengan
Tangki Air Pemadam Kebakaran.

5.2 Sistem Distribusi Air Bersih

Sistem Distribusi Air Bersih ada 2 (dua) pilihan, yaitu :

5.2.1 Distribusi dengan Sistem Gravitasi

181
DRAFT FINAL

Air Bersih dialirkan ke area pelayanan dengan mempergunakan


Tangki Air Atas, yang mana Tangki Air Atas mendapat suplai dari Tangki
Bawah Tanah dengan mempergunakan Pompa.

5.2.2 Distribusi dengan Sistem Tekan

Air Bersih dialirkan ke area pelayanan dengan daya tekan langsung


dari Tangki Bawah Tanah dengan mempergunakan Pompa yang dilengkapi
dengan Tangki Tekan.

Sistem distribusi air bersih dengan sistem gravitasi maupun dengan tangki
tekan pada bangunan horisontal maupun vertikal secara sederhana dapat
dilihat pada Gambar 77 sampai dengan Gambar 80.

5.2.3 Pompa Air Bersih

Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :

pompa air digunakan untuk mengalirkan air dari tangki air bawah
tanah ke tangki atas atau mendistribusikan air langsung ke area
pelayanan dengan dilengkapi tangki tekan.
Sistem pompa air harus disediakan 2 (dua) unit, salah satu unit
sebagai cadangan apabila terjadi gangguan pada unit pompa yang
dioperasikan.
Pelaksanaan pemasangan dan pengoperasian pompa harus mengikuti
petunjuk yang dianjurkan oleh pabrik pembuatnya. buku manual yang
dibuat oleh pabrik pembuatnya harus didokumentasikan.
Pompa air pada sistem distribusi dengan gravitasi harus dapat
beroperasi secara otomatis dengan menggunakan elektroda water
level control pada tangki air atas.
Ujung pipa isap (suction) pada tangki air bawah tanah harus terletak
diatas permukaan volume air untuk persediaan hydrant dan sprinkler.

182
DRAFT FINAL

183
DRAFT FINAL

Gambar 77 : Distribusi Air Bersih Dengan Sistem Gravitasi Pada Bangunan Horisontal.

Gambar 78 : Distribusi Air Bersih Dengan Sistem Tangki Tekan Pada Bangunan Horisontal.

184
DRAFT FINAL

185
DRAFT FINAL

Gambar 79 : Distribusi Air Bersih Dengan Sistem Gravitasi Pada Bangunan Vertikal.

186
DRAFT FINAL

Gambar 80: Distribusi Air Bersih Dengan Sistem Tangki Tekan Pada Bangunan Vertikal.

187
DRAFT FINAL

Pipa isap pompa air terdiri dari 2 (dua) buah yang dilengkapi katup
buka-tutup dan masing-masing dihubungkan ke dua bagian tangki
bawah tanah.

5.2.4 Tangki Air Atas

Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :

Tangki air atas harus terdiri dari 2 (dua) buah, dihubungkan dengan
pipa yang dilengkapi katup buka-tutup.
Kapasitas total tangki air atas diperhitungkan antara 25 sampai 30
persen dari kebutuhan air untuk pelayanan diluar pelayanan hydrant
dan sprinkler.
Tangki air atas harus dilengkapi water level control dengan elektroda
yang dihubungkan ke pompa air, agar pompa air dapat beroperasi
secara otomatis ketika permukaan air di tangki atas dalam posisi
minimum dan dapat berhenti secara otomatis ketika permukaan air di
tangki atas dalam posisi maksimum.
Untuk rumah sakit yang dibangun dengan komposisi bangunan
gedung horizontal, tangki air atas harus diletakkan pada ketinggian
yang diperhitungkan agar tekanan air mencapai minimal 1 atm pada
area pelayanan.
Untuk rumah sakit yang dibangun dengan komposisi bangunan
gedung vertikal, tangki air atas diletakkan di lantai atap dengan
ketentuan harus dilengkapi dengan booster pump untuk pelayanan 2
(dua) lantai dibawahnya.

5.2.5 Perpipaan

5.2.5.1 Pipa Utama

Untuk rumah sakit yang dibangun dengan komposisi bangunan gedung


horizontal, pipa utama berawal dari tangki air atas untuk
mendistribusikan air ke setiap bangunan gedung.

188
DRAFT FINAL

Untuk rumah sakit yang dibangun dengan komposisi bangunan gedung


horizontal, harus diterapkan pelaksanaan pipa utama dengan sistem
ring.
Jalur pipa utama pada rumah sakit yang dibangun dengan komposisi
bangunan gedung horizontal tidak boleh lewat/menembus bangunan
gedung.
Untuk rumah sakit yang dibangun dengan komposisi bangunan gedung
vertikal, pipa utama adalah pipa tegak yang berawal dari tangki air atas
untuk mendistribusikan air ke setiap lantai, kecuali 2 (dua) lantai
teratas mendapat distribusi air dari booster pump dari tangki air atas.
Untuk rumah sakit yang dibangun dengan komposisi bangunan gedung
vertikal, pipa utama merupakan pipa tegak dan berada dalam shaft
khusus untuk plambing, dengan syarat :
- Shaft harus disediakan bukaa-an untuk memudahkan
pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan.
- Pada bagian bawah Pipa Tegak harus dibuat tumpuan yang
kokoh.

5.2.5.2 Pipa Cabang

Untuk rumah sakit yang dibangun dengan komposisi bangunan


gedung horizontal, pipa cabang berawal dari penyambungan di pipa
utama untuk mendistribusikan air ke satu bangunan gedung.

Untuk Rumah Sakit Yang Dibangun Dengan Komposisi Bangunan


Gedung Vertikal, Pipa Cabang Pada Setiap Lantai Berawal Dari
Penyambungan Pada Pipa Tegak Untuk Mendistribusikan Air.
Setiap pipa cabang harus dilengkapi flow meter.
Pada Sistem Distribudi Air Dengan Sistem Tekan Setiap Pipa Cabang
Harus Dilengkapi PRV (Pressure Reducing Valve)

5.2.5.3 Besaran Pipa

Besaran pipa layanan milimal inch untuk setiap kran dan/atau alat
plambing atau sama dengan besaran pipa inlet pada alat plambing.
Besaran pipa minimal inch untuk melayani 3 (tiga) pipa layanan
inch.

189
DRAFT FINAL

Besaran pipa minimal 1 inch untuk melayani 3 (tiga) pipa layanan


inch.
Besaran pipa minimal 1 inch untuk melayani 3 (tiga) pipa layanan 1
inch.
Pipa utama pada rumah sakit yang dibangun dengan komposisi
bangunan gedung horizontal dipasang dengan sistem ring yang
besarannya tetap dan ditentukan berdasarkan jumlah bangunan
gedung dengan menjaga keandalan penyediaan air.
Pipa utama pada rumah sakit yang dibangun dengan komposisi
bangunan gedung vertikal terpasang secara vertikal dan besarannya
bervariasi yang ditentukan berdasarkan posisi lantai .

5.2.5.4 Material Pipa Air Bersih

Jenis Material Pipa yang dipergunakan untuk air bersih harus sesuai
dengan standar produk yang khusus dipergunakan untuk perpipaan
air bersih, yaitu Pipa Besi Galvanis (Galvanized Iron Pipe) Medium
Class.
Fitting-fitting yang dipergunakan harus dari produk yang sama
dengan produk pipanya.

5.2.5.5 Konstruksi Pipa

Cara pelaksanaan pekerjaan penyambungan pipa dan fitting harus


mengikuti petunjuk dari pabrik pembuatnya.

Pemasangan pipa yang mendatar harus dilengkapi tumpuan dengan


jarak antara tumpuan minimal 2 meter untuk pipa
inch dan 3
meter untuk pipa 1 inch.

Hasil Pemasangan Pipa Harus Dilakukan Pengujian Terhadap


Kebocoran Dengan Tekananan Air Sebesar 1 Kali Tekanan Kerja Dan
Ditahan Selama 24 Jam. Pengujian Dilakukan Secara Sektoral.

5.2.5.5 Katup-katup

190
DRAFT FINAL

Pada Sistem Ring Pipa Utama harus dilengkapi dengan Katup Buka-
Tutup sebelum penyambungan Pipa Cabang.

Pada awal Pipa Cabang harus dilengkapi dengan Katup Buka-Tutup.

Pemasangan Katup harus diletakkan pada tempat yang mudah


dijangkau.

Cara pelaksanaan pekerjaan pemasangan Katup pada Fitting/Pipa


harus mengikuti petunjuk dari pabrik pembuatnya.

191
DRAFT FINAL

BAB 6
PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN INSTALASI
PLAMBING

6.1 Pengoperasian Instalasi Plambing

Pengelola harus melaksanakan dokumentasi berupa :


a. As Built Drawing dari seluruh Instalasi Plambing yang terpasang.
b. Buku Manual dari seluruh Peralatan Sistem Plambing yang
terpasang.

Pengoperasian Sistem Plambing harus mengikuti petunjuk sesuai


dengan yang tercantum pada Buku Manual.

6.2 Pemeliharaan Instalasi Plambing

Pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan sesuai dengan matrik kartu kendali


pemeliharaan untuk masing-masing jenis yang termasuk dalam lingkup
pekerjaan plambing. Kartu kendali pemeliharaan atau perawatan sistem air
bersih serta sistem hydrant dapat dilihat pada Tabel 18 dan Tabel 19.

6.3 Pemeriksaan Tangki Penyimpanan Air Bersih

Beberpa hal yang perlu diperhatikan dalam hal pemeriksaan tangki


penyimpanan air bersih di rumah sakit antara lain :

(1) Pemeriksaan bagian dalam tangki

192
DRAFT FINAL

Dinding tangki harus tidak mempunyai retakan apapun, apalgi


terdapat kebocoran. Lingkungan sekeling tangki harus bersih dan sehat,
dan dijaga jangan sampai terdapat kotoran apapun yang dapat masuk ke
dalam tangki.

193
DRAFT FINAL

Tabel 18 : Kartu Kendali Pemeliharaan / Perawatan Sistem Air Bersih.

Mingguan

3 Bulanan

6 Bulanan

Tahunan
Bulanan
No. Komponen Kriteria Tindakan

Harian
Yang diperiksa

1. PDAM
- Periksa Meter Air Berfungsi Lapor PDAM bila ada
- Periksa Pipa Dinas Laik kelainan
- Mutu Air Baku mutu
2. Air Tanah
Pompa Berfungsi Perbaiki bila rusak
3. Tangki Air Bersih Bersihkan
a. Bawah Tanah
- Manhole
- Dinding Dalam
- Katup-Katup
b. Tangki Atas
- Dinding Dalam
- Katup-Katup
- WLC
4. Power Panel Berfungsi Perbaiki bila rusak

194
DRAFT FINAL

5. Pompa : Periksa
- Motor Normal Ganti bila rusak
- Seal Normal Ganti bila rusak
- Coupling Normal Perbaiki bila rusak
- Bearing Normal Ganti bila rusak
6. Pressure Tank Baik Perbaiki bila rusak
7. Pressure Swiitch Berfungsi Ganti bila rusak
8. Pressure Gauge Berfungsi Ganti bila rusak
9. Instalasi Pipa :
- Gate Valve Berfungsi Ganti bila rusak
- Check Valve Berfungsi Ganti bila rusak
- Ball Valve Berfungsi Ganti bila rusak
- Foot Valve Berfungsi Ganti bila rusak
- Flexible Joint Berfungsi Ganti bila rusak
- Strainer Bersih Bersihkan
10. Faucet Normal Ganti bila rusak

195
DRAFT FINAL

Tabel 19 : Kartu Kendali Pemeliharaan / Perawatan Sistem Hydrant

Mingguan

3 Bulanan

6 Bulanan

Tahunan
Bulanan
No. Komponen Kriteria Tindakan

Harian
Yang diperiksa

1. Pompa Hydrant Berfungsi Uji Fungsi


2. Pompa Diesel
- Periksa Oli Warna Warna berubah diganti
Volume Volume kurang,tambah
Kekentalan Encer diganti
- Bahan Bakar Cukup Kurang ditambah
- Accu Berfungsi Air Accu kurang,tambah
- Air Radiator Cukup Kurang ditambah
Bersih
- Impeler*) Baik Rusak diganti
- Seal Baik Bocor diganti
- Bearing*) Baik Rusak diganti
3. Instalasi Pipa Hydrant
- Gate Valve Berfungsi Rusak diganti
- Check Valve Berfungsi Rusak diganti
- Ball Valve Berfungsi Rusak diganti

196
DRAFT FINAL

-PressureSafety Valve Berfungsi Rusak diganti


- Foot Valve Berfungsi Rusak diganti
- Strainer Bersih Dibersihkan
- Flexible Joint Berfungsi Rusak diganti
-Auto Pressure Switch Berfungsi Rusak diganti
- Barometer Berfungsi Rusak diganti
4. Pompa Jockey
- Impeler*) Baik Rusak diganti
- Seal Baik Rusak diganti
- Bearing*) Baik Rusak diganti
- Motor Pompa Berfungsi Rusak diganti
5. Tangki Tekan
- Fisik Baik Perbaiki bila rusak
6. Hydrant Box
- Selang Hydrant Baik Bocor diganti
- Nozle Baik Seal rusak diganti
7. Seamese
- Seal Baik Bocor/ rusak diganti
8. Pillar Hydrant
- Seal Baik Bocor/ rusak diganti
Catatan :
*) Pemeriksaan tambahan bila ada suara aneh dan berbau.

197
DRAFT FINAL

(2) Pencemaran Air di dalam Tangki

Pada waktu dilakukan pemeriksaan berkala, tutup lubang tangki


harus dibuka dan dilihat apakah ada karat, kotoran, ataupun benda asing
lainnya yang melayang di dalam air, atau ada endapan di dalam tangki.
Juga harus dilihat apakah ada lapisan yang melayang dipermukaan air
seperti minyak, serangga atau adanya tumbuhan.
Untuk pemeriksaan ini diperlukan peralatan seperti lampu yang
cukup terang. Pemeriksaan semacam ini lebih mudah dilakukan pada saat
air di dalam air tidak penuh. Pemeriksaan dinding tangki sebaiknya
dilakukan pada saat tangki dibersihkan, serta dibuat foto permukaan dalam
dinding tangki sebagai arsip pemeriksaan.

(3) Pemeriksaan Kualitas Air

Pada waktu memeriksa isi tangki seperti tersebut di atas, sebaiknya


diambil pula contoh air dan dilakukan analisa kualitas air. Jenis analisanya
tergantung pada kualitas air dari sumbernya serta karakteristik dari
sumber air tersebut . apabila air bersih di dalam tangki berasaldari instalasi
pengolahan di dalam lingkungan rumah sakit itu sendiri, maka instalasi
pengolahan air bersih tersebut perlu diperiksa secara teratur.

(4) Pemeriksaan Ketinggian Muka Air

Ketinggian muka air di dalam tangki biasanya dijaga dengan


menggunakan katup bola dengan pelampung, katup yang digerakkan
secara elektrik, atau dengan elektroda penduga atau peralatan lainnya.
Pemeriksaan perlu dilakukan khususnya terhadap bagian bagian
yang bergerak, bagian yang bergesekan, dan terutama bagian bagian yang
harus saling menempel dengan rapat untuk menghentikan aliran air.
Adanya kotoran sedikit yang mengganjal permukaan katup sehingga tidak
dapat menutup dengan rapat, akan menyebabkan air air mengalir terus ke
dalam tangki dan akhirnya keluar melalui pipa peluap. Hal ini
mengakibatkan pemborosan air yang sangat merugikan.
Komponen elektrik yang merupakan bagian dari sistem indikasi
muka air misalnya saklar dan relai harus diperiksa secara periodik untuk
meyakinkan bahwa sistem selalu bekerja dengan baik.

198
DRAFT FINAL

6.4 Pemeriksaan Pipa

Pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya kebocoran pipa perlu


dilakukan secara berkala untuk mencegah timbulnya hal hal yang tidak
diinginkan. Yang dimaksud dengan kebocoran adalah adanya aliran aliran
air keluar dari dalam pipa maupun aliran air , udara ataupun zat apapun ke
dalam pipa akibat tekanan negatip di dalam pipa.
Kebanyakan kebocoran terjadai pada baian-bagian sambungan pipa
dan/atau perlengkapannya, atau lubang kecil akibat cacat bahan atau
akibat pengerjaan pipa. Kebocorab juga mungkin terjadi akibat kesalahan
atau kurang baiknya pemasangan pipa, akibat gempa atau turunnya tanah
tempat pipa tertanam. Penyebab lainnya adalah karat yang timbul karena
lingkungan yang korosif atau kerena lapisan penahan karat sudah
terkelupas atau rusak.
Pemeriksaan berkala dapat memberikan indikasi lebih dini adanya
kemungkinan kebocoran sehingga dapat dilakukan tindakan pemeliharaan
dan pencegahan.

6.5 Pemeriksaan Laju Aliran Dan Tekanan Air

Perubahan laju aliran dan/atau tekanan air antara lain dapat


disebabkan karena penyumbatan kotoran atau endapan di dalam pipa,
kesalahan dalam mengoperasikan katup atau perlengkapan instalasi serta
dapat pula disebabkan karena kesalahan dalam perencanaan.
Beberapa peralatan plambing menuntut adanya tekanan air yang
cukup agar dapat berfungsi dengan baik. Misalnya peturasan dan kloset
dengan katup gelontor yang apabila tekanan airnya kurang dari batas
minimum yang ditentukan akan menyebabkan penggelontoran tidak
sempurna. Tetapi sebaliknya, jika tekanan terlalu besar dapat pula
menyebabkan kerusakan pada sambungan dan beberapa jenis
perlengkapan plambing. Batas tekanan maksimum yang dapat diketahui
untuk masing masing pipa dan perlengkapan plumbing dari katalog yang
dikelurakan oleh pabrik pembuatanya.
Tekanan minimum yang dianjurkan untuk kran biasanya sebesar 0,3
2 2
kg/cm , sedangkan untuk katup gelaontor biasanya 0,7 kg/cm . Nilai

199
DRAFT FINAL

tekanan tersebut adalah untuk tekanan air masuk ke dalam keran atau
katup gelontor.

6.6 Pemerikasan Penumpu Atau Penggatung Pipa

Penggantung atau penumpu pipa dipasang dengan tujuan agar


mampu menahan berat pipa, air yang ada di dalamnya, pembungkusnya
(bila ada) serta agar getaran ataupun tumbukan akibat aliran air tidak akan
menimbulkan tegangan atau kebisisngan yang pada akhirnya dapat
merusak pipa atau sambungannya. Oleh karena itu pengggantung atau
penumpu pipa harus sesuai dengan tempat dan letak pipa, bahan pipa,
serta jarak antaranya agar pipa tidak tertahan pada waktu memuai atau
menyusut.

(1) Pipa Tegak

Pipa yang dipasang tegak akan memberikan beban beratnya sendiri


serta isinya pada bagian bawah pipa. Penumpu pipa tegak akan mengikat
pipa pada jarak antara yang cukup agar kuat menahan berat pipa serta
isinya, dan agar dapat mencegah getaran. Pemeriksaan berkala perlu untuk
mengetahui lebih dini kemungkinan timbulnya kerusakan.

(2) Ujung Bawah Pipa Tegak

Ujung bawah pipa tegak perlu ditumpu dengan baik agar belokan
yang ada tidak turun atau jatuh akibat beratnya sendiri ataupun karena
tumbukan tumbukan aliran air di dalam pipa.

(3) Pipa Horisontal


Penggantung atau penumpu pipa horisontal dipasang untuk
mencegah melengkungnya bagian pipa di antara dua penggantung atau
penumpu yang berdekatan. Secara berkala penggantung atau penumpu
tersebut perlu diperiksa untuk mengetahui kalau ada dudukan yang sudah
rusak atau sekrup yang kendor sehingga pipa dapat bergerak turun.
Pemerikasan juga perlu dilakukan terlebih lagi setelah ada perbaikan
pipa, adanya perombakan instalasi serta terjadinya gempa.

6.7 Pemerikasan Pompa Penyediaan Air Bersih

200
DRAFT FINAL

Untuk pemeliharaan pompa pompa penyediaan air bersih sebaiknya


dibuat buku harian yang memuat laporan keadaan bekerjanya pompa,
pemeriksaan dan pemeliharaan yang dilakukan sepanjang umur pompa.
Pemeriksaan ada yang perlu dilakukan harian, berkala (setiap bulan atau
jangka waktu yang ditetapkan), dan juga pemeriksaan mendadak karena
situasi khusus.
Untuk pemerikasan harian, beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain :

Tekanan : baca pengukur tekanan pada pipa masuk dan pipa


keluar pompa.
Arus Listrik : baca meter arus pada panel pompa.
Tegangan Listrik : baca meter tegangan pada panel pompa.
Temperatur : periksa temperatur bantalan, sekat, motor pompa.
Kebocoran Air : perikas air yang bocor keluar dari sekat.
Getaran : sentuh dengan tangan. Apakah getaran normal atau
tidak.
Kebisingan : Tingkat kebisingan normal atau tidak. Test dengan alat
pengukur kebisingan.

201
DRAFT FINAL

BAB 7
PENGAWASAN KUALITAS AIR BERSIH ATAU MINUM
DI RUMAH SAKIT

7.1 Persyaratan Kualitas Air Minum

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat danPengawasan
Kualitas Air Minum.

7.2 Kualitas Air yang Digunakan di Ruang Khusus

a. Ruang Operasi

Bagi rumah sakit yg menggunakan air yg sudah diolah seperti dari


PDAM, sumur bor, dan sumber lain untuk keperluan operasidapat
melakukan pengolahan tambahan dgn catridge filter dan dilengkapi dgn
disinfeksi menggunakan ultra violet (UV).

b. Ruang Farmasi dan Hemodialisis

Air yang digunakan di ruang farmasi terdiri dari air yang dimurnikan
untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi, dan pengenceran dalam
hemodialisis.

7.3 Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan Kualitas Air Minum di Rumah


Sakit

1) Kegiatan pengawasan kualitas air dengan pendekatan surveilans


kualitas air antara lain meliputi :

202
DRAFT FINAL

a. Inspeksi sanitasi terhadap sarana air minum dan air bersih;


b. Pengambilan, pengiriman, dan pemeriksaan sampel air;
c. Melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi pemeriksaan
laboratorium; dan
d. Tindak lanjut berupa perbaikan sarana dan kualitas air.

2) Melakukan inspeksi sanitasi sarana air minum dan air bersih rumah
sakit dilaksanakan minimal 1 tahun sekali. Petunjuk teknis inspeksi
sanitasi sarana penyediaan air sesuai dengan petunjuk yang
dikeluarkan Direktorat Jenderal PPM dan PL,
DepartemenKesehatan.

3) Pengambilan sampel air pada sarana penyediaan air inum dan/atau


air bersih rumah sakit tercantum dalam Tabel 21

Tabel 21 : Jumlah Sampel untuk Pemeriksaan Mikrobiologik Menururt


Jumlah Tempat Tidur

Jumlah Minimum Sample Air Per Bulan Untuk


Pemeriksaan Mikrobiologis
Jumlah Tempat Tidur Air Minum Air bersih
25 100 4 4
101 400 6 6
401 1000 8 8
> 1000 10 10

4) Pemeriksaan kimia air minum dan/atau air bersih dilakukan minimal


2 (dua) kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada
musim hujan) dan titik pengambilan sampel masing-masing pada
tempat penampungan (reservoir) dan keran terjauh darireservoir.

5) Titik pengambilan sampel air untuk pemeriksaan mikrobiologik


terutama pada air kran dari ruang dapur, ruang operasi,
kamarbersalin, kamar bayi, dan ruang makan, tempat
penampungan (reservoir), secara acak pada kran-kran sepanjang

203
DRAFT FINAL

sistem distribusi, pada sumber air, dan titik-titik lain yang rawan
pencemaran.

6) Sampel air pada butir 3 dan 4 tersebut diatas dikirim dan


diperiksakan pada laboratorium yang berwenang atau yang
ditetapkanoleh Menteri Kesehatan atau Pemerintah Daerah
setempat.
7) Pengambilan dan pengiriman sampel air dapat dilaksanakan sendiri
oleh pihak rumah sakit atau pihak ketiga yang direkomendasikan
oleh Dinas Kesehatan.

8) Sewaktu-waktu dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota dalam


rangka pengawasan (uji petik) penyelenggaraan penyehatan
lingkungan rumah sakit, dapat mengambil langsung sampel air pada
sarana penyediaan air minum dan/atau air bersih rumah sakit untuk
diperiksakan pada laboratorium.

9) Setiap 24 jam sekali rumah sakit harus melakukan pemeriksaan


kualitas air untuk pengukuran sisa khlor bila menggunakan
disinfektan kaporit, pH dan kekeruhan air minum atau air bersih
yang berasal dari sistem perpipaan dan/atau pengolahan airpada
titik/tempat yang dicurigai rawan pencemaran.

10) Petugas sanitasi atau penanggung jawab pengelolaan kesehatan


lingkungan melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi dan
pemeriksaan laboratorium.

11) Apabila dalam hasil pemeriksaan kualitas air terdapat parameter


yang menyimpang dari standar maka harus dilakukan pengolahan
sesuai parameter yang menyimpang.

12) Apabila ada hasil inspeksi sanitasi yang menunjukkan tingkat risiko
pencemaran amat tinggi dan tinggi harus dilakukan perbaikan
sarana.

Dalam rangka pengawasan kualitas air minum secara rutin parameter


kualitas air minimal yang harus diperiksa di Laboratorium adalah sebagai
berikut :
204
DRAFT FINAL

- Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan :

a) Parameter Mikrobiologi :
(1) E. Koli
(2) Total Koliform

b) Kimia anorganik :
(1) Arsen
(2) Fluorida
(3) Kromium- val.6
(4) Kadmium
(5) Nitrit, sbg-N
(6) Nitrit, sbg-N
(7) Sianida
(8) Selenium

- Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan:

a) Parameter Fisik :
(1) Bau
(2) Warna
(3) Jumlah zat padat terlarut (TDS)
(4) Kekeruhan
(5) Rasa
(6) Suhu

b) Parameter Kimiawi :
(1) Aluminium
(2) Besi
(3) Kesadahan
(4) Khlorida
(5) Mangan
(6) pH
(7) Seng
(8) Sulfat
(9) Tembaga
(10) Sisa Khlor

205
DRAFT FINAL

(11) Amonia

Parameter kualitas air minum lainnya selain dari parameter yang tersebut
pada Lampiran II Kepmenkes RI No. 907 tahun 2001, dapat dilakukan
pemeriksaan bila diperlukan, terutama karena adanya indikasi
pencemaran.

BAB 8
PENUTUP
Rumah Sakit adalah suatu institusi yang mempunyai fungsi
memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik secara
preventif, kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya
menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan.
Oleh karena rumah sakit merupakan sebuah institusi perawatan
kesehatan profesional yang bergerak dalam pelayanan jasa kesehatan yang
diperuntukkan bagi umum, maka sangat penting sekali di adakan
pengawasan terhadap tingkat sanitasinya agar dampak negatif yang
ditimbulkan berupa penularan penyakit dapat dicegah.
Air bersih merupakan kebutuhan yang tidak dapat dilepaskan dari
kegiatan di rumah sakit. Mengingat bahwa rumah sakit merupakan tempat
tindakan dan perawatan orang sakit, maka kualitas dan kuantitasnya perlu
dipertahankan setiap saat agar tidak mengakibatkan sumber infeksi baru
bagi penderita.
Permasalahannya adalah penyediaan air bersih/minum di rumah
sakit di Indonesia kualitasnya masih banyak yang belum memenuhi baku
mutu. Sebagai contoh misalnya, berdasarkan pemantauan dilapangan
banyak penyediaan air bersih di rumah sakit yang mengandung zat besi,
mangan serta angka kuman yang melampaui baku mutunya. Penyediaan
air bersih/mimum di rumah sakit dengan kualitas yang kurang memadai
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pasien maupun petugas
/karyawan rumah sakit. Permasalahan yang lain adalah banyak
pengelolaan air bersih di rumah sakit belum dilakukan dengan benar serta
belum terdapatnya tenaga pengelola yang profesional untuk masalah
penyediaan air bersih.

206
DRAFT FINAL

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit di


Indonesia khususnya dalam hal penyediaan air bersih atau air minum serta
air untuk kegiatan khusus perlu dilakukan upaya penyebar-luasan
informasi tentang sistem serta teknologi penyediaan air khususnya untuk
rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan agar kualitasnya sesuai
dengan baku mutu. Salah satu cara untuk menyebarkan informasi tentang
sistem penyediaan air bersih/minum di rumah sakit adalah dengan
membuat pedoman tentang teknis instalasi penyediaan air minum
khususnya untuk rumah sakit maupun fasilitas layanan kesehatan lainnya.

Pedoman teknis diperlukan sebagai petunjuk pelaksanaan dalam


perencanaan, operasional, pemeliharaan, serta monitoring agar
didapatkan penyediaan air dengan kualitas yang optimal.
Dengan adanya buku pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan
kualitas penyediaan air bersih khususnya di lingkungan rumah sakit
maupun fasilitas layanan kesehatan lainnya serta dapat meningkatkan
kemampuan tenaga pengelola sarana penyediaan air bersih agar fasilitas
pengolahan yang ada dapat dioperasionalkan lebih optimal dan efisien
serta didapatkan air bersih dengan kualitas yang memenuhi syarat baku
mutu yang berlaku.

207
DRAFT FINAL

DAFTAR PUSTAKA

APHA (American Public Healt Association) 1985. Standard Methods for


the Examination of Water and Waste Water. Washington, D.C.1462 p.
Arvin, E., and P. Harremoes. Concepts and Models for Biofilm Reactor
Performance, Water Science and Technology. Vol. 22, No. 1/2. P.171-
192. 1990.
Asaoka, T., Yousui Haisui Shori Gijutsu. Mitsui Shuppan, 1974.
Benefield, Larry D. (1980). Biological Process Design for Wastewater
Treatment. United States of America: Prentice-Hall, Inc.
Bitton Gabriel. 1994. Wastewater Microbio-logy, A John Wiley & Sons,
INC., New York.
Brault, J.L. 1991. Water Treatment Handbook. 6 th edition. Volume I.
Degremont. Lavoiser Publishing. Paris.
Chang, S.L., 1982. The safety of water disinfection. Annual Review
Public Health 3 : 393 -418.
Chen, Y.S.R., O.J. Sproul, and A. Rubin. 1985. Inactivation of Naegleria
gruberi cyst by chlorine dioxide. Water Reseach 19 : 783-789.
Cheremisinoff, Paul N., Handbook of Water and Wastewater
Treatment Technology, Marcel Dekker, Inc., New York, 1995.
Christensen, F.R., Kristensen, G.H., and Jansen, J. la Cour (1988).
Biofilm Structure An Important and Neglected Parameter in Waste
Water Treatment, Water Pollution Research and Control, Brighton.
Water Science Technology. 21(8/9) 805-814.
Clark,R.M., E.J. Read, and J.C. Hoff. 1989. Analysis of inactivation of
giardia lamblia by chlorine. Journal Environ. Eng. Div. Am.
Soc.Civ.Eng.115:80-90.

208
DRAFT FINAL

Craun,G.F. 1988. Surface water supplies and health. Journal American


Water Works Association. 80:40-52.
Degremot, Water Treatment Handbook , Lavoisier Publishing, Sixth
edition, 1991.
Design Criteria for Waterworks Facilities, Japan Water Works
Association (JWWA), 1978.
Design Criteria For Waterworks Facilities, JWWA ,1978.
Ebie, K. dan Noriatsu, A., 1992, Sanitary Engineering for Practice (Esei
Kougaku Engshu), Water and wastewater (Jusoido To gesuido),
Morikita Shupang, Tokyo, p. 231.
Eckenfelder, W.W., and Ford, D.L., Water Pollution Controls, The
Pemberton Press, Jenkins Publishing, Austin, Texas, 1970.
Fair, G.M., Geyer, J.C., AND Okun, D.A., " Element Of Water Supply And
Waste Water Disposal ", Second Edition, John Wiley And Sons, New
York, 1971.
Farooq, S., C.S. Kurucz, T.D. Waite, W.J. Cooper, S.R. Mane, and J.H.
Greenfield. 1992. Treatment of wastewater with high energy electron
beam irradiation. Water Science Technology 26:1265-1274.
Flathman,P.E., Bioremediator : Field Experience, CRC Press. Inc, USA,
1994.
Grady, C.P.L and Lim, H.C.(1980). Biological Wastewater Treatment,
Marcel Dekker Inc. New York.
Hamer, M. J., " Water And Waste water Technology ", Second Edition,
John Wiley And Sons, New York, 1986.
Hibler, C.P., C.M. Hancock. 1987. Waterborne giardiasis, In : Drinking
Water Microbiology, G.A. McFeters, Ed. Springer-verlag. New York.
Hikami, Sumiko., Shinseki rosohou ni yoru mizu shouri gijutsu (Water
Treatment with Submerged Filter), Kougyou Yousui No.411, 12,1992.
Hitdlebaugh, J.A., and R.D. Miller, Operational Problems With
Rotating Biological Contactor, Journal Water Pollution Control Fed.
53:1283-1293. 1981.
Hoff, J.C., E.W. Akin. 1986. Microbial resistance to disinfectant :
Mechanisms and significance. Environ.Health Perspect.
Horan, N.J.(1990). Biological Wastewater Treatment systems : Theory
and Operation. University of Leeds, England. John Wiley & Sons Ltd.
Eckenfelder, W.W., and Ford, D.L., Water Pollution Controls, The
Pemberton Press, Jenkins Publishing, Austin, Texas, 1970.

209
DRAFT FINAL

http://www.bps.go.id/sector/socwel/housing/table6.shtml
http://www.bps.go.id/sector/socwel/housing/table6.shtml
JICA . Water Supply Engineering Vol.2. 1984.
JICA : Water Supply Engineering Vol. I. Edited by Japan Water Work
Association.1990.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 tentang syarat-syarat
dan pengawasan kualitas air minum
Lin , Shun Dar (2007). Water and Wastewater Calculation Manual.
second edition. Mc Graw-Hill Companies, New York.
Lykins,B.W., Moser, R., DeMacro, J. Treatment Technology in The
United States, Disinfection And Controls Of Disinfection By Product,
The second Japan - US Governmental Conference On drinking water
Quality Management, July 24-26, 1990, Tokyo, japan.
Metcalf dan Eddy. 2003. Wastewater Engineering, Treatment and
Reuse, Fourth Edition, Revised by G. Tchobanoglous, F. Burton, H.
David Stensel, Internasional Edition, McGraw Hill.
Morimura. T dan Soufyan. M Noerbambang. 1985. Perancangan Dan
Pemeliharaan Sistem Plambing. Association For International Technical
Promotion, Tokyo.
Moris, J.C. 1975. Aspect of the quantitative assessment of germicidal
efficiency. In : Disinfection of water and Wastewater, J.D. Johnson, Ed.
Ann Arbor Science, Ann Arbor, MI.
Noss, C.I., and V.P. Olivieri, 1985. Disinfecting capabilities of
oxychlorine compounds. Appl. Environ. Microbiology. 50:1162-1164.
Painter, H.A. 1970. A Review of Literature On Inorganic Nitrogen
Metabolism In Micoorganism. Water Research. 4: 393-450.
Painter, H.A., and J.E. Loveless. 1983. Effect of Temoperature and pH
Value 0n The Growth Rate Contants Of Nitrifying Bacteria in the
Activated Sludge Process. Water Research. 17 : 237-248. 1983.
Peavy, H.S., Rowe, D.R, AND Tchobanoglous, S.G., "Environmental
Engineering ", Mc Graw-Hill Book Company, Singapore, 1986.
Peavy, Howard S., Rowe, Donald R., and Tschobanoglous, George,
"Environmental Engineering", McGraw-Hill Intrernational Editions,
New York , 1986.
Qasim, Syed R., Wastewater Treatment Plans, CBS College Publishing,
1985.

210
DRAFT FINAL

Reynolds, T.D., Unit Operations. And Processes In Environmental


Engineering, B/C Engineering Division, Boston, 1985.
Rice, R.G.1989. Ozone oxidation products Implications for drinking
water treatment, pp. 153-170, in : Biohazards of Drinking Water
Treatment, R.A. Larson, Ed. Lewis Publishing. Chelsea, MI.
Sawyer. C.N. dan McCarty. P.L. 1989. Chemistry For Environmental
Engineering, International edition, McGraw-Hill Book, Singapore.
Suidou Shisetsu Sekkei Shishin (Design Criteria for Waterworks
Facilities), Japan Water Works Association (JWWA, 1977).
Tatsumi Iwao, " Water Work Engineering (JOSUI KOGAKU) ", Japanese
Edition, Tokyo, 1971.
Tschobanoglous, George & Schroeder, D.Edward, Water Quality,
Addison-Wesley Publishing Company, United States of America, 1987.
U.S. EPA .1989. Drinking Water Health Effects Task Fosce. Health
Effects Of Water Treatment Technologies. Lewis Pubs. Chelsea, MI.
Verstraete, W., and E. Van Vaerenbergh, Heterotrophic Nitrification
By Arthrobacter Sp, Journal Bacteriology. 110:955-961. 1972.
Viessman. W. Jr. dan Hammer. M.J. 1985. Water Supply and Pollution
th
Control. 4 Editon. Harper and Row Publishers. New York. 796 hal.
Winkler, M.A. 1981. Biological Treatment of Wastewater. John Willey
and Sons, New York.
Wolfe, R.L., N.R. Ward, and B.H. Olson.1984. Inorganic chloramines as
drinking water disinfectants.
Wong, J.M., Chlorination-Filtration for Iron and Manganese Removal,
Journal AWWA Vol.76, NO.1, January 1984.
Yasutake. S., Kimura, H., and S. Kohno, Advanced Water Treatment by
Aerated Biological Filter and Contact Aeration, Kougyou Yousui
No.411, 12,1992.
Zierler,S., R.A. Danley, and L. Feingold. 1987. Type of disinfectant in
drinking water patterns of mortality in Massachussetts. Environmental
Health Perspect. 68: 275-287.

211
DRAFT FINAL

LAMPIRAN :

PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 907/MENKES/SK/VII/2002

1. BAKTERIOLOGIS

Parameter Satuan Kadar Ket.


Maksimum
Yang
Diperbolehkan
1 2 3 4

a. Air Minum Jumlah per 0


E. Coli atau fecal coli 100 ml sampel

b. Air yang masuk sistem Jumlah per 0


distribusi 100 ml sampel
E. Coli atau fecal coli

Total Bakteri Coliform Jumlah per 0


100 ml sampel

212
DRAFT FINAL

c. Air pada sistem distribusi Jumlah per 0


E. Coli atau fecal coli 100 ml sampel

Total Bakteri Coliform Jumlah per 0


100 ml sampel

2. KIMIA

A. Bahan-Bahan Inorganic (Yang Memiliki Pengaruh Langsung Pada


Kesehatan)

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


Yang
Diperbolehkan
1 2 3 4
Antimony (mg/liter) 0.005
Air raksa (mg/liter) 0.001
Arsenic (mg/liter) 0.01
Barium (mg/liter) 0.7
Boron (mg/liter) 0.3
Cadmium (mg/liter) 0.003
Kromium (mg/liter) 0.05
Tembaga (mg/liter) 2
Sianida (mg/liter) 0.07
Fluroride (mg/liter) 1.5
Timah (mg/liter) 0.01
Molybdenum (mg/liter) 0.07
Nikel (mg/liter) 0.02
Nitrat (sebagai NO3) (mg/liter) 50
Nitrit (sebagai NO2) (mg/liter) 3
Selenium (mg/liter) 0.01

213
DRAFT FINAL

B. Bahan-Bahan Inorganik (Yang Kemungkinan Dapat Menimbulkan


Keluhan Pada Konsumen)

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


Yang Diperbolehkan
1 2 3 4
Ammonia mg/l 1.5
Aluminium mg/l 0.2
Chloride mg/l 250
Copper mg/l 1
Kesadahan mg/l 500
Hidrogen Sulfide mg/l 0.05
Besi mg/l 0.3
Mangan mg/l 0.1
pH - 6,5 - 8,5
Sodium mg/l 200
Sulfate mg/l 250
Padatan terlarut mg/l 1000
Seng mg/l 3

C. Bahan-Bahan Organik (Yang Memiliki Pengaruh Langsung Pada


Kesehatan)

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


Yang
Diperbolehkan
1 2 3 4
Chlorinate alkanes
carbon tetrachloride (g/liter) 2
dichloromethane (g/liter) 20
1,2 -dichloroethane (g/liter) 30
1,1,1 -trichloroethane (g/liter) 2000
Chlorinated ethenes
vinyl chloride (g/liter) 5
1,1 -dichloroethene (g/liter) 30
1,2 -dichloroethene (g/liter) 50

214
DRAFT FINAL

Trichloroethene (g/liter) 70
Tetrachloroethene (g/liter) 40
Benzene (g/liter) 10
Toluene (g/liter) 700
Xylenes (g/liter) 500
benzo[a]pyrene (g/liter) 0,7
Chlorinated benzenes
Monochlorobenzene (g/liter) 300
1,2 -dichlorobenzene (g/liter) 1000
1,4 -dichlorobenzene (g/liter) 300
Trichlorobenzenes (total) (g/liter) 20
Lain- lain
di(2-ethylhexy)adipate (g/liter) 80
di(2-ethylhexy)phthalate (g/liter) 8
Acrylamide (g/liter) 0.5
Epichlorohydrin (g/liter) 0.4
Hexachlorobutadiene (g/liter) 0.6
edetic acid (EDTA) (g/liter) 200
Nitriloacetic acid (g/liter) 200
Tributyltin oxide (g/liter) 2

D. Bahan-bahan organik (yang kemungkinan dapat


menimbulkan keluhan pada konsumen)

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


Yang
Diperbolehkan
1 2 3 4
Toluene g/liter 24-170
Xylene g/liter 20-1800
Ethylbenzene g/liter 2-200
Styrene g/liter 4-2600
Monochlorobenzene g/liter 10-12
1.2 -dichlorobenzene g/liter 1-10
1.4 -dichlorobenzene g/liter 0.3-30
Trichlorobenzenes (total) g/liter 5-50
2 -chlorophenol g/liter 600-1000

215
DRAFT FINAL

2,4 -dichlorophenol g/liter 0.3-40


2,4,6 -trochlorophenol g/liter 2-300

E. Pestisida

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


Yang
Diperbolehkan
1 2 3 4
Alachlor g/liter 20
Aldicarb g/liter 10
aldrin/dieldrin g/liter 0.03
Atrazine g/liter 2
Bentazone g/liter 30
Carbofuran g/liter 5
Chlordane g/liter 0.2
Chlorotoluron g/liter 30
DDT g/liter 2
1,2 -dibromo-3- g/liter 1
chloropropane
2,4 D g/liter 30
1,2 -dichloropropane g/liter 20
1,3 -dichloropropane g/liter 20
Heptachlor & Heptachlor g/liter 0.03
epoxide
Hexachlorobenzene g/liter 1
Isoproturon g/liter 9
Lindane g/liter 2
MCPA g/liter 2
Molinate g/liter 6
Pendimethalin g/liter 20
Pentachlorophenol g/liter 9
Permethrin g/liter 20
Propanil g/liter 20
Pyridate g/liter 100
Simazine g/liter 2

216
DRAFT FINAL

Trifluralin Chlorophenoxy g/liter 20


herbicides selain 2,4-D dan
MCPA
2,4 DB g/liter 90
Dichlorprop g/liter 100
Fenoprop g/liter 9
Mecoprop g/liter 10
2,4,5 -T g/liter 9

F. Desinfektan dan hasil sampingannya

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


Yang
Diperbolehkan
1 2 3 4
Monochloramine Mg/l 3
di- and trichloramine Mg/l 5
Chlorine
Bromate (g/liter) 25
Chlorite (g/liter) 200
2,4,6 -trichlorophenol (g/liter) 200
Formaldehyde (g/liter) 900
Bromoform (g/liter) 100
Dibromochloro-methane (g/liter) 100
Bromodichloro- methane (g/liter) 60
Chloroform (g/liter) 200
Chlorinated acetic acids (g/liter) 50
Dichloroacetic acid
Trichloroacetic acid (g/liter) 100
Chloral hydrate
(Trichloroacetal-dehyde) (g/liter) 10

217
DRAFT FINAL

Dichloroacetonitrile (g/liter) 90
Dibromoacetonitrile (g/liter) 100
Trichloroacetonitrile (g/liter) 1
Cyanogen chloride (g/liter) 70
(sebagai CN) (g/liter) 25

3. RADIOAKTIFITAS

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


Yang
Diperbolehkan
1 2 3 4
Gross alpha activity Bq/liter) 0.1
Gross beta activity Bq/liter) 1
4. FISIK

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


Yang Diperbolehkan
1 2 3 4
Parameter Fisik
Warna TCU 15 Tidak
berbau
dan berasa
Rasa dan bau - -
Temperatur C Suhu udara 3 C

Kekeruhan NTU 5

MENTERI KESEHATAN RI

ttd.

218
DRAFT FINAL

Dr. ACHMAD SUJUDI

219

Anda mungkin juga menyukai