PEDOMAN TEKNIS
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DRAFT FINAL
JAKARTA 2012
KATA PENGANTAR
Penyediaan air bersih/minum bagi rumah sakit atau fasilitas layanan
keehatan lainnya merupakan sarana yang sangat penting. Selain untuk
kebutuhan sanitasi yakni untuk kebutuhan mandi, cuci, masak, serta untuk
pembersihan sarana rumah sakit, juga digunakan untuk keperluan khusus
misalnya untuk keperluan labotarorium, hemodialisa, keperluan medis,
klinik gigi, keperluan air umpan boiler dan lainnya. Oleh karena itu selain
jumlahnya harus cukup juga kualitasnya harus memenuhi standar sesuai
dengan peruntukannya.
Dalam rangka meningkatkan kualitas peyalanan rumah sakit serta
fasilitas layanan kesehatan yang lain, maka penyediaan air bersih
dilingkungan rumah sakit maupun fasilitas layanan kesehatan lainnya
perlu ditingkatkan sesuai dengan standar yang berlaku, mengingat masih
banyak rumah sakit di Indonesia yang belum mendapatkan pelayanan air
bersih/minum dari peruahaan air minum (PAM) setempat, dan Jika sudah
mendapat pelayanan air bersih dari PAM sering kali kualitas airnya kurang
memadai.
Untuk rumah sakit yang belum mendapatkan suplai air bersih dari
PAM, umumnya masih menggunakan air tanah atau membuat unit
pengolahan air dengan meggunakan air baku dari sungai atau sumber
lainnya.
Dalam upaya meningkatkan kualitas penyediaan air bersih/minum
serta air untuk keperluan khusus di rumah sakit agar kualitasnya
memenuhi standar sesuai dengan peruntukannya, maka perlu disusun
panduan atau buku pedoman teknis instalasi penyediaan air bersih untuk
rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Buku pedoman ini
disusun dengan partisipasi berbagai pihak termasuk rumah sakit, organisasi
profesi serta instansi terkait baik pembina, pengelola maupun pengawas
kesehatan lingkungan.
Buku pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan awal bagi para
pengelola rumah sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya,
praktisi kesehatan lingkungan, perencana fasilitas kesehatan serta
pemerhati di bidang kesehatan lingkungan untuk dapat mengembangkan
suatu pengelolaan air bersih di rumah sakit maupun fasilitas pelayanan
kesehatan yang memenuhi persyaratan.
DRAFT FINAL
Kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan pedoman ini.
Jakarta,
Desember 2012
DRAFT FINAL
PEDOMAN TEKNIS
INSTALASI PENYEDIAAN AIR BERSIH UNTUK RUMAH SAKIT
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Tim Penyusun
i
iii
ix
xi
xvi
BAB 1
1.1
1.2
1.2.1
1.2.2
1.3
1.4
1.5
1.5.1
1.5.2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan dan Sasaran
Tujuan
Sasaran
Dasar Hukum
Ruang Lingkup
Standar Kualitas Air
Standar Kualitas Air Minum
Standar Kualitas Air Untuk Penggunaan Khusus
1
1
2
2
2
2
3
3
4
4
BAB 2
2.1
2.2
2.2.1
2.2.2
2.2.3
BAB 3
3.1
3.1.1
7
8
9
10
11
13
13
13
DRAFT FINAL
3.1.2
3.1.3
13
14
3.1.4
14
3.2
3.3
3.4
3.5
BAB 4
4.1
4.1.1
4.1.2
4.1.3
4.1.4
4.1.5
4.2
4.2.1
4.2.2
4.2.3
4.2.4
4.2.5
4.2.5.1
4.2.5.2
4.2.5.3
4.2.5.4
4.3
15
15
15
15
18
18
Perencanaan Dasar
Tahun Target
Rencana Target Pelayanan
Perencanaan Jumlah Suplai
Penentuan Sumber Air
Pemilihan Fasilitas Intake/Pengambilan Air
Pemilihan Sistem Pengolahan Air
Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Khlorinasi
Saja
Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Saringan
Pasir Lambat
Pengolahan Air Bersih dengan Proses
Pengendapan Kimia dan Saringan Pasir Cepat
Proses pengolahan Air Minum dengan Cara
Khusus
Teknologi Membrane Untuk Pengolahan Air
Minum
Mikro Filtrasi
Ultrafilrasi
Nano Filtrasi (NF)
Osmosis Balik (Reverse Osmosis)
Pengolahan Air Bersih Atau Air Minum Dengan
Proses Pengendapan Kimia Dan Saringan Pasir
Cepat
5
18
18
19
20
21
21
22
25
25
27
31
35
36
38
38
39
DRAFT FINAL
4.3.1
4.3.2
4.3.2.1
4.3.2.2
4.3.3
4.3.4
4.4
4.4.1
4.4.2
4.4.3
4.5
4.5.1
4.5.2
4.5.3
4.5.4
4.5.4.1
4.5.4.2
4.5.5
4.5.5.1
4.5.5.2
4.5.6
4.5.8
4.5.9
4.5.10
4.5.10. 1
4.5.10.2
Proses Pengolahan
Bahan Kimia untuk Proses Koagulasi-Flokulasi
Bahan Koagulan
Penentuan Dosis Zat Koagulan
Zat Alkali (Alkaline Agent)
Zat Koagulan Pembantu
Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Saringan
Pasir Lambat
Sistem Saringan Pasir Lambat Konvensional Down
Flow vs Up Flow
Keunggulan Saringan Pasir Lambat Up Flow
Spesifikasi Saringan Pasir Lambat Up-Flow
3
Kapasitas 100 M /Hari
Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Di Dalam
Air Minum
Proses Aerasi-Filtrasi
. Proses Khlorinasi-Filtrasi
Proses Kalium Permangganat Filtrasi dengan
Manganese Greensand (mangan zeolit)
Menghilangkan Besi dan Mangan dengan Cara
Koagulasi
Proses Koagulasi dengan Penambahan Bahan
Koagulan
Proses Koagulasi dengan Cara Elektrolitik
Penghilangan Fe dan Mn dg Cara Pertukaran Ion
Dengan Siklus untuk Na
Dengan Siklus Hidrogen (H)
Proses Soda Lime
Penghilangan Besi dan Mangan dengan Filtrasi
DuaTahap
Cara Lain
. Aplikasi Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Di
Dalam Air Minum
V.
Aplikasi Penghilangan Zat Besi Dan
Mangan Skala
. Kecil Dengan Proses Aerasi Filtrasi
I. Aplikasi Penghilangan Zat Besi Dan Mangan
Dengan Proses Khlorinasi- Filtrasi
6
39
40
40
45
46
47
49
49
51
51
55
56
58
60
61
61
62
62
63
63
64
65
65
66
66
69
DRAFT FINAL
4.5.10.3
4.6
4.6.1
4.6.2
4.6.3
4.7
4.7.1
4.7.2
4.7.3
4.7.4
4.7.4.1
4.7.4.1.1
4.7.4.1.2
4.7.4.1.2.1
4.7.4.1.2.2
4.7.4.1.2.3
4.7.4.1.3
4.7.4.1.3.1
4.7.4.1.3.2
4.7.4.1.4
4.7.4.2
4.7.4.3
4.8
4.9
4.9.1
4.10
72
76
76
76
77
84
84
86
87
88
88
90
93
93
95
96
96
97
98
99
101
102
105
107
108
112
DRAFT FINAL
4.10.1
4.10.2
Pengertian
4.10.2.1
4.10.2.2
Jenis Disinfektan
4.10.2.3
4.10.2.4
4. 10. 2.5
4.10.2.6
4.10.2.7
4.10.3
4.10.3.1
Faktor Yang
Disinfeksi
Berpengaruh
Terhadap
Proses
112
113
113
114
Jenis Mikroorganisme
Konsentrasi Disinfektan Dan Waktu Kontak
114
117
Pengaruh pH
117
Temperatur
Pengaruh Kimia Dan Fisika Pada Disinfeksi
117
118
Faktor Lain
Disinfeksi Dengan Senyawa Khlor (Khlorine)
Inaktivasi Mikroorganisme Dengan Khlor
4.10.3.2
4.10.4
4.10.4.1
4.10.4.2
4.10.4.3
4.10.5
4.10.5.1
4.10.5.2
Khloraminasi
Disinfeksi Dengan Khlor Dioksida
Proses Kimia Khlor Dioksida
Pengaruh Khlor Dioksida Pada Mikroorganisme
Cara Kerja Khlor Dioksida
Disinfeksi Dengan Ozon
Senyawa Ozon
4.10.6
4.10.6.1
4.10.6.2
4.10.6.3
4.10.6.4
Pembuatan Ozon
119
120
120
122
122
123
123
124
124
125
130
131
131
132
133
DRAFT FINAL
BAB 5
5. 1
5.1.1
5.1.1.1
5.1.1.2
5.1.1.3
5.1.1.4
5.1.2
5.1.2.1
5.1.2.2
5.1.2.3
5.2
5.2.1
5.2.2
5.2.3
5.2.4
5.2.5
5.2.5.1
5.2.5.2
5.2.5.3
5.2.5.4
5.2.5.5
5.2.5.5
BAB 6
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6
6.7
BAB 7
7.1
134
134
134
134
135
137
139
140
141
148
152
163
172
154
154
154
154
159
159
159
160
160
161
161
161
163
163
163
169
169
170
170
172
DRAFT FINAL
7.2
7.3
172
172
BAB 8
PENUTUP
176
DAFTAR PUSTAKA
178
LAMPIRAN :
182
10
DRAFT FINAL
DAFTAR TABEL
Tabel 1 :
Tabel 2 :
Tabel 3 :
Tabel 4 :
Tabel 5 :
Tabel 6 :
Tabel 7 :
Tabel 8 :
Tabel 9 :
Tabel 10 :
Tabel 11 :
Tabel 12 :
Tabel 13:
Tabel 14 :
Tabel 15 :
Tabel 16 :
4
4
5
17
19
23
29
35
47
47
52
59
75
85
100
116
DRAFT FINAL
Tabel 17 :
Tabel 18 :
Tabel 19 :
12
124
DRAFT FINAL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 :
Gambar 2 :
Gambar 3 :
Gambar 4 :
Gambar 5 :
Gambar 6 :
Gambar 7 :
Gambar 8 :
Gambar 9 :
Gambar 10 :
Gambar 11 :
Gambar 12 :
Gambar 13 :
Gambar 14 :
Gambar 15 :
16
24
26
28
32
33
34
37
40
48
50
53
53
54
54
DRAFT FINAL
3
Gambar 29 :
58
67
68
68
69
70
71
71
73
74
74
75
78
79
DRAFT FINAL
Gambar 30 :
Gambar 31 :
Gambar 32 :
Gambar 33 :
Gambar 34 :
Gambar 35 :
Gambar 36 :
Gambar 37 :
Gambar 38 :
Gambar 39:
Gambar 40 :
Gambar 41 :
Gambar 42 :
Gambar 42 :
Gambar 43 :
Gambar 43 :
Gambar 44 :
Gambar 45 :
Gambar 46 :
Gambar 47 :
Gambar 48 :
Gambar 49 :
Gambar 50 :
80
81
81
82
82
83
83
84
87
90
95
98
99
101
102
103
104
104
106
107
109
109
111
DRAFT FINAL
Gambar 51 :
Gambar 52 :
Gambar 54 :
Gambar 55 :
Gambar 56 :
Gambar 58 :
Gambar 59 :
Gambar 60 :
Gambar 61 :
Gambar 62 :
Gambar 63 :
Gambar 64 :
Gambar 65 :
Gambar 66 :
Gambar 67 :
Gambar 69 :
Gambar 70 :
Gambar 71:
Gambar 72 :
Gambar 73 :
111
112
112
115
122
126
128
129
129
130
135
136
138
142
143
145
146
148
150
150
DRAFT FINAL
Gambar 74 :
Gambar 75 :
Gambar 75 :
Gambar 76 :
Gambar 77 :
Gambar 78 :
Gambar 79 :
Gambar 80 :
17
151
151
152
153
155
156
157
158
DRAFT FINAL
TIM PENYUSUN
PENANGGUNG-JAWAB
dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes.
KETUA
Kepala Bidang Sarana dan
Prasarana Kesehatan
Ir. Azizah
PENYUSUN
1
2
3
4
Hendrik Permana,SKM
7
8
10
11
12
13
14
15
DRAFT FINAL
16
Ratna Agtasari, ST
17
Sarino
18
Labaco Embang
19
DRAFT FINAL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
DRAFT FINAL
Pedoman teknis diperlukan sebagai petunjuk pelaksanaan dalam
perencanaan, operasional, pemeliharaan, serta monitoring agar
didapatkan penyediaan air dengan kualitas yang optimal.
1.2.
1.2.1
Tujuan
Pedoman ini ditujukan sebagai pedoman penyediaan air bersih
(minum) untuk fasilitas pelayanan kesehatan meliputi
perencanaan, perancangan, pelaksanaan,
operasional,
pemeliharaan, monitoring dan evaluasi.
1.2.2.
Sasaran
Dengan Pedoman ini diharapkan :
a
Penyediaan instalasi pengolahan air bersih pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan fungsi, persyaratan
dan serasi serta selaras dengan standar kualitas air bersih
yang berlaku.
b
Instalasi pengolahan air bersih pada fasilitas pelayanan
kesehatan dapat beroperasi dengan baik, menghasilkan air
bersih dengan kualitas yang memenuhi persyaratan baku
mutu.
1.3.
Dasar Hukum
1. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Pemerintah RI No.82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;
5. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)
6. Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal 29 JULI 2002 Tentang
Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
21
DRAFT FINAL
7.
1.4.
DRAFT FINAL
yang digunakan atau mengacu beberpa standar di luar negeri. Beberapa
standar kualitas air untuk keperluan penggunaan khusus dapat dilihat pada
Tabel 1 sampai dengan Tabel 3.
Tabel 1 : Standar Kulaitas Air untuk Penggunaan di laboratorium (National
Committee for Clinical Laboratory Standards, NCCLS)
Air Pereaksi (Reagent Water)
Paramater
Angka Kuman
Resistivitas
Konduktivitas
Silicate (SiO2)
Unit
Tipe I
Tipe II
Tipe III
CFU/100 ml
0
25 C,
m/cm
S/cm
Mg/l
< 1000
< 10
< 100.000
<1
< 0,1
< 0,1
< 0,05
<1
< 0,1
< 10
<1
Tabel 2 : Standar Kulaitas Air Untuk Reagent (American Society for the
Testing of Materials, ASTM) D-1193-99e1
Air Pereaksi (Reagent Water)
Parameter
Unit
Tipe I
Tipe II
Tipe III
Tipe IV
Angka Kuman
Endotoxin Units
Resistivitas
Konduktivitas
TOC
Silicate (SiO2)
Sodium
Khlorida
CFU/100 ml
EU/ml
0
25 C, m/cm
S/cm
g/l
g/l
g/l
g/l
<1
< 0,03
< 18
< 0,056
< 50
<3
<1
<1
< 10
< 0,25
<1
<1
< 50
<3
<5
<5
< 1000
<4
< 0,25
< 200
< 500
< 10
< 10
< 0,2
< 5,0
< 50
< 50
Catatan :
Air Tipe I : Direkomendasikan untuk aplikasi laboratorium khusus misalnya High
Performance Liquid Chromatography (HPLC), blanks, sample untuk
23
DRAFT FINAL
Gas Chromatography (GC), Atomic Absorber Chromatography , untuk
analisa teknis dengan akurasi yang tinggi, preparasi larutan buffer,
media kultur, reagent biologi molekuler.
Air Tipe II : Direkomendasikan untuk keperluan aplikasi laboratorium reguler
misalnya larutan pH, buffer, preparasi media biologi, preparasi
reagent untuk analisa kimia atau sintesa, air baku untuk air tipe 1 dll.
Air Tipe III : Direkomendasikan untuk keperluan aplikasi
keperluan umum
laboratorium misalnya untuk air mesin pencucian alat alat gelas,
untuk pencucian akhir peralatan Lab, autoclave.
DRAFT FINAL
Sulfate
Thallium
Zinc (Zn)
100
0,002
0,10
25
DRAFT FINAL
BAB 2
BAHAYA PENCEMARAN AIR MINUM DAN
DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN
Bahaya atau resiko kesehatan yang berhubungan dengan
pencemaran air secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni
bahaya langsung dan bahaya tak langsung. Bahaya langsung terhadap
kesehatan manusia/masyarakat dapat terjadi akibat mengkonsumsi air
yang tercemar atau air dengan kualitas yang buruk, baik secara langsung
diminum atau melalui makanan, dan akibat penggunaan air yang tercemar
untuk berbagai kegiatan sehari-hari.
Pencemaran air oleh virus, bakteri patogen, dan parasit lainnya,
atau oleh zat kimia, dapat terjadi pada sumber air bakunya, ataupun
terjadi pada saat pengaliran air olahan dari pusat pengolahan ke
konsumen.
Disamping hal tersebut diatas, resiko kesehatan juga dapat
diakibatkan oleh polusi senyawa kimia yang tidak menimbulkan gejala yang
segera (acute), tetapi dapat berpengaruh terhadap kesehatan akibat
pemaparan yang terus menerus pada dosis rendah, serta seringkali tidak
spesifik dan sulit untuk dideteksi. Sebagai contoh misalnya senyawa
trihalomethan (THMs) atau senyawa khlorophenol yang dapat terjadi
akibat hasil samping proses khlorinasi pada proses pengolahan air minum.
2.1
DRAFT FINAL
Beberapa ciri khusus penyebaran penyakit-penyakit tersebut antara
lain yakni proses penularan umumnya melalui mulut; terjadi di daerah
pelayanan yang airnya tercemar; pederita umumnya terkonsentrasi pada
suatu wilayah secara temporer; penderitanya tidak terbatas pada suku,
umur, atau jenis kelamin tertentu; meskipun sulit mendeteksi bakteri
patogen
dalam
air,
tetapi
dapat
di
perkirakan
melalui
pemeriksaan/pendeteksian bakteri coli yang disebabkan oleh pencemaran
tinja; dan waktu inkubasi biasanya sedikit lebih panjang dibandingkan
apabila keracunan oleh makanan. Beberapa penyakit yang berhubungan
dengan air yang paling sering berjangkit antara lain :
Disentri (Dysentery)
Gejala utama yakni mencret, mulas, demam, rasa mual, muntahmuntah, serta berak darah campur lendir.
Thypus dan Paratyphus
Gejala muncul pada seluruh tubuh misalnya: seluruh badan lemas,
pusing, hilang nafsu makan, dan timbul deman serta badan menggigil.
Pada penderita yang serius sering timbul gejala pendarahan usus.
Kholera
Gejala yang penting yakni mencret atau diare dengan warna putih
keruh dan muntah-muntah. Kadang-kadang juga terjadi dehidrasi, dan
pada kasus yang serius kemungkinan dapat menyebabkan penderita
menjadi koma.
Hepatitis A
Gejala primairnya antara lain rasa mual, pusing disertai demam, dan
rasa lelah/lemas di seluruh tubuh. Gelaja spesifik antara lain terjadinya
pembengkaan liver dan timbul gejala sakit kuning.
Poliomelistis Anterior Akut
Beberapa gejala dapat terlihat antara yakni demam, rasa meriang/tak
enak badan, tenggorokan sakit, pusing-pusing dan terjadi kejang mulut
(bibir atas dan bawah tidak dapat digerakkan).
27
DRAFT FINAL
2.2
DRAFT FINAL
tanah, maka telah menyebabkan terjadinya pencemaran air tanah
khususnya di lingkungan yang padat penduduk. Hal ini disebabkan karena
sistem pembuangan tinja dengan sistem resapan tidak mampu lagi
mengatasi beban polusi yang ada. Selain itu, di daerah disekitar lokasi
pembuangan limbah baik limbah cair maupun padat dengan rancangan
yang kurang sesuai sering terjadi pencemaran air tanah yang serius oleh
adanya perpindahan senyawa kimia, dan yang sering kali terjadi yakni
pencemaran air tanah oleh senyawa pelarut organik terkhlorinasi
(chlorinated solvent) misalnya trikhlorethylene, tetrakhloroethylene, 1,1,1trikhloroethane, atau karbontetrakhlorida dan juga bahan produk minyak
misalnya benzene dan hidrokarbon aliphatic.
Kontaminan anorganik yang bersifat racun dengan konsentrasi yang
sangat kecil (trace toxic substances), misalnya senyawa logam berat
merkuri, timbal, kadmium dan lainnya juga sering ada di dalam air
permukaan akibat limbah industri. Senyawa nitrat adalah polutan yang
anorganik yang sering dijumpai di daerah pertanian akibat penggunaan
pupuk anorganik. Pencemaran oleh senyawa anorganik juga dapat terjadi
secara alami misalnya pencemaran air permukaan atau air tanah di daerah
yang banyak mengandung deposit arsen dan selenium, serta radionukilda
radium.
2.2.2 Kontaminasi Selama Proses Pengolahan Air Minum
Teknologi dan prosedur operasi dapat digunakan untuk mencegah
masuknya senyawa polutan kedalam air minum. Akan tetapi dengan
semakin buruknya kualitas air bakunya, maka biaya produksinya menjadi
semakin besar pula. Untuk menghilangkan kotoran dalam air baku
misalnya zat organik, padatan tersuspensi, bau dan juga bakteri patogen,
banyak menggunakan bahan koagulan misalnya alum, garam besi atau
koagulan dari bahan polimer, zat alkali dan juga senyawa untuk
membunuh bakteri patogen misalnya gas khlorine atau kaporit atau zat
oksidant lainya, dan semuanya itu meninggalkan zat sisa (residu) atau
produk hasil samping di dalam air olahannya (finished water).
Gas khlorine sering mengandung khloroform, karbon tetra khlorida,
atau residu lainnya, dan juga dapat bereaksi dengan senyawa organik yang
ada dalam air baku dengan menghasilkan senyawa-senyawa misalnya
trihalomethane (THMS), khloramine, haloacetonitril, asam halo acetat
29
DRAFT FINAL
(haloacetic acid), halophenol dan zat produk hasil reaksi samping lainnya.
Senyawa hasil samping (by product) tersebut di atas, ternyata dapat
membahayakan kesehatan manusia. Trihalomethane misalnya, telah
diidentifikasikan dengan jelas yakni dapat merangsang timbulnya penyakit
kanker atau mempunyai sifat karsinogen.
Beberapa cara untuk menghindari atau mengurangi terbentuknya
THMs dalam air minum yakni antara lain :
Menghilangkan precursor THMs dengan menggunakan proses adsorpsi
dengan karbon aktif; oksidasi dengan ozon atau oksidator lainnya
sebelum dilakukan pembubuhan khlor.
Menghilangkan senyawa THMs yang terbentuk dengan cara aerasi atau
proses adsorpsi dengan karbon aktif.
Menggunakan disinfektant lainnya misalnya ozon, hidrogen peroksida,
khloramine atau khlordioksida.
Menghilangkan senyawa senyawa yang secara langsung atau tidak
langsung dapat menimbulkan terbentuknya THMs, misalnya senyawa
organik (BOD, COD), ammonia dll, dengan cara melakukan pengolahan
awal (pretreatment) secara proses biologi (biological process).
Dari beberapa alternatif tersebut di atas, salah satu cara yang perlu
dikaji yakni pengolahan pendahuluan (pretreatnment) dengan proses
biologis. Proses ini sebenarnya sangat sederhana tetapi hasilnya cukup
baik. Selain menghilangkan zat organik (BOD,COD), proses biologi ini juga
dapat menghilangkan ammonia, deterjen, zat organik volatile serta dapat
menguraikan beberapa senyawa pestisida.
Untuk skala rumah tangga cara yang mudah dan praktis yakni
menggunakan filter karbon aktif. Filter semacam itu sudah banyak dijual
dipasaran dengan berbagai macam ukuran, merek dan harga. walaupun
demikian sebenarnya filter tersebut dapat dibuat sendiri dengan harga
yang jauh lebih murah tetapi dengan kemampuan yang sama. Yang perlu
diperhatikan dalam hal ini yakni jangka waktu penggantian media karbon
aktif, karena hal ini dipengaruhi oleh debit aliran, volume karbon aktif,
jenis karbon aktif itu sendiri serta kualitas air yang di saring.
2.2.3 Kontaminasi Pada Sistem Distribusi Air Minum
30
DRAFT FINAL
Pencemaran air minum juga dapat terjadi setelah proses
pengolahan, yakni selama mengalir dari tempat pengolahan ke konsumen
di dalam sistem perpipan distribusi. Pipa yang digunakan pada distribusi air
minum umumnya dari bahan besi galvanis, tembaga, semen asbestos, atau
dari bahan polimer misalnya PVC dan lainnya. Semua bahan-bahan
tersebut dapat memberikan kontribusi di dalam pencemaran air air minum
terutama apabila pH air agak rendah dan bersifat korosif. Logam timbal
(Pb), tembaga (Cu), kadmium (Cd) dan hidrokarbon poli aromatis adalah
senyawa polutan yang umum yang terjadi selama air mengalir pada pipa
distribusi.
Adanya kerusakan atau kebocoran pipa dapat menyebabkan
masuknya air tanah kedalam sistem distribusi terutama apabila tekanan
airnya rendah dan lebih kecil dari tekanan air tanah. Dengan masuknya air
tanah ke dalam sistem distribusi akan menyebabkan pencemaran baik
secara kimiawi maupun pencemaran bakteriologis.
31
DRAFT FINAL
BAB 3
JENIS KEGIATAN DAN KEBUTUHAN AIR BERSIH DI
RUMAH SAKIT
3.1
DRAFT FINAL
DRAFT FINAL
Bahkan ada rumah sakit yang menyediakan tempat inap untuk
keluarga pasien. Demikian pula ada rumah sakit yang dilengkapi tamantaman luas, tempat parkir kendaraan, sehingga diperlukan adanya unitunit tambahan seperti :
3.2.
Unit Pendidikan
Unit Asrma dan Wisma
Unit Taman dan Parkir
Dan lain-lain,
Kebutuhan Air Dirumah Sakit
DRAFT FINAL
Sebagai contoh sistem penyediaan air bersih di rumah sakit
berdasar jenis kegiatan pelayanan yang dilaksanakan di rumah sakit dapat
dilihat pada Gambar 1.
3.5.
35
DRAFT FINAL
Unit
Kegiatan
Spesifikasi Kualitas
Air
36
Referensi/
Regulation
DRAFT FINAL
1
2
3
4
5
6
Unit Haemodialisa
Unit Laboratorium
9
10
Unit Farmasi
Unit Sterilisasi/Boiler
Permenkes 492/2010
SNI 7268 Tahun 2009
11
12
Unit Radiologi
Unit Kamar Jenazah
Air Bersih
Air Bersih
Permenkes 416/1990
Permenkes 416/1990
13
14
UnitKantor/Administrasi
Unit Gizi/Dapur
Air Bersih
Air Minum
Permenkes 416/1990
Kepmenkes 907/ 2002
15
16
17
Unit Laundry
Unit Logistik
Unit Sanitasi
Air Bersih
Air Bersih
Air Bersih
Permenkes 416/1990
Permenkes 416/1990
Permenkes 416/1990
18
19
Fasilitas Umum
Unit Rekam Medik
Air Bersih
Air Bersih
Permenkes 416/1990
Permenkes 416/1990
20
21
22
Bengkel
Ruang Pendidikan
Asrama
Wisma/Hospice/Kamar
Tunggu
Air Bersih
Air Bersih
Air Bersih
Permenkes 416/1990
Permenkes 416/1990
Permenkes 416/1990
Air Bersih
Permenkes 416/1990
Air Bersih/Recycle*
Air Bersih/Recycle*
Air Bersih/Recycle*
Permenkes 416/1990
Permenkes 416/1990
Permenkes 416/1990
23
24
25
26
Taman
Parkir
Hydrant
Air Bersih
Air Bersih
Air Bersih
Permenkes 416/1990
Permenkes 416/1990
Permenkes 416/1990
Air Bersih
Air Bersih
Air Minum
Standar Air
Haemodialisa#)
Standar Air
Laboratorium#)
Permenkes 416/1990
Permenkes 416/1990
Permenkes 492/2010
AAMI Standard
Sesuai dengan Manual
(*) Keterangan : Sumber berasal dari daur ulang air limbah, persyaratan
mengikuti aturan Lingkungan Hidup setempat.
BAB 4
PENYEDIAAN AIR BERSIH UNTUK RUMAH SAKIT
37
DRAFT FINAL
4.1
Perencanaan Dasar
DRAFT FINAL
Faktor-faktor yang mempengaruhi prakiraan jumlah kebutuhan air
cukup kompleks, namun hingga saat ini penentuan untuk rencana
penyediaan air untuk fasilitas layanan kesehatan masih berdasarkan
analisa konsumsi nyata yang terjadi di masa lalu. Kondisi nyata dari
konsumsi masa lalu dapat dianalisa dari hasil air terbayar dan air tidak
terbayar. Untuk merencanakan jumlah suplai air bersih yang akan
direncanakan perlu memperhitungkan beberapa jenis konsumsi pemakaian
air misalnya untuk keperluan karyawan, keperluan dapur dan laundry,
keperluan fasiltas rawat inap, keperluan khusus misalnya untuk keperluan
klinis, laboratorium serta keperluan umum misalnya untuk keperluan
tempat ibadah, pemadam kebakaran dll. Apabila data keperluan aktual
tidak tersedia dapat juga diperkirakan berdasarkan standar kebutuahan air
bersih untuk peruntukan tertentu seperti tertera pada Tabel 5.
Tabel 5 : Perkiraan jumlah kebutuhan Air bersih Untuk Perancangan Suplai
Air Bersih Berdasarkan Jenis Peruntukan.
PERUNTUKAN
BANGUNAN
PEMAKAIAN
AIR BERSIH
SATUAN
Rumah sakit
Mewah
1000
Liter/jumlah
tempat tidur
pasien/hari
Perancangan dan
Pemeliharaan Sistem
Plambing, Soufyan M.
Noerbambang dan
Takeo Morimura
Rumah Sakit
Menengah
750
Liter/jumlah
tempat tidur
pasien/hari
Perancangan dan
Pemeliharaan Sistem
Plambing, Soufyan M.
Noerbambang dan
Takeo Morimura
Rumah Sakit
Umum
425
Liter/jumlah
tempat tidur
pasien/hari
Perancangan dan
Pemeliharaan Sistem
Plambing, Soufyan M.
Noerbambang dan
Takeo Morimura
39
ACUAN
DRAFT FINAL
Klinik /
Puskesmas
Liter/pengunj
ung/hari
Perancangan dan
Pemeliharaan Sistem
Plambing, Soufyan M.
Noerbambang dan
Takeo Morimura
Kondisi hidrogeologi
Kondisi topograpi dan geologi
Kondisi penggunaan air
Kondisi kualitas air dan unsur-unsur terkait
Kondisi timbunan pasir dan tanah
Material untuk konstruksi
Lain-lain (termasuk rute transportasi)
DRAFT FINAL
Konstruksi fasilitas intake harus sesuai dengan jumlah air yang telah
direncanakan sehingga tidak terjadi kegagalan pada saat banjir
maksimum ataupun pada saat kekeringan maksimum.
Fasilitas intake harus dibangun pada titik lokasi yang dapat menjamin
tersedianya kualitas air yang baik dan aman dari polusi, selain itu
lokasi harus memadai untuk mengadakan pemeliharaan fasilitas serta
kemungkinan pengembangan fasilitas dimasa yang akan datang.
Sumber air dibagi dalam 2 katagori, air permukaan dan air tanah. Termasuk
dalam air permukaan adalah air sungai, danau dan resevior. Jenis fasilitas
intake dapat dipilih sesuai dengan fungsi dan kapasitas.
4.2
DRAFT FINAL
Sistem saringan pasir cepat (Proses koagulasi-flokulasi-filtrasi)
Pada metoda ini bagian yang utama adalah koagulasi flokulasi atau
dengan pengendapan dengan menggunakan senyawa kimia dan saringan
cepat.
Pengolahan Khusus.
Sistem pengolahan air bersih yang dilengkapi dengan pengolahan
khusus, karena ada unsur-unsur khusus pada air baku. seperti misalnya
pada kasus air dengan kandungan besi tinggi maka diperlukan pengolahan
preklorinasi, aerasi, pengaturan pH, dan metode pengolahan dengan
bakteri besi. Pada kasus pencemaran detergen diperlukan pemakain
karbon aktif granular setelah melalui filter.
Secara garis besar kriteria pemilihan sistem pengolahan air minum
ditentukan berdasarkan kualitas air baku yang akan diolah. Berapa kriteria
pemilihan proses pengolahan air minum ditunjukkan seperti pada Tabel 6 .
4.2.1 Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Khlorinasi Saja
Dalam hal ini, kualitas air baku tetap, artinya tidak berubah
sepanjang tahun dan prosesnya hanya semata-mata dengan khlorinasi.
Secara umum diagram proses pengolahan air minum dengan proses
khlorinasi saja dapat dilihat seperti seperti pada Gambar 2.
Cara ini biasanya dipakai untuk pengolahan air minum dengan air baku dari
air sumber sumber yang kualitasnya baik dan proses khlorinasi hanya
sebagai disinfeksi saja.
.
42
DRAFT FINAL
Tabel 6 : Kriteria Pemilihan Prosesi Pengolahan Air Minum.
Teknolgi
Pengolahan
Khlorinasi
Saringan Pasir
Lambat
Proses Pengolahan
Keterangan
Saringan
Lambat
43
Pasir
Tidak
memerlukan
bak
pengendapan
Perlu Bak
Pengendapan
Biasa.
Kekeruhan maksi-mum
tahunan < 10 NTU.
Perlu bak
pengendap dg
bahan kimia.
Kekeruhan rata-rata
tahunan maksimum > 30
NTU.
Kekeruhan maksimum
tahunan 10 -30 NTU
DRAFT FINAL
Selain kriteria tersebut di
atas.
Saringan
Cepat
Saringan Pasir
Cepat
Pasir
Pengendapan
dengan bahan
kimia.
Perlu bak
flokulasi
cepat.
DRAFT FINAL
4.2.2 Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Saringan Pasir Lambat
Dalam metode ini proses pengolahan yang utama adalah proses
penyaringan dengan sistem saringan pasir lambat. Air baku dialirkan ke
tangki penerima, kemudian ke bak pengendap tanpa atau dengan
memakai zat kimia untuk mengedapkan kotoran yang ada dalam air baku.
selanjutnya di saring dengan saringan pasir lambat. Setelah disaring
dilakukan proses khlorinasi dan selanjutnya ditampung di bak penampung
air bersih, seterusnya di alirkan ke konsumen. Diagram pengolahan secara
umum dapat dilihat pada Gambar 3.
Proses pemurnian yang utama terjadi pada saringan pasir lambat
yaitu saringan yang media penyaringnya terdiri dari pasir silika yang relatif
halus. Jika air baku baku dialirkan ke saringan pasir lambat, maka kotorankotoran yang ada di dalamnya akan tertahan pada media pasir. Oleh
karena akumulasi kotoran baik dari zat organik maupun zat anorganik pada
media filternya akan terbentuk lapisan (film) secara biologis. Dengan
terbentuknya lapisan ini maka di samping proses penyaringan secara fisika
dapat juga menghilangkan kotoran (impuritis) secara bio-kimia. Biasanya
ammonia dengan konsetrasi yang rendah, zat besi, mangan dan zat-zat
yang menimbulkan bau dapat dihilangakan dengan cara ini. Hasil dengan
cara pengolahan ini mempunyai kualitas yang baik.
Meskipun sistem pengolahan dengan saringan pasir lambat tidak
memerlukan teknologi yang tinggi tetapi memerlukan tenaga untuk
pembersihan atau pencucian filter yang cukup banyak, di samping itu
memerlukan area yang cukup luas untuk saringan pasirnya.
Cara ini sangat sesuai untuk pengolahan yang air bakunya
mempunyai kekeruhan yang rendah dan relatif tetap. Biaya operasi rendah
karena proses pengendapan biasanya tanpa bahan kimia. Tetapi jika
kekeruhan air baku cukup tinggi, pengendapan dapat juga memakai bahan
kimia (koagulan) agar beban filter tidak terlalu berat.
4.2.3 Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Pengendapan Kimia Dan
Saringan Pasir Cepat
Bagian utama dalam cara pengolahan dengan saringan pasir cepat
adalah proses koagulasi sedimentasi dan filtrasi dengan saringan pasir
cepat. Untuk media penyaringnya, ukuran pasirnya relatif lebih besar dari
pada jika dibanding ukuran pasir pada saringan pasir lambat.
45
DRAFT FINAL
Gambar 3 : Diagram Proses Pengolahan Air Minum Dengan Sistem Saringan Pasir Lambat.
46
DRAFT FINAL
Dengan demikian kecepatan penyaringan serta luas area filternya juga
menjadi lebih besar. Diagram proses pengolahan dengan sistem saringan
pasir cepat dapat dilihat pada Gambar 4.
Sebelum dilakukan proses filtrasi, partikel-partikel kotoran yang
terdapat dalam air baku harus dipisahkan sebanyak mungkin dengan cara
koagulasi dan pengendapan agar beban filter tidak terlalu besar serta
waktu penyaringan lebih lama. Proses koagulasi yaitu proses pembubuhan
bahan kimia kedalam air baku agar partikel- partikel kotoran yang sangat
halus atau yang berbentuk partikel koloid menggumpal membentuk
gumpalan-gumpalan partikel yang besar (flok) dan berat sehingga
kecepatan pengendapan menjadi lebih besar. Ada beberapa cara proses
koagulasi yang dapat dilakukan yaitu :
Proses koagulasi konvensional : yaitu proses pencampuran cepat
antara air baku dengan zat koagulan yang dilakukan pada bak pencampur
cepat dan proses flokulasi yaitu proses pembentukan flok-flok yang besar
dan stabil sehingga mudah diendapkan, yang prosesnya dilakukan pada
bak flokulator dengan pengadukan lambat.
Proses sedimemtasi dengan kecepatan tinggi (high rate coaglosedimentation) : yaitu dimana proses koagulasi dan sedimentasi terjadi
dalam satu bak/kolam. Cara ini sering juga disebut accelator atau clarifier.
Proses koagulasi dan flokulasai tanpa proses pengendapan, dan
langsung disaring : cara ini dikenal dengan proses penyaringan langsung
(direct filtration). Untuk proses pengolahan air minum skala besar, proses
koagulasi-flokulasi yang sering digunakan adalah proses konvesional dan
proses koagulasi-sedimentasi dengan kecepatan tinggi (high rate coaglosedimentation).
4.2.4
47
DRAFT FINAL
Gambar 4 : Diagram Proses Pengolahan Air Minum Dengan Sistem Saringan Pasir Cepat.
48
DRAFT FINAL
Tabel 7 : Proses Pengolahan Air Secara Khusus.
NO
Carbon dioksida
bebas / CO2 agersif
Pengaturan pH
Besi
Mangan
Plankton
Dengan pemakaian bahan kimia: copper sulfat, Khlorine, copper khlorida ; fitrasi
ganda; saringan mikro.
Bau
Deterjen dan
phenol
DRAFT FINAL
Warna
Flourine
10
Kekeruhan
11
Kesadahan
12
Nitrate
Proses demineralisasi.
13
Amonia
14
Asam mineral
bebas
15
Hidrogen sulfida
16
Konductivity
17
Silika
18
Khlorida
50
DRAFT FINAL
51
DRAFT FINAL
Ke empat cara pengolahan air minum di atas, adalah cara
pengolahan air minum dengan air baku air tawar baik berasal dari air
permukaan atuapun air tanah, sedangkan untuk pengolahan dengan air
baku air asin atau payau akan diuraikan tersendiri
Berdasarkan karakteristik sumber air baku yang akan diolah dan
kriteria pengolahan air, proses pengolahan air dapat dibagi menjadi dua
yakni : proses pengolahan air minum dengan air baku air permukaan dan
proses pengolahan air minum dengan air baku air tanah. Secara umum
diagram prosesnya dapat dilihat seperti pada Gambar 5 dan Gambar 6.
4.2.5 Teknologi Membrane Untuk Pengolahan Air Minum
Perkembangan teknologi dalam pengolahan air telah berkembang
demikian pesatnya, yang mana diharapkan dapat menjadi jawaban untuk
sebagian dari permasalahan yang ada dalam pengolahan air bersih. Salah
satu teknologi yang dikembangkan adalah teknologi penyaringan atau
filtrasi dengan menggunakan membran.
Teknologi menggunakan membran sebenarnya bukanlah suatu
teknologi yang baru ditemukan, karena membran itu sendiri telah
digunakan semenjak lebih dari 50 tahun yang lalu. Adapun jenis membran
yang tersedia saat ini dibagi menjadi 4 kelompok besar, disesuaikan
dengan ukuran dari tingkat penyaringan atau sering disebut dengan istilah
Filtration degree.
Tingkat-tingkat penyaringan yang dimaksud adalah sebagai berikut (Lin,
2007) :
Mikro Filtrasi (Micro Filtration ,MF).
Ultrafiltrasi (Ultra Filtration,UF).
Nano Filtrasi (Nano Filtration, NF).
Osmosis Balik (Reverse Osmosis, RO).
Distribusi ukuran partikel yang dapat dipisahkan sesuai dengan tingkatan
proses filtrasi dapat dilihat pada Gambar 7. Selain ukuran pori, membran
juga dikelompokkan berdasarkan besarnya berat molekul partikel kotoran
yang dapat dipisahkan. Batas berat molekul yang dapat dipsahkan oleh
suatu membran disebut batas berat molekul membran.
52
DRAFT FINAL
53
DRAFT FINAL
Gambar 5 : Diagarm Proses Pengolahan Air Minum Dengan Air Baku Air Permukaan.
Sumber : JWWA, 1978
54
DRAFT FINAL
Gambar 6 : Diagarm Proses Pengolahan Air Minum Dengan Air Baku Air Tanah.
Sumber : JWWA, 1978
55
DRAFT FINAL
DRAFT FINAL
mass unit, amu) biasanya digunakan sebagai satuan untuk mengukur batas
berat molekul (MWCO) yang dapat dipisahkan oleh membran ultrafiltrasi
(UF), membran nanofiltration (NF) atau membran reverse osmosis
(RO).Ukuran diameter pori dan batas berat molekul yang dapat dipisahkan
oleh beberapa jenis membran dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 : Ukuran Diameter Pori Dan Batas Berat Molekul Yang Dapat
Dipisahkan Oleh Beberapa Jenis Membran.
Tipe Filtrasi
Mikro Filtrasi
Ultra Filtrasi
Nano Filtrasi
Reverse Osmosis
Ukuran Partikel
> 0,1m
0,01 0,1 m
0,001 0,01 m
< 0,001 m
Berat Molekul
(Dalton)
> 500.000
1000 500.000
100 - 1000
< 100
Sesuai dengan nama dan tingkatan dari tipe filtrasi diharapkan akan
didapatkan air olahan dengan tingkat kualitas tertentu pula. Misalnya
dengan menggunakan proses penyaringan ultra filtrasi (UF) dengan
derajad penyaringan sekitar 0,1 sampai 0,01 micron, diharapkan sebagian
besar dari padatan tersuspensi (suspended material) akan tersaring.
Dengan menggunakan proses penyaringan osmosis balik (reverse osmosis,
RO) dapat digunakan untuk mengolah air laut menjadi air tawar.
4.2.5.1 Mikro Filtrasi
Mikro filtrasi menggunakan membran mikroporous yang
mempunyai ukuran pori efektif berkisar antara 0,07 1,3 m (mikron), dan
umumnya mempunyai ukuran pori aktual 0,45 m (Bergman, 2005).
Ukuran partikel yang dapat dihilangkan dengan proses mikro filtrasi
berkisar antara 0.05 sampai 1 m. Aliran melalui membran mikroporus
dapat terjadi dengan menggunakan yang tekanan rendah, tetapi umumnya
untuk aplikasi pengolahan air minum atau air limbah dilkukan dengan
memberikan sedikit tekanan untuk meningkatkan produksi (fluks).
Membran mikro filtrasi dapat menyaring atau menghilangkan partikel
dengan ukuran sampai 0,1 0,2 m. Dalam hal ini mikro filtrasi dapat
57
DRAFT FINAL
digunakan untuk menghilangkan kekeruhan, alga, bacteria, cysta giardia,
oocysta cryptosporodium dan seluruh material padatan. Mikro fltrasi
sering juga digunakan untuk menghilangkan padatan tersuspensi atau
koloid di dalam air limbah.
4.2.5.2 Ultrafilrasi
Ultrafiltrasi (UF) merupakan proses pemisahan menggunakan
membran dengan ukuran pori-pori berkisar antara 0,1-0,01 m (mikron).
Biasanya, membran UF akan menghilangkan kotoran dari zat yang
mempunyai berat molekul tinggi, material koloid, serta molekul polimer
organik atau anorganik. Zat organik dengan berat molekul rendah dan ion
ion seperti natrium, kalsium, magnesium klorida, serta sulfat tidak dapat
dipisahkan oleh Membran UF. Karena hanya zat dengan berat molekul
tinggi yang dapat dihilangkan atau dipisahkan, maka perbedaan tekanan
osmotik di permukaan Membrane UF diabaikan.
Tekanan operasi rendah sehingga cukup untuk mencapai tingkat
fluks yang tinggi dari membran ultrafiltrasi. Fluks membran UF
didefinisikan sebagai jumlah air yang disaring atau diproduksi per satuan
luas permukaan membran per satuan waktu. Umumnya fluks dinyatakan
sebagai galon per feet persegi per hari (GFD) atau sebagai meter kubik per
meter persegi per hari. Membran ultrafiltrasi (UF) dapat memiliki fluks
sangat tinggi tetapi dalam banyak aplikasi praktis fluks bervariasi antara 50
sampai 200 GFD pada tekanan operasi sekitar 50 psig. Sedangkan,
membran reverse osmosis (RO) hanya memproduksi antara 10-30 GFD
pada 200-400 psig.
Ultrafiltrasi, seperti reverse osmosis, adalah proses pemisahan
secara aliran lintas (cross-flow). Air yang akan diolah dialirkan secara
tangensial ke sepanjang permukaan membran, sehingga menghasilkan dua
aliran. Aliran air yang yang masuk dan meresap melalui membran disebut
aliran air olahan (permeate). Jumlah dan kualitas air olahan akan
tergantung pada karakteristik membran, kondisi operasi, serta kualitas air
bakunya. Aliran lainnnya yakitu aliran air buangan (reject) atau disebut
concentrate, dimana di dalam aliran air buangan mengadung zat atau
kotoran yang telah dipisahkan oleh membran sehingga konsentrasinya
menjadi lebih pekat. Oleh karena itu di dalam pemisahan secara aliran
58
DRAFT FINAL
silang (cross-flow), membran itu sendiri tidak bertindak sebagai kolektor
ion, molekul, atau koloid tetapi hanya bertindak sebagai penghalang.
Di dalam proses penyaringan dengan menggunakan filter
konvensional, media penyaring atau filter cartridge, hanya menghilangkan
padatan tersuspensi dengan menjebak kotoran dalam pori-pori media
filter. Oleh karena itu filter ini bertindak sebagai deposit dari padatan
tersuspensi dan harus sering dibersihkan atau diganti. Filter konvensional
umumnya digunakan untuk pengoalahan awal sebelum proses pengolahan
dengan sistem membran, yaitu untuk menghilangkan padatan tersuspensi
yang relatif besar, sedangkan proses penyaringan dengan membran
digunakan untuk menghilangkan partikel dan padatan terlarut. Di dalam
proses ultrafiltrasi, untuk beberapa aplikasi, tidak menggunakan filtrasi
awal (prefilter) sehinnga modul ultrafiltrasi digunakan untuk memisahkan
padatan tersuspensi atau material emulsi koloid.
Berbagai bahan telah digunakan untuk membran ultrafiltrasi secara
komersial, tetapi yang paling banyak dipakai adalah polysulfone dan
selulosa asetat. Salah satu contoh unit pengolahan air minum dengan
proses ultrafiltrasi dapat dilhat pada Gambar 8. Nano berarti satu per
-9
-3
milyar. Satu nanometer (1 nm) sama dengan 10 m = 10 m (mikron).
Nanofiltration (NF) adalah filtrasi membran cross-flow. Dalam air yang
mengandung campuran beberpa jenis ion, ion monovalen cenderung
menembus (melewati) membran sedangkan jenis ion divalen atau
multivalent sangat mungkin akan dipisahkan pada antar muka (interface)
membran.
59
DRAFT FINAL
Gambar 8 : Unit Pengolahan Air Bersih atau Air Minum Dengan Proses
3
Ultrafiltrasi, Kapasitas 200 m per hari.
4.2.5.3 Nano Filtrasi (NF)
Nano berarti satu per milyar. Satu nanometer (1 nm) sama dengan
-9
-3
10 m = 10 m (mikron). Nanofiltration (NF) adalah filtrasi membran
cross-flow. Dalam air yang mengandung campuran beberpa jenis ion, ion
monovalen cenderung menembus (melewati) membran sedangkan jenis
ion divalen atau multivalent sangat mungkin akan dipisahkan pada antar
muka (interface) membran. Oleh karena beberapa jenis ion, yakni ion
monovalen dapat masuk melalui membran, perbedaan potensial kimia
antara kedua larutan lebih kecil maka memerlukan daya pendorong yang
lebih rendah. Oleh karena itu, tekanan operasi Nano Filtrasi (NF) hanya
berkisar antara 7 40 bar. Membran NF umumnya dicirikan oleh
kemampuan untuk memisahkan jenis ion divalen, umumnya magnesium
sulfat (MgSO4) atau kalsium klorida (CaCl2). Oleh karena terdapat banyak
variabilitas di dalam aplikasi NF, retensi MgSO4 umumnya berkisar antara
80% hingga 98%.
Nano-filtrasi umumnya dipilih untuk pemisahan apabila aplikasi
reverse osmosis (RO) dan ultrafiltrasi bukanlah pilihan yang tepat.
Nanofiltration dapat digunakan untuk aplikasi pemisahan mineral
(demineralization), penghilangan warna, dan desalinasi.
60
DRAFT FINAL
Dengan
Proses
DRAFT FINAL
Diagram pengolahan air bersih atau air minum dengan proses
pengendapan kimia dan saringan pasir cepat secara garis besar dapat
dilihat pada diagrap proses pengolahan seperti pada Gambar 9. Air baku
yang berasal dari sungai atau danau dipompa ke bak penerima, selanjutnya
dialuirkan ke bak koagulasi-flokulasi sambil dibubuhkan bahan kimia
misalnya soda ash untuk kontrol pH, bahan kimia koagulan serta polimer
untuk proses koagulasi dan flokulasi. Selanjutnya dialirkan ke bak
pengendap atau bak sedimentasi untuk mengendapkan flok kotoran yang
terjadi. Air limpasan dari bak pengendap dialirkan ke unit saringan pasir
cepat untuk menyaring sisa sisa flok yang belum sempat mengendap. Dari
saringan pasir cepat air dilairkan ke bak kontaktor khlor untuk proses
disinfeksi dan selanjutnya di alirkan ke bak penampung air bersih, dan
selanjutnya dialirkan ke jaringan distribusi.
Beberapa fasilitas utama yang perlu disediakan antara lain adalah
fasilitas intake (penyadapan), screen (penyaring sampah), bak pemisah
pasir, bak penerima, bak pencampur cepat, unit koagulasi-flokulasi,
fasilitas pembubuhan bahan kimia, unit pengendapan atau sedimentasi,
unit filtrasi (penyaringan), fasilitas disinfeksi, bak penampung air bersih
serta jaringan distribusi.
62
DRAFT FINAL
Bahan kimia yang sering digunakan untuk proses koagulasi
flokulasi umumnya dikalsifikasikan menjadi tiga golongan yakni Zat
Koagulan, Zat Alkali dan Zat Pembantu Koagulan.
4.3.2.1 Bahan Koagulan
Zat koagulan digunakan untuk menggumpalkan partikel-partikel
padat tersuspesi, zat warna, koloid dan lain-lain agar membentuk
gumpalan partikel yang besar (flok) sehingga dapat dengan cepat dapat
diendapkan pada bak pengendap sedangkan zat alkali dan zat pembantu
koagulan berfungsi untuk mengatur pH agar kondisi air baku dapat
menunjang proses flokulasi serta membantu agar pembentukan flok dapat
berjalan denganlebih cepat dan baik.
Pemilihan zat koagulan harus berdasarkan pertimbangan antara lain
: jumlah dan kualitas air yang akan diolah, kekeruhan air baku, metode
filtrasi serta sistem pembuangan lumpur endapan. Koagulan yang sering
dipakai antara lain aluminium sulfat (alum), poly aluminium chloride (PAC).
Di samping itu ada senyawa polimer tertentu yang dapat dipakai bersamasama dengan senyawa koagulan lainnya.
4.3.2.1.A Aluminium Sulfat (Alum), Al2(SO4)3 .18 H2O
Alum merupakan bahan koagulan yang banyak dipakai untuk
pengolahan air karena harganya murah, flok yang dihasilkan stabil serta
cara pengerjaanya mudah. Garam aluminium sulfat jika ditambahkan ke
3dalam air dengan mudah akan larut akan bereaksi dengan HCO
menghasilkan aluminium hidroksida yang mempunyai muatan positip.
Sementara itu partikel-parikel koloidal yang terdapat dalam air baku
biasanya bermuatan negatip dan sukar mengendap karena adanya gaya
tolak menolak antar partikel koloid tersebut. Dengan adanya hidroksida
aluminium yang bermuatan positip maka akan terjadi tarik menarik antara
partikel koloid yang bermuatan negatip dengan partikel aluminium
hidroksida yang bermuatan positip sehingga terbentuk gumpalan partikel
yang makin lama makin besar dan berat dan cepat mengendap. Selain
partikel-partikel koloid juga partikel zat organik tersuspensi, zat anorganik,
bakteri dan mikroorgaisme yang lain dapat bersama-sama membentuk
gumpalan partikel (flok) yang akan mengendap bersama-sama. Jika
63
DRAFT FINAL
alkalinitas air baku tidak cukup untuk dapat bereaksi dengan alum, maka
dapat ditambahkan kapur (lime) atau soda abu agar reaksi dapat berjalan
dengan baik.
Reaksi kimianya secara sederhana dapat ditunjukkan sebagai
berikut :
Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 3 Ca(SO4) + 6 CO2
+ 18 H2O
DRAFT FINAL
dipakai dalam bentuk larutan dengan konsestrasi 5 - 10 % untuk skala kecil
dan untuk skala besar 20 - 30 %.
Akhir-akhir ini alum cair banyak digunakan karena cara
pengerjaannya maupun transportasinya mudah. Tetapi pada suhu yang
rendah dan konsetrasi yang tinggi akan terjadi pengkristalan Al2O3 yang
menyebabkan penyumbatan pada perpipaan. Oleh karena itu, untuk
pemakaian alum cair, konsentrasi Al2O3 harus diatur pada konsentrasi
tertentu, biasanya sekitar 8- 8,2 %.
4.3.2.1.B Ammonia Alum, (NH4 )2(SO4). Al2(SO4)3 . 24 H2O
Merupakan garam rangkap amonium aluminium sulfat. Kelarutan
koagulasinya lebih rendah. Penggunaanya biasanya terbatas untuk instalasi
kecil dan untuk air baku dengan kekeruhan yang tidak begitu tinggi.
Misalnya untuk kolam renang, industri kecil dan lainnya. Pembubuhannya
dapat dilakukan dengan cara sederhana yakni dengan alat bubuh tipe pot
(pot type feeder). Amonia Alum diletakkan dalam suatu bejana, lalu air
dilewatkan kedalam bejana tesebut sehingga sebagian alum larut.
Selanjutnya larutan yang terjadi diinjeksikan ke air baku.
4.3.2.1.C
65
DRAFT FINAL
4.3.2.1.D
alami tetapi dibanding reaksi antara alum dengan HCO3- lebih lambat.
Biasanya digunakan bersama-sama dengan kapur (lime) untuk menaikkan
pH, sehingga ion ferro terendapkan dalam bentuk ferri hidroksida,
Fe(OH)3 . Ferrous Sulfate ini kurang sesuai untuk menghilangkan warna,
akan tetapi sangat baik untuk pengolahan air yang mempunyai alkalinitas
dan kekeruhan dan oksigen terlarut yang tinggi. Kondisi pH yang sesuai
yakni antara 9,0 - 11,0.
Reaksinya adalah sebagai berikut :
2 Fe(SO4).7 H2O + 2 Ca(HCO3)2 + 1/2 O2 2 Fe(OH)3 + 4 CO2
+ 2 Ca(SO4) + 13 H2O
10
11
66
12
DRAFT FINAL
Secara teoritis 1,0 lb khlorine dapat mengoksidasi 7,8 lb copperas. Tetapi
untuk mendapatkan hasil yang baik pembubuhan khlorine biasanya sedikit
berlebih dari kebutuhan teoritis.
4.3.2.1.F Ferri Khloride, FeCl3 . H2O
Ferri khloride dan ferri sulfat merupakan bahan koagulan dengan
nama dagang bermacam-macam. Dapat bereaksi dengan bikarbonat
(alkalinitas) atau kapur. Reaksinya adalah sebagai berikut :
2 FeCl3 + 3 Ca(HCO3)2
13
14
67
DRAFT FINAL
4.3.2.2
-3
15
(slake lime) banyak dipakai karena harganya murah dan hasilnya baik.
Tetapi mempunyai beberapa kekurangan yakni kelarutannya kecil dan
dapat memperbesar kesadahan.
Dosis zat zat alkali yang dibubuhkan harus ditentukan berdasarkan
hal-hal sebagai berikut :
68
DRAFT FINAL
Untuk menghitung dosis zat alkali yang diperlukan dapat memakai rumus
sebagai berikut :
W = [( A2 + K x R ) - A1] x F
Keterangan:
W
A1
A2
K
16
=
=
K (ppm)
0,45
0,24
0,15
DRAFT FINAL
Jenis zat alkali
Slaked lime (CaO 72 %)
Soda ash (NaCO3 99%)
Soda caustic (cair) (NaOH 45%)
Soda caustic (cair) (NaOH 20%)
F (ppm)
0,77
1,06
1,78
4
4.3.4
Pada saat kekeruhan air baku tinggi misalnya setelah hujan, pada
saat musim dingin ataupun pada saat permintaan produksi meningkat,
maka jika memakai zat koagulan saja sering kali pembentukan flok kurang
baik. untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan memakai koagulan
pembantu sehingga pembentukan flok berjalan dengan baik.
Pemilihan jenis zat koagulan pembantu harus dapat menghasilkan
flok yang baik atau stabil dan tidak berbahaya ditinjau dari segi kesehatan.
Disamping itu juga harus ekonomis serta pengerjaannya mudah. Sebagai
bahan koagulan pembantu yang sering dipakai yakni silika aktif dan
sodium alginat (sodium alginic acid).
Dosis zat koagulan pembantu harus ditentukan dengan
pertimbangan sebagai berikut :
Pada keadaan biasa/normal dosis silika aktif yakni 1 - 5 ppm sebagai
SiO2 dan untuk sodium alginat yakni antara 0,2 - 2 ppm.
Salah satu contoh unit pengolahan air bersih menggunakan air baku air
sungai dengan proses pengendapan kimia dan saringan pasir cepat dapat
dilihat pada Gambar 10.
70
DRAFT FINAL
DRAFT FINAL
3
DRAFT FINAL
saringan pasir lambat Up-Flow (penyaringan dengan aliran dari bawah ke
atas).
Untuk mengatasi masalah kebuntuan terutama pada saat tingkat
kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan,
maka agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar, perlu
dilengkapi dengan peralatan pengolahan pendahuluan yaitu bak
pengendapan awal berupa saringan Up- Flow dengan media berikil atau
batu pecah, dan pasir kwarsa/silika. Selanjutnya dari bak saringan awal, air
dialirkan ke bak saringan utama dengan arah aliran dari bawah ke atas (UpFlow). Air limpasan dar bak penyaring utama merupakan air olahan dan di
alirkan ke bak penampung air bersih, selanjutnya didistribusikan ke
konsumen dengan cara gravitasi atau dengan memakai pompa.
DRAFT FINAL
4.4.2 Keunggulan Saringan Pasir Lambat Up Flow
Pengolahan air berish dengan menggunakan sistem saringan pasir
lambat Up Flow mempunyai keuntungan antara lain :
Tidak memerlukan bahan kimia, sehingga biaya operasinya sangat
murah.
Dapat menghilangkan zat besi, mangan, dan warna serta kekeruhan.
Dapat menghilangkan ammonia dan polutan organik, karena proses
penyaringan berjalan secara fisika dan biokimia.
Proses operasi dan perawatannya murah dan mudah.
Sangat cocok untuk daerah pedesaan karena proses pengolahan
sangat sederhana.
3
100 M /Hari.
Bangunan Penyadap
DRAFT FINAL
Tebal Lapisan Kerikil :
Batu Pecah,
ukuran2-3 cm : 20 cm
Batu Pecah ,
ukuran 1-2 cm : 10 cm
Pasir : 70 cm
Kecepatan Penyaringan :
3
2
16 M /M per hari.
80 cm x 500 cm x 225 cm
(2 Buah)
200 cm x 500 cm x 200 cm (2 buah)
Kecepatan Penyaringan
Bak Air Bersih
5 M /M .hari.
3
200 cm X 580 cm X 200 cm (+ 20 M )
Bahan bangunan
Batu Pecah,
ukuran 2-3 cm : 20 cm
Batu Pecah,
ukuran 1-2 cm : 10 cm
Pasir : 70 cm
75
DRAFT FINAL
Gambar 12 : Rancangan alat pengolah air bersih Saringan Pasir Lambat Up3
Flow kapasitas 100 M /hari
(Tampak Atas).
76
DRAFT FINAL
DRAFT FINAL
4.5
Masalah zat besi dan mangan di dalam air minum lebih sering
terjadi jika sumber air baku yang digunakan berasal dari air tanah. Untuk
air permukaan masalah zat besi atau mangan umumnya terjadi jika sumber
air yang digunakan berasal dari danau yang kedalamannya cukup tinggi
(dalam) atau danau yang telah mengalami eutropikasi dimana terjadi
kondisi reduksi atau anaerobik di bagian bawah atau dasar danau. Kondisi
tersebut dapat mengakibatkan terlarutnya kembali endapan senyawa
oksida besi atau mangan yang ada di dasar danau atau reservoir tersebut.
Sering juga masalah seperti ini terjadi secara musiman atau pada perioda
tertentu saja.
Jika sumber air yang digunakan untuk penyediaan air minum
mengandung konsentrasi zat besi lebih besar 0,3 mg/l atau kandungan
mangan melebihi 0,05 mg/l maka perlu pemilihan cara pengolahan yang
paling sesuai.
Untuk menghilangkan zat besi atau mangan di dalam air yang
paling sering digunakan adalah dengan cara oksidasi yang diikuti proses
pemisahan padatan (suspended solids). Mangan lebih sulit dioksidasi dari
pada besi. Hal ini disebabkan karena kecepatan oksidasi mangan lebih
rendah dibanding dengan kecepatan oksidasi besi.
Ada beberapa cara untuk menghilangkan zat besi dan mangan
dalam air salah satu diantarannya yakni dengan cara oksidasi, dengan cara
koagulasi, cara elektrolitik, cara pertukaran ion, cara filtrasi kontak, proses
soda lime, pengolahan dengan bakteri besi dan cara lainnya.
Proses penghilangan besi dan mangan dengan cara oksidasi dapat
dilakukan dengan tiga macam cara yakni oksidasi dengan udara atau
aerasi, oksidasi dengan khlorine (khlorinasi) dan oksidasi dengan kalium
permanganat.
Beberapa cara oksidasi besi atau mangan yang paling sering
digunakan di dalam industri pengolahan air minum antara lain yakni proses
aerasi-filtrasi, proses khlorinasi-filtrasi dan proses oksidasi kalium
permanganat-Filtrasi dengan mangan zeolit (manganese greensand)
(Wong, 1984).
Pemilihan proses tersebut dipilih berdasarkan besarnya konsentrasi
zat besi atau mangan serta kondisi air baku yang digunakan. Proses lain
seperti pertukaran ion, proses filtrasi dengan penambahan chlorine
dioxide, proses pengaturan pH, proses filtrasi dengan katalis dengan media
78
DRAFT FINAL
yang sesuai serta proses oksidasi dengan ozone jarang digunakan karena
alasan biaya dan operasional. Rekomendasi untuk proses tersebut dapat
ditemukan di dalam berbagai literatur tentang pengolahan air.
Proses aerasi-filtrasi umumnya lebih dianjurkan untuk pengolahan
air dengan konsentrasi zat besi lebih besar 5 mg/l untuk menghemat biaya
bahan kimia. Proses khlorinasi filtrasi lebih disarankan untuk konsentrasi
zat besi kurang dari 2 mg/l, sedangkan proses filtrasi dengan manganese
greensand dengan penambahan kalium permanganat direkomen-dasikan
untuk penghilangan zat besi dengan konsentrasi 0-3 mg/l.
4.5.1
Proses Aerasi-Filtrasi
79
DRAFT FINAL
Fe(HCO3)2 ===> FeCO3 + CO2 + H2O
Mn(HCO3)2 ===> MnCO3 + CO2 + H2O
Dari reaksi tersebut dapat dilihat, jika CO2 berkurang, maka kesetimbangan
reaksi akan bergeser ke kanan dan selanjutnya reaksi akan menjadi sebagai
berikut :
FeCO3 + CO2 ===> Fe(OH)2 + CO2
MnCO3 + CO2 ===> Mn(OH)2 + CO2
Baik hidroksida besi (valensi 2) maupun hidroksida mangan (valensi 2)
masih mempunyai kelarutan yang cukup besar, sehingga jika terus
dilakukan oksidasi dengan udara atau aerasi akan terjadi reaksi (ion)
sebagai berikut :
2+
+
4 Fe + O2 + 10 H2O ===> 4 Fe(OH)3 + 8 H
2+
+
2 Mn + O2 + 2 H2O ===> 2 MnO2 + 4 H
Sesuai dengan reaksi tersebut, maka untuk mengoksidasi setiap 1
mg/l zat besi dibutuhkan 0,14 mg/l oksigen dan setiap 1 mg/l mangan
dibutuhkan 0,29 mg/l. Pada pH rendah, kecepatan reaksi oksidasi besi
dengan oksigen (udara) relatif lambat, sehingga pada prakteknya untuk
mempercepat reaksi dilakukan dengan cara menaikkan pH air yang akan
diolah. Pengaruh pH terhadap oksidasi besi dengan udara (aerasi) dapat
dilihat pada Gambar 16.
Ada beberapa jenis peralatan aerasi yang sering digunakan yakni
aerator gravitasi, aerator sembur (spray aerator), aerator dengan difuser,
dan aerator secara mekanik (Benefiled, 1982; Fair and Geyer, 1971; Peavy,
1986; Hammer, 1986).
Untuk aerator gravitasi, beberapa cara yang sering digunakan
misalnya aerator baki (tray aerator), aerator cascade, aerator dengan
tower vertikal misalnya bubble cap tray dan lainnya. Untuk aerator sembur
(spray aerator) cara yang sering digunakan adalah aerator dengan
menggunakan nozzle atau orifice, baik yang stationer maupun bergerak.
Untuk aerator dengan difuser dilakukan dengan cara
menyemburkan udara bertekanan ke dalam air melalui difuser yang
berbentuk nozzle, pipa berlubang, atau difuser gelembung halus. Dengan
cara demikian maka akan terjadi kontak yang efektif antara oksigen atau
udara dengan zat besi atau mangan yang ada di dalam air sehingga terjadi
reaksi oksidasi zat besi atau mangan membentuk oksida yang tak larut
80
DRAFT FINAL
dalam air. Untuk aerator mekanik, beberapa cara yang sering digunakan
adalah submerged paddle, surface paddle, propeler blade atau turbine
blade.
12
KONSENTRASI Fe [mg/l]
10
pH 5.0
pH 6.65
pH 5.95
pH 6.8
pH 6.15
pH 7.0
pH 6.5
pH 7.45
0
0
10
20
30
40
50
60
70
DRAFT FINAL
soda ash, soda api atau kapur tohor (Ca(OH)2). Bahan kimia yang digunakan
adalah gas khlorine atau hipokhlorit.
Gas khlorine (Cl ) dan ion hipokhlorit (OCl)- adalah merupakan
2
bahan oksidator yang kuat sehingga meskipun pada kondisi pH rendah dan
oksigen terlarut sedikit, dapat mengoksidasi dengan cepat. Reaksi oksidasi
antara besi dan mangan dengan khlorine adalah sebagai berikut :
2 Fe + Cl2 + 6 H2O ==> 2 Fe(OH)3 (s)+ 2 Cl- + 6 H
2+
+
Mn + Cl + 2 H O ==> MnO (s)+ 2 Cl- + 4 H
2+
pH Air
Fe (ppm)
15 menit
30 menit
60 menit
4
4,55
5,0
10,0
10,0
10,0
< 0,1
< 0,1
0,8
0,5
< 0,1
82
DRAFT FINAL
Catatan : Air baku yang digunakan adalah air tanah.Konsentrasi Fe setelah diaerasi dan
disaring dengan kertas saring. Sumber : Tatsumi Iwao, 1971.
DRAFT FINAL
berfungsi sebagai katalis dan pada waktu yang bersamaan besi dan
mangan yang ada dalam air teroksidasi menjadi bentuk ferri-oksida dan
mangandioksida yang tak larut dalam air. Reaksinya adalah sebagai berikut
:
K2Z.MnO.Mn2O7 + 4 Fe(HCO3)2 ==> K2Z + 3 MnO2 + 2 Fe2O3 + 8 CO2 + 4 H2O
K2Z.MnO.Mn2O7 + 2 Mn(HCO3)2 ==> K2Z + 5 MnO2 + 4 CO2 + 2 H2O
Reaksi penghilangan besi dan mangan dengan mangan zeolite tidak sama
2+
2+
dengan proses pertukaran ion, tetapi merupakan reaksi dari Fe dan Mn
dengan oksida mangan tinggi (higher mangan oxide).
Filtrat yang terjadi mengandung mengandung ferri-oksida dan
mangan-dioksida yang tak larut dalam air dan dapat dipisahkan dengan
pengendapan dan penyaringan. Selama proses berlangsung kemampuan
reaksinya makin lama makin berkurang dan akhirnya menjadi jenuh. Untuk
regenerasinya dapat dilakukan dengan menambahkan larutan kalium
permanganat kedalam mangan zeolite yang telah jenuh tersebut sehingga
akan terbentuk lagi mangan zeolite (K2Z.MnO.Mn2O7).
Keunggulan proses ini adalah mangan zeolit dapat berlaku sebagai
buffer (penyangga). Jika penambahan kalium permanganat tidak dapat
mengoksidasi zat besi atau mangan yang larut di dalam air secara
sempurna maka mangan zeolit akan mengoksidasi logamlogam tersebut
dan tersaring di dalamnya.
4.5.4 Menghilangkan Besi dan Mangan dengan Cara Koagulasi
Proses menghilangkan besi dan mangan dengan koagulasi dapat
dilakukan dengan dua macam cara yaitu :
4.5.4.1 Proses Koagulasi dengan Penambahan Bahan Koagulan
Sebagaimana diketahui pada pembahasan terdahulu bahwa zat besi
dan mangan banyak terdapat dalam air tanah dan pada umumnya berada
dalam bentuk senyawa valensi 2 atau dalam bentuk ion Fe2+ dan
Mn2+Lain halnya jika besi dan mangan tersebut berada dalam air dalam
84
DRAFT FINAL
bentuk senyawa organik dan kolloid, misalnya bersenyawa dengan zat
warna organik atau asam humus (humic acid), maka keadaan yang
demikian susah dihilangkan baik dengan cara aerasi, penambahan khlorine
maupun dengan penambahan kalium permangganat. Adanya partikelpartikel halus Fe(OH)3.n H2O air juga sukar mengendap dan menyebabkan
air menjadi keruh.
Untuk menghilangkan zat besi dan mangan seperti pada kasus
tersebut di atas, perlu dilakukan koagulasi dengan membubuhkan bahan
koagulan, misalnya aluminium sulfat, Al2(SO4).nH2O dalam air yang
mengandung kolloid. Dengan pembubuhan koagulan tersebut, kolloid
dalam air menjadi bergabung dan membentuk gumpalan (flock) kemudian
mengendap. Setelah kolloid senyawa besi dan mangan mengendap,
kemudian air disaring dengan saringan pasir cepat atau saringan pasir
lambat.
4.5.4.2 Proses Koagulasi dengan Cara Elektrolitik
Ke dalam air baku dimasukkan elektroda dari lempengan logam
aluminium (Al) yang dialiri dengan listrik arus searah. Dengan adanya arus
listrik tersebut, maka elektroda logam Al tersebut sedikit demi sedikit akan
3+
larut ke dalam air membentuk ion Al , yang oleh reaksi hidrolisa air akan
membentuk Al(OH)3 merupakan koagulan yang sangat efektif. Dengan
terbentuknya Al(OH)3 .nH2O dan besi organik serta partikel-pertikel kolloid
3+
85
DRAFT FINAL
Sebagai media penukaran ion yang sering dipakai zeolite alami yang
merupakan senyawa hydrous silikat aluminium dengan calsium dan
natrium (Na). Disamping bahan penukar ion alami ada juga penukar ion
tiruan (resin sintetis) yang mempunyai sifat-sifat yang lebih khusus.
Ditinjau dari siklus penukaran ionnya, ada 2 (dua) tipe yaitu : penukaran
ion dengan siklus Na yang regenerasinya dengan memakai larutan NaCl,
dan Penukaran ion dengan
siklus H yang regenerasinya dengan
menggunakan larutan HCl. Reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :
4.5.5.1 Dengan Siklus untuk Na
a. Menggunakan Zeolite
Penghilangan Fe
dan Mn dg
zeolit
Regenerasi dg
NaCl
egenerasi dg
NaCl
R-Fe
FeCl2
+ 4 NaCl ==> 2 R-Na2 +
R-Mn
MnCl2
DRAFT FINAL
Penghilangan Fe
dan Mn
Regenerasi dg
HCl
Fe(HCO3)2
FeZ
==>
+ 4 H2(CO3)
Mn(HCO3)2
MnZ
FeZ
FeCl2
+ 4 HCl ==> 2 H2Z +
MnZ
MnCl2
2 H2-Z +
Regenerasi
HCl
dg
DRAFT FINAL
menjadi tinggi, maka setelah Fe dan Mn nya dipisahkan, air olahan harus
dinetralkan kembali.
4.5.7 Penghilangan Besi dan Mangan dengan Bakteri Besi
Di dalam proses saringan pasir lambat, pada saat operasi dengan
kecepatan 10-30 meter/hari, setelah operasi berjalan 7-10 hari, maka pada
permukaan atau dalam media filternya akan tumbuh dan berkembang biak
bakteri besi yang dapat mengoksidasi besi atau mangan yang ada dalam
air.
Bakteri besi mendapatkan energi aktivasi yang dihasilkan oleh reaksi
oksida besi ataupun oksida mangan, untuk proses perkembangbiakannya.
Dengan didapatkannya energi tersebut maka jumlah sel bakteri juga akan
bertambah. Dengan bertambahnya jumlah sel bakteri besi tersebut, maka
kemampuan oksidasinya menjadi bertambah pula. Sedangkan besi yang
telah teroksidasi akan tersaring/ tertinggal dalam filter. Yang termasuk
dalam grup Bakteri besi yang banyak dijumpai yaitu: Crenothrix yang dapat
menghilangkan besi maupun Mangan.
4.5.8 Penghilangan Besi dan Mangan dengan Filtrasi DuaTahap
Cara ini sebetulnya untuk menghilangkan atau meniadakan proses
koagulasi dan sedimentasi yaitu dengan cara melakukan penyaringan 2
(dua) tahap dengan saringan pasir cepat. Setelah proses aerasi, maka
senyawa besi dalam bentuk Fe(OH)3larut dalam air dialirkan ke dalam
saringan pasir cepat secara bertahap. Cara ini dapat menghemat biaya
operasi untuk koagulasi dan pengendapan tetapi beban saringan pertama
akan cukup besar.
4.5.9 Cara Lain
Khususnya untuk menghilangkan besi yang ada dalam air ada cara
lain yang dapat digunakan yaitu dengan Oksidasi Kontak (Contact
Oxydation).
88
DRAFT FINAL
Air baku dialirkan melalui saringan pasir atau media lainnya yang
permukaannya terlapisi oleh zat oksiferrihidroksida (FeOOH). Pada saat
2+
dengan waktu yang sangat singkat akan
melalui media tersebut Fe
3+
teroksidasi menjadi Fe dengan zat oksigen yang terlarut (DO) sebagai
oksidator.
Tetapi jika kandugnan oksigen yang terlarut dalam air baku kecil
misalnya air tanah, maka air bakunya harus dikontakkan dengan udara
dengan cara kontak biasa atau menggunakan peralatan tertentu untuk
suplai oksigen.
Mekanisme reaksi penghilangan besi dengan oksidasi kontak adalah
merupakan reaksi auto-katalitik dengan oksiferrihidroksida (FeOOH)
sebagai katalis, yang banyak terdapat pada bijih limonite.
Jika dibandingkan dengan cara-cara yang lain, penghilangan besi
dengan cara ini mempunyai karakteristik yang sangat berbeda. Cara
oksidasi kontak ini mempunyai keuntungan :
Tanpa proses Koagulasi dan Pengendapan.
Kecepatan filtrasi besar.
Waktu pakai media filter (penyaringan) / katalis lama.
Tanpa proses regenerasi
4.5.10
DRAFT FINAL
di udara. Reaksi oksidasi tersebut menghasilkan senyawa ferrihidroksida
atau mangan dioksida yang berupa gumpalan sangat halus (micro flock)
yang tak larut dalam air, sehinggga dapat tersaring pada filter multi media.
Berdasarkan reaksi tersebut diatas, untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat
besi memerlukan 0,14 mg/l oksigen , dan untuk setiap I mg/l mangan
diperlukan oksigen sebanyak 0,29 mg/l .
DRAFT FINAL
digunakan adalah pasir silika, mangan zeolit (mangenese greensand), dan
karbon aktif. Skema multi media filter yang digunakan dan susunan media
dapat dilihat seperti pada Gambar 18, sedangkan contoh bentuk filter
dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan Gambar 19.
91
DRAFT FINAL
Gambar 19 : Filter Multi Media Untuk Menghilangkan Zat Besi Dan Mangan
Di Dalam Air.
4.5.10.2 Aplikasi Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Dengan Proses
Khlorinasi- Filtrasi
Salah satu pilot plant untuk menghilangkan besi dan mangan di
dalam air tanah dengan proses khlorinasi-filtrasi (Wong,1984), secara garis
besar proses pengolahannya ditunjukkan seperti pada Gambar 20.
92
DRAFT FINAL
DRAFT FINAL
94
DRAFT FINAL
DRAFT FINAL
Kombinasi Aerasi dan Filtrasi dengan Filter Mangan Zeolit
dan Karbon Aktif
Air yang akan diolah adalah air tanah dengan kandungan zat besi
yang cukup tinggi yakni mencapai 10 mg/l dengan pH yang rendah yakni
sekitar pH 4. Secara fisik pada saat dipompa keluar air terlihat jernih tetapi
berbau logam, dan setelah dibiarkan dan kontak dengan udara air akan
segera berubah menjadi berwarna coklat kemerahan dan keruh.
Proses yang digunakan yakni kombinasi proses pengaturan pH,
proses oksidasi dengan udara, pembubuhan kalium permanganat dan
dilanjutkan dengan proses filtrasi. Proses penyaringan terdiri dari tiga
tahap yakni penyaringan dengan saringan pasir, kemudian penyaringan
dengan filter mangan zeolit (manganese greensand) dan selanjutnya
penyaringan dengan media karbon aktif. Diagram proses pengolahannya
dapat dilihat seperti pada Gambar 24.
Air baku yang berasal dari air air tanah dipompa ke tangki
pencampur (static mixer) sambil diinjeksi dengan larutan soda ash
(NaHCO3) untuk menaikkan pH menjadi sekitar pH 7-8, selanjutnya
dialirkan ke bak clarifier atau bak pengendap. Di dalam bak pengendap,
dengan adanya penambahan soda ash serta kontak dengan oksigen dari
udara, zat besi atau mangan akan dengan cepat teroksidasi menjadi oksida
besi atau oksida mangan yang tidak larut di dalam air dan akan mengendap
di dalam bak pengendap.
Air limpasan dari bak pengendap selanjutnya dialirkan ke bak
penampung air baku. Dari bak penampung air baku, air dipompa ke tangki
reaktor (tangki bertekanan) sambil diijeksi dengan larutan kalium
permanganat untuk mengoksidasi zat besi atau managan yang masih ada
di dalam air.
Zat besi atau mangan di dalam air yang telah teroksidasi dan juga
padatan tersuspensi yang berupa partikel halus, selanjutnya di alirkan ke
filter pasir (sand filter). Air yang keluar dari saringan pasir selanjutnya
dialirkan ke filter mangan zeolit (manganese greensand filter). Dengan
adanya filter mangan zeolit ini, zat besi atau mangan yang belum
teroksidasi di dalam tangki reaktor dapat dihilangkan sampai konsentrasi
< 0,1 mg/l.
96
DRAFT FINAL
97
DRAFT FINAL
Gambar 25 : Pompa Air Baku Dan Sistem Injeksi Larutan Soda Ash
(NaHCO3) Untuk Menaikkan pH Air.
98
DRAFT FINAL
Air Baku
5,5
10,06
2,94
60
34
64,0
99
Air Olahan
6,7
0,14
0,02
4
10
60
DRAFT FINAL
4.6
Dan
Ultrafiltrasi
Untuk
= 100 m /hari.
: Air sumur atau air tanah, air sungai.
: Standar DEPKES RI.
DRAFT FINAL
senyawa polutan yang ada di dalam air baku misalnya zat organik,
amoniak, zat besi, mangan, deterjen dan senyawa polutan lain dapat
diuraikan secara biologis. Selain itu padatan tersuspensi yang ada di dalam
air baku dapat diendapakan. Air yang keluar dari biofilter selanjutnya di
tampung ke bak penampung antara.
Dari bak penampung antara air selanjutnya dipompa ke mikro
strainer yang dapat menyaring kontoran padatan sampai 50 mikron sambil
diinkeksi dengan larutan kaporit untuk membunuh kuman dan mencegah
terjadinya biofouling. Dari mikro strainer air dilairkan ke unit ultra filtrasi
yang dapat menyaring sampai ukuran 0,01 mikron. Unit ultra filtrasi
menggunakan modul membran tipe hollow fiber. Unit ultrafiltrasi
beroperasi secara otomtis yakni proses penyaringan dan proses pencucian
balik (backwash) dilakukan secara bergantian dan waktunya dapat diatur
dengan menggunakan alat pengatur waktu (timer). Proses penyaringan
diatur selama 10-15 menit, sedangkan proses pencucian balik diatur
selama 1-2 menit. Diagram proses penyaringan dan proses pencucian balik
di dalam unit ultrafiltrasi dapat dilihat pada Gambar 29 dan Gambar 30.
Air yang keluar dari unit ultra filtrasi dialirkan ke bak penampung air
bersih dan selanjutnya dilairkan ke sistem distribusi untuk digunakan untuk
keperluan air bersih (mandi, cuci dll).
4.6.3 Keunggulan Proses Ultrafiltrasi
Sistem ultrafiltrasi mempunyai beberapa kelebihan antara lain
adalah :
Tanpa bahan koagulan dan flokulan, tetapi menggunakan sedikit
larutan kaporit untuk mencegah biofouling dan untuk mendapatkan
konsentrasi sisa klor yang cukup agar tidak terjadi rekontaminasi.
Kualitas air hasil pengolahan sangat baik dan stabil.
Bentuknya lebih kompak dan luas area yang dibutuhkan lebih kecil.
Sangat fleksibel jika ada penambahan kapasitas.
Menyaring bakteri, suspended solid, warna, partikel koloid, silikat,
serta mereduksi kekeruhan, zat besi koloid dan mangan koloid.
Menggunakan murni teknik filtrasi tanpa bahan kimia, sehingga
hasilnya jauh lebih absolut. Kondisi air baku dapat berfluktuasi
sepanjang waktu tetapi hasil air olahan akan tetap selalu sama
Tidak dibutuhkan pondasi sipil karena sudah berada dalam rangkaian
skid mounted base, sehingga instalasinya cepat dan mudah
101
DRAFT FINAL
102
DRAFT FINAL
103
DRAFT FINAL
104
DRAFT FINAL
105
DRAFT FINAL
106
DRAFT FINAL
Gambar 34 : Unit Reverse Osmosis (RO), kapasitas 10.000 liter per hari air
siap minum.
107
DRAFT FINAL
108
DRAFT FINAL
4.7.1 Kesadahan
Salah satu parameter kimia dalam persyaratan kualitas air adalah
2+
2+
jumlah kandungan unsur Ca dan Mg dalam air yang keberadaannya
109
DRAFT FINAL
biasa disebut kesadahan air. Kesadahan dalam air sangat tidak dikehendaki
baik untuk penggunaan rumah tangga maupun untuk penggunaan industri.
Bagi air rumah tangga tingkat kesadahan yang tinggi mengakibatkan
konsumsi sabun lebih banyak karena sabun jadi kurang efektif akibat salah
satu bagian dari molekul sabun diikat oleh unsur Ca atau Mg. Bagi air
industri unsur Ca dapat menyebabkan kerak pada dinding peralatan sistem
pemanasan sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan
industri, disamping itu dapat menghambat proses pemanasan. Akibat
adanya masalah ini, persyaratan kesadahan pada air industri sangat
diperhatikan. Pada umumnya jumlah kesadahan dalam air industri harus
nol, berarti unsur Ca dan Mg dihilangkan sama sekali. Masalah air sadah
banyak ditemukan di daerah yang mengandung kapur.
Kesadahan adalah istilah yang digunakan pada air yang
mengandung kation penyebab kesadahan. Pada umumnya kesadahan
disebabkan oleh adanya logam-logam atau kation-kation yang bervalensi 2,
seperti Fe, Sr, Mn, Ca dan Mg, tetapi penyebab utama dari kesadahan
adalah kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Kalsium dalam air mempunyai
kemungkinan bersenyawa dengan bikarbonat, sulfat, khlorida dan nitrat,
sementara itu magnesium terdapat dalam air kemungkinan bersenyawa
dengan bikarbonat, sulfat dan khlorida.
Tingkat kesadahan di berbagai tempat perairan berbeda-beda, pada
umumnya air tanah mempunyai tingkat kesadahan yang tinggi, hal ini
terjadi, karena air tanah mengalami kontak dengan batuan kapur yang ada
pada lapisan tanah yang dilalui air. Air permukaan tingkat kesadahannya
rendah (air lunak), kesadahan non karbonat dalam air permukaan
bersumber dari kalsium sulfat yang terdapat dalam tanah liat dan endapan
lainnya. Tingkat kesadahan air biasanya digolongkan seperti ditunjukkan
pada Tabel 14.
Tabel 14 : Klasifikasi Tingkat Kesadahan
Mg/l CaCO3
0 75
75 - 150
150 - 300
>300
Tingkat Kesadahan
Lunak (soft)
Sedang (moderately hard)
Tinggi (hard)
Tinggi sekali (very hard)
110
DRAFT FINAL
Tingkat kesadahan air dapat dinyatakan dalam satuan mg/l CaCO3
atau ppm CaCO3 atau dalam satuan Grain atau derajat. Hubungan antara
satuan-satuan tersebut adalah sebagai berikut :
1 grain per US galon
100 ppm CaCO3
1 derajat (Inggris)
1 derajat (Jerman)
1 derajat (perancis )
DRAFT FINAL
bagus untuk sebagian besar bahan kimia. RPI merupakan asam dan basa
padat yang dapat mengalami reaksi kimia, contoh membentuk garam. RPI
mempunyai sifat paling penting, yaitu kemampuannya untuk
menghilangkan ion dari larutan.
SO3Na
+ CaCl2
SO3Na
SO3
SO3
112
Ca + 2NaCl
DRAFT FINAL
Proses pertukaran ion menjadi lebih komplek ketika resin telah melepas
seluruh sodiumnya. Resin dapat diaktifkan kembali dengan memberikan
larutan garam. Proses sebaliknya terjadi selama regenerasi. Sesudah
regenerasi pesin penukar ion dapat digunakan untuk menyerap kalsium
kembali.
P
SO3
SO3
Ca + 2NaCl
SO3Na
SO3Na
+ CaCl2
Pertukaran Ion (Ion exchange) adalah reaksi kimia yang bolak balik atau
reversible, ion dari larutan ditukar dengan ion yang muatannya sama yang
melekat pada partikel padat Partikel padat penukar ion ini bisa berupa
material alam non organik seperti zeolites atau material sintetis yang
berupa resin organik. Resin sintetik organik adalah merupakan jenis yang
banyak dipakai, karena karakteristiknya dapat dibuat sesuai dengan
kebutuhan. Resin Penukar Ion Organik tersusun oleh molekul
polyelectrolytes yang bisa menukar ion-ion mobile atau mudah bergerak
dengan ion disekitar medium yang muatannya sama. Setiap resin
mempunyai mempunyai jumlah ion mobile tertentu yang menentukan
pertukaran maksimum untuk tiap unit resin. Dalam proses deionisasi air,
+
resin menukar ion hidrogen (H ) untuk mengisi ion positif (seperti nikel,
tembaga, dan natrium), dan ion hidroksil (OH ) untuk muatan negatif
+
(seperti sulfat, kromat, dan klorida). Jumlah ion H dan OH selalu
seimbang, oleh karena itu air hasil olahan unit penukar ion relatif murni
dan netral.
4.7.4 Proses Pertukaran Ion Untuk Pengolahan Air
4.7.4.1 Penghilangan Kesadahan Atau Pelunakan Air (Water Softening)
Resin penukar ion positif (kation) yang digunakan secara kemersial
umumnya dalam bentuk asam kuat atau asam lemah. Resin penukar ion
positif (kation) asam kuat dapat menghilangakan seluruh kation atau ion
113
DRAFT FINAL
positif yang ada di dalam air, sedangkan resin penukar ion positif asam
lemah umumnya dibatasi hanya untuk menghilangkan kesadahan yang
berhubungan dengan alkinitas karbonat. Selain dalam bentuk asam kuat
atau asam lemah ada pula yang ada dalam bentuk netral ( intermediate).
Resin penukar ion mempunyai afinitas yang berbeda terhadap tiap
jenis ion yang ada di dalam air. Akibatnya resin penukar ion menunjukkan
urutan selektivitas untuk tiap jenis ion yang terlarut di dalam air. Untuk
resin penukar ion positif dalam bentuk asam kuat (srong acid cation
exchange resin) urutan jenis ion positif yang mempunyai afinitas terhadap
resin penukar ion mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah
+
2+
2+
sebagai berikut : Kalsium (Ca ), Magnesium (Mg ), Amonium (NH4 ),
+
+
Kalium atau Potasium (K ), Sodium atau Natrium (Na ), dan yang terakhir
+
Hidrogen (H ). Dengan demikian apabila air dilewatkan ke dalam suatu bed
(unggun) resin penukar ion postif maka pada lapisan unggun resin yang
+2
paling atas sebagian besar diduduki oleh ion Kalsium (Ca ) disebabkan
karena Kalsium mempunyai afinitas yang paling besar. Oleh karena
magnesium mempunyai mempunyai afinitas yang lebih tinggi setelah
kalsium maka lapisan di bawah kalsium sebagian besar akan ditempati oleh
+2
ion magnesium (Mg ), demikian seterusnya. Lapisan yang paling bawah
+
akan ditempati oleh ion Natrium (Na ) karena mempunyai afinitas
terhadap resin penukar ion yang paling rendah.
Secara sederhana ilustrasi mekanisme pertukaran ion didalam
unggun resin penukar ion positip dapat dilihat seperti pada Gambar 39.
Pada saat sebelum proses seluruh lapisan unggun resin ditempati oleh ion
+
hidrogen (H ). Tahap berikutnya yaitu awal operasi ion kalsium,
magnesium, natrium yang masuk ke dalam unggun resin akan menempati
unggun resin menggantikan kedudukan ion hidrogen. Lapisan paling atas
akan ditempati oleh ion kalsium, selanjutnya oleh ion magnesium,
kemudian natrium dan lapisan yang paling bawah masih ditempati oleh ion
hidrogen. Sebagian ion hidrogen yang telah ditukar oleh ion kalsium,
magnesium dan natrium akan keluar terikut dengan air yang keluar unggun
resin.
Apabila operasi berlanjut terus maka ion kalsium yang masuk akan
menggantikan kedudukan ion magnesium, ion magnesium yang masuk
akan menggatikan kedudukan ion natrium, dan ion natrium yang masuk
akan menggantikan ion hidrogen. Sedangkan ion hidrogen yang telah
tertukar akan keluar unggun resin melalui airan air yang keluar. Jika
operasi berlangsung terus maka seluruh resin akan ditempati oleh ion
114
DRAFT FINAL
kalsium dan magnesium. Pada proses pelunakan air atau proses
penghilangan kesadahan, saat seluruh unggun resin telah diduduki oleh ion
kalsium dan magnesium maka proses pelunakan harus dihentikan karena
jika proses dilanjutkan maka ion magnesium akan tergantikan oleh ion
kalsium dan ion magnesium yang tergantikan akan keluar melalui aliran air
yang keluar unggun resin.
Pada kondisi seperti ini resin nyatakan jenuh dan harus diregenerasi
kembali. Ion-ion yang tak diharapkan keluar misalnya magnsium atau
kalsium yang terikut keluar unggun resin penukar ion disebut leakage .
115
DRAFT FINAL
4.7.4.1.1 Reaksi Pertukaran Ion
Reaksi pertukaran ion di dalam proses penghilangan kesadahan atau
proses pelunakan dapat ditulis sebagai berikut :
A.
b. Menggunakan Zeolite
Penghilangan Ca dan Mg dengan zeolit :
Na2Z + Ca(HCO3)2
Ca-Z + 2 Na(HCO3)
Na2Z + Mg(HCO3)2
Mg-Z + 2 Na(HCO3)
Na2Z + CaSO4
Ca-Z + 2 Na2SO4
Na2Z + MgSO4
Mg-Z + 2 NaSO4
Na2Z + CaCl2
Ca-Z + 2 NaCl
Na2Z + MgCl2
Mg-Z + 2 NaCl
+ 2 NaCl
Na2Z + FeCl2
Mg-Z + 2 NaCl
Na2Z + MnCl2
Regenerasi dg NaCl :
Ca-Z
+ Ca(HCO3)2
R-Ca + 2 Na(HCO3)
R-Na2
+ Mg(HCO3)2
R-Mg + 2 Na(HCO3)
R-Na2
+ CaSO4
R-Ca + Na2SO4
116
DRAFT FINAL
R-Na2
+ MgSO4
R-Na2
+ CaCl2
R-Na2
+ MgCl2
R-Mg + Na2SO4
R-Ca + 2 NaCl
R-Mg + 2 NaCl
2 R-Na2 + CaCl2
R-Mg + 2 NaCl
2 R-Na2 + MgCl2
B.
H2-Z + Mg(HCO3)2
H2-Z + CaSO4
Ca-Z + H2SO4
H2-Z + MgSO4
Mg-Z + H2SO4
H2-Z + CaCl2
Ca-Z + 2 HCl
H2-Z + MgCl2
Mg-Z + 2 HCl
2 H2Z + CaCl2
Mg-Z + 2 HCl
2 H2Z + MgCl2
117
DRAFT FINAL
b. Dengan Media Resin Penukar Ion
Penghilangan Ca dan Mg :
R-H2
Ca(HCO3)2
R-H2
R-H2 + CaSO4
R-Ca + H2SO4
R-H2 + MgSO4
R-Mg + H2SO4
R-H2 + CaCl2
R-Ca + 2 HCl
R-H2 + MgCl2
R-Mg + 2 HCl
+ 2 HCl
R-Mg + 2 HCl
R-H2 +
R-H2 +
MnCl2
FeCl2
118
DRAFT FINAL
4.7.4.1.2.1 Pelunakan Dengan Sistem Unggun Tetap (Fixed Bed)
Di dalam sistem unggun tetap, proses penghilangan kesadahan atau
pelunakan umumnya dilakukan dengan cara mengalirkan air baku ke dalam
tabung atau reaktor penukar ion yang di dalamnya diisi dengan resin
penukar ion. Pada saat operasi air baku dialirkan ke dalam reaktor atau
tabung penukar ion dengan aliran dari atas ke bawah sehingga unggun
resin tidak bergerak selama proses operasi berjalan. Selama operasi
unggun resin menjadi unggun yang kompak yang akan kontak dengan air
+
+
baku. Selama kontak dengan air baku ion Ca atau Mg yang ada di dalam
+
+
air akan tertahan di dalam resin dan akan ditukar dengan ion Na atau H
yang ada di dalam resin yang akan ikut dalam aliran keluar. Apabila
+
+
seluruh ion Na atau H yang ada di dalam resin seluruhnya telah tertukar
+
+
dengan dengan ion Ca atau Mg maka resin penukar ion menjadi jenuh
dan harus diregenerasi.
Untuk menghilangkan kesadahan, resin penukar ion yang banyak
digunakan biasanya adalah resin penukar ion positip (kation) dengan tipe
asam kuat (strong acid cation exchange resin). Proses pertukaran ion
dengan sistem unggun tetap (fixed bed) sama seperti proses filtrasi, yakni
air baku dialirkan dari atas ke bawah. Kecepatan aliran di dalam tabung
atau reaktor penukar ion bervariasi tergantung pada kemampuan resin
penukar ionnya. Masing-masing produsen resin penukar on biasanya
memberikan spsesifikasi teknis tertentu. Misalnya, untuk resin penukar ion
positip (kation) produk Dowex Marathon C merekomedasikan kecepatan
operasi 5 60 m/jam, kecepatan aliran regenerasi aliran searah 1 10
m/jam, kecepatan aliran regenerasi aliran berlawanan 5 20 m/jam.
Skema proses penghilangan kesadahan dengan resin penukar ion dengan
sistem unggun tetap (fixed bed) secara sederhana dapat dilihat seperti
pada Gambar 40.
Selama proses pertukaran ion, kotoran di dalam air misalnya
padatan tersuspesi dan juga senyawa organik dapat tertahan dan
menempel dipermukaan resin yang dapat berakibat menurunkan kinerja
resin penukar ion. Oleh karena itu di dalam prakteknya diperlukan
pencucian balik (back wash) untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
menempel pada permukaan resin. Pencucian balik dilakukan dengan
mengalirkan air dengan arah aliran dari bawah ke atas. Selama proses
pencucian balik volume resin yang berada di dalam reaktor akan
119
DRAFT FINAL
mengembang atau terfluidisasi. Oleh karena itu untuk merancang reaktor
penukar ion biasanya ruang bebas (free board) yang disediakan berkisar
antara 65 85 %, sehingga jika resin penukar ion terjadi pengembangan 50
% pada waktu pencucian balik secara teknis masih aman.
KETERANGAN :
1. Tabung Penukar Ion
2. Inlet Air Baku
3. Pipa Air Olahan
4. Distributor Air Baku
DRAFT FINAL
partikel padatan tersuspensi yang ada di dalam air baku tidak tertahan di
dalam unggun resin tetapi kontak dengan air baku menjadi kurang efektif.
Proses ini digunakan untuk menghilangkan kesadahan tetapi tidak untuk
menghilangkan partikel padatan (suspended solids). Oleh kerana itu untuk
pengolahan air dengan kualitas atau kemurnian yang tinggi dengan
konsentrasi padatan tersuspensi yang rendah sistem fluidisasi ini jarang
digunakan.
4.7.4.1.2.3 Pelunakan Dengan Sistem Kontinyu (Continuous Bed)
Pertukaran ion secara kontinyu prosesnya hampir sama dengan
sistem unggun tetap yaitu air baku dialirkan ke dalam reaktor atau bejana
penukar ion dengan aliran dari atas ke bawah dan resin penukar ion
terpadatkan di dalam reaktor. Tetapi di mdalam sistem pertukaran ion
secara kontinyu memerlukan dua reaktor atau bejana yaitu rekator utama
untuk proses pelunakan dan reaktor atau bejana untuk proses regenerasi.
Sebagian kecil dari resin darai reaktor utama yang telah jenuh dipindahkan
ke reaktor regenerasi untuk dilakukan proses regenerasi, dan secara
bersamaan sebagaian kecil resin dari reaktor regenerasi yang telah di
regenerasi dipindahkan ke reaktor utama untuk proses pelunakan kembali.
Walaupun pemindahan resin dilakukan secara sedikit-sedikit (intermittent)
tetapi dilakukan secara berulang dalam selang waktu yang pendek, maka
siklus operasi di dalam rekator utama akan seperti kontinyu,
Sistem pelunakan dengan sistem kontinyu secara teknis dapat
dilakukan untuk proses pengolahan air, tetapi dibandingkan dengan proses
pelunakan dengan sistem unggun tetap, proses pelunakan secara kontinyu
memerlukan kontrol yang lebih rumit dan memerlukan biaya investasi
peralatan yang lebih besar. Selain itu, karena resin selalu dipindahkan dari
reaktor utama ke reaktor regenerasi dan sebaliknya, maka resin penukar
ion lebih cepat rusak atau pecah, sehingga lebih sering diganti.
4.7.4.1.3 Proses Regenerasi
Di dalam proses penghilangan kesadahan dengan cara pertukaran
2+
2+
+
+
ion, ion Ca dan ion Mg di dalam air akan ditukar oleh ion Na atau ion H
dari resin penukar ion dan akan menempel pada resin penukar ion,
+
+
sedangkan Ion Na atau ion H akan keluar ikut dalam aliran air keluar. Jika
121
DRAFT FINAL
+
seluruh ion Na atau ion H yang ada di dalam resin penukar ion seluruhnya
2+
2+
telah tertukar dengan ion Ca atau ion Mg maka resin penukar ion akan
menjadi jenuh. Untuk memulihkan kinerja resin penukar ion maka harus
dilakukan proses regenerasi. Proses regenerasi dapat dilakukan dengan
cara mengalirkan larutan asam kuat misalnya asam khlorida (HCl) atau
asam sulfat (H2SO4) atau dengan larutan NaCl atau garam dapur. Untuk
proses pelunakan skala rumah tangga atau industri, proses regenerasi yang
paling murah adalah menggunakan garam dapur atau menggunakan air
laut yang telah disaring.
Reaksi pelunakan adalah sebagai berikut :
Na2R +
Ca
Mg
(HCO3)2
SO4
Cl2
Ca
2NaHCO3
R + Na2SO4
Mg
2NaCl
R + 2 NaCl
Na2R +
Ca
Cl2
Mg
DRAFT FINAL
yang berlebih di dalam larutan regenerant. Proses regenerasi dengan aliran
searah secara sederhana dapat dilihat seperti pada Gambar 41.
123
DRAFT FINAL
kontak antara larutan regenerant dengan resin penukar ion menjadi
kurang efektif.
Proses regenerasi dengan aliran berlawanan secara sederhana
dapat dilihat seperti pada Gambar 42.
DRAFT FINAL
3
Supplier
Bayer
Duolite
Dow Chemical
Rohm & Haas
Gel type
Lewatit S 100
Duolite C 20
Dowex HCR-S
Amberlite IR 120
Nama Pruduk
Macroporous type
Lewatit SP 112
Doulite C 20
Dowex MSC-1
Amberlite IR 200
Penukar Ion Positip Asam Lemah (Weak Acid Cation Resin Exchanger,
WCR)
Supplier
Bayer
Duolite
Nama Produk
Macroporous type
Lewatit CNP 80
Duolite C 433
Doulite C 464
Gel type
125
DRAFT FINAL
Dow Chemical
Rohm & Haas
Dowex CCR 2
Amberlite IRC 50
IRC 84
Pada proses pelunakan air dengan kesadahan tinggi dialirkan melalui resin
penukar kation asam kuat yang telah dimuati dengan ion sodium.
Kesadahan dalam air akibat adanya kalsium dan magnesium ditukar
dengan ion sodium. Proses pelunakan air untuk menghilangkan kesadahan
dalam Air dapat dilihat seperti pada Gambar 42.
DRAFT FINAL
Proses Penghilangan Alkali atau dealkalisasi lebih ditujukan pada
penghilangan kesadahan karbonat, seperti garam hidrogen karbonat dari
kalsium dan magnesium yang terlarut dalam air (Gambar 43). Pada proses
ini digunakan resin penukar kation asam lemah dan terjadi demineralisasi
parsial dalam air.
COOH
P
COOH
H2CO3
+ Ca (HCO3)2
COO
P
COO
Ca + H2CO3
Resin penukar kation asam lemah diregenerasi dengan asam korida atau
asam sulfat.
127
DRAFT FINAL
Penghilangan mineral atau demineralisasi meliputi proses
penghilangan semua garam yang terlarut dalam air. Dalam pengolahan
untuk penghilangan mineral ini digunakan resin penukar kation dari asam
kuat dan basa kuat.
Pengolahan tahap pertama adalah penghilangan semua kation dari
garam dalam air dengan pertukaran ion hidrogen. Selama tahap pertama
ini dihasilkan asam mineral bebas dan asam asam karbonat. Proses ini
dikenal dengan dekationisasi.
P
SO3H
SO3 H
+ CaCl2
SO3
SO3
Ca
+ 2HCl
128
DRAFT FINAL
129
DRAFT FINAL
Gambar 45 : Contoh Unit Penukar Ion Kation dan Anion Untuk Proses
Demineralisasi Air.
4.8
Aplikasi Teknologi Reverse Osmosis (RO).
Di dalam proses desalinasi air asin dengan sistem RO terjadi proses
penyaringan dengan ukuran molekul, yakni partikel yang molekulnya lebih
besar dari pada molekul air, akan terpisah dan akan terikut ke dalam air
buangan (reject water). Oleh karena itu air yang akan masuk kedalam
membran RO harus mempunyai persyaratan tertentu misalnya kekeruhan
harus rendah, kadar besi harus < 0,1 mg/l, pH harus dikontrol agar tidak
terjadi pengerakan.
Air baku (tawar, asin atau payau) yang masih mengandung partikel
padatan tersuspensi, mineral, plankton dan lainnya, perlu dilakukan
pengolahan awal sebelum diproses di dalam unit RO. Unit pengolahan
pendahuluan terdiri dari pompa umpan, tangki reaktor (kontaktor), filter
pasir, mangan zeolit, dan penghilangan warna (karbon aktif), serta filter
cartridge ukuran 1-5 m. Unit RO terdiri dari pompa tekanan tinggi,
membran RO, dosing KmnO4 dan sterilisator ultra violet
Sistem RO mampu menurunkan kadar garam hingga 98%, dimana
air hasil olahan sudah bebas dari bakteri dan dapat langsung diminum.
Sistem RO umumnya digunakan untuk menurunkan konsentrasi total
padatan terlarut ( Total Disolved Solids, TDS) sampai < 10 mg /l.
130
DRAFT FINAL
Sistem RO mempunyai ciri-ciri yang sangat khusus sebagai model
pengolah air asin yaitu :
Energi yang dibutuhkan relatif kecil setara dengan kandungan garam
(TDS) dalam air baku, dimana untuk RO kapasitas kecil dengan TDS
35.000 ppm membutuhkan daya 8 - 9 kWh dan 9 - 11 kWh untuk air
baku dengan TDS 42.000 ppm.
3
Hemat ruangan, dimana untuk kapasitas kecil (5 10 m /hari), hanya
2
membutuhkan luas ruangan sekitar 6 10 m .
Mudah dalam pengoperasian dan perawatan.
Kemudahan untuk menambah kapasitas.
Diagram proses pengolahan air dengan proses Reverse Osmosis dapat
dilihat pada Gambar 46, sedangkan contoh unit peralatan reverse osmosis
dan unit pengolahan pendahuluannya dapat dilihat pada Gambar 47.
131
DRAFT FINAL
132
DRAFT FINAL
133
DRAFT FINAL
teknologi, untuk penggunaan masa depan untuk memenuhi tuntutan
konsumsi manusia atau kegiatan manusia (Baron et al., 2009).
Pemanenan air hujan (rainwater harvesting) adalah pengumpulan,
penyimpanan dan pendistribusian air hujan dari atap, untuk penggunaan di
dalam dan di luar rumah maupun bisnis. Menurut peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 12 tahun 2009 pasal 1 ayat 1: Pemanfaatan
air hujan adalah serangkaian kegiatan mengumpulkan, menggunakan,
dan/atau meresapkan air hujan ke dalam tanah. Sedangkan pada pasal 3
disebutkan, kolam pengumpul air hujan adalah kolam atau wadah yang
dipergunakan untuk menampung air hujan yang jatuh di atap bangunan
(rumah, gedung perkantoran atau industry) yang disalurkan melalui talang.
Hujan mempunyai peran yang sangat penting dalam siklus hidrologi,
banjir dan genangan pada suatu tempat mengindikasikan keterbatasan
daya tampung dan daya resap suatu wilayah atau adanya hambatan dalam
proses mengalirnya air ketempat yang lebih rendah. Air hujan yang jatuh
pada atap rumah dapat dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari dengan
terlebih dahulu ditampung dalam Pemanenan Air Hujan (PAH) dan
dilakukan proses pengolahan secara sederhana, Jika PAH sudah penuh air
dialirkan kedalam sumur resapan.
Pemanenan Air Hujan (PAH) merupakan salah satu upaya
memanfaatkan air hujan guna keperluan sehari-hari. Prinsip dasar PAH
adalah mengalirkan air hujan yang jatuh di permukaan atap melalui talang
air untuk ditampung ke dalam bak penampung. Air limpasan dari tangki
penampung yang telah penuh disalurkan ke dalam sumur resapan.
Pembuatan PAH dan SURES ini bukan merupakan teknologi yang sulit dan
pembangunannya dapat dilakukan secara swakelola.
4.9.1 Cara Pembuatan
Salah satu contoh penampungan Air Hujan ini didisain dengan
3
volume 10 m , dilengkapi dengan sistem penyaringan yang berupa
saringan pasir dan kerikil. Sistem penyaringan ini diharapkan mampu
menyaring daun-daun, debu atau pasir yang jatuh di atap genting, sehingga
tidak masuk kedalam PAH. Jika curah tinggi, dan PAH sudah penuh, air
limpasan akan mengalir kedalam sumur resapan. Kedalaman lubang sumur
resapan sekitar 3 meter, dengan kontruksi terbuat dari buis beton,
kedalaman 2,5 meter dan resapan sekitar 0,5 meter. Bidang resapan
134
DRAFT FINAL
terletak dibagian dasar sures. Bidang resapan diisi dengan kerikil dan ijuk,
sebagai penyaring agar tidak terjadi kebuntuan.
PAH ini dapat dimanfaatkan sebagai air bersih untuk keperluan
mandi, cuci, kakus (MCK) dan dapat ditingkatkan menjadi air minum
dengan teknologi membran. Untuk itu dilengkapi dengan pompa, filter dan
kontrol panel (kelistrikan) dan pengolahan lanjutan.
135
DRAFT FINAL
Gambar 49 : Disain PAH dan SURES (tampak atas)
Keuntungan dari PAH yang diikuti dengan sumur resapan adalah :
9.2
: 2,1 m
: 3,0 m
: 2,5 m
3
: 1,0 m
3
: 10 m
: 75 m
: 375 m
o
: 35
: 3m
: 25 l/menit
: 1,0 m
: 4,0 In
: 3,0 m
136
DRAFT FINAL
Diameter
: 1,0 m
Tebal Dinding
: 0,1 m
Tebal Bidang Resapan
: 1,0 m
Diameter Resapan
: 1,0 m
Beberapa contoh aplikasi pemanenan air hujan dan sumur resapan serta
unit pengolahan air hujan dapat dilihat pada Gambar 50 sampai dengan
Gambar 54.
(a)
(b)
137
DRAFT FINAL
Gambar 51 : Beberpa Contoh Penampungan Air Hujan.
(a)
(b)
Gambar 52 : (a) Filter Air Dari PAH. (b) Air Produk Untuk Siram Tanaman
Dan Cuci-Cuci.
(a) PAH
4.10.1 Pengertian
Bahaya atau resiko kesehatan yang berhubungan dengan
pencemaran air secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni
138
DRAFT FINAL
bahaya langsung dan bahaya tak langsung. Bahaya langsung terhadap
kesehatan manusia/masyarakat dapat terjadi akibat mengkonsumsi air
yang tercemar atau air dengan kualitas yang buruk, baik secara langsung
diminum atau melalui makanan, dan akibat penggunaan air yang tercemar
untuk berbagai kegiatan sehari-hari untuk misalnya mencuci peralatan
makan dll, atau akibat penggunaan air untuk rekreasi.
Pencemaran air minum oleh virus, bakteri patogen, dan parasit
lainnya, atau oleh zat kimia, dapat terjadi pada sumber air bakunya,
ataupun terjadi pada saat pengaliran air olahan dari pusat pengolahan ke
konsumen. Di beberapa negara yang sedang membangun, termasuk di
Indonesia, sungai, danau, kolam (situ) dan kanal sering digunakan untuk
berbagai kegunaan, misalnya untuk mandi, mencuci pakaian, untuk tempat
pembuangan kotoran (tinja), sehingga badan air menjadi tercemar berat
oleh virus, bakteri patogen serta parasit lainnya.
Disinfeksi adalah memusnahkan mikro-organisme yang dapat
menimbulkan penyakit. Disinfeksi merupakan benteng manusia terhadap
paparan mikro-organisme patogen penyebab penyakit, termasuk di
dalamnya virus, bakteri dan protozoa parasit (Bitton, 1994).
Khlorinasi adalah proses untuk pengaman terhadap mikroorganisme
patogen. Pemusnahan patogen dan parasit dengan cara disinfeksi sangat
membantu dalam penurunan wabah penyakit akibat konsumsi air dan
makanan. Namun demikian pada tahun-tahun belakangan ini ditemukan
bahwa di dalam proses khlorinasi terjadi hasil samping berupa senyawa
halogen organik yang dapat meracuni manusia maupun binatang, sehingga
mendorong untuk menemukan disinfektan yang lebih aman. Ditemukan
pula bahwa beberapa patogen atau parasit telah resistan terhadap
disinfektan.
Sebagai fungsi tambahan selain kegunaannya untuk memusnahkan
patogen, beberapa disinfektan seperti ozon, khlorine dioxide, berfungsi
juga untuk oksidasi zat organik, besi dan mangan serta untuk mengontrol
masalah rasa dan warna dan pertumbuhan alge.
4.10.2 Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Proses Disinfeksi
4.10.2.1 Jenis Disinfektan
139
DRAFT FINAL
Efisiensi disinfektan tergantung pada jenis bahan kmia yang
digunakan, beberapa disinfektan seperti ozon dan khlorine dioksida
merupakan oksidator yang kuat dibandingkan dengan yang lainnya seperti
khlorine.
4.10.2.2 Jenis Mikroorganisme
Di alam terdapat banyak sekali variasi mikroba patogen yang
resisten terhadap disinfektan. Bakteri pembentuk spora umumnya lebih
resistan terhadap disinfektan dibandingkan bakteri vegetatif. Terdapat juga
variasi dari bakteri vegetatif yang resisten terhadap disinfektan dan juga
diantara strain yang termasuk dalam spesies yang sama. Sebagai contoh
Legionella pneumophila lebih resisten terhadap khlorine dibandingkan
E.coli. Secara umum resistensi terhadap disinfeksi berurutan sebagai
berikut : bakteri vegetatif < virus enteric < bakteri pembentuk spora sporeforming bacteria) < kista protozoa.
4.10.2.3 Konsentrasi Disinfektan Dan Waktu Kontak
Inaktivasi mikroorganisme patogen oleh senyawa disinfektan
bertambah sesuai dengan waktu kontak, dan idealnya mengikuti kinetika
reaksi orde satu. Inaktivasi terhadap waktu mengikuti garis lurus apabila
data diplot pada kertas log-log.
-kt
Nt/No = e
DRAFT FINAL
terhadap disinfektan, Sedangkan kurva B menujukkan populasi
mikroorganisme homogen yang agak resistan terhadap disinfektan.
K=C t
Dimana :
K = Konstanta mikro-organisme tertentu yangterpapar disinfektan
pada kondisi tertentu.
C = Konsentrasi disinfektan (mg/l).
t = Waktu yang diperlukan untuk memusnahkanpersentasi
tertentu dari populasi (menit)
n = Konstanta yang disebut koefisien pelarutan.
Apabila t diplot terhadap C pada kertas logaritma ganda (log-log), n
adalah slope atau kemiringan dari garis lurus. Nilai n menunjukkan
pentingnya konsentrasi disinfektan atau waktu kontak dalam proses
141
DRAFT FINAL
inaktivasi mikro-organisme. Apabila n < 1, porses disinfeksi lebih
dipengaruhi oleh waktu kontak dibandingkan dengan konsentrasi
disinfektan. Apabila n > 1, jumlah disinfektan merupakan faktor dominan
yang mengontrol proses disinfeksi, namun demikian nilai n umumnya
mendekati 1.
Penentuan nilai Ct dapat melibatkan temperatur dan pH dari
medium suspensi. Sebagai contoh persamaan dikembangkan untuk
mengetahui inaktivasi kista dari Giardia Lamblia pada proses pengolahan
dengan disinfektan khlor (Clark,1989 ; Hibler, 1987).
0,1758
C.t = 0,9847 C
Dimana :
C
t
pH
T
pH
2,7519 -0,1467
Konsentrasi khlor
(mg/l)
0,1
1,0
5,0
1,0
2,0
2,5
2,5
Waktu Inaktivasi
(menit)
0,4
1,7
18
50
40
100
100
Ct
0,04
1,7
90
50
80
250
250
DRAFT FINAL
Cara lain untuk menggambarkan efektifitas disinfektan tertentu adalah
dengan mengetahui koefisien kematian (lethality coefficient), dan
persamaannya ditunjukkan sebagai berikut (Moris, 1975) :
dimana :
= 4,6 / Ct99
4,6
C
t99
143
dengan
DRAFT FINAL
Beberapa senyawa kimia yang dapat mempengaruhi proses
disinfeksi antara lain adalah senyawa nitrogen anorganik maupun organik,
besi, mangan dan hidrogen sulfida. Senyawa organik terlarut juga
menambah kebutuhan khlor dan keberadaannya menyebabkan penurunan
efisiensi proses disinfeksi.
Kekeruhan dalam air disebabkan adanya senyawa anorganik (misal
lumpur, tanah liat, oksida besi) dan zat organik serta sel-sel mikroba.
Kekeruhan diukur dengan adanya pantulan cahaya (light scattering) oleh
partikel dalam air. Hal ini dapat menggangu pengamatan coliform dalam
air, disamping itu kekeruhan dapat menurunkan efisiensi khlor maupun
senyawa disinfektan yang lain.
Kekeruhan (turbidity) harus dihilangkan karena mikroorganisme
yang bergabung partikel yang ada di dalam air akan lebih resistan terhadap
disinfektan dibandingkan dengan mikroorganisme yang bebas. Gabungan
Total Organic Carbon (TOC) dengan kekeruhan akan menaikkan kebutuhan
khlor. Mikroorganisme jika bergabung dengan zat kotoran manusia,
sampah dan padatan air buangan akan tahan terhadap disinfektan.
Penemuan ini penting untuk masyarakat yang mengolah air hanya dengan
khlorinasi.
Efek proteksi dari partikel di dalam air terhadap ketahanan
mikroorganisme di dalam proses disinfeksi tergantung pada ukuran dan
sifat alami dari partikel tersebut. Sel yang bergabung dengan poliovirus
lebih tahan terhadap inaktivasi khlor, sedangkan bentonite dan aluminium
phosphat bila bergabung dengan virus tidak memberikan efek proteksi
seperti tersebut di atas. Virus dan bakteri yang bergabung dengan
bentonite tidak tahan terhadap inaktivasi ozon. Studi di lapangan
menunjukkan virus yang bergabung dengan padatan lebih tahan terhadap
khlor dari pada keadaan bebas. Menurunkan kekeruhan ke tingkat lebih
kecil dari 0,1 NTU dapat menjadi ukuran untuk menghindari efek proteksi
dari partikel pada saat proses disinfeksi.
4.10.2.7 Faktor Lain
Beberapa studi menunjukkan bahwa patogen dan indikator bateri
yang ditumbuhkan di laboratorium lebih sensitif terhadap disinfektan dari
pada yang berada di alam. Flavobacterium yang berada di alam 200 kali
lebih tahan terhadap khlor dari pada yang dibiakkan di laboratorium.
Klebsiella pneumoniae lebih tahan terhadap khloramin apabila tumbuh
144
DRAFT FINAL
pada kondisi nutrient rendah. Penambahan ketahanan terhadap khloramin
disebabkan oleh beberapa faktor physiological, misal penambahan
pengelompokan sel dan produksi extracellular polymer, perubahan
membran lipid, dan pengurangan oksidasi kelompok sulfhydryl. Kekebalan
yang terjadi pada strain bakteri alami karena keterbatasan makanan dan
zat perusak seperti disinfektan, mungkin pula disebabkan oleh synthesis
dari protein tertekan, namun prosesnya tidak dapat dimengerti.
Fenomenanya masih menjadi tanda tanya karena tidak bergunanya data
diinfeksi di laboratorium untuk mengamati inaktivasi patogen pada
keadaan di lapangan.
Paparan pertama dapat menambah ketahanan mikroba terhadap
disinfektan. Paparan pengulangan mikro-organisme pada khlor
menghasilkan adanya bakteri dan virus tertentu yang tahan terhadap
disinfektan. Penggumpalan/penggabungan mikroorganisme patogen
umumnya mengurangi efisiensi disinfektan. Sel bakterial, partikel viral dan
kista protozoa di dalam gumpalan sangat terlindung dari aksi disinfektan
(Chen, 1985).
4.10.3 Disinfeksi Dengan Senyawa Khlor (Khlorine)
Gas khlor (Cl2) bila dimasukkan ke dalam air akan terhidrolisa,
seperti persamaan berikut :
Cl2 + H2O HOCl + H
Gas
Khlor
asam
hipokhlorit
+ Cl
Asam
hipokhlorit
OCl
ion
hypokhlorit
-
145
DRAFT FINAL
HOCl, pada pH 7,5 sekitar 50 % sisa khlor berupa HOCl dan pada pH 9
sebagian besar sisa khlor berupa OCl .
HOCl bergabung dengan amonia dan senyawa organik nitrogen
membentuk khloramin, yang dapat bergabung dengan khlorin yang
tersedia.
4.10.3.1 Inaktivasi Mikroorganisme Dengan Khlor
-
Dari ketiga senyawa khlor (HOCl, OCl dan NH2Cl), asam hipokhlorit
merupakan senyawa yang paling efektif untuk menginaktivasi
mikroorganisme dalam air. Keberadaan zat yang mengganggu akan
mengurangi efektifitas khlor, sehingga diperlukan konsentrasi khlor yang
tinggi (2040 ppm) untuk mengurangi virus.
Khlor terutama HOCl, umumnya sangat efektif untuk inaktivasi
patogen dan bakteri indikator. Pengolahan air dengan pemberian khlor
1mg/l dengan waktu kontak kurang dengan waktu 30 menit umumnya
efektif untuk mengurangi bakteri dalam jumlah yang cukup besar.
Campylobacter jejuni menunjukkan lebih dari 99% dapat diaktivasi dengan
dosis 0,1 mg/l khlorin bebas (waktu kontak 5 menit). Virus enteric
walaupun sangat bervariasi dalam hal ketahanan terhadap khlor, namun
umumnya patogen ini lebih tahan dari pada bakteri vegetatif. Hal ini
menjelaskan mengapa virus sering terdeteksi pada efluen pengolahan
kedua (secondary treatment). Khloramin lebih tidak efisien dibandingkan
sisa khlor bebas pada proses inaktivasi virus. Kista protozoa (misal Giardia
Lamblia, Entamoeba histolytica, Naegleria gruberi) lebih tahan terhadap
khlor dari pada bakteria dan virus. Dengan adanya HOCl pada pH = 6, Ct
untuk E.Coli adalah 0,04 dibandingkan Ct 1,05 untuk poliovirus tipe I dan Ct
80 untuk G.lamblia. (Bitton, 1994).
Cryptosporidium sangat tahan terhadap disinfektan. Khlor atau
monokhloramin diperlukan konsentrasi 80 mg/l untuk meng-inaktivasi 90
% dengan waktu kontak 90 menit. Parasit ini tidak inaktivasi secara
sempurna dengan larutan 3 % sodium hypokhlorit dan oocysts dapat
bertahan hingga 3 sampai 4 bulan dalam larutan 2,5 % potasium
dichromat. Parasit ini sangat tahan terhadap disinfektan pada pengolahan
air minum, maupun air limbah.
146
DRAFT FINAL
Di dalam proses pengolahan air minum sisa khlor di dalam air
olahan yang sampai ke konsumen dipertahankan minimal 0,1 mg/l.
(JWWA,1978)
4.10.3.2 Khloraminasi
Khloraminasi adalah disinfeksi air dengan khloramin. The Denver
Water Departemen telah berhasil menerapkan khloraminasi pada
pengolahan air selama 70 tahun. Khloramin tidak bereaksi dengan senyawa
organik untuk membentuk THM. Walaupun kurang efektif dibandingkan
dengan khlor bebas, namun lebih efektif dalam hal pengontrolan biofilm
mikroorganisme karena zat ini kurang berinteraksi dengan polisacharida.
Disarankan untuk memakai khlor bebas sebagai disinfektan utama
kemudian untuk menjaga sisa disinfektan pada sistem distribusi ditambah
monokhloramin untuk mengontrol biofilm.
Dalam larutan, HOCl beraksi dengan amonia dan membentuk
khloramin anorganik, seperti persamaan berikut :
NH3 + HOCl
NH2Cl + H2O
Monokhloramin
NH2Cl + HOCl
NHCl2 +
Dikhloramin
H2O
NHCl2 + HOCl
NCl3
+
Trikhloramin
H2O
147
DRAFT FINAL
Percampuran khlor dan amonia menghasilkan kurva antara dosis
khlor dengan residual khlor seperti terlihat pada Gambar 56. Dosis khlorin
1 mg/l menghasilkan residu khlorin 1 mg/l. Namun apabila terdapat
amonia di dalam air, residu khlorin mencapai puncak (pembentukan
terutama monokhloramin, pada perbandingan khlorin dengan amonia-N
antara 4:1 dan 6:1) kemudian menurun hingga minimum yang disebut
breakpoint. Breakpoint saat khloramin dioksidasi menjadi gas nitrogen,
terjadi apabila perbandingan khlorin dengan amonia-N antara 7,5 : 1 dan
11 : 1.
2NH3 + 3HOCl
N2 + 3H2O + 3HCl
DRAFT FINAL
banyak digunakan sebagai disinfektan pada pengolahan air minum. Oleh
karena tidak dapat disimpan dalam keadaan tertekan dalam tanki, maka
khlorin dioksida harus diproduksi di tempat. Khlor dioksida (ClO2)
dihasilkan dari reaksi gas khlor dengan sodium khlorit sesuai dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
2 NaClO2 + Cl2
2 ClO2 + 2 NaCl
atau dapat juga dihasilkan dari reaksi antaraasam khlorida (HCl) dengas
sodium atau natrium khlorit dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
4 HCl + 5 NaClO2 5 ClO2 + 5 NaClO2 + 2 H2O
ClO2 tidak terhidrolisa dalam air namun berada sebagai gas terlarut. Dalam
larutan alkali, zat ini membentuk khlorit dan khlorat :
2 ClO2 + OH
149
DRAFT FINAL
Cara kerja utama khlorin dioksida melibatkan perusakan sintesis
protein dalam sel bakteri. Diketahui juga perusakan bagian luar membran
dari bakteri gram-negatif. Penelitian mekanisme inaktivasi virus oleh
khlorin dioksida memperlihatkan hasil yang kontradiksi. Perlakuan dengan
bacterial phage f2 menunjukkan bahwa pelapis protein adalah sasaran
utama. Kehilangan pelekatan phage ini pada sel host paralel dengan
inaktivasi virus. Khususnya pengurangan residu tyrosine dalam pelapis
protein merupakan kerja yang utama khlor dioksida dalam f2 phage.
Perusakan pelapis protein viral terjadi pada virus lain seperti poliovirus.
Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa kerja utama khlorin dioksida
adalah viral genome.
Potensial Oksidasi
150
Potensial Oksidasi
DRAFT FINAL
Fluorine
Radikal Hidroksil
Atom Oksigen
Ozon
Hidrogen Peroksida
Radikal Perhidroksil
Asam Hipokhlorida
Khlorine
( Volt)
3,06
2,80
2,42
2,07
1,77
1,70
1,49
1,36
Relatif *
2,25
2,05
1,78
1,52
1,30
1,25
1,10
1.00
DRAFT FINAL
khlorinasi. Ozon merubah senyawa komplek menjadi sederhana, beberapa
senyawa kemungkinan sebagai makanan mikroba pada sistem distribusi
air. Ozone merupakan oksidator yang lebih kuat dibandingkan dengan
khlor.
4.10.5.2 Pembuatan Ozon
Ozon mempunyai rumus kimia O3 dalam bentuk gas yang btidak
stabil dengan kelarutan di dalam air sekitar 20 kali lebih besar bila
dibandingkan dengan kelarutan oksigen. Ozon dapat dihasilkan dengan
beberapa cara yaitu secara elektrolisis, kimiawi, termal atau fotokimia,
serta melalui peluahan muatan listrik (electric dischrage). Untuk skala
besar, cara dengan peluahan listrik inilah yang saat ini banyak digunakan
secara komersial.
Prinsip peluahan muatan listrik adalah dengan melewatkan udara
kering atau oksigen ke sebuah ruang di antara elektoda-elektroda yang
dialiri listrik bolak-balik tegangan tinggi, yaitu sekitar 8.000 sampai 20.000
volt. Peluahan terputus-putus (intermittent discharge) yang berlangsung di
antara dua elektroda akan menyebabkan elektron-elektron bertabrakan
dengan molekul oksigen sehingga terbentuklah senyawa ozon (O3). Secara
sederhana prinsip pembangkit ozon dengan cara peluahan listrik serta
mekanisme pembentukan ozon dapat dilihat pada Gambar 57 dan Gambar
58.
152
DRAFT FINAL
------> 2 O + e
(1)
O + O2 + M ------> O3 + (M)
(2)
O3 + O ------> 2 O2
(3)
O3 + e -------> O + O2 + e
(4)
Persamaan reaksi (1) dan (2) adalah reaksi pembentukan ozon, tetapi agar
reaksi (2) berlanjut diperlukan material ketiga M. Material M tersebut
dapat berupa oksigen, nitrogen atau dinding tabung. Di lain pihak jika
reaksi terlus berlanjut maka ozon yang telah terbentuk akan terurai
kembali melalui reaksi (3) dan (4). Dengan kata lain reaksi pembentukan
dan peruraian ozon terjadi bersamaan di antara kedua kutup elektroda.
Pada saat reaksi terjadi pada kesetimbangan terbentuk ozon pada
konsentrasi dengan tertentu. Jika peluahan listriknya diperbesar atau
voltase dinaikan, dan ruang peluahan yang dilaliri udara atau oksigen
diperbesar sehingga waktu tinggal udara atau oksigen di dalam ruang
peluahan menjadi lebih lama maka ozon yang terbentuk menjadi lebih
besar. Tetapi pada saat mencapai konsentrasi yang tertinggi maka ozon
yang terbentuk akan terurai kembali. Pada prakteknya konsentrasi ozon
yang terbentuk berkisar antara 3 -4 % apabila menggunakan udara sebagai
153
DRAFT FINAL
bahan baku. Jika menggunakan bahan baku oksigen murni konsentrasi
ozon yang terbentuk berkisar 6 8 %.
Di dalam prakteknya peralatan pembuat atau pembangkit ozon
dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan bentuknya yaitu tipe plat
dan tipe tabung seperti terlihat pada Gambar --.
Dari kedua tipe tersebut, tipe tabung yang paling banyak digunakan secara
luas. Alat ini mempunyai ruang-ruang peluahan berupa tabung-tabung
dengan dua lapis dinding. Dinding bagian luar dibuat dari baja tahan karat,
sedangkan dinding dalam dibuat dari gelas (kaca) yang berfungsi sebagai
konduktor. Seperti diterangkan di atas, di dalam pembuatan ozon
diperlukan ruang-ruang peluahan listrik. Ruang-Ruang tersebut berfungsi
menerima aliran udara kering atau oksigen murni untuk diubah menjadi
ozon.
Untuk keperluan tersebut dibutuhkan tenaga listrik sebesar 17 20
kWh untuk setiap kg ozon yang terbentuk. Selama berlangsungnya proses
pembentukan ozon, akan dihsilkan panas sehingga diperlukan air
pendingin untuk menjaga agar suhunya tetap atau konstan. Jumlah air
3
pendingin yang diperlukan sekitar 2 5 m untuk 1 kg ozon dan suhu air
o
pendingin harus lebih kecil 30 C.
Ada beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pembuatan ozon yaitu : tekanan parsial oksigen, temperatur operasi,
tegangan listrik yang digunakan, konsentrasi uap air (jika menggunakan
bahan baku udara). Untuk skala besar, Jika udara digunakan sebagai bahan
baku pembuatan ozon, udara tersebut harus diolah lebih dahulu sehingga
menjadi benar-benar kering sebelum dialirkan ke unit pembangkit ozon.
Sistem disinfeksi untuk pengolahan air minum dengan menggunakan ozon
menggunakan bahan baku udara dapat dilihat pada Gambar 59, sedangkan
salah satu contoh unit generator ozon yang terpasang dapat dilihat pada
Gambar 60.
154
DRAFT FINAL
155
DRAFT FINAL
Gambar 61 : Sistem Injeksi Ozon Untuk Pengaolahan Air Minum Skala Kecil.
156
DRAFT FINAL
DRAFT FINAL
Penelitian terhadap virus menunjukkan bahwa pada awalnya UV
merusak viral genome, selanjutnya merusak struktural pelindung virus.
Radiasi UV merusak DNA mikroba pada panjang gelombang hampir
260 nm. Menyebabkan dimerisasi thymine, yang menghalangi replikasi
DNA dan efektif menginaktivasi mikroorganisme.
4.10.6.2 Inaktivasi Patogen Oleh Radiasi UV
Inaktivasi mikroba sebanding dengan dosis UV, yang memakai
satuan microwat per detik per centimeter kuadrat. Inaktivasi
mikroorganisme oleh radiasi UV dapat ditampilkan dengan persamaan
berikut :
-KPdt
N/No = e
158
DRAFT FINAL
4.10.6.3 Variabel Yang Mempengaruhi Kerja UV
Beberapa variable (seperti partikel tersuspensi, COD, warna) dalam
efluent air limbah dapat mempengaruhi transmisi UV dalam air dang
akhirnya mempengaruhi kebutuhan untuk disinfeksi. Beberapa senyawa
organik (seperti zat humus, senyawa phenol, lignin sulfonat dari industri
pulp dan kertas, besi feri) dapat juga mempengaruhi transmisi UV dalam
air.
Bakteri indikator sebagian terlindungi dari radiasi UV apabila
bersatu dengan partikel. padatan tersuspensi. Padatan tersuspensi hanya
melindungi sebagian mikroorganisme dari efek bahaya radiasi UV. Hal ini
disebabkan partikel suspensi dalam air dan air buangan hanya
mengabsorbsi sebagian dari sinar UV. Padatan mengabsorbsi 75% cahaya,
dan sisa 25% dipantulkan. Umumnya mineral tanah liat tidak terlalu
banyak melindungi mikroorganisme karena zat ini banyak memantulkan
cahaya UV. Efek perlindungan tergantung pada nilai spesifik absorbsi dan
pantulan radiasi UV, dan nilai ini menurun dengan meningkatnya
pemantulan cahaya. Oleh sebab itu flokulasi yang diikuti dengan
penyaringan efluent melalui pasir atau unggun antrasit untuk
menghilangkan zat-zat yang mengganggu akan memperbaiki efisiensi
disinfeksi UV.
Fotoreaktivasi dapat terjadi pada mikroba yang telah terpapar UV
oleh gelombang cahaya tampak (visible) antara 300 nm dan 500 nm.
Potensi perbaikan oleh irradiasi UV pada bakteri yang rusak akibat
paparan UV telah dibuktikan. DNA yang rusak dapat juga diperbaiki dalam
ruang gelap oleh sistem perbaikan sel. Segmen DNA yang rusak oleh UV
hilang dan diganti dengan hasil sintesa segmen yang baru. Fotoreaktivasi
telah dikaji pada skala penuh pengolahan air buangan yang menggunakan
disinfeksi UV. Walaupun total dan fecal coliform mengalami fotoreaktivasi,
namun fecal streptococci tidak mengalami. Gambar 6.18 menunjukkan
meningkatnya E.coli yang selamat akibat fotoreaktivasi setelah iradiasi UV.
Legionella pneumophila yang diperlakukan dengan iradiasi UV mengalami
fotoreaktivasi setelah terpapar cahaya visible (cahaya matahari tidak
langsung). Oleh karena itu air yang telah diolah dengan UV tidak boleh
terpapar oleh cahaya visible selama penyimpanan.
159
DRAFT FINAL
4.10.6.4 Disinfeksi UV Untuk Air Minum
Disinfektan ini efisient untuk menghilangkan virus yang merupakan
substnsi utama penyebar penyakit air dari sumber air tanah. Di rumah sakit
khlorin ditambahkan untuk menjaga residu setelah dilakukan iradiasi UV.
2
Dengan dosis 30.000 W-s/cm , UV mengurangi Legionella
pneumophila sampai 4-5 log dalam 20 menit pada sistem distribusi air di
rumah sakit. Walaupun dosis ini tidak efektif untuk mengaktivasi kista
2
untuk
Giardia lamblia, yang membutuhkan dosis 63.000 W-s/cm
pengurangan 1-log, nilai ini jauh lebih besar dari minimum dosis yang
2
dikeluarkan oleh U.S Public Health Service yaitu 16.000 W-s/cm .
Beberapa keuntungan disinfeksi air atau air limbah dengan iradiasi
UV antara lain :
Tidak ada residu disinfektan pada air yang telah diolah (oleh karena itu
diperlukan penambahan khlorin atau ozon setelah proses UV)
Relatif sulit menentukan dosis UV.
Pembentukan biofilm pada permukaan lampu.
Masalah dalam hal pemeliharaan dan pembersihan lampu UV.
Masih ada potensi terjadi fotoreaktivasi pada mikroba patogen yang
telah diproses dengan UV.
160
DRAFT FINAL
BAB 5
PERENCANAAN SISTEM PLAMBING
5. 1
Pada saat ini sistem penyediaan air bersih yang banyak digunakan
dapat dikelompokkan sebagai berikut yakni :
Sistem sambungan langsung.
Sistem tangki atap.
Sistem tangki tekan.
Sistem tanpa tangki (booster system).
5.1.1.1 Sistem Sambungan Langsung
Di dalam sistem ini pipa distribusi di dalam gedung dilingkungan
rumah sakit disambung langsung dengan pipa utama penyediaan air
bersih dari perusahaan air minum (PAM). Sistem penyambungan pipa air
bersih dari PAM dapat dilihat pada Gambar 63. Katup atau kran penutup
dapat diletakkan di bawah jalan atau di dalam persil.
Karena kurangnya tekanan dalam pipa utama dan dibatasinya
ukuran pipa cabang dari pipa utama tersebut, maka sistem ini umumnya
digunakan untuk penyediaan gedung gedung kecil dan rendah. Ukuran
161
DRAFT FINAL
pipa cabang biasanya diatur atau ditetapkan oleh Perusahaan Air Minum.
Pipa pemanas biasanya tidak disambung langsung ke pipa distribusi karena
tekanan air rendah, dan tidak disarankan untuk memenggunakan katup
gelontor (flush valve).
162
DRAFT FINAL
DRAFT FINAL
Untuk rumah sakit yang cukup besar sebaiknya disediakan pompa
cadangan untuk menaikkan air ke tangki atas, yang operasinya dapat
dilakukan secara bergantian.
Apabila tekanan air di dalam pipa utama cukup besar, air dapat
langsung dialirkan ke tangki atap tanpa disimpan di dalam tangki bawah.
Dalam keadaan demikian ketinggian lantai paling atas yang dapat dilayani
akan tergantung kepada besarnya tekanan air di dalam pipa utama.
Beberpa hak penting di dala sistem tangki atap adalah menentukan letak
tangki atap tersebut, apakah dipasang di dalam langit langit, atau di atas
atap atau dengan suatu konstruksi menara yang khusus. Penentuan ini
harus didasarkan atas jenis alat plumbing yang dipasang pada lantai yang
tertinggi bangunan dan alat plambing yang memerlukan tekanan kerja
yang tinggi.
5.1.1.3 Sistem Tangki Tekan
Seperti halnya dengan sistem tangki atap, sistem tangki tekan
digunakan apabila sistem sambungan langsung tidak memungkinkan untuk
dilakukan karena beberapa alasan tertentu. Prinsip kerja sistem ini adalah
sebagai berikut : air yang telag di tampung di dalam tangki bawah
dipompakan kedalam suatu tangki atau bejana tertutup sehingga udara di
dalam tangki tersebut terkompresi atau tertekan. Air dari tangki tersebut
selanjutnya dialirkan ke dalam sistem distribusi bangunan. Pompa bekerja
secara otomatik yang diatur atau dikontrol oleh detektor tekanan yang
menutup atau membuka saklar motor listrik penggerak pompa. Pompa
berhenti bekerja apabila tekanan di dalam tangki mencapai batas
maksimum yang telah ditetapkan, dan pompa akan bekerja kembali jika
tekanan di dalam tangki mencapai batas minimum yang telah ditetapkan
pula. Daerah fluktuasi tekanan biasanya ditetapkan antara 1,0 1,5
2
kg/cm . daerah fluktuasi yang makin lebar biasanya baik untuk pompa
karena memberikan waktu yang lebih lama untuk berhenti, tetapi
seringkali menimbulkan efek yang negatif terhadap peralatan plambing.
Di dalam sistem tangki tekan, udara yang terkompresi akan
menekan air ke dalam sistem distribusi dan setelah berulang kali
mengembang dan terkompresi udara akan berkurang karena larut di dalam
air atau terbawa air keluar tangki. Sistem tangki tekan biasanya dirancang
sedemikan agar volume udara tidak lebih dari 30 % terhadap volume
164
DRAFT FINAL
tangki, dan 70 % volume tangki berisi air. Jika mula mula seluruh tangki
berisi udara pada tekanan atmosfir, maka jika fluktuasi tekanan antara 1,0
- 1,5 atmosfir maka sebenarnya volume air yang efektif mengalir hanyalah
sekitar 10 % dari volume tangki. Untuk melayani kebutuhan air yang besar
maka diperlukan tangki tekan dengan volume yang besar. Untuk
mengatasi hal tersebut maka tekanan awal udara di dalam tangki dibuat
lebih besar dari tekanan atmosfir dengan cara memasukkan udara kempa
ke dalam tangli dengan menggunakan kompresor. Diagram sistem tangki
tekan secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 65.
DRAFT FINAL
Beberapa kekuarangan sistem tangki tekan antara lain :
2
Daerah fluktuasi tekan sebesar 1,0 -1,5 kg/cm sangat besar
dibandingkan dengan sistem tangki atap yang hampir tidak ada
fluktuasi tekanan. Fluktuasi yang besar tersebut dapat menimbulkan
fluktuasi aliran yang besar pada alat plambing, dan jika digunakan
pada alat pemanas gas dapat menghaslkan air dengan temperatur
yang berubah-ubah.
Dengan berkurangnya udara di dalam tangki tekan, maka setiap
beberapa hari sekali harus ditambahkan udara kempa ke dalam tangli
tekan dengan menggunakan kompresor atau dengan cara menguras
seluruh air di dalam tangki tekan.
Sistem tangki tekan dapat dianggap sebagai suatu sistem pengaturan
otomatis pompa penyediaan air saja, dan bukan sebagai sistem
penyimpanan air seperti tangki atap.
Karena jumlah air yang efektif tersimpan di dalam tangki tekan relatif
sedikit, maka pompa akan lebih sering bekerja, sehingga lebih cepat
rusak.
5.1.1.4 Sistem Tanpa Tangki
Di dalam sistem ini tidak menggunakan tangki apapun, tangki
bawah, tangki atap maupun tangki tekan. Air dari saluran pipa utama PAM
dipompakan langsung ke sistem distribusi. Sistem ini di Indonesia
sebenarnya dilarang untuk digunakan.
Ada dua cara yang dapat digunakan yaitu berkaitan dengan kecepatan
puratan pompa secara konstan atau variabel.
a)
DRAFT FINAL
Di dalam sistem ini laju aliran air yang dihasilkan oleh pompa diatur
dengan mengubah kecepatan putaran pompa secara otomatis, yang
dikontrol oleh sustu alat yang tekanan atau laju aliran air yang keluar dari
pompa.
Untuk mengatasi gangguan akibat berkurangnya laju aliran air akibat
penurunan tekanan air pada saat beban puncak (pagi atau sore) dapat
dilakukan dengan memasang beberapa pipa paralen di beberapa instalasi
yang dihubungkan dengan pompa penguat (booster pump). Beberapa
kelebihan dan kekurangan sistem tanpa tangki adalah sebagai berikut :
Mengurangi kemungkinan kontaminasi air karena tanpa
menggunakan tangki bawah maupun tangki atap.
Mengurangi kemungkinan terjadinya karat karena kontak antara air
dan udara relatif singkat.
Jika sistem ini digunakan untuk bangunan gedung tinggi akan
mengurangi beban struktur bangunan.
Untuk kompleks banguan perumahan dapat menggantikan menara
air.
Pemakaian daya listrik lebih besar dibandingkan dengan sistem tangki
atap.
5.1.2 Tangki Air Air bersih
Tangki air yang digunakan untuk menyimpan air bersih atau air
minum (tangki bawah tanah, tangki atas atau tangki tekan) harus
dibersihkan secara teratur agar kualitas air tetap terjaga. Untuk memenuhi
kebutuhan dan persediaan air bersih di rumah sakit harus dibuat tangki
penyimpan air bersih yang volumenya mampu menampung air untuk
kebutuhan seluruh pelayanan selama 2 (dua) hari.
Perkiraan atau Estimasi besaran tangki air bawah bersih
berdasarkan keperluan pelayanan adalah sebagai berikut :
A.
Rawat Inap
Rawat Jalan
Laboratorium
DRAFT FINAL
Hemodialisa
Pengunjung
Staf Rumah Sakit
Hydrant (2 jam)
Sprinkler (2 jam)
B.
Hospice
Asrama
Rumah Dinas
Hydrant (2 jam)
Sprinkler (2 jam)
Hasil estimasi ini masih dalam satuan liter, dibuat menjadi satuan M3 dan
dilakukan pembulatan keatas, kemudian tentukan ukuran Panjang dan
Lebar dengan ketentuan ukuran Dalam tidak lebih dari 3 Meter.
5.1.2.1 Pemasangan Tangki di dalam Bangunan
1)
DRAFT FINAL
Beberapa contoh pemasangan tangki air bersih di dalam bangunan dapat
dilihat pada Gambar 66.
(a)
(b)
(c)
169
DRAFT FINAL
Gambar 66 : Pemasangan Tangki Air Bersih Yang Umum Digunakan.
Gambar 66.a adalah pemasangan tangki air bersih yang sering dilakukan.
Gambar 66.b adalah contoh dimana suatu bangunan tidak mempunyai
ruang bawah tanah. Gambar 66.c menunjukakn tangki air bersih dipasang
di lantai bawah dengan menyingkirkan sebagian pelat lantai yang
bersangkutan. Kalau dilantai ini ada bak penampungan air kotor atau air
limbah, jarak antara tangki air bersih dengan tangki air kotor tidak boleh
kurang dari 5 meter.
2)
Di bagian atas tangki, ruiang bebas harus cukup besar bagi petugas
untuk membuka dan menutup manhole, dan masuk ke dalam tangki
dengan membawa peralatan yang diperlukan untuk pembersihan
atau perawatan tangki. Ruang bebas diatas tangki umumnya dibuat
satu meter.
Salah satu contoh cara peletakan tangki air bersih di dalam gedung dapat
dilihat pada Gambar 67.
170
DRAFT FINAL
(a) Denah
(b) Potongan
Gambar 67 : Contoh Penempatan Tangki Air Bersih Di Dalam Gedung.
Jarak a, b, dan c minimal 45 cm. Khusus untuk jarak c harus cukup longgar
agar orang dapat masuk dari atas tangki untuk pembersihan atau
perawatan tangki.
3)
4)
DRAFT FINAL
Beberapa hal yang perlu diperhatukan di dalam merancang lubang
perawatan adalah sebagai berikut :
Penutup lubang perawatan harus rapat untuk mencegah masuknya
kotoran atau binatang ke dalam tangki. Demikian pula jika ada air di
atas tutup tangki harus dicecah agar air tidak masuk melalui lubang
perawatan. Untuk itu tutup lubang harus berada pada bidang yang
kira kira 10 cm lebih tinggi dari permukaan tutup tangki. Tutup tangki
harus mempunyai kemiringan yang cukup yakni sekitar 1/100 ke arah
luar dari lubang perawatan.
Penutup lubang perawatan harus dapat terkunci dengan rapat untuk
mencegah pembukaan oleh orang yang tidak berkepentingan. Hal ini
dapat dilakukan dengan memasang kunci atau memasang baut
pengikat.
172
DRAFT FINAL
5)
Contoh bak hisap atau saluran pada dasar tangki dapat dilihat pada
Gambar 70.
173
DRAFT FINAL
6)
174
DRAFT FINAL
7)
Pipa Peluap
Setiap tangki air bersih harus dilengkapi dengan pipa peluap. Ujung
pipa peluap tidak boleh disambungkan langsung ke pipa buangan
melainkan dengan cara tidak langsung. Harus ada celah udara yang cukup
antara ujung pipa dengan bak buangan, dan umumnya jaraknya minimal
dua kali diameter pipa. Ujung pipa peluap harus dilengkapi dengan
saringan agar serangga tidak dapat masuk ke dalam pipa. Contoh
pemasangan pipa peluap pada tangki air bersih dapat dilihat pada Gambar
71.
7)
Pipa Ven
Gambar 71: Contoh Pemasangan Pipa Peluap Pada Tangki Air Bersih.
175
DRAFT FINAL
5.1.2.2 Pemasangan Tangki Air Di Luar Gedung
Apabila tangki air akan dipasang dalam jarak horisontal kurang dari
5 meter dari pipa pembuangan, tangki septik, atau peralatan alin yang
menyimpan atau mengolah limbah maka akan timbul kemungkinan
pencemaran terhadap air di dalam tangki. Oleh karena itu sebaiknya tangki
air bersih tidak ditanam langsung ke dalam tanah, melaikan harus
dilindungi dengan memasang tangki tersebut dalam suatu ruang dalam
tanah. Jika terpaksa harus membuat tangki bawah tanah maka harus
dibuat dari bahan yang kedap air dan secara teknis harus kuat menahan
tekanan dan tidak bocor sehingga tidak terjadi kontaminasi dari pengaruh
luar. Jika jarak dengan bak atau peralatan pembuangan limbah dapat
dibuat lebih dari 5 meter maka tangki air bersih dapat ditanam langsung di
dalam tanah baik seluruhnya atau sebagian.
Cara lain adalah dengan memasang tangki air bersih tersebut di atas
menara. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk tangki bawah tanah
(ground tank) adalah sebagai berikut :
176
DRAFT FINAL
Tangki Air Bawah Tanah harus terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang
dihubungkan dengan Pipa dilengkapi Katup Buka-Tutup. Masingmasing dilengkapi dengan akses untuk proses pengurasan berupa
manhole, tangga dan dasar tangki yang lebih rendah untuk
penempatan pompa submersible.
Tangki Air Bawah Tanah dibuat dengan konstruksi Beton Bertulang
kedap air, yang hasil pelaksanaannya harus melalui test kedap air.
177
DRAFT FINAL
178
DRAFT FINAL
Gambar 74 : Jarak Penempatan Tangki Air Terhadap Batas Persil Bangunan.
179
DRAFT FINAL
Gambar 75 : Contoh Tangki Air Bersih Bawah Yang Juga Berfungsi Sebagai
Tangki Air Pemadam Kebakaran.
Mengingat kemungkinan timbulnya pencemaran serta semakin mahalnya
biaya pengolahan agar didapatkan kualitas air bersih yang baik, maka harus
dihindarkan penggunaan satu tangki air bersih yang merangkap untuk
penyediaan air untuk pemadam kebabaran. Tangki air bersih atau air
minum harus terpisah dengan tangki air pemadam kebakaran, atau tidak
dihubungkan satu sama lain (Gambar 76).
180
DRAFT FINAL
Gambar 76 : Contoh Tangki Air Bersih Bawah Yang Yang Terpisah Dengan
Tangki Air Pemadam Kebakaran.
5.2
DRAFT FINAL
Air Bersih dialirkan ke area pelayanan dengan mempergunakan
Tangki Air Atas, yang mana Tangki Air Atas mendapat suplai dari Tangki
Bawah Tanah dengan mempergunakan Pompa.
5.2.2 Distribusi dengan Sistem Tekan
Air Bersih dialirkan ke area pelayanan dengan daya tekan langsung
dari Tangki Bawah Tanah dengan mempergunakan Pompa yang dilengkapi
dengan Tangki Tekan.
Sistem distribusi air bersih dengan sistem gravitasi maupun dengan tangki
tekan pada bangunan horisontal maupun vertikal secara sederhana dapat
dilihat pada Gambar 77 sampai dengan Gambar 80.
5.2.3 Pompa Air Bersih
Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
pompa air digunakan untuk mengalirkan air dari tangki air bawah
tanah ke tangki atas atau mendistribusikan air langsung ke area
pelayanan dengan dilengkapi tangki tekan.
Sistem pompa air harus disediakan 2 (dua) unit, salah satu unit
sebagai cadangan apabila terjadi gangguan pada unit pompa yang
dioperasikan.
Pelaksanaan pemasangan dan pengoperasian pompa harus mengikuti
petunjuk yang dianjurkan oleh pabrik pembuatnya. buku manual yang
dibuat oleh pabrik pembuatnya harus didokumentasikan.
Pompa air pada sistem distribusi dengan gravitasi harus dapat
beroperasi secara otomatis dengan menggunakan elektroda water
level control pada tangki air atas.
Ujung pipa isap (suction) pada tangki air bawah tanah harus terletak
diatas permukaan volume air untuk persediaan hydrant dan sprinkler.
182
DRAFT FINAL
183
DRAFT FINAL
Gambar 77 : Distribusi Air Bersih Dengan Sistem Gravitasi Pada Bangunan Horisontal.
Gambar 78 : Distribusi Air Bersih Dengan Sistem Tangki Tekan Pada Bangunan Horisontal.
184
DRAFT FINAL
185
DRAFT FINAL
Gambar 79 : Distribusi Air Bersih Dengan Sistem Gravitasi Pada Bangunan Vertikal.
186
DRAFT FINAL
Gambar 80: Distribusi Air Bersih Dengan Sistem Tangki Tekan Pada Bangunan Vertikal.
187
DRAFT FINAL
Pipa isap pompa air terdiri dari 2 (dua) buah yang dilengkapi katup
buka-tutup dan masing-masing dihubungkan ke dua bagian tangki
bawah tanah.
5.2.4
Tangki air atas harus terdiri dari 2 (dua) buah, dihubungkan dengan
pipa yang dilengkapi katup buka-tutup.
Kapasitas total tangki air atas diperhitungkan antara 25 sampai 30
persen dari kebutuhan air untuk pelayanan diluar pelayanan hydrant
dan sprinkler.
Tangki air atas harus dilengkapi water level control dengan elektroda
yang dihubungkan ke pompa air, agar pompa air dapat beroperasi
secara otomatis ketika permukaan air di tangki atas dalam posisi
minimum dan dapat berhenti secara otomatis ketika permukaan air di
tangki atas dalam posisi maksimum.
Untuk rumah sakit yang dibangun dengan komposisi bangunan
gedung horizontal, tangki air atas harus diletakkan pada ketinggian
yang diperhitungkan agar tekanan air mencapai minimal 1 atm pada
area pelayanan.
Untuk rumah sakit yang dibangun dengan komposisi bangunan
gedung vertikal, tangki air atas diletakkan di lantai atap dengan
ketentuan harus dilengkapi dengan booster pump untuk pelayanan 2
(dua) lantai dibawahnya.
5.2.5
Perpipaan
188
DRAFT FINAL
Besaran pipa layanan milimal inch untuk setiap kran dan/atau alat
plambing atau sama dengan besaran pipa inlet pada alat plambing.
Besaran pipa minimal inch untuk melayani 3 (tiga) pipa layanan
inch.
189
DRAFT FINAL
Jenis Material Pipa yang dipergunakan untuk air bersih harus sesuai
dengan standar produk yang khusus dipergunakan untuk perpipaan
air bersih, yaitu Pipa Besi Galvanis (Galvanized Iron Pipe) Medium
Class.
Fitting-fitting yang dipergunakan harus dari produk yang sama
dengan produk pipanya.
5.2.5.5 Konstruksi Pipa
5.2.5.5 Katup-katup
190
DRAFT FINAL
Pada Sistem Ring Pipa Utama harus dilengkapi dengan Katup BukaTutup sebelum penyambungan Pipa Cabang.
191
DRAFT FINAL
BAB 6
PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN INSTALASI
PLAMBING
6.1
6.2
192
DRAFT FINAL
Dinding tangki harus tidak mempunyai retakan apapun, apalgi
terdapat kebocoran. Lingkungan sekeling tangki harus bersih dan sehat,
dan dijaga jangan sampai terdapat kotoran apapun yang dapat masuk ke
dalam tangki.
193
DRAFT FINAL
2.
3.
4.
Tahunan
6 Bulanan
PDAM
- Periksa Meter Air
- Periksa Pipa Dinas
- Mutu Air
Air Tanah
Pompa
Tangki Air
a. Bawah Tanah
- Manhole
- Dinding Dalam
- Katup-Katup
b. Tangki Atas
- Dinding Dalam
- Katup-Katup
- WLC
Power Panel
3 Bulanan
1.
Bulanan
Komponen
Yang diperiksa
Kriteria
Harian
No.
Mingguan
Berfungsi
Laik
Baku mutu
Berfungsi
Bersih
Berfungsi
194
Tindakan
DRAFT FINAL
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Pompa : Periksa
- Motor
- Seal
- Coupling
- Bearing
Pressure Tank
Pressure Swiitch
Pressure Gauge
Instalasi Pipa :
- Gate Valve
- Check Valve
- Ball Valve
- Foot Valve
- Flexible Joint
- Strainer
Faucet
Normal
Normal
Normal
Normal
Baik
Berfungsi
Berfungsi
Berfungsi
Berfungsi
Berfungsi
Berfungsi
Berfungsi
Bersih
Normal
195
DRAFT FINAL
Tahunan
6 Bulanan
3 Bulanan
Bulanan
Mingguan
Komponen
Yang diperiksa
Kriteria
1.
Pompa Hydrant
Berfungsi
Uji Fungsi
2.
Pompa Diesel
- Periksa Oli
Warna
Volume
Kekentalan
Cukup
Berfungsi
Cukup
Bersih
Baik
Baik
Baik
- Bahan Bakar
- Accu
- Air Radiator
3.
- Impeler*)
- Seal
- Bearing*)
Instalasi Pipa Hydrant
- Gate Valve
- Check Valve
- Ball Valve
Harian
No.
Berfungsi
Berfungsi
Berfungsi
196
Tindakan
Rusak diganti
Bocor diganti
Rusak diganti
Rusak diganti
Rusak diganti
Rusak diganti
DRAFT FINAL
4.
5.
6.
7.
8.
-PressureSafety Valve
Berfungsi
- Foot Valve
Berfungsi
- Strainer
Bersih
- Flexible Joint
Berfungsi
-Auto Pressure Switch
Berfungsi
- Barometer
Berfungsi
Pompa Jockey
- Impeler*)
Baik
- Seal
Baik
- Bearing*)
Baik
- Motor Pompa
Berfungsi
Tangki Tekan
- Fisik
Baik
Hydrant Box
- Selang Hydrant
Baik
- Nozle
Baik
Seamese
- Seal
Baik
Pillar Hydrant
- Seal
Baik
Catatan :
*) Pemeriksaan tambahan bila ada suara aneh dan berbau.
197
Rusak diganti
Rusak diganti
Dibersihkan
Rusak diganti
Rusak diganti
Rusak diganti
Rusak diganti
Rusak diganti
Rusak diganti
Rusak diganti
Perbaiki bila rusak
Bocor diganti
Seal rusak diganti
DRAFT FINAL
(2)
198
DRAFT FINAL
6.4
Pemeriksaan Pipa
199
DRAFT FINAL
tekanan tersebut adalah untuk tekanan air masuk ke dalam keran atau
katup gelontor.
6.6
Pipa Tegak
Ujung bawah pipa tegak perlu ditumpu dengan baik agar belokan
yang ada tidak turun atau jatuh akibat beratnya sendiri ataupun karena
tumbukan tumbukan aliran air di dalam pipa.
(3)
Pipa Horisontal
Penggantung atau penumpu pipa horisontal dipasang untuk
mencegah melengkungnya bagian pipa di antara dua penggantung atau
penumpu yang berdekatan. Secara berkala penggantung atau penumpu
tersebut perlu diperiksa untuk mengetahui kalau ada dudukan yang sudah
rusak atau sekrup yang kendor sehingga pipa dapat bergerak turun.
Pemerikasan juga perlu dilakukan terlebih lagi setelah ada perbaikan
pipa, adanya perombakan instalasi serta terjadinya gempa.
6.7
DRAFT FINAL
Untuk pemeliharaan pompa pompa penyediaan air bersih sebaiknya
dibuat buku harian yang memuat laporan keadaan bekerjanya pompa,
pemeriksaan dan pemeliharaan yang dilakukan sepanjang umur pompa.
Pemeriksaan ada yang perlu dilakukan harian, berkala (setiap bulan atau
jangka waktu yang ditetapkan), dan juga pemeriksaan mendadak karena
situasi khusus.
Untuk pemerikasan harian, beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain :
Tekanan
201
DRAFT FINAL
BAB 7
PENGAWASAN KUALITAS AIR BERSIH ATAU MINUM
DI RUMAH SAKIT
7.1 Persyaratan Kualitas Air Minum
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat danPengawasan
Kualitas Air Minum.
7.2
a.
Ruang Operasi
Air yang digunakan di ruang farmasi terdiri dari air yang dimurnikan
untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi, dan pengenceran dalam
hemodialisis.
7.3
1)
202
DRAFT FINAL
a. Inspeksi sanitasi terhadap sarana air minum dan air bersih;
b. Pengambilan, pengiriman, dan pemeriksaan sampel air;
c. Melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi pemeriksaan
laboratorium; dan
d. Tindak lanjut berupa perbaikan sarana dan kualitas air.
2)
Melakukan inspeksi sanitasi sarana air minum dan air bersih rumah
sakit dilaksanakan minimal 1 tahun sekali. Petunjuk teknis inspeksi
sanitasi sarana penyediaan air sesuai dengan petunjuk yang
dikeluarkan
Direktorat
Jenderal
PPM
dan
PL,
DepartemenKesehatan.
3)
Air Minum
Air bersih
25 100
101 400
401 1000
> 1000
4
6
8
10
4
6
8
10
4)
5)
DRAFT FINAL
sistem distribusi, pada sumber air, dan titik-titik lain yang rawan
pencemaran.
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
DRAFT FINAL
- Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan :
a) Parameter Mikrobiologi :
(1) E. Koli
(2) Total Koliform
b) Kimia anorganik :
(1) Arsen
(2) Fluorida
(3) Kromium- val.6
(4) Kadmium
(5) Nitrit, sbg-N
(6) Nitrit, sbg-N
(7) Sianida
(8) Selenium
- Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan:
a) Parameter Fisik :
(1) Bau
(2) Warna
(3) Jumlah zat padat terlarut (TDS)
(4) Kekeruhan
(5) Rasa
(6) Suhu
b) Parameter Kimiawi :
(1) Aluminium
(2) Besi
(3) Kesadahan
(4) Khlorida
(5) Mangan
(6) pH
(7) Seng
(8) Sulfat
(9) Tembaga
(10) Sisa Khlor
205
DRAFT FINAL
(11) Amonia
Parameter kualitas air minum lainnya selain dari parameter yang tersebut
pada Lampiran II Kepmenkes RI No. 907 tahun 2001, dapat dilakukan
pemeriksaan bila diperlukan, terutama karena adanya indikasi
pencemaran.
BAB 8
PENUTUP
Rumah Sakit adalah suatu institusi yang mempunyai fungsi
memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik secara
preventif, kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya
menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan.
Oleh karena rumah sakit merupakan sebuah institusi perawatan
kesehatan profesional yang bergerak dalam pelayanan jasa kesehatan yang
diperuntukkan bagi umum, maka sangat penting sekali di adakan
pengawasan terhadap tingkat sanitasinya agar dampak negatif yang
ditimbulkan berupa penularan penyakit dapat dicegah.
Air bersih merupakan kebutuhan yang tidak dapat dilepaskan dari
kegiatan di rumah sakit. Mengingat bahwa rumah sakit merupakan tempat
tindakan dan perawatan orang sakit, maka kualitas dan kuantitasnya perlu
dipertahankan setiap saat agar tidak mengakibatkan sumber infeksi baru
bagi penderita.
Permasalahannya adalah penyediaan air bersih/minum di rumah
sakit di Indonesia kualitasnya masih banyak yang belum memenuhi baku
mutu. Sebagai contoh misalnya, berdasarkan pemantauan dilapangan
banyak penyediaan air bersih di rumah sakit yang mengandung zat besi,
mangan serta angka kuman yang melampaui baku mutunya. Penyediaan
air bersih/mimum di rumah sakit dengan kualitas yang kurang memadai
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pasien maupun petugas
/karyawan rumah sakit. Permasalahan yang lain adalah
banyak
pengelolaan air bersih di rumah sakit belum dilakukan dengan benar serta
belum terdapatnya tenaga pengelola yang profesional untuk masalah
penyediaan air bersih.
206
DRAFT FINAL
Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit di
Indonesia khususnya dalam hal penyediaan air bersih atau air minum serta
air untuk kegiatan khusus perlu dilakukan upaya penyebar-luasan
informasi tentang sistem serta teknologi penyediaan air khususnya untuk
rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan agar kualitasnya sesuai
dengan baku mutu. Salah satu cara untuk menyebarkan informasi tentang
sistem penyediaan air bersih/minum di rumah sakit adalah dengan
membuat pedoman tentang teknis instalasi penyediaan air minum
khususnya untuk rumah sakit maupun fasilitas layanan kesehatan lainnya.
Pedoman teknis diperlukan sebagai petunjuk pelaksanaan dalam
perencanaan, operasional, pemeliharaan, serta monitoring agar
didapatkan penyediaan air dengan kualitas yang optimal.
Dengan adanya buku pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan
kualitas penyediaan air bersih khususnya di lingkungan rumah sakit
maupun fasilitas layanan kesehatan lainnya serta dapat meningkatkan
kemampuan tenaga pengelola sarana penyediaan air bersih agar fasilitas
pengolahan yang ada dapat dioperasionalkan lebih optimal dan efisien
serta didapatkan air bersih dengan kualitas yang memenuhi syarat baku
mutu yang berlaku.
207
DRAFT FINAL
DAFTAR PUSTAKA
DRAFT FINAL
DRAFT FINAL
http://www.bps.go.id/sector/socwel/housing/table6.shtml
http://www.bps.go.id/sector/socwel/housing/table6.shtml
JICA . Water Supply Engineering Vol.2. 1984.
JICA : Water Supply Engineering Vol. I. Edited by Japan Water Work
Association.1990.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 tentang syarat-syarat
dan pengawasan kualitas air minum
Lin , Shun Dar (2007). Water and Wastewater Calculation Manual.
second edition. Mc Graw-Hill Companies, New York.
Lykins,B.W., Moser, R., DeMacro, J. Treatment Technology in The
United States, Disinfection And Controls Of Disinfection By Product,
The second Japan - US Governmental Conference On drinking water
Quality Management, July 24-26, 1990, Tokyo, japan.
Metcalf dan Eddy. 2003. Wastewater Engineering, Treatment and
Reuse, Fourth Edition, Revised by G. Tchobanoglous, F. Burton, H.
David Stensel, Internasional Edition, McGraw Hill.
Morimura. T dan Soufyan. M Noerbambang. 1985. Perancangan Dan
Pemeliharaan Sistem Plambing. Association For International Technical
Promotion, Tokyo.
Moris, J.C. 1975. Aspect of the quantitative assessment of germicidal
efficiency. In : Disinfection of water and Wastewater, J.D. Johnson, Ed.
Ann Arbor Science, Ann Arbor, MI.
Noss, C.I., and V.P. Olivieri, 1985. Disinfecting capabilities of
oxychlorine compounds. Appl. Environ. Microbiology. 50:1162-1164.
Painter, H.A. 1970. A Review of Literature On Inorganic Nitrogen
Metabolism In Micoorganism. Water Research. 4: 393-450.
Painter, H.A., and J.E. Loveless. 1983. Effect of Temoperature and pH
Value 0n The Growth Rate Contants Of Nitrifying Bacteria in the
Activated Sludge Process. Water Research. 17 : 237-248. 1983.
Peavy, H.S., Rowe, D.R, AND Tchobanoglous, S.G., "Environmental
Engineering ", Mc Graw-Hill Book Company, Singapore, 1986.
Peavy, Howard S., Rowe, Donald R., and Tschobanoglous, George,
"Environmental Engineering", McGraw-Hill Intrernational Editions,
New York , 1986.
Qasim, Syed R., Wastewater Treatment Plans, CBS College Publishing,
1985.
210
DRAFT FINAL
211
DRAFT FINAL
LAMPIRAN :
PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 907/MENKES/SK/VII/2002
1. BAKTERIOLOGIS
Parameter
Satuan
Kadar
Maksimum
Yang
Diperbolehkan
3
a. Air Minum
E. Coli atau fecal coli
Jumlah per
100 ml sampel
Jumlah per
100 ml sampel
Jumlah per
100 ml sampel
212
Ket.
DRAFT FINAL
c. Air pada sistem distribusi
E. Coli atau fecal coli
Jumlah per
100 ml sampel
Jumlah per
100 ml sampel
2. KIMIA
A. Bahan-Bahan Inorganic (Yang Memiliki Pengaruh Langsung Pada
Kesehatan)
Parameter
1
Antimony
Air raksa
Arsenic
Barium
Boron
Cadmium
Kromium
Tembaga
Sianida
Fluroride
Timah
Molybdenum
Nikel
Nitrat (sebagai NO3)
Nitrit (sebagai NO2)
Selenium
Satuan
2
(mg/liter)
(mg/liter)
(mg/liter)
(mg/liter)
(mg/liter)
(mg/liter)
(mg/liter)
(mg/liter)
(mg/liter)
(mg/liter)
(mg/liter)
(mg/liter)
(mg/liter)
(mg/liter)
(mg/liter)
(mg/liter)
213
Kadar Maksimum
Yang
Diperbolehkan
3
0.005
0.001
0.01
0.7
0.3
0.003
0.05
2
0.07
1.5
0.01
0.07
0.02
50
3
0.01
Ket.
4
DRAFT FINAL
B. Bahan-Bahan Inorganik (Yang Kemungkinan Dapat Menimbulkan
Keluhan Pada Konsumen)
Parameter
1
Ammonia
Aluminium
Chloride
Copper
Kesadahan
Hidrogen Sulfide
Besi
Mangan
pH
Sodium
Sulfate
Padatan terlarut
Seng
Satuan
2
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
Kadar Maksimum
Yang Diperbolehkan
3
1.5
0.2
250
1
500
0.05
0.3
0.1
6,5 - 8,5
200
250
1000
3
Ket.
4
Satuan
2
Kadar Maksimum
Yang
Diperbolehkan
3
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
2
20
30
2000
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
5
30
50
214
Ket.
4
DRAFT FINAL
Trichloroethene
Tetrachloroethene
Benzene
Toluene
Xylenes
benzo[a]pyrene
Chlorinated benzenes
Monochlorobenzene
1,2 -dichlorobenzene
1,4 -dichlorobenzene
Trichlorobenzenes (total)
Lain- lain
di(2-ethylhexy)adipate
di(2-ethylhexy)phthalate
Acrylamide
Epichlorohydrin
Hexachlorobutadiene
edetic acid (EDTA)
Nitriloacetic acid
Tributyltin oxide
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
70
40
10
700
500
0,7
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
300
1000
300
20
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
80
8
0.5
0.4
0.6
200
200
2
Satuan
2
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
215
Kadar Maksimum
Yang
Diperbolehkan
3
24-170
20-1800
2-200
4-2600
10-12
1-10
0.3-30
5-50
600-1000
Ket.
4
DRAFT FINAL
2,4 -dichlorophenol
2,4,6 -trochlorophenol
g/liter
g/liter
0.3-40
2-300
E. Pestisida
Parameter
1
Alachlor
Aldicarb
aldrin/dieldrin
Atrazine
Bentazone
Carbofuran
Chlordane
Chlorotoluron
DDT
1,2 -dibromo-3chloropropane
2,4 D
1,2 -dichloropropane
1,3 -dichloropropane
Heptachlor & Heptachlor
epoxide
Hexachlorobenzene
Isoproturon
Lindane
MCPA
Molinate
Pendimethalin
Pentachlorophenol
Permethrin
Propanil
Pyridate
Simazine
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
Kadar Maksimum
Yang
Diperbolehkan
3
20
10
0.03
2
30
5
0.2
30
2
1
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
30
20
20
0.03
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
1
9
2
2
6
20
9
20
20
100
2
Satuan
2
216
Ket.
4
DRAFT FINAL
Trifluralin Chlorophenoxy
herbicides selain 2,4-D dan
MCPA
2,4 DB
Dichlorprop
Fenoprop
Mecoprop
2,4,5 -T
g/liter
20
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
g/liter
90
100
9
10
9
Mg/l
Mg/l
Kadar Maksimum
Yang
Diperbolehkan
3
3
5
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
25
200
200
900
100
100
60
200
50
(g/liter)
100
(g/liter)
10
Satuan
2
217
Ket.
4
DRAFT FINAL
Dichloroacetonitrile
Dibromoacetonitrile
Trichloroacetonitrile
Cyanogen chloride
(sebagai CN)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
(g/liter)
90
100
1
70
25
3. RADIOAKTIFITAS
Parameter
Satuan
1
Gross alpha activity
Gross beta activity
4. FISIK
Parameter
1
Parameter Fisik
Warna
Rasa dan bau
Temperatur
Kekeruhan
2
Bq/liter)
Bq/liter)
Kadar Maksimum
Yang
Diperbolehkan
3
0.1
1
Ket.
4
Kadar Maksimum
Yang Diperbolehkan
3
Ket.
TCU
15
Tidak
berbau
dan berasa
Suhu udara 3 C
NTU
Satuan
2
MENTERI KESEHATAN RI
ttd.
218
DRAFT FINAL
Dr. ACHMAD SUJUDI
219