Anda di halaman 1dari 139

PEDOMAN

SANITASI RUMAH SAKIT


DI INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PPM & PL DAN


DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN MEDIK
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA
2002

1
Cetakan I : Tahun 2000
Cetakan II : Tahun 2002

DAFTAR ISI

2
DAFTAR ISI..............................................................................................................3
KATA PENGANTAR...............................................................................................4
Seri : 1. Penyediaan Air Bersih ...............................................................................5
Seri : 2. Penyediaan Air Pada Kegunaan Khusus....................................................23
Seri : 3. Pengelolaan Air Limbah.............................................................................30
Seri : 4. Pengelolaan Sampah...................................................................................37
Seri : 5. Pengelolaan Limbah Klinis........................................................................49
Seri : 6. Pengelolaan Makanan di Rumah Sakit.......................................................65
Seri : 7. Pengelolaan Linen......................................................................................82
Seri : 8. Sanitasi Ruang Bangun dan Peralatan Non Medis.....................................86
Seri : 9. Pengendalian Serangga dan Tikus..............................................................93
Seri : 10. Desinfeksi dan Sterilisasi di Rumah Sakit..................................................97
Seri : 11. Pencegahan Infeksi Nosokomial................................................................123

KATA PENGANTAR

3
Upaya mewujudkan rumah sakit yang bersih dan tertib telah ditetapkan sebagai gerakan
nasional di lingkungan Departemen Kesehatan. Untuk itu diperlukn optimalisasi sumber daya
dan sarana yang tersedia. Salah satu diantaranya adalah diterbitkannya Buku Pedoman
Sanitasi Rumah Sakit.

Buku pedoman ini merupakan perbaikan dan penambahan atas buku pedoman yang
pernah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal PPM & PLP tahun 1990 dengan judul sama,
yakni Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia.

Kepada para pembaca yang telah memberikan masukan dan saran-saran perbaikan serta
para editor yang telah menyempurnakan penyusunan edisi baru ini, kami sampaikan terima
kasih.

Mudah-mudahan upaya kita semua untuk mewujudkan Rumah Sakit bersih dan tertib
yang dicanangkan oleh bapak Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 12
November 1990, melalui program Sanitasi Rumah Sakit dapat terwujud.

Jakarta ,

Dirjen. Yan.Medik, Dirjen. PPM & PLP,

Dr. Broto Wasito, MPH. Dr. G. HARTONO


NIP. 140022724 NIP. 140062375

SERI : 1

4
PENYEDIAAN AIR BERSIH

1. Pendahuluan

Air bersih merupakan kebutuhan yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan di rumah
sakit. Namun mengingat bahwa rumah sakit merupakan tempat tindakan dan perawatan
orang sakit maka kualitas dan kuantitasnya perlu dipertahankan setiap saat agar tidak
mengakibatkan sumber infeksi baru bagi penderita.
Tergantung pada kelas rumah sakit dan berbagai jenis pelayanan yang diberikan
mungkin beberapa rumah sakit harus melakukan pengolahan tambahan terhadap air minum
dan air bersih yang telah memenuhi standar nasional, misalnya bila air bersih digunakan
sebagai bahan baku air untuk dianalisa pada proses mesin pencuci ginjal.

2. Pengertian dan Dampak


2.1. Pengertian
Yang dimaksud air minum dan air bersih dalam hal ini adalah air yang memiliki
kualitas minimal sebagaimana dalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan No. 416
tahun 1990 dan Keputusan Menteri Kesehatan No.907 tahun 2002 tentang syarat-syarat
dan pengawasan kualitas air minum.
2.2. Dampak
(a) Dampak positif berupa penurunan penyakit yang dapat ditularkan melalui air atau
penyakit yang ditularkan karena kegiatan mencuci dengan air, kebersihan
lingkungan, alat-alat termasuk kebersihan pribadi.
(b) Dampak negatif, misalnya meningkatnya penyakit yang ditularkan melalui air dan
kegiatan mencuci dengan air, kesehatan lingkungan dan pribadi kurang terpelihara.

3. Kebutuhan Air Minuman dan Air Bersih

Jumlah kebutuhan air minum dan air bersih untuk rumah sakit masih belum dapat
ditetapkan secara pasti. Jumlah ini tergantung pada kelas dan berbagai pelayanan yang ada di
rumah sakit yang bersangkutan. Makin banyak pelayanan yang ada di rumah sakit tersebut,
semakin besar jumlah kebutuhan air. Di lain pihak, semakin besar jumlah tempat tidur,
semakin rendah proporsi kebutuhan air per tempat tidur.
Secara umum, perkiraan kebutuhan air bersih didasarkan pada jumlah tempat tidur.
Kebutuhan minimal air bersih 500 liter per tempat tidur per hari.
4. Standar Kualitas Air Bersih

5
Melalui Permenkes No. 416 tahun 1990 telah ditetapkan syarat-syarat dan Pengawasan
Kualitas di Indonesia, serta Keputusan Menkes No.907 tahun 2002 tentang syarat-syarat dan
pengawasan Kualitas Air Minum. Walau dalam penerapannya secara umum masih
menimbulkan masalah namun khusus untuk rumah sakit seyogyanya sudah tidak ada
masalah lagi.

5. Sumber Air Bersih


Berbagai sumber untuk penyediaan air bersih antara lain sungai, danau, mata air, air
tanah dapat digunakan untuk kepentingan kegiatan rumah sakit dengan ketentuan harus
memenuhi persyaratan, baik dari segi konstruksi sarana, pengolahan, pemeliharaan,
pengawasan kualitas dan kuantitas.
Sebaiknya rumah sakit mengambil air PAM karena akan mengurangi beban pengolahan
sehingga tinggal beban pengawasan kualitas airnya. Bila PAM tidak tersedia di daerah
tersebut, pilihan yang ada sebaiknya air tanah menjadi pilihan utama terutama bila keadaan
geologi cukup baik karena air tanah tidak banyak memerlukan pengolahan dan lebih mudah
didesinfeksi dibanding air permukaan disamping juga kualitasnya relatif lebih stabil.
Bila air tanah juga tidak mungkin, terpaksa harus menyediakan pengolahan air
permukaan. Untuk membangun sistem pengolahan perlu mempertimbangkan segi ekonomi,
kemudahan pengolahan, kebutuhan tenaga untuk mengoperasikan sistem, biaya operasi dan
kecukupan supply baik dari segi jumlah maupun mutu air yang dihasilkan.

6. Pengelolaan Air Bersih


Pengolahan air bervariasi tergantung pada karakteristik asal air dan kualitas produk yang
diharapkan, mulai dari cara paling sederhana, yaitu dengan chlorinasi sampai cara yang lebih
rumit. Makin jauh penyimpangan kualitas air yang masuk terhadap Permenkes No. 146 tahun
1990 dan Kepmenkes No.907 tahun 2002 semakin rumit pengolahan yang dilakukan.
Pengolahan-pengolahan yang mungkin dipertimbangkan adalah sebagai berikut :
a. Tanpa pengolahan (mata air yang dilindungi).
b. Chlorinasi.
c. Pengolahan secara kimiawi dan chlorinasi (landon air).
d. Penurunan kadar besi dan chlorinasi (air tanah).
e. Pelunakan dan chlorinasi (air tanah).
f. Filtrasi pasir lambat (FPL) dan chlorinasi (sungai daerah pegunungan).
g. Pra-pengolahan FPL Chlorinasi (air danau/waduk).
h. Koagulasi Flokulasi Sedimentasi Filtrasi Chlorinasi (sungai).

6
i. Aerasi Koagulasi Flokulasi Sedimentasi Filtrasi Chlorinasi
(sungai/danau dengan kadar oksigen terlarut rendah).
j. Pra-pengolahan Koagulasi Flokulasi Sedimentasi Filtrasi
Chlorinasi (sungai yang sangat keruh).
k. Koagulasi Flokulasi Sedimentasi Filtrasi Pelunakan Chlorinasi
(sungai).

7. Pengawasan Kualitas Air di Rumah Sakit

Tujuan pengawasan kualitas air di rumah sakit adalah terpantau dan terlindungi secara
terus menerus terhadap penyediaan air bersih agar tetap aman dan mencegah penurunan
kualitas dan penggunaan air yang dapat mengganggu/membahayakan kesehatan serta
meningkatkan kualitas air.
Adapun sasaran pengawasan kualitas air ini terutama ditujukan kepada semua sarana
penyediaan air bersih yang ada di rumah sakit beserta jaringan distribusinya baik yang
berasal dari PDAM/BPAM maupun dikelola oleh rumah sakit yang bilamana timbul masalah
akan memberi risiko kepada orang-orang yang berada dalam lingkup rumah sakit (pasien,
karyawan, pengunjung).
Perlindungannya ditujukan kepada mulai dari PDAM dan air baku yang akan diolah
(apabila rumah sakit membuat pengolahan sendiri) sampai air yang keluar dari kran-kran
dimana air diambil.
Kegiatan pokok pengawasan kualitas air adalah sebagai berikut :
1) Inspeksi Sanitasi
Yang dimaksud inspeksi sanitasi adalah suatu kegiatan untuk menilai keadaan suatu
sarana penyediaan air bersih guna mengetahui berapa besar kemungkinan sarana
tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya yang mengakibatkan kesehatan masyarakat
menurun. Inspeksi sanitasi dapat memberikan informasi sedini mungkin pencemaran
sumber air yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau makhluk lainnya yang dekat
dengan sumber.
Inspeksi sanitasi dilaksanakan sebagai bagian dari pengawasan kualitas air dan
mencakup penilaian keseluruhan dari banyak faktor yang berkaitan dengan sistem
penyediaan air bersih.
Langkah-langkah inspeksi sanitasi di rumah sakit adalah sebagai berikut :
a. Membuat peta/maping mulai dari reservoir/unit pengolahan sampai sistem jaringan
distribusi air yang terdapat dalam bangunan rumah sakit.

7
b. Melakukan pengamatan dan menentukan titik-titik rawan pada jaringan distribusi
yang diperkirakan air dalam pipa mudah terkontaminasi.
c. Menentukan frekuensi inspeksi sanitasi.
d. Menentukan kran-kran terpilih dari setiap unit bangunan yang ada di rumah sakit
untuk pengambilan sampel dan penetuannya berdasarkan hasil pengamatan dari
poin b.
2) Pengambilan Sampel
Sampel diambil dari sistem penyediaan air bersih guna mengetahui apakah air aman
bagi konsumen di rumah sakit dan sampel ini harus dapat mewakili air dari sistem
secara keseluruhan.
Mengingat fungsi rumah sakit sebagai tempat pengobatan dan perawatan orang
sakit dengan berbagai aktivitasnya maka frekuensi pengambilan sampel untuk
pemeriksaan bakteriologik air dapat dilakukan setiap bulan sekali sedangkan untuk unit-
unit yang dianggap cukup rawan seperti kamar operasi, unit IGD, ICCU serta dapur
(tempat pengolahan makanan dan minuman) maka pengambilan sampel dapat dilakukan
setiap seminggu sekali. Untuk pengambilan sampel pemeriksaan kimiawi, frekuensi
pengambilan dilakukan setiap 6 bulan sekali.
3) Pemeriksaan Sampel
Sampel air setelah diambil segera dikirim ke laboratorium yang terdekat untuk
pemeriksaan bakteriologik air dapat memanfaatkan laboratorium yang ada di rumah
sakit (bagi rumah sakit yang telah dilengkapi peralatan laboratorium pemeriksaan air)
atau Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) sedang untuk pemeriksaan kimia air dapat
diperiksa ke BLK atau BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan).
Parameter yang diperiksa di lapangan meliputi bau, rasa, warna, kekeruhan, suhu
air, kejernihan, pH dan sisa chlor.
4) Tenaga Pengelola
Tenaga pengelola air bersih terdiri dari :
- Tenaga pelaksana dengan tugas mengawasi plambing dan kualitas air dengan
kualifikasi D1 dan latihan khusus.
- Pengawasan dengan tugas mengawasi tenaga pelaksana pengelolaan air bersih
dengan kualifikasi D3 dan latihan khusus.
5) Pencatatan dan Analisis
Setiap kegiatan yang telah dilaksanakan dilakukan pencatatan kemudian dianalisis.
Tolak ukur pengawasan kualitas air adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416
tahun 1990 dan Keputusan Menteri Kesehatan No.907 tahun 2002.

8
Adanya penyimpangan dari kualitas air maka segera dilakukan pengecekan
kembali/inspeksi ulang dan tindakan perbaikan dapat dilaksanakan.

8. Sistem Distribusi Air dalam Bangunan Rumah Sakit

8.1. Jenis Sistem Distribusi


Air dalam rumah sakit didistribusikan secara horizontal dan vertikal. Kran biasanya
dipasang pada tiap dasar sambungan vertikal atau sambungan horizontal sehingga
saluran bisa ditutup bila sedang diadakan perbaikan.
a. Sambungan Langsung dari Sumber
Sambungan paling sederhana adalah sambungan langsung dari sumber, dimana
tekanan air dari pipa induk digunakan sebagai sumber tekanan untuk
mendistribusikan air ke seluruh gedung rumah sakit. Dengan cara ini mungkin bisa
melayani sampai tingkat 2 atau 3. Bila tekanan tidak memadai atau bangunan
bertingkat jamak maka perlu tekanan tambahan (booster).
b. Sambungan Langsung dan Booster
Untuk sistem ini dapat dikombinasikan antara pompa dan booster. Kapasitas pompa
harus cukup besar sehingga memenuhi kebutuhan dan bila booster dijalankan tidak
sampai terjadi tekanan negatif. Untuk menghindari tekanan negatif itu perlu
disediakan tangki penampung booster. Tangki ini juga bermanfaat untuk kebutuhan
darurat.
Bila pompa booster dipasang tanpa tangki penampung booster maka harus dipasang
saklar yang akan menjalankan pompa bila tekanan turun sampai tingkat yang telah
distel (misalnya 30 psi).
c. Sistem Reservoir
Air dipompa ke reservoir dan didistribusikan secara gravitasi. Distribusi sistem
gravitasi bisa untuk semua gedung atau hanya lantai atas yang tidak terjangkau oleh
tekanan air dari saluran induk. Reservoir bisa dipasang menjadi satu dengan gedung
atau terpisah. Tangki harus tertutup rapat kedap air, anti serangga, tahan terhadap
korosi dan terhadap tekanan. Dipasang pipa ventilasi yang dilengkapi dengan
penutup dari anyaman untuk mencegah pengotoran dan masuknya serangga.
Demikian pula pada pipa tumpahan. Pipa penguras bisa dijadikan satu dengan pipa
tumpahan, dipasang pada dasar tangki sehingga bisa dikuras habis. Pipa masuk ke
dalam tangki harus disediakan “air gap” atau pipa inlet dipasang kira-kira 10 cm
diatas pipa tumpahan. Bila tangkai juga disediakan untuk pemadam kebakaran,
outlet untuk keperluan air bersih dipasang agak ke atas dari dasar reservoir sehingga

9
reservoir akan tetap tersedia air untuk keperluan pemadam kebakaran. Tinggi tangki
ditetapkan berdasarkan tekanan minimum yang diperlukan pada outlet
tertinggi/terjauh. Kadang-kadang perlu dipasang penahan tekanan untuk mencegah
tekanan berlebihan pada jaringan distribusi di lantai bagian bawah. Ukuran tangki
reservoir tergantung pada jumlah yang ingin ditandon untuk keperluan sehari-hari
dan pemadam kebakaran, siklus pemompaan, lamanya kebutuhan puncak dalam
gedung dan kecepatan supply air ke dalam gedung selama penggunaan puncak.
d. Sistem Tangki Bertekanan
Sistem ini terdiri dari pompa air kompresor udara dan tangki tertutup. Kira-kira 2/3
tangki berisi air dan seperti berisi tekanan udara. Air dari tangki langsung
didistribusikan.
Sistem ini biasanya digunakan bila tidak mungkin menggunakan sistem reservoir
atau jumlah air yang diperlukan kurang dari 100 gram. Bila menggunakan sistem ini
di bangunan yang tinggi, tekanan udara tinggi dalam tangki menyebabkan air
mengabsorpsi udara yang akan kemudian dilepaskan dalam sistem air panas. Karena
efek tersebut, sistem ini kurang disukai.

8.2. Sistem Air Panas


a. Jumlah
Perlu diperkirakan jumlah air bersih dan jumlah air panas yang dibutuhkan. Angka
ini sangat bervariasi untuk setiap rumah sakit (American Society of Heating,
Refrigerator and Air Condition Engineers 1967, menyarankan sekitar 300 – 400 liter
per tempat tidur).
b. Persyaratan Suhu
Untuk kebutuhan normal, 40°C merupakan suhu maksimal untuk bathtubs dan
shower. Bila suhu air yang disediakan melebihi 40°C harus dipasang kran
pengendali dan kran pencampur air panas dan dingin. Disarankan suhu air panas
tidak melebihi 60°C. Bila diperlukan air lebih panas misalnya untuk keperluan dapur
dan laundry, perlu dipasang sistem air lain atau ditambah booster pemanas.
c. Persyaratan untuk Dapur dan Laundry
Satu sumber memperkirakan bahwa laundry rumah sakit menggunakan air 40 liter
per kg. Cucian, 60 % merupakan air panas. Juga diperkirakan 5 liter air panas per
orang per sekali makan untuk dapur di Indonesia belum ada standar yang pasti.
Secara umum untuk memperkirakan kebutuhan air panas untuk dapur dan laundry
dapat didasarkan pada tipe dan jenis alat cuci yang digunakan, jumlah air panas
diperlukan untuk kegunaan umum, lamanya penggunaan puncak air panas, suhu air

10
pada kran, jenis dan kapasitas mesin/sistem pemanas air dan tipe sistem pemanas air
yang diinginkan. Pada setiap sistem air panas harus dipasang sistem pengaman
untuk mencegah terjadinya pecah atau ledakan saluran. Untuk ini dimohonkan dapat
berkonsultasi lebih lanjut pada tenaga ahli sistem air panas

9. Kapasitas Air dan Ukuran Pipa dalam Sistem

Jumlah total air yang digunakan di rumah sakit biasanya dinyatakan dalam liter per
tempat tidur per hari. Dasar perkiraan ini bermanfaat untuk menetapkan kecukupan sumber
air dan kemungkinan penyimpanan jangka panjang. Namun hal ini kurang berarti untuk
menetapkan ukuran pipa sistem distribusi dalam gedung rumah sakit.
Untuk menetapkan ukuran pipa perlu mengetahui puncak pemakaian air. Puncak
pemakaian air diperkirakan berdasarkan pada jenis pasangan plambing dalam gedung dan
kemungkinan penggunaan serentak.
9.1. Ukuran pipa
Untuk menetapkan ukuran pipa adalah dengan menentukan pemakaian serentak. Hal ini
dilakukan dengan mencatat produksi tiap pasangan plambing kemudian dijumlahkan
untuk menentukan perkiraan aliran rata-rata maksimal. Nilai ini hendaknya juga
mempertimbangkan berbagai faktor distribusi, antara lain : rata-rata supply yang
diperlukan tiap pasangan plambing, lamanya pasangan plambing digunakan dan
frekuensi pasangan plambing digunakan. Perhitungan ini bisa juga dilakukan per cabang
distribusi. Penetapan ukuran ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa tiap pasangan
plambing yang paling jauh dan atau tinggi tetap dapat dipasang pengukuran tekanan.
Tekanan minimum untuk tiap pasangan untuk kegunaan sehari-hari, misalnya bathtub,
shower, wastafel adalah 8 psi. Untuk penggelontoran, misalnya WC, diperlukan tekanan
15 – 18 psi. Kecepatan aliran air juga perlu mendapat perhatian karena aliran akan
menimbulkan bising dan kikisan pada pipa bila kecepatan melebihi 2 ½ m/dt. Biasanya
dibatasi sampai 3 m/dt untuk lebih mempelajari sistem plambing dipersilahkan
mempelajari sistem plambing Indonesia.
9.2. Bahan pipa
Banyak bahan pipa yang digunakan saat ini. Dalam pemilihan bahan pipa hendaknya
memperhatikan biaya, tersedianya bahan pasaran setempat, pengalaman sebelumnya
dengan bahan yang digunakan, tersedianya perlengkapan untuk memasang dan
memelihara bahan yang diusulkan, kemampuan pipa untuk menahan beban dari luar,
kemungkinan kelarutan dari bahan pipa yang dapat menimbulkan kontaminasi dalam
air, kemampuan bahan untuk menahan gangguan dari luar (panas, beban, keratan tikus),

11
kekasaran permukaan bagian dalam pipa yang akan mengurangi tekanan, kemampuan
pipa menahan air panas, tidak mudah terbakar untuk mencegah meluasnya api bila
terjadi kebakaran dan tahan karat. Untuk membantu pemilihan bahan mungkin dapat
merujuk pada standar bahan pipa.
9.3. Kontaminasi dalam pipa
Kontaminasi bisa terjadi karena kelarutan pipa oleh bahan kimia tertentu sehingga dapat
menimbulkan gangguan kesehatan/ekonomi. Korosi pipa besi dapat menimbulkan warna
merah. Korosi bahan tembaga bisa terjadi bila pH air dibawah 7 atau karena kecepatan
aliran air yang terlalu tinggi sehingga dapat mengikis pelapis dalam pipa.
Tembaga bisa menimbulkan gangguan warna hijau atau biru pada bak pencuci dan
bathtubs. Tembaga dalam konsentrasi cukup kecil mampu mempercepat korosi logam
lain, seperti seng, alumunium atau baja.
Efek racun mungkin bisa menjadi akut bila air yang mengandung tembaga digunakan
untuk kegunaan khusus. Misal di laboratorium, tembaga menimbulkan efek racun pada
kultur. Peningkatan kandungan tembaga dalam darah pasien yang menjalani cuci ginjal
sehingga menyebabkan haemolisis sel darah.
Masih banyak lagi kontaminasi air yang berasal dari pipa, misalnya kadmium, seng,
chrom, timah hitam dan lain-lain. Semua ini hanya untuk menunjukkan bahwa perlu
hati-hati dengan kontaminasi bahan pipa.

10. Pertumbuhan Mikroba dalam Saluran Air

Beberapa efek yang tidak dikehendaki dari pertumbuhan mikroorganisme dalam saluran
antara lain : mengurangi kapasitas saluran, menimbulkan rasa dan bau, merubah warna air
dan menyebabkan korosi.
Diperkirakan bahwa hampir 50 % kerak dalam saluran air adalah residu organik. Bahan
yang tidak larut dalam air cenderung untuk terikat pada residu organik, demikian juga
organisme “non slime producing”.
Bakteri besi merupakan organisme pengganggu yang sering dijumpai pada saluran air.
Mereka memperoleh tenaga air oksidasi besi baik dalam bentuk terlarut atau tidak terlarut.
Senyawa besi tersebut dapat menimbulkan endapan dan warna pada air.
Actinomycetes diketahui juga menimbulkan masalah bau, warna dan kotoran air.
Actinomycetes merupakan stadium antara bakteri dan filamen jamur. Mereka dapat
menimbulkan bau, terutama dimana saluran air dingin berdekatan dengan pipa uap atau
sumber panas lainnya yang menyebabkan suhu meningkat melebihi 18°C untuk beberapa
lama. Pertumbuhan terjadi semalam (biasanya malam minggu dimana air berhenti mengalir).

12
Mereka akan banyak timbul bila sumber air adalah air permukaan karena air permukaan
banyak mengandung bahan organik.
Untuk menghancurkan pertumbuhan bakteri dalam saluran dapat menggunakan residu
chlorin bebas 0,5 mg/l. Jika banyak terjadi pertumbuhan organisme “slime forming” dapat
digunakan chlorin dengan dosis lebih tinggi untuk beberapa saat. Actinomycetes dapat
dibunuh dengan chlorin 6,0 – 7,0 mg/l selama satu hari.

11. Desinfeksi Sistem Saluran Air Bersih

Desinfeksi akan lebih efektif bila dilakukan upaya untuk mencegah kontaminasi
permukaan dalam pipa sebelum dan selama dipasang. Pipa hendaknya disimpan di tempat
bersih dan tiap ujung hendaknya ditutup. Sistem harus diglontor keseluruhan sebelum
didesinfeksi.
Metoda penambahan larutan chlorin terus menerus merupakan cara terbaik untuk sistem
perpipaan. Ketika air mengalir ke dalam sistem ditambahkan larutan chlorin terus menerus
hingga mencapai konsentrasi minimum 50 mg/l. Kran-kran dibuka untuk mengetahui bahwa
semua saluran telah terisi air dengan air yang mengandung chlorin. Air chlorin ditahan dalam
pipa selama 24 jam, setelah itu dilakukan tes untuk melihat bahwa masih terdapat chlorin
dengan dosis 25 mg/l. Sistem kemudian diglontor sehingga residu chlorin bebas tinggal 1
mg/l.
Setelah chlorinasi, perlu dilakukan tes bakteriologi (coli). Untuk ini hendaknya
menghubungi dinas kesehatan atau laboratorium kesehatan lingkungan atau mungkin
laboratorium rumah sakit dapat melakukannya sendiri. Bila coliform masih ada perlu
desinfeksi ulang.
Berbagai bentuk chlorin dapat digunakan. Larutan chlorin yang dibuat dari gas cukup
berbahaya. Hipochlorite biasanya lebih aman. Kalsium hipochlora adalah granula yang
mengandung 70 % chlorin. Granula ini dicampur air untuk mendapatkan larutan chlorin.
Larutan diteteskan ke dalam air dengan kecepatan yang tepat. Untuk mendapatkan dosis
tertentu dapat dilihat pada tebal dibawah atau dapat menggunakan formula sebagai berikut :

Konsentrasi yang diinginkan (ppm) x (8,435 x 10 3) = DOSIS


0,70

Dosis = jumlah granula per 4000 t larutan

13
Jumlah Kalsium Hipochlorit
per 4000 liter larutan desinfeksi
Dosis chlorin Kalsium hipochlorit granul
diinginkan (pp) 70 % 15 % 7% 5%
(lb) (lb) (lb) (lb)
50 0,6 0,33 0,72 1,00
100 1,2 0,67 1,43 2,00
150 1,8 1,00 2,15 3,00
200 2,4 1,33 2,85 4,00
300 3,6 2,00 4,30 6,00
400 4,8 2,67 5,72 8,00
CATATAN : 1 lb = ± 0,5 Kg
Karena sodium chlorin berupa larutan, dapat diteteskan ke dalam air dengan chemical feeder
pump.

12. Pengendalian Sambungan Silang


Sambungan silang dalam sistem perpipaan merupakan potensi bahaya yang serius.
Sambungan silang merupakan jalan masuk kontaminan ke dalam air bersih. Sambungan
silang dapat terjadi pada dua sistem bersambungan disertai adanya perbedaan tekanan yang
akan membawa kontaminan ke dalam air bersih.
Sambungan itu bisa terjadi karena dua sistem perpipaan bersambungan antara lain
melalui selang yang memanjang masuk ke dalam bak yang penuh dengan larutan
kontaminan. Karena adanya racuum dalam saluran air bersih, tekanan atmosfir menekan
larutan kontaminan masuk ke dalam saluran air bersih atau bisa juga terjadi karena tekanan
dalam larutan kontaminan lebih besar maka kontaminan masuk ke dalam saluran air bersih.
12.1. Kondisi kehilangan tekanan yang menyebabkan aliran balik
Kondisi kehilangan tekanan yang menyebabkan aliran balik kran apabila kran bocor
atau dibiarkan terbuka setelah air pendingin diisi maka terjadilah sambungan silang
karena tekanan pada air pendingin lebih tinggi dibanding saluran air bersih.
Aliran balik diperbesar kemungkinannya bila terjadi kehilangan tekanan pada saluran
air bersih misalnya karena pecahnya saluran induk. Kehilangan tekanan karena pecah
ini juga dapat menimbulkan aliran balik air dari toilet dan wastafel. Kehilangan
tekanan juga bisa terjadi karena dipasangnya pompa booster, misalnya untuk pemadam
kebakaran. Aliran balik dapat terjadi karena kebutuhan melebihi batas distribusi.
Penggunaan air yang berlebih di lantai dasar menyebabkan tekanan negatif di lantai
atas. Tekanan negatif di lantai atas juga terjadi karena pengurusan saluran pada saat
perbaikan. Karena itu, memelihara tekanan yang cukup di saluran distribusi
merupakan tindakan penting untuk mencegah kontaminasi karena sambungan silang.
Karena tidak mungkin untuk mencegah setiap sambungan silang maka perlu dipasang

14
alat pengaman dan setiap sambungan kejadian kehilangan tekanan hendaknya
diselidiki lebih jauh penyebabnya.
12.2. Titik rawan sambungan silang dan cara penanggulangannya
Sambungan silang dapat dijumpai hampir di setiap area rumah sakit. Beberapa contoh
antara lain: pencuci bedpan di unit perawatan, pembasuh lantai sistem sentor di ruang
bedah, pencuci sterilisasi di CSSD, selang yang terendam di bagian rumah tangga,
appirator pada meja autopsi di ruang mayat, tangki pemroses x-ray, simpanan air di
unit farmasi, mesin cuci landry, boiler di unit mekanis dan lain-lain.
12.3. Perlindungan sambungan individual/khusus
Penyediaan air untuk pasangan plambing individual dapat ditanggulangi dengan
pemasangan “air gap” atau “non-pressure type vacuum breaker”. Apabila selang
dipasang di mulut keran maka air gap akan kehilangan fungsinya. Untuk itu perlu
dipasang non pressure vacuum breaker.
12.4. Sistem blok
Untuk menekan biaya perlindungan sambungan individual maka bisa dipasang
perlindungan blok, misal untuk seluruh laboratorium. Peralatan yang digunakan adalah
break tank, reduced pressure backflow preventer dan barometric loop. Alat ini
memisahkan sistem yang masuk ke dalam dari sistem keseluruhan.

13. Tenaga Pengelola

Tenaga pengelola air bersih terdiri dari :


a) Tenaga pelaksana dengan tugas mengawasi plambing dan mutu air dengan kualifikasi
STM/D1 dan latihan khusus.
b) Pengawas dengan tugas mengawasi tenaga pelaksana pengelolaan air bersih dengan
kualifikasi D3 dan latihan khusus.

14. Evaluasi

Untuk pengelolaan air bersih di rumah sakit diperlukan tolak ukur sebagai berikut :
a) Mutu air sesuai dengan Permenkes No. 416 Tahun 1990 dan Kepmenkes No.907 tahun
2002.
b) Kuantitas sesuai dengan kebutuhan.
c) Frekuensi pemeriksaan plambing.

15. Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.146/Menkes/Per/IX/


1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air dan Keputusan Menteri

15
Kesehatan No.907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan
Kualitas Air Minum.
Lampiran 1 dan 2

Lampiran 1

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI


Nomor : 907/MENKES/SK/VII/2002
Tanggal : 29 Juli 2002

PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM


1. BAKTERIOLOGIS
Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4
a. Air Minum

E.Coli atau fecal coli Jumlah per 100 ml 0


sampel

b. Air yang masuk sitem


distribusi

E.Coli atau fecal coli Jumlah per 100 ml 0


sampel

Total Bakteri Coliform Jumlah per 100 ml 0


sampel

c. Air pada sistem distribusi

E.Coli atau fecal coli Jumlah per 100 ml 0


sampel

Total Bakteri Coliform Jumlah per 100 ml 0


sampel

2. KIMIA
A. Bahan-bahan Inorganik (yang memiliki pengaruh langsung pada kesehatan)
Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4
Antimony (mg/liter) 0,005
Air raksa (mg/liter) 0,001
Arsenik (mg/liter) 0,01
Barium (mg/liter) 0,7
Boron (mg/liter) 0,3
Cadmium (mg/liter) 0,003
Kromium (mg/liter) 0,05
Tembaga (mg/liter) 2
Sianida (mg/liter) 0,07
Fluoride (mg/liter) 1,5

16
Timah (mg/liter) 0,01
Molybdenium (mg/liter) 0,07
Nikel (mg/liter) 0,02
Nitrat (sebagai NO3) (mg/liter) 50
Nitrit (sebagai NO2) (mg/liter) 3
Selenium (mg/liter) 0,01

B. Bahan-bahan Inorganik (yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan pada konsumen)


Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4
Ammonia (mg/liter) 1,5
Alumunium (mg/liter) 0,2
Klorida (mg/liter) 250
Copper (mg/liter) 1
Kesadahan (mg/liter) 500
Hidrogen sulfida (mg/liter) 0,05
Besi (mg/liter) 0,3
Mangan (mg/liter) 0,1
Ph - 6,5-8,5
Sodium (mg/liter) 200
Sulfat (mg/liter) 250
Total padatan terlarut (mg/liter) 1000
Seng (mg/liter) 3

C. Bahan-bahan Organik (yang memiliki pengaruh langsung pada kesehatan)


Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4
Chlorinated alkanes
Carbon tetrachloride (µg/liter) 2
Dichloromethane (µg/liter) 20
1,2-dichloroetane (µg/liter) 30
1,1,1-trichloroetane (µg/liter) 2000

Chlorinated ethenes
Vinyl chloride (µg/liter) 5
1,1- dichloroetene (µg/liter) 30
1,2- dichloroetene (µg/liter) 50
Trichloroetene (µg/liter) 70
Tetrachloroetene (µg/liter) 40

Aromatic hydrocarbons
Benzene (µg/liter) 10
Toluene (µg/liter) 700
Xylenes (µg/liter) 500
Benzo[ a ]pyrene (µg/liter) 0,7

Chlorinated benzenes
Monochlorobenzene (µg/liter) 300
1,2-dichlorobenzene (µg/liter) 1000
1,4-dichlorobenzene (µg/liter) 300
Trichlorobenzene (total) (µg/liter) 20

17
Lain-lain
di(2-ethylhexyl) adipate (µg/liter) 80
di(2-ethylhexyl) phthalate (µg/liter) 8
Acrylaminade (µg/liter) 0,5
Epichlorohydrin (µg/liter) 0,4
Hexachlorobutadiene (µg/liter) 0,6
Edetic acid (EDTA) (µg/liter) 200
Tributyltin oxide (µg/liter) 2

D. Bahan-bahan organik (yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan pada konsumen)


Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4
Toluene (µg/liter) 24-170
Xylene (µg/liter) 20-1800
Ethylbenzene (µg/liter) 2-200
Styrene (µg/liter) 4-2600
Monochlorobenzene (µg/liter) 10-120
1,2-dichlorobenzene (µg/liter) 1-10
1,4-dichlorobenzene (µg/liter) 0,3-30
Trichlorobenzenes (total) (µg/liter) 5-50

Desinfektan & hasil sampingnya


Chlorine (µg/liter) 600-1000
2-chlorophenol (µg/liter) 0,1-10
2,4-dichlorophenol (µg/liter) 0,3-40
2,4,6-trichlorophenol (µg/liter) 2-300

E. Pestisida
Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4
Alachlor (µg/liter) 20
Aldicarb (µg/liter) 10
Aldrin/dieldrin (µg/liter) 0,03
Atrazine (µg/liter) 2
Bentazone (µg/liter) 30
Carbofuran (µg/liter) 5
Chlordane (µg/liter) 0,2
Chlorotoluron (µg/liter) 30
DDT (µg/liter) 2
1,2 dibromo-3-chloropropane (µg/liter) 1
2,4-D (µg/liter) 30
1,2-dichloropropane (µg/liter) 20
1,3-dichloropropane (µg/liter) 20
Heptachlor and heptachlor apoxide (µg/liter) 0,03
Hexachlorobenzene (µg/liter) 1
Isoproturon (µg/liter) 9
Lindane (µg/liter) 2
MCPA (µg/liter) 2
Methoxychlor (µg/liter) 20
Metolachlor (µg/liter) 10
Molinate (µg/liter) 6
Pendimethalin (µg/liter) 20

18
Pentachlorophenol (µg/liter) 9
Permethrin (µg/liter) 20
Propanil (µg/liter) 20
Pyridate (µg/liter) 100
Simazine (µg/liter) 2
Trifluralin (µg/liter) 20

Chlorophenoxy herbicides selain


2,4D dan MCPA

2,4-DB (µg/liter) 90
Dichlorprop (µg/liter) 100
Fenoprop (µg/liter) 9
Mecoprop (µg/liter) 10
2,4,4-T (µg/liter) 9

F. Desinfektan dan hasil sampingnya


Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4
Monochloramine (mg/liter) 3
Chlorine (mg/liter) 5
Bromate (µg/liter) 25
Chlorite (µg/liter) 200
Chlorophenol
2,4,6-trichlorophenol (µg/liter) 200
Fornaldehyde (µg/liter) 900
Trihalomethanes
Bromoform (µg/liter) 100
Dibromochloromethane (µg/liter) 100
Bromodichloromethane (µg/liter) 60
Chloroform (µg/liter) 200
Chlorinated acetic acid
Dichloroacetic acid (µg/liter) 50
Trichloroacetic acid (µg/liter) 100
Chloral hydrate
(trichloroacetaldehyde) (µg/liter) 10
Halogenated acetonitriles
Dichloroacetonitrile (µg/liter) 90
Dibromoacetonitrile (µg/liter) 100
Trichloroacetonitrile (µg/liter) 1
Cyanogen chloride
(sebagai CN) (µg/liter) 70

3. RADIOAKTIFITAS
Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4
Gross alpha activity (Bq/liter) 0,1
Gross beta activity (Bq/liter) 1

4. FISIK
Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan

19
1 2 3 4
Warna TCU 15 Tidak
Rasa dan bau - - berbau dan
Temperatur °C Suhu udara ± 3°C berasa
Kekeruhan NTU 5

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal, 29 Juli 2002
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

ttd

Dr. ACHMAD SUJUDI

Keterangan:
mg = miligram
L = Liter
NTU = Nepnelometrik Turbidity Units
TCL = True Colour Units
ml = mililiter
Bq = Bequerel
Logam berat merupakan logam terlarut

Lampiran 2

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI


Nomor : 416/MENKES/PER/IX/1990
Tanggal : 13 September 1990

DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR BERSIH

No Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan


yang Diperbolehkan
A. FISIKA
1 Bau - - Tidak berbau
2 Jumlah Zat Padat mg/L 1000 -
Terlarut (TDS)
3 Kekeruhan Skala 5 -
NTU
4 Rasa - Suhu udara ± 3°C Tidak Berasa
5 Suhu 0 -
6 Warna Skala 15
TCU
B. KIMIA

20
a. Kimia Anorganik
1 Air raksa mg/L 0,001
2 Arsen mg/L 0,05
3 Besi mg/L 1,0
4 Flourida mg/L 1,5
5 Kadmium mg/L 0,005
6 Kesadahan (CaCo3) mg/L 500
7 Klorida mg/L 600
8 Kronium, valensi 6 mg/L 0,05
9 Mangan mg/L 0,5
10 Nitrat, sebagai N mg/L 10
11 Nitrit, sebagai N mg/L 1,0
12 pH - 6,5 – 9 Merupakan batas
minimum dan
maksimum
khusus air hujan pH
minimum 5,5
13 Selenium mg/L 0,01
14 Seng mg/L 15
15 Sianida mg/L 0,1
16 Sulfat mg/L 400
17 Timbal mg/L 0,05
b. Kimia Organik
1 Aldrin dan dieldrin mg/L 0,0007
2 Benzene mg/L 0,00001
3 Benzo (a) pyrene mg/L 0,0007
5 Chloroform mg/L 0,03
6 2,4-D mg/L 0,10
7 DDT mg/L 0,03
8 Detergen mg/L 0,5
9 1,2-Dichloroethene mg/L 0,01
10 1,1-Dichloroethene mg/L 0,03
11 Heptachlor dan mg/L 0,003
Heptachlor epoxide

12 Hexachlorobenzene mg/L 0,00001


13 Gamma-HCH (Lindane) mg/L 0,004

14 Methoxychlor mg/L 0,10


15 Pentachlorophenol mg/L 0,01
16 Pestisida total mg/L 0,10
17 2,4,6-Trichlorophenol mg/L 0,01
18 Zat organik (KMnO4) mg/L 10
C. MIKROBIOLOGIK
1 Koliform Tinja Jumlah 50 Bukan air perpipaan
per
100 ml

2 Total Koliform Jumlah 10 Air perpipaan


per
100 ml

21
D. RADIO AKTIVITAS
1 Aktivitas Alpha Bg/L 0,1
(Gross Alpha Activity)
2 Aktivitas Beta Bg/L 1,0
(Gross Beta Activity

Keterangan :
mg = milligram
ml = mililiter
L = Liter
Bg = Beguerel
NTU = Nepnelometrik Turbidity Units
TCL = True Colour Units Logam berat merupakan logam terlarut

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 13 September 1990
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
Dr. ADHYATMA, MPH

SERI II
PENYEDIAAN AIR PADA KEGUNAAN KHUSUS

1. Pendahuluan
Rumah sakit memerlukan mutu air lebih dari mutu untuk keperluan sehari-hari. Air
sumur atau PAM mungkin cukup untuk kebutuhan air pada umumnya, tetapi untuk
keperluan khusus perlu dilakukan pengolahan tambahan.
Unit-unit pelayanan yang memerlukan mutu air secara khusus antara lain : laboratorium,
farmasi, CSSD, unit perawatan, bedah, laundry dan peralatan mekanis tertentu (misalnya :
unit pembuatan media laborat, pembuatan media blanko untuk uji kimia, pembuatan larutan
intravenus, cairan irigasi, pencucian gelas dan perlengkapan laboratorium, irigasi selama
prosedur bedah, melembabkan incinerator perawatan bayi dan lain-lain).

2. Masalah Kontaminasi Air pada Kegunaan Khusus


2.1. Bahan kimia

22
Bahan kima yang biasa ditambahkan pada proses pengolahan air untuk konsumsi
umum bisa dipandang sebagai kontaminan untuk keperluan khusus. Misalnya, chlorin
yang digunakan untuk desinfeksi air minum merupakan kontaminan bila digunakan
untuk membuat media mikrobiologi. Fluoride ditambahkan ke dalam air untuk
mencegah pembusukan gigi dapat menjadi penyebab perubahan tulang bila dialisa ginjal
menggunakan air mengandung fluoride. Karena itu, perlu perhatikan persyaratan
tertentu bila air akan digunakan secara khusus.
2.2. Kontaminan mikroba
Tingkat keamanan mikrobiologi air minum biasanya didasarkan pada ada tidaknya
bakteri coli. Hal ini bukan berarti air bebas dari mikroorganisme. Flavobakteria masih
ditemukan dalam air rumah sakit walau pada residu chlorin 0,4 - 0,8 ppm. Keberadaan
mikroba walau dalam jumlah kecil akan dapat menimbulkan gangguan yang cukup
berarti, terutama bila air tersebut ditampung dalam waktu relatif lama sehingga mikroba
berkembang biak cukup besar yang kemudian tersebar ke lingkungan.
Bila air minum digunakan untuk “cold-system humidifier” maka banyak
mikroorganisme akan tersebar ke dalam ruang terutama bila unit tersebut tidak
dibersihkan atau dikosongkan. Mengisi humidifier dengan air steril akan mencegah
penyebaran mikroorganisme tersebut. Disarankan untuk menggunakan air deionized
untuk peralatan humidifier karena akan menurunkan biaya pemeliharaan dan
mengurangi tertimbunnya kerak. Namun masih terdapat masalah tambahan karena
mikroorganisme yang terkandung dalam air akan berkembang biak dalam resin
deionizer. Bakteri yang tertahan pada resin akan terus berkembang biak bersama-sama
dengan endapan bahan organik dan inorganik dalam resin. Air deionized ditemukan
mengandung lebih dari 100.000 mikroorganisme per mililiter. Beberapa general
organisme yang ditemukan dari sampling air yang diambil dari water softening pada
backflush pertama setelah regenarasi adalah Achromobacter, Flavobacterium dan
Pseudomonas. Ini bukan tidak mungkin merupakan penyebab infeksi nosokomial.
2.3. Bahan organik
Resin “ion-exchange” bisa mengotori air dengan bahan organik karena kebocoran atau
pertumbuhan mikroorganisme. Bahan organik terbanyak berasal dari penyediaan air
minum. Kontaminasi bahan itu akan lebih besar dari air disupply dari air permukaan.
Adanya bahan organik dan amonia dalam air destilasi dapat menimbulkan kesalahan
pembacaan haemoglobin.
2.4. Pyrogen

23
Bakteri pyrogen merupakan masalah tambahan dari kontaminasi organik molekular
yang dijumpai dalam air untuk kegunaan khusus. Pyrogen adalah bahan peningkat suhu
atau demam. Reaksi demam timbul bila bahan ini masuk ke dalam saluran darah.
Hal ini bisa terjadi melalui infeksi intravenous atau penggunaan alat bedah yang
terkontaminasi pyrogen. Jenis bakteri yang paling umum berpotensi menghasilkan
pyrogen adalah bakteri batang gram negatif terutama Pseudomonas, Salmonela dan
Coliform grup.
Pyrogen tahan panas pada sterilisasi steam. Karena itu, larutan atau perlatan disterilisasi
steam belum tentu bebas dari pyrogen. Larutan harus disterilisasi dengan pemanasan
kering dan dibilas dengan air bebas pyrogen untuk mencegah pyrogen masuk dalam
aliran darah.
Partikel pyrogen berukuran 50 mu sampai 1 u. Karena demikian kecilnya ukuran
pyrogen maka metoda filtrasi tidak digunakan untuk memperoleh air bebas pyrogen.
Walau sifat kimiawi pyrogen belum dapat ditentukan secara pasti namun dapat diketahui
bahwa pyrogen merupakan hasil pertumbuhan sistem bakteri tertentu, ragi atau jamur.
Diperkirakan pyrogen adalah polysaccharide kompleks yang tergabung pada senyawa
bahan mengandung nitrogen dan fosfor dan menghasilkan endotoksin. Berdasarkan sifat
biokimia klinis uji pyrogen yang dianggap terjangkau adalah menggunakan uji biologi
dengan kelinci.
Larutan yang akan diuji diinjeksikan ke dalam kelinci dan kelinci diamati dengan
cermat untuk melihat kenaikan suhu tubuh.
Suhu dasar tiap kelinci yang diuji diukur kemudian tiap kelinci tersebut diinjeksi 10 ml
larutan per kg berat badan. Suhu dubur kelinci diukur pada interval 1 jam selama 3 jam,
bila suhu salah satu kelinci naik 0,6°C uji pyrogen dinyatakan positif. Untuk konfirmasi,
5 kelinci lain diuji dengan cara yang sama bila 4 kelinci menunjukkan kenaikan suhu
tubuh 0,6°C atau lebih atau total kenaikan suhu tubuh dari 8 kelinci lebih dari 3,7°C
maka uji pyrogen dinyatakan positif.
2.5. Kontaminan gas
Amonia dan chlorin merupakan contoh kontaminan air dalam bentuk gas kontaminan
ammonia dalam air untuk kegunaan khusus di laboratorium biomedis dapat
menyebabkan penyimpangan hasil uji laboratorium. Chlorin dapat mempengaruhi
ketepatan uji uric acid, bilirubin dan senyawa protein-iodine.
Gas karbon dioksida diabsorpsi oleh air murni dari atmosfir pengolahan ataupun
absorpsi dari atmosfir selama penyimpanan. Amonia dapat diuapkan dalam pot pemanas
namun akan segera diabsorpsi kembali pada saat kondensasi.

24
Karbon dioksida gas diabsorpsi oleh air murni dari atmosfir setelah pengolahan.
Pembuangan CO2 perlu dilakukan karena efek korosif pada saluran air dan perlengkapan
pengolahan air.
Meningkatnya CO2 dalam air bersih menurunkan pH dan menaikkan daya hantar listrik.
Daya hantar listrik sering digunakan untuk mengukur mutu kebersihan air.

3. Ukuran Kebersihan Air


Ada beberapa cara untuk mengukur kebersihan air. Pengukuran dibedakan ke dalam 4
kelompok, yaitu fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktivitas. Kriteria air kegunaan khusus
tergantung pada kegunaan air yang bersangkutan. Parameter kimia dan mikrobiologi
biasanya sudah cukup untuk menilai tingkat kebersihan air minum secara umum tetapi air
untuk kegunaan khusus harus dipandang secara individual.

4. Metoda Pengolahan
Air minum biasanya dilakukan beberapa pengolahan sebelum sampai kepada konsumen.
Setelah sampai rumah sakit, biasanya diperlukan pengolahan tambahan sesuai dengan
kriteria dan kegunaan yang telah diuraikan diatas. Biasanya dilakukan pembungan
kontaminan namun pada hal-hal tertentu ditambahkan bahan-bahan untuk mencegah korosi
pada boiler atau sistem pendingin air.
4.1. Saringan karbon
Karbon aktif biasa digunakan untuk menghilangkan bau dan kadang untuk dechlorinasi.
Proses yang berlangsung adalah adsorbsi dan absorbsi chlorin atau bahan-bahan yang
menyebabkan bau dan rasa. Karena karbon aktif mempunyai permukaan area yang luas
dalam pengertian massa maka sangat tepat untuk tujuan ini. Kapasitas absorbsi
bervariasi tergantung pada jenis karbon aktif.
Di rumah sakit atau laboratorium biomedis, saringan arang aktif digunakan untuk
mengolah air baku destilasi dan deionisasi untuk menghilangkan bahan organik dan atau
chlorin. Bakteri yang terkandung dalam air yang tersaring bisa tumbuh pada saringan.
Dengan demikian, kandungan bakteri ini golongan pyrogen maka pyrogenitas air
meningkat. Kandungan bakteri dan pyrogen ini mungkin juga bisa meningkat selama
pengolahan ion exchange.
Secara berkala sesuai dengan petunjuk pabrik, saringan perlu di “backwash”, diaduk dan
diperbaiki lapisan karbonnya. Saringan karbon hendaknya dicuci dengan steam secara
berkala untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Frekuensi pencucian dapat ditentukan
melalui uji bakteri. Setelah pemakaian beberapa lama kapasitas saringan menurun maka
saringan perlu diganti atau diaktifkan kembali.

25
4.2. Pertukaran ion
Proses pertukaran ion mirip dengan saringan karbon. Air yang diolah dengan pelan
melewati kolom silindris yang berisi granula dan resin untuk pertukaran ion. Ketika air
kontak dengan resin terjadilah pertukaran kimia. Ion yang ada dalam resin bertukar
dengan ion yang ada dalam air. Partikel ion mempunyai afinitet lebih besar terhadap ion
dalam air disbanding afinitet terhadap ion yang telah diikatnya.
Satu contoh adalah “zeolite softener” yang digunakan untuk di rumah tangga. Ion
sodium pertama-tama terikat pada resin. Ketika air sadah (air yang mengandung Ca dan
Mg) melewati deionozer, ion sodium bertukar dengan ion Ca dan Mg. Untuk setiap ion
Ca dan Mg yang terikat resin dilepaskan dua ion sodium. Air yang diolah biasanya
dianggap cukup aman dan digunakan untuk pasien yang diet sodium, walau demikian
harus tetap berada dalam pengawasan dokter dan ahli gizi.
Bila ion sodium pada resin telah terpakai, ion sodium harus dipengaruhi dengan larutan
“brine” (NaCl konsentrasi tinggi). Bila larutan brine kontak dengan resin ion Ca dan Mg
dilepaskan resin lama dibalas dan dibuang. Dengan demikian, water softener dapat
digunakan lagi. Secara umum, proses ion exchange melaui 4 tahap : (1) penggunaan, (2)
backwash, (3) penggantian dan (4) pembilasan.
Prinsip dasar ion exchange ini juga berlaku pada proses deionisasi.
4.3. Destilasi
Air destilasi merupakan kebutuhan mutlak setiap rumah sakit, misalnya untuk
digunakan di CSSD terutama pembilas peralatan di laboratorium. Air destilasi bebas
pyrogen digunakan untuk mencuci alat yang kontak langsung dengan darah atau luka
terbuka di unit farmasi untuk mempersiapkan larutan injeksi bedah, intravenus. Sebelum
air destilasi digunakan mungkin bisa dilakukan saringan pasir atau ion exchange untuk
menghilangkan chlorin dan amonia. Air destilasi akan membunuh bakteri dan juga akan
menghilangkan bahan organik yang dilepas oleh resin atau karbon.
Destilasi adalah proses fisika sederhana yaitu mengungkapkan suatu bahan dan
mengkondensasikan kembali. Karena hampir semua senyawa dalam air tidak menguap
maka destilasi air dapat menghasilkan air yang hampir bebas dari bahan organik dan
anorganik. Namun ada beberapa senyawa menguap seperti amonia atau chlorin yang
bisa menguap dan terkondensasi bersama dengan air destilasi. Maka mungkin perlu
menghilangkan kontaminan ini dengan ion exchange atau saringan karbon sebelum
destilasi.
Walau destilasi adalah proses sederhana, desain destilasi perlu memperhatikan kualitas
hasil akhir yang diharapkan. Destilasi dapat dirancang dengan menggunakan steam dari

26
boiler sentral sebagai sumber panas. Setelah stem terkondensasi digunakan sebagai air
baku untuk destilasi. Jika hal ini digunakan maka harus dicari informasi yang pasti
tentang kualitas steam yang terkondensasi dari boiler karena kontaminan itu akan
terbawa ke dalam air destilasi dan bisa menimbulkan masalah. Namun praktek ini sudah
tidak banyak digunakan lagi.
Spesifik resistance air destilasi tergantung pada desain dan bahan yang digunakan untuk
destilasi, pemeliharaan dan kualitas air baku. Destilasi tunggal umumnya menghasilkan
resistance antara 300.000 – 800.000 ohm/cm. Sedangkan ganda tiga dengan quartz
menghasilkan resistance 2.000.000 ohm/cm.
4.4. Saringan membran
Saringan membran digunakan secara luas untuk analisa bilogi dari susu, minuman dan
larutan lain serta gas. Larutan atau gas yang dianalisa dilewatkan membran porous sub
mikron. Ukuran porous antara 0,025 – 8 u. Pemilihan ukuran porous tergantung pada
ukuran partikel mikroskopis yang harus dihilangkan. Saringan dengan ukuran membran
0,45 u sering digunakan untuk analisis air secara bakteriologi. Sebagian pyrogen dapat
juga dihilangkan dengan saringan membran. Karena ukuran bakteri pyrogen antara 0,05
– 1,0 u maka untuk pembebasan pyrogen total dari air harus menggunakan saringan
yang berukuran porous lebih kecil dibanding saringan membran untuk menyaring untuk
kegunaan umum dan hanya dapat menyediakan air dalam jumlah terbatas, misalnya
keperluan laboratorium tertentu.

4.5. Reverse osmosis


Osmose terjadi bila larutan encer dipisahkan dari larutan kental dengan membran semi-
permeable. Membran akan membiarkan bahan kimia tertentu untuk melewatinya dan
secara bersamaam mengeluarkan yang lain. Bila larutan garam dipisahkan dari air
murni, molekul air murni akan berdifusi ke dalam air garam melalui membran.
Reverse osmose terjadi bila tekanan dikenakan pada lauratan garam memaksa molekul
air garam berdifusi ke dalam air murni. Fraksi air terus menerus dibuang dari air garam
untuk menghindarkan penumpukan kontaminan.
Ukuran porous membran cukup kecil (0,02 – 0,05 u) yang mampu mengeluarkan hampir
semua bakteri dan virus. Namun tidak boleh dianggap serta merta steril karena
kemungkinan terdapat kerusakan membran. Sekali sisi produk membran terkontaminasi
maka bakteri akan berkembang biak dalam produk akhir. Hilangnya pyrogen dengan
membran belum dapat dipastikan. Tetapi bisa diperkirakan hilang karena mereka
berukuran antara 0,05 sampai 1,0 u.

27
5. Penampungan dan Distribusi
Setelah air murni dihasilkan harus dilakukan upaya untuk menjaga kualitasnya selama
dalam penyimpanan dan distribusi. Untuk mempertahankan kulitas itu tidak mudah karena
air yang telah dimurnikan sangat mudah untuk kembali tidak murni. Air akan mempunyai
afinitet lebih besar terhadap ion organik dan organik dalam pipa atau reservoir dan sangat
mudah menyerap kontaminan gas dari atmosfir.
5.1. Tangki penampung
Bahan tangki harus dipilih sedemikian untuk mencegah kebocoran terhadap
kontaminan. Pemilihan bahan pipa distribusi dan tangki sama pentingnya.
Perhatian perlu diarahkan juga untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
pertumbuhannya dalam tangki. Air destilasi yang tersisa disarankan dibuang hari itu
juga. Tangki kemudian dibasuh dengan air destilasi baru sebelum digunakan untuk
menyimpan hasil produksi hari berikutnya. Penyimpanan jangka pendek tersebut
bermanfaat untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan pyrogen dalam jumlah
besar.
Jumlah bakteri yang masuk ke dalam tangki akan ditekan dengan menempatkan tangki
pada lokasi bebas debu dan jauh dari jalan umum. Kontaminasi dari atmosfir dapat
dicegah dengn penutup rapat dan didapat saringan bakteri pada pipa hawa.
Saringan harus sering diganti untuk mencegah menumpuknya bakteri bakteri pada
saringan.
Walaupun dengan filter, bakteri bisa masuk bila udara ruang tersedot melalui ventilasi
condenser selama periode pendinginan setelah detilasi. Lampu ultra violet dapat
membantu memelihara mutu air dalam tangki. Intensitas lampu harus dijaga sehingga
efisiensi bakterisidal masih dapat dipertahankan atau masih di atas standar.
Pemanasan terus menerus air destilasi pada suhu 82°C juga akan membantu menahan
kandungan kuman sampai minimum.
5.2. Bahan konstruksi tangki dan distribusi
Bahan tangki dan distribusi hendaknya terbuat dari bahan tidak larut air. Biasanya untuk
ini digunakan tin. Bahan ini umumnya berada dalam 3 bentuk, yaitu : “block-tin line
brass”, “block tin tubing” dan “tin-coated tubing”. Bila tin rusak, tembaga akan larut
dalam air. Adanya kandungan tembaga dapat digunakan sebagai indikator bahwa sistem
perlu diperbaiki.
Bahan lain yang dapat digunakan adalah stainless steel tipe 304. Namun terhadap bahan
ini kadang-kadang masih diperlukan pencucian untuk menghilangkan kontaminan dan

28
mematikan oksidasio logam. Proses pencucian menggunakan larutan asam hipokhlorit
dan asam nitrat.
Beberapa bahan plastik dapat juga digunakan, tetapi mereka biasanya tidak tahan panas
dan mengandung bahan-bahan additive dalam proses pembuatan plastik (biasanya sulit
diidentifikasi) yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Diantara bahan tersebut,
jenis teflon adalah yang terbaik. Untuk penanganan air destilasi dan deionized sering
digunakan gelas boroslicate. Bersama dengan block-tin line brass merupakan pilihan
yang dianjurkan.

SERI III
PENGUMPULAN DAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH

1. Pendahuluan
Pada setiap tempat dimana orang berkumpul akan selalu dihasilkan limbah dan
memerlukan pembuangan. Rumah sakit seperti halnya pemukiman menghasilkan limbah.
Orang mulai lebih berkepentingan terhadap limbah rumah sakit karena sifat limbah yang
dibuang. Tetapi sebenarnya komposisi sampah pada dasarnya tidak banyak berbeda dengan
limbah rumah tangga, bahkan dari segi mikrobiologi sekalipun kecuali sampah yang berasal
dari bagian penyakit menular karena organisme belum dipisahkan melalui proses olah
setempat.

2. Pengertian dan Dampak

29
Limbah cair rumah sakit adalah semua limbah cair yang berasal dari rumah sakit yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan racun gas.
Bila bahan-bahan yang terkontaminasi seperti bahan percobaan tidak ditangani dengan
baik selama proses pengumpulan maka akan dapat terjadi kontaminasi sampah secara
langsung atau melalui aerosol. Demikian juga, percikan dan penyiraman toilet, macerator
dapat mencemari lantai dan dinding yang kemudian melalui penguapan akan terbawa masuk
ke dalam udara ruangan. Seyogyanya suatu kota perlu memiliki saluran air limbah. Namun,
tak satupun tersedia di kota-kota Indonesia. Maka air limbah dari rumah sakit sangat
disarankan untuk diolah sebelum dibuang ke saluran air perkotaan.
Bila menggunakan pengolahan individual seperti septic tank atau unit pengolahan
limbah terpusat maka harus dijaga, jangan sampai terjadi kontaminasi pada saluran penerima
oleh mikroorganisme yang masih bertahan selama proses pengolahan limbah tersebut atau
terlepas ke udara sebagai efek samping unit pengolahan terpusat. Hal ini mengingat beberapa
hasil studi bahwa beberapa jenis bakteri masih hidup setelah melalui proses pengolahan
tertentu. Percikan dari karbon aktif, misalnya menimbulkan pencemaran udara oleh
mikroorganisme. Karena itu sebaiknya limbah infeksius dilakukan desinfeksi atau sterilisasi
sebelum dibuang ke unit pengolahan.
Sebagai contoh, limbah yang mengandung virus polio dipanaskan dengan uap selama 1
jam pada suhu 100°C dan didinginkan antara 20 – 80 mg/l ditambahkan terus menerus
selama 15 – 60 menit untuk membunuh kuman TBC. Namun kuman TBC sangat tahan
terhadap chlorin bila berada dalam air kotor untuk itu dapat digunakan 10 Kg quicklime per
meter kubik air limbah sebelum dibuang.
Buangan air pendingin bisa mengandung chromate atau bahan pengolah air lain yang
beracun langsung terbuang ke drainase dapat menimbulkan masalah kesehatan bila tidak
ditangani dengan tepat.
3. Sumber dan Sifat-sifat Air Limbah
3.1. Sifat limbah yang dibuang ke saluran
Ukuran, fungsi dan kegiatan rumah sakit mempengaruhi kondisi air limbah yang
dihasilkan. Secara umum, air limbah mengandung buangan pasien, bahan otopsi
jaringan hewan yang digunakan di laboratorium, sisa makanan dari dapur, limbah
laundry, limbah laboratorium berbagai macam bahan kimia baik toksik maupun non
toksik dan lain-lain.
Apabila limbah laboratorium cukup besar (lebih dari 1 pin atau 0,568 liter)
disarankan untuk disediakan kontainer khusus dan dilakukan pengolahan khusus.
3.2. Karakteristik kimia, fisik dan biologi limbah

30
Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme
tergantung pada jenis rumah sakit tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang
dan jenis sarana yang ada (misalnya, kandang hewan laboratorium dan lain-lain). Jelas
bahwa diantara mikroorganisme tersebut bisa patogen.
Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik
dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada
umumnya seperti BOD, COD, TSS dan lain-lain.
Bila rumah sakit memiliki unit pengolahan sendiri maka kandungan ini harus dimonitor
untuk menilai hasil kerja unit pengolahan. Berbagai bakteri indikator perlu diperiksa
setelah desinfeksi.
4. Penampungan dan Pengolahan Limbah Lokal
4.1. Waste Stabilization Pond System (kolam stabilisasi air limbah)
Sistem pengolahan air limbah “kolam stabilisasi” adalah memenuhi semua kriteria
tersebut diatas kecuali masalah lahan yang diperlukan sebab untuk kolam stabilisasi
memerlukan lahan yang cukup luas maka biasanya sistem ini dianjurkan untuk rumah
sakit di pedalaman (di luar kota) yang biasanya masih tersedia lahan yang cukup.
Sistem ini hanya terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana, yakni :
1) Pump Sump (pompa air kotor).
2) Stabilization Pond (kolam stabilisasi) biasanya 2 buah.
3) Bak Chlorinasi.
4) Control Room (ruangan untuk kontrol).
5) Inlet.
6) Interconection antara 2 kolam stabilisasi.
7) Outlet dari kolam stabilisasi menuju ke sistem chlorinasi (bak chlorinasi).

Gambar 4.1. Waste Stabilization Pond System (Kolam Stabilisasi Air Limbah)

4.2. Waste Oxidation Ditch Treatment System (Kolam oxidasi air limbah)

31
Sistem kolam oxidasi ini telah dipilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit
yang terletak di tengah-tengah kota karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam
oxidasi-nya sendiri dibuat bulat atau elips dan air limbah dialirkan secara berputar agar
ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi).
Kemudian air limbah dialirkan ke dalam sedimentation tank untuk mengendapkan
benda-benda pada dan lumpur lainnya. Selanjutnya air yang sudah nampak jernih
dialirkan ke bak chlorinasi sebelum dibuang ke dalam sungai atau badan air lainnya.
Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge Drying Bed.
Sistem Oxidation Ditch ini terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut :
1) Pump Sump (pompa air kotor).
2) Sedimentation Tank (bak pengendapan).
3) Chlorination Tank (bak chlorinasi).
4) Sludge Drying Bed (tempat mengeringkan lumpur biasanya 1 – 2 petak)
5) Control Room (ruang kontrol).

Gambar 4.2. Oxidation Ditch Treatment System


4.3. Anaerobic Filter Treatment System
Sistem pengolahan air limbah melalui proses pembusukan anaerobik melalui suatu
filter/saringan, dimana air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pre-treatment
dengan septic tank (Inhoff Tank).
Dari proses Anaerobic Filter Treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang
mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan chlor lebih
banyak untuk proses oxidasinya. Oleh sebab itu, sebelum effluent dialirkan ke Bak
Chlorinasi ditampung dulu kepada Bak/Kolam Stabilisasi untuk memberikan
kesempatan oksidasi zat-zat tersebut diatas sehingga akan menurunkan jumlah chlorin
yang dibutuhkan pada proses chlorinasi nanti.
Sistem Anaerobik Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai
berikut:

32
1) Pump Sump (Pompa Air Kotor).
2) Septic Tank (Inhoff Tank).
3) Anaerobic Filter.
4) Stabilization Tank (Bak Stabilisasi).
5) Chlorination Tank (Bak Chlorinasi).
6) Sludge Drying Bed (Tempat Pengeringan Lumpur).
7) Control Room (Ruang Kontrol).

Gambar 4.3. Anaerobik Filter Treatment System


Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar
kecilnya rumah sakit atau jumlah tempat tidur maka konstruksi Anaerobic Filter
Treatment System dapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :
- Volume Septic Tank
- Jumlah Anaerobic Filter
- Volume Stabilization Tank
- Jumlah Chlorination Tank
- Jumlah sludge drying bed
- Perkiraan luas lahan yang diperlukan
Sebagai contoh lihat tabel standard berikut:

Tabel 1: HUBUNGAN ANTARA JUMLAH TEMPAT TIDUR RS DENGAN UKURAN


KONSTRUKSI “INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SISTEM
ANAEROBIC FILTER”
No. Jum- Septic Tank Jumlah Stabilazation Jumlah Jumlah Perkiraan
lah LDP (m) Anaerobi Tank LDP m bak sludge luas lahan
bed c Filter chlorinasi drying yang
(GT= 4.1 (L= 1.5 bed diperlukan
D= 2.4 m) D= 1.3 (L= 7.0
P=3.15m) D= 1.45
P= 7.0m)
1. 50 2.5 x 3.0 x 5.25 1 filter 1.3 x 1.0 x 4.0 1 1 20x20 m2

33
2. 100 3.5 x 3.0 x 7.50 2 filter 2.0 x 1.0 x 5.0 1 2 30x30 m2
3. 150 4.0 x 3.0 x 10.0 3 filter 2.5 x 1.0 x 6.0 1 3 40x40 m2

Keterangan : L = Lebar D = Dalam


P = Panjang GT = Garis Tengah
1. Pump Sump
2. Septic Tank
3. Distribution Bot
4. Anaerobic Filter
5. Stabilization Tank
6. Chlorination Tank
7. Sludge Drying Bed
8. Control Room

Gambar 4.4. Anaerobic Filter Treatment


(3 buah Anaerobik Filter dan 3 petak Sludge drying bed)

4.4. Septic Tank


Septic tank dipergunakan untuk mengolah air kotor pada rumah tangga, termasuk
limbah cair rumah sakit.
Penyaluran semua limbah cair ke dalam septic tank akan menjadi lebih baik oleh
karena cara ini akan menjadi hasil pembersihan yang lebih baik.
Konstruksi septic tank juga bermacam-macam dari yang sederhana sampai yang
lengkap, tetapi prinsip dari septic tank ini adalah sama.
Dari pengalaman-pengalaman di luar negeri ternyata bahwa pemakaian air yang
sedikit sekali menyebabkan terdapatnya zat-zat padat yang banyak sekali pada air
kotoran dan ini selanjutnya menyebabkan tersumbatnya pipa saluran air kotoran.
Dengan mengalirnya semua limbah air ke dalam septic tank bahaya ini dapat
diperkecil. Juga dapat diharapkan bahwa dengan lebih banyaknya kotoran-kotoran yang
dapat melarut ke dalam air sehingga lumpur yang harus ditampung di dalam septic tank
dapat diperkecil.
Septic tank dipersiapkan bahwa pemakaian air setiap orang setiap harinya dianggap
100 liter. Waktu berdiamnya limbah cair di dalam septic tank selama 24 jam, maka bila
kemungkinan bertambahnya pemakaian air sampai 200 liter seorang per hari masih
dapat diberi waktu tinggal selama 12 jam.
Besarnya septic tank ditetapkan untuk pemakaian 10 orang sesuai dengan anjuran
WHO jika diperlukan 1 septic tank untuk lebih dari 10 orang haruslah dibuat rencana

34
tersendiri, atau dapat dibuat beberapa septic tank untuk 10 orang dengan
mempergunakannya berjejer. Untuk ruang penyimpanan lumpur disediakan 30 liter
untuk setiap pemakai setiap tahunnya. Menurut WHO besar ruang lumpur 1 cult = 28,8
liter per kapita per tahun.
Frekuensi pembuangan lumpur antara 1 dan 4 tahun. Pada perencanaan akan dibuat
dua macam septic tank yaitu septic tank yang lumpurnya harus dibuang setiap tahun
sekali dan septic tank yang lumpurnya harus dibuang setiap 4 tahun sekali.
Dasar septic tank dibuat miring sehingga lumpur dapat agak berkumpul
menyebelah dan kemudian mengalir dengan sendirinya ke dalam ruang lumpur ke dua
yang letaknya berdampingan dengan septic tank. Dari ruang lumpur ke dua ini, lumpur
busuknya dapat dikeluarkan pada waktu-waktu tertentu tanpa mengganggu isi septic
tank. Dengan adanya ruang lumpur kedua ini dapatlah terjamin bahwa yang dikeluarkan
hanyalah lumpur yang betul-betul sudah menjadi busuk dan stabil serta tidak terdapat
lagi bakteri patogen dan dapat diharapkan juga tidak mengandung telur-telur cacing.
Untuk menjamin terpakainya seluruh bidang resapan dibuat suatu alat pembubuh,
yang terdiri dari bak untuk mengumpulkan air kotor yang keluar dari septic tank dengan
suatu syphon otomatis yang dapat mengalirkan seluruh isi bak pembubuh dengan
sekaligus ke bidang peresapan.
6. Tenaga Pengelola
6.1. Tenaga Pelaksana
a. Pengawas sistem plambing
b. Operator proses pengolahan
6.2. Kualifikasi Tenaga
a. Untuk kegiatan tersebut dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D1
ditambah latihan khusus.
b. Untuk kegiatan pengawasan dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D3
atau D4 ditambah latihan khusus.

7. Evaluasi
Kualitas air limbah Rumah Sakit yang akan dibuang ke lingkungan harus memenuhi
persyaratan baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

35
SERI IV
PENGELOLAAN SAMPAH

1. Pendahuluan
Sampah rumah sakit mulai disadari sebagai bahan buangan yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan lingkungan karena berbagai bahan yang terkandung di dalamnya dapat
menimbulkan dampak kesehatan dan menimbulkan cidera atau penyalahgunaan karena para
pemulung yang telah mulai terlibat di dalamnya.

2. Dampak Sampah pada Pengendalian Penyakit dan Cidera


Sampah rumah sakit dapat dianggap sebagai mata rantai penyebaran penyakit menular.
Sampah bisa menjadi tempat tertimbunnya organisme penyakit dan menjadi sarang serangga
juga tikus. Disamping itu di dalam sampah juga mengandung berbagai bahan kimia beracun
dan benda-benda tajam yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan cidera. Partikel

36
debu dalam sampah dapat menimbulkan pencemaran udara yang akan menyebarkan kuman
penyakit dan mengkontaminasi peralatan medis dan makanan.

3. Batasan dan Penggolongan


Sampah rumah sakit dapat digolongkan antara lain menurut jenis unit penghasil dan
untuk kegunaan desain pembuangannya. Namun dalam garis besarnya perlu dibedakan
menjadi sampah medis dan non-medis. Untuk keperluan pengelolaan tiap rumah sakit dapat
menyusunnya sendiri disesuaikan dengan kondisi setempat dengan maksud dan kemampuan
pengelolaan. Sebagai pedoman untuk jenis sampah non-medis dapat merujuk pada tabel 1
dan tabel 2; sedangkan sampah medis diuraikan pada judul tersendiri.

Tabel 1 : PENGERTIAN SAMPAH MENURUT SIFATNYA


1. Sampah Bahan-bahan yang tidak berguna, tidak digunakan ataupun
yang terbuang
2. Refuse Semua sampah padat yang meliputi garbage, rubbish, ashes
dan bangkai binatang.
3. Garbage Sampah mudah busuk yang berasal dari penyiapan
pengolahan dan penyajian makanan
4. Rubbish Sampah tidak mudah busuk kecuali ashes, yang terbagi
dalam :
- Mudah terbakar : terutama bahan organik seperti
kertas, plastik, kardus, kayu karet, dan lain-lain.
- Tidak mudah terbakar : terutama bahan non-organis
seperti kaleng, logam gelas, dan keramik.
5. Abu Residu dari hasil pembakaran
6. Sampah biologi Sampah yang langsung dihasilkan dari diagnosa dan
tindakan terhadap pasien, termasuk bahan-bahan medis
pembedahan, otopsi, dan laboratorium.
- Sampah medis : biasanya dihasilkan di ruang pasien,
ruang pengobatan/tindakan, ruang perawatan, ruang
bedah termasuk dreesing kotor, verban, kateter,
swab, plaster, masker dan lain-lain.
- Sampah patologis : sampah yang dihasilkan dari
ruang bedah atau ruang otopsi, termasuk placenta
jaringan, organ anggota badan dan lain-lain.
- Sampah laboratorium : sampah yang dihasilkan dari
laboratorium diagnosis atau riset, meliputi sediaan/
media sample spinal, bangkai binatang.

Sumber : Snow et all (1995)

Tabel 2 : JENIS SAMPAH MENURUT SUMBERNYA


No. Sumber/Area Jenis Sampah
1. Kantor/Administrasi Kertas

37
2. Unit obstetric dan ruang Dressing, sponge, placenta, ampul, termasuk kapsul perak
perawatan obstetric nitrat, jarum syrynge, masker disposable, disposable drapes,
sanitary napkin, blood, blood lancet disposable, disposable
catheter, disposable unir enema, disposable diaper dan
underpad, sarung tangan disposable
3. Unit emergency dan bedah Dressing, sponge, jaringan tubuh, termasuk amputasi, ampul
termasuk ruang perawatan bekas, masker disposable, jarum dan syringe drapes, casb,
disposable blood lancet, disposable kantong emesis, levin
tubes, catheter, drainase set, kantong colosiomy, underpads,
sarung bedah.
4. Unit laboratorium, ruang Gelas terkontaminasi, termasuk pipet petri dish, wadah
mayat, pathologi dan specimen, jaringan tubuh, organ, tulang.
autopsi
5. Unit isolasi Bahan-bahan kertas yang mengandung buangan nasal dan
sputum, dressing dan bandages, masker disposable, sisa
makanan, perlengkapan makan.
6. Unit perawatan Ampul, jarum disposable dan syringe kertas dan lain-lain.
7. Unit pelayanan Karton, kertas bungkus, kaleng, botol, sampah dari ruang
umum dan pasien, sisa makanan buangan.
8. Unit gizi/dapur Sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makan, sayur dan
lain-lain.
9. Halaman Sisa pembungkus, daun, ranting, debu.
Sumber : Oviatt V.R.: Status report-disposal of solid waste hospital, 42 : 73-76,1968

4. Jumlah Sampah
Salah satu langkah pokok pengelolaan sampah adalah menentukan jumlah sampah yang
dihasilkan. Jumlah ini menentukan jumlah dan volume sarana penampung lokal yang harus
disediakan: pemilihan incinerator dan kapasitasnya; bila rumah sakit memiliki tempat
pembuangan sendiri jumlah produksi dan proyeksinya perlu dibuat memperkirakan
pembiayaan, dll. Penentuan jumlah sampah dapat menggunakan ukuran berat atau volume.
4.1. Jumlah menurut berat
Jumlah produksi sampah domestik diperkiraan 2 kg per orang per hari. Untuk
mendapatkan angka yang lebih tepat sebaiknya dilakukan survei sampah di rumah sakit
yang bersangkutan. (hasil survei di USA, 1995, jumlah sampah dengan 500 tempat tidur
adalah 3,25 Kg per pasien per hari). Iqlar mengembangkan suatu formula untuk
memperkirakan jumlah produksi sampah dengan menggunakan persamaan regresi dan
hanya faktor yang mempunyai koefisien kolerasi > 0,40 dimasukkan dalam perhitungan.
Formula tersebut adalah :

38
Y = 6,7-0,0057 ×1 + 0,85 ×3 + 0,0051 × 7 + 0,015× 8 + 0,10 × 9 + 1,6 × 10
+ 0,00028 × 11
Y = Jumlah sampah per hari per pasien (pound)
x1 = Kapasitas tempat tidur termasuk box bayi
x3 = 1 bila ada laboratorium riset dan 0 bila tidak
x7 = jumlah siswa
x8 = jumlah siswa yang tinggal di asrama rumah sakit
x9 = jumlah pasien rawat jalan per tahun dalam ribuan
x10 = 1 untuk kelas A dan 0 untuk kelas D
x11 = jumlah pasien bedah per tahun
4.2. Jumlah disposable
Meningkatnya jumlah sampah berkaitan erat dengan meningkatnya penggunaan
barang disposable. Daftar barang disposable merupakan indikator jumlah dan kualitas
sampah rumah sakit yang diproduksi. Berat, ukuran, dan sifat kimiawi barang-barang
disposable mungkin perlu dipelajari sehingga dapat diperoleh informasi yang
bermanfaat dalam pengelolaan sampah.
4.3. Jumlah menurut volume
Volume juga harus diketahui untuk menentukan ukuran bak dan sarana
pengangkutan. Konversi dari berat ke volume dapat dilakukan dengan membagi berat
total dengan kepadatan. (Untuk pedoman APHA menyediakan angka perkiraan :
garbage 53 lb/ft3, combustible 4,85 lb/ft3, dan non-combustible 9,24 lb/ft3. Untuk
mendapatkan angka konkrit sebaiknya dilakukan survei setempat).

5. Penampungan Sampah
Sampah biasanya ditampung di tempat penampungan sampah untuk beberapa lama.
Untuk itu setiap unit hendaknya disediakan tempat penampung dengan bentuk, ukuran, dan
jumlah yang disesuaikan dengan jenis dan jumlah sampah serta kondisi setempat. Hendaknya
sampah tidak dibiarkan di tempat tersebut terlalu lama. Kadang-kadang sampah diangkut
langsung ke tempat penampungan blok atau pemusnahan
5.1. Persyaratan bak penampung sampah
Tempat penampung sampah hendaknya memenuhi persyaratan minimal sebagai
berikut :
- Bahan tidak mudah berkarat
- Kedap air, terutama untuk menampung sampah basah
- Bertutup rapat
- Mudah dibersihkan

39
- Mudah dikosongkan atau diangkut
- Tidak menimbulkan bising
- Tahan terhadap benda tajam dan runcing
5.2. Kantong plastik pelapis dalam bak sampah
Untuk memudahkan pengosongan dan pengangkutan, penggunaan kantong plastik
pelapis dalam bak sampah sangat disarankan. Kantong plastik tersebut membantu
membungkus sampah waktu pengangkutan sehingga mengurangi kontak lansung
mikroba dengan manusia dan mengurangi bau, tidak terlihat sehingga dapat diperoleh
rasa estetis dan memudahkan pencucian bak sampah. Penggunaan kantong plastik ini
terutama bermanfaat untuk sampah laboratorium, ketebalan plastik disesuaikan dengan
jenis sampah yang dibungkus karena kadang-kadang petugas pengangkut bisa terciderai
oleh benda tajam yang menonjol dari bungkus sampah.
Karena itu hendaknya pembuangan benda-benda tajam ini dipisahkan. Sebaiknya
benda tajam, seperti jarum dan lain-lain ditapung di kaleng, kardus karton, atau tempat
khusus untuk dikembalikan ke CSSD atau dibakar di incinerator.
5.3. Bak sampah laboratorium
Paling tidak diperlukan tiga tipe tempat penampung sampah di laboratorium, yaitu
untuk tempat penampung sampah gelas dan pecahan gelas untuk mencegah cidera,
sampah yang basah dengan solvent untuk mencegah penguapan bahan-bahan solvent
dan mencegah timbulnya api, dan tempat penampung dari logam untuk sampah yang
mudah terbakar.
Kadang-kadang masih diperlukan satu tempat pemanpung untuk jenis sampah
infeksi. Mungkin tidak diperlukan bila sampah infeksi langsung di autoclave sebelum
dibuang ke tempat penampung sampah.
5.4. Pemeliharaan
Hendaknya disediakan sarana untuk mencuci tempat penampung sampah yang
disesuaikan dengan kondisi setempat. Untuk rumah sakit kecil mungkin cukup dengan
pencuci manual, tetapi untuk rumah sakit besar mungkin perlu disediakan alat cuci
mekanis. Pencucian itu hendaknya dilakukan setiap pengosongan atau sebelum tampak
kotor. Dengan penggunaan kantong pelapis dapat mengurangi frekuensi pencucian.
Setelah dicuci, disarankan untuk dilakukan disinfeksi, kemudian diperiksa bila terdapat
kerusakan dan mungkin perlu diganti.

6. Pengangkutan Sampah dalam Gedung


Pengangkutan sampah dimulai dengan pengosongan bak sampah di setiap unit dan
diangkut ke penampungan lokal atau ke tempat pemusnahan. Pengangkutan biasanya dengan

40
kereta, sedang untuk bangunan bertingkat dapat dibantu dengan menyediakan cerobong
sampah atau lift pada tiap sudut bangunan.
6.1. Kereta
Kereta adalah alat angkut yang umum digunakan. Untuk merencanakan pengangkutan
perlu mempertimbangkan :
- Penyebaran tempat penampungan sampah
- Jalur jalan dalam rumah sakit
- Jenis dan jumlah sampah
- Jumlah tenaga dan sarana yang tersedia
Kereta pengangkut disarankan terpisah antara sampah medis dan non-medis. Hal ini
berkaitan dengan metoda pembuangan dan pemusnahannya.
Kereta pengangkut hendaknya memenuhi persyaratan :
- Permukaan bagian dalam harus rata dan kedap air
- Mudah dibersihkan
- Mudah diisi dan dikosongkan
6.2. Cerobong sampah/lift
Sarana cerobong sampah biasanya tersedia di gedung modern bertingkat untuk
efisiensi pengangkutan sampah dalam gedung. Namun untuk rumah sakit penggunaan
ini banyak mengandung resiko, antara lain dapat menjadi tempat perkembangbiakan
kuman, bahaya kebakaran, pencemaran udara, dan kesulitan-kesulitan lain, misalnya
untuk membersihkannya dan penyediaan sarana penanggulangan kebakaran. Karena itu
bila menggunakan sarana tersebut, perlu ada perhatian khusus, antara lain dengan
menggunakan kantong plastik yang kuat.
6.3. Lain-lain
Beberapa alat lain adalah dengan menggunakan perpipaan yaitu untuk mengangkut
sampah yang berbentuk bubur yang dialirkan secara gravitasi ataupun bertekanan.
Menyamakan lift dan bahan berjalan sejak dari sumber sampai tempat pengumpulan
sampah sementara.
6.4. Tempat Pengumpulan Sampah Sementara
Sarana ini harus disediakan dalam ukuran yang memadai dan dengan kondisi baik
(tidak bocor, tertutup rapat, dan terkunci). Sarana ini bisa ditempatkan dalam gedung
atau di luar.

7. Pengangkutan Sampah
Dalam strategi pembuangan limbah rumah sakit hendaknya memasukkan prosedur
pengangkutan limbah internal dan eksternal bila memungkinkan. Pengangkutan internal

41
biasanya berasal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau incinerator di
dalam (onsite incinerator) dengan menggunakan kereta dorong.
Peralatan-peralatan tersebut harus jelas dan diberi label, dibersihkan secara reguler dan
hanya digunakan untuk mengangkut sampah. Setiap petugas hendaknya dilengkapi dengan
alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
Walau beberapa rumah sakit menggunakan chute (pipa plosotan) untuk pengangkutan
sampah internal, tetapi pipa plosotan tidak disarankan karena alasan keamanan, teknis dan
hygienis, terutama untuk pengangkutan sampah benda tajam, jaringan tubuh, infeksius,
citotoksik, dan radioaktif. Pembuangan dengan pipa plosotan hendaknya tidak dilakukan lagi
untuk rumah sakit baru.
Pengangkutan sampah klinis dan yang sejenis ke tempat pembuangan di luar
memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus selalu diikuti oleh semua petugas
yang terlihat prosedur tersebut harus memenuhi peraturan angkutan lokal. Bila limbah klinis
dan yang sejenis diangkut dengan kontainer khusus, kontainer harus kuat dan tidak bocor.
Kontainer harus mudah ditangani, dalam hal kontainer akan digunakan kembali harus
dibersihkan/dicuci dengan detergent.
Sangat diharapkan bahwa kendaraan yang dipergunakan untuk mengangkut limbah
klinis dan yang sejenis hanya untuk itu saja. Kendaraan itu hendaknya mudah memuat dan
membongkar serta mudah dibersihkan dan dilengkapi dengan alat pengumpul kebocoran.
Ruang sopir secara fisik harus terpisah dari limbah. Desain kendaraan sedemikian rupa
sehingga sopir dan masyarakat terlindung bila sewaktu-waktu terjadi kecelakaan. Kendaraan
juga harus dipasang kode/tanda peringatan.
Prosedur standar untuk mengatasi tumpahan pada saat kecelakaan harus sudah tersedia.
Air bekas cuci kendaraan harus dibuang dengan benar. Sopir harus dilatih untuk prosedur
pekerjaan ini. Hanya pengecualian, bila staf medis, farmasi atau tenaga ahli membawa
limbah klinis dalam jumlah terbatas ke pusat sarana pembuangan limbah bisa menggunakan
kendaraan biasa. Dalam hal ini limbah harus diberi label dengan jelas dan diidentifikasi
dengan menggunakan kontainer khusus bila memungkinkan. Atau dengan cara lain, Dinas
Kebersihan atau kontraktor pengelola limbah bisa menyediakan pelayanan pengumpulan
untuk institusi kecil seperti dokter praktek atau poliklinik yang lain.

8. Metoda Pembuangan
Sebagian besar limbah klinis dan yang sejenis itu dibuang dengan incinerator atau
landfill. Metoda yang digunakan tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan
institusi, peraturan yang berlaku, aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat.
8.1. Perlakuan sebelum dibuang

42
Reklamasi dan daur ulang untuk limbah kimia berbahaya hendaknya
dipertimbangkan untuk digunakan bilamana secara teknis dan ekonomis
memungkinkan.
Dalam beberapa hal perlakuan dengan autoclaving atau dengan desinfeksi
menggunakan bahan kimia tertentu dapat membuat limbah infeksius dibuang ke landfill.
8.2. Autoclaving
Autoclaving sering digunakan untuk perlakuan limbah infeksius. Limbah dipanasi
dengan uap dibawah tekanan. Namun ada masalah karena besaran volume atau limbah
yang dipadatkan : penetrasi uap secara lengkap pada suhu yang diperlukan sering tidak
terjadi, dengan demikian tujuan autoclaving (sterilisasi) tidak terjadi. Dalam banyak hal
sterilisasi bukanlah yang terpenting. Perlakuan dengan suhu tinggi pada periode singkat
akan membunuh bakteri vegetatif dan miko-organisme lain yang bisa membahayakan
penjamah limbah.
Kantong limbah plastik hendaknya tidak digunakan karena tidak tahan panas dan
akan meleleh selama autoclaving. Karena itu diperlukan kantong autoclaving. Pada
kantong itu terdapat indikator, seperti pita autoclave, yang menunjukkan bahwa kantong
telah mengalami perlakuan panas yang cukup. Pada beberapa institusi autoclaving
menggunakan nampan terbuka dimana limbah yang akan dilakukan tindakan ditebar
merata tipis.
Autoclave yang digunakan secara rutin untuk limbah biologi harus diuji minimal
setahun sekali untuk menjamin hasil optimal.
8.3. Desinfeksi dengan bahan kimia
Peranan desinfektan untuk institusi yang besar tampaknya terbatas penggunaannya,
misalnya digunakan setelah mengepel lantai atau membasuh tumpahan dan mencuci
kendaraan limbah. Limbah infeksius dalam jumlah kecil dapat didesinfeksi (membunuh
mikro-organisme tetapi tidak membunuh spora bakteri) dengan bahan kimia seperti
hypochloride atau permanganate. Cairan desinfeksi dapat diserap oleh limbah, akan
menambah bobot dan karenanya menambah masalah penanganan.

9. Tempat Pengumpul Sementara Sampah Domestik


Konstruksi tempat pengumpul sampah sementara bisa dari dinding semen atau kontainer
logam. Persyaratan umum tetap berlaku yaitu kedap air, mudah dibersihkan, dan berpenutup
rapat.
Ukuran hendaknya tidak terlalu besar sehingga mudah dikosongkan apabila jumlah
sampah yang ditampung cukup banyak, perlu menambah jumlah kontainer. Biasanya terbuat
dari bahan besi. Bisa dari plastik tetapi kurang bahan.

43
10. Pembuangan dan Pemusnahan Sampah
Pembuangan dan pemusnahan sampah dapat ditempuh melalui dua alternatif:
a. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non-medis secara terpisah. Pemisahan
ini dimungkinkan bila Dinas Kebersihan dapat diandalkan sehingga beban rumah sakit
tinggal memusnahkan sampah medis.
b. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non-medis dijadikan satu. Dengan
demikian rumah sakit harus menyediakan sarana yang memadai.
10.1. Pengangkutan ke tempat pembuangan
Alat angkut hendaknya dirancang sedemikian sehingga efisien dapat diisi tanpa
tumpah dan tertutup rapat sehingga tidak terlihat dan tidak tercecer selama
pengangkutan. Dasar bak harus kedap air sehingga tidak terjadi tetesan.
10.2. Incinerator
Bila incinerator akan digunakan di rumah sakit, maka beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan adalah ukuran, desain yang disesuaikan dengan peraturan
pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur
pengangkutan sampah dalam komplek rumah sakit dan jalur pembuangan abu, dan
sarana gedung untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran. Incinerator hanya
digunakan untuk memusnahkan limbah klinis.
Ukuran incinerator harus disesuaikan dengan jumlah dan kualitas sampah (nilai
bakar = btu). Sementara untuk memperkirakan ukuran dan kapasitas incinerator perlu
mengetahui jumlah puncak produksi sampah. Tipe, kapasitas dan pengoperasian
incinerator biasanya disediakan oleh pabrik.

11. Beberapa Tipe Incinerator Sederhana


Type I (Type Malaysia)
Bahan konstruksi :
a. Dinding terbuat dari pasangan batu bata dan diletakkan mendatar (pasangan bata 1 x 1).
b. Pasangan batu bata harus diperkuat dengan besi beton dan di cor.
c. Permukaan dinding sebelah luar dan dalam di plester.
d. Lantai bagian dalam (F) terbuat dari concrete (besi beton cor semen).
e. Jika lubang masuk E lebih besar dari ukuran pada gambar, maka lubang masuk E bagian
atas harus diperkuat dengan batangan besi ukuran tebal 1”, 2 lembar untuk mencegah
retak/runtuhnya lubang masuk.
f. Lubang masuk E diberi penutup/pintu yang terbuat dari logam.

44
g. Lubang keluar X (24” x 12”) cara konstruksinya sama dengan lubang masuk E.
kegunaan pintu keluar adalah untuk mengeluarkan abu hasil pembakaran/menaruh bahan
bakar untuk staf pembakaran.
h. Lapisan besi (G) yang menahan sampah terbuat dari besi beton dengan ukuran 1” dan
antara 2 besi beton berjarak 4” terdiri atas 2 lapis.

Catatan :
- Ukuran incinerator disesuaikan dengan kebutuhan, tergantung dari jumlah sampah
yang akan dibakar setiap harinya.
- Sampah yang tidak mudah terbakar, tidak perlu dibakar.
- Ukuran pada gambar di atas adalah untuk rumah sakit 50-100 tempat tidur
(Malaysia)
Type II Barrel and Trench Incinerator

a. Tong/drum dilapisi tanah liat (B) dengan ketebalan 6 ̎ - 12 ̎ (dapat juga dibuat dari
pasangan bata dan tanah liat).
b. Besi beton dipasang pada tong dan lapisan tanah liat dengan ketinggian 6 ̎ dari
permukaan/dasar incinerator, jarak antara 2 besi beton 3 ̎ - 4 ̎
c. Tempat sumber pembakaran/lubang perapian.

45
d. Besi plat diletakkan di bawah incinerato dan diatas selokan.
(sumber : Sanitarian Hand Book Ben Freedman, 1977)

Type III Rock Pit Incinerator

- Incinerator berbentuk U terbuat daribatu karang atau tanah liat dengan ukuran panjang
4,5 feet, lebar 2 feet dan dalam 18 feet.
- Dinding terbuat dari batu dan rubble dengan ketebalan 8 ̎ - 12 ̎ dapat juga dibuat dari
tanah liat.
- Lantai terbuat dari batu.
(Sumber : Sanitarian Hand Book Ben Freedman, 1977)
Type IV Multiple Self Incinerator

Incinerator berbentuk persegi 4, terbuat dari pasangan bata dengan ukuran panjang 4 feet,
lebar 3-5 feet dan tinggi 8-12 feet.
a. Pipa besi diameter 2 ̎ diletakkan memanjang dan mudah diangkat/dilepas.
b. Rak dengan ukuran 18 – 24 feet terbuat dari besi plat.
c. Ruang pembakaran.
d. Penopang rak besi yang menempel pada ketiga permukaan ke dinding.

46
e. Batangan besi/baja sebagai penyangga rak besi.
f. Lubang terbuka untuk mengambil abu hasil pembakaran.

Type V The Drying Pan Incinerator

Ukuran lubang panjang 6 feet, lebar 18" dan dalam 18 feet (ukuran bagian dalam)
a. Lubang perapian
b. Dinding terbuat dari pasangan bata/semen dengan ketebalan 10" - 12"
c. Stack terbuat dari lempengan besi.
d. Panci dengan diameter ukuran dan kedalaman 6"- 8"sampah dikeringkan dalam panci ini.
(Sumber : Sanitarian Hand Book Ben Freedman, 1977)
Beberapa keuntungan dan kerugian incinerator terpusat (collective) dan individual (on-site)
dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 3 Keuntungan dan kekurangan sarana incinerator terpusat dan individual

No. Terpusat (collective) Individual (On-site)


1. Beroperasi terus menerus Tampaknya beroperasi start-stop tiap hari,
dan perlu dicatat bahwa emisi akan selalu
melampaui standar pada saat setiap start-up
2. Operator full-time tampaknya memiliki Operator part-time
keahlian lebih yang diperlukan
3. Incinerator bisa dibuat lebih canggih karena Biasanya sederhana saja
ukuran dan kapasitasnya lebih besar dan
tidak hanya melayani satu investasi
4. Mungkin biayanya lebih efektif tetapi Biaya mungkin kurang efektif tetapi tanpa
memerlukan biaya tambahan untuk tambahan biaya untuk pengangkutan.
pengangkutan dan resiko dalam perjalanan.
5. Penghasilan limbah tidak bertanggung jawab Penghasil limbah bertanggung jawab
terhadap pengoperasian sarana tersebut. langsung.
6. Kedudukan incinerator tidak terbatas dalam Tempat kedudukan terbatas

47
halaman institusi
7. Penghasil limbah kurang bertanggung jawab Penghasil limbah bertanggung jawab
terhadap pembuangan akhir limbah/ langsung
pemusnahan.

12. Pengelola Sampah Rumah Sakit


a. Sampah dari tiap unit pelayanan fungsional dalam rumah sakit dikumpulkan oleh tenaga
perawat khususnya yang menyangkut pemisahan sampah medis dan non-medis, sedang
ruang lain bisa dilakukan oleh tenaga kebersihan.
b. Proses pengangkutan sampah dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi SMP
ditambah latihan khusus.
c. Pengawas pengelolaan sampah rumah sakit dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan
kualifikasi D1 ditambah latihan khusus.

13. Evaluasi Pengelolaan Sampah


Evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan sampah dan perlu
dilakukan secara berkala. Berbagai indikator yang dapat digunakan antara lain:
- Akumulasi sampah yang tidak terangkut/terolah.
- Pengukuran tingkat kepadatan lalat (indeks lalat)
- Ada tidaknya keluhan, baik dari masyarakat yang tinggal disekitar rumah sakit, pasien
dan pengunjung serta petugas rumah sakit.
SERI V
PENGELOLAAN LIMBAH KLINIS

1. Pendahuluan

1.1. Limbah Klinis


Rumah sakit merupakan penghasil limbah klinis terbesar. Berbagai jenis limbah
yang dihasilkan di rumah sakit dan unit-unit pelayanan medis bisa membahayakan dan
menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengunjung dan terutama petugas yang
menangani limbah tersebut. Terhadap limbah tersebut seringkali diperlukan pengolahan
pendahuluan sebelum diangkut ke tempat pembuangan atau dimusnahkan dengan unit
pemusnah setempat.
Limbah klinis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi,
“veterinary”, farmasi atau sejenis serta limbah yang dihasilkan di rumah sakit pada saat
dilakukan perawatan/pengobatan atau penelitian. Banyak sekali limbah yang dihasilkan
oleh rumah sakit. Sebagian besar dapat membahayakan siapa saja yang kontak

48
dengannya, karena itu perlu prosedur tertentu dalam pembuangannya. Tidak semua
limbah klinis berbahaya. Tetapi ada beberapa yang dapat menimbulkan ancaman pada
saat penanganan, penampungan, pengangkutan dan atau pemusnahannya karena alasan-
alasan sebagai berikut :
- Volume limbah yang dihasilkan melebihi kemampuan pembuangannya.
- Beberapa diantara limbah itu berpotensi menimbulkan bahaya kepada personil yang
terlibat dalam pembuangan, apabila tidak ditangani dengan baik.
- Limbah ini juga menimbulkan pencemaran lingkungan bila mereka dibuang secara
sembrono dan akhirnya membahayakan atau mengganggu kesehatan masyarakat.
Mungkin akan banyak lagi jenis limbah yang perlu ditangani untuk masa
mendatang. Disamping itu, perlu juga diperhatikan pembuangan limbah dari poliklinik
atau praktek dokter swasta walaupun pembuangan limbah dalam jumlah kecil.

1.2. Maksud dan Tujuan Buku Pedoman


Tujuan dari pedoman ini adalah untuk menjelaskan prosedur dalam pengemasan,
pemberian label, penampungan, pengangkutan dan pembuangan limbah klinis. Hal ini
dimaksudkan untuk membantu pihak berwenang dan pelaksana serta masyarakat yang
terlibat baik secara langsung maupun tidak untuk menentukan strategi pengelolaan
limbah yang tepat dengan memperhatikan faktor-faktor khusus dan unit yang ada pada
setiap situasi, kondisi lokal, persyaratan atau peraturan yang berlaku.
Pedoman ini hanya bersifat umum dan tidak dimaksudkan untuk mengatur
pelaksanaan yang mungkin telah dikerjakan oleh rumah sakit atau daerah tertentu.
Namun, pedoman ini bisa menjadi dasar pengembangan untuk pengembangan strategi di
masa mendatang.
Kewenangan dalam penanganan limbah tetap berada pada daerah atau rumah sakit
yang bersangkutan. Namun, strategi pendekatan sebagai pedoman perlu disusun untuk
tingkat nasional karena akan dapat meningkatkan keamanan dan optimalisasi sumber
daya.
Dalam pengembangan pedoman ini telah memperhatikan pengalaman dan praktek
yang berlangsung di negara-negara maju, standar yang berlaku secara internasional,
konsultasi dengan beberapa tenaga ahli dan badan-badan internasional seperti WHO, dll.

1.3. Strategi Pengelolaan Limbah


Institusi dan individu penghasil limbah bertanggung jawab terhadap pengelolaan
limbah klinis. Jadi, tiap organisasi harus memiliki strategi pengelolaan limbah yang
komprehensif dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pedoman

49
ini. Ke dalam strategi itu harus dimasukkan prosedur dalam pengelolaan limbah yang
dihasilkan oleh pelayanan rawat inap di rumah sakit, seperti dialisis dan citotoksik.
Strategi itu harus dapat menjamin bahwa semua limbah dibuang dengan aman. Hal ini
terutama berlaku untuk limbah berbahaya seperti radioaktif, citotoksik dan infeksius.
Petunjuk-petunjuk praktis pengelolaan limbah harus disediakan untuk semua pekerja
yang terlibat.
Kebijaksanaan dalam pembuangan limbah seringkali tergantung pada keadaan
lokal, ukuran, kekhususan, infrastruktur yang ada dan tersedia atau tidaknya incinerator.
Bahkan pada satu unit organisasi bisa dihasilkan prosedur pengelolaan yang berbeda
untuk mengatasi berbagai volume limbah yang dihasilkan dalam suatu area. Namun,
prosedur hendaknya sedapat mungkin seragam dalam suatu organisasi atau antar
organisasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kebingungan dan terjadinya kesalahan
yang bisa mencelakakan staf bila pindah dari satu tempat ke tempat lain dalam suatu
organisasi.

2. Kesimpulan dan Saran


Berikut ini adalah kesimpulan pokok beberapa rekomendasi dari buku pedoman ini.
Saran untuk pembuangan beberapa bentuk limbah belum dirumuskan dan akan dirinci dalam
petunjuk teknis yang lebih detil.
.1. Penghasil limbah klinis dan yang sejenis harus menjamin keamanan dalam memilah-
milah jenis sampah, pengemasan, pemberian label, penyimpanan, pengangkutan,
pengolahan dan pembuangannya.
2.2. Penghasil limbah klinis hendaknya mengembangkan dan secara periodik meninjau
kembali strategi pengelolaan limbah secara menyeluruh.
2.3. Menekan produksi sampah hendaknya menjadi bagian integral dari strategi pengelolaan.
2.4. Pemisahan sampah sesuai sifat dan jenisnya (kategori) adalah langkah awal prosedur
pembuangan yang benar.
2.5. Limbah radioaktif harus diamankan dan dibuang sesuai dengan peraturan yang berlaku
oleh instansi yang berwenang.
2.6. Incinerator adalah metoda pembuangan yang disarankan untuk limbah tajam, infeksius
dan jaringan tubuh.
2.7. Incinerator dengan suhu tinggi disarankan untuk memusnahkan limbah citotoksik
(1100°C).
2.8. Incinerator harus digunakan dan dipelihara sesuai dengan spesifikasi desain. Mutu emisi
udara harus dipantau dalam rangka menghindari pencemaran udara.

50
2.9. Pilihan lain seperti landfill mungkin diperlukan dalam keadaaan tertentu bila sarana
incinerator tidak mencukupi.
2.10. Pemilihan incinerator “on site” atau “off site” perlu memperhatikan semua faktor yang
mungkin terkena dampak pencemaran udara.
2.11. Perlu diperhatikan bahwa program latihan karyawan/staf rumah sakit menjadi bagian
integral dalam strategi pengelolaan limbah.
2.12. Disarankan menggunakan warna standar dan koding untuk kantong pembuangan dan
kontainer sampah.
2.13. Karena pedoman ini hanya menyajikan garis besar pengelolaan limbah klinis dan yang
sejenis maka dirasa perlu untuk mengembangkan pedoman yang lebih detail yang
berkenaan dengan hal-hal yang bersifat khusus.

3. Limbah Klinis dan yang Sejenis


Penggolongan kategori limbah seperti yang tersebut dibawah ini dilakukan berdasarkan
potensi bahaya yang terkandung di dalamnya, termasuk plastik karena volume dan sifat
persistensinya yang menimbulkan masalah :
- Limbah benda tajam.
- Limbah infeksius.
- Limbah jaringan tubuh.
- Limbah citotoksik.
- Limbah farmasi.
- Limbah kimia.
- Limbah radioaktif.
- Limbah plastik.
Penggolongan berbagai limbah tidak mudah dilakukan. Misalnya, beberapa benda tajam
bisa juga digolongkan ke dalam limbah infeksius. Limbah yang kontak dengan darah,
eksudat atau sekresi bisa dianggap memiliki potensi infeksius, walaupun biasanya dianggap
tidak praktis karena harus memperlakukan limbah itu sebagai limbah infeksius. Bila satu
onggok limbah mengandung beberapa jenis limbah, misalnya citotoksik dan infeksius maka
metode pembuangan yang paling tepat untuk keduanya adalah incinerator.
Metode pembuangan jenis limbah yang digolongkan diatas diuraikan dalam bab 3 ini,
sementara perubahan lebih jauh diuraikan dalam bab 6. Karena istilah incinerator dan
landfill sering disinggung dalam dokumen ini, pembaca hendaknya merujuk juga ke bab 6.2
dan 6.3.
3.1. Limbah benda tajam

51
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung
atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit, seperti jarum
hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua
benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cidera melalui
sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh
darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi dan beracun bahan citotoksik atau radioaktif.
Limbah benda tajam mempunyai potensi bahaya tambahan yang dapat menyebabkan
infeksi atau cidera karena mengandung bahan kimia beracun atau radioaktif. Potensi
untuk menularkan penyakit akan sangat besar bila benda tajam tadi digunakan untuk
pengobatan pasien infeksi atau penyakit infeksi.
Secara umum, jarum disposable tidak dipisahkan dari syringe atau perlengkapan
lain setelah digunakan. Clipping, bending atau breaking jarum-jarum, sangat tidak
disarankan karena akan menyebabkan accidental inoculation. Prosedur tersebut dalam
beberapa hal perlu diperhatikan kemungkinan dihasilkannya aerosol. Menutup jarum
dengan kap dalam keadaan tertentu barangkali bisa diterima, misalnya dalam
penggunaan bahan radioaktif dan untuk pengumpulan gas darah.
Limbah benda tajam hendaknya ditempatkan dalam kontainer benda tajam yang
dirancang cukup kuat, tahan tusukan dan diberi label dengan benar. Desain dan
konstruksi kontainer hendaknya sedemikian untuk mengurangi kemungkinan cidera bagi
orang yang menangani pada saat pengumpulan dan pengangkutan limbah benda tajam
itu. Label untuk limbah benda tajam termasuk simbol biohazard (lihat bab 4.3).
Incinerator merupakan metoda terbaik untuk pembuangan limbah benda tajam ini.
Diketahui bahwa pembuangan ke landfill diperlukan bila sarana incinerator tidak
mencukupi atau tidak tersedia. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa tempat
pembuangan harus dikelola dengan baik dan kontainer limbah benda tajam segera
ditimbun dengan tanah yang cukup tebal atau dengan material lain yang tepat.
Limbah benda tajam yang terkontaminasi oleh bahan citotoksik atau radioaktif
harus diberi label dengan benar dan dibuang sesuai dengan prosedur yang telah ada
(lihat bab 3.4 dan 3.7).

3.2. Limbah infeksius


Limbah infeksius hendaknya mencakup pengertian sebagai berikut :
- Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular
(perawatan intensif).

52
- Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari
poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
Namun beberapa institusi memasukkan juga bangkai hewan percobaan yang
terkontaminasi atau diduga yang terkontaminasi oleh organisme patogen ke dalam
kelompok limbah infeksius. Pembuangan/pemusnahan dengan incinerator adalah pilihan
utama, sementara itu sanitary landfill merupakan pilihan terakhir (lihat bab 6.3). Pilihan
lain adalah dengan menggunakan autoclaving yang membuatnya menjadi tidak infeksius
sehingga bisa dibuang ke sanitary landfill, masalahnya adalah volume limbah yang
harus di autoclave cukup besar (lihat bab 6.1.1).

3.3. Limbah jaringan tubuh


Jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah dan
cairan tubuh lain yang dibuang pada saat pembedahan atau autopsi. Jaringan tubuh yang
tampak nyata seperti anggota badan dan placenta yang tidak memerlukan pengesahan
penguburan hendaknya dikemas secara khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator
dibawah pengawasan petugas berwenang.
Cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat oleh darah harus
diperlakukan dengan hati-hati. Dalam jumlah kecil dan bila mungkin dapat diencerkan
sehingga dapat dibuang ke dalam sistem saluran pengolahan air limbah.

3.4. Limbah citotoksik


Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi
dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik.
Untuk menghapus tumpahan yang tidak sengaja, perlu disediakan absorben yang
tepat. Bahan pembersih hendaknya selalu tersedia dalam ruang percikan terapi
citotoksik. Bahan-bahan yang cocok untuk itu, antara lain : sawdust, granula absorbsi
yang tersedia di pasar, detergen atau perlengkapan pembersih lainnya. Semua limbah
pembersihan itu harus diperlakukan sebagai limbah citotoksik. Pemusnahan limbah
citotoksik hendaknya menggunakan incinerator karena sifat racunnya yang tinggi.
Limbah yang mengandung campuran limbah citotoksik dan limbah lain, harus
dibakar dalam incinerator dengan suhu yang disarankan untuk pembakaran limbah
citotoksik.

53
Limbah dengan kandungan obat citotoksik rendah, seperti urine, tinja dan muntahan
bisa dibuang secara aman ke dalam saluran air kotor. Namun harus hati-hati dalam
menangani limbah tersebut dan harus diencerkan dengan benar.

3.5. Limbah farmasi


Limbah farmasi berasal dari :
 Obat-obatan yang kadaluarsa.
 Obat-obatan yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau
kemasan yang terkontaminasi.
 Obat-obatan yang dikembalikan oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat.
 Obat-obatan yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan.
 Limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
Metoda pembuangan tergantung pada komposisi kimia limbah. Namun, prinsip-prinsip
berikut hendaknya dapat dijadikan pegangan/pertimbangan :
 Limbah farmasi hendaknya diwadahi dalam kontainer non-reaktif.
 Bila dimungkinkan, limbah ini hendaknya dibakar dengan incinerator. Jangan
sampai dikirim ke landfill atau dibuang bersama-sama dengan limbah biasa
(domestik). Praktek demikian akan menimbulkan pencemaran air tanah.
 Bilamana memungkinkan, cairan yang tidak mudah terbakar (larutan antibiotik)
hendaknya diserap dengan sawdust dikemas dengan kantong plastik dan dibakar
dengan incinerator.
 Bila proses penguapan dilakukan untuk membuang limbah farmasi hendaknya
dilakukan di tempat terbuka jauh dari api, motor elektrik atau intake air
conditioner. Proses penguapan dapat menimbulkan pencemaran udara karena itu
metode ini hendaknya hanya digunakan untuk limbah dengan sifat racun rendah.
Bahan ditempatkan dalam wadah non-reaktif bidang permukaanmnya luas.
 Umumnya limbah farmasi harus dibuang melalui incinerator. Secara umum, tidak
disarankan untuk membuangnya ke dalam saluran air kotor, kecuali dalam jumlah
kecil masih diijinkan.

3.6. Limbah kimia


Limbah kimia yang dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis,
veterinari, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. (Limbah kimia yang telah dibahas
adalah limbah farmasi dan citotoksik). Pembuangan limbah kimia ke dalam saluran air
kotor dapat menimbulkan korosi pada saluran, sementara beberapa bahan kimia lainnya

54
dapat menimbulkan ledakan. Limbah kimia yang tidak berbahaya dapat dibuang
bersama-sama dengan limbah umum. Reklamasi dan daur ulang bahan kimia berbahaya
beracun (B3) dapat diupayakan bila secara teknis dan ekonomi memungkinkan.
Disarankan untuk berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk mendapat petunjuk
lebih lanjut.
Merkuri banyak digunakan dalam penyerapan restorasi amalgam. Limbah merkuri
amalgam tidak boleh dibakar dengan incinerator karena akan menghasilkan emisi yang
beracun (mengandung merkuri). Pembuangannya harus mengikuti peraturan yang
berlaku. Limbah amalgam dan kimia lain seperti ester dari asam acrylic yang digunakan
dalam penyiapan lapisan gigi tidak boleh dibuang melalui sistem pembuangan domestik.
Bahan kimia lain, seperti limbah laboratorium, limbah gas dan solven, tidak
termasuk dalam bab ini karena lingkupnya sangat bervariasi untuk disarankan secara
umum disini. Untuk itu, diperlukan pedoman tersendiri. Terlepas dari produksi limbah
kimia, prosedur pengamanan adalah yang terpenting (good housekeeping). Disarankan
untuk berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk mendapat pengarahan.

3.7. Limbah radioaktif


Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang
berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Limbah ini dapat berasal dari
antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis dapat
berbentuk padat, cair ataupun gas. Penanganan, penyimpanan dan pembuangan bahan
radioaktif harus memenuhi peraturan yang berlaku.
Hal-hal yang harus dipenuhi secara umum dalam penanganan dan pembuangan
limbah radioaktif adalah bahwa personil harus sesedikit mungkin memperoleh paparan
radiasi.
Kepala Pengamanan radiasi harus bertanggung jawab untuk penanganan yang
aman, penyimpanan dan pembuangan limbah radioaktif. Pejabat ini harus bertanggung
jawab untuk semua urusan pengamanan radioaktif dan mencari petunjuk, bila diperlukan
unit menghasilkan limbah radioaktif hendaknya menetapkan area khusus untuk
penyimpanan limbah radiokatif, yang harus dikemas dengan benar dan diberi label (lihat
bab 4.3). Tempat khusus tersebut hendaknya diamankan dan hanya digunakan untuk
tujuan itu.
Limbah radioaktif harus dipantau sebelum dibuang dan daya radioaktivitasnya tidak
melebihi batas syarat yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Limbah radioaktif
yang sudah aman boleh dibakar dengan incinerator dengan sanitary landfill yang

55
terjamin pada lokasi khusus atau dibuang melalui saluran air limbah rumah sakit. Dalam
penggunaan incinerator, perlu diperhatikan kemungkinan adanya limbah gas radioaktif
atau debu radioaktif sehubungan dengan total limbah keseluruhan yang masuk
incinerator dan sifat-sifat asap. Semua prosedur itu harus sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

3.8. Limbah plastik


Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan
sarana pelayanan kesehatan lain. Masalah yang ditimbulkan oleh limbah plastik ini
adalah terutama karena jumlahnya yang meningkat secara cepat seiring dengan
meningkatnya penggunaan barang-barang medis disposable seperti syringes dan slang.
Penggunaan plastik yang lain (seperti kantong obat) makanan, peralatan dan bungkus
utensil ataupun pelapis tempat tidur (perlak) juga memberi kontribusi meningkatnya
jumlah limbah plastik. Terhadap limbah ini barangkali perlu dilakukan tindakan tertentu
sesuai dengan salah satu golongan limbah diatas jika terkontaminasi dengan bahan
berbahaya.
Apabila pemisahan dilakukan dengan baik, bahan plastik yang terkontaminasi dapat
dibuang melalui pelayanan pengangkutan sampah kota/umum. Dalam pembuangan
limbah plastik ini hendaknya memperhatikan aspek berikut :
 Pembakaran beberapa jenis plastik menghasilkan emisi udara yang berbahaya.
Misalnya, pembakaran plastik mengandung chlor seperti PVC (polyvinyl chlor)
menghasilkan hidrogen chlorida. Sementara itu, pembakaran plastik yang
mengandung nitrogen seperti plastik formaldehida urea menghasilkan oksida
nitrogen. Karena itu, perlu dilakukan pemantauan mutu udara.
 Keseimbangan campuran antara limbah plastik dan non plastik untuk pembakaran
dengan incinerator membantu pencapaian pembakaran sempurna dan mengurangi
biaya operasi incinerator.
 Pembakaran terbuka sejumlah besar limbah plastik tidak diperbolehkan karena
menghasilkan partikel dan pencemar udara. Tindakan ini dapat menghasilkan
pemaparan kepada operator dan masyarakat umum.
 Komposisi limbah berubah sesuai dengan kemajuan teknologi sehingga produk
racun potensial dari pembakaran mungkin juga berubah. Karena itu perlu dilakukan
updating dan peninjauan kembali strategi penanganan limbah plastik ini.
 Tampaknya limbah plastik yang dihasilkan dari unit pelayanan kesehatan akan
meningkat. Volume yang begitu besar memerlukan pertimbangan dalam pemisahan

56
sampah dan untuk sampah plastik ini setelah aman sebaiknya diupayakan daur
ulang.

4. Penanganan dan Penampungan


4.1. Pemisahan dan pengurangan
Dalam pengembangan strategi pengelolaan limbah, alur limbah harus diidentifikasi
dan dipilah-pilah. Reduksi keseluruhan volume limbah, hendaknya merupakan proses
yang kontinyu. Pilah-pilah dan reduksi volume limbah klinis dan yang sejenis
merupakan persyaratan keamanan yang penting untuk petugas pembuang sampah,
petugas emergensi dan masyarakat. Pilah-pilah dan reduksi volume limbah hendaknya
mempertimbangkan hal-hal berikut ini :
 Kelancaran penanganan dan penampungan limbah.
 Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan
pemisahan limbah B3 dan non-B3.
 Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia non-B3.
 Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk
mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan.
Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil kunci
pembuangan yang baik. Dengan limbah berada dalam kantong atau kontainer yang sama
untuk penyimpanan, pengangkutan dan pembuangan akan mengurangi kemungkinan
kesalahan petugas dalam penanganannya.

4.2. Penampungan
Sarana penampungan untuk limbah harus memadai, diletakkan pada tempat yang
pas, aman dan higienis. Faktor-faktor tersebut perlu mendapat perhatian dalam
pengembangan seluruh strategi pembuangan limbah untuk rumah sakit.
Pemadatan adalah cara yang efisien dalam penyimpanan limbah yang bisa dibuang
dengan landfill. Namun, pemadatan ini tidak boleh dilakukan untuk limbah infeksius
dan limbah benda tajam.

4.3. Standarisasi kantong dan kontainer pembuangan limbah


Terdapat berbagai kantong yang digunakan untuk pembuangan limbah di rumah
sakit dengan menggunakan bermacam-macam warna. Tidak adanya standarisasi dalam
mengurangi kesalahan manusia dalam pemisahan sampah, karena disana sering terjadi
mutasi staf di dalam dan antar rumah sakit atau dengan instansi lain.

57
Karena itu barangkali perlu adanya standar secara nasional tentang kode warna dan
identifikasi kantong dan kontainer limbah. Keberhasilan pemisahan limbah tergantung
kepada kesadaran, prosedur yang jelas serta keterampilan petugas sampah pada semua
tingkat.
Keseragaman standar kantong dan kontainer limbah mempunyai keuntungan
sebagai berikut :
 Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar instansi/unit.
 Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di lingkungan rumah
sakit maupun pada penanganan limbah di luar rumah sakit.
 Pengurangan biaya produksi kantong dan kontainer.
Semula, kode standar hanya diusulkan untuk 3 golongan sampah yang paling
berbahaya.

Sampah infeksius : Kantong berwarna kuning dengan simbol


biohazard yang telah dikenal secara internasional berwarna hitam.

Sampah citotoksik : Kantong berwarna ungu dengan simbol limbah


citotoksik (berbentuk cell dalam telophase).

Sampah radioaktif : Kantong berwarna merah dengan simbol


radioaktif yang telah dikenal secara internasional

Kantong dan kontainer limbah harus cukup bermutu dan terjamin agar tidak sobek
atau pecah pada saat penanganan tidak bereaksi dengan sampah yang disimpannya.
Kantong limbah ini biasanya memiliki ketebalan sama dengan kantong limbah
domestik.

5. Pengangkutan Limbah
Dalam strategi pembuangan limbah rumah sakit hendaknya memasukkan prosedur
pengangkutan limbah internal dan eksternal bila memungkinkan. Pengangkutan limbah
internal biasanya berasal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau
incinerator di dalam (on site incinerator) dengan menggunakan kereta dorong. Peralatan-
peralatan tersebut harus jelas dan diberi label, dibersihkan secara regular dan hanya

58
digunakan untuk mengangkut sampah. Setiap petugas hendaknya dilengkapi dengan alat
proteksi dan pakaian kerja khusus.
Walau beberapa rumah sakit menggunakan chute (pipa plosotan) untuk pengangkutan
sampah internal, tetapi pipa plosotan tidak disarankan karena alasan keamanan, teknis dan
higienis, terutama untuk pengangkutan sampah benda tajam, jaringan tubuh, infeksius,
citotoksik dan radioaktif. Pembuangan dengan pipa plosotan hendaknya tidak dilakukan
untuk rumah sakit baru.
Pengangkutan sampah klinis dan yang sejenis ke tempat pembuangan di luar
memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus selalu diikuti oleh semua petugas
yang terlibat. Prosedur tersebut harus memenuhi peraturan angkutan lokal. Bila limbah klinis
dan yang sejenis diangkut dengan kontainer khusus, kontainer harus kuat dan tidak bocor.
Kontainer harus mudah ditangani, dalam hal kontainer akan digunakan kembali harus mudah
dibersihkan/dicuci dengan detergen.
Sangat diharapkan bahwa kendaraan yang dipergunakan untuk mengangkut limbah
klinis dan yang sejenis hanya untuk itu saja. Kendaraan itu hendaknya mudah memuat dan
membongkar serta dibersihkan dan dilengkapi dengan alat pengumpul kebocoran. Ruang
sopir secara fisik harus terpisah dari limbah. Desain kendaraan sedemikian rupa sehingga
sopir dan masyarakat terlindung bila sewaktu-waktu terjadi kecelakaan. Kendaraan juga
harus dipasang kode/tanda peringatan.
Prosedur standar untuk mengatasi tumpahan pada saat kecelakaan harus sudah tersedia.
Air bekas cuci kendaraan harus dibuang dengan benar. Sopir harus dilatih untuk prosedur
pekerjaan ini. Hanya pengecualian, bila staf medis, farmasi, atau tenaga ahli membawa
limbah klinis dalam jumlah terbatas ke pusat sarana pembuangan limbah bisa menggunakan
kendaraan biasa. Dalam hal ini limbah harus diberi label dengan jelas dan diidentifikasi
dengan menggunakan kontainer khusus bila memungkinkan atau dengan cara lain. Dinas
kebersihan atau kontraktor pengelola limbah bisa menyediakan pelayanan pengumpulan
untuk institusi kecil seperti dokter praktek atau poloklinik yang lain.

6. Metode Pembuangan
Sebagian besar limbah klinis dan yang sejenis itu dibuang dengan incinerator atau
landfill. Metode yang digunakan tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan
institusi, peraturan yang berlaku, aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat.

6.1. Perlakuan sebelum dibuang


Reklamasi dan daur ulang untuk limbah kimia berbahaya hendaknya
dipertimbangkan untuk digunakan bilamana secara teknis & ekonomis memungkinkan.

59
Dalam beberapa hal perlakuan dengan autoclaving atau dengan disinfeksi
menggunakan bahan kimia tertentu dapat membuat limbah infeksius dibuang ke landfill.
6.1.1. Autoclaving
Autoclaving sering digunakan untuk perlakuan limbah infeksius. Limbah
dipanasi dengan uap dibawah tekanan. Namun ada masalah karena besarnya
volume atau limbah yang dipadatkan : penetrasi uap secara lengkap pada suhu
yang diperlukan sering tidak terjadi, dengan demikian tujuan autoclaving
(sterilisasi) tidak tercapai. Dalam banyak hal sterilisasi bukanlah yang terpenting.
Perlakuan dengan suhu tinggi pada periode singkat akan membunuh bakteri
vegetatif dan mikroorganisme lain yang bisa membahayakan penjamah limbah.
Kantong limbah plastik biasa hendaknya tidak digunakan karena tidak tahan
panas dan akan meleleh selama autoclaving. Karena itu diperlukan kantong
autoclaving. Pada kantong itu terdapat indikator, seperti pita autoclave, yang
menunjukkan bahwa kantong telah mengalami perlakuan panas yang cukup. Pada
beberapa institusi autoclaving menggunakan nampan terbuka di mana limbah
yang akan dilakukan tindakan, ditebar merata tipis di atas nampan tersebut.
Autoclave yang digunakan secara rutin untuk limbah biologi harus diuji
minimal setahun sekali untuk menjamin hasil yang optimal.
6.1.2. Disinfeksi dengan bahan kimia
Peranan disinfektan untuk institusi yang besar tanpaknya terbatas
penggunaannya, misalnya digunakan setelah mengepel lantai atau membasuh
tumpahan dan mencuci kendaraan limbah. Limbah infeksius dalam jumlah kecil
dapat didisinfeksi (membunuh mikroorganisme tetapi tidak membunuh spora
bakteri) dengan bahan kimia seperti hypochlorite atau permanganate. Cairan
disinfeksi dapat diserap oleh limbah, akan menambah bobot dan karenanya
menambah masalah penanganan.

6.2. Incinerator
Incinerator adalah istilah yang dipergunakan untuk menjelaskan semua sistem
pembakaran, walau hanya satu yang bisa dipandang efektif. Dalam pedoman ini,
incinerator digunakan untuk menjelaskan proses pembakaran yang dilaksanakan dalam
ruang ganda incinerator yang mempunyai mekanisme pemantauan secara ketat dan
pengendalian parameter pembakaran. Kotak api atau incinerator domestik adalah ruang
tunggal dimana biasanya pembakaran tidak terjadi secara lengkap dan suhu tidak bisa
dikendalikan.

60
Limbah yang “combustible” dapat dibakar bila incinerator yang tepat tersedia.
Residu incinerator bisa dibuang di landfill. Namun, bila residu mengandung pencemar
logam berat, peraturan yang berlaku untuk pembuangan logam berat harus diikuti. Bila
incinerator digunakan, hal-hal berikut ini perlu dipahami.
6.2.1. Memenuhi standar kualitas udara
Karena alasan ekonomi, historis atau alasan-alasan lain, beberapa sarana
incinerator rumah sakit dikecualikan dalam pemenuhan standar kualitas udara,
tetapi pengecualian ini hendaknya dipandang sebagai tindakan jangka pendek.
Untuk dapat memenuhi persyaratan emisi udara perlu prioritas sumber daya
sebagai berikut:
 Perbaikan sarana yang ada.
 Penggantian sarana yang baru.
 Meninggalkan sarana yang ada dan beralih menggunakan sarana di luar
rumah sakit.
Tergantung pada jenis limbah yang dibakar, emisi gas bisa berupa gas
beracun seperti hidrogen klorida, nitrogen oksidan dan belerang oksida. Karena
itu, pemeliharaan incinerator merupakan hal yang penting untuk efisiensi
pengoperasian. Hal ini akan menjamin bahwa persyaratan emisi dipenuhi
sekaligus untuk jangka panjang menekan biaya pengoperasian.
6.2.2. Lokasi sarana incinerator
Lokasi incinerator di dalam rumah sakit tentu terbatas dalam halaman rumah
sakit. Untuk ini disarankan lokasi sarana incinerator rumah sakit agar
mempertimbangkan segi ekonomi dan estetika. Cerobong bisa diletakkan dekat
dengan inlet udara air conditioning umum dan berada dalam kondisi angin
tertentu, gas emisi yang diencerkan sebagian masuk ke dalam sistem air
conditioning umum.
Beberapa rumah sakit baru atau sejenisnya berniat untuk memiliki incinerator
di dalam (on site) untuk setiap gedung. Disamping itu, tim perencana hendaknya
multidisiplin dan memperhatikan faktor-faktor kesehatan dan lingkungan.
Spesifikasi untuk incinerator tersebut, misalnya tentang suhu harus sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Demikian pula standar emisi untuk incinerator baru harus
mengikuti peraturan perundangan yang berlaku.
Kedudukan pusat incinerator (collective) di luar (off-site) tidak terbatas pada
halaman institusi penghasil. Namun, beberapa faktor perlu diperhatikan :

61
 Keharmonisan dengan penggunaan lahan, misalnya tidak berada dalam zona
pemukiman baik yang telah ada maupun yang diusulkan.
 Diupayakan mendekati penghasil limbah.
 Klimatologi, misalnya tidak berada dalam wilayah yang diidentifikasi sering
terjadi perubahan suhu yang menyolok.
 Beberapa keuntungan dan kerugian incinerator terpusat (collective) dan
individual (on-site) dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Sarana incinerator terpusat dan individual


No Terpusat (collective) Individual (on-site)
1 Beroperasi terus menerus. Tampaknya beroperasi start-stop tiap hari dan
perlu dicatat bahwa emisi akan selalu
melampaui standar pada saat setiap start-up.
2 Operator full-time tampaknya memiliki Operator part-time.
keahlian lebih yang diperlukan
3 Incinerator bisa dibuat lebih canggih karena Biasanya sederhana saja.
ukuran dan kapasitasnya lebih besar dan
tidak hanya melayani satu investasi.
4 Mungkin biayanya lebih efektif memerlukan Biaya mungkin kurang efektif tetapi tanpa
biaya bahan untuk pengangkutan dan risiko tambahan biaya untuk pengangkutan.
dalam perjalanan
5 Penghasil limbah tidak bertanggung jawab Penghasil limbah bertanggung jawab langsung.
terhadap pengoperasian sarana tersebut.
6 Kedudukan incinerator tidak terbatas dalam Tempat kedudukan terbatas.
halaman institusi.

7 Penghasil limbah kurang bertanggung jawab Penghasil limbah bertanggung jawab langsung.
terhadap pembuangan akhir
limbah/pemusnahan.

6.3. Landfill
Landfill merupakan metoda pembuangan limbah tradisional. Beberapa lokasi
landfill yang digunakan sekarang lebih merupakan tempat pembuangan terbuka (open
dump). Keadaan ini tidak dikehendaki karena kemungkinan risiko terhadap manusia dan
lingkungan. Namun perlu diketahui bahwa ada area terisolasi cara ini yang mungkin
dapat dipakai. Dalam hal ini kekhususan dari tipe ini hendaknya diidentifikasi untuk
pembuangan limbah klinis dan yang sejenis. Area harus dipagar dengan baik dan jauh
dari penglihatan masyarakat untuk menghindari protes.
Sebagai tambahan dari persyaratan yang disebutkan diatas suatu sanitary landfill
harus secara fisik berada di daerah dengan lapisan padat dimana perpindahan limbah ke
air tanah atau ke tanah sekitarnya dapat dicegah dengan lapisan kedap seperti tanah liat,

62
aspal atau lapisan sintetis. Lokasi harus didaftar dan diizinkan oleh instansi yang
berwenang dan operator harus mencatat setiap limbah yang dibuang. Limbah harus
segera ditutup dengan tanah atau lapisan yang sesuai.
Perhatian perlu ditekankan pada pemilihan lokasi untuk sanitary landfill, dengan
kriteria sebagai berikut :
 Kesesuaian dengan penggunaan lahan (tata guna lahan).
 Dekat dengan penghasil limbah.
 Meteorologi = Evaporasi tinggi/ratio curah hujan rendah.
 Hidrogeologi = Permukaan air tanah dalam dan terlepas oleh lapisan dengan
permeability rendah.

6.4. Sistem saluran air kotor (sewerage)


Bagi daerah yang telah memiliki sistem pengolahan air limbah perkotaan dan dapat
menjangkau rumah sakit tersebut maka rumah sakit harus memanfaatkan sistem
pengolahan air limbah tersebut.
Apabila belum terdapat sistem air limbah perkotaan yang dapat menjangkau rumah
sakit tersebut maka rumah sakit harus membangun/memiliki sistem pengolahan air
limbah dengan mempertimbangkan :
 Efektivitas.
 Kebutuhan lahan.
 Capital investment.
 Tingkat mekanisasi.
 Biaya operasi dan pemeliharaan.
 Energi listrik yang diperlukan.
7. Latihan
Sangat diharapkan bahwa semua institusi yang menghasilkan limbah klinis dan yang
sejenis memiliki kebijaksanaan pengelolaan limbah secara menyeluruh dan tertulis yang
selalu siap dan bisa diketahui oleh semua pekerja di setiap tingkat. Staf yang diberi tanggung
jawab untuk pelaksanaan ini harus dinyatakan dengan jelas. Disamping itu, institusi/unit
kontraktor yang bekerja sama dengan institusi hendaknya dinyatakan secara jelas, misal
perusahaan badan pengelola limbah atau dinas kebersihan setempat. Kerja sama dengan
asosiasi profesional pengusaha barangkali akan menjamin keberhasilan pengelolaan limbah.
Program latihan hendaknya mencakup :
 Latihan dasar tentang prosedur penanganan limbah untuk semua personil.

63
 Inservice training untuk merevisi dan memperbaharui pengetahuan yang diperlukan
bagi pekerja yang menangani limbah.
Program latihan hendaknya ditinjau secara periodik dan diperbaharui bilamana perlu.
Informasi pokok dalam pelatihan antara lain :
 Bahaya limbah klinis dan yang sejenis.
 Prosedur yang aman untuk menangani limbah tersebut.
 Tindakan yang diperlukan dalam hal terjadinya kecelakaan termasuk cara pelaporan
kepada supervisor.
Setiap institusi rumah sakit hendaknya menunjuk satu orang pejabat yang bertanggung
jawab atas terjaminnya sistem pembuangan limbah yang efisien dan memenuhi persyaratan
kesehatan dan keselamatan kerja.

SERI VI
PENGELOLAAN MAKANAN DI RUMAH SAKIT

I. PENDAHULUAN

Makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu faktor yang penting untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu kualitas makanan baik secara
bakteriologis, kimiawi maupun fisik harus selalu dipertahankan. Kualitas makanan harus
senantiasa terjamin setiap saat, agar masyarakat sebagai pemakai produk makanan tersebut
dapat terhindar dari penyakit/gangguan kesehatan serta keracunan akibat makanan.

64
Terutama bagi pasien yang sedang dirawat di rumah sakit yang tubuhnya dalam kondisi
lemah sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit termasuk penyakit-penyakit yang
ditularkan melalui makanan. Oleh karena itu pengelolaan makanan di rumah sakit perlu
mendapat perhatian yang lebih seksama.
Kegiatan penyehatan makanan di rumah sakit menekankan terwujudnya kebersihan
makanan dalam jalur perjalanan makanan. Karena itu dalam kegiatan penyehatan makanan
perlu dipahami jalur tersebut sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang titik-titik
rawan dalam jalur yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap makanan hingga menjadi
makanan jadi yang siap dikonsumsi.
Tujuan penyehatan makanan dirumah sakit adalah tersedianya makanan yang
berkualitas baik dan aman bagi pasien dan konsumen serta terwujudnya perilaku kerja yang
sehat dan hygienis dalam penanganan makanan, sehingga pasien dan konsumen lainnya
terhindar dari resiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan dan keracunan makanan.
Dalam pengelolaan makanan di rumah sakit proses sanitasi makanan ini menyangkut
banyak faktor, mulai dari asal/sumber bahan makanan, proses hingga menjadi makanan,
penyajian kepada konsumen dan faktor-faktor lingkungan lainnya yang terkait.
Secara umum jalur perjalanan makanan digambarkan seperti pada diagram di bawah.
Namun masih perlu disesuaikan dengan volume pelayanan, bahan makanan, tenaga
penjamah, prosedur kerja, sarana fisik dan lingkungan, peralatan dan perlengkapan yang
digunakan, penggunaan bahan makanan tambahan, fasilitas penjamah makanan, cara
pengawasan dan prosedur kerja.

DIAGRAM JALUR PERJALANAN MAKANAN

PENERIMAAN BAHAN MAKANAN

BAHAN KERING BAHAN BASAH

PENYIMPANAN

PENCUCIAN
65
MAKANAN SEGAR

PERACIKAN
PENGOLAHAN

PEWADAHAN

PENYAJIAN

PENCUCIA DESINFEKSI PENYIMPANAN


PERALATAN PERALATAN PERALATAN

SAMPAH

II. PENGERTIAN – PENGERTIAN


1. Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan hygienis serta
berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh.
2. Makanan di rumah sakit adalah semua makanan yang disajikan dari dapur rumah sakit,
yang dijual didalam lingkungan rumah sakit serta yang dibawa dari luar rumah sakit.
3. Bahan makanan adalah semua bahan, baik terolah maupun tidak, termasuk bahan
tambahan makanan dan bahan penolong.
4. Makanan jadi adalah makanan yang telah diolah dan atau langsung disajikan/
dikonsumsi.
5. Pengelolaan makanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan
bahan makanan, penyimpanan, pengolahan, pengangkutan dan penyajian makanan.
6. Pengolahan makan adalah kegiatan yang meliputi penerimaan bahan mentah/minuman
terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan dan pewadahan makanan.
7. Persyaratan kesehatan makanan adalah ketetapan terhadap makanan dan perlengkapan-
nya yang memenuhi persyaratan bakteriologis, kimia dan fisika.

66
8. Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitikberatkan kegiatan
dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya yang dapat
mengganggu atau merusak kesehatan, melalui dari sebelum makanan itu diproduksi
selama dalam proses pengolahan, penyiapan, pengangkutan, penjualan, sampai pada
saat dimana makanan tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada konsumen.
9. Pengujian makanan adalah pemeriksaan dan analisa yang dilakukan terhadap contoh-
contoh makan dan spesimen untuk diperiksa tingkat kesehatannya.
10. Bahan tambahan makanan adalah bahan yang tidak digunakan sebagai makanan dan
bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai
gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi
(termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, penyiapan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan
atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

III. PENYAKIT YANG DITULARKAN MELALUI MAKANAN

Yang dimaksud dengan penyakit-penyakit karena makanan ialah gangguan pada saluran
pencernaan yang ditandai dengan gejala-gejala : mual, muntah, perut mulas, berak-berak
yang terjadi setelah makan atau minum.
Sumber kontaminasi micro-organisme pada makanan umumnya berasal dari tanah, air,
udara, hewan dan manusia. Sedang saat kontaminasi dapat terjadi pada berbagai tahap, baik
selama maupun setelah pengolahan bahan makanan. Kontaminasi yang terjadi pada tahap
sebelum pengolahan antara lain sejak dari pemanenan, penyembelihan dan selama
penyimpanan.
Pada hakekatnya bahan makanan yang berasal dari tanaman dan hewan atau produk-
produknya, sulit dihindari dari hadirnya mikro-organisme secara alamiah pada bahan
makanan. Selama proses pengolahan makanan dan sesudah pengolahan, dapat terjadi
kontaminasi antara lain berasal dari perabotan, air, dan penjamah makanan.
Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui makanan dapat dibagi menjadi 2 (dua)
golongan besar yaitu :
1. INFEKSI
Penyakit ini disebabkan karena didalam makanan terdapat kuman atau mikro-organisme
pathogen sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti cholera, disentri,
thypus abdominalis, paratyphus A & B dsb.

67
Penyebaran penyakit ini dapat disebabkan karena :
a. Makanan diolah oleh petugas pengolah makanan yang sebelumnya pernah terkena
atau sedang menderita penyakit tertentu (carier).
b. Makanan yang kotor karena sudah terkontaminasi atau terjamah oleh tikus atau
serangga lain.
c. Cara memasak yang kurang baik atau kurang sempurna.
Disamping itu manusia bisa sebagai pembawa kuman atau penderita infeksi.
a. Pembawa kuman :
1) Staphylococcus aureus : di hidung, tenggorokan, perineum.
2) E.Coli : di usus
3) Pseudomonas sp : di hidung, tenggorokan, usus dll.
b. Sebagai penderita infeksi
Penderita penyakit saluran pernafasan : penyakit TBC, difteri, pertusis, influenza
yang ditularkan melalui sekret hidung, dahak, dan percikan ludah.
2. KERACUNAN MAKANAN
Yang dimaksud dengan keracunan makanan ialah timbulnya sindroma gejala klinik
disebabkan karena memakan makanan tertentu. Kelainan ini dapat digolongkan sbb :
a. Keracunan karena memakan makanan yang mengandung zat kimia beracun misal-
nya kacang kaster, cendawan, rhubad (sejenis bayam), solanin (sejenis kentang),
kerang dan yang mengandung toksin yang dihasilkan oleh mikro-organisme.
b. Infeksi karena bakteri yang membuat enterotoksin selama masa kolonisasi dan
pertumbuhan mukosa usus.
c. Infeksi karena mikro-organisme yang mengadakan invasi dan berkembang biak di
mukosa usus atau jaringan lainnya.
Manifestasinya gejala klinik yang ditimbulkan dapat bervariasi dari yang sangat ringan
sampai reaksi yang sangat berat sehingga berakibat dengan kematian.
Keracunan yang disebabkan makanan sebagai pembawa agen dapat berupa faktor-faktor
sebagai berikut:
a. Faktor kimia, seperti logam berat dan pestisida.
b. Faktor makanan beracun berupa jamur dan hasil-hasil laut.
c. Faktor biologis :
1) Kuman, bakteri, virus
2) Produk dari kuman berupa toksin
Beberapa contoh yang sering terjadi kontaminasi kuman dan menyebabkan keracunan
makanan adalah sebagai berikut :

68
a. Bacillus Citreus, masa inkubasi 1-16 jam dengan gejala klinik mual, muntah
mendadak, pada beberapa kasus terjadi kolik perut hebat dan mencret-mencret,
biasanya tidak lebih dari 24 jam dan jarang fatal. Keracunan makanan ini biasanya
ada hubungan dengan nasi, sayur-sayuran, daging yang terkontaminasi setelah
dimasak
b. Staphyllococcus Aureus, masa inkubasi 1-7 jam dengan gejala klinik mendadak,
mual-mual yang hebat, sakit perut dan muntah-muntah, biasanya disertai mencret-
mencret dan lemah, kadang-kadang dengan suhu tubuh sub normal dan tekanan
darah yang rendah.
Keracunan akibat jenis ini biasanya dari makanan yang terkontaminasi dengan
toksin kuman yang berasal dari manusia, misalnya nanah penderita yang infeksi,
mata yang terinfeksi, sekresi hidung dan susu yang terkontaminasi.
c. Clostridium botullinum, masa inkubasi 12-36 jam, dengan gejala secara klinis
ditandai dengan gangguan sistem syaraf, kelopak mata tertutup, penglihatan kabur,
mulut kering dan radang tenggorokan. Pada umumnya penderita meninggal karena
kesulitan kesulitan bernafas.
Keracunan akbiat jenis ini biasanya dari makanan kaleng yang diproses tidak baik
antara lain : kaleng kembung, segel rusak, berkarat, isi bergelembung dan berbau
serta berwarna tidak normal.
d. Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam, rata-rata 10-12 jam dengan gejala
kolik perut yang diikuti diare, mual kadang-kadang disertai muntah.
Jarang menyebabkan kematian pada orang sehat, pada orang lemah atau berpenyakit
kronis dapat terjadi penyakit yang berat. Keracunan jenis ini biasanya dari makanan
daging atau kuah daging yang dicemari oleh bakteri. Bakteri ini terdapat pada tinja,
kotoran atau sampah dan tanah, sumber penularan berasal dari saluran pencernaan
makanan manusia ataupun binatang.
e. Vibrio parahaemolitikus, masa inkubasi 12-24 jam, dengan gejala secara klinis
dengan ditandai diare, perut kram disertai mual, muntah, panas dan sakit kepala.
Penyakit ini berlangsung 1-7 hari, tetapi jarang menimbulkan kematian. Keracunan
akibat jenis ini biasanya dari makanan jenis kerang-kerangan/ikan yang dimasak
tidak sempurna.

IV. SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DI RUMAH SAKIT

1. LOKASI DAPUR, BANGUNAN DAN FASILITAS SANITASI

69
a. LOKASI DAPUR
Terhindar dari sumber pencemaran, terutama yang berasal dari tempat sampah, WC,
bengkel cat dan sumber pencemaran lain.
b. BANGUNAN DAN FASILITAS DAPUR
1) Halaman
Halaman bersih, tidak banyak lalat, dan tersedia tempat sampah yang memenuhi
syarat kesehatan, tidak terdapat tumpukkan barang-barang yang dapat menjadi
sarang tikus. Pembuangan air kotor (limbah dapur dan kamar mandi) tidak
menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus dan dipelihara kebersihan-
nya. Pembuangan air hujan lancar, tidak menimbulkan genangan-genangan air.
2) Konstruksi
Bangunan untuk kegiatan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan
teknis konstruksi bangunan yang berlaku.
3) Lantai
Permukaan lantai rapat air, halus, kelandaian cukup, tidak licin, dan mudah
dibersihkan.
4) Dinding
Permukaan dinding sebelah dalam halus, kering/tidak menyerap air dan mudah
dibersihkan. Pada permukaan dinding yang sering terkena percikan air, harus
dilapisi bahan kedap air yang permukaannya halus, tidak menahan debu,
setinggi 2 m, dan berwarna terang.
5) Langit-langit
Langit-langit harus menutup seluruh atap bangunan, tinggi langit-langit
sekurang-kurangnya 2,4 m diatas lantai.
6) Pintu dan Jendela
Seluruh pintu dan jendela pada bangunan yang dipergunakan untuk memasak
harus membuka ke arah luar. Semua pintu dibuat menutup sendiri dan
dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kasa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain.
7) Pencahayaan
Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan
pembersihan serta melakukan pekerjaan
8) Ventilasi/Penghawaan
Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan
ventilasi yang dapat menjaga kelembaban dalam ruangan, ventilasi juga harus
cukup untuk mencegah udara dalam ruangan terlalu panas, mencegah

70
kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, membuang
bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan. Tungku dapat dilengkapi dengan
sungkup asap (hood) alat perangkap asap, cerobong asap, saringan dan saluran
serta pengumpul lemak. Semua tungku terletak di bawah sungkup asap.
9) Dapur formula bayi (dapur susu)
Dapur susu dibuat ruangan khusus (ruangan berdinding kaca) yang “bebas” dari
micro-organisme pathogen, dan tidak dipakai untuk kegiatan lain. Tenaga
penjamah makanan di dapur susu mempunyai baju dan atribut khusus yang steril
(barak short, tutup kepala, masker dan sarung tangan). Semua peralatan dan
perlengkapan harus steril (botol susu, tempat/wadah dan pengaduk).
10) Ruangan pengolahan makanan
Luas ruang pengolahan makanan harus cukup untuk bekerja agar terhindar dari
kemungkinan terkontaminasinya makanan dan memudahkan pembersihan,
dengan luas 2 m2 untuk setiap pekerja. Ruang pengolahan makanan tidak boleh
berhubungan langsung dengan WC, peturasan, dan kamar mandi. Untuk
kegiatan pengolahan dilengkapi sedikitnya meja kerja, lemari tempat
penyimpanan bahan dan makanan jadi yang terlindung dari gangguan serangga,
tikus dan hewan lainnya.
11) Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan
Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/detergen. Pencucian
bahan makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan kalium
permanganat 0,02% atau dalam rendaman air mendidih dalam beberapa detik.
Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat
yang terlindung dari kemungkinan pencemaran oleh tikus, serangga dan hewan
lainnya.
12) Tempat cuci tangan
Tersedia tempat cuci tangan yang bersih dan terpisah dengan tempat cuci
peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan kran, saluran
pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering. Jumlah tempat
cuci tangan disesuaikan dengan banyaknya karyawan (penjamah makanan).
Untuk sebuah tempat cuci tangan dipergunakan maksimal 10 orang, dengan
tambahan 1 (satu) buah setiap penambahan 10 orang atau kurang, dan terletak
sedekat mungkin dengan tempat kerja.
13) Air minum dan air bersih

71
Air bersih/minum harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan
pengolahan makanan. Kualitas air harus memenuhi persyaratan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

2. PENJAMAH MAKANAN
Semua penjamah makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadi (personal
hygiene) dan terbiasa untuk berperilaku sehat selama bekerja.
Hal-hal yang diperhatikan dalam kebersihan pribadi :
1) Mencuci tangan, hendaknya tangan selalu dicuci dengan sabun : sebelum bekerja,
sesudah menangani bahan makanan mentah/kotor atau terkontaminasi, setelah dari
kamar kecil, setelah tangan digunakan untuk menggaruk, batuk atau bersin dan
setelah makan atau merokok.
2) Pakaian, hendaknya memakai pakaian khusus untuk bekerja. Pakaian kerja harus
bersih, yang sudah usang jangan dipakai lagi.
3) Kuku dan perhiasan, kuku hendaknya dipotong pendek dan dianjurkan untuk tidak
memakai perhiasan sewaktu bekerja.
4) Topi/penutup rambut, semua penjamah hendaknya memakai topi atau penutup
rambut untuk mencegah jatuhnya rambut ke dalam makanan dan mencegah
kebiasaan mengusap/menggaruk rambut.
5) Merokok, penjamah makanan sama sekali tidak diijinkan merokok selama bekerja
baik waktu mengolah maupun mencuci peralatan. Merokok merupakan mata rantai
antara bibir dan tangan dan kemudian ke makanan di samping sangat tidak etis.
6) Lain-lain, kebiasaan seperti batuk-batuk, menggaruk-garuk, mencet jerawat,
merupakan tindakan yang tidak hygienis. Kebiasaan ini akan mengkontaminasi
tangan dan pada gilirannya mengkontaminasi makanan.
3. PERALATAN PENGOLAHAN MAKANAN

a. PERALATAN MAKANAN DAN MINUMAN


Peralatan ini digunakan untuk penyajian makanan yang langsung di makan oleh
karyawan, penderita maupun pengunjung di rumah sakit, maka perlu diperhatikan:
1) Bahan Peralatan
- Bahan untuk peralatan makan haruslah terbuat dari bahan yang kuat dan
bagian permukaan tempat makanan atau yang kontak dengan makanan
haruslah permukaannya halus, tidak ada sudut mati, mudah dibersihkan, tidak
mudah larut dalam makanan, tidak mengandung bahan beracun atau logam
berat lain :

72
 Timah (Pb)
 Arsen (As)
 Tembaga (Cu)
 Seng (Zn)
 Cadmium (Cd)
 Antimon (An)
- Bahan dasar harus kuat sehingga tidak mudah retak, ponyok, gompel, robek
atau pecah.
- Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak
boleh mengandung angka kuman yang melebihi ambang batas, dan tidak
boleh mengandung E. Coli per cm2 permukaan alat.
2) Kebersihan peralatan
Kebersihan peralatan makanan dan minuman harus dijaga dengan baik. Indikasi
kebersihan makanan secara fisik dapat diketahui dari tidak adanya kotoran atau
noda, tidak bau (amis, tengik, atau bau makanan). Kebersihan dapat diperoleh
dengan cara pencucian yang baik.
b. PERALATAN MASAK DAN WADAH MAKANAN
Peralatan ini digunakan untuk mengolah makanan mentah atau membawa makanan
matang :
1) Peralatan makanan mentah terpisah dengan peralatan makanan jadi.
2) Peralatan masak dan wadah makanan sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat
dan tidak larut dalam makanan seperti stainless steel.
3) Semua peralatan harus mempunyai tutup.
4) Peralatan yang bukan logam harus dari bahan yang kuat dan setelah rusak
langsung dibuang.
5) Penyimpanan peralatan masak dan wadah pada rak-rak yang teratur, sebaiknya
mendapatkan sinar matahari.
c. PENCUCIAN PERALATAN
Pencucian yang benar akan memberikan hasil akhir pencucian yang sehat dan aman.
Untuk pencucian yang perlu diikuti adalah:
1) Pisahkan segala kotoran atau sisa-sisa makanan yang terdapat pada alat/barang
seperti gelas, mangkok dll ke tempat yang telah disediakan untuk itu.
Selanjutnya sampah tersebut dibuang bersama sampah dapur lainnya.
2) Piring dan alat yang telah dibersihkan sisa makanan ditempatkan pada tempat
piring kotor.

73
3) Setiap piring/alat yang dicuci direndam pada bak pertama. Cara ini dimaksudkan
untuk memberi kesempatan peresapan air ke dalam sisa makanan yang masih
menempel, sehingga mudah untuk membersihkan selanjutnya.
4) Setelah direndam untuk selama beberapa saat, maka piring mulai dibersihkan
dengan menggunakan detergen pada bak pencuci tersebut. Penggunaan sabun
sebaiknya dihindarkan karena sabun tidak dapat menghilangkan lemak.
5) Cara pencucian dilakukan dengan menggosok bagian-bagian yang terkena
makanan, dengan cara menggosok berulang kali sampai tidak terasa licin lagi.
Bilamana masih licin akan menempel sisa-sisa bau yang belum bersih.
6) Setelah pencucian dirasa cukup, maka langsung dibilas dengan air pembersih/
pembilas yang mengalir, sambil digosok dengan tangan dan tidak lagi terasa
sisa-sisa makanan atau sisa-sisa detergen.
7) Piring atau gelas yang telah dicuci dibilas dengan air kaporit untuk desinfeksi,
langsung direndam ke dalam air bak kaporit 50 ppm selama 2 menit kemudian
ditempatkan pada tempat penirisan.
8) Sedangkan untuk desinfeksi dengan air panas, disyaratkan suhu 82°C untuk
selama 2 menit atau 100°C selama 1 menit.
9) Cara memasukkan piring/gelas ke dalam air panas, tidak boleh langsung dengan
tangan, tetapi sebelumnya dimasukkan ke dalam rak-rak khusus untuk
didesinfeksi.
10) Piring dan alat makan yang telah selesai melalui proses desinfeksi ditempatkan
pada rak-rak anti karat (stainless steel) sebagai tempat penirisan/pengeringan
dengan cara terbalik atau miring sampai kering dengan bantuan sinar matahari
atau sinar buatan dan tidak boleh dilap dengan kain. Untuk itu bagian yang
menempel ke permukaan piring atau bibir gelas harus dijaga kebersihannya
dengan cara desinfeksi.
11) Piring atau gelas yang akan dipakai tidak perlu dilap atau digosok kain lap,
karena menjadi kotor kembali. Bilamana dilap gunakan kain lap (tissue) sekali
pakai.
d. PENYIMPANAN PERALATAN
Penyimpanan peralatan harus memenuhi ketentuan :
1) Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam keadaan
kering dan bersih.
2) Cangkir, mangkok, gelas dan sejenisnya cara penyimpanannya harus dibalik.
3) Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak aus/rusak.

74
4) Laci-laci penyimpanan peralatan terpelihara kebersihannya.
5) Ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dari sumber pencemaran
dan binatang perusak.

4. PENGOLAHAN MAKANAN

a. PENGADAAN BAHAN MAKANAN


Sumber bahan makanan hendaknya dipilih yang berkualitas baik. Tempat-
tempat memperoleh bahan mentah hendaknya diketahui oleh kepala dapur.
Disamping itu masih diperlukan upaya tertentu untuk menjamin bahwa bahan
makanan tersebut tetap dalam keadaan baik sampai siap digunakan, antara lain
pemeriksaan bahan saat penerimaan, kalau perlu gunakan alat uji untuk jenis
makanan tertentu, misalnya : untuk jenis makanan susu dan daging.
Bahan makanan yang akan diolah terutama daging, susu, telur, ikan/udang dan
sayuran harus baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa,
sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.
Bahan makanan kemasan (terolah), bahan tambahan, bahan penolong yang
dipergunakan hendaknya memenuhi persyaratan, sudah terdaftar pada Departemen
Kesehatan dan sesuai dengan Peraturan yang berlaku.
1) Makanan kemasan (terolah)
- Mempunyai label dan merk
- Terdaftar dan mempunyai nomor daftar
- Kemasan tidak rusak/pecah atau kembung
- Belum kadaluarsa
- Kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan
2) Makanan yang tidak dikemas
- Baru dan segar
- Tidak basi, busuk, rusak dan berjamur
- Tidak mengandung bahan yang dilarang.

b. PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN


Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lain.
1) Bahan makanan kering
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan makanan kering
antara lain :

75
- Semua gudang bahan makanan hendaknya berada dibagian yang tinggi
untuk mencegah genangan air dan menjaga kelembabannya. Hendaknya
dihindarkan meletakkan gudang di kaki tangga/elevator, ruang peralatan
atau ruang-ruang yang kurang sesuai untuk bahan makanan.
- Bahan makanan hendaknya tidak diletakan dibawah saluran/pipa air (air
bersih maupun air limbah) untuk menghindari terkena bocoran dari saluran
tersebut. Kebocoran itu mudah diketahui dengan melihat adanya kotoran
yang menempel pada bagian saluran yang bocor tersebut.
- Hendaknya tidak ada drainase disekitar gudang makanan untuk menghindari
saluran balik/meluapnya saluran pada saat macet.
- Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak yang baik dengan
ketinggian rak terbawah dari lantai 20-25 cm. hal ini untuk menghindari
kontaminasi karena genangan air, memudahkan pembersihan dan mencegah
infeksi serangga.
- Suhu gudang bahan makanan kering dan kaleng dijaga kurang dari 22°C
untuk mengurangi pertumbuhan serangga, bakteri atau kerusakan kaleng.
Reaksi enzymatis yang merusak bisa terjadi pada suhu yang lebih tinggi.
Kelembaban relatif dijaga pada tingkat 40% atau kurang untuk menjaga
mutu biji-biji dan bahan sejenis.
- Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga. Jendela dan pintu dipasang
screen, pelindung tikus dan tempat masuk pipa harus ditutup semen.
Pengguna pestisida harus hati-hati. Untuk gudang besar dapat menyewa ahli
pemberantas hama. Barang lain (misal : sabun, pestisida, detergen dan lain-
lain) tidak boleh disimpan dalam gudang makanan. Untuk keteraturan
penyimpanan bisa menggunakan kartu gudang.
2) Penyimpanan di lemari pendingin
Kamar pendingin/refrigerator atau freezer di Rumah Sakit hendaknya dapat
memenuhi ketentuan antara lain :
- Pada refrigerator hendaknya disediakan ruang yang memadai untuk meniris
potongan-potongan dari freezer. Bila ditiris diluar refrigerator, transfer
panas terjadi cepat sehingga bagian tengah masih beku sementara bagian
luar sudah dimungkinkan untuk pertumbuhan bakteri.
- Ada tiga cara pokok untuk meniriskan bahan makanan : langsung memasak
bahan makanan beku dari freezer dengan air panas suhu 100°C, dan
meletakkan bahan makanan beku dalam air mengalir.

76
- Rak-rak dalam refrigerator diatur sedemikian sehingga bahan makanan
tidak saling berdesakan untuk mendapatkan aliran udara dingin secukupnya.
- Refrigerator harus berukuran memadai sehingga dapat digunakan dengan
baik dan mudah dijangkau. Area pengolahan hendaknya tidak terlalu jauh
dari refrigerator sehingga bahan makanan yang belum/tidak digunakan
segera dapat disimpan di refrigerator. Hal-hal tersebut mengingat bahwa
bahan makanan yang dibiarkan dalam suhu kamar selama lebih dari 3 jam
memungkinkan terjadinya perkembangbiakan bakteri.

c. PENGOLAHAN MAKANAN
1) Dalam pengolahan makanan terdapat unsur bahan makanan, unsur orang yang
mengolah, unsur waktu dan unsur suhu. Pengolahan makanan dapat dilakukan :
- Dengan proses seperti :merebus, menggoreng, mengukus atau memanggang
- Dengan pendinginan seperti : untuk makanan yang disajikan mentah,
misalnya salad, lalapan.
- Dengan larutan kimia seperti : pengasaman, penggaraman, dan perendaman
dalam cuka.
- Dengan proses biologi yang disebut fermentasi, seperti : membuat asam
tempoyak, tape.
2) Pengolahan harus dilakukan oleh penjamah makanan dengan sikap dan perilaku
yang hygienis :
- Tidak merokok selama mengolah makanan.
- Tidak makan atau mengunyah.
- Tidak memakai perhiasan berlebihan kecuali cincin kawin.
- Tidak menggunakan peralatan/fasilitas kerja yang bukan peruntukannya.
- Tidak mengerjakan kebiasaan yang menjijikan selama mengolah makanan
seperti mengorek, mencungkil, menggaruk, menjilat atau meludah.
- Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara
terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.
- Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan
menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok, garpu dan
sejenisnya.
- Tenaga pengolah makanan harus selalu melakukan pemeriksaan kesehatan
secara rutin/berkala minimal 6 bulan sekali

77
3) Selalu berupaya untuk menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan kerja
dengan cara :
- Menempatkan makanan pada wadah dan tempat yang layak, terutama
makanan yang mudah rusak.
- Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum bekerja dan setelah keluar
dari kamar mandi/WC.
- Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung.
- Selalu bersifat teliti dan hati-hati dalam menangani makanan.

d. PENGANGKUTAN MAKANAN
Makanan yang telah diolah dan disiapkan seperti tersebut diatas secara hygienis
akan menjadi tercemar kalau cara pengangkutannya tidak baik. Makanan perlu
diperhatikan dalam cara pengangkutannya, yaitu :
1) Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan mentah.
2) Makanan diangkut dengan menggunakan kereta dorong yang tertutup, bersih
dan anti karat (stainless steel), dan permukaan dalamnya mudah dibersihkan.
3) Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih tersedia udara untuk
ruang gerak.
4) Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur untuk mengangkut
bahan/barang kotor.

e. PENYAJIAN MAKANAN
Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran dengan menggunakan
kereta dorong khusus (stainless steel dan tertutup) serta peralatan yang dipakai
selalu terjaga kebersihannya.
Makanan jadi yang siap dijadikan harus diwadahi dan dijamah dengan pealatan yang
bersih, makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada
fasilitas penghangat makanan dengan suhu minimal 60°C untuk makanan panas dan
4°C untuk makanan dingin.
Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat dan berpakaian bersih.
Dalam tata hidang disiapkan segera dan tidak lama menunggu, letak makanan
berada dalam satu bidang, bila digunakan bidang yang berbeda (bertingkat), maka
jenis makanan basah berada di bawah dari jenis makanan kering.

V. PENGAWASAN DAN PENILAIAN

78
Agar penyelenggaaraan pengelolaan makanan di rumah sakit berjalan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan perlu dilaksanakan pengawasan dan penilaian yang
dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan dengan observasi maupun pengukuran-
pengukuran yang dianggap perlu, dimulai dari bagian luar bangunan kemudian seterusnya
sesuai dengan diagram jalur makanan termasuk tempat pencucian, tempat penyimpan bahan,
tempat pengolahan (dapur) termasuk alat pengangkut. Observasi meliputi :
1. Melihat kebersihan dan kerapihan secara umum.
2. Melihat kebersihan dan kerapihan karyawan selama melakukan tugas pengolahan
makanan.
3. Melihat ada tidaknya serangga dan tikus.
4. Mengukur suhu penyimpanan dingin bahan makanan maupun makanan jadi.
5. Melakukan pengukuran-pengukuran yang diperlukan misalnya : pH dan Chlor pada air
minum dan air be rsih, kadar CO, Amoniak atau H2S didapur, intensitas cahaya, suhu,
kelembaban, kadar suhu pada makanan, dsb.
Untuk mengetahui pengelolaan makan di rumah sakit memenuhi syarat atau tidak, perlu
penilaian fisik dan kualitas. Penilaian fisik direaliasikan dalam bentuk pemeriksaan dengan
checklist yang berupa formulir pemeriksaan yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga
dikembangkan sistim bobot dan nilai. Nilai fisik dapat berupa nilai mutlak atau persentase
sesuai dengan penggunaan formulir. Dalam penilaian fisik hanya ada dua pengertian yaitu
memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan dan tidak memenuhi persyaratan. Penilaian
kualitas memerlukan bantuan pemeriksaan laboratorium. Penilaian dilakukan terhadap :
a. Pemeriksaan cemaran pada makanan, pada pemeriksaan ini diperlukan pengambilan
contoh-contoh makanan dengan diutamakan dari jenis makanan yang mempunyai resiko
tinggi sebagai penyebab kercunan makanan, antara lain ; makanan yang mengandung
protein dan kadar air yang tinggi seperti daging, unggas, ikan, susu, telur dan olahannya,
secara sederhana dapat dari makanan campur yang siap dikonsumsi. Indikator terjadinya
pencemaran digunakan angka E.Coli.
b. Pemeriksaan kebersihan peralatan masak dan makanan, untuk menguji kebersihan
dilakukan dengan mengambil usapan dengan kapas lidi steril dengan metode
pengambilan yang telah ditetapkan. Indikator terjadinya cemaran adalah kuman E.Coli.
c. Pemeriksaan carrier penjamah, dilakukan dengan cara usap dubur (rectal swab) dengan
merasukan lidi kapas steril kedalam dubur dengan metode pelaksanaan yang telah
ditetapkan.
d. Pemeriksaan kualitas air bersih, dilakukan dengan pedoman dengan syarat-syarat
berdasarkan ketentuan yang berlaku.

79
Kesimpulan dari pemeriksaan diambil setelah diperoleh laporan dari hasil pemeriksaan
laboratorium. Penilaian fisik tetap merupakan dasar penilaian rutin, sedangkan penilaian
hasil laboratorium merupakan penunjang dan dilakukan pada waktu tertentu sesuai dengan
peraturan.

VI. PENYULUHAN

Penyuluhan sanitasi pengelolaan makanan ditujukan untuk :


1. Pengawas dan penjamah makanan
Tujuan : Memberi pengetahuan agar merubah sikap dan perilaku dalam
pengelolaan makanan.
Sasaran : Pengawas makanan dan penjamah makanan yang ada di lingkungan
Rumah sakit (dapur, ruang rawat dan di kantin).
Metode : 1. Penyegaran
2. Mengadakan pertemuan rutin setiap bulan atau enam bulan
sekali.
3. Mengadakan pelatihan.
4. Mengadakan penataran.
Materi : 1. Penyakit-penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan.
2. Penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan.
3. Prosedur kerja penyehatan makanan dalam pengelolaan
makanan meliputi : bahan makanan, cara penerimaan, cara
penyimpanan, pengolahan, penyaluran dan penyajian terhadap
konsumen.
4. Pengetahuan sanitasi tentang sarana peralatan dan
perlengkapan.
5. Personal hygiene.
2. Pasien, keluarga dan pengunjung
Tujuan : Agar pasien, keluarga dan pengunjung memahami makanan yang
baik untuk dimakan.
Metode : a. Konsultasi
b. Penyuluhan
Materi : 1. Pengetahuan tentang makanan yang baik :
- tidak basi dan tidak busuk serta akibatnya.
- menggunakan peralatan/wadah yang bersih

80
2. Tempat pengolahan makanan yang baik.
3. Personal hygiene.

SERI VII
PENGELOLAAN LINEN

1. Pendahuluan

Linen kotor merupakan sumber kontaminasi penting di rumah sakit. Penanganan linen
rutin waktu membersihkan tempat tidur, pengangkutan linen sepanjang koridor dan ruang-
ruang di rumah sakit dapat menebarkan mikroba ke seluruh bagian rumah sakit.
Di tempat pencucian, penumpukan linen kotor, akan menimbulkan gangguan kesehatan
kepada para pekerja laundry dan dapat mengotori linen bersih.

81
2. Penanganan dan Pengangkutan Linen

Mengurangi terjadinya kontaminasi udara akibat linen kotor selama penanganan dan
pengangkutan dapat dilakukan melalui berbagai cara. Pada praktiknya agak sulit untuk
menurunkan kontaminasi sama sekali, tetapi dengan penyediaan kantong plastik untuk
mengumpulkan linen kotor akan sangat membantu dalam mengurangi penyebaran kuman.
Pada rumah sakit-rumah sakit maju telah disarankan untuk menggunakan linen bukan
tenun atau bahkan menggunakan jenis disposable.
Kantong plastik untuk mengangkut linen kotor lebih disarankan dibanding kantong kain/
kanvas. Dibeberapa rumah sakit maju di USA pernah dicobakan jenis plastik yang mudah
larut dalam air dan kelarutan yang tidak sempurna dapat menyumbat plambing dan harganya
pun mahal. Namun teknologi telah berkembang untuk mengatasi masalah-masalah tersebut;
dan sekarang terutama digunakan untuk linen di ruang isolasi.
Alat pengangkut utama linen di rumah sakit adalah kereta dorong. (di rumah sakit maju
telah menggunakan “Chute”). Idealnya, kereta dorong untuk linen ini terpisah untuk linen
kotor dan linen bersih. Untuk membedakan biasanya kereta didesain berbeda, baik bentuk
dan warnanya sehingga tidak terjadi kekeliruan penggunaan. Dengan penggunaan kereta
dorong dari bahan kanvas yang sering dijumpai di rumah sakit dimana relatif sulit
dibersihkan, maka pemisahan ini semakin penting artinya. Bila terpaksa harus menggunakan
kereta yang sama, maka perlu disediakan pelapis plastik yang kuat untuk menghindari
kontaminasi dan kereta harus dicuci secara berkala.
Disarankan kereta tersebut terbuat dari kerangka stainless steel yang dapat dan mudah
dicuci dengan steam setelah digunakan untuk linen kotor.

3. Pencucian Linen Kotor

Umumnya, linen kotor disortir dulu sebelum dicuci. Keuntungan penyortiran antara
lain :
(1) Linen sejenis dapat dicuci bersama, jadi akan menghemat siklus pemakaian untuk tiap
jenis.
(2) Proses penanganan linen bersih dapat hemat sehingga mengurangi kontaminasi.
Sebaliknya penyortiran akan mengkontaminasi pekerja dan mungkin juga menjadi sumber
kontaminasi linen bersih, terutama bila ventilasi ruang pencucian buruk. Jadi keduanya
ada baik-buruknya. Dalam praktik tergantung keadaan setempat.

82
Tiap laundry mempraktekkan siklus pencuciannya masing-masing. Namun, langkah-
langkah itu akan meliputi :
(1) Pembilasan pertama
Guyuran air dingin biasa dipakai sebagai pembilasan pertama untuk menghilangkan noda-
noda, terutama noda darah. Tetapi kadang-kadang laundry tidak mempraktikannya
kecuali bila jelas tampak noda pada linen yang akan dicuci.
(2) Tahap penyabunan
Kegiatan pencucian pokok terjadi pada tahap ini. Suhu yang digunakan bervariasi. Namun
disarankan untuk menggunakan air panas antara 65°C - 77°C selama 30 menit. Sabun
yang digunakan juga bervariasi. Bleaching biasanya juga digunakan pada akhir
penyabunan. Bahan bleaching yang umum digunakan adalah chlorin (100 ppm) yang
mampu menghancurkan bakteri vegetatif. Pada tahap ini terutama memang ditujukan
untuk membunuh kuman.
(3) Tahap pembilasan akhir
Biasanya menggunakan air panas dengan suhu antara 74°C - 77°C. Asam lemah seperti
asam asetic atau sodium metasilikat seringkali juga ditambahkan untuk menghilangkan
detergen yang menempel pada linen dan memutihkan linen. Dengan penambahkan asam
lemah ini akan tiba-tiba menurunkan pH dari sekitar 10 menjadi 5 yang akan mampu
menurunkan kontaminasi. Bahan-bahan lain mungkin juga ditambahkan, misal : bahan
pelemas linen dan germisida.
Dari proses pencucian tersebut jelas bahwa selama siklus pencucian linen akan kontak
dengan air panas dan bahan kimia untuk membunuh mikroba. Tetapi dengan meningkatnya
penggunaan bahan sintetis dan dengan warna yang lebih cemerlang, bahan tersebut tidak bisa
dicuci dengan suhu tinggi (maksimum 50°C) dan seringkali tidak perlu menggunakan
bleaching. Dengan demikian daya hancur terhadap mikroba juga menurun. Disamping itu,
bahan sintetis itu tidak memerlukan waktu lama untuk kering, yang tentu saja mengurangi
daya bunuh terhadap mikroba. Mesin pengering biasanya bekerja pada suhu 70°C untuk
waktu 20 sampai 30 menit, sedangkan seterika press pada suhu 165°C pada bidang kontak.
Jadi walau tampaknya menguntungkan dengan penggunaan bahan sintetis, tetapi
penurunan proses pembunuhan mikroba perlu dipertimbangkan.

4. Penanganan Linen Bersih

Walau proses pencucian di atas hampir telah mampu memberikan perlindungan


terhadap linen, tetapi proses tersebut bukan sterilisasi. Perlu diingat bahwa setelah linen
dicuci linen kemudian dipindahkan ke mesin pemeras, pengering, penyeterika atau proses

83
lainnya, sehingga masih mungkin terkontaminasi ulang. Tenaga bagian pencucian perlu
menyadari hal ini dan sejauh mungkin diupayakan mengurangi rekontaminasi.
Berbagai penataan ruang pencucian sudah didesain untuk tujuan tersebut. Terlepas dari
desain yang ada, desain dasar ruang pencucian yang harus diperhatikan adalah :
(1) Harus ada pemisahan antara penyortiran linen kotor dan linen bersih. Hal ini dapat
dilakukan dengan membuat ruang sama sekali terpisah untuk penyortiran linen kotor
yang diengkapi dengan ventilasi bertekanan negatif untuk mencegah sirkulasi udara
menuju ruang linen bersih. Misalnya, ruang sortir linen kotor diletakkan di lantai atas
ruang pencucian dan dibangun corong langsung masuk ke dalam mesin cuci atau diatur
perjalanan linen sedemikian sehingga tidak terjadi kontak ulang dengan linen kotor.
(2) Mengurangi jarak transportasi antara satu proses dan proses berikutnya. Setelah
pemerasan, linen bersih dengan hati-hati dipindahkan ke mesin pengering dan seterika
atau proses lain ke bagian inspeksi dan pengepakan dengan sedikit mungkin kontak
dengan pekerja. Mungkin bisa menggunakan sabuk berjalan untuk mengurangi
rekontaminasi.
(3) Hal-hal lain yang perlu diperhatikan adalah : para pekerja yang menangani linen bersih
hendaknya mengenakan seragam yang bersih dan terlatih dalam teknik kebersihan,
mengenakan topi bagi yang berambut panjang dan selalu memprakekkan perilaku
mencuci yang benar. Linen bersih selekasnya ditutup untuk menghindari rekontaminasi.
(4) Sebagai pembungkus linen bersih lebih baik menggunakan plastik daripada kertas.
Plastik transparan bersih mempunyai keuntungan untuk bisa melihat isi paket.
Pendekatan pengepakan sekarang disarankan untuk sekaligus dengan sistem paking
pasien artinya linen langsung dipak sesuai dengan kebutuhan pasien satu hari.
Dengan demikian perawat tidak lagi harus memisah-misahkan lagi linen untuk pasien
sehingga menghemat waktu bagi perawat dan menghindari rekontaminasi selama pemilihan.
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa linen tersebut tidak mengalami proses
sterilisasi. Jadi untuk linen yang harus steril tetap harus dilakukan sterilisasi, misalnya untuk
ruang operasi, isolasi dan sebagainya.
Standar kuman bagi linen bersih memang belum dapat ditetapkan namun disarankan
bahwa linen bersih setelah keluar dari semua proses di atas tidak mengandung 6 x 10 3 spora
spesies bacillus per inchi persegi. (Wetzler and quan, 1971)

5. Pengontrakan Laundry

Ada kecenderungan bahwa diantara rumah sakit mengontrakan pekerjaan laundry pada
pihak luar misalnya pada perusahaan-perusahaan laundry. Ada pula beberapa rumah sakit

84
bekerja sama dalam pekerjaan laundry dimana dengan bekerja sama tersebut mendapatkan
keuntungan ekonomi. Tetapi harus juga diperhatikan masalah kontaminasi silang, baik
karena prosesnya sendiri maupun kereta pengangkut yang digunakannya. Sangat disarankan
bagi rumah sakit yang mempraktikkan kegiatan tersebut selalu menjaga standar kebersihan.

6. Tenaga Pengelola

(a) Linen kotor masing-masing ruangan dikumpulkan oleh perawat atau tenaga ward,
dimasukkan ke dalam kantong yang sudah di persyaratkan.
(b) Proses pengumpulan, pengangkutan, pencucian, penyimpanan, dan pendistribusian
dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi SMP dan latihan khusus.
(c) Proses pengelolaan linen diawasi oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D1 dan latihan
khusus.

7. Evaluasi
Evaluasi pada pengelolaan linen diperlukan :
(a) Laporan rutin yang berisi output (jumlah linen yang dicuci) dan input (misal :
desinfektan yang dipakai).
(b) Pengamatan langsung secara uji petik dari proses pengelolaan linen.
(c) Kalau mungkin dilakukan analisa cost output/input.

SERI VIII
SANITASI RUANG BANGUN DAN PERALATAN NON MEDIS

1. Pendahuluan

Sanitasi ruang bangun dan peralatan non medis dimasudkan untuk menciptakan suatu
kondisi ruang dan konstruksi dan pengaturan peralatan non medis yang nyaman, bersih, dan
sehat di lingkungan rumah sakit agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pasien,
pengunjung dan karyawan rumah sakit disamping juga dapat memperkecil kemungkinan
rusaknya sarana dan peralatan.

85
Kondisi ruang dan konstruksi dipengaruhi oleh kualitas udara, keadaan bangunan dan
pengaturan pengisian/penggunaan ruang. Bakteri dan virus dapat berada di udara ruang
akibat pemeliharaan ruang dan bangun yang tidak memadai.

2. Pengertian dan Dampak

2.1. Pengertian
(a) Ruang bangun adalah semua ruang/unit yang ada di dalam batas/pagar rumah sakit
(bangunan fisik dan kelengkapannya) yang dipergunakan untuk berbagai keperluan/
kegiatan rumah sakit.
(b) Peralatan non medis adalah semua alat yang menunjang pelayanan medik di rumah
sakit, seperti : mebelair, tempat tidur, kereta dorong, kursi.
2.2. Dampak
Pemeliharaan ruang bangun dan peralatan non medis yang baik dapat mencegah
penularan penyakit yang ditularkan melalui udara seperti influenza, TBC, batuk-batuk,
campak, dan melalui alat-alat non medis seperti : infeksi pada luka bakar, luka operasi.

3. Pemeliharaan Ruang Bangun dan Peralatan Non Medis

3.1. Lantai, dinding dan langit-langit


(1) Persyaratan umum
- Lantai harus kedap air, tidak licin, tidak retak dan mudah dibersihkan.
- Dinding berwarna terang dan bersih, berpermukaan halus tidak bergelombang
atau bergerigi dan retak-retak.
- Langit-langit berwarna terang dan bersih, bebas sarang laba-laba.

(2) Pemeliharaan
Lantai, dinding dan langit-langit harus selalu dijaga kebersihan dan
kerapihannya. Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu sedapat
mungkin dihindari. Dianjurkan untuk selalu menggunakan pembersihan cara basah
dengan menggunakan kain pel yang tepat dan germisida yang potent.
Dianjurkan, pada ruang/area penting disediakan kain pel tersendiri, kain pel
dipilih yang mampu menyerap debu, dan dicuci tiap hari dengan sebelumnya
direndam semalam dengan germisida. Perlu diingatkan untuk tidak terbiasa
mengibas-ngibas kain pel.

86
Membersihkan ruang hendaknya dilakukan pagi hari. Pada bangsal perawatan,
pembersihan lantai dilakukan segera setelah pembenahan tempat tidur. Ruang-
ruang penting seperti ruang isolasi, perawatan bayi, persalinan dan ruang operasi
hendaknya disanitasi tiap hari. Sementara untuk bangsal, sanitasi cukup dilakukan
seminggu sekali.
Pemeliharaan dinding tidak seketat lantai, kecuali bila terdapat percikan ludah,
darah, atau eksodat luka. Cara yang biasa dilakukan sehari-hari sudah dianggap
memadai, yaitu dengan penyemprotan langsung kepermukaan dinding dengan
menggunakan germisida, sedangkan desinfeksi cukup dilakukan setelah pasien
keluar.
Tingkat kebersihan lantai di rumah sakit dapat diukur dengan angka kuman.
Dianjurkan untuk ruang-ruang penting sedapat mungkin kriteria angka kuman dapat
dipenuhi. Angka kuman kebersihan lantai ruang operasi 0-5 organisme per cm 2.
Bangsal 5-10 organisme per cm2. Karpet mempunyai ciri mudah menahan debu,
darah, muntahan, tumpahan dan lain. Apabila diperkirakan bahwa akan dijumpai
masalah dalam menjaga kebersihan karpet, disarankan karpet tidak perlu dipasang,
terutama ruang isolasi, operasi, dan lain-lain.
Membersihkan karpet dapat dilakukan dengan menggenangi karpet dengan
detergent dan germisida yang tepat kemudian di vacuum sampai kering.
Perhitungan angka kuman lantai dapat dilakukan sebagai berikut :
- Letakkan piring steril di lantai.
- Basahi swab dengan larutan buffer butterfield.
- Usapkan swab pada piring selama 30 detik.
- Kembalikan swab ke dalam arutan buffer dan diaduk.
- Tuangkan 1 ml kesediaan agar.
- Lakukan pemeriksaan di laboratorium.
Sementara itu untuk perhitungan angka kuman tingkat kebersihan karpet perlu
disesuaikan dengan kondisi karpet. Minyak bukan desinfektan, disamping itu
penggunaannya dapat merusak lantai, maka meminyaki lantai tidak dianjurkan.
3.2. Kualitas udara
Untuk menjaga kualitas udara dapat digunakan antara lain dengan aerosol seperti :
glyserin, resolcinol, dan triethylen glycol; saringan elektron-presiptator, atau
penggunaan lampu ultra violet. Penerapannya di tiap rumah sakit perlu diwaspadai
karena walau telah terbukti efektif dalam percobaan belum menjamin efektif dalam
percobaan belum menjamin efektif dalam praktek sehari-hari.

87
Pengukuran kualitas udara dari segi bakteriologi tidak teralalu sulit dilakukan.
Lempeng kaca atau petridish dapat digunakan untuk sampling bakteri di udara.
Pemaparan petridish selama 15 menit menunjukkan jumlah partikel mengendap pada 1
ft2 per menit (= kecepatan pengendapan). Volume sampel udara menentukan jumlah
total bakteri dalam suatu volume tertentu (kepadatan bakteri). Kecepatan mengendap
merupakan quotein. Kecepatan mengendap tinggi (>1) menunjukkan bakteri dust borne;
kecepatan mengendap rendah menunjukkan bakteri droplet (kurang 4 ft/menit). Udara
ruang mempunyai kecepatan mengendap 1-2 ft/menit menunjukkan organisme airborne
dalam jumlah tinggi.
Kriteria jumlah hitung kuman di udara : ruang operasi 5-10 organisme/ft 3 dan tidak
boleh ada Staphilococus haemoliticus, bangsal 10-20 organisme/ft 3.
3.3. Ruang dan kabinet
Pengaturan ruang dan peralatan hendaknya diusahakan sedemikian sehingga
tersedia ruang yang cukup dan peralatan yang tersimpan rapi dan tidak banyak terkotori,
misalnya disediakan kabinet yang diletakkan jauh dari lalu lintas pejalan kaki dan tidak
terkotori dari atas.
Ruang yang cukup luas di rumah sakit tidak saja mampu memberi kenyamanan
pasien tetapi juga untuk dapat memberikan pelayanan yang diperlukan. Ruang yang
memadai untuk OPD/klinik disamping memberikan kenyamanan pelayanan pasien juga
untuk mencegah OPD menjadi pusat penyebaran penyakit infeksi.
Ruang yang longgar bermanfaat untuk membatasi pasien dengan penyakit infeksi
atau tersangka infeksi.
Jumlah tempat tidur per bangsal secara bertahap hendaknya dapat dikurangi sampai
rata-rata tiap bangsal hanya diisi 4 tempat tidur. Kalau bisa bahkan disarankan memakai
double-bed room saja.
Untuk ruang bayi, jumlah tempat tidur sebaiknya tidak terlalu banyak (sekitar 10-12
basinet per ruang). Tiap bayi memerlukan luas lantai 24-30 ft 2, untuk isolasi 40 ft 2 per
basinet. Tiap 30 basinet disediakan 1 basinet untuk isolasi. Partisi tidak diperlukan
karena menambah masalah pembersihan dan tidak mencegah cross infection.
3.4. Sitem ventilasi dan air conditioning
Ventilasi di rumah sakit hendaknya mendapat perhatian yang memadai. Bila
menggunakan sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan dioperasikan sedemikian
sehingga dapat menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembaban nyaman bagi pasien
dan karyawan.

88
Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, laboratorium, laundry
perlu mendapat perhatian yang memadai karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-
ruang tersebut.
Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan sedikit positif dibandingkan
ruang-ruang lain di rumah sakit.
(a) Suhu dan kelembaban
Sistem hendaknya didesain sehingga dapat menyediakan suhu dan kelemababan
sebagai berikut :
NO RUANG/UNIT SUHU (°C) KELEMBABAN
(% RH)

1. Operasi 22 - 25 50 - 60
2. Bersalin 22 - 25 50 - 60
3. Pemulihan 24 - 25 50 - 60
4. Observasi bayi 26 - 27 40 - 50
5. Perawatan bayi 26 - 27 40 - 50
6. Perawatan prematur 26 - 27 50 - 60
7. ICU 26 - 27 50 - 50

(b) Supply udara


Supply udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis. Exhaust fan
hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi. Frekuensi pergantian udara per
jam 2 sampai dengan 12 kali. Kecepatan ventilasi dapat dipelajari pada lampiran 1).

Lampiran 1
Pedoman sistem ventilasi ruang RS berdasarkan tekanan udara, temperatur, pengaliran udara minimal
& maksimal arah sirkulasinya dan kelembaban
Jenis ruangan Temperatur Tekanan Frekuensi Keharusan Kelembaban
(°C) udara pergantian udara buang % RH
terhadap luar per jam udara
ruang Maksimal Minimal keluar
sebelahnya
Ruang Operasi 22-25 + …… 50-80
Ruang Gawat Darurat 22-25 + 2 12 …… 50-60
Ruang terima 22-25 + …… 50-60
Ruang perawat 26-27 + …… 50-60
Ruang recovery 24-25 0 6 Ya
Ruang pasien (Kamar) 22-27 0 2

89
Ruang pasien (Bangsal) 22-27 0 2 50-60
Ruang perawatan insentif 22-27 + 6
Ruang isolasi 0 2 6 ……
Ruang pengobatan 0 2 6 ……
Ruang fluoroscopy sinar x - 6 Ya
Ruang pengobatan sinar x 0 6 ……
Ruang phisical terapi & hydro - 6 ……
terapi
Ruang kotor - 4 ……
Ruang bersih + 4 ……
Ruang gelap & autopsi - 12 Ya
Ruang toilet - …… 10 Ya
Ruang mandi - …… 10 Ya
Ruang pencuci tempat tidur - …… 10 Ya
Laboratorium - 2 6 ……
Ruang pusat penyiapan makan 0 2 10 Ya
Ruang cuci alat-alat makan - …… 10 Ya
Ruang penyiapan bahan - …… 2 ……
makan
Ruang sortir linen & gudang + …… 10 Ya
Ruang simpan linen bersih + 2 2 ……
Ruang laundry 0 2 2 Ya

Keterangan :
+ = Tekanan lebih besar - = Tekanan lebih rendah
0 = Tekanan sama … = disarankan

- Pengambilan supply udara dari luar, kecuali unit ruang individual, hendaknya diletakkan
sejauh mungkin, minimal 25 ft dari exhauster atau perlengkapan pembakaran.
Tinggi intake minimal 8 ft di atas tanah. Bila dipasang di atap minimal 3 ft dari atap.
- Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.
- Semua supply udara untuk daerah sensitif : ruang operasi, perawatan bayi, diambil dekat
langit-langit dan exhaust dekat lantai, hendaknya disediakan 2 buah exhaust fan dan
diletakkan minimal 3 inchi di atas lantai.
- Supply udara ruang lain minimal 3 inci di atas lantai.
- Udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang hendaknya tidak digunakan
sebagai supply udara kecuali untuk supply udara WC, toilet gudang.
- Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilengkapi dengan saringan 2 beds. Saringan I
dipasang dibagian penerimaan udara dari luar efesiensi 30 % dan saringan II dipasang
dibagian udara ke luar ke ruangan dengan efisiensi 90 %. Untuk mempelajari sistem
ventilasi sentral dalam gedung hendaknya mempelajari khusus air conditioning central.
3.5. Pencahayaan
- Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja maupun untuk menyimpan barang
/peralatan perlu diberi penerangan.

90
- Ruang tidur pasien/bangsal hendaknya dapat disediakan penerangan umum dan
penerangan khusus. 1 luminer untuk penerangan malam perlu disediakan dengan
saklar dekat pintu masuk, saklar individu ditempatkan pada titik yang mudah
dijangkau dan tidak menimbulkan suara berisik.
- Penerangan umum dan khusus di ruang operasi dan meja persalinan (tabel 2)

Tabel 2 Pencahayaan yang disarankan


RUANG/UNIT PENCAHAYAAN KETERANGAN
(LUX)

1. Ruang pasien
- Saat tidak tidur 100-200 Warna cahaya sedang
- Saat tidur Maksimal 50
2. Ruang operasi umum 300-500 Warna cahaya sejuk
3. Anestesi, pemulihan ruang 10.000 s/d 20.000 atau sedang tanpa
baru bayangan
4. Endiscopy, lab 300-500
5. X - ray 75-100
6. Koridor Minimal 60 Malam
7. Tangga Minimal 100
8. Kantor/loby Minimal 100
9. Ruang alat/gudang Minimal 100
10. Ruang farmasi Minimal 200
11. Dapur Minimal 200
12. Ruang cuci Minimal 200
13. Toilet Minimal 100
14. Ruang isolasi khusus penyakit 0,1-0,5 Warna cahaya biru
tetanus

Catatan : Secara keseluruhan tidak menimbulkan silau.


3.6. Kebersihan peralatan non medis
Mebelair harus dibersihkan secara rutin minimal 1 kali sehari. Sikat dan alat pel sehabis
dipakai harus dicuci/dibersihkan dengan air bersih dan dikeringkan. Wastafel harus
dalam keadaan bersih, tidak licin, lantai dibawah wastafel harus selalu dalam keadaan
kering dan wastafel tidak kotor.
3.7. Kebisingan
Tingkat kebisingan di setiap kamar/ruang berdasarkan fungsinya harus memenuhi
persyaratan kesehatan sebagai berikut:
- Ruang perawatan, isolasi, radiologi, operasi maksimum 45 dBA.
- Poliklinik/poli gigi, bengkel/mekanik maksimum 80 dBA.
- Laboratorium maksimum 68 dBA.
- Ruang cuci, dapur dan ruang penyediaan air panas (ketel) dan air dingin maksimum
78 dBA.

91
4. Tenaga Pengelola
- Pelaksana kebersihan dengan kualifikasi SMA + latihan khusus.
- Pelaksana pengukuran kualitas lingkungan dengan kualifikasi D1 dan latihan khusus.
- Pengawasan pengelola tata ruang bangunan dikerjakan oleh tenaga dengan kualifikasi
D3 dan latihan khusus.

5. Evaluasi
- Mutu udara dibanding standard
- Pencahayaan dan kebisingan dibanding pedoman
- Kondisi bangunan
- Tingkat kebersihan dievaluasi dengan pengamatan oleh penanggung jawab dan
pengukuran angka kuman pada lantai dan udara dan keluhan lain.
- Keserasian tata letak.

SERI IX
PENGENDALIAN SERANGGA DAN TIKUS

1. Pendahuluan
Serangga dan tikus merupakan masalah rutin di rumah sakit, karena itu pengendaliannya
harus juga dilakukan secara rutin. Mereka dapat menjadi pembawa penyakit yang penting
sekaligus menimbulkan kerugian ekonomi.
Karena kebiasaan hidupnya, mereka dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Mereka
dapat memindahkan kuman secara mekanis baik langsung ke dalam makanan/bahan pangan

92
atau tidak langsung dengan mengkontaminasi peralatan pengelolaan makanan dan secara
biologis dengan menjadi vektor/reservoir beberapa penyakit tertentu. Beberapa penyakit
penting yang dapat diserbarkan/ditularkan antara lain demam berdarah, malaria, disentri, pes,
salmonelosis. Disamping itu, gigitam serangga dapat juga menjadi picu timbulnya alergi.
Infestasi serangga dan tikus dapat pula menimbulkan kerugian ekonomi karena mereka
merusak bahan pangan dan alat-alat rumah sakit, seperti linen, peralatan kantor dan lain-lain.

2. Pengertian dan Dampak


2.1. Pengertian
(a) Vektor (serangga dan tikus), dalam program sanitasi rumah sakit, adalah semua
jenis serangga dan tikus yang dapat menularkan beberapa penyakit tertentu,
merusak bahan pangan di gudang dan peralatan instalasi rumah sakit.
(b) Pengendalian vektor adalah kegiatan yang bertujuan untuk menekan kepadatan
serangga dan tikus dan pengganggu lainnya.
(c) Insektisida adalah bahan kimia beracun yang digunakan untuk campuran umpan
untuk membunuh serangga atau tikus atau binatang pengganggu lain di dalam
maupun diluar rumah sakit.
2.2. Dampak
Apabila serangga, tikus atau binatang pengganggu lainnya tidak dikendalikan maka
berakibat gangguan kesehatan dan menimbulkan gangguan ekonomi.

3. Tempat Perindukan dan Jenis


3.1. Tempat perindukan
(a) Tempat penampungan sampah
(b) Saluran air limbah
(c) Tempat penyimpanan, pengolahan dan penyajian makanan.
(d) Penampungan air bersih
(e) Gudang : farmasi, peralatan dan lain-lain.
3.2. Jenis serangga dan binatang pengganggu
(a) Nyamuk
(b) Lalat
(c) Rayap
(d) Kecoa
(e) Lipas
(f) Pinjal

93
(g) Tikus
(h) Kucing/anjing

4. Pengendalian Serangga
Sebelum melakukan pengendalian perlu identifikasi jenis serangga yang akan
dikendalikan tertentu untuk mengenal kebiasaan hidup dari serangga yang bersangkutan.
Dua spesies yang sering menimbulkan gangguan di rumah sakit adalah lalat dan kecoa.
Lalat rumah bertelur di sampah, telur menetas menjadi imago, kemudian kepompong, dan
menjadi bentuk dewasa. Di daerah tropis seperti Indonesia, siklus pertumbuhan lalat
biasanya sekitar 10 hari. Dengan demikian, penggunaan “grinder” dan pengangkutan sampah
sesering mungkin dapat mencegah perkembang biakan lalat. Masalahnya adalah bila
perindukan terjadi di luar gedung, pengendaliannya agak lebih sulit. Maka tindakan yang
dapat dilakukan untuk mencegah masuknya lalat ke dalam gedung adalah memasang tabir
pada semua jendela dan pintu serta pintu-pintu harus selalu dalam keadaan tertutup.
Ditempat - tempat dimana pintu sering dibuka dan ditutup, dapat dipasang tabir angin (wind
screen).
Kecoa banyak dijumpai di tempat-tempat pengolahan makanan. Mereka menyukai
tempat gelap dan lembab dan ada sisa makanan.
Biasanya mereka bersembunyi di balik lemari, kulkas, oven dan lain-lain, yang banyak
terdapat sisa-sisa makanan. Kecoa tidak seperti lalat dalam siklus hidupnya. Pengendalian
kecoa adalah dengan menjaga kebersihan dan menghindari terjadi ceceran makanan.
Karena sulitnya menghilangkan tempat bersarangnya kecoa dan biasanya kecoa hanya
membutuhkan sedikit makanan, maka terpaksa harus menggunakan insektisida. Penggunaan
insektisida harus hati-hati terutama bila digunakan di daerah pengolahan dan penyimpanan
makanan.
Insektisida yang dapat digunakan antara lain : Malathion, Fenitrothion atau Lorsban
dalam konsentrasi 0,5-1% dengan air (golongan organophosphate) disemprotkan pada celah,
retakan, bagian belakang lemari, dibawah peralatan dan sejenisnya.
Serangga lain yang menimbulkan gangguan adalah kutu dan pinjal, semut, lipas. Kutu
dan pinjal merupakan serangga parasit yang biasanya masuk ke dalam lingkungan rumah
sakit melalui laboratorium hewan percobaan. Cara terbaik untuk mengendalikan adalah
dengan menggunakan bedak pembunuh kutu yang diaplikasikan kepada hewan percobaan
sebelum mereka dibawa ke dalam laboratorium rumah sakit.

94
Kutu busuk tidak akan menimbulkan masalah bila rajin membersihkan tempat tidur.
Bila masih terdapat infestasi dapat digunakan malathion. Semut kurang begitu penting dari
segi kesehatan, tetapi infestasinya dapat menimbulkan gangguan estetika.
Nyamuk yang biasa hidup sekitar bangunan adalah Aedes aegepty yang merupakan
vektor demam berdarah. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan rajin
membersihkan tempat yang dapat menjadi genangan air bersih atau aplikasi abate. Bila
terjadi infestasi dapat dilakukan fogging dengan malathion, fenitrothion atau lorsban dalam
konsentrasi 2,0 - 2,5%. Nyamuk malaria jarang ada di rumah sakit.

5. Pengendalian Tikus
Sebelum melakukan pengendalian perlu identifikasi jenis tikus yang akan dikendalikan
terutama untuk mengenal kebiasaan hidup dari tiap spesies tikus yang bersangkutan.
Biasanya ada tiga spesies utama, yaitu : norway rat, mus musculus, dan tikus domestik
(pelajari lebih lanjut pada pedoman pengendalian tikus).
Prinsip pengendalian tikus di rumah sakit meliputi :
5.1. Penghadang fisik atau struktural
Rumah sakit hendaknya didesain dengan sedikit mungkin tempat-tempat yang dapat
menjadi sarang tikus. Lubang-lubang di dinding, ruang kosong, ruang buntu, sejauh
mungkin ditiadakan demikian juga tumpukan sampah dan barang-barang bekas. Setiap
lubang yang menghubungkan gedung dengan lingkungan luar hendaknya ditutup semen
untuk mencegah masuknya tikus ke dalam bangunan. Tikus adalah binatang mengerat,
terutama norway; mereka dapat mengerat kayu dengan mudah bahkan logam seperti
aluminium. Karena itu konstruksi pintu dan lain-lain harus dibuat sekuat mungkin.
Saat ini telah banyak pula peralatan elektrik yang tersedia untuk mengusir tikus,
misalnya penimbul bunyi frekuensi tinggi. Namun hanya bersifat mengusir dari ruang,
tidak membunuh. Alat ini barangkali bermanfaat untuk ruang-ruang khusus.

5.2. Pemeliharaan kebersihan


Mengingat kompleksnya bangunan rumah sakit, maka sulit untuk menghilangkan
tempat-tempat yang dapat menjadi sarang tikus. Dengan demikian, kebersihan
merupakan tindakan yang sangat penting.
Penampungan, pengangkutan dan pembuangan sampah yang benar merupakan
unsur pengendalian yang penting. Kalau bisa disediakan garbage grinder akan sangat
membantu. Bila mungkin bak harus ditutup rapat dan sering diangkut ke luar gedung

95
dan halaman rumah sakit. Jangan sampai terjadi penumpukan sisa makanan menginap
dalam gedung rumah sakit.
5.3. Penggunaan pestisida
Penggunaan pestisida di rumah sakit harus dilakukan dengan hati-hati. Pestisida
hanya digunakan bila keadaan memaksa, yaitu misalnya untuk bangunan tua dimana
menghilangkan tempat bersarang tikus sulit dilakukan atau dimana populasi tikus sudah
terbentuk.
Pestisida anti koagulan seperti warfarin, fumarin dan pivol dapat digunakan karena
cukup aman bagi manusia tetapi harus digunakan berulang-ulang. Perangkap dapat
digunakan sebagai tambahan untuk menangkap sisa-sisa tikus. Untuk ruang-ruang
tertutup dapat menerapkan fumigasi (biasanya dengan HCN). Lebih dari semua itu,
program sanitasi/kebersihan yang baik adalah cara permanen untuk mengendalikan
tikus.

6. Tenaga Pengelola
6.1. Pelaksana pengendali vektor dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D1 dan
latihan khusus.
6.2. Kegiatan pengendalian vektor diawasi oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D3 dan
latihan khusus.

7. Evaluasi
7.1. Indeks larva (demam berdarah)
7.2. Kepadatan lalat
7.3. Man bitting ratio (malaria)
7.4. Jumlah kecoa mati oleh kegiatan fogging
7.5. Frekuensi tindakan dan cakupan
7.6. Jumlah sarana pengendali serangga dan tikus per jumlah area.

SERI X
DESINFEKSI DAN STERILISASI DI RUMAH SAKIT

PENDAHULUAN

Rumah sakit merupakan tempat dengan derajat kontaminasi yang cukup tinggi. Sumber
kontaminasi utama di rumah sakit umumnya adlah manusia itu sendiri. Limbah dari proses

96
kehidupan manusia itu sendiri, seperti urine, tinja, semburan pernapasan, kelupasan kulit
senantiasa di hasilkan dan tersebarkan. Terhadap kontaminan pokok itu, individu sakit akan
menambah residu dan sekresi yang berasal dari jaringan yang sakit. Banyak kuman pantogen
yang berda dalam lingkungan inanimate, seperti jamur dan kuman pathogen gram negatif maupun
gram positif yang terbawamasuk kedalam Rumah sakit dan tersebar melalui kegiatan masyarakat
di dalam Rumah sakit.
Kontaminasi dapat terjadi pada udara, peralatan, perlengkapan personalia, air buangan dari
pasien dan secara rinci kemungkinan terjadi kontaminasi itu adalah sebagai berikut:
1. Udara :
Udara kering sebetulnya bukan tempat yang baik untuk kehiduopan dari mikro-organisme.
Berbeda hal nya kalau ada uap air. Udara dapat menjadi sebagai media penularan penyakit.
2. Perlengkapan / Peralatan :
Hampir semua peralatan di rumah sakit dapat ditempati dan ditumbuhi mikro-organisme.
Jenis dan jumlah mikro-organisme yang tumbuh tergantung pada sumber kontaminasi
sebelumnya, kondisi nutrisi dan temperatur lingkungan.
3. Personalia :
Selama kegiatan di ruangan aseptik bisa terjadi kontaminasi yang bersumber dari kulit,
tangan, rambut dan pernafasan petugas. Jumlah mikro-organie\sme akan bertambah bila
ada luka-luka yang terbuka.
4. Air :
Air dapat merupakan tempat pertumbuhan yang baik bagi mikro-organisme dan dapat
berfungsi sebagai media penularan penyakit.
5. Ruangan dan bangunan :
Dinding, plafon, lantai, salura pembuangan, pintu dan jendela yang tidak dibersihkan dan
didesinftsi mudah ditumbuhi jamur dan bakteri.
6. Pasien :
Pasien yang telah terinfeksi merupakan sumber penularan bagi dirinya sendiri dari bagian
satu kebagian lain dari tubuhnya atau kepada pasien lain.
Pencegahan dan mitigasi kontaminasi mikro-organisme di rumah sakit umumnya dilakukan
melalui dua tahapan prosedur, yaitu dekontaminasi dan diikuti dengan desinfeksi atau sterilisasi
tergantung pada tingkat bebas kuman yang dikehendaki.
Pengawasan dan pencegahan kontaminasi mikro-organisme di rumah sakit seharusnya
dilaksanakan oleh semua rumah sakit. Keberhasilan usaha tersebut akan tercermin pada jenis dan
jumlah mikro-organisme yang terdapat pada bahan, alat, dan lingkungan rumah sakit.

97
DESINFEKSI

Definisi Desinfeksi diartikan sebagai proses menurunkan mikro-organisme penyebab


: penyakit atau yang berpotensi patogen dengan cara fisika atau kimiawi. Proses ini
biasanya tidak termasuk menghancurkan spora

Setiap proses desinfeksi selalu didahului dengan proses dekontaminasi atau pencucian yang
memadai. Karena proses itu akan menghilangkan sebagian besar kuman yang terdapat pada
permukaan benda dan sisa kuman yang sedikit akan lebi mudah dibunuh oleh zat bahan
desinfektan.

Tingkat aktivitas desinfeksi


Desinfeksi dibedakan kedalam berbagai tingkat dan umumnya tingkat desinfeksi itu
dibedakan berdasarkan tiga faktor ini :
1. Jenis dan banyaknya kontaminasi yang dicurigai.
Contoh : counter top di ruang laboratorium unit haemodialisis perlu didesinfeksi dengan
bahan yang kuat untuk melawan virus hepatitis. Sebaliknya counter top di ruang peralatan
umum cukup dibersihkan dengan bahan pembersih umum seperti ammorium chloride
kwarterner. Hal ini disebabkan karena unit haemodialisis mungkin terkena tumpahan darah
diunit laboratorium yang terkontaminasi oleh virus hepatitis. Karena itu diperlukan
penggunaan agent yang kuat. Tetapi di ruang perawatan umum biasanya bukan tempat
yang tekontaminasi tinggi ehingga penggunaan desinfektan umum sudah memadai.
2. Jenis dan tingkat kontak alat dengan pasien.
Contoh : alat yang masuk kedalam sistem steril, seperti sistem peredaran darah, harus
dibuat steril. Obyek yang telah mengalami kontak dengan kulit atau membran mukosa,
seperti thermometer, alat pernapasan, memerlukan deinfeksi tingkat tinggi.
3. Daya tahan tubuh pasien yang akan kontak dengan alat atau bahan.
Contoh : untuk pasien terentu denga keadaan imunodefisiensi dan mereka yang sangat
rentan teerhadap infeksi, harus diupayakan untuk membuat semua alat atau bahan yang
akan masuk kedalam sistemtubuh pasien serta lingkungannya steril.
Dengan mempertimbangkan ketiga faktor diatas, maka dibedakan tingkat-tingkat desinfeksi dan
pemilihan bahan desinfektan dan alat-alat yang perlu didesinfeksi seperti dibawah ini.

Pada proses desinfeksi dikenal 3 tingkat aktivitas :


1. Desinfeksi tingkat tinggi
Deinisi :

98
Desinfeksi tingkat tinggi adalah proses desinfeksi yang mampu membunuh spora, kuman
Mycobacterium tuberculosis varian bovis, bakteri, jamur, virus non lipid, virus kecil, virus
lipid dan virus berukuran sedang.
2. Desinfeksi tingkat menengah
Deinisi :
Desinfeksi tingkat menengah adalah proses desinfeksi yang tidak perlu membunuh spora,
tetapi mampu membunuhu Mycobacterium tubercolosis varian bovis yang lebih resisten
terhadap zat desinfektan dibanding dengan kuman-kuman yang lain, bakteri, jamur, virus
non lipid, virus kecil, virus lipid.
Desinfeksi tingkat menengah mampu membunuh virus hepatitis A, virus hepatitis B, virus
hepatitis C, dan virus AIDS (HIV) .
3. Desinfeksi tingkat rendah
Definisi :
Desinfeksi tingkat rendah adalah proses desinfeksi yang hanya mampu membunuh bakter
tetapi tidak mampu membunuh spora, Mycobacterium tubercolosis varian bovis, jamur,
virus, virus kecil, virus non lipid.
Bahan- bahan yang termasuk desinfektan, konsentrasi serta tingkat aktivitas desinfeksi yang
dicapai dapat dilihat pada tabel 1.
Pada setiap tindakan desinfeksi perlu dibaca intruksi dari pabrik pembuat desinfektan mengenai
lama pemaparan dan kondisi serta rekomendasi cara pencucian sebelum tindakan desinfeksi dan
cara menangani lebih lanjut benda yang sudah didesinfeksi.

Cara memilih tingkat desinfeksi yang dibutuhkan


Pemilihan tingkat desinfeksi umumnya ditentukan oleh fungsi alat kedokteran dan permukaan
benda yang akan didesinfeksi.
Alat-alat kedokteran yang dibutuhkan oleh pasien dibagi atas :
1. Alat-alat yang sifatnya kritis.
2. Alat-alat yang sifatnya semi kritis.
3. Alat-alat yang sifatnya tidak kritis.

Tabel 1 : Zat desinfektan, konsentrasi dan tingkat aktivitasnya


METODA KONSENTRASI AKTIVITAS DESINFEKTAN
I. Panas
 Panas basah 750 – 100°C Tingkat tinggi

II. Cairan
1. Glutaraldehida Variabel Tinggi sampai menengah
2. Hidrogen peroksida 3 - 6% Tinggi sampai menengah

99
3. Formaldehida
4. Clorinodioksida 1 - 8% Tinggi sampai rendah
5. Asam peracetic Variabel Tinggi
6. Senyawa chlorin, Variabel Tinggi
misalnya 500 - 5.000 mg chlorine bebas / liter Menengah
Na-hipochlorit
Ca-hipochlorit
7. Alkohol 70%
 ethyl alkohol Menengah
 isopropil alkohol
8. Senyawa phenol 0,5 - 3%
9. Senyawa yodium 30 – 50% mg yodium bebas / liter Menengah sampai rendah
0.1 – 0,2% Menengah sampai rendah
10. Senyawa amonium
kwarterner Rendah

ad. 1. Alat-alat kedokteran yang sifatnya kritis


Yang dimaksud dengan alat-alat kedokteran yang sifatnya kritis adalah alat-alat kedoteran
yang dimasukkan kealam bagia tubuh manusia yang sifatnya steril. Contoh : alat
laparoskope, alat arthroskopi, alat hemodialisis.
Alat laparoskope adalah alat yang digunakan untuk meneropong rongga tubuh manusia
yang sifatnya steril, alat athroskope adalah alat yang digunakan untuk meneropong rongga
sendi, alat haemodialisis adalah alat yang digunakan untuk mencuci darah pasien dengan
gagal ginjal.
Alat-alat ini memerlukan desinfeksi tingkat tinggi. Sebelum didesinfeksikan alat-alat ini
harus dicuci sampai bersih terlebih dahulu.
ad. 2. Alat-alat kedokterna yang sifatnya semi kritis
Yang dimaksud alat-alat kedoteran semi kritis adalah alat-alat kedokteran yang
penggunaannya akan menempel pada membran mukosa tubuh manusia tetapi tidak
sampai menembus pembukuh darah atau masuk kedalam area yang sifatnya steril.
Contoh : alat endoskopi serat optk yang sifatnya fleksibel, laringoskop, spekulum vagina,
alat-alat pernapasan buatan pada anestesia, alat kedokteran gigi, termometer, alat untuk
mengukur tonus bola mata.
Pada penggunaan alat-alat kedokteran yang sifatnya semi kritis diharapkan mekanisme
pertahanan tubuh dapat melindungi tubuh manusia terhadap sejumlah kecil mikro-
organisme dari luar, tetapi alat-alat kedokteran ini tidak boleh terkontaminasi oleh
berbagai bakteri. Alat-alat ini memerlukan proses desinfeksi tingkat menengah.
ad. 3. Alat-alat kedokteran yang sifatnya tidak kritis
Yang dimaksut alat-alat kedokteran tidak kritis adalah alat-alat kedokteran yang hanya
berhubungan dengan kulit manusia.
Contoh : elektroda elktro-kardiogram, alat pengukur tekanan darah, stetoskop. Alat-alat
ini hanya memerlukan desinfeksi tingkat rendah.

100
Desinfeksi Lingkungan di dalam Lingkungan Rumah Sakit
Permukaan benda yang didesinfeksi terdiri dari :
1. Permukaan alat-alat kesehatan
2. Permukaan alat-alat rumah tangga

ad. 1. Permukaan alat kesehatan


Contoh : tombol-tombol alat kesehatan, alat-alat radiologi yang digunakan untuk
arteriografi, alat-alat laboratorium yang digunakan untuk fungsi vena.
Dengan meningkatnya risiko penularan virus melalui produk darah maka desinfeksi
permukaan lingkungan menjadi semakin penting terutama bila permukaan lingkungan
tercemar dengan darah, produk darah, atau caira tubuh.
Permukaan alat-alat yang teerkontaminasi dengan darah, produk darah, dan cairan tubuh
memerlukan proses desinfeksi tingkat menengah.
ad. 2. Permukaan alat-alat rumah tangga
Contoh : dinding, lantai, tempat cuci tangan, permukaan meja. Kontaminasi dengan
nanah, darah, urine, cairan tubuh, dan tinja pada permukaan alat-alat rumah tangga perlu
desinfeksi tingkat menengah

Faktor-faktor yang berpengaruh pada aktivitas bahan desinfektan

1. Sifat bahan yang akan didesinfektan


Permukaan benda yang paling mudah didesinfeksi adalah permukaan benda yang sifatnya
licin tanpa pori-pori dan mudah dibersihkan. Permukaan yang berpori-pori sulit untuk
didesinfeksi terutama bila mikro-organisme terperanglap dalam pori-pori tersebut
bersamaan dengan bahan-bahan organik.
Hal ini dapat diatasi dengan alat-alat tersebut kedalam larutan desinfektan dalam waktu
lama. Tetapi hal ini kadang-kadang tidak dapat dilakukan secara rutin karena tidak tahan
bila direndam berulang-ulang dalam waktu lama. Bila alat tidak dapat direndam, dapat
dilakukan desinfeksi dengan gas ethylene oksida.

2. Jumlah mikro-organisme yang terdapat pada benda yang akan didesinfeksi


Makin banyak jumlah mikro-organisme pada permukaan benda yang akan ddesinfeksi,
makin panjang waktu pemaparan dengan desinfektan yang dibutuhkansebelum populasi
mikro-organisme dapat dibunuh.

101
Untuk mengurangi jumlah mikro-organisme yang terdapat permukaan benda yang akan
didesinfeksi dibutuhkan tindakan pencucianyang memadai sebelum dilakukan tindakan
desinfeksi.
3. Sifat mikro-organisme itu sendiri
Sifat mikro-organisme memperngaruhi daya tahannya terhadap desinfektan. Yang paling
tahan terhadap desinfekta adalah spora bakteri. Kemudian diikuti berturut-turut oleh :
mycobacterium, virus-virus kecil atau virs non lipid (misalnya : polio virus, coxsackievirus,
rhinovirus), jamur (misalnya : trichophyton,cryptococcus, cadida), bakteri vegetatif
(misalnya : pseudomonas aeruginosa, staphylococcus aureus, salmonela cholerasuis) dan
virus ukuran menengah atau virus lipid (misalnya : herpes simplex virus, cytomegalovirus,
respiratory syncytial virus, hepatitis B virus, Human immunodeficiency virus).
4. Jumlah bahan organik yang mencemari alat yang akan didesinfeksi
Darah, lendir atau feses yang mencemari bahan/alat yang akan didesinfeksi memegang
peranan penting dalam keberhasilan tindakan didesinfeksi, karena dengan adanya bahan
organik tersebut, mikro-organisme terlindung dari aktivitas deinfektan. Oleh karena itu
tindakan pencucian sangat penting sebelum tindakan desinfeksi diberlakukan.
5. Jenis dan konsentrasi desinfektan yang digunakan
Umumnya bila konsentrasi desinfetan dinaikkan, waktu pemaparan makin pendek. Tetapi
hal ini tidak berlaku terhadap iodophor. Pengenceran ang kurang atau berlebih dari idophor
berpengaruh terhadap potensi membunuh kuman sehingga penting sekali memperhatikn
petunjuk pengenceran iodophor dari pabrik pembuatnya.
6. Lama dan suhu pemaparan
Secara umum, main lama pemaparan terhadap desinfektan, makin besar daya membunuh
kuman yang terjadi. Tetapi hal ini tidak berlaku terhadap desinfektan tingkat rendah karena
walau berapa lamapun pemaparan dilakukan, hanya mampu membunuh mikro-organisme
tertentu sesuain dengan kemampuannya.
Makin tinggi suhu pemaparan, makin tinggi daya membunuh kuman dari desinfektan
tersebut.

Petunjuk penggunaan desinfeksi

Sangat penting membaca pentunjuk dari prosedur penggunaan desinfektan yang dikeluarkan oleh
pabrik pembuatnya sebelum menggunakan desinfektan yang bersangkutan. Hal ini perlu agar

102
tidak terjadi pengenceran dan hal-hal lain yang dapat mengurangi daya bunuh kuman dari
desinfektan tersebut.
Pengawasa terhadap prosedur pelaksanaan desinfeksi pada alat dan ruangan serta perlengkapan di
uit-unit dengan resiko tinggi di rumah sakit, perlu mendapat pengawasan lebi ketat, misalnya di
ruang ICU, ruang bayi, ruang isolasi dsb.

Evaluasi hasil desinfeksi

Yang terpenting adalah mengikuti petunjuk penggunaan desinfektan secara benar. Karena
efektivitas desinfektan hanya dipengaruhi sebagian oleh sifat zat itu sendiri. Pengaruh yang
terpenting berasal dari cara penggunaannya.
Uji mikrobiologi terhadap efektivitas desinfektan sebaiknya dibatasi hanya pada alat-alat yang
sifatnya kritis atau semi kritis saja. Perhatian lebih besar sebaiknya diberikan kepadaa cara
penggunaan desinfektan tersebut.
Contoh
a. Alat-alat bantu pernapasan dan alat anestesi
Yang terpenting adalah mengurangi infeksi yang terjai baik langsung maupun tidak
langsung melalui alat-alat bantu pernapasan dan alat anestesi. Cara yang paling efisien dan
mudah adalah tindakan sterilisasi dengan menggunakan autoclave atau gas etilen oksida. Bila
hal ini tidak dapat dilakuka maka prosedur minimum adalah desinfeksi tingkat tinggi. Uji
mikrobiologi dapat dilakukan beberapa bulan sekali. Hasil dinyatakan baik bila tidak
didapatkan bakteri vegetatif setelah tindakan desinfeksi.
b. Alat hemodialisis
Cairan dialisis dan air yang digunakan untuk mempersiapkan cairan dialisis harus diuji
mikrobiolgi, setidak-tdaknya satu kali per bulan. Jumlah bakteri yang diijinkan adalah
maksimum 2000 koloni/ml. Cairan dialisis harus diuji pada akhir terapi dialisis dan jumlah
bakteri yang diijinkan adalah maksimum 2000 koloni/ml.
c. Alat-alat endoskopi
Alat-alat endoskopi termasuk golongan alat-alat kritis atau semi kritis. Untuk
menghilangkan mikro-organisme yang ada, digunakan cara desinfeksi dan bukan sterilisasi
basah dengan autoclave. Sebab sterilisasi basah dengan autoclave akan merusak sistem optik
endoskop.
Desinfektan yang umum digunakan adalah glutaraldehida atau hidrogen peroksida yang
memberi derajat desinfeksi tingkat tinggi. Cara terbaik untuk meyakini keberhasilan
desinfeksi adalah mengikuti prosedur pencucian dan desinfeksi dengan ketat. Bila prosedur
tersebut telah diikuti dengan baik, maka uji mikrobiologi secara rutin tidak perlu dilakukan.

103
Apabila dilakukan uji mikrobiologi maka kriteria yang baik adalah hilangnya bakteri
vegetatif dan endokop.
d. Alat-alat kedokteran gigi
Yang terpenting adalah menjalankan dengnan ketat prosedur pencucian, persiapan, dan
desinfeksi, lama penggunaan dan pemeliharaan alat-alat tersebut. Ujimikrobiologi tidak
dianjurkan tetapi bila dilakukan, kriteria yang baik adalah hilangnya bakteri vegetatif.
Cara pencegahan kontaminasi yang dilakukan terhadap bahan, alat, dan lingkungan
kerja secara fisik dan kimia harus tidak mempengaruhi bahan dan alat yang didesinfeksi.
Untuk itu diperlukan langkah-langkah agar dapat menghilangkan atau memperkecil
kandungan mikroorganise dalan bahan, alat, dan lingkungan kerja.
Pengurangan jumlah mikro-organisme pada permukaan dilakukan dengan menggunakan
desinfektan, sedangkan tehnik sterilisasi dari bahan dan alat dilakukan dengan bahan kimia,
panas, uap panas, penyinaran dan penyaringan.

STERILISASI

Definisi : Sterilisasi adalah suatu proses perlakuan terhadap bahan atau barang dimana pada
ahir prosses tidak dapat ditunjukan adanya mikro-oranisme hidup pada
bahan/barang tersebut.

104
Kematian mikro-organisme ditentukan oleh daya tahan mikro-organisme terhadap tehnik
sterilisasi. Sedangkan sterilisasi dengan tehnik pemisahan mikro-organisme memerlukan
penyaring dengan ukuran diameter sarin gan yang lebih kecil dari ukuran mikro-organisme.
Untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang baik dan terlaksana secara efisien, maka kegiatan
sterilisasi hendaknya dipusatkan di Pusat Sterilisasi Rumah Sakit.
Hal ini akan meningkatkan :
- Efisiensi penggunaan peralatan dan sarana antara lain : hemat biaya air, listrik, surfaktan,
desinfektan, dan pemeliharaan peralatannya.
- Efisiensi tenaga medis : tenaga media hanya untuk pelayana yang dasarnya medis murni.
- Peningkatan pengawasan mutu sterilisasi bahan atau barang : untuk itu dibutuhkan
pemahaman prinsip dasar sterilisasi.

Pringsip Dasar Sterilisasi


Secara umum pringsip dasar yang digunakan untuk proses sterilisasi adalah :
1. Dekontaminasi / memperkecil derajat kontaminasi dari perlengkapan yang akan disterilkan.
2. Pemilihan metode / cara yang paling tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan maupun sara
ayang ada.
3. Adanya sarana penunjang pengaman untuk menjaga mutu hasil akhir produk steril.

Metode Sterilisasi
Dasar pertimbangan pada pemilihan metode sterilisasi :
- Sifat dari perlengkapan yang akan disterilkan, dimana perlengkapan tersebut tidak boleh
mengalami perubahan.
- Hasil yang diperoleh benar-benar steril.
- Bila tersedia beberapa metode, hendaknya dipilih yang paling cepat, sederhana, dan
menjamin sterilisasi.
Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara panas basah, panas kering, bahan kimia, penyinaran dan
penyaringan. Untuk menjamin hasil dari sterilisasi tersebut harus selalu dilakukan perencanaan
proses sterilisasi, pengawasan sterilisasi, dan pengujian sterilitas. Sterlisasi dinyatakan berhasil
jika tidak terdapat mikro-organisme / spora yang hidup.
Sarana Penunjang

Sarana penunjang pengaman diperlukan untuk menjaga mutu hasil akhir agar tetap steril.
- Kemasan yang sesuai

105
Pada kemasan sediaan steril perlu dibubuhi tanggal penyeterilan dan batas waktu
kadaluwarsa sterilitas dari sediaan.
- Tempat penyimpanan yang memadai
Sediaan steril harus disimpan dalam ruangan yang bersih, tidak lembab, bebas dari debu dan
serangga.
- Peralatan
Alat-alat bahan yang dapat digunakan untuk menyeterilkan bahan atau barang antara lain :
(1) Api Bunsen
(2) Api Lampu Spiritus
(3) Oven
(4) Air mendidih
(5) Uap air pada suhu 100° Celcius
(6) Uap air jenuh pada tekanan tinggi (autoclave)
(7) Sterilisator dengan mekanisme kerjanya penyinaran
(8) Sterilisator dengan mekanisme kerjanya penyaringan

Tehnik Sterilisasi

STERILISASI DENGAN PEMANASAN

Efektifitas kematian mikro-organisme karena panas dipengaruhi oleh derajat panas, waktu
pemanasan, dan kadar uap air. Proses kematian mikro-organisme disebabkanoleh karena
terjadinya koagulasi dan oksidasi dari protein mikro-organisme.
Koagulasi dapat terjadi pada temperatur tertentu dengan adanya uap air. Sedangkan oksidasi akan
terjadi kalau uap air sedikit atau tidak sama sekali.
Tehnik sterilisasi panas dibagi atas panas basah dan panas kering. Panas basah menggunakan
Autoclave, wadah yang dapat dialiri uap air atau tempat perebusan. Bahan yang akan disterilkan
adalah bahan yang tidak tahan panas tinggi tetapi tahan terhadap uap air. Sedangkan panas kering
dimaksudkan untuk bahan yang tahan suhu tinggi dan tidak tahan uap air dan tidak taham
pemijaran. Biasanya menggunakan oven atau pembakaran langsung dengan api.

Sterilisasi dengan pemanasan kering


a. Pemijaran :
Alat yang digunakan:
1. Api gas yang tidak berwarna, contoh api dari bunsen

106
2. Api spiritus
Syarat :
- Seluruh permukaan benda yang disterilkan berhubungan langsung dengan api.
- Lama pemijaran tidak kurang dari dua detik.
Keuntungan :
- Pelaksanaannya cepat dan seerhana.
- Hasil yang diperoleh teramin sterilitasnya.
Kerugiannya :
- Penggunaan terbatas pada beberapa alat yang terbuat dari logam porselin.
- Benda yang disterilkan dengan cara ini harus segera dipakai.

b. Menggunakan udara kering


Alat yang digunakan : OVEN
Keuntungan :
- Hasil yang diperoleh kering.
- Dapat digunakan pada benda yang tahan panas tetapi tidak tahan pemijaran.
Kerugiannya :
- Waktu penyeterilannya lama, karena diperlukan panas pedahuluan (untuk menyamakan
panas benda yang disterilkan dengan panas pada thermometer, dan panas panas
pendahuluan ini tergantung pada jenis dan jumlah benda yang disterilkan).
- Tidak dapat diunakan untuk enda yang tidak dapat ditembus oleh udara kering maupun
benda yang bukan penghantar panas, seperti karet. Suhu dan waktu penyeterilan dengan
cara ini :
 150°C — 60-150 menit
 160°C — 45-120 menit
 170°C — 20-60 menit
 180° — 20-30 menit
Yang perlu diperhatikan dengan cara ini adalah :
1. Waktu sterilisasi harus dihitung sejak suhu tercapai.
2. Penggunaanya lebih ditujukan pada sterilisasi alat-alat gelas dan sediaan farmasi.
(bahan dasar salep, bahan minyak, serbuk).

Sterilisasi dengan pemanasan basah

Sterilisasi ini ada 3 macam :


a. Dimasak dalam air mendidih

107
b. Dengan menggunakan uap air pada suhu 100°C
c. Dengan uap air jenuh pada tekanan tinggi.

Dimasak dengan air mendidih


Caranya :
Alat-alat bahan yang akan disterilkan dimaksukkan kedalam wadah yang berisi air, kemudian
didihkan. Waktu dihitung setelah temperatur yang diinginkan tercapai (mendidih). Cara ini sangat
sederhana dan dapat digunakan untuk menyeterilkan alat-alat kedokteran. Akan tetapi hasilnya
kurang memuaskan karena sesudah mendidih 2 sampai 4 jam spora belum mati.

Menggunakan uap air pada suhu 100°C


Penyeterilan ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang bentuknya menyerupai dandang.
Caranya :
Alat-alat atau bahan dimasukkan kedalam tempat penyeteril pada saat suhu air 100°C.
Dibandingkan dengan sterilisasi dengan panas kering, cara sterilisasi dengan uap ini mempunyai
beberapa keuntungan :
- Uap air mempunyai daya bacterisida yang lebih kuat dibandingkan dengan udara kering.
Sehingga waktu sterilisasinya lebih singkat.
- Uap air dapat menempati seluruh ruangan alat penyeterilan degan merata sehingga diperoleh
pemanasan yang merata.

Sterilisasi dengan menggunakan uap air jenuh pada tekanan tinggi.


Alat yang digunakan : AUTOCLAVE
Caranya :
Cara ini memberikan jaminan penyeterilan yang paling baik, kaenadapat mencapai terilitas bahan
dengan baik. Disini pemusnahan mikro-organisme berdasarkan penggumpalan zat putih telurnya
(protein). Alat ini dilengkapi dengan alat penghisap uap air yang bekerja pada waktu penyeterilan
sudah selesai. Dengan demikian bahan atau alat yang telah disterilkan menjadi kering.

STERILITAS DENGAN PENYINARAN


Pada cara penyinaran kemampuan membunuh dari Sinar Ultra Violet, Sinar Gama, Sinar Beta,
dan Ultra Fibrasi disebabkan oleh karena adanya pengaruh sinar terhadap mikro-organisme.

Sinar ini digunakan untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, rusak oleh bahan kimia, ataupun
tidak tahan terhadap panas maupun bahan kimia.
Sterilisasi ini menggunakan 3 macam sinar yaitu :
a. Sterilisasi dengan Sinar Ultra Violet

108
b. Sterilisasi dengan Sinar Gama
c. Sterilisasi dengan Sinar X dan Sinar Katoda

ad.a. Sterilisasi dengan Sinar Ultra Violet


Sinar UV dengan panjang gelombang 200 A- 296 A dapat membunuh mikro-organisme
pantogen juga sporanya, virus, dan jamur. Takaran yang dibutuhkan 0,∪-1,∪mx det/ci-3.
Sinar UV dapat bekerja efektif bila langsung menyinari bahan-bahan yang disterilkan.
Sterilisasi dengan UV hendaknya dibatasi dalam pengertian yang sempit, karena banyak
faktor yang mempengaruhi sensitifitas mikro-organisme terhadap radiasi UV diantaranya
derajat keasaman (pH), perbedaan pada tahap pertumbuhan bakteri dan ada beberapa
spora yang resisten terhadap sinar UV.
Oleh karena itu hendaknya penggunaan UV untuk sterilisasi dibatasi untuk :
- Sterilisasi udara
- Inaktifasi mikro-organisme pada permukaan bahan atau mikro-organisme yang
tersuspensi dalam cairan
- Proteksi dan desinfeksi pada produk-produk yang tidak stabil komposisinya bila
disterilkan dengan cara yang konvensional
Di rumah sakit, Sinar UV dapat digunakan untuk tujuan mengurangi kontaminasi.
Yang perlu diingat dari penggunaan UV :
- Lampu sinar UV mempunyai batas waktu kadaluwarsa, sehingga efisiensi
penggunaan sinar UV perlu diteliti dari waktu kewaktu
- Petugas yang bekerja dengan sinar UV harus cukup terlindungi dari pengaruh sinar
UV tersebut.

ad.b. Sterilisasi dengan Sinar Gama


Isotop radioaktif yang digunakan adalah Cobalt-60.
Keuntungan cara ini bahan yang disterilkan dapat ditempatkan pada wadah yang akhirnya
akan diserahkan untuk dipergunakan.
Proses sterilisasi dengan Sinar Gama digunakan dalam bidang industri alat-alat medis
antara lain : syringe, benang bedah, bahan baku plastik,karet dan lain-lain.
Cara sterilisasi ini, prosedur dan pelaksanaanya lebih sulit dan mahal bila ditinjau dari
segi investasi sarana dan perlatan maupun proteksi radiasi bagi petugasnya.
ad.c. Sterilisasi dengan sSinar X dan Sinar Katoda
Sinar X dan elektron-elektron dengan intensitas tinggi mempunyai sifat mematikan
mikroba.

109
STERILISASI DENGAN PENYARINGAN

Mikro-organisme tidak hanya dapat dibunuh tapi juga dapat dipisahkan yaitu melalui penyaringan
dengan saringan yang mempunyai diameter lubang berukuran lebih kecil dari pada diameter
mikro-organisme. Penyaring untuk sterilisasi bermacam-macam, antara lain :
1) Polimer Selulosa (MF Milipore, Poli Hidrokarbon Teflon)
Cara ini digunakan untuk bahan-bahan, larutan yang tidak tahan panas, tidak tahan bahan
kimia.
2) Hight Efficiency Particular Air (HEPA) – Udara untuk ruangan aseptik juga disterilkan
dengan cara penyaringan ini.

STERILISASI DENGAN BAHAN KIMIA / GAS

Ada beberapa bahan kimia yang merupakan racun bagi mikro-organisme tetapi tidak banyak yang
dipakai sebagai bahan sterilisasi. Bahan kimia yang digunakan untuk sterilisasi antara lain gas
etilen oksida, formaldehida.

Gas ini merupakan bahan kimia yang sangat reaktif, sehingga cukup berpotensi untuk membunuh
mikro-organisme. Namun kadang-kadang meninggalka sisa pada bahan yang disterilkan.

Proses sterilisasi dengan gas dilakukan di ruangan khusus yang dapat diatur temperatur,
pelepasan gas, kadar uap air, dan tekanannya. Keberhasilan sterilisasi ini tergantung pada tingkat
kontaminasi, respons mikro-organisme terhadap bahan kimia gas, konsentrasi gas, tekanan gas,
dan ada atau tidaknya air.

Proses kematian mikro-organisme dengan cara ini adalah karena terjadinya ikatan khusus antara
gugusan tertentu pada mikro-organisme dengan gugusan reaktif pada gas. Bahan yang disterilkan
dengan gas ini haruslah bahan yang tahan terhadap gas, dan dapat dapat dilakukan untuk bahan
yang tidak tahan terhadap panas.

Beberapa bahan kimia yang mempunyai sifat membunuh mikro-organisme tetapi tidak dapat
digunakan untuk mensterilkan alat/bahan, hanya dapat untuk mengurangi jumlah mikro-
organisme. Bahan bahan ini bisa disebut desinfektan.

Bahan atau barang yang akan disterilkan

Dalam pelayanan penyeterilan bahan atau barang dapat dibagi dalam beberapa kelompok antara
lain :
a. Barang perlengkapan bedah disposable

110
b. Barang perlengkapan bedahreuse baru
c. Barang perlengkapan bedah reuse bekas

Proses kerja dasar persiapan sterilisasi

Persiapan sterilisasi barang DISPOSABLE :


Setting – pengemasan – penandaan – sterilisasi

Persiapan sterilisasi REUSE BARU :


Setting (penaburan tali bila perlu) – penandaan – sterilisasi

Persiapan sterilisasi REUSE BEKAS :


Desinfeksi – pencucian (dekontaminasi) – pembilasan – pengeringan (pelipatan bila perlu) –
setting – penandaan - sterilisasi

a. Rincian proses persiapan sterilisasi barang DISPOSABLE


Perlu dirinci proses persiapan sterilisasi barang-barang perlengkapan bedah diantaranya
terutama barang disposable. Barang disposable yang dipersiapkan di Sub instalasi sterilisasi
sentral RSCM adalah KASSA.
Jenis-jenis Kassa.
1. Kassa besar
Proses : kassa gulungan dipotong dengan ukkuran 40-50 cm, dilipat dengan lipatan
khusus hingga hasil akhirnya sama dengan 12-16 cm. Kemudian dikemas dengan kertas
perkamen rangkap 2 masing-masing berisi 4 lembar. Penandaan dilakukan dengan
menempelkan autoclave tape.
2. Kassa kecil
Proses : kasa gulungan dipotong dengan ukuran 2 x 20 cm, dilipat dengan lipatan khusus
hingga hasil akhirnya sama dengan5-7 cm. Kemudian dikemas dengan kertas perkamen
rangkap 2 masing-masing berii 10 lembar.
3. Roll bedah
Proses : kassa glungan dipotong 41-151 cm, dilipat dengan lipatan khusus sehingga hasil
akhirnya berupa rol denga ukuran lebar kurang lebih 10 cm. Dikemas masing-masing
berisi 5 roll.

111
4. Tampon 2,4 inchi atau tampon 3m
Proses : kassa gulungan dipotong dengan ukuran 20 x 250/300 cm, dilipat dengan lipatan
khusus hingga hasil akhirnya berupa roll dengan ukuran lebar kurang lebih 4 cm.
Dikemas masing-masing berisi 1 tampon
5. Tampon vagina
Proses : sisa potongan kassa yang tidak terpakai dibuat seperti bola-bola kecil diameter
3,4 cm diikat ujungnya dengan benang kasur. Dikemas masing-masing berisi 1 tampon.
6. Depper kecil
Proses : kassa gulungan dipotong dengan ukuran 15x14 cm dibentuk depper. Dikemas
masing-masing 4 buah.
7. Depper besar
Proses : kassa gulungan dipotong dengan ukuran 20x20 cm dibentuk depper. Dikemas
masing-masing berisi 4 buah.
8. Kassa BCH
Proses :
- Kassa gulungan dibagi menjadi 7 bagian. Masing-masing bagian dibagi menjadi 2
roll.
- Kassa dipotong dengan ukuran 20x22,4 cm sebanyak 20 lembar dilipat menjadi 2.
Dikemas masing-masing berisi 1 roll, kassa lipatan, lidi kapas 2 buah.
9. Kassa kebidanan
Proses : kassa gulungan dipotong dengan ukuran16x100x cm.
Dilipat dengan lipatan khusus hingga hasil akhirnya 3x10 cm. Dikemas masing-masing
berisi 4 lembar.
10. Lidi kapas
Proses : lidi dengan panjang 22,4 cm ujungnya kapas selebar 2,4 cm dengan diameter
314 cm. Masing-masing dikemas berisi 100 buah (menurut kebutuhan unit).
11. Waaces
Proses : kapas seleksi seratya – dikanji – jemur sampai kering – setrika – potong kecil-
kecil dengan ukuran 2x4,5 cm sesuai kutuhan – dijahit tangan dan disisakan benangnya
10 cm – bungkus dengan kasa bungkus perkamen – beri tape indikator – steril.

b. Rincian proses persiapan barang REUSE


1. Barang Reuse baru
a) Sarung tangan
- Diberi talk

112
- Dibalik dan dilipat ujung sarung tangan lebih kurang 2 cm
- Dikemas dengan tenun rangkap 2
- Diberi tanda etiket dengan menggunakan tape indikator
b) Tenun
- Tenun dilipat dengan lipatan sesuai dengan fungsi masing-masing tenun
- Setting
- Dikemas dengan tenun rangkap 2
- Diberi tanda tape indikator
2. Barang Reuse bekas
a) Sarung tangan
- Sarung tangan bekas direndam dengan lysol 1:4 selama lebih kurang 2 menit
- Dicuci dengan sabun lebih kurang 1 menit
- Dibilas dengan air bersih
- Dikeringkan diberi talk dibalik
- Diperiksa kebocorannya dipisahkan berdasarkan nomor
- Dikemas dan diberi tanda
b) Tenun
- Tenun bersih dari kamar cuci diperiksa keutuhan dan keersihannya kemudian
dilipat dengan lipatan sesuai fungsinya
- Setting
- Dikemas dan diberi tanda
c) Alat kedokteran
- Alat kedokteran bekas direndam dengan lysol 1:2 selama lebih kurang 2 menit
- Dicuci dengan sabun lunak lebih kurang 1 menit
- Dibilas dengan air bersih
- Dikeringkan dan diperiksa ketajaman, karat, kebocoran, dan lain-lain
- Dikemas dengan menggunakan tenun rangkap 2 dan diberi tanda / etiket

Pengemasan

Bahan pengemasan yang lazim digunakan di rumah sakit adalah :


- Kertas perkamen rangkap 2
- Kain tenunrangkap 2
- Tromol logam (umumnya terbuat dari stainless steel dan digunakan sebagai pengemas
terakhir).

113
Pengemasan dilakukan terhadap barang bersih artinya barang yang sudah dikurang jumlah mikro-
organismenya seminilmal mungkin dengan cara dekontaminasi menggunakan suraktan dan
desinfeksi menggunakan desinfektan.

Pengemasan dibuat rangkap adalah dengan tujuan tidak terjadinya filtrasi kuman terhadap barang
atau bahan yang sudah disterilkan.

Cara pengemasan :
1. Pengemasan kassa
Menggunakan kertas perkamen rangkap 2 dan sedapat mungkin permukaan kassa terlindungi
oleh kertas perkamen rangkap 2.
2. Pengemasan bahan karet (sarung tangan)
Prinsip pengemasan sarung tangna adalah masing-masing dikemas oleh tenun. Namun
karena tingkat pengawasan jumlah pengemas sarung tangan harus tinggi maka efisiensi
waktu dan penekanan jumlah kehilangan maka kantong tenun untuk masing-masing sarung
tangan dijahit pada tenun rangkap dengan ukuran 40x40 cm (kantong sarung tangan dengan
ukuran 25x12cm) atau dengan kertas perkamen rangkap 2.
3. Pengemasan tenun bedah
Tenun sesudah dilipat dengan lipatan khusus sesuai dengan fungsi dan cara penggunaan
maka tenun tersebut diset dan dibungkus dengan kain pembungkus rangkap 2 yang terbuat
dari tenun.
Pengemasan dibuat sedemikian rupa sedapat mungkin semua permukaan tenun bedah
tertutup oleh tenun ragkap 2
4. Penandaan/pemberian label
Penandaan atau lebih dikenal dengan pengetikan harus dilakukan terhadap masing-masing
bungkusan yang siap disterilkan.
Etikel/tanda harus mencantumkan minimal :
- Nama barang, ukuran barang yang dibungkus
- Tanggal penyeterilan

Penyimpanan

Barang-barang yang sudah disterilkan sebaiknya disimpan di ruangan steril. Apabila kondisi
tersebut tidak dapat dicapai maka setidaknya barang steril harus disimpan ditenpat yang bersih
dengan kondisi :
- Bebas dari debu
- Bebas dari serangga

114
- Mempunyai tekanan positif , sedapat mungkin dilengkapi dengan AC, pengatur kelembaban
dan sinar UV
Untuk menjaga kebersihan di ruang penyimpanan maka petugas yang memasuki ruangan tersebut
dibatasi dan menggunakan perlengkapa yang dapat mengurangi adanya kuman atau mikro-
organisme diantaranya topi, masker, sarung tangan, sarung kaki, dan jas.

Penitipan penyeterilan

Sebagai pusat penyeterilan, unit atau pusat sterilisasi ini tidak dapat menghindari adaya oenitipan
penyeterilan oleh unit lain yang memberikan pelayanan kesehatan dengan menggunakan barang-
barang steril. Oleh karena itu harus dipersiapkan prosedur penerimaan, proses dan penyimpanan
barang-barang titipan.

Barang-barang yang dititip untuk disterilkan pada waktu penerimaan sudah harus diberikan tanda
khusus, diadministrasi dengan baik, proses sterilisasinya sedapat mungkin tersendiri dan hasil
sterilisasi barang ini harus terpisah.

Waktu kadaluwarsa

Waktu kadaluwarsa suatu bahan steril sangat tergantung kepada beberapa hal, yaitu :
1. Cara pengemasan dari pemilihan jenis pembungkus steril sehingga dapat mempertahankan
nilai sterilitas yang sudah dicapai
2. Tehnik sterilisasi yang dipilih
3. Pelaksanaan sterilisasi dan monitoring
4. Tempat penyimpanan yang sesuai untuk hasil akhir yang steril
Untuk prodruk steril yang dihasilkan oleh Sub Instalasi Sterilisasi Sentral di Rumah Sakit dr.
Cipto Mangunkusumo diberlakukan ketentuan bahwa apabila barang-barang steril yang tidak
dipergunakan dalam waktu 1-2 bulan dikirim kembali ke Sub Instalasi Sterilisasi Sentral untuk
disteril ulang.

Pengawasan / pengujian hasil sterilisasi

Penggunaan alat atau bahan dalam ruang perawatan dan ruang bedah harus dapat dijamin kualitas
dan kuantitas mikrobiologinya sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan pasien terinfeksi.
Untuk itu diperlukan kepastian bahwa semua bahan, alat dan perlengkapan telah disterilkan
dengan tehnik yang benar dan tepat.

115
Pengawasan terhadap proses sterilisasi dapat dilakukan dengan pemakaian indikator fisika, kimia
atau biologi, tergantung pada tehnik sterilisasi yang digunakan.
1. Indikator Fisika
Tehnik sterilisasi panas menggunakan indikator temperatur. Sedangkan untuk sterilisasi cara
radiasi, dipakai dosimeter yang dapat mengukur dosis penyinaran.
Sterilisasi cara penyaringan menggunakan cairan yang dapat diamati ukuran pancarannya
bila diberi tekanan.
2. Indikator Kimia
Penggunaan bahan kimia sebagai indikator berdasar atau terjadinya perubahan warna karena
adanya panas , radiasi, atau gas. Ada beberapa indikator kimia yang sesuai dengan masing-
masing cara sterilisasi, contohnya : tabung browne’s yang berwarna kuning dan akan
berubah menjadi hijau jika dipanaskan pada temperatur 114°C selama 3 menit. Ada juga
contoh lain, berupa pita kertas untuk Autoclave.
Bowie Dick test paper, yang berwarna kuning muda dan garis miring berwarna lebih muda.
Jika terkena panas dari Autoclave, garis miring tersebut akan berubah warna menjadi coklat
sampai hitam.
3. Indikator Biologi
Indikator biologi berupa kultur dalam bentuk kertas/lempeng/agar atau cairan yang
mengandung mikro-organisme tertentu. Pemilihan mikro-organisme dilakukan sesuai dengan
metoda sterilisasi, seperti contoh pada tabel 2. Cara penggunaanya adalah kultur disterilkan
bersama-sama alat atau bahan yang akan disterilkan. Kemudian kultur diinkubasi dengan
kondisi yang sesuai dengan kondisi pertumbuhan mikro-organisme. Pengamatan dilakukan
terhadap pertumbuhan kloni pada kultur yang diinkubasikan.
Proses sterilisasi dapat dikatakan berjalan dengan baik jika pada pengamatan tidak
ditemukan adanya pertumbuhan koloni mikro-organisme.

Pengujian sterilitasi

Ada tiga pilihan tehnik pengujian sterilitas, yaitu :


1. Penanaman langsung pada sampel media pembenihan
2. Pembilasan penyaring, hasl pembilasan diinkubasikan setelah ditanam dalam media
pembenihan
3. Pananaman media pembenihan pekat kedalam larutan yang akan diuji, kemudian
diinkubasikan.

116
Untuk mengamati apakah selama inkubasi dalam pengujian diatas mikro-organisme dapat
tumbuh atau tidak, maka secara bersama-sama mikro-organisme standar disertakan dalam proses
pengujian. Mikro-organisme standar yang dapat digunakan adalah Staphylococcus aureus aerobil
Clostridium spirogenes anaerobik, dan Candida albicans (jamur).

Jika bahan uji mengandung antimikroba, maka terlebih dahulu harus dilakukan inaktifasi,
sehingga kemampuan antimikrobanya dirusak.

Jaminan hasil pengujian dapat dicapai jika semua bahan, alat, dan perlengkapan tidak hanya
sampel – dilakukan pengujian, tetapi tentu saja hal ini tidak mungkin karena akan menghabiskan
semua bahan, alat atau perlengkapan untuk kepentingan pengujian. Oleh sebab itu pengujian
hanyalah dimaksudkan agar tingkat keyakinan akan sterilitas lebih tinggi. Oleh karena itu, jika
kita ingin mendapatkan hasil sterilitas yang baik maka pengawasan dimulaisejak pemilihan bahan
awal sampai dengan proses akhir sterilisasi, terutama dengan memperhatikan daerah, waktu dan
bahan-bahan kritis.

ANTISEPTIK

Pada kegiatan desinfeksi selain menggunakan desinfektan maka dapat juga digunakan bahan
antiseptik.
Definisi : Antiseptik adalah suatu bahan yang tergantung dari sifat dan cara pemakaiannya
ditujukan untuk mencegah pertumbuhan atau membunuh kuman khususnya
diterapkan pada jaringan hidup sehingga dapat mencegah sepsis/pembusukan atau
peluruhan.

Jenis dan syarat antiseptik

Beberapa jenis antiseptik antara lain adalah :


a. Preparat jodium
Sediaan jodium bentuk padat kehitaman dengan bau yang khas larut dalam air panas dan
pelarut organis lainnya.
Cara kerja jodium membunuh kuman dengan cara bereaksi dengan protein kuman
membentuk garam jodium dengan proses halogenisasi. Kecepatan membunuh kuman antara
0-10 detik.
Dosis dan cara pengggunaan
Sediaan jodium tinctura atau alrutan 2% dengan cara mengusapkan larutan jodium pada
daerah yang akan diantiseptikkan, biarkan tidak kurang selama dari dua menit. Digunakan

117
untuk membersihkan kulit/alat kedokteran dan alat lainnya bahan operasi/udara/alat makan
dan masak air dan kegiatan emergensi.
Sediaan dapat berbentuk larutan/koloid/serbuk/halogen/tablet/kapas/salep/spray
“iodophore”.

b. Preparat air raksa


Sediaannya antara lain :
Merthiolat Mercresin
Metaphen Mertoxol
Merphenil nitrat Mercurochrome
Mercarbolida Meroxyl
Mercury cyanida Mercuri oxycyanide
Potassium mercuri iodine Mercuri chloride
Cara kerja :
Dengan jalan presipitasi protein bakteri dengan membentuk ikatan merkuri proteinase.
Dengan cara ionisasi absorpsi dan melumpuhkan kerja enzym bakteri.
Jenis ikatan air raksa :
Merkuri chlorida Merkuri oksianide
Mercuro chlorida Merkuri sianida
Garam mercuri tak larut Merkuri organik

c. Antiseptik logam berat


Dalam bentuk sediaan garam-garam dari timah hitam/seng/tembaga/alumunium. Bersifat
sebagai astringen dengan cara presipitasi protein kuman dengan membentuk lapisan
koagulasi protein kuman, mempunyai kemampuan sistem oksidasi dan reduksi bahan, dalam
bentuk garam-garam ikatan inorgaik atau organik.

d. Golongan bio-phenol
Bersifat antibakteri
Digunakan untuk : - Pembersih kulit, antiseptik dan deodoran
- Sebagai desinfektan dan detergen sanitizer
- Sterilisasi alat kedokteran
- Preservatif
- Anti jamur

e. Minyak essential
Yaitu minyak yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan
Effek :

118
Dapat bersifat antiseptik/germisida/bacteriostatik/bakterisid/antijamur/fungistatik.

f. Alkohol
Cara kerja dengan denaturisasi mempengaruhi metabolisme kuman, mempunyai daya lisis
(menghancurkan)
Daya antiseptik terhadap : Spora bakteri
Spora jamur
Virus
Mencegah infeksi
Pembersih kulit
Pembersih alat-alat

g. Surgical antiseptik : Ethyl alkohol


Propyl alkohol
Golongan merkuri
Jodium
Zephran
Hexachlorophen
Detergent

h. Salep antiseptik
Salep phenol

i. Antiseptik untuk virus


Cara kerja : Langsung menginaktifkan virus
Hal-hal yang memperlambat inaktifasi adalah :
Dessikasi (pengeringan)
Adanya glycerol
Temperatur yang rendah
Adanya serum
Hal-hal yang mempercepat inaktifasi adalah :
Dengan cara fisik
Dengan meningkatkan suhu
Dengan filteri saringan
Gamma radiasi
Dengan tekanan

119
Dengan sinar UV
Dengan vibrasi

Dengan kimia inorganik


Chlorine
Garam tembaga
Ion hidrogen
Peroksida (H2O2)
Hidrosulfite
Iodine
Golongan air raksa
Kallium sianida
Kallium permanganat
Perak nitrat
Natrium khlorida

Dengan kimia organik


Aceton
Acridine
Antiseptilibiotika
Ascorbik acid
Chloroforf
Enzym
Ethanol
Ether
Ethylene oxide
Formladehid
Glycol
Liqual antiseotik
Methanol
Monoxu chlorosene
Mustard
Phenol
Salisilat
Surface active agent

120
j. Ikatan perak
Berbentuk garam perak misalnya perak nitrat
Cara kerja dengan jalan masuknya partikel perak kedalam kulit terus kejaringan dandarah
dalam bentuk hidroksida atau ion perak yang akan melakukan presipitasi protein kuman.

k. Oligo dynamic metal activity


Cara kerjanya :
1. Larutan logam yang daya antiseptiknya sangat tergantung dari daya larutan logam
terhadap bahan buangan kuman.
2. Mempengaruhi struktur dinding sel sehingga terjadi pecahnya plasma sel
3. Talergu yaitu pengaruh cahaya yang dipancarkan oleh permukaan partikel logam “I
rays”
4. Adsorpsi oleh akteri
5. Reaksi logam dengan protein kuman
6. Membentuk garam dengan logam
7. Oksidasi dari kuman yang dapat mempengaruhi kuman
8. Ikatan logam/metal dengan chlorida memperkecil partikel endapan logam (pada perak)
sehingga memperlunak permukaan larutan
9. Ion logam atau ion kompleks

Faktor yang mempengaruhi kerja antiseptik


a. Adanya bahan organik
b. Adanya sabun atau detergent
c. Adanya surface active agent
d. Adanya air
e. Adanya lapisan lilin atau waxes
f. Kaedaan pH
g. Ikatan organik yang tak larut
h. Adanya ikatan sulfonamide
i. Adanya antibiotika

Persiapan
a. Persiapan bahan antiseptik

121
Bahan antiseptik disiapkan sesuai dengan prosedur penyiapan bahan (tergantung dari bahan
antiseptik yang akan dipakai). Jumlah antiseptik yang harus disiapkan atau yang akan
dipakai tergantung dari banyaknya bahan alat atau benda yang akan di antiseptikkan.
Penempatan antiseptik dengan wadah yang sesuai dengan bahan antiseptik serta proses
pengerjaan antiseptik.
b. Persiapan bahan atau benda yang akan di-antiseptikkan
Bahan/alat atau benda yang aka diantiseptikkan dibersihkan terlebih dahulu dengan cara
pembersihan biasa , misalnya dengan mencuci dengan air, membersihkan dengan lap atau
tissue kemudian dikeringkan serta disusun dengan sebagaimana mestinya.

Prosedur

Cara pengantiseptikkan bahan/alat atau benda dengan cara mengaplikasikan antiseptik kepada
bahan /alat atau benda yang akan diantiseptikkan. Dibiarkan antiseptik kontak dengan bahan/alat
atau benda tersebut untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan jenis antiseptiknya, untuk
memberikan kesempatan pada antiseptik bekerja untuk membunuh kuman. Setelah itu simpan
bahan/alat benda yamng telah diantiseptikkan. Kemudian bila bahan/alat atau benda tersebut akan
didistribusikan, maka dalam penditribusian bahan/alat atau benda tersebut hendaknya dijaga atau
dicegah kemungkinan untuk terjadinya rekontaminasi.

Pengujian

Pengujian bahan antiseptiknya atau pengujian hasil proses pengantiseptikan bahan, alat atau
benda – lihat cara pengujian desinfeksi dan sterilisasi.

Refrensi

1. Mary castle. RN.. MPH, Hospital Infection Control, Awiley Medical Publication, 1985.
2. Ben Freedman, MD. MPH, Sanitaria’s Handbook, Peerless Publishing Co. New Orleans,
1977.
3. Albert Balows, editor, Manual of Clinical Microbiology, fifth edition, Washington, 1991.
4. WHP, Laboratory Biosafety Manual, 2nd edition, 1993.
5. Linda T., Wendy C. Noel M, Infection Prevention for Family Planning Service programs.
Essential Medical Information Systems, Inc, 1992.

SERI XI

122
PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL

I. PENDAHULUAN

Pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit meliputi kegiatan pencegahan dan


penanggulangan. Infeksi Nosokomial dapat terjadi pada setiap ruangan/unit rumah sakit,
tetapi pada umumnya terjadi pada unit pelayanan medis dimana pasien ditangani dan
mendapat tindakan invasif. Infeksi Nosokomial selain menyebabkan peningkatan angka
,orbiditas dan mortalitas juga menyebabkan kerugian lain seperti : rasa tidak nyaman bagi
pasien, perpanjangan hari rawat (length of stay), menambah biayaperawatan dan pengobatn
serta masalah sosial ekonomi lainnya

Infeksi nosokomial dapat bersumber dari faktor endogen dan eksogen yang berasal dan
lingkungan, yang dapat berupa benda hidup (animate) maupun benda mati (nianimata)
yangbterkontaminasi oleh patogen manusia
Pencegahan infeksi nosokomial ini disusun dengan tujuan untuk memberikan gambaran
tentang teknis pelaksanaan pengelolaan faktor lingkungan dirumah sakit agar
kualitaslingkungan dirumah sakit memenuhi persyaratan kesehatan dan upaya pencegahan
infeksi nosokomial dapat berhasil dengan baik.

II. BATASAN PENGERTIAN

1. Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi atau didapat penderita ketika sedang
dirawat dirumah sakit dengan ketentuan sebagai berikut :
- Pada saat pasien masuk rumah sakit/dirawat tidak didapatkan tanda-tanda klinis
dan tidak sedang dalam masa inkubasi penyakit tersebut
- Infeksi timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak diraat di rumah sakit
- Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan lebih lama daripada waktu
inkubasi penyakit tersebut
2. Pengelolaan kualitas lingkungan rumah sakit
Pengelolaan kualitas lingkungan rumah sakit adalah upaya terpadu dalam penataan,
pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan lingkungan
rumah sakit baik terhadap lingkungan tempatnya maupung lingkungan medianya.

123
III. INFEKSI NOSOKOMIAL DAN KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

Beberapa faktor yang sering menjadi sumber infeksi nosokomial di rumah sakit antara lain
sebagai berikut :
- Banyaknya pasien yang dirawat dan menjadi sumber infeksi bagi pasien lain maupun
lingkungannya
- Kontak langsung antara pasien yang menjadi sumber infeksi dengan pasien lainnya
- Kontak langsung antara petugas rumah sakit yang terkontaminasi oleh kuman dengan
pasien yang dirawatnya
- Penggunaan peralatan medis yang terkontaminasi oleh kuman
- Kondisi pasien yang lemah akibat penyakit yang sedang dideritanya

IV. PENGELOLAAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT DALAM UPAYA


PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL

Untuk mengurangi terjadinya infeksi nosokomial perlu dilakukan langkah-langkah


menghilangkan kuman penyebab infeksi dari sumber infeksi, mencegah kuman tersebut
mencapai penderita dan menjauhkan penderita/manusia yang rentan dengan cara isolasi
sumber kuman patogen, faktor yang paling penting adalah higiene dan kebersihan
perorangan maupun rumah sakit.
Faktor lingkungan Rumah sakit yang perlu diperhatikan dalam rangka menurunkan angka
INFEKSI NOSOKOMIAL adalah :
a. Lingkungan berdasarkan tempatnya, meliputi antara lain : desain ruang penderita yang
memenuhi standar dan persyaratan, penyediaan air bersih, fasilitas cuci tangan,
desinfeksi dan sterilisasi, pembuangan limbah padat dan cair, sanitasi dapur, sanitasi
binatu/laundry, pengendalian serangga dan tikus dan binatang pengganggu, alur lalu
lintas orang.
b. Lingkungan berdasarkan media : kualitas air, kualitas udara, bunga dan tanaman.

A. LINGKUNGAN BERDASARKAN TEMPATNYA

1. Tata ruang penderita :


Ruang perawatan, ruang tindak medik, rawat jalan, rawat inap, rumah tangga dan
ruang administrasi sebaiknya saling terpisah. Peletakkan masing-maing ruang
diesuaikan dengan lalu lintas penderita, pengunjung dan para petugas rumah sakit.
Pengaturan ruangan perlu diperhatika hal-hal sbb : cara penularan penyakit (Mode of

124
Transmision), arus lalu lintas pasien (patient traffic), ruang depan isolasi, ruangan
dengan bangunan lain.

Prioritas penempatan ruangan adalah pada ruang operasi dan ruang isolasi penyakit
menular. Bila vantilasi yang baik sukar diperoleh dengan peralatan modern maka
ruang operasi diletakkan sejauh mungkin dari tempat yang kemungkinan udaranya
tercemar, sedangkan ruang isolasi diletakkan sedemikian tidak mencmari udara
sekitarnya. Bebas dari gangguan serangga, binatang pengerat dan binatang
pengganggu lainnya.

2. Pemeliharaan ruang dan bangunan

a. Kegiatan pembersihan ruangan sebaiknya dilakukan sehari dua kali (pagi dan
sore)
b. Pemberihan lantai diruang perawatan dilakukan setelah pembenahan/merapihkan
tempat tidur pasien (verbeden), setelah jam makan, setelah kunjungan keluarga
dan sewaktu-waktu bila diperlukan.
c. Cara pembersihan ruangan yang dapat menebarkan debu sebaiknya dihindari
d. Masing-masing ruang memiliki perlengkapan pembersih sendiri
e. Pembersihan lantai dimulai dari bagian dalam menuju kearah luar
f. Setiap bercak ludah, darah, eksudat luka pada dinding/lantai harus segera
dibersihkan dengan menggunakan desinfektan
g. “surface contamination” pada kereta dorong, kursi dorong, mobil jenazah dapat
dihilangkan dengan mencuci dan memakai detergen
h. Tingkat kebersihan lantai untuk ruang operasi adalah 0-5 koloni mkuman per
cm2, untuk ruang perawatan 5-10 koloni kuman per cm2
i. Mutu udara dipertahankan untuk ruang operasi <350 koloni kuman per m3 udara
dan bebas kuman patogen khususnya alpha strepotococcus haemoliticus dan spora
gas ganggren, untuk ruang perawatan dan isolasi angka kuman <700 koloni
kuman per m3 udara dan bebas kuman patogen khususnya alpha strepotococcus
haemoliticus
j. Tersedia tempat sampah yang sesuai dengan jenis sampahnya
k. Apabila ruang dilengkapi dengan ventilasi mekanis (AC) maka filter AC dari
semua unit harus sering dikontrol, dibersihkan, dan diganti. Jika sistim ventilasi
menggunakan AC sentral, maka air pendingin sisti AC tersebut ering diganti

125
3. Hubungan antara ruang/bangunan
a. Ruang bedah untuk penderita penyakit menular harus dipisah dengan ruang bedah
pusat
b. Ruang bedah penyakit menular terletak pada lokasi yang berdekatandengan
bagian rawat tinggal penderita penyakit menular

4. Konstruksi bangunan
4.1. Ruang perawatan
a. Ruang perawatan pasien tanpa infeksi
1) Harus selalu dalam keadaan bersih dan mudah dibersihkan, tersedia tempat
sampah sesuai dengan jenis sampahnya serta tersedia fasilitas sanitasi sesuai
dengan kebutuhan
2) Bebas dari gangguan serangga, binatang pengerat, dan binatang pengganggu
lainnya
3) Lantai harus selalu bersih, tingkat kebersihan lantai untuk ruang operasi 0-5
kuman/cm2 dan ruang perawatan 5-10/cm2
4) Mutu udara memenuhi persyaratan sebagai berikut :
- Tidak berbau terutama H2S dan NH3
- Kadar debu <150 ug/m3 udara dalam rata-rata pengukuran 24 jam
5) Tingkat kebisingan disetiap kamar/ruang sesuai dengan fungsinya harus
memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut :
- Ruang perawatan, ruang operasi, isolasi, dan radiologi maksimum
45dBA
- Poli gigi, bengkel/mekanis maksimum 70dBA
- Laboratorium maksimum 68dBA
- Ruang cuci, dapu, ruang boiler/cooler maksimum 78dBA

b. Ruang perawatan pasien dengan infeksi


1) Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur,
kamar operasi ruang perawatan pasien dan ruang khusus lainnya
2) Ruang perawatan untuk pasien penyakit tetanus dengan persyaratan segai
berikut :
- Dinding dilapisi sound proof
- Dinding berwarna gelap
- Pimtu harus terawat baik sehingga tidak bunyi kalau dibuka

126
- Hindari masuknya cahaya sekecil mungkin (lubang exhauster dilengkapi
dengan penangkal cahaya)
3) Ruang perawatan untuk pasien penyakit saluran pencernaan dengan
persyaratan sebagai berikut :
- Dinding dilengkapi dengan porselin/bahan yang mudah dicuci
- Kemiringan lantai ½ % ke arah saluran pembuangan limbah
- Letak exhuaster/ventilasi pada dinding dengan ketinggian 40cm dari
lantai
4) Ruang perawatan untuk pasien/penderita penyakit pernafasan dan diphteria
dengan persyaratan sebagai berikut :
- Dinding dilapisi porselin/bahan yang mudah dicuci
- Exhauster/ventilasi dipasang terletak pada plafond
- Pintu harus selalu dalam keadaan tertutup

4.2. Ruang rawat jalan (poli umum dan poli spesialis)


- Pencahayaan umum minimal 200 lux
- Suhu 26-27°C
- Kelembaban 50-60 % RH
- Angka kkuma kurang dari 700 koloni/m3 udara, bebas kuman alpha
streptococcus haemoliticus dan spora gas ganggren
- Penempatan sampah infeksius/medis terpisah dengan sampah umum, sampah
benda tajam (spuit, ampul, infus set, blood set, dll) dikumpulkan pada wadah
yang tahan benda tajam

4.3. Ruang Operasi


- Dinding terbuat dari bahan porselin atau vynil setinggi langit-langit atau dicat
dengan cat tembok yang mengandung weather shield
- Berwarna putih dan terang
- Langit-langit terbuat dari bahan multiplek, dipasang rapat
- Tinggi langit-langit antara 2,70 s/d 3,30 m dari lantai
- Lebar pintu minimal 1,20 m dan tinggi minimal 2,0 m
- Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan, dan berwarna
terang
- Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 m dari
lantai
- Suhu antara 22 s/d 25°C dan kelembaban 50 s/s 60% RH

127
- Pencahayaan antara 300-500 lux, pada meja operasi 10.000-20.000 lux
- Ventilasi sebaiknya menggunakan AC window dengan pemasangan minimal 2
m dari lantai, arah udara bersih yang masuk kedalam ruang operasi dari atas ke
bawah
- Semua pintu harus selalu dalam keadaan tertutup
- Angka kuman minimal 300 koloni kuman /m3 udara
- Pemasangan gas medis secara sentral diusahakan melalui bawah lantai atau
diatas langit-langit

4.4. Instalasi gizi/dapur


a. Umum
- Pencahayaan minimal 200 lux
- Perencanaan sistim ventilasi yang memenuhi syarat dapat mencegah
terjadinya kondensasi diruangan, mengurangi pertumbuhan jamur dan bakteri
- Sisa-sisa makanan dari ruang perawatan pasien penyakit menular tidak boleh
dibawa ke dapur, akan tetapi dibersihkan/dibuang ketempat sampah yang ada
diruang perawatan tersebut
b. Bahan makanan dan makanan jadi
- Bahan makanan dan makanan jadi harus diperiksa secara phisik dan secara
periodik (sebulan sekali), diambil sampelnya untuk pemeriksaan laboratorium
- Apabila menggunakan bahan makanan tambahan (bahan pengawet, pewarna,
pemanis buatan, dll) harus sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku
c. Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi
- Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam
keadaan bersih, terelindungi dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan
lain-lain
- Bahan makanan dan makanan jadi disimpan ditempat terpisah
- Makanan yang mudah membusuk disimpan di dalam suhu panas >56,5°C
atau dalam suhu dingin <4°C. Untuk makanan yang disajikan dalam 6 jam
disimpan dalam suhu -5°C s/d -1°C
d. Penyajian/distribusi makanan
- Makanan jadi dibawa dari instalasi gizi keruang perawatan pasien dengan
menggunakan kereta dorong khusus agar terhindar dari sumber pencemaran
- Transportasi makanan jadi menggunakan jalur khusus

128
- Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan kepada pasien
e. Tempat pengolahan makanan
- Sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan makanan, tempat pengolahan
makanan harus selalu dibersihkan dengan menggunakan antiseptik
- Asap dikeluarkan melalui cerobong yang dilengkapi dengan sungkup asap
- Intensitas cahaya diupayakan tidak kurang dari 200 lux
f. Peralatan
- Peralatan masak dan makan harus segera dicuci setelah digunakan,
didesinfeksi, atau dikeringkan dengan bantuan sinar matahari atau pemanas
buatan dan jangan dikeringkan dengan lap/kain
- Peralatan yang sudah bersih disimpan dalam keadaan kering ditempat yang
tidak lembab, tertutup/terlindung dari pencemaran dan gangguan binatang

4.5. Laundry/pencucian linen


a. Umum
- Diruang cuci harus ada ruang yang terpisah untuk linen bersih dan linen
kotor, tekanan udara pada linen kotor harus negatif (untuk mencegah sirkulasi
udara menuju ruang linen bersih)
- Pekerja yang menangani linen bersih harus berpakaian seragam, bersih dan
memakan pelindung kepala
- Angka kuman pada linen bersih tidak mengandung 6x103 spora species
bacillus per inchi persegi
- Linen yang terinfeksi harus didekontaminasi dahulu sebelum dilakukan
proses pencucian
b. Penanganan linen
b.1. Tahap pembilasan linen
Kegiatan pemilihan linen sudah dimuli pada ruang perawatan pasien, linen
kotor dari ruang perawatan penyakit menular harus dipisahkan dengan linen
kotor dari ruang perawatan pasien penyakit tidak menular dan harus diberi
tanda-tanda yang jelas.
b.2. Tahap pembilasan pertama
Tahap ini berguna untuk menghilangkan noda-noda (darah, nanah, dll) yang
melekat pada linen kotor.

129
b.3. Tahap penyabunan
Pada tahap ini linen kotor direndam dalam air panas (suhu antara 65-77°C)
selama 30 menit, sabun yang dipergunakan bleaching yang berfungsi
sebagai bahan pemutih dan juga sebagai bahan pembunuh kuman (dapat
menghancurkan bakteri vegetatif).
b.4. Tahap pembilasan akhir
- Gunakan air panas dengan suhu antara 74-77°C
- Asam lemak seperti asam septic atau sodium metha silikat sering
digunakan untuk menghilangkan detergen yang masih menempel
pada linen.

5. Pengaturan jalur lalu lintas orang/barang


a. Jalur lalu lintas pasien penyakit menular dari ruang perawatan ke ruang
pemeriksaan/tindakan harus melalui jalur khusus.
b. Jalur lalu lintas untuk pasien yang meninggal dari ruang isolasi penyakit menular
ke kamar mayat dan keluar lingkungan rumah sakit harus melalui jalur khusus.
c. Jalur khusus lintas linen yang bersih harus terpisah dengan linen yang kotor.
d. Sebelum masuk ke ruang operasi dan ruang isolasi harus melalui ruang antara,
mencuci tangan, memakai jubah/ganti pakaian, tutup kepala, masker.
e. Para pengunjung pasien isolasi penyakit menular harus tetap berada di luar kamar
yaitu di teras terbuka/tertutup (hanya dapat melihat pasien melalui kaca jendela.
f. Jam kunjungan agar dibatasi khususnya pada perawatan pasien di ruang
ICU/ICCU dan bagian anak.
g. Pengunjung di ruang perawatan ibu melahirkan tidak boleh menderita penyakit
menular.
h. Pembatasan jumlah pengunjung diperlukan selama ada wabah penyakit di
masyarakat misalnya : Influenza, morbili, pes dll.

6. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai di ruang perawatan pasien
a. Ruang perawatan bayi
- Ruang perawat minimal 2 m2/TT
- Ruang isolasi minimal 3,5 m2/TT
b. Ruang perawatan orang dewasa
- Ruang perawatan minimal 4,5 m2/TT
- Ruang isolasi minimal 6 m2/TT

130
B. LINGKUNGAN SEBAGAI MEDIA

1. Air
a. Kuantitas jumlah kebutuhan air minum minimal 300 liter per penderita yang
dirawat, sedangkan untuk air bersih minimal 500 liter per tempat tidur per hari
b. Air minum dan air bersih tersedia pada sat kegiatan yang membutuhkan secara
berkesinambungan
c. Distribusi air bersih ke setiap kamar/ruang harus menggunakan jaringan perpipaan
yang mengalir dengan tekanan positif
d. Fasilitas cuci tangan menggunakan kram air, tersedia cukup pada setiap ruang,
dilengkapi dengan sabun atau antiseptik
e. Pemeriksaan sanitasi terhadap sarana penyediaan air bersih dilakukan minimal dua
kali satahun
f. Pemeriksaan bakteriologis terhadap sarana air bersih dirumah sakit minimal 1 kali
sebulan, jumal sampel air yang diambil/diperiksa disesuaikan dengan banyaknya
jumlah tempat tidur yang tersedia di rumah sakit. Perbandingan jumlah sampel air
bersih dengan jumlah tempat tidur adlah sebagai berikut

Jumlah tempat tidur Sampel air minum Sampel air bersih


25 – 100 4 sampel 4 sampel
101 – 400 6 sampel 6 sampel
401 – 1000 8 sampel 8 sampel
>1000 10 sampel 10 sampel

g. Persyaratan kualitas bakteriologis untuk penyediaan air di rumah sakit adalah


sebagai berikut :
- Air minum
1) Coliform tinja : jumlah per – 100 ml air = 0
2) Total coliform jumlah per – 100 ml air = 0
- Air bersih
1) Total coliform : jumal per – 100 ml air = 50
2) MPN : jumlah per – 100 ml air = 10

2. Udara
a. Arah dan kecepatan angin
131
Pengaturan sistim ventilasi dibuat dengan tujuan untuk menyegarkan ruangan
dengan jalan memasukkan udara bersih, menjaga suhu kamar, dan kelembabannya.
Ventilasi yang dipasang saling berhadapan menentukan aliran udara yang sejajar,
aliran udara yang searah dapat diatur sedemikian rupa sehingga udara dapat
mengallir kearah pasien dan terus dikeluarkan untuk disaring, hal ini dapat
menekan kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial.
Aliran udara yang cukup kuat masuk kedalam ruangan dapat mengangkat
partikel-partikel yang ada dilantai maupun didinding ruangan.
Sistim ventilasi diruang operasi dan ruang isolasi harus menggunakan sistim
yang dapat menyaring/membersihkan udara, udara yang akan dimasukkan keruang
operasi harus disaring/dibersihkan terlebih dahulu, atau dengan cara meletakkan
ruang operasi sejauh mungkin dari tempat-tempat yang menjadi sumber
pencemaran udara. Sebaliknya udara dari nruang isolasi harus disaring/dibersihkan
lebih dahulu sebelum dibuang keluar.
b. Angka kuman
- Angka kuman diruang operasi < 350 koloni kuman/m3 udara, bebas kuman
patogen (khususnya alpha streptococcus haemoliticus dan spora gas ganggren).
- Angka kuman diruang perawatan dan isolasi <700 koloni kuman/m3 udara,
bebas kuman patogen (alpha streptococcus haemoliticus).
c. Kadar debu
Kadar debu dalam ruang <150 ug/m3 udara dalam rata-rata pengukuran 24 jam.
d. Suhu udara ruangan
Ruang tertentu diupayakan memenuhi syarat sebagai berikut :
- Ruang operasi : 22-25°C
- Ruang bersalin : 22-25°C
- Ruang pemulihan : 24-25°C
- Ruang observasi bayi : 26-27°C
- Ruang peralatan bayi : 26-27°C
- Ruang ICU : 26-27°C
- Ruang pendingin : -10 s/d -5°C
e. Kelembaban
Kelembaban udara pada maing-masing ruang harus diupayakan memenuhi syarat
(40-70%) udara ruang yang terlalu lembab dapat menyebabkan tumbuhnya
bermacam-macam jamur dan spora. Udara yan terlalu kering menyebabkan

132
keringnya lapisan mukosa dan merupakan predisposisi infeksi saluran pernafasan
atas.
f. Tekanan udara ruang
Ruang operasi :
- Tekanan udara indoor > out door
- Temperatur :70-76°F
- Kelembaban :50-60% RH
- Minimal pergantian udara 5 kali/jam

Ruang Pelayanan Medis Suhu (°F) Kelembaban (%RH)


Kamar operasi 70-75 50-60
Kamar bersalin 50-60 75
Kamar pemulihan 70-75 50
Ruang rawat bayi 50-60 70-80
ICU 75 50-60

Filter :
Sistim ventilasi pada ruangan (ruang operasi pemulihan, ruang rawat bayi, isolasi, laboratorium,
sterilisasi dilengkapi dengan minimal 2 liter)
Filter I : diatas -------› mengurangi 30%
Filter II : dibawah----› mengurangi 90%

PERUBAHAN UDARA
AREA TEKANAN UDARA
DARI LUAR
Kamar operasi + 5
Kamar delivery + 5
Kamar nursery + 5
Ruang recovery 0 5
ICU + 2
Bangsal 0 2

3. Bunga dan tanaman


- Ruang perawatan seperti ICU, ICCU, kamar bersalin, perwatan neonatus, ruang
pasien dengan gangguan sistim immunologis harus bebas dari bunga dan tanaman
- Petugas yang merawat pasien harus mencuci tangan setelah menangani bunga dan
tanaman

V. PERANAN PETUGAS DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

133
Ruang isolasi berdasarkan cara penularan
1. Isolasi ketat
- Untuk perawatan pasien dengan penyakit yang sangat menular melalui kontak
langsung atau udara (airbome transmission)
- Kamar tersendiri, pintu harus selalu ditutup
- Ventilasi udara kearah luar (udara bebas) dengan tekanan negatif didalam ruangan
- Memakai jubah khusus : masker dan sarung tangan untuk semua orang yang masuk
kedalam ruangan
- Cuci tangan setiap akan masuk/setelah keluar ruangan
- Linen kotor harus dibungkus sebelum dikirim kebinatu dan diberi label
terkontaminasi
- Alat-alat/barang yang tidak dibutuhkan jangan diletakkan di ruang isolasi
- Specimen laboratorium dimasukkan kedalam kantong dan diberi label
“terkontaminasi”

2. Isolasi pernapasan
- Untuk penyakit yang ditularkan melalui udara
- Kamar tersendiri, pintu selalu ditutup
- Ventilasi kearah udara bebas dengan tekanan negatif didalam ruangan
- Jubah dan sarung tangan tidak diharuskan
- Masker harus dipakai oleh setiap orang yang masuk ke ruang isolasi
- Cuci tangan sebelum masuk dan sesudah keluar ruangan
- Linen kotor harus didesinfeksi atau dimusnahkan
- Pasien harus menutup mulut dengan tissue bila batuk dan membuangnya kedalam
kantong yang tersedia dan bila perlu menggunakan masker sekali pakai (disposable
mask)
- Barang/alat yang tidak dibutuhkan jangan dietakkan didalam ruang isolasi

3. Enteric Precaution
- Penyakit yang penularannya terjadi karena menelan (ingesti) kuman pathogen
- Lantai mudah dibersihkan dan memiliki kemiringan yang cukup untuk pengaliran
air
- Ruang isolasi dilengkapi dengan ventilasi udara yang dilengkapi dengan kawat kasa
dengan ketinggian 40cm dari lantai
- Jubah harus dipakai untuk orang yang kontak dengan penderita (pasien)
- Masker tidak diperlukan

134
- Cuci tangan sebelum masuk dan sesudah keluar ruangan isolasi
- Setiap pasien harus cuci tangan setelah keluar toilet
- Sarung tangan harus dipakai bila kontak langsung dengan pasien atau bahan yang
terkontaminasi oleh kotoran pasien
- Bahan yang terkontaminasi oleh faeces atau urine penderita harus didesinfeksi atau
dibuang
- Spesimen laboratorium dimasukkan kedalam kantong dan diberi label
- Pengunjung/penjenguk harus dibatasi

4. Blood precaution
- Penyakit yang ditularkan melalui kontak darah baik secara langsung maupun tidak
langsung
- Ruang/jendela dilengkapi dengan kawat kasa khusus untuk penderita penyakit DHF
dan malaria dianjurkan untuk memakai kelambu pada tempat tidur pasien
- Jarum suntik yang telah dipakai harus disterilkan atau dimusnahkan
- Specimen darah harus diberi label
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita
- Sarung tangan harus dipakai bila kontak dengan darah penderita

5. Isolasi proteksi
- Untuk pasien yang mengalami gangguan sistim immuno;ogis (“immunosupressif”)
- Jubah dan masker harus selalu dipakai untuk semua orang yang masuk kedalam
ruangan isolasi ini
- Cuci tangan sebelum dan sesudah masuk ruang isolasi ini
- Sarung tangan harus dipakai untuk semua orang yang kontak langsung dengan
penderita
- Linen harus diterilkan sebelum dipakai oleh penderita
- Jumlah pengunjung harus dibatasi

6. Ruang perawatan pasien


- Pasien rawat inap yang menderita penyakit diphteri, whooping cough, campak,
scarlet fever harus dirawat dalam kubikel. Jika ada beberapa hal yang cukup serius
dengan penyakit yang sama, pasien tersebut harus dirawat didalam ruang perawatan
khusus. Jika ruang cukup luas/besar pasien dapat dirawat bersama-sama dalam zaal-
zaal kecil
- Hindari kontak langsung diantara pasien yaitu dengan cara memberi partisi

135
- Penempatan pasien dengan jenis penyakit yang sama dalam satu ruang perawatan
dapat menurunkan resiko penularan penyakit tsb
- Kubikel dengan ruang penyekat dimana pasien dirawat, udara dibuang melalui
lubang ventilasi
- Kubikel tanpa ruangan penyekat dimana pasien dirawat udara dibuang melalui
pintu yang berhubungan langsung dengan udara luar
- Kubikel dengan pintu sistem elektrik atau dengan instruksi-instruksi yang ketat
terhadap karyawan rumah sakit
- Kubikel tanpa ruang penyekat diberi ventilasi yang vertikal dan dengan tekanan
udara didalam koridor yang berhubungan dengan kubikel harus dinaikkan
Bila penderita penyakit menular meninggal, maka jenazahnya harus :
a. Didesinfeksi di ruang isolasi sebelum dibawa ke ruang jenazah
b. Jenazah yang akan dibawa ke ruang jenazah dianjurkan untuk dimasukkan ke
dalam peti khusus.
c. Dibawa langsung dari ruang jenazah ketempat penguburan.

VI. TATA LAKSANA PENGELOLAAN KUALITAS KESEHATAN LINGKUNGAN


RUMAH SAKIT

Pengelolaan kualitas kesehatan lingkungan dirumah sakit menjadi tanggung jawab direktur
rumah sakit. Unit-unit di rumah sakit yang terlibat lengsung dengan kegiatan penyehatan
lingkungan dalam rangka pengendalian inteksi nosokomial antara lain meliputi instalasi-
instalasi dibawah Wadir Yan Medik dan Wadir Penunjang Medik, bagian Rumah Tangga,
Instalasi Gizi, Instalasi Pemeliharaan Sarana, Instalasi Sanitasi, dan Panitia Infeksi
Nosokomial.
A. Tugas dan fungsi
1. Kepala instalasi dibawah Wadir Yan Medis
a. Mengupayakan kebersihan ruangan masing-masing sesuai dengan pedoman
teknis yang ada
b. Melakukan pemantauan tehadap kelancaran pengalira air bersih, kondisi sarana
air bersih
c. Mengecek kelancaraan pengaliran air limbah
d. Melakukan penyuluhan dan bimbingan teknis kepada penanggung jawab
ruangan

136
e. Melaporkan hasil kegiatan pemantauan kepada Kepala Bidang Yan Medis
dengan tembusan kepada Kepala Instalasi Sanitasi dan Panitia Infeksi
Nosokomial (PIN)
2. Kepala instalasi dibawah Wadir Penunjang Medis
a. Mengupayakan kebersihan ruangan masing-masing sesuai dengan pedoman
teknis yang ada
b. Melakukan pemantauan tehadap kelancaran pengalira air bersih, kondisi sarana
air bersih
c. Mengecek kelancaraan pengaliran air limbah
d. Melakukan penyuluhan dan bimbingan teknis kepada penanggung jawab
ruangan
e. Melaporkan hasil kegiatan-kegiatan pemantauan kepada Kepala Bidang
Penunjang Medis dengan tembusan kepada Kepala Instalasi Sanitasi & Panitia
Infeksi Nosokomial (PIN)
3. Kepala Sub Bag. Rumah tangga
a. Melakukan pemantauan terhadap kegiatan kebersihan dilingkungan ruamh sakit,
baik dihalaman, teras, selasar maupun masing-masing ruang/unit di RS
b. Mengecek kekurangan/kerusakan fasilitas kebersihan yang ada
c. Menyusun rencana biaya/anggaran pengadaan peralatan dan bahan untuk
kegiatan kebersihan (sapu, alat pel lantai, desinfektan, tempat sampah, dll)
d. Melakukan pemberantasan serangga dan tikus
e. Mengawasi pelaksanaan pembuangan sampah medis agar sesuai dengan
petunjuk teknis yang ada
4. Kepala Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPSRS)
a. Melakukan pengecekan terhadap kondisi sarana sanitasi yang ada
b. Menerima surat dari Wadir Yan Medik, Wadir Pnunjang Medik, tentang
kerusakan/gangguan sarana sanitasi
c. Memperbaiki sarana sanitasi yang rusak/terganggu
d. Melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel air bersih & air limbah
5. Kepala Instalasi Gizi
a. Menyelenggarakan pengolahan makanan yang memenuhi persyaratan kesehatan
b. Malakukan upaya untuk melindungi makanan/minuman yang siap saji agar
terhindar dari kontaminasi
c. Melakukan pencegahan/pemberantasan terhadap serangga dan tikus didapur dan
sekitarnya

137
d. Melakukan penyuluhan terhadap penjamah makanan tentang cara-cara
penanganan makanan yang memenuhi persyaratan kesehatan
6. Kepala Instalasi Sanitasi
a. Menilai kualitas kesehatan lingkungan baik didalam ruangan maupun diluar
ruangan
b. Melakukan pemeriksaan/pengukuran parameter kualitas lingkungan
c. Menganalisis data hasil pemantauan, pemeriksaan parameter kualitas lingkungan
kaitannya dengan kejadian infeksi nosokomial
d. Melaporkan hasil kegiatan ke Wadir Umum dan dengan tembusan kepada
Panitia Infeksi Nosokomial
7. Panitia Infeksi Nosokomial
a. Melaporkan data kejadaian penyakit-penyakit infeksi secara berkala kepada
Komite Medik
b. Menginformasikan kejadian infeksi secara periodik kepada unit-unit yang terkait
dilingkungan rumah sakit

B. PENCATATAN DAN PELAPORAN


1. Materi pencatatan
a. Gangguan/keterlambatan pembersihan ruang perawatan pasien, mutu hasil
pembersih ruangan
b. Banyaknya penggunaan air bersih, hasil pemeriksaan kualitas air bersih (fisika,
kimia, bakterilogis), ketidak lancaran pengaliran air bersih, kerusakan/gangguan
pada sistim perpipaan (kran rusak, kebocoran, dll)
c. Ketidak lancaran pengaliran air limbah, gangguan bau, dll
d. Hasil pemeriksaan kualitas udara/angka kumasn diruangan-ruangan tertentu :
ruang operas, ruang perawatan pasien, ruang perawatan bayi, ICU, dll
e. Pemusnahan sampah medis/infeksius, dll
f. Hasil pemirksaan mutu makanan dan minuman yang berasal dari instalasi Gizi
dan kantin rumah sakit
2. Jenis dan periode pelaporan
a. Pengelolaan kebersihan
Pelaporan hasil kegiatan pengelolaan lebersihan ruangan dan lingkungan rumah
sakit termasuk pembuangan sampah/limbah medis, pemantauan/pemeriksaan
kualitas udara ruang (suh, kelembaban, kadar debu, gas beracun, angka koloni

138
kuman, dll) oleh Kepala Bagian Rumah Tangga disampaikan kepada Wadir
Umum dan Keuangan dengan frekuensi pelaporan satu bulan sekali.
b. Penyediaan air bersih dan pengelolaan limbah
Pelaporan hasil kegiatan penyediaan air bersih, pengelolaan limbah serta hasil
pemeriksaan laboratorium oleh Kepala IPSRS/Sarana Teknis disampaikan ke
Wadir Umum dengan frekuensi pelaporan satu bulan sekali
c. Penyehatan ruang pelayanan medis
Pelaporan hasil kegiatan penyehatan ruangan-ruangan palayanan medis
disampaikan kepada Kepala-kepala Instalasi kepada Wadir Medis, dengan
frekuensi pelaporan satu bulan sekali
d. Penyehatan makanan dan minuman
Pelaporaan hasil penyehatan makanan/minuman termasuk pemeriksaan
laboratorium oleh Kepala Instalasi Gizi disampaikan kepada Wadir Umum
dengan frekuensi pelaporan satu bulan sekali
e. Evaluasi hasil pengamatan kasus infeksi Nosokomial
Evaluasi hasil pengamatan kejadian infeksi nosokomial dilakukan oleh Panitia
Infeksi Nosokomial dengan mengikutsertakan instalasi-instalasi yang terkait
(instalasi sanitasi, instalasi gizi, IPSRS, dll)

139

Anda mungkin juga menyukai