Anda di halaman 1dari 65

PENGEMBANGAN SENSOR UNTUK MENDETEKSI

ALKOHOL BERBASIS POLYVINYLIDENE FLUORIDE


(PVDF)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:

Zahra Razani Husna

11150970000042

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UINVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2019
LEMBAR PER SETUJUAN

i
LEMBAR PENGESA HAN UJIAN

ii
LEMBAR PERNYA TAAN

iii
ABSTRAK

Sensor polyvinylidene fluoride atau PVDF merupakan salah satu sensor yang

sedang banyak dikembangkan. Berbagai penelitian telah banyak dilakukan.

Namun, aplikasi terhadap sensor reaksi kimia masih sangat jarang. Alkohol

merupakan salah satu bahan kimia yang banyak digunakan dalam berbagai

bidang. Pada penelitian ini, dilakukan pengujian sensor PVDF terhadap berbagai

konsentrasi alkohol. Sensor PVDF direndam oleh alkohol dengan variasi

konsentrasi yang berbeda untuk mengetahui respon yang diberikan dan untuk

mengetahui pengaruh alkohol terhadap elektron bebas pada sensor PVDF.

Konsentrasi alkohol yang digunakan adalah 50%, 70%, dan 90%. Sedangkan

untuk jenis alkohol yang digunakan adalah alkohol jenis etanol dan isopropil

alkohol. Pada respon sensor, semakin tinggi kadar konsentrasi alkohol, semakin

rendah pula nilai arus yang dihasilkan dan semakin tinggi nilai resistivitas yang

dihasilkan.

Kata Kunci: Etanol, Isopropil Alkohol, Piezoelektrik, Resistivitas, Sensor PVDF

iv
ABSTRACT

Polyvinylidene fluoride or PVDF sensor is one sensor that is being developed.

Various studies have been carried out. However, applications to chemical reaction

sensors are still very rare. Alcohol is a chemical that is widely used in various

fields. In this study, a PVDF sensor was tested for various alcohol concentrations.

PVDF sensors are soaked by alcohol with different concentration variations to

determine the response given and to determine the effect of alcohol on free

electrons on the PVDF sensor. The concentration of alcohol used are 50%, 70%,

and 90%. As for the type of alcohol used is ethanol and isopropyl alcohol. On-

sensor response shows the higher the concentration of alcohol, the lower current

will get and the higher the resistivity get higher.

Keynote: Ethanol, Isopropyl Alcohol, Piezoelektric, Resistivity, Sensor PVDF

v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah, Tuhan semesta alam yang oleh rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
“Pengembangan Sensor untuk Mendeteksi Alkohol Berbasis Polyvinylidene
Fluoride (PVDF)”, guna memenuhi persyaratan dalam rangka menyelesaikan
studi untuk menempuh gelar Sarjana Sains di Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi tidak dapat terselesaikan tanpa
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua penulis, Ayah, Mama, serta adik, Nahdah yang telah
memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta doa yang tiada
henti-hentinya.
2. Keluarga besar penulis yang telah menyemangati dan selalu memberikan
dukungan.
3. Bapak Dr. Ambran Hartono, M.Si selaku pembimbing I yang telah sabar
membimbing, memberikan ilmu-ilmu baru dan juga masukan kepada
penulis.
4. Bapak Ryan Rizaldy, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan
banyak masukan terkait penulisan dan memberikan saran terhadap
penelitian.
5. Bapak Dr. Ir. Agus Budiono, M.T selaku penguji I pada sidang
Munaqasah
6. Bapak Anugrah Azhar, M.Si selaku penguji II pada sidang Munaqasah
7. Bapak Priyambodo, M.Si yang telah membantu dalam melaksanakan
penelitian ini, serta memberikan banyak arahan dan masukan dalam proses
penulisan.
8. Ibu Tati Zera, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan dan
semangat kepada penulis.

vi
9. Ibu Elvan Yuniarti, M.Si selaku sekretaris Program Studi Fisika
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan semangat dan arahan kepada penulis.
10. Seluruh dosen Program Studi Fisika yang telah memberikan ilmu kepada
penulis
11. Gizelda Larasati A dan Andri K, yang telah memberikan banyak sekali
bantuan dan dukungan kepada penulis.
12. Qonita Sarah, Adya Nur S, Annisa Zikri, Silvi Ade N, dan Shania Dyah P
yang telah menyemangati dan membantu penulis serta memberikan
informasi mengenai skripsi.
13. Amira Naufalia, Yori Zahra A, Wiryawan Danang S, dan Candra M yang
selalu memberikan dukungan selama proses penulisan skripsi.
14. Teman KKN, Nisa dan Rifdah yang selalu menanyakan progress dan
memberikan motivasi.
15. Teman-teman Fisika Material 2015 yang selalu memberikan keceriaan dan
memberikan saran kepada penulis serta ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
penelitian.
16. Teman-Teman Fisika 2015 yang memberikan dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan ilmu dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran membangun demi perbaikan di masa yang
akan datang. Kritik, diskusi, serta saran dapat disampaikan melalui alamat
surat elektronik penulis, zahra.husna15@mhs.uinjkt.ac.id. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis dan pembaca, terkhusus pada bidang polimer.
Jakarta, 26 November 2019

Penulis

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN I

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN II

LEMBAR PERNYATAAN II

ABSTRAK IV

ABSTRACT V

KATA PENGANTAR VI

DAFTAR ISI VIII

DAFTAR TABEL X

DAFTAR GAMBAR XI

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1


1.2 PERUMUSAN MASALAH 3
1.3 BATASAN MASALAH 3
1.4 TUJUAN PENELITIAN 3
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 POLYVINYLIDENE FLUORIDE 6


2.2 PIEZOELEKTRIK POLIMER 11
2.3 KOEFISIEN PIROELEKTRIK DAN FEROELEKTRIK. 14
2.4 RESISTIVITAS 14
2.4.1 Polarisasi 16
2.4.2 Momen dipol 16
2.5 ALKOHOL 19
2.5.1 Etanol 20

viii
2.5.2 Isopropil Alkohol 21
2.6 ELEKTROKIMIA 22
2.7 I-V METER ELKAHFI 23

BAB III METODE PENELITIAN 25

3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN 25


3.2 BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN 25
3.2.1 Bahan Penelitian 25
3.2.2 Peralatan penelitian 27
3.2.3 Alat Karakterisasi 28
3.3 LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN 29
3.4 SKEMA PENELITIAN 29
3.5 PROSEDUR PENELITIAN 30
3.5.1 Perhitungan komposisi bahan 30
3.5.2 Proses Pengenceran Alkohol 31
3.5.3 Proses merendam alkohol pada sensor 32
3.5.3 Karakterisasi 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 34

4.1 HASIL RESPON SENSOR 34


4.2 GRAFIK I-V SENSOR SAAT TERENDAM ALKOHOL 38
4.3 GRAFIK I-V SENSOR SETELAH DIRENDAM ALKOHOL 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 46

5.1 KESIMPULAN 46
5.2 SARAN 46

DAFTAR PUSTAKA 47

ix
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1 KOMPONEN DAN SIFAT FISIS ETANOL 20
TABEL 2.2 KOMPONEN DAN SIFAT FISIS ISOPROPIL ALKOHOL 22
TABEL 3.1 SENSOR PVDF 26
TABEL 3.2 BAHAN PENELITIAN 26
TABEL 3.3 ALAT-ALAT PENELITIAN 27
TABEL 3.4 ALAT KARAKTERISASI 28
TABEL 3.5 KOMPOSISI BAHAN ETANOL 31
TABEL 3.6 KOMPOSISI BAHAN ISOPROPIL ALKOHOL 31

x
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1 PROSES SINTESIS PVDF 7


GAMBAR 2.2 STRUKTUR FASE  8
GAMBAR 2.3 STRUKTUR FASE  9
GAMBAR 2.4 ORIENTASI MOLEKUL FASE  10
GAMBAR 2.5 ORIENTASI MOLEKUL  11
GAMBAR 2.6 PERBANDINGAN ANTARA FASE  DAN  11
GAMBAR 2.7 EFEK PIEZOELEKTRIK 12
GAMBAR 2.8 SUMBU- SUMBU PIEZOELEKTRIK 13
GAMBAR 2.9 PENAMPANG PVDF 15
GAMBAR 2.10 MOMEN DIPOL PADA FASE  17
GAMBAR 2.11 MOMEN DIPOL FASE  17
GAMBAR 2.12 MOMEN DIPOL FASE  17
GAMBAR 2.13 PROSES DEFORMASI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN MEDAN
LISTRIK 18
GAMBAR 2.14 TATA NAMA ALKOHOL 19
GAMBAR 2.15 KLASIFIKASI ALKOHOL 20
GAMBAR 2.16 BAGIAN-BAGIAN SENSOR PVDF 23
GAMBAR 2.17 I-V METER ELKAHFI 24
GAMBAR 3.1 BAGAN ALIR PENELITIAN. 29
GAMBAR 3.2 SKEMA PENELITIAN 30
GAMBAR 3.3 PENGENCERAN ALKOHOL. 32
GAMBAR 3.4 PERENDEMAN SENSOR PVDF 32
GAMBAR 3.5 KARAKTERISASI SENSOR PVDF 33
GAMBAR 4.1 GRAFIK RESPON SENSOR 34
GAMBAR 4.2 GRAFIK RESPON SENSOR ETANOL 35
GAMBAR 4.3 GRAFIK RESPON SENSOR ISOPROPIL ALKOHOL 35
GAMBAR 4.4 GRAFIK RESISTIVITAS PERMUKAAN RESPON SENSOR 36
GAMBAR 4.5 GRAFIK RESISTIVITAS PERMUKAAN RESPON SENSOR ETANOL 36

xi
GAMBAR 4.6 RESISTIVITAS PERMUKAAN RESPON SENSOR ISOPROPIL ALKOHOL 37
GAMBAR 4.7 GRAFIK I-V SENSOR TERENDAM ALKOHOL 38
GAMBAR 4.8 GRAFIK SENSOR SAAT DIRENDAM ETANOL 39
GAMBAR 4.9 GRAFIK SENSOR SAAT DIRENDAM ISOPROPIL ALKOHOL 39
GAMBAR 4.10 GRAFIK RESISTIVITAS PERMUKAAN SENSOR SAAT DIRENDAM
ALKOHOL 40
GAMBAR 4.11 GRAFIK RESISTIVITAS PERMUKAAN SENSOR SAAT DIRENDAM
ETANOL 40
GAMBAR 4.12 GRAFIK RESISTIVITAS PERMUKAAN SENSOR SAAT DIRENDAM
ISOPROPIL ALKOHOL 41
GAMBAR 4.13 GRAFIK SENSOR SETELAH DIRENDAM ALKOHOL 42
GAMBAR 4.14 GRAFIK SENSOR SETELAH DIRENDAM ETANOL 43
GAMBAR 4.15 GRAFIK SENSOR SETELAH DIRENDAM ISOPROPIL ALKOHOL 43
GAMBAR 4.16 GRAFIK RESISTIVITAS PERMUKAAN SENSOR SETELAH DIRENDAM
ALKOHOL 44
GAMBAR 4.17 GRAFIK RESISTIVITAS PERMUKAAN SENSOR SETELAH DIRENDAM
ETANOL 44
GAMBAR 4.18 GRAFIK RESISTIVITAS PERMUKAAN SENSOR SETELAH DIRENDAM
ISOPROPIL ALKOHOL 45

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Smart material atau bahan pintar merupakan bahan yang mulai diteliti pada

tahun 1980an. Bahan ini merupakan bahan unik yang dapat memberikan reaksi

yang berbeda pada lingkungan yang berbeda pula. Bahan ini bereaksi pada

perubahan suhu, saat diberikan tekanan, saat diberikan regangan, kelembapan,

medan listrik dan medan magnet. Smart material mempunyai beberapa tipe yang

berbeda, yaitu electrostritive, tipe magnetostrictive, shape memory alloy, optical

fibers, dan piezoelectric [1].

Piezoelektrik merupakan suatu bahan yang menghasilkan tegangan listrik

ketika doberikan listrik karna perubahan bentuk. Piezoelektrik merupakan bahan

yang ringan dan padat. Bahan ini banyak digunakan pada beberapa bidang seperti

alat-alat mikroelektronik, optik, biologi, kesehatan, dan teknik mesin [1].

Pada bidang kesehatan, penggunaan senyawa kimia organik banyak

digunakan dan dikembangkan dalam beberapa dekade terakhir. Banyaknya jenis

bahan organik memberikan kemudahan dalam kehidupan kita dalam berbagai

bidang, penisilin dan aspirin serta alkohol.

Alkohol adalah senyawa organik yang mempunyai tingkatan yaitu alkohol

primer, sekunder dan tersier. Salah satu contoh dari alkohol primer adalah etanol,

sedangkan untuk alkohol sekunder adalah isopropyl alkohol. Etanol dapat

digunakan sebagai pelarut obat-obatan dan kosmetik. Sedangkan isopropyl

1
alkohol dapat digunakan dalam pembuatan plastik. Namun, salah satu

karakteristik yang dimiliki alkohol adalah sifatnya yang mudah terbakar.

Sehingga penggunaan alkohol dalam berbagai bidang membutuhkan perhatian

yang serius.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya alkohol

adalah dengan menggunakan sensor. Salah satu sensor yang dapat digunakan

adalah sensor polyvinylidene fluoride (PVDF). Sensor PVDF merupakan salah

satu sensor yang sedang mengalami pengembangan. PVDF sebagai sensor sering

digunakan untuk mendeteksi getaran, gaya potong, tekanan maupun panas [2].

Adanya piezoelektrik membuat PVDF menjadi bahan yang ringan, memiliki nilai

impedansi yang rendah dan nilai piezoelektrik yang tinggi dan konstan serta

fleksibel [3]. Selain itu, sifat piezoelektrik menyebabkan PVDF dapat

menghasilkan medan listrik apabila diberikan stress atau tekanan mekanik dan

bahan ini akan mengalami deformasi mekanik apabila diberikan medan listrik.

Sensor piezoelektrik biasanya dibuat menggunakan bahan piezoelektrik keramik,

kuarsa, atau bahan piezoelektrik lainnya.

Selain itu, sifat pyroelektrik yang dimiliki membuat PVDF memiliki

kemampuan untuk mengubah energi termal berupa foton thermal infrared

menjadi energi listrik yang berupa perubahan muatan [4]. Karakteristik lain yang

dimiliki sensor PVDF adalah bahan yang mudah dibentuk, memiliki nilai

sensitivitas yang tinggi, sistem akuisisi data yang tidak kompleks sehingga

penggunaan sensor ini sangat sesuai dalam aplikasi lapangan untuk kondisi yang

sebenarnya [5], [6].

2
Sifat-sifat yang dimiliki oleh sensor piezoelektrik PVDF memungkinkan

sensor tersebut untuk mendeteksi kadar konsentrasi alkohol karena adanya reaksi

kimia yang menyebabkan adanya muatan bebas yang mempengaruhi arus yang

dihasilkan.

1.2 Perumusan Masalah

Terdapat beberapa perumusan masalah dalam penelitian ini, diantaranya:

1. Bagaimana respon arus pada sensor Polivinylidene Fluoride setelah

diberikan

alkohol?

2. Bagaimana elektron bebas pada sensor Polivinylidene Fluoride setelah

diberikan

alkohol?

3. Berapa besar konsentrasi alkohol yang bereaksi paling baik dengan sensor

film

Polivinylidene Fluoride?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah

1. Menggunakan sensor Film PVDF Measurement Specialities dengan tipe

DT1-052K

2. Menggunakan alkohol dengan variasi konsentrasi 50%, 70%, dan 90%

3. Menggunakan I-V meter Elkahfi 100

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:

3
1. Menganalisis respon arus yang terjadi pada sensor Polivinylidene Fluoride

terhadap konsentrasi alkohol

2. Menganalisis pengaruh konsentrasi alkohol terhadap resistivitas

permukaan sensor Polivinylidene Fluoride

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan

informasi mengenai respon arus yang terjadi pada sensor Polivinylidene Fluoride

pada saat direndam maupun setelah direndam oleh alkohol dengan kadar yang

bervariasi. Melalui penelitian ini diharapkan dapat dilakukan pengembangan

sensor Polivinylidene Fluoride pada transduser biosensor dalam hal mendeteksi

alkohol.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini terdapat latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah,

tujuan penelitian, manfaat peneliitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menjelaskan beberapa topik yang berhubungan dan menjadi

landasan pada penelitian ini, seperti Polyvinylidene Fluoride (PVDF), Film

PVDF, piezoelektrik, polimer, piezo-polimer, alkohol, dan I-V Meter Elkahfi.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan tentang waktu dan tempat pelaksanaan, diagram alir

penelitian, dan prosedur penelitian

4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menjelaskan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dan

juga membahas hasil terkait data yang diperoleh

BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan

saran untuk penelitian selanjutnya.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polyvinylidene Fluoride

Polyvinylidene Fluoride atau PVDF merupakan bahan fluopolimer yang

banyak digunakan sebagai aktuator dan juga sebagai sensor karena memiliki sifat

kekakuan yang rendah, respon yang sangat baik, fleksibel serta ringan [7]. PVDF

biasanya dibuat dalam beberapa bentuk seperti lembaran, pellet, dan sebagai

isolator kawat. Sifat yang dimiliki oleh PVDF disebabkan oleh karakteristik

piezoelektrik yang dimilikinya.

PVDF memiliki komposisi kimia (CH2-CF2)n atau lebih dikenal sebagai

1,1 difluoro-ethylene. PVDF merupakan polimer semi kristal dengan fraksi

volume kristal sekitar 50% setelah ektrusi lebur [8]. PVDF dapat diperoleh

dengan menggunakan cara polimerisasi oleh radikal bebas 1,1-difluoroethylene.

Proses polimerisasi yang paling banyak digunakan adalah proses suspensi atau

proses emulsi dengan medium reaksi air pada suhu 10-150 c pada tekanan 150-

300 atm [9]. PVDF juga memiliki titik leleh yang lebih rendah dibandingkan

dengan bahan fluopolimer lainnya, yaitu sekitar 177 .

6
Gambar 2.1 Proses Sintesis PVDF [10]

Selain itu, PVDF memiliki lima struktur kristal yaitu struktur

Pembentukan kelima struktur kristal ini bergantung pada metode

yang digunakan [11], [12]. Namun, diantara keempat struktur tersebut, struktur 

merupakan satu-satunya struktur yang menunjukkan sifat piezoelektrik,

pyroelektrik, dan memiliki bentuk ortorombik [13], [14]. Berdasarkan pendapat

Lando et al, terdapat dua rantai zigzag planar yang melewati sel unit ortorombik

dengan kelompok ruang cm2m [15]. Rantai-rantai trans planar zigzag yang

dimiliki struktur ini dapat menginduksi momen dipol yang signifikan, sehingga

dipol-dipol yang sejajar dan terstruktur dapat menimbulkan sifat piezoelektrik

pada struktur ini [16], [17]. Fase ini memiliki kisi parameter = 8.47 , b =4.90

, dan c= 2.56 [16] dengan jarak pengulangan sebesar 2.57 [18].

Fasa  memiliki nilai modulus elastic sebesar 2,37 x 1011 Nm-2 (zigzag

planar) sedangkan saat defleksi menjadi 2,24 x 1011 Nm-2 . Sedangkan memiliki

rapat kristal sebesar 1,97 gcm-3 dan momen dipol fasa ini adalah 7 x 10-28 Ccm3

[19].

7
Gambar 2.2 Struktur Fase  [20]

Selain itu, fase  dapat dihasilkan melalui beberapa metode, seperti transisi

fasa, solvent casting, dengan menambahkan pengisi pada filler matrix, transisi

fasa, atau dengan mengembangkan kopolimer PVDF yang telah banyak diteliti

[16]. Pada transisi fasa, transformasi dapat dilakukan dari fase  menjadi fase 

pada PVDF dengan cara penarikan pada suhu annealing atau proses polling [16].

Pada proses penarikan (stretching) dapat dilakukan secara uniaksial atau biaksial

pada suhu 50-100 dan strectching secara uniaksial dapat menghasilkan karakter

piezoelektrik [13], [16], [21]. PVDF memiliki beberapa kopolimer, yaitu

trifluoroetyhlene (P[VDF-TrFE]), tetrafluoroethylene (P[VDF-TFE]), dan

hexafluorpropylene (P[VDF-HFP]) [8].

Fase  merupakan fase non polar yang mudah diperoleh, dapat dihasilkan

dari kristalisasi lelehan atau pendinginan dengan suhu yang sedang atau tinggi

[22], [23]. Fase ini juga terbentuk selama proses polimerisasi dan ditandai dengan

konfigurasi trans-gauche-trans-minus gauche (TGTG) [23], [24]. Fase ini bersifat

non polar dan tidak menunjukkan memiliki sifat feroelektrik, dan ketika

8
mengalami deformasi, fase ini memiliki efek flexoelektrik yang besar. Efek ini

merupakan efek polarisasi yang terjadi karena regangan yang berubah dari titik ke

titik pada suatu material [23].

Gambar 2.3 Struktur Fase  [20]

Fase ini juga dapat diubah menjadi tiga fase lainnya dengan cara

memberikan tekanan mekanik, panas, atau medan listrik yang memadai [23] dan

dapat dihasilkan pada suhu diatas 120 [25]. Fase ini memiliki kisi = 9.63 , b

=5.02 , dan c= 4.62 [26]dan memiliki jarak pengulangan sebesar 4.66 [18].

Fasa ini memiliki nilai kerapatan kristal sebesar 1,92 gcm-3 dan nilai modulus

elastik rantai konformasi TGTG’ sebesar 7,7x1010 Nm-2 [19]. Selain itu, semua

sudut  =  = = 90 [19].

Fase ketiga adalah fase . Fase ini memiliki konfigurasi TTTGTTTG’ dan

dapat dianggap sebagai campuran dari fase  dan . Memiliki struktur kristal

monoklinik namun memiliki momen dipol yang lebih kecil dari fase  [27]. Fase

ini memiliki kisi kisi = 4.96 , b =9.59 , dan c= 9,23 dengan  = 92,9 [19].

9
Fase ini terbentuk pada suhu diatas 160 hingga mendekati 170 [28]. Pada fase

ini efek piezoelektrik sangat lemah, hal ini disebabkan karena adanya ikatan

gauche pada setiap bagian keempat dari setiap pengulangan rantai [16].

Gambar 2.4 Orientasi Molekul Fase  [20]

Selain fase , , dan , terdapat pula fase δ dan fase ε [23], [29]. Fase δ

merupakan fase  namun dalam versi polar [27]. Fase ini dapat dibentuk melalui

fase  dengan diberikan medan listrik yang tinggi. Fase ini memiliki sel satuan

yang sama seperti fase  di sepanjang sumbu-c dan konformasi rantai

makromolekul yang sama seperti fase . Perbedaan antara fase ini dan fase 

adalah pada antar rantainya, karna pada fase ini kedua rantai diputar 180

disekitar sumbu rantai untuk mencegah jarak antar rantai fluor yang sangat kecil,

sehigga makromolekul digeser setengah dari kisi pada sumbu-c [27], [30], [31].

Bentuk fase ε memiliki konformasi rantai TTTGTTTG’ yang sama seperti fase ,

namun memiliki sifat anti polar [11], [32].

10
Gambar 2.5 Orientasi Molekul  [20]

Gambar 2.6 Perbandingan Antara Fase  dan  [27]

2.2 Piezoelektrik polimer

Pada tahun 1880, Jacques Curie dan Pierre Curie mendapati bahwa

beberapa kristal dapat menghasilkan potensial listrik ketika mengalami tekanan

(stress). Kristal-kristal tersebut adalah quartz, turmalin, topaz, cane sugar,

rochelle salt, dan beberapa kristal lainnya. Efek yang muncul pada kristal-kristal

tertentu dinamakan dengan efek piezoelektrik (piezoelectric effect) [33].

11
Piezoelectric pertama kali dicetuskan oleh Hankel pada tahun 1881, kata

ini berasal dari kata “piezo” atau “piezein” yang berarti tekanan [33]. Selain

memiliki efek piezoelektrik, terdapat juga efek sebaliknya (reverse piezoelectric

effect), efek ini muncul apabila kedua permukaan kristal piezoelektrik diberi

medan listrik, maka kristal akan mengalami perubahan bentuk yakni menjadi

mengembang atau menyusut bergantung pada polaritas yang diberikan. Sehingga

terdapat dua efek berbeda pada kristal piezoelektrik, yaitu efek langsung (direct

effect) untuk fungsi tekanan mekanis berubah menjadi medan listrik dan efek

sebaliknya untuk fungsi perubahan medan listrik menjadi deformasi mekanis [33].

Gambar 2.7 Efek Piezoelektrik [33]

Terdapat dua jenis bahan pizoelektrik, yakni piezoelektrik keramik dan

piezoelektrik polimer. Pada bahan piezoelektrik keramik, bahan ini memiliki sifat

yang kaku dan rapuh seperti bahan Plumbum Zirkonate – Titanate (PZT) [33].

Pada polimer, piezoelektrik memiliki konstanta regangan yang lebih rendah

12
dibandingkan keramik, namun polimer memiliki konstanta tegangan piezoelektrik

yang lebih tinggi sehingga menunjukkan bahwa mereka adalah sensor yang jauh

lebih baik daripada bahan keramik. Selain itu, sensor dan aktuator dari bahan

piezoelektrik polimer menawarkan keunggulan dari fleksibilitas pemrosesan

karena memiliki sifat yang ringan, tangguh, dan dapat dibentuk dengan mudah.

Serta memiliki kekuatan dan ketahanan terhadap benturan yang tinggi [34].

PVDF merupakan bahan piezoelektrik dan polimer yang memiliki

ketahanan, ketangguhan, hasil dan regangan operasi yang bermanfaat, kepadatan,

bahan yang murah dan mudah, serta ukuran sensor atau aktuator yang maksimum

jika dibandingkan dengan bahan piezoelektrik lainnya seperti lead titanate

(PbTiO3) [8].

Film PVDF memiliki dua arah yang berbeda, yaitu sejajar (stretch) dan

arah tegak lurus ke rantai molekul. Sehingga PVDF juga memiliki sifat

anisotropik, sehingga nilai respon-mekaniknya bergantung dengan sumbu medan

listrik atau sumbu stress mekanik yang diterapkan [33].

Gambar 2.8 Sumbu- Sumbu Piezoelektrik [33]

13
Bidang PVDF diidentifikasikan sebagai sumbu x,y, dan Z. Sumbu x adalah

bidang 1, sumbu y adalah bidang 2, dan sumbu z sebagai bidang 3 dan

menyatakan sebagai ketebalan dari PVDF [33].

2.3 Koefisien Piroelektrik dan Feroelektrik.

Piroelektrik adalah kemampuan untuk menghasilkan sebuah potensial

listrik saat bahan itu dipanaskan atau didinginkan [33]. Pada PVDF, piezoelektrik

dan koefisien piroelektrik berhubungan secara linear satu sama lain untuk

menghasilkan kondisi poling yang baik [35].

Fenomena feroelektrik pada PVDF didasarkan pada orientasi dipol dalam

fase kristal polimer dengan bentuk kristal polar dan pada PVDF terdapat pada fase

. Atom-atom fluorine menarik kerapatan elektron menjauh dari karbon dan

menariknya kearah dipol pada ikatan C-F. Hal ini dilakukan pada perlakuan

polarisasi untuk mendapatkan sifat feroelektrik. Untuk memperolehnya dapat

dilakukan dengan melakukan deformasi mekanik pada suhu 70-80 pada

tranformasi bentuk  menuju bentuk  [29].

2.4 Resistivitas

Resistivitas merupakan kemampuan suatu bahan untuk menahan konduksi

listrik pada ukuran tertentu. Bahan-bahan yang mengalirkan listrik dengan mudah

dan memiliki resistivitas yang rendah disebut konduktor, sedangkan untuk bahan

yang memiliki resistivitas tinggi disebut dengan isolator.

Pada tahun 1826, George Simon Ohm melakukan eksperimen untuk

menentukan hubungan antara tegangan V pada penghantar dan I yang merupakan

arus yang melalui penghantar.

14
V= IR atau (2.1)

Dimana R merupakan resistivitas (ohm), tegangan (volt), dan arus (I).

Hal ini disebabkan karena sensor PVDF bergantung dengan medan listrik.

Pada saat medan listrik diberikan, muatan positif pada bahan akan terdorong

searah dengan medan listrik dan muatan negatif pada bahan akan ditarik berlawan

dengan medan luar. Muatan positif pada bahan ini kemudian terdistribusi merata

dan dapat dianggap hanya memiliki satu titik sehingga tidak memiliki nilai

konduktivitas bahan.

Gambar 2.9 Penampang PVDF [36]

Nilai resistivitas yang dihasilkan berbanding terbalik dengan nilai

konduktivitas, dimana konduktivitas adalah nilai yang diperoleh untuk

menentukan kemampuan arus listrik untuk melewati bahan yang dilalui. Semakin

baik bahan dalam menghantarkan arus listrik, maka semakin baik pula nilai

konduktivitas yang diperoleh dan semakin rendah nilai resistivitas yang

15
dihasilkan. Tingkatan bahan yang memiliki kemampuan menhantarkan listrik

yang baik adalah superkonduktor, konduktor, semikonduktor, dan isolator [37].

2.4.1 Polarisasi

PVDF memiliki sifat piezoelektrik. Sifat ini sangat dipengaruhi oleh

polarisais spontan, sedangkan polarisasi spontan dipengaruhi oleh momen-momen

dipol. Sehingga, salah satu cara untuk meningkatkan sifat piezoelektrik pada fase

 adalah dengan memberikan medan listrik eksternal. Medan listrik ini akan

menyebabkan kenaikan pada polarisasi itu sendiri. Namun, apabila medan listrik

diturunkan sampai dengan nol, akan terjadi polarisasi residu. Polarisasi residu ini

disebabkan oleh adanya transisi orientasi dipol yang telah berhenti karena

polarisasi pada bahan setelah medan listrik diturunkan hingga nol tidak bernilai

nol [38].

2.4.2 Momen dipol

Momen dipol adalah besaran vektor yang digambarkan menggunakan

momen ikatan. Pada PVDF, momen dipol ini dapat menentukan struktur padatan

yang diperoleh. Pada fase , fase ini memiliki struktur konformasi tipe TGTG’

dimana masing-masing ikatannya dihubungkan dengan pusat simetri invers satu

sama lain sehingga momen dipolnya bernilai nol. Rantai molekuler bentuk ini

memiliki polarisasi yang dipol-dipol nya acak sehingga secara keseluruhan

kristalnya bersifat non polar [39]. Pada fase ini terdapat regangan sterik antar

atom fluor dan terdapat regangan minimal pada beberapa rantai atom fluor-

hidrogen, hal ini menyebabkan konformasi pada rantai TGTG’ memiliki nilai

potensial paling rendah diantara semua polimorf yang diketahui [40]. Sedangkan

16
pada fase , terdapat sedikit pembelokan pada struktur rantai yang disebabkan

oleh adanya atom-atom fluor yang terikat oleh monomer-monomer terdekat.

Selain itu, pada fasa ini ikatan atom C dan H serta atom C dan F jika dijumlahkan

menghasilkan resultan momen dipol tertentu, hal ini menyebabkan adanya sifat

polar [41]. Untuk fase , fase ini memiliki nilai momen dipol yang tertentu dengan

nilai yang relative kecil [39].

Gambar 2.10 Momen Dipol pada Fase  [38]

Gambar 2.11 Momen Dipol Fase  [38]

Gambar 2.12 Momen Dipol Fase  [38]

17
Perbedaan nilai momen dipol dipengaruhi dari variasi unit monomer pada

PVDF. Pada polimorf, nilai momen dipol per unit monomer mendekati konstan

yaitu sekitar 5 x 10-3 .m untuk fase sedangkan fase  bernilai 5 x 10-3 .m

[42].

Piezoelektrik memiliki dua jenis, alami maupun buatan. Contoh

piezoelektrik buatan seperti PZT (Plumbun Ziconate Titanate) dan film PVDF.

Pada PVDF, penyelarasan orientasi dipol-dipol untuk memperoleh fasa  adalah

dengan menggunakan temperatur leleh, memanfaatkan larutan, proses pembuatan

pada tekanan tinggi, dan proses polling. Proses polling menggunakan medan

listrik dengan tekanan yang sangat tinggi [19].

Momen dipol listrik ini dapat diarahkan dengan menggunakan medan

listrik dari luar. Pada saat medan listrik diberikan dan mempengaruhi bahan

tersebut, muatan positif akan terdorong searah dengan medan listrik dan muatan

negatif akan ditarik berlawanan dengan medan luar, sehingga terjadi pergeseran

arah dari keduanya yang menyebabkan momen dipol listrik. Berbeda ketika tidak

diberikan medan listrik, muatan negatif dan positif terdistribusi merata dan

terhimpit sehingga tidak ada momen dipol yang terjadi [38].

Gambar 2.13 Proses Deformasi Sebelum dan Sesudah diberikan Medan Listrik [38]

18
2.5 Alkohol

Alkohol merupakan senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil (-

OH) yang terikat pada atom karbon, sedangkan ia sendiri terikat pada atom

hidrogen dan/ atau atom karbon lain. Alkohol memiliki dua penamaan berbeda

atau yang sering disebut dengan radicofunctional. Penamaan pada alkohol

diturunkan dengan memberi nama gugus alkil yang mengandung substituen

hidroksil (-OH) dan kemudian menambahkan alkohol sebai kata yang terpisah

[43].

Gugus hidroksil pada alkohol bersifat polar karena atom oxygen dan

hidrogen memiliki elektronegatifan yang berbeda. Hal ini disebabkan karena dia

atom tidak terikat pada ikatan polar dan ikatan hidrogen dapat terbentuk diantara

molekul alkohol [44].

Alkohol memiliki titik didih pada suhu yang sangat tinggi dibandingkan

dengan hidrokarbon yang memiliki berat yang sama. Titik didih yang tinggi ini

disebabkan oleh besar nya suhu yang diperlukan untuk memecah ikatan hidrogen

yang saling tarik menarik antar molekul alkohol [44].

Gambar 2.14 Tata Nama Alkohol [43]

19
Alkohol diklasifikasikan menjadi primer, sekunder, atau tersier

bergantung dengan klasifikasi dari karbon yang menanggung fungsi grup.

Alkohol primer adalah mengandung tipe RCH2G dimana G adalah kelompok

fungsional. Sedangkan alkohol sekunder mengandung tipe R2CHG, dan alkohol

tersier mengandung tipe R3CG [43].

Gambar 2.15 Klasifikasi Alkohol [43]

2.5.1 Etanol

Etanol atau etil alkohol, alkohol murni, atau alkohol absolut merupakan

alkohol yang termasuk dalam klasifikasi primer. Alkohol ini merupakan golongan

senyawa organik yang mempunyai unsur C, H, dan O, dan mempunyai rumus

kimia C2H5OH. Etanol merupakan cairan yang mudah menguap, mudah terbakar,

dan tidak berwarna. Selain itu, etanol juga tidak berancun sehingga banyak

digunakan sebagai pelarut dan dapat larut dalam air maupun pelarut organik

lainnya, dan banyak digunakan dalam dunia farmasi dan industri makanan dan

minuman [45]. Etanol juga larut dalam hidrokarbon seperti pentana dan heksana.

Etanol memiliki sifat kimia seperti BM 46,07, nyala api kebiru-biruan, dan

berat jenis lebih kecil dari berat jenis air [45].

Tabel 2.1 Komponen dan Sifat Fisis Etanol [45]

Komponen Sifat

20
Massa molekul relative 46.07 g/mol
Titik beku -114.1
Titik didih normal 78.32
Densitas pada 20 0.7893 g/mol
Kelarutan dalam air 20 Sangat larut
Viskositas pada 20 1.17cP
Kalor spesifik pada 20 0.579 kal/g
Kalor pembakaran pada 25 7092.1 kal/g
Kalor penguapan 79.32 200.6 kal/g

Etanol dapat dibuat melalui beberapa cara, yaitu dengan menggunakan

sintesia kimia. Sintesa kimia adalah melakukan reaksi antara gas etilen dan uap air

dengan asam yang digunakan sebagai katalis. Kemudian menggunakan cara

fermentasi atau peragian dengan menggunakan aktifitas mikroba pada bahan-

bahan pertanian yang mengandung karbohidrat [46].

2.5.2 Isopropil Alkohol

Isopropil atau IPA adalah cairan tidak berwarna dengan rasa yang pahit

dan memiliki rumus kimia C3H8O. IPA sering digunakan dalam pembuatan aseton

dan gliserin. Selain itu sering digunakan sebagai pelarut dalam alkohol gosok dan

alkohol gosok mengandung sebanyak 70% IPA, dan juga digunakan sebagai

cairan pembersih [47], [48]. IPA juga digunakan pada bidang farmasi dan juga

banyak ditemukan pada deterjen, kosmetik, desinfektan dan pengencer cat [49].

Isopropil dapat larut dengan air,benzene, kloroform, etanol ataupun gliserol [49].

Isopropil alkohol dibuat dari minyak bumi dengan hidrasi propena. Isopropil

alkohol memiliki titik didih 82 . Isopropil alkohol dapat menguap dengan sangat

21
cepat dan menimbulkan efek yang dingin. Selain itu, bahan ini juga memiliki sifat

antibakteri dan dapat digunakan untuk membersihkan alat-alat kesehatan dan

untuk membersihkan kulit sebelum dilakukan operasi [43].

Tabel 2.2 Komponen dan Sifat Fisis Isopropil Alkohol [50]

Komponen Sifat

Rumus Molekul C3H8O


Berat Molekul 60,10 g/mol
Kenampakan Cairan tidak berwarna
Titik Didih 82,3
Titik Beku -88,5
Viskositas (20 ) 2,4
Densitas (20 ) 0,7854
Temperatur Kritis 235,2

2.6 Elektrokimia

Elektrokimia adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan elektrin

yang terjadi pada sebuah media pengantar listrik (elektroda). Adanya elektroda

positif dan negatif menyebabkan elektroda akan dialiri arus sebagai sumber energi

perturkaran elektron [51].

Pada proses elektrokimia membutuhkan media untuk tempat serah terima

elektron yang disebut larutan. Larutan terdiri dari tiga bagian, yaitu elektrolit kuat,

lemah, dan bukan elektrolit. Elektrolit kuat dapat menghantarkan arus listrik

dengan sangat baik. Elektrolit lemah dapat menghantarkan arus listrik namun

tidak sebaik elektrolit kuat. Sedangkan untuk larutan bukan elektrolit, larutan ini

tidak dapat menghantarkan listrik. Proses elektrokimia tidak terlepas dari logam

22
yang dicelupkan pada larutan yang disebut elektroda. Terdiri dari katoda dan

anoda [51] .

Gambar 2.16 Bagian-bagian sensor PVDF [52]

2.7 I-V Meter Elkahfi

I-V meter Elkahfi merupakan alat yang dapat digunakan untuk

mengkarakterisasi arus tegangan (I-V). Alat ini dapat mengukur dari 100 pA

sampai dengan 3,5 mA karena memiliki pikoamperemeter. Program yang

digunakan untuk mengolah data adalah software Elkahfi-100. Pada program ini,

pengukuran dapat disesuaikan dengan memilih menu yang dibutuhkan dan proses

pengolahan dan hasil pengukuran dapat dilihat pada LCD. Data dapat disimpan

pada Microsoft excel dan dapat digunakan untuk diolah kembali.

23
Gambar 2.17 I-V Meter Elkahfi

24
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian diawali dengan melakukan studi literatur dan kemudian

dilanjutkan dengan melakukan penelitian hingga penulisan dari bulan Juli 2019

hingga bulan Oktober 2019. Penelitian dilakukan di Pusat Lab Terpadu (PLT)

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. Juanda No. 95,

Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia 15412.

3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan sensor, bahan dan juga beberapa peralatan

yang diperlukan dalam penelitian.

3.2.1 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian berupa sensor PVDF, etanol dan

isopropil alkohol. Adapun jenis dan spesifikasi sensor yang digunakan

ditunjukkan pada Tabel 3.1 berikut:

25
Tabel 3.1 Sensor PVDF

No Foto Sensor Nama Sensor Spesifikasi Produk Tipe

Tebal:
52
Sensor
Panjang DT
Polyvinylidene Measurement
1. layer: 23,5 TM 1-
Fluoride Specialities
mm 0152K
(PVDF)
Lebar:
10,2mm

Sedangkan spesifikasi alkohol yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Bahan Penelitian

Nama Volume
No Foto Bahan Produk Kemurnian
Senyawa (mL)

1. Etanol 100 Merck 99,9%

Isopropil
2. 100 Merck 99,8%
Alkohol

26
3.2.2 Peralatan penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada Tabel 3.3

berikut:

Tabel 3.3 Alat-alat Penelitian

No Foto Alat Nama Alat Kegunaan

Mencampur
1. Gelas Beaker alkohol dan
aquadest

Mengambil
2. Pipet
alkohol dan
aquadest

Mengukur volume
3. Gelas Ukur
cairan

27
Tempat
4. Cawan Petri
merendam sensor

5. Laptop OS 10 Visualisasi data

3.2.3 Alat Karakterisasi

Alat Karakterisasi yang digunakan ditunjukkan pada tabel 3.4 berikut:

No Foto Alat Nama Alat Kegunaan

Mengukur arus
1 I-V Meter
dan tegangan

Tabel 3.4 Alat karakterisasi

28
3.3 Langkah-Langkah Penelitian

Adapun langkah-langkah penelitian yang kami lakukan diilustrasikan pada

bagan berikut:

Menginstall program yang digunakan

Melakukan Uji karakteristik Pembuatan konsentrasi alkohol


sensor sebelum direndam alkohol 50%, 70% dan 90%

Melakukan uji karakteristik dan pengambilan


data

Mengolah dan menganalisis data

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian.

3.4 Skema Penelitian

Pada penelitian ini, skema penelitian adalah I-V meter dihubungkan ke

laptop untuk melihat dan menyimpan data yang diperlukan, kemudian jepit buaya

berwarna merah digunakan untuk menjepit elektroda sensor PVDF dan jepit

buaya berwarna hitam digunakan sebagai ground.

29
Gambar 3.2 Skema Penelitian

3.5 Prosedur Penelitian

Terdapat beberapa tahap yang dilakukan pada penelitian ini. Berikut

tahapan-tahapan yang dilakukan

3.5.1 Perhitungan komposisi bahan

Penelitian ini menggunakan dua variasi, yaitu variasi bahan alkohol dan

variasi konsentrasi. Variasi bahan yang digunakan adalah etanol dan isopropil

alkohol. Sedangkan untuk variasi konsentrasi, konsentrasi yang digunakan adalah

50%, 60%, 70%, 80%, dan 90%. Untuk menperoleh konsentrasi yang dibutuhkan,

diperlukan penghitungan pengenceran konsentrasi alkohol menggunakan rumus

pengenceran.

(3.1)

Berdasarkan rumus pengenceran yang digunakan, diperoleh volume untuk

masing-masing konsentrasi etanol seperti pada Tabel 3.5:

30
Tabel 3.5 Komposisi bahan etanol

Konsentrasi (%) v1 (mL) m1 (%) v2 (mL) m2 (%)


50 10 100 20 50
70 14 100 20 70
90 18 100 20 90

Sedangkan volume yang dibutuhkan untuk masing-masing konsentrasi

isopropil alkohol ditunjukkan pada Tabel 3.6:

Tabel 3.6 komposisi bahan isopropil alkohol

Konsentrasi (%) v1 (mL) m1 (%) v2 (mL) m2 (%)


50 10 100 20 50
70 14 100 20 70
90 18 100 20 90

3.5.2 Proses Pengenceran Alkohol

Pada proses pengenceran konsentrasi alkohol ini, setelah komposisi

alkohol yang diperlukan telah diperoleh, maka proses selanjutnya adalah

mencampurkan alkohol dengan aquadest sesuai dengan perhitungan yang

dilakukan. Etanol dan aquadest masing-masing dituang kedalam gelas ukur untuk

memperoleh jumlah volume yang diinginkan, setelah masing-masing bahan sudah

diukur, etanol dan aquadest dituang kedalam gelas beaker untuk dicampur,

kemudian etanol dan aquadest dihomogenkan. Langkah-langkah proses

pengenceran konsentrasi ini juga dilakukan pada alkohol jenis isopropil alkohol

untuk memperoleh konsentrasi yang dibutuhkan.

31
Gambar 3.3 Pengenceran Alkohol.

3.5.3 Proses merendam alkohol pada sensor

Pada proses ini, sensor yang digunakan diletakkan pada cawan petri.

Setelah proses pengenceran konsentrasi alkohol dilakukan dan diperoleh alkohol

yang diperlukan, maka alkohol kemudian dituangkan kedalam cawan petri hingga

merendam sensor selama satu menit.

Gambar 3.4 Perendeman Sensor PVDF

32
3.5.4 Karakterisasi

Setelah proses merendam alkohol dilakukan, proses selanjutnya adalah

melakukan karakteristik menggunakan I-V meter. I-V meter disambungkan ke

laptop menggunakan kabel konektor. Kemudian, menyetel I-V test yang ada pada

program. Setelah itu, menjepit sampel pada I-V meter dan melakukan pengujian.

Gambar 3.5 Karakterisasi Sensor PVDF

33
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Respon Sensor

Pada penelitian ini sensor PVDF direndam oleh alkohol dengan variasi

jenis dan konsentrasi alkoholnya. Untuk mengetahui respon yang akan diberikan

oleh sensor, sensor diberikan arus menggunakan alat I-V meter. Pengujian ini

menghasilkan grafik yang menunjukkan respon yang diberikan oleh sensor. Hasil

grafik dari masing-masing alkohol dengan konsentrasi yang berbeda ditunjukkan

pada gambar 4.1 serta grafik hubungan antara konsentrasi dan nilai arus

ditunjukkan pada gambar 4.2 dan gambar 4.3. Serta nilai resistivitas untuk seluruh

respon sensor ditunjukkan pada gambar 4.4 dan untuk grafik hubungan antara

nilai resistivitas dan konsentrasi alkohol ditunjukkan pada gambar 4.5 dan gambar

4.6

Grafik Respon Sensor


1,40E-04
etanol 50%
1,20E-04

1,00E-04 etanol 70%


Arus (A)

8,00E-05
etanol 90%
6,00E-05
Isopropil
4,00E-05
Alkohol
50%
2,00E-05 Isopropil
Alkohol
0,00E+00 70%
0 20 40 60 80 100 120
waktu (s)
Gambar 4.1 Grafik Respon Sensor

34
Grafik Respon Sensor Etanol
1,40E-04

1,20E-04 1,24E-04

1,00E-04 5,95E-05
Arus (A)

8,00E-05
5,62E-05
6,00E-05

4,00E-05
y = 8E-08x2 - 1E-05x + 0,0006
R² = 1
2,00E-05

0,00E+00
0 30 60 90 120
Konsentrasi Alkohol (%)

Gambar 4.2 Grafik Respon Sensor Etanol

Grafik Respon Sensor Isopropil Alkohol


2,00E-05
1,80E-05
1,60E-05 1,83E-05

1,40E-05
Arus (A)

1,20E-05
1,00E-05
9,77E-06
8,00E-06
6,00E-06
y = 1E-08x2 - 2E-06x + 7E-05 9,26E-06
4,00E-06
R² = 1
2,00E-06
0,00E+00
0 30 60 90 120
Konsentrasi Alkohol (%)

Gambar 4.3 Grafik Respon Sensor Isopropil Alkohol

35
Resistivitas Permukaan Respon Sensor

1,47E+06
Resistivitas Permukaan ()

1,27E+06 Etanol 50%

1,07E+06 etanol 70%

8,65E+05 etanol 90%

6,65E+05 Isopropil
Alkohol 50%
4,65E+05 Isopropil
Alkohol 70%
2,65E+05 Isopropil
Alkohol 90%
6,50E+04
0 50 100 150
Waktu (s)

Gambar 4.4 Grafik Resistivitas Permukaan Respon Sensor

Resistivitas Permukaan Respon Sensor Etanol


1,80E+05
1,60E+05 y = -86,75x2 + 14330x - 427025
R² = 1
1,40E+05
1,20E+05 1,60E+05
Arus (A)

1,00E+05 1,51E+05
8,00E+04
6,00E+04
4,00E+04
7,26E+04
2,00E+04
0,00E+00
0 30 60 90 120
Konsentrasi Alkohol (%)

Gambar 4.5 Grafik Resistivitas Permukaan Respon Sensor Etanol

36
Resistivitas Permukaan Respon Sensor Isopropil
Alkohol
1,20E+06
9,72E+05
1,00E+06
9,22E+05
8,00E+05
Arus (A)

6,00E+05
4,92E+05
4,00E+05

y = -475x2 + 78500x - 2E+06


2,00E+05
R² = 1

0,00E+00
0 30 60 90 120
Konsentrasi Alkohol (%)

Gambar 4.6 Resistivitas Permukaan Respon Sensor Isopropil Alkohol

Pada gambar 4.1 terlihat bahwa sensor mengalami polarisasi saturasi dan

terlihat bahwa semakin rendah konsentrasi yang diberikan pada sensor, semakin

cepat sensor mengalami polarisasi saturasi. Waktu yang dibutuhkan oleh sensor

untuk mengalami polarisasi saturasi sekitar dua detik. Selain itu, semakin rendah

konsentrasinya, semakin lama waktu yang diperlukan untuk mengalami polarisasi.

Sedangkan untuk resistivitas permukaan, semakin tinggi konsentrasi yang

digunakan maka semakin tinggi nilai resistivitas yang diperoleh. Selain itu, respon

arus yang diberikan menunjukkan arus mengalami penurunan seiring dengan

meningkatnya konsentrasi alkohol yang diberikan dan nilai resistivitas

menunjukkan nilai resistivitas naik seiring dengan naiknya konsentrasi yang

diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi mempengaruhi elektron bebas

yang ada pada sensor, sehingga mempengaruhi nilai arus dan resistivitas.

37
4.2 Grafik I-V Sensor Saat Terendam Alkohol

Pada pengujian ini dilakukan perendaman sensor oleh alkohol jenis etanol

dan isopropil dengan konsentrasi yang berbeda. Sensor diberikan tegangan yang

berbeda mulai dari 0 – 9 volt dengan kenaikkan 0,5 volt. Tujuan dari penelitian ini

untuk mengetahui hubungan pengaruh alkohol dengan konsentrasi yang berbeda

pada arus yang diperoleh. Hasil dari penelitian ini adalah grafik I-V sensor pada

saat terendam alkohol yang ditunjukkan pada gambar 4.7. Sedangkan untuk

masing-masing sensor ditunjukkan pada gambar 4.8 dan 4.9. Dan nilai resistivitas

seluruh sensor ditunjukkan pada gambar 4.10 . Sedangkan untuk masing-masing

sensor ditunjukkan pada gambar 4.11 dan 4.12

Grafik I-V Sensor Terendam Alkohol


1,20E-04
etanol 50%
1,00E-04
etanol 70%
8,00E-05
etanol 90%
Arus (A)

6,00E-05

4,00E-05 isopropil
alkohol 50%
2,00E-05
isopropil
0,00E+00 alkohol 70%
0 2 4 6 8 10 isopropil
-2,00E-05 alohol 90%
Tegangan (V)

Gambar 4.7 Grafik I-V Sensor Terendam Alkohol

38
Grafik Sensor Saat Direndam Etanol
1,20E-04

1,00E-04

5,28E-05
8,00E-05 1,14E-04
Arus (A)

6,00E-05

4,00E-05 7,07E-05
y = 4E-05x2 - 0,0002x + 0,0003
R² = 1
2,00E-05

0,00E+00
0 30 60 90 120
Konsentrasi Alkohol (%)

Gambar 4.8 Grafik Sensor Saat Direndam Etanol

Grafik Sensor Saat Direndam Isopropil Alkohol


1,80E-06

1,60E-06 [Y VALUE]
1,40E-06

1,20E-06
5,41E-07 8,46E-07
Arus (A)

1,00E-06

8,00E-07 y = 2E-09x2 - 3E-07x + 1E-05


R² = 1
6,00E-07

4,00E-07

2,00E-07

0,00E+00
0 30 60 90 120
Konsentrasi Alkohol (%)

Gambar 4.9 Grafik Sensor Saat Direndam Isopropil Alkohol

39
Grafik Resistivitas Permukaan Sensor Saat Direndam
Alkohol

5,05E+06 etanol 50%


Resistivitas Permukaan ()

4,05E+06
etanol 70%

etanol 90%
3,05E+06
isopropil
2,05E+06 alkohol70%
isopropil alkohol
1,05E+06 90%
isopropil alkohol
5,00E+04 50%
0 50 100 150 200
Waktu (s)

Gambar 4.10 Grafik Resistivitas Permukaan Sensor Saat Direndam Alkohol

Resistivitas Permukaan Etanol


2,00E+05

1,80E+05

1,60E+05
Resistivitas Permukaan ()

y = -168,14x2 + 24747x - 738151


1,40E+05 R² = 1
1,70E+05
1,20E+05

1,00E+05 1,27E+05
8,00E+04

6,00E+04
7,89E+04
4,00E+04

2,00E+04

0,00E+00
0 30 60 90 120
Konsentrasi (%)

Gambar 4.11 Grafik Resistivitas Permukaan Sensor Saat Direndam Etanol

40
Resistivitas Permukaan Isopropil Alkohol
1,80E+07
1,65E+07
1,60E+07

1,40E+07
Resistivitas Permukaan ()

y = -21075x2 + 3E+06x - 1E+08


1,20E+07 R² = 1
1,06E+07
1,00E+07

8,00E+06

6,00E+06 5,62E+06
4,00E+06

2,00E+06

0,00E+00
0 30 60 90 120
Konsentrasi (%)

Gambar 4.12 Grafik Resistivitas Permukaan Sensor Saat Direndam Isopropil Alkohol

Pada grafik sensor saat direndam alkohol, dapat dilihat bahwa dengan

tegangan yang diberikan, grafik sensor dengan konsentrasi lebih rendah memiliki

nilai arus yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi lainnya, dan etanol

memiliki grafik dengan nilai arus yang lebih tinggi dibandingkan grafik sensor

yang diberikan isopropyl alkohol. Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan pada

sensor, semakin landai grafik yang diperoleh. Hal ini mungkin disebabkan oleh

kepekatan oleh alkohol yang diberikan. Grafik menunjukkan sensor mulai

mengalami kenaikkan pada saat tegangan sekitar 1-1,5 volt. Namun, pada grafik

tersebut, grafik etanol dengan konsentrasi 90% lebih tinggi dibandingkan dengan

grafik etanol dengan konsentrasi 70%. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurang

teliti pada proses pengambilan data atau sensor yang tidak terendam seluruhnya.

Sedangkan untuk nilai resistivitas, menunjukkan bahwa semakin rendah

konsentrasi yang diberikan pada sensor maka semakin rendah nilai resistivitas

41
yang diperoleh dan hal ini juga menunjukkan adanya hukum ohm dimana nilai

resistivitas berbanding terbalik dengan nilai arus dan tegangan.

4.3 Grafik I-V Sensor Setelah Direndam Alkohol

Pada pengujian ini sensor diberikan tegangan antara 0 – 9 volt dengan

kenaikkan 0,5 volt setelah direndam oleh alkohol dengan variasi jenis dan

konsentrasi alkohol. Hasil dari pengujian ini diperoleh pengaruh antara tegangan

dan arus setelah direndam alkohol yang ditunjukkan pada gambar 4.13 dan untuk

masing-masing jenis alkohol ditunjukkan pada gambar 4.14 dan 4.15. Sedangkan

untuk nilai resistivitas sensor setelah direndam alkohol ditunjukkan pada gambar

4.16, dan untuk masing-masing jenis alkohol ditunjukkan pada gambar 4.17 dan

4.18.

Grafik I-V Sensor Setelah Direndam Alkohol


1,80E-06
etanol 50%
1,60E-06
1,40E-06 etanol 70%
1,20E-06
1,00E-06
etanol 90%
Arus (A)

8,00E-07
isopropil
6,00E-07 alkohol 50%
4,00E-07 isopropil
2,00E-07 alkohol 70%
isopropil
0,00E+00
alkohol 90%
-2,00E-07 0 2 4 6 8 10

Tegangan (V)

Gambar 4.13 Grafik Sensor Setelah Direndam Alkohol

42
Grafik Sensor Setelah Direndam Etanol
1,42E-06
1,40E-06 1,40E-06
1,39E-06
1,38E-06
1,36E-06
1,34E-06
Arus (A)

1,32E-06
1,30E-06
y = 4E-10x2 - 6E-08x + 3E-06
1,28E-06 R² = 1
1,26E-06
1,24E-06
1,22E-06 1,22E-06
1,20E-06
0 30 60 90 120
Konsentrasi (%)

Gambar 4.14 Grafik Sensor Setelah Direndam Etanol

Grafik Sensor Setelah Direndam Isopropil Alkohol


6,00E-05
5,28E-05
5,00E-05

4,00E-05
Arus (A)

3,00E-05
y = 5E-08x2 - 8E-06x + 0,0003
R² = 1
2,00E-05
9,59E-06 8,39E-06
1,00E-05

0,00E+00
0 30 60 90 120
Konsentrasi (%)

Gambar 4.15 Grafik Sensor Setelah Direndam Isopropil Alkohol

43
Resistivitas Permukaan Sensor Setelah Direndam
Alkohol
4,56E+07
etanol 50%
Resistivitas Permukaan ()

4,06E+07
3,56E+07 etanol 70%
3,06E+07
etanol 90%
2,56E+07
2,06E+07 Isopropil
1,56E+07 Alkohol 50%
Isopropil
1,06E+07 Alkohol 70%
5,55E+06 Isopropil
Alkohol 90%
5,50E+05
0 20 40 60 80 100
waktu (s)

Gambar 4.16 Grafik Resistivitas Permukaan Sensor Setelah Direndam Alkohol

Resistivitas Permukaan Sensor Setelah Direndam


Etanol
7,60E+06
Resistivitas Permukaan ()

7,40E+06 7,37E+06
7,20E+06
y = -2355,8x2 + 329553x - 4E+06
7,00E+06 R² = 1
6,80E+06

6,60E+06

6,40E+06 6,43E+06 6,42E+06

6,20E+06
0 30 60 90 120
Konsentrasi (%)

Gambar 4.17 Grafik Resistivitas Permukaan Sensor Setelah Direndam Etanol

44
Resistivitas Permukaan Sensor Setelah Direndam
Isopropil Alkohol
1,20E+06
Resistivitas Permukaan ()

y = -791,36x2 + 133322x - 5E+06


1,00E+06
R² = 1 1,07E+06
8,00E+05
9,37E+05
6,00E+05

4,00E+05

2,00E+05 1,70E+05
0,00E+00
0 30 60 90 120
Konsentrasi (%)

Gambar 4.18 Grafik Resistivitas Permukaan Sensor Setelah Direndam Isopropil Alkohol

Sedangkan pada grafik sensor yang telah direndam alkohol dapat dilihat

bahwa grafik tetap mengalami kenaikkan. Grafik menunjukkan, konsentrasi pada

sensor tidak berpengaruh hal ini dapat dilihat pada nilai arus yang dimiliki etanol

dengan konsentrasi 90% lebih tinggi dibandingkan dengan etanol dengan

konsentrasi 70%, begitu pula dengan grafik isopropil alkohol dengan konsentrasi

90% yang memiliki nilai arus lebih tinggi dibandingkan dengan isopropil alkohol

dengan konsentrasi 70%. Namun, etanol dan isopropil dengan konsentrasi 90%

memiliki nilai arus yang lebih rendah dibandingkan etanol dan isopropil dengan

konsentrasi 50%. Hal ini mungkin disebabkan oleh alkohol yang mengalami

penguapan sehingga kepekatan pada alkohol berkurang mengakibatkan

pengambilan data kurang akurat. Sedangkan nilai resistivitas menunjukkan bahwa

tetap berlaku hukum ohm dimana nilai resistivitas berbanding terbalik dengan

nilai arus dan tegangan.

45
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah di ulas pada bab sebelumnya,

maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Respon arus yang terjadi pada sensor polyvinylidene fluoride bergantung

dengan konsentrasi dan alkohol yang diberikan.

2. Nilai resistivitas yang diperoleh berbanding terbalik dengan arus dan

berbanding lurus dengan kenaikkan konsentrasi pada sensor

polyvinylidene fluoride.

5.2 Saran

Dalam melakukan pengembangan sensor untuk mendeteksi alkohol,

diperlukan timbangan untuk mengetahui volume alkohol yang sudah menguap,

kemudian sensor bekerja lebih baik pada saat direndam alkohol dengan tegangan

yang diberikan sekitar 1 hingga 1,5 volt. Serta menggunakan sensor yang sama

untuk memperoleh hasil yang baik dan menggunakan variasi konsentrasi yang

lebih banyak agak dapat mengetahui trendline yang dihasilkan.

46
DAFTAR PUSTAKA

[1] M. N. O. Sadiku, M. Tembely, and S. M. Musa, “Smart Materials: A


Primer,” Int. J. Adv. Res. Comput. Sci. Softw. Eng., vol. 7, no. 3, pp. 43–44,
2017.
[2] S. N. Edusainstek, A. Nugraha, M. Bin Ardin, and P. N. Subang,
“Penerapan Material Pvdf Dengan Polarisasi Permukaan,” pp. 66–70, 2018.
[3] T. hoon Kim, A. C. Arias, and Ed, “Characterization and Application of
Piezoelectric Polymers,” Texas dental journal, 2015. .
[4] T. Piezoelektrik, “Karakterisasi Smart Material Polyvinylidene Fluoride
(PVDF) sebagai Transduser Piezoelektrik,” no. January 2010, pp. 1–2,
2010.
[5] S. Wang et al., “The use of polyvinylidene fluoride (PVDF) films as
sensors for vibration measurement: A brief review,” Ferroelectrics, vol.
502, no. 1, pp. 28–42, 2016.
[6] D. R. Santoso, Pengukuran Stress Mekanik Berbasis Sensor Piezoelektrik:
Prinsip Desain dan implementasi, Cetakan Pe. Malang, 2017.
[7] A. Nugraha, M. Ardin, and R. Rezani, “Karakterisasi Material Polimer
PVDF dengan Polarisasi Permukaan,” J. Rekayasa Mesin, vol. 8, no. 3, pp.
135–139, 2017.
[8] M. L. Thompson and H. A. Sosa, “On the Material Properties and
Constitutive Equations of Piezoelectric Poly Vinylidene Fluoride (PVDF),”
Drexel University, 2002.
[9] A. Hartono, N. Fadillah, and E. Sanjaya, “APLIKASI SENSOR PVDF
UNTUK PENGUKURAN PERGESERAN SUDUT” EKSAKTA Berk. Ilm.
Bid. MIPA, vol. 18, no. 3, pp. 100–106, 2017.
[10] N. Fadillah, “Analisis Pengaruh Sudut Gangguan T erhadap Perubahan
Polarisasi Film Polyvinylidene Fluoride,” UIN Jakarta, 2016.
[11] A. J. Lovinger, “Annealing of Poly(vinylidene fluoride) and Formation of a
Fifth Phase,” Macromolecules, vol. 15, no. 1, pp. 40–44, 1982.
[12] W. M. Prest and D. J. Luca, “The formation of the γ phase from the α and β
polymorphs of polyvinylidene fluoride,” J. Appl. Phys., vol. 49, no. 10, pp.
5042–5047, 1978.
[13] F. Sadeghi and A. Ajji, “Study of crystal structure of (polyvinylidene
fluoride/clay) nanocomposite films: Effect of process conditions and clay
type,” Polym. Eng. Sci., vol. 49, no. 1, pp. 200–2007, 2017.
[14] W. W. Doll and J. B. Lando, “Polymorphism of Poly(vinylidene Fluoride).
III. The Crystal Structure of Phase II,” J. Macromol. Sci. Part B, vol. 4, no.
2, pp. 309–329, 1970.
[15] R. Hasegawa, Y. Takahashi, Y. Chatani, and H. Tadokoro, “Crystal

47
Structures of Three Crystalline Forms of Poly(vinylidene fluoride),”
Polym. J., vol. 3, no. 5, pp. 600–610, 1972.
[16] L. Ruan, X. Yao, Y. Chang, L. Zhou, G. Qin, and X. Zhang, “Properties
and applications of the β phase poly(vinylidene fluoride),” Polymers
(Basel)., vol. 10, no. 3, pp. 1–27, 2018.
[17] T. Hattori, M. Kanaoka, and H. Ohigashi, “Improved piezoelectricity in
thick lamellar β-form crystals of poly(vinylidene fluoride) crystallized
under high pressure,” J. Appl. Phys., vol. 79, no. 4, pp. 2016–2022, 1996.
[18] G. Cortili and G. Zerbi, “Chain conformations of polyvinylidene fluoride as
derived from its vibrational spectrum,” Spectrochim. Acta Part A Mol.
Spectrosc., vol. 23, no. 2, pp. 285–299, 1967.
[19] A. N. Muslimin, A. Hartono, A. Tjahjono, and N. Fadilah, “ANALISIS
PENGARUH TEMPERATUR HOT PRESS TERHADAP
PENINGKATAN NILAI FRAKSI β FILM,” vol. VI, pp. 33–38, 2017.
[20] R. G. Kepler and R. A. Anderson, “Ferroelectric polymers,” Adv. Phys.,
vol. 411, no. 1, pp. 1–57, 1992.
[21] H. Kawai, “The Piezoelectricity of Poly (vinylidene Fluoride),” Jpn. J.
Appl. Phys., vol. 8, no. 7, pp. 975–976, 1969.
[22] R. Gregorio, “Determination of the α, β, and γ crystalline phases of
poly(vinylidene fluoride) films prepared at different conditions,” J. Appl.
Polym. Sci., vol. 100, no. 4, pp. 3272–3279, 2006.
[23] K. Jurczuk, A. Galeski, M. Mackey, A. Hiltner, and E. Baer, “Orientation
of PVDF α and γ crystals in nanolayered films,” Colloid Polym. Sci., vol.
293, no. 4, pp. 1289–1297, 2015.
[24] W. M. Prest and D. J. Luca, “The morphology and thermal response of
high-temperature-crystallized poly(vinylidene fluoride),” J. Appl. Phys.,
vol. 46, no. 10, pp. 4136–4143, 1975.
[25] R. Gregorio, “Determination of the α, β, and γ crystalline phases of
poly(vinylidene fluoride) films prepared at different conditions,” J. Appl.
Polym. Sci., vol. 100, no. 4, pp. 3272–3279, 2006.
[26] J. B. Lando and W. W. Doll, “Journal of Macromolecular Science , Part B :
Physics The polymorphism of poly ( vinylidene fluoride ). I . The effect of
head-to-head structure,” no. May 2013, pp. 37–41.
[27] I. Y. Abdullah, M. Yahaya, M. H. H. Jumali, and H. M. Shanshool,
“Influence of the spinning rate on the β-phase formation in poly(vinylidene
fluoride) (PVDF) films,” AIP Conf. Proc., vol. 1838, no. May, 2017.
[28] T. Kotakas and T. Kotakas, “Electrical properties of form III
poly(vinyl1dene fluoride),” Ferroelectrics, vol. 32, no. 1, pp. 1–11, 1981.
[29] A. Omar, “Processing, morphology and product parameters of PVDF
filaments for biomedical applications,” 2008.

48
[30] D. E, C. G, S. G, and C. G, “Formation of a New Crystal Form ( a p )of
Poly(viny1idene fluoride) under Electric Field,” vol. 11, no. 6, pp. 0–1,
1978.
[31] G. T. Davis, J. E. McKinney, M. G. Broadhurst, and S. C. Roth, “Electric-
field-induced phase changes in poly(vinylidene fluoride),” J. Appl. Phys.,
vol. 49, no. 10, pp. 4998–5002, 1978.
[32] S. Manna, S. K. Batabyal, and A. K. Nandi, “Preparation and
characterization of silver-poly(vinylidene fluoride) nanocomposites:
Formation of piezoelectric polymorph of poly(vinylidene fluoride),” J.
Phys. Chem. B, vol. 110, no. 25, pp. 12318–12326, 2006.
[33] D. R. Santoso, “Pengukuran Stress Mekanik Berbasis Sensor Piezoelektrik
(Prinsip Desain dan Implementasi),” Pertama., Tim UB Press, Ed. Malang:
UB Press, 2017, p. 158.
[34] J. S. Harrison and Z. Ounaies, Piezoelectric Polymers, no. 2001. virginia,
2019.
[35] D. K. Das-Gupta and J. S. Duffy, “Pyroelectricity in polyvinylidene
fluoride,” J. Appl. Phys., vol. 50, no. 1, pp. 561–563, 1979.
[36] A. N. S. Wijaya, “Identifikasi Potensi Mineral di Kecamatan Galang
Kabupaten ToliToli Menggunakan Metode Resistivitas dan Induced
Polarization,” UIN Jakarta, 2019.
[37] E. Mulyana, N. L. K, T. S. Rahman, L. Safriani, H. Taniguchi, and
Risdiana, “PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BAHAN ORGANIK
BERBASIS TTF DENGAN AKSEPTOR TCNQ DAN RbZn(SCN)4,” vol.
01, No. 01, pp. 70–78, 2017.
[38] A. Hartono and Priyambodo, “PENGARUH POLLING MEDAN LISTRIK
TINGGI TERHADAP STRUKTUR β POLYVINYLIDENE FLUORIDE
(PVDF),” Al, vol. IX, no. 2, pp. 74–80, 2016.
[39] A. Hartono and Priyambodo, “PENGARUH POLLING MEDAN LISTRIK
TINGGI TERHADAP STRUKTUR β POLYVINYLIDENE FLUORIDE
(PVDF),” Al-Fiziya, vol. IX, pp. 62–73, 2016.
[40] R. Hasegawa, M. Kobayashi, and H. Tadokoro, “Molecular Conformation
and Packing of Poly(vinylidene fluoride). Stability of Three Crystalline
Forms and the Effect of High Pressure,” Polym. J., vol. 3, no. 5, pp. 591–
599, 1972.
[41] F. Rohman, G. R. F. Suwandi, and S. Satira, “Pengaruh Ketebalan Film dan
Medan Listrik Tinggi Terhadap Jumlah Fraksi β Pengaruh Ketebalan Film
dan Medan Listrik Tinggi Terhadap Jumlah Fraksi β pada Polimer Poly (
vinylidene fluoride ),” no. October 2014, 2012.
[42] S. Abdalla, A. Obaid, and F. M. Al-Marzouki, “Preparation and
characterization of poly(vinylidene fluoride): A high dielectric performance

49
nano-composite for electrical storage,” Results Phys., vol. 6, no.
September, pp. 617–626, 2016.
[43] F. A. Carey, Organic Chemistry, 3rd editio. Departement of Chemistry,
University of Virginia, 1996.
[44] K. J. Denniston, J. J. Topping, and R. L. Caret, General, Organic, and
Biochemistry, Third Edit. New York: Smith, James M, 2001.
[45] Lusiana, “Proses Pembuatan Material Superkonduktor Bscco dengan
Metoda Padatan,” pp. 73–82, 2013.
[46] L. I. Utami, “Pembuatan etanol dari buah mengkudu,” vol. 4, no. 1, pp.
255–259, 2009.
[47] M. P. . H, Stuart Abramson M.D., “EXTRACORPOREAL TREATMENT
OF POISONINGS,” in Chronic Kidney Disease, Dialysis, &
Transplantation: Companion to Brenner & Rector’s The Kidney, 3rd ed.,
Elsevier Inc., 2010, pp. 700–719.
[48] D. Jammalamadaka and S. Raissi, “Ethylene glycol, methanol and
isopropyl alcohol intoxication,” Am. J. Med. Sci., vol. 339, no. 3, pp. 276–
281, 2010.
[49] Z. Zhao et al., “The activation effects of low level isopropyl alcohol
exposure on arterial blood pressures are associated with decreased 5-
hydroxyindole acetic acid in urine,” PLoS One, vol. 11, no. 9, pp. 1–13,
2016.
[50] A. S. Intani, “PRARANCANGAN PABRIK ASETON PROSES
DEHIDROGENASI ISOPROPIL ALKOHOL KAPASITAS 19.500
TON/TAHUN,” Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009.
[51] G. A. Pauzi et al., “Desain dan Realisasi Akumulator Elektrolit Air Laut
dengan Penambahan Sodium Bicarbonate (NaHCO3) sebagai Sumber
Energi Alternatif,” vol. 8, no. 1, pp. 78–85, 2018.
[52] A. Hartono, E. Sanjaya, and R. Ramli, “Glucose sensing using capacitive
biosensor based on polyvinylidene fluoride thin film,” Biosensors, vol. 8,
no. 1, pp. 1–10, 2018.

50
LAMPIRAN

A. Komposisi Alkohol
Komposisi Etanol dan Isopropil Alkohol
Konsentrasi 50% Konsentrasi 70% Konsentrasi 90%

v1m1 v2m2 v1m1 v2m2 v1m1 v2m2


v1 100% 20 ml 50% v1 100% 20 ml 50% v1 100% 20 ml 90%

v1 v1 v1

v1 10 ml v1 14 ml v1 18 ml

B. Respon Sensor
Data Respon Sensor
No Konsentrasi Etanol Isopropil Alkohol
1 50% 1,24E-04 1,83E-05
2 70% 5,95E-05 9,77E-06
3 90% 5,62E-05 9,26E-06

Resistivitas Permukaan Respon Sensor


No Konsentrasi Etanol Isopropil Alkohol
1 50% 7,26E+04 4,92E+05
2 70% 1,51E+05 9,22E+05
3 90% 1,60E+05 9,72E+05

C. Sensor saat Terendam Alkohol


Data Sensor saat Terendam Alkohol
No Konsentrasi Etanol Isopropil Alkohol
1 50% 1,14E-04 1,59E-06
2 70% 5,28E-05 5,41E-07

51
3 90% 7,07E-05 8,46E-07

Resistivitas Permukaan Sensor saat Terendam Alkohol


No Konsentrasi Etanol Isopropil Alkohol
1 50% 7,89E+04 5,62E+06
2 70% 1,70E+05 4,65E+07
3 90% 1,27E+05 1,06E+07

D. Sensor setelah Direndam Alkohol


Data Sensor setelah Terendam Alkohol
No Konsentrasi Etanol Isopropil Alkohol
1 50% 1,39E-06 5,28E_05
2 70% 1,22E-06 9,59E-06
3 90% 1,40E-06 8,93E-06

Resistivitas Permukaan Sensor setelah Terendam Alkohol


No Konsentrasi Etanol Isopropil Alkohol
1 50% 6,43E+06 1,70E+05
2 70% 7,37E+06 9,37E+05
3 90% 6,42E+06 1,07E+06

52

Anda mungkin juga menyukai