SKRIPSI
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
SKRIPSI
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
ABSTRAK
Pada penelitian ini telah dibuat keramik SiC dengan aditif SiO2 dan B2O3 yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh aditif SiO2 dan B2O3 terhadap Suhu Sintering,
perubahan sifat fisis, struktur kristal dan mikrostruktur. Komposisi SiO2 dan B2O3
divariasikan yaitu (5;10;15;20)% berat. SiC dan aditif SiO2 serta SiC dan aditif B2O3
di milling menggunakan High Energy Milling selama 32 menit dan dikeringkan
dengan oven pada suhu 80℃. Kemudian serbuk tersebut dicampurkan dengan perekat
PVA sebanyak 5% berat dan dicetak menggunakan carver press dengan tekanan
12000 kg selama 1 menit untuk membentuk pelet. Kemudian pelet tersebut di sintering
pada suhu 800 ℃ dan 900°C. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa densitas
optimum 2,91 g/cm3 dan 2,78 g/cm3 dan porositas optimum 27,09% dan 22,07%
masing-masing dengan penambahan aditif 5% SiO2 dan 5% B2O3 pada suhu 900℃.
Analisa struktur kristal menggunakan XRD menunjukkan fasa dominan yaitu
Moissanite (SiC) dan fasa minor yaitu Cristobalite (SiO2) dan Boron (B2O3) terdapat
pada sampel dengan aditif 5% SiO2 dan 5% B2O3 pada suhu 900 ℃ . Hasil uji
mikrostruktur menunjukkan bentuk yang tidak beraturan dengan ukuran diameter
butiran rata-rata 515,58 nm pada 5% SiO2 dan 669,74 nm pada 5% B2O3.
Kata Kunci : Keramik SiC, Silikon Karbida, Silikon Dioksida, Boron Trioksida.
ii
Universitas Sumatera Utara
EFFECT OF SiO2 AND B2O3 ADDITIVES ON SINTERING
TEMPERATURE, PHYSICAL PROPERTIES, CRYSTAL
STRUCTURE AND MICROSTRUCTURE ON CERAMIC SiC
ABSTRACT
In this research SiC ceramics have been made with SiO2 and B2O3 additives
which purpose to know the effect of SiO2 and B2O3 additives on sintering temperature
to change in physical properties, crystal structure and microstructure. The
composition of SiO2 and B2O3 are varied (5;10;15;20)% by weight. SiC and SiO2
additives and SiC and B2O3 were milling use High Energy Milling for 32 minutes and
dried in an oven at 80℃. Then, the powder mixed with 5% PVA adhesive and formed
using carver press with a pressure of 12000 kg for 1 minute to form a pellets. Then
the pellets are sintered at 800℃ dan 900℃. The results of this characterization shows
that the optimum density was 2.91 g/cm3 and 2,78 g/cm3 and the optimum porosity
27.09% and 22.07% with the addition of additives 5% SiO2 and 5 % B2O3 at 900℃.
Crystal structure analysis using XRD shows the dominant phase of Moissanite
(SiC)and minor phase of Cristobalite (SiO2) and Boron (B2O3) found in the sample
additives 5% SiO2 and 5 % B2O3 at 900℃. Microstructure test result shows an
irregular shape with an average grain size of 515.58 nm at 5% SiO2 and 669.74 nm at
5% B2O3.
iii
Universitas Sumatera Utara
PENGHARGAAN
Puji dan syukur disampaikan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh
Aditif SiO2 dan B2O3 terhadap Suhu Sintering, Sifat Fisis, Struktur Kristal dan
Mikrostruktur pada Keramik SiC”
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Dekan Prof. Dr. Kerista
Sebayang, M.Sc selaku Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara. Terimakasih
kepada Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji, MS selaku Ketua Departemen Fisika, Bapak
Awan Maghfirah, M.Si selaku Sekretaris Departemen Fisika, Kak Hartini dan Bang
Jo selaku staf Departemen Fisika serta seluruh Dosen, Staf, dan Pegawai Departemen
Fisika USU. Terimakasih saya ucapkan Kepada Ibu Dra. Sudiati, M.Si selaku dosen
pembimbing serta dosen pendamping akademik Universitas Sumatera Utara.
Terimakasih kepada Bapak Drs. Aditia Warman, M.Si selaku kepala LIDA- Fisika
USU, Bang Adin dan Seluruh Asisten LIDA FISIKA USU Fisika.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Ir. Muljadi M.Si selaku Dosen
pembimbing LIPI atas semua motivasi serta bimbingannya dalam menyelesaikan
skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Prof. Pardamean Sebayang, Pak Lukman dan
seluruh dosen dan staf di LIPI yang telah banyak membantu penulis selama
melaksanakan penelitian. Terimakasih kepada Orang tua terkasih Ayahanda Alm.
Jummaidar dan Ibunda Aisyah Damai Marpaung dan saudara saudari penulis (kak
Tanta, kak Thami, bang Harry, kak Pinta dan Abu Dardaq). Terimakasih kepada
sahabat saya Nisa Gulo, Bonar, Sri, Nesa, Lisda, Aminah, Tirta, Muti, Rohmania dan
Rini teman sekaligus keluarga selama di Fisika USU. Terimakasih kepada Fatma,
Delima, Etek Mahdiyyah, Dhea serta teman- teman seperjuangan di P2F LIPI.
Terimakasih kepada rekan Fisika Stambuk 2016, serta teman-teman dan adik- adik
UKM Studi Pedesaan USU. Semoga Allah SWT selalu memberikan kebaikan dunia
dan akhirat atas segala semangat yang telah diberikan.
Medan, September 2020
iv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
PENGESAHAN SKRIPSI i
ABSTRAK ii
ABSTRACK iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
DAFTAR SINGKATAN x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
v
Universitas Sumatera Utara
3.6 Pengujian Sampel 29
3.6.1 Uji Densitas 29
3.6.2 Uji Porositas 30
3.6.3 Analisa XRD 31
3.6.4 Analisa SEM 31
DAFTAR PUSTAKA 45
LAMPIRAN 48
vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul Halaman
Gambar
2.1 Mineral Silikon Karbida 6
2.2 Struktur Kristal SiC 7
2.3 Struktur Silika Tetrahedral 11
2.4 Skema Perubahan Struktur Silika 12
2.5 Struktur Unit Trigon B2O3 14
2.6 (a) Densifikasi (b.) Coarsening 16
2.7 Fenomena Difusi Selama Proses Sintering 17
2.8 Proses Sintering 18
2.9 Skema difraksi sinar-X oleh atom-atom kristal 21
2.10 Diagram Skematik Fungsi Dasar dan Cara kerja SEM 22
3.1 Diagram Alir Pembuatan Keramik SiC 26
4.1 Grafik Hubungan Antara Densitas Terhadap Variasi Aditif 32
SiO2
4.2 Grafik Hubungan Antara Densitas Terhadap Variasi Aditif 34
B2O3
4.3 Grafik Hubungan Antara Porositas Terhadap Variasi Aditif 35
SiO2
Grafik Hubungan Antara Porositas Terhadap Variasi Aditif 36
4.4
B2O3
4.5 Grafik XRD SiC + 5% SiO2 pada Suhu 900°C 38
4.6 Grafik XRD SiC + 5% B2O3 pada Suhu 900°C 39
4.7 Morfologi Surface Keramik SiC + 5% SiO2 pada Suhu 900°C 40
4.8 Histogram Distribusi Ukuran Butiran Keramik SiC + 5% 41
SiO2 pada Suhu 900°C
4.9 Morfologi Surface Keramik SiC + 5% SiO2 pada Suhu 900°C 42
Histogram Distribusi Ukuran Butiran Keramik SiC + 5%
4.10 42
B2O3 pada Suhu 900°C
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul Halaman
Lampiran
1 Peralatan dan Bahan Penelitian 47
2 Perhitungan Densitas dan Porositas 50
3 Perhitungan Diameter Kristal 55
4 Data Hasil Analisa XRD 56
ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN
x
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
2.1 Keramik
Keramik berasal dari kata Yunani yaitu “Keramos” yang berarti bahan yang
dibakar atau material yang dibakar di tungku atau tanur (Bahtiar, 2016). Keramik
merupakan bahan anorganik non-logam yang digunakan dalam suhu tinggi.
Sebagian besar keramik seperti batuan alami, tanah liat, pasir dan kerikil terjadi
secara alami atau bisa juga dihasilkan dari mineral tanah oleh aksi panas (batubata,
mortar, semen dan kaca). Semua keramik ini adalah senyawa oksigen, tetapi ada
beberapa zat lain seperti; grafit, berlian, silikon karbida atau karborundum (SiC),
karbida tungsten, uranium karbida, boron nitrida dan borida transisi logam yang
juga mempunyai sifat keramik khas dari kekuatan mekanik tinggi dan ketahanan
terhadap panas dan kimia yang dianggap sebagai keramik (Gde, 2018).
Bahan keramik memiliki karakteristik yang merupakan senyawa antara logam
dan bukan logam senyawa ini memiliki ikatan ionik dan ikatan kovalen sehingga,
sifat-sifatnya berbeda dengan logam. Biasanya merupakan isolator, tembus cahaya
(bening), tidak bisa diubah bentuknya dan sangat stabil dalam lingkungan yang
sangat berat. Perbandingan fasa keramik dan bukan keramik memiliki struktur
kristalin. Ikatan ionik menyebabkan bahan keramik memiliki stabilitas yang sangat
tinggi, sebagai kelompok bahan keramik memiliki titik cair yang tinggi
dibandingkan dengan logam dan bahan organik. Biasanya lebih keras dan tahan
terhadap perubahan-perubahan kimia. Keramik padat biasanya merupakan isolator
sebagaimana halnya dengan bahan organik. Pada suhu yang tinggi dengan
menggunakan energi termal yang lebih tinggi, keramik bisa menghantarkan listrik
meskipun daya hantarnya lebih rendah dibandingkan dengan logam. Karena tidak
memiliki elektron bebas kebanyakan bahan keramik tembus cahaya (jika tipis) dan
penghantar panas yang buruk (Nur, 2018).
Material keramik merupakan kandidat yang ideal dalam berbagai aplikasi
karena memiliki karakteristik seperti kekerasan, kekakuan dan stabilitas temperatur
yang baik. Selain itu, agar meningkatkan karakteristik menjadi high melting atau
mempunyai temperatur dekomposisi yang tinggi, banyak keramik yang dirancang
dengan sifat seperti densitas rendah, kuat pada temperatur yang tinggi, tahan reaksi
kimia dan korosi serta memiliki ketahanan arus yang tinggi. Namun, keramik secara
umum memiliki sifat fractrure toughness yang rendah, seperti rendahnya ketahanan
keramik terhadap perambatan retak bahkan pada kerusakan retak yang sangat kecil
(William et al., 2015).
Dengan adanya teknologi tentang keramik, maka struktur dan komposisi kimia
penyusunnya dan bahan pencampurnya dapat di identifikasikan, sehingga membuat
sifat keramik menjadi lebih baik. Keramik berpori merupakan keramik yang
memiliki pori-pori dengan distribusi ukuran tertentu dan porositas yang relatif
tinggi, secara luas keramik berpori insulasi termal dan sebagai bahan bangunan.
Material yang secara umum digunakan sebagai bahan baku keramik berpori adalah
lempung dan senyawa oksida seperti Al2O3 (alumina), SiO2 (silika), TiO2 (titania),
dan ZrO2 (zirkonia) (Bahtiar, 2016).
Aplikasi pada bahan keramik modern diterapkan pada komponen-komponen
mesin mobil dan struktur pesawat. Misalnya bahan titanium karbida (TiC), bahan
ini mempunyai kekerasan 4 kali lebih besar dari baja. Jadi, kawat baja dalam
struktur pesawat dapat diganti dengan kawat TiC yang dapat menahan beban yang
sama dengan diameter dan berat separuhnya. Material yang sangat kuat lainnya
ialah alumina (Al2O3) dan silikon karbida (SiC) merupakan bahan yang ideal karna
tahan abrasi sehingga sering digunakan sebagai alat grinding dan polishing
(Mawardani, 2014).
berbagai industri yaitu antara lain, industri penerbangan, elektonik, industri tanur,
dan industri-industri komponen mekanik yang berkekuatan tinggi. Pada umumnya,
industri metalurgi, abrasif dan refraktori juga menggunakan SiC dalam jumlah yang
paling besar (Fadel dkk., 2015).
Keramik SiC dapat disintesa melalui proses reduksi SiO2 dengan karbon (C)
atau karbonisasi pada logam Si. Keramik SiC termasuk polymorphy material yang
mempunyai struktur kristal kubik (β) dan rhombohedral (α), dan SiC mempunyai
kekerasan yang sangat tinggi (9.5 skala mosh), dimana kekerasan ini hampir
mendekati kekerasan intan. Silikon Karbida (SiC) mempunyai ikatan kovalen
dimana tiap atom Si dikelilingi oleh atom C secara tetragonal dengan dua
polymorphy, yaitu:
1. Mempunyai struktur rhombohedral yang diketahui sebagai α-SiC,
stabil pada suhu/temperatur yang tinggi (2600oC), warnanya abu-abu
kehitaman dan temperatur pembentukannya diatas 2000oC.
2. Mempunyai struktur kristal kubik yang diketahui sebagai β SiC, stabil
pada suhu/temperatur 1500oC – 1600oC, warnanya hijau dan temperatur
pembentukannya di bawah 2000oC.
Pada Gambar 2.2 menunjukan bentuk dan struktur kristal dari SiC. Sifat fisik yang
dimiliki SiC adalah stabil pada pemakaian temperatur tinggi antara 1700oC -
2500oC. Silikon karbida mempunyai massa jenis sebesar 3,2 g/cm3, mempunyai
suhu sublimasi sebesar 2700oC menjadikannya diminati untuk dipergunakan dalam
pembuatan bearing dan sparepart. Silikon karbida sukar mencair pada berbagai
kondisi tekanan dan kuat akan bahan kimia (Sakti, 2009).
SiC mempunyai kemampuan tekan hingga 4600 MPa dan koefisien
ekspansi termal yang rendah sebesar 4,51 – 4,73 µm/moC (Zheng Ren et al., 2000).
Karakteristik SiC yang paling istimewa adalah kemampuannya dalam
menghantarkan panas sangat baik, kemampuannya akan suhu yang tinggi, nilai
kekerasannya yang baik, serta tahan kejutan panas dan kemampuannya yang baik
dalam menahan korosi. Kemampuan SiC dalam menahan korosi dapat diamati
melalui terdapatnya abu batubara, slag asam dan slag netral saat bahan ini
digunakan. Kemampuan SiC dalam menahan panas dapat diamati dari temperatur
berkisar 2200oC – 2700oC. Pada 1000oC terjadi lapisan oksidasi baru yaitu SiO2,
dimana SiC memiliki kemampuan menahan oksidasi di udara terbuka hingga
mencapai temperatur 1700oC (Peter, 2014).
4. Motor Bakar
Salah satu contoh penggunaan SiC dalam motor bakar adalah turbine inlet
guide vanes. Komponen turbine inlet guide vanes berguna untuk menghasikan
aliran udara pendingin gas turbine engine. Dengan digunakannya keramik SiC
yang lebih tahan pada temperatur yang tinggi bisa membuat sistem pendingin
dapat bekerja lebih baik jika dibandingkan dengan material yang lainnya.
Namun, jika sistem pendingin pada turbine engine bekerja dengan baik maka
berdampak pada emisi gas buang NOx dan CO yang dihasilkan sebagai hasil
dari pembakaran.
5. Seal
Seal merupakan suatu alat untuk menghindari kebocoran pada dua
permukaan material yang bersinggungan. Pemakaian seal pada umumnya
digunakan untuk mesin-mesin yang bertekanan dan bertemperatur yang tinggi.
Karena itu, karateristik material seal harus tahan pada temperatur tinggi dan
juga pada tekanan tinggi untuk jangka waktu yang lama, seperti bahan keramik.
6. Bahan Abrasif
SiC adalah bahan keramik yang bersifat abrasif sehingga dapat digunakan
untuk berbagai keperluan industri seperti mengikis, menghaluskan, membuat
kasar maupun memotong permukaan benda kerja.
7. Ceramic Ball
Ceramic ball pada umumnya digunakan pada bearing, valve, dan sebagai
grinding ball (Kirk et al., 2010).
diatur dengan suhu 1470°C sehingga silika dengan struktur kristobalit dapat
terbentuk. Selain itu silika bisa dapat terbentuk dengan mereaksikan silikon dengan
oksigen atau udara pada suhu yang tinggi.
Beberapa bentuk silika adalah struktur kristal yang penting karena silika bukan
hanya zat yang melimpah dan berguna, namun ini karena strukturnya (SiO4) yang
merupakan unit yang mendasar dalam kebanyakan mineral (Hongtao et al., 2014).
Kadar silika mempunyai dua ciri utama yaitu:
1. Setiap atom silikon berada pada pusat suatu tetrahedron yang terdiri dari empat
atom oksigen.
2. Setiap atom oksigen berada ditengah-tengah antara dua atom silikon.
Silika mempunyai sifat kimia seperti tahan akan zat kimia, tidak larut dalam air,
ekspansi termal yang rendah dan mempunyai titik lebur yang tinggi sehingga bisa
digunakan untuk bahan keramik, bahan refraktori (bahan tahan api), adsorben dan
pendukung katalis yang baik. Tabel 2.2 akan menunjukkan karakteristik yang
dimiliki silika amorf dan silika kristal.
Tabel 2.2. Karakteristik fisika Silika Amorf
Parameter Satuan Silika Amorf
3
Densitas g/cm 2,65
Titik cair °C 1610
Titik didih °C 2230
Kekuatan tarik MPa 55
Kekuatan desak MPa 2070
Kekerasan kg/mm2 650
Modulus elastisitas GPa 70-75
Kekuatan bidang kV/mm 15,0 – 25,0
dielektrik
Resistifitas Ωm 1012 - 1016
Sumber: Sigit dkk., 2001
Silika terbentuk dari ikatan kovalen yang kuat dan mempunyai struktur dengan
empat atom oksigen yang terikat pada posisi sudut tetrahedral di sekitar atom pusat
yaitu atom silikon. Gambar 2.3 memperlihatkan struktur silika tetrahedral.
Silika mempunyai ikatan yang disebut “jembatan” oksigen yang ada di antara atom
silikon, karena sebab inilah yang memberikan sifat unik pada silika. Atom oksigen
bersifat elektronegatif dan kerapatan elektron pada atom silikon sebagian ditransfer
pada atom oksigen. Silika merupakan senyawa hasil polimerisasi asam silikat
tersusun dari rantai satuan SiO4 tetrahedral dengan formula umum SiO2. Senyawa
silika bisa ditemukan dibeberapa bahan alam contohnya seperti kuarsa, gelas, pasir
dan sebagainya. Silika yang merupakan senyawa yang berasal dari alam berstruktur
kristalin, bila sebagai senyawa sintetis merupakan amorf (Sulastri dkk., 2010).
Silika mempunyai 17 bentuk kristal dan mempunyai 3 bentuk kristal utama yaitu
kristobalit, tridimit, dan kuarsa (Fadli, 2019).
Tabel 2.3. Bentuk kristal utama silika
Bentuk Rentang Stabilitas (°C) Modifikasi Densitas (g/cm3)
Kristobalit 1470-1723 kubik 2,210
tetragonal 2,330
Tridimit 870-1470 heksagonal 2,300
ortorombik 2,270
Kuarsa <870 heksagonal 2,600
trigonal 2,650
Sumber: Smallman et al., 2000
Tabel 2.3 menunujukan ketiga fasa kristal tersebut mempunyai nilai densitas yang
berbeda. Pada umumnya struktur silika berbentuk amorf terhidrat, namun silika
amorf bisa berubah bentuk menjadi silika kristal dengan adanya perubahan suhu
yaitu fasa kuarsa, kristobalit dan tridimit. Jika dilakukan pembakaran secara terus-
menerus dengan suhu diatas 650°C maka kristalinitasnya akan cenderung naik
sehingga terbentuk fasa quartz, crystobalite, dan tridymite. Bentuk dari struktur
quartz, crystobalite, dan tridymite merupakan jenis kristal utama silika mempunyai
kerapatan dan stabilitas yang berbeda. Struktur dari kristal quartz, crystobalite, dan
tridymite mempunyai nilai densitas masing-masing yaitu 2,65 g/cm3, 2,27 g/cm3,
dan 2,23 g/cm3 (Smallman et al., 2000).
Menurut perlakuan suhu, low quartz akan terbentuk pada suhu < 570°C , high
quartz akan terbentuk pada suhu 570-870°C dan akan terjadi perubahan struktur
menjadi crystobalite dan tridymite, namun jika pada suhu 870°C - 1470°C akan
terbentuk high tridymite, high crstobalite akan terbentuk pada suhu ˃1470°C, dan
pada suhu sekitar 1723°C akan terbentuk silika cair. Skema perubahan struktur
silika akibat perubahan suhu diperlihatkan sebagai berikut:
Gambar 2.4 Skema perubahan struktur silika (Sumber: Ho Yun Lee et al., 2019)
Silika yang merupakan bahan keramik yang akan tahan pada suhu atau
temperatur yang tinggi yang tentunya banyak digunakan di dalam industri baja dan
gelas (Smallman et al., 2000). Satuan struktur primer silika merupakan tetrahedron
SiO4, yang dapat terlihat dimana satu atom silika akan dikelilingi oleh 4 atom
oksigen (seperti terlihat pada Gambar 2.3). Dari ikatan ionik dan kovalen maka
gaya-gaya yang mengikat ikatan tetrahedral ini akan kuat. Pada silika murni tidak
terdapat ion logam dan setiap atom oksigen merupakan atom penghubung antara
dua atom silikon.
Keramik bisa dapat berikatan kristal tunggal (bentuk polikristalin). Bahan
pembentuk keramik mempunyai ikatan ion, ikatan kovalen dan ikatan antara. Salah
satu contohnya, ikatan ion dalam sistem Mg-O, Al-O, Zn-O dan Si-O bisa di
sebutkan dengan masing-masing 70%, 60%, 60% dan 50%. Dalam Kristal yang
rumit, dari berbagai macam atom memiliki peran dan ikatannya adalah ikatan
campuran dalam banyak hal. Struktur kristal tersebut bisa dipahami jika mengingat
bahwa kristal tersusun oleh kombinasi dari polyhedron koordinasi, dimana satuan
kecil dari kation dikelilingi oleh beberapa anion. Dimana salah satu contohnya
adalah silika yang merupakan bahan baku penting bagi keramik.
B2O3 biasanya di sediakan dari proses penghidratan HBO2, yang terdiri dari unit sel
heksagonal ini memiliki dimensi kekisi 𝑎 = 433.6 𝑝𝑚 dan 𝑐 = 834 𝑝𝑚 dan
memiliki kepadatan 2,56 g/cm3. Struktur ini diperlihatkan oleh suatu unit trigonal
BO3 dengan atom boron berada di puncak trigon tersebut. Leburan boron oksida
dapat diperoleh dari penghidratan asid borik H3BO3, yang lebur pada suhu 748K ini
jika disejukkan dengan kadar yang sesuai, yaitu sekitar 103 Ks-1 dapat membentuk
kaca amorfus yang mempunyai kepadatan 1,86 g/cm3 dengan suhu transisi 530
(Rahim, 2010).
B2O3 merupakan padatan kovalen, jadi dalam teori tidak ada ion B dalam
strukturnya3+ atau O2-, tetapi tautan B-O. Boron menurut teori ikatan valensi (VTE),
hanya dapat membentuk tiga ikatan kovalen dalam hal ini tiga tautan B-O. Sebagai
konsekuensi dari ini geometri yang diharapkan harus trigonal BO3. Molekul BO3 ia
kekurangan elektron terutama atom oksigen namun, beberapa dari mereka dapat
berinteraksi satu sama lain untuk memasok kekurangan tersebut. Jadi, segitiga
BO3 mereka bergabung dengan berbagi jembatan oksigen dan mereka di
2.5 Sintering
Sintering merupakan suatu proses penggabungan partikel-partikel serbuk
melalui peristiwa difusi, ini terjadi apabila suhu semakin meningkat. Secara umum
sintering adalah peristiwa untuk menghilangkan pori-pori antara partikel bahan,
disaat yang sama akan terjadi penyusutan komponen, pertumbuhan grain serta
meningkatnya ikatan antar partikel yang saling berdekatan, sehingga menghasilkan
bahan yang lebih padat (Yi Yang et al.,2016).
Oleh sebab itu perlakuan panas atau pembakaran merupakan proses utama
paling penting di dalam pembuatan bahan keramik. Di dalam tahap pembakaran,
akan terjadi peristiwa kimia yaitu pengeringan, peruraian bahan organik,
penguapan air kristal, oksidasi logam transisi, peruraian karbonat, sulfat, aditif dan
lainnya (Ramlan dkk., 2011). Perlakuan panas harus dilakukan dengan suhu yang
tinggi agar partikel-partikel halus saling beraglomerasi menjadi bahan padatan.
Dalam memilih temperatur sintering, besarnya tingkat energi permukaan (surface
energy), distribusi ukuran butir dan dopan yang dipakai selama proses sintering,
serta ketebalan dinding sampel yang akan disintering harus disesuaikan.
Gambar 2.6. (a) Densifikasi (b.) Coarsening (Sumber: Sean et al., 2014)
Jika proses atomik densifikasi lebih dominan, maka pori-pori menjadi kecil dan
menghilang sedikit demi sedikit lalu saling menempel dan akhirnya menjadi padat.
Tetapi bila proses atomik coarsening lebih dominan pori-pori dan grain menjadi
kasar dan membesar sedikit demi sedikit. Proses difusi suatu atom pada sampel
dapat terjadi karena adanya energi yang dipunyai oleh atom sehingga dapat
bergerak dan mampu menempati pada energi yang lebih rendah yaitu pada sisi void
didalam material (Grupp et al., 2011).
Gambar 2.7. Fenomena difusi selama proses sintering (Sumber: Sean et al., 2014)
Menurut (Bahtiar, 2016) proses sintering fase padat terbagi menjadi tiga padatan,
yaitu:
1. Tahap awal (initial)
Pada tahap ini akan terbentuk ikatan atomik. Kontak antar partikel-partikel akan
membentuk pertumbuhan leher (neck growth) yang tumbuh menjadi batas butir
antar partikel. Pertumbuhan ini akan terjadi semakin cepat karena adanya kenaikan
suhu sintering. Pada tahap awal, penyusutan akan terjadi karena adanya permukaan
porositas yang menjadi halus. Jika penyusutan tidak merata maka menyebabkan
keretakan pada sampel.
2. Tahap menengah (intermediate)
Pada tahap ini akan terjadi proses densifikasi (pemadatan) dan pertumbuhan
partikel yaitu butir kecil larut dan bergabung dengan butir besar. Akomodasi bentuk
butir akan menghasilkan pemadatan yang lebih baik. Pada tahap ini porositas akan
berlangsung menghilang, karena akibat pergeseran batas butir. Porositas mulai
saling berhubungan dan membentuk silinder di sisi butir.
3. Tahap akhir (final)
Proses densifikasi dan pertumbuhan butir terus berlangsung dengan laju yang
lebih rendah dari sebelumnya. Begitu juga dengan proses menghilangnya porositas,
pergeseran batas butir terus berlanjut. Namun jika porositas lebih cepat daripada
pergeseran batas butir, maka porositas akan muncul di permukaan dan saling
berhubungan. Pada tahap akhir, saluran pori yang kontinu menghilang selanjutnya
akan berubah bentuk menjadi pori-pori individu.
2.6.1 Densitas
Densitas adalah pengukuran massa (m) setiap satuan volume (v) benda.
Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula massa
setiap volumenya (Sihite, 2008). Namun pengujian densitas pada penelitian ini
dilakukan berdasarkan metode Archimedes dengan cara menimbang sampel uji saat
kondisi kering (ms) serta menimbang massa sampel yang digantung saat diudara
(mgu) maupun didalam air (mga). Untuk menghitung nilai densitas sampel tersebut
menggunakan persamaan sebagai berikut (Nurzal dan Siswanto, 2012):
𝑚𝑠
𝜌 = (𝑚 ) × 𝜌 𝐻2 𝑂 (2.1)
𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘
dimana ms = Massa kering sampel (g), mgu= Massa jenuh gantung (g), mga= Massa
jenuh gantung didalam air (g), mk = Massa kawat (g), 𝜌 𝐻2 𝑂 = Massa jenis air
(g/cm3)
2.6.2 Porositas
Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume
ruang kosong (rongga pori) yang dimiliki oleh zat padat terhadap jumlah dari
volume zat padat itu sendiri (Mawardani,2014). Uji porositas ini dilakukan
bertujuan untuk mengetahui perubahan besar pori-pori pada keramik. Pengujian
porositas pada penelitian ini dilakukan berdasarkan metode Archimedes dengan
cara menimbang sampel uji saat kondisi kering (ms) dan saat kondisi basah (mb).
Massa sampel basah akan direndam didalam air pada suhu kamar selama 24
jam, dan menimbang massa sampel saat diudara (mgu) maupun didalam air (mga).
Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau
apparent porosity, dan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut
(Nurzal dan Siswanto, 2012):
𝑚𝑏 − 𝑚𝑠
𝜙 = (𝑚 ) × 100% (2.2)
𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘
dimana mb = Massa basah air setelah direndam, ms = Massa kering, mgu = Massa
jenuh gantung di udara, mga= Massa jenuh gantung di dalam air, mk = Massa kawat.
Sebelum sampel diukur terlebih dahulu sampel keramik SiC direndam selama satu
malam di wadah yang berisi air.
Teknik difraksi sinar X digunakan untuk mengukur partikel dalam orde nanometer.
Teknik ini sering digunakan untuk menentukan berbagai parameter fisika dari
material seperti struktur kristal, strain, komposisi fase, struktur unit sel, cacat kristal
dan ukuran kristal, bahkan susunan atom-atom di dalam material amorf seperti
polimer. Dalam teknik difraksi sinar-X sering menggunakan sampel dalam bentuk
bubuk terutama dalam mengkarakterisasi struktur kristalografi, ukuran kristal
(ukuran butir) dan orientasi kristal. Luas puncak/kurva dari suatu difraksi sinar-X
dipengaruhi oleh ukuran kristal sebagaimana diperlihatkan oleh formula Scherrer.
Metode ini menentukan ukuran kristal (crystallite size) dari data hasil karakterisasi
XRD. Untuk tujuan tersebut digunakan formula Scherrer secara langsung. Dari data
karakterisasi XRD, ukuran kristal dapat diperkirakan dengan menggunakan formula
Scherrer (Sumadiyasa dan Manuaba, 2018):
𝐾𝜆
𝐷 = 𝛽 cos 𝜃 (2.4)
0,94 jika adalah FWHM dan 0,89 untuk Integral Breadth. Dapat diamati bahwa
lebar puncak bervariasi dengan sudut 2 dalam bentuk cos().
Gambar 2.10. Diagram Skematik Fungsi Dasar dan Cara kerja SEM
(Sumber: Desi, 2014).
Komponen utama alat SEM ini pertama adalah tiga pasang lensa elektromagnetik
yang berguna untuk memfokuskan berkas elektron menjadi sebuah titik kecil.
Semakin kecil berkas yang difokuskan semakin besar pula resolusi lateral yang
dicapai. Yang kedua adalah sumber elektron, biasanya berupa filamen dari bahan
kawat tungsten atau berupa jarum, yang dapat menyediakan berkas elektron yang
teoretis memiliki energi tunggal (monokromatik). Ketiga adalah imaging detektor,
yang berfungsi mengubah sinyal elektron menjadi gambar. Sesuai dengan jenis
elektronnya, terdapat dua jenis detektor dalam SEM ini, yaitu detektor SE dan
detektor BSE.
Untuk menghindari gangguan dari molekul udara terhadap berkas elektron,
seluruh jalur elektron divakum hingga 10-6 torr. Tetapi kevakuman yang tinggi
menyebabkan naiknya sensitifitas pendeteksian alat terhadap bahan non-
konduktifitas seperti: keramik dan oksida. Untuk mengatasi hal tersebut SEM
mempunyai opsi untuk bisa dioperasikan dengan vakum rendah, yang disebut Low
Vaccum Mode. Dengan teknik ini kita dapat menganalisis bahan yang non
konduktif sekalipun. (Agus, 2015).
3.2.2 Bahan-Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 3.2. Bahan-Bahan yang Digunakan dalam Penelitian
No Nama bahan Fungsi
1 Serbuk SiC Sebagai bahan baku dalam pembuatan
sampel penelitian.
2 Serbuk SiO2 Sebagai bahan baku dalam pembuatan
sampel penelitian.
3 Serbuk B2O3 Sebagai bahan baku dalam pembuatan
sampel penelitian.
4 Polyvinil Sebagai perekat bahan sampel
Alcohol (PVA) penelitian.
1. Komposisi Sampel
Tabel 3.3. Komposisi Pembuatan Sampel Keramik SiC + SiO2
Bahan Baku (% berat) Aditif (% berat)
Sampel Komposisi (%)
SiC SiO2
I 95 5
II 90 10
SiC + SiO2
III 85 15
IV 80 20
2. Temperatur Sintering
Pada penelitian ini variasi suhu pembakaran (sintering) yang dibuat,
yaitu: 800oC dan 900oC, masing-masing pada suhu tersebut ditahan
selama 1 jam.
Mulai
Pengeringan (oven)
T = 80°C, t = 7.200 s
Dikarakterisasi
Densitas Porositas
Hasil Optimum:
5% SiO2 dan 5% B2O3 pada Suhu
900°C
XRD SEM
Kesimpulan
Selesai
3.) Penghalusan
Setelah digiling dengan High Milling Energy dipisahkan dari ball mill
dengan bantuan saringan yang kemudian dihaluskan menggunakan mortar
dan penggerus agar partikel-partikelnya homogen, lalu massa serbuk yang
dihaluskan diukur massa nya.
5.) Sintering
Proses pembakaran bertujuan untuk mengikat butiran-butiran dan
menurunkan porositas bahan sehingga sampel menjadi bahan yang kuat
sesuai spesifikasi. Selama proses sintering ini terjadi proses penghilangan
perekat (binder) dan proses pemadatan serbuk keramik (grain body). Proses
pembakaran sampel dilakukan dalam vacum furnace dengan variasi suhu
800°C dan 900°C selama 24 jam, yang ditahan selama 1 jam pada
temperatur yang ditentukan.
6.) Pengeringan
Proses pengeringan bertujuan untuk melepaskan sejumlah molekul H2O
yang akan mengurangi kandungan zat sisa cair dalam pellet keramik.
Dilakukan pengeringan dalam oven kering pada suhu 100°C selama 2 jam.
Setelah sampel benar-benar kering, sampel keramik diuji sifat fisis dan
mekaniknya.
Pada penelitian ini telah dibuat keramik SiC dengan aditif SiO2 dan B2O3 dengan
komposisi (5;10;15;20) % berat. Setelah melalui proses pembuatan sampel dan
karakterisasi, maka didapatkan hasil pengujian terhadap densitas, porositas, struktur
kristal dan mikrostruktur. Berikut hasil dari pengujian karakterisasi keramik SiC.
Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Densitas Terhadap Variasi Aditif SiO2
Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Densitas Terhadap Variasi Aditif B2O3
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Porositas Keramik SiC terhadap Variasi Komposisi
Aditif pada Suhu Sintering
Bahan Baku Aditif Suhu (°C) Porositas (%)
Komposisi (%)
(% berat) (% berat)
800 27,80
95 5
900 27,09
800 28,98
90 10
900 28,35
SiC + SiO2
800 28,57
85 15
900 27,96
800 27,31
80 20
900 26,25
800 23,25
95 5
900 22,07
800 18,11
90 10
900 17,05
SiC + B2O3 800 15,67
85 15
900 16,37
800 9,90
80 20
900 10,49
Gambar 4.3 Grafik Hubungan antara Porositas Terhadap Variasi Aditif SiO2
Dari gambar 4.3 menunjukan semakin bertambahnya variasi aditif SiO2 maka nilai
porositas yang terdapat pada sampel semakin menurun, dengan menurunnya nilai
porositas pada sampel tersebut akan semakin padat. Hal tersebut diperlihatkan pada
penambahan variasi aditif SiO2 sebanyak 10%, 15% dan 20% pada suhu sintering
800°C dan 900°C. Sementara nilai porositas yang mengalami naik turun,
dikarenakan pori-pori keramik SiC tersebut terisi oleh butiran-butiran aditif yang
relatif lebih kecil dari SiC. Pada saat nilai porositas mengalami kenaikan hal ini
disebabkan sebagian material penyusun keramik tersebut berubah ke fase gas,
sehingga membentuk ruang kosong yang menyebabkan nilai porositasnya semakin
tinggi (Iyas et al., 2019). Besarnya porositas yang terbentuk pada keramik sangat
mempengaruhi sifat mekanis keramik tersebut (Ho Yun Lee, 2019).
Nilai porositas tertinggi pada komposisi 10% SiO2 pada suhu sintering 800°C
sebesar 28,98% dan nilai porositas terendah komposisi 20% SiO2 pada suhu
sintering 900°C sebesar 26,25% yang ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.4 Grafik Hubungan antara Porositas Terhadap Variasi Aditif B2O3
partikel-partikel keramik akan saling berdekatan dan bentuk pori menjadi lebih
kecil dan ukurannya mengecil sehingga menyebabkan porositas menurun
(Mawardani, 2014). Besar kecilnya nilai porositas juga dipengaruhi pada proses
pencetakan, semakin kecil nilai porositas keramik yang didapat maka semakin baik
pula kualitas keramik. (Setiawan et al., 2017). Nilai porositas tertinggi pada
komposisi 5% B2O3 pada suhu sintering 800°C sebesar 23,25% dan nilai porositas
terendah pada komposisi 20% B2O3 pada suhu sintering 900°C sebesar 9,9 % yang
ditunjukkan pada Gambar 4.4.
Hasil pengujian densitas dan porositas yang telah dilakukan terhadap aditif SiO2
dan B2O3 pada keramik SiC dengan variasi komposisi (5;10;15;20) % berat
menunjukkan bahwa hasil yang paling optimum terjadi pada variasi persentase 5%
SiO2 dan 5% B2O3. Oleh karena itu, keramik 5% SiO2 dan 5% B2O3 dipilih untuk
dilanjutkan pengujian karakterisasi dengan X-Ray Diffraction (XRD) dan Scanning
Electron Microscope (SEM).
Dari gambar 4.5 grafik XRD 5% SiO2 pada Suhu Sintering 900°C dapat
diidentifikasi dari besarnya intensitas dan banyaknya puncak-puncak utama dari
fasa tersebut, fasa yang paling dominan adalah moissanite dengan struktur
hexagonal yang memiliki parameter kisi a = 3.08100 Å dan c = 15.12840 Å.
Dimana peak ke-4 dengan hkl (0 1 2) merupakan peak yang paling tertinggi (utama)
pada sudut 35,597° dengan ukuran kristal 12,65 nm yang mempunyai fasa
moissanite (SiC) .
Terdapat 10 peak lainnya yang juga memiliki fasa yang serupa pada sampel
ini. Sedangkan 5 peak lainnya terdeteksi sebagai fasa cristobalite yang memiliki
jenis kristal tetragonal dengan parameter kisi a = 4.98600 Å, c = 6.97700 Å.
Dari Gambar 4.6 grafik XRD 5% B2O3 pada Suhu Sintering 900°C dapat
diidentifikasi dari besarnya intensitas dan banyaknya puncak-puncak utama dari
fasa tersebut fasa yang paling dominan adalah moissanite dengan jenis kristal
hexagonal yang memiliki parameter kisi a = 3.08100 Å dan c = 15.12840 Å.
Dimana peak ke-4 dengan hkl (0 1 2) merupakan peak yang paling tertinggi pada
sudut 35,648° dengan ukuran kristal 25,94 nm yang mempunyai fasa moissanite.
Terdapat 11 peak lainnya yang juga memiliki fasa yang serupa pada sampel
ini. Sedangkan 4 peak lainnya terdeteksi sebagai fasa boron yang memiliki jenis
kristal orthorhombic dengan parameter kisi a= 5.05760 Å, b= 5.62450 Å dan c=
6.98840 Å. Penentuan ukuran kristal diperoleh dari nilai FWHM puncak-puncak
pada data XRD. Bidang yang sering digunakan untuk menghitung ukuran kristal
adalah bidang yang memiliki puncak paling tertinggi. Penentuan ukuran kristal
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan scherrer. Perhitungan ukuran
kristal untuk sampel dapat dilihat lampiran 3.
Butiran
Butiran
Pori-pori
Pori-pori
Butiran
Gambar 4.7 Morfologi Surface Keramik SiC + 5% SiO2 pada Suhu 900°C
(b.)
Gambar 4.8 Histogram Distribusi Ukuran Butiran Keramik SiC + 5% SiO2 pada
Suhu 900°C
Gambar 4.7 dan gambar 4.8 merupakan bentuk Morfologi struktur mikro dan
histogram distribusi ukuran butiran dari keramik SiC + 5% SiO2. Dilihat dari kurva
histogram yang memiliki distribusi melebar, ukuran distribusi dari yang terendah
sampai yang tertinggi yaitu 250 nm sampai 950 nm dengan ukuran rata-rata sekitar
515,58 nm Dalam foto mikro juga menunjukkan bentuk butiran yang tidak
beraturan, yang ditandai dengan butiran berwarna putih menunjukkan SiC dan
berwarna biru merupakan aditif SiO2. Dapat dilihat bahwa warna putih lebih
dominan dengan warna biru berada diselilingnya, hal ini membuktikan SiO2
mengikat butiran SiC. Sedangkan warna hitam gelap adalah rongga-rongga pori
dari keramik.
Menurut penelitian (Ho Yun Lee, 2019) struktur mikro keramik SiC dengan
aditif SiO2 lebih meningkatkan kepadatan daripada menggunakan SiC murni.
Mikrostruktur sampel 5% SiO2 pada suhu 900°C memiliki bentuk permukaan
sampel yang tidak merata dan memiliki pori yang cukup besar sehingga mengalami
penurunan densitas.
Butiran
Pori-pori Butiran
Pori-pori
Butiran
Gambar 4.9 Morfologi Surface Keramik SiC + 5% B2O3 pada Suhu 900°C
D = 669.74 nm
Gambar 4.10 Histogram Distribusi Ukuran Butiran Keramik SiC + 5% B2O3 pada
Suhu 900°C
Gambar 4.9 dan gambar 4.10 merupakan bentuk Morfologi struktur mikro dan
histogram distribusi ukuran butiran dari keramik SiC + 5% B2O3. Dilihat dari kurva
histogram yang memiliki distribusi melebar, ukuran distribusi dari yang terendah
sampai yang tertinggi yaitu 150 nm sampai 750 nm dengan ukuran rata-rata sekitar
668,74 nm Dalam foto mikro juga menunjukkan bentuk butiran yang tidak
beraturan, yang ditandai dengan butiran berwarna putih menunjukkan SiC dan
berwarna biru merupakan aditif B2O3. Dapat dilihat bahwa warna putih lebih
dominan dengan warna biru berada diselilingnya, hal ini membuktikan B2O3
mengikat butiran SiC. Sedangkan warna hitam gelap adalah rongga-rongga pori
dari keramik.
Struktur mikro keramik SiC + 5% SiO2 memiliki penyebaran pori-pori lebih
kecil. Pertumbuhan butirannya juga lebih baik sehingga mengakibatkan kontak
antar butir menjadi baik dan juga saling mengikat dibandingkan dengan keramik
SiC + 5% B2O3, dimana keduanya menggunakan suhu yang sama 900°C.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya
dapat diambil kesimpulan yaitu:
1. Karakteristik sifat fisis keramik SiC menunjukkan nilai densitas dan porositas
semakin menurun dengan penambahan persentase aditif sedangkan semakin
besar suhu sintering meningkatkan nilai densitas dan menurunkan porositas.
Nilai densitas dan porositas optimum terdapat pada penambahan aditif 5%
dengan suhu sintering 900℃. Nilai densitas pada 5% SiO2 dan 5% B2O3 sebesar
2,91 g/cm3 dan 2,78 g/cm3, sementara nilai porositas 5% SiO2 dan 5% B2O3
sebesar 27,09% dan 22,07%.
2. Hasil analisa XRD yang optimum sama-sama menghasilkan fasa dominan yaitu
fasa moissanite dengan struktur kristal hexagonal dengan fasa minor yaitu fasa
cristobalite (SiO2) dan fasa boron (B2O3). Pengujian struktur mikro
menunjukkan bahwa batas butir semakin rapat pada kedua bahan sampel yang
hampir tercampur merata dengan diameter ukuran rata-rata 515,58 nm (SiO2)
dan 699,74 nm (B2O3).
5.2 Saran
1. Sebaiknya pada penelitian selanjutnya memperhatikan kenaikan penambahan
persentase aditif yang digunakan.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh temperatur sintering
yang lebih rendah.
3. Perlu dilakukan pengujian sifat mekanik seperti tingkat ketahanan korosi dan
kekerasan untuk mengetahui sifat mekanik dari keramik SiC.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sujatno, Rohmad Salam, Bandriyana, Arbi Dimyati. 2015. Studi Scanning
Electron Microscopy (SEM) Untuk Karakterisasi Proses Oxidasi Paduan
Zirkonium. Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju, PSTBM-BATAN.
Amin, M dan Muhammad Subri. 2017. Pengembangan material komposit keramik
berpori dari bahan clay yang dipakai buat bahan Kuningan dengan
menggunakan Methode Ekstrusi. Jurnal. Fakultas teknik universitas
muhammad semarang
Arbi, 2015. Karakteristik Permukaan Serat Silikon Karbida Hasil Pemintalan
Listrik Dari Polycarbosilane Dalam N-Dimetil formamida (Dmf)/ Toluena.
Ariswan. 2013. Struktur Kristal, Morfologi Permukaan dan Sifat Optik Bahan CdSe
Hasil Preparasi dengan Teknik Close Spaced Vapor Transport (CSVT)
untuk Aplikasi Sel Surya. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVII HFI Jateng
& DIY, Solo : 97-102.
Bahtiar. 2016. Pengaruh variasi komposisi terhadap densitas dan kekerasan pada
manufaktur keramik lantai. Makassar: Dapertemen Fisika UIN
ALAUDDIN. Hal: 1
Darwis, Arwin. 2017. Pengenalan Dasar X-ray Difraction. Universitas Islam
Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
Della, V.P., Kuhn, I., and Hotza, D. 2012. Rice Husk Ash an Alternate Source
For Active Silica Production. Materials Leters. Vol. 57, pp. 818-821.
Delovitas Ginting. 2014. Efek Penambahan Boron Terhadap Mikrostruktur, Sifat
Fisis dan Magnetik Barium Heksaferit. Medan: Universitas Sumatera
Utara
Desi, Nuha Anggraeni. 2014. Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) dalam
Pemantauan Proses Oksidasi Magnetite Menjadi Hematite. Teknik Mesin di
Industri, At Bandung, Indonesia.
Erico, Novandra. 2019. Pengaruh Penambahan SiC untuk Peningkatan Kekerasaan
Material Aluminium. Bandar Lampung: Departemen Teknik Mesin
Universitas Lampung.
Fadel, Muhammad Harahap, Tugiman, dan Suprianto. 2015. Analisa Pengaruh
Partikel SiC Terhadap Sifat Mekanis Metal Matris Composites Dibuat
Menggunakan Metode Centrifugal Casting Medan: Teknik Mesin, Vol. 1
No. 1, Mei 2015 : 9-15.
Fadli, Heri. 2019. Pengaruh Penekanan Pellet Silika Terhadap Porositas dan
Permeabilitas. Pekanbaru: Departemen Teknik Universitas Islam Riau.
Fitzgerald, K dan D. Shepherd. 2017. “Ulasan SiCf/ SiC korosi, erosi dan erosi-
korosi pada suhu tinggi helium relevan dengan kondisi GFR”, Journal of
Material Nuklir, 498.
Gde, Tjokorda Tirta Nindha. 2018. Pengetahuan Material Teknik II Polimer,
Keramik, Komposit. Bali: Departemen Teknik Mesin Universitas Udayana.
Hal: 147.
German, R. M. 2016. Sintering Trajectories: Description on How Density, Surface
Area and Grain Size Change, vol. 68, no. 3, pp. 878–884.
Grupp. R., M. Nöthe, B. Kieback, and J. Banhart. 2011. Cooperative material
transport during the early, Nat.Commun., vol. 2. John Willey and Sons, Inc,
New York.
Hongtao Yu, Kui Ju, Jingsong Liu dan Yingzhong Li. 2014. Tape casting dan sifat
dielektrik dari SiO2kaca -filled komposit keramik dengan suhu sintering
ultra-rendah. Springer Science Business Media: New York.
Ho-Yun Lee, Fu-Chieh Tsui, Ying-Chieh Lee. 2019. Structural and microstructural
studies on SiC-SiO2 ceramic composites. National Pingtung University of
Science and Technology, Taiwan.
Kirk, K. E. and Othmer, D. F. 2010. Encyclopedia of Chemical Technology, 3
edition, Volume 9, The Interscience Encyclopedia, John Willey and Sons,
Inc, New York.
Marti, Etty Wigayati dan Muljadi. 2008. Natural zeolite utilization on tobacco leaf
drying process. In: Proceeding on Seminar Nasional Fundamental dan
Aplikasi Teknik Kimia. Chemical Engineering Department, Institute
Technology of Sepuluh November. Surabaya. ISSN : 1410 – 5667; 2005. p.
DP8.
Mawardani, Putri. 2014. Pengaruh Kemurnian Bahan Baku Alumina terhadap
Temperatur Sintering dan Karakterisasi Keramik Alumina. Jakarta :
Universitas Islam Negara.
Mehrer. H. 2007. Diffusion in Solids Fundamentals, Methods, Materials, Diffusion-
Controlled Processes. John Willey and Sons, Inc, New York.
Menggigil dan Atkins. (2008). Kimia anorganik (Edisi keempat). Mc Graw Hill.
Nur, Siti Aini. 2018. Pengaruh Temperatur Sintering Keramik TiO2 Terhadap Sifat
Fisik dan Transformasi Fasa. Palembang: Departemen Fisika Universitas
Sriwijaya. Hal: 17-18.
Nurzal dan Siswanto. 2012. Pengaruh Proses Wet Pressing dan Suhu Sintering
Terhadap Densitas dan Kekerasan Vickres pada Manufactur Keramik
Lantai. Jurnal Teknik Mesin. Vol. 1, No. 2, 1-5.
Peter, T.B. 2014. Shafer Engineering Properties of Carbida, Engineered.
Material Hand Book, vol 4, Ceramics and Glasess, Heather, L. F. and Nikki,
W. D., ed., The Material Information Society.
Rahim, Sahar. 2010. Fizik Bahan Amorfus. Language: English. Published: Skudai
Penerbit UTM, 2000.
Ramlan dan Akhmad Aminuddin Bama. 2011. Pengaruh Suhu dan Waktu Sintering
terhadap Sifat Bahan Porselen untuk Bahan Elektrolit Padat (Komponen
Elektronik). Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Sriwijaya, Sumatera
Selatan, Indonesia.
Ren and Sammy Lap Ip Chan. 2000. Mechanical Properties of Nanometric
Particulate Reinforced Aluminium Composites. School of Materials Science
and Engineering, UNSW.
Sakti, Khairul. 2009. Pembuatan Komposit Metal Al Alloy Nano Keramik SiC dan
Karakterisasinya. Medan: Departemen Fisika.
Sean Gephart, Jogender Singh dan Anil Kulkarni. 2014. Struktur-hubungan
properti untuk sinter SiC oleh fiEld teknik sintering dibantu Departemen
Material Science and Engineering, Pennsylvania State University,
University Park, PA 16802, Amerika Serikat.
Setiawan, F. Arifani, L. Yulianto, A dan Aji, M.P. 2017. Analisis Porositas dan
Kuat Tekan Campuran Tanah Liat Kaolin dan Kuarsa sebagai Keramik.
Jurnal MIPA 40 (1) (2007): 24-27.
Sigit, N. dan Jetty, S. 2001. Peluang Agribisnis Arang Sekam. Balitpasca. Jakarta.
Sihite, Debora Rospita. 2008. Pembuatan Dan Karekterisasi Bahan Keramik
Berpori Dengan Aditif Sekam Padi Yang Digunakan Sebagai Filter Gas
Buang. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. USU. Medan. hal. 56-149.
Smallman, R.E and R.J. Bishop, 2000. “modern physical metallurgy and
materials engineering”, Hill International Book Company, New York.
Bragmann, C.P and Goncalves.
Soo-Jin Park and Min-Kang Seo. 2011. Interface Science and Technology.
Amsterdam : Elsevier Academic Press.
Sulastri, Siti dan Susila Kristianingrum. 2010. Berbagai Macam Senyawa Silika:
Sintesis, Karakterisasi dan Pemanfaatan. Yogyakarta: FMIPA Universitas
Negeri Yogyakarta.
Sumadiyasa, M. dan Manuaba, I. B. S. 2018. Penentuan Ukuran Kristal
Menggunakan Formula Scherrer, Wiliamson-Hill Ploy, dan Ukuran Partikel
dengan SEM. Buletin Fisika Vol. 19 No. 1 Februari 2018 : 28-35.
Syam, L.M. 2017. Uji Karakterisasi Nanopartikel Magnetite (Fe3O4) menggunakan
X-Ray Diffraction dan Scanning Electron Microscopy. Skripsi. Makassar:
UIN Alauddin Makassar.
Syed Zaighum Abbas Bukhari, Jang-Hoon Ha, Jongman Lee, dan In-Hyuck Lagu.
2017. Fabrikasi dan optimalisasi dukungan datar SiC liat-terikat tubular
membran untuk aplikasi mikrofiltrasi. Korea University of Science &
Technology, Daejeon 305-350, Republik Korea
William, B. Johnson and Alan S. Nagelberg. 2015. Phase Diagram in advance
ceramics: Aplication of Phase to the Produsction of Advance Composite.
Delware: Academis Press Inc. h.8
Yi Yang, Feng Han, Wenqi Xu, Yaxin Wang, Zhaoxiang Zhong, and Weihong Xing
Zheng. 2016. Low-temperature sintering of porous silicon carbide ceramic
support with SDBS as sintering aid. University, Nanjing 210009, Jiangsu,
China
Young Lim Kim, Young-Wook Kim, Toshiyuki Nishimura dan Won-Seon Seo.
2015. High temperature strength of silicon carbide sintered with 1 wt.%
aluminum nitride and lutetium oxide. Korea Institute of Ceramic
Engineering and Technology, Seoul 153-801, Republic of Korea
LAMPIRAN 1
PERALATAN DAN BAHAN PENELITIAN
A. Peralatan Penelitian
16. SEM
B. Bahan Penelitian
LAMPIRAN 2
PERHITUNGAN DENSITAS DAN POROSITAS
I. DENSITAS SAMPEL
Untuk menghitung densitas dilakukan dengan metode Archimedes yang
menggunakan rumus persamaan, yaitu :
𝑚𝑘
𝜌= 𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂
𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
𝑚𝑘 𝑚𝑘
𝜌= 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂 𝜌= 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂
4,35 4,35
𝜌= 4,43 −2,98 +0,05
𝑥1 𝜌= 4,41 −2,97 +0,05
𝑥1
2) SiO2 10%
(T = 800°) : (T = 900°) :
𝑚𝑘 𝑚𝑘
𝜌= 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂 𝜌= 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂
4,17 5,03
𝜌= 4,21 −2,75 +0,05
𝑥1 𝜌= 𝑥1
5,11 −3,37 +0,05
3) SiO2 15%
(T = 800°) : (T = 900°) :
𝑚𝑘 𝑚𝑘
𝜌= 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂 𝜌= 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂
3,82 5,00
𝜌= 3,89 −2,54 +0,05
𝑥1 𝜌= 𝑥1
5,07 −3,34 +0,05
4) SiO2 20%
(T = 800°) : (T = 900°) :
𝑚𝑘 𝑚𝑘
𝜌= 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂 𝜌= 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂
4,86 5,07
𝜌= 4,72 −3,04 +0,05
𝑥1 𝜌 = 5,11 −3,30 +0,05 𝑥 1
1. B2O3 5%
(T = 800°) : (T = 900°) :
𝑚𝑘 𝑚𝑘
𝜌= 𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂 𝜌= 𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂
𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
3,42 3,79
𝜌= 𝑥1 𝜌= 𝑥1
3,47 − 2,28 +0,05 3,85 −2,54 +0,05
2. B2O3 10%
(T = 800°) : (T = 900°) :
𝑚𝑘 𝑚𝑘
𝜌= 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂 𝜌= 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂
2,81 3,03
𝜌= 𝑥1 𝜌= 𝑥1
2,89 − 1,76 +0,05 3,07 − 1,87 +0,05
3. B2O3 15%
(T = 800°) : (T = 900°) :
𝑚𝑘 𝑚𝑘
𝜌= 𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂 𝜌= 𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂
𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
3,54 3,88
𝜌= 𝑥1 𝜌= 3,49 − 2,15 +0,05
𝑥1
3,35 −2,09 +0,05
4. B2O3 20%
(T = 800°) : (T = 900°) :
𝑚𝑘 𝑚𝑘
𝜌= 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂 𝜌= 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂
4,65 4,55
𝜌= 4,71 −2,65+0,05
𝑥1 𝜌 = 4,59 −2,60 +0,05 𝑥 1
4,92−4,35 4,90−4,35
𝜑= 𝑥 100% 𝜑= 𝑥 100%
4,97 −2,97 +0,05 4,95 −2,97 +0,05
𝜑 = 27,09 %
𝜑 = 27,80 %
2. SiO2 10%
• (T = 800°) : • (T = 900°) :
𝑚𝑏 −𝑚𝑘 𝑚𝑏 −𝑚𝑘
𝜑= 𝑥 100 % 𝜑= 𝑥 100 %
𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
4,77−4,17 5,60−5,03
𝜑= 𝑥 100% 𝜑= 𝑥 100%
4,80 −2,78 +0,05 4,65 −2,69 +0,05
𝜑 = 28,98 %
𝜑 = 28,35 %
3. SiO2 15%
• (T = 800°) : • (T = 900°) :
𝑚𝑏 −𝑚𝑘 𝑚𝑏 −𝑚𝑘
𝜑= 𝑥 100 % 𝜑= 𝑥 100 %
𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
4,34−3,82 5,66−5,00
𝜑= 𝑥 100% 𝜑= 𝑥 100%
4,39 −2,62 +0,05 5,70 −3,39 +0,05
𝜑 = 28,57 % 𝜑 = 27,96 %
4. SiO2 20%
• (T = 800°) : • (T = 900°) :
𝑚𝑏 −𝑚𝑘 𝑚𝑏 −𝑚𝑘
𝜑= 𝑥 100 % 𝜑= 𝑥 100 %
𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
5,30−4,68 5,68−5,07
𝜑= 𝑥 100% 𝜑= 𝑥 100%
5,36 −3,14 +0,05 5,75 −3,40 +0,05
𝜑 = 27,31 % 𝜑 = 26,25%
4,19−3,79 3,76−3,42
𝜑= 𝑥 100% 𝜑= 𝑥 100%
4,25 −2,58 +0,05 3,81 −2,32 +0,05
𝜑 = 23,25 % 𝜑 = 22,07 %
2. B2O3 10%
• (T = 800°) : • (T = 900°) :
𝑚𝑏 −𝑚𝑘 𝑚𝑏 −𝑚𝑘
𝜑= 𝑥 100 % 𝜑= 𝑥 100 %
𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
3,28−3,03 3,03−2,81
𝜑= 𝑥 100% 𝜑= 𝑥 100%
3,35 −2,02 +0,05 3,09 −1,85 +0,05
𝜑 = 18,11 % 𝜑 = 17,05 %
3. B2O315%
• (T = 800°) : • (T = 900°) :
𝑚𝑏 −𝑚𝑘 𝑚𝑏 −𝑚𝑘
𝜑= 𝑥 100 % 𝜑= 𝑥 100 %
𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
3,66−3,47 3,71−3,50
𝜑= 𝑥 100% 𝜑= 𝑥 100%
3,50 −2,39 +0,05 3,64 −2,35 +0,05
𝜑 = 16,37 % 𝜑 = 15,67 %
4. B2O3 20%
• (T = 800°) : • (T = 900°) :
𝑚𝑏 −𝑚𝑘 𝑚𝑏 −𝑚𝑘
𝜑= 𝑥 100 % 𝜑= 𝑥 100 %
𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎 𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
3,71−3,54 4,00−3,89
𝜑= 𝑥 100% 𝜑= 𝑥 100%
3,77 −2,20 +0,05 4,36 −3,30 +0,05
𝜑 = 10,49 % 𝜑 = 9,90 %
LAMPIRAN 3
PERHITUNGAN DIAMETER KRISTAL
(0.9)( 0.1541862)
D = (0.012) 𝑐𝑜𝑠 0.31
0.138767
=
0.010968
= 12,65 nm
(0.9)( 0.1541862)
D = (0.006) 𝑐𝑜𝑠 0.31
0.138767
=
0.005350
= 25,94 nm
LAMPIRAN 4
DATA HASIL ANALISIS XRD
RAW DATA
RAW DATA