Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Gradien Vol. 2 No.

2 Juli 2006 : 161-166

Kecepatan Korosi Oleh 3 Bahan Oksidan Pada Plat Besi


Zul Bahrum Caniago
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu, Indonesia
Diterima 25 Juni 2006: disetujui 1 Juli 2006

Abstrak - Telah dilakukan penelitian untuk menentukan kecepatan korosi yang disebabkan oleh tiga bahan oksidan
yaitu air, asam dan garam terhadap logam (plat besi). Waktu pengamatan dilakukan secara berselang, yakni t = 0, 5
,10, 15, 20 dan 25 hari. Dengan menggunakan sinar Gamma () yang dihasilkan dari sumber Cobalt (Co-60) yang
diradiasikan pada plat logam, kemudian radiasi sinar dideteksi oleh tabung Geiger Muller. Intensitas cacahan
menunjukkan daya tembus sinar semakin tinggi pada logam yang teroksidasi dengan waktu yang lebih lama. Hal ini
memberi arti terjadi kerenggangan molekul besi, kerenggangan tersebut akibat proses oksidasi (korosi). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa daya serap sinar dalam material merupakan fungsi eksponensial terhadap waktu.
Kecepatan korosi yang didapatkan adalah untuk asam sulfat = - 0.0056 dB/hari, garam = - 0.0053 dB/hari, dan air = 0.0047 dB/hari.
Kata Kunci: Korosi; Oksidan; Sinar
1. Pendahuluan
Secara teoritis ilmu tentang nuklir, relatif tidak
mengalami perkembangan seperti ilmu pengetahuan
yang lain, karena masih banyak fenomena nuklir yang
belum dapat dijelaskan secara tuntas. Namun dari segi
pemanfaatan, teknologi nuklir telah banyak
dimanfaatkan dalam berbagai bidang, misalnya
kedokteran, bidang rekayasa dan konstruksi, material.
Pada bidang konstruksi bangunan, teknologi nuklir
dimanfatkan misalnya, untuk memantau keretakan pada
bangunan dan kecepatan korosi pada logam.
Korosi atau oksidasi dapat menyebabkan turunnya
kualitas dan kekuatan dari suatu bahan. Untuk
menghindari kerugian yang lebih besar, perlu tindakan
preventif dengan cara mengawasi proses
korosi
secara dini. Pengawasan korosi dapat digunakan radiasi
dengan menyinari bahan yang
sinar , yakni
mengalami korosi dengan Sinar , kemudian akan
dapat diketahui tingkat atau kelajuan proses korosi
pada bahan yang diawasi tersebut untuk selanjutnya
dapat diprediksi tingkat kerusakan [4].
Logam adalah bahan yang banyak digunakan untuk
berbagai keperluan. Dalam udara terbuka logam mudah
teroksidasi yang menimbulkan korosi/ karat, sehingga

dapat menurunkan kualitas dan kekuatannya.


Kecepatan korosi pada suatu bahan, dipengaruhi oleh
kelembaban udara dan kadar garam atau asam,
sehingga daerah pinggir pantai memiliki peluang yang
sangat besar terjadinya korosi. Korosi terjadi dimulai
dari permukaan logam yang terbuka dan menyebar ke
bagian lain sesuai dengan fungsi waktu. Bagian yang
terkena korosi mengalami perubahan susunan molekul
karena terjadinya ikatan kimiawi antara atom logam
dengan oksigen.
Sinar dengan sifat gelombang elektromagnetik dan
memiliki daya tembus kuat, dapat digunakan untuk
mendeteksi tingkat korosi yang terjadi pada logam,
yakni dengan teknik penyinaran pada bagian yang
terkena korosi. Pada bagian logam yang terkena
korosi akan terjadi perubahan kerapatan logam,
sehingga terjadi perubahan daya serap antara yang
terkena korosi dengan yang tidak terkena korosi.
Perbedaan daya serap sinar pada bahan yang terkena
korosi ini akan memberikan informasi tingkat korosi
yang terjadi pada logam [5].
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kecepatan
tingkat korosi dari suatu bahan yang disebabkan oleh
3(tiga ) jenis bahan oksidan (garam, udara, asam).
Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan

Zul Bahrum Caniago, Jurnal Gradien Vol. 2 No.2 Juli 2006 : 161-166

kontribusi kepada Iptek dalam salah satu pemanfaatan


teknologi nuklir. Sedangkan manfaat, dapat ditunjukan
manfaat sinar untuk mengukur tingkat korosi logam
secara dini untuk diambil tindakan yang diperlukan
untuk mengatasi kerugian yang lebih besar pada suatu
sistem kontuksi besi.

162

Proses pancaran inti dari keadaan teruja ke keadaan


dasar disebut proses deexitasi. Deeksitasi suatu anak
luruh memiliki energi yang merupakan selisih antara
tingkat teruja dan tingkat dasar.
1.2. Interaksi Sinar Dengan Materi

1.1. Sifat Fisika Sinar .


Sinar adalah radiasi elektomagnetik dengan daya
tembus tinggi dengan panjang gelombang 10-7- 10-11
cm. Sinar dipancarkan dari inti atom yang tidak
stabil (radioaktif) atau pada inti dalam keadaan
tereksitasi (excited state), kemudian sinar terpancar
ke keadaan dasar dengan jalan memancarkan radiasi
elektromagnetik yang disebut sebagai Sinar . Dengan
kata lain, jika suatu inti berada dalam keadaan
tereksitasi namun karena ketakstabilan dari keadaan
tereksitasi, inti tersebut akan berpinduh ke keadaan
stabil, inti tersebut akan memancarkan sinar . Sinar
sama seperti radiasi sinar elektromagnetik lainnya biasa
dipandang sebagai paket-paket energi yang disebut
foton (). Massa dan muatan suatu inti yang
memancarkan sinar tidak berubah.
Sinar ini memiliki energi yang sama dengan selisih
antara tingkat-tingkat energi tersebut. Sebagai contoh
tinjau peluruhan 60Co27 menjadi 60Ni28 melalui emisi
partikel beta.
60

Co 27 60 Ni 28 + + 0

Dimana 0 (neutrino) adalah zarah elementer yang


mempunyai massa hampir sama dengan nol dan tidak
bennuatan listrik sehingga sangat sukar dibuktikan
keberadaannya. 60Ni28 yang dalam keadaan teruja ini
mempunyai energi sebesar 2,5057 Mev. Dia akan
meluruh dengan memancarkan dua sinar .

Seperti halnya atom, maka sebuah inti dapat berada


dalam kedaan ikat yang energinya lebih tinggi daripada
keadaan dasar. Jika inti yang tereksitasi ini kembali ke
keadaan dasar, maka inti tersebut akan memancarkan
sinar . Sinar ini memiliki energi yang bersesuaian
dengan perbedaan energi antara berbagai keadaan awal
dan keadaan akhir dalam transisi yang bersangkutan.
Dengan kata lain sinar ini memiliki energi yang sama
dengan selisih antara tingkat-tingkat energi tersebut.
Sinar merupakan sinar elektromagnetik, tidak
bermassa dan tidak bermuatan. Kondisi inilah yang
menyebabkan sinar memiliki daya tembus material
yang cukup tinggi atau memiliki daya ionisasi yang
kecil.
1.3. Penyerapan Sinar [1]
Tiga cara utama Sinar-X atau Sinar dapat kehilangan
energinya ketika melewati materi, yaitu Efek
fotolistrik, Hamburan compton, dan Produksi pasangan.
Efek Fotolistrik [1]- Yaitu gejala terlepasnya electron
logam akibat logam tersebut dijatuhi radiasi
elektromagnetik. Elektron dapat terlepas dari logam
karena ia menyerap energi dari radiasi tersebut.
Besamya energi kinetik elektron yang terlepas
Ek = hf hf o
Ek = hf W

Dimana W sering disebut fungsi kerja atau energi


ambang.

Gambar 1. Skema pancaran dari peluruhan [1][3]

Hamburan Compton [1] - Gejala Compton adalah


gejala dimana sinar-X atau sinar yang menumbuk
electron dihamburkan dengan panjang gelombang yang
lebih besar. Menurut teori kuantum cahaya, foton
berlaku sebagai partikel, hanya proton tidak memiliki
massa diam. Foton sinar menumbuk electron yang
mula-mula diam terhadap sistem koordinat dan

Zul Bahrum Caniago, Jurnal Gradien Vol. 2 No.2 Juli 2006 : 161-166

163

kemudian mengalami hamburan dari arahnya semula,


sedangkan elektronnya menerima impulse dan mulai
bergerak. Dalam tumbukan ini foton dapat dipandang
sebagai partikel yang kehilangan sejumlah energi
kinetik K yang diterima oleh electron, walaupun
sebenamya kita mengamati dua foton yang berbeda.
Jika foton semula mempunyai frekuensi , maka foton
terhambur mempunyai frekuensi yang lebih rendah '
sehingga terjadi kehilangan energi sebesar
K = h h '
Produksi Pasangan [1] - Ketika foton melewati dekat
inti dimungkinkan terjadinya electron dan positron
(elektron bermuatan positif), dimana jumlahan
keduanya menghasilkan muatan yaitu nol. Dalam
semua kasus baik efek fotolistrik, efek Compton dan
produksi pasangan energi foton ditransfer pada electron
yang diikuti dengan kehilangan energi terutama
disebabkan oleh proses oksidasi atau ionisasi. Pada
energi foton rendah efek fotolistrik merupakan
mekanisme utama dari. kehilangan energi. Pentingnya
efek fotolistrik dengan bertambahnya energi diganti
dengan hamburan Compton, lebih besar nomor atomic
penyerapannya lebih tinggi pula energi ketika efek
fotolistrik memegang peranan penting. Dalam unsur
ringan hamburan Compton berperan utama pada energi
foton, beberapa puluh KeV, sedangkan pada unsur
berat peran utama pada energi hampir 1 MeV. Produksi
pasangan peluangnya meningkat lebih besar energinya
dari energi ambang 1,02 MeV, lebih besar nomor
atomik penyerapannya. Intensitas I dari berkas sinar
dari laju transpor energi per satuan luas penampang
dari berkas itu. Energi fraksional yang hilang dari
berkas ketika melalui penyerapan setebal dx adalah :

dI
= dx
I

Konstanta pembanding disebut koefisien Alennasi


linier dan harganya bergantung dari energi foton dan
sifat material penyerap. Integrasi persamaan itu adalah

I = I 0e

Pada proses pengkorosian besi, penyebab utamanya


adalah terjadi reduksi oksigen pada molekul asam oleh
molekul logam. Mekanisme korosi lebih lanjut dapat
dijelaskan sebagai berikut : Pada permukaan logam
yang bersentuhan langsung dengan oksidan dapat
dipandang sebagai anoda, pada bagian ini terjadi
reaksi:
Fe(s ) Fe (2aq+ ) + 2e

Elektron yang dihasilkan melakukan pertukaran dengan


oksigen, atau mengalami reduksi :
O 2 (g ) + 4H (+aq ) + 4e 2H 2O (l )

Dari proses reaksi di atas, ion H+ berperan sebagai


pereduksi oksigen. Makin besar kosentrasi H+ (makin
asam) reaksi berlangsung semakin cepat. Sebaliknya
makin kecil kosentrasi ion H+ (makin basa) reaksi
berlangsung semakin lambat. Besi tidak terkorosi pada
pH > 9. Ion Fe2+ yang terbentuk pada anoda
mengalami oksidasi berlanjut membentuk Fe3+ yang
selanjutnya membentuk senyawa oksidasi terhidrasi,
Fe203 x H2O, yang disebut sebagai korosi besi.
4Fe(2aq+ ) + O 2 (g ) + 4H 2O(l )

2Fe 2O3 x H 2O(s ) + 8H (+aq )

Katoda adalah bagian yang mendapat banyak suplai


oksigen, sehingga korosi terjadi pada bagian ini. Pada
proses pengkorosian besi bisa dilakukan secara alamiah
atau secara buatan. Secara alamiah, bila oksigen yang
terdapat dalam udara dapat bersentuhan dengan
permukaan logam besi yang lembab, kemungkinan
terjadinya korosi lebih besar. Korosi terutama terjadi
pada bagian sel yang kekurangan oksigen. Gejala ini
dapat dijelaskan berdasarkan reaksi-reaksi pada
permukaan katoda yang memerlukan elektron. Reaksi
katoda hanya dapat terjadi bila ada oksigen, dapat
dilihat, seperti dibawah ini:
2(H 2 O ) + O 2 + 4e 4(OH )

(Pembentukan Hidroksil)

Jadi Intensitas radiasi menurun secara eksponensial


terhadap tebal penyerap. Hubungan antara tebal
penyerap x dengan rasio Io/I adalah
I
ln
I
x= 0

1.4. Proses pengkorosian pada plat Besi

Disamping itu dari reaksi katoda ini memerlukan


elektron dan logam daerah disekitarnya yang kurang
oksigen harus menyerahkan elektron-elektronya. Jadi
dapat dsimpulkan bahwa daerah yang kurang
oksigennya menjadi anoda. Set oksidasi akan
mempercepat korosi didaerah dimana konsentrasi

Zul Bahrum Caniago, Jurnal Gradien Vol. 2 No.2 Juli 2006 : 161-166

oksigen lebih rendah. Besi mempunyai potensial


elektroda sebesar -0,44 volt. Agar terjadi rekasi
anoda:
(OH ) Fe Fe 3+ + 3e (Reaksi anoda)
Hal ini disebabkan karena Fe harus melepaskan ketiga
elektronnya agar berlangsung reaksi katoda sehingga
terjadi ion Fe3+.

164

sesudah melewati sampel (I) kemudian mengihtung


daya serapnya masing-masing. Untuk menentukan daya
serap (A) adalah
A = log

I
I0

(1)

I adalah Intensitas sinar setelah melewati bahan


(cacah/menit) dan Io adalah Intensitas sinar sebelum
bahan terkorosi (cacah/menit)

Bila kita lakukan reaksi:


6H 2 0 + 3O 2 + 2e 12(OH )

(Reaksi katoda)

Sehingga akan terjadi kesetaraan reaksi sebagai berikut:


4Fe + 6H 2 0 + 3O 2 + 12e 4Fe3+ + 12(OH ) + 12e

4Fe + 6H 2 0 + 3O 2 4Fe(OH )3

Bila reaksi terjadi dalam aair yang diperkaya dengan


oksigen akan didapat hasil korosi yang tidak larut
dalam air dan akan mengendap yang selanjutnya
disebut karat.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisika
Eksperimen Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Dalam penelitian ini
digunakan metode eksperimen, bahan yang digunakan
adalah plat besi. Plat besi tersebut dipotong dengan
ukuran yang sama. Kemudian dikorosikan pada media
korosi (oksidan) yaitu air (H2O), asam sulfat (H2S04),
dan air garam (NaCl).
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perangkat alat pendeteksi Tabung Geiger Muller,
Sumber radiasi sinar (Co-60), dan Digit Counter.
Lempengan besi dengan ukuran (2x3 cm, ketebalan 3
mm) diletakkan diatas gelas yang berisi media yang
berbeda-beda disusun dalam sebuah kotak kayu yang
terlebih dahulu dibasahi dengan oksidan. Sebagai
sampel pengontrol adalah logam yang bebas korosi,
yang diukur intsnsitas sinar sebelum dan sesudah
melewati sampel dan dihitung daya serap sinar pada
plat besi tersebut dinyatakan sebagai data Ao.
Sedangkan sampel uji, digunakan plat besi yang telah
mengalami korosi dengan waktu pengoksidasian yang
berbeda, yaitu: 5 hari, 10 hari, 15 hari, 20 hari, dan
25 hari. Data yang diambil sama dengan data pada
sampel kontrol yaitu intensitas sinar sebelum (Io) dan

Kecepatan korosi adalah:


v=

d
I
log
dt
I0

(2)

3. Hasil Dan Pembahasan


Hasil pengukuran rata-rata intensitas sinar yang
melewati plat besi pada berbagai medium korosi
dengan 3 jenis oksidan ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Intensitas sinar yang melewati plat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa korosi terbesar


terjadi pada plat besi dengan oksidan asam sulfat
(H2SO4) dan terkecil terjadi dengan oksidan air(H2O)
Dari tabel 1, untuk oksidan H2O, nilai rata-rata
intensitas meningkat dari 278,8 (waktu korosi 5 hari)
menjadi 293,9 (waktu korosi 25 hari). Sedangkan
oksidan dengan larutan NaCl , nilai rata-rata
intensitasnya meningkat dari 281,1 (waktu korosi 5
hari) menjadi 295,1 (waktu korosi 25 hari). Demikian
untuk oksidan H2S04, peningkatan nilai rata-rata
intensitas dimulai dari 286,8 (waktu korosi 5 hari) dan
berakhir 300.7 (wakt korosi 25 hari). Peningkatan
instensitas sinar yang menembus pada bahan
bersesuaian dengan semakin lamanya waktu oksidasi,
dengan demikian oksidasi meyebabkan kerenggangan
molekul besi sehingga sinar berpeluang lolos.
Perbandingan karakteristik bahan (hubungan Intensitas
dengan lama korosi) yang mengalami korosi dengan 3

165

Zul Bahrum Caniago, Jurnal Gradien Vol. 2 No.2 Juli 2006 : 161-166

jenis oksidan dapat dilihat pada gambar 2 berikut :


Dari kurva yang diperlihatkan pada gambar 3, maka
diperoleh linearisasi daya serap sebagai berikut :
H2O = - 0.0056 t + 0.4404
NaCl = - 0.0053 t + 0.4363
H2SO4 = - 0.0047 t + 0.4257
Dengan menggunakan persamaan (2) maka diperoleh
kecepatan korosi v sebagai berikut :
Asam sulfat = - 0.0056 dB/hari
Garam
= - 0.0053 dB/hari
Air
= - 0.0047 dB/hari
Gambar 2. Karakteristik bahan yang mengalami korosi

4. Kesimpulan

Dari gambar 1 terlihat bahwa semakin lama besi


terkorosi maka intensitas sinar yang melewati plat
besi mengalami kenaikan. Dampaknya adalah intensitas
sinar yang diserap oleh plat besi mengalami
penurunan yang bersesuaian dengan lama proses korosi
yang dialami. Semakin tinggi intensitas sinar yang
melewati plat besi, maka semakin kecil intensitas yang
diserap oleh plat besi.

Besi mengalami korosi terbesar (kecepatan tingkat


korosinya paling besar) berturut-turut dengan oksidan
H2S04 kecepatan korosi rata-rata 0,00198 dB/hari,
NaCI kecepatan korosi rata-ratanya 0,00165 dB/hari
dan HzO kecepatan kurosi rata-ratanya 0,00157
dB/hari.

Hasil penyerapan intensitas sinar (A) oleh plat besi di


tunjukan pada tabel 2. Dan grafik daya serap dilihatkan
oleh gambar 3.
Tabel 2. Daya Serap

Intensitas sinar paling banyak melewati plat besi


dengan oksidan H2S04 dengan interval 286,8 sampai
300,7.
Plat besi yang mengalami korosi mudah ditembus oleh
sinar dengan arti lain daya serap rendah. Plat besi
yang tingkat korosinya kecil mampu menyerap
intensitas sinar dengan cepat
Penentuan kualitas material logam dapat dilakukan
dengan menembakkan sinar pada logam itu, bila
intensitas sinar banyak melewati logam (sedikit yang
diserap oleh logam) maka dapat diartikan kualitas
logam relatif rendah. Maka disarankan untuk menguji
kualitas material bangunan dapat memanfaatkan sinar
yang ditembakan pada material tersebut.
Daftar Pustaka

Gambar 3. Daya serap

[1] Arthur Beiser The Houw Liong, Concepts Of Modern


Physics, 1981, MC Graw-Hill, INC.
[2] Kenneth S. Krane, Modern Physics, 1992, Department
Of Physics, Oregon State University.
[3] Kenneth S. Krane, Introductory Nuclear Physics, 1988,
Oregen State University.

Zul Bahrum Caniago, Jurnal Gradien Vol. 2 No.2 Juli 2006 : 161-166

[4] Lawrenceh. Van Vlack, Elements Of Materials Science


and engineering, 1985, University Of Michigan, USA.
[5] M. Ridwan, M.Sc, Ph. D, dkk, Pengantar Ilmu
Pengetahuan dan teknologi nuklir, 1978, Jakarta.

166

Anda mungkin juga menyukai