SKRIPSI
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
SKRIPSI
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
ABSTRAK
Pada penelitian ini telah dibuat keramik Al2O3 dengan penambahan aditif SiO2
yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan persentase aditif SiO2 dan
suhu sintering terhadap perubahan sifat fisis, struktur kristal dan mikrostruktur.
Komposisi SiO2 divariasikan yaitu (5;10;15;20;25;30)% berat. Kedua bahan baku
ditimbang, dicampur menggunakan media air dan digiling menggunakan rotary ball
mill selama 5 jam. Selanjutnya campuran tersebut dikeringkan dalam oven dengan
suhu 80°C. Kemudian serbuk tersebut dicampurkan dengan perekat PVA sebanyak 5%
berat dan dilanjutkan pencetakan dengan tekanan 12000 kg untuk membentuk pelet.
Kemudian pelet tersebut di sintering pada suhu 900°C, 1000°C, 1100°C dan 1200°C.
Hasil dari karakterisasi diperoleh densitas sebesar 3,12 g/cm3 dan nilai porositas
sebesar 31,08%. Hasil analisa XRD optimum pada komposisi 5% SiO2 dengan suhu
sintering 1200°C menghasilkan fasa dominan yaitu corundum (Al2O3) dengan struktur
kristal hexagonal dengan fasa minor yaitu fasa cristobalite (SiO2) dan fasa quartz
(SiO2) sementara pengujian mikrostruktur menunjukkan bentuk butiran yang tidak
beraturan dengan ukuran diameter butiran rata-rata sebesar 513,49 nm.
ii
ABSTRACT
In this research Al2O3 ceramics have been made with the addition on SiO2
additives which purpose to know the effect of adding the percentage of SiO2 additives
and sintering temperature to change in physical properties, crystal structure and
microstructure. The composition of SiO2 are varied (5;10;15;20;25;30)% by weight.
Both of raw materials are weighed, the mixture used water and ground using a rotary
ball mill for 5 hours. The mixture is dried in an oven at 80°C. Then the powder is
smeared with PVA adhesive as much as 5% by weight and followed by printing with a
12000 kg pressure to form a pelet. Then the pellet are sintered at 900°C, 1000°C,
1100°C and 1200°C. The result characterization has true density is 3.12 g/cm3 and the
porosity is 31.08%. The analysis results on XRD optimum produced dominant phase
namely is corundum (Al2O3) and minor phases namely cristobalite (SiO2) and quartz
(SiO2) and the result microstructure showed an irregular shape with an average grain
size of 513.49 nm.
iii
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh
Penambahan Aditif SiO2 dan Suhu Sintering terhadap Sifat Fisis, Struktur
Kristal dan Mikrostruktur pada Keramik Al2O3” dengan lancar.
Skripsi ini tidak mungkin tersusun dengan baik dan benar tanpa adanya bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT dengan segala rahmat serta kurnia-Nya yang memberikan kekuatan
pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Kerista Sebayang, MS selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji, MS selaku Ketua Departemen Fisika, Bapak Awan
Maghfirah, M.Si selaku Sekretaris Departemen Fisika dan seluruh staf pengajar
serta pegawai administrasi dilingkungan FMIPA Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dra. Sudiati, M.Si dan Bapak Ir. Muljadi M.Sc selaku dosen pembimbing yang
telah membimbing dan mengarahkan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
5. Bapak Drs. Aditia Warman M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik dan selaku
kepala LIDA-Fisika USU, Bang Adin dan seluruh Asisten LIDA-Fisika USU.
6. Ayahanda Arman Gulo dan Ibu Masraini Matondang, abang Khairul Ilham Gulo
dan adik Mawadda Hikma Gulo atas doa dan motivasi kepada penulis.
7. Para sahabat Nadha Ananda, Nesya Izzania, Bonar Ferdiansyah, Sri Ningsih, Lisda
Annisa, Siti Nur, Tirta, Mutiara, Nurul Aisyah, Sadillah dan Kusma memberikan
dukungan dan doa kepada penulis.
8. Teman-teman seperjuangan di LIPI yang telah memberi semangat dan motivasi.
9. Teman-teman Fisika 16 dan Fisika 15 memberikan motivasi.
10. Paris Fahdz yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam proses
penyelesaian skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT
senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis umumnya kepada pembaca.
iv
PENGESAHAN SKRIPSI i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
DAFTAR SINGKATAN x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
DAFTAR PUSTAKA 35
LAMPIRAN 37
vi
Nomor
Judul Halaman
Tabel
2.1 Sifat fisis dan Mekanis Keramik Alumina secara Umum 6
3.1 Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian 18
3.2 Bahan-Bahan yang Digunakan dalam Penelitian 19
3.3 Komposisi Pembuatan Sampel 22
Hasil pengukuran Densitas Keramik Alumina dengan Variasi
4.1 26
Komposisi Aditif terhadap Suhu Sintering
Hasil pengukuran Porositas Keramik Alumina dengan Variasi
4.2 28
Komposisi Aditif terhadap Suhu Sintering
vii
viii
ix
2.1 Keramik
Keramik merupakan material yang banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai
produk kerajinan dan sebagai bahan material bangunan. Produk dari kerajinan
keramik dapat berupa porselin, ubin, kendi, patung atau kerajinan yang tidak
banyak menerima beban kerja secara terus menerus. Keramik merupakan material
yang memiliki tahanan suhu yang tinggi , keausan dan korosi yang lebih baik dari
pada super alloy namun memiliki sifat getas (Setiawan, 2017).
Menurut (Handoyo, 2009) menyatakan, keramik mengandung senyawa antara
logam dan non logam. Senyawa ini mempunyai ikatan ionik dan ikatan kovalen
berbeda sifat dengan logam. Sifat-sifat dari keramik yang biasanya yang merupakan
isolator, tembus cahaya (bening), tidak dapat diubah bentuknya dan sangat stabil
dalam lingkungan yang sangat berat. Perbandingan fasa keramik dan bukan
keramik, kebanyakan fasa keramik memiliki struktur kristalin. Ikatan ionik
menyebabkan bahan keramik memiliki stabilitas yang relatif tinggi. Sebagai
kelompok bahan, keramik memiliki titik cair yang tinggi dibandingkan dengan
logam atau bahan organik. Biasanya lebih keras dan tahan terhadap perubahan-
perubahan kimia.
Klasifikasi bahan keramik dapat dibedakan menjadi dua kelas yaitu kristal dan
amorf (non crystalline). Dalam bahan kristal terdapat keteraturan unsur-unsurnya
untuk jarak dekat maupun jauh, sedangkan dalam bahan amorf dimungkinkan
keteraturan unsur dan ukuran butiran tidak ada ikatan yang dominan (ionik dan
kovalen) dan struktur internal (kristal dan amorf) mempunyai sifat-sifat bahan
keramik. Material yang sangat kuat seperti alumina (Al2O3) dan silikon karbida
(SiC) merupakan bahan yang tahan abrasi sehingga sering digunakan sebagai alat
grinding dan polishing (Ismunandar, 2017).
Kelemahan utama pada keramik adalah kerapuhannya, yaitu kecendrungan
untuk patah dengan tiba-tiba saat terjadi perubahan bentuk yang merupakan
masalah khusus jika bahan ini digunakan untuk aplikasi struktural. Dalam logam
perpindahan elektron-elektron yang memungkinkan logam berubah bentuk
dibawah pengaruh tekanan, tetapi dalam keramik karena kombinasi ikatan ion dan
kovalen mengakibatkan partikel-partikel tidak mudah bergeser sehingga keramik
dengan mudah retak jika gaya yang diberikan terlalu besar (Mawardani, 2014).
Pada kunci karakterisasi keramik dapat dilihat dari susunan lapisan, bentuk dan
ukuran pori karena lapisan keramik tersebut dari material yang berupa butiran-
butiran partikel melalui proses penyiapan serbuk keramik, pengeringan, pencetakan
dan pembakaran, pada setiap proses sangat mempengaruhi kualitas keramik yang
dihasilkan (Fatimah, 2017)
Alumina (Al2O3) merupakan juga termasuk salah satu jenis keramik oksida
atau keramik teknik yang aplikasinya cukup luas baik dibidang elektronik maupun
dibidang mekanik. Berdasarkan komposisinya, alumina ada dua jenis yaitu alumina
murni dan alumina tidak murni. Alumina murni adalah partikel material yang
berdasarkan struktur kristalnya dapat digolongkan menjadi dua yaitu γ-Alumina
dan α-Alumina (Al2O3) atau disebut corundum. Aplikasi dari corundum yaitu
sebagai bahan paling tahan suhu tinggi sampai suhu 1700˚C dan merupakan
material yang sangat keras dan kuat sehingga sering dipakai untuk bahan mekanik.
Sifat listrik atau konduktivitas listriknya sangat rendah cocok digunakan sebagai
bahan isolator listrik. Sedangkan alumina tidak murni merupakan kombinasi dua
macam oksida seperti antara Na2O dengan Al2O3, yang membentuk struktur baru
yang dikenal dengan sebutan beta alumina. Aplikasi dari beta alumina hanya
dibidang elektronik, yaitu material ini memiliki konduktivitas listrik yang cukup
tinggi, sehingga cocok digunakan untuk bahan elektrolit pada baterai padat
(Ramlan, 2010).
Berdasarkan karakteristik yang dimiliki alumina seperti konduktivitas panas
tinggi, kekerasan tinggi (hard), kekuatan (strength), kekakuan (stiffness) tinggi,
ukuran dan bentuk yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai isolator panas
seperti tabung gas laser (Gas laser tubes), baju anti peluru (wear pads), seal rings,
isolator listrik temperatur dan voltase tinggi seperti, furnace, senjata dan gerinda
(Sidabutar, 2017).
Untuk aplikasi pada temperatur tinggi yang tahan korosi, sintering alumina
dapat dicapai pada temperatur 1600˚C, namun nilai tegangan (stress) tidak lebih
dari beberapa Mpa (Lumbanbatu, 2017). Sifat fisis dan mekanis keramik alumina
secara umum ditunjukkan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Sifat Fisis dan Mekanis Keramik Alumina secara Umum.
Sinonim Aluminium Oksida
Rumus Molekul Al2O3
Berat Molekul 101,96
Deskripsi Berbentuk serbuk berwarna putih
Densitas 3960 kg/m3
Kelarutan dalam air Tidak larut dalam air
Titik didih (˚C) ~ 3000
Titik leleh 2050 ˚C
∆Hf˚ solid -1675.7kJ/mol
Kekerasan 1500-1800 kgf/mm2
Kuat Tekan 230-350 MPa
Koefisien Ekspansi termal 8-9 X 10-6 ˚C
Konduktivitas termal 24-26 W/m˚K
Sumber : Lumbanbatu, 2017
Pada umumnya struktur kristal silika merupakan amorf. Silika amorf dapt
berubah bentuk menjadi silika kristal dengan adanya perubahan suhu yaitu fasa
quartz, crystobalite dan tridymite (Sidabutar, 2017).
Jika pembakaran dilakukan pada suhu < 570˚C terbentuk low quartz, untuk
suhu 570-870˚C terbentuk high quartz yang mengalami perubahan struktur menjadi
crystpbalite dan tridymite, sedangkan pada suhu 870-1470˚C terbentuk high
tridymite, pada suhu > 1470˚C terbentuk high crystobalite, dan pada suhu 1723˚C
terbentuk silika cair. Diketahui bahwa satuan struktur primer silika adalah
tetrahedron SiO4, dimana satu atom silika dikelilingi oleh empat atom oksigen
(seperti terlihat pada gambar 2.2). Gaya-gaya yang mengikat tetrahedral ini berasal
dari ikatan ionik dan kovalen sehingga ikatan tetrahedral ini kuat. Pada silika murni
tidak terdapat ion logam dan setiap atom oksigen merupakan atom penghubung
antara dua atom silikon (Lumbanbatu, 2017).
Menurut Sunarya (2008), silika mengandung senyawa pengotor yang terbawa
selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih
yang merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti
kuarsa dan feldspar. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Al2O3,
CaO, FeO3, TiO2, MgO, dan K2O, yang berwarna putih bening atau warna lain
bergantung pada senyawa pengotornya. Silika biasa dihasilkan melalui proses
penambangan yang dimulai dari menambang pasir kuarsa sebagai bahan baku. Pasir
kuarsa tersebut kemudian dilakukan proses pencucian untuk membuang pengotor
yang kemudian dipisahkan dan dikeringkan kembali hingga diperoleh pasir dengan
kadar silika yang lebih besar bergantung dengan keadan kuarsa dari tempat
penambangan. Pasir inilah yang kemudian dikenal dengan pasir silika atau silika
dengan kadar tertentu.
modern. Hal ini karena, keramik tradisonal hanya membutuhkan bahan baku alam
dengan kemurnian yang tidak tinggi, sedangkan untuk pembuatan keramik modern
dibutuhkan bahan baku dengan kemurnian tinggi serta terkontrol agar diperoleh
sifat-sifat bahan yang diharapkan.
kandungan sisa zat cair di dalam zat padat tersebut. Proses ini harus dikontrol,
karena melibatkan penekanan yang diakibatkan oleh perbedaan tekanan gas
sehingga dapat menyebabkan cacat pada produk yang dihasilkan (Sidabutar, 2017).
2.6.1 Densitas
Densitas (rapat massa) didefenisikan sebagai perbandingan antara massa (m)
dengan volume (v). Pada pengukuran volume khususnya bentuk dan ukuran yang
tidak beraturan sulit di untuk ditentukan. Oleh karena itu, salah satu cara untuk
menentukan densitas dari sampel keramik alumina tersebut yang telah disintering
dengan menggunakan metode Archimedes (standar ASTM C,373-72) dengan
memenuhi persamaan (Nurzal dan Siswanto, 2012):
𝑚𝑠
density = 𝑚 𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂 (2.1)
𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘
dimana ms = Massa kering sampel (g), mgu= Massa jenuh gantung (g), mga= Massa
jenuh gantung didalam air (g), mk = Massa kawat (g), 𝜌 𝐻2 𝑂 = Massa jenis air
(g/cm3)
2.6.2 Porositas
Porositas didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume pori-pori
(volume ruang kosong) pada zat padat dengan jumlah volume total. Perhitungan
porositas dihitung dari volume pori dibagi dengan volume total. Pada persamaan
tersebut, sulit untuk digunakan karena pada saat pengukuran volume kosong zat
padat, oleh karena itu pengukuran porositas dapat dihitung dengan menggunakan
metode Archimedes (standar ASTM C,373-72), memenuhi persamaan (Nurzal dan
Siswanto, 2012):
𝑚𝑠 −𝑚𝑘
Porositas = 𝑚 𝑥 100 % (2.2)
𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
dimana mb = Massa basah air setelah direndam, ms = Massa kering, mgu = Massa
jenuh gantung di udara, mga= Massa jenuh gantung di dalam air, mk = Massa kawat.
Sebelum sampel diukur terlebih dahulu sampel keramik alumina direndam selama
satu malam di wadah yang berisi air.
Pada gambar diatas terlihat bahwa suatu sinar-X yang panjang gelombangnya
(λ) jatuh pada suatu permukaan material dengan sudut 𝜃 terhadap permukaan Bragg
yang jarak antaranya d. Seberkas sinar mengenai atom pada bidang pertama dan
atom pada bidang berikutnya, dengan masing-masing atom menghambur sebagian
berkas tersebut dalam arah rambang, interferensi konstruktif hanya terjadi antara
sinar yang terhambur sejajar dan beda jarak jalannya tepat λ, 2λ, 3λ dan seterusnya.
Jadi beda jarak jalan harus nλ, dengan n menyatakan bilangan bulat, dan λ
merupakan panjang gelompang sehingga dinyatakan pada persamaan matematis
hukum Bragg sebagai berikut (Omar, 1975)
nλ = 2d sin 𝜃 (2.3)
dimana n = orde difraksi (n = bilangan bulat 1,2,3…), λ = panjang gelombang sinar-
X, d = jarak antar bidang.
Struktur kristal dapat dilihat dengan analisa difraksi sinar-X. Setiap material
yang diidentifikasi mempunyai nilai d yang berbeda dan harganya tergantung pada
posisi bidang kristal tersebut. Struktur kristal dan fasa dapat diketahui dengan cara
membandingkan nilai d terukur dengan nilai d pada data standar yang di peroleh
melalui JCPDS (Joint Of Committe Powder Diffraction Standard).
Pengukuran partikel dalam orde nanometer yaitu dengan menggunakan
teknik difraksi sinar-X. Teknik ini sreing digunakan untuk menentukan berbagai
parameter fisika dari material seperti struktur kristal, strain, kompoisi fase, struktur
unit sel, cacat kristal dan ukuran kristal, bahkan susunan atom-atom di dalam
material amorf seperti polimer. Luas puncak/kurva dari suatu difraksi sinar-X
dipengaruhi oleh ukuran kristal. Metode menentukan ukuran kristal (crystal size)
dari data hasil karakterisasi XRD, digunakan formula Scherrer secara langsung.
Dari data karakterisasi XRD, ukuran kristal dapat diperkirakan dengan
menggunakan persamaan Scherrer (Sumadiyasa dan Manuaba, 2018):
𝐾λ
D = 𝛽 cos 𝜃 (2.4)
Gambar 2.7. Dalam SEM berkas elektron berenergi tinggi mengenai permukaan
material. Elektron pantulan dan elektron sekunder dipancarkan
kembali sudut yang bergantung pada profil permukaan material.
(Sumber : Mikrajuddin dan Khairurrijal, 2009)
ketika ditembakkan dengan berkas elektron. Material yang mempunyai sifat seperti
logam.
Trewin (1988) (dalam Anggraeni, (2014)) menyatakan, SEM terdiri dari
sebuah senapan elektron yang memproduksi berkas elektron pada tegangan
dipercepat sebesar 2-30 kV. Berkas elektron tersebut dilewatkan pada beberapa
lensa elektromagnetik untuk menghasilkan hasil image berukuran, ~ 10 nm pada
sampel yang ditampilkan dalam bentuk film fotografi atau ke dalam tabung layar.
Diagram skematik dan cara kerja SEM digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.8. Diagram Skematik Fungsi Dasar dan Cara kerja SEM
(Sumber: Syam, 2017)
Sebelum melalui lensa elektromagnetik terakhir scanning raster
mendeflesikan berkas elektron untuk men-scan. Tingkat kontas yang tampak pada
tabung sinar katoda timbul karena hasil refleksi yang berbeda-beda dari sampel
(Anggraeni, 2014).
3.2.2 Bahan-Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 3.2. Bahan-Bahan yang Digunakan dalam Penelitian
No Nama bahan Fungsi
1 Serbuk Al2O3 Sebagai bahan baku dalam pembuatan
sampel penelitian.
2 Serbuk SiO2 Sebagai bahan aditif dalam pembuatan
sampel penelitian.
3 Polyvinyl Sebagai perekat bahan sampel penelitian.
Alcohol (PVA)
2. Porositas
3. Struktur kristal
4. Mikrostruktur
Mulai
Dikeringkan (Oven)
(T=80˚C, t= 12 jam)
Disintering
T= 900˚C, 1000˚C, 1100˚C
dan 1200˚C
Dikarakterisasi
Kesimpulan
Selesai
Gambar 3.1 Digram Alir
2. Penggilingan
Penggilingan dilakukan dengan menggunakan rotary ball mill. Cara ini
dipakai untuk menghasilkan keseragaman bentuk partikelnya. Waktu
penggilingan yang dibutuhkan dalam operasi ini selama 5 jam. Hal ini dilakukan
untuk setiap variasi komposisi dan variasi temperatur sintering. Setelah 5 jam
maka larutan tersebut disaring menggunakan saringan untuk memisahkan ball
mill dengan larutan, selanjutnya larutan tersebut diletakkan di beaker glass dan
dimasukkan ke oven.
3. Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk melepaskan sejumlah molekul H2O sehingga
akan mengurangi atau menghilangkan sisa zat cair dalam zat padat tersebut. Pada
4. Pembentukan
Proses pembentukan sampel dengan memasukkan serbuk kedalam sebuah
cetakan. Sebelum memasukkan serbuk tersebut, terlebih dahulu sampel
dicampur dengan perekat Polyvinyl Alcohol (PVA) sebanyak 5% dari massa total
agar tidak terjadi retakan pada saat pencetakan. Selanjutnya serbuk yang telah
dicampur dengan perekat diaduk dengan rata kemudian dilajutkan proses
pencetakan dengan tekanan 12000 kg dengan waktu 1 menit pada suhu ruangan
menggunakan alat cetak tekan (carver pressing). Hasil dari pencetakan ini
berbentuk dengan silinder (pelet).
5. Sintering
Sintering merupakan suatu proses pembakaran yang bertujuan dengan untuk
saling mengikat butiran-butiran dan menurunkan porositas yang dilakukan pada
suhu tinggi dan untuk menghasilkan benda menjadi keramik yang kompak dan
kuat sesuai spesifikasi yang diinginkan. Sintering juga dapat didefenisikan
sebagai pemadatan serbuk keramik (grain body) pada temperatur tinggi untuk
menjadi keramik yang lebih padat. Pembakaran sampel dilakukan dengan
menggunakan vacum furnace dengan variasi temperatur dari suhu 900˚C,
1000˚C, 1100˚C dan 1200˚C. Agar tidak terjadi retakan pada suatu pembakaran
maka furnace terlebih dahulu di set pada suhu 400˚C. Lalu ditahan kemudian
dinaikkan pada suhu sintering yang ditentukan dengan waktu penahanan selama
1 jam untuk setiap waktu yang divariasikan.
Pada peneletian ini telah dibuat keramik Al2O3 dengan penambahan aditif SiO2
dengan komposisi (5;10;15;20;25;30)% berat. Setelah melalui proses pembuatan
sampel dan karakterisasi, maka didapatkan hasil pengujian terhadap densitas,
porositas, struktur kristal dan mikrostruktur dengan parameter sintering yang
berbeda-beda. Berikut hasil dari pengujian karakterisasi keramik Al2O3.
Dari Gambar 4.1 diperoleh hasil pengukuran densitas menunjukkan nilai densitas
meningkat dengan penambahan variasi komposisi bahan aditif SiO2 sebanyak 5%,
10%, 15% dan 20% yang menggunakan variasi suhu sintering sebesar 900°C,
1000°C, 1100°C, dan 1200°C, yang dikarenakan selama sintering berlangsung
terjadi proses difusi dan pemadatan, sehingga ikatan bahan sampel tersebut semakin
kuat (Ristic, 1989). Sementara hasil pengukuran nilai densitas yang menunjukkan
naik turun, penyebab hal ini diduga karena adanya udara yang terjebak didalam
material keramik, sehingga dapat menurunkan nilai dari densitas (Amin dan Subri,
2017). Pada umumnya, keramik mempunyai densitas yang sangat bervariasi dan
sangat tergantung pada komposisi, ukuran butiran dan metode preparasi.
Nilai densitas tertinggi pada komposisi 5% SiO2 pada suhu sintering 1200°C
sebesar 3,12 g/cm3 dan nilai densitas terendah pada komposisi 30% SiO2 pada suhu
sintering 1100°C sebesar 2,39 g/cm3 yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Porositas Keramik Alumina dengan Variasi Komposisi
Aditif terhadap Suhu Sintering
Suhu Sintering (˚C) Komposisi (% berat) Porositas (%)
900°C 49,03
1000°C 5% SiO2 52,10
1100°C 52,20
1200°C 52,43
900°C 47,05
1000°C 10% SiO2 49,01
1100°C 50
1200°C 48,03
1000°C 48,96
15% SiO2
1100°C 49,37
1200°C 41,63
1000°C 47,90
20% SiO2
1100°C 47,07
1200°C 39,40
1000°C 47,75
25% SiO2
1100°C 46,68
1200°C 36,28
1000°C 44,73
30% SiO2
1100°C 43,20
1200°C 31,08
Dari Gambar 4.2 Adapun hasil dari pengujian yang dilakukan bahwasanya dengan
bertambahnya suhu sintering maka nilai porositas yang terdapat pada sampel
semakin menurun, dengan menurunnya nilai porositas pada sampel tersebut akan
semakin padat. Hal tersebut diperlihatkan pada penambahan variasi aditif SiO2
sebanyak 20%, 25% dan 30% dan menggunakan variasi suhu sintering 1000°C,
1100°C dan 1200°C. Sementara nilai porositas yang mengalami naik turun,
dikarenakan pori-pori keramik alumina tersebut terisi oleh butiran-butiran aditif
yang relatif lebih kecil dari alumina. Pada saat nilai porositas mengalami kenaikan
hal ini disebabkan sebagian material penyusun keramik tersebut berubah ke fase
gas, sehingga membentuk ruang kosong yang menyebabkan nilai porositasnya
semakin tinggi (Bachtiar et al., 2019). Besar kecilnya nilai porositas juga
dipengaruhi pada proses pencetakan (Setiawan et al., 2017).
Nilai porositas tertinggi pada komposisi 5% SiO2 pada suhu sintering 1200°C
sebesar 52,43% dan nilai porositas terendah pada komposisi 30% SiO2 pada suhu
sintering 1200°C sebesar 31,08 % yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.3 Grafik XRD 30% SiO2 pada Suhu Sintering 1100°C
Dari gambar 4.3 grafik XRD 30% SiO2 pada Suhu Sintering 1100°C dapat
diidentifikasi dari besarnya intensitas dan banyaknya puncak-puncak utama dari
fasa tersebut, fasa yang paling dominan adalah aluminium oxide (Al2O3) dengan
struktur kristal orthorombic yang memiliki parameter kisi a = 4.84370 Å, b =
8.33000 Å dan c = 8.95470 Å. Dimana peak ke-4 dengan hkl (1 2 0) merupakan
peak yang paling tertinggi pada sudut 27.85° dengan ukuran kristal 16,72 nm yang
mempunyai fasa aluminium oxide (Al2O3).
Terdapat 10 peak lainnya yang juga memiliki fasa yang serupa pada sampel
ini. Dan terdapat 4 peak lainnya yang terdeteksi sebagai fasa cristobalite (SiO2)
yang memiliki struktur kristal tetragonal dengan parameter kisi a = 4.90280 Å, c =
6.77820 Å. Sedangkan 2 peak lainnya yang terdeteksi sebagai fasa quartz (SiO2)
yang memiliki struktur kristal trigonal dengan parameter kisi a = 4.625000 Å, c =
5.21000 Å.
Penentuan ukuran kristal diperoleh dari nilai FWHM puncak-puncak pada
data XRD. Bidang yang sering digunakan untuk menghitung ukuran kristal adalah
bidang yang memiliki puncak paling tertinggi. Penentuan ukuran kristal dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan scherrer. Perhitungan ukuran kristal
untuk sampel dapat dilihat pada lampiran 3.
Dari gambar 4.4 grafik XRD 5% SiO2 pada Suhu Sintering 1200°C dapat
diidentifikasi dari besarnya intensitas dan banyaknya puncak-puncak utama dari
fasa tersebut, fasa yang paling dominan adalah corundum (Al2O3), dengan struktur
kristal hexagonal yang memiliki parameter kisi a = 4.7890 Å, c = 12.99100 Å.
Dimana peak ke-4 dengan hkl (1 0 4) merupakan peak yang paling tertinggi pada
sudut 35.179° dengan ukuran kristal 25,51 nm yang mempunyai fasa corundum
(Al2O3). Terdapat 15 peak lainnya yang juga memiliki fasa yang serupa pada
sampel ini. Dan terdapat 3 peak lainnya yang terdeteksi sebagai fasa cristobalite
(SiO2) yang memiliki strutur kristal tetragonal dengan parameter kisi a = 4.74600
Å, c = 6.44500 Å. Sedangkan 1 peak lainnya yang terdeteksi sebagai fasa quartz
(SiO2) yang memiliki struktur kristal trigonal dengan parameter kisi a = 4.91700 Å,
c = 5.41000 Å.
Dari hasil pengujian XRD yang telah dilakukan pada penambahan aditif SiO2
keramik Al2O3 dengan variasi aditif 30% SiO2 dengan suhu sintering 1100°C dan
5% SiO2 dengan suhu sintering 1200°C menunjukkan bahwa laju pertumbuhan
butiran kristal yang tidak normal menurun. Oleh karena itu, sampel 5% SiO2 dengan
suhu sintering 1200°C yang dipilih untuk dilanjutkan pengujian karakterisasi
dengan Scanning Electron Microscope (SEM).
Butiran
Pori-pori
Butiran
Butiran
Pori-pori
(a)
Gambar 4.5 Keramik 95% Al2O3 + 5% SiO2 pada Suhu Sintering 1200°C
(a) Morfologi Surface. (b) Histogram Distribusi Ukuran Butiran.
Gambar 4.5 merupakan bentuk Morfologi struktur mikro dan histogram distribusi
ukuran butiran dari keramik Al2O3. Dilihat dari kurva histogram yang memiliki
distribusi melebar, ukuran distribusi dari yang terendah sampai yang tertinggi yaitu
250 nm sampai 1050 nm dengan ukuran rata-rata sekitar 513,49 nm. Dalam foto
mikro juga menunjukkan bentuk butiran yang tidak beraturan, yang ditandai dengan
butiran berwarna putih menunjukkan Al2O3 dan berwarna biru merupakan aditif
SiO2. Sedangkan warna hitam adalah rongga-rongga pori dari keramik.
Menurut (Lestari et al., 2017) seiring dengan naiknya suhu sintering
permukaan sampel alumina silika semakin padat dan menyatu (solid and compact),
porositas mengalami penurunan dan diikuti dengan peningkatan densitas.
Mikrostruktur sampel alumina pada suhu 900°C-1000°C memiliki bentuk
permukaann sampel yang tidak merata dan memiliki pori yang cukup besar
sehingga akan mengalami penurunan densitas.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya
dapat diambil kesimpulan yaitu:
1. Karakteristik sifat fisis keramik Al2O3 menunjukkan nilai densitas meningkat
dengan penambahan variasi suhu sintering dan menurun dengan penambahan
aditif SiO2. Sedangkan nilai porositas menunjukkan penurunan dengan
penambahan suhu sintering dan variasi aditif SiO2. Maka, nilai densitas yang
didapatkan sebesar 3,12 g/cm3 pada komposisi 5% SiO2 dengan suhu sintering
1200°C dan nilai porositas sebesar 31,08 % pada komposisi 30% SiO2 dengan
suhu sintering 1200°C.
2. Hasil analisa XRD optimum pada komposisi 5% SiO2 dengan suhu sintering
1200°C menghasilkan fasa dominan yaitu corundum (Al2O3) dengan struktur
kristal hexagonal dengan fasa minor yaitu fasa cristobalite (SiO2) dan fasa
quartz (SiO2) sementara pengujian mikrostruktur menunjukkan bentuk butiran
yang tidak beraturan dengan ukuran diameter butiran rata-rata sebesar 513,49
nm.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian alumina yang telah dilakukan, saran untuk penelitian
selanjutnya adalah:
1. Diharapkan pada penelitian selanjutnya memperhatikan bahan dan metode
penelitian.
2. Diharapkan pada proses pencetakan sampel memperhatikan tekanan agar tidak
ada udara yang masuk sehingga terbentuk pori-pori sampel.
3. Perlu dilakukan variasi aditif pada pengujian mikrostruktur dan variasi suhu
dibawah suhu 1200°C.
DAFTAR PUSTAKA
Raharjo, J dan Rahayu, S. 2015. Pengaruh Penambahan MgO dan SiO2 Serta Suhu
Sintering Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Keramik 𝛼-Alumina.
Jurnal seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan. ISSN 1693-4393,
B13.1-B13.6.
Ramlan. 2010. Karakterisasi Keramik Beta (Na2O – Al2O3) Dengan Variasi MgO
sebagai Komponen Elektrolit Padat.. Jurnal Penelitian Sains Edisi Khusus
Juni 2010 (B) 10:06-04.
Randall M.G. 1991. Fundamentals of Sintering, Engineered Materials Handbook
Ed. By Samuel J.Schneider. Jr. Internasional Handbook Committee. USA.
Ratnasari, Dina., dkk. 2009. X-Ray Diffraction (XRD). Tugas Kimia Fisika (2009):
h.2-3. http// kimia.ft.uns.ac.id/ file/ kuliah/ kimia%20Fisika/ …/ XRD%
20III.pdf (diakses 26 November 2015)
Reed, J.S. 1988. Introduction to The Principles of Ceramic Processing. Singapore.
Ristic, MM. 1989. New Development-Sintering. 4pp.3-7. Elsevier Publishing:
Netherland.
Sebayang, P. Muljadi dan Tetuko, A.P. 2009. Pembuatan Bahan Filter Keramik
Berpori Berbasis Zeolit Alam dan Arang Sekam Padi. Jurnal Teknologi
Indonesia 32 (2) 2009: 99-105.
Setiawan, F. Arifani, L. Yulianto, A dan Aji, M.P. 2017. Analisis Porositas dan
Kuat Tekan Campuran Tanah Liat Kaolin dan Kuarsa sebagai Keramik.
Jurnal MIPA 40 (1) (2007): 24-27.
Siagian, H. dan Hutabalian, M. 2012. Studi Pembuatan Keramik Berpori Berbasis
Clay dan Kaolin Alam dengan Aditif Abu Sekam Padi. Jurnal Saintika
Volume 12 (1): 14-23, 2012.
Sidabutar, T.E. 2017. Pembuatan dan Karakterisasi Keramik Magnesium Alumina
Silika dari Abu Vulkanik Gunung Sinabung. Tugas Akhir Sarjana, Jakarta:
Universitas Mercu Buana.
Sumadiyasa, M. dan Manuaba, I. B. S. 2018. Penentuan Ukuran Kristal
Menggunakan Formula Scherrer, Wiliamson-Hill Ploy, dan Ukuran Partikel
dengan SEM. Buletin Fisika Vol. 19 No. 1 Februari 2018 : 28-35.
Sunaraya, S. 2008. Analisis Kimia Sepuluh Jenis Bambu dari Jawa Timur. Jurnal
Penelitian Hasil Pertanian. No.5 Hal 290-293.
Sya’diyah, H. Nurhimawan, S. Fatoni, S.A. Irmansyah dan Irzawan. 2016.
Ekstraksi Silikon Dioksida dari Daun Bambu. Prosiding Seminar Nasional
Fisika (E-Journal) SNF2016.
Syam, L.M. 2017. Uji Karakterisasi Nanopartikel Magnetite (Fe3O4) menggunakan
X-Ray Diffraction dan Scanning Electron Microscopy. Skripsi. Makassar:
UIN Alauddin Makassar.
LAMPIRAN 1
ALAT DAN BAHAN PENELITIAN
1. Peralatan
SEM
2. Bahan Penelitian
LAMPIRAN 2
PERHITUNGAN DENSITAS DAN POROSITAS
I. Densitas Sampel
Untuk menghitung densitas dilakukan dengan metode Archimedes yang
menggunakan rumus persamaan, yaitu :
𝑚𝑘
𝜌= 𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂
𝑚𝑔𝑢 − 𝑚𝑔𝑎 + 𝑚𝑘𝑎
4.57 4,50
𝜌= 𝑥1 𝜌= 𝑥1
4,68 −3,04 +0,10 4,60 −3,07 +0,10
3 3
𝜌 = 2,62 g/𝑐𝑚 𝜌 = 2,76 g/𝑐𝑚
(T = 1100°) : (T = 1200°) :
𝑚 𝑚
𝜌 = 𝑚 −𝑚𝑘 +𝑚 𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂 𝜌 = 𝑚 −𝑚𝑘 +𝑚 𝑥 𝜌 𝐻2 𝑂
𝑔𝑢 𝑔𝑎 𝑘𝑎 𝑔𝑢 𝑔𝑎 𝑘𝑎
3,40 4,24
𝜌= 𝑥1 𝜌= 𝑥1
3,50 −2,38 +0,10 4,34 −2,96 +0,10
3 3
𝜌 = 2,78 g/𝑐𝑚 𝜌 = 2,86 g/𝑐𝑚
4,40
𝜌= 𝑥1
4,50 −2,91 +0,10
3
𝜌 = 2,60 g/𝑐𝑚
(T = 900°) : (T = 1000°) :
𝑚𝑏 −𝑚𝑘 𝑚𝑏 −𝑚𝑘
𝜑 = 𝑚 −𝑚 𝑥 100 % 𝜑 = 𝑚 −𝑚 𝑥 100 %
𝑔𝑢 𝑔𝑎+𝑚 𝑘𝑎 𝑔𝑢 𝑔𝑎+𝑚 𝑘𝑎
5,53−4,14 5,33−3,94
𝜑= 𝑥 100% 𝜑= 𝑥 100%
5,63−2,88+0,10 5,43−2,81+0,10
𝜑 = 48,77 % 𝜑 = 51,10 %
(T = 1100°) : (T = 1200°) :
𝑚𝑏 −𝑚𝑘 𝑚𝑏 −𝑚𝑘
𝜑 = 𝑚 −𝑚 𝑥 100 % 𝜑 = 𝑚 −𝑚 𝑥 100 %
𝑔𝑢 𝑔𝑎+𝑚 𝑘𝑎 𝑔𝑢 +𝑚
𝑔𝑎 𝑘𝑎
5,77−4,28 5,10−3,85
𝜑= 𝑥 100% 𝜑= 𝑥 100%
5,87−3,08+0,10 5,20−2,89+0,10
𝜑 = 51,55 % 𝜑 = 51,86 %
6,07−4,58 5,91−4,54
𝜑= 𝑥 100% 𝜑= 𝑥 100%
6,17−3,16+0,10 6,01−3,20+0,10
𝜑 = 47,90 % 𝜑 = 47,07 %
(T = 1200°) :
𝑚𝑏 −𝑚𝑘
𝜑 = 𝑚 −𝑚 𝑥 100 %
𝑔𝑢 𝑔𝑎+𝑚 𝑘𝑎
5,27−4,34
𝜑= 𝑥 100%
5,37−3,11+0,10
𝜑 = 39,40 %
LAMPIRAN 3
PERHITUNGAN DIAMETER KRISTAL
(0.9)( 0.1541862)
D = (0.029) 𝑐𝑜𝑠 0.5867
0.13876758
=
0.024273
= 5.72 nm
(0.9)( 0.1541862)
D = (0.009) 𝑐𝑜𝑠 0.243
0.13876758
=
0.008301
= 16.72 nm
(0.9)( 0.1541862)
D = (0.006) 𝑐𝑜𝑠 0.3070
0.13876758
=
0.005440
= 25.51 nm
LAMPIRAN 4
DATA HASIL ANALISIS XRD