Anda di halaman 1dari 84

PENGARUH VARIASI SUHU SINTERING TERHADAP

KARAKTERISTIK KERAMIK BERBASIS


Al2O3,GLASS BEAD DAN BENTONIT

SKRIPSI

ROZA REZEKI ZULWITA


130801065

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGARUH VARIASI SUHU SINTERING TERHADAP
KARAKTERISTIK KERAMIK BERBASIS
Al2O3, GLASS BEAD DAN BENTONIT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar


Sarjana Sains

ROZA REZEKI ZULWITA


130801065

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Variasi Suhu Sintering Terhadap


Karakteristik Keramik Berbasis Al2O3, Glass
Beaddan Bentonit
Kategori : Skripsi
Nama : Roza Rezeki Zulwita
Nomor Induk Mahasiswa : 130801065
Program Studi : Sarjana (S1) Fisika
Departemen : Fisika
Fakultas :Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara

Disetujui di
Medan, Juli2017

KomisiPembimbing
Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. ZuriahSitorus, MS EkoAriefSetiadi, M.Sc


NIP. 195503171986011001 NIP. 198804192015021002

Disetujui Oleh
Departemen Fisika FMIPA USU
Ketua

Dr. Perdinan Sinuhaji, MS


NIP. 195903101987031002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

PENGARUH VARIASI SUHU SINTERING TERHADAP


KARAKTERISTIK KERAMIK BERBASIS Al2O3,GLASS
BEADBENTONIT

SKRIPSI

Sayamengakuibahwaskripsiiniadalahhasilkaryasendiri.Kecualibeberapakutipandan
ringkasan yang masing – masingdisebutkansumbernya.

Medan, Juli 2017

ROZA REZEKI ZULWITA


130801065

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGHARGAAN

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir.
Tugas akhir merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
sarjana pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara Medan. Untuk memenuhi persyaratan diatas penulis mengerjakan
tugas akhir dengan judul : “Pengaruh Suhu Sintering Terhadap Karakteristik
Keramik Berbasis Alumina, Glass Dan BeadBentonit”. Yang dilaksanakan di
Laboratorium Magnet P2F Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Serpong,
Tangerang Selatan, Banten.
Penulis menyadari bahwa selama proses hingga akhir terselesaikannya
penyusunan skripsi ini bayak sekali bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.
Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orangtua saya yang tersayang(ayahanda Zulhamidi, Se dan Ibunda
Rosmawita, Spd, Serta Muhammad Rizki Zulta Wanda dan Inaya Nuradila
Fitrah) yang tulus menyayangi penulis dan tak henti-hentinya memberikan
nasehat, doa, serta materi maupun moril .
2. Bapak Dr. Kerista Sebayang M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji M.S selaku ketua Departemen Fisika
Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Medan.
4. Bapak Prof. Dr. Zuriah Sitorus M.S, Bapak Eko Arief Setiadi, M.Si,
danBapak Prof. Drs.Perdamean M.Sc selaku Dosen pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Bambang Widyatmoko, M. Eng, selaku Kepala Laboratorium
Pusat Penelitian Fisika P2F-LIPI Serpong.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Bapak Prof. Drs.Perdamean M.Sc,Bapak Eko Arif M.Si, Mas Lukman
Faris S.T, selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan
bimbingan, waktu dan tenaga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
7. Ibu Susilawati, S.Si, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis
selama mengikuti perkuliahan.
8. Seluruh Staf dosen, Pembantu Dekan, Pegawai Departemen Fisika FMIPA
USU Kak Tini, Kak Yuspa dan Bang Jo dan Staf kebersihan Unit 8
Departemen Fisika.
9. Sahabat terbaik saya Hilyah Filzah, SE, Meuthia Meuriazi, SE,
Khairaturrahmi, SE, Dinda Syafnizar, S.Ked dan Fernanda Rahman, S.Si.
10. Sahabat-sahabat saya selama menjalani masa perkuliahan DNDO (Dina,
Nanda, Dini), yang tak henti-hentinya memberikan semangat, doa,
dukungan kepada penulis.
11. Sahabat-sahabat saya Risuliniko S, Lyana Amirani, Kartika Ermawan, M.
Taufik, Mona, Henni Setia Ningsih, Wahyu Solafide S, William, Gibson
Hutagalung, Niko Nababan, Kristin N. Hutagalung, Donna F, Krisdayanti
N, Febriana L, Emmy Rosinta, Laili Fitri, Andini Fadhilah, Santa Yolanda
Sagala,Yara Arta W, Anisah Rizki H, dan Adinda Suci Pratiwi yang tak
henti-hentinya memberikan semangat, doa, dukungan kepada penulis.
12. Seluruh teman – teman angkatan 2013, Adik-adik angkatan 2014 (Rica
Asrosa dan Dara Azdena), 2015 dan 2016 Fisika-USU.

Medan, Oktober 2017

Roza Rezeki Zulwita

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KERAMIK BERBASIS BENTONIT,
ALUMINA DAN GLASS BEAD

ABSTRAK

Telah dilakukan pembuatan keramik berbasis bentonit dan glass bead dan
penambahan Al2O3 sebanyank 30 (wt%) dengan variasi suhu sinter 900oC,
1000oC, 1100oC dan 1200oC. Proses preparasi bahan baku mulai dari
pencampuranserbuk bantonite 35 wt%, glass bead 35 wt%t dan alumina 30
wt%,lalu dicetak dengan gaya 8 tonf sehingga membentuk pellet dengan diameter
18,5 dan tebal 4,3 mm. Sampel yang telah dicetak kemudian dikeringkan
menggunakan oven dengan temperatur 100°C selama 24 jam. Karakterisasi yang
diuji meliputi sifat fisis (densitas, porositas, water absorption dan kekerasan),
mikrostruktur menggunakan Optical Microscope dan analisis fasa menggunakan
XRD (X-Ray Diffraction). Dari hasil pengukuran bulk density dan kekerasan pada
keramik berbasis bentonit dan glass bead dan alumina dengan variasi suhu
menunjukkan bahwa nilai bulk density dan kekerasan cenderung meningkat
sedangkan porositas dan water absorption cenderung menurun. Kondisi optimum
dicapai pada suhu 1100oC menghasilkan bulk density = 2,43 g/cm3, porosity =1,91
%, water absorption = 0,8 % dan kekerasan = 878,29 kgf/mm2..Pengaruh variasi
suhu sinter terhadap keramik berbasis bentonit dan glass bead dan alumina
cenderung meningkatkan nilai densitas dan kekerasannya namun menurunkan
porosity dan wter absorptinnya. Fasa yang terbentuk adalah fasa mayor anorthite
(Al2CaSi2O8) dan fasa minor microline (KAlSi3O8).

Kata Kunci : keramik alumina, bentonit, glass bead, variasi suhu,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


EFFECT OF SINTERING TEMPERATURE TO CERAMIC
CHARACTERISTICS BASED ON BENTONIT,
ALUMINA AND GLASS BEAD

ABSTRACT

The production of ceramics based on bentonite and glass beads and the
addition of Al2O3 of 30 (wt%) with sinter temperature variation 900oC, 1000oC,
1100oC and 1200oC. Preparation process of raw materials ranging from mixing
bantonite powder 35 wt%, glass bead 35 wt% t and alumina 30 wt%, then printed
with style 8 ton to form pellet with diameter 18,5 and thickness 4,3 mm. The
samples were then dried using an oven at 100 ° C for 24 hours. Characterization
tested includes physical properties (density, porosity, water absorption and
hardness), microstructure using Optical Microscope and phase analysis using
XRD (X-Ray Diffraction). From the measurement of bulk density and hardness on
ceramics based on bentonite and glass bead and alumina with temperature
variation shows that bulk density and hardness value tends to increase while
porosity and water absorption tends to decrease. The optimum condition is
reached at 1100oC temperature yielding bulk density = 2,43 g / cm3, porosity =
1.91%, water absorption = 0,8% and hardness = 878,29 kgf / mm2..The effect of
sinter temperature variation on bentonite based ceramic And glass beads and
alumina tend to increase the density and hardness value but decrease the porosity
and wter absorption. The phase formed is the major phase anorthite
(Al2CaSi2O8) and microline minor phase (KAlSi3O8)

Keywords:ceramic of alumina, bentonite, glass bead, temperature of sintering.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
DAFTAR SINGKATAN xiii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang 1
1.2 RumusanMasalah 3
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 TujuanPenelitian 4
1.5 Manfaat Penelitian 4
1.6 Sistematika Penulisan 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Keramik (Ceramic) 6
2.2 Bentonit 7
2.2.1 StrukturBentonit 8
2.2.2Jenis-JenisBentonit 9
2.2.3SifatFisikdan Kimia Bentonit 10
2.2.4AplikasiBentonit 11
2.3 Al2O3 (Alumina) 12
2.3.1Karakteristik Alumina 12
2.3.2 AplikasiAlmina 13
2.4 Glass Bead (Silika) 14
2.5 Sistem Kristal 15
2.6 Proses Sintering 18
2.7 SifatFisisi 20
2.7.1 Densitas 20
2.7.2 Kekerasan (Hardeness) 20
2.7.3 MikroStruktur 21
2.7.4Porositas 23
2.7.5Analisisi MikroStrukturdanFasa 24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 25
3.1.1 Tempat Penelitian 25
3.1.2 Waktu Penelitian 25
3.2 Alat dan Bahan Penelitian 25
3.2.1 Alat Penelitian 25
3.2.2 Bahan Penelitian 26
3.3 Diagram Alir Penelitian 27
3.4 Prosedur Penelitian 28
3.4.1 PreparasiSampel 28
3.4.2 Proses Mixing 28
3.4.3 Proses Milling 28
3.4.4 Proses Pengeringan 29
3.4.5 Proses Kompaksi 29
3.4.6 Proses Sintering 30
3.4.7 Karakterisasi 30
3.4.7.1 PengujianSetelahMilling (Serbuk)
a. True Density 30
b. Particle Size Analyzer (PSA) 31
3.4.7.2 PengujianSetelah Sintering (Pelet)
a. Bulk Density 32
b. PorositasdanWater absorption 33
c. Kekerasan (Hardness Vickers) 34
d. Optical Microscope (OM) 35
e. X-Ray Diffraction (XRD) 36

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1Pengujiansetelahmilling (serbuk) 37
4.1.1 PengujianTrue Density 37
4.1.2 Particle Size Analyzer (PSA) 38
4.2 PengujianSifatFisis 39
4.2.1 PengujianBulk Density 39
4.2.2 PengujianPorositas 40
4.2.3 PengujianWater absorption 42
4.3 AnalisisstrukturmikromenggunakanOptical Microscope 42
4.4 AnalisisX-Ray Diffraction (XRD) 44
4.5 PengujianKekerasan (Hardness Vickers) 46

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 48
5.2 Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 49
LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Nomor
Judul Halaman
Tabel
1 Komposisi Material Montmorillonite 8
2 Komposisi Kimia dari Bentonit 11
3 Karakteristik Alumina 13
4 Komposisi bahan bentonit, glass bead, dan Al2O3 28
5 Data hasil pengujian true density 37
6 Data hasil pengujian bulk density 39
7 Data hasil pengujian porositas 41
8 Data hasil pengujian water absorption 42
9 Hasil pengujian kekerasan (Hardness Vickers) 46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Nomor
Judul Halaman
Gambar
1 StrukturMontmorilloniteBentoit 9
2 Struktur Alumina 12
3 StrukturKristobalitSilika 14
4 Perubahanstruktur mikro pada saat sintering 19
5 Tipe-tipeLekukanPiramidaIntan 21
6 Optical Microscope danKomponennya 23
7 Diagram Alir Penelitian 27
8 Skema sintering pada Thermolyne furnace high temperature 30
Grafik hubungan antara distribusi partikel terhadap ukuran
9 diameter partikel campuran bentonit dan glass bead dengan 38
penambahan 0 wt% Al2O3
Hubungan antara bulk density bentonit,glass
10 beaddanAl2O3denganvariasi suhu 900oC, 1000oC, 40
1100oCdan 1200oC selama 4 jam
Hubungan antara porositaskeramik bentonit, glass
11 beaddanAl2O3teradapVariasiSuhu Sintering 900oC, 1000oC, 41
1100oCdan 1200oC selama 4 jam
Hubungan antara Water Absorptionkeramikbentonit, glass
12 beaddanAl2O3teradapVariasiSuhu Sintering 900oC, 1000oC, 42
1100oCdan 1200oC selama 4 jam
Gambar morfologi permukaan keramik berbasis bentonit
dan glass bead yang disinter pada suhu 900oC, 1000oC,
13 43
1100oCdan 1200oC selama 4 jam dengan penambahan 0
wt% Al2O3 pada perbesaran 400x
Pola difraksi sinar-X pada keramik bentonitglass bead dan
14 34
Al2O3padasuhusinter900oCdan 1100oC
Hubungan antara kekerasan bentonit,glass
beaddanAl2O3terhadapvariasisuhu sintering
15 35
denganpenahananwaktuselama 4 jam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul Halaman
Lamp
1 AlatdanBahanPenelitian 51
2 Proses PembuatanSampelKeramik 57
3 Data HasilPengujianSifatFisis 61
4 Data HasilParticle Size Analyzer (PSA) 65
5 GambarHasilOptical Microscope (OM) 74
6 Data HasilX-Ray Diffraction (XRD) 76
7 HasilPengujianKekerasanMetode Vickers 87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR SINGKATAN

Al2O3 : Aluminiumoksida
ASTM : American Standard Testing and Material
HEM : High Energy Milling
HV : Hardness Vickers
OM : Optical microscope
PSA : Particle Size Analyzer
SiO2 : SilikonDioksida
TFHT : Thermolyne Furnace High Temperature
UTM : Universal Testing Machines
XRD : X-Ray Diffraction

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teknologi keramik telah dikenal sejak lama dalam peradaban
manusia.Pada masa sekarang ini hampir sebagian besar kebutuhan dipenuhi oleh
produk keramik.Bentuk sederhana dari keramik adalah berupa benda-benda
gerabah yang terbuat dari lempung, baik diproses melalui pembakaran atau tidak.
Saat ini keramik tidak hanya dibuat dengan cara tradisional namun sudah banyak
yang membuat dengan teknologi canggih. Keramik merupakan bahan yang
mempunyai karakteristik senyawa logam dan bukan logam, senyawa tersebut
memiliki ikatan ionik dan ikatan kovalen (Vlack, 1991).Keramik mempunyai
sifat-sifat yang baik seperti kuat, keras, stabil pada suhu tinggi dan tidak korosif
sehingga cocok digunakan untuk bahan bangunan (Harefa, 2009).
Seiring dengan kemajuan teknologi, saat ini bahan keramik telah
dikembangkan menjadi produk modern dengan keunggulan sifat yang sangat
variatif.Dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam seperti lempung,
feldspar, kaolin dan pasir silika yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia,
industri keramik terus berkembang.Lempung adalah salah satu bahan dasar
pembuat keramik yang memiliki sifat plastis, mudah dicetak, kaku setelah
dikeringkan dan bersifat kaca setelah dipanaskan pada temperatur yang sesuai
(Isman et al., 2000).Dalam penelitian Mkrtchyan, lempung sangat memungkinkan
dapat digunakan untuk memproduksi bahan-bahan refraktori, porselen, dan lain-
lain.Selain itu lempung sebagai komponen utama dan bahan pengikat dalam
produksi refraktori (Mkrtchyan et al, 2002).
Glass bead merupakan bentuk lain dari silika (SiO2) yang berbentuk
butiran kaca dan bersifat non plastis serta berfungsi sebagai bahan pengisi untuk
badan keramik. Glass bead mempunyai densitas 2.5 gr/cm3, kekerasan 6 mohs,
titik lebur yang rendah yaitu 730oC sehingga penambahan SiO2 yang terlalu
banyak dalam pembuatan keramik menyebabkan keretakan pada waktu
pembakaran. Glass bead digunakan pada pengecatan garis jalan aspal dan tanda

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


rambu lalu lintas untuk memantulkan cahaya kendaraan.Caranya dengan
ditaburkan pada permukaan cat termoplastik sehingga glass bead dapat mengisi
ruang pori-pori pada cat termoplastik.
Al2O3 merupakan oksida keramik yang sangat kuat dan keras, memiliki
sifat isolasi yang baik, tahan terhadap korosi, tetap stabil hingga temperatur
sekitar 1500-1700oC, dan mempunyai titik lebur yang tinggi yaitu mencapai
2050oC sehingga dapat digunakan untuk isolasi pada tungku suhu tinggi, baju anti
peluru, bahan struktur pesawat, dan untuk bahan keramik tembus cahaya karena
memiliki kemurnian yang tinggi. Al2O3 mempunyai densitas 3.96 g/cm3 dan
kekerasan 1200 – 1600 kgf/mm2. Kekurangan Al2O3yaitu memiliki pertumbuhan
butiran yang tidak normal pada suhu tinggi, dimanapertumbuhan ini akan
menyebabkan adanya butiran mikrostruktur yang tidak seragam sehingga dapat
menurunkan kualitas dari keramik (Gernot, 1988).
Pembuatan keramik berbasis bentonite, alumina dan magnesia telah
banyak dilakukan salah satunya oleh fadhil dan enteresar (2012) Mereka membuat
modifikasi keramik berbasis bentonite, alumina dan magnesia dengan (natrium
bentonit 64,39% + alumina 29,13% + magnesia 6,39%). Dengan menggunakan
tekanan pembentukan (100 MPa), sampel telah terbentuk sebagai bentuk cakram
dan kemudian diolah dengan menggunakan suhu penembakan (1200 ºC, 1250 ºC,
1300 ºC). Hasil difraksi sinar-X telah menunjukkan bahwa fase utama yang ada
adalah: fase Crestobelite, Mullite, Cordierite dan Corundum. Hasil yang paling
penting adalah: Pertama Al-Safra yang diaktifkan dengan aditif (alumina dan
magnesia) menjalani suhu penembakan pada suhu 1300 ºC tanpa distorsi pada
penampilan dan memberikan kekuatan kompresi maksimal sampai 60,41 MPa,
lebih tinggi dari pada bentonit. (Sebagai bahan dasar) yaitu sekitar 6,2 MPa.
Selain itu, hasil terbaik dariPorositas nyata (0,69%), kerapatan bulk (2.239 gm /
cm3), dan penyerapan air (4%).

Dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan keramik berbasis


bentonit dan SiO2(glass bead) dengan komposisi 30 (wt%) Al2O3dan variasi suhu
sinter 900oC, 1000oC, 1100oC dan 1200oC. Bentonit sebagai badan keramik
berfungsi sebagai bahan pengikat sedangkan bahan pengisi untuk badan keramik
yaitu glass bead dan Al2O3. Metode yang digunakan adalah metalurgi sebuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dengan proses wet milling yaitu menghancurkan serbuk menggunakan ball mill.
Proses kompaksi dilakukan dengan metode dry pressing dan proses sintering
dilakukan pada suhu 900oC, 1000oC, 1100oC dan 1200oCdengan laju pemanasan
10oC/menitdan ditahan selama 4 jam. Karakterisasi yang akan dilakukan meliputi
pengujian sifat fisis (true density, bulk density, porositas, dan water absorption),
sifat mekanis (kekerasan), melihat distribusi partikel dengan PSA, melihat
distribusi pori dipermukaan sampel dengan OM, dan analisis fasa dan struktur
kristal dengan XRD.

Pada pembuatan keramik ini, bahan bentonit dan glass bead dapat
menurunkan suhu membuat pertumbuhan butir Al2O3yang tidak normal pada suhu
tinggi dapat dikendalikan sehingga diharapkan penambahan Al2O3dapat
meningkatkan densitas dan kekerasan dari keramik berbasis bentonit dan glass
bead, serta dapat membentuk fasa baru yaitu feldspar (AlSi3O8) yang merupakan
mineral silikat dan terbagi menjadi Microline (KAlSi3O8), Albite (NaAlSi3O8),
dan Anorthite (CaAl2Si2O8). Aplikasi dari feldspar yaitu pada industri kaca/gelas
karena bentuknya vitreous (seperti kaca) dan keindahan mineral feldspar
dimanfaatkan untuk ornament stone (batu hias).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh variasi suhu sinter terhadap sifat fisis, kekerasan, dan
struktur mikro dari pembuatan keramik berbasis bentonit dan glass bead ?
2. Bagaimana mendapatkan kondisi optimum dari pembuatan keramik
berbasis bentonit, glass bead dan penambahan Al2O3dengan veriasi suhu
sinter?
3. Bagaimana fasa dan struktur kristal yang terbentuk dari keramik berbasis
bentonit dan glass bead dengan variasi suhu sinter?

1.3 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bahan dasar pembuatan keramik yang digunakan adalah bentonit, SiO2
(glass bead), dan Al2O3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Komposisi Al2O3 yang digunakan adalah 30 (wt%).
3. Metode yang digunakan adalah metalurgi sebuk dengan proses wet milling
menggunakan HEM (High Energy Milling) selama 2 jam.
4. Proses sintering (pembakaran) dilakukan pada variasi suhu sinter 900oC,
1000oC, 1100oC dan 1200oC dengan penahanan selama 4 jam.
5. Karakterisasi yang akan dilakukan meliputi pengujian sifat fisis (true
density, bulk density, porositas, dan water absorption), sifat mekanis
(kekerasan), melihat distribusi partikel dengan PSA, melihat distribusi pori
dipermukaan sampel dengan OM, dan analisis fasa dan struktur kristal
dengan XRD.

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi Al2O3 terhadap sifat fisis,
kekerasan, dan struktur mikro dari pembuatan keramik berbasis bentonit
dan glass bead.
2. Untuk mengetahui kondisi optimum dari pembuatan keramik berbasis
bentonit, glass bead dan penambahan Al2O3 dengan variasi suhu sinter.
3. Untuk mengetahui fasa dan struktur kristalyang terbentuk dari keramik
berbasis bentonit dan glass bead dan penambahan Al2O3 dengan variasi
suhu sinter.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang teknologi pembuatan keramik
berbasisbentonit danglass bead dengan variasi suhu sinter.
2. Menjadi rujukan pada penelitian selanjutnya dalam rekayasa material
keramik berbasis Bentoite, Alumina dan Glass Bead dengan variasi suhu
sinter.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini dibuat sesuai urutan bab serta isinya yang secara garis
besar dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang studi literatur dan landasan teori
yang mendukung dan menjadi acuan dalam penelitian
Tugas Akhir ini.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan mengenai tempat penelitian, alat dan
bahan yang digunakan dalam penelitian, diagram alir
penelitian, serta langkah-langkah kerja yang dilakukan
dalam penelitian Tugas Akhir ini.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang data hasil penelitian dan
analisa data yang diperoleh dari penelitian.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian dan memberikan saran untuk penelitian
selanjutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keramik
Keramik berasal dari bahasa Yunani “keramos”, yang artinya adalah
sesuatu yang dibakar.Pada mulanya diproduksi dari mineral lempung yang
dikeringkan di bawah sinar matahari dan dikeraskan dengan pembakaran pada
ternperatur tinggi (Joelianingsih, 2004).
Kamus dan ensiklopedia tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai
suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang
dibakar seperti gerabah, genteng, porselin, dan sebagainya. Penggunaan keramik
berkembang dari bahan pecah belah, perabot rumah tangga hingga produk
industri.Tetapi saat ini tidak semua keramik berasal dari tanah liat.Definisi
keramik terbaru mencakup semua bahan bukan logam dan anorganik yang
berbentuk padat (Subari danHidayati, 2010).
Kekuatan dan ikatan keramik menyebabkan tingginya titik
lebur,kerapuhan, daya tahan terhadap korosi, rendahnya konduktivitas termal
dantingginya kekuatan kompresif dari material tersebut.Keramik merupakan
bahan yang mempunyai karakteristik senyawa logamdan bukan logam, senyawa
tersebut memiliki ikatan ionik dan ikatan kovalen(Vlack, 1991).
Keramik merupakan bahan komposit yang memiliki tahanan suhutinggi,
keausan dan korosi yang lebih baik daripada super alloynamun memilikisifat
getas.Akan tetapi ada beberapa kelemahan pada kebanyakan jenis keramik yaitu
sifatnya rapuh (britle), getas dan mudahpatah seperti halnya pada jenis keramik
konvensional seperti porselen, gerabah,gelas, dan sebagainya (Subiyanto dan
Subowo, 2003).
Perbedaan antara keramik tradisional dengan keramik maju dilihat dari
bahan dasar yang digunakan, teknik pembuatan, temperatur pemanasannya dan
sifat bahan yang dihasilkan.Untuk keramik tradisional bahan dasar yang
digunakan terbuat dari tanah liat. Dalam pembuatan keramik tradisional ada tiga
teknik pembuatan yang sering digunakan (a) teknik pilin (coil); (b) teknik putar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(throwing); dan (c) teknik cetak (casting). Sedangkan pembuatan keramik maju
seperti silika (SiO2), alumina (Al2O3) digunakan teknik peleburan logam, yang
banyak digunakan untuk industri maupun penelitian (Pearson, 2008).
Sifat umum keramik yang mudah dilihat adalah rapuh, contohnya pada
keramik yang terbuat dari lempung, sifat lainnya adalah tahan suhu tinggi sebagai
contoh keramik tradisional yang terdiri dari pasir, feldspar dan lempung tahan
sampai pada suhu 1200ºC, sedangkan pada keramik teknik seperti keramik oksida
mampu tahan sampai suhu 2000ºC. Kekuatan keramik dipengaruhi oleh bahan
campuran sehingga keramik bergantung dari bahan baku dan bahan paduannya.
(Umah, 2007).

2.2 Bentonit
Bentonit merupakan mineral alumina silikat hidrat yang termasuk dalam
pilosilikat atau silikat berlapis.Rumus kimia umum bentonit adalah
Al2O3.4SiO2.H2O.Kandungan bentonit terdiri dari montmorillonite, illite, kuarsa,
dan mineral lainnya dimana 85% dari kandungannya berupa montmorillonite.
Keunikan sifat bentonit yaitu memiliki kemampuan untuk mengembang dan
membentuk koloid jika dimasukkan ke dalam air (Megawati, 2008).
Bentonit atau clay adalah istilah yang digunakan untuk sejenis lempung
yang mengandung mineral montmorillonite.Nama montmorillonite ini berasal dari
jenis lempung plastis yang ditemukan di Montmorillonite, Perancis pada tahun
1847 (Labaik, 2006).Bentonit terbentuk dari proses mekanik dan kimiawi dari
batuan yangdipengaruhi cuaca (pada lingkungan alkali), batuan tersebut umumnya
berasal daribatuan ledakan gunung berapi, bisa juga berasal dari batuan andesit,
riolit, basal,dan lain-lain, kebanyakan adalah batuan tersier. Keberadaan bentonit
sangatmelimpah di Indonesia, antara lain tersebar di pulau Jawa, Sumatera,
Kalimantan Timur, dan Sulawesi. Istilah bentonit pertama kali dikenalkan oleh W.
C. Knightpada tahun 1989, karena bentonit ditemukan di daerah Fort Benton,
Wyoming Amerika Serikat (Puslitbang Tekmira,2005).
Montmorillonite atau bentonit merupakan mineral aluminosilikat yang
banyak digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan berbagai produk di
berbagai bentuk, salah satunya sebagai katalis dan sebagai reinforcement.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ketebalan setiap lapisan montmorillonite sekitar 0,96 nm, tiap dimensi permukaan
pada umumnya 300-600 nm, sedangkan d-spacing 1,2 – 1,5 nm (Utracki dan
Kamal, 2002).Struktur monmorilonit yang dapat diterima dikemukakan pada
tahun 1933 oleh Hofmann, Endell, dan Wilm.Selanjutnya struktur monmorilonit
dimodifikasi oleh Marshal, Maegdefrau, Hofmann dan Hendricks.Mereka
menyatakan bahwa monmorilonit terbentuk dari satu lapisan alumina 8ctahedral
yang disisipkan diantara dua lapisan tetrahedral silika (Grim, 1968).
Tabel 1 Komposisi material montmorillonite
Senyawa Kimia Persentase (%)
SiO2 61 – 68
Al2O3 21 – 24
Fe2O 1–2
CaO 2–3
MgO 3–4
K2O < 0,05
Na2O 0–1
H2O 10 – 11
(PD. Agribisnis dan Pertambangan, 2007)
Dari tabel diatas dapat dilihat komposisi bentonit(montmorillonite)
tersusun dari senyawa SiO2.Al2O3.Fe2O.CaO.MgO.K2O.Na2O.H2O dengan
persentasi yang disajikan ditabel.

1.2.1 Struktur Bentonit


Setiap struktur kristal bentonit mempunyai tiga lapisan yaitu lapisan
oktahedral dari alumunium dan oksigen yang terletak antara dua lapisan
tetrahedral dari silikon dan oksigen. Penyusun terbesar bentonit adalah silikat
dengan oksida utama SiO2 (silika) dan Al2O3(aluminat) yang terikat pada molekul
air, dimana ditunjukkan pada Gambar 2.1.Penggabungan pada satu lapisan
tetrahedral silika dengan satu lapisan oktahedral alumina membentuk dua lapisan
silika-alumina (Thomas et al, 1978).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 1 Struktur montmorillonite Bentonit
Menurut Grim, Olphen dan Hunter, Si4+ pada lapisan tetrahedral dapat
diganti dengan Al3+ , sedangkan Al3+ pada lapisan oktahedral dapat diganti oleh
Mg2+, Fe2+, Zn2+, Ni+, Li+, dan kation lainnya. Proses pergantian ini disebut
substitusi isomorphous. Akibat adanya substitusi isomorphous akan dihasilkan
muatan negatif pada permukaan clay yang akan diimbangi dengan adsorpsi kation
anorganik (Ca2+atau Na2+) pada daerah lapisan interlayer(Alemdar et al., 2005).

2.2.2 Jenis-Jenis bentonit


Bentonit di alam terdiri dari dua jenis, yaitu Na-bentonit dan Mg,Ca-
bentonityang keduanya dapat dibedakan dari sifat mengembang (swelling) bila
dicelupkan ke dalam air (Megawati, 2008).
1. Na-bentonit
Bentonit jenis ini disebut juga bentonit type Wyoming. Mempunyai sifat
mengembang apabila dicelupkan ke dalam air hingga delapan kali lipat dari
volume semula, sehingga keadaan suspensi akan lebih kental. Dalam keadaan
kering berwarna putih atau cream, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari
akan berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloidal
mempunyai pH : 8,5 - 9,8 (bersifat basa), tidak dapat diaktifkan, dan posisi
pertukaran diduduki oleh ion-ion sodium (Na+).
2. Ca-bentonit
Jenis bentonit ini mengandung kalsium (K2O) dan magnesium (MgO)
lebih banyak dibandingkan natriumnya.Tipe bentonit ini kurang mengembang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


apabila dicelupkan ke dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan
mempunyai sifat menghisap yang baik. Selain itu, mempunyai sifat sedikit
menyerap air sehingga apabila di dispersikan dalam air akan cepat mengendap
(tidak membentuk suspensi). Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah,
suspensi koloidal memiliki pH : 4,0– 7,0 (sifat asam). Posisi pertukaran ion lebih
banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium.Dalam keadaan kering
berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat.

2.2.3 Sifat Fisik dan Kimia Bentonit


Dalam keadaan kering, bentonit mempunyai sifat fisik berupa partikel
butiran yang halus berbentuk rekahan-rekahan atau serpihan yang khas seperti
tekstur pecah kaca (concoidal fracture), kilap lilin, lunak, plastis, berwarna kuning
muda hingga abu-abu, bila lapuk berwarna coklat kekuningan, kuning merah atau
coklat, bila diraba terasa licin, dan bila dimasukkan ke dalam air akan menghisap
air. Sifat fisik lainnya yang dimiliki bentonit berupa :
- Massa jenis : 2,2 – 2,8 g/cm3
- Massa molekul relatif : 549,07 g/mol
- Indeks bias : 1,547 – 1,557
- Titik lebur : 1330 – 1430oC

Sifat-sifat fisik yang dimiliki oleh bentonit adalah sebagai berikut :


1. Kapasitas penukaran kation
Sifat ini menentukan jumlah kadar air yang terserap oleh bentonit. Di
dalambentonit terjadi reaksi kesetimbangan kimia karena adanya kisi-kisi
Kristal mineral monmorilonit serta adanya kation yang mudah terbuka dan
menarikair. Kation Na+ mempunyai daya serap air yang lebih baik
dibandingkandengan ion Mg2+, Ca2+, K+, dan H+.
2. Daya serap
Bentonit memiliki sifat mengadsorpsi karena ukuran partikel koloidnya
sangatkecil dan mempunyai kapasitas penukar ion yang tinggi.Sifat ini
disebabkanoleh ketidakseimbangan muatan listrik serta adanya pertukaran ion.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Luas permukaan
Luas permukaan yaitu jumlah luas kristal atau butir-butir bentonit
yangdinyatakan dalam m2/gram. Sifat ini sangat penting karena semakin
besarjumlah luas permukaannya maka semakin banyak materi yang
dapatteradsorpsi.

Tabel 2Komposisi Kimia Bentonit


Senyawa Na-Bentonit (%) Ca-Bentonit (%)
SiO2 61,3 – 61,4 62,12
Al2O3 19,8 17,33
Fe2O3 3,9 5,30
CaO 0,6 3,68
MgO 1,3 3,30
Na2O 2,2 0,50
K2O 0,4 0,55
H2O 7,2 7,22

Partikel bentonit bermuatan negatif yang diimbangi dengan kation yang


dapat dipertukarkan dan terikat lemah (Na, Ca, Mg, atau K).Adanya kation yang
dapat dipertukarkan ini memungkinkan bentonit memisahkan logam berat dari air,
dan juga memisahkan senyawa organic kationik melalui mekanisme pertukaran
ion (Puslitbang Tekmira, 2005).

2.2.4 Aplikasi Bentonit


Berdasarkan pada sifat penyerapan dan sifat katalis yang dimiliki oleh
bentonit, bentonit banyak digunakan dalam berbagai aplikasi industri sebagai
adsorben pestisida, adsorben kotoran binatang, katalis dan penunjang
katalis.Penggunaan bentonit-Na lebih luas, misalnya dipakai sebagai lumpur bor,
pelapis kertas, pengisi dalam keramik.Komoditas bentonit-Na sampai saat ini
masih diimpor, hal ini dipengaruhi oleh kelimpahan, teknologi dan harga (Munir,
1979). Natrium bentonit juga dimanfaatkan untuk penyumbat kebocoran
bendungan, bahan pencampur dalam pembuatan cat, bahan baku farmasi, dan
perekat pasir cetak pada industri pengecoran logam. Sedangkan bentonit-Ca

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


digunakan untuk bahan pemucat warna (bleaching earth) pada industri minyak
sawit dan zat pemisah pada pengilangan minyak bumi.Penggunaan ini didasarkan
oleh ketersediaan bentonit yang ada di alam (Megawati, 2008).

2.3 Al2O3 (Alumina)


Alumina atau Almunium Oksida memiliki rumus kimia Al2O3
merupakansenyawa yang tersusun dari ion O2-dan ion Al3+(Vlack, 1992). Al2O3
(Alumina) merupakan oksida keramikyang paling banyak digunakan
diantarabeberapa macam oksida keramik yang ada danseringkali dianggap sebagai
pelopor keramikrekayasa modern.Gaya pengikatinteratomiknya, sebagian ionik
dan sebagiankovalen sangat kuat dan struktur Kristal alumina secara fisis tetap
stabil hinggatemperatur sekitar 1500-1700 oC. Apabilaakan digunakan untuk
komponen rekayasapada temperatur lebih rendah, umumnyadipakai keramik
alumina berbutir halus (0,5 - 20μm) dengan porositas mendekati nol (Hendriwan,
2015).Struktur Kristal alumina berbentuk corumdum dan memiliki struktur yang
mirip dengan silika.

Gambar 2Struktur Kristal Alumina

2.3.1 Karakteristik Alumina


Al2O3adalah senyawa anorganik yang merupakan oksida omphoteric dan
umumnya disebut dengan aluminaatau corundum.Alumina memiliki kekuatan ion
yang kuat, yang menentukan sifat material,diantaranya memiliki kekuatan
mekanik dan kekerasan yang tinggi meskipun kekuatanmekanik dan ketahanan
kejut suhu berkurang pada suhu 1000oC karena ekspansitermal alumina yang
relatif besar.
Selain itu, alumina sangat kuatterhadap serangan kimia dari asam kuat dan
alkali hingga suhu yang tinggi, sifatisolasi yang sangat baik, koefisien ekspansi
termal yang rendah dan konduktifitas termal yang baik.Alumina memiliki titik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lebur yangtinggi, mempunyai karakteristik stabilitasyang baik menyebabkan
ketahanan terhadap korosi yang tinggi (Kopeliovich, 2010).

Tabel 3 Karakteristik Alumina


Parameter Nilai
Densitas 3,96 gr/cm3
Titik lebur 2050oC
Kuat tekan 230 – 350 MPa
Modulus of refracture 350 MPa
Hardness 1200 – 1600 kgf/mm2
Koefisien ekspansi termal 8 – 9.10-6 oC-1
Konduktivitas termal 24 – 26 W/mK

Dibandingkan dengan keramik jenis lain, keramik alumina memiliki


beberapa sifat yang lebih unggul, misalnya kekuatan, kekerasan, ketahanan
terhadap pukulan, ketahanan terhadap kejut suhu dan lain-lain. Sifat-sifat yang
diinginkan dari keramik alumina untuk berbagai keperluan dapat diperoleh dengan
mengatur kandungan alumina dan temperature pembakarannya (Gernot, 1988).

2.3.2 Aplikasi Alumina


Berdasarkan karakteristik yang dimiliki alumina seperti konduktivitas
panas tinggi, kekerasan tinggi (hard), kekuatan (strength), kekakuan (stiffness)
tinggi, ukuran dan bentuk yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai isolator
panas seperti gas laser tubes (tabung laser gas), wear pads (baju anti peluru),
isolator lisrik temperatur dan voltase tinggi seperti pada furnace (Ronald, 2009).
Isolasi untuk tungku suhu tinggi sering dibuat dari alumina dengan persentase
silika yang tergantung pada suhu material. Alumina juga umumnya memiliki
kemurnian yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk bahan keramik tembus
cahaya (Gernot,1988). Alumina merupakan material yang sangat kuat dan keras
sehingga sering digunakan sebagai bahan dibidang teknik misal bahan struktur
pesawat. Alumina juga memiliki konduktivitas listrik yang sangat rendah
sehingga dapat digunakan sebagai bahan isolator listrik dan alumina juga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dimanfaatkan sebagai bahan pelapisan tekstil pada proses akhir (finishing) karena
dapat membentuk lapisan tipis transparan pada tekstil melalui metode sol-gel.
(Santhiarsa, 2009)
Keramik alumina yang dikenal memiliki pertumbuhan butiran yang tidak
normal pada suhu tinggi, dimanapertumbuhan ini akan menyebabkan adanya
butiran mikrostruktur yang tidak seragam dapat menurunkan kualitasdari keramik
alumina tersebut. Beberapa bahan aditif seperti MgO dan SiO2 ditambahkan untuk
menahanpertumbuhan butiran yang tidak normal tersebut.Aditif MgO dapat
ditambahkan untuk menahan laju pertumbuhan butiran tak normal tersebut (Akbar
et al., 2005).Penambahan SiO2pada keramik alumina dapat membentuk fasacair
sehingga memungkinkan perbaikan densifikasi pada keramik
alumina.Namunpenambahan SiO2 berlebih dapat berdampak pada penurunan dari
kekuatan mekanis pada keramik alumina.Denganpenambahan aditif tersebut
diharapkan keramik alumina yang dihasilkan dapat memiliki sifat mekanis yang
optimum (Nicolas et al., 2007).

2.4 Glass Bead (Silika)


Secara kimiawi, bahan silikat yang paling sederhana adalah silikon
dioksida, atau silika. Secara struktural, ini adalah jaringan tiga dimensi yang
dihasilkan ketika setiap sudut atom oksigen di masing-masing tetrahedron dibagi
oleh tetrahedra.thus yang berdekatan, material bersifat netral secara elektrik dan
semua atom memiliki struktur elektronik yang stabil. Di bawah lingkar ini rasio
atom SI terhadap O adalah 1: 2, seperti yang ditunjukkan oleh rumus
kimia.Struktur Krista SiO adalah kristobalit.

Gambar 3 Struktur Kristobalit Silika

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jika tetrahedra ini tersusun secara teratur dan rapi, dibentuk struktur
kristal. Ada tiga bentuk kristalisasi polimorfik prisma dari silika. Kuarsa,
kristobalit dan tridimit. Stukturnya relatif terbuka, yaitu atomnya tidak
digabungkan rapat. Sebagai konsekuensinya, silika kristal memiliki densitas yang
relatif rendah.
Keramik silika adalah bahan yan susunan utamanya adalah silikon dan
oksigen.Dua elemen paling melimpah di kerak bumi, akibatnya sebagian besar
tanah, batu, pasir cakar dan pasir berada di bawah klasifikasi silikat.Daripada
mengkarakterisasi struktur kristal bahan-bahan ini dalam satuan sel, lebih mudah
digunakan berbagai tetrahedron SiO4. Setiap atom silikat terikat dari empat atom
oksigen, yang terletak di sudut tetrahedron, atom silikat diposisikan di pusat.
Sinec, ini adalah unit dasar silikat, yang darinya diperlakukan sebagai entitas
bermuatan negatif.

2.5 Sistem Kristal


Kristal berasal dari bahasa Yunani yaitu crystallon yang berarti tetesan
yang sangat dingin dan membeku. Secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu
padatan yang bersusunan atom atau molekul yang terbentuk secara teratur,
kemudian bentuk (form) teratur ini dapat dilihat pada permukaan Kristal berupa
bidang datar yang mengikuti suatu pola tertentu. Bidang datar tersebut adalah
bidang muka kristal, letak dan arah dari bidang muka Kristal ditentukan oleh suatu
perpotongan Kristal dengan sumbu yang terdapat pada kristal. Sumbu pada Kristal
umumnya digambarkan berupa sebuah garis seperti bayangan lurus menembus
bagian Kristal dan melalui pusat dari Kristal tersebut, satuan panjang sumbu
Kristal dinamakan parameter.Sistem kristal di kelompokkan menjadi 7 sistem,
antara lain:
1. Isometrik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ciri-cirinya adalah jumlah sumbu ada 3, Axial ratio a=b=c, sudut
alfa=beta=gamma=90. Beberapa kelas kristalnya yakni tetoidal, gyroidal,
diploid, hextetrahedral, hexoctahedral. Contoh mineralnya antara lain: emas,
pirit, galena, halite, fluorite.

2. Tetragonal

Ciri-cirinya adalah jumlah sumbu ada 3, Axial ratio a=b (tidak = c), sudut
alfa=beta=gamma=90. Beberapa kelas kristalnya yaitu pyramid, Bipiramid,
Ditetragonal Piramid, Ditetragonal Bipiramid, Bisfenoid, Trapezohedral,
Skalenohedral. Contoh mineralnya antara lain: rutile, autunite, pyrolusite,
leusite, scapolite.

3. Hexagonal

Ciri-cirinya adalah Jumlah sumbu ada 4, a=b=d (tidak = c), sudut alfa=beta=90
dan gama=120. Beberapa kelas kristalnya yaitu Hexagonal Piramid, Hexagonal
Bipiramid, Dihexagonal pyramid, Dihexagonal Bipiramid, Trigonal Bipiramid,
Ditrigonal Bipiramid, Hexagonal Trapezohedral. Contoh mineralnya antara
lain: dolomite, apatite.

4. Trigonal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ciri-cirinya adalah Jumlah sumbu ada 4, a=b=d (tidak = c), sudut alfa=beta=90
dan gama=120. Beberapa kelas kristalnya yaitu Trigonal Piramid, Trigonal
Trapezohedral, Ditrigonal Piramid, Ditrigonal Skalenohedral, Rombohedral.
Contoh mineralnya antara lain: tourmaline, cinnabar.

5. Orthorombik

Ciri-cirinya adalah Jumlah sumbu ada 3, a tidak sama dengan b tidak sama
dengan c, sudut alfa=beta=gama=90. Beberapa kelas kristalnya yaitu
Bisfenoid, Piramid, Bipiramid.Contoh mineralnya antara lain: stibnite,
chrysoberyl, aragonite, witherite.

6. Monoklin

Ciri-cirinya adalah Jumlah sumbu ada 3, a tidak sama dengan b tidak sama
dengan c, sudut alfa=beta=90 tidak = gama. Beberapa kelas kristalnya yaitu
Sfenoid, Doma, Prisma.Contoh mineralnya antara lain: azurite, mlachite,
colemanit, gypsum, epidot.

7. Triklin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ciri-cirinya adalah Jumlah sumbu ada 3, a tidak sama dengan b tidak sama
dengan c, sudut “alfa” tidak sama dengan “beta” tidak sama dengan “gama”
tidak sama dengan 90. Beberapa kelas kristalnya yaitu Pediol dan
Pinakoidal.Contoh mineralnya antara lain: albite, anortite, labradorite,
kaolinite, microcline, anorthoclase.

2.6 Proses Sintering


Proses sintering merupakan tahapan pembuatan keramik yang sangat
penting dan menentukan sifat-sifat keramik yang dihasilkan. Sintering adalah
proses pemadatan dari sekumpulan serbuk pada temperatur tinggi, mendekati
titikleburnya, sehingga terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan
jumlahdan ukuran pori, pertumbuhan butir (grain growth), peningkatan densitas
danpenyusutan volume. Hal ini disebabkan oleh karena butiran-butiran partikel
akantersusun semakin rapat.
Dalam tahapan ini tujuannyaadalah memadat-kompakkan bahan, yang sudah
dicetak, dengan suhu tinggi. Padatahap ini akan terjadi berkurangnya pori-pori
dan cacat bahan, pengontrolanukuran butir dan fase batas butiran. Hal ini
bertujuan agar butiran-butirandalam partikel yang berdekatan dapat bereaksi dan
berikatan.Selamaproses pembakaran, kandungan air pada material hilang.
Proses sintering fase padat terbagi menjadi tiga padatan, yaitu:
1. Tahap awal
Pada tahap awal ini terbentuk ikatan atomik.Kontak antar
partikelmembentuk leher yang tumbuh menjadi batas butir antar
partikel.Pertumbuhanakan menjadi semakin cepat dengan adanya kenaikan
suhu sintering.Pada tahapini penyusutan juga terjadi akibat permukaan
porositas menjadi halus.Penyusutanyang tidak merata menyebabkan
keretakan pada sampel.
2. Tahap menengah
Pada tahap kedua terjadi desifikasi dan pertumbuhan partikel yaitu
butirkecil larut dan bergabung dengan butir besar.Akomodasi bentuk
butirmenghasilkan pemadatan yang lebih baik.Pada tahap ini juga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


berlangsungpenghilangan porositas.Akibat pergeseran batas butir, porositas
mulai salingberhubungan dan membentuk silinder di sisi butir.
3. Tahap akhir
Fenomena desifikasi dan pertumbuhan butir terus berlangsung dengan
lajuyang lebih rendah dari sebelumnya. Demikian juga dengan proses
penghilanganporositas, pergeseran batas butir terus berlanjut. Apabila
pergeseran batas butirlebih lambat daripada porositas, maka porositas akan
muncul di permukaan dansaling berhubungan.

Gambar 4.Perubahan struktur mikro pada saat sintering

Perubahan struktur mikro terjadi melalui beberapa tahapan yaitu :


1. Perataan permukaan partikel, pembentukan grain boundary (batas butir)
melalui pertumbuhan leher antar partikel, gerakan di antara partikel dalam pori
terbuka, difusi dan penurunan porositas.
2. Penyusutan pori antara grain boundary, porositas menurun lebih banyak,
perlahan-lahan grain tumbuh.
3. Pori-pori menutup, mengecil dan posisinya terselip di antara grain boundary.
Sintering adalah proses penggabungan partikel-partikel serbuk melalui
peristiwa difusi pada saat suhu meningkat. Pada dasarnya sintering adalah
peristiwa penghilangan pori-pori antara partikel bahan, pada saat yang sama
terjadi penyusutan komponen dan diikuti oleh pertumbuhan grain serta
peningkatan ikatan antar partikel yang berdekatan, sehingga menghasilkan bahan
yang lebih mampat atau kompak. Peristiwa sintering dapat dilukiskan seperti pada
Gambar 2.Sintering umumnya dapat terjadi di dalam produk pada suhu tidak
melebihi dari setengah sampai duapertiga dari suhu meltingnya, suhu yang
membuat atom cukup mampu untuk berdifusi (Callister, 1994).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.7 Sifat Fisis
2.7.1 Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering
didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (V) dalam
hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (M. Ristic, 1979)
𝑚𝑚
ρ= (2.1)
𝑉𝑉

Dengan :
ρ = Densitas (gram/cm3)
m = Massa sampel (gram)
V = Volume sampel (cm3)

2.7.2 Kekerasan (Hardness)


Ujikekerasan Vickers menggunakanpenumbukpiramida intanyang
dasarnya berbentukbujur sangkar.Besarnyasudutantara permukaan-permukaan
piramidayang saling berhadapanadalah136°.Karenabentukpenumbuknya
piramida,makapengujianiniseringdinamakan ujikekerasan piramidaintan. Angka
kekerasanvickers (VHN)didefinisikansebagaibebandibagiluas
permukaanlekukan.Padaprakteknyaluasinidihitung daripengukuran mikroskopik
panjang diagonal jejak. VHN dapat ditentukan dari persamaanberikut :
𝜃𝜃
2 𝑃𝑃 sin ( 2 ) 1,854𝑃𝑃
VHN = = (2.2)
𝐿𝐿2 𝐿𝐿2

Dengan :
P =bebanyangditerapkan, kg
L = panjangdiagonal rata-rata, mm
θ = sudut antarapermukaan intanyangberlawanan =136°
Beban yang biasanyadigunakan pada pengujian ini berkisar antara 1
sampai120kg, tergantung padakekerasanlogamyang akandiuji.Lekukanyang
benaryang dibuatolehpyramidaintanharusberbentukbujursangkar.Akantetapi
penyimpangandapatterjadipada
penumbuklekukan.Lekukanbantaljarumpadagambar 4adalah akibatterjadinya
penurunanlogamdisekitar permukaan piramidayangdatar.Keadaandemikianterjadi
padalogamyang dilunakkandan mengakibatkanpengukuran panjang diagonal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang berlebihan. Lekukan berbentuktong padagambar4terdapatpadalogamyang
mengalamiproses
pengerjaandingin.Bentukdemikiandiakibatkanolehpenimbunankeataslogam–
logamdisekitar permukaanpenumbuk. Ukurandiagonalpada kondisidemikian
akanmenghasilkanluaspermukaankontakyang kecil,sehinggamenimbulkan
kesalahanangkakekerasanyangbesar (Eri Nugroho, 2011).

Gambar 2.4 Skema Pengujian Vickers Hardness

Gambar 5 Tipe-tipe lekukan piramida intan.

2.7.3 Mikrostruktur
Strukturmikromerupakanbutiran -butiran suatubendalogamyangsangat
kecildantidakdapatdilihatdenganmatatelanjang,sehinggaperlumenggunakan
mikroskop optik atau mikroskop elektron untuk pemeriksaan butiran-butiran
logamtersebut.Strukturmaterialberkaitan dengan komposisi,sifat,sejarah dan
kinerja pengolahan, sehingga dengan mempelajari struktur mikro akan
memberikaninformasi yang menghubungkan komposisi dan pengolahan sifat
sertakinerjanya. (Ahmad Rifai M Nur Sagala, 2012).
Salah satu alat untuk analisa struktur mikro adalah Optical
Microscope.Pada optical microscope, ketika cahaya dari lampu mikroskop
melewati kondenser dan kemudian melewati spesimen (specimen dianggap
adalah penyerap cahaya), hanya sedikit saja cahaya yang melewati specimen
tanpa terganggu.Cahaya tersebut disebut sebagai cahaya langsung atau cahaya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tidak terdeviasi.Cahaya pada mikroskop yang terpantul sering disebut
mikroskopi metalurgical, merupakan metode yang digunakan untuk
fluorescence dan penggambaran spesimen yang terlihat buram meski ketika
diturunkan ketebalan nya hingga 30 mikron. Rentang spesimen yang termasuk
dalam kategori ini banyak sekali dan termasuk logam, mineral, keramik dan
berbagai jenis polimer, semikonduktor,batu bara, plastik, kertas, kayu, kain,
dan material lainnya, karena cahaya tidak mampu melewati spesimen tersebut,
maka harus diarahkan langsung pada permukaan dan akhirnya terpantul
kembali ke objektif mikroskop baik oleh refleksi spekular maupun terdifusi.
(Davidson dan Abramowitz)
Dengan menerapkanteknik optical microscopy, mikroskop cahaya
digunakan untuk mempelajari mikrostruktur, dengan sistem optik dan
iluminasi adalah elemen dasarnya.untuk material yang buram pada cahaya
tampak (semua jenis logam, dan berbagai jenis keramik dan polimer), hanya
permukaan sampelnya yang diobservasi, dan mikroskop cahaya harus dipakai
pada mode pemantulan.kontras pada gambar dihasilkan dari perbedaan
pemantulan dari berbagai bagian mikrostruktur. investigasi dari tipe ini
biasanya sering disebut metallograhic, karena logam merupakan bahan
pertama yang dianalisa memakai teknik ini.
Persiapan spesimen membutuhkan kehati-hatian dan ketelitian untuk
menampilkan detail penting mikrostrukturnya. permukaan spesimen pertama
harus diratakan dan dipoles hingga halus dan seperti cermin. hal ini dapat
dihasilkan dengan menggunakan kertas amplas. mikrostruktur dihasilkan dari
perlakuan secara kimiawi pada permukaan sampel yang disebut proses etsa.
reaksi kimia dari butir fasa tunggal bahan tergantung orientasi kristalografinya.
Bentukalur kecil sepanjang batas butir merupakan akibat dari proses
etsa. karena atom sepanjang daerah batas butir lebih aktif secara kimiawi.
atom-atom tersebut lenyap pada laju yang lebih tinggi daripada atom pada
butiran. alur alur ini menjadi terlihat ketika dilihat dibawah mikroskop karena
memantulkan cahaya pada sudut berbeda dari butiran itu sendiri. (William D.
Callister, 2003)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 6Optical Microscope dan komponennya (Davidson dan Abramowitz)

2.7.4 Porositas
Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume pori-
pori(volume ruang kosong) pada zat padat dengan jumlah volume total zat
padat. Perhitungan porositas dihitung dari volume pori dibagi dengan volume
total.Pada persamaan tersebut, sulit untuk digunakan karena kita akan
kesulitanuntuk mengukur volume kosong pada zat padat, sehingga pengukuran
porositasdapat dihitung dengan menggunakan Persamaan di bawah ini:
ρ basah −ρ kering
Porositas = × 100% (2.3)
ρ basah

Keterangan :
ρkering : massa jenis sampel kering (g/cm3)
ρbasah : massa jenis sampel basah (g/cm3)

Porositas dapat diatur dengan menambahkan bahan aditif dan bahan


lainyang dapat menghasilkan gas pada saat di bakar sehingga meninggalkan
ronggayang disebut pori. Porositas yang tinggi dapat mengakibatkan kekuatan
mekanikmenjadi rendah. Dengan bertambahnya suhu sintering maka densitas
semakin meningkat dan porositas yang terdapat pada keramik semakin
menurun, dengan menurunnya nilai porositas pada suatu keramik maka
keramik tersebut akan semakin padat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.7.5 Analisis Mikrostruktur dan Fasa

Untuk mengetahui mikrostruktur permukaan dari keramik setelah proses


sintering, kita dapat menggunakan SEM sedangkan untuk melihat jenis fasa apa
yang dihasilkan keramik, kita dapat menggunakan difraksi sinar-X atau disebut
dengan XRD. (Eri Nugroho, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan di Laboratorium Keramik Pusat
Penelitian Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kawasan
PUSPITEK, Serpong, Tangerang Selatan.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan selama 3 bulan, dimulai pada 01
Februari sampai 01 Mei 2017.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Gelas ukur, berfungsi sebagai wadah toluena, aseton, aquades, dan
serbuk hasil wet milling.
2. Neraca digital, berfungsi sebagai alat untuk menimbang sampel.
3. Jar mill, berfungsi sebagai wadah untuk menggiling sampel serbuk.
4. Ball mill, berfungsi sebagai bola-bola untuk menggiling sampel serbuk
di dalam jar mill.
5. Hair dryer, berfungsi untuk mengeringkan piknometer dan sampel
pelet hasil pengujian true bulk density.
6. Piknometer, berfungsi untuk mengukur true density sampel yang
berbentuk sebuk.
7. Ultrasonic cleaner, berfungsi sebagai alat untuk membersihkan pori-
pori dari permukaan sampel pelet yang telah disinter dengan
menggunakan gelombang ultrasonic.
8. Peralatan Archimedes, terdiri dari neraca digital, kawat penggantung
sampel, dan gelas ukur (pyrex 500ml) yang berisi aquades ¾ volume

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


gelas ukur, berfungsi untuk mengukur nilai bulk density dan porositas
dari sampel yang berbentuk pelet.
9. Jangka sorong digital, berfungsi untuk mengukur diameter sampel
yang berbentuk pelet.
10. Bata tahan panas, berfungsi sebagai tempat sampel pelet yang akan
disintering.
11. Magnetic stirrer, berfungsi sebagai alat untuk merebus sampel pelet
sebelum pengujian porositas.
12. High Energy Milling (HEM), berfungsi sebagai alat untuk menggiling
dan menghaluskan sampel serbuk yang telah di mixing.
13. Oven, berfungsi sebagai alat untuk mengeringkan dan menghilangkan
kadar toluena dari sampel serbuk setelah di milling.
14. Particle Size Analyzer (PSA), berfungsi sebagai alat untuk mengetahui
ukuran diameter partikel dari sampel serbuk hasil milling.
15. Molding, berfungsi sebagai cetakan sampel dari serbuk menjadi pelet
yang berdiameter 16 mm.
16. Magnetic field press, berfungsi sebagai alat untuk mengkompaksi
sampel dengan tekanan 80 kgf/cm2.
17. Thermolyne furnace high temperature, berfungsi sebagai alat untuk
sintering sampel pada suhu 900oC.
18. X-Ray Diffraction (XRD), berfungsi sebagai alat untuk analisis fasa
yang terbentuk dan struktur kristal dari sampel pelet hasil sinter.
19. Optical Microscope (OM), berfungsi untuk melihat struktur morfologi
diameter pori-pori dan grain size dari permukaan sampel pelet hasil
sinter.
20. Micro Hardness Tester, berfungsi sebagai alat untuk pengujian
kekerasan dari sampel pelet hasil sinter.

3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Serbuk bentonit, berfungsi sebagai bahan baku pembuatan keramik dalam
penelitian ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Glass bead, berfungsi sebagai bahan pengisi dalam pembuatan keramik
pada penelitian ini.
3. Al2O3, berfungsi sebagai bahan tambahan yang dicampurkan ke dalam
bahan baku dan pengisi 30 (wt%).

3.3 Diagram Alir Penelitian


Proses pembuatan keramik berbasis bentonit dan glass bead dengan komposisi
Al2O3 30 (wt%) pada penelitian ini dimulai dengan pencampuran (mixing) ketiga
bahan, penggilingan basah (wet milling), pengeringan didalam oven, kompaksi,
sintering, dan karakterisasi. Diagram alir penelitian yang dilakukan diperlihatkan
pada Gambar 7

Gambar 7 Diagram Alir Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.4 Prosedur Penelitian
Adapun tahapan penelitian ini meliputi :

3.4.1 Preparasi Sampel


Pada penelitian ini, bahan utama yamg digunakan adalah bentonit, glass
bead, dan Al2O3 yang merupakan bahan teknis dan telah tersedia dalam
bentuk serbuk halus berukuran mikro. Kemudian masing-masing sampel
tersebut ditimbang dengan neraca digital, dimasukkan ke dalam plastik
sampel, dan diberi nama dengan kertas label.
Tabel 4Komposisi bahan bentonit, glass bead, dan Al2O3 dengan variasi suhu
sinter
Massa
Massa Massa
Massa bentonit :glass Variasi glass
Sampel bentonit Al2O3
bead : Al2O3 (wt%) suhu sinter bead
(gram) (gram)
(gram)
1 35 : 35 : 30 900 oC 4,2 4,2 3,6
2 35 : 35 : 30 1000 oC 4,2 4,2 3,6
3 35 : 35 : 30 1100 oC 4,2 4,2 3,6
4 35 : 35 : 30 1200 oC 4,2 3,6
4,2

3.4.2 Proses Mixing


Dilakukan pencampuran serbuk bentonit, glass bead, dengan variasi
komposisi 30 (wt%) Al2O3. Proses mixing dilakukan secara manual dengan
bantuan spatula selama 2 menit. Kemudian masing-masing hasil mixing
dimasukkan ke dalam jar mill untuk di milling menggunakan High Energy
Milling (HEM).

3.4.3 Proses Milling


Proses milling merupakan suatu proses penggilingan sampel dengan
metode metalurgi serbuk dengan cara menghancurkan serbuk menggunakan
ball mill. Proses milling pada penelitian ini menggunakan metode wet milling
dengan media cairannya yaitu toluena. Penambahan toluena bertujuan untuk
menghindari proses oksidasi pada sampel. Sampel yang akan di milling adalah
sampel hasil mixing, dimana perbandingan antara massa sampel dengan ball

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mill adalah 1 : 10 (wt%) atau 12 : 120 gram. Selanjutnya sampel dan ball mill
dimasukkan ke dalam jar mill dan dituangkan toluena menggunakan gelas
ukur hingga serbuk dan ball mill terendam seluruhnya. Kemudian di milling
menggunakan High Energy Milling (HEM) selama 2 jam.Setelah selesai,
serbuk hasil milling disaring untuk diambil ball millnya. Tujuan proses milling
adalah untuk mendapatkan campuran yang lebih halus dan homogen
dibandingkan dengan proses mixing secara manual.

3.4.4 Pegeringan
Pengeringan adalah proses pemisahan sejumlah kecil zat cair untuk
menghilangkan kandungan sisa zat cair di dalam sampel. Setelah proses wet
milling selesai, kemudian serbuk basah dimasukkan ke dalam gelas ukur dan
dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100oC selama 24 jam untuk
menghilangkan kadar toluena. Setelah serbuk kering, dilakukan pengujian true
density dengan menggunakan alat piknometer dan pengujian PSA (Particle
Size Analyzer) untuk mengetahui diameter ukuran partikel dari serbuk hasil
wet milling.

3.4.5 Kompaksi
Pembuatan sampel uji dilakukan dengan caradry pressing (cetak kering).
Sebelum serbuk hasil milling dikompaksi, serbuk dicampur dengan resin
sebanyak 5% dan katalis sebanyak 3,2% dari berat sampel yang akan
dibentuk. Penambahan resin bertujuan sebagai bahan pengikat atau perekat
serbuk hasil milling dan katalis sebagai hardener untuk mempercepat proses
pengeringan resin. Kemudian serbuk keramik dimasukkan ke dalam cetakan
dan dilakukan kompaksi dengan tekanan 80 kgf/cm2 menggunakan magnetic
field press dan ditahan selama 2 menit. Hasil cetakan berupa pelet dengan
massa 2,5 gram, diameter 16 mm, dan tebal 6 mm. Proses kompaksi dan hasil
kompaksi ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.4.6 Sintering
Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi
antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering
mendekati titik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Melalui proses sintering
terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori,
pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Sampel yang telah dicetak
menjadi pelet disintering menggunakan Thermolyne furnace high temperature
pada variasi suhu sinter 900oC, 1000 oC, 1100 oC dan 1200 oC ditahan selama 4
jam dengan laju pemanasan 10oC/menit.
°C
3t

3C

4t
2C 2t

30t
1C 1t

0
min

Gambar 8 Skema sintering pada Thermolyne furnace high temperature

3.4.7 Karakterisasi
Adapun karakterisasi sampel uji yang dilakukan adalah pengujian setelah
milling :true density dan Particle Size Analyzer (PSA) serta pengujian setelah
sintering : sifat fisis (bulk density, porositas, dan water absorption), sifat mekanis
(kekerasan), struktur mikro menggunakan Optical Microscope (OM), serta
analisis fasa dan struktur kristal menggunakan X-Ray Diffraction (XRD).

3.4.7.1 Pengujian setelah milling (serbuk)


a. True density
Pada pengujian true density, sampel yang akan diuji yaitu campuran
serbuk bentonit, glass bead, dan Al2O3. True density sampel diukur setelah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengalami proses milling dan pengeringan. Pengujian true density dilakukan
dengan menggunakan piknometer dan toluena sebagai cairan pembanding.
Prosedur pengujian true density menggunakan metode Archimedes adalah sebagai
berikut:
1. Disiapkan bahan dan alat, antara lain : piknometer, toluena, spatula, kertas,
tissue, neraca digital, dan hair dryer.
2. Dinyalakan neraca digital pada posisi ON, kemudian tekan tombol RE-ZERO,
pastikan terbaca angka 0.
3. Ditimbang piknometer kosong dan dicatat massanya sebagai m1.
4. Ditimbang piknometer yang telah diisi penuh dengan toluena dan dicatat
massanya sebagai m2.
5. Dikosongkan piknometer dan dikeringkan menggunakan hair dryer agar tidak
ada toluena yang tersisa pada tabung piknometer.
6. Ditimbang piknometer yang telah diisi sampel serbuk yaitu 3,5 gram dan
dicatat massanya sebagai m3.
7. Dimasukkan toluena hingga penuh sampai tidak ada gelembung udara
ditutupnya dan ditunggu beberapa saat sampai seluruh serbuk mengendap dan
toluena yang tumpah membasahi dinding piknometer maupun tutupnya
dibersihkan dengan tissue hingga benar-benar kering lalu ditimbang dan
dicatat massanya sebagai m4.
8. Dihitung nilai true density menggunakan persamaan (2.1). 𝜌𝜌 toluena yang
diguakan adalah 𝜌𝜌 pada suhu runag 27oC yaitu 0,8669 g/cm3.
9. Dilakukan langkah di atas untuk sampel yang lainnya.

b. Particle Size Analyzer (PSA)


Particle Size Analyzer (PSA) adalah alat untuk mengukur distribusi
partikel. Sampel yang akan diuji yaitu campuran serbuk bentonit, glass bead, dan
Al2O3 yang telah mengalami proses milling dan pengeringan. Metode yang
digunakan adalah Laser Diffraction (LAS) dengan prinsip dynamic light
scattering (DLS). PSA yang digunakan yaitu PSA Cillas 1190 liquid yang
dilengkapi dengan monitor dan CPU. Prosedur kerjanya adalah sebagai berikut :
1. PSA dinyalakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Dilakukan proses pembersihan wadah sampel dengan menekan tombol
cleaning pada layar monitor, lalu menekan tombol 1 (stirrer unit), 2 (stirrer),
dan 3 (sample tank).
3. Input data pada layar komputer sesuai data sampel yang akan diuji.
4. Dilakukan proses background measurement dengan menekan tombol
background measurement pada layar komputer, ditunggu hingga beberapa saat
hingga dilayar muncul tanda berwarna hijau.
5. Sampel dimasukkan ke dalam wadah.
6. Menekan tombol 1, 2, dan 3 menunggu 1-2 menit agar sampel terpecah dan
tidak menggumpal.
7. Menjalankan proses perhitungan distribusi ukuran partikel dengan perhitungan
sebanyak 3 kali.
8. Setelah proses perhitungan selesai, file disimpan dalam bentuk pdf.

3.4.7.2 Pengujian setelah sintering (pelet)


a. Bulk density
Pada pengujian bulk density, sampel yang akan diuji yaitu sampel pelet
yang telah disinter pada suhu 900oC, 1000 oC, 1100 oC dn 1200 oC selama 4 jam.
Pengujian bulk density dilakukan dengan menggunakan metode Archimedes dan
prosedur kerjanya adalah sebagai berikut :
1. Disiapkan peralatan Archimedes(gelas ukur, aquades, neraca digital dan kawat
penggantung sampel), penjepit sampel, dan sampel pelet yang telah dioven
pada temperatur 100oC selama 1 jam.
2. Diletakkan tiang penyangga diatas neraca digital, meletakkan gelas ukur yang
berisi aquades (¾ volume gelas ukur) diatasnya, dan meletakkan kawat
penggantung pada penyangga sampai kawat tenggelam dalam aquades.
3. Diukur temperatur aquades menggunakan termometer.
4. Dikalibrasi neraca digital yang akan digunakan.
5. Dijepit dan diiletakkan pelet ke tempat sampel pada kawat penggantung,
kemudian dicatat hasilnya sebagai mk(massa kering).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Dijepit dan dimasukkan pelet ke tempat sampel yang berada didalam gelas
ukur yang berisi aquades, ditunggu beberapa saat sampai tidak ada gelembung
udara pada pelet, kemudian dicatat hasilnya sebagai mb(massa basah).
7. Dihitung nilai bulk density sampel pelet menggunakan persamaan (2.2).
𝜌𝜌 aquades yang diguakan adalah 𝜌𝜌 pada temperatur 28oC yaitu 0,996262
g/cm3.
8. Dilakukan langkah di atas untuk sampel yang lainnya.

b. Porositas
Pengujian porositas dilakukan untuk mengetahui banyaknya rongga atau
pori yang terdapat dalam suatu sampel pelet yang telah selesai disinter pada suhu
900oC, 1000oC, 1100oC dan 1200oC selama 4 jam. Pengujian porositas
menggunakan metode Archimedes dengan prosedur kerja sebagai berikut :
1. Disiapkan peralatan Archimedes(gelas ukur, aquades, neraca digital dan kawat
penggantung sampel), penjepit sampel, dan sampel pelet yang telah dioven
pada temperatur 100oC selama 1 jam.
2. Diletakkan tiang penyangga diatas neraca digital, meletakkan gelas ukur yang
berisi aquades (¾ volume gelas ukur) diatasnya, dan meletakkan kawat
penggantung pada penyangga sampai kawat tenggelam dalam aquades.
3. Dikalibrasi neraca digital yang akan digunakan.
4. Dijepit dan diletakkan pelet ke tempat sampel pada kawat penggantung,
kemudian dicatat hasilnya sebagai mk(massa kering).
5. Dijepit dan diimasukkan pelet ke tempat sampel yang berada didalam gelas
ukur yang berisi aquades, ditunggu beberapa saat sampai tidak ada gelembung
udara pada pelet, kemudian dicatat hasilnya sebagai mb(massa basah).
6. Direbus pelet menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit pada temperatur
100oC.
7. Dijepit dan diletakkan pelet yang telah direbus ke tempat sampel pada kawat
penggantung, kemudian dicatat hasilnya sebagai mbu(massa basah di udara).
8. Dihitung nilai porositas sampel pelet menggunakan persamaan (2.3).
9. Dilakukan langkah di atas untuk sampel yang lainnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


c. Water absorption
Pengujian water absorption dilakukan untuk mengetahui banyaknya
penyerapan air pada sampel pelet yang telah selesai disinter pada suhu 900oC,
1000oC, 1100oC dan 1200oC selama 4 jam. Pengujian water absorption
menggunakan metode Archimedes dengan prosedur kerja sebagai berikut :
1. Disiapkan peralatan Archimedes(gelas ukur, aquades, neraca digital dan kawat
penggantung sampel), penjepit sampel, dan sampel pelet yang telah dioven
pada temperatur 100oC selama 1 jam.
2. Diletakkan tiang penyangga diatas neraca digital, meletakkan gelas ukur yang
berisi aquades (¾ volume gelas ukur) diatasnya, dan meletakkan kawat
penggantung pada penyangga sampai kawat tenggelam dalam aquades.
3. Dikalibrasi neraca digital yang akan digunakan.
4. Dijepit dan diletakkan pelet ke tempat sampel pada kawat penggantung,
kemudian dicatat hasilnya sebagai mk(massa kering).
5. Dijepit dan diimasukkan pelet ke tempat sampel yang berada didalam gelas
ukur yang berisi aquades, ditunggu beberapa saat sampai tidak ada gelembung
udara pada pelet, kemudian dicatat hasilnya sebagai mb(massa basah).
6. Direbus pelet menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit pada temperatur
100oC.
7. Dijepit dan diletakkan pelet yang telah direbus ke tempat sampel pada kawat
penggantung, kemudian dicatat hasilnya sebagai mbu(massa basah di udara).
8. Dihitung nilai water absorption sampel pelet menggunakan persamaan (2.4).
9. Dilakukan langkah di atas untuk sampel yang lainnya.

d. Kekerasan
Pengujian kekerasan sampel pelet yang telah disinter pada suhu 900oC,
1000oC, 1100oC dan 1200oC selama 4 jam dengan metode pengukuran vickers
dilakukan menggunakan Micro Hardness Tester. Prosedur pengujian kekerasan
menurut standart ASTM E 384-99 yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Permukaan sampel dihaluskan dan diratakan dengan menggunakan amplas
CW-1200, 1500, dan 5000.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Sampel diuji kekerasannya dengan menggunakan mesin uji Micro Hardness
Tester metode pengukuran vickers.
3. Jejak (berbentuk belah ketupat) yang terbentuk setelah proses identasi diukur
diagonalnya dan secara otomatis langsung dapat diketahui berapa
kekerasannya. Dalam pengujian diberikan beban gaya sebesar 300 gram force
dengan waktu penahanan selama 13 sekon.
4. Nilai Hardness vickers dapat dihitung menggunakan persamaan (2.5).
5. Dilakukan langkah di atas untuk sampel yang lainnya.

e. Optical Microscope (OM)


Pengujian dengan Optical microscope (OM) berfungsi untuk melihat
morfologi (bentuk dan ukuran) permukaan dari sampel yang berbentuk pelet.
Pengujian sampel keramik dari variasi suhu sintering pada keramik berbasis
bentonit,glass bead dan Al2O3dilakukan dengan menggunakan Microscope BS-
6000AT. Adapun prosedur pengujian dari Optical Microscope adalah sebagai
berikut :
1. Dihaluskan dan diratakan permukaan sampel dengan menggunakan amplas
CW-1200, 1500, dan 5000.
2. Dibersihkan permukaan sampel dengan menggunakan ultrasonic cleaner.
3. Diletakkan sampel diatas meja preparat.
4. Diamati permukaan sampel menggunakan Optical microscope (OM), dengan
perbesaran 400 kali, kemudian dilakukan pergeseran pada bagian tertentu dari
objek lalu difokuskan.
5. Diambil gambar hasil perbesaran yang telah fokus sebagai gambar yang akan
diamati bentuk dan ukuran permukaannya.

Gambar hasil perbesaran Optical microscope (OM) akan diolah dan


dianalisis menggunakan software ImageJ. Cara untuk memperoleh distribusi pori
menggunakan software ImageJ adalah sebagai berikut :
- Buka software imageJ
- Klik open open file
- Klik straight tarik garis skala 50 μm pada gambar
- Klik analyze set scale

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


known distance : 50 dan unit of length : um
- Klik image type 8-bit
- Klik image adjust threshold apply
- Klik process binary watershed
- Klik analyze set measurements diceklis area, min & max gray value,
area fraction, mean gray value, dan limit to threshold
- Klik analyze analyze particles diceklis display results, clear results,
dan summarize
- Diperoleh luas total dan persen dari area pori

f. X-Ray Diffraction (XRD)


Analisis difraksi sinar-X dilakukan untuk mengetahui perubahan pola
difraksi pada variasi suhu sintering. Besaran-besaran yang diperlukan adalah letak
puncak (2θ) dan intensitas relatifnya serta data indeks miller untuk mengetahui
parameter kisi, struktur kristal dan fasa-fasa yang terbentuk pada sampel. Semua
besaran ini dapat diketahui dengan melihat pola difraksi yang diperoleh dari hasil
analisa XRD.Sampel yang diuji XRD adalah sampel pelet dengan variasi suhu
900oC dan 1100oCyang ditahan selama 4 jam.Dalam penelitian ini, analisis XRD
bertujuan untuk mengetahui fasa yang terbentuk pada setiap variasi suhu yang
dikarakterisasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan keramik berbasis bentonit


dan glass beaddan penambahan Al2O3 sebanyank 30 (wt%) dengan variasi suhu
sinter 900oC, 1000oC, 1100oC dan 1200oC. Serbuk hasil milling campuran ketiga
bahan dijadikan pelet dan disinter hanya pada variasi suhu 900oC, 1000oC, 1100oC
dan 1200oC selama 4 jam. Adapun pengujian yang dilakukan adalah pengujian
setelah milling (serbuk) dan setelah sintering (pelet). Karakterisasi yang dilakukan
meliputi pengujian sifat fisis (densitas, porositas, water absorption), analisa
ukuran partikel menggunakan Particle Size Analyzer (PSA), kekerasan (Hardness
Vickers), analisis struktur mikro menggunakan Optical microscope (OM), serta
analisis fasa dan struktur kristal menggunakan X-Ray Diffraction (XRD).

4.1 Pengujian setelah milling (serbuk)


4.1.1 Pengujian true density
Pengujian true density untuk keramik berbasis bentonit,glass bead dan
alumina dengan variasi suhu sinter 900oC, 1000oC, 1100oC dan 1200oC yang telah
dimilling dengan HEM selama 2 jam dan dikeringkan didalam oven pada suhu
100oC selama 24 jam dilakukan berdasarkan prinsip Archimedes dengan
menggunakan piknometer dan toluena sebagai cairan pembanding. Hasilnya
merupakan nilai true density secara eksperimen, sedangkan nilai true density
campuran ketiga bahan secara teori dihitung menggunakan persamaan (2.2).
Secara teori, nilai true density bentonit (2,70g/cm3), glass bead (2,50 g/cm3), dan
Al2O3 (3,96 g/cm3). Hasil pengujian true density secara eksperimen dan teori
disajikan pada Tabel 5

Tabel 5 Data hasil pengujian true density


Komposisi (wt%) True density (g/cm3)
Bentonit Glass bead Al2O3 Eksperimen Teori
35 35 30 2,35 3,01

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari tabel 5terlihat jelas bahwa secara hasil true density eksperimen masih
jauh mendekati hasil true density teori yaitu sekitar 21 %.Hal ini disebabkan
karena tingkat pencampuran ketiga bahan dan distribusi partikelnya belum
homogen. Bahan keramik yang dibuat memiliki nilai true densityyaitu 2,35g/cm3
dan data hasil pengujian true density terdapat pada lampiran 3.

4.1.2 Particle Size Analyzer (PSA)


Pengujian ini untuk mengetahui distribusi ukuran partikel serbuk keramik
campuran bentonit dan glass beaddan alumina dengan variasi suhu sinter 900oC,
1000oC, 1100oC dan 1200oC dan dilakukan dengan menggunakan alat PSA
(Particle Size Analyzer) Merk Cilas-1190. Gambar 18 menunjukkan hasil
pengujian PSA yaitu ukuran diameter partikel campuran bentonit dan glass bead
dengan penambahan Al2O3 yang telah mengalami proses milling selama 2 jam
menggunakan HEM dan proses pengeringan didalam oven dengan suhu 100oC
selama 24 jam.

Gambar 4.1. Grafik hubungan antara distribusi partikel terhadap ukuran diameter
partikel campuran bentonit dan glass bead dengan penambahan 30
wt% Al2O3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa dalam grafik hubungan antara distribusi
partikel terhadap ukuran diameter partikel campuran bentonit dan glass bead
dengan penambahan 30 wt% Al2O3 masih ada tonjolan puncak histogram dan
bentuk histogram masih relatif besar, artinya tingkat pencampuran bahan masih
belum homogen karena jika campuran bahan homogen maka tidak ada lagi
tonjolan puncak histogram dan bentuk histogram akan semakin kecil atau kurus.
Ukuran diameter partikel pada distribusi 10% artinya rata-rata nilai terkecil dari
ukuran partikelnya, distribusi 50% artinya nilai tengah (median) dari ukuran
partikelnya, distribusi 90% artinya rata-rata nilai terbesar dari ukuran partikelnya,
dan mean diameter artinya ukuran rata-rata diameter partikel secara keseluruhan.
Bahan keramik yang dibuat memiliki ukuran partikel 4,27 μ m dan data hasil
pengujian PSA (Particle Size Analyzer) terdapat pada lampiran 4.

4.2 Pengujian sifat fisis


4.2.1 Pengujian bulk density
Pengujian bulk density untuk keramik berbasis bentonit,glass beaddan
alumina dengan variasi suhu sinter 900oC, 1000oC, 1100oC dan 1200oC yang
disinter selama 4 jam dilakukan berdasarkan prinsip Archimedes (ASTM C373-
88). Hasil pengujian bulk density disajikan pada Tabel 6

Tabel 6 Data hasil pengujian bulk density

Suhu Sinter (oC) Bulk Density(g/cm3)


900 2,37
1000 2,39
1100 2,43
1200 1,56

Dari tabel y dapat dibuat grafik hubungan antara nilai bulk density
campuran bentonit dan glass bead terhadap penambahan Al2O3 seperti
diperlihatkan pada gambar 10. Dari tabel 6 dan gambar 10 menunjukkan bahwa
semakin tinggi suhu sinter maka menyebabkan kenaikan nilai bulk density atau
keramik yang dibuat cenderung bertambah padat.Tetapi pada suhu 1200oC nilai
bulk density menurun karena telah terjadi deformasi pada sampel, yaitu perubahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bentuk sampel disebabkan karena suhu yang terlalu tinggi sehingga permukaan
sampel terjadi pengglatsiran, permukaan sampel keras dan bagian dalam sampel
kopong. Fenomena ini menunjukkan bahwa saat proses sintering, energi berupa
panas mengaktifkan proses difusi antara butiran sehingga terjadi pertumbuhan
butir dan eliminasi pori yang ada diantara butir, akibatnya terjadi proses
densifikasi atau pemadatan yang diikuti dengan penyusutan volum tetapi tidak
diikuti perubahan massa (Sebayang, 2007). Bahan keramik yang dibuat memiliki
nilai densitas antara 2,37 – 1,56g/cm3 dan data hasil pengujian bulk density
terdapat pada lampiran 3.

Bentonit 35 + glass bead 35 + Alumina 30 (% wt)


2,9
Bulk density ((g/cm³)

2,6 2.43
2.39
2,3 2.37

2,0

1,7 1.56
1,4
900 1000 1100 1200
Temperatur (oC)

Gambar 10 Hubungan antara bulk density bentonit,glass beaddan alumina dengan


variasi suhu sinter 900oC, 1000oC, 1100oC dan 1200oC selama 4
jam

4.2.2 Pengujian porositas


Pengujian porositas untuk keramik berbasis bentonit,glass beaddan
alumina dengan variasi suhu sinter 900oC, 1000oC, 1100oC dan 1200oC selama 4
jam dilakukan berdasarkan prinsip Archimedes (ASTM C373-88). Hasil
pengujian porositas disajikan pada Tabel 7

Tabel 7 Data hasil pengujian porositas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Temperatur (oC) Porositas (%)
900 5.30
1000 2.42
1100 1.91
1200 1.71

Dari tabel 7 dapat dibuat grafik hubungan antara nilai porositas campuran
bentonit,glass beaddan alumina terhadap variasi suhu sinter seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 11 dibawah ini :

Bentonit 35 + glass bead 35 + Alumina 30 (% wt)


6
5.30
5
Porositas (%)

3
2.42
1.91 1.71
2

0
900 1000 1100 1200

Temperatur ( ⁰C)

Gambar11 Hubungan antara porositas bentonit,glass beaddan alumina terhadap


variasi suhu sinter yang di tahan selama 4 jam

Dari Tabel 7 dan gambar 11 menunjukkan bahwa semakin banyak


penambahan Al2O3 menyebabkan penurunan nilai porositas atau keramik yang
dibuat memiliki jumlah pori yang semakin kecil. Sehingga porositas memiliki
korelasi berbanding terbalik dengan densitas, dimana sampel yang cenderung
padat memiliki pori yang semakin kecil karena pengaruh proses sintering. Bahan
keramik yang dibuat memiliki nilai porositas antara 5,30 – 1.71 % dan data hasil
pengujian porositas terdapat pada lampiran 3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2.3 Pengujian water absorption
Pengujian water absorption untuk keramik berbasis ,glass beaddan
alumina dengan variasi suhu sinter 900oC, 1000oC, 1100oC dan 1200oC selama 4
jam dilakukan berdasarkan prinsip Archimedes (ASTM C373-88). Hasil
pengujian porositas disajikan pada Tabel 8

Tabel 8. Data hasil pengujian water absorption


Temperatur (oC) Water absorption (%)
900 2.35
1000 1.035
1100 0.9
1200 1.11

Dari Tabel 8 dapat dibuat grafik hubungan antara nilai water absorption
campuran bentonit ,glass beaddan alumina terhadap varasi suhu sinter seperti
yang diperlihatkan pada gambar 12 dibawah ini :

Bentonit 35 + glass bead 35 + Alumina 30 (% wt)


4
Water absorption (%)

3
2.35
2

1.035 1.11
1 0.8

0
900 1000 1100 1200
Temperatur (⁰C)

Gambar 4.5. Hubungan antara water absorption bentonit, glass beaddan alumina
terhadap varasi suhu sinter yang dithan selama 4 jam

Dari Tabel 8 dan Gambar 12 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu


sinter maka semakin mengalami penurunan nilai water absorption. Sehingga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


water absorption memiliki korelasi berbanding terbalik dengan densitas dan
berbanding lurus dengan porositas, dimana sampel yang cenderung padat
memiliki pori yang semakin kecil sehingga menyerap air lebih sedikit. Bahan
keramik yang dibuat memiliki nilai water absorption antara 2,35 – 1,11 % dan
data hasil pengujian water absorption terdapat pada lampiran 3.

4.3 Analisis struktur mikro menggunakan Optical Microscope (OM)


Analisis struktur mikro untuk keramik berbasis bentonit,glass beaddan
alumina dengan variasi suhu sinter 900oC, 1000oC, 1100oC dan 1200oC selama 4
jam dilakukan menggunakan Optical Microscope (OM). Pengamatan
mikrostruktur dilakukan dengan mengamati gambar morfologi permukaan sampel.
Hasil pengamatan dengan Optical Microscope (OM) ditunjukkan pada Gambar 13

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 13 Gambar morfologi permukaan keramik berbasis bentonit,glass


beaddan alumina dengan variasi suhu sinter yang ditahan selama 4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


jam dengan penambahan variasi suhu sinter (a) 900oC (b) 1000oC (c)
1100oC dan (d) 1200oC pada perbesaran 400x

Berdasarkan hasil pengamatan Optical Microscope pada gambar 13 dapat


disimpulkan bahwa distribusi bentonit dan glass bead semakin merata dengan
peningkatan suhu. Hal ini disebabkan karena Al2O3 dapat mengontrol dan
mengimbangi pelelehan bentonit dan glass bead pada saat proses sintering
(Barsoum, 2003). Dari morfologi permukaan sampel, gambar yang tidak fokus
diidentifikasi sebagai pori pada keramik. Selain itu, OM tidak memungkinkan
menghitung luas pori tetapi dapat melihat pori. Dan terlihat pada gambar (d) hasil
pori yang ditampilkan pada permukaan sangat besar, hal ini disebabkan karena
sebelum proses OM ini di lakukan, sampel terlebih dahulu dipoles pada kertas
poles, sehingga permukaan sampel semula yang terjadi pengglatsiran digantikan
dengan bagian dalam sampel yang kopong. Gambar hasil pengamatan dengan
menggunakan Optical Microscope terdapat pada lampiran 5.

4.4 Analisis X-Ray Diffraction (XRD)


Analisis fasa dan struktur kristal untuk keramik berbasis bentonit,glass
bead dan alumina dengan variasi suhu 900oC dan 1100oCselama 4 jam dilakukan
menggunakan X-Ray Diffraction (XRD). Hasil analisis X-Ray Diffraction (XRD)
ditunjukkan pada Gambar 14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 14 Pola difraksi sinar-X pada keramik bentonit,glass beaddan alumina
dengan variasi suhu sinter yang ditahan selama 4 jam

Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa pada suhu sinter 900⁰C dan
1100⁰C telah terbentuk dua fasa, yaitu anorthite (Al2CaSi2O8) sebagai fasa mayor
dan microline (KAlSi3O8) sebagai fasa minor. Fasa anorthite mempunyai struktur
kristal triclinic dengan parameter kisi (a = 8.171 Å, b = 12.924 Å, dan c = 14.223
Å) dan fasa microline juga mempunyai struktur kristal triclinic dengan parameter
kisi (a = 8.0764 Å, b = 12.8471 Å, dan c = 6.9991 Å). Fasa anorthite dan
microline mempunyai tampilan seperti kaca (vitreous) dan rapuh (brittle) serta
memilki nilai densitas masing-masing yaitu 2.752 g/cm3 dan 2.855 g/cm3. Selain
itu, anorthite dan microline mempunyai nilai kekerasan 6 skala mohs atau sekitar
> 630 kgf/mm2 dan hal ini dapat dibuktikan dari hasil pengujian kekerasan
menggunakan metode Vickers.Data hasil analisis menggunakan XRD terdapat
pada lampiran 6.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.5 Pengujian Kekerasan (Hardness Vickers)
Pengujian kekerasan untuk keramik berbasis,glass beaddan alumina
dengan variasi suhu sinter 900oC, 1000oC, 1100oC dan 1200oC selama 4 jam
dilakukan dengan metode Vickers menggunakan Microhardness Tester. Hasil
pengujian kekerasan disajikan pada tabel 9.Rata – rata Hv (kgf/mm2), Hardness
vickers (kgf/mm2)

Tabel 9 Data Hasil pengujian kekerasan (Hardness Vickers)

Tempertaur (oC) Hardness vickers (kgf/mm2)

900 631,76
1000 684,55
1100 878,29

Dari Tabel 9 dapat dibuat grafik hubungan antara nilai kekerasan


campuran bentonit, glass beaddan alumina terhadap variasi suhu sinter seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 15 dibawah ini :

Bentonit 35 + glass bead 35 + Alumina 30 (% wt)


1000
Kekerasan, HV (kgf/mm²)

900 878,29

800

684,55
700

600 631,76

500
900 1000 1100
Temperatur ( ⁰C)
Gambar 15 Hubungan antara kekerasan keramik berbasisi bentonit, glass beaddan
alumina terhadap variasi suhu sinterdengan penahanan waktu selama
4 jam

Dari hasil pengujian kekerasan (HV) pada Ttabel 9 dan Gambar


15menunjukkanadanya korelasi berbanding lurus dengan penambahan suhu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sinter..Berarti semakin tinggi suhu maka keramik campuran bentonit dan glass
bead cenderung bertambah padat, kuat dan keras. Bahan keramik yang dibuat
memiliki nilai kekerasan antara 631,76 – 878,29 kgf/mm2. Pada suhu 1200oC
hasil pengujian kekerasan tidak dapat dtampilkan, karena pori yang terdapat pada
permukaan sampel yang sudah dipoles terlalu besar, sehingga tidak dapat diukur
nilai kekerasannya. Hasil pengujian kekerasan ini membuktikan bahwa nilai
kekerasan keramik berbasis bentonit,glass bead dan alumina dengan variasi suhu
sinter mendekati nilai kekerasan dari fasa yang terbentuk dari hasil analisis
menggunakan XRD yaitu anorthite dan microline yang mempunyai nilai
kekerasan 6 skala mohs atau > 630 kgf/mm2. Gambar hasil pengujian kekerasan
(Hardness Vickers) terdapat pada lampiran 7.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Telah dilakukan pembuatan keramik berbasis bentonit, glass bead dan
alumina dengan variasi suhu sinter 900oC, 1000oC, 1100oC dan 1200oC
selama 4 jam yang dimilling selama 2 jam menggunakan HEM.
2. Dari hasil pengujian sifat fisis dan mekanis didapati bahwa semakin tinggi
suhu sinter yang dilakukan terhadap sampel menyebabkan nilai bulk density
dan kekerasan cenderung semakin meningkat. Tetapi pada suhu 1200oC
sampel terdeformasi akibat suhu yang terlalu tinggi, sehingga menyebabkan
nilai bulk density menurun dan nilai kekerasa tidak dapat diukur. Sedangkan
nilai porosity dan water absorption cenderung menurun.
3. Kondisi optimum diperoleh pada suhu sinter mencapai 1100oC selama 4 jam
menghasilkan nilai bulk density2,43 g/cm3, porosity 1,91 %, water
absorption 0,8 % dan kekerasan 878,29 kgf/mm2.
4. Hasil analisis fasa dan struktur Kristal menggunakan XRD (X-Ray
Diffraction) pada keramik berbasis bentonit, glass bead dan alumina dengan
variasi suhu sinter 900oC, 1000oC, 1100oC dan 1200oC terdapat dua fasa
yang terbentuk yaitu fasa mayor anorthite (Al2CaSi2O8) dan fasa minor
microline (KAlSi3O8).

5.2 Saran
Untuk proses penelitian lebih lanjut dalam pembuatan keramik berbasis
bentonit, glass bead dan alumina dengan variasi suhu sinter disarankan :
1. Dalam penelitian lebih lanjut perlu dilakukan pengujian SEM untuk dapat
lebih detail mengetahui fasa apa saja yang terbentuk.
2. Dalam penelitian lebih lanjut pe0rlu dikaji lebih lanjut tentang fasa yang
terbentuk terhadap keramik berbasis bentonit, glass bead dan alumina
dengan variasi suhu sinter.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M.R. et al. 2005, Determination of Sintering Mechanism and Grain


Growth kinetics of MgO-Doped Al2O3,Journal JTM Vol. XII.

Gernot, K. 1988. High-Tech Ceramics.Academic Press. Zurich. Pp 100-118.


Alemdar. A., Öztekin. N., B. Erim. F., I. Ece. Ö., &Güngör. N.
(2005).“Effects of Polyethyleneimine Adsorption on Rheology of
Bentonite Suspensions”. Bull. Mater. Sci. No. 28. p. 287–291.

Grim, R. E. (1968).Clay Mineralogy 2nd Edition.McGrawth Hill: New York.

Gillson. 1960. AktivasiBentonitdenganLimbahSulfat.Serpong :InstitutTeknologi


Indonesia

Grim, R.E and N.Guven .1978.Bentonites; Geology, Mineralogy , Properties and


Uses. Amsterdam , New York & Oxford: Elsevier Scien-tific Publishing
Company.

Harefa, F. B. 2009. PemanfaatanLimbahPadat Pulp Gritsdan Dregs dengan


Penambahan Kaolin sebagaiBahanPembuatanKeramikKonstruksi.
Skripsi.DepartemenFisika. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Isman, MT., D. I. Sardjono, Sukosrono, &Kimolo, E. 2000.Penentuan


KomposisiBahan Mineral
PenyusunKeramikUntukImmobilisasiLimbahRadioaktif.ProsidingPertemu
andanPresentasiIlmiahPenelitianDasarIlmuPengetahuandanTeknologiNu
klir.P3TM-BATAN.Yogyakarta.

Joeliangsih.2004.”Peningkatan KualitasKeramikDenganPenambahanSekapPadi
Dan bambu”,Makalah. IPB : Bogor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kopeliovich, Dimitri. 2010. Alumina Ceramics. Substances and Technologies.2nd
international conference on “High Tech Aluminas and Unfolding their
Business Prospect”.Kolkata. India.

Labaik, G., 2006, KajianBentonit di KabupatenTasikmalaya,


JurnalKajianterhadapBentonit di
KabupatenTasikmalayadanKemungkinannyaDijadikanBahanPembersihMi
nyakSawit (CPO), Bandung

Louet Nicolas. dkk., 2007, SinterringBehaviour and microstructural evolution of


ultrapure α-alumina containing low amounts of SiO2, France : University
de Lyon.

Mkrtchyan, R. V., A. A. Ismatov, & R. A. Musaev. 2002. Clay Shale from The
Dzherdanakskoe Deposit: a High-Quality Ceramic Material. Journal Glass
and Ceramics. Vol 59, Nos. 5-6, 2002, 177-179.

Munir, S dan A,Komarudin.1979.


”PengubahanBentonitKalsiumMenjadibentonitNatrium
“.JurnalIlmiah.Bandung :DirektoratJenderalPertambanganUmum,
PusatPengembangantekbologi Mineral.

Pearson,Chris. 2008. Bahan-BahanKeramik.http://www.satumulutsejutakata.com.


DiaksespadahariSenin 27 maret 2017, 13:01

PuslitbangTekmira. (2005). Bentonit.[Online].Tersedia:


http://www.tekmira.esdm.go.id/data/Bentonit/ulasan.asp?xdir=Bentonit&c
ommId=8&comm=Bentonit. [15 maret 2017].

Riyanto, A. 1994.BahanGalianIndustri .Jakarta :DirektoratjenderalPertambangan

Rusmiasih.(2005). Bentonite. Bandung: PD. AgribisnisdanPertambangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Subari&Hidayati. W. Sri. 2010. PemanfaatanLimbahPorongsebagaiBahan
AditifpadaPembuatanGlasir.JurnalInformasiTeknologiKeramikdan
Gelas31 (1): 9 – 24.

Subiyanto, H. &Subowo. 2003. PengaruhTemperatur Sintering TerhadapSifat


MekanikKeramik Insulator Listrik.JurnalTeknikMesin, Volume 3,
Nomor 1, Januari 2003.ITS. Surabaya.

Umah, S. 2010. KajianPenambahan Abu


SekamPadidariBerbagaiSuhuPengabuanterhadapPlastisitas
Kaolin.Skripsi.Jurusan Kimia. UIN Malang.

Utracki, L., A., Kamal, M. R., 2002, Clay Containing Polymeric Nanocomposite,
Halaman 27, 43-67. UEA: The Arabian Journal for Science and
Engineering.

Vlack, L. V. (Penerjemah: Ir. SriatieDjaprie). 1994. Element of Materials Science


and Engineering (IlmudanTeknologiBahan). Jakarta: Erlangga.

Vlack, V. 1994.IlmudanTeknologiBahan (IlmuLogamdan Non Logam),


Edisikelima.AlihBahasaSriatiDjaprie. Fak.TeknikMetalurgi. Universitas
Indonesia.Cetakanke-empatErlangga. Jakarta.

Vlack,Van Lawrence. 2004. “Elemen – ElemenIlmu Dan Rekayasa


Material”,EdisiKeenam, University Og Michigan: Ann Arbor og
Michigan, dterjemahkanDjaparieSriati, UniversitasIndonesia,Erlangga :
Jakarta

Vlack Van and H. Lawrench. 1992. IlmudanTeknologiBahan (IlmuLogamdan


NonLogam). Edisikelima.AlihBahasa: SriatiDjaprie. Erlangga. Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 1
ALAT DAN BAHAN PENELITIAN

1. AlatPenelitian

High Energy Milling (HEM) Oven

Alattrue density Peralatan Archimedes

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Magnetic stirrer Neraca digital (2 digit)

Jar mill(100 ml) Molding (diameter 16 mm)

Ball mill (120 gram) Bata tahanpanas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Spatula Corong Piknometer (PYREX 50 ml)

Saringan GelasUkur

Hair dryer Amplas CW-1200

Penjepit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penjepitkrus

Jangkasorong digital

Ultrasonic cleaner Thermolyne furnace high temperature


KSL-1700X

Particle Size Analyzer (PSA) Cilas 1190

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Universal Testing Machines (HT-8346 Electric Control Unit)

Microhardness Tester LECO LM-100AT

Optical Microscope BEST-SCOPE Pax-Com

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


X-Ray DiffractionRigakuSmartlab
2. Bahanpenelitian

Bentonit Glass bead (SiO2)

Al2O3 (Merck KGaA, Germany) ResinepoksidanKatalis MEKPO

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Aseton Toluena Aquades
LAMPIRAN 2
PROSES PEMBUATAN SAMPEL KERAMIK

1. Bahanbentonit, glass bead, dan Al2O3 yang telahditimbang

Sampel : 30% Al2O3

2. Proses metalurgiserbukdenganwet milling menggunakan HEM selama 2 jam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Sampelhasilmilling dikeringkandidalam oven padasuhu 100oC selama 24 jam

4. Sampelserbukhasilmilling yang sudahdikeringkan

5. Proses kompaksidenganmetodecetaktekan (die pressing) padatekanan 80


kgf/cm2padasuhuruang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Sampel serbuk ditambahkan resin dan katalis

b. Sampel serbuk diaduk sampai resin dan katalis tercampur rata

c. Sampel serbuk dimasukkan ke dalam molding dan di tekan sampai padat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


d. Sampel di kompaksi menggunakan alat magnetic field press selama 2
menit dan hasil cetakan berupa pelet dengan diameter 16 mm, tebal 6 mm,
dan massanya 2,5 gram

6. Hasil sampel pelet sebelum sintering

A B C D

7. Hasilsampelpeletsetelah sintering padasuhu 900oC. 1000oC, 1100oC DAN


1200oCselama 4 jam

A B C D

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 3
DATA HASIL PENGUJIAN SIFAT FISIS

3. True density
a. True density eksperimen
Mengukurtrue densitydenganmenggunakanrumus :
𝑚𝑚3 − 𝑚𝑚1
𝜌𝜌𝑠𝑠 = × 𝜌𝜌𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
(𝑚𝑚2 − 𝑚𝑚1 ) − (𝑚𝑚4 − 𝑚𝑚3 )
Keterangan :
𝜌𝜌𝑠𝑠 : true densityserbuk (g/cm3)
𝑚𝑚1 : massapicnometerkosong (gram)
𝑚𝑚2 : massapicnometerdiisicairan (gram)
𝑚𝑚3 : massapicnometerdiisiserbuk (gram)
𝑚𝑚4 : massapicnometerdiisiserbukdancairan (gram)
𝜌𝜌𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 : Densitas toluena (g/cm3)

True densityeksperimenvariasisuhu sintering


m1(gra m2(gra m3(gra m4(gra m3 - m2 - m4 - ρ ρ
Perc.
m) m) m) m) m1(gra m1(gra m3(gra toluena serbuk(

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


m) m) m) (g/cm3) g/cm3)
1 31.527 74.965 35.027 77.155 3.5 43.438 42.128 0.8669 2.316
2 31.527 74.965 35.027 77.157 3.5 43.438 42.130 0.8669 2.319
3 31.527 74.965 35.027 77.154 3.5 43.438 42.127 0.8669 2.314
Al2O3 (30 wt%), ρrata - rata 2.316

b. True density teori


1. True densityBentonit = 2,70g/cm3
2. True density Glass bead = 2,50 g/cm3
3. True density Al2O3 = 3,96 g/cm3
4. True density campurandihitungdenganpersamaan :
𝜌𝜌𝐶𝐶 = (X wt%) 𝜌𝜌𝑋𝑋 + (Y wt%) 𝜌𝜌𝑌𝑌 + (Z wt%) 𝜌𝜌𝑍𝑍
Keterangan :
𝜌𝜌𝐶𝐶 : densitascampuran (g/cm3)
𝜌𝜌𝑋𝑋 , 𝜌𝜌𝑌𝑌 , 𝜌𝜌𝑍𝑍 : densitas bentonit, glass bead, Al2O3secarateori (g/cm3)
X, Y, Z (wt%) : dampelbentonit, glass bead, Al2O3

True densityteorivariasisuhu sintering


𝜌𝜌 campuran
X (wt%) 𝜌𝜌𝑋𝑋 Y (wt%) 𝜌𝜌𝑌𝑌 Z (wt%) 𝜌𝜌𝑍𝑍
(g/cm3)
35 2.70 35 2.50 30 3.96 3.008

Kesimpulannilai true density secaraeksperimendanteori :

Komposisibent Komposisi Komposisi 𝜌𝜌 eksperimen 𝜌𝜌 teori


onit (wt%) glass bead (wt%) Al2O3 (wt%) (g/cm3) (g/cm3)

35 35 30 2.32 3.01

4. Bulk density
Mengukurbulk densitydenganmenggunakanrumus :
𝑚𝑚𝑘𝑘
𝜌𝜌𝑝𝑝 = × 𝜌𝜌𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑚𝑚𝑘𝑘 − 𝑚𝑚𝑏𝑏
Keterangan :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


𝜌𝜌𝑝𝑝 : bulkdensitypelet (g/cm3)
𝑚𝑚𝑘𝑘 : massa kering pelet (gram)
𝑚𝑚𝑏𝑏 : massa basah pelet (gram)
𝜌𝜌𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 : densitas aquades (g/cm3)

Suhuaquades = 28oC dansuhu sinter = 900oC, 1000oC, 11000oC dan 1200oC


Bulk densityvariasisuhu sintering
ρ
mk –
Perc. mk(gram) mb(gram) aquades(g/c ρpelet(g/cm3)
mb(gram)
m3)
1 2.123 1.231
2 2.122 1.231 Suhu 900oC
3 2.124 1.231
Rata-rata 2.123 1.231 0.892 0.996262 2.371

1 2.124 1.237
2 2.124 1.237 Suhu 1000oC
3 2.124 1.237
Rata-rata 2.124 1.237 0.887 0.996262 2.385

1 2.125 1.255
2 2.125 1.255 Suhu 1100oC
3 2.125 1.255
Rata-rata 2.105 1.255 0.87 0.996262 2.433

1 2.057 0.74
2 2.056 0.75 Suhu 1200oC
3 2.058 0.73
Rata-rata 2.057 0.74 1.317 0.996262 1.565

5. Porositasdanwater absorption
Mengukurporositasdenganmenggunakanrumus :
𝑚𝑚𝑏𝑏𝑏𝑏 − 𝑚𝑚𝑘𝑘
𝑃𝑃 = × 100%
𝑚𝑚𝑏𝑏𝑏𝑏 − 𝑚𝑚𝑏𝑏
Mengukurwater absorptiondenganmenggunakanrumus :
𝑚𝑚𝑏𝑏𝑏𝑏 − 𝑚𝑚𝑘𝑘
𝐴𝐴 = × 100%
𝑚𝑚𝑘𝑘

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Keterangan :
𝑃𝑃 : porositas pelet (g/cm3)
𝐴𝐴 : water absorptionpelet (g/cm3)
𝑚𝑚𝑘𝑘 : massa kering pelet (gram)
𝑚𝑚𝑏𝑏 : massa basah pelet (gram)
𝑚𝑚𝑏𝑏𝑏𝑏 : massa basah di udara pelet (g/cm3)

Porositasdanwater absorptionvariasisuhu sintering


Suhu sinter = 900oC, 1000oC, 1100oC dan 11200oC
mbu(gr mbu – mbu – Water
mk(gra mb(gra Porositas(
Perc. am) mk(gram mb(gram absorption (%)
m) m) %)
) )
1 2.123 1.231 2.173
2 2.123 1.231 2.173 Suhu 900oC
3 2.123 1.231 2.173
Rata-rata 2.123 1.231 2.173 0.05 0.942 5.307 2.355

1 2.123 1.231 2.146


2 2.123 1.231 2.145 Suhu 1000oC
3 2.123 1.231 2.147
Rata-rata 2.123 1.231 2.146 0.022 0.909 2.420 1.035

1 2.123 1.231 2.142


2 2.123 1.231 2.142 Suhu 1100oC
3 2.123 1.231 2.142
Rata-rata 2.123 1.231 2.142 0.017 0.887 1.916 0.8

1 2.123 1.231 2.08


2 2.123 1.231 2.08 Suhu 1200oC
3 2.123 1.231 2.08
Rata-rata 2.123 1.231 2.08 0.023 1.34 1.716 1.118

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 4

HasilPengukuranOptical Microspcop

a. 900oC
Percobaan 1

Percobaan 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. 1000oC
Percobaan 1

Percobaan 2

c. 1100oC
Percobaan 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Percobaan 2

d. 1200oC
Percobaan 1

Percobaan 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 5

HARDNESS VICKERS

a. 900oC
Percobaan 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Percobaan 2

Percobaan 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai