NIM : 171244032
Kelas : 1 PM
KOROSI DAN DEGRADASI MATERIAL
1.1. Definisi Korosi
Sebagian besar material mengalami beberapa jenis interaksi dengan sejumlah besar
lingkungan yang beragam. Seringkali, interaksi semacam itu merusak fungsi material sebagai
akibat dari kerusakan sifat mekaniknya (misalnya, keuletan dan kekuatan), sifat fisik lainnya,
atau penampilan. Terkadang, mengecewakan seorang insinyur desain, sifat degradasi bahan
untuk beberapa aplikasi diabaikan, dengan konsekuensi yang merugikan.
Mekanisme deterioratif berbeda untuk ketiga jenis material. Dalam logam, ada
kerugian material aktual baik oleh korosi atau oleh pembentukan skala non-logam (oksidasi).
Bahan keramik relatif tahan terhadap deteriorasi, yang biasanya terjadi pada suhu tinggi atau
agak ekstrim lingkungan; proses ini sering juga disebut korosi. Untuk polimer, mekanisme
dan konsekuensi berbeda dengan logam dan keramik, Degradasi merupakan istilah yang
paling sering digunakan. Polimer dapat melarutkan ketika terkena cairan pelarut, atau mereka
mungkin menyerap pelarut dan membengkak, juga, elektromagnetik radiasi (terutama
ultraviolet) dan panas dapat menyebabkan perubahan dalam molekul struktur mereka.
Kerusakan masing-masing jenis bahan tersebut akan dibahas dalam makalah ini, yang khusus
terkait dengan mekanisme, ketahanan terhadap serangan berbagai lingkungan, dan langkah-
langkah untuk mencegah atau mengurangi degradasi.
1.5. Passivasi
Passivasi logam adalah rintangan korosi akibat pembentukan produk korosi sebagai
lapisan protektif yang menghambat kelangsungan reaksi. Dengan definisi lain bahwa pasivasi
logam merupakan peristiwa kehilangan reaktifitas reaksi logam akibat keberadaan kondisi
lingkungan tertentu. Sejumlah logam dan paduan teknik menjadi pasif dan bahkan sangat
tahan korosi dalam lingkungan oksidator sedang sampai kuat. Contoh logam yang memiliki
sifat pasivasi adalah baja tahan karat (Stainless Steel), Nikel dan sejumlah paduan Nikel,
Titanium dan paduannya, Aluminium dan paduannya.
Pasivasi logam yang dinyatakan dalam laju korosi diilustrasikan dengan kurva polarisasi
pada Gambar berikut.
Kurva polarisasi menunjukkan hubungan antara potensial logam dengan rapat arus.
Perilaku pasivasi logam M dinyatakan sebagai rapat arus. Pada titik A, logam dalam kondisi
potensial equilibrium dan rapat arus 𝑖0 . Ketika potensial logam menjadi lebih positif, logam
berperilaku sebagai logam aktif, rapat arus 𝑖c dan laju reaksi meningkat secara eksponensial.
Ketika potensial logam lebih positif sampai mencapai Epp dan rapat arus 𝑖passif , laju korosi
menurun drastis. Pada potensial Epp , terbentuk lapisan protektif pada permukaan logam dan
menurunkan reaktifitas logam. Jika potensial logam makin positif, rapat arus masih tetap 𝑖passif
sampai batas daerah pasif. Peningkatan potensial lebih lanjut melampaui daerah pasif
menyebabkan logam menjadi aktif kembali dan rapat arus meningkat dalam daerah
transpasif.
1.6. Pengaruh Lingkungan
Variabel dari korosi lingkungan seperti kecepatan fluida, temperatur,dan komposisi akan
berpengaruh pada sifat korosi material yang mengalami kontak dengan nya. Misalnya,
dengan menaikan kecepatan fluida akan dapat mempertinggi laju korosi. Laju dari reaksi
kimia mengalami kenaikan apabila temperature dinaikan, ini biasanya juga berperan dalam
menaikan laju korosi. Menaikan konsentrasi dari spesies korosif juga dapat mempercepat laju
korosi. Bagaimanapun, untuk kemampuan material terhadap pasivasi,menaikan jumlah
konten korosif dapat mengakibatkan transisi dari aktiv menjadi pasiv,berdasarkan
pertimbangan reduksi pada korosi. Lingkungan dengan sirkulasi oksigen yang berbeda akan
memberikan laju korosi yang berbeda pula pada sebuah logam. Sirkulasi oksigen yang bagus
akan mendorong terjadinya reaksi katodik sebaliknya daerah stagnant akan mendorong
terjadinya reaksi anodic (korosi) misalnya pada ruang pengap, celah sempit dll.
Mekanisme dari piting sendiri hampir sama dengan korosi celah dimana
oksidasi terjadi pada lubang nya, sementara itu reduksi terjadi pada permukaan
nya.
1.7.5. Korosi batas butir
Korosi batas butir merupakan korosi yang terjadi pada batas butir dan
merupakan tempat mengumpulnya impurity dan prospitat dan lebih tegang. Tipe
dari korosi ini pada umumnya terjadi pada stainless steels . saat panas suhu
berada diantara 500 sampai 800 dalam periode waktu yang lama,logam
campuran biasanya menjadi sensitive terhadap serangan batas butir. Dipercayai
bahwa perlakukan panas dapat menyebabkan terbentuknya susunan lapisan
endapan kecil partikel kromium karbida yang terbentuk karena reaksi antara
kromium dan karbon yang ada pada stainless steel. Karbon dan kromium harus
menyebar pada batas butir untuk membentuk lapisan endapan, yang
meninggalkan area kromium yang terkuras pada perbatasan dengan batas butir,
akibatnya area sekitar batas butir menjadi mudah terkorosi.
1.7.6. Selective leaching
Selective leaching biasanya terjadi pada paduan, dimana salah satu komponen
pada suatu paduan larut dan mengakibatkan paduan yang tersisa menjadi berpori
dan ketahanan nya terhadap korosi berkurang.
1.7.7. Korosi erosi
Korosi erosi terjadi karena gerakan relatif antara fluida korosi dengan
permukaan logam. Pada dasarnya semua paduan logam mudah untuk terkena
korosi erosi. Ini khususnya sangat membahayakan untuk paduan yang
berpasivasi dengan membentuk lapisan pelindung tipis, karena serangan abrasif
akan mengerosi lapisan tersebut. Apabila lapisan tidak mampu untuk
memperbaiki ulang secara terus menerus dan cepat, maka korosi akan terjadi
secara hebat.
Sifat dari fluida dapat secara dramatis berpengaruh pada sifat korosi.
Menaikan kecepatan fluida akan mempertinggi laju korosi. Korosi erosi umunya
terjadi pada pipa misalnya pada belokan pipa, siku, dan perubahan diameter pada
pipa. Salah satu cara terbaik untuk mengurangi korosi erosi adalah dengan
mengganti desain untuk menghilangkan pergerakan fluida dan efek tubrukan.
1.7.8. Korosi tegangan
Korosi tegangan terjadi akibat adanya retakan karena adanya tegangan tarik
dan media korosif secara bersamaan. Faktanya material yang bersifat iner pun
dapat dengan mudah terkorosi tegangan apabila tegangan diberikan. Paduan juga
dapat mudah terkena korosi tegangan dalam lingkungan yang spesifik,
khususnya pada saat level tegangan sedang. Misalnya stainless steel yang
mengalami korosi tegangan saat berada dalam larutan yang mengandung ion
klorin, sedangkan kuningan mudah diserang saat tidak terlindung pada ammonia.
Retakan batas butir pada korosi tegangan ditunjukan oleh gambar berikut.
Tegangan yang dihasilkan oleh retakan korsi tegangan tidak perlu secara
eksternal di perlihatkan. Ini mungkin bisa berupa sisa yang dihasilkan karena
perubahan suhu secara cepat dan terjadinya kontraksi yang tidak seimbang, atau
untuk 2 fase dari paduan dimana masing-masing fase memiliki perbedaan
koefisin pemuaian.
Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau secara total menghilangkan
korosi tegangan adalah dengan memperkecil besar tegangan , dan dengan
mengurangi beban eksternal serta menaikan area persimpangan setempat untuk
terjadinya tegangan.
1.7.9. Hydrogen embrtilement
Berbagai paduan logam mengalami pengurangan yang signifikan atas
kelembutan dan kekuatan tarik nya ketika atom hydrogen menembus material
tersebut. Fenomena ini disebut dengan hydrogen embritilment . hydrogen
embritilement merupakan salah sata tipe cacat logam. Hydrogen dalam susunan
atom ini menyebar secara interestial melalui kisi-kisi Kristal dan konsentrasi nya
paling rendah sekitar beberapa juta bagian yang dapat meretak.
Hydrogen embriltilement hampir sama dengan korosi tegangan bahwa dalam
keadaan normal logam lentur mengalami britile fraktur saat mengalami tegangan
tarik dan korosi atmosfer. Namun kedua fenomena ini dapat dibedakan
berdasarkan interaksi nya terhadap arus listrik.
Saat hidrogen embritilement terjadi, beberapa sumber dari hidrogen harus ada,
selain itu juga ada kemungkinan untuk terbentuk susunan dari spesies atomnya.
Situasi dimana kondisi tersebut dapat terjadi misalnya seperti dalam peristiwa
berikut
- Pengasinan baja dalam asam sulfur
- Elektropating
- Terbentuknya uap air pada suhu tinggi atau pada pemberian panas
Baja dengan kekuatan tinggi bersifat mudah mengalami hydrogen
embritilement, dan menaikan kekuatan dapat menaikan sifat kerentanan pada
material. Paduan FCC ( austenitic stainless, steel dan paduan dari tembaga,
alumunium dan nikel) bersifat menantang terhadap hydrogen embritilement yang
disebabkan karena memiliki kelenturan yang tinggi. Namun pembekuan
regangan dari paduan tersebut dapat meningkatkan kemudahan nya untuk
mengalami embritilement.
Beberapa teknik yang biasanya digunakan untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya hydrogen embritilement diantaranya adalah :
1) Mengurangi kekuatan tegangan tarik dari paduan dengan pemanasan
2) Menghilangkan sumber hydrogen
3) Memasukan lebih banyak paduan yang bersifat melawan embritilement
M adalah berat molekul oksida (dengan rumus MaOb), D adalah kerapatan oksida, a
adalah jumlah atom metal per molekul oksida, m adalah berat atom metal, dan d adalah
kerapatan metal. Jika rasio volume oksida-metal kurang dari satu, lapisan oksida yang
terbentuk akan berpori. Jika rasio volume oksida-metal mendekati satu atau sedikit lebih dari
satu maka lapisan oksida yang terbentuk adalah rapat, tidak berpori. Jika rasio ini jauh lebih
besar dari satu, lapisan\ oksida akan retak-retak.
Pada umumnya lapisan oksida yang terjadi di permukaan logam cenderung menebal.
Berikut ini beberapa mekanisme yang mungkin terjadi.
- Jika lapisan oksida yang pertama-tama terbentuk adalah berpori, maka molekul
oksigen bisa masuk melalui pori-pori tersebut dan
kemudian bereaksi dengan metal di perbatasan
metaloksida. Lapisan oksida bertambah tebal.
Situasi ini terjadi jika rasio volume oksida logam
kurang dari satu. Lapisan oksida ini bersifat non-
protektif, tidak memberikan perlindungan pada
metal yang dilapisinya terhadap proses oksidasi
lebih lanjut. Peristiwa digambarkan pada gambar
dibawah ini.
- Jika lapisan oksida tidak berpori, ion metal
bisa berdifusi menembus lapisan oksida
menuju bidang batas oksida-udara; dan di
perbatasan oksida-udara ini metal bereaksi
dengan oksigen dan menambah tebal lapisan
oksida yang telah ada. Proses oksidasi
berlanjut di permukaan. Dalam hal ini
elektron bergerak dengan arah yang sama agar pertukaran elektron dalam reaksi ini
bisa terjadi. Peristiwa ini digambarkan pada gambar dibawah.
- Jika lapisan oksida tidak berpori, ion oksigen dapat berdifusi menuju bidang batas
metal-oksida dan bereaksi dengan metal di bidang batas metal-oksida. Elektron yang
dibebaskan dari permukaan logam tetap bergerak ke arah bidang batas oksida udara.
Proses oksidasi berlanjut di perbatasan metal-oksida. Peristiwa ini digambarkan pada
gambar dibawah.
Terjadinya difusi ion, baik ion metal maupun ion oksigen, memerlukan koefisien
difusi yang cukup tinggi. Sementara itu gerakan elektron menembus lapisan oksida
memerlukan konduktivitas listrik oksida yang cukup tinggi pula. Oleh karena itu jika lapisan
oksida memiliki konduktivitas listrik rendah, laju penambahan ketebalan lapisan juga rendah
karena terlalu sedikitnya elektron yang bermigrasi dari metal menuju perbatasan oksida-udara
yang diperlukan untuk pertukaran elektron dalam reaksi.
Gambar diatas menunjukan rasio P-B pada pembentukan lapisan oksida. Pembentukan
lapisan dengan rasio antara satu dan dua masuk kedalama kategori proktetif. Sedangkan non
proktektif berada pada rasio kurang dari satu atau lebug besar dari dua.
Dalam beberapa kasus sederhana penebalan lapisan oksida dapat dicari relasi laju
pertambahan ketebalannya. Jika lapisan oksida berpori dan ion oksigen mudah berdifusi
melalui lapisan oksida ini, maka oksidasi di permukaan metal (permukaan batas metal-
oksida) akan terjadi dengan laju yang hamper konstan. Lapisan oksida ini nonprotektif. Jika x
adalah ketebalan lapisan oksida maka dapat kita tuliskan
Jika lapisan oksida bersifat protektif, transfer ion dan elektron masih mungkin terjadi
walaupun dengan lambat. Dalam keadaan demikian ini komposisi di kedua sisi permukaan
oksida (yaitu permukaan batas oksida-metal dan oksida-udara) bisa dianggap konstan. Kita
dapat mengaplikasikan Hukum Fick Pertama, sehingga
Kondisi ini terjadi pada penebalan lapisan oksida melalui tiga mekanisme terakhir yang
kita bahas di sub bab sebelumnya. Jika lapisan oksida bersifat sangat protektif dengan
konduktivitas listrik yang rendah, maka
A, B, dan C adalah konstan. Kondisi ini berlaku jika terjadi pemumpukan muatan (ion,
elektron) yang dikenal dengan muatan ruang, yang menghalangi gerakan ion dan elektron
lebih lanjut. Agar lapisan oksida menjadi protektif, beberapa hal perlu dipenuhi oleh lapisan
ini
- Tak mudah ditembus ion
- Harus melekat dengan baik ke permukaan metal;
- Harus nonvolatile, tidak mudah menguap pada temperature kerja dan juga harus tidak
reaktif dengan lingkungannya.
1.15. Weathering
Bahan polimer banyak diberikan dalam aplikasi yang memerlukan paparan kondisi luar.
Setiap degradasi yang dihasilkan disebut pelapukan, yang mungkin merupakan kombinasi
proses yang berbeda. Dalam kondisi kerusakan adalah pri-marily akibat oksidasi, yang
diprakarsai oleh radiasi ultraviolet dari matahari.
Beberapa polimer seperti nilon dan selulosa juga rentan terhadap penyerapan air, yang
menghasilkan penurunan dalam kekerasan dan kekakuan. Resistensi terhadap pelapukan
antara berbagai polimer cukup fluorocarbons diverse.The hampir lembam pada kondisi ini,
tetapi beberapa bahan, termasuk poli (vinil klorida) dan polystyrene, yang rentan terhadap
cuaca.