Anda di halaman 1dari 19

Nama : Safira Putri

NIM : 171244032
Kelas : 1 PM
KOROSI DAN DEGRADASI MATERIAL
1.1. Definisi Korosi
Sebagian besar material mengalami beberapa jenis interaksi dengan sejumlah besar
lingkungan yang beragam. Seringkali, interaksi semacam itu merusak fungsi material sebagai
akibat dari kerusakan sifat mekaniknya (misalnya, keuletan dan kekuatan), sifat fisik lainnya,
atau penampilan. Terkadang, mengecewakan seorang insinyur desain, sifat degradasi bahan
untuk beberapa aplikasi diabaikan, dengan konsekuensi yang merugikan.
Mekanisme deterioratif berbeda untuk ketiga jenis material. Dalam logam, ada
kerugian material aktual baik oleh korosi atau oleh pembentukan skala non-logam (oksidasi).
Bahan keramik relatif tahan terhadap deteriorasi, yang biasanya terjadi pada suhu tinggi atau
agak ekstrim lingkungan; proses ini sering juga disebut korosi. Untuk polimer, mekanisme
dan konsekuensi berbeda dengan logam dan keramik, Degradasi merupakan istilah yang
paling sering digunakan. Polimer dapat melarutkan ketika terkena cairan pelarut, atau mereka
mungkin menyerap pelarut dan membengkak, juga, elektromagnetik radiasi (terutama
ultraviolet) dan panas dapat menyebabkan perubahan dalam molekul struktur mereka.
Kerusakan masing-masing jenis bahan tersebut akan dibahas dalam makalah ini, yang khusus
terkait dengan mekanisme, ketahanan terhadap serangan berbagai lingkungan, dan langkah-
langkah untuk mencegah atau mengurangi degradasi.

1.2. Perhitungan elektrokimia


Mekanisme korosi tidak terlepas dari reaksi elektrokimia. Reaksi elektrokimia adalah
sebuah reaksi yang menghasilkan hubungan timbal balik antara perubahan kimia dengan
gejala kelistrikan. Dalam reaksi elektrokimia terjadi transfer electron sebagai gejala listrik
dan reaksi redoks yang terdapat didalamnya. Dalam reaksi redoks terjadi reaksi oksidasi dan
reaksi reduksi. Jadi reaksi redoks adalah reaksi kimia yang didalamnya terjadi proses oksidasi
dan reduksi.

1.3. Laju Korosi


Laju korosi didefinisikan sebagai tebal material yang hilang tiap satuan waktu yang
disebabkan oleh adanya reaksi kimia. Daftar yang ditampilkan dalam tabel potensial setengah
reaksi menyatakan keadaan sistem dalam keadaan setimbang. Dimana disini diasumsikan
bahwa tidak ada arus yang mengalir melalui lintasan luar. Pada kenyataan nya, sistem korosi
tidak terjadi dalam keadaan yang setimbang, dimana terjadi aliran elektron dari anoda ke
katoda. Maka data dari tabel potensial setengah raksi tidak dapat menyediakan informasi
mengenai laju korosi. Ada beberapa metode untuk menentukan laju reaksi, diantaranya:
 CPR ( corrosion penetration rate ) didefinisikan sebagai kehilangan ketebalan material
tiap satuan waktu. Yang dinyatakan dengan persamaan :
KW
CPR =
ρAt
Dimana W = berat yang hilang; t = waktu, ρ = masa jenis; A = luas area specimen; K =
konstanta.
 Metode kedua untuk mengukur laju korosi adalah dengan metode densitas arus korosi.
i
r=
nF
r = laju korosi; 𝑖 = arus/luas area material; n = jumlah elektron yang terionisasi; F =
konstanta faraday 96.500 C/mol.

1.4. perdiksi laju korosi


1.4.1. Polarisasi
Polarisasi adalah selisih antara potensial elektroda dengan potensial korosi bebas
yang terjadi karena logam berada pada titik ketidakseimbangan dengan larutan yang
mengandung ion-ion nya. Besar polarisasi dinyatakan dengan satuan overvoltage (ɳ)
yang menyatakan besarnya polarisasi terhadap potensial equilibrium elektroda.
Sebagai contoh, misalkan potensial elektron Zn setelah terhubung dengan elektroda
platinum adalah - 0.621 V, sedankan potensial pada titik equilibrium nya adalah –
0.763 V. maka besarnya polarisasi adalah
ɳ = - 0.621 V – ( -0.763 V) = + 0.142 V
Polarisasi ada 2 macam yaitu polarisasi aktivasi dan polarisasi konsentrasi.
a. Polarisasi aktivasi
Polarisasi aktivasi adalah reaksi elektrokimia yang dikendalikan oleh
salah satu tahap siklus reaksi elektrokimia yang terjadi antar tatap muka
logam dan elektrolit. Pada tahap ini dibutuhakan energi aktivasi untuk
menghadapi energy barrier yang menghambat kelangsungan proses. Proses
reaksi-reaksi tersebut berlangsung lambat, dan memiliki tiap tahap tertentu.
Sebagai ilustrasi perhatikan proses reduksi ion hydrogen menjadi susunan
gelembung gas hydrogen pada permukaan elektroda zinc.
Untuk polaisasi aktivasi, hubngan antara overvoltage (ɳ) dengan
densitas arus I adalah

Dimana β dan i0 adalah konstan untuk setengah sel. merupakan parameter


pertukaran densitas arus.
b. Polarisasi Konsentrasi
Polarisasi konsentrasi adalah proses reaksi kimia yang dikendalikan oleh
difusi ion didalam elektrolit. Polarisasi ini dapat diilustrasikan dengan proses
difusi ion hidrogen ke permukaan logam membentuk gas hidrogen
berdasarkan evolusi hidrogen . Saat laju reaksi rendah atau H+ saat
konsentrasi tinggi, maka terjadi suplai ion hidrogen pada daerah dekat
permukaan elektroda. Disisi lain, saat laju reaksi tinggi, maka zona penipisan
akan terbentuk di permukaan karena ion H + tidak diisi ulang dalam tingkat
yang cukup untuk bertahan dengan reaksi. Pernyataan tersebut ditampilkan
dalam gambar berikut

Polarisasi konsentrasi hanya terjadi


pada reaksi reduksi, karena pada reaksi
oksidasi pada hakikatnya terdapat suplai
atom logam yang tidak terbatas pada
permukaan elektroda nya.
Polarisasi konsentrasi dan aktivasi
adalah mungkin terjadi untuk reaksi reduksi.
Dalam hal ini, total overvoltage adalah
jumlah dari kontribusi dari overvoltage tersebut. Grafik dibawah ini
menunjukan hubungan antara η versus log i
Persamaan matematika yang menyatakan η c hubungan dengan densitas
arus I adalah :

Dimana R dan T menyatakan gas konstan dan temperature mutlak.n


menatakan jumlah elektron, F merupakan konstanta faraday dan I
menyatakan densitas arus.
c. Laju korosi berdasarkan data polarisasi
Dalam hal ini akan dibahas 2 kasus, yang pertama adalah reaksi
oksidasi dan reduksi yang dibatasi oleh polarisasi aktivasi, dan yang kedua
adalah reaksi reduksi yang dikontrol oleh polarisasi aktivasi dan polarisasi
konsentrasi.
Potensial dari kedua reaksi yang tidak berpasangan ini dinyatakan
dengan V ( H+/H2 ) dan V( Zn/Zn2+ ), bersama-sama ditandai disekitar
pertukaran densitas arusnya 𝑖0 ( H+/H2 ) dan 𝑖0 ( Zn/Zn2+ ), Garis lurus pada
grafik ditampilkan untuk reduksi hydrogen dan oksidasi zinc. Saat
pencelupan, baik hidrogen maupun zinc sama-sama mengalami polarisasi
aktivasi di sekitar garis nya masing-masing. Selain itu laju oksidasi dan
reduksi nya harus sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yang mana
hanya mungkin pada persimpangan garis dari 2 segmen. Persimpangan ini
terjadi pada potensial korosi yang dinyatakan dengan Vc dan densitas arus
korosi Laju korosi dari Zinc dapat ditentukan dengan memasukan nilai 𝑖c
menurut persamaan:
i
r=
nF

1.5. Passivasi
Passivasi logam adalah rintangan korosi akibat pembentukan produk korosi sebagai
lapisan protektif yang menghambat kelangsungan reaksi. Dengan definisi lain bahwa pasivasi
logam merupakan peristiwa kehilangan reaktifitas reaksi logam akibat keberadaan kondisi
lingkungan tertentu. Sejumlah logam dan paduan teknik menjadi pasif dan bahkan sangat
tahan korosi dalam lingkungan oksidator sedang sampai kuat. Contoh logam yang memiliki
sifat pasivasi adalah baja tahan karat (Stainless Steel), Nikel dan sejumlah paduan Nikel,
Titanium dan paduannya, Aluminium dan paduannya.
Pasivasi logam yang dinyatakan dalam laju korosi diilustrasikan dengan kurva polarisasi
pada Gambar berikut.

Kurva polarisasi menunjukkan hubungan antara potensial logam dengan rapat arus.
Perilaku pasivasi logam M dinyatakan sebagai rapat arus. Pada titik A, logam dalam kondisi
potensial equilibrium dan rapat arus 𝑖0 . Ketika potensial logam menjadi lebih positif, logam
berperilaku sebagai logam aktif, rapat arus 𝑖c dan laju reaksi meningkat secara eksponensial.
Ketika potensial logam lebih positif sampai mencapai Epp dan rapat arus 𝑖passif , laju korosi
menurun drastis. Pada potensial Epp , terbentuk lapisan protektif pada permukaan logam dan
menurunkan reaktifitas logam. Jika potensial logam makin positif, rapat arus masih tetap 𝑖passif
sampai batas daerah pasif. Peningkatan potensial lebih lanjut melampaui daerah pasif
menyebabkan logam menjadi aktif kembali dan rapat arus meningkat dalam daerah
transpasif.
1.6. Pengaruh Lingkungan
Variabel dari korosi lingkungan seperti kecepatan fluida, temperatur,dan komposisi akan
berpengaruh pada sifat korosi material yang mengalami kontak dengan nya. Misalnya,
dengan menaikan kecepatan fluida akan dapat mempertinggi laju korosi. Laju dari reaksi
kimia mengalami kenaikan apabila temperature dinaikan, ini biasanya juga berperan dalam
menaikan laju korosi. Menaikan konsentrasi dari spesies korosif juga dapat mempercepat laju
korosi. Bagaimanapun, untuk kemampuan material terhadap pasivasi,menaikan jumlah
konten korosif dapat mengakibatkan transisi dari aktiv menjadi pasiv,berdasarkan
pertimbangan reduksi pada korosi. Lingkungan dengan sirkulasi oksigen yang berbeda akan
memberikan laju korosi yang berbeda pula pada sebuah logam. Sirkulasi oksigen yang bagus
akan mendorong terjadinya reaksi katodik sebaliknya daerah stagnant akan mendorong
terjadinya reaksi anodic (korosi) misalnya pada ruang pengap, celah sempit dll.

1.7. Macam-Macam Korosi


1.7.1. Korosi serangan seragam/ homogen
Korosi jenis ini merupakan yang paling umum dan sering terjadi pada
konstruksi-konstruksi logam. Jenis ini biasanya dikategorikan berdasarkan reaksi
elektrokimia dimana perkaratan terjadi secara homogen keseluruh bagian
material yang terbuka.

1.7.2. Korosi galvanic


Yaitu korosi yang terjadi pada 2 logam yang memiliki potensial berbeda
dalam satu elektrolit. Dalam korosi ini logam yang memiliki tahanan korosi
lemah (anodic) atau yang memiliki reaktivitas tinggi akan terkorosi, sedangkan
logam lain yang lebih iner akan terproteksi. Misalnya saat tembaga dan steel
bergabung bersama dalam satu elktrolit, maka steel akan terkorosi disekitar area
pertemuan nya. Berdasarkan sifat dari larutan nya, satu atau lebih reaksi reduksi
dapat terjadi pada katoda material tersebut. Korosi galvanic diperlihatkan dalam
gambar berikut

1.7.3. Korosi celah


Korosi celah adalah korosi yang sering terjadi pada celah atau bagian tertutup
lainnya pada logam yang terletak pada media korosif. Tipe korosi jenis ini selalu
dalam skala kecil dari larutan yang terperangkap lewat lubang, gasket, lap
joint,maupun baut.
1.7.4. Korosi sumuran/pitting
Korosi sumuran adalah korosi yang disebabkan oleh adanya sistem anoda pada
logam dimana pada logam tersebut terdapat konsentrasi Cl- yang tinggi. Korosi
ini biasanya hampir tidak terlihat atau bisa dikatakan tersembunyi dan seringkali
tidak terdeteksi dan kehilangan material pun sangat sedikit terjadi sampai
akhirnya cacat. Contoh dari pitting ini diperlihatkan dalam gambar berikut.

Mekanisme dari piting sendiri hampir sama dengan korosi celah dimana
oksidasi terjadi pada lubang nya, sementara itu reduksi terjadi pada permukaan
nya.
1.7.5. Korosi batas butir
Korosi batas butir merupakan korosi yang terjadi pada batas butir dan
merupakan tempat mengumpulnya impurity dan prospitat dan lebih tegang. Tipe
dari korosi ini pada umumnya terjadi pada stainless steels . saat panas suhu
berada diantara 500 sampai 800 dalam periode waktu yang lama,logam
campuran biasanya menjadi sensitive terhadap serangan batas butir. Dipercayai
bahwa perlakukan panas dapat menyebabkan terbentuknya susunan lapisan
endapan kecil partikel kromium karbida yang terbentuk karena reaksi antara
kromium dan karbon yang ada pada stainless steel. Karbon dan kromium harus
menyebar pada batas butir untuk membentuk lapisan endapan, yang
meninggalkan area kromium yang terkuras pada perbatasan dengan batas butir,
akibatnya area sekitar batas butir menjadi mudah terkorosi.
1.7.6. Selective leaching
Selective leaching biasanya terjadi pada paduan, dimana salah satu komponen
pada suatu paduan larut dan mengakibatkan paduan yang tersisa menjadi berpori
dan ketahanan nya terhadap korosi berkurang.
1.7.7. Korosi erosi
Korosi erosi terjadi karena gerakan relatif antara fluida korosi dengan
permukaan logam. Pada dasarnya semua paduan logam mudah untuk terkena
korosi erosi. Ini khususnya sangat membahayakan untuk paduan yang
berpasivasi dengan membentuk lapisan pelindung tipis, karena serangan abrasif
akan mengerosi lapisan tersebut. Apabila lapisan tidak mampu untuk
memperbaiki ulang secara terus menerus dan cepat, maka korosi akan terjadi
secara hebat.
Sifat dari fluida dapat secara dramatis berpengaruh pada sifat korosi.
Menaikan kecepatan fluida akan mempertinggi laju korosi. Korosi erosi umunya
terjadi pada pipa misalnya pada belokan pipa, siku, dan perubahan diameter pada
pipa. Salah satu cara terbaik untuk mengurangi korosi erosi adalah dengan
mengganti desain untuk menghilangkan pergerakan fluida dan efek tubrukan.
1.7.8. Korosi tegangan
Korosi tegangan terjadi akibat adanya retakan karena adanya tegangan tarik
dan media korosif secara bersamaan. Faktanya material yang bersifat iner pun
dapat dengan mudah terkorosi tegangan apabila tegangan diberikan. Paduan juga
dapat mudah terkena korosi tegangan dalam lingkungan yang spesifik,
khususnya pada saat level tegangan sedang. Misalnya stainless steel yang
mengalami korosi tegangan saat berada dalam larutan yang mengandung ion
klorin, sedangkan kuningan mudah diserang saat tidak terlindung pada ammonia.
Retakan batas butir pada korosi tegangan ditunjukan oleh gambar berikut.
Tegangan yang dihasilkan oleh retakan korsi tegangan tidak perlu secara
eksternal di perlihatkan. Ini mungkin bisa berupa sisa yang dihasilkan karena
perubahan suhu secara cepat dan terjadinya kontraksi yang tidak seimbang, atau
untuk 2 fase dari paduan dimana masing-masing fase memiliki perbedaan
koefisin pemuaian.
Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau secara total menghilangkan
korosi tegangan adalah dengan memperkecil besar tegangan , dan dengan
mengurangi beban eksternal serta menaikan area persimpangan setempat untuk
terjadinya tegangan.
1.7.9. Hydrogen embrtilement
Berbagai paduan logam mengalami pengurangan yang signifikan atas
kelembutan dan kekuatan tarik nya ketika atom hydrogen menembus material
tersebut. Fenomena ini disebut dengan hydrogen embritilment . hydrogen
embritilement merupakan salah sata tipe cacat logam. Hydrogen dalam susunan
atom ini menyebar secara interestial melalui kisi-kisi Kristal dan konsentrasi nya
paling rendah sekitar beberapa juta bagian yang dapat meretak.
Hydrogen embriltilement hampir sama dengan korosi tegangan bahwa dalam
keadaan normal logam lentur mengalami britile fraktur saat mengalami tegangan
tarik dan korosi atmosfer. Namun kedua fenomena ini dapat dibedakan
berdasarkan interaksi nya terhadap arus listrik.
Saat hidrogen embritilement terjadi, beberapa sumber dari hidrogen harus ada,
selain itu juga ada kemungkinan untuk terbentuk susunan dari spesies atomnya.
Situasi dimana kondisi tersebut dapat terjadi misalnya seperti dalam peristiwa
berikut
- Pengasinan baja dalam asam sulfur
- Elektropating
- Terbentuknya uap air pada suhu tinggi atau pada pemberian panas
Baja dengan kekuatan tinggi bersifat mudah mengalami hydrogen
embritilement, dan menaikan kekuatan dapat menaikan sifat kerentanan pada
material. Paduan FCC ( austenitic stainless, steel dan paduan dari tembaga,
alumunium dan nikel) bersifat menantang terhadap hydrogen embritilement yang
disebabkan karena memiliki kelenturan yang tinggi. Namun pembekuan
regangan dari paduan tersebut dapat meningkatkan kemudahan nya untuk
mengalami embritilement.
Beberapa teknik yang biasanya digunakan untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya hydrogen embritilement diantaranya adalah :
1) Mengurangi kekuatan tegangan tarik dari paduan dengan pemanasan
2) Menghilangkan sumber hydrogen
3) Memasukan lebih banyak paduan yang bersifat melawan embritilement

1.8. Korosi Lingkungan


Lingkungan korosif termasuk atmosfer, larutan air, tanah, asam, basa, anorganik pelarut,
garam cair, logam cair, dan tubuh manusia. Korosi atmosfer dapat menimbulkan kerugian
besar. Embun yang mengandung oksigen terlarut merupakan zat korosif utama, namun zat-
zat lainnya, termasuk senyawa sulfur dan natrium klorida, juga dapat mempengaruhi korosi .
Terutama pada atmosfer laut, yang sangat korosif karena adanya natrium klorida. larutan
asam sulfat yang ditambah air (hujan asam) di lingkungan industri juga dapat menyebabkan
masalah korosi.
Lingkungan air juga dapat memiliki berbagai komposisi dan karakteristik korosi. Air
tawar biasanya mengandung oksigen terlarut serta mineral. Air laut mengandung garam
sekitar 3,5% (Terutama natrium klorida), serta beberapa mineral dan bahan organik. Air laut
umumnya lebih korosif daripada air tawar, dimana air laut sering menghasilkan pitting dan
celah korosi. Cor besi, baja, aluminium, tembaga, kuningan, dan beberapa baja stainless
umumnya cocok untuk digunakan pada air tawar, sedangkan titanium, kuningan, perunggu
beberapa, tembaga-nikel paduan, dan nikel-kromium-molibdenum paduan sangat tahan
korosi didalam air laut.
Tanah memiliki berbagai komposisi dan kerentanan terhadap korosi. Komposisi variabel
yang termasuk adalah kelembaban, oksigen, kadar garam, alkalinitas, dan keasaman, serta
adanya berbagai bentuk bakteri. besi dan baja karbon biasa, baik dengan dan tanpa lapisan
pelindung permukaan, paling ekonomis untuk digunakan distruktur bawah tanah.
1.9. Pencegahan Korosi
Peristiwa korosi pada logam merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari, namun
dapat dihambat maupun dikendalikan untuk mengurangi kerugian dan mencegah dampak
negatif yang diakibatkannya. Dengan penanganan ini umur produktif peralatan elektronik
dalam rumah tangga atau kegiatan industri menjadi panjang sesuai dengan yang
direncanakan, bahkan dapat diperpanjang untuk memperoleh nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Upaya penanganan korosi diharapkan dapat banyak menghemat biaya opersional, sehingga
berpengaruh terhadap efisiensi dalam suatu kegiatan industry serta menghemat anggaran
pembelanjaan rumah tangga.
Berikut contoh pengendalian/pencegahan korosi yang biasa digunakan :
a. Pengubahan lingkungan
Perlindungan terhadap korosi yang pertama dapat dilakukan dengan perubahan
lingkungan, misalnya dengan merendahkan suhu dan kecepata fluida akan berdampak
pada penglambatan laju korosi. Selain itu dengan mengurangi atau menambah
konsentrasi dari beberapa jenis unsur dalam larutan dapat menimbulkan efek positif,
contohnya logam dapat mengalami passivasi.
b. Perlindungan katoda
Pelindungan katoda merupakan metode
pencegahan korosi yang paling umum
digunakan,metode ini dapat digunakan untuk
menangani 8 macam dari tipe korosi yang telah
dibahas sebelumnya.pada proses perlindungan katoda
ini skema nya adalah seperti misalnya besi, dimana
besi dilapisi atau dihubungkan dengan logam lain
yang lebih aktif akan membentuk sel elektrokimia dengan besi sebagai katoda. Di sini,
besi berfungsi hanya sebagai tempat terjadinya reduksi oksigen. Logam lain berperan
sebagai anoda, dan mengalami reaksi oksidasi. Dalam hal ini besi, sebagai katoda,
terlindungi oleh logam lain (sebagai anoda, dikorbankan). Besi akan aman terlindungi
selama logam pelindungnya masih ada / belum habis.
Untuk perlindungan katoda pada sistem jaringan pipa bawah tanah lazim digunakan
logam magnesium, Mg. Logam ini secara berkala harus dikontrol dan diganti.
Perlindungan pada jaringan pipa bawah tanah ditunjukan oleh gambar berikut.
c. Tin plating (pelapisan dengan timah)
Kaleng-kaleng kemasan terbuat dari besi yang dilapisi dengan timah. Pelapisan
dilakukan secara elektrolisis, yang disebuttin plating. Timah tergolong logam yang tahan
karat. Akan tetapi, lapisan timah hanya melindungi besi selama lapisan itu utuh (tanpa
cacat). Apabila lapisan timah ada yang rusak, misalnya tergores, maka timah justru
mendorong/mempercepat korosi besi. Hal itu terjadi karena potensial reduksi besi lebih
negatif daripada timah. Oleh karena itu, besi yang dilapisi dengan timah akan
membentuk suatu sel elektrokimia dengan besi sebagai anode. Dengan demikian, timah
mendorong korosi besi. Akan tetapi hal ini justru yang diharapkan, sehingga kaleng-
kaleng bekas cepat hancur.
d. Galvanisasi (pelapisa dengan Zinc)
Pipa besi, tiang telepon dan berbagai barang lain dilapisi dengan zink. Berbeda
dengan timah, zink dapat melindungi besi dari korosi sekalipun lapisannya tidak utuh.
Hal ini terjadi karena suatu mekanisme yang disebut perlindungan katode. Oleh karena
potensial reduksi besi lebih positif daripada zink, maka besi yang kontak dengan zink
akan membentuk sel elektrokimia dengan besi sebagai katode. Dengan demikian besi
terlindungi dan zink yang mengalami oksidasi (berkarat). Badan mobil-mobil baru pada
umumnya telah digalvanisasi, sehingga tahan karat. Berikut merupakan gambar
perlindungan galvanic pada baja dengan pelapisan zinc.

e. Cromium plating (pelapisan dengan kromium)


Besi atau baja juga dapat dilapisi dengan kromium untuk memberi lapisan pelindung
yang mengkilap, misalnya untuk bumper mobil. Cromium plating juga dilakukan dengan
elektrolisis. Sama seperti zink, kromium dapat memberi perlindungan sekalipun lapisan
kromium itu ada yang rusak.
f. Scarifical protection
Magnesium adalah logam yang jauh lebih aktif (berarti lebih mudah berkarat)
daripada besi. Jika logam magnesium dikontakkan dengan besi, maka magnesium itu
akan berkarat tetapi besi tidak. Cara ini digunakan untuk melindungi pipa baja yang
ditanam dalam tanah atau badan kapal laut. Secara periodik, batang magnesium harus
diganti.
g. Mencegah kontak dengan oksigen dan/atau air
Korosi besi memerlukan oksigen dan air. Bila salah satu tidak ada, maka peristiwa
korosi tidak dapat terjadi. Korosi dapat dicegah dengan melapisi besi dengan cat, oli,
logam lain yang tahan korosi (logam yang lebih aktif seperti seg dan krom). Penggunaan
logam lain yang kurang aktif (timah dan tembaga) sebagai pelapis pada kaleng bertujuan
agar kaleng cepat hancur di tanah. Timah atau tembaga bersifat mampercepat proses
korosi
1.10. Oksidasi
Oksidasi adalah peristiwa yang biasa terjadi jika logam bersentuhan dengan oksigen.
Dalam hal ini kita akan membicarakan reaksi oksidasi tanpa kehadiran air, atau dalam
keadaan kering. Reaksi pada keadaan basah terjadi melalui mekanisme yang sangat berbeda
dengan reaksi pada keadaan kering.
Lapisan oksida di permukaan metal bisa berpori (dalam kasus natrium, kalium,
magnesium) bisa pula rapat tidak berpori (dalam kasus besi, tembaga, nikel). Muncul atau
tidak munculnya pori pada lapisan oksida berkorelasi dengan perbandingan volume oksida
yang terbentuk dengan volume metal yang teroksidasi. Perbandingan ini dikenal sebagai
Pilling-Bedworth Ratio:

M adalah berat molekul oksida (dengan rumus MaOb), D adalah kerapatan oksida, a
adalah jumlah atom metal per molekul oksida, m adalah berat atom metal, dan d adalah
kerapatan metal. Jika rasio volume oksida-metal kurang dari satu, lapisan oksida yang
terbentuk akan berpori. Jika rasio volume oksida-metal mendekati satu atau sedikit lebih dari
satu maka lapisan oksida yang terbentuk adalah rapat, tidak berpori. Jika rasio ini jauh lebih
besar dari satu, lapisan\ oksida akan retak-retak.
Pada umumnya lapisan oksida yang terjadi di permukaan logam cenderung menebal.
Berikut ini beberapa mekanisme yang mungkin terjadi.
- Jika lapisan oksida yang pertama-tama terbentuk adalah berpori, maka molekul
oksigen bisa masuk melalui pori-pori tersebut dan
kemudian bereaksi dengan metal di perbatasan
metaloksida. Lapisan oksida bertambah tebal.
Situasi ini terjadi jika rasio volume oksida logam
kurang dari satu. Lapisan oksida ini bersifat non-
protektif, tidak memberikan perlindungan pada
metal yang dilapisinya terhadap proses oksidasi
lebih lanjut. Peristiwa digambarkan pada gambar
dibawah ini.
- Jika lapisan oksida tidak berpori, ion metal
bisa berdifusi menembus lapisan oksida
menuju bidang batas oksida-udara; dan di
perbatasan oksida-udara ini metal bereaksi
dengan oksigen dan menambah tebal lapisan
oksida yang telah ada. Proses oksidasi
berlanjut di permukaan. Dalam hal ini
elektron bergerak dengan arah yang sama agar pertukaran elektron dalam reaksi ini
bisa terjadi. Peristiwa ini digambarkan pada gambar dibawah.
- Jika lapisan oksida tidak berpori, ion oksigen dapat berdifusi menuju bidang batas
metal-oksida dan bereaksi dengan metal di bidang batas metal-oksida. Elektron yang
dibebaskan dari permukaan logam tetap bergerak ke arah bidang batas oksida udara.
Proses oksidasi berlanjut di perbatasan metal-oksida. Peristiwa ini digambarkan pada
gambar dibawah.
Terjadinya difusi ion, baik ion metal maupun ion oksigen, memerlukan koefisien
difusi yang cukup tinggi. Sementara itu gerakan elektron menembus lapisan oksida
memerlukan konduktivitas listrik oksida yang cukup tinggi pula. Oleh karena itu jika lapisan
oksida memiliki konduktivitas listrik rendah, laju penambahan ketebalan lapisan juga rendah
karena terlalu sedikitnya elektron yang bermigrasi dari metal menuju perbatasan oksida-udara
yang diperlukan untuk pertukaran elektron dalam reaksi.

Gambar diatas menunjukan rasio P-B pada pembentukan lapisan oksida. Pembentukan
lapisan dengan rasio antara satu dan dua masuk kedalama kategori proktetif. Sedangkan non
proktektif berada pada rasio kurang dari satu atau lebug besar dari dua.
Dalam beberapa kasus sederhana penebalan lapisan oksida dapat dicari relasi laju
pertambahan ketebalannya. Jika lapisan oksida berpori dan ion oksigen mudah berdifusi
melalui lapisan oksida ini, maka oksidasi di permukaan metal (permukaan batas metal-
oksida) akan terjadi dengan laju yang hamper konstan. Lapisan oksida ini nonprotektif. Jika x
adalah ketebalan lapisan oksida maka dapat kita tuliskan

Jika lapisan oksida bersifat protektif, transfer ion dan elektron masih mungkin terjadi
walaupun dengan lambat. Dalam keadaan demikian ini komposisi di kedua sisi permukaan
oksida (yaitu permukaan batas oksida-metal dan oksida-udara) bisa dianggap konstan. Kita
dapat mengaplikasikan Hukum Fick Pertama, sehingga
Kondisi ini terjadi pada penebalan lapisan oksida melalui tiga mekanisme terakhir yang
kita bahas di sub bab sebelumnya. Jika lapisan oksida bersifat sangat protektif dengan
konduktivitas listrik yang rendah, maka

A, B, dan C adalah konstan. Kondisi ini berlaku jika terjadi pemumpukan muatan (ion,
elektron) yang dikenal dengan muatan ruang, yang menghalangi gerakan ion dan elektron
lebih lanjut. Agar lapisan oksida menjadi protektif, beberapa hal perlu dipenuhi oleh lapisan
ini
- Tak mudah ditembus ion
- Harus melekat dengan baik ke permukaan metal;
- Harus nonvolatile, tidak mudah menguap pada temperature kerja dan juga harus tidak
reaktif dengan lingkungannya.

1.11. korosi pada keramik


Bahan keramik sangat kebal terhadap korosi pada hampir di semua lingkungan, terutama
pada suhu kamar. Korosi bahan keramik umumnya melibatkan pelarutan kimia sederhana,
Berbeda dengan proses elektrokimia yang ditemukan dalam logam, seperti yang dijelaskan
sebelumnya. Bahan keramik sering digunakan karena ketahanan terhadap korosi. Keramik
dapat tahan dengan panas dan menahan suhu tinggi. Beberapa skema teknologi, untuk
mengkonversi energi dari satu bentuk ke bentuk lain yang lebih berguna membutuhkan
temperatur yang relatif tinggi, atmosfer korosif, dan tekanan di atas ambien. Bahan keramik
jauh lebih cocok untuk menahan sebagian besar lingkungan untuk jangka waktu yang wajar
daripada logam.

1.12. degradasi polimer


Degradasi adalah suatu reaksi perubahan kimia atau peruraian suatu senyawa atau
molekul menjadi senyawa atau molekul yang lebih sederhana secara bertahap. Misalnya,
pengurangan panjang polimer makromolekul atau perubahan gula menjadi glukosa dan
akhirnya membentuk alcohol.
Degradasi polimer dasarnya berkaitan dengan terjadinya perubahan sifat karena ikatan
rantai utama makromolekul. Pada polimer linear, reaksi tersebut mengurangi massa molekul
atau panjang rantainya. Sesuai dengan penyebabnya, kerusakan atau degradasi polimer ada
beberapa macam. kerusakan termal (panas), fotodegradasi (cahaya), radiasi (energi tinggi),
kimia, biologi (biodegradasi) dan mekanis. Dalam artian peningkatan berat ukuran molekul
ikat silang dapat dianggap lawan degradasi.
Degradasi polimer menyebabkan terjadinya perubahan dalam sifat - kekuatan tarik,
warna, bentuk, dll - dari suatu polimer atau produk berbasis polimer di bawah pengaruh dari
satu atau lebih faktor-faktor lingkungan seperti panas, cahaya atau bahan kimia. Perubahan-
perubahan ini biasanya tidak diinginkan, seperti perubahan selama penggunaan, cracking dan
depolymerisation produk atau, lebih jarang, diinginkan, seperti dalam biodegradasi atau
sengaja menurunkan berat molekul suatu polimer untuk daur ulang. Perubahan dalam sifat
sering disebut "penuaan".
Dalam sebuah produk jadi perubahan seperti itu harus dicegah atau ditunda. Namun
degradasi dapat berguna untuk daur ulang / penggunaan kembali limbah polimer untuk
mencegah atau mengurangi lingkungan pencemaran. Degradasi juga dapat diinduksi dengan
sengaja untuk membantu penentuan struktur.

1.13. swelling and dissolution


Ketika polimer terkena cairan, bentuk utama dari degradasi adalah pembengkakan dan
pembubaran. Dengan pembengkakan, larutan didifusikan ke dalam cairan atau zat terlarut
dan diserap dalam polimer; molekul zat terlarut kecil masuk ke dalam dan menempati posisi
di antara polimer molekul. Dengan demikian makromolekul dipaksa terpisah sedemikian rupa
sehingga spesimen mengembang atau membengkak. Selanjutnya, peningkatan pemisahan
rantai hasil menyebabkan pengurangan kekuatan ikatan antarmolekul sekunder, sebagai
akibatnya, material menjadi lebih lembut dan larutan cair lebih ductile. Larutan padat juga
menurunkan temperatur transisi dan jika tertekan di bawah suhu lingkungan, akan
menyebabkan bahan yang kuat akan menjadi karet dan lemah. Pembengkakan dapat dianggap
sebagai proses pelarutan parsial di mana hanya ada terbatas kelarutan polimer dalam pelarut.
Pembubaran, yang terjadi ketika polimer benar-benar larut, dapat dianggap hanya sebagai
kelanjutan dari pembengkakan. Sebagai aturan praktis, semakin besar kemiripan struktur
kimia antara pelarut dan polimer, semakin besar kemungkinan pembengkakan dan / atau
pembubaran. Misalnya, karet hidrokarbon banyak yang mudah menyerap cairan hidrokarbon
seperti gasoline. respon dari bahan polimer yang dipilih untuk pelarut organik yang
terkandung pada Tabel dibawah ini.
1.14. bond rupture/ obligasi pecah
Polimer juga dapat mengalami degradasi oleh proses pemotongan atau bisa disebut
pecahnya ikatan rantai molekul. Hal ini menyebabkan pemisahan rantai segmen pada titik
pemotongan dan pengurangan berat molekul. Beberapa sifat fisik dan kimia polimer mungkin
dipengaruhi oleh bentuk degradasi. Pecah obligasi (bond rupture) terjadi melalui hasil dari
paparan radiasi atau panas, dan dari reaksi kimia.
a. Radiasi efek
Dalam penggunaan sehari-hari, kerusakan radiasi terbesar untuk polimer
disebabkan oleh UV radiasi. Setelah kontak yang terlalu lama, lapisan tipis polimer
menjadi rapuh, menghitamkan, retak, dan gagal. Misalnya,pada tenda kemah,diawali
tenda berkemah mulai sobek, mengembangkan retak, dan jendela plastik menjadi
berawan. Pada polimer yang digunakan dalam reaktor nuklir maka harus tahan
terhadap tingkat radiasi nuklir yang tinggi.
b. Efek reaksi kimia
Oksigen, ozon, dan zat lainnya dapat menyebabkan atau mempercepat
pemotongan rantai sebagai hasil dari reaksi kimia. Efek ini terutama terjadi di karet
divulkanisir yang terikat ganda pada atom karbon sepanjang rantai tulang punggung
molekul dan yang terkena ozon (O3), suatu polutan atmosfer. Salah satu reaksi
seperti pemotongan dapat diwakili oleh rantai terputus pada titik ikatan rangkap, dan
mewakili kelompok atom yang terpengaruh selama reaksi. Biasanya, jika karet ini
dalam bertekanan, lapisan tipis oksida akan terbentuk pada permukaan,dan
melindungi bahan massal dari reaksi lebih lanjut. Namun, ketika bahan-bahan ini
mengalami tegangan tarik, celah dan retakan membentuk dan tumbuh dalam arah
tegak lurus terhadap stres, pada akhirnya, pecahnya bahan mungkin terjadi. ini adalah
mengapa dinding samping pada karet ban sepeda mengembangkan retak dengan
bertambahnya usia mereka. Rupanya retak ini akibat sejumlah besar ozon yang
disebabkan yang diinduksikan. Degradasi kimia adalah masalah tertentu untuk
polimer yang digunakan di daerah-daerah dengan tingkat polusi udara yang tinggi
seperti asap dan elastomer ozone.
c. Efek termal
Degradasi termal sesuai dengan pemotongan rantai molekul pada suhu tinggi.
Sebagai akibatnya, beberapa polimer mengalami reaksi dari jenis gas yang
dihasilkan. Reaksi-reaksi ini dibuktikan dengan penurunan berat material. Stabilitas
termal polimer merupakan ukuran ketahanan terhadap dekomposisi ini. Stabilitas
termal yang terkait terutama dengan besarnya energi ikatan antara konstituen atom
berbagai polimer. tinggi ikatan energi hasil bahan yang lebih stabil termal.

1.15. Weathering
Bahan polimer banyak diberikan dalam aplikasi yang memerlukan paparan kondisi luar.
Setiap degradasi yang dihasilkan disebut pelapukan, yang mungkin merupakan kombinasi
proses yang berbeda. Dalam kondisi kerusakan adalah pri-marily akibat oksidasi, yang
diprakarsai oleh radiasi ultraviolet dari matahari.
Beberapa polimer seperti nilon dan selulosa juga rentan terhadap penyerapan air, yang
menghasilkan penurunan dalam kekerasan dan kekakuan. Resistensi terhadap pelapukan
antara berbagai polimer cukup fluorocarbons diverse.The hampir lembam pada kondisi ini,
tetapi beberapa bahan, termasuk poli (vinil klorida) dan polystyrene, yang rentan terhadap
cuaca.

Anda mungkin juga menyukai