Anda di halaman 1dari 47

PENENTUAN KADAR SODA YANG HILANG DI TAHAP

PENCUCIAN V PADA PROSES PEMBUATAN PULP


DI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA

TUGAS AKHIR

JANI FITA LANI


142401068

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENENTUAN KADAR SODA YANG HILANG DI TAHAP
PENCUCIAN V PADA PROSES PEMBUATAN PULP
DI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat


mencapai gelar Ahli Madya

JANI FITA LANI


142401068

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERSETUJUAN

Judul : Penentuan Kadar soda yang hilang Di Tahap


Pencucian V Pada Proses Pembuatan Pulp Di
PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea

Kategori : Tugas Akhir


Nama : Jani Fita Lani
Nomor Induk Mahasiswa : 142401068
Program strudi : D3 kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara

Disetujui di
Medan, Juli 2017

Disetujui Oleh
Program Studi D3 Kimia
Ketua Pembimbing

Dr. Minto Supeno, M.S Dr. Emma Zaidar Nst, M.Si


NIP. 196105091987031002 NIP. 195512181987012001

Departemen Kimia FMIPA USU


Ketua

Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si


NIP. 197404051999032001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR SODA YANG HILANG DI TAHAP

PENCUCIAN V PADA PROSES PEMBUATAN PULP

DI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil karya sendiri, kecuali

beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2017

JANI FITA LANI


142401068

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir
ini bertujuan guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
pada Program Diploma Tiga (D3) Limia Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul yang diajukan sehubungan dengan penyusunan tugas akhir
ini adalah Penentuan Kadar Soda Yang Hilang Ditahap Pencucian V Pada Proses
Pembuatan Pulp Di PT. Toba Pulp Lestari,Tbk Porsea.
Maka pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Kamarul Arif dan Ibunda Arnelly
Nasution dan Adik-adik saya Muhammad David dan Siti Alimah yang
telah memberikan bantuan moril dan materil serta doa restu demi
kesuksesan penulis.

2. Bapak Dr. Kerista Sebayang, M.S selaku dekan FMIPA USU.

3. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA
USU.

4. Bapak Dr. Minto Supeno, M.S selaku Ketua Program Studi D-3 Kimia
FMIPA USU.

5. Ibu Dr. Emma Zaidar Nst, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran dalam membantu
penulisan tugas akhir ini.

6. Bapak Arlodis Nainggolan Selaku Pembimbing Lapangan yang telah


memberikan pengarahan dan membimbing penulis selama pelaksanaan
PKL.

7. Seluruh Staff dan Karyawan PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Yang telah
memberikan dukungan, seemangan dan ilmu kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan Nova Astria Siregar, Wardatun Jamilah,


Khairunnisa, Adinda Faridah Situmorang, Hesri Elpriyanti ginting, Diah
Putri Ramadhani dan Monika Apriani Karo.

9. Teman-teman seperjuangan D-3 Kimia stambuk 2014 dan seluruh pihak


yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut adil dalam
membantu penulis sehinnga selesainya tugas akhir ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10. Partner PKL Nova Astria Siregar, Monika Apriani Karo dan Hesri
Elpriyanti Ginting

11. EXO selaku inspirasi dan motivasi penulis dalam segala hal secara tidak
langsung.

Medan, Juni 2017

Penulis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENENTUAN KADAR SODA YANG HILANG DI TAHAP
PENCUCIAN V PADA PROSES PEMBUATAN PULP
DI PT. TOBA PUPL LESTARI, Tbk PORSEA

ABSTRAK

Kandungan soda dinyatakan sebagai Na2 SO4 yang terbawa bubur pulp
hasil pencucian yang sudah tidak dapat diambil lagi dari hasil pemasakan.
Kehilangan soda dihitung dari hasil perkalian volume titrasi yang diperoleh,
Normalitas HCl dan Berat ekivalen, Per berat kering sampel kemudian
dikonversikan menjadi jumlah senyawa sodium, dalam hal ini adalah Na2 SO4 /ton
pulp.
Hasil perhitungan kadar soda yang hilang pada pencucian V pada proses
pembuatan pulp diperoleh rata-rata dari hari pertama sampai hari kelima yaitu
7,60 kg/ton pulp, 7,29 kg/ton pulp, 6,33 kg/ton pulp, 6,46 kg/ton pulp dan 6,93
kg/ton. Hal ini menunjukkan bahwa kadar soda yang hilang sesuai dengan Standar
batas kehilangan soda di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea yaitu 5-10 kg/ton.
Apabila kadar soda yang hilang terlalu rendah maka keputihan pulp yang
dihasilkan akan semakin rendah, sedangkan jika terlalu tinggi maka mutu pulp
yang dihasilkan tidak baik.

Kata Kunci : Soda, Pulp, Berat Ekivalen, Standar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DETERMINATION OF DISSOLVED SODA LEVEL IN WASHING
STAGE V AT PULP MAKING PROCESS AT
PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA

ABSTRAK

The soda loss was explained as Na2 SO4 which carried by porridge pulp
product washing can not took from pulp product cooking. The soda loss was
calculated from the resulting multiplication of titration volume, the normality of
HCl and the weight equivalent, Per dry sample weight and the converted as total
sodium in this case isNa2 SO4 /ton pulp.
The results of calculated soda loss on Washing V in the pulpin process
were obtained on average from the first day until the fifth day is 7,60 kg/ton, 7,29
kg/ton pulp, 6,33 kg/ton pulp, 6,46 kg/ton pulp and 6,93 kg/ton. This indicates
that soda loss in accordance with the Standard li,it of soda loss in PT. Toba Pulp
Lestari, Tbk Porsea is 5-10 kg/ton. If the soda loss is too low then the brightness
of resulting pulp will be lower, while if too high then the resulting pulp quality is
not good.

Keyword : Soda, Pulp, Weight Equivalent, Standard

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Permasalahan 3
1.3 Tujuan 4
1.4 Manfaat 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Kayu 5
2.1.1 Sifat-Sifat Umum Kayu 7
2.1.2 Sifat Mekanik Kayu 10
2.1.3 Komponen-Komonen Kimia Kayu 11
2.2 Pulp 14
2.2.1 Proses Pembuatan Pulp 16
2.3 Pencucian Pulp 19
2.3.1 Pengenceran / Ekstraksi Pencucian 20
2.3.2 Pencucian Multi stage 21
2.4 Pemutihan Pulp 21
2.4.1. Teori Pemutihan 22
2.4.2.Bahan Kimia Proses Pemutihan 22

BAB III. METODOLOGI PERCOBAAN 24

3.1. Alat-Alat 24
3.2. Bahan-Bahan 24
3.3. Prosedur Percobaan 25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 26

4.1. Data Hasil Pengamatan 26


4.2. Perhitungan 26
4.3. Pembahasan 27

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 30

5.1. Kesimpulan 30
5.2. Saran 30

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Unsur Kayu 11

Tabel 2. Unsur-Unsur Organik kayu 12

Tabel 3. Tabel Data Analisa Soda Loss 26

Tabel 4. Table Rata-Rata Soda Loss Harian 27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kayu 5

Gambar 2.1 Eucallyptus Pellita 6

Gambar 2.2 Pulp 15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pulp dapat dibuat dari bahan baku yang mengandung selulosa. Indonesia memiliki

peluang yang sangat strategis dalam menghadapi era globalisasi kerja sama

ekonomi. Disamping memiliki kesempatan untuk mengembangkan hasil pertanian

agar dapat dipasarkan dalam kondisi segar, Indonesia juga berpeluang untuk

mengembangkan industri pengolahan hasil-hasil pertanian menjadi produk-produk

yang diminati pasar. Bahan baku dasar pembuatan pulp adalah selulosa dalam

bentuk serat dan hampir semua tumbuhan yang mengandung selulosa dapat

dipakai sebagai bahan baku pembuatan pulp. Selulosa terdapat pada semua

tumbuhan, dari pohon bertingkat tinggi hingga organisme primitive seperti lumut

dan gangang. Hampir semua tumbuhan yang mengandung selulosa dapat

digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp. (Syamsul Bahri, 2015)

Proses pembuatan pulp umumnya menggunakan proses sulfat (kraft)

dengan bahan baku kayu (chips) yang dimasak dengan larutan yang mengandung

NaOH dan Na2 S (white liquor) untuk memisahkan lignin dari serat selulosa dan

hemiselulosa. Pulp yang dihasilkan dari Digester berwarna coklat karena masih

mengandung sisa lignin, selanjutnya dipisahkan dengan proses Oksigen

Delignifikasi (ODL) dan chemical bleaching untuk mencapai brightness ketingkat

yang diinginkan. Pengunaan senyawa klorin pada Chemical Bleaching dapat

menghasilkan limbah cair yang mengandung chlorinated organic compounds

(AOX) dan berbahaya terhadap lingkungan. AOX dapat terakumulasi pada tubuh

ikan, dan meningkatkan resiko apabila terkonsumsi manusia. Pemakaian ClO2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang berlebih juga dapat mengurangi kekuatan pulp. (Amrizal, Adrianto Ahmad

dan Bahruddin, 2016)

Pembuatan pulp dengan proses soda maupun proses sulfit telah lama

dikenal dan masih dipergunakan sampai sekarang. Pada proses soda, delignifikasi

yang terjadi kurang sempurna, karena masih adanya ikatan lignin yang tidak dapat

diputuskan sehingga tidak dapat larut dalam lindi hitam. Akibatnya sifat pulp

kurang baik pada proses delignifikasi, tapi dapat menyebabkan timbulnya polusi.

Untuk mengatasi masalah diatas dilakukan pembuatan pulp dengan pelarut

organik dilakukan komponen utama bahan baku pulp, dimana lignin larut dalam

pelarut organik dan karbohidrat larut dalam air sedangkan selulosa tidak larut

dalam kedua larutan tersebut. Sehingga dengan penambahan pelarut organik dan

air, selulosa tidak dapat dipisahkan dari komponen lainnya. (Nur Masitah, 2014)

Pencucian pulp memberikan manfaat yang diinginkan terkait dengan

peningkatan efisiensi pada pemeriksaan dan pemutihan pulp . Selain itu, kualitas

pulp juga ditingkatkan dengan pencucian yang baik. Singkatnya, ketika pencucian

brownstock dilakukan dengan buruk, semua area pabrik mengalami dampak

negatif. Bila dilakukan dengan baik, peningkatan Black Liquor, penurunan

carryover ke pabrik pemutih dan atau mesin kertas, dan penurunan dampak

lingkungan. Sistem pencucian modern telah diintegrasikan ke dalam jantung

siklus pemulihan kraft. Pencucian pulp yang memuaskan dicapai dengan

rangkaian arus kontinu multistage, di mana air terbersih ditambahkan pada tahap

terakhir dan filtrat yang dihasilkan digunakan pada tahap sebelumnya sampai

mencapai Blow Tank atau zona pencucian secara kontinyu. Digester adalah

penting bahwa jumlah "air bersih" yang ditambahkan ke tahap pencucian terakhir

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


minimal semaksimal mungkin untuk menjamin pemindahan padatan yang efisien

karena penambahan air bersih yang berlebihan secara efektif menghasilkan

penurunan konsentrasi dari padatan black liquor yang dikirim ke evaporator.

(Ricardo B. Santos dan Peter W. Hart, 2014)

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui tentang: Penentuan

Kadar Soda yang Hilang Di Tahap Pencucian V Pada Proses Pembuatan Pulp Di

PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea.

I.2. Permasalahan

Apakah jumlah kadar soda yang hilang di tahap pencucian V pada proses

pembuatan pulp telah memenuhi standar di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea?

I.3. Tujuan

Untuk mengetahui kadar soda yang hilang di tahap pencucian V pada proses

pembuatan pulp di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea

I.4. Manfaat

Dapat mengetahui kadar soda yang hilang ditahap pencucian V pada proses

pembuatan pulp di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu

Kayu adalah salah satu produk yang paling sederhana, paling mudah digunakan

kayu dapat dipotong dan dibentuk dengan mudah, digunakan dan mudah dipasang.

Pada saat yang sama, kayu adalah salah satu bahan kimia yang paling kompleks.

Kayu tersusun atas sel-sel yang mungil, masing-masing memiliki struktur lubang-

lubang kecil, selaput dan dinding-dinding yang berlapis-lapis rumit. Kemudahan

kayu untuk diubah menjadi suatu produk dan dapat lama dipergunakan,

tergantung pada pengetahuan praktis akan strukturnya (Haygreen, 1987).

Gambar 2.1.1 Kayu

Tidaklah berlebihan jika dikatakan, bahwa kayu merupakan salah satu

produk alam yang sangat penting. Sekitar sepertiga luas permukaan lahan dunia

tertutup oleh hutan yang mengandung persedian pertumbuhan total kayu sekitar

300,000 juta m3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Produk paling penting dari pengolahan kayu secara kimia adalah pulp.

Dalam tahun 1980 pulp yang dihasilkan di seluruh dunia mencapai 123 juta ton.

Dalam periode yang sama konsumsi total kertas dan karton adalah 170 juta ton

dan dari jumlah tersebut lebih dari 25 % dihasikan dari kertas bekas.

Tanaman kayu yang sering digunakan untuk bahan baku pembuatan pulp

adalah Acacia sp dan Eucalyptus sp. Kayu Acacia dan Eucalyptus termasuk

kedalam tanaman berdaun lebar. Tanaman ini tumbuh baik pada tanah yang subur,

tanah yang mengalami erosi dan tanah bekas perladangan, dan juga tanaman ini

sangat baik untuk memberantas alang-alang karena cepat menutupi tanah.

Penentuan jenis kayu yang akan dibudidayakan merupakan langkah awal yang

penting karena akan berpengaruh besar terhadap segi teknis dan ekonomis dalam

pengelolaan unit HTI untuk jangka waktu panjang. (Sugesti, S., Kardiansyah, T

dan Pratiwi, W. 2015)

Gambar 2.1.2 Eucalyptus Pellita

Eucalyptus pellita adalah salah satu jenis penghasil kayu untuk bahan baku

pulp di Indonesia. Jenis ini merupakan tanaman cepat tumbuh yang telah

dikembangkan secara luas dalam bentuk hutan tanaman industri (HTI) terutama di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pulau Sumatera dan Kalimantan. Namun demikian dilaporkan jenis ini merupakan

bahan kayu bakar dan arang yang baik, menghasilkan minyak esensial untuk

bahan obat dan parfum serta menghasilkan madu melalui budidaya lebah

madu/apiculture. Meski memiliki cakupan tempat tumbuh yang lebar, tetapi

kebanyakan Eucalyptus tidak tahan suhu dingin. Tanaman Eucalyptus tumbuh

dengan baik pada suhu rata-rata per tahun 200 hingga 320 Celcius. (Adinugraha,

H.A., Fani, T.R. dan Hadiyan, D. 2016)

2.1.1 Sifat-Sifat Umum Kayu

Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbeda-beda.

Bahkan kayu yang berasal dari satu pohon pun dapat memiliki sifat yang berbeda.

Jika dibandingkan bangian ujung dengan pangkalnya. Untuk itu, ada baiknya jika

sifat-sifat kayu tersebut diketahui terlebih dahulu, sebelum kayu dipergunakan

sebagai bahan bangunan, industri kayu maupun untuk pembuatan perabot.

Beberapa hal yang tergolong dalam sifat fisik kayu adalah berat jenis, keawetan

alami, warna, higroskopik, tektur, serat, berat, kekerasan, kesan raba, bau dan rasa,

nilai dekoratif, dan beberapa sifat lain.

1. Berat jenis

Kayu memiliki berat jenis(BJ) yang berbeda-beda, berkisar antara minimum 0,20

(kayu balsa) hingga1,28(kayu nani). Berat jenis merupakan petunjuk penting bagi

aneka sifat kayu makin berat Bjnya, umumnya makin kuat pula kayunya. Semakin

ringan suatu jenis kayu, akan berkurang pula kekuatannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Keawetan alami kayu

Keawetan alami kayu ternyata berbeda-beda. Maksud keawetan alami ialah

ketahanan kayu terhadap serangan unsur-unsur perusak kayu dari luar misalnya

jamur, rayap, bubuk, cacing laut, dan makhluk lainnya, yang diukur dengan

jangka waktu ketahanan keawetan kayu tersebut disebabkan oleh adanya suatu zat

di dalam kayu (zat ekstrakstif). Zat-za tersebut merupakan sebagian unsur racun

bagi perusak-perusak kayu, sehingga perusak tersebut tidak sampe rusak atau

tinggal di dalamnya dan merusak kayu.

3. Warna kayu

Ada beraneka macam warna kayu, antara lain warna kuning, keputi-putihan,

coklat muda,coklat tua, kehitam-hitaman, kemerah-merahan, dan lain sebagainya.

hal ini disebabkan oleh zat-zat pengisi warna dalam kayu yang berbeda-beda.

Warna suatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, tempat

di dalam batang, umur pohon kdan kelembapan udara

4. Higroskopik

Kayu mempunyai sifat higroskopik, yaitu dapat menyerap atau melepaskan air

atau kelembaban. Kelembaban kayu sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan

suhu udara pada suatu saat. Makin lembab udara disekitarnya akan makin tinggi

pula kelembaban kayu sampai tercapai keseimbangan dengan lingkungannya.

5. Tekstur

Tekstur ialah ukuran relatif sel-sel kayu. Maksud sel kayu adalah serat-serat kayu.

Jadi dapat dikatakan bahwa tekstur ialah ukuran relatif serat-serat kayu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan teksturnya, jenis kayu dapat dibedakan kedalam 3 golongan. Ketiga

golongan tersebut ialah:

a. Kayu bertekstur halus , misalnya: giam, lara, kulim, dan lain-lain

b. Kayu bertekstur sedang, misalnya: jati, sonokeling, dan lain-lain

c. Kayu bertekstur kasar, misalnya: kempas, meranti, dan lain-lain

6. Serat

Serat berkaitan dengan sifat kayu, yang menunjukkan arah umum sel-sel kayu di

dalam kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah serat dapat ditentukan oleh arah

yang beralur-alur yang terdapat pada permukaan kayu. Kayu dikatakan berserat

halus, jika arah sel-sel kayunya sejajar dengan sumbu batang. Jika arah sel-sel itu

menyimpang atau membentuk sudut terhadap sumbu panjang batang, maka kayu

itu dikatakan berserat mencong.

7. Bobot kayu

Bobot suatu kayu terngantung pada jumlah zat kayu yang tersusun, rongga-rongga

sel atau jumlah pori-pori, kadar air yang dikandung, dan zat-zat ekstraktif di

dalamnya. Bobot suatu jenis kayu ditunjukkan dengan besarnya berat jenis kayu

yang bersangkutan, dan dipakai sebagai patokan kelas kayu.

8. Kekerasan

Pada umumnya terdapat hubungan langsung antara kekerasan kayu dan bobot

kayu. Kayu-kayu yang keras juga termaksuk kayu-kayu yang berat. Sebaliknya

kayu ringan adalah juga kayu yang lunak. Berdasarkan kekerasannya, jenis-jenis

kayu dapat digolongkan sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Kayu sangat keras, contohnya balau dan giam

b. Kayu keras, contonya kulim dan pilang

c. Kayu sedang kekerasannya, contohnya mahoni dan meranti

d. Kayu lunak,contohnya pinus dan balsa (Dumanauw, 1990)

2.2.2 Sifat Mekanik Kayu

Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk memikul beban atau gaya yang

mengenainya. Ketahanan terhadap perubahan bentuk menentukan banyaknya

bahan yang dimampatkan, terpuntir, atau terlengkungkan oleh suatu beban yang

mengenainya. Perubahan-perubahan bentuk yang terjadi segera sesudah beban

dikenakan dan dapat dipulihkan jika beban dihilangkan disebut perubahan bentuk

elastis. Sebaliknya jika perubahan bentuk berkembang perlahan-lahan sesudah

dikenakan, maka disebut reologis atau tergantung waktu.

Sifat-sifat mekanik biasanya merupakan ciri-ciri terpenting produk-produk

kayu yang akan digunakan untuk bahan bangunan gedung. Penggunaan struktural

dapat didefinisikan sebagai setiap penggunaan dimana sifat mekanik merupakan

kriteria pertama untuk pemilihan bahan. Penggunaan struktur produk-produk kayu

meliputi palang-palang lantai dan kasau dalam rumah-rumah kerangka kayu,

tiang-tiang listrik, penutup atap dan bawah lantai kayu lapis, balok-balok berlapis

yang direkat dalam bangunan komersial, lantai papan partikel dalam rumah-

mobil,penyangga atap berlapis dalam bangunan-bangunan komersial, anak tangga

kayu, tiang perahu layar dan kerangka perabot rumah tangga. (Haygreen,1987)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.1.3 Komponen-Komponen Kimia Kayu

Kayu adalah suatu karbohidrat yang tersusun terutama atas karbon, hidrogen dan

oksigen.

Table 1. Komposisi Unsur Kayu

Unsur % berat kering

Karbon 49

Hidrogen 6

Oksigen 44

Nitrogen Sedikit

Abu 0,1

Sumber : Haygreen (1987)

Tambahan pula kayu mengandung senyawa anorganik yang tetap tinggal

setelah terjadi pembakaran pada suhu tinggi pada kondisi oksigen yang melimpah,

residu semacam ini dikenal sebagai abu. Abu dapat ditelusuri karena adanya

senyawa yang tidak terbakar yang mengandung unsur-unsur seperti kalsium,

kalium, magnesium, mangan dan silikon. Kenyataan bahwa kayu-kayu domestik

memiliki kandungan abu yang sangat rendah terutama kandungan silikanya adalah

penting dari sudut pemanfaatannya, kayu dengan kandungan silika lebih tinggi

dari pada kira-kira 0,3 % (atas dasar berat kering) akan menyebabkan alat-alat

menjadi sangat tumpul. Kandungan silika melebihi 0,5 % secara reaktif umum

terdapat pada kayu-kayu keras tropika dan pada sejumlah spesies kandungan ini

mungkin lebih dari 2 % dari beratnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Unsur-unsur penyusunan kayu itu tergabung dalam sejumlah senyawa organik:

selulosa, hemiselulosa dan lignin.

Tabel 2. Unsur-Unsur Organik Kayu

Tipe Selulosa Hemiselulosa Lignin

% berat kering

Kayu keras 40-44 15-35 18-25

Kayu lunak 40-44 20-32 25-35

Sumber : Haygreen (1987)

Senyawa tersebut pada kayu keras dan kayu lunak. Proporsi lignin dan

hemiselulosa sangat bervariasi diantara spesies-spesies kayu, dan juga antara kayu

keras dan kayu lunak. (Haygreen,1987)

1. Selulosa

Selulosa (C6 H10 O5 )n adalah polimer berantai panjang polisakarida karbohidrat

dari beta-glukosa. Selulosa memiliki sifat berbentuk senyawa berserat,

mempunyai tegangan tarik yang tinggi, tidak larut dalam air dan pelarut organik.

Selulosa merupakan unsur yang penting dalam proses pembuatan pulp, semakin

banyak selulosa yang terkandung dalam pulp maka semakin baik kualitas pulp

tersebut. Berdasarkan derajat polimerisasi (DP), selulosa dibedakan atas tiga jenis

yaitu:

a. Selulosa α (Alpha Cellulose)

Selulosa α (Alpha Cellulose ) merupakan selulosa berantai panjang, tidak larut

dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


polimerisasi) berkisar 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau

penentu tingkat kemurnian selulosa.

b. Selulosa β (Betha Cellulose)

Selulosa β (Betha Cellulose) merupakan selulosa berantai pendek, larut dalam

larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP berkisar 15-90, dapat mengendap

bila dinetralkan.

c. Selulosa γ (Gamma cellulose)

Selulosa γ (Gamma cellulose) meupakan selulosa berantai pendek, larut dalam

larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP kurang daripada 15.

2. Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan senyawa sejenis polisakarida yang terdapat pada semua

jenis serat, mudah larut dalam alkali, dan mudah terhidrolisis oleh asam mineral

menjadi gula dan senyawa lain. Hemiselulosa lebih mudah larut daripada selulosa,

dan dapat diisolasi dari kayu dengan ekstraksi. (Purnawan dan Parwati, C.I 2014)

3. Lignin

Lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi, tersusun

atas unit-unit fenilpropan meskipun tersusun atas karbon, hidrogen dan oksigen,

lignin bukanlah suatu karbohidrat dan bahkan tidak ada hubungannya dengan

golongan senyawa tersebut. Sebaliknya lignin pada dasarnya adalah suatu fenol.

Lignin sangat stabil dan sukar dipisahkan dan mempunyai bentuk yang

bermacam-macam karenanya susunan lignin yang pasti di dalam kayu tetap tidak

menentu.

Lignin terdapat di antara sel-sel dan di dalam dinding sel, diantara sel-sel,

lignin berfungsi sebagai perekat untuk mengikat sel-sel bersama. Dalam dinding

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sel, lignin sangat erat hubungannya dengan selulosa dan berfungsi untuk

memberikan ketegaran pada sel. Lignin juga berpengaruh dalam memperkecil

perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan kandungan air kayu dan juga

dikatakan bahwa lignin mempertinggi sifat racun kayu yang membuat kayu tahan

terhadap serangan cendawan dan serangga. Ketegaran yang diberikan oleh lignin

merupakan faktor penentu sifat-sifat kayu. Mengingat sifat kapas yang sangat

lunak (hampir-hampir selulosa murni) dapat dibayangkan betapa kayu akan

menjadi tidak kaku tanpa adanya bahan-bahan pengeras.

Di dalam kayu lignin merupakan bahan yang tidak berwarna. Apabila

ingin bersentuhan dengan udara, terutama dengan adanya sinar matahari, maka

(bersama-sama dengan karbohidrat-karbohidrat tertentu) lama kelamaan lignin

cenderung menjadi kuning. Lignin bersifat termoplastik artinya lignin akan

menjadi lunak dan dapat dibentuk pada suhu yang lebih tinggi dan keras kembali

apabila menjadi dingin. (Haygreen, 1987)

2.2 Pulp

Pulp adalah bahan berserat yang dihasilkan dari proses manufaktur yang

kompleks yang melibatkan kimia dan atau perlakuan mekanik dari berbagai jenis

bahan tanaman. Kayu menyediakan dasar untuk sekitar 90% dari produksi pulp

global, sedangkan sisanya 10% berasal dari tanaman tahunan. Pulp adalah salah

satu kebanyakan bahan baku yang melimpah di seluruh dunia yang digunakan

terutama sebagai besar komponen dalam pembuatan kertas dan kertas karton, dan

dengan meningkatnya pentingnya juga dalam bentuk berbagai macam produk

selulosa dalam industri tekstil, makanan, dan industri farmasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.2 Pulp

Industri pulp secara global kompetitif dan menarik dari sudut pandang

keberlanjutan dan kompatibilitas lingkungan. Dalam banyak hal, industri ini

adalah contoh ideal sebuah diinginkan, industri mandiri yang memberikan

kontribusi positif ke banyak bidang kehidupan kita sehari-hari. Selain itu, tidak

ada keraguan bahwa ia akan terus memainkan peran penting di masa depan.

Meskipun teknologi bubur yang ada memiliki asal-usul dalam abad ke-19, ia

memiliki masih potensi yang sangat tinggi dari inovasi lebih lanjut yang meliputi

banyak bidang ilmu. Pengetahuan tentang proses pembuatan pulp telah sangat

diperluas (Sixta, 2006)

Cairan lindi hitam (black liqour) yang di dapatkan dari proses pemasakan

berkonsentrasi rendah yang berasal dari unit pencucian dipekatkan dengan

menggunakan evaporator jenis falling film plate dan konsentrator. Cairan yang

sudah dipekatkan dengan konsentrasi 65 % padatan selanjutnya kemudian dibakar

di dalam sebuah Ketel uap dan pemulih bahan kimia. Uap air tekanan tinggi di

produksi dengan membakar bahan organik yang terdapat di dalam cairan,dimana

bahan organik dalam lindi hitam yang dihasilkan setelah pembuatan pulp adalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dasarnya terdiri dari lignin dan produk-produk degradasi karbohidrat disamping

bagian-bagian kecil ekstraktif. Proses ini digunakan untuk menghasilkan sumber

elektrik pada Turbo Generator dan kelebihan steam digunakan untuk tujuan

pemanasan pada proses. Bahan kimia anorganik yang diperoleh dalam bentuk

massa yang bergabung (menyatu) disebut sebagai “smelt” ini kemudian dilarutkan

di dalam Dissolver dan dipompakan ke seksi Recausticizing.

Cairan lindi hijau(Green liqour) tersebut selanjutnya mengalami

pemisahan dan pengapuran dengan menggunakan kapur bakar untuk

menghasilkan cairan lindi putih (white liqour) yang akan digunakan sebagai bahan

kimia pemasak di dalam tungku pemasakan kayu. Endapan kapur dari unit

pemisahan adalah pekat dan dikeraskan (calcining) dengan menambahkan batu

kapur ke dalam sebuah tungku kapur yang berputar guna memproduksi kapur

bakar kembali yang akan digunakan untuk proses Recausticizing dari cairan lindi

hijau (Sirait,2003)

2.2.1. Proses Pembuatan Pulp

Proses pembuatan pulp dapat dibagi menjadi tiga proses yaitu proses mekanis,

proses semi kimia, dan proses kimia.

1. Secara Mekanis

Pembuatan pulp secara mekanis dilakukan tanpa menggunakan bahan kimia yaitu

dengan cara menguraikan serat yang ada di dalam kayu secara paksa dengan

menggunakan aksi mekanis. Bahan baku digiling dalam keadaan basah, serat-serat

kayu akan terlepas, kemudian disaring sampai kehalusan tertentu untuk

memperoleh bubur kertas (pulp). Dalam proses mekanis ini tidak dilakukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pemisahan komponen-komponen yang terdapat di dalam kayu sehingga pulp yang

dihasilkan mempunyai kandungan bahan seperti semula. Keuntungan proses ini

adalah biaya produksi yang rendah dan hasil yang tinggi karena pulp yang

diperoleh sekitar 90 % dari bahan semula. Kelemahannya adalah rendahnya mutu

kertas yang dihasilkan, dimana kertas mudah sekali menjadi kuning dan

kecoklatan karena kandungan ligninnya masih banyak.

2. Secara Semi Kimia

Proses semi kimia adalah karena pada tahap awal pembuatan pulp digunakan

bahan-bahan kimia sebagai pelunak bahan baku. Pelunakan dimaksudkan untuk

memutuskan ikatan lignoselulosa dengan menghilangkan sebagian dari

hemiselulosa dan lignin. Kemudian diperlakukan secara mekanis untuk

memisahkan serat-seratnya. Disini pulp semi kimia masih mengandung lebih dari

25 % lignin yang terdapat dalam kayu. Pulp yang diperoleh biasanya digunakan

untuk membuat kertas pembungkus, kertas cetak dan papan kertas kayu. Jika

konsentrasi bahan kimia semakin tinggi, maka penyerapan terhadap selulosa

semakin naik dibandingkan dengan penyerapan terhadap lignin, yang dapat

menghasilkan rendemen dan kekuatan rendah.

3. Secara Kimia

Proses pembuatan pulp secara kimia adalah proses pembuatan pulp yang

menggunakan bahan kimia sebagai bahan utama untuk melarutkan bagian-bagian

kayu yang tidak diinginkan. Rendemen pulp yang diperoleh dalam proses ini

relatif rendah dibandingkan dengan proses mekanis dan semi kimia, yaitu antara

40 – 60 %, sehingga diperoleh produk selulosa yang lebih murni. Keuntungan-

keuntungan memakai proses kimia pada pembuatan pulp antara lain:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Dapat dilakukan pada semua jenis bahan baku.

2. Kekuatan pulp tinggi.

3. Pulp yang dihasilkan dapat digunakan untuk pembuatan rayon.

4. Kualitas kertas yang dihasilkan lebih tinggi (Syamsul Bahri, 2015)

Proses pembuatan pulp secara kimia terbagi menjadi proses soda, Kraft (Sulfat)

dan Sulfit.

a. Proses Soda

proses soda adalah proses kimia pertama yang digunakan dalam pembuatan pulp.

Dalam prosesnya, natrium hidrosida digunakan sebagai cairan pemasak dengan

menambahkan campuran soda ash ( Na2 CO3 ), dan campuran kapur Ca(OH)2

kedalam digester. Proses ini paling sesuai untuk proses residu pulp.

b. Proses Sulfit

proses sulfit adalah salah satu metode pulp yang utama. Proses ini paling sesuai

untuk kayu lunak non resin. Dalam metode ini, lignin pengikat serat dilunakkan

dan dilarutkan sampai batas tertentu dalam larutan yang mengandung ini terlarut,

ion hydrogen sulfit dengan nilai pH antara 1,5-12. Bergantung pada tingkat

memasak, hasilnya bervariasi antara 45% sampai 65%, namun biaya hasilnya

sekitar 50% untuk pulp standar yang tidak diputihkan. Jika pulp diputihkan, 4%

sampai 5% berat kayu asli lainnya mungkin hilang dalam proses pembuatannya.

c. Proses Sulfat (Kraft)

proses kraft, pertama kali digunakan pada tahun 1879, adalah modifikasi proses

soda kaustik dalam natrium sulfit ( Na2 S ) yang ditambahkan kedalam cairan

pemasak. Kehadiran soda kaustik dalam cairan pemasak sangat sesuai untuk

penggunaan hampir semua jenis kayu. Sodium sulfat bertugas untuk buffering,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pencernaan dapat diimplementasikan pada konsentrasi OH− ion yang lebih rendah.

Dengan demikian kerusakan serat berkurang dan pulp dengan kekuatan tinggi

dihasilkan. Umumnya pemulihan pulp kraft dari kayu lunak sekitar 47% untuk

pulp yang tidak diputihkan dan 44% untuk diputihkan. (Nigam Mohit et al., 2014)

d. Organosolv

Proses organosolv adalah proses pemisahan serat dengan menggunakan bahan

kimia organik seperti misalnya metanol, etanol, aseton, asam asetat, dan lain-lain.

Proses ini telah terbukti memberikan dampak yang baik bagi lingkungan dan

sangat eisien dalam pemanfaatan sumber daya hutan. Dengan menggunakan

proses organosolv diharapkan permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh

industri pulp dan kertas akan dapat diatasi. Hal ini karena proses organosolv

memberikan beberapa keuntungan, antara lain yaitu rendemen pulp yang

dihasilkan tinggi, daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah, tidak

menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap lingkungan, dapat

menghasilkan by-products (hasil sampan sampingan) berupa lignin dan

hemiselulosa dengan tingkat kemurnian tinggi. (Purnawan, C. dkk. 2012)

2.3 Pencucian Pulp

Tujuan dari pencucian pulp adalah untuk mendapatkan pulp yang bebas dari zat

terlarut yang tidak diinginkan. Dalam kasus yang paling mendasar, hal ini bisa

dilakukan dengan cara mengganti yang terkontaminasi yang menyertai serat pulp

dengan air bersih. Di pabrik bubur kertas modern, Operasi pencucian termasuk

juga perpindahan satu jenis liquor dengan jenis liquor lainnya. Selain fungsi

pencuciannya, peralatan pencuci juga harus juga memungkinkan mengatur

pemisahan efektif kimia atau tingkat suhu antara tahap proses serat tunggal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berbagai manfaat dihasilkan dari bubur kertas, seperti meminimalkan pemulihan

zat organik untuk pengolahan atau pembakaran, mengurangi dampak lingkungan

dari operasi serat yang membatasi pengalihan antara proses penggunaan kembali

bahan kimia dan konsevasi energi dalam tahap pemutihan tunggal, dan terakhir

namun tidak sedikit mendapatkan produk pulp akhir yang bersih. Idealnya,

pencucian pulp dilakukan dengan jumlah minimum air pencuci untuk

melestarikan sumber air bersih dan untuk mengambil beban kapasitas dari daerah

hilir yang mengolah filtrat pencucian. Seringkali, pencucian pulp adalah

kompromi antara bersihnya pencucian pulp dan jumlah air pencuci yang

digunakan. Di pabrik, operasi pencucian pulp dapat ditemukan pada pencucian

brownstock, di pabrik pemutih dan, seperti kasusnya, juga mencerna dan

menyalakan mesin pengering.

2.3.1 Pengenceran / Ekstraksi Pencucian

Metode pencucian yang paling sederhana adalah dengan pengenceran dan

ekstraksi. Pada tahap pertama, pakan pulp dicampur dengan cairan pencuci,

setelah filtrat diekstraksi lalu pulp dikeluarkan. Pengenceran / ekstraksi pencucian

tidak efektif kecuali dilakukan berkali-kali. Secara teori, sejumlah tahap

pengenceran / ekstraksi yang tak terbatas diperlukan untuk membawa konsentrasi

dalam pembuangan pulp ke tingkatnya dalam cairan pencuci. Efesiensi operasi ini

umumnya rendah, dan terutama bergantung pada konsistensi dimana pulp

diencerkan dan dikentalkan. Hal ini juga tergantung pada sejauh mana zat terlarut

diserap pada serat dan waktu yang dibutuhkan agar zat terlarut menyebar dari

serat. Pabrik pulp modern, tidak ada ruang untuk pengenceran / ekstraksi sebagai

proses pencucian terpisah. Namun demikian, fenomena pengenceran terjadi ketika

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


alasan proses memerlukan pengenceran, baik untuk pemisahan serat selama

penyaringan, bahkan untuk distribusi serat dizona pembentuk matrik mesin

pencuci, atau untuk pencampuran bahan kimia yang homogen.

2.3.2 Pencucian Multi Stage

Seringkali, satu tahap pencucian saja tidak cukup untuk melakukan pencucian

yang dibutuhkan. Dalam kasus seperti ini, pencucian multi stage harus dilakukan

baik pada sejumlah mesin pencuci secara seri, atau pada satu potong peralatan

pencucian multi stage. Dalam sistem multi stage, penghilang zat terlarut

maksimum dapat dicapai jika pulp dicuci pada setiap tahap dengan air tawar.

Namun metode multi, tahap pencuci menghasilkan sejumlah filtrat sangat encer

yang sangat besar, dan ada disana. (Sixta, 2006)

2.4 Pemutihan Pulp

Proses pemutihan dapat dianggap sebagai suatu lanjutan proses pemasakan yang

dimaksudkan untuk memperbaiki brigthness dan pemurnian dari pulp. Hal ini

dicapai dengan cara menghilangkan atau memutihkan bahan pewarna yang tersisa

pada pulp lignin yang tersisa adalah suatu zat yang paling dominan untuk

menghilangkan warna pada pulp oleh karena itu harus dihilangkan atau diputihkan.

Tujuan utama proses pemutihan secara umum dapat diringkas sebagai berikut:

1. Memperbaiki brigthness

2. Memperbaiki kemurnian

3. Degredasi serat selulosa seminimum mungkin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Untuk mendapatkan pulp yang dikelantang tingkat tinggi, beberapa properti

juga harus dikontrol seperti brightness, yaitu ukuran seberapa banyak cahaya yang

tercermin oleh pulp dalam kondisi tertentu. Persyaratan stabilitas kecerahan dan

kecerahan maksimum tidak begitu ketat (88-90% ISO) namun lebih penting untuk

nilai kertas cetak dan tulisan ((90-92% ISO) karena dalam kasus terakhir terakhir

kedua parameter ini secara signifikan mempengaruhi permintaan agen brightness

optik selama pembuatan pulp. (Ribeiro, R.A et al., 2014)

2.4.1 Teori Pemutihan Pulp

Warna pada pulp yang belum diputihkan umumnya disebabkan oleh lignin yang

tersisa penghilangan lignin dapat lebih banyak pada proses pemasakan, tetapi akan

mengurangi hasil yang banyak sekali dan merusak serat, jadi menghasilkan

kualitas pulp yang rendah oleh karena itu, proses pemasakan agar benar-benar

cukup dimana proses penghilangan lignin dengan bahan kimia, umumnya

memiliki suatu dampak terhadap dekomposisi dari lignin. Pada normalnya proses

penghilangan lignin adalah melarutkan pulp kebentuk yang larut dengan air.

Penghilangan bentuk-bentuk lignin merupakan kehilangan sebahagian dari hasil

dari proses pemutihan, yang mana ini adalah 5% sampai dengan 10% ( dihitung

mulai dari pulp yang telah selesai dimasak), tergantung kepada metoda pemasakan

dan sasaran brightness dari pulp .

2.4.2 Bahan Kimia Proses Pemutihan

1. Sodium Hidroksida (NaOH)

Pada saat khlorin bereaksi dengan lignin dan resin, sebagaian besar saja yang

dihasilkan tersebut larut dengan air. Karena khlorinat lignin dan resin sangat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mudah larut dalam larutan alkali, perlakuan alkali menyusul setelah proses

khlorinasi. Sodium hidroksida(caustik soda) merupakan salah satu alkali kuat

yang ada.

2. Oksigen (𝐎𝐎𝟐𝟐 )

Gas oksigen digunakan sebgai suatu zat pemutih bersama-sama dengan alkali

pada tahap ekstraksi. Gas ksigen memperkuat sifat-sifat pulp yang diputihkan. Hal

ini mungkin membuat berkurangnya emisi yang dapat mengganggu terhadap

lingkungan.

3. Sodium hypoklorit (NaOCl)

Hypoklorit adalah persenyawaan kholrin yang pertama digunakan untuk proses

pemutihan (biasanya disebut Hypo) rumus kimia Sodium hypoklorit adalah

(NaOCl). Sodium hypoklorit dibuat dari khlorin dan caustik soda senyawa ini

merupakan larutan yang sangat tidak stabil dan cenderung terurai yang meningkat

dengan kenaikan dan temperatur serta berkurangnya sifat alkali (NaOCl).

4. Khlorin Dioksida (𝐂𝐂𝐂𝐂𝐂𝐂𝟐𝟐 )

Khlorin dioksida adalah salah satu bahan kimia pengoksidasi kuat, kerja dari

proses pemutihan ini umumnya dengan cara oksidasi terhadap lignin dan bahan-

bahan berwarna yang lainnya. Digunakan untuk memutihkan pulp yang

berkualitas sebab ini memiliki keunikan yang sangat mengoksidasi bahan yang

bukan selulosa dengan kerusakan pada selulosa yang mininum. Brightness tinggi

yang dihasillkan dengan khlorin dioksida adalah stabil. Pada bleaching plant

khlorin dioksida digunakan sebagai suatu larutan gas didalam air. (Sirait,2003)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat-alat

1. Beaker plastik 1000 ml Vitlab

2. Buret Digital 50 ml Titrette Bottle

3. Oven Memmert Oven

4. pH meter Eutech

5. Neraca Analit Kern

6. Desikator

7. Magnetic Stirrer Bar Batavialab

8. Magnetic Stirrer

9. Setrika Philips

10. Sheeter

3.2 Bahan-bahan

1. Air Destilat

2. HCl 0,1 N

3. Bubur Pulp

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.3 Prosedur Percobaan

Air destilat hangat dengan suhu kira-kira 60-70°C dimasukkan kedalam

Beaker plastik lalu diletakkan diatas Magnetic Stirrer Bar kemudian diaduk

dengan menggunakan Magnetik Stirrer, pH air destilat diukur dengan

menggunakan pH meter kemudian ditambahkan HCl 0,1 N kedalam air destilat

hingga pH larutan menjadi 4,3. Setelah pH menjadi 4,3 kemudian ditambahkan

bubur pulp lalu ditambahkan kembali dengan HCl 0,1 N kedalam campuran

tersebut hingga pH turun menjadi 4,3 kemudian dicatat volume HCl yang terpakai.

Campuran tersebut lalu dibentuk menjadi Sheet (Lembaran) kemudian setrika dan

masukkan kedalam oven lalu masukkan kedalam desikator dan dicatat berat

sampel sebagai berat sampel kering.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Hasil Pengamatan

Tabel 3. Tabel Data Analisa Soda Loss

Tanggal Waktu V HCL (ml) Berat Kering Soda Loss


Pengerjaan Sampel (g)
21 Januari 09.00 2,15 1,8247 8,11
2017 13.00 2,17 1,9553 7,60
15.00 2,19 1,5846 7,10
22 Januari 09.00 2,20 1,8895 7,10
2017 13.00 2,23 2,0782 7,40
15.00 2,18 2,0287 7,39
23 Januari 09.00 2,20 2,4025 6,30
2017 13.00 2,30 2,6373 6,00
15.00 2,16 2,2180 6,70
24 Januari 09.00 2,24 2,4678 6,20
2017 13.00 2,17 2,2968 6,50
15.00 2,22 2,2796 6,70
25 Januari 09.00 2,06 2,2038 6,43
2017 13.00 2,33 1,3301 6,88
15.00 2,30 1,8254 7,50
Standar Soda Loss : 5-10 kg/ton.

4.2. Perhitungan

4.2.1. Mencari Soda Loss

V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat sampel kering

Keterangan:

a. V HCl : Volume HCL yang ditambahkan setelah penambahan sampel

b. N HCl : Normalitas HCl yang dipakai

c. Be Na2 SO4 : Berat Ekivalen Na2 SO4 yang dipakai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kadar soda yang hilang hari pertama:

V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat Sampel Kering

2,15 x 0,1 x 71
=
1,8247

= 8,11 kg/ton

4.2.2. Mencari Rata-rata Soda loss Per-hari

8,11+7,60+7,10
Rata-rata Soda Loss =
3

= 7,60 kg/ton

Tabel 4. Tabel rata-rata Soda Loss Harian

Tanggal Rata-rata Soda Loss Harian

21 Februari 2017 7,60 kg/ton

22 Februari 2017 7,29 kg/ton

23 Februari 2017 6,33 kg/ton

24 Februari 2017 6,46 kg/ton

25 Februari 2017 6,93 kg/ton

4.3. Pembahasan

Kehilangan soda didenifisikan sebagai kandungan soda dalam pulp yang

meninggalkan sistem pencucian dinyatakan sebagai berat Na2 SO4 /ton pulp. Pada

hari pertama rata-rata Na2 SO4 yang ditambahkan untuk menghilangkan sodanya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sebanyak 7,60 kg/ton pulp, hari kedua dibutuhkan 7,29 kg/ton pulp, hari ketiga

dibutuhkan 6,33 kg/ton pulp, hari keempat 6,46 kg/ton pulp dan untuk hari kelima

dibutuhkan 6,93 kg/ton pulp.dari 5 hari pengamatan soda loss di PT. Toba Pulp

Lestari, Tbk Porsea masih memenuhi Standar yaitu 5-10 kg/ton.

Perolehan soda loss tertinggi diperoleh pada 21 Februari 2017 pukul 09.00

yaitu 8,11 kg/ton pulp. Pada proses pencucian banyak hal-hal yang mempengaruhi

tinggi atau rendahnya kadar soda loss, oleh sebab itu diperhatikan tinggi atau

rendahnya kadar soda pada pulp karena mempengaruhi kadar Keputihan

(Brightness) dari pulp tersebut. Tinggi dan rendahnya perolehan soda loss

dipengaruhi proses pencucian. Temperatur air pencucian sangat mempengaruhi

keadaan yang dikehendaki. Jika pada temperatur air yang lebih tinggi akan

mengakibatkan terlalu tingginya evolusi uap dari lindi hitam. Temperatur air

pencuci optimum di PT. Toba Pulp Lestari ialah 70°C. dimana pada temperatur

tersebut air pencuci dapat melarutkan secara padatan yang harus dihilangkan dari

bubur pulp.

Proses pembuatan pulp kraft dan pulp yang dihasilkan dipengaruhi oleh

beberapa parameter yaitu : Bahan baku (Spesies dan kualitas kayu), Nisbah lindi

pemasak terhadap kayu, Waktu dan suhu pemasakan, Banyaknya dan konsentrasi

bahan kimia pemasak, dan komposissi bahan kimia pemasak. Seperti telah

diutarakan proses kraft tidak telalu sensitif terhadap bahan baku dan sangat cocok

untuk kayu lunak dan kayu keras dengan kerapatan dan umur yang berbeda,

bahkan dalam campuran dan sangat toleran terhadap sisa-sisa kulit, yang

mencapai sekitar 2% untuk kualitas pulp yang dikelantang. Parameter-parameter

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang dikemukakan secara singkat dalam pembuatan pulp kraft sangat bergantung

satu sama lain dan hanya dengan koordinasi optimum dari semua parameter kayu

dan bahan kimia yang penting dan peralatan teknik akan menghasilkan kualitas

pulp yang diinginkan. (Fengel, D. 1995)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa yang dilakukan di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk bahwa range

Range Soda Loss Harian pada analisa Soda Loss dari hari pertama sampai hari

terakhit adalah 7,60 kg/ton pulp, 7,29 kg/ton pulp, 6,33 kg/ton pulp, 6,46 kg/ton

dan 6,93 kg/ton pulp. dari 5 hari pengamatan soda loss di PT. Toba Pulp Lestari,

Tbk Porsea masih memenuhi Standar, Standar kehilangan soda yaitu 5-10 kg/ton

pulp.

5.2. Saran

Diharapkan kepada analis agar pada waktu menentuka pH-nya lebih berhati-hati

dan teliti karena kesalahan sedikit saja dapat merusak hasil analisa dan dapat

mengurangi ketelitian hasil kerja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha, H.A., Fani, T.R. dan Hadiyan, Y. 2016. Evaluasi Pertumbuhan


Sambungan Eucalyptus Pellita E. Muel Dengan Teknik Vaneer Grafting.
Jurnal Sylva Lestari. 4(3): 125
Amrizal., Ahmad, A., dan Bahruddin. 2016. Optimasi Proses Pemutihan Acacia
Kraft Pulp Dengan Proses Biobleaching Sebelum Chemical Bleaching
Untuk Mengurangi Pemakaian Bahan Kimia. Jurnal Sains dan Teknologi.
15(1): 2
Bahri, S. 2015. Pembuatan Pulp Dari Batang Pisang. Jurnal Teknologi Kimia
Unimal. 4(2): 37-41
Dumanaun, F.G., 1993. Mengenal Kayu. Kanisius, Yogyakarta
Fengel, D. dan Wegner, G. 1995. Kimia Kayu, Ultrastruktur, Reaksi. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta
Haygreen, J.G. dan Bowyer, J.L. 1978. Hasil Hutan Dan Ilmu Kayu. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Masitah, N., 2014. Pembuatan Pulp Dari Serabut Gambas Tua Kering Dengan
Proses Alkali Dengan alkohol. Jurnal Teknik Kimia. 9(1): 27-28
Nigam, M. et al., 2014. Manufacturing Of Paper By Sulphate (Kraft) Process.
IJSRR. 3(1): 109-110
Purnawan., Parwati, C.I. 2014. Pembuatan Pulp Dari Serat Aren (Arenga Pinnata)
Dengan Proses Nitrat Soda. SNAST 2014. 324-325
Purnawan, C. ddk. 2012. Pemanfaatan Limbah ampas Tebu Untuk Pembuatan
Kertas Dekorasi Dengan Metode Organosolv. Jurnal Ekosains. 4(2): 3
Ribeiro, R.A. et al., 2014. Final Chlorine Dioxide Stage At Near-Neutral pH For
Bleaching Eucalyptus Pulp. Artigo. 37(10): 1646
Ricardo, B.S. and Peter, W.H. 2014. Brownstock Washing. Tappi Journal.
13(1): 9
Sirait, S. 2003. Bleaching Plant. PT. Toba Pulp Lestari Training and Development
Centre, Sosor Ladang-Porsea
Sixta, H. 2006. Handbook Of Pulp. Volume 1. WILEY-VCH Verlag GmbH &Co.
KGaA, Weinheim
Sugesty, S., Kardiansyah dan Pratiwi, W. 2015. Potensi Acacia Crassicarpa
Sebagai Bahan Baku Pulp Kertas Untuk Hutan Tanaman Industri. Jurnal
Selulosa. 5(1): 22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kadar soda yang hilang hari Pertama

13.00
V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat Sampel Kering

2,17 x 0,1 x 71
=
1,9553

= 7,60 kg/ton

15.00
V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat Sampel Kering

2,19 x 0,1 x 71
=
1,5846

= 7,10 kg/ton

Kadar Soda Yang Hilang Pada Hari Kedua

09.00
V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat Sampel Kering

2,20 x 0,1 x 71
=
1,8895

= 7,10 kg/ton

13.00
V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat Sampel Kering

2,23 x 0,1 x 71
=
2,0782

= 7,40 kg/ton

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15.00
V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat Sampel Kering

2,18 x 0,1 x 71
=
2,0287

= 7,39 kg/ton
7,10+7,40+7,39
Rata-rata Soda Loss =
3

= 7,29 kg/ton

Kadar Soda Yang Hilang Pada Hari Ketiga

09.00
V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat Sampel Kering

2,20 x 0,1 x 71
=
2,4025

= 6,30 kg/ton

13.00
V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat Sampel Kering

2,30 x 0,1 x 71
=
2,6373

= 6,00 kg/ton

15.00
V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat Sampel Kering

2,16 x 0,1 x 71
=
2,2180

= 6,70 kg/ton
6,30+6,00+6,70
Rata-rata Soda Loss =
3

= 6,33 kg/ton

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kadar Soda Yang Hilang Pada Hari Keempat

09.00
V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat Sampel Kering

2,24 x 0,1 x 71
=
2,4678

= 6,20 kg/ton

13.00
V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat Sampel Kering

2,17 x 0,1 x 71
=
2,2968

= 6,50 kg/ton

15.00
V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat Sampel Kering

2,22 x 0,1 x 71
=
2,2796

= 6,70 kg/ton
6,20+6,50+6,70
Rata-rata Soda Loss =
3

= 6,46 kg/ton

Kadar Soda Yang Hilang Pada Hari Kelima

09.00
V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat Sampel Kering

2,06 x 0,1 x 71
=
2,2038

= 6,43 kg/ton

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13.00
V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat Sampel Kering

2,33 x 0,1 x 71
=
1,3301

= 6,88 kg/ton

15.00
V HCl x N HCl x Be Na 2 SO 4
Soda Loss =
Berat Sampel Kering

2,30 x 0,1 x 71
=
1,8254

= 7,50 kg/ton
6,43+6,88+7,50
Rata-rata Soda Loss =
3

= 6,93 kg/ton

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai