Anda di halaman 1dari 43

PENENTUAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD),

FOSFAT , DAN SULFAT PADA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT

KARYA ILMIAH

KRISNO SINAGA
142401096

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENENTUAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)
, FOSFAT , DAN SULFAT PADA AIR LIMBAH RUMAH
SAKIT

KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ahli madya

KRISNO SINAGA
142401096

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERSETUJUAN

Judul : Penentuan Kadar Chemical Oxygen Demand


(COD) , Fosfat , dan Sulfat Pada Air Limbah
Rumah Sakit
Kategori : Karya Ilmiah
Nama : Krisno Sinaga
Nomor Induk Mahasiswa : 142401096
Program Studi : D-3 Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara

Disetujui di
Medan , Juli 2017

Disetujui Oleh
Program Studi D-3 Kimia Pembimbing,

Dr. Minto Supeno, M.Si Dr. Minto Supeno, M.Si


NIP. 19610591987031002 NIP. 19610591987031002

Disetujui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,

Dr.Cut Fatimah Zuhra, M.Si


NIP. 197404051999032001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD),


FOSFAT, DAN SULFAT PADA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri. Kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2017

KRISNO SINAGA

142401096

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya

ilmiah ini tepat pada waktunya dengan judul “Penentuan Kadar Chemical Oxygen

Demand (COD), Fosfat, dan Sulfat Pada Air Limbah Rumah Sakit”.

Karya Ilmiah ini disusun sebagai persyaratan untuk menyelesaikan

pendidikan Program Studi D-3 Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika

Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan

karya ilmiah ini penulis banyak menemukan kendala, namun berkat bantuan,

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat mengatasi

berbagai kendala tersebut dengan baik.

Maka pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati,

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Kerista Sebayang, MS selaku Dekan FMIPA USU/

2. Ibu Dr.Cut Fatimah Zuhra, M.Si selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA

USU

3. Bapak Dr.Minto Supeno, M.Si selaku Ketua Program D-3 Kimia sekaligus

sebagai Dosen Pembimbing dan dan Ibu Dra.Nurhaida Pasaribu, M.Si

selaku sekretaris Program D-3 Kimia yang telah meluangkan waktu,

tenaga, dan pikiran dalam membantu penulisan karya ilmiah ini

4. Kedua orang tua tercinta P.Sinaga dan A.Habeahan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Seluruh staf pengajar dan Karyawan FMIPA USU yang telah memberikan

ilmu dan bantuannya kepada penulis

6. Seluruh staf dan karyawan PT.Supertending Company Of Indonesia

(Persero) yang telah memberikan dukungan, semangat dan ilmu baru

kepada penulis.

7. Kepada Putri Purnama Sari Naibaho yang telah meluangkan banyak waktu

dan bantuannya kepada penulis

8. Teman-teman seperjuangan D-3 Kimia stambuk 2014 dan seluruh pihak

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut adil dalam

membantu penulis sehingga selesainya karya ilmiah ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa isi dan cara penulisan karya ilmiah ini

masih jauh dari kesempuranaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca untuk tambahan

pengetahuan dan kesempurnaan karya ilmiah ini. Segala bentuk masukan yang

diberikan akan penulis terima dengan senang hati dan penulis ucapkan teria kasih.

Harapan penulis, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca

umumnya dan bagi penulis khususnya.

Medan, Juni 2017

Penulis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENENTUAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD),
FOSFAT, DAN SULFAT PADA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT

ABSTRAK

Penentuan kadar chemical oxygen demand (COD), Fosfat, dan Sulfat pada air
limbah rumah sakit dengan menggunakan metode titrimetri refluks tertutup dan
spektrofotometri. Telah dilakukan pemanasan sampel limbah rumah sakit yang
sudah melalui proses pengolahan selama 2 jam pada suhu 148 0C didalam COD
thermoreactor dan menggunakan spektrofotometer uv-vis dengan panjang
gelombang penentuan fosfat 880 nm dan penentuan sulfat 420 nm diperoleh kadar
chemical oxygen demand (COD) dari sampel R.162 = 45,67; R.163 = 40,04;
R.170 = 51,48 , kadar fosfat dari sampel R.162 = 0,15 ; R.163 = 0,15 ; R.170 =
0,18 dan sulfat dari sampel R.162 = 21,07 ; R.163 = 19,82 ; R.170 = 25,92. Dari
hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa air limbah rumah sakit tersebut tidak
melebihi standar maksimum yang telah ditetapkan oleh KEP-58/MENLH/12/1995
dan PP No.82 Tahun 2001 tentang baku mutu air limbah rumah sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DETERMINATION OF CHEMICAL OXYGEN DEMAND
(COD), PHOSPHATE, AND SULFATE IN WATER HOSPITAL
WATER

ABSTRACT

Determination of chemical oxygen demand (COD), Phosphate, and Sulfate levels


in hospital wastewater using closed reflux titrimetry and spectrophotometric
method. He has been heating the sample of hospital waste that has been processed
for 2 hours at 148 0C temperature in COD thermoreactor and using uv-vis
spectrophotometer with wavelength of phosphate determination of 880 nm and
420 nm sulfate determination obtained chemical oxygen demand (COD) R.162 =
45.67; R.163 = 40.04; R.170 = 51.48, the phosphate content of the sample R.162
= 0.15; R.163 = 0.15; R.170 = 0.18 and sulfate from sample R.162 = 21.07; R.163
= 19.82; R.170 = 25.92. From the results obtained indicate that the hospital
wastewater does not exceed the maximum standards set by KEP-58 / MENLH /
12/1995 and PP No.82 of 2001 on the quality standard of hospital wastewater.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak iv
Abstract v
Daftar Isi vi

BAB I Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan1 3
1.3. Tujuan 4
1.4. Manfaat 4

BAB II Tinjauan Pustaka 5


2.1. Limbah 5
2.1.1. Pengertian Limbah 5
2.1.2. Sumber Air Limbah 5
2.1.3. Dampak Air Limbah 6
2.2. Limbah Rumah Sakit 7
2.2.1. Jenis Limbah Rumah Sakit 8
2.2.2. Sistem Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit 9
2.3. Chemical Oxygen Demand (COD) 11
2.3.1. Pengertian COD 11
2.3.2. Keuntungan Analisa COD 11
2.3.3. Kekurangan Analisa COD 12
2.3.4. Metode Penentuan COD 12
2.4. Fosfat 13
2.4.1. Pengertian Fosfat (PO4) 13
2.4.2. Kegunaan Fosfat (PO4) 16
2.5. Sulfat (SO4) 17
2.5.1. Pengertian Sulfat (SO4) 17
2.5.2. Penetapan Sulfat (SO4) 18
2.6. Analisa Titrimetri 19
2.7. Spektrofotometri 21

BAB III Metodologi Percobaan 23


3.1. Alat dan Bahan 23
3.1.1. Alat 23
3.1.2. Bahan 24
3.2. Prosedur Percobaan 24
3.2.1. Penentuan Kadar COD 24
3.2.2. Penentuan Kadar Fosfat (PO4) 25
3.2.3. Penentuan Kadar Sulfat (SO4) 26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV Hasil Dan Pembahasan 27
4.1. Hasil 27
4.1.1. Data Hasil Percobaan 27
4.2. Perhitungan 28
4.3. Pembahasan 30

BAB V Kesimpulan dan Saran 31


5.1. Kesimpulan 31
5.2. Saran 31

Daftar Pustaka 32

Daftar Tabel
Tabel 4.1.1 27
Tabel 4.1.2 27
Tabel 4.1.3 28

Daftar Lampiran
Lampiran I 34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang

banyak, bahkan oleh semua mahluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus

dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta mahluk

hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan generasi sekarang

maupun generasi mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air

harus pada segenap pengguna air (Effendi, 2003).

Air bisa berperan sebagai penyebar penyakit yang akhirnya dapat mengganggu

kesehatan dan lingkungan hidup manusia. Di samping sebagai keperluan pokok

untuk keperluan tubuh, air juga penting dalam membantu bermacam-macam

proses baik itu dalam rangka penggalian dan pengelolaan/pengolahan sumber-

sumber alam untuk menunjang kehidupan manusia maupun untuk memproses

bahan-bahan yang yang diperlukan manusia (Supardi, 1994).

Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas

air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan

kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri,

domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara

lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan

gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua mahluk hidup yang bergantung

pada sumber daya air. Oleh karena itu diperlukan pengolahan dan perlindungan

sumber daya air secara seksama (Effendi, 2003).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pencemaran lingkungan berakibat terhadap kesehatan manusia, tata

kehidupan, pertumbuhan flora dan fauna yang berada dalam jangkauan

pencemaran. Gejala pencemaran dapat dilihat pada jangka waktu singkat maupun

panjang, yaitu dengan melihat kondisi air, mikroorganisme, unsur hara, dan nilai

estetika mengalami perubahan yang cukup menyedihkan (Agusnar, 2008).

Kemajuan industri dan teknologi seringkali berdampak pula terhadap air

lingkungan, baik air sungai, air laut, air danau, maupun air tanah. Dampak ini

disebabkan oleh adanya pencemaran air yang disebabkan oleh berbagai hal. Salah

satu cara untuk menilai seberapa jauh air lingkungan tersebut telah tercemar

adalah dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut dalam air (Wardhana,

1995).

Untuk mengetahui apakah limbah tersebut layak dibuang kebadan perairan

maka dilakukan analisa menggunakan metode Chemical Oxygen Demand (COD)

yaitu jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

organis yang ada dalam 1 liter sampel air. Dilakukan dengan cara penambahan

kalium dikromat (K2Cr2O7) sebagai sumber oksigen (oksidator). Selanjutnya

kelebihan kalium dikromat dititrasi dengan reagen ferro alumunium sulfat (FAS).

Dengan demikian kalium dikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik

dalam sampel dapat dihitung (Alaerts, 1984).

Kandungan fosfat yang tinggi menyebabkan suburnya alga dan organisme

lainnya. Fosfat kebanyakan berasal dari bahan pembersih yang mengandung

senyawa fosfat . Dalam industri kegunaan fosfat terdapat pada ketel uap untuk

mencgah kesadahan. Maka pada saat penggantian air ketel, buangan ketel ini

menjadi sumber fosfat. Pengukuran kandungan fosfat dalam air limbah berfungsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


untuk mencegah tingginya kadar fosfat sehingga tidak merangsang pertumbuhan

tumbuh-tumbuhan dalam air. Sebab pertumbuhan subur akan menghalangi

kelancaran arus air. Pada danau suburnya tumbuh-tumbuhan air akan

mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dan kesuburan tanaman lainnya

(Agusnar, 2008).

Ion Sulfat adalah salah satu anion yang banyak terjadi pada air alam. Ia

merupakan sesuatu yang penting dalam penyediaan air untuk umum karena

pengaruh pencucian perut yang bisa terjadi pada manusia apabila ada dalam

konsentrasi yang cukup besar. Selain itu dapat menyebabkan laxative apabila

kadarnya berupa magnesium dan sodium (Sutrisno, 2006).

Berdasarkan hal tersebut maka dibuat karya ilmiah Penentuan kadar Chemical

Oxygen Demand (COD) dengan metode titrimetri refluks tertutup dan pentuan

fosfat dan sulfat dengan metode spektrofotometri UV-Visible pada air limbah

rumah sakit.

1.2 Permasalahan

 Berapakah kandungan kadar Chemical Oxygen Demand (COD), fosfat,

dan sulfat pada air limbah rumah sakit ?

 Apakah kadar Chemical Oxygen Demand (COD) , fosfat, dan sulfat

pada air limbah rumah sakit telah memenuhi baku mutu sesuai

peraturan menteri lingkungan hidup No.KEP-58/MENLH/12/1995 ?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.3 Tujuan

 Untuk mengetahui kadar Chemical Oxygen Demand (COD), fosfat,

dan sulfat pada air limbah rumah sakit setelah proses pengolahan

 Untuk mengetahui kadar Chemical Oxygen Demand (COD), fosfat,

dan sulfat apakah sudah memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan

oleh Menteri Lingkungan Hidup

1.4 Manfaat

 Dapat mengetahui kadar Chemical Oxygen Demand (COD), fosfat, dan

sulfat pada air limbah rumah sakir setelah proses pengolahan

 Dapat mengetahui kadar Chemical Oxygen Demand (COD), fosfat, dan

sulfat apakah sudah memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan oleh

Menteri Lingkungan Hidup

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah

2.1.1. Pengertian Air Limbah

Menurut Ehless dan Steel, air limbah adalah cairan buangan yang berasal

dari rumah tangga, industri dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya

mengandung bahan-bahan atau zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia

serta mengganggu kelestarian lingkungan (Chandra, 2006).

2.1.2. Sumber Air Limbah

Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain :

a. Rumah Tangga

Limbah cair rumah tangga adalah buangan hasil sisa dari suatu kegiatan

dirumah tangga yang sebagian besar mengandung bahan-bahan organik

sehingga memudahkan dalam pengelolaannya. Contoh air limbah rumah

tangga : air bekas cucian, air bekas memasak, air bekas mandi, dan

sebagainya.

b. Perkotaan

Limbah cair perkotaan adalah buangan hasil sisa dari kegiatan diperkotaan

yang biasanya mudah dalam pengelolaan karena tidak mengandung pelarut

mineral, logam berat dan zat organik yang bersifat toksik. Contoh air limbah

perkotaan : air limbah dari perkotaan, perdagangan, selokan dan tempat

ibadah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


c. Industri

Limbah cair industri adalah buangan hasil dari proses/sisa dari suatu

kegiatan/usaha yang berwujud cair dimana kehadirannya pada suatu saat

dan tempat tidak dikehendaki lingkungan karena tidak mempunyai nilai

ekonomis sehingga cenderung untuk dibuang. Contoh air limbah industri :

air limbah dari pabrik baja, pabrik tinta, pabrik cat, dan pabrik karet.

Air limbah rumah tangga sebagian besar mengandung bahan organik

sehingga memudahkan didalam pengolahannya. Sebaliknya limbah industri lebih

sulit pengolahannya karena mengandung pelarut mineral, logam berat, dan zat-zat

organik lainnya yang bersifat toksik (Chandra, 2006).

2.1.3. Dampak Air Limbah

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak

buruk bagi mahluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut

adalah sebagai berikut (Mulia, 2005).

1. Gangguan Kesehatan

Air Limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan

penyakit. Selain itu didalam ait limbah mungkin juga terdapat zat-zat yang

berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi

mahluk hidup yang mengkonsumsinya.

2. Penurunan kualitas lingkungan

Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya : sungai

dan danau dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut. Air

limbah juga dapat merembes kedalam air tanah, sehingga menyebabkan

pencemaran air tanah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Gangguan terhadap keindahan

Air limbah mengandung polutan yang tidak mengganggu kesehatan dan

ekosistem, tetapi mengganggu keindahan. Contohnya yang sederhana

adalah air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapat

menimbulkan perubahan warna pada badan air penerima. Walaupun

pigmen tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, tetapi

terjadi keindahan terhadap badan air penerima tersebut.

4. Gangguan terhadap kerusakan benda

Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh

bakteri anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat

mempercepat proses perkaratan pada benda yang terbuat dari besi

(misalnya pipa saluran air limbah) dan bangunan air kotor lainnya.

2.2. Limbah Rumah Sakit

Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang berbentuk padat maupun cair

yang berasal dari kegiatan rumah sakit baik kegiatan medis maupun non medis

yang kemungkinan besar mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan

radioaktif. Apabila tidak ditangani dengan baik limbah rumah sakit dapat

bermasalah baik dari aspek pelayanan maupun estetika selain dapat menyebabkan

pencemaran lingkungan dan menjadi sumber penularan penyakit (infeksi

nosokomial). Oleh karena itu pengolahan limbah rumah sakit perlu mendapatkan

perhatian yang serius dan memadai agar dampak negatif yang terjadi dapat

dihindari atau dikurangi (Chandra, 2006).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.1. Jenis Limbah Rumah Sakit

Limbah yang dihasilkan dari kegiatan dirumah sakit dapat dibagi menjadi

dua bagian, sebagai berikut :

1. Adapun yang meliputi limbah medis antara lain :

a. Limbah padat

Limbah padat medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan

diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kegiatan

tersebut juga kegiatan medis diruang poliklinik, perawatan, bedah dan

ruanganlaboratorium.

b. Limbah cair

Limbah cair medis adalah limbah cair yang mengandung zat beracun

seperti bahan-bahan kimia anorganik. Zat-zat organik yang berasal dari air

bilasan ruang bedah dan otopsi apabila tidak dikelola dengan baik atau

langsung dibuang kesaluran pembuangan umum akan sangat berbahaya

dan dapat menimbulkan bau yang tidak sedap serta mencemari

lingkungan.

2. Adapun yang meliputi limbah non medis antara lain :

a. Limbah padat

Limbah padat non medis adalah semua sampah padat diluar sampah padat

medis yang dihasilkan dari berbagai kegiatan seperti ruang tunggu, ruang

inap, unit gizi dan dapur.

b. Limbah cair

Limbah cair non medis merupakan limbah rumah sakit yang berupa :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


 Kotoran manusia seperti tinja, dan air kemih yang berasal dari kloset

didalam kamar mandi atau toilet

 Air bekas cucian yang berasal dari lavatory, kitchen sink, atau floor

drain dari ruangan-ruangan dirumah sakit

2.2.2. Sistem Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit

Sistem pengolahan limbah cair dirumah sakit terdiri dari tiga jenis yaitu ;

tangki septik, biologi aerobik, dan biologi anaerobik (Chandra, 2006).

A. Sistem tangki septik

Tangki septik digunakan untuk menampung dan mengelola air limbah

yang berasal dari WC, kamar mandi, ruang bersalin, ruang perawatan, dan

lain-lain. Sebaiknya limbah cair medis dan limbah cair non medis

dipisahkan dengan menggunakan sewerage system untuk memudahkan

pengelolaannya dan agar tidak mencemari lingkungan

B. Sistem biologi aerobik

Sistem biologi aerobik yang dapat digunakan untuk limbah rumah sakit

adalah sistem waste oxidation ditch treatment (kolam oksidasi air limbah).

Sistem ini digunakan untuk mengolah air limbah dari rumah sakit yang

terletak di tengah kota karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam

oksidasinya sendiri dibuat bulat atau elips.

Dalam sistem ini, air limbah dialirkan secara berputar ke kolam-kolam

oksidasi agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari

udara. Setelah itu, air limbah dialirkan kedalam sedimentation tank untuk

pengendapan benda-benda padat atau lumpur lainnya. Air yang sudah

tampak jernih dialirkan ke bak klorinasi sebelum dibuang ke dalam sungai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


atau badan air lainnya. Lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan

pada sludge drying bed.

Ada beberapa komponen didalam sistem kolam oksidasi ini, antara lain

pump (pompa air kotor), oxidation ditch (kolam oksidasi), sedimentation

tank (bak pengendapan), chlorination tank (bak klorinasi), sludge drying

bed (tempat mengeringkan lumpur, biasanya 1-2 petak), dan control room

(ruang pengendali).

C. Sistem biologi anaerobik

Terdapat dua sistem biologi anaerobik yang dapat digunakan untuk

membuang atau memusnahkan limbah rumah sakit, antara lain :

a. Waste stabilization pond system

Sistem ini memerlukan lahan luas dan biasanya dianjurkan untuk rumah

sakit diluar kota yang masih memiliki lahan luas. Sistem kolam stabilisasi

air limbah terdiri dari bagian-bagian yang cuku sederhana, yaitu : sum

pump, stabilization pond (biasanya 2), bak klorinasi, control room, inlet,

interconnection antara 2 kolam stabilisasi, dan outlet dari kolam stabilisasi

menuju sistem klorinasi.

b. Anaerobik filter treatment system

Sistem pengolahan air limbah ini dilakukan dengan memanfaatkan proses

pembusukan anaeorobik melalui suatu filter. Disini, air limbah

sebelumnya telah menjalani pra-pengolahan septik tank. Dari proses ini

biasanya akan dihasilkan efluent yang mengandung zat-zat asam organik

yang memerlukan klorin lebih banyak untuk proses oksidasinya. Dengan

demikian, sebelum dialirkan ke dalam bak klorinasi, efluent ditampung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dahulu dalam bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-

zat tersebut diatas, sehingga jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses

klorinasi berkurang.

2.3. Chemical Oxygen Demand (COD)

2.3.1. Pengertian Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia (KOK)

adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

organis yang ada dalam 1 sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan

sebagai sumber oksigen.

Persamaan reaksi :

CaHbOc + Cr2O72-- + H+ CO2 + H2O + Cr3+

Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan fero ammonium sulfat

(FAS) dimana reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut :

6 Fe2+ + Cr2O72- + 14 H+ 6 Fe3+ + 2Cr3+ + 7 H2O

Angka chemical oxygen demand (COD) merupakan ukuran bagi

pencemaran air oleh zat-zat oraganis yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui

proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam

air.

2.3.2. Keuntungan Analisa Chemical Oxygen Demand (COD)

Keuntungan dari analisa COD dibandingkan dengan analisa BOD

a. Analisa COD hanya memerlukan waktu kurang lebih 3 jam sedangkan

analisa BOD memerlukan waktu 5 hari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Untuk menganalisa COD antara 50-800 mg/l tidak dibuthkan pengenceran

sampel sedangkan pada umumnya analisa BOD selalu membutuhkan

pengenceran.

c. Ketelitian dan ketepatan tes COD adalah 2-3 kali lebih tinggi dari tes BOD

d. Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme pada tes

BOD tidak menjadi soal pada tes COD

2.3.3. Kekurangan Analisa Chemical Oxygen Demand (COD)

Analisa COD hanya merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu

reaksi oksidasi kimia yang merupakan oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi

di alam) sehingga merupakan pendekatan saja. Karena hal tersebut maka tes COD

tidak dapat membedakan antara zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi (inert)

dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis.

2.3.4. Metode Penentuan Chemical Oxygen Demand (COD)

Adapun metode yang dapat digunakan dalam menentukan Chemical Oxygen

Demand (COD) diantaranya adalah (Greenberg, 1917)

a. Metode refluks terbuka

Kebanyakan bahan-bahan organik yang telah teroksidasi oleh suatu

campuran dari pemanasan kromat dan asam sulfat yang mendidih. Suatu

sampel merupakan larutan asam kuat yang diketahui jumlah potasium

dikromatnya. Setelah mengalami proses pencampuran sisa K2Cr2O7 yang

dipakai atau dipergunakan. Banyaknya bahan organik yang dioksidasi

dihitung sebagai oksigen yang setara dengan kalium dikromat yang terikat.

Untuk menjaga agar volume dan kekuatan reagen agar tetap konstan maka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


akan berkurang agar boleh mereduksi selama 2 jam jika ingin

mendapatkan waktu dan juga menghasilkan hasil yang sama.

b. Metode refluks tertutup

Senyawa organik yang bersifat volatile akan teroksidasi secara sempurna

dalam sistem tertutup karena dapat berhubungan langsung dengan

oksidasi. Sebelum tiap-tiap pemeriksaan dipergunakan tabung untuk

mencapai titik akhir di TFE linier memilih tabung yang cocok untuk

sensitivitas yang diinginkan, digunakan 25x150 mm ukuran tabung untuk

suatu sampel dengan kadar COD yang umum karena volume sampel yang

dipergunakan banyak.

2.4. Fosfat (PO4)

2.4.1. Pengertian Fosfat (PO4)

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan.

Fosfor meruipakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga,

sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga akuatik serta

sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan.

Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat,

polifosfat dan fosfat organis. Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk

terlarut, tersuspensi atau terikat didalam sel organisme air. Di daerah pertanian

ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk kedalam sungai atau danau

melalui drainase dan aliran air hujan. Polifosfat dapat memasuki sungai melalui

air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan deterjen yang

mengandung fosfat, seperti industri logam dan sebagainya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa

makanan. Fosfat organis dapat pula terjadi dari ortofosfat yang terlarut melalui

proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat bagi

pertumbuhannya. Keberadaan senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh

terhadap keseimbangan ekosistem perairan.

Bila kadar fosfat dalam air rendah (< 0,01 mg /L), pertumbuhan ganggang

akan terhalang, keadaan ini dinamakan oligotrop. Sebaiknya bila kadar fosfat

dalam air tinggi, pertumbuhan tanaman dan ganggang tidak terbatas lagi (keadaan

eutrop), sehingga dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut dalam air. Hal ini

tentu sangat berbahaya bagi kelestarian ekosistem perairan (Alaerts, 1984).

Berdasarkan kadar fosfor total, perairan diklafisikann menjadi tiga, yaitu

perairan dengan tingkat kesuburan rendah, yang memiliki kadar fosfat total

berkisar antara 0-0,02 mg/liter: perairan dengan tingkat kesuburan sedang, yang

memiliki kadar fosfat total 0,021-0,05 mg/liter: dan perairan dengan tingkat

kesuburan tinggi, yang memiliki kadar fosfat total 0,051-0,1 mg/liter (Fosfat yang

berasal dari air atau limbah alami biasany berbentuk sebagai senyawa fosfat saja.

Senyawa fosfat dapat diklasifikasikan sebagai ortofosfat, fosfat yang terkonderasi

(pyro, metha, polifosfat lainnya) dan senyawa fosfat yang terikat secara organik.

Senyawa-senyawa fosfat yang biasa dideteksi dengan cara kolorimetri tanpa

hidrolisis atau oksidasi dengan pemanasan sampel disebut sebagai “fosfor reaktif”

atau ortofosfat. Hidrolisis asam pada titik didih air mengubah fosfat terlarut atau

fosfat partikulat yang berkonderasi menjadi ortofosfat terlarut. Istilah “fosfat yang

terhidrolisis asam” lebih disukai daripada “fosfat terkondesasi”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Fraksi-fraksi senyawa fosfat yang terkonversi menjadi ortofosfat hanya oleh

proses oksidasi yang dekstruktur dari zat-zat organik disebut sebagai “fosfat

organik”. Total fosfat seperti juga fraksi fosfat yang terlarut atau tersuspensi

dapat dibagi secara analitik menjadi 3 bagian seperti tersebut di atas.

Motode ini menggunakan teknik oksidasi persulfat untuk

membebaskan/menetapkan fosfat organik. Metode kolorimetri yang dipergunakan

adalah metode asam askorbat. Ammonium molibdat dan potasium antimonil

tartrat dalam media asam dengan ortofosfat untuk membentuk asam heteropoli-

asam fosmolibdat yang terduksi menjadi molybdenum yang berwarna biru oleh

asam askorbat.

Metode asam askorbat dapat digunakan untuk penetapan bentuk-bentuk

fosfat tertentu di dalam air minum , air permukiman, air danau, air limbah rumah

tangga dan limbah industri. Cara uji ini digunakan untuk penentuan kadar fosfat

yang terdapat dalam air/air limbah antara 0,01-1,0 mg/L PO43- dengan

menggunakan metode asam askorbat dengan alat spektrofotometer pada panjang

gelombang 890 nm.

Ciri-ciri air yang mengandung fosfat, yaitu :

1. Warna air menjadi kehijauan

2. Berbau tidak sedap

3. Kekeruhan menjadi sangat meningkat

2.4.2. Kegunaan Fosfat (PO4)

Kegunaan fosfat dapat digunakan sebagai pupuk dan juga sebagai bahan

peleda, korek api, pestisida, odol dan deterjan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


- Pembuatan pupuk

Pembuatan fosfat sebagai pupuk mudah terlarut dalam air sehingga

Sebagian besar akan segera difikasi oleh Al dan Fe yang terdapat di dalam

tanah, fosfat dengan kandungan Ca setara CaO yang cukup tinggi (>40%)

umumnya mempunyai reaktivitas tinggi sehingga sesuai digunakan pada

tanah-tanah masam. Sebaliknya, fosfat dengan kandungan sesquioksida

tinggi (Al2O3 dan Fe2O3) tinggi kurang sesuai dengan pada tanah-tanah

masamdunia hanya akan bertahan untuk 100-120 tahun jika penambahan

fosfat alam tidak dikelola dengan tepat.

- Pembuatan detergen

Komponen utama dalam pembuatan detergen ada 3 yaitu :

1. Surfaktan berfungsi meningkatkan daya pembahasan air sehingga

kotoran yang berlemak dapat dibasahi, mengendorkan dan mengangkut

kotoran dari kain dan mensuspensikan kotoran yang terlepas, sehingga

kotoran tidak menempel kembali pada barang yang dicuci. Macam-

macam surfaktan yang digunakan pada detregen yaitu :

2. Linear alkil benzena sulfanat (LAS), etoksisulfat, alkil sulfat, memiliki

daya bersih yang sangat baik, dengan busa yang sangat banyak,

biasanya digunakan untuk pencuci kain dan pencuci piring.

2.5. Sulfat (SO4)

2.5.1. Pengertian Sulfat (SO4)

Ion sulfat adalah salah satu anion yang banyak terjadi ada air alam. Ia

merupakan sesuatu yang penting dalam penyediaan air untuk umum karena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pengaruh pencucian perut yang bisa terjadi pada manusia apabila ada dalam

konsentrasi yang cukup besar. Sulfat penting dalam penyediaan air untuk umum

maupun untuk industri, karena kecendrungan air untuk mengandungnya dalam

jumlah yang cukup besar untuk membentuk kerak air yang keras pada ketel dan

alat pengubah panas.

Konsentrasi standar maksimal yang ditetapkan oleh Dep.Kes. R.I. untuk SO4

dalam air minum adalah sebesar 200-400 mg/l. (Sutrisno.T, 2006)

Ion sulfat yang telah diserap oleh tumbuhan mengalami reduksi hingga

menjadi bentuk sulfidril di dalam protein. Sulfur anorganik terutama terdapat

dalam bentuk sulfat (SO4), yang merupakan bentuk sulfur utama di perairan dan

tanah. Ion sulfat yang bersifat larut dan merupakan bentuk oksidasi utama sulfur

adalah salah satu anion terutam di perairan, menempati urutan kedua setelah

bikarbonat. Sulfat yang berikatan dengan hidrogen membentuk asam sulfat dan

sulfat yang berikatan dengan logam alkali merupakan bentuk sulfur yang paling

banyak ditemukan di danau dan sungai.

Reduksi anion sulfat menjadi hidrogen sulfida pada kondisi anaerob dalam

proses dekomposisi bahan organik menimbulkan bau yang kurang sedap dan

meningkatkan korosivitas logam. Proses reduksi yang dilakukan oleh bakteri

heterotof ini banyak terjadi di dasar laut (Effendi, 2003).

Sulfat adalah anion yang terjadi secara alami. Kandungan konsentrasi yang

tinggi dalam air minum dapat menyebabkan penyakit diare. Dalam studi pada

orang-orang dewasa ditemukan laxative yang sangat tinggi di atas 1000 mg/L.

Dimana dilaporkan dalam kasus kesehatan mengindisikasikan bahwa botol untuk

minum bayi berkembang diare pada sulfat di atas level 600 mg/L. Diare yang akut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dapat menyebabkan dehidrasi, terutama pada bayi dan anak kecil yang sudah

mempunyai mengidap mikroba diare dalam tubuh. Orang dewasa yang tingkat

diare yang mempunyai level konsentrasi sulfat dalam air minumnya dapat diubah

tidak ada efek sakit (Letterman.R, 1999).

2.5.2. Penetapan Sulfat (SO4)

Metode ini terdiri dari menambahkan larutan barium klorida encer dengan

perlahan-lahan kepada suatu larutan sulfat itu yang panas, yang sedikit diasamkan

dengan asam klorida. Barium sulfat memperlihatkan kecenderungan untuk

menyeret turun garam-garam lain. Barium klorida dan barium nitrat mudah

berkopresipitasi. Garam-garam ini akan menambah bobot sebenarnya dari barium

sulfat, maka hasil-hasil yang diperoleh akan tinggi, karena barium klorida itu tak

berubah pada pemijaran dan barium nitrat akan menghasilkan barium oksida.

Barium sulfat murni tak terurai bila dipanaskan dalam udara kering sampai

dicapai temperatur kira-kira 1400oC. Namun, endapan ini mudah direduksi

menjadi sulfidanya pada temperatur diatas 600oC oleh karbon dari kertas-saring.

Reduksi dihindarkan dengan mengeringkan dulu kertas tanpa membiarkannya

menyala, lalu membakar habis karbon itu perlahan-lahan pada temperatur rendah

dengan udara bebas tercapai. Jika diperoleh endapan yang tereduksi, ini dapat

dioksidasi kembali dengan mengolahnya dengan asam sulfat, diikuti dengan

menguapkan asam itu dan memanaskan ulang (Vogel, 1994).

2.6. Analisa Titrimetri

Istilah analisa titrimetri mengacu pada analisa kimia kuantitatif yang

dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya

diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


larutan dari zat yang akan ditetapkan. Larutan yang telah diketahui konsentrasinya

disebut larutan standar. Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat

lengkap disebut titik ekuivalen. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh

suatu perubahan yang tidak dapat salah dilihat oleh mata yang dihasilkan oleh

larutan standar itu sendiri atau lebih lazim lagi oleh penambahan suatu reagensia

pembantu yang dikenal sebagai indikator dan titik pada saat dimana ini terjadi di

sebut titik akhir titrasi.

Pada analisa titrimetri, suatu reaksi harus memenuhi kondisi-kondisi berikut :

1. Harus ada suatu reaksi yang sederhana yang dapat dinyatakan dengan

persamaan kimia, zat yang akan ditetapkan harus bereaksi dengan lengkap

dan reagensia dalam proporsi yang stokiometrik atau ekuivalen

2. Reaksi harus praktis berlangsung dalam sekejap atau berjalan dengan

cepat menaikkan kecepatan reaksi tersebut

3. Harus ada perubahan yang menyolok dalam energi bebas yang

menimbulkan perubahan dalam beberapa sifat fisika atau kimia larutan

pada titik ekuivalen. Harus tersedia suatu indikator, yang oleh perubah

sifat-sifat fisika (warna atau pembentukan endapan), harus dengan tajam

menetapkan titik akhir reaksi.

Reaksi yang digunakan dalan analisis titrimetri dibagi dalam empat golongan

utama :

1. Reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri : ini melibatkan titrasi

basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal

dari asam lemah, dengan suatu asam standar (asidimetri) dan titrasi asam

bebas, atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


basa lemah dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini

melibatkan bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk

membentuk air

2. Reaksi pembentukan kompleks : reaksi ini bergantung pada

bersenyawanya ion-ion yang bukan ion hidrogen atau ion hidroksida

untuk membentuk suatu ion atau senyawa yang dapat larut atau sedikit

terdisosiasi seperti titrasi larutan sianida dengan perak nitrat. Asam etilen

diamin tetra asetat, sebagian besar garam dinatriumnya, EDTA

merupakan reagenesia yang sangat penting untuk pembentukan kompleks.

3. Reaksi pengendapan : reaksi ini bergantung pada bersenyawanya ion-ion

untuk membentuk suatu endapan sederhana seperti ion perak dengan

suatu larutan klorida. Tak terjadi perubahan keadaan oksidasi.

4. Reaksi oksidasi-reduksi : dalam golongan ini termasuk semua reaksi yang

melibatkan perubahan bilangan oksidasi atau pemindahan elektron.

Larutan standarnya adalah zat pengoksid yang utama adalah kalium

permanganat, kalium dikromat, serium(IV) sulfat, ion, kalium iodat dan

kalium bromat. Zat pereduksi yang sering digunakan adalah senyawa

besi(II) dan timah(II), natrium tiosulfat, dll (Vogel, 1994).

2.7. Spektrofotometri

Alat yang digunakan untuk analisa spektrofotometri adalah spektrofotometer.

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitransi atau absorbansi suatu

contoh sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran terhadap suatu deretan

contoh pada suatu panjang gelombang tunggal mungkin juga dapat dilakukan.

Alat-alat demikian dapat dikelompokkan baik sebagai manual atau perekam,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


maupun sebagai sinar tunggal atau sinar rangkap. Pengertian lengkap dari

spektrofotometer memerlukan suatu pengetahuan terperinci tentang optik dan

elektronika.

Dan biasanya dalam praktek alat-alat sinar tunggal dijalankan dengan tangan

dan alat-alat sinar rangkap biasanya menonjolkan pencatatan spektrum

absorpsi(Day & Underwood, 1989).

Spektrofotometer terdiri atas alat spektrometer dan fotometer. Spektrometer

menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan

fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau

diabsorbsikan. Jadi spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur

energi secara relatif apabila energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau

diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer

dibandingkan dengan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat

lebih terseleksi dan ini dapat diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma,

grating ataupun celah optis.

Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang diinginkan

diperoleh dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi

mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis,

melainkan melalui suatu trayek gelombang 30-40 nm.

Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar

terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma.

Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kotinyu,

monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko atau

pembanding(Khopkar, 1990).

Kesalahan-kesalahan dalam spektrofotometer, dapat dicegah dengan

memperhatikan :

1. Sel-sel contoh harus bersih

2. Sidik jari dapat menyerap radiasi ungu

3. Penempatan sel dalam sinar harus dapat ditiru kembali

4. Gelembung gas tidak boleh ada dalam lintasan optik

5. Penerapan panjang gelombang dari alat harus diteliti kadang-kadang

6. Penyimpanan atau ketidakstabilan di dalam sirkuit harus diperbaiki

7. Ketidaktepatan contoh dapat menyebabkan kesalahan-kesalahan jika

pengukuran tidak direncanakan dengan hati – hati (Day & Underwood,

1989).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

a. Beaker glass 250 ml pyrex

b. Tabung COD iwaki

c. Rak tabung

d. Erlenmeyer 250 ml pyrex

e. Labu ukur 100 ml iwaki

f. Pipet volume 5 ml,10 ml,15 ml pyrex

g. Bola karet

h. Tissu gulung

i. Botol aquadest

j. Termoreaktor spektrquant 620

k. Hotplate

l. Kertas saring 41 & 42 whatmaan

m. Corong kaca pyrex

n. Labu alas 500 ml pyrex

o. Otomatik buret 10 ml pyrex

p. Spektrofotometer

q. Magnetig stirer

r. Kuvet

s. Stopwatch

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.1.2. Bahan

a. Sampel air limbah rumah sakit

Sampel Tanggal Masuk

R.162 24 – 01 - 2017

R.163 24 – 01 – 2017

R.170 24 – 01 – 2017

b. Aquadest

c. Indikator phenantrolin

d. H2SO4(p) yang mengandung Ag2SO4

e. K2Cr2O7 0,01 M

f. Ferro amonium sulfat (FAS) ± 0,1 N

g. H2SO4 98% (p)

h. HNO3 65% (p)

i. NaOH 30 %

j. Indikator PP (Phenolpthalein)

k. Reagen PO4

l. Batu didih

m. Buffer A

n. BaCl2

3.2. Prosedur Percobaan

3.2.1. Penentuan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD)

1. Pipet K2Cr2O7 0,01 M sebanyak 1,5 mL kedalam tabung COD

2. Tambahkan sampel sebanyak 2,5 mL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Tambahkan H2SO4 (p) yang mengandung Ag2SO4 sebanyak 3,5 mL

4. Refluks dengan Thermoreactor selama 2 jam pada suhu 148oC

5. Dinginkan

6. Setelah dingin, tuang dalam erlenmeyer 100 mL sambil dibilas dengan

aquadest

7. Tambahkan indikator phenantroline sebanyak 3 tetes

8. Titrasi dengan menggunakan FAS 0,01 N sampai titik akhir titrasi

berwarna merah bata

3.2.2. Penentuan Kadar Fosfat (PO4)

1. Hidupkan Spektrofotometer terlebih dahulu

2. Pilih menu konsentrasi pada layar

3. Pilih Fosfat (PO4)

4. Pipet sampel sebanyak 100 mL ke dalam beaker glass 200 mL

5. Tambahkan H2SO4(p) 98% sebanyak 1 mL

6. Tambahkan HNO3(p) 65% sebanyak 5 mL

7. Tambahkan batu didih

8. Panaskan di hotplate pada suhu 300 0C sampai volume sampel menjadi ±

20 mL

9. Dinginkan

10. Setelah dingin, tambahkan 3 tetes indikator PP (Phenolpthalein)

11. Tambahkan NaOH 30 % sampai berubah warna merah

12. Saring dengan kertas saring dan corong ke dalam labu ukur 100 mL

13. Tambahkan reagen PO4 sebanyak 10 mL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14. Tambahkan aquadest sampai garis batas dan homogenkan

15. Diamkan 10 menit kemudian dibaca konsentrasinya menggunakan

spectrofotometer dengan panjang gelombang 420 nm

16. Perlakuan Blanko , dipipet reagen PO4 sebanyak 10 mL

17. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL

18. Dipaskan dengan aquadest dan homogenkan

19. Diamkan 10 menit kemudian di baca absorbansi blanko menggunakan

Spectrophotometer

3.2.3. Penentuan Kadar Phosfat (PO4)

1. Hidupkan Spektrofotometer terlebih dahulu

2. Pilih menu Konsentrasi pada layar

3. Pilih Sulfat (SO4)

4. Pipet 100 mL sampel ke dalam erlenmeyer 300 mL

5. Tambahkan 25 mL buffer A

6. Tambahkan 1 sendok BaCl2

7. Stirer ± 1 menitDibaca konsentrasinya dengan spektrofotometer dengan

panjang gelombang 420 nm

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari analisa kadar Chemical Oxygen Demand (COD) , Fosfat (PO4), dan

Sulfat (SO4) diperoleh data sebagai berikut :

4.1.1. Data Hasil Percobaan

Tabel 4.1.1. Data Analisa Kadar Chemical Oxygen Demand (COD)

Percobaan (ml) Rata-rata COD


No Sampel
I II III (ml) (mg/L)

1 R.162 3,68 3,70 3,72 3,70 45,76

2 R.163 3,74 3,72 3,70 3,72 40,04

3 R.170 3,64 3,70 3,70 3,68 51,48

Tabel 4.1.2. Data Analisa Kadar Fosfat (PO4)

Pembacaan Alat (mg/L) Rata-rata


No Sampel
I II III (mg/L)

1 R.162 0,1587 0,1599 0,1613 0,1597

2 R.163 0,1332 0,1598 0,1620 0,1516

3 R.170 0,1778 0,1812 0,1924 0,1838

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.1.3. Data Analisa Kadar Sulfat (SO4)

Pembacaan Alat (mg/L) Rata-rata


No Sampel
I II III (mg/L)

1 R.162 20,3221 21,0031 21,8850 21,0700

2 R.163 19,0898 20,0034 20,3789 19,8240

3 R.170 25,7789 25,9980 26,0012 25,9260

4.2. Perhitungan

Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) pada air limbah rumah sakit dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Aleart, 1984)

( )
Kadar COD (mg/L) =

Keterangan : Vb = Volume titrasi blanko (ml)

Vs = Volume titrasi sampel (ml)

NFAS = Normalitas Ferro Ammonium Sulfat (N)

BEO2 = 8 gram/molek

V = Volume sampel (ml)

Volume titrasi Blanko = 3,86 ml

Nomarlitas FAS = 0,08938

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


 R.162
( )
Kadar COD (mg/L) =

= 45,76

 R.163
( )
Kadar COD (mg/L) =

= 40,04

 R.170
( )
Kadar COD (mg/L) =

= 51,48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.3. Pembahasan

Dari hasil analisa yang telah dilakukan pada air limbah rumah sakit diperoleh

kadar Chemical Oxygen Demand (COD), Phosfat (PO4) , dan Sulfat (SO4) yang

masih memenuhi standar baku mutu sesuai dengan KEP-58/MENLH/12/1995

dengam metode refluks tertutup untuk analisa kadar Chemical Oxygen Demand

(COD) dan metode Spektrofotometer untuk analisa kadar Fosfat (PO4) dan Sulfat

(SO4) memperoleh kadar COD pada sampel R.162=45,76 mg/L ; R.163=40,04

mg/L ; R.170=51,48 mg/L , kadar Phosfat (PO4) pada sampel R.162=0,15 mg/L ;

R.163=0,15 mg/L ; R.170=0,18 mg/L , kadar Sulfat (SO4) pada sampel

R.162=21,07 mg/L ; R.163=19,82 mg/L ; R.170=25,92 mg/L. Kadar Chemical

Oxygen Demand (COD), Fosfat (PO4), Sulfat (SO4) yang diperoleh dalam analisa

di laboratorium juga berkaitan dengan volume limbah yang dihasilkan dari rumah

sakit dan jumlah pasien yang ada dirumah sakit dapat mempengaruhi limbah yang

dihasilkan sebab dari kegiatan rumah sakit didalamnya akan menghasilkan limbah

medis baik limbah sitotoksis, limbah infeksius, limbah radioaktif dan lain-lain.

Selain itu pengolahan limbah yang sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang

telah di tetapkan sehingga kualitas dari air limbah tersebut bagus. Jika tidak ada

pengolahannya berarti tidak terjadi proses oksidsasi bahan organik secara kimia

didalam limbah yang akan menghasilkan limbah dengan kualitas yang tidak baik.

Air limbah rumah sakit biasanya mengandung senyawa kimia serta

mikroorganisme pathogen. Jika air limbahnya tidak diolah dengan baik akan

menyebabkan gangguan lingkungan atau penyakit terhadap masyarakat sekitar.

Oleh karena itu air limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang

kesaluran umum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

 Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) , Fosfat (PO4), dan Sulfat (SO4)

pada air limbah rumah sakit diperoleh :

COD Fosfat Sulfat

R.162 45,76 mg/L 0,15 mg/L 21,07 mg/L

R.163 40,04 mg/L 0,15 mg/L 19,82 mg/L

R.170 51,48 mg/L 0,18 mg/L 25,92 mg/L

 Kadar Chemical Oxygen Demand (COD), Fosfat (PO4), dan Sulfat (SO4)

yang diperoleh dalam analisa telah menunjukkan bahwa air limbah rumah

sakit tersebut masih memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan

KEP-58/MENLH/12/1995.

5.2. Saran

Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan terutama perairan, maka

sebaiknya pengolahan air limbah rumah sakit mempunyai tempat pengolahan

limbahnya agar tidak dibuang secara langsung ke badan air serta dapat mengolah

limbahnya sehingga sesuai standar baku mutu yang telah di tetapkan oleh Menteri

Lingkungan Hidup.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Agusnar, H. 2008. Analisa Pencemaran Dan Pengendalian Lingkungan. Medan:


USU Press.
Alaerts, G, 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius.
Greenberg, A.E. 1917. Standard Method For The Examination Of Water and
Waste Water. Sixteenth Edition. New York: American Publik Health
Assciation Press.
Greenberg, A.E., Clesceri, L.S., Eaton, A.D. 1992. Standard Method For The
Examination Of Water and Waste Water. 18th Edition. Washington DC:
American Publik Health Assciation Press.
Letterman, R.D. 1999. Water Quality And Treahtment. Fift Edition. New York:
Mc. Graw Hill.Inc
Mulia, R.M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu
Supardi, I. 1994. Lingkungan Hidup Dan Kelestariannya. Bandung: Penerbit
Alumni.
Sutrisno, C.T. 2006. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Cetakan Kedua. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga.
Vogel. 1994. Kimia Analisi Kuantitatif Anorganik. Jakarta: :Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Wardhana, W.A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN : Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup

NOMOR : KEP-58/MENLH/12/1995

TENTANG : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit

PARAMNETER KADAR MAKSIMUM


FISIKA
SUHU < 300C
KIMIA
PH 6-9
BOD 30 mg/l
COD 80 mg/l
TSS 30 mg/l
NH3 Bebas 0,1 mg/l
PO4 2 mg/l
SO4 400 mg/l
MIKROBIOLOGIK
MPN-Kuman Golongan Koloni/ 100ml 10.000
RADIOAKTIFITAS
32
P 7 x 102 Bq/L
3
S 2 x 103 Bq/L
45
Ca 3 x 102 Bq/L
51
Cr 7 x 104 Bq/L
67
Ga 1 x 103 Bq/L
85
Sr 4 x 103 Bq/L
99
Mo 7 x 103 Bq/L
113
Sn 3 x 103 Bq/L
125
I 1 x 104 Bq/L
131
I 7 x 104 Bq/L
192
Ir 1 x 104 Bq/L
201
TI 1 x 105 Bq/L

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai