Anda di halaman 1dari 67

PENENTUAN KADAR UNSUR NATRIUM (Na) DAN KADMIUM (Cd)

PADA AIR BAKU, AIR HASIL OLAHAN DAN AIR BUANGAN


DARI DEPOT AIR MINUM DENGAN MENGGUNAKAN
METODE SPEKTROFOTOMETRI
SERAPAN ATOM (SSA)

SKRIPSI

OKTAVIANI PUTRI F
090802056

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
2

PENENTUAN KADAR UNSUR NATRIUM (Na) DAN KADMIUM (Cd)


PADA AIR BAKU, AIR HASIL OLAHAN DAN AIR BUANGAN
DARI DEPOT AIR MINUM DENGAN MENGGUNAKAN
METODE SPEKTROFOTOMETRI
SERAPAN ATOM (SSA)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

OKTAVIANI PUTRI F
090802056

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
ii

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KADAR UNSUR NATRIUM


(Na) DAN KADMIUM (Cd) PADA AIR
BAKU, AIR HASIL OLAHAN DAN AIR
BUANGAN DARI DEPOT AIR MINUM
DENGAN MENGGUNAKAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN
ATOM (SSA)
Kategori : SKRIPSI
Nama : OKTAVIANI PUTRI F
Nomor Induk Mahasiswa : 090802056
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juni 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof.Dr.Harry Agusnar.M.Sc.,M.Phill Prof.Dr.Zul Alfian.M.Sc


NIP. 195308171983031002 NIP.195504051983031002

Diketahui/Disetujui oleh :
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,

DR. Rumondang Bulan Nst.,MS.


NIP. 195408301985032001
iii

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR UNSUR NATRIUM (Na) DAN KADMIUM (Cd)


PADA AIR BAKU, AIR HASIL OLAHAN DAN AIR BUANGAN
DARI DEPOT AIR MINUM DENGAN MENGGUNAKAN
METODE SPEKTROFOTOMETRI
SERAPAN ATOM (SSA)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2013

Oktaviani Putri F
090802056
iv

PENGHARGAAN
Syalom,

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih-Nya saya
dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Sains dengan baik.

Dalam hal ini penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan terbesar kepada
kedua orang tua yang saya sayangi, Jonggianus Saragih dan dr. Friska Gultom
atas semua dukungan dan kepercayaan yang telah diberikan meskipun beliau
berada jauh di Jakarta. Terima kasih kepada adik – adik ku, Jein Shintya Frisgi,
Silvia Morina Roito Frisgy dan Samuel Vande Diraja Frisgy yang selalu memberi
semangat dan motivasi sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada
waktunya.

Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Zul Alfian, M. Sc selaku wali dan dosen
pembimbing 1 dan Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar M. Sc, M. Phill selaku dosen
pembimbing 2 yang telah banyak membantu dan memberikan pengarahan serta
bimbingannya hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa juga
saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst. MS dan Bapak
Drs. Albert Pasaribu, M. Sc selaku ketua dan sekretaris Departemen Kimia
FMIPA USU. Dan juga saya ucapkan terima kasih kepada seluruh dosen di
Departemen Kimia FMIPA USU atas ilmu dan petunjuk yang diberikan saat
menjalani perkuliahan.

Untuk seluruh teman – teman saya stambuk 2009, terkhusus Desta, Jennifer,
Asmi, Riana, Satriani, Pravil, Despita dan unnie ku Mira, saya ucapkan terima
kasih atas dukungan dan perhatian yang diberikan. Serta adik Nami dan teman ku
Rina khususnya yang telah membantu penulis dalam penelitian, saya ucapkan
terima kasih.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, saya
mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan skripsi
ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Penulis
v

ABSTRAK

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk semua makhluk hidup
sehingga muncul berbagai industri air minum baik dalam kemasan ataupun air
minum isi ulang. Telah dilakukan penelitian tentang penentuan kadar unsur
Natrium (Na) dan Kadmium (Cd) pada air baku, air hasil olahan dan air buangan
dari depot air minum dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA). Sampel yang dianalisa adalah air baku, air hasil olahan dan air
buangan dari depot air minum yang menggunakan membran reverse osmosis.
Pengambilan sampel dilakukan pada hari keenam dan di destruksi dengan HNO3
(p) hingga sisa volume 15 mL. Kemudian ditentukan konsentrasi unsur Natrium
(Na) dan Kadmium (Cd) dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom
melalui kurva kalibrasi. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi Natrium
sebesar 42,04 mg/L dan konsentrasi Kadmium sebesar 0,0023 mg/L pada air
baku, konsentrasi Natrium sebesar 0,59 mg/L dan konsentrasi Kadmium sebesar
0,0008 mg/L pada air hasil olahan dan konsentrasi Natrium sebesar 28,45 mg/L
dan konsentrasi Kadmium sebesar 0,0013 mg/L pada air buangan dalam hal ini
kandungan Natrium dan Kadmium masih memenuhi standar air minum menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/VII/2010.
vi

DETERMINATION ELEMENT’S CONTENT SODIUM AND CADMIUM


OF RAW WATER, PROCESSED WATER AND WASTE WATER
FROM DEPOT DRINKING WATER BY USING ATOMIC
ADSORPTION SPECTROPHOTOMETRY
(AAS) METHODS

ABSTRACT

Water is a natural resource that is necessary for all living organism so it is appears
in different industries both packaged drinking water or drinking water refill. A
Research on determination element’s content Sodium and Cadmium of raw water,
processed water and waste water from Depot drinking water by using Atomic
Adsorption Spectrophotometry (AAS) methods has been carried out. Samples
were analyzed are raw water, processed water and waste water from Depot
drinking water using reverse osmosis membranes. Sampling on Sixth day was
carried out and destructed by using Concentrated Nitric Acid until 15 mL of
volume. Then element’s content Sodium (Na) and Cadmium (Cd) was determined
by using Atomic Adsorption Spectrophotometry through a calibration curve. The
result showed that contents of Sodium is 42,04 mg/L and Cadmium is 0,0023
mg/L of raw water, contents of Sodium is 0,59 mg/L and Cadmium is 0,0008
mg/L of processed water and contents of Sodium is 28,49 mg/L and Cadmium is
0,0013 mg/L of waste water in this terms the content of Sodium and Cadmium
still fulfilled the water standards drinking according to Regulation Minister of
Health No. 492/Menkes/Per/VII/2010.
vii

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xi
Daftar Lampiran xii
Bab 1 Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 3
1.3. Pembatasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 4
1.6. Lokasi Penelitian 4
1.7. Metodologi Penelitian 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka 5
2.1. Air 5
2.1.2. Air Tanah 5
2.2. Air Minum Isi Ulang 7
2.3. Depot Air Minum 7
2.4. Pencemaran Air 8
2.5. Logam 10
2.6. Natrium (Na) 11
2.6.1. Efek Toksik Unsur Natrium (Na) 12
2.7. Kadmium(Cd) 12
2.7.1. Efek Toksik Unsur Kadmium (Cd) 13
2.8. Reverse Osmosis 13
2.8.1. Cara Kerja Filter Osmosis 14
2.8.2. Membran Reverse Osmosis 15
2.9. Spektrofotometri Serapan Atom 17
2.9.1. Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom 18
2.9.2. Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom 18

Bab 3 Metode Penelitian 21


3.1. Alat dan Bahan 21
viii

3.1.1. Alat 21
3.1.2. Bahan 21
3.2. Prosedur Penelitian 22
3.2.1. Pengawetan dan Preparasi Sampel 22
3.2.2. Pembuatan Larutan Standar Natrium (Na) 100 mg/L 22
3.2.3. Pembuatan Larutan Standar Natrium (Na) 10 mg/L 22
3.2.4. Pembuatan Larutan Seri Standar Natrium (Na) 0,2; 0,4;
0,6; 0,8; 1,0 mg/L 22
3.2.5. Pembuatan Kurva Kalibrasi Unsur Natrium 22
3.2.6. Pengukuran Kadar Unsur Natrium dalam Sampel 23
3.2.7. Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd) 100 mg/L 23
3.2.8. Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd) 10 mg/L 23
3.2.9. Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd) 1 mg/L 23
3.3.10.Pembuatan Larutan Seri Standar Kadmium (Cd) 0,001;
0,002; 0,003; 0,004; dan 0,005 mg/L 23
3.3.11.Pembuatan Kurva Kalibrasi Unsur Kadmium (Cd) 23
3.3.12.Pengukuran Kadar Unsur Kadmium dalam Sampel 24
3.3. Bagan Penelitian 25
3.3.1. Pembuatan Larutan Seri Standar Unsur Natrium 0,0;
0,20; 0,40; 0,60; 0,80 dan 1,0 mg/L dan Pembuatan
Kurva Kalibrasi Unsur Natrium 25
3.3.2. Pembuatan Larutan Seri Standar Unsur Kadmium 0,001;
0,002; 0,003; 0,004 dan 0,005 mg/L dan Pembuatan
Kurva Kalibrasi Unsur Kadmium 26
3.3.3. Preparasi dan Penentuan Kadar Unsur Natrium (Na)
pada Sampel 27
3.3.4. Preparasi dan Penentuan Kadar Unsur Kadmium (Cd)
pada Sampel 28
Bab 4 Hasil dan Pembahasan 29
4.1.Hasil Penelitian 29
4.1.1. Unsur Natrium (Na) 29
4.1.2. Pengolahan Data Unsur Natrium (Na) 30
4.1.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan
Metode Least Square 30
4.1.2.2. Koefisien Korelasi 32
4.1.2.3. Penentuan Konsentrasi 32
4.1.3. Unsur Kadmium (Cd) 34
4.1.4. Pengolahan Data Unsur Kadmium (Cd) 36
4.1.4.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan
Metode Least Square 36
4.1.4.2. Koefisien Korelasi 37
4.1.4.3. Penentuan Konsentrasi 38
ix

4.2. Pembahasan 40

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 42


5.1.Kesimpulan 42
5.2.Saran 42

Daftar Pustaka 43
Lampiran 46
x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Konfigurasi Hollow Fiber untuk Skala Laboratorium 16


Tabel 4.1. Data Absorbansi Larutan Standar Natrium (Na) 29
Tabel 4.2. Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi
Unsur Natrium (Na) Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan
Standar Natrium (Na) 30
Tabel 4.3. Data Absorbansi Unsur Natrium (Na) dalam Sampel Yang Diukur
sebanyak 3 kali 33
Tabel 4.4. Analisis Data Statistik Penentuan Konentrasi Unsur Natrium (Na)
Pada Air Baku 33
Tabel 4.5. Hasil Penentuan Konsentrasi Unsur Natrium (Na) dalam Sampel 34
Tabel 4.6. Data absorbansi larutan standar Kadmium (Cd) 35
Tabel 4.7. Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan
Konsentrasi Unsur Kadmium (Cd) Berdasarkan Pengukuran
Absorbansi Larutan Standar Kadmium (Cd) 36
Tabel 4.8. Data absorbansi unsur Kadmium (Cd) dalam sampel yang
diukur sebanyak 3 kali 38
Tabel 4.9. Analisis data statistik penentuan konsentrasi unsur Kadmium (Cd)
pada Air Baku 39
Tabel 4.10. Hasil penentuan konsentrasi unsur Kadmium (Cd) dalam Sampel 40
xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1.: Mekanisme Kerja Reverse Osmosis 15


Gambar 2.2.: Komponen-komponen Spektrofotometer Serapan Atom 18
Gambar 4.1.: Kurva kalibrasi larutan standar Unsur Natrium (Na) 30
Gambar 4.2.: Kurva kalibrasi larutan standar Unsur Kadmium (Cd) 35
xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Persyaratan Kualitas Air Minum 47


Lampiran 2. Kondisi alat SSA Merek Shimadzu tipe AA-6300 pada
pengukuran konsentrasi logam Natrium (Na) 51
Lampiran 3. Kondisi alat SSA Merek Shimadzu tipe AA-6300 pada
pengukuran konsentrasi logam Kadmium (Cd) 51
Lampiran 4. Alat SSA tipe nyala merek Shimadzu seri AA-6300 52
Lampiran 5. Alat Reverse Osmosis Merk Kemflo F5633/C 53
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Pemanfaatan air untuk berbagai
kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan
kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Saat ini masalah
utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak
mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk
keperluan domestik yang semakin menurun.

Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap


sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini
dapat menimbukan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup
yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan
dan perlindungan sumber daya air secara seksama. (Effendi, H. 2003)

Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan
air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa
macam logam baik logam ringan maupun logam berat jumlahnya sangat sedikit
dalam air.

Menurut Effendi, H. (2003), kandungan natrium yang terlarut dalam air


tanah adalah 1,0 – 1,000 mg/L dalam hal ini natrium merupakan ion utama yang
terlarut sedangkan kandungan kadmium yang terlarut dalam air tanah adalah
0,0001 – 0,1 mg/L dalam hal ini kadmium merupakan ion renik / minor yang
terlarut. Natrium merupakan mineral yang penting dalam tubuh makhluk hidup
dimana jika kekurangan natrium dalam tubuh maka tekanan osmosis sel dan
permeabilitas sel akan terganggu namun jika berlebihan akan mengakibatkan
hipertensi dan sirosis hati. Sedangkan kadmium merupakan logam toksik yang
2

peranannya belum diketahui dengan jelas bagi makhluk hidup dimana jika
terkonsumsi terus – menerus akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan
paru – paru, meningkatkan tekanan darah, dan mengakibatkan kemandulan pada
pria dewasa.

Toksisitas logam pada manusia kebanyakan terjadi karena logam berat


non-esensial saja, walaupun tidak menutup kemungkinan adanya keracunan
logam esensial yang melebihi dosis. Toksisitas logam pada manusia menyebabkan
beberapa akibat negatif, tetapi yang terutama adalah timbulnya kerusakan jaringan
detoksikasi dan ekskresi (hati dan ginjal). Daya toksisitas logam ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu kadar logam yang termakan, lamanya mengkonsumsi,
umur, spesies, jenis kelamin, kebiasaan makan makanan tertentu, kondisi fisik,
dan kemampuan jaringan tubuh untuk mengakumulasi logam. (Darmono. 1995)

Karena air minum sangat dibutuhkan, memotivasi munculnya berbagai


usaha air minum baik air minum dalam kemasan maupun air minum isi ulang.
Terbukanya peluang pasar industri air minum tanpa kemasan yang sering disebut
air minum isi ulang ( AMIU) membuat banyak pelaku bisnis tergiur menangguk
keuntungan di bisnis ini. Jenis usaha ini sangat menguntungkan, karena banyak
mnghilangkan ongkos yang semestinya, mencakup 75 – 85 % dari seluruh biaya
produksi (Kacaribu, K. 2008).

Pengolahan dengan menggunakan membran reverse osmosis merupakan


pengolahan proses fisika yang dilakukan dengan memberikan dorongan atau
tekanan, menahan semua ion, melepaskan air murni dan membuang air kotor.
Membrane reverse osmosis memiliki ukuran pori persepuluh ribu mikron dan
dapat menghilangkan zat organik, bakteri, pirogen, juga koloid yang tertahan oleh
struktur pori yang berfungsi sebagai penyaring (Metcalf & Eddy. 2003).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya mengenai efisiensi pemakaian


Reverse Osmosis pada Depot air minum terhadap penurunan kadar ion besi (Fe+3),
tembaga (Cu+2) dan zinkum (Zn+2) oleh Siahaan, M.A., (2012), pengolahan air
3

payau menjadi air bersih dengan menggunakan membran Reverse Osmosis oleh
Yusuf, E., et al., (2009) dan aplikasi teknologi Reverse Osmosis untuk pemurnian
air skala rumah tangga oleh Ariyanti, D dan Widiasa, I. N., (2011) menunjukkan
pengolahan air menggunakan membran reverse osmosis telah menjamur di
kalangan masyarakat padahal dahulunya hanya digunakan untuk desalinasi air
laut. Oleh sebab itu penulis tertarik ingin melakukan penelitian terhadap
kandungan mineral seperti Natrium (Na) dan logam Kadmium (Cd) pada air baku,
air hasil olahan dan air buangan dari Depot Air Minum daerah Binjai.

1.2 Permasahalahan

Bagaimanakah kandungan logam pada air baku, air hasil olahan dan air buangan
melalui proses Reverse Osmosis, Apakah kandungan logam Natrium (Na) dan
Kadmium (Cd) pada air hasil olahan yang digunakan sudah memenuhi
persyaratan kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
492/MENKES/PER/VII/2010 tentang kualitas air, dan apakah mesin Reverse
Osmosis yang digunakan memiliki kesamaan dengan mesin Reverse Osmosis
pada pengolahan air laut.

1.3 Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pengukuran kadar logam Natrium (Na) dan Kadmium
(Cd) dengan instrument SSA yang digunakan bertipe nyala merek Shimadzu seri
AA-6300 terhadap sampel air baku, air hasil olahan dan air buangan melalui
proses Reverse Osmosis dan jenis mesin Reverse Osmosis (RO) yang digunakan
adalah RO merk Kemflo F5633/C.

1.4 Tujuan Penelitian

Mengetahui kandungan logam Natrium (Na) dan Kadmium (Cd) pada air baku, air
hasil olahan dan air buangan dari Depot air minum daerah Binjai dengan
menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
4

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi bagi
masyarakat tentang kandungan logam Natrium (Na) dan Kadmium (Cd) pada
Depot air minum daerah Binjai

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar LIDA Universitas


Sumatera Utara dan analisis Spektrofotometri Serapan Atom dilakukan di
Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara.

1.7 Metodologi Penelitian

1. Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium.


2. Penentuan pH dengan menggunakan pH-meter.
3. Sampel yang dianalisis adalah air baku, air hasil olahan dan air buangan pada
Depot AMIU
4. Sampel diambil dari Depot air minum yang menggunakan alat Reverse
Osmosis merk Kemflo F5633/C.
5. Pereaksi yang digunakan adalah Asam Nitrat pekat.
6. Penentuan kadar logam Natrium (Na) dan Kadmium (Cd) dilakukan dengan
metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) pada λspesifik = 589,0 nm untuk
Natrium dan λspesifik = 228,8 nm untuk Kadmium.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi kebutuhan makhluk hidup,
sehingga perlu dilindungi agar tetap bermanfaat bagi kehidupan makhluk hidup.
Hal ini berarti bahwa pemanfaatan dari air harus efisien mungkin dan
berkelanjutan (Hasibuan, E. N. F. 2011).

Air menutupi sekitar 70 % permukaan bumi, dengan jumlah sekitar 1.368


juta km3. Air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es cairan, dan
salju. Air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah (ground water), dan
gunung es (glacier). Air tawar berasal dari dua sumber yaitu air permukaan
(surface water) dan air tanah (ground water). Air permukaan adalah air yang
berada di sungai, danau, waduk, rawa dan badan air yang lain. Karakteristik utama
yang membedakan air tanah dari air permukaan adalah pergerakan yang sangat
lambat dan waktu tinggal yang sangat lama, dapat mencapai puluhan bahkan
ratusan tahun (Effendi, H. 2003).

2.1.2. Air Tanah

Air tanah merupakan sumber air tawar terbesar di planet bumi, mencakup kira –
kira 30% dari total air tawar atau 10,5 juta km3. Akhir – akhir ini pemanfaatan air
tanah meningkat dengan cepat, bahkan di beberapa tempat tingkat eksploitasinya
sudah sampai tingkat yang membahayakan. Kecenderungan memilih air tanah
sebagai sumber air bersih disbanding air permukaan, mempunyai keuntungan
sebagai berikut :
a. Tersedia dekat dengan tempat yang memerlukan, sehingga kebutukan
bangunan pembawa/distribusi lebih murah.
b. Debit (produksi) sumur biasanya relatif stabil.
6

c. Lebih bersih dari bahan cemaran (polutan) permukaan


d. Kualitasnya lebih seragam
e. Bersih dari kekeruhan, bakteri, lumut, atau tumbuhan dan binatang air

Cara pengambilan air tanah yang paling tua dan sederhana adalah dengan
membuat sumur gali (dug wells) dengan kedalaman lebih rendah dari posisi
permukaan air tanah. Sumur gali biasanya dibuat dengan kedalaman tidah lebih
dari 5 – 8 meter di bawah permukaan tanah (Suripin. 2002).

Sumur gali adalah salah satu konstruksi sumur yang paling umum dan
meluas dan dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan
rumah perorangan, sedangkan sumur bor adalah jenis sumur dengan cara
pengeboran lapisan air tanah yang lebih dalam ataupun lapisan tanah yang jauh
dari permukaan tanah sehingga sedikit dipengaruhi kontaminasi.

A. Sumur Bor
Lubang sumur bor dapat dikerjakan secara manual dan mesin. Kedalaman
lubang sumur bor biasanya tergantung struktur dan lapisan tanah (Gabriel, J.
F. 2001) :
a. Tanah berpasir : biasanya kedalaman 30 – 40 meter sudah memperoleh air.
Biasanya air naik sampai 5 – 7 meter dari permukaan tanah.
b. Tanah liat : biasanya kedalaman 40 – 60 meter akan diperoleh air yang
baik dan air akan naik mencapai 7 meter dari permukaan tanah.
c. Tanah berkapur : biasanya sumur dibuat dengan kedalaman di atas 60
meter kemungkinan baru mendapat air dan apabila ada air, airnya sukar
atau tidak bisa naik ke atas dengan sendirinya.
d. Tanah berbukit : biasanya sumur dibuat di atas 100 meter atau 200 meter,
kemungkinan tipis sekali untuk memperoleh air. Air yang diperoleh sukar
/ tidak bisa naik ke atas dengan sendirinya.

B. Keadaan / sifat air sumur bor :


a. Air jernih dan rasa sejuk
7

b. Pencemaran air tidak terjadi / sukar terjadi


c. Jumlah bakteri jauh lebih kecil dari sumur gali
d. Jumlah algae di dalam air sumur bor jauh lebih banyak dibandingkan
dengan air sumur gali.
(Gabriel, J. F. 2001)

2.2. Air Minum Isi Ulang

Tingginya minat masyarakat dalam mengkonsumsi air minum dalam kemasan


(AMDK) dan mahalnya harga air minum dalam kemasan yang diproduksi industri
besar mendoroong tumbuhnya depot air minum isi ulang (AMIU) di berbagai
tempat terutama kota – kota besar. Air minum isi ulang adalah salah satu jenis air
minum yang dapat langsung diminum tanpa dimasak terlebih dahulu, karena telah
melewati beberapa proses tertentu.

Merebaknya peluang usaha yang umumnya disebut sebagai depot air minum
isi ulang tidak terlepas dari krisis yang dialami masyarakat Indonesia, sehingga
masyarakat mencari alternatif – alternatif dalam membangun suatu usaha dengan
biaya relatif ringan tetapi cepat kembali modalnya, ataupun para konsumen air
minum yang mengurangi biaya kebutuhan sehari – hari.

Hal tersebut disebabkan antara lain, dari segi harganya AMIU ini lebih
murah yaitu 1/3 dari harga air minum dalam kemasan yang diproduksi resmi
industri besar, akan tetapi beberapa anggota masyarakat masih ragu akan hal
kualitasnya sehingga dapat dikatakan aman untuk dikonsumsi (Kacaribu, K. 2008).

2.3. Depot Air Minum

Depot Air minum adalah usaha industri yang melakukan proses pengolahan air
baku menjadi air minum dan menjual langsung kepada konsumen. Adapun air
minum yang dimaksud merupakan air baku yang telah diproses dan aman untuk di
minum. Sementara air baku adalah air yang belum diproses atau sudah diproses
8

menjadi air bersih yang memenuhi persyaratan mutu sesuai peraturan Menteri
Kesehatan untuk diolah menjadi produk air minum.
Setiap depot air minum menurut Keputusan Memperindag No. 651 Tahun
2004 harus berpedoman pada cara produksi air minum yang baik pada seluruh
mata rantai produksi air minum, mulai dari pengadaan bahan sampai penjualan ke
konsumen, seperti terinci dalam bagian – bagian berikut ;
a. Desain dan Konstruksi Depot
b. Bahan baku, Mesin dan Peralatan Produksi
c. Proses Produksi
d. Produk Air Minum
e. Pemeliharaan Sarana Produksi dan Program Sanitasi
f. Karyawan dan
g. Penyimpanan Air baku dan Penjualan
Untuk wilayah kota medan berdasarkan data dari Disperindag Kota Medan,
saat ini tercatat 200 usaha depot AMIU. Namun hanya sekitar 75 depot yang
mendaftarkan usahanya selbihnya tidak memiliki izin (Kacaribu, K. 2008).

2.4. Pencemaran Air

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990 tentang


Pengendalian Pencemaran Air mendefinisikan tentang Pencemaran air, yaitu
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain
ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air menurun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan tidak lagi berfungsi sesuai dengan
peruntukannya (Effendi, H. 2003).

Dalam memenuhi kebutuhan air, manusia selalu memperhatikan kualitas dan


kuantitas air. Kualitas yang cukup diperoleh dengan mudah karena adanya siklus
hidrologi, yakni siklus ilmiah yang mengatur dan memungkinkan tersedianya air
permukaan dan air tanah. Namun demikian, pertambahan penduduk dan kegiatan
manusia menyebabkan pencemaran sehingga kualitas air yang baik dan memenuhi
persyaratan tertentu sulit diperoleh.
9

Dalam hal ini masalah pencemaran air dapat diidentifikasikan melalui


beberapa cara, antara lain dengan pengamatan tidak langsung dan langsung.
Adapun yang dimaksudkan dengan pengamatan langsung melalui indera untuk
mengidentifikasi bau busuk, rasa tidak enak, kekeruhan, pertumbuhan algae dan
rumput, dan kematian ikan. Sebagian lainnya menyaksikan kematian ikan di
perairan yang mereka gunakan untuk keperluan rumah tangga. Sedangkan
pengamatan tidak langsung melalui keluhan penduduk pemakai air leding berbau
bahan kimia. (Sutrisno, C. T. 2004).

Pencemaran air pada umumnya diakibatkan oleh kegiatan manusia. Besar


kecilnya pencemaran akan tergantung dari kuantitas dan kualitas limbah yang
dibuang ke sungai baik limbah padat maupun limbah cair.

Berdasarkan jenis kegiatannya maka sumber pencemaran air dibedakan


menjadi:
a. Effluent industri pengolahan
Effluent adalah pencurahan limbah cair yang masuk ke dalam air bersumber
dari pembuangan sisa dari produksi, lahan pertanian, peternakan dan
kegiatan domestic. Dari hasil statistic industri, sumber industri pengolahan
yang menjadi sumber pencemaran air yaitu agro industri (peternakan sapi,
babi, dan kambing), industri pengolahan makanan, industri minuman,
industri tekstil, industri kulit, industri kimia, industri mineral non logam,
industri logam dasar, industri hasil olahan logam dan industri listrik dan gas.
b. Sumber domestik/buangan rumah tangga
Menurut peraturan mentri kesehatan, yang dimaksud buangan rumah tangga
adalah buangan yang berasal bukan dari industri melainkan berasal dari
rumah tangga, kantor, hotel, restoran, tempat ibadah, tempat hiburan, pasar,
pertokoan dan rumah sakit.
(Hasibuan, E. N. F. 2011)
10

2.5. Logam

Pada tubuh makhluk hidup termasuk manusia logam dan mineral mengalami
proses biokimiawi dalam membantu proses fisiologis atau sebaliknya
menyebabkan toksisitas. Dalam sistem fisiologis manusia, unsur tersebut juga
dibagi menjadi dua bagian yaitu makroelemen, yang ditemukan dalam jumlah
relatif besar (lebih dari 0,005% dari berat badan) dan mikroelemen yang
ditemukan dalam jumlah relatif kecil (kurang dari 0,005% dari berat badan).

Pada manusia jumlah makroelemen dari yang terbesar ke terkecil berturut –


turut adalah : Kalsium (Ca), Fosfor (P), Potasium / Kalium (K), Sulfur / Belerang
(S), Sodium / Natrium (Na), Klor (Cl) dan Magnesium (Mg). sedangkan yang
mikroelemen berturut – turut : Besi (Fe), Iodium (I), Tembaga (Cu), Seng (Zn),
Mangan (Mn), dan Kobal (Co).
Unsur mikro / trace yang termasuk esensial harus memenuhi beberapa
kriteria yaitu :
1. Unsur tersebut harus selalu ada dalam jaringan yang sehat
2. Mempunyai konsentrasi yang hampir sama di antara spesies
3. Bila kekurangan unsur tersebut dapat menyebabkan gangguan fungsi
fisiologik ada spesies tertentu
4. Bila dilakukan penambahan pada unsur yang kurang tersebut dapat
menjadikan normal kembali
5. Bila kekurangan unsur tersebut secara terus – menerus dalam waktu yang
lama dapat berakibat fatal
Dalam batasan – batasan tersebut mineral mikro yang esensial untuk manusia
yang penting adalah Fe, Zn, Cu, Mn, Co, Mo, dan Se. Sedangkan elemen yang
toksik dan dapat mengganggu kesehatan manusia adalah As, Ba, Be, Cd, Hg, dan
Pb (Darmono. 1995).

Logam berat adalah unsur logam dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar
rendah logam berat pada umumnya sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan,
termasuk manusia. (Notohadiprawiro, T. 1993).
11

Logam berat jika sudah terserap kedalam tubuh maka tidak dapat
dihancurkan tetapi akan tetap tinggal di dalamnya hingga nantinya dibuang
melalui proses ekskresi. Logam berat ini menimbulkan efek kesehatan bagi
manusia tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh.
Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga
proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan
bertindak sebagai penyebab alergi, karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya
adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan.

Kontaminasi logam berat ini dapat berasal dari faktor alam seperti kegiatan
gunung berapi dan kebakaran hutan atau faktor manusia seperti pembakaran
minyak bumi, peleburan, pertambangan, proses industri, kegiatan pertanian,
kehutanan dan pertanian, serta limbah buangan termasuk sampah rumah tangga
(Putra, J. A. 2006).

2.6. Natrium (Na)

Natrium adalah logam putih – perak yang lunak, yang melebur pada 97,5 oC.
Natrium teroksidasi dengan cepat dalam udara lembab, maka harus disimpan
terendam seluruhnya dalam pelarut nafta atau silena. Dengan garam – garamnya,
Natrium berada sebagai kation monovalen Na +. Garam – garam ini membentuk
larutan tak berwarna kecuali jika anionnya berwarna (Vogel. 1990).

Natrium (Na) adalah salah satu unsur alkali utama yang ditemukan di
perairan dan merupakan kation penting yang mempengaruhi kesetimbangan
keseluruhan kation di perairan. Hampir semua senyawa natrium mudah larut
dalam air dan bersifat sangat reaktif.

Hampir semua perairan alami mengandung natrium, dengan kadar bervariasi


antara 1 mg/liter hingga ribuan mg/liter. Kadar natrium pada perairan laut dapat
mencapai 10.500 mg/liter atau lebih. Kadar natrium pada perairan tawar alami
12

kurang dari 50 mg/liter. Sedangkan kadar natrium pada air minum sebaiknya tidak
lebih dari 200 mg/liter (Effendi, H. 2003).

Penentuan unsur natrium dapat menggunakan metoda lain selain


spektrofotometri serapan atom (SSA), Rasyid, R. dkk. (2011) menentukan kadar
natrium dengan menggunakan metoda fotometri nyala pada herba Centella
asiatica, sedangkan Indriyati, W. dkk. (2009) menganalisis natrium dengan
menggunakan metoda spektroskopi emisi nyala dalam minuman isotonik.

2.6.1. Efek Toksik Unsur Natrium (Na)

Mineral adalah bahan anorganik, bahan kimia yang didapat makhluk dari alam,
yang asalnya adalah dari tanah. Mineral biasanya masuk ke tubuh dalam bentuk
garam, dan digunakan dalam bentuk elektrolit. Elektrolit ialah bentuk ion dari
mineral itu, bermuatan positif (+) dan negatif (-). Natrium biasa di dapat tubuh
dari makanan laut, dalam senyawa dengan Cl (Khlor) berupa garam dapur (NaCl).
Jika kelebihan mineral ini, dapat menyebabkan hipertensi, gangguan
kardiovaskuler, ginjal, dan sirosis hati (Hasibuan, E. N. F. 2011).

2.7. Kadmium (Cd)

Kadmium adalah logam putih keperakan, yang dapat ditempa dan liat. Ia melebur
pada 321 oC. Kadmium melarut dengan lambat dalam asam encer dengan
melepaskan hidrogen. Kadmium membentuk ion bivalen yang tak berwarna
(Vogel. 1990).

Garam – garam kadmium (klorida, nitrat, dan sulfat) dapat berupa senyawa
kompleks organik dan anorganik, atau terserap ke dalam bahan – bahan
tersuspensi dan sedimen dasar. Kadmium karbonat dan kadmium hidroksida
memiliki sifat kelarutan yang terbatas. Pada pH yang tinggi kadmium mengalami
presipitasi/pengendapan. Di dalam air, kadmium (Cd) terdapat dalam jumlah yang
sangat sedikit (renik) dan bersifat tidak larut dalam air. Kadar kadmium pada
13

kerak bumi sekitar 0,2 mg/Kg. Kadar kadmium pada perairan tawar alami sekitar
0,0001 – 0,001 mg/liter, sedangkan pada perairan laut sekitar 0,0001 mg/liter.
Menurut WHO, kadar kadmium maksimum pada air yang diperuntukkan bagi air
minum adalah 0,005 mg/liter (Effendi, H. 2003).

Analisis kadmium pada air minum juga pernah dilakukan oleh Susanti, W.
(2010) dalam air minum kemasan galon dan air minum kemasan galon isi ulang
dan Ritongan, N. I. (2010) dalam air minum kemasan dengan menggunakan
metode yang sama yaitu metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).

2.7.1. Efek Toksik Logam Kadmium (Cd)

Kadmium bersifat kumulatif dan sangat toksik bagi manusia karena dapat
mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan paru – paru, meningkatkan tekanan
darah, dan mengakibatkan kemandulan pada pria dewasa. Kadmium juga bersifat
sangat toksik dan bioakumulasi terhadap organisme. Toksisitas kadmium
dipengaruhi oleh pH dan kesadahan. Selain itu, keberadaan zinc dan timbal dapat
meningkatkan toksisitas kadmium (Effendi, H. 2003).

Keracunan Cd dalam jangka waktu yang lama ini bersifat toksik terhadap
beberapa macam organ, yaitu paru – paru, tulang hati, dan ginjal. Penelitian pada
orang dan hewan percobaan menunjukkan bahwa logam ini juga bersifat
neurotoksin. Orang yang keracunan Cd melalui debu secara kronis dapat
menyebabkan kekurangan indera penciuman dan akan kembali normal jika toksik
dari debu tersebut dihentikan (Darmono. 1995)

2.8. Reverse Osmosis (RO)

Pengertian Reverse Osmosis atau osmosis balik merupakan proses yang dilakukan
dengan memberikan tekanan atau dorongan, menahan semua ion, melepaskan air
murni dan membuang air kotor. Membran Reverse Osmosis memiliki ukuran pori
persepuluh ribu mikron dan dapat menghilangkan zat organik, bakteri, pirogen,
14

juga koloid yang tertahan oleh struktur pori yang berfungsi sebagai penyaring.
Reverse osmosis baik untuk TDS rendah maupun tinggi, dimana padatan total
terlarut dapat diturunkan sampai tinggal beberapa persen saja dan zat organiknya
juga bisa diturunkan (Juliardi, N. R. 2005)

Menurut Metcalf & Eddy (2003), membran Reverse Osmosis tidak membunuh
mikroorganisme melainkan hanya membuang dan menghambatnya. Pada desain
sistem membran RO terdapat beberapa parameter – parameter kritis yang harus
diuji secara cermat, yaitu : kalsium, magnesium, kalium, mangan, natrium, besi,
sulfat, barium, klorida, ammonia, fosfat, nitrat, stronsium, dan sebagainya
(Hartomo & Widiatmoko. 1994).

Keuntungan dalam menggunakan membran Reverse Osmosis adalah


1. Dapat menghambat zat yang terlarut
2. Dapat menghambat kuman pada air olahan
3. Dapat menghambat zat organik dan anorganik

Kerugian dalam menggunakan membran Reverse Osmosis


1. Berkerja lebih baik pada air permukaan atau air permukaan yang memiliki
kandungan padatan yang rendah
2. Kurang diandalkan dalam produksi dengan biaya skala rendah pada
pemantauan daya guna
3. Membutuhkan penanganan sisa – sisa dan penghapusan air yang lebih pekat
4. Lebih mahal dibandingkan pengolahan air lainnya
(Metcalf & Eddy. 2003)

2.8.1. Cara Kerja Filter Reverse Osmosis

Prinsip kerja filter Reverse Osmosis adalah berdasarkan pada peristiwa osmosis
yang terjadi di alam. Osmosis adalah peristiwa bergeraknya air dari larutan yang
mempunyai konsentrasi lebih rendah melalui membran semi permeabel ke larutan
yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi sampai tercapainya keseimbangan.
15

Proses Reverse Osmosis merupakan kebalikan dari proses osmosis, yaitu


memberikan tekanan balik dengan tekanan osmotik lebih besar pada permukaan
cairan yang lebih kental, maka cairan yang lebih murni akan menembus
permukaan membran menjadi cairan yang lebih murni. Berikut ini adalah gambar
mekanisme kerja Reverse Osmosis,

Keterangan :

Gambar 2.1. Mekanisme Kerja Reverse Osmosis (Yusuf, E., et al. 2009)

Gambar 2.1 diatas menunjukkan diagram suatu filter Reverse Osmosis. Dalam hal
ini, air yang mengandung garam-garaman (atau air dengan konsentrasi yang
tinggi) dimasukan dengan tekanan tertentu, sehingga melebihi tekanan
osmotiknya, kedalam ruangan di bagian kiri. Maka air (murni) akan berjalan
melewati membran semi permeabel dan tertampung di ruangan sebelah kanan.
Tidak semua air bisa dilewatkan melalui membran tersebut, hal ini tergantung
pada tekanan yang diberikan dan karakter dari membran. Oleh karena itu, dalam
filter Reverse Osmosis akan dihasilkan air limbah (reject), yaitu air yang
mengandung garam-garaman konsentrasi tinggi (Yusuf, E., et al. 2009).

2.8.2. Membran Reverse Osmosis


Membran semipermeabel pada aplikasi reverse osmosis terdiri dari lapisan tipis
polimer pada penyangga berpori (fabric support). Membran juga harus memiliki
ketahanan (stabil) terhadap variasi pH dan suhu. Membran untuk kebutuhan
komersial harus memiliki sifat permeabilitas yang tinggi terhadap air. Kestabilan
16

dari sifat – sifat tersebut dalam periode waktu dan kondisi tertentu dapat
didefinisikan sebagai umur membran yang biasanya berkisar antara 3 – 5 tahun.

Terdapat dua jenis polimer yang dapat digunakan sebagai membran reverse
osmosis: selulosa asetat (CAB) dan komposit poliamida (CPA). Pada aplikasi
reverse osmosis, konfigurasi modul membran yang digunakan yaitu spiral wound.
Pada konfigurasi spiral wound, dua buah lembaran membran dipisahkan oleh
saluran pengumpul permeat dan membentuk daun. Perakitannya adalah dengan di
lem pada tiga sisi dan sisi yang keempat (dekat pipa berlubang) dibiarkan terbuka
sebagai saluran permeat keluar. Elemen membran spiral wound yang digunakan
memliki panjang sekitar ± 100 – 150 cm dan diameter sekitar ± 10 – 20 cm
(Ariyanti, D. dan Widiasa, I. N. 2011).

Sedangkan membran jenis Hollow fiber terbuat dari polysulfon, dimana


memiki konfigurasi seperti yang tertulis pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Konfigurasi Hollow Fiber untuk Skala Laboratorium (Yusuf, E.,
et al. 2009)

Konfigurasi Hollow Fiber


Karakteristik membran PSF – Hydrophilic Double Skin Type
Kapasitas filtrasi (volume) 3200 L
Nominal molecular weight 10000 – 500000
Diameter membran 0,01 µm
Diameter casing membran 2 cm
Panjang membran 34 cm
Panjang casing membran 37 cm
Laju alir dalam membran 110 L/det
Toleransi pH 2 – 13
Temperatur operasi maksimum 25 oC
Tekanan operasi maksimum 2 – 7 bar
Periode penggunaan 6 – 18 bulan
17

Jenis Hollow Fiber mempunyai ukuran diameter membran yang sangat kecil
2 3
(berukuran sekitar < 1 mm), memiliki massa jenis sekitar 30.000 m /m ,
ukurannya lebih kecil dari kapasitas modul yang lain. Jenis ini merupakan bundel
mampat ribuan serat tipis yang sejajar mengitari inti distribusi air umpan. Tiap
serabut serat diletakkan dalam bentuk U atau O dan ujung – ujungnya dibungkus
wadah pipa resin epoksi. Lalu bundel dibungkus kain dan kasa, diletakkan dalam
bejana tahan tekanan tinggi terbuat dari baja stainless dilapisi epoksi.

Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari penggunaan membran hollow fiber .
Kelebihan membran hollow fiber :
1. Biaya operasi murah
2. Fleksibel
3. Unit volume permukaan lebih besar
Kekurangan dari membran hollow fiber ini adalah :
1. Hasil penelitian kurang spesifik
2. Membrannya berbau
(Yusuf, E., et al. 2009)

2.9. Spetrofotometri Serapan Atom (SSA)

Spektrofotometri Serapan Atom adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu


unsur yang terdapat dalam suatu cuplikan berdasarkan penyerapan cahaya pada
panjang gelombang tertentu oleh atom – atom fase gas dalam keadaan dasar.
Metode Spektrofotometri serapan atom pertama kali dikembangkan oleh
Walsh, A., (1955) yang ditujukan untuk analisis logam renik dalam sampel yang
di analisis. Sampai saat ini metode SSA telah berkembang dengan pesat dan
hamper mencapai 70 unsur yang dapat ditentukan dengan metoda ini.
Spektrofotometri serapan atom kegunaannya lebih ditentukan untuk analisis
kuantitatif logam – logam alkali dan alkali tanah. Untuk maksud ini ada beberapa
hal yang perlu di perhatikan antara lain :
1. Larutan sampel diusahakan seencer mungkin kadar unsur yang dianalisis
tidak lebih dari 5% dalam pelarut yang sesuai. Larutan yang di analisis lebih
18

disukai diasamkan atau kalau dilebur dengan alkali tanah terakhir harus
diasamkan lagi.
2. Hindari pemakaian pelarut aromatik atau halogenida. Hendaklah dipakai
pelarut – pelarut untuk analisis (p.a).

(Mulja, M. 1995)

2.9.1. Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom

Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan nyala yang


mengandung atom-atom bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap,
dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan
dasar yang berada dalam nyala. Hal ini merupakan dasar penentuan kuantitatif
logam-logam dengan menggunakan SSA (Walsh, A. 1995).

2.9.2. Instrumentasi Sektrofotometri Serapan Atom

Komponen penting yang membentuk spektrofotometer serapan atom dapat


diperlihatkan secara skematis pada gambar berikut:

Gambar 2.2 Komponen – komponen spektrofotometer serapan atom (Day,


R. A. Jr., Underwood, A. L. 1988).
1. Sumber Tenaga

Suatu sumber radiasi yang digunakan harus memancarkan spektrum atom


dari unsur yang ditentukan. Spektrum atom yang dipancarkan harus terdiri
dari garis tajam yang mempunyai setengah lebar yang sama dengan garis
19

serapan yang dibutuhkan oleh atom – atom dalam contoh. Sumber sinar
yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hallow chatode lamp).

2. Tempat Sampel

Dalam analisis dengan Spektrofotometri Serapan Atom, sampel yang akan


dianalisis harus diuraikan menjadi atom – atom netral yang masih dalam
keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk
mengubah suatu sampel menjadi uap atom – atom yaitu dengan nyala dan
tanpa nyala

a. Nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau
cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk
atomisasi.

b. Tanpa Nyala (Flameless)


Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena atom gagal
mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala terlalu
besar, dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu
muncullah suatu teknik atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa
nyala. Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit. Sampel
diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan
dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik grafit.
Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi
atom – atom netral (Rohman, A. 2007)

3. Monokromator
Dalam spektroskopi serapan atom fungsi monokromator adalah untuk
memisahkan garis resonansi dari semua garis yang tak diserap yang
dipancarkan oleh sumber radiasi.
20

4. Detektor
Detektor pada spektrofotometer serapan atom berfungsi mengunggah
intensitas radiasi yang datang menjadi arus listrik. Pada spektrofotometer
serapan atom yang umum dipakai sebagai detektor adalah tabung
penggandaan foton (PMT = Photo Multiplier Tube Detector) (Mulja, M.
1995).

5. Sistem Pencatat (Sistem Read-out)


Sistem read-out yang digunakan pada instrument Spktrofotometer Serapan
Atom adalah untuk mengubah sinyal yang diterima menjadi sinyal digital,
yaitu dalam satuan absorbansi. Dengan pengubahan dalam bentuk digital
berarti sistem read-out mencegah atau mengulangi kesalahan dalam
pembacaan skala secara paralaks, kesalahan interpolasi di antara pembagian
skala dan sebagainya serta menyeragamkan tampilan datanya (yaitu dalam
satuan absorbansi). Sistem read-out untuk instrument SSA sekarang ini
dilengkapi dengan suatu mikroprosesor (komputer) sehingga memungkinkan
pembacaan langsung konsentrasi analit di dalam sampel yang dianalisa
(Haswell, S. J. 1991).
21

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

- Gelas Beaker Pyrex 250 mL


- Labu Takar Pyrex 100 mL
- Pipet Tetes
- Spatula
- Hotplate Cimaree
- Kertas Saring Whatman No. 42
- Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA – 6300
- Corong
- Pipet Volume Pyrex 10 mL
- Botol Aquades
- pH – meter WalkLab
- Pipet Volume Pyrex 5 mL

3.1.2. Bahan

- HNO3 (p) p.a (E. Merck)


- Akuades
- Larutan standar Na 1000 mg/L p.a (E. Merck)
- Larutan standar Cd 1000 mg/L p.a (E. Merck)
- Sampel Air Baku
- Sampel Air Hasil Olahan
- Sampel Air Buangan
22

3.2. Prosedur Penelitian

3.2.1. Pengawetan dan Preparasi Sampel

Sampel ditambahkan HNO3(p) sampai pH = 2,5. Diambil sebanyak 100 mL sampel


kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan 5 mL HNO3(p).
Dipanaskan sampai hampir kering, kemudian ditambahkan 50 mL akuades dan
dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL melalui kertas saring. Diencerkan
dengan akuades sampai garis tanda dan kemudian dihomogenkan.

3.2.2. Pembuatan Larutan Standar Natrium 100 mg/L


Sebanyak 1 mL larutan induk logam Natrium 1000 mg/L dimasukkan ke dalam
labu takar 10 mL lalu diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda
dan diaduk sampai homogen.

3.2.3. Pembuatan Larutan Standar Natrium 10 mg/L


Sebanyak 5 mL larutan standar logam Natrium 100 mg/L dimasukkan ke dalam
labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda
dan diaduk sampai homogen.
3.2.4. Pembuatan Larutan Seri Standar Natrium 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0
mg/L
Sebanyak 1,0; 2,0; 3,0; 4,0 dan 5,0 mL larutan standar logam Natrium 10 mg/L
dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan larutan pengencer
sampai garis batas dan diaduk sampai homogen. (SNI 06-2412-1991)

3.2.5. Pembuatan Kurva Kalibrasi Unsur Natrium


Larutan seri standar logam Natrium 0,1 mg/L kemudian diukur absorbansinya
dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada λspesifik = 589,0 nm. Perlakuan
dilakukan sebanyak 3 kali dan dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar
0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5 mg/L.
23

3.2.6. Pengukuran Kadar Unsur Natrium dalam Sampel


Absorbansi larutan diukur dengan Spektrofotometri Serapan Atom pada λspesifik =
589,0 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap sampel.

3.2.7. Pembuatan Larutan Standar Kadmium 100 mg/L


Sebanyak 10 mL larutan induk logam Kadmium 1000 mg/L dimasukkan ke dalam
labu takar 100 mL lalu diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda
dan diaduk sampai homogen.

3.2.8. Pembuatan Larutan Standar Kadmium 10 mg/L


Sebanyak 10 mL larutan standar logam Kadmium 100 mg/L dimasukkan ke
dalam labu takar 100 mL lalu diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis
tanda dan diaduk sampai homogen.

3.2.9. Pembuatan Larutan Standar Kadmium 1 mg/L


Sebanyak 10 mL larutan standar logam Kadmium 10 mg/L dimasukkan ke dalam
labu takar 100 mL lalu diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda
dan diaduk sampai homogen.

3.2.10. Pembuatan Larutan Seri Standar Kadmium 0,001; 0,002; 0,003; 0,004
dan 0,005 mg/L
Sebanyak 0,1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5 mL larutan standar logam Kadmium 1 mg/L
dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL lalu diencerkan dengan larutan
pengencer sampai garis batas dan diaduk sampai homogen. (SNI 06-6989.16-
2004)

3.2.11. Pembuatan Kurva Kalibrasi Unsur Kadmium


Larutan seri standar logam Kadmium 0,001 mg/L kemudian diukur absorbansinya
dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada λspesifik = 228,8 nm. Perlakuan
dilakukan sebanyak 3 kali dan dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar
0,002; 0,003; 0,004 dan 0,005 mg/L.
24

3.2.12. Pengukuran Kadar Unsur Kadmium dalam Sampel


Absorbansi larutan diukur dengan Spektrofotometri Serapan Atom pada λspesifik =
228,8 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap sampel.
25

3.3. Bagan Penelitian


3.3.1. Pembuatan Larutan Seri Standar Unsur Natrium 0,0; 0,20; 0,40; 0,60;
0,80 dan 1,0 mg/L dan Pembuatan Kurva Kalibrasi Unsur Natrium
(SNI 06-2412-1991)

Larutan Standar Natrium 1000 mg/L


Dipipet sebanyak 1 mL Larutan Standar Natrium dan
dimasukkan kedalam labu takar 10 mL

Diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda

Diaduk hingga homogen


Larutan Standar Natrium 100 mg/L

Dipipet sebanyak 5 mL Larutan Standar Natrium dan


dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda

Diaduk hingga homogen

Larutan Standar Natrium 10 mg/L


Dipipet sebanyak 1,0; 2,0; 3,0; 4,0 dan 5,0 mL larutan Standar
Natrium dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda

Diaduk hingga homogen


Larutan Standar Natrium 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 mg/L

Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer Serapan Atom


pada λspesifik = 589,0 nm

Hasil
26

3.3.2. Pembuatan Larutan Seri Standar Unsur Kadmium 0,001; 0,002;


0,003; 0,004 dan 0,005 mg/L dan Pembuatan Kurva Kalibrasi Unsur
Kadmium (SNI 06-6989.16-2004)

Larutan Standar Kadmium 1000


Dipipet sebanyak 10 mL Larutan Standar Kadmium dan
dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL

Diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda

Diaduk hingga homogen

Larutan Standar Kadmium 100 mg/L

Dipipet sebanyak 10 mL Larutan Standar Kadmium dan


dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL

Diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda

Diaduk hingga homogen

Larutan Standar Kadmium 10 mg/L


Dipipet sebanyak 10 mL Larutan Standar Kadmium dan
dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL

Diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda

Diaduk hingga homogen


Larutan Standar Kadmium 1 mg/L
Dipipet sebanyak 0,1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5 mL larutan Standar
Kadmium dan dimasukkan Kedalam labu takar 100 mL

Diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda

Diaduk hingga homogen


Larutan Standar Kadmium 0,001; 0,002; 0,003; 0,004 dan 0,005
Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer Serapan Atom
pada λspesifik = 228,8 nm

Hasil
27

3.3.3 Preparasi dan Penentuan Kadar Unsur Natrium (Na) pada Sampel
(SNI 06-2412-1991)

Sampel Air Baku

Ditambahkan HNO3 (p) hingga pH ± 2,5

Sampel Air Baku 100 mL

Dimasukkan ke dalam beaker glass 100 mL


Ditambahkan 5 ml HNO3 (p)
Dipanaskan perlahan di atas Hotplate hingga sisa volume 15 mL
Ditambahkan 50 mL akuades
Dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL melalui kertas saring
Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda
Diaduk sampai homogen
Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer Serapan Atom
pada λspesifik = 589,0 nm

Hasil

Catatan : dilakukan perlakuan yang sama untuk sampel Air Hasil Olahan dan Air
Buangan
28

3.3.4 Preparasi dan Penentuan Kadar Unsur Kadmium (Cd) pada Sampel
(SNI 06-6989.16-2004)

Sampel Air Baku

Ditambahkan HNO3 (p) hingga pH ± 2,5

Sampel Air Baku 100 mL

Dimasukkan ke dalam beaker glass 100 mL


Ditambahkan 5 ml HNO3 (p)
Dipanaskan perlahan di atas Hotplate hingga sisa volume 15 mL
Ditambahkan 50 mL akuades
Dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL melalui kertas saring
Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda
Diaduk sampai homogen
Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer Serapan Atom
pada λspesifik = 228,8 nm

Hasil

Catatan : dilakukan perlakuan yang sama untuk sampel Air Hasil Olahan dan Air
Buangan
29

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Unsur Natrium (Na)


Pembuatan kurva larutan standar unsur Natrium (Na) dilakukan dengan
menyiapkan larutan standar dengan berbagai konsentrasi yaitu pada pengukuran
0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mg/L, kemudian diukur absorbansinya dengan alat
SSA (kondisi alat pada lampiran). Data absorbansi untuk larutan standar Natrium
(Na) dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1. Data Absorbansi Larutan Standar Natrium (Na)

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata - Rata


0,0 0,0002
0,2 0,1989
0,4 0,3468
0,6 0,4870
0,8 0,6276
1,0 0,7499
30

1,0

Absorbansi Unsur Natrium


0,8 y = 0.7381x + 0.03133
R = 0.9971
0,6

0,4

0,2

0,0
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2
Konsentrasi Unsur Natrium (mg/L)

Gambar 4.1. Kurva Larutan Standar Unsur Natrium (Na)

4.1.2. Pengolahan Data Unsur Natrium (Na)


4.1.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar unsur Natrium (Na) pada tabel
4.1 diplotkan terhadap konsentrasi sehingga diperoleh kurva berupa garis linear.
Persamaan garis regresi untuk kurva ini dapat diturunkan dengan metode Least
Square dengan data pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan


Konsentrasi Unsur Natrium (Na) Berdasarkan Pengukuran
Absorbansi Larutan Standar Natrium (Na)

No Xi Yi (Xi - X) (Yi - Y) (Xi - X)2 (Yi - Y)2 (Xi - X)(Yi - Y)


1 0,0 0,0002 -0,5 -0,40018 0,25 0,160147 0,20009
2 0,2 0,1989 -0,3 -0,20148 0,09 0,040596 0,06045
3 0,4 0,3468 -0,1 -0,05358 0,01 0,002871 0,00536
4 0,6 0,4789 0,1 0,07852 0,01 0,006165 0,00785
5 0,8 0,6276 0,3 0,22722 0,09 0,051627 0,06816
6 1,0 0,7499 0,5 0,34952 0,25 0,122162 0,17476
∑ 3,0 2,4023 0,0 0,00000 0,70 0,383568 0,51667
31

∑Xi 3,0
𝑋𝑋 = = = 0,50
𝑛𝑛 6
∑Yi 2,4023
𝑌𝑌 = = = 0,4004
𝑛𝑛 6

Persamaan garis regresi untuk kurva dapat diturunkan dari persamaan garis:
y = ax + b
dimana:

a = slope
b = intersept

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least


Square sebagai berikut :

∑(Xi − X)(Yi − Y)
𝑎𝑎 =
∑ (Xi − X)2
𝑏𝑏 = 𝑦𝑦 − 𝑎𝑎𝑎𝑎

Dengan mensubtitusikan harga – harga yang tercantum pada Tabel 4.2 pada
persamaan di atas maka diperoleh :

0,516670
𝑎𝑎 = = 0,7381
0,70
𝑏𝑏 = 0,4004 − (0,7381 𝑥𝑥 0,50)
𝑏𝑏 = 0,0313

Maka persamaan garis yang diperoleh adalah :


𝑦𝑦 = 0,7381𝑥𝑥 + 0,0313
32

4.1.2.2. Koefisien Korelasi


Kofisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
∑(Xi − X)(Yi − Y)
𝑟𝑟 = 1
[∑(Xi − X)2 ∑(Yi − Y)2 ]2
Koefisien korelasi untuk unsur Natrium (Na) adalah :
0,516670
𝑟𝑟 = 1
[(0,70)(0,383568)]2
0,516670
𝑟𝑟 = 1
0,2684972
𝑟𝑟 = 0,9971

4.1.2.3. Penentuan Konsentrasi

Untuk menghitung konsentrasi dari unsur Natrium (Na), maka diambil data hasil
pengukuran absorbansi unsur Natrium (Na) dalam air baku, air hasil olahan dan
air buangan. Data selengkapnya pada Tabel 4.3 .
33

Tabel 4.3. Data Absorbansi Unsur Natrium (Na) dalam Sampel Yang
Diukur sebanyak 3 kali

Sampel Bulan Absorbansi Rata-Rata


A1 A2 A3 Absorbansi
(A)
1 0,2461 0,2109 0,1989 0,2186
Air Baku 3 0,2469 0,2248 0,1996 0,2238
6 0,2477 0,2389 0,2456 0,2441
1 0,4736 0,4739 0,4741 0,4739
Air Hasil 3 0,4774 0,4782 0,4784 0,4780
Olahan 6 0,4846 0,4862 0,4868 0,4859
1 0,1776 0,1779 0,1698 0,1751
Air Buangan 3 0,1786 0,1795 0,1741 0,1774
6 0,1898 0,2098 0,1823 0,1940

Konsentrasi unsur Natrium (Na) dalam sampel dapat diukur dengan


mensubstitusikan nilai Y (Absorbansi) Natrium (Na) ke persamaan :
𝑦𝑦 = 0,7381𝑥𝑥 + 0,0313

Tabel 4.4. Analisis Data Statistik Penentuan Konentrasi Unsur Natrium


(Na) Pada Air Baku

No. Xi (Xi – X) (Xi – X)2


1 48,23 6,1884 38,29629
2 40,07 -1,9718 3,88799
3 37,82 -4,2166 17,77972

n X = 42,04 (Xi – X)2 = 59,96401


34

∑(Xi – X)2
𝑆𝑆𝑆𝑆 = �
𝑛𝑛 − 1

59,96401
𝑆𝑆𝑆𝑆 = �
2

= 5,4755
Konsentrasi unsur Natrium (Na) pada air sumur bor Depot Air Minum adalah

[𝑁𝑁𝑁𝑁] = 𝑋𝑋 + 𝑆𝑆𝑆𝑆
[𝑁𝑁𝑁𝑁] = 42,04 ± 5,4755 (𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿)

Dengan cara yang sama dapat ditentukan konsentrasi unsur Natrium (Na) dalam
air hasil olahan dan air buangan Depot Air Minum. Data selengkapnya pada Tabel
4.5 .

Tabel 4.5. Hasil Penentuan Konsentrasi Unsur Natrium (Na) dalam


Sampel

Absorbansi
Sampel Konsentrasi Unsur Natrium
Bulan 1 Bulan 3 Bulan 6 (Na)
A
Air Baku 0,2186 0,2238 0,2441 0,2288 42,04 ± 5,4755 (𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿)

Air Hasil 0,4739 0,4780 0,4859 0,4793 0,59 ± 0,0007 (𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿)


Olahan
Air 0,1751 0,1774 0,1940 0,1822 28,49 ± 2,3097 (𝑚𝑚𝑚𝑚⁄𝐿𝐿)
Buangan

4.1.3. Unsur Kadmium

Pembuatan kurva larutan standar unsur kadmium (Cd) dilakukan dengan


membuat larutan standar dengan berbagai konsentrasi yaitu pada pengukuran
35

0,000; 0,001; 0,002; 0,003; 0,004; dan 0,005 mg/L, kemudian diukur
absorbansinya dengan alat SSA (kondisi alat pada lampiran 2). Data absorbansi
untuk larutan standar Kadmium (Cd) dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini.

Tabel 4.6. Data absorbansi larutan standar Kadmium (Cd)

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata – Rata


0,000 0,0003
0,001 0,0016
0,002 0,0032
0,003 0,0049
0,004 0,0063
0,005 0,0073

0,008
Absorbansi Unsur Kadmium

0,007 y = 1.4500x + 0.0003


R = 0.9975
0,006
0,005
0,004
0,003
0,002
0,001
0,000
0,000 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006
Konsentrasi Unsur Kadmium (mg/L)

Gambar 4.2. Kurva larutan standar Kadmium (Cd)


36

4.1.4. Pengolahan Data Unsur Kadmium (Cd)


4.1.4.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar unsur Kadmium (Cd) pada Tabel
4.6. diplotkan terhadap konsentrasi sehingga diperoleh kurva berupa garis linier.
Persamaan garis regresi untuk kurva ini dapat diturunkan dengan metode Least
Square dengan data pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Penurunan persamaan garis regresi untuk penentuan


konsentrasi unsur Kadmium (Cd) berdasarkan pengukuran
absorbansi larutan standar Kadmium (Cd)

No Xi Yi (Xi-X) (Yi-Y) (Xi-X)2 (Yi-Y)2 (Xi-X) (Yi-Y)


1 0,000 0,0003 -0,0025 -3,63.10-3 6,25.10-6 13,2.10-6 9,08.10-6
2 0,001 0,0016 -0,0015 -2,33.10-3 2,25.10-6 5,44.10-6 3,50.10-6
3 0,002 0,0032 -0,0005 -0,73.10-3 0,25.10-6 0,54.10-6 0,37.10-6
4 0,003 0,0049 0,0005 0,97.10-3 0,25.10-6 0,93.10-6 0,48.10-6
5 0,004 0,0063 0,0015 2,37.10-3 2,25.10-6 5,60.10-6 3,55.10-6
6 0,005 0,0073 0,0025 3,37.10-3 6,25.10-6 11,3.10-6 8,42.10-6
∑ 0,015 0,0236 0,0000 0,00 17,5.10-6 37,1.10-6 25,4.10-6

∑ 𝑋𝑋𝑋𝑋
0,015
𝑥𝑥 = == 0,0025
𝑛𝑛 6
∑ 𝑌𝑌𝑌𝑌 0,0236
𝑦𝑦 = = = 0,0039
𝑛𝑛 6

Persamaan garis regresi untuk kurva dapat diturunkan dari persamaan garis :
𝑦𝑦 = 𝑎𝑎𝑎𝑎 + 𝑏𝑏
dimana :
𝑎𝑎 = 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
𝑏𝑏 = 𝑦𝑦 − 𝑎𝑎𝑎𝑎
37

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least


Square sebagai berikut :

∑ (Xi − X) (Yi − Y)
𝑎𝑎 =
∑ (Xi − X)2
𝑏𝑏 = 𝑦𝑦 − 𝑎𝑎𝑎𝑎

Dengan mensubstitusikan harga – harga yang tercantum pada tabel 4.7. pada
persamaan ini maka diperoleh :

25,4 𝑥𝑥 10−6
𝑎𝑎 = = 1,4500
17,5 𝑥𝑥 10−6
𝑏𝑏 = 0,0039 − (1,4500𝑥𝑥 0,0025)
𝑏𝑏 = 0,0039 − 0,0036
= 0,0003

Maka persamaan garis yang diperoleh adalah :


𝑦𝑦 = 1,4500𝑥𝑥 + 0,0003

4.1.4.2. Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai


berikut :
∑(Xi − X)(Yi − Y)
𝑟𝑟 = 1
[∑(Xi − X)2 ∑(Yi − Y)2 ]2

Koefisien korelasi untuk unsur Kadmium (Cd) adalah :

25,4 𝑥𝑥 10−6
𝑟𝑟 = 1
[(17,5 𝑥𝑥 10−6 )(37,1 𝑥𝑥 10−6 )]2
38

25,4 𝑥𝑥 10−6
= 1
[6,48 𝑥𝑥10−10 ]2
25,4 𝑥𝑥 10−6
=
2,55 𝑥𝑥 10−5
= 0,9975

4.1.4.3. Penentuan Konsentrasi

Untuk menghitung konsentrasi dari unsur Kadmium (Cd), maka diambil data hasil
pengukuran absorbansi unsur Kadmium (Cd) dalam air baku, air hasil olahan dan
air buangan. Data selengkapnya pada tabel 4.8 .

Tabel 4.8 Data absorbansi unsur Kadmium (Cd) dalam sampel yang
diukur sebanyak 3 kali

Sampel Bulan Absorbansi Rata-Rata


A1 A2 A3 Absorbansi
(A)
1 0,0029 0,0026 0,0029 0,0028
Air Baku 3 0,0035 0,0032 0,0036 0,0034
6 0,0042 0,0036 0,0048 0,0042
1 0,0010 0,0013 0,0014 0,0012
Air Hasil 3 0,0013 0,0018 0,0017 0,0016
Olahan
6 0,0014 0,0021 0,0018 0,0018
1 0,0018 0,0017 0,0021 0,0019
Air Buangan 3 0,0022 0,0019 0,0025 0,0022
6 0,0024 0,0021 0,0029 0,0025

Konsentrasi unsur Kadmium (Cd) dalam sampel dapat diukur dengan


mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) unsur Kadmium (Cd) ke persamaan:
𝑦𝑦 = 1,4500𝑥𝑥 + 0,0003

Tabel 4.9. Analisis data statistik penentuan konsentrasi unsur Kadmium


(Cd) pada Air Baku
39

No. Xi (Xi – X) (Xi – X)2


1 0,0026 0,0003 9,0.10-8
2 0,0021 -0,0002 4,0.10-8
3 0,0022 -0,0001 1,0.10-8

n X = 0,0023 (Xi – X)2 = 14,0.10-8

∑(Xi – X)2
𝑆𝑆𝑆𝑆 = �
𝑛𝑛 − 1

14,0 x 10−8
= �
2

= 0,0003

Konsentrasi unsur Kadmium (Cd) pada air baku = 𝑋𝑋 ± 𝑆𝑆𝑆𝑆


= 0,0023 ± 0,0003 (mg/L)

Dengan cara yang sama dapat ditentukan konsentrasi unsur Kadmium (Cd) dalam
air hasil olahan dan air buangan. Data selengkapnya pada tabel 4.10.
40

Tabel 4.10. Hasil penentuan konsentrasi unsur Kadmium (Cd) dalam


Sampel
Absorbansi
Sampel Konsentrasi Unsur Kadmium
Bulan 1 Bulan 3 Bulan 6 (Cd)
A
Air Baku 0,0028 0,0034 0,0042 0,0035 0,0023 ± 0,0003 (𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿)

Air Hasil 0,0012 0,0016 0,0018 0,0015 0,0008 ± 0,0004 (𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿)


Olahan
Air 0,0019 0,0022 0,0025 0,0022 0,0013 ± 0,0004 (𝑚𝑚𝑚𝑚⁄𝐿𝐿)
Buangan

4.2. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan mengukur konsentrasi unsur Natrium (Na) dan
Kadmium (Cd) dalam sampel air baku, air hasil olahan dan air buangan pada
depot air minum yang menggunakan membran reverse osmosis.
Pengambilan sampel dilakukan pada minggu pertama pada bulan 1, 3
dan 6 sebelum membran reverse osmosis diganti karena waktu penggantian
membran reverse osmosis hanya enam bulan sekali. Sampel kemudian di
destruksi lalu ditentukan nilai absorbansi dan konsentrasi dengan menggunakan
alat Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang tertentu.
Dari hasil penelitian diperoleh kadar Natrium pada air baku 42,04 mg/L,
air hasil olahan 0,59 mg/L dan air buangan 28,45 mg/L. Hal ini menunjukkan
bahwa terjadi penurunan konsentrasi unsur Natrium yang cukup besar yakni 41,45
mg/L atau sekitar 99%. Sedangkan kadar Kadmium yang diperoleh pada air baku
0,0023 mg/L, air hasil olahan 0,0008 mg/L dan air buangan 0,0013 mg/L. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi yang sedikit yakni 0,0015
mg/L atau sekitar 65%.
41

Menurut Widayat, W. (2007), efisiensi proses desalinasi air asin dengan


sistem reverse osmosis cukup tinggi dimana dapat disimpulkan bahwa semua
mineral dan logam yang ada pada air baku akan hilang atau tertahan dalam
membran reverse osmosis. Dari hasil penelitian masih diperoleh kandungan
Natrium dan Kadmium pada air hasil olahan, hal ini membuktikan bahwa mesin
reverse osmosis yang digunakan tidak sama dengan mesin reverse osmosis yang
digunakan dalam pengolahan air laut.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kandungan unsur Natrium (Na)
dan Kadmium (Cd) pada air hasil olahan masih di bawah ambang batas menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang kualitas air
minum. Sedangkan untuk air buangan masih aman bila digunakan sebagai air
minum karena kadarnya masih dibawah ambang batas PERMENKES, namun
tidak dianjurkan untuk dikonsumsi secara langsung karena belum melalui proses
strerilisasi.
Dari hasil pembahasan di atas diperoleh kandungan kadmium yang
sangat kecil pada air hasil olahan proses reverse osmosis yakni sekitar 0,0008
mg/L, bila dibandingkan dengan penelitian Susanti, W. (2010), kandungan
kadmium yang diperoleh dalam air minum kemasan galon isi ulang yang airnya
berasal dari pegunungan sekitar 0,00177 mg/L dan kandungan kadmium dalam air
minum kemasan galon isi ulang yang airnya berasal dari sumur bor sekitar 0,0008
mg/L. Konsentrasi kadmium yang berbeda – beda dalam air minum isi ulang
dipengaruhi oleh jenis sistem pengolahan air minum tersebut, struktur lapisan
tanah dan jenis sumber air yang digunakan.

Dari hasil pembahasan di atas diperoleh penurunan konsentrasi mineral


Natrium (Na) yang sangat besar. Hasil yang diperoleh memang baik, namun bila
mineral yang dikonsumsi habis terserap di membran reverse osmosis, maka
makhluk hidup akan kekurangan mineral Natrium dimana mineral Natrium (Na)
digunakan sebagai pemelihara tekanan osmosis sel dan pH serta pengatur
permeabilitas membran sel dalam tubuh.
42

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh kadar unsur Natrium (Na) dalam
air baku 42,04 𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿, air hasil olahan 0,59 𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿 dan air buangan 28,49 𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿
pada Depot air minum sedangkan kadar unsur Kadmium dalam air baku
0,0023 𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿, air hasil olahan 0,0008 𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿 dan air buangan 0,0013 𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿 pada
Depot air minum. Dan kandungan unsur Natrium (Na) dan Kadmium (Cd) pada
air hasil olahan masih memenuhi standar air minum menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/VII/2010.

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kandungan logam lain seperti K,
Pb, Hg, As dan logam berat lainnya serta kelayakan air buangan untuk dikonsumsi
sebagai air minum.
43

DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, D. dan Widiasa, I. N. 2011. Aplikasi Teknologi Reverse Osmosis Untuk

Pemakaian Air Skala Rumah Tangga. Jurnal Teknik Volume 32 Nomor 3.

Badan Standarisasi Nasional. Cara Uji Besi (Na) dengan Spektrofotometri

SerapanAtom (SSA)-nyala. SNI 06-2412-1991

Badan Standarisasi Nasional. Cara Uji Tembaga (Cd) dengan Spektrofotometri

Serapan Atom (SSA)-nyala. SNI 06-6989.16-2004

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press.

Day, R. A. Jr., Underwood, A. L. 1988. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi keempat.

Jakarta: Erlangga.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan

Lingkungan Perairan. Yogyakarta : Kanisius.

Gabriel, J. F. 2001. Fisika Lingkungan . Jakarta : Hipokrates.


2+
Hasibuan, E. N. F. 2011. Penentuan Kadar Ion Zinkum (Zn ), Ion Kadmium

(Cd2+) Dan Ion Natrium (Na+) Dari Air Muara Sungai Asahan Tanjung

Balai Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Usu e-

Repository.

Haswell, S. J. 1991. Atomic Absorption Spectrometry Theory, Design And

Application. Amsterdam : Elsevier

Indriyati, W., Mutakin., dan Muhammad, S. F. 2009. Validasi Metode Analisis

Natrium Dan Kalium Dalam Minuman Isotonik Dengan Spektroskopi

Emisi Nyal. Jurnal Farmaka Volume 7 Nomor 3.

Juliardi, N. R. 2005. Peningkatan Kualitas Air Minum Menggunakan Membran

Reverse Osmosis. Jurnal Rekayasa Penanganan Volume 2 Nomor 1.


44

Kacaribu, K. 2008. Kandungan Kadar Seng (Zn) dan Besi (Fe) Dalam Air Minum

Dari DEPOT Air Minum Isi Ulang Air Pegunungan Sibolangit Kota

Medan. Usu e-Repository.

Metcalf and Eddy. 2003. Waste Water Engineering Treatment Disposal Reuse.

Fourth Edition. St. New York : McGraw-Hill, Inc.

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press

Notohadoprawiro, T. 1993. Logam Berat Dalam Pertanian. (http://www.chem-is-

try.org/artikel_kimia/biokimia/bioremoval). Diakses tanggal 10 Desember

2012.

Putra, J. A. 2006. Bioremoval, Metode Alternatif Untuk Menanggulangi

Pencemaran Logam Berat (http://www.chem-

istry.org/artikel_kimia/biokimia/bioremoval) Metode alternative untuk

menanggulangi pencemaran logam berat. Diakses tanggal 10 Desember

2012.

Rasyid, R., Mahyuddin., dan Agustin, M. 2011. Pemeriksaan Kadar Kalium dan

Natrium Pada Herba Centella asiatica (L) Urban Dengan Metoda

Fotometri Nyala. Jurnal Scientia Volume 1 Nomor 2.

Ritongan, N. I. 2010. Analisis Kadar Unsur Nikel (Ni), Kadmium (Cd) Dan

Magnesium (Mg) Dalam Air Minum Kemasan Dengan Metode

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Usu e-Repository.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Siahaan, M. A. 2012. Efisiensi Pemakaian Reverse Osmosis Pada Depot Air

Minum Terhadap Penurunan Kadar Ion Besi (Fe3+), Tembaga (Cu2+) Dan

Zinkum (Zn2+). Usu e-Repository.


45

Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah Dan Air. Yogyakarta: Andi.

Susanti, W. 2010. Analisa Kadar Ion Besi, Kadmium Dan Kalsium Dalam Air

Minum Kemasan Galon Dan Air Minum Kemasan Galon Isi Ulang

Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom. Usu e-Repository.

Sutrisno, C. T. 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta.

Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro.

Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.

Walsh, A. 1955. Aplication of Atomic Absorption Spectrato Chemical Analysis

Spectrochemica. Acta. Volume 7.

Widayat, W. 2007. Aplikasi Teknologi Pengolahan Air Asin Desa Tarupa

Kecamatan Taka Bonerate Kabupaten Selayar. JAI. Volume 3 Nomor 1.

Yusuf, E., Rachmanto, T. A., dan Laksmono, R. 2009. Pengolahan Air Payau

Menjadi Air Bersih Dengan Menggunakan Membran Reverse Osmosis.

Jurnal Ilmiah Tenik Lingkungan Volume 1 Nomor 1.


46

LAMPIRAN
47

Lampiran 1. Persyaratan Kualitas Air Minum

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 492/MENKES/PER/VII/2010

1. PARAMETER WAJIB

Kadar
No Jenis Parameter Satuan maksimum yang
diperbolehkan
1. Parameter yang berhubungan
langsung dengan kesehatan
a. Parameter Mikrobiologi
1). E. Coli Jumlah per 100 0
mL sampel
2). Total bakteri Koliform Jumlah per 100 0
mL sampel
b. Kimia Anorganik
1). Arsen mg/L 0,01
2). Fluorida mg/L 1,5
3). Total Kromium mg/L 0,05
4). Kadmium mg/L 0,003
5). Nitrit, (sebagai NO2) mg/L 3
6). Nitrat, (sebagai NO3) mg/L 50
7). Sianida mg/L 0,07
8). Selenium mg/L 0,01

2. Parameter yang tidak langsung


berhubungan dengan kesehatan
a. Parameter Fisik
1). Bau Tidak berbau
2). Warna TCU 15
3). Total zat padat Terlarut mg/L 500
4). Kekeruhan NTU 5
5). Rasa Tidak berasa
o
6). Suhu C Suhu udara ± 3
b. Parameter Kimiawi
1). Aluminium mg/L 0,2
2). Besi mg/L 0,3
3). Kesadahan mg/L 500
4). Khlorida mg/L 250
5). Mangan mg/L 0,4
6). pH 6,5 – 8,5
7). Seng mg/L 3
8). Sulfat mg/L 250
48

9). Tembaga mg/L 2


10). Amonia mg/L 1,5

II. PARAMETER TAMBAHAN

Kadar
No Jenis Parameter Satuan maksimum yang
diperbolehkan
1. KIMIAWI

a. Bahan Anorganik
Air Raksa mg/L 0,001
Antimon mg/L 0,02
Barium mg/L 0,7
Boron mg/L 0,5
Molybdenium mg/L 0,07
Nikel mg/L 0,07
Sodium mg/L 200
Timbal mg/L 0,01
Uranium mg/L 0,015

b. Bahan Organik
Zat Organik (KMnO4) mg/L 10
Deterjen mg/L 0,05
Chlorinated alkanes
Carbon tetrachloride mg/L 0,004
Dichloromethane mg/L 0,02
1,2-Dichloroethane mg/L 0,05
Chloronated ethenes
1,2-Dichloroethene mg/L 0,05
Trichloroethene mg/L 0,02
Tetrachloroethene mg/L 0,04
Aromatic hydrocarbons
Benzene mg/L 0,01
Toluene mg/L 0,7
Xylenes mg/L 0,5
Ethylbenzene mg/L 0,3
Styrene mg/L 0,02
Chlorinated benzenes
1,2-Dichlorobenzene (1,2-DCH) mg/L 1
1,4-Dichlorobenzene (1,4-DCH) mg/L 0,3
Lain-lain
Di(2-ethylexyl)phthalate mg/L 0,008
Acrylamide mg/L 0,0005
Epichlorohydrin mg/L 0,0004
49

Hexachlorobutadiena mg/L 0,0006


Ethylendiaminetetraacetic acid mg/L 0,6
(EDTA)
Nitrilotriacetic acid (NTA) mg/L 0,2

c. Pestisida
Alachlor mg/L 0,02
Aldicarb mg/L 0,01
Aldrin dan dieldrin mg/L 0,00003
Atrarine mg/L 0,002
Carbofuran mg/L 0,007
Chlordane mg/L 0,0002
Chlorotoluron mg/L 0,03
DDT mg/L 0,001
1,2-Dibromo-3-chloropropane (DBCP) mg/L 0,001
2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4- mg/L 0,03
D)
1,2-dichloropropane mg/L 0,04
Isoproturon mg/L 0,009
Lindane mg/L 0,002
MCPA mg/L 0,002
Methoxychlor mg/L 0,02
Metolachor mg/L 0,01
Molinate mg/L 0,006
Pendimethaline mg/L 0,02
Pentachlorophenol (PCP) mg/L 0,009
Permethrin mg/L 0,3
Simarine mg/L 0,002
Trifluralin mg/L 0,02
Chlorophenoxy herbicides selain 2,4-D
dan MCPA
2,4-DB mg/L 0,090
Dicholoroprop mg/L 0,10
Fenoprop mg/L 0,009
Mecoprop mg/L 0,001
2,4,5-Trichlorophenoxyacetic acid mg/L 0,009

d. Desinfektan dan Hasil Sampingnya


Desinfektan
Chlorine mg/L 5
Hasil sampingan
Bromate mg/L 0,01
Chlorate mg/L 0,7
Chlorite mg/L 0,7
Chlorofenols
2,4,6-Trichlorofenols (2,4,6-TCP) mg/L 0,2
Bromoform mg/L 0,1
50

Dibromochloromethane (DBCM) mg/L 0,1


Bromodicholoromethane (BDCM) mg/L 0,06
Chloroform mg/L 0,3
Chlorinated acetic acids
Dichloroacetic acid mg/L 0,05
Trichloroacetic acid mg/L 0,02
Choloral hydrate
Halogenated acetonitrilles
Dichloroacetonitrile mg/L 0,02
Dibromoacetonitrile mg/L 0,07
Cyanogen chloride (Sebagai CN) mg/L 0,07

2. RADIOAKTIFITAS

Gross alpha activity Bq/L 0,1


Gross beta activity Bq/L 1

Menteri Kesehatan RI

Ttd.

Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH,Dr.PH


51

Lampiran 2. Kondisi alat SSA Merek Shimadzu tipe AA-6300 pada


pengukuran konsentrasi logam Natrium (Na)

No Parameter Logam Natrium (Na)


1 Panjang gelombang (nm) 589,0 nm
2 Tipe nyala Udara-C2H2
3 Kecepatan aliran gas pembakar (L/min) 1,6
4 Kecepatan aliran Udara (L/min) 15,0
5 Lebar Celah (nm) 0,2
6 Ketinggian tungku (mm) 7

Lampiran 3. Kondisi alat SSA Merek Shimadzu tipe AA-6300 pada


pengukuran konsentrasi logam Kadmium (Cd)

No Parameter Logam Kadmium (Cd)


1 Panjang gelombang (nm) 228,8
2 Tipe nyala Udara-C2H2
3 Kecepatan aliran gas pembakar (L/min) 2,2
4 Kecepatan aliran Udara (L/min) 15,0
5 Lebar Celah (nm) 0,2
6 Ketinggian tungku (mm) 9
52

Lampiran 4. Alat SSA tipe nyala merek Shimadzu seri AA-6300


53

Lampiran 5. Alat Reverse Osmosis Merk Kemflo F5633/C

Anda mungkin juga menyukai