RINA FEBRINA
Rina Febrina
J3L110076
ABSTRACT
RINGKASAN
RINA FEBRINA
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir
dengan judul “Analisis Kualitas Udara Ambien di Kawasan Industri Bandar
Lampung”. Pembuatan laporan tugas akhir bertujuan mendapatkan gelar Ahli
Madya pada Program Keahlian Analisis Kimia. Laporan tugas akhir disusun
berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan (PKL) di SEAMEO BIOTROP (South
East Asian Ministers of Education Organization Bio Tropical), yang berlokasi di
Jalan Raya Tajur Km 06 Bogor, dilaksanakan selama 2 bulan mulai tanggal 4
Februari 2013 sampai 4 April 2013.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof Dr Drs Adi Santoso,
MSi sebagai dosen pembimbing dan Ibu Santi Ambarwati, MSi sebagai
pembimbing lapang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Budi
Cahyadi, SSi, Bapak Mahpudin, dan seluruh karyawan bagian laboratorium
analisis udara dan air yang telah membantu selama proses PKL. Selain itu,
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, keluarga besar dan
teman-teman, terutama teman-teman Analisis Kimia angkatan 47 yang turut
mendukung dan memberikan doa selama pembuatan laporan ini.
Semoga laporan ini bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan
umumya bagi semua pembaca.
Rina Febrina
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN x
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
1.3 Waktu dan Tempat 2
1.4 Rumusan Masalah 2
1.5 Hipotesis 2
2 KEADAAN UMUM SEAMEO BIOTROP 2
2.1 Sejarah Instansi 2
2.2 Visi dan Misi 3
2.3 Organisasi 3
2.4 Services Laboratory SEAMEO BIOTROP 3
2.5 Jaminan Mutu 4
2.6 Laboratorium 4
2.7 Sumber Daya Manusia 5
3 TINJAUAN PUSTAKA 5
3.1 Udara Ambien 5
3.2 Pencemaran Udara 5
3.3 Hidrogen Sulfida (H2S) 5
3.4 Sulfur Dioksida (SO2) 6
3.5 Amoniak (NH3) 6
3.6 Nitrogen dioksida (NO2) 6
3.7 Karbon Monoksida (CO) 7
3.8 Total Partikel Tersuspensi (TSP) 7
3.9 High Volume Air Sampler (HVAS) 8
3.10 Impinger 8
3.11 Spektrofotometri 9
4 METODE 10
4.1 Lokasi dan Waktu Sampling 10
4.2 Alat dan Bahan 10
4.3 Metoda Percobaan 11
4.3.1 Pengambilan Sampel Gas 11
4.3.2 Analisis NH3 (SNI 19-7119.1-2005) 11
4.3.3 Analisis NO2 (SNI 19-7119.2-2005) 12
4.3.4 Analisis H2S (SNI 19-7117.7-2005) 12
4.3.5 Analisis SO2 (SNI 19-7119.7-2005) 13
4.3.6 Analisis CO (SNI 19-4845-1998) 14
4.3.7 Analisis TSP (SNI 19-7119.3-2005) 14
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 15
5.1 Faktor Meteorologi 15
5.2 Hasil Analisis Udara Ambien 16
5.2.1 Total Partikel Tersuspensi (TSP) 17
5.2.2 Sulfur Dioksida (SO2) 18
5.2.3 Nitrogen Dioksida (NO2) 20
5.2.4 Amoniak (NH3) 21
5.2.5 Hidrogen Sulfida (H2S) 22
5.2.6 Karbon Monoksida (CO) 23
5.3 Pencegahan Pencemaran Udara 24
6 SIMPULAN DAN SARAN 26
6.1 Simpulan 26
6.2 Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 28
RIWAYAT HIDUP 40
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
1 PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Menentukan kadar SO2, NO2, H2S, CO, NH3, dan TSP di kawasan industri
Bandar Lampung, mengidentifikasi kualitas udara di kawasan industri Bandar
Lampung. Tujuan umum dari pelaksanaan praktik kerja lapangan adalah
mendekatkan Perguruan Tinggi dengan masyarakat dan dunia kerja agar
kurikulum sejalan dengan tuntutan pembangunan di berbagai bidang,
membandingkan teori dengan keadaan lapangan, menambah wawasan serta
2
Kegiatan praktik lapang ini dilaksanakan selama dua bulan pada tanggal 04
Februari 2013 sampai dengan tanggal 04 April 2013. Tempat pelaksanaan
kegiatan di Seameo Biotrop yang berlokasi di Jalan Raya Tajur Km 06 Bogor.
1. Berapa kadar NO2, NH3, H2S, CO, TSP, dan SO2 di kawasan industri
Bandar Lampung?
2. Apakah hasil analisis memenuhi baku mutu Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi No. 13 Tahun 2011?
1.5 Hipotesis
2.3 Organisasi
2.6 Laboratorium
3 TINJAUAN PUSTAKA
Udara dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu udara ambient dan
udara emisi. Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan
troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup
dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI 19-7119.7-2005). Udara emisi adalah
udara yang mengandung zat, energi, dan komponen lain yang dihasilkan dari
suatu kegiatan yang masuk dan atau dimasukkan ke dalam udara ambien yang
mempunyai dan atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar (Soedomo
2001).
Hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas yang dapat menghasilkan bau tidak
sedap. Gas tersebut bersifat toksik bagi manusia dan ternak, dapat meningkatkan
kerentanan terhadap penyakit, dan dapat mengganggu efisiensi aktivitas para
pekerja yang berada di sekitar kawasan daerah Bandar Lampung. Hidrogen
sulfida diproduksi oleh pembusukan mikrobiologi dari senyawa sulfat dan reduksi
mikroba dari sulfat, uap panas bumi, serbuk kayu, aktivitas antropogenik seperti
6
pembakaran batu bakar dan residu minyak bumi. Gas hidrogen sulfida yang
masuk ke atmosfer secara cepat diubah menjadi senyawa SO2 melalui reaksi
berikut:
N2 + O2 2NO
2NO + O2 2NO2 (Achmad 2004)
7
Karbon monoksida adalah salah satu gas yang tidak berwarna, tidak berbau
dan juga tidak berasa. Keberadaan CO dapat mempengaruhi kerja jantung, sistem
syaraf pusat, janin, dan semua organ tubuh yang peka terhadap kerusakan oksigen
(Pradana dan Heriyanto 2011). Reaksi pembentukan gas CO yang berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil ialah 2C + O2 2CO, berdasarkan suhu yang
tinggi CO2 + C 2CO, dan berdasarkan penguraian CO2 ialah CO2 CO +
O. Karbon monoksida yang terdapat di alam terbentuk dari salah satu proses
pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung
karbon, reaksi antara karbon dioksida dan komponen yang mengandung karbon
pada suhu tinggi (Achmad 2004).
High volume air sampler (Gambar 1) adalah alat yang digunakan untuk
menangkap sejumlah besar volume udara di atmosfer dengan bantuan pompa
vakum, yang dilengkapi dengan filter dan alat ukur dan kontrol (SNI 19-7119.9-
2005). Udara yang mengandung partikel debu berukuran antara 0.3–10 mikron
dihisap melalui kertas filter dengan menggunakan motor putaran kecepatan tinggi.
Debu akan menempel pada kertas saring yang nantinya akan diukur dengan
konsentrasinya. Flowrate dan waktu lamanya pengambilan sampel dicatat
sehingga diperoleh konsentrasi debu tersebut (SNI 19-7119.3-2005).
3.10 Impinger
(a)
3.11 Spektrofotometri
Spektrum
(b)
(a)
4 METODE
Keterangan:
a = volume titran larutan baku
b = volume titran blanko
N = Konsentrasi Na2S2O3
17 = BE Na2S (1/2 BM)
10 = volume larutan baku yang dititrasi
gram KI, dan 10 ml HCl (1:10). Larutan ditutup dan dibiarkan selama lima menit.
Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 0.01 N sampai warna kuning pucat. Larutan
ditambahkan 2-3 tetes indikator kanji. Titrasi kembali sampai warna biru hilang.
Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali. Konsentrasi Na2S2O3 dihitung dengan rumus:
Ntiosulfat = b x 1000 x V1
35.67 x 250 x V2
Keterangan:
b = bobot KIO3 (gram)
1000 = konversi ml ke liter
35.67 = bobot molekul KIO3 (BM KIO3/6 )
250 = volume akuades yang melarutkan KIO3
V1 = volume larutan yang dipipet
V2 = volume titran
Keterangan:
F1 = Laju alir udara awal ( L/menit)
F2 = Laju alir udara akhir (L/menit)
T = Temperatur (T)
t = Lamanya waktu pengambilan sampel (menit)
P = Tekanan barometer terukur (mmHg)
298 = Temperatur pada kondisi normal 25oC (oK)
760 = Tekanan pada kondisi normal 1 atm (mmHg)
2 = Faktor pembagi rerata laju alir
Tabel 2 Hasil pengukuran suhu, arah angin, kecepatan, dan kelembaban udara
Hasil
Parameter Satuan No Sampel Alat
603 604
Suhu udara C
o
33 32 Termometer
Arah angin - - Tenggara Kompas
Kecepatan udara m/det - 0.740 Anemometer
Kelembaban udara % 62 61.5 Higrometer
Pengukuran arah angin pada area parkir basement tidak dilakukan, karena
arah angin dan kecepatan udara pada wilayah indoor sangat kecil sehingga tidak
perlu diukur. Pengukuran arah angin pada sampel No. 604 yaitu di titik halaman
depan ialah arah tenggara dengan kecepatan angin 0.740 m3/detik. Kecepatan
1
Tabel 3 Baku mutu udara ambien menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13
Tahun 2011
Parameter udara ambien Baku mutu (µg/Nm3)
TSP 10000
SO2 250
CO 29000
NO2 5634
H2S 1391
NH3 17000
Hasil analisis udara ambien di kawasan industri Bandar Lampung dapat dilihat
pada Gambar 5 .
1500
Konsentrasi (µg/Nm3)
500
partikel. Selain itu, tanaman dapat digunakan untuk mengalihkan arah angin,
sehingga kadar TSP pada sampel halaman depan kadar nya lebih sedikit
dibandingkan dengan kadar TSP di area parkiran basement (Soedomo 2001).
Partikel dengan ukuran antara 0.01-5µm merupakan sumber pencemaran
udara yang utama karena keadaannya tidak terlihat secara nyata dan terus berada
di atmosfer untuk waktu yang cukup lama dan kemungkinan besar dengan proses
kimia dapat berubah menjadi bahan pencemar sekunder. Dampak negatif dari
bahan-bahan pencemar partikel ini biasanya berupa gangguan pada bahan-bahan
bangunan, tanaman, hewan, dan manusia (Soedomo 2001). Pengaruh partikel
terhadap tanaman terutama dalam bentuk debu ialah ketika debu tersebut
bergabung dengan uap air atau air hujan gerimis dapat membentuk kerak yang
tebal pada permukaan daun, dan tidak dapat tercuci dengan air hujan kecuali
dengan menggosoknya. Lapisan kerak tersebut akan mengganggu proses
fotosintesis pada tanaman karena menghambat masuknya sinar matahari dan
mencegah pertukaran CO2 dengan atmosfer. Akibatnya pertumbuhan tanaman
menjadi terganggu. Bahaya lain yang mungkin terjadi ialah bahwa partikel
tersebut mengandung komponen kimia yang berbahaya bagi hewan yang
memakan tanaman tersebut (Achmad 2004).
Polutan partikel dapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui
sistem pernafasan. Partikel yang masuk dan tertinggal di dalam paru-paru dapat
membahayakan kesehatan manusia karena tiga hal penting, yaitu: partikel tersebut
mungkin beracun karena sifat-sifat kimia dan fisiknya, partikel tersebut mungkin
tidak bereaksi tetapi jika tertinggal di dalam paru-paru dapat mengganggu
pembersihan bahan-bahan lain yang berbahaya, partikel-partikel tersebut
mungkin dapat membawa molekul gas yang berbahaya, baik dengan cara
mengabsorbsi atau mengadsorbsi, sehingga molekul-molekul gas tersebut dapat
tertinggal di bagian paru-paru (Fardiaz 1992). Menurut Soedomo (2001),
pencemaran udara partikel debu biasanya menyebabkan penyakit pernapasan
kronis seperti bronhitis kronis, emfiesma paru, asma bronhial, dan bahkan kanker
paru-paru.
NH NHCH2SO3H
2
3 HO-CH2-SO3H +3H2
Hidrosimetana
sulfonat Pararosanilin metil sulfonat
SO2. Kecepatan korosi pada logam terutama besi, baja dan seng, dirangsang pada
kondisi lingkungan yang terpencemaran SO2. Bahan-bahan partikel, kelembaban
udara tinggi dan suhu juga berpengaruh penting dalam korosi tersebut.
Konsentrasi asam sulfat dalam jumlah tinggi sebagai polutan udara dapat
menyerang berbagai bahan bangunan, terutama bahan-bahan yang mengandung
karbonat seperti marmer, batu kapur, genteng, dan batu. Karbonat di dalam bahan-
bahan tersebut diubah menjadi sulfat yang larut air (Rusmayadi 2010).
Asam Sulfanilat
HO3S-C6H4-N+N + C10H7-NH-CH2-CH2-NH2
N-(1-naptil)-etilendiamina dihidroklorida
Hasil analisis kualitas udara ambien pada sampel 603 dan 604 ialah
sebesar 7.5170 µg/Nm3 dan 20.3808 µg/Nm3. Hasil tersebut masih di bawah baku
PerMenaker Trans No. 13 tahun 2011 ialah 5634 µg/Nm3. Kadar NO2 di titik
halaman depan lebih besar dari pada di area parkir basement, hal ini disebabkan
oleh gas buangan pabrik yang masuk pada udara ambien, dan kendaraan bermotor
yang melintas di kawasan industri. Nilai NO2 pada kawasan industri daerah
Bandar lampung masih aman bagi pekerja dan penduduk setempat.
Gas NO2 dan NO sangat berbahaya terhadap manusia. Penelitian aktivitas
mortalitas kedua komponen tersebut menunjukan bahwa NO2 empat kali lebih
beracun dari pada NO. Gas NO tidak mengakibatkan iritasi dan tidak berbahaya,
tetapi pada konsentrasi udara ambien yang normal NO dapat mengalami oksidasi
menjadi NO2 yang lebih beracun. Keracunan gas NO2 pada manusia pada
konsentrasi rendah dapat mengakibatkan kesulitan dalam bernafas, sedangkan
pada konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan kematian (Fardiaz 1992).
2
Hasil analisis kadar amoniak pada sampel 603 dan 604 ialah sebesar
33.1188 µg/Nm3 dan 52.1089 µg/Nm3. Kadar amoniak pada sampel 604 yaitu di
lokasi halaman depan lebih besar dibandingkan dengan sampel nomor 603 di area
parkir basement. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kadar amoniak di halaman
depan yang disebabkan oleh menguapnya amoniak yang berada di tempat
pembuangan sampah dan asap yang disebabkan oleh aktifitas industri dan
kendaraan bermotor yang ada di sekitar lokasi industri. Kelembaban udara di area
parkiran basement sebesar 62%. Menurut Prasetyanto (2011), kelembaban udara
yang lebih dari 60% dapat menyebabkan volume udara berkurang, akibatnya
aktivitas mikroorganisme akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik
yang menimbulkan bau tidak sedap. Amoniak yang terukur pada area parkiran
basement kemungkinan disebabkan oleh bau tidak sedap yang disebabkan oleh
fermentasi anaerobik. Meskipun ada kadar amoniak yang terukur, tetapi kadar
amoniak pada salah satu kawasan industri daerah Bandar Lampung, masih
memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh PerMenaker Trans No 13 yaitu
sebesar 17000 µg/Nm3.
Udara yang tercemar gas amoniak dapat menyebabkan iritasi mata serta
saluran pernapasan. Gas amoniak melalui inhalasi menyebabkan iritasi hebat pada
mata (Keraktitis), sesak nafas (Dyspnea), Bronchospasm, nyeri dada, sembab
paru, batuk darah, Bronchitis dan Pneumonia. Amoniak pada kadar tinggi (30.000
ppm) dapat menyebabkan luka bakar pada kulit. Sisa-sisa makanan dan sampah
organik dibuang ke tempat sampah. Sampah-sampah tersebut kemudian
membusuk dan menghasilkan gas amoniak. Gas amoniak tersebut merupakan
salah satu gas rumah kaca yang dapat menyebabkan global warming. Akibat yang
terjadi adalah terjadinya perubahan iklim dan cuaca serta efek global warming
lainnya (Soemirat 2002).
2
Hasil pengujian H2S pada sampel 603 dan 604 ialah sebesar 8.2426
µg/Nm3 dan 5.6983 µg/Nm3. Kadar H2S yang sangat kecil dibandingkan dengan
kandungan dari parameter yang lainnya, hal ini disebabkan karena H2S
merupakan gas yang keberadaannya di atmosfer secara cepat diubah menjadi SO 2
melalui reaksi berikut:
Kadar CO yang diperoleh pada sampel 603 dan 604 ialah sebesar
1025.9013 µg/Nm3 dan 421.4871 µg/Nm3. Kadar CO pada area parkir basement
lebih besar dibandingkan pada kadar CO di halaman depan pabrik. Hal ini
disebabkan banyaknya kendaraan bermotor yang ada di area parkiran dan
terperangkap di dalam ruangan. Sedangkan pada halaman depan CO yang
dihasilkan oleh kendaraan bermotor akan mudah menyebar ke udara terbuka,
sehingga konsentrasi CO akan terminimalkan karena CO tersebar di udara dan
konsentrasinya akan semakin sedikit karena terbawa oleh angin ke tempat lain.
Karbon monoksida diproduksi oleh proses-proses yang diduga 80% nya
berasal dari kendaraan bermotor. Konsentrasi CO di udara perkotaan menunjuk-
kan korelasi yang positif dengan kepadatan lalu lintas. Secara alami CO
diproduksi oleh Hidrozoa, suatu makhluk laut, dan juga oleh reaksi-reaksi kimia
yang terjadi di dalam atmosfer. Efeknya terhadap kesehatan disebabkan karena
CO dapat menggeser oksigen yang terikat pada hemoglobin (Hb) dan mengikat
Hb menjadi karbon monoksida hemoglobin (COHb), seperti pada reaksi sebagai
berikut:
O2Hb + CO COHb + O2
(a)
Udara bersuhu tinggi
Ke atmosfer
Ekshaust
termal
2
udara
(b) K e atmosfer
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
__ _ __ _ _ _ _ _ __ __ _____
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _Bed katalitik
Ekshaust
katalitik
Gambar 10 Bagan reaktor buangan gas (a) reaktor ekshaust termal (b)
reaktor katalitik (Fardiaz 1992)
Menurut Manahan (2001), teknik untuk mengontrol polutan partikel
didasarkan pada penangkapan partikel sebelum dilepaskan ke atmosfer. Metode
yang digunakan untuk mengontrol polutan partikel diantaranya ialah sistem
pengendapan gravitasi, kolektor siklon, penggosok/ sikat basah dan presipitator
elektrostatik. Sistem ruang pengendapan gravitasi merupakan sistem yang
memasukkan aliran gas ke dalam ruangan yang cukup besar sehingga kecepatan
gas akan menurun dan waktu tinggal di dalam ruangan tersebut cukup lama untuk
mengendapkan partikel. Partikel dengan ukuran diameter lebih besar dari 50
mikron biasanya dapat dibersihkan dengan cara ini. Waktu yang lebih lama yang
dibutuhkan untuk mengendapkan partikel yang lebih kecil mengakibatkan alat ini
tidak praktis digunakan jika ukuran partikel terlalu kecil.
Sistem kolektor siklon digunakan berdasarkan prinsip gas yang mengalir
menurut spiral berputar menghasilkan tenaga sentrifugal terhadap partikel
tersuspensi, sehingga partikel terdorong keluar dari aliran gas ke dinding tabung
tempat partikel dikumpulkan. Sistem kolektor siklon mempunyai efisiensi
pembersihan partikel sebesar 95% untuk partikel dengan ukuran diameter antara 5
sampai 20 mikron. Alat yang dapat menghilangkan kontaminan padatan, cairan,
atau gas disebutk penggosok atau sikat basah (wet scrubber). Efektivitas alat ini
dipengaruhi oleh tingkat kontak dan interaksi antara fase cairan dengan yang akan
dibersihkan.
Sistem presipitator elektrostatik didasarkan pada prinsip bahwa partikel
yang bergerap melalui suatu bagian yang mempunyai potensial yang bergerak
melalui suatu bagian yang mempunyai potensi elektrostatik tinggi, mempunyai
kemampuan untuk bermuatan, sehingga partikel-partikel tersebut akan tertarik ke
bagian lain yang muatannya berlawanan sehingga partikel tersebut akan
mengumpul.
Cara pencegahan pencemaran udara dapat dilakukan dengan cara lain,
yaitu mensosialisasikan pelajaran lingkungan hidup (PLH) di sekolah dan
masyarakat, mewajibkan dilakukannya AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan) bagi industri atau usaha yang menghasilkan limbah, tidak membakar
sampah di pekarangan rumah, ikut berpartisipasi dalam kegiatan penghijauan,
tidak melakukan penebangan hutan, pohon dan tumbuhan liar secara
sembarangan, menghentikan penggunaan busa plastik yang mengandung CFC
(Chloro Fluoro Carbon). Semua itu harus dilakukan dengan peran serta
masyarakat dan pemerintah. Masyarakat berperan agar menaati peraturan tersebut
dan pemerintah menegakkan hukum yang adil untuk masyarakat yang
melanggarnya, sehingga ada keseimbangan peran antara pemerintah dan
masyarakat (MENKLH 1988).
26
6.1 Simpulan
Berdasarkan percobaan diperoleh kadar SO2, CO, NO2, H2S, NH3, dan
TSP pada sampel di area parkiran basement berturut–turut: 21.8214 µg/Nm3,
1025.9013 µg/Nm3, 7.5170 µg/Nm3, 8.2426 µg/Nm3, 33.1188 µg/Nm3, dan
109.8834 µg/Nm3, sedangkan sampel pada halaman depan berturut-turut: 29.8739
µg/Nm3, 421.4871 µg/Nm3, 20.3808 µg/Nm3, 5.6983 µg/Nm3, 52.1089 µg/Nm3,
dan 90.8566 µg/Nm3. Besaran parameter uji tersebut masih memenuhi baku mutu
PerMenaker Trans No. 13 tahun 2011 dan dinyatakan aman untuk kesehatan
manusia dan lingkungan.
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
PEMBINA
MANAJER EKSEKUTIF
MANAJER TEKNIS
ANALIS ANALIS
ANALIS
3 Larutan standar
metabisulfit 2.0 ml larutan induk natrium metabisulfit dalam 100
4 Larutan induk iodine ml larutan penyerap
0.1 N
12.7 gram I2 dan 40.0 gram KI dalam labu ukur 1000
ml dilarutkan menggunakan akuades
5 50 ml latutan induk iodin 0.1 N dalam labu ukur 500
Larutan iodin 0.01 N ml akuades
6 Indikator kanji 0.4 gram kanji dan 0.002 gram merkuri (II) HgI2 dalam
2
Lanjutan Lampiran 3
Standardisasi SO2
Volume Konsentrasi BE SO2 Volume SO2 Konsentrasi
Ulangan
Na-Thio (mL) Na-Thio (N) (mg/mL) (mL) SO2 (µg/mL)
1 41.00
2 41.00
3 40.95 0.0120 32.03 25 107.1595
Rerata 40.98 (a)
Blanko 47.95 (b)
= 40.98 ml
( x−rata−rata volume) 2
SD = √∑n
i=0 n−1
n 2+( 41.0−40.98) 2+( 40.95−40.98) 2
√∑=i=0 ( 41.0−40.98)
3−1
= 0.0289
SD 0.0289
%RSD = × 100% = × 100%
mean 40.98
= 0.07%
Standardisasi Na-Thiosulfat
Volume Bobot Volume KIO3 (mL)
BE KIO3 Konsentrasi
Ulangan Na-Thio KIO3
(mg/mL) Titrasi (V1) Labu (V2) Na-Thio (N)
(mL) (gram)
1 21.20
2 21.25
3 21.25
Rerata 21.23 0.0900 35.76 25 250 0.0120
Blanko 0.20
Selisih 21.03
(VNa-Thio)
= 0.0120 N
21.20+21.25+21.25
Rerata volume = = 21.23
3
i=0 n−1
3−1
= 0.0289
SD
0.0289
%RSD = × 100% =
mean × 100% = 0.1%
40.98
3
Lanjutan Lampiran 8
Absorbansi
2 0.05 0.001 0.000
-0.1000.00
3 0.09 0.008
4 0.47 0.038
5 0.95 0.091 0.50 1.001.502.00 2.503.00
SO2 (µg)
6 1.89 0.184
7 2.84 0.258
Kecepatan
aliran menit
Absor Kadar
Sampel ƩSO2 ke- Suhu Tekanan Volume
SO2
bansi (µg) (L/mnt) (K) (mmHg) udara (L)
(µg/Nm3)
y = 0.093x - 0.001
a = - 0.001
b = 0.093x
∑ SO
y−a 0,050−( −0,001)
2 (μg) = b = 0,093 = 0.5464 μg
F1 + F2 × t × P × 298
Volume udara ( L) =
2 × T × 760
( 1.09 + 1.09) × 60 × 747 × 298
= = 62.6008 L
2 × 306 × 760
0.5464 μg 25
Kadar SO µg ∑ SO2 × 1000 × fp = × 1000 ×
2( / )= 62.6008 L 10
Nm3 Vol.udara
μg
= 21.8214 / 3
Nm
μg
Rerata QC =
X1 +X2
= 17.4145+17.8492 = 17.6318
2 2 /Nm3
SD = √∑ni= 0
2
( x−rata−rata QC)
n−1
3
Lanjutan
2−1
= 0.3074
SD 0.3074
%RSD = × 100%
× 100% = 17.6318
mean
= 1.7%
3 0.40 0.0476
0.0500
4 0.80 0.0831
5 1.20 0.1062
0.0000
6 1.60 0.1512 0.0000.500 1.000 1.5002.0002.500
7 2.00 0.1758
NO2 (µg)
Kecepatan aliran
menit ke-
ƩNO2 Suhu Tekanan Volume udara Kadar NO2
Sampel Absorbansi (L/mnt)
(µg) 60 (K) (mmHg) (L) (µg/Nm3)
0 (F1)
(F2)
603 0.0312 0.2461 0.57 0.57 306 747 32.7362 7.5170
604 0.0670 0.6687 0.57 0.57 305 745 32.8094 20.3808
QC-1 0.1784 1.9837 0.57 0.57 300 720 32.1840 61.6363
QC-2 0.1811 2.0156 0.57 0.57 300 720 32.1840 62.6266
y = y = 0.084x + 0.010
a = 0.010
b = 0.084x
∑ NO
y−a 0.0312−0.010)
2 (μg) = b
= 0.084
= 0.2461 μg
F1 + F2 × t × P × 298
Volume udara ( L) =
2 × T × 760
3
Lanjutan Lampiran 9
0.2461 μg
= × 1000 × 1
32.7362 L
μg
= 7.5170 /Nm3
X1+X2 61.6363+62.6266 μg
Rerata QC = = = 62.1314 / 3
2 2 Nm
( x−rata−rata volume)
2 ( 61.6363−62.1314)2+(62.6266−62.1314) 2
SD = √∑ni= 0 =√∑ni=0
n−1 2−1
= 0.7002
SD 0.7002
%RSD = × 100%
× 100% = 62.1314
= 1.13% mean
Kecepatan
aliran menit
ƩNH3 Volum Konsentrasi
Sampel Absorbansi ke- Suhu Tekanan
e udara NH3
(µg) (L/ml) (K) (mmHg)
(L) (µg/Nm3)
60
0 (F1) (F2)
603 0.030 0.8293 1.09 1.09 306 747 62.6008 33.1188
604 0.048 1.3077 1.09 1.09 305 745 62.7407 52.1089
QC-1 0.037 1.0154 1.09 1.09 300 720 61.5448 41.2448
QC-2 0.038 1.0419 1.09 1.09 300 720 61.5448 42.3245
3
Lanjutan Lampiran 10
y = 0.037x - 0.001
a = 0.001
b = 0.037
∑ NH y−a 0.030−0.001)
3 (μg) = = = 0.8293 μg
b 0.037
F1 + F2 × t × P × 298
Volume udara ( L) =
2 × T × 760
( 1.09 + 1.09) × 60 × 747 × 298
= = 62.6008 L
2 × 306 × 760
0.8293 μg 25
= × 1000 ×
62.6008 L 10
μg
= 33.1188 / 3
Nm
X1+X2
Rerata QC = = 41.2448+42.3245 = 41.7847
2 2
SD = √∑n
( x−rata−rata QC)
2
n−1
i=0
n
i=0
%RSD =
SD 0.76
× 100%
× 100% = 41.7847
mean = 1.83%
Standardisasi Na-Thiosulfat
Volume Bobot BE KIO3 Volume KIO3 (mL)
Konsentrasi
Ulangan Na-Thio KIO3 Titrasi Labu
(mg/mL) Na-Thio (N)
(mL) (gram) (V1) (V2)
1 24.50
2 24.60
3 24.60
Rerata 24.57 0.0900 35.76 25 250 0.0104
Blanko 0.40
Selisih 24.17
(VNa-Thio)
3
Lanjutan Lampiran 11
= 0.0104 N
24.50+24.60+24.60
Rerata volume = = 24.57
3
3−1
= 0.0577
SD 0.0577
%RSD =
× 100% = × 100% = 0.2%
mean 24.57
Standardisasi H2S
= 2.93
( x−rata−rata volume)
SD = √∑ni=0 2
n−1
3
Lanjutan Lampiran 11
n
=√∑i=0 ( 2.95−2.93) 2+( 2.95−2.93) 2+( 2.90−2.93) 2 = 0.03
3−1
SD 0.03
%RSD =
× 100% = × 100%
mean 2.93 = 0.98%
Kecepatan
aliran menit
Kadar
Absor- ƩH2S ke- Suhu Tekanan Volume
Sampel bansi H2S
(µg) (L/ml) (K) (mmHg) udara (L)
(µg/Nm3)
60
0 (F1)
y = 0.031x + 0.0007
a = 0.0007
b = 0.031
y−a 0,004−0,0007)
∑ H S(μg) = = = 0.1032 μg
2
b 0,031
F1 + F2 × t × P × 298
Volume udara ( L) =
2 × T × 760
( 1.09 + 1.09) × 60 × 747 × 298
= = 62.6008 L
2 × 306 × 760
0.1032 μg 50
Kadar H2S ∑SO2 × 1000 × fp = × 1000 ×
= 62.6008 L 10
Vol.udara
3
Lanjutan Lampiran
11
μg
= 8.2426 / 3
Nm
X1+X2 μg
Rerata QC = = 88.2099+85.6349 = 86.9224
/
2 2 Nm3
SD = √∑n ( x−rata−rata QC ) 2
i= 0 n −1
n
=√∑i=0 ( 88.2099−86.9224) 2+( 85.6349−86.9224) 2 = 1.8208
2−1
%RSD = SD 1.8208
× 100% = × 100% = 2.1%
mean 86.9224
Deret standar CO
0.160 Kurva Standar CO
0.140
Larutan Kurva standar 0.120
Standar CO (µg) Absorbansi 0.100 y = 0.0009x - 0.0008 R² = 0.998
0.080
1 0.00 0.000 0.060
2 17.5 0.015 0.040
Absorbansi
Kecepatan
aliran menit
Volume
Absor- ƩC ke- Suhu Tekanan Kadar CO
Sampel bansi udara
O (L/ml) (K) (mmHg) (µg/Nm3)
(L)
(µg) 0 60
(F1) (F2)
603 0.057 64.2222 1.09 1.09 306 747 62.6008 1025.9013
604 0.023 26.4444 1.09 1.09 305 745 62.7407 421.4871
QC-1 0.058 65.3333 1.09 1.09 300 720 61.5448 1061.5561
QC-2 0.059 66.4444 1.09 1.09 300 720 61.5448 1079.6096
y = 0.0009x - 0.0008
a = -0.0008
b = 0.0009
64.2222 μg
= × 1000
62.6008 L
μg
= 1025.9013
/Nm3
X1+X2 1061.5561+1079.6096 μg
Rerata QC = 2 = 2 = 1070.5828 /Nm 3
2
SD = √∑n ( x−rata−rata QC)
i= 0 n −1
n
2+( 1079.6096−1070.5828) 2
=√∑i=0 ( 1061.5561−1070.5828) = 12.7657
2−1
SD 12.7657
%RSD =
× 100% = × 100% = 1.2 %
mean 1070.5829
Sampel [TSP]
W W2 (W1-W2) F1 F2 P V T
(g) (g) (m3) (m3) (mmHg) (m3) (K) μg
( / 3)
1
(g) Nm
603 0.41901 0.42368 0.00467 0.740 0.740 747 42.4996 306 109.8834
604 0.42391 0.42778 0.00387 0.740 0.740 745 42.5946 305 90.8566
V 42.4996 /
Nm3
40
RIWAYAT HIDUP
0 60
(F1) (F2)
603 0.050 0.5464 1.09 1.09 306 747 62.6008 21.8214
604 0.069 0.7497 1.09 1.09 305 745 62.7407 29.8739
QC-1 0.039 0.4287 1.09 1.09 300 720 61.5448 17.4145
QC-2 0.040 0.4394 1.09 1.09 300 720 61.5448 17.8492
4
(F2)
603 0.004 0.1032 1.09 1.09 306 747 62.6008 8.2426
604 0.003 0.0715 1.09 1.09 305 745 62.7407 5.6983
QC-1 0.035 1.0858 1.09 1.09 300 720 61.5448 88.2099
QC-2 0.034 1.0541 1.09 1.09 300 720 61.5448 85.6349