FARIDA DWIRAHMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Sebaran Polutan NO2
akibat Aktivitas Transportasi pada Simpang Susun” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk karya apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Farida Dwirahmawati
NIM A451150031
RINGKASAN
FARIDA DWIRAHMAWATI. Sebaran Polutan NO2 akibat Aktivitas Transportasi
pada Simpang Susun. Dibimbing oleh NIZAR NASRULLAH dan BAMBANG
SULISTYANTARA.
Polusi udara meningkat pesat dan menjadi masalah serius di hampir semua
negara, termasuk negara-negara berkembang. Dalam beberapa tahun terakhir,
polusi emisi nitrogen oksida (NOx) akibat kendaraan menjadi isu penting di
beberapa negara di dunia. Sebagai bentuk persimpangan yang tidak sebidang
(bertingkat), dan merupakan titk temu dari beberaa ruas jalan, volume kendaraan di
simpang susun dapat berlipat sehingga menyumbang polusi udara yang besar di
perkotaan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dispersi polutan gas NO2 di
lokasi bervegetasi dan di lokasi terbuka serta untuk menganalisis pengaruh
kecepatan angin lokal dan volume lalu lintas dengan konsentrasi konsentrasi NO2
pada sekitar simpang susun. Penelitian dilakukan di Simpang Susun Cikunir, yang
merupakan persimpangan antara ruas Jalan Tol JORR E1 (segmen Taman Mini-
Cikunir), JORR E2 (Cikunir-Cakung), dan Jalan Tol Jakarta-Cikampek.
Konsentrasi gas NO2 diukur pada titik 0 m, 10 m, dan 75 m dari bahu jalan
dan pada titik 1.5 m di atas permukaan tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata konsentrasi NO2 pada lokasi bervegetasi adalah sebesar 33.68 µg/m3,
sedangkan pada lokasi terbuka didapatkan rata-rata konsentrasi NO2 sebesar 94.05
µg/m3. Hasil uji beda nyata menggunakan Independent sample T test menunjukkan
bahwa rata-rata konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi berbeda nyata dengan rata-
rata konsentrasi NO2 di lokasi terbuka . Pada lokasi bervegetasi, rata-rata
konsentrasi pada jarak 0 m dari jalan adalah 35,91 μg/m3, meningkat pada titik 10
m (38,02 μg / m3) dan menurun secara drastis pada jarak 75 m (27,12 μg/m3).
Konsentrasi rata-rata NO2 pada jarak 0 m dari jalan di lokasi terbuka mencapai
145,63 μg/m3 dan mengalami penurunan pada jarak 10 m (87,79 μg/m3), serta
menurun kembali pada jarak 75 m dari bahu jalan (51,72 μg/m3). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa volume kendaraan dan kecepatan angin berpengaruh
signifikan terhadap konsentrasi NO2 di lokasi penelitian. Dalam penelitian ini,
peningkatan kecepatan angin secara signifikan mengurangi konsentrasi NO2,
sedangkan peningkatan volume kendaraan secara signifikan meningkatkan
konsentrasi NO2 di sekitar jalan.
Kata kunci: dispersi, jalur hijau jalan, NO2, polutan gas, sebaran polutan
SUMMARY
FARIDA DWIRAHMAWATI. Distribution of NO2 Pollutant from Transportation
Activities in Interchange Road. Supervised by NIZAR NASRULLAH and
BAMBANG SULISTYANTARA.
Air pollution has been increasing rapidly and becoming a serious problem in
almost all countries, including developing countries. In recent years, pollution of
nitrogen oxide (NOx) which emitted by vehicles become an important issue in some
countries in the world. The Interchange of highway is the intersection of several
roads that consists of numerous road levels. It causes great number of traffic volume
and releases abundant pollutant quantities.
This research objectives were to analyze dispersion of gas pollutant especially
NO2 gas from interchange road and to analyze the influence of local wind speed
and traffic volume with NO2 concentrations at the surrounding of the interchange.
Researches were conducted at Cikunir interchange, between JORR E1 (Taman
Mini-Cikunir segment), JORR E2 (Cikunir-Cakung), and Jakarta-Cikampek toll
road.
Concentration of NO2 gas was measured at the point of 0 m, 10 m, and 75 m
from the road shoulder and in the point of 1.5 m above ground level. Results of
research showed that the average NO 2 concentration at the vegetation location
was 33.68 μg / m3, while in the open condition the average concentration of
NO2 was 94.05 μg / m3. The test result using Independent Sample T Test
showed the average NO 2 concentration at the green belt site is significantly
different from the average NO 2 concentration in the open location. In the green
belt plot, average concentration in 0 m from the road was 35.91 µg/m 3 than
increased in the point of 10 m (38.02 µg/m 3) and drastically decreased in 75 m
(27.12 µg/m3). Average concentration of NO 2 in 0 m from the road in the plot
having no green belt reach 145.63 µg/m 3 than decreased in 10 m (87.79 µg/m 3),
and than decreased in 75 m from the road (51.72 µg/m 3 ). The results showed
that vehicle volume and wind speed have a significant affect on NO2
concentration at research sites. In this case, increasing wind speed significantly
reduce NO2 concentrations, however increasing vehicle number significantly
increase NO2 concentrations in the area close to the road.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
SEBARAN POLUTAN NO2 AKIBAT AKTIVITAS
TRANSPORTASI PADA SIMPANG SUSUN
FARIDA DWIRAHMAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Arsitektur Lanskap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Penguji luar komisi: Dr Ir Rachmad Hermawan, MscF
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur yang tidak terhingga penulis panjatkan
kepada Allah subhaanahu wata’ala, arsitek alam semesta dan seisinya, atas karunia,
petunjuk, dan kemudahan-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
Penelitian tentang Sebaran Polutan NO2 akibat Aktivitas Transportasi pada
Simpang Susun merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor.
Rasa terima kasih yang besar penulis sampaikan kepada Komisi
Pembimbing yaitu Dr Ir Nizar Nasrullah, MAgr sebagai ketua komisi dan Dr Ir
Bambang Sulistyantara, MAgr sebagai anggota Komisi Pembimbing atas semua
bimbingan, arahan, dan bantuan dari saat penyusunan proposal, pelaksanaan
penelitian, sampai dengan penyusunan tesis penelitian ini. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada seluruh jajaran Badan Kepegawaian Pendidikan dan
Pelatihan (BKPP) serta Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR)
Kabupaten Bogor atas izin, perhatian, dan dukungannya selama penulis
melaksanakan tugas belajar. Penulis menyampaikan terima kasih kepada PT.
Jasamarga Persero dan PT JLJ atas izin dan bantuan selama pelaksanaan
pengambilan data penelitian di Simpang Susun Cikunir. Penghargaan dan ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami tercinta, H Ening Susilo,
ST.MM serta kelima putra putri penulis (Rani, Lia, Ayyash, Ayya, dan Rayyan)
yang telah merelakan penulis menyita waktu selama menyelesaikan studi. Kepada
orangtua penulis yaitu Bapak H Wadji dan Ibu Hj Harjati yang senantiasa
memberikan doanya, penulis ucapkan terima kasih. Tidak lupa penulis sampaikan
banyak terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan di Pascasarjana Arsitektur
Lanskap terutama angkatan 2015.
Penulis sangat mengharap masukan, kritik, dan saran karena penulis yakin
tesis ini jauh dari sempurna. Semoga segala kekurangan dalam penelitian ini dapat
menjadi pelajaran berarti bagi penulis untuk masa mendatang.
Semoga bermanfaat.
Farida Dwirahmawati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
2 TINJAUAN PUSTAKA 5
Pencemaran Udara 5
Polutan NO2 7
Faktor Meteorologi Pencemaran Udara 10
Teknologi Mengontrol Emisi Kendaraan 11
Vegetasi sebagai Pereduksi Polusi Udara 13
Penanaman Vegetasi pada Simpang Susun 16
3 METODE PENELITIAN 19
Lokasi dan Waktu Penelitian 19
Alat dan Bahan 19
Pelaksanaan Penelitian 20
Pengambilan Sampel Udara 20
Pengukuran Konsentrasi NO2 21
Pengukuran Faktor-Faktor Iklim 23
Pendugaan Volume Kendaraan dan Intensitas Emisi 24
Analisis Data 24
RIWAYAT HIDUP 60
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran 4
2 Mekanisme vegetasi mengurangi polusi udata 14
3 Tipe-tipe interchange 17
4 Lokasi Penelitian 19
5 Lokasi pengambilan sampel udara 20
6 Ilustrasi pengambilan sampel udara 21
7 Pengambilan dan pengukuran sampel udara 21
8 Pengukuran faktor-faktor iklim menggunakan mini weather station 23
9 Kondisi lokasi bervegetasi 23
10 Kondisi lokasi pengambilan sampel gas NO2 26
11 Jumlah kendaraan berdasarkan bahan bakar 28
12 Konsentrasi NO2 pada sumber emisi 29
13 Rata-rata konsentrasi NO2 pada setiap titik pengukuran 30
14 Konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi dan di lokasi terbuka 31
15 Grafik pengaruh volume kendaraan, jarak, dan kecepatan angin terhadap
konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi 34
16 Konsep penanaman vegetasi di simpang susun 39
17 Ilustrasi penanaman vegetasi penyangga 40
18 Ilustrasi penanaman vegetasi identitas 41
19 Ilustrasi penanaman clear zone planting dan cushion planting 43
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
dan cushion planting). Oleh karena itu, perencanaan jalur hijau di simpang susun
sebagai pereduksi polutan tetap harus mempertimbangkan fungsi penting lainnya
yang harus dihadirkan pada simpang susun.
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam merumuskan
suatu rekomendasi perencanan jalur hijau pada simpang susun yang efektif
mereduksi pencemar NO2 dari aktivitas transportasi. Perencanan jalur hijau di
simpang susun juga memperhatikan unsur keselamatan pengguna jalan, identitas,
dan fungsi estetika.
PENCEMARAN
UDARA
PENCEMARAN UDARA
AKIBAT TRANSPORTASI
KEPADATAN - Primer ( CO, HC, NOx, PENGARUH
LALU-LINTAS SO2, Partikulat ) LINGKUNGAN
- Sekunder (O3, Smog)
STRUKTUR JALUR
HIJAU
EFEKTIVITAS JALUR
HIJAU MENYERAP
POLUSI NO2
REKOMENDASI JALUR
HIJAU JALAN DI
SIMPANG SUSUN
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Udara
adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen
lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku
mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Jika sesuatu zat, benda, atau energi
yang masuk ke dalam wahana lingkungan yang berakibat turunnya kualitas
lingkungan maka kegiatan tersebut telah dikategorikan dengan pencemaran (UU
No. 32 Tahun 2009).
Pencemar udara diklasifikasikan dalam dua katagori : primer, yaitu polutan
yang diemisikan langsung ke atmosfer oleh sumber bergerak atau tidak bergerak;
dan sekunder, yaitu polutan yang terbentuk di atmosfer sebagai hasil dari proses
fisika dan kimia seperti hidrolisis, iksidasi, dan fotokimia (Faiz et al. 1990).
Sedangkan United State of Environmental Protection Agency (U.S.EPA, 2005)
membagi sumber polutan menjadi dua yaitu sumber antropogenik dan alami. Polusi
udara antropogenik berasal dari sumber stasioner besar (industri, pembangkit listrik,
dan tempat pembakaran), sumber tidak bergerak kecil (rumah tangga dan boiler
komersial kecil), dan sumber bergerak (lalu lintas). Sedangkan sumber emisi
alamiah umumnya berasal dari sumber biologi dan geologi, antara lain bersumber
dari vegetasi, tanah, gunung berapi, aktivitas geothermal, angin, dan kebakaran
hutan. Menurut Pathak (2013), pencemar udara dapat berbentuk partikel solid,
liquid, atau gas yang terbentuk secara alami atau buatan manusia dan
diklasifikasikan ke dalam pencemar primer dan sekunder. Polutan primer lansung
diproduksi dari sebuah proses, seperti erupsi guning berapi, dari kendaraan
bermotor, atau pabrik, sedangkan polutan sekunder tidak diemisikan langsung
melainkan terbentuk di dalam udara ketika polutan primer bereaksi atau
berinteraksi. Polutan primer dapat berbentuk sulfur oksida (SOx), nitrogen oksida
(NOx), karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), voliatile organic compound
(VOC), partikel berupa debu, asap, dan timbal, chlorofluorocarbons (CFCs),
amonia (NH3) dan pencemar radioaktif. Sedangkan polutan sekunder dapat berupa
ozon, peroxyzcetyl nitrat (PAN), persistent organic pollutants (POPs),
photochemical smog, dan senyawa asam.
Aktivitas manusia yang dapat menyebabkan pencemaran udara antara lain
adalah kegiatan industri, pertambangan, transportasi, pertanian, dan pembakaran
baik biomassa maupun bahan fosil. Bahan pencemar udara utama yang ditimbulkan
dari kegiatan tersebut antara lain adalah berbagai macam hidrokarbon (HC), sulfur
oksida (SOx), karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), partikulat, dan
berbagai bahan pencemar lainnya. Dengan semakin meningkatnya aktivitas
manusia, diprediksikan terjadi peningkatan kuantitas dan kualitas pencemaran
udara. Berbagai penelitian memperlihatkan terdapat hubungan antara
meningkatnya konsentrasi pencemar udara dengan gangguan kesehatan dan
kematian (Naess et al. 2007).
Di Amerika, dari berbagai aktivitas yang menimbulkan pencemaran udara,
pencemaran yang ditimbulkan oleh aktivitas transportasi lebih besar dibandingkan
dengan kegiatan manusia lainnya (Gorham 2002). Sedangkan menurut Faiz et al.
(1996), polutan udara yang ada di kota-kota negara berkembang umumnya meliputi
a. Respirabel partikel dari kendaraan diesel, sepeda motor, dan pembakaran
sampah dan kayu bakar, dan sumber-sumber industri stasioner;
b. Aerosol dari pembakaran bensin bertimbal;
c. Karbon monoksida dari kendaraan bensin dan pembakaran sampah dan kayu
bakar;
7
d. Ozon yang dihasilkan oleh reaksi senyawa organik yang mudah menguap dan
nitrogen oksida karena hadapan sinar matahari.
e. Oksida belerang dari pembakaran bahan bakar mengandung sulfur dan proses
industri;
f. Partikulat sekunder yang terbentuk di atmosfer oleh reaksi yang melibatkan ozon,
sulfur dan nitrogen oksida, serta senyawa organik yang mudah menguap;
g. Karsinogen seperti benzena, butadiena, aldehida, dan hidrokarbon aromatik
polynuclear dari knalpot kendaraan bermotor dan sumber lainnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesi Nomor 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara, disebutkan bahwa setidaknya ada tiga
belas parameter dalam baku mutu udara ambien nasional diantaranya SO2, CO, NO2,
O3, HC, PM, dan TSP (Lampiran 1). Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas
atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada
dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien.
Masalah pencemaran di suatu negara tentunya akan berbeda dengan satu negara
lainnya. Hal ini dikarenakan pencemaran udara dipengaruhi oleh berbagai
faktor,diantaranya tofografi, kependudukan, iklim, perkembangan sosio ekonomi,
dan industrialisasi. Oleh karena itu, tiap negara memiliki standar baku mutu udara
ambien yang berbeda.
Dampak dari polusi udara dibagi menjadi tiga level yaitu: lokal, berdampak
terhadap kota dan pusat industri; regional, berkaitan dengan transboundary
penyebaran polutan; dan global, berkaitan dengan pembentukan gas rumah kaca
(Faiz et al. 1990). Pencemaran udara di Indonesia, terutama di kota-kota besar
disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor (60-70 %), industri (10-15 %), dan
sisanya berasal dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan lain-
lain (Kusnoputranto 1996). Gas buang kendaraan bermotor merupakan sumber
polusi udara yang utama di kawasan perkotaan. Karbon monoksida (CO), berbagai
senyawa hindrokarbon, berbagai nitrogen oksida (NOx), sulfur oksida (SOx), dan
partikulat debu termasuk timbal (Pb) merupakan pencemar yang terutama terdapat
di dalam gas buang buang kendaraan bermotor.
Polutan NO2
Gas nitrogen dioksida (NO2) merupakan salah satu bentuk senyawa oksida
nitrogen (NOx) disamping dinitrogen oksida (N2O) dan nitrogen monoksida (NO).
Mekanisme utama dalam pembentukan NO2 di atmosfer berasal dari nitrogen
monoksida (NO) yang dipancarkan oleh kendaraan bermotor atau proses
pembakaran lainnya melalui proses oksidasi. Menurut Sheel et al. (2010), sumber
utama NO2 berasal dari sumber antropogenik yang meliputi sumber tidak bergerak
(fasilitas industri), sumber bergerak (kendaraan bermotor, kapal laut, pesawat
udara), dan sumber skala kecil (pemanas, dapur) serta dari sumber alami seperti
erupsi vulkanik dan bakteri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi
NO2 udara ambien di daerah dengan aktivitas transportasi tinggi relatif lebih tinggi
dibandingkan daerah lainnya. Konsentrasi NO2 yang tinggi dapat menyebar ke
wilayah sekitarnya melalui proses difusi ataupun perantaraan angin. Dengan
demikian dapat diperkirakan bahwa dampak negatif dari konsentrasi NO2 yang
tinggi tidak hanya terjadi pada daerah yang berdekatan dengan sumber emisi tetapi
dapat juga terjadi pada jarak yang lebih jauh.
8
(atmosfer tidak stabil dan angin kencang) polutan didispersikan dengan cepat, baik
secara vertikal maupun horizontal yang menyebabkan terjadinya pengenceran
konsentrasi polutan dan penyebaran lebih lanjut. Tabel 1 memperlihatkan
pergerakan skala meteorologi yang dikategorikan dalam tiga skala berdasarkan
dimensi jarak (Seinfeld 1986).
Emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dapat terbagi dalam tiga
kategori yaitu hot emission, start emission, dan evaporation emission (Hickman
1999). Hot Emission adalah emisi yang dihasilkan selama kendaraan beroperasi
pada kondisi normal. Start Emission merupakan emisi yang dikeluarkan oleh
kendaraan hanya pada saat kendaraan mulai berjalan, sedangkan Evaporation
Emission dapat terjadi dalam berbagai cara misalnya saat pengisian bahan bakar,
peningkatan temperatur harian dan lain sebagainya.
Pemberlakuan standar emisi kendaraan bermotor harus diikuti dengan
perbaikan emisi gas buang kendaraan menggunakan teknologi. Teknologi yang
umum digunakan untuk mengontrol emisi gas buang kendaraan yang meliputi
resirkulasi gas buang, kontrol elektronik mesin kendaraan, perangkat treatment gas
buang, dan teknik baru pembakaran (Faiz et al. 1990).
Exhaust Gas Recirculation (EGR) merupakan salah satu teknik yang sangat
berguna untuk mengurangi emisi NOx. EGR bekerja dengan sirkulasi gas buang
dari bagian suatu mesin kembali ke silinder mesin. Sirkulasi kembali gas buang
menggantikan udara segar masuk ke ruang bakar dengan karbon dioksida dan uap
air yang ada dalam mesin knalpot (Hussein 2012). Substitusi gas oksigen yang tidak
mengambil bagian lebih lanjut dalam pembakaran mengurangi proporsi isi silinder
yang tersedia untuk pembakaran. Hal ini menyebabkan rendahnya pelepasan panas
dan suhu puncak silinder serta mengurangi pembentukan NOx karena formasi
Nitrogen Oxida (NOx) cepat terbentuk pada temperatur tinggi. Teknologi sirkulasi
gas buang atau daur ulang gas buang ini bisa diterapkan pada mobil bermesin bensin
ataupun bermesin diesel.
Selain EGR, sejak tahun 1980, sistem kontrol rasio udara dan bahan bakar
untuk kendaraan bensin ringan berevolusi dari sistem mekanis seperti karburator
untuk mengarahkan kontrol kuantitas bahan bakar melalui electronic fuel injection
(EFI) yang memberikan kontrol yang cepat dan tepat sehingga menghasilkan
kinerja mesin dan emisi yang lebih baik (Faiz et al. 1996). Sistem injeksi bahan
bakar pertama kali dikembangkan dan dipasarkan oleh Robert Bosch AG. Dalam
sistem ini, bahan bakar diinjeksikan secara terus menerus melalui nozel. Tingkat
injeksi dikontrol dengan memvariasikan tekanan yang diberikan ke nozel dengan
pompa bahan bakar listrik. Sistem injeksi bahan bakar sekarang menggunakan
kontrol elektronik sepenuhnya. BBM untuk injector diberikan pada tekanan konstan
dengan pompa dan katup tekanan yang dikendalikan oleh komputer.
Injeksi bahan bakar adalah sebuah teknologi yang digunakan dalam mesin
pembakaran dalam untuk mencampur bahan bakar dengan udara sebelum dibakar.
Penggunaan injeksi bahan bakar akan meningkatkan tenaga mesin bila
dibandingkan dengan penggunaan karburator, karena injektor membuat bahan
bakar tercampur secara homogen. Hal ini, menjadikan injeksi bahan bakar dapat
mengontrol pencampuran bahan bakar dan udara yang lebih tepat, baik dalam
proporsi dan keseragaman. Injeksi bahan bakar dapat berupa mekanikal, elektronik
atau campuran dari keduanya. Sistem awal berupa mekanikal, namun sekitar tahun
1980-an mulai banyak menggunakan sistem elektronik. Sistem elektronik modern
menggunakan banyak sensor untuk memonitor kondisi mesin, dan sebuah unit
kontrol elektronik menghitung jumlah bahan bakar yang diperlukan. Oleh karena
itu, injeksi bahan bakar dapat meningkatkan efisiensi bahan bakar dan
mengurangi polusi, dan juga memberikan tenaga keluaran yang lebih.
13
Fitter dan Hay (1994) menyatakan bahwa stomata dan kloroplas menjadi
tempat masuk utama dari berbagai jenis pencemar yaitu SO2, NOx, dan O3. Gas NO
dan NO2 yang masuk ke dalam jaringan tanaman melalui stomata selanjutnya akan
berubah menjadi nitrit atau nitrat yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman dalam
proses pertumbuhan dan perkembangannya. Tanaman menyerap gas NO2 lebih
cepat dari NO karena NO2 lebih cepat bereaksi dengan air, sementara NO relatif
tidak larut. Laju penyerapan NO tidak dipengaruhi oleh proses transpirasi. Hal ini
menunjukkan bahwa laju penyerapan NO tidak dipengaruhi oleh pembukaan
stomata. Sebaliknya, penyerapan NO2 oleh tanaman dipengaruhi oleh transpirasi
dan laju fotosintesis (Nugrahani 2005). Selanjutnya dikemukakan oleh Misawa et
al. (1993) diacu dalam Patra (2002) bahwa laju penyerapan NO2 pada setiap
tanaman berbeda menurut spesiesnya. Pada tanaman evergreen dan deciduous
(gugur daun) terdapat perbedaan kecepatan distribusi nitrogen yang berasal dari
NO2 yang diserap daun. Distribusi nitrogen dari daun ke batang dan akar pada
tanaman evergreen lebih cepat dibanding tanaman deciduous.
Kapasitas vegetasi dalam menyerap dan menjerap polutan berbeda-beda
berdasarkan tipe vegetasi, spesies, ecotype, dan varietasnya (Lovett 1994). Ukuran
vegetasi merupakan slah satu faktor kapasitasnya mereduksi polusi udara. Nowak
(1994) menyebutkan bahwa pohon dengan diameter setinggi dada (dbh) 76 cm
dapat mengurangi polusi udara 70 kali dibanding pohon berukuran dbh 8 cm.
Sedangkan penelitian Jonas et al. (1985) menunjukkan bahwa pohon lebih efektif
mengurangi polusi udara berupa partikel (0,4 – 0,7 mikrometer) dibandingkan
dengan rumut penutup tanah, serta pohon yang ditanam secara berkelompok lebih
efektif mengurangi polusi udara (Stulpnagel et al. 1990). Kemampuan tanaman
menyerap pencemar udara juga dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi pencemar,
sensitivitas tanaman terhadap pencemar, dan faktor pertumbuhan tanaman (Larcher
1995).
Menurut Agustini et al. (1999), tanaman yang efektif mengurangi polutan gas
adalah Bauhinia purpurea, Bauhinia monandra, Bauhinia forficata, Bauhinia
galpinii, Cassia siamea, dan Piliostigma malabaricum. Keenam jenis pohon
tersebut mempunyai ciri bertajuk masif, berkerapatan stomata sedang sampai
15
tinggi, evergreen, dan mempunyai tinggi lebih dari 10 meter. Tanaman yang efektif
menyerap gas adalah tanaman yang memiliki kerapatan stomata yang tinggi
(Nasrullah et.al 2004) dan memiliki daun yang tipis (Nasrullah et.al 2004; Patra
2002). Burnwal dan Jagwani (2013) memberikan rekomendasi jenis spesies
tanaman yang direncanakan ditanam di area dengan memperhatikan jenis polutan
yang ada seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.
speciosa (2.13μg 15N d/m2), Gmelina arborea (1.95 μg 15N d/m2 daun) dan
Casuarina sumatrana (1.12 μg 15N d/m2).
Menurut Dover (2015), keberadaan tanaman jalur hijau jalan pada area
dengan konsentrasi nitrogen oksida yang tinggi penting karena ozon permukaan
terbentuk oleh reaksi NOx dan hidrokarbon. Penelitian Sulistyantara et al. (2016)
menunjukkan jalur hijau jalan Swietenia macrophylla dengan jenis kanopi bulat
lebih efektif daripada Polyalthia fragrans dengan jenis kanopi silinder dalam
mengurangi konsentrasi CO pada jarak 10 m, tetapi konsentrasi meningkat pada
jarak 30 m. Oleh karena itu, jalur hijau jalan dengan lebar 10 m belum efektif untuk
mengurangi konsentrasi CO di daerah perumahan. Berdasarkan penelitian
Nasrullah (1994), tanaman jalur hijau jalan diketahui dapat mereduksi konsentrasi
NO2 sebesar 3.5 ppb pada jarak 10 meter dari tepi jalan, dan 2.3 ppb pada jarak 150
meter.
Tanaman jalur hijau jalan juga dapat menurunkan konsentrasi partikel timbal
sebesar 40.58-41.15 % (Hermawan et al. 2011). Sedangkan menurut Sulistijorini
(2009), vegetasi dengan kerapatan tajuk 10 m (jarak 5-15 m dari bahu jalan) mampu
mengurangi konsentrasi NO2 sebesar 10.62 %, dan pada jarak 15-25 m dari bahu
jalan mengurangi konsentrasi NO2 sebesar 16.94 %. Keefektifan vegetasi
mengurangi konsentrasi pencemar NO2 dipengaruhi oleh waktu pengukuran dan
jarak dari sumber emisi. Menurut Nowak 1994 dalam Dover (2015), pohon-pohon
pekotaan dapat mengurangi 591 ton polusi udara di Chicago yang terdiri dari 15 ton
CO, 84 ton SO2, 89 ton NO2, 191 ton O3, dan 212 ton partikulat.
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
(g) (h)
Keterangan :
(a) three leg directional (d) one quadrant (g) all directional
(b) trumpet (e) partial clover leaf four leg
(c) diamond (f) single point urban interchange (h) full clover leaf
3 METODE PENELITIAN
Pelaksanaan Penelitian
Dalam penelitian ini ditentukan dua transect penelitian yaitu pada area yang
bervegetasi dan di lokasi terbuka (tidak memiliki jalur hijau jalan) dengan jarak
antar transect kurang lebih 200 meter. Penenetuan transect dilakukan dengan
terlebih dahulu melakukan pengamatan arah angin di lokasi penelitian. Pada setiap
transect penelitian dilakukan pengambilan sampel pada tiga titik yaitu titik 0, 10,
dan 75 m dari bahu jalan pada ketinggian 1,5 m di atas permukaan tanah. Ilustrasi
titik-titik pengambilan sampel udara disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 6.
Pengambilan sampel udara dilakukan di lokasi bervegetasi dan di lokasi terbuka
pada saat bersamaan yaitu pukul 12.00-13.00 WIB, 14.00-15.00 WIB, dan pukul
16.00-17.00 WIB.
Pengukuran konsentrasi udara ambien gas NO2 pada setia titik dilakukan
menggunakan alat untuk pengumpulan sampel udara yaitu impinger air sampler
untuk parameter gas, spektofotometer, dan larutan penjerap yang mengandung asam
sulfanilat (H2NC6H4SO3H) dan N-(1-naftil)-etilendiamin dihidroklorida. Bagian-
bagian yang terdapat pada impinger air sampler adalah 1) tabung impinger, 2) low
meter dengan skala 0.5 liter/menit, 3) pompa vakum, dan 4) klem dan statif. Metode
dan prinsip pengukuran yang digunakan adalah metode Griess Saltzman. Gambar
7 menunjukkan alat utama yang digunakan pada saat pengambilan sampel udara di
lokasi penelitian berupa impinger air sampler dan spektofotometer.
Prinsip utama metode ini adalah gas NO2 di udara ambien diserap dalam
larutan penjerap yang mengandung asam sulfanilat (H2NC6H4SO3H) dan N-(1-
naftil)-etilendiamin dihidroklorida sehingga membentuk senyawa azo dyne
berwarna merah muda yang stabil setelah 15 menit. Konsentrasi larutan ditentukan
secara spektrofotometri pada panjang gelombang 550 nm.
Analisis konsentrasi NO2 ambien dilakukan di lokasi penelitian, sedangkan
perhitungan konsentrasi gas NO2 dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup (PPLH) IPB. Perhitungan konsentrasi gas NO2 yang telah
diserap oleh impinger air sampler diawali pengukuran konsentrasi senyawa azo
dyne menggunakan spektrofotometer. Setelah diperoleh nilai konsentrasi senyawa
azo dyne, perhitungan dilakukan dengan tiga tahap berdasarkan cara uji kadar
nitrogen dioksida dengan Metoda Greiss Saltzman sesuai SNI 19-7119.2-2005
tentang Udara Ambien yaitu :
𝑎 46 1 10
NO2 = 𝑥 𝑥 𝑥 𝑥106 (µg) ………………………………(1)
100 69 𝑓 1000
Keterangan:
a = berat NaNO2 yang ditimbang (gr)
46 = berat molekul NO2
69 = berat molekul NaNO2
f = faktor yang menunjukkan jumlah mol NaNO2 yang
menghasilkan warna yang setara dengan 1 mol NO2 (nilai
f = 0.82)
10 = faktor pengenceran dari larutan induk NaNO2
1000
6
10 = Konversi dari g ke µg
𝐹1+𝐹2 𝑃𝑎 298
V= 𝑥𝑡𝑥 𝑥 …………………………………….(2)
2 𝑇𝑎 760
Keterangan:
V = volume udara yang dihisap (l)
F1 = laju alir awal (l/menit)
F2 = laju alir akhir (l/menit)
t = durasi pengambilan contoh uji (menit)
Ta = temperatur rata-rata selama pengambilan contoh uji (K)
Pa = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan contoh (K)
298 = konversi temperatur pada kondisi normal (25oC) ke dalam
Kelvin
760 = tekanan udara standar (mmHg)
𝑏 10
C =𝑣 𝑥 25 𝑥1000 …………………………………………………….(3)
23
Keterangan:
C = konsentrasi NO2 di udara (µg/Nm3)
b = jumlah NO2 dari contoh uji hasil perhitungan kurva
kalibrasi (µg)
v = volume udara yang dihisap (l) (25oC dan 760 mmHg)
10/25 = faktor pengenceran
1000 = konversi liter ke m3
Faktor-faktor iklim mikro yang diamati pada saat pengambilan sampel udara
adalah suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan arah angin
menggunakan alat mini weather station yang diletakkan pada titik 10 meter dari
sumber emisi baik pada lokasi bervegetasi maupun lokasi terbuka (Gambar 8).
Keterangan:
24
Analisis Data
Untuk melihat perbedaan sebaran konsentrasi polutan gas NO2 pada kedua
lokasi penelitian dilakukan uji komparatif menggunakan Independent sample T test.
Dari data konsentrasi gas NO2 juga dilakukan analisis perubahan konsentrasi gas
NO2 berdasarkan variabel-variabel yang diamati melalui uji korelasi dan regresi.
Uji korelasi digunakan untuk menentukan besarnya nilai hubungan dan arah
hubungan dari masing-masing variabel. Nilai korelasi terdiri dari nilai signifikansi
dan nilai koefesien korelasi. Nilai signifikansi yang menunjukkan nilai < 0.05
berarti H0 ditolak, yang berarti ada hubungan antara kedua variabel, namun bila
nilai signifikansi > 0.05 berarti H0 diterima, yang menunjukkan tidak ada hubungan
antara variabel yang diujikan. Interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua
variabel berdasarkan Sarwono (2006) adalah 0-0.25 (sangat lemah); 0.25-0.5
(cukup); 0.5-0.75 (kuat); 0.75-0.99 (sangat kuat). Dalam penelitian ini, uji korelasi
bertujuan mencari hubungan jumlah kendaraan, jarak, serta hubungan kecepatan
angin terhadap konsentrasi NO2 ambien di lokasi penelitian menggunakan uji
korelasi Pearson.
Disamping uji korelasi, uji regresi juga dilakuakan dengan tujuan untuk
melihat pengaruh jumlah kendaraan, jarak dari sumber emisi, serta pengaruh
kecepatan angin terhadap konsentrasi NO2 ambien di lokasi penelitian. Untuk
menentukan memprediksi nilai rata-rata variabel konsentrasi NO2 didasarkan pada
nilai-nilai tetap variabel–variabel lain yang diamati dalam penelitian ini dilakukan
melalui uji regresi. Persamaan regresi mengekspresikan hubungan linier antara
variabel kriteria yang diberi simbol Y dan salah satu atau lebih variabel bebas
/prediktor yang diberi simbol X jika hanya ada satu prediktor dan X1, X2 sampai
dengan Xk, jika terdapat lebih dari satu prediktor. Nilai signifikansi yang
menunjukkan nilai < 0.05 berarti H0 ditolak, yang berarti ada pengaruh nyata antara
kedua variabel, namun bila nilai signifikansi >0.05 berarti H0 diterima, yang
menunjukkan tidak ada pengaruh nyata antara variabel yang diujikan.
Jakarta (PT JLJ) yang bertanggung jawab mengelola ruas Jalan Tol Lingkar Luar
Jakarta. Simpang Susun Cikunir dapat ditempuh melalui ruas jalan tol JORR E1
(ruas Taman Mini-Cikunir), JORR E2 (Cikunir-Cakung), dan rangkaian tol utama
Jakarta-Cikampek. Penutupan lahan di kawasan Simpang Susun Cikunir secara
umum terbagi menjadi dua, yaitu lahan terbangun dan ruang terbuka. Tutupan lahan
di lingkungan terdekat dari simpang susun umumnya merupakan lahan terbangun
berupa konstruksi perkerasan jalan, kompleks perumahan, pemukiman, dan
kawasan bisnis (Lampiran 2).
Hasil pengukuran kecepatan angin yang dilakukan pada titik 10 meter dari
bahu jalan pada ketinggian 1.5 m adalah antara 0.74–1.28 m/s. Arah angin lokal
berubah-ubah, tetapi secara umum didominasi dari arah selatan menuju ke utara.
9000
12.00-13.00 14.00-15.00 16.00-17.00
8000
7000
Jumlah kendaraan (unit)
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
Solar Bensin Solar Bensin
Bervegetasi Terbuka
Bahan Bakar
bervegetasi terbuka
300
Konsentrasi NO2 (µg/m3)
250
200
150
100
50
0
pukul 12.00-13.00 pukul 14.00-15.00 pukul 16.00-17.00
Waktu Pengukuran
Gambar 12 Konsentrasi NO2 pada sumber emisi
30
Konsentrasi NO2 pada sumber emisi paling tinggi adalah di lokasi terbuka
pada pengambilan sampel antara pukul 12.00-13.00 WIB yaitu sebesar 261.20
µg/m3 dan paling rendah pada lokasi bervegetasi pada pengamatan pukul 16.00-
17.00 WIB yaitu sebesar 23.56 µg/m3. Gambar 12 menunjukkan besarnya
konsentrasi NO2 pada sumber emisi di lokasi bervegetasi dan di lokasi terbuka pada
ketiga waktu pengukuran.
Rata-Rata konsentrasi NO2 pada setiap titik pengukuran sampel udara di
masing-masing lokasi penelitian disajikan pada Gambar 13. Rata-rata konsentrasi
NO2 pada jarak 0 m dari sumber emisi di lokasi bervegetasi adalah 35,91 μg/m 3,
kemudian meningkat pada titik 10 m (38,02 μg/m3) dan menurun pada jarak 75 m
(27,12 μg/m3). Konsentrasi rata-rata NO2 dalam 0 m dari jalan di lokasi terbuka
mencapai 145,63 μg/m3 selanjutnya mengalami penurunan pada 10 m (87,79 μg /
m3), dan kembali menurun pada jarak 75 m dari jalan (51,72 μg / m3). Secara umum,
konsentrasi gas NO2 pada kedua lokasi memiliki kecenderungan menurun dari
sumber emisi (0 m) ke lokasi yang lebih jauh. Hal ini sesuai dengan penelitian
Sulistijorini (2009) bahwa secara alami NO2 mengalami difusi dan dispersi ke
wilayah yang lebih luas sehingga terjadi penurunan konsentrasi.
160
142.63 Bervegetasi Terbuka
140
120
Konsentrasi NO2 (µg/m3)
100 87.79
80
60 51.72
35.91 38.02
40 27.12
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Jarak (m)
Gambar 13 Rata-rata konsentrasi NO2 pada setiap titik pengukuran
Hasil uji beda nyata menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi NO2 pada titik
0 m dari sumber emisi di lokasi bervegetasi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi
NO2 pada titik 0 m dari sumber emisi di lokasi terbuka (Lampiran 8). Sedangkan
konsentrasi NO2 pada titik 10 m dan 75 m dari sumber emisi di lokasi bervegetasi
berbeda nyata dengan konsentrasi NO2 pada titik 10 m dan 75 m dari sumber emisi
di lokasi terbuka (Lampiran 9 dan 10).
Pengukuran konsentrasi NO2 pada pukul 12.00-13.00 WIB di tempat terbuka
maupun pada jalur bervegetasi menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi pada pukul 14.00-15.00 WIB dan pukul 16.00-
17.00 WIB. Namun, hasil pengukuran konsentrasi gas NO2 pada pukul 14.00-15.00
WIB di tempat terbuka turun pada pukul 12.00-13.00 WIB dan kembali naik pada
31
pukul 16.00-17.00 WIB (Gambar 14). Rata-rata konsentrasi gas NO2 tertinggi pada
tempat bervegetasi adalah pada pukul 12.00-13.00 WIB (43.77 µg/m3), sedangkan
terendah pada pukul 16.00-17.00 WIB (23.00 µg/m3). Rata-rata konsentrasi gas
NO2 tertinggi pada tempat terbuka adalah pada pukul 12.00-13.00 WIB (138.12
µg/m3), sedangkan terendah pada pukul 14.00-15.00 WIB (66.16 µg/m3).
120
100
77.86
80 66.16
60
43.77
40 34.27
23
20
0
12.00-13.00 14.00-15.00 16.00-17.00
Waktu pengukuran
Gambar 14 Konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi dan di lokasi terbuka
Rata-rata penurunan konsentrasi NO2 pada jarak 10 meter dan 75 meter dari
sumber emisi di lokasi lokasi bervegetasi disajikan paa Tabel 9. Seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 8, penurunan konsentrasi di lokasi terbuka pada jarak 0-75
m lebih besar dibandingkan dengan penurunan konsentrasi pada jarak 0-10 m,
namun, uji beda nyata menunjukkan bahwa rata-rata penurunan konsentrasi pada
jarak 75 meter dari sumber emisi di lokasi terbuka tidak berbeda nyata dengan rata-
rata penurunan konsentrasi NO2 pada jarak 10 meter dari sumber emisi. Hal ini
diduga karena konsentrasi NO2 pada jarak 75 m dari sumber emisi merupakan udara
ambien yang tidak terpengaruh secara langsung oleh emisi kendaraan.
Uji korelasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan jumlah
kendaraan, jarak, serta hubungan kecepatan angin terhadap konsentrasi NO2 ambien
di lokasi bervegetasi dan di lokasi terbuka menggunakan uji korelasi Pearson
33
(Lampiran 11 dan 12). Hasil uji hubungan (korelasi) antara kendaraan, jarak, dan
kecepatan angin terhadap konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi menggunakan uji
korelasi Pearson disajikan pada Tabel 10. hasil uji korelasi menunjukkan bahwa
volume kendaraan dan konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi memperlihatkan
hubungan positif, kuat, dan sangat signifikan, r = 0.840. Angka koefisien korelasi
dari hasil uji bernilai positif, sehingga hubungan volume kendaraan dengan
konsentrasi NO2 bersifat searah yang berarti semakin tinggi volume kendaraan
maka konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi menjadi semakin tinggi. Sebaliknya,
semakin rendah volume kendaraan maka konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi
menjadi semakin rendah. Hasil uji korelasi antara konsentrasi NO2 dengan volume
kendaraan dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Camilleri dan Rosalie
(2013) yang menunjukkan bahwa kecepatan angin, jenis penggunaan lahan,
kepadatan penduduk dan volume lalu lintas adalah variabel-variabel yang
berdampak pada konsentrasi NO2, sementara kepadatan penduduk dan volume lalu
lintas merupakan prediktor signifikan NO2 di lokasi yang berdekatan dengan jalan.
Tabel 10 Hasil analisis korelasi variabel volume kendaraan, jarak, dan kecepatan
angin terhadap konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi
Variabel Koefisien Korelasi (r) Sigifikansi
**
Volume kendaraan 0.840 0.005
Jarak -0.455 0.218
Kecepatan angin -.824 0.384
** Korelasi bersifat signifikan pada angka signifikasi sebesar 0.01
Hasil uji korelasi Pearson antara jarak dengan konsentrasi NO2 di lokasi
bervegetasi diperoleh angka koefisien korelasi sebesar -0.455, yang berarti tingkat
kekuatan hubungan (korelasi) antara jarak dengan konsentrasi NO2 adalah sebesar
0.455 atau cukup kuat. Angka koefisien korelasi dari hasil uji bernilai negatif,
sehingga hubungan jarak dengan konsentrasi NO2 bersifat tidak searah yang berarti
semakin besar jarak maka konsentrasi NO2 menjadi semakin rendah. Nilai
signifikasi (Sig. 2-tailed) sebesar 0.218 > 0.05 menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara jarak dengan konsentrasi NO2 di lokasi
bervegetasi.
Korelasi antara kecepatan angin dengan konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi
menunjukkan bahwa koefisien korelasi sebesar -0.824, yang berarti tingkat
kekuatan hubungan (korelasi) antara kecepatan angin dengan konsentrasi NO2
adalah sebesar 0.824 atau sangat kuat. Angka koefisien korelasi dari hasil uji
bernilai negatif, sehingga hubungan antara kecepatan angin dengan konsentrasi
NO2 bersifat tidak searah yang berarti semakin besar kecepatan angin maka
konsentrasi NO2 menjadi semakin rendah. Nilai signifikasi (Sig. 2-tailed) sebesar
0.384 > 0.05 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
kecepatan angin dengan konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi.
Hubungan tidak searah antara kecepatan angin dengan konsentrasi NO2
sesuai dengan yang disampaikan Oke (1987) bahwa kecepatan angin yang rendah
berpotensi mengakibatkan tidak tersebarnya pencemar, sehingga mempengaruhi
konsentrasi pencemar di sekitarnya. Korelasi negatif antara kecepatan angin
dengan konsentrasi NO2 juga sesuai dengan penelitian Agudelo- Castaneda et al.
(2014) dan Jones et al. (2010). Semakin cepat kecepatan angin pada suatu daerah,
34
maka percampuran polutan dari sumber emisi akan semakin besar, hal ini karena
turbulensi udara kuat yang mengakibatkan terjadinya pengenceran sehingga
polutan di daerah tersebut akan semakin berkurang. Selain iu, pada kondisi
meteorologi baik (atmosfer tidak stabil dan kecepatan angin tinggi) polutan
didispersikan dengan cepat, baik secara vertikal maupun horizontal yang
menyebabkan terjadinya pengenceran konsentrasi polutan dan penyebaran lebih
lanjut (Seinfeld 1986).
Uji regresi linier sederhana menggunakan software SPSS 24 dilakukan untuk
mencari pengaruh jumlah kendaraan, jarak dari sumber emisi, serta pengaruh
kecepatan angin terhadap konsentrasi NO2 ambien di lokasi bervegetasi (Lampiran
13-15). Hasil analisis regresi volume kendaraan terhadap konsentrasi NO2 ambien
di lokasi bervegetasi menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.005 (sign. < 0.05),
yang berarti ada pengaruh signifikan antara volume kendaraan dengan konsentrasi
NO2 di lokasi bervegetasi. Pengaruh varibel volume kendaraan terhadap
konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi (R square) adalah 0.706 atau 70.6 %
sedangkan sisanya sebesar 29.4 % dipengaruhi faktor lain. Angka koefisien regresi
dari hasil uji bernilai positif, sehingga hubungan antara volume kendaraan dengan
konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi bersifat searah, yang berarti semakin besar
volume kendaraan maka konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi menjadi semakin
besar pula seperti terlihat pada Gambar 15 a.
(a) (b) 40
60
Konsentrasi NO2 (µg/m3)
y = 0.0141x - 16.537 35
50
R² = 0.706 30
Konsentrasi NO2 (µg/m3)
40 25 y = -0.1353x + 37.518
30 20 R² = 0.909
20 15
10 10
5
0
0 2000 4000 6000 0
0 20 40 60 80
Volume Kendaraan (unit)
Jarak (m)
(c) 60
50
Konsentrasi NO2 (µg/m3)
40
y = -28.658x + 70.122
30 R² = 0.8303
20
10
0
0 0.5 1 1.5
Kec. angin (m/s)
Hasil uji regresi antara jarak dengan konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi
menunjukkan tidak terdapat pengaruh signifikan antara jarak dari sumber emisi
dengan konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi. Angka koefisien korelasi dari hasil
uji bernilai negatif, sehingga hubungan jarak dengan konsentrasi di lokasi
bervegetasi menjadi semakin rendah (Gambar 15 b).
Hasil uji pengaruh antara kecepatan angin dengan konsentrasi NO2 di lokasi
bervegetasi menghasilkan nilai R sebesar 0.824 dan R square sebesar 0.678 yang
berarti pengaruh varibel kecepatan angin terhadap konsentrasi NO2 di lokasi
bervegetasi adalah sebesar 67.8 % sedangkan sisanya sebesar 32.2 % dipengaruhi
faktor lain yang tidak ditelliti. Angka koefisien regresi dari hasil uji bernilai negatif,
sehingga hubungan antara kecepatan angin dengan konsentrasi NO2 di lokasi
bervegetasi bersifat tidak searah yang berarti semakin besar kecepatan angin maka
konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi menjadi semakin rendah (Gambar 15 c). Nilai
signifikasi sebesar 0.195 (sign. > 0.05) menunjukkan bahwa kecepatan angin tidak
berpengaruh signifikan terhadap konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi.
Berdasarkan hasil analisis korelasi konsentrasi NO2 terhadap variabel-
variabel yang diamati di lokasi terbuka, variabel volume kendaraan, jarak, dan
kecepatan angin tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap konsentrasi
NO2 ambien di lokasi terbuka. Hasil uji korelasi volume kendaran, jarak, dan
kecepatan angin dengan konsentrasi NO2 di lokasi terbuka menggunakan uji
korelasi Pearson disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Hasil analisis korelasi variabel volume kendaraan, jarak, dan kecepatan
angin terhadap konsentrasi NO2 di lokasi terbuka
Koefisien
Variabel Sigifikansi
Korelasi
Volume kendaraan 0.330 0.386
Jarak -0.521 0.150
Kecepatan angin -0.759 0.452
Hasil uji korelasi volume kendaran dengan konsentrasi NO2 di lokasi terbuka
menggunakan Pearson diperoleh angka koefisien korelasi sebesar 0.330, yang
menunjukkan tingkat kekuatan hubungan (korelasi) antara volume kendaraan
dengan konsentrasi NO2 adalah sebesar 0.330 atau cukup kuat. Angka koefisien
korelasi dari hasil uji bernilai positif, sehingga hubungan volume kendaraan dengan
konsentrasi NO2 bersifat searah yang berarti semakin tinggi volume kendaraan
maka konsentrasi NO2 di lokasi terbuka menjadi semakin tinggi. Nilai signifikasi
(Sig. 2-tailed) sebesar 0.386 > 0.05 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara volume kendaraan dengan konsentrasi NO2 di lokasi terbuka.
Dari tabel uji korelasi menggunakan Pearson, diperoleh angka koefisien
korelasi antara jarak dengan konsentrasi NO2 di lokasi terbuka sebesar -0.521, yang
berarti tingkat kekuatan hubungan (korelasi) antara jarak dengan konsentrasi NO2
di lokasi terbuka adalah sebesar 0.521 atau kuat. Angka koefisien korelasi dari hasil
uji bernilai negatif, sehingga hubungan jarak dengan konsentrasi NO2 bersifat tidak
searah yang berarti semakin besar jarak maka konsentrasi NO2 di lokasi terbuka
menjadi semakin rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian Sulistijorini (2009)
bahwa perbedaan konsentrasi NO2 berdasarkan jarak dari sumber emisi di tempat
36
Tabel 11 Hasil uji determinasi volume kendaraan dan kecepatan angin terhadap
konsentrasi NO2 pada kedua plot penelitian
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square
Estimate
a
1 .961 .924 .873 10.6773895
a. Predictors: (Constant), kecepatan angin, volume kendaraan
b. Dependent Variable: konsentrasi NO2
Tabel 12 Hasil uji Anova volume kendaraan dan kecepatan angin terhadap
konsentrasi NO2 pada kedua lokasi penelitian
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4137.192 2 2068.596 18.145 .021b
Residual 342.020 3 114.007
Total 4479.212 5
a. Dependent Variable: konsentrasi NO2
b. Predictors: (Constant), kecepatan angin, volume kendaraan
37
Hasil uji Anova menghasilkan nilai signifikasi sebesar 0.021 < 0.05 yang
berarti ada pengaruh yang signifikan antara volume kendaraan dan kecepatan angin
(secara silmutan) terhadap konsentrasi NO2 di kedua lokasi (Tabel 13). Koefisien
regresi untuk variabel volume kendaraan diperoleh nilai sebesar 0.01 dan variabel
kecepatan angin sebesar -14.67 (Tabel 14). Koefisien regresi volume kendaraan
bernilai positif artinya pada saat volume kendaraan naik maka konsentrasi NO2 juga
akan mengalami kenaikan. Begitu pula pada saat volume kendaraan turun maka
konsentrasi NO2 juga turun. Koefisien regresi kecepatan angin bernilai negatif
artinya pada saat kecepatan angin naik maka konsentrasi NO2 akan menurun.
Sebaliknya, jika kecepatan angin turun maka konsentrasi NO2 ambien akan naik.
Tabel 13 Koefisien regresi antara volume kendaraan dan kecepatan angin terhadap
konsentrasi NO2 di kedua lokasi penelitian
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 20.054 26.766 0.749 0.508
volume 0.010 0.002 0.923 5.591 0.011
kendaraan
kecepatan angin -14.670 20.047 -0.121 -0.732 0.517
Dependent variable: konsentrasi NO2
Keterangan :
𝑌 = konsentrasi NO2 ambien
𝑋1 = volume kendaraan
𝑋2 = kecepatan angin
Dalam uji regresi juga dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji
autokorelasi, multikolinieritas, normalitas, dan heteroskedastisitas (Lampiran 17).
Hasil uji autokorelasi dengan melihat angka Durbin Watson (DW) yang
menunjukkan nilai 1.496. Angka ini menunjukkan lebih besar dari 1 dan lebih kecil
dari 3, maka dapat disimpulkan tidak mengalami autokorelasi sehingga memenuhi
syarat uju regresi linier berganda.Hasil uji multikolinieritas menunjukkan output
VIF hitung dari kedua variabel = 1,071 < 10 dan semua tolerance variabel bebas
0,934 = 93.4 % di atas 10 %, dapat disimpulkan bahwa antara variabel bebas tidak
terjadi multikolinieritas. Berdasarkan syarat asumsi klasik regresi linier dengan
OLS, maka model regresi linier yang baik adalah yang terbebas dari adanya
multikolinieritas. Dengan demikian, model di atas telah terbebas dari adanya
multikolinieritas.
Hasil uji normalitas dapat dilihat dari gambar Normal P-P Plot. Asumsi
normalitas yang dimaksud dalam asumsi klasik pendekatan OLS adalah (data)
residual yang dibentuk model regresi linier terdistribusi normal, bukan variabel
bebas ataupun variabel terikatnya. Kriteria sebuah (data) residual terdistribusi
38
normal atau tidak dengan pendekatan Normal P-P Plot dapat dilakukan dengan
melihat sebaran titiktitik yang ada pada gambar. Sebaran titik-titik dari gambar
Normal P-P Plot relatif mendekati garis lurus, sehingga dapat disimpulkan bahwa
(data) residual terdistribusi normal. Hasil Pengujian heteroskedastisitas dilakukan
dengan membuat Scatterplot (alur sebaran) antara residual dan nilai prediksi dari
variabel terikat yang telah distandarisasi. Hasil uji memperlihatkan bahwa sebaran
titik tidak membentuk suatu pola/alur tertentu, sehingga dapat disimpulkan tidak
terjadi heteroskedastisitas atau dengan kata lain terjadi homoskedastisitas. Asumsi
klasik tentang heteroskedastisitas dalam model ini terpenuhi, yaitu terbebas dari
heteroskedastisitas.
Hasil uji korelasi dan regresi antara konsentrasi NO2 dengan volume
kendaraan dan kecepatan angin dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian
Camilleri dan Rosalie (2013) yang menunjukkan bahwa kecepatan angin, jenis
penggunaan lahan, kepadatan penduduk dan volume lalu lintas adalah semua
variabel yang berdampak pada konsentrasi NO2, sementara kepadatan penduduk,
volume lalu lintas dan jenis penggunaan lahan merupakan prediktor signifikan NO2
di lokasi lalu lintas. Koefisien regresi yang bernilai negatif yang menunjukkan
hubungan tidak searah antara kecepatan angin dengan konsentrasi NO2 juga sesuai
dengan yang disampaikan Oke (1987) bahwa kecepatan angin yang rendah
berpotensi mengakibatkan tidak tersebarnya pencemar, sehingga mempengaruhi
kualitas udara sekitar. Korelasi negatif antara kecepatan angin dengan konsentrasi
NO2 juga sesuai dengan penelitian Agudelo- Castaneda et al. (2014) dan Jones et
al. (2010). Semakin cepat kecepatan angin pada suatu daerah, maka percampuran
polutan dari sumber emisi akan semakin besar, hal ini karena turbulensi udara kuat
yang mengakibatkan terjadinya pengenceran sehingga polutan di daerah tersebut
akan semakin berkurang. Selain iu, pada kondisi meteorologi baik (atmosfer tidak
stabil dan kecepatan angin tinggi) polutan didispersikan dengan cepat, baik secara
vertikal maupun horizontal yang menyebabkan terjadinya pengenceran konsentrasi
polutan dan penyebaran lebih lanjut (Seinfeld 1986).
D = pt x v ....................................................................................................(6)
D = 1.5 x 22.22
D = 33.33 m
Keterangan :
𝐷 = lebar penanaman vegetasi identitas
𝑝𝑡 = kemampuan penglihatan dalam menangkap objek
𝑣 = kecepatan
a) b)
Gambar 19 Ilustrasi penanaman (a) clear zone planting dan (b) cushion planting
hijau jalan di simpang susun juga juga harus memiliki kriteria sebagai vegetasi yang
toleran dan memiliki kemampuan tinggi menyerap polutan yang diakibatkan oleh
kendaraan bermotor. Vegetasi yang digunakan antara lain bogenvil (Bougenvillea
glabra), lolipop merah (Jacobina carnea), akalipa merah (Acalypha wilkesiana),
lolipop kuning (Pachystachys lutea), dan ki hujan (Malphigia sp). Selain memiliki
kriteria sebagai vegetasi estetika, tanaman-tanaman tersebut juga memiliki
kemampuan tinggi menyerap NO2 (Nasrullah et al. 2000).
Simpulan
Saran
1. Penelitian selanjutnya disarankan memperbanyak jumlah transect penelitian
serta memperpanjang durasi waktu pengambilan sampel udara.
2. Perlu dikaji pola sebaran konsentrasi pencemar NO2 secara vertikal dalam
penelitian-penelitian selanjutnya.
3. Penelitian mengenai kemampuan vegetasi dalam menyerap gas NO2 serta
toleransinya terhadap polutan NO2 diperlukan untuk menentukan jumlah
tanaman yang diperlukan untuk mengambil seluruh emisi NO2 harian di lokasi
penelitian.
45
DAFTAR PUSTAKA
Aber JD, Magi1 A, Boone R, Melillo JM, Steudler P, Bowden R. 1993. Plant and
soil responses to chronic nitrogen additions at the Harvard Forest,
Massachusetts. Ecological Applications. 3(1):156-166.
Ackermann, Liebrich U. 1996. Air pollution and daily mortality in three Swiss
urban areas. Soz Práventivmed. 41:107–115.
Agudelo DM, Teixeira EC, Pereira FN. 2014. Time-series analysis of surface ozone
and nitrogen oxides concentrations in an urban area at Brazil. Atmos Pollut.
5(3):411–420.
Agustini MS, Nurisyah YC, Sulistyaningsih. 1999. Identifikasi ciri arsitektur dan
kerapatan stomata 25 jenis pohon suku Leguminosae untuk elemen lanskap
tepi jalan. Bul Taman dan Lanskap Indonesia. 2:2-6.
Alhamadi, Nasrullah N. 2014. Planning of road side greenery in Cawang
Interchange East Jakarta to reduce particulate pollutant emitted by
transportation activities. Suistainable Urban Development. Trisakti
University International Seminar; 2014 Sept 17; Jakarta, Indonesia. Jakarta
(ID): hlm 251-265.
Anttila P, Tuovinen J. 2010. Trends of primary and secondary pollutant
concentrations in Finland in 1994-2007. Atmos Environ. 44 (1):30-41.
Anttila P, Tuovinen J, Niemi JV. 2011. Primary NO2 emissions and their role in the
development of NO2 concentrations in a traffic environment. Atmos
Environ. 45 (4):986-992.
Barnett AG, Williams GM, Schwartz J, Neller AH, Best TL, Petroeschevsky AL,.
Simpson RW. 2005. Air pollution and child respiratory health a case-
crossover study in Australia and New Zealand. Am J Respir Crit Care Med.
171(11):1272-1278.
[BPS] Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. 2015. Statistik Daerah Provinsi DKI
Jakarta 2015. [terhubung berkala]. http://jakarta.bps.go.id/ [29 September
2016].
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2005. SNI 19-7119.2-2005. Udara ambien-
bagian 2: Cara uji kadar nitrogen dioksida dengan metoda Greiss Saltzman
menggunakan spektrofotometer. Jakarta (ID): BSN.
Burnett RT, Cakmak S, Brook JR. 1998. The effect of the urban ambient air
pollution mix on daily mortality rates in 11 Canadian cities. Can J Public
Health. 89(3):152-156.
Burnwal K, Jagwani D. 2013. Air Pollution Abatement through Trees and Green
Belt Development. Deutshland (DE) : Lap Lambert Academic Publishing.
Camilleri, Rosalie. 2013. Nitrogen dioxide in the atmosphere : a study on the
distribution of the air pollutant in the Maltese Islands. [disertasi] Malta
(MT):University of Malta.
Canter LW, Liu DHF, Raufer RK, Wagner CP. 2000. Pollutants: Sources, Effects,
and Dispersion Modelling. London (UK): Lewis.
Carpenter PL, Walker TD, Lanphear FO. 1975. Plants in the Landscape. San
Fransisco (US): W.H. Freeman and Company.
Carslaw DC. 2005. Evidence of an increasing NO2/NOx emissions ratio from road
traffic emissions. Atmos Environ. 39(26):4793-4802.
46
Patra AD, Nasrullah N, Sisworo EL. 2004. Kemampuan beberapa jenis tanaman
menyerap gas pencemar udara (NO2). Risalah Seminar Ilmiah Penelitian
dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi 2004. Jakarta (ID): Badan
Tenaga Nuklir Nasional.
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
Pohan N. 2002. Pencemaran udara dan hujan asam. [USU digital library] Medan
(ID): Universitas Sumatera Utara.
Sarwono J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta (ID):
Graha Ilmu.
Saxe H. 1986. Stomatal-dependent and stomatal-independent uptake of NOx. New
Phytologist. 103:199-205.
Seinfeld JH, Pandis SN. 2006. Atmospheric Chemistry and Physics : From Air
Pollution to Climate Change. Somerset (US): J Wiley and Sons Inc.
Shannon MW, Best D, Binns HJ, Johnson CL, Kim JJ, Mazur LJ, Reynolds DW,
Roberts JR, Weil WB, Balk SJ. 2004. Ambient air pollution: health hazards
to children. Pediatric. 114:1699-1707.
Sheel V, Lal S, Richter A, Burrows JP. 2010. Comparison of satellite observed
tropospheric NO2 over India with model simulations. Atmos environ.
44(27):3314-3321.
Simonds JO, Starke BW. 2006. Landscape Arc'hitecture: A Manual of
Environmental Plctnning and Design. New York (US): Mc Graw Hill Inc.
Stull RB. 2011. Meteorology for Scientists and Engineers, 3rd Edition. Vancouver
(BC): Dept. of Earth, Ocean & Atmospheric Sciences University of British
Columbia.
Stulpnagel A, Hobert M, Sukopp H. 1990. The Importance of Vegetation for the
Urban Climate. The Hague (NL): SPB Academic Publishing
Sulistijorini. 2009. Keefektifan Dan Toleransi Jenis Tanaman Jalur Hijau Jalan
Dalam Mereduksi Pencemar NO2 Akibat Aktivitas Transportasi. [disertasi]
Bogor: Institut Pertanian Bogor, Sekolah Pascasarjana.
Sulistijorini, Mas’ud ZA, Nasrullah N, Bey A, Tjitrosemito S. 2008. Tolerance level
of roadside trees to air pollutants based on relative growth rate and air
pollution tolerance index. Hayati J Biosci. 15(3):123-129.
Sulistyantara B, Nasrullah N, Fatimah IS, Pratiwi PI. 2016. Study of the Effectivity
of Several Tree Canopy Types on Roadside Green Belt in Influencing The
Distribution Vertically and Horizontally of CO gas Emitted from
Transportation Activities to Vicinity of The Road. Earth and Environ Sc.
31:1755-1315.
[US EPA] The United States Environmental Protection Agency. 1996. Emission
Inventory Improvement Program: Preferred and alternative methods for
gathering and locating specific emission inventory data. Washington DC
(US): US EPA
49
[WHO] World Health Organization. 2013. Health Aspects of Air Pollution with
Particulate Matter, Ozone and Nitrogen Dioxide. Bonn (DE): WHO
Working Group.
Wolf KL, Bratton N. 2006. Urban trees and traffic safety: Considering U.S.
roadside policy and crash data. Arboriculture and Urban Forestry. 32(4):
170-179.
Zhongan, Mao, Slanina S, Spaargaren G, Yuanhang Z. 2005. Traffic and urban air
pollution, the case of Xi’an city, P.R.China. (Online,
http://cleanairasia.org/portal/system/files/arti cles-
37335_tp_15C_maozho.ngan.pdf
50
LAMPIRAN
Group Statistics
Std. Std. Error
Lokasi N Mean Deviation Mean
Konsentrasi bervegetasi 9 33.682144 10.4924974 3.4974991
NO2 terbuka 9 94.047122 66.0373896 22.0124632
Lampiran 6 Hasil uji Independent Samples Test Rata-rata Konsentrasi NO2 pada
Jarak 0 m dari Sumber Emisi
Lampiran 7 Hasil uji Independent Samples Test Rata-rata Konsentrasi NO2 pada
Jarak 10 m dari Sumber Emisi
Lampiran 8 Hasil uji Independent Samples Test Rata-rata Konsentrasi NO2 pada
Jarak 75 m dari Sumber Emisi
Lampiran 9 Hasil uji korelasi Pearson volume kendaraan, jarak, dan kecepatan
angin dengan Konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi
Correlations
konsentrasi vol. kendaraan
konsentrasi Pearson Correlation 1 .840**
Sig. (2-tailed) .005
N 9 9
vol. kendaraan Pearson Correlation .840** 1
Sig. (2-tailed) .005
N 9 9
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
55
Correlations
konsentrasi jarak
konsentrasi Pearson Correlation 1 -.455
Sig. (2-tailed) .218
N 9 9
jarak Pearson Correlation -.455 1
Sig. (2-tailed) .218
N 9 9
Correlations
konsentrasi kec. angin
konsentrasi Pearson Correlation 1 -.824
Sig. (2-tailed) .384
N 3 3
kec. angin Pearson Correlation -.824 1
Sig. (2-tailed) .384
N 3 3
Lampiran 10 Hasil uji korelasi Pearson volume kendaraan, jarak, dan kecepatan
angin dengan Konsentrasi NO2 di lokasi terbuka
Correlations
konsentrasi vol. kendaraan
konsentrasi Pearson Correlation 1 .330
Sig. (2-tailed) .386
N 9 9
vol. kendaraan Pearson Correlation .330 1
Sig. (2-tailed) .386
N 9 9
Correlations
konsentrasi kec. angin
konsentrasi Pearson Correlation 1 -.759
Sig. (2-tailed) .452
N 3 3
kec. angin Pearson Correlation -.759 1
Sig. (2-tailed) .452
N 3 3
Correlations
konsentrasi jarak
konsentrasi Pearson Correlation 1 -.521
Sig. (2-tailed) .150
N 9 9
jarak Pearson Correlation -.521 1
Sig. (2-tailed) .150
N 9 9
56
Lampiran 3 Hasil uji regresi volume kendaraan terhadap konsentrasi NO2 di lokasi
bervegetasi
Model Summary
Adjusted R
Model R R Square Square Std. Error of the Estimate
a
1 .840 .706 .663 6.0866552
a. Predictors: (Constant), volume kendaraan
ANOVAa
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 621.408 1 621.408 16.773 .005b
Residual 259.332 7 37.047
Total 880.740 8
a. Dependent Variable: konsentrasi
b. Predictors: (Constant), volume kendaraan
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -16.534 12.428 -1.330 .225
volume .014 .003 .840 4.096 .005
kendaraan
a. Dependent Variable: konsentrasi
Lampiran 12 Hasil uji regresi jarak terhadap konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi
Model Summary
Adjusted R
Model R R Square Square Std. Error of the Estimate
1 .953a .909 .818 2.4676769
a. Predictors: (Constant), jarak
ANOVAa
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 60.753 1 60.753 9.977 .195b
Residual 6.089 1 6.089
Total 66.842 2
a. Dependent Variable: konsentrasi
b. Predictors: (Constant), jarak
57
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 37.518 1.872 20.044 .032
Jarak -.135 .043 -.953 -3.159 .195
a. Dependent Variable: konsentrasi
Lampiran 13 Hasil uji regresi kecepatan angin terhadap konsentrasi NO2 di lokasi
bervegetasi
Model Summary
Adjusted R
Model R R Square Square Std. Error of the Estimate
1 .824a .678 .357 9.2228167
b. Predictors: (Constant), kec. angin
ANOVAa
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 179.366 1 179.366 2.109 .384b
Residual 85.060 1 85.060
Total 264.427 2
a. Dependent Variable: konsentrasi
b. Predictors: (Constant), kec. angin
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 70.122 22.736 3.084 .200
kec. Angin -28.658 19.735 -.824 -1.452 .384
a. Dependent Variable: konsentrasi
58
Lampiran 14 Hasil uji regresi berganda kecepatan angin dan volume kendaraan
terhadap konsentrasi NO2 di lokasi bervegetasi
Model Summaryb
ANOVAa
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 565.572 2 282.786 114.371 .001b
Residual 7.418 3 2.473
Total 572.990 5
a. Dependent Variable: konsentrasi
b. Predictors: (Constant), volume kendaraan, kec. angin
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 6.205 7.810 .795 .485
kec. angin -11.973 3.110 -.331 -3.850 .031
volume .012 .001 .748 8.711 .003
kendaraan
a. Dependent Variable: konsentrasi
59
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of Durbin-
Model R R Square Square the Estimate Watson
a
1 .961 .924 .873 10.6773895 1.496
a. Predictors: (Constant), angin, volume
b. Dependent Variable: konsentrasi
Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 kec. angin .934 1.071
volume kendaraan .934 1.071
a. Dependent Variable: konsentrasi
60
RIWAYAT HIDUP