RAHMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
RINGKASAN
RAHMAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Tesis : Analisis Penerapan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara dari
Kendaraan Bermotor Berdasarkan Estimasi Beban Emisi (Studi
Kasus : DKI Jakarta)
Nama : Rahmawati
NIM : P051064124
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui :
Prof. Dr.Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 1972 dari ayah Mustari
dan ibu Rini Mistrini. Penulis merupakan putri bungsu dari empat bersaudara.
Penulis menikah dengan Achmad Syaifuddin dan dikaruniai dua orang anak , M.
Irsyad Ramadhani dan Jihan Nadhifa Putri.
Penulis setelah menyeselaikan pendidikan dasar dan menengah pertama,
melanjutkan studi di Sekolah Menengah Analis Kimia Caraka Nusantara sampai
tahun 1992. Pendidikan sarjana ditempuh di Universitas Satya Negara Indonesia
jurusan teknik lingkungan tahun 2002. Pada tahun 2007 penulis mendapat
beasiswa dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melanjutkan pendidikan ke
Pascasarjana dan diterima di jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan IPB.
Penulis adalah pegawai negeri sipil yang bekerja di Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 1995 sampai saat
ini. Selama ini penulis ditempatkan di Laboratorium Lingkungan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. vii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 4
1.3 Kerangka Pikir ........................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................... 5
iv
4.6.5 Analisis Pengaruh Kebijakan Pengendalian Pencemaran
Udara dari Kendaraan Bermotor dalam Mereduksi Beban
Emisi……. ........................................................................... 39
4.6.6 Estimasi Konsentrasi Pencemar CO, NOx dan PM10 dengan
Model Kotak ....................................................................... 40
v
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
26. Beban emisi pencemar dari kendaraan bermotor dengan kebijakan
Penggunaan BBG tahun 2014 dan tahun 2020 di DKI Jakarta …………. 61
27. Total beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI Jakarta(dengan kontrol
dan tanpa kontrol) ..................................................................................... 63
28 Estimasi konsentrasi CO tahun 2014 dan 2020 di DKI Jakarta ............... 65
29 Estimasi konsentrasi PM10 tahun 2014 dan 2020 di DKI Jakarta .......... 65
30 Estimasi konsentrasi NOx tahun 2014 dan 2020 di DKI Jakarta ............ 65
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
I. PENDAHULUAN
Penggunaan mobil pribadi dan sepeda motor bagi banyak orang didorong
oleh ketiadaan transportasi umum yang nyaman, aman, dan tepat waktu. Sistem
transportasi belum terintegrasi ke dalam pengembangan wilayah. Pembangunan
perumahan di luar pusat kota tidak diikuti dengan pengembangan sistem
transportasi yang menghubungkan lokasi perumahan dengan lokasi komersial dan
perkantoran di pusat kota, sehingga kendaraan pribadi mengambil porsi
transportasi jalan yang lebih besar dibanding moda transportasi lainnya. Rasio
penggunaan kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan umum adalah 49,7%
dibanding 50,3% dari total 15 juta perjalanan/hari. Perbandingan antara panjang
jalan dan total area di wilayah DKI Jakarta hanya 4%, idealnya untuk kota sebesar
Jakarta adalah 10–15% (Ammari, 2005).
Meningkatnya jumlah kendaraan secara terus-menerus, menyebabkan
penggunaan bahan bakar minyak menjadi intensif dari sektor transportasi yang
akan berdampak pada lingkungan udara. Berdasarkan data Pertamina UMPS III,
penjualan bahan bakar minyak didominasi oleh sektor transportasi sebesar 55%,
sedangkan sektor industri hanya 14%, electricity dan rumah tangga masing-
masing sebesar 12% dan 19% (BPS, 2007). Penggunaan BBM di sektor
transpotasi tersebut, 85% digunakan oleh kendaran bermotor baik kendaraan
pribadi, bus dan truk sedangkan sisanya untuk pesawat terbang.
Proses pembakaran bahan bakar minyak akan mengeluarkan unsur dan
senyawa-senyawa pencemar (polutan) ke udara, seperti partikel debu, karbon
monoksida, hidrokarbon, oksida-oksida nitrogen (NOx), sulfur dioksida (SO2) dan
gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O). Apabila kadar dari unsur pencemar yang di
keluarkan itu melebihi baku mutu emisi yang ditentukan maka dapat mengganggu
kualitas lingkungan (udara, air, tanah dan bangunan) serta kesehatan manusia.
Besarnya kadar unsur-unsur tersebut akan tergantung pada kualitas dan kuantitas
bahan bakar minyak yang digunakan.
Beberapa hasil kajian terdahulu menyimpulkan bahwa sektor transportasi
memberikan kontribusi yang besar terhadap pencemaran udara perkotaan
khususnya di wilayah aglomerasi Jakarta. Sektor transportasi menyumbang 65%-
75% dari pencemar NOx dan 15%-55% pencemar PM10 (World Bank, 1997;
JICA,1997; Syahril et al., 2002; Suhadi dan Damantoro, 2005)
3
Hasil uji emisi yang dilakukan pada ruas-ruas jalan arteri di DKI Jakarta
oleh Pemda DKI Jakarta tahun 2007 memperlihatkan persentase kendaraan yang
memenuhi standar baku mutu emisi (BME) yaitu sebesar 51,1% dari total 8400
kendaraan. Hal ini menunjutkan bahwa di DKI Jakarta masih terdapat banyak
kendaraan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi inilah yang berpotensi
menghasilkan pencemar utama seperti CO, NOx, SO2, Particulate Matter (PM)
dan juga gas-gas penyebab terjadinya efek rumah kaca seperti CO2, CH4 dan N2O.
Pada tahun 2005 dalam mendukung terciptanya kualitas udara yang sehat,
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan peraturan daerah tentang
Pengendalian Pencemaran Udara yaitu Peraturan Daerah Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta nomor 2 tahun 2005. Ruang lingkup peraturan daerah tersebut adalah
pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak, sumber tidak bergerak dan
pengendalian pencemaran udara di dalam ruangan. Khusus untuk pengendalian
pencemaran udara dari sumber bergerak yang merupakan sumber dominan di
daerah perkotaan, upaya-upaya pencegahan terdiri atas ; (1) pemeriksaan emisi
dan perawatan bagi kendaraan pribadi dan (2) penggunaan bahan bakar gas untuk
kendaraan umum. Upaya tersebut diharapkan dapat menurunkan beban emisi dari
kendaraan bermotor secara efektif.
Efektifitas pelaksanaan program-program tersebut dimasa mendatang dalam
menurunkan beban emisi perlu dikaji secara ilmiah. Sementara disisi lain
ketersediaan informasi secara sistematis mengenai sumber-sumber emisi dan
beban emisi untuk wilayah DKI Jakarta secara khusus dan Indonesia umumnya
dinilai masih sangat kurang, sehingga menyulitkan dalam melakukan pembaruan
data, estimasi serta evaluasi beban emisi yang diperlukan dalam pengambilan
keputusan dan penentuan kebijakan pengendalian pencemaran udara. Oleh karena
itu penelitian ini dibutuhkan untuk meninjau besarnya beban emisi dari kendaraan
bermotor dan mengetahui besarnya efektifitas kebijakan yang ada terhadap
penurunan beban emisi karbon monoksida (CO), oksida nitrogen (NOx) dan debu
berukuran ≤10 µm (PM10) di DKI Jakarta.
4
Emisi
pencemar
Reduksi Emisi
Konsentrasi
Udara ambien.
BMU ambien.
Analisis
efektifitas
Perbandingan dgn
Strategi/kebijakan
BMU ambien.
pengelolaan kualitas udara
2. Menduga beban emisi pada tahun 2014 dan tahun 2020 tanpa adanya
pengendalian dari sumber bergerak di DKI Jakarta
3. Menganalisis besarnya penurunan emisi CO, PM10 dan NOx tahun 2014 dan
tahun 2020 dengan penerapan kebijakan pengendalian pencemaran udara
dari sumber bergerak di DKI Jakarta
II. TINJAUAN PUSTAKA
Karbon monoksida hanya larut ringan dalam air dan termasuk zat yang tidak
meracuni air. CO memiliki densitas yang kira-kira sama dengan udara. CO masuk
ke atmosfir melalui gas buang dan akan cepat teroksidasi membentuk CO2. CO
berbahaya karena tingkat toksisitasnya yang tinggi terhadap manusia dan hewan.
Waktu tinggal CO di atmosfir antara 1 sampai 2 bulan. Waktu paruh CO
terikat dalam darah kira-kira 250 menit. Konsentrasi CO dapat meningkat di
sepanjang jalan raya yang padat lalu lintas dan menyebabkan pencemar lokal.
fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 µg/m3 dapat
memperparah kondisi penderita bronkhitis. Toksisitas dari partikel inhalable
tergantung dari komposisinya. Partikel juga merupakan sumber utama haze (kabut
asap) yang menurunkan visibilitas. Partikel debu yang melayang dan berterbangan
dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi
pemandangan (mengurangi batas pandang).
N2 + O2 2 NO
2NO + O2 2NO2
berada dalam konsentrasi yang sangat tinggi. Konsentrasi gas NO yang tinggi
dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf yang mengakibatkan kejang-
kejang. Gas NO akan menjadi lebih berbahaya apabila gas itu teroksidasi oleh
oksigen sehingga menjadi gas NO2. Sifat racun (toksisitas) gas NO2 empat kali
lebih kuat daripada toksisitas gas NO. Organ tubuh yang paling peka terhadap
pencemaran gas NO2 adalah paru-paru. Paru-paru yang terkontaminasi oleh gas
NO2 akan membengkak sehingga penderita sulit bernafas yang dapat
mengakibatkan kematian (Kannan, 1997).
Udara yang tercemar oleh gas nitrigen oksida dapat menyebabkan bintik-
bintik pada permukaan daun tanaman. Pada konsentrasi lebih tinggi dapat
menyebabkan nekrosis atau kerusakan pada jaringan daun.
NOx adalah kontributor utama smog (smoke dan fog atau asap dan kabut)
dan deposisi asam. Nitrogen oksida bereaksi dengan senyawa organik volatil
(yang mudah menguap) membentuk ozon dan oxidan lainnya seperti
peroksiasetilnitrat (PAN) di dalam smog fotokimia. Bila bersamaan dengan air
hujan, reaksi tersebut menghasilkan asam nitrat yang menyebabkan hujan asam.
Smog fotokimia berbahaya bagi kesehatan manusia karena menyebabkan
kesulitan bernafas pada penderita asma, batuk-batuk pada anak-anak dan orang
tua, dan berbagai gangguan sistem pernapasan, serta menurunkan jarak pandang.
Deposisi asam basah (hujan asam) dan kering (bila gas NOx membentuk partikel
aerosol nitrat dan terdeposisi ke permukaan bumi) dapat membahayakan tanaman,
pertanian, ekosistem perairan dan hutan. Hujan asam dapat mengalir memasuki
danau dan sungai lalu melepaskan logam aluminium dari tanah serta mengubah
komposisi kimia air. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan dan bahkan
memusnahkan kehidupan air. Oksida nitrogen diproduksi terutama dari proses
pembakaran bahan bakar fosil, seperti bensin, batu bara dan gas alam.
mungkin diterapkan, yaitu (1) penurunan laju emisi pencemar dari setiap
kendaraan untuk satu kilometer jalan yang ditempuh atau (2) penurunan jumlah
dan kerapatan total kendaraan didalam suatu daerah tertentu (Soedomo, 2001).
Pemilihan strategi yang terbaik diperlukan sehingga dampak ekonomi dan sosial
yang akan timbul adalah sekecil mungkin.
Pengendalian pencemaran udara perkotaan mempunyai implikasi yang
luas, mencakup aspek perencanaan kota, sistem lalu lintas, prasarana dan sarana
transportasi serta bahan bakar yang digunakan. Beberapa faktor penting yang
menyebabkan berpengaruhnya sistem lalu lintas terhadap pencemaran udara
perkotaan adalah (Eggleston, 2000; Sukarto, 2004):
- Tidak seimbangnya prasarana lalu lintas dengan jumlah kendaraan yang ada
- Pola mengemudi (driving pattern)
- Jenis, umur, karakteristik dan faktor perawatan kendaraan bermotor.
Usaha pengendalian yang mungkin dilakukan ditunjukkan dengan garis
terputus pada diagram dalam Gambar 5. Pengendalian yang paling baik diarahkan
kepada pengendalian penyebabnya.
Beberapa langkah disinsentif untuk mengurangi kepadatan lalu lintas secara
parsial dilakukan dengan cara pembatasan minimum penumpang kendaraan atau
pembatasan jenis kendaraan bermotor pada ruas jalan atau wilayah tertentu,
misalnya kawasan three in one dan pembatasan waktu melintas bagi truk dengan
jumlah berat tertentu di DKI Jakarta. Namun perlu diperhatikan bahwa
pengendalian kepadatan lalu lintas disuatu kawasan tanpa upaya mengurangi
volume kendaraan secara keseluruhan tidak akan mengurangi emisi gas buang
total karena yang terjadi adalah pengalihan volume kendaraan dari suatu ruas jalan
ke ruas jalan lain.
Pada saat ini upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah Khusus DKI Jakarta
dalam rangka pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor adalah :
1. Sistem pemeriksaan dan perawatan emisi kendaraan bermotor
2. Penggunaan bahan bakar gas untuk kendaraan umum
17
Pola
Lalu lintas
BBM
Faktor Emisi
Reseptor
apakah sistem kontrol emisi pada kendaraan berjalan dengan benar atau tidak.
Tujuan dari sistem P&P ini adalah untuk mengidentifikasi kendaraan-kendaraan
yang beroperasi yang tidak memenuhi ambang batas emisi pencemar kriteria CO,
HC dan opasitas. Kendaraan yang tidak memenuhi ambang batas tersebut
dipersyaratkan untuk diperbaiki hingga emisinya memenuhi ambang batas.
Secara umum terdapat tiga struktur (tipe) sistem P dan P, yaitu
sentralisasi, desentralisasi dan kombinasi (NAP, 2001).
a. Tipe sentralisasi atau terpusat adalah pengujian yang dilakukan di berbagai
tempat yang dikelola oleh satu atau dua operator (pemerintah atau swasta)
b. Tipe desentralisasi adalah pengujian emisi dilaksanakan di berbagai tempat
yang dikelola oleh banyak operator. Biasanya operator pemeriksaan adalah
bengkel-bengkel yang tersebar di berbagai tempat dan perawatan pun dapat
dilakukan di bengkel yang sama.
c. Tipe kombinasi adalah merupakan kombinasi kedua tipe sentralisasi dan
desentralisasi.
Di DKI Jakarta, sistem P&P mulai di perkenalkan pada masyarakat tahun
1997 atas dukungan Clean Air Project Swisscontact melalui uji emisi yang
dilakukan dijalan atau tempat tertentu (Spot check). Kemudian pada tahun 2000
diterbitkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor 95/2000 tentang Pemeriksaan
Emisi dan Perawatan Mobil Penumpang Pribadi di Provinsi DKI Jakarta.
Kebijakan tersebut mewajibkan setiap kendaraan pribadi melakukan pemeriksaan
emisi satu tahun sekali pada bengkel yang sudah diakreditasi. Apabila emisinya
melebihi ambang batas yang ada maka pemilik kendaraan diharuskan melakukan
perawatan kendaraannya hingga emisinya memenuhi nilai ambang batas.
pengguna gas mencapai angka ± 6.600 unit. Setelah itu, jumlahnya turun drastis,
dan hanya tersisa ± 2.500 di tahun 2002, bahkan menjadi hanya 534 unit pada
tahun 2004. Sementara itu, berkaitan dengan permasalahan teknis yang dialami
Perusahaan umum Pengangkutan Djakarta (PPD) dalam mengoperasikan bus
berbahan bakar gas, jumlah bus dimaksud pada tahun 2002 hanya tersisa 5 unit,
dan habis sama sekali di tahun 2004.
Pada saat ini strategi penerapan pemanfaatan bahan bakar gas untuk
kendaraan umum akan diterapkan kepada armada busway khususnya koridor 2
dan seterusnya diwajibkan telah menggunakan BBG, sedangkan untuk busway
koridor 1 perlu diupayakan secara bertahap. Penetapan target sasaran mobil
penumpang umum dibakukan secara bertahap dengan berorientasi kepada point to
point terminal sesuai dengan ketersediaan BBG dan lokasi SPBG.
Peningkatan jumlah kendaraan yang berbahan bakar gas juga perlu ditunjang
oleh bengkel-bengkel instalasi dengan memanfaatkan bengkel-bengkel yang telah
ada, menyusun mekanisme perijinan dan pengawasannya serta mendidik teknisi-
teknisi yang profesional.
Program yang ditetapkan dalam pemanfaatan BBG untuk transportasi di
bidang kendaraan meliputi:
a. Penyusunan Peraturan Gubernur tentang kewajiban penggunaan BBG oleh
angkutan umum dan kendaraan operasional Pemda DKI Jakarta (berdasarkan
Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran Udara Nomor 2 Tahun
2005 Pasal 20).
b. Pemberian insentif penggunaan BBG oleh angkutan umum Dz`engan kegiatan
berupa penyusunan kebijakan tentang pemberian insentif kepada pengusaha
angkutan umum serta mekanismenya untuk konversi ke BBG
c. Penyusunan mekanisme perijinan bengkel pemasangan dan perawatan
peralatan konversi dengan kegiatan berupa Penyusunan kriteria bengkel dan
mekanisme pemberian ijin bengkel pemasangan dan perawatan peralatan
konversi
d. Peningkatan pengetahuan teknisi bengkel pemasangan dan perawatan
peralatan konversi yang meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. Penyusunan materi pelatihan teknisi
20
2.8.1 Bensin
Jenis bahan bakar minyak bensin merupakan nama umum untuk beberapa
jenis BBM yang diperuntukkan bagi mesin dengan jenis pembakaran
menggunakan pengapian. Di Indonesia terdapat beberapa jenis bahan bakar jenis
bensin yang memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu pembakaran ini
dihitung berdasarkan nilai RON (randon octane number). Berdasarkan RON
tersebut maka BBM bensin dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Premium (RON 88), merupakan bahan bakar minyak jenis distilat berwarna
kekuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna
tambahan (dye). Penggunaan premium pada umumnya adalah untuk bahan bakar
kendaraan bermotor bermesin bensin seperti mobil, sepeda motor, dan lain-lain.
b. Pertamax (RON 92), merupakan bahan bakar dengan stabilitas oksidasi tinggi
21
dan kandungan olefin, aromatik dan benzen pada level yang rendah sehingga
menghasilkan pembakaran tang lebih sempurna pada mesin. Pertamax ditujukan
untuk kendaraan yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi
dan tanpa timbal (unleaded). Pertamax juga direkomendasikan untuk kendaraan
yang diproduksi diatas tahun 1990 terutama yang telah menggunakan teknologi
setara dengan electronic fuel injection dan catalytic converter.
c. Pertamax Plus (RON 95), merupakan bahan bakar dengan kandungan energi
tinggi. Jenis BBM ini telah memenuhi standar performance international world fuel
charter (WWFC). Pertamax plus sangat direkomendasikan untuk kendaraan yang
memiliki kompresi ratio >10,5 dan juga yang menggunakan teknologi electronic
fuel injection, variable valve timing intelligent, turbocharge dan catalytic
converter (Bphmigas, 2005).
2.8.2 Solar
High speed diesel (HSD) merupakan BBM jenis solar yang memiliki angka
Performa cetane number 45, jenis BBM ini umumnya digunakan untuk mesin
transportasi jenis diesel dengan sistem injeksi pompa mekanik (injection pump)
dan electronic injection . Penggunaan jenis BBM ini adalah untuk transportasi dan
mesin industri. Berikut ini memperlihatkan properti dari minyak solar (Bphmigas,
2005).
sedikit karbon dibanding bahan bakar fosil lain, mendorong ke arah emisi gas
karbon dioksida yang lebih rendah (CO2) per kilometer jalannya kendaraan. Emisi
cold-start dari Kendaraan BBG juga rendah, karena pengayaan cold-start tidaklah
diperlukan, dan ini mengurangi baik hidro- karbon non metana (NMHC) dan
emisi CO. Pengurangan emisi yang spesifik untuk kendaraan BBG dibandingkan
dengan bensin adalah (GTZ, 2003):
• CO, 60-80%
• gas organik non metana (NMOG), 87%
• NOx, 50-80%
• CO2, sekitar 20%
• Reaktifitas produksi ozon, 80-90%
Karbon monoksida hanya larut ringan dalam air dan termasuk zat yang tidak
meracuni air. CO memiliki densitas yang kira-kira sama dengan udara. CO masuk
ke atmosfir melalui gas buang dan akan cepat teroksidasi membentuk CO2. CO
berbahaya karena tingkat toksisitasnya yang tinggi terhadap manusia dan hewan.
Waktu tinggal CO di atmosfir antara 1 sampai 2 bulan. Waktu paruh CO
terikat dalam darah kira-kira 250 menit. Konsentrasi CO dapat meningkat di
sepanjang jalan raya yang padat lalu lintas dan menyebabkan pencemar lokal.
fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 µg/m3 dapat
memperparah kondisi penderita bronkhitis. Toksisitas dari partikel inhalable
tergantung dari komposisinya. Partikel juga merupakan sumber utama haze (kabut
asap) yang menurunkan visibilitas. Partikel debu yang melayang dan berterbangan
dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi
pemandangan (mengurangi batas pandang).
N2 + O2 2 NO
2NO + O2 2NO2
berada dalam konsentrasi yang sangat tinggi. Konsentrasi gas NO yang tinggi
dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf yang mengakibatkan kejang-
kejang. Gas NO akan menjadi lebih berbahaya apabila gas itu teroksidasi oleh
oksigen sehingga menjadi gas NO2. Sifat racun (toksisitas) gas NO2 empat kali
lebih kuat daripada toksisitas gas NO. Organ tubuh yang paling peka terhadap
pencemaran gas NO2 adalah paru-paru. Paru-paru yang terkontaminasi oleh gas
NO2 akan membengkak sehingga penderita sulit bernafas yang dapat
mengakibatkan kematian (Kannan, 1997).
Udara yang tercemar oleh gas nitrigen oksida dapat menyebabkan bintik-
bintik pada permukaan daun tanaman. Pada konsentrasi lebih tinggi dapat
menyebabkan nekrosis atau kerusakan pada jaringan daun.
NOx adalah kontributor utama smog (smoke dan fog atau asap dan kabut)
dan deposisi asam. Nitrogen oksida bereaksi dengan senyawa organik volatil
(yang mudah menguap) membentuk ozon dan oxidan lainnya seperti
peroksiasetilnitrat (PAN) di dalam smog fotokimia. Bila bersamaan dengan air
hujan, reaksi tersebut menghasilkan asam nitrat yang menyebabkan hujan asam.
Smog fotokimia berbahaya bagi kesehatan manusia karena menyebabkan
kesulitan bernafas pada penderita asma, batuk-batuk pada anak-anak dan orang
tua, dan berbagai gangguan sistem pernapasan, serta menurunkan jarak pandang.
Deposisi asam basah (hujan asam) dan kering (bila gas NOx membentuk partikel
aerosol nitrat dan terdeposisi ke permukaan bumi) dapat membahayakan tanaman,
pertanian, ekosistem perairan dan hutan. Hujan asam dapat mengalir memasuki
danau dan sungai lalu melepaskan logam aluminium dari tanah serta mengubah
komposisi kimia air. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan dan bahkan
memusnahkan kehidupan air. Oksida nitrogen diproduksi terutama dari proses
pembakaran bahan bakar fosil, seperti bensin, batu bara dan gas alam.
mungkin diterapkan, yaitu (1) penurunan laju emisi pencemar dari setiap
kendaraan untuk satu kilometer jalan yang ditempuh atau (2) penurunan jumlah
dan kerapatan total kendaraan didalam suatu daerah tertentu (Soedomo, 2001).
Pemilihan strategi yang terbaik diperlukan sehingga dampak ekonomi dan sosial
yang akan timbul adalah sekecil mungkin.
Pengendalian pencemaran udara perkotaan mempunyai implikasi yang
luas, mencakup aspek perencanaan kota, sistem lalu lintas, prasarana dan sarana
transportasi serta bahan bakar yang digunakan. Beberapa faktor penting yang
menyebabkan berpengaruhnya sistem lalu lintas terhadap pencemaran udara
perkotaan adalah (Eggleston, 2000; Sukarto, 2004):
- Tidak seimbangnya prasarana lalu lintas dengan jumlah kendaraan yang ada
- Pola mengemudi (driving pattern)
- Jenis, umur, karakteristik dan faktor perawatan kendaraan bermotor.
Usaha pengendalian yang mungkin dilakukan ditunjukkan dengan garis
terputus pada diagram dalam Gambar 5. Pengendalian yang paling baik diarahkan
kepada pengendalian penyebabnya.
Beberapa langkah disinsentif untuk mengurangi kepadatan lalu lintas secara
parsial dilakukan dengan cara pembatasan minimum penumpang kendaraan atau
pembatasan jenis kendaraan bermotor pada ruas jalan atau wilayah tertentu,
misalnya kawasan three in one dan pembatasan waktu melintas bagi truk dengan
jumlah berat tertentu di DKI Jakarta. Namun perlu diperhatikan bahwa
pengendalian kepadatan lalu lintas disuatu kawasan tanpa upaya mengurangi
volume kendaraan secara keseluruhan tidak akan mengurangi emisi gas buang
total karena yang terjadi adalah pengalihan volume kendaraan dari suatu ruas jalan
ke ruas jalan lain.
Pada saat ini upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah Khusus DKI Jakarta
dalam rangka pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor adalah :
1. Sistem pemeriksaan dan perawatan emisi kendaraan bermotor
2. Penggunaan bahan bakar gas untuk kendaraan umum
17
Pola
Lalu lintas
BBM
Faktor Emisi
Reseptor
apakah sistem kontrol emisi pada kendaraan berjalan dengan benar atau tidak.
Tujuan dari sistem P&P ini adalah untuk mengidentifikasi kendaraan-kendaraan
yang beroperasi yang tidak memenuhi ambang batas emisi pencemar kriteria CO,
HC dan opasitas. Kendaraan yang tidak memenuhi ambang batas tersebut
dipersyaratkan untuk diperbaiki hingga emisinya memenuhi ambang batas.
Secara umum terdapat tiga struktur (tipe) sistem P dan P, yaitu
sentralisasi, desentralisasi dan kombinasi (NAP, 2001).
a. Tipe sentralisasi atau terpusat adalah pengujian yang dilakukan di berbagai
tempat yang dikelola oleh satu atau dua operator (pemerintah atau swasta)
b. Tipe desentralisasi adalah pengujian emisi dilaksanakan di berbagai tempat
yang dikelola oleh banyak operator. Biasanya operator pemeriksaan adalah
bengkel-bengkel yang tersebar di berbagai tempat dan perawatan pun dapat
dilakukan di bengkel yang sama.
c. Tipe kombinasi adalah merupakan kombinasi kedua tipe sentralisasi dan
desentralisasi.
Di DKI Jakarta, sistem P&P mulai di perkenalkan pada masyarakat tahun
1997 atas dukungan Clean Air Project Swisscontact melalui uji emisi yang
dilakukan dijalan atau tempat tertentu (Spot check). Kemudian pada tahun 2000
diterbitkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor 95/2000 tentang Pemeriksaan
Emisi dan Perawatan Mobil Penumpang Pribadi di Provinsi DKI Jakarta.
Kebijakan tersebut mewajibkan setiap kendaraan pribadi melakukan pemeriksaan
emisi satu tahun sekali pada bengkel yang sudah diakreditasi. Apabila emisinya
melebihi ambang batas yang ada maka pemilik kendaraan diharuskan melakukan
perawatan kendaraannya hingga emisinya memenuhi nilai ambang batas.
pengguna gas mencapai angka ± 6.600 unit. Setelah itu, jumlahnya turun drastis,
dan hanya tersisa ± 2.500 di tahun 2002, bahkan menjadi hanya 534 unit pada
tahun 2004. Sementara itu, berkaitan dengan permasalahan teknis yang dialami
Perusahaan umum Pengangkutan Djakarta (PPD) dalam mengoperasikan bus
berbahan bakar gas, jumlah bus dimaksud pada tahun 2002 hanya tersisa 5 unit,
dan habis sama sekali di tahun 2004.
Pada saat ini strategi penerapan pemanfaatan bahan bakar gas untuk
kendaraan umum akan diterapkan kepada armada busway khususnya koridor 2
dan seterusnya diwajibkan telah menggunakan BBG, sedangkan untuk busway
koridor 1 perlu diupayakan secara bertahap. Penetapan target sasaran mobil
penumpang umum dibakukan secara bertahap dengan berorientasi kepada point to
point terminal sesuai dengan ketersediaan BBG dan lokasi SPBG.
Peningkatan jumlah kendaraan yang berbahan bakar gas juga perlu ditunjang
oleh bengkel-bengkel instalasi dengan memanfaatkan bengkel-bengkel yang telah
ada, menyusun mekanisme perijinan dan pengawasannya serta mendidik teknisi-
teknisi yang profesional.
Program yang ditetapkan dalam pemanfaatan BBG untuk transportasi di
bidang kendaraan meliputi:
a. Penyusunan Peraturan Gubernur tentang kewajiban penggunaan BBG oleh
angkutan umum dan kendaraan operasional Pemda DKI Jakarta (berdasarkan
Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran Udara Nomor 2 Tahun
2005 Pasal 20).
b. Pemberian insentif penggunaan BBG oleh angkutan umum Dz`engan kegiatan
berupa penyusunan kebijakan tentang pemberian insentif kepada pengusaha
angkutan umum serta mekanismenya untuk konversi ke BBG
c. Penyusunan mekanisme perijinan bengkel pemasangan dan perawatan
peralatan konversi dengan kegiatan berupa Penyusunan kriteria bengkel dan
mekanisme pemberian ijin bengkel pemasangan dan perawatan peralatan
konversi
d. Peningkatan pengetahuan teknisi bengkel pemasangan dan perawatan
peralatan konversi yang meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. Penyusunan materi pelatihan teknisi
20
2.8.1 Bensin
Jenis bahan bakar minyak bensin merupakan nama umum untuk beberapa
jenis BBM yang diperuntukkan bagi mesin dengan jenis pembakaran
menggunakan pengapian. Di Indonesia terdapat beberapa jenis bahan bakar jenis
bensin yang memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu pembakaran ini
dihitung berdasarkan nilai RON (randon octane number). Berdasarkan RON
tersebut maka BBM bensin dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Premium (RON 88), merupakan bahan bakar minyak jenis distilat berwarna
kekuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna
tambahan (dye). Penggunaan premium pada umumnya adalah untuk bahan bakar
kendaraan bermotor bermesin bensin seperti mobil, sepeda motor, dan lain-lain.
b. Pertamax (RON 92), merupakan bahan bakar dengan stabilitas oksidasi tinggi
21
dan kandungan olefin, aromatik dan benzen pada level yang rendah sehingga
menghasilkan pembakaran tang lebih sempurna pada mesin. Pertamax ditujukan
untuk kendaraan yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi
dan tanpa timbal (unleaded). Pertamax juga direkomendasikan untuk kendaraan
yang diproduksi diatas tahun 1990 terutama yang telah menggunakan teknologi
setara dengan electronic fuel injection dan catalytic converter.
c. Pertamax Plus (RON 95), merupakan bahan bakar dengan kandungan energi
tinggi. Jenis BBM ini telah memenuhi standar performance international world fuel
charter (WWFC). Pertamax plus sangat direkomendasikan untuk kendaraan yang
memiliki kompresi ratio >10,5 dan juga yang menggunakan teknologi electronic
fuel injection, variable valve timing intelligent, turbocharge dan catalytic
converter (Bphmigas, 2005).
2.8.2 Solar
High speed diesel (HSD) merupakan BBM jenis solar yang memiliki angka
Performa cetane number 45, jenis BBM ini umumnya digunakan untuk mesin
transportasi jenis diesel dengan sistem injeksi pompa mekanik (injection pump)
dan electronic injection . Penggunaan jenis BBM ini adalah untuk transportasi dan
mesin industri. Berikut ini memperlihatkan properti dari minyak solar (Bphmigas,
2005).
sedikit karbon dibanding bahan bakar fosil lain, mendorong ke arah emisi gas
karbon dioksida yang lebih rendah (CO2) per kilometer jalannya kendaraan. Emisi
cold-start dari Kendaraan BBG juga rendah, karena pengayaan cold-start tidaklah
diperlukan, dan ini mengurangi baik hidro- karbon non metana (NMHC) dan
emisi CO. Pengurangan emisi yang spesifik untuk kendaraan BBG dibandingkan
dengan bensin adalah (GTZ, 2003):
• CO, 60-80%
• gas organik non metana (NMOG), 87%
• NOx, 50-80%
• CO2, sekitar 20%
• Reaktifitas produksi ozon, 80-90%
3.2.2 Perekonomian
Perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2006 tumbuh sebesar 5,90 %,
angka tersebut lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2005 yang mencapai 6,01
%. Sektor–sektor yang menunjukan pertumbuhan tinggi pada periode tahun 2006
adalah sektor pengungkatan dan komunikasi sebesar 14,25 %, sektor bangunan
sebesar 7,12 %, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 6,60 %.
Dibidang perekonomian pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan
datang diharapkan akan tetap positif. Sebelum terjadinya krisis ekonomi,
pertumbuhan ekonomi provinsi DKI Jakarta mencapai rata–rata 7%-8 % pertahun,
kemudian selama puncak krisis tahun 1998 dan 1999, pertumbuhan mengalami
kontraksi masing–masing sebesar 17,5% dan -0,29 %. Kinerja ekonomi mulai
menunjukan pertumbuhan positif pada tahun 2000 dan 2001 yaitu mencapai
masing – masing 3,98 % dan 3,64%. Diharapkan untuk tahun 2002 sampai dengan
tahun 2007 tetap akan tercapai pertumbuhan positif antara 4 % hingga 6 % per
tahun. Hal ini pun masih akan tergantung pada seberapa jauh stabilitas politik,
penegakan hukum dan ketertiban masyarakat dapat dicapai dan diperlukan untuk
mendukung aktivitas ekonomi secara kondusif lima tahun kedepan. Selanjutnya
inflasi diharapkan dapat ditekan dibawah dua digit per tahun selama lima tahun
kedepan. Seperti telah diketahui, pada tahun 1998 telah terjadi hiper inflasi yang
mencapai 74,40 %, walaupun kemudian dapat ditekan menjadi sebesar 1,60%
pada tahun 1999. Tahun 2006 laju inflasi harga konsumen mencapai 6,03 % lebih
kecil daripada tahun 2005 yang sebesar 16,06 % (BPS, 2007)
29
Kondisi kendaraan umum di Jakarta tahun 2007 sebanyak 22.476 bis kota
yang terdiri dari bis besar sebanyak 4.513 buah, bis sedang sejumlah 4.979 dan bis
kecil 12.984 buah (BPS, 2008). Sedangkan jumlah kendaraan pribadi yang
terdaftar di Polda Metro Jaya adalah 3,28 juta buah yang terdiri dari sepeda motor
dan mobil penumpang pribadi .
10000
8000
Panjang jalan (km)
6000
4000
2000
0
1998 1999 2000 2001 2002 2003
Tahun
Total panjang jalan di DKI Jakarta kurang lebih 10% dari total panjang jalan
di Pulau Jawa. Pada saat ini panjang jalan adalah 7.600 km atau sekitar 7% dari
luas wilayah kota. Walaupun pemerintah berupaya mengatasi persoalan
kemacetan dengan membangun jalan baru, memperlebar jalan, atau membangun
jalan tol, ternyata hal ini tidak memecahkan masalah bahkan semakin menambah
jumlah kendaraan di jalan raya yang akhirnya semakin menambah kemacetan.
Rasio panjang jalan yang rendah (pertumbuhan panjang jalan dan lebar jalan tidak
signifikan) seharusnya di atasi dengan penggunaan angkutan umum yang
berkapasitas angkut besar. Pola jaringan jalan di DKI Jakarta terdiri dari sistem
jaringan jalan lingkar, yaitu lingkar dalam (inner ring road) dan lingkar luar
(outer ring road) yang juga merupakan jaringan jalan arteri primer, jaringan radial
yang melayani kawasan di dalam inner ring road, dan jaringan jalan berpola grid
di wilayah sentra ekonomi.
Tahun 2004 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mendukung sistem
transportasi yang baik di ibukota menetapkan rencana pengembangan sistem
transportasi berdasarkan skenario tahun 2002 (dasar), tahun 2007, tahun 2010 dan
tahun 2020. Hal ini dapat dilihat pada Keputusan Gubernur Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta No. 84/2004 tentang Pola Transportasi Makro (PTM). Skenario pada
tahun 2007 di antaranya mencakup pengembangan kereta api Jabodetabek,
busway dan bus-bus pengumpan serta perpindahan antar moda, transport demand
management (TDM) yang mengarah pada pembatasan lalu lintas dan parkir, dan
angkutan sungai. Sedangkan skenario pada tahun 2010 meliputi mass rapid
transit (MRT) dan light rail train (LRT), busway di semua koridor, dan integrasi
sistem angkutan cepat massal berbasis jalan dan rel. Pada dasarnya, PTM
dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan penyediaan jasa transportasi
yang terpadu, tertib, lancar, aman, nyaman, dan efisien.
IV. METODE PENELITIAN
Kategori Kendaraan
Mobil Penumpang
Kurva
usia kendaraan dan VKT
VKT rerata
Mobil Penumpang
Keterangan :
Beban emisi : Total emisi dari kendaraan bermotor
FE (Faktor Emisi) : Massa per unit aktivitas (g/km, g/kg)
N : Jumlah kendaraan
VKT : panjang perjalanan kendaraan (km/waktu)
Keterangan :
Pt : Jumlah kendaraan pada akhir periode waktu ke t
Po : Jumlah kendaraan pada awal periode waktu ke t
r : Rata-rata prosentase pertambahan jumlah kendaraan
t : Selisih tahun
37
VKTn =
∑f i ,n
f i ,n
∑ X
i ,n (3)
Keterangan :
VKT n = VKT rerata per tahun untuk kategori n (km/tahun)
X i,n = VKT akumulatif kendaraan i kategori n (km/tahun)
f i,n = frekuensi VKT akumulatif kendaraan i kategori n
Faktor emisi dari kendaraan bermotor yang merupakan nilai besaran emisi
suatu pencemar per unit aktifitas, misalnya perkilometer perjalanan, dipengaruhi
oleh 4 kelompok parameter.
• Pertama adalah parameter kendaraan, termasuk di dalamnya adalah
kategori kendaraan, model dan tahun, akumulasi jarak perjalanan, sistem
bahan bakar, sistem control emisi dan kondisi perawatan.
• Kelompok parameter kedua adalah bahan bakar, termasuk didalamnya
jenis bahan bakar, kandungan oksigen, daya penguapan, kandungan
benzene, olefin dan aromatik, kandungan sulfur, kandungan timbal.
• Kelompok parameter ketiga adalah lingkungan, termasuk didalamnya
kelembaban, ketinggian, temperatur ambien, dan kelas jalan.
• Kelompok parameter terakhir adalah kondisi pengoperasian kendaraan,
yaitu kecepatan rata-rata berkendara, beban, akselerasi dan penurunan
kecepatan, dan perilaku mengemudi.
Ni * VKTi * FEi
E=∑ 6
i
10 (4)
Keterangan :
E = Beban pencemar udara a kategori kendaraan i (ton/tahun)
Ni = Jumlah kendaraan kategori i untuk tahun 2008, 2014 dan 2020
VKTi= Panjang perjalanan rerata untuk kategori kendaraan i (km/tahun)
FEi = Faktor emisi pencemar a untuk kendaraan kategori i (g/km)
4.6.6 Estimasi Konsentrasi Pencemar CO, NOx dan PM10 dengan Model
Kotak.
Kualitas udara tahun 2014 dan 2020 untuk pencemar CO, NOx dan PM10
diperkirakan dengan menggunakan pendekatan model kotak yang sederhana.
Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah bahwa pencemar dianggap
tercampur sempurna dalam kotak volume yang telah ditentukan. Ketinggian
kotak adalah ketinggian lapisan pencampuran atau ketinggian inversi temperatur.
Kecepatan angin terhadap profil ketinggian vertikal dianggap sama atau seragam
dan turbulensi angin arah vertikal diabaikan.
Rumus persamaan yang digunakan untuk menghitung konsentrasi
pencemar adalah :
E
C=
A∗ H (5)
Keterangan :
C = Konsentrasi pencemar (µg/m3)
A = Luas are (m2)
H = tinggi lapisan pencampuran (m)
41
( )
VKT kj = K 1k + K 2k .VKT j
Keterangan :
VKTkj = VKT untuk suatu area k dan kategori kendaraan j
VKTj = total VKT
αp k
K1k = = faktor pembobot kepadatan penduduk
pt
(1 − α ) Lk
K 2k = = faktor pembobot panjang jalan
Lt
pk = penduduk di area k
pt = total penduduk di wilayah
Lk = panjang jalan di area k
Lt = total panjang jalan di wilayah
α= 0,3 (pengaruh penduduk dan panjang jalan terhadap VKT)
Semakin kecil nilai α, maka pengaruh penduduk dan panjang jalan
terhadap panjang perjalanan kendaraan adalah makin kecil.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
7000000
Jumlah Kendaraan (unit)
6000000
5000000
4000000
3000000
2000000
1000000
4000000
3500000
Jumlah Kendaraan (unit)
3000000
2500000
2000000
1500000
2003
1000000 2004
500000 2005
0 2006
Mobill Penumpang Truk Bis Sepeda motor 2007
Kategori Kendaraan
layani oleh jalan seluas hanya 40 juta meter persegi (Gambar 12). Dengan
demikian rasio antara volume lalu lintas dan kapasitas jalan akan mencapai titik
jenuh. Artinya, diperkirakan akan terjadi kemacetan total di ruas-ruas jalan di DKI
Jakarta mulai tahun 2014. Rasio panjang jalan yang rendah seharusnya diatasi
dengan penggunaan angkutan umum yang berkapasitas angkut besar.
50 3500
3000
30 2000
20 1500
1000
10
500
0 0
1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
5.1.2 Estimasi Jumlah kendaraan bermotor tahun 2008, 2014 dan 2020
Jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2008, 2014 dan 2020 diestimasi
berdasarkan jumlah kendaraan 5 tahun sebelumnya (tahun 2003-2007). Pada
tahun 2014 diperkirakan akan terjadi kenaikan jumlah kendaraan sebanyak hampir
2 kali lipat dari jumlah kendaraan yang ada pada tahun 2007 dan lebih dari 3 kali
lipatnya pada tahun 2020 (Gambar 13).
45
25000000
15000000
10000000
5000000
0
2008 2014 2020
Tahun
Gambar 13 Estimasi jumlah total kendaraan tahun 2008, 2014 dan 2020.
Pada Tabel 4 terlihat kenaikan yang cukup signifikan akan terjadi pada
sepeda motor, dimana pada tahun 2020 kenaikan diperkirakan akan mencapai
300% dari tahun 2008. Hal ini terlihat sangat jauh berbeda bila dibandingkan
dengan kendaraan jenis bis, dimana kenaikannya dari tahun 2008 ke tahun 2020
diperkirakan hanya sebesar 2%.
46
Persentase komposisi kendaraan tahun 2008, 2014 dan 2020 seperti pada
Gambar 14, semua kendaraan mengalami penurunan komposisi kecuali sepeda
motor yang justru meningkat persentasenya.
100
82
Komposisi kendaraan (%)
80 75
63
60
40
26
19
20 14
4 7 4
2 1 3
0 2008
Mobill Bis Truk Sepeda motor 2014
Penumpang
2020
Gambar 14 Distribusi kendaraan bermotor di DKI Jakarta tahun 2008, 2014, 2020
250
VKT akumulatif (10 3 km/tahun)
150
100
50
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Usia Kendaraan (tahun)
Hal ini disebabkan oleh rute perjalanan yang ditempuh kendaraan bis relatif
panjang (jauh) dan tetap, misalnya dari terminal Grogol ke terminal Lebak Bulus,
dari terminal Senen ke terminal Blok M dan sebagainya. Sepeda motor pada
umumnya digunakan untuk jarak yang pendek dan waktu yang tidak terlalu lama.
Walaupun nilai VKT rerata bis lebih besar dibandingkan kategori lain,
namun tidak menghasilkan VKT total yang besar hal ini disebabkan oleh jumlah
kendaraan yang ada relatif sedikit. Jumlah kendaraan sepeda motor yang lebih
banyak dari kendaraan lain di DKI Jakarta menyebabkan nilai total VKT yang
dihasilkanpun besar (Gambar 16).
50
40
Total VKT (106 km)
30
20
10
0
Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bis
1200000
1000000
Beban emisi (ton/tahun)
800000
600000
400000
200000
0 PM10
Sepeda Motor Mobil Truk Bis Nox
Penumpang
CO
Gambar 17 Beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI Jakarta tahun 2008
Sepeda
Motor
Bis 20%
28%
Truk Mobil
10% Penumpang
42%
NOx
PM10
24%
3%
CO
73%
0,014 4000
0,012 3500
3000
0,01
2500
gram/liter
0,008
ppm
2000
0,006
1500
0,004
1000
0,002 500
0 0
Bekasi Bogor Jakarta Tangerang Depok
4939314
3145617
929203 1285370
794048
93449
CO NOx PM10
PM10
Gambar 21 Beban emisi total dari kendaraan bermotor tahun 2014 dan 2020
3000000
Beban emisi (ton/tahun)
2500000
2000000
1500000
1000000
500000
0
2014 2020
Peningkatan jumlah kendaraan bis dan truk yang tidak sebesar kendaraan
sepeda motor maupun mobil penumpang tahun 2020 menyebabkan beban emisi
CO dari kendaraan bis dan truk meningkat hanya sebesar 1,1% dan 21%
dibandingkan beban emisi tahun 2014.
Estimasi beban emisi PM10 di DKI Jakarta tahun 2014 dan 2020 sesuai
kategori kendaraannya dapat dilihat pada Gambar 23. Beban emisi PM10 terbesar
dihasilkan dari kendaraan bis. Secara keseluruhan beban emisi PM10 dari sepeda
motor diperkirakan akan meningkat sejumlah 21.237 ton atau sebanyak dua kali
lipat dibandingkan tahun 2014. Sedangkan kendaraan kategori lain peningkatan
beban emisi berturut-turut sebesar 1.920 ton, 5.392 ton dan 532 ton dari mobil
penumpang, truk dan bis.
60000
Beban emisi (ton/tahun)
50000
40000
30000
20000
10000
0
2014 2020
ton. Kendaraan mobil penumpang emisi NOx meningkat sebesar 36.734 ton tahun
2020, sepeda motor meningkat sebesar 25.662 ton dan bis meningkat sebesar
4.516 ton dari tahun 2014.
450000
400000
Beban emisi (ton/tahun)
350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0
2014 2020
Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta No.2 tahun 2005. Khusus untuk
pengendalian pencemaran udara dari sektor transportasi (sumber bergerak)
terdapat dua strategi kebijakan yang diharapkan dapat mengurangi tingkat
pencemaran. Pertama adalah kebijakan sistem pemeriksaan emisi dan perawatan
kendaraan bermotor pribadi (biasa digunakan istilah sistem P dan P) dan yang
kedua adalah kebijakan penggunaan bahan bakar gas untuk kendaraan umum dan
kendaraan operasional pemerintah.
Jakarta sampai dengan tahun 2008 sebanyak 216 bengkel yang tersebar di lima
wilayah kota.
Beberapa asumsi yang digunakan dalam mengestimasi reduksi emisi bila
kebijakan ini diterapkan adalah :
• Tahun 2014 target kendaraan yang tereduksi adalah 80%
• Kendaraan yang gagal memenuhi baku mutu emisi sebanyak 5% untuk
mobil penumpang dan sepeda motor, 20% truk dan bis.
• Tahun 2020 kendaraan yang tereduksi ditargetkan sebesar 90 %.
Estimasi reduksi emisi pada tahun 2014 dan 2020 bila sistem ini diterapkan
di DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 6. Pada tahun 2014 total emisi CO yang
dapat direduksi diperkirakan sebesar 1.135.167 ton, NOx dapat direduksi sebesar
96.185 ton dan emisi PM10 total adalah 66.529 ton.
Tahun 2020 dengan menerapkan kebijakan ini total emisi CO, NOx dan
PM10 yang dapat direduksi diperkirakan sebesar 2.880.133 ton, 793.342 ton dan
80.661 ton.
Beban emisi pencemar dari kendaraan bermotor di DKI Jakarta pada tahun
2014 dan tahun 2020 bila kebijakan sistem P dan P diterapkan dapat dilihat pada
Tabel 7. Pada tahun 2014 total beban emisi pencemar adalah 2.764.670 ton/tahun
sedangkan pada tahun 2020 total beban emisi sebesar 3.754.136 ton/tahun.
58
Beban emisi karbon monoksida pada tahun 2014 dari kendaraan bermotor di
DKI Jakarta bila kebijakan ini diterapkan adalah 2.003.298 ton/tahun dan pada
tahun 2020 sebesar 2.880.133 ton/tahun. Hampir 90% dari beban emisi tersebut
berasal dari sepeda motor dan mobil penumpang, sedangkan beban emisi NOx
total adalah 694.863 ton/tahun pada tahun 2014 dan 793.342 ton/tahun pada tahun
2020. Sebanyak 50% beban emisi NOx bersumber dari kendaraan bis. Beban emisi
total PM10 pada tahun 2014 adalah 66.509 ton/tahun menjadi 80.661 ton/tahun di
tahun 2020 dimana hampir 50% dari pencemar ini berasal dari kendaraan bis.
5000000
Beban emisi (ton/tahun)
4000000
3000000
2000000
1000000
0
CO NOx PM10
2014 Tanpa kontrol 2014 Sistem P dan P 2020 Tanpa kontrol 2020 Sistem P dan P
bakar bensin, penggunaan BBG dapat menurunkan 98% pencemar CO, 45% NOx
dan 95% PM10 (Walsh et al. 1996). Adapun target kendaraan yang akan
dikonversi sebanyak 5% untuk mobil penumpang yang merupakan kendaraan dari
jenis angkutan umum (mikrolet dan taksi) serta kendaraan operasional milik
pemerintah, 2% kendaraan truk serta 30% bis. Berdasarkan hal tersebut, maka
estimasi reduksi emisi dengan menggunakan BBG dapat dilihat pada Tabel 8.
Pada tahun 2014 total emisi CO yang dapat direduksi diperkirakan sebesar
243.368 ton, NOx dapat direduksi sebesar 163.568 ton dan emisi PM10 total adalah
26.339 ton. Sedangkan pada tahun 2020 total emisi CO yang dapat tereduksi
diperkirakan sebesar 271.134 ton, NOx dapat direduksi sebesar 168.475 ton dan
emisi PM10 total adalah 26.740 ton.
Sepeda Mobil
Tahun Parameter Truk Bis
Motor Penumpang
2014 CO 1.154.466 1.420.786 121.278 205.719
NOx 23.914 103.669 256.069 246.829
PM10 19.791 5.270 20.151 21.898
2020 CO 2.393.307 1.913.707 153.146 208.020
NOx 49.576 138.207 323.356 249.590
PM10 41.028 7.174 25.447 22.143
61
Total beban emisi pencemar pada tahun 2014 yang berasal dari mobil
penumpang dengan adanya kebijakan ini adalah 1.529.725 ton/tahun, kendaraan
truk berkontribusi 397.499 ton/tahun dan bis berkontribusi sebesar 474.466
ton/tahun. Pada tahun 2020 total beban emisi pencemar yang berasal dari mobil
penumpang dengan adanya kebijakan ini adalah 2.059.087 ton/tahun, kendaraan
truk berkontribusi 501.948 ton/tahun dan bis berkontribusi sebesar 479.753
ton/tahun
Total beban emisi CO dari kendaraan bermotor tahun 2014 bila kebijakan
penggunaan BBG ini diterapkan adalah 2.902.249 ton/tahun dan pada tahun 2020
total beban emisi CO adalah 4.668.180 ton/tahun. Sedangkan beban emisi NOx
total 630.480 ton/tahun pada tahun 2014 dan 760.728 ton/tahun pada tahun 2020.
Beban emisi total pencemar PM10 pada tahun 2014 sebesar 67.111 ton/tahun dan
sebesar 95.791 ton/tahun pada tahun 2020 (Gambar 26).
5000000
Beban emisi (ton/tahun)
4000000
3000000
2000000
1000000
0
CO NOx PM10
2014 Tanpa kontrol 2014 BBG 2020 Tanpa kontrol 2020 BBG
Potensi penurunan total beban emisi dengan diterapkannya kebijakan BBG pada
tahun 2014 untuk pencemar CO sebesar 8%, NOx sebesar 21% dan PM10 sebesar
28%. Sedangkan pada tahun 2020, potensi penurunan total beban emisi dengan
diterapkannya kebijakan BBG untuk pencemar CO sebesar 5%, NOx sebesar 18%
dan PM10 sebesar 24%.
62
Tabel 10 Estimasi reduksi emisi bila penggunaan BBG dan sistem P dan P
diterapkan bersamaan
Pada tahun 2014 total emisi CO yang dapat direduksi diperkirakan sebesar
1.385.688 ton, NOx dapat direduksi sebesar 262.752 ton dan emisi PM10 total
adalah 53.279 ton. Sedangkan pada tahun 2020 total emisi CO yang dapat
tereduksi diperkirakan sebesar 2.330.315 ton, NOx dapat direduksi sebesar
304.337 ton dan emisi PM10 total adalah 68 610 ton.
Total beban emisi pencemar pada tahun 2014 yang berasal dari mobil
penumpang bila kedua kebijakan dilakukan bersamaan adalah 951.703 ton/tahun,
sepeda motor sebesar 754.980 ton/tahun, kendaraan truk berkontribusi sebesar
323.887 ton/tahun dan bis berkontribusi sebesar 300.826 ton/tahun. Pada tahun
2020 total beban emisi pencemar 1.176.720 ton/tahun, kendaraan truk
berkontribusi 393.502 ton/tahun, bis berkontribusi sebesar 274.930 ton/tahun dan
sepeda motor sebesar 1.442.634 ton/tahun.
63
Tabel 11 Estimasi beban emisi tahun 2014 dan 2020 bila penggunaan BBG dan
sistem P dan P diterapkan bersamaan (ton/tahun)
Total beban emisi CO dari kendaraan bermotor tahun 2014 bila bila kedua
kebijakan diterapkan bersamaan adalah 1.759.930 ton/tahun dan pada tahun 2020
total beban emisi CO adalah 2.608.999 ton/tahun. Sedangkan beban emisi NOx
total 531.296 ton/tahun pada tahun 2014 dan 624.866 ton/tahun 2020. Beban
emisi total pencemar PM10 pada tahun 2014 sebesar 40.170 ton/tahun dan sebesar
53.921 ton/tahun pada tahun 2020.
Perbandingan total beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI Jakarta
tahun 2014 dan 2020 dapat dilihat pada Gambar 27. Bila dilakukan pengendalian
terhadap emisinya tahun 2014 maka diperkirakan akan menurunkan beban emisi
sampai dengan 1,7 juta ton dan 2,2 juta ton pada tahun 2020.
7000000
Beban emisi (ton/tahun)
6000000
5000000
4000000
3000000
2000000
1000000
0
2014 2020
5.3 Estimasi Konsentrasi Pencemar CO, NOx dan PM10 dengan Model
Kotak.
Beban emisi tahun 2008 dari kendaraan bermotor di DKI Jakarta untuk
masing-masing pencemar yang terdistribusi ke dalam lima wilayah administratif
kotamadya tersaji pada Tabel 12 dengan mengacu nilai VKT pada Lampiran 8.
Beban emisi terbesar dijumpai di Jakarta Timur. Jumlah penduduk Jakarta Timur
yang lebih tinggi dari wilayah lain ternyata berpengaruh terhadap beban emisi
yang dihasilkan (Lampiran 9).
65
Estimasi kualitas udara tahun 2008 menggunakan model kotak dapat dilihat
pada Tabel 13. Ketinggian lapisan pencampuran maksimum (musim kemarau)
mencapai 1.981,29 meter dan minimum (musim hujan) adalah 1.435,17 meter
(Septianzar, 2008).
30,00
25,00
Konsentrasi (mg/m3)
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta
Selatan Timur Utara Pusat Barat Selatan Timur Utara Pusat Barat
6000
5000
Konsentrasi ( µg/m 3)
4000
3000
2000
1000
0
Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta
Selatan Timur Utara Pusat Barat Selatan Timur Utara Pusat Barat
Gambar 29 Estimasi konsentrasi NOx tahun 2014 dan 2020 di DKI Jakarta
800
700
600
Konsentrasi ( µg/m 3)
500
400
300
200
100
0
Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta
Selatan Timur Utara Pusat Barat Selatan Timur Utara Pusat Barat
Gambar 30 Estimasi konsentrasi PM10 tahun 2014 dan 2020 di DKI Jakarta
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini maka didapatkan kesimpulan
sebagai berikut :
a. Beban emisi pencemar CO, NOx dan PM10 dari kendaraan bermotor di DKI
Jakarta pada tahun 2008 secara berturut turut adalah 2.124.361 ton/tahun,
676.713 ton/tahun dan 75.466 ton/tahun.
b. Tanpa adanya kebijakan pengendalian emisi dari kendaraan bermotor di
DKI Jakarta maka total beban emisi pencemar dari kendaraan bermotor
diperkirakan akan meningkat 1,4 kali lipat pada tahun 2014 dan 2 kali lipat
pada tahun 2020 dari beban emisi tahun 2008. Sedangkan konsentrasi
pencemar di udara akan meningkat sebesar 0,9 kali hingga 3,2 kali lipat dari
konsentrasi tahun 2008.
c. Penerapan kebijakan sistem P dan P dapat menurunkan total beban emisi
lebih besar dibandingkan penerapan kebijakan BBG dan nilai ini akan
bertambah jika kedua kebijakan tersebut dilakukan bersamaan.
6.2 Saran
a. Penurunan tingkat emisi yang lebih besar dari kendaraan dapat dicapai bila
dilakukan pengembangan sistem transportasi umum menuju pusat-pusat
aktivitas ekonomi dan terintegrasi dengan wilayah penyangga (bodetabek).
Sehingga besar kemungkinan penggunaa kendaraan pribadi akan menurun.
b. Penerapan kebijakan pengendalian pencemaran udara yang ada di DKI
Jakarta sesuai dengan Perda nomor 2 tahun 2005 terutama untuk sistem P
dan P sebaiknya segera dilaksanakan, sehingga beban emisi dari kendaraan
bermotor dapat segera berkurang.
c. Adanya kebijakan bahan bakar minyak sesuai standart internasional di
Indonesia perlu segera direalisasikan mengingat salah satu sumber tingginya
70
pencemaran udara dari kendaraan adalah adanya bahan bakar yang tidak
ramah lingkungan.
d. Perlu adanya kebijakan pemberian keringanan pajak bagi kendaraan yang
menggunaan bahan bakar alternatif, sehingga dapat memicu jumlah
kendaraan yang ramah lingkungan lebih banyak lagi.
71
DAFTAR PUSTAKA
Ammari, F. 2005. Transport and Traffic Draft Working Paper, Urban Air
Quality Improvement Sector Development Program (UAQ-i SDP), UAQi
ADB TA Consultant
[BPHMIGAS] Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas. Komoditas dan Pemasaran
Bahan Bakar Minyak. http:// www.bphmigas.go.id. [23 Oktober 2008]
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Jakarta dalam Angka Tahun 2007. Badan
Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
Godhish, T. 2004. Air Quality 4th Edition, Atmospheric Pollution and Pollutants,
Chapter 2 pages 31-33 and 49-50. Kota penerbit : Lewis Publisher
Kazakhstani. 2002. GHG Emissions Inventory from Coal Mining and Road
Transportation. Almaty. Kazakhtan. http ://www.pnl.gov/aisu/pubs/
kazakemm.pdf, [7 Juni 2008]
Kementerian Lingkungan Hidup. 2007. Fuel Quality Report 2007. Clean Fuel :
A Requirement for Air Quality Improvement. Jakarta
Syahril, S., Resosudarmo, B.P., and Satriyo Tomo, B. 2002. Indonesian Multi-
Sector Action Plan Group on Vehicle Emission Reduction, Integrated
Vehicle Emission Reduction Strategy for Greater Jakarta, RETA 5937
Asian Development Bank.
Swisscontact. 2001. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pekan Urun Turun Emisi IV.
Jakarta.
UNEP. 2006. Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia (versi bahasa
Indonesia).
73
Walsh M, Faiz, A., Weaver, C.S. 1996. Air pollution from Motor Vehicles. Standards
and Technologies for Controlling Emissions. World Bank Washington D.C.
USA
World Bank. 1997. Urban Air Quality Management Strategy in Asia. World
Bank Technical Paper No. 378