Anda di halaman 1dari 101

TA/TL-USU/2019/101

PROYEKSI PENURUNAN BEBAN EMISI CO SUMBER


TRANSPORTASI DI BEBERAPA RUAS JALAN KOTA MEDAN
DENGAN SKENARIO SISTEM BUS RAPID TRANSIT (BRT)

TUGAS AKHIR

Oleh

DWIKI FAHMI ILMIAWAN


140407044

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua


Dr. Amir Husin, ST, MT. Ir. Lies Setyowati, MT.

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
TA/TL-USU/2019/101

PROYEKSI PENURUNAN BEBAN EMISI CO SUMBER


TRANSPORTASI DI BEBERAPA RUAS JALAN KOTA MEDAN
DENGAN SKENARIO SISTEM BUS RAPID TRANSIT (BRT)

TUGAS AKHIR

Oleh

DWIKI FAHMI ILMIAWAN


140407044

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua


Dr. Amir Husin, ST, MT. Ir. Lies Setyowati, MT.

TUGAS AKHIR INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN


PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
ABSTRAK
Transportasi merupakan salah satu sumber emisi udara. Salah satu cara untuk mengurangi emisi
udara yang bersumber dari transportasi adalah penerapan transportasi massal. Transportasi
massal yang dibahas dalam penelitian ini adalah transportasi berupa Bus Rapid Transit (BRT)
yang akan dioperasikan di Kota Medan. Parameter emisi yang menjadi objek penelitian ini
adalah gas Karbon Monoksida (CO). Metode pengambilan data primer adalah melalui
penghitungan volume lalu lintas (traffic counting) selama 1 jam di tiga titik di kota medan pada
hari kerja (weekday) dan pada hari libur (weekend). Jumlah kendaraan dapat dikonversikan
menjadi beban emisi kendaraan dengan menggunakan konversi faktor emisi dan konversi satuan
mobil penumpang. Volume kendaraan kemudian diproyeksikan hingga tahun 2023 dengan
proyeksi geometri. Skenario penggunaan transportasi massal BRT dalam penelitian ini
dilakukan dengan mengkonversikan 30% dari kendaraan jenis mobil dan sepeda motor ke BRT
yang berkapasitas 50 penumpang. Selisih beban emisi kendaraan dengan BRT dan tanpa BRT
akan diperoleh persen penurunan beban emisi CO dengan sistem BRT dalam menurunkan
beban emisi dari sumber transportasi. Beban emisi CO tertinggi tanpa BRT pada hari kerja dan
hari libur ( 2018-2023) adalah pada Jalan Balai Kota yaitu sebesar 45.010,6 gram/jam -
60.034,60 gram/jam . Sementara pada hari libur, beban emisi CO tertinggi tanpa skenario BRT
yaitu sebesar 31.164,96 gram/jam - 41.210,72 gram/jam. Beban emisi tertinggi dengan skenario
BRT pada hari kerja dan hari libur tahun 2018 hingga 2023 adalah pada Jalan Balai Kota yaitu
sebesar 35364,44 gram/jam - 47.325,19 gram/jam pada hari kerja dan 24.624,94 gram/jam
hingga 32.562,58 gram/jam pada hari libur. Rata-rata persentase penurunan beban emisi CO di
Jalan Gatot Subroto sebesar 23% dan pada hari libur 25%. Jalan Balai Kota, rata-rata penurunan
beban emisi CO pada hari kerja sebesar 21% dan hari libur 21%. Di Jalan Sisingamangaraja
penurunan beban emisi CO pada hari kerja sebesar 23% hingga 24% dan hari libur 24%.

Kata kunci: proyeksi, penurunan, karbon monoksida, beban emisi, bus rapid transit..Kata
kunci : proyeksi, penurunan, karbon monoksida, beban emisi, bus rapid transit

i
ABSTRACT

Transportation is one of air emission source. One of the way to reduce air emission that sourced
from transportation is mass transportation application. The mass transportation that will
discussed in this research is Bus Rapid Transit (BRT) that will be operated in Medan City.
Emission parameter that will be the object of this research is Carbon Monoxide (CO). Data
retrieval methods in this research is by traffic conting along 1 hour in three points in Medan
City. Amounts of vehicle can be converted into emission load by emission factor conversion
and passenger car unit factor. Than, vehicle volume forecasted until 2023 by geometric forecast.
Forecast value of the vehicle can be converted into emission load. BRT application scenario do
by convert 30% of vehicle in variaton car and motorcycle into BRT which the capacity is 50
passenger. From the ratio of emission load by BRT system and without BRT system, can be
calculated the CO derease percentage by BRT system in reduce emission load from
transportation source. From the results of calculations, on weekday, the highest CO emission
load without BRT in Jalan Balai Kota is about 45.010,6 grams/hour - 60.034,60 grams/hour .
While in weekend, the highest CO emission load without BRT is about 31.164,96 grams/hour -
41.210,72 grams/hour. The highest emission load factor with BRT in the weekday and weekend
2018-2023 is at Jalan Balai Kota is about 35364,44 grams/hour - 47.325,19 grams/hour in
weekday kerja and 24.624,94 grams/hour - 32.562,58 grams/hour at weekend. The percentage
CO emission load decrease average in Jalan Gatot Subroto in weekday is about 23% and in
weekend is about 25%. At Jalan Balai Kota, the average of percentage CO emission factor
decrease in about 21% weekday and weekend is 21%. At Jalan Sisingamangaraja, the average
of percentage CO emission factor decrease in weekday is about 23% - 24% and in weekend is
24%.

Keyword : forecast, decrease, carbon monoxide, emission load, bus rapid transit

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhana Wata’ala yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kegiatan penulisan tugas akhir dengan judul “Proyeksi
Penurunan Beban Emisi CO di Sumber Transportasi padai Beberapa Ruas Jalan Kota
Medan dengan Skenario Sistem Bus Rapid Transit (BRT)” dapat diselesaikan.

Tugas Akhir adalah karya ilmiah yang disusun oleh mahasiswa setiap program studi
berdasarkan hasil penelitian suatu masalah yang dilakukan secara seksama dengan bimbingan
dosen pembimbing. Tugas Akhir menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan semua
Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
Utara demi memperoleh gelar kesarjanaan pada strata S1.

Atas selesainya laporan penelitian ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Ibu Ir. Netti Herlina Siregar M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Dr. Amir Husin S.T, M.T. dan Ibu Ir. Lies Setyowati, M.T. selaku Dosen
Pembimbing

Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, demi
kemajuan Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Sumatera Utaradan pihak-
pihak yang menggunakannya sebagai rujukan pada umumnya dan penulis pada
khususnya. Terima Kasih.

Medan, Januari 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... I-1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... I-3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ I-4
1.4 Ruang Lingkup .................................................................................... I-4
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. I-5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Udara ............................................................................. II-1
2.1.1 Jenis Zat Pencemar Udara ............................................................ II-2
2.1.2 Sumber Pencemaran Udara .......................................................... II-2
2.1.2.1 Sumber Alami (Natural)......................................................... II-2
2.1.2.2 Sumber Antropogenik ................................................................. II-6
2.2 Karbon Monoksida (CO) ................................................................... II-9
2.3 CO di Kota Medan ........................................................................... II-10
2.4 Emisi Transportasi ....................................................................... II-11
2.4.1 Komposisi Emisi Transportasi ....................................................... II-12
2.4.2 Faktor Emisi Kendaraan Bermotor................................................. II-13
2.5. Bus Rapid Transit (BRT) ........................................................... II-14
2.5.1 Sejarah BRT .............................................................................. II-15
2.5.2 Perbandingan BRT TransJakarta ................................................... II-16
2.5.3 Rencana BRT Kota Medan............................................................ II-17
2.5.4 Emisi BRT ..................................................................................... II-19
2.6. Proyeksi Beban Emisi CO ........................................................ II-20
2.7. Nilai Efisiensi ........................................................................... II-20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Studi Literatur .................................................................................. III-1
3.2 Pengambilan Data ............................................................................ III-2
3.2.1 Pengumpulan Data Primer.......................................................... III-2
3.2.1.1 Lokasi Pengamatan .............................................................. III-2

iv
3.2.1.2 Waktu Pengamatan ................................................................ III-8
3.2.2 Pengumpulan Data Sekunder .......................................................... III-8
3.1.4 Pengambilan Data Primer ............................................................. III-9
3.1.5 Analisis Data ................................................................................ III-9
3.1.4.1 Analisis Kuantitatif................................................................. III-9
3.1.4.2 Analisis Komparatif ........................................................... III-7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Volume Kendaraan di Titik Sampling .................................................. IV-1
4.1.1 Volume Kendaraan Hari Kerja (Weekday) ..................................... IV-1
4.1.2 Volume Kendaraan Hari Libur (Weekend) ..................................... IV-5
4.2. Beban Emisi Karbon Monoksida (CO) ............................................... IV-8
4.2.1 Total Beban Emisi CO .................................................................. IV-8
4.2.2 Persentase Beban Emisi CO Berdasarkan Jenis Kendaraan ........ IV-11
4.3. Proyeksi Beban Emisi Karbon Monoksida (CO) ............................ IV-15
4.3.1 Menghitung Faktor Pertumbuhan Kendaraan (i) ....................... IV-15
4.3.2 Proyeksi Volume Lalu Lintas Selama 5 Tahun .......................... IV-17
4.3.3 Proyeksi Beban Emisi CO Selama 5 Tahun................................ IV-18
4.4. Skenario Pengalihan ke Transportasi Massal (BRT) ................. IV-20
4.4.1 Pengurangan Jumlah Sepeda Motor dan Mobil .......................... IV-20
4.4.2 Beban Emisi Kendaraan dengan Sistem BRT ............................. IV-23

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. V-1
5.2 Saran ....................................................................................................... V-1
Daftar Pustaka
Lampiran

v
Daftar Tabel
Tabel 2.1 Parameter Pencemaran Udara .............................................................. II-1
Tabel 2.2 Faktor Emisi Berdasarkan Jenis Kendaraan ...................................... II-13
Tabel 2.3 Faktor Emisi Mobil Berdasarkan Fungsinya ..................................... II-14
Tabel 3. 1 Waktu Pengamatan ........................................................................... III-5
Tabel 3. 2 Nilai Faktor Satuan Mobil Penumpang ............................................ III-7
Tabel 4. 1 Jumlah Tiap Jenis Kendaraan Hari Kerja ......................................... IV-2
Tabel 4. 2 Volume Kendaraan Hari Kerja dalam Satuan Mobil Penumpang .... IV-4
Tabel 4. 3 Jumlah Tiap Jenis Kendaraan Hari Libur ......................................... IV-6
Tabel 4. 4 Beban Emisi Kendaraan Hari Kerja ............................................... IV-10
Tabel 4. 5 Kontribusi Tiap Jenis Kendaraan Hari Kerja.................................. IV-12
Tabel 4. 6 Data Volume Tahun 2012 dan 2017 ............................................... IV-15
Tabel 4. 7 Rata-rata Pertumbuhan Tiap Jenis Kendaraan pada Tiap Lokasi ... IV-16
Tabel 4. 8 Proyeksi Tiap Jenis Kendaraan Hingga Tahun 2023 ...................... IV-17
Tabel 4. 9 Proyeksi Beban Emisi CO Hingga Tahun 2023 ............................. IV-18
Tabel 4. 10 Jumlah Sepeda Motor dan Mobil dengan Skenario BRT ............. IV-21
Tabel 4. 11 Jumlah BRT per Jam .................................................................... IV-22
Tabel 4. 12 Penurunan Beban Emisi CO Kendaraan dengan Skenario BRT .. IV-24

vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Contoh Kondisi Letusan Gunung Berapi ......................................... II-5
Gambar 2.2 Contoh Kondisi Kenakaran Hutan ................................................... II-5
Gambar 2.3 Contoh Kondisi Asap Industri ......................................................... II-6
Gambar 2.4 Contoh Kondisi Asap Kendaraan Bermotor .................................... II-7
Gambar 2.5 Contoh Kondisi Asap Penggunaan Hair Spray ............................... II-7
Gambar 2.6 Contoh Kondisi TPA Sebagai Sumber Emisi Metana dan CO2 ...... II-8
Gambar 2.7 Contoh Kondisi Emisi Dihasilkan Oleh Bom Atom Jepang ............ II-9
Gambar 2.8 Peta Indeks Kualitas Udara CO di Kota Medan ............................ II-10
Gambar 2.9 Koridor BRT dan LRT Kota Medan ................................................... II-17
Gambar 2.10 Sistem Direct Service BRT Kota Medan .......................................... II-17
Gambar 3.1 Tahapan Alur Penelitian .................................................................... III-1
Gambar 3.2 Rencana Lokasi Penelitian ................................................................ III-3
Gambar 3.3Jalan Gatot Subroto ................................................................................... III-4
Gambar 3.4Jalan Balai Kota .............................................................................. III-5
Gambar 3.5Jalan Sisingamangaraja ................................................................... III-6
Gambar 4.1 Grafik Volume Kendaraan Hari Kerja Berdasarkan Jenis .................... IV-3
Gambar 4.2 Grafik Volume Kendaraan Hari Kerja Berdasarkan Waktu .................. IV-5
Gambar 4.3 Grafik Volume Kendaraan Hari Libur Berdasarkan Jenis .................... IV-7
Gambar 4.4 Grafik Volume Kendaraan Hari Libur Berdasarkan Waktu .................. IV-8
Gambar 4.5 Beban Emisi CO Hari Kerja ............................................................ IV-10
Gambar 4.6 Beban Emisi CO Hari Libur ............................................................ IV-11
Gambar 4.7 Diagram Rata-rata Kontribusi CO Kendaraan Hari Kerja .................. IV-14
Gambar 4.8 Diagram Rata-rata Kontribusi CO Kendaraan Hari Libur .................. IV-14
Gambar 4.9 Grafik Proyeksi Beban Emisi CO pada Hari Kerja ............................ IV-19
Gambar 4.10 Grafik Proyeksi Beban Emisi CO pada Hari Libur .......................... IV-19
Gambar 4.11 Grafik Penurunan Beban Emisi CO di Jalan Gatot Subroto dengan
Skenario BRT Hari Kerja............................................................... IV-24
Gambar 4.12 Grafik Penurunan Beban Emisi CO di Jalan Gatot Subroto dengan
Skenario BRT Hari Libur .................................................................................... IV-25

vii
Gambar 4.13 Grafik Penurunan Beban Emisi CO di Jalan Balai Kota dengan
Skenario BRT Hari Kerja .................................................................................... IV-25
Gambar 4.14 Grafik Penurunan Beban Emisi CO di Jalan Balai Kota dengan
Skenario BRT Hari Libur .................................................................................... IV-26
Gambar 4.15 Grafik Penurunan Beban Emisi CO di Jalan Sisingamangaraja
dengan Skenario BRT Hari Kerja ........................................................................ IV-26
Gambar 4.16 Grafik Penurunan Beban Emisi CO di Jalan Sisingamangaraja
dengan Skenario BRT Hari Libur ........................................................................ IV-27
Gambar 4.17 Persen Penurunan Beban Emisi CO Hari Kerja ............................... IV-28
Gambar 4.18 Persen Penurunan Beban Emisi CO Hari Libur ............................... IV-29

viii
Daftar Lampiran

Lampiran 1 : Form Traffic Counting


Lampiran 2 : Foto Dokumentasi

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kota Medan sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia tumbuh dengan cepat. Kota
Medan pun tidak lepas dari masalah kota-kota metropolitan pada umumnya yaitu masalah
transportasi. Pertumbuhan penduduk yang tinggi di suatu kota akan berbanding lurus
dengan pertumbuhan transportasinya. Pertumbuhan transportasi dapat mempengaruhi
kualitas udara ambien di sekitar jalan raya yang berasal dari emisi kendaraan. Udara
ambien merupakan kebutuhan primer manusia. Oleh sebab itu kualitas udara ambien sangat
berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat.

Permasalahan transportasi merupakan permasalahan utama di kota-kota besar di Indonesia,


salah satunya adalah Kota Medan. Berdasarkan data dari Dirlantas Poldasu tahun 2014
jumlah kendaraan di Kota Medan sebanyak 5.531.77 unit (86,29% sepeda motor; 7,91%
mobil penumpang; 4,50% mobil barang dan 1,3% bus) (Sibarani, 2015). Tarigan (2009)
menjelaskan dalam penelitiannya tentang estimasi beban emisi kendaraan bermotor di Kota
Medan untuk Karbon Monoksida (CO) terbesar berasal dari sepeda motor mencapai 40
ton/tahun.

Karbon monoksida (CO) merupakan suatu gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
berasa. Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu -192 oC.Keberadaan gas ini sebagian
besar merupakan hasil pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan.
Buangan asap kendaraan bermotor juga merupakan salah satu penghasil gas CO terbesar di
samping aktivitas industri (Wardhana, 2004).

Menurut Suma’mur (2009), kadar CO lebih dari 4000 ppm bisa menyebabkan kematian
yang sangat cepat. Apabila CO terhisap ke dalam paru-paru akan masuk peredaran darah
dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Afinitas CO dengan
hemoglobin berkisar dari 140 kali – 300 kali lebih kuat dibanding ikatan oksigen dengan
darah. Nevers (2000) menyatakan 70% atau lebih COHb dalam darah akan menyebabkan
kematian.

I-1
BLH Kota Medan (2015) melakukan pemantauan kualitas udara roadside di ruas jalan Kota
Medan diantaranya Jalan Sisingamangaraja (depan Taman Makam Pahlawan Medan)
diperoleh hasil konsentrasi CO berkisar 3 – 20 ppm. Berdasarkan data dari BPS Provinsi
Sumatera Utara (2015) menyatakan bahwa ± 10,14% penduduk Kota Medan menderita
Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang merupakan jumlah penderita penyakit
tertinggi dibanding penyakit lainnya.

Penelitian terdahulu dari Yanti (2014) di daerah kawasan Jalan Gatot Subroto (Kampung
Lalang), Medan diperoleh nilai beban jalan (>1,0) yang berarti keadaan ruas jalan yang
macet,kecepatan rendah, volume kendaraan lebih besar dari kapasitas jalan yang ada,
kendaraan banyak yang mengambil bahu jalan, antrian panjang dan terjadi hambatan yang
besar karena volume per kapasitas atau V/C ratio sebesar 1,08 sehingga arus lalu lintas
menjadi terhambat. Selain itu, penelitian terdahulu (Suryati dan Khair;2016) menunjukkan
bahwa konsentrasi CO pada Jalan Sisingamangaraja (Kecamatan Medan Amplas) dan Jalan
Balai Kota (Medan Barat) sudah masuk kategori “tidak sehat”. Oleh sebab itu penelitian ini
mengambil titik sampling pada Jalan Gatot Subroto, Jalan Balai Kota dan Jalan
Sisingamangaraja Kota Medan.

Amini (2014) menyatakan bahwa ada 3 (tiga) cara dalam pengurangan emisi di sektor
transportasi, yaitu; mengurangi emisi per kilometer, menerapkan transportasi massal dan
mengurangi jarak atau jumlah perjalanan. Salah satu cara mengurangi emisi CO adalah
dengan menerapkan transportasi massal. Menurut Ferdiansyah (2009), jumlah pengguna
mobil pribadi yang bersedia untuk menggunakan bus pada perjalanan Depok – Jakarta
sebanyak 75 % (39 responden). Sedangkan sebanyak 25 % (13 responden) pengguna mobil
pribadi tidak bersedia menggunakan bus.

Menurut Wrigth, dkk (2002), transportasi massal terdiri dari Bus Rapid Transit (BRT),
Metro, Kereta Komuter dan Light Rail Transit (LRT). Bus Rapid Transit adalah satu bentuk
angkutan berorientasi pelanggan dan mengkombinasikan stasiun, kendaraan, perencanaan
dan elemen-elemen sistem transportasi pintar ke dalam sebuah sistem yang terpadu dan
memiliki satu identitas unik. BRT merupakan bus dengan kualitas tinggi yang berbasis

I-2
sistem transit yang cepat, nyaman dan biaya murah. Satu pengoperasian sistem BRT
biasanya biayanya 4 – 20 kali lebih kecil dari LRT dan 10 – 100 kali lebih kecil dari sistem
kereta api bawah tanah (Nasrulloh, 2010).

Setiap moda transportasi akan menghasilkan emisi yang berbeda. Penelitian yang dilakukan
oleh Liu, et al (2007), telah berhasil membandingkan emisi kendaraan bermotor di Beijing
dan Shanghai yang hasilnya menunjukkan bahwa perbedaan emisi yang dihasilkan oleh
kendaraan bermotor di kedua kota besar di China tersebut terjadi karena perbedaan
kebijakan dalam bidang manajemen transportasi antar kedua kota tersebut. Dalam
penelitian Suryati dan Khair (2016), apabila terjadi perpindahan moda transportasi maka
diperoleh penurunan emisi CO dengan menggunakan BRT CNG berkisar 25,02% – 29,28%
dan untuk BRT Diesel berkisar 25,17% - 29,44%. Dalam penelitian Imam dan Jamrah
(2012), menyebutkan bahwa secara keseluruhan emisi BRT hanya 11% - 85% dari emisi
mobil penumpang. Penelitian terkait judul tugas akhir dapat dilihat pada Tabel 1.1.

I-3
Tabel 1.1 Penelitian yang telah dilakukan tentang Topik Tugas Akhir
No Judul Tahun Tujuan Metode Hasil
1 Evaluasi Dampak Perubahan 2015 Untuk menganalisis perbedaan Untuk pengukuran gas Perbandingan sebelum dan
Transportasi Terhadap Kualitas kualitas udara ambien di tiga menggunakan sesudah di Kota Ljubljana
Udara titik di Kota Ljubljana dan Aethalometers sedangkan menunjukkan bahwa
Granada sebelum dan sesudah untuk partikulat terdapat penurunan sebesar
perubahan sistem transportasi menggunakan pengukuran 72% Karbon hitam
optical counter (DusTrak sedangkan pada lokasi
model DRX, TSI). jalan Bypass hampir tidak
Pengukuran dilakukan ada penurunan. Sedangkan
pada periode musim di Granada terjadi
panas(Juni-Juli) dengan penurunan 37% untuk
temperatur rata-tata karbon hitam dan 33%
24±5ºC. Pengukuran untuk PM10, namun pada
dilakukan di tiga titik pada jalur bus baru idak ada
masing-masing kota perubahan pada parameter
Karbon hyam, PM10 dan
NO2 justru ada
peningkatan CO sebesar
2.2%
2 Alternatif Rencana Pengurangan 2016 Untuk mengetahui kondisi Pada penelitian ini yang Dalam penelitian ini
Emisi CO di Jalan Gatot Suberoto, emisi CO eksisting. menjadi variabel adalah diketahui bahwa produksi
Kota Malang Berdasarkan Faktor Untuk mengetahui tingkat produksi emisi CO dan emisi CO Jalan Gatot
Penentu Tingkat Pelayanan Jalan pelayanan jalan dan faktor yang alternatif rencana. Dimana Subroto menghasilkan
mempengaruhi produksi gas CO dihitung emisi tertinggi pada
Untuk mengetahui simulasi dengan perhitungan segment 1 yaitu sebesar
pengurangan emisi CO. volume lalu lintas serta 138,3 ton/tahun dan
panjang jalan .Sementara terendah dis egn=men 4
penyusunan alternatif sebesar 31.99 ton/tahun.
rencana menggunakan Alternatif rencana yang
beberapa tahap antara lain; didapat antara lain;
do nothing case, I pembatasan kendaraan
mengidentifikasi masalah, masuk (alternatif 1),
mengidentifikasi alternatif mengurangi kendaraan
yang mungkin dapat yang melanggar arus
dilakukan, (alternatif 2), mengurangi
mengidentifikasi peluang arus lokal (alternatif 3),

I-4
No Judul Tahun Tujuan Metode Hasil
dan hambatan pada mengurangi hambatan
masing-masing rencana, samping yang berasal dari
menyusun strategi untuk pedestrian (PED)
menjawab peluang dan (alternatif 4), mengurangi
hambatan dalam hambatan samping dari
mengimplementasikan Parking and Slow Vehicle
alternatif rencana serta (PSV) (alternatif 5),
memprediksi emisi CO mengurangi hambatan
pada do something case. samping dari Slow Moving
Vehicle (SMV) (alternatif
6). Dimana pada alternatif
1 penurunan emisi CO
sebesar 15.10%, alternatif
2 penurunan emisi CO
sebesar 3.55%, alternatif 3
penurunan emisi CO
sebesar 46.13%, alternatif
4 penurunan emisi CO
sebesar 0.79%, alternatif 5
penurunan emisi CO
sebesar 1.67%, alternatif 6
penurunan emisi CO
sebesar 1.91%
3 Potensi Penurunan Emisi Karbon 2016 1. Mengetahui penurunan Penelitian ini dilakukan Beban emisi CO yang
Monoksida Di Ruas Jalan Kota beban emisi di Jalan dengan menghitung dihasilkan berkisar
Medan Dengan Penerapan Gatot Subroto, Jalan kendaraan selama 1 jam 11.581,28 g/jam –
Transportasi Masssal Balaikota, Jalan MT pada pagi dan siang hari, 42.248,6 g/jam. Penurunan
Haryono dan Jalan SM selain itu juga dilakukan beban emisi CO dapat
Raja denga Sister BRT pengukuran CO dengan dilakukan salah satunya
Diesel dan BRT CNG menggunakan CO adalah pemindahan moda
2. Mengetahui korelasi Analyzer untuk transportasi pribadi
antara beban emisi CO dikorelasikan dengan (sepeda motor dan mobil)
dengan konsentrasi CO beban emisi dari traffic ± 30% ke transportasi
di udara ambien counting massal seperti BRT
dengan bahan bakar CNG
dan Diesel. Pemindahan
moda transportasi ini

I-5
No Judul Tahun Tujuan Metode Hasil
mengurangi emisi CO ke
udara ambien sekitar 25,02
% - 29,44 %. Hasil
penelitian menunjukkan
bahwa jenis dan jumlah
kendaraan berkorelasi kuat
dengan emisi CO.
Semntara itu beban emisi
CO berkorelasi sedang
dengan konsentrasi udara
ambien karena ada
beberapa faktor yang
mempengaruhi
pendispersian polutan di
udara ambien, salah
satunya adalah faktor
meteorologi.
4 Pengaruh rencana pembangunan 2017 Untuk mengetahui Total rata- Menggunakan data Di Jalan Urip Sumoharjo,
transportasi massal terhadap emisi rata CO per hari dan per tahun volume lalu lintas melalui pada saat trem belum
gas buang Karbon Monoksida (CO) sebelum dan sesudah perhitungan jumlah beroperasi emisi CO
di Kota Surabaya diterapkannya sistem kendaraan, data geometrik meningkat sebesar 20.71%
transportasi massal (trem jalan melalui survey sedangkan setelah trem
beroperasi) di Jalan Basuki geometrik jalan serta data beroperasi meningkat
Rahmat dan Jalan Urip kesediaan pindah moda sebesar 36.25%. Di Jalan
Sumoharjo Surabaya melalui kuisioner. Basuki Rachmat apabila
Sementara analisis data trem belum beroperasi
yang dilakukan adalah maka emisi CO akan
dengan menghitung meningkat sebesar 32.49%
kinerja jalan untuk sementara apabila trem
mengetahui kecepatan sudah beroperasi maka
kendaraan dan emisi CO akan menurun
menghitung emisi tiap sebesar 2.98%.
jenis kendaraan. Penelitian
dilakukan di Jalan Basuki
Rahmat dan Jalan Urip
Sumoharjo Surabaya
5 Mapping Air Quality Index of 2017 Untuk mengetahui indeks Metode Konsentrasi gas CO pada

I-6
No Judul Tahun Tujuan Metode Hasil
Carbon Monoxide (CO) in Medan polutan CO di wilayah Kota Sampling NDIR Analyzer titik smpling masih
City Medan dibawah baku mutu CO di
udara ambien berdasarkan
PP 41 No 1999.
Konsentrasi gas CO pada
udara ambien tertinggi
pada kecamatan Medan
Belawan, Medan Amplas,
Medan Barat dan Medan
Helvetia serta berdasarkan
index kategori CO di
wilayah tersebut masuk ke
kategori sangat tidak sehat.
Dari perhitungan jumlah
kendaraan didapat nilai
korelasi R=0.836 yang
artinya emisi gas CO di
udara ambien sangat
dipengaruhi oleh emisi
kendaraan
6 Analisis Kualitas Udara Karbon 2017 1. Mengetahui Penelitian diklakukan di Terjadi peningkatan
Monoksida (CO) di Sekitar Jalan konsentrasi karbon hari Sabtu 30 Juli 2016 konsentrasi CO di Jl.
Pemuda Akibat Kegiatan Car Free monoksida (CO) saat (hari pembanding) dan Pemuda pada hari Minggu
Day Menggunakan Program diadakan program hari minggu tanggal 31 dibandingkan Hari Sabtu,
Caline4 Surfer (Studi Kasus Kota CFD dan non-CFD di Juli 2016 (Car Free Day) hal itu disebabkan karena
Semarang) sekitar Jl. Pemuda pada pukul 06.00-09.00 terjadi pengalihan
Kota Semarang WIB. Dimana dalam alternatif arus akibat
2. Membuat estimasi penelitian ini data yang peutupan jalan pada Car
sebarab yang diambil antara lain; data Free Day serta adanya
dihasilkan kendaraan kecepatan angin, data perbedaan nlai
bermotor di sekitar Jl. temperatur, jumlah dan konsentrasi CO yang
Pemuda Kota jenis kendaraan , faktor terpapar pada hasil
Semarang emisi kendaraan, titik analisis CALINE4
3. Menganalisis dampak koordinat reseptor serta disebabkan adanya
kegiatan Car Free day konsentrasi gas CO yang pengaruh meteorologi .
terhadap kualitas kemudian dibandingkan. Beban emisi CO dari
udaara di sekitar Jl. kendaraan bermotor

I-7
No Judul Tahun Tujuan Metode Hasil
Pemuda mempengaruhi sebesar
48,56% kemudian sisanya
sebesar 51.44% berasal
dari faktor tidak diketahui
7 Analisis Kualitas Udara Karbon 2017 4. Mengetahui Penelitian diklakukan di Terjadi peningkatan
Monoksida (CO) di Sekitar Jalan konsentrasi karbon hari Sabtu 30 Juli 2016 konsentrasi CO di Jl.
Pemuda Akibat Kegiatan Car Free monoksida (CO) saat (hari pembanding) dan Pemuda pada hari Minggu
Day Menggunakan Program diadakan program hari minggu tanggal 31 dibandingkan Hari Sabtu,
Caline4 Surfer (Studi Kasus Kota CFD dan non-CFD di Juli 2016 (Car Free Day) hal itu disebabkan karena
Semarang) sekitar Jl. Pemuda pada pukul 06.00-09.00 terjadi pengalihan
Kota Semarang WIB. Dimana dalam alternatif arus akibat
5. Membuat estimasi penelitian ini data yang peutupan jalan pada Car
sebarab yang diambil antara lain; data Free Day serta adanya
dihasilkan kendaraan kecepatan angin, data perbedaan nlai
bermotor di sekitar Jl. temperatur, jumlah dan konsentrasi CO yang
Pemuda Kota jenis kendaraan , faktor terpapar pada hasil
Semarang emisi kendaraan, titik analisis CALINE4
6. Menganalisis dampak koordinat reseptor serta disebabkan adanya
kegiatan Car Free day konsentrasi gas CO yang pengaruh meteorologi .
terhadap kualitas kemudian dibandingkan. Beban emisi CO dari
udaara di sekitar Jl. kendaraan bermotor
Pemuda mempengaruhi sebesar
48,56% kemudian sisanya
sebesar 51.44% berasal
dari faktor tidak diketahui

I-8
Kota Medan sendiri sudah memiliki transportasi masaal berbasis jalan yaitu Bus Trans
MEBIDANG, yang beroperasi sejak November 2015 dengan jumlah armada sebanyak 30
unit (kapasitas penumpang 1 unit = 50 orang) dengan bahan bakar solar. Adapun rute yang
dilewati BRT Trans Mebidang antara lain Pusat Pasar-Binjai dan Pusat Pasar- Lubuk
Pakam yang Melewati Jalan Gatot Subroto, Jalan Iskandar Muda, Jalan Gajah Mada, Jalan
S. Parman, Jalan Raden Saleh, Jalan Balai Kota, Jalan Stasiun, Jalan M.T. Haryono, Jalan
Pusat Pasar, Jalan Veteran , Jalan Sutomo, Jalan H.M. Yamin, Jalan Guru Patimpus, Jalan
Irian Barat dan Jalan Sisingamangaraja.

Rencana rute BRT Medan adalah melewati Jalan Gatot Subroto, Jalan Iskandar Muda,
Jalan Gajah Mada, Jalan S. Parman, Jalan Raden Saleh, Jalan Balai Kota, Jalan Stasiun,
Jalan M.T. Haryono, Jalan Pusat Pasar, Jalan Veteran , Jalan Sutomo, Jalan H.M. Yamin,
Jalan Guru Patimpus, Jalan Irian Barat dan Jalan Sisingamangaraja.

Peningkatan jumlah kendaraan dan kemacetan berpengaruh terhadap emisi polutan, salah
satunya karbon monoksida (CO). Berdasarkan data-data di atas perlu dilakukan penelitian
terkait penurunan emisi CO dengan melakukan skenario pemindahan transportasi pribadi
ke moda transportasi massal.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini
antara lain :
1. Bagaimana beban emisi CO pada udara ambien roadside di sepanjang Jalan
Sisingamangaraja, Jalan Gatot Subroto dan Jalan Pulau Pinang Kota Medan pada saat
ini?
2. Bagaimana beban emisi CO pada udara ambien roadside di sepanjang Jalan
Sisingamangaraja, Jalan Gatot Subroto dan Jalan Balai Kota, Kota Medan 5 tahun
kedepan tanpa menerapkan sistem Bus Rapid Transit (BRT)?

I-9
3. Bagaimana nilai persen penurunan beban emisi CO pada udara ambien roadside di
sepanjang Jalan Sisingamangaraja, Jalan Gatot Subroto dan Jalan Balai Kota Kota
Medan dengan sitem Bus Rapid Transit (BRT) dalam lima tahun kedepan?

1.3. TUJUAN PENELITIAN


Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Memghitung beban emisi CO pada udara ambien roadside pada Jalan Sisingamangaraja,
Jalan Gatot Subroto dan Jalan Balai Kota, Kota Medan.
2. Memproyeksikan beban emisi CO pada udara ambien roadside dengan dan tanpa
skenario Bus Rapid Transit (BRT) sampai Tahun 2023 di Jalan Sisingamangaraja, Jalan
Gatot Subroto dan Jalan Balai Kota, Kota Medan.
3. Menghitung nilai persen penurunan beban emisi CO pada udara ambien roadside di
Jalan Sisingamangaraja, Jalan Gatot Subroto dan Jalan Balai Kota, Kota Medan dengan
dan tanpa sistem Bus Rapid Transit (BRT).

1.4. RUANG LINGKUP


Adapun batasan masalah penelitian ini meliputi :
1. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini antara rute BRT dan jumlah nilai
pertumbuhan kendaraan di tiap lokasi.
2. Lokasi penelitian terdiri dari 3 titik sampling antara lain, Jalan Sisingamangaraja, Jalan
Gatot Subroto dan Jalan Balai Kota Kota Medan
3. Penghitungan jumlah tiap jenis kendaraan yang melewati lokasi sampling pada jam-
jam sibuk yaitu pada pagi hari jam 07.00 – 08.00, siang hari jam 12.00-13.00 dan sore
hari pada jam 17.00 – 18.00
4. Analisis kuantitatif menggunakan sistem proyeksi Geometrik dan perhitungan beban
pencemar dengan pengalian faktor emisi tiap jenis kendaraan untuk memproyeksikan
beban emisi CO yang melewati lokasi sampling 5 tahun kedepan dengan dan tanpa
skenario BRT.
5. Analisis komparatif dengan mencari nilai persentase penurunan beban emisi CO
dengan sistem BRT di Jalan Gatot Subroto, Jalan Balaikota dan Jalan
Sisingamangaraja.

I-10
1.5. MANFAAT PENELITIAN
Adapun penelitian ini bermanfaat sebagai pertimbangan bagi masyarakat akan pentingnya
menggunakan angkutan massal untuk menurunkan beban emisi di ruas jalan rute BRT.
Selain itu penelitian ini juga bermanfaat sebagai pertimbangan pihak yang berwenang
dalam perncanaan sistem transportasi massal.

I-11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Udara
Pencemaran udara diartikan adanya bahan-bahan atau zat asing di dalam udara yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi udara dari susunan atau keadaan normalnya.
Bahan atau zat asing itu dalam jumlah dan jangka waktu tertentu akan dapat menimbulkan
gangguan pada kehidupan manusia, hewan, maupun tumbuhan (Wardhana, 2004).

Menurut PP No. 41 Tahun 1999 pasal 1 ayat 1, pencemaran udara adalah masuknya atau
dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan
manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

Pencemaran udara dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan
jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimianya. Gangguan tersebut
terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah,
iritasi pada mata dan kulit. Pencemaran udara karena partikel debu biasanya menyebabkan
penyakit pernapasan seperti bronkhitis, asma, kanker paru-paru. Gas pencemar yang
terlarut dalam udara dapat langsung masuk ke dalam paru-paru dan selanjutnya diserap oleh
sistem peredaran darah (KeMenLH, 2007).

Menurut UU No. 32 tahun 2009 pasal 1 ayat 14, pencemaran lingkungan hidup adalah
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup
yang telah ditetapkan. Berdasarkan buletin WHO yang dikutip Holzworth & Cormick
(1976:690) dalam Mukono (2005), penentuan pencemar atau tidaknya udara suatu daerah
berdasarkan parameter seperti pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Parameter Pencemar Udara

No Parameter Udara Bersih Udara Tercemar

1 Bahan Partikel 0,01 – 0,02 mg/m3 0,07 – 0,7 mg/m3


2 SO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 2 ppm
3 CO < 1 ppm 5 – 200 ppm

II-1
4 NO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 0,1 ppm
5 CO2 310 – 330 ppm 350 – 700 ppm
6 HC < 1 ppm 1 – 20 ppm
Sumber: Buletin Who dalam Mukono, 2005

Udara terdiri dari komposisi gas Nitrogen (78%), Oksigen (20%), Argo (0,93%), CO2
(0,03%) dan sisanya terdiri dari Helium (He), Metan (CH4) dan Hidrogen (H2). Apabila
ada penambahan gas dan partikel lain dalam udara sehingga merubah komposisi dan
menimbulkan gangguan maka dapat dikategorikan bahwa kualitas udara tersebut menurun
atau tercemar.

2.1.1. Jenis Zat Pencemar Udara


Jenis-jenis zat pencemar udara dapat berbentuk gas dan partikulat. Partikulat sendiri bisa
dalam bentuk fasa padat dan cair seperti debu, aerosol, mist dsbnya. Sementara pencemar
dalam bentuk gas seperti CO, NOx, SOx, H2S serta Hidrokarbon (Cooper & Alley, 2002).

Sumber emisi seperti aktivitas transportasi dan industri mengeluarkan bahan-bahan


pencemar ke atmosfer, kemudian atmosfer bertindak sebagai media terjadinya transpor,
pengenceran (dilusi), penyebaran (dispersi), penyisihan (deposisi basah dan deposisi
kering), transformasi fisik-kimia dari polutan tersebut. Lokasi dan ketinggian emisi serta
jumlah dan durasi polutan yang diemisikan berperan penting dalam masalah pencemaran
udara. Kehadiran bahan pencemar dapat dideteksi dengan alat atau dengan terjadinya
pengaruh pada manusia, hewan, tumbuhan, dan material sebagai reseptor (penerima)
(Seinfeld, 1986).

Menurut Harsanto (2001), ditinjau dari sifat sumber pencemar udara , terdapat 3 jenis yaitu:

1. Sumber titik (point source), yaitu sumber pencemar yang berasal dari sumber
stasioner, tunggal dan dapat diidentifikasikan keberadaannya. Misalnya emisi dari
cerobong asap pabrik.

2. Sumber kawasan (area source), yaitu sumber pencemar yang berasal dari beberapa
sumber titik yang berdekatan atau berasal dari sumber bergerak (mobile source) pada
daerah tertentu. Misalnya pencemaran udara akibat kepadatan arus lalu lintas.

II-2
3. Sumber garis (line source), yaitu sumber pencemar yang berasal dari emisi yang
berbentuk garis. Misalnya pencemaran udara dan kebisingan pesawat terbang pada
bandar udara pada saat take off dan landing.

Berdasarkan sumbernya terdapat 2 (dua) jenis pencemar udara (Wardhana,2004) yaitu :


1. Polutan Primer, yaitu pencemar yang langsung diemisikan dari sumber dan berada di
atmosfer dalam bentuk semula tanpa mengalami perubahan.
Contoh : Senyawa Sulfur (SOx), Nitrogen Oksida (NO), Hidrokarbon (HC).

2. Polutan Sekunder, yaitu pencemar yang terbentuk di atmosfer sebagai hasil interaksi
kimia antara pencemar primer dan konstituen atmosferik.
Contoh : Ozon (O3), Nitrogen Oksida (NO2), peroxyacetyl nitrate (PAN) yang
terbentuk karena reaksi fotokimia, hidrolisis/oksidasi.
Menurut Sunu dalam Kamal (2015), zat pencemar dapat dibagi:
1. Berdasarkan Bentuk
a. Gas, adalah uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair karena dipanaskan atau
menguap sendiri. Contohnya: CO2, CO, SOx, NOx.
b. Partikel, adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal dari zarah- zarah kecil yang
terdispersi ke udara, baik berupa padatan, cairan, maupun padatan dan cairan secara
bersama-sama. Contohnya: debu, asap, kabut, dan lain-lain.

2. Berdasarkan Tempat
a. Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) yang disebut juga udara tidak
bebas seperti di rumah, pabrik, bioskop, sekolah, rumah sakit, dan bangunan lainnya.
Biasanya zat pencemarnya adalah asap rokok, asap yang terjadi didapur tradisional
ketika memasak, dan lain-lain.
b. Pencemaran udara luar ruang (outdoor air pollution) yang disebut juga udara bebas
seperti asap asap dari industri maupun kendaraan bermotor.

3. Berdasarkan Gangguan atau Efeknya Terhadap Kesehatan


a. Irritansia, adalah zat pencemar yang dapat menimbulkan iritasi jaringan tubuh, seperti
SO2, Ozon, dan Nitrogen oksida.

II-3
b. Aspeksia, adalah keadaan dimana darah kekurangan oksigen dan tidak mampu melepas
Karbon dioksida. Gas penyebab tersebut seperti CO, H2S, NH3, dan CH4.
c. Anestesia, adalah zat yang mempunyai efek membius dan biasanya merupakan
pencemaran udara dalam ruang. Contohnya; Formaldehide dan Alkohol.
d. Toksis, adalah zat pencemar yang menyebabkan keracunan. Zat penyebabnya seperti
Timbal, Cadmium, Fluor, dan Insektisida.
4. Berdasarkan Susunan Kimia
a. Anorganik, adalah zat pencemar yang tidak mengandung karbon seperti asbestos,
ammonia, asam sulfat, dan lain-lain.
b Organik, adalah zat pencemar yang mengandung karbon seperti pestisida, herbisida,
beberapa jenis alkohol, dan lain-lain.
5. Berdasarkan Asalnya
a. Primer, adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan langsung ke udara yang
menyebabkan konsentrasinya meningkat dan membahayakan. Contohnya: CO2 yang
meningkat di atas konsentrasi normal.
b. Sekunder, adalah senyawa kimia berbahaya yang timbul dari hasil reaksi antara zat
polutan primer dengan komponen alamiah. Contohnya: Peroxy Acetil Nitrat (PAN).

2.1.2 Sumber Pencemaran Udara


Sumber - sumber pencemar di udara dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu (Mawaddah,
2016):
2.1.2.1. Sumber Alami (Natural)
Adapuncontoh sumber pencemaran udara alami adalah sebagai berikut;
a. Letusan Gunung Berapi
Salah satu gas pencemar yang di hasilkan oleh letusan gunung berapi adalah SOx.
Contoh kondisi letusan gunung berapi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

II-4
Gambar 2.1. Contoh Kondisi Letusan Gunung Berapi
Sumber: Mawaddah, 2017

b. Kebakaran Hutan
Ada beberapa bahan polutan dari pembakaran yang dapat mencemari udara, diantaranya
adalah bahan polutan primer, seperti: hidrokarbon dan karbon oksida, karbon dioksida,
senyawa sulphur oksida, senyawa nitrogen oksida dan nitrogen dioksida. Adapun polutan
berbentuk partikel adalah asap berupa partikel karbon yang sangat halus bercampur dengan
debu hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Berikut contoh kondisi kebakaran hutan
seperti terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Contoh Kondisi Kebakaran Hutan


Sumber: Mawaddah, 2017

II-5
2.1.2.2. Sumber Antropogenik.
Antropogenik berhubungan dengan proses aktivitas manusia, diantaranya (Kamal,
2015):
a. Sumber Tidak Bergerak (Stationary Source)
Termasuk asap dari industri manufaktur, hasil pembakaran insinerator, furnace, dan
berbagai tipe peralatan pembakaran dengan bahan bakar. Polutan yang dihasilkan dari
sumber tidak bergerak seperti kegiatan industri berupa SOx dan CO2. Berikut contoh
gambar asap industri dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Contoh Kondisi Asap Industri


Sumber: Mawaddah, 2017

b. Sumber Bergerak (Mobile Source)


Termasuk kendaraan bermotor, pesawat, dan/atau kapal laut. Polutan yang dihasilkan dari
sumber bergerak seperti kegiatan transportasi berupa CO, HC, NOx, senyawa Pb.
Kendaraan bermotor mengeluarkan gas buang berupa karbon monoksida yang berbahaya
bagi makhluk hidup bermotor. Didasari alasan itu, Sastrawijaya (2009) berkesimpulan
bahwa setiap lima liter bensin untuk bahan bakar kendaraan bermotor menghasilkan 1-1,5
kg karbon monoksida. Semakin banyak bensin yang digunakan untuk bahan bakar
kendaraan bermotor maka konsentrasi karbon monoksida (CO) akan semakin meningkat.
Berikut contoh asap dari kendaraan bermotor seperti pada Gambar 2.4.

II-6
Gambar 2.4. Contoh Kondisi Asap Kendaraan Bermotor
Sumber: Mawaddah, 2017

c. Asap Dari Penggunaan Cat, Hair Spray, Dan Jenis Pelarut Lainnya
Polutan yang dihasilkan dari penggunaan cat, hair spray dan jenis pelarut lainnya adalah
gas Kloro Fluoro Karbon (CFC). Gas CFC tidak berbahaya secara langsung, tetapi ketika
kita menyemprotkan hair spray atau parfum, maka gas CFC yang keluar akan langsung
terbang membubung tinggi ke angkasa dan mencapai stratosfer. Pada stratosfer terdapat
lapisan ozon (O3) dan kita kenal sebagai pelindung bumi dari sinar ultraviolet matahari.
Jika gas CFC beraksi dengan lapisan ozon (O3), maka akan terbentuk lubang yang kita
kenal sebagai lubang ozon (Setiawan, B. 2014). Berikut gambar contoh kondisi asap
penggunaan hair spray dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Contoh Kondisi Asap Penggunaan Hair Spray


Sumber: Mawaddah, 2017

II-7
d. Gas Yang Dihasilkan Dari Proses Pembuangan Akhir Di Tpa
Sampah adalah salah satu sektor hasil dari aktivitas manusia yang berkonstribusi dalam
pemanasan global. Sampah menyumbang gas rumah kaca dalam bentuk gas metana (CH4)
dan gas karbon dioksida (CO2). Sampah yang tertimbun dalam jangka waktu tertentu akan
mengalami dekomposisi dan menghasilkan gas-gas yang menyebar di udara, gas-gas yang
dihasilkan dari proses degradasi sampah organik diantaranya yang paling banyak dihasilkan
yaitu gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Gas metana yang dilepaskan ke udara
begitu saja memiliki emisi gas rumah kaca sebesar 21 kali lebih buruk dari CO2
(Winayanti, 2009 dalam Hapsari, 2010). Berikut contoh TPA sebagai sumber emisi metana
dan karbon dioksida dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Contoh Kondisi TPA Sebagai Sumber Emisi Metana dan CO2
Sumber: Mawaddah, 2017

e. Militer, Seperti Senjata Nuklir, Gas Beracun, Senjata Biologis, Maupun Roket.
Pencemaran yang dihasilkan dari militer adalah radio aktif. Pencemaran radioaktif adalah
suatu pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh debu radioaktif akibat terjadinya
ledakan reaktor-reaktor atom serta bom atom. Polutan paling berbahaya dari pencemaran
radio aktif seperti nuklir adalah radiasi sinar alpha, beta dan gamma yang sangat
membahayakan makhluk hidup di sekitarnya. Selain itu partikel-partikel neutron yang
dihasilkan juga berbahaya (Dahlan, B. 2009). Berikut gambar senjata nuklir dapat
dilihat pada Gambar 2.7.

II-8
Gambar 2.7 Contoh Kondisi Emisi Dihasilkan oleh Bom Atom di Jepang
Sumber: Mawaddah, 2017

2.2. Karbon Monoksida (CO)


Karakteristik gas CO yaitu gas tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau, bersifat
mematikan pada kadar lebih dari 5000 ppm. Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu
dibawah -192°C. Gas buang kendaraan bermotor merupakan sumber utama penghasil CO.
Selain itu, gas CO dapat bersumber dari proses industri dan asap rokok (Wardhana, 2004).

Gas CO berasal dari pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung
karbon. Sumber CO dominan berasal dari sumber antropogenik seperti asap buang
kendaraan bermotor, kegiatan industri dll (Nevers, 2000).

Afinitas CO terhadap Hb = 210 x daripada afinitas O2 terhadap Hb. Reaksi ini


mengakibatkan berkurangnya kapasitas darah untuk menyalurkan O2 kepada jaringan-
jaringan tubuh. Kadar COHb akan bertambah dengan meningkatnya kadar CO di atmosfir.
Gejala yang terasa dimulai dengan pusing-pusing, kurang dapat memperhatikan sekitarnya
kemudian terjadi kelainan fungsi susunan syaraf pusat, perubahan fungsi paru-paru dan
jantung, sesak napas, dan pingsan dan pada akhirnya kematian pada 750 ppm (Ryadi,
1994).

II-9
2.3. Sebaran Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) di Kota Medan
Kota Medan adalah kota terbesar ketiga di Indonesia dengan luas total wilayah 265,1 km2
dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 adalah sebanyak 2.191.140 jiwa. Peningkatan
aktivitas masyarakat dari semua sektor mulai dari sektor transportasi, industri,
perdagangan, perkebunan, pertanian dan lain-lain akan memberikan kontribusi terhadap
penurunan kualitas udara ambien di Kota Medan.

Sementara itu, kondisi indeks kualitas udara untuk parameter CO di Kota Medan dapat
dilihat pada Gambar 2.8.

Very
unhealthy

Unhealthy

Moderate

Good

Gambar 2.8. Peta Indeks Kualitas Udara CO di Kota Medan


Sumber: Suryati dan Khair 2017

II-10
Pada Gambar 2.2, terlihat bahwa indeks kualitas udara ambien untuk parameter CO
termasuk kategori tidak sehat terletak pada Kecamatan Medan Amplas, Kecamatan Medan
Barat dan Kecamatan Medan Helvetia. Sementara kategori sangat tidak sehat (nilai indeks
= 204) terlihat pada Kecamatan Medan Belawan. Kondisi ini terjadi karena sumber emisi
untuk Kecamatan Medan Belawan berasal dari transportasi dan industri karena adanya
Kawasan Industri Medan di Kecamatan Medan Belawan tersebut (Suryati, 2017b).

Kategori tidak sehat berarti tingkat kualitas udara bersifat merugikan pada manusia ataupun
kelompok yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai
estetika. Sementara itu, untuk kategori sangat tidak sehat berarti tingkat kualitas udara yang
dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar (Suryati, 2017b).

2.4. Emisi Transportasi


Transportasi secara umum diartikan sebagai perpindahan barang atau orang dari satu
tempat ke tempat yang lain. Sedangkan menurut Sukarto (2006), transportasi atau
pengangkutan adalah perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan
alat pengangkutan, baik yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan (kuda, sapi,
kerbau), atau mesin.

Transportasi merupakan sumber utama dari pencemaran udara di pusat perkotaan.


Kegiatan transportasi menyumbangkan kira - kira 45% NOx, 50% HC dan 90% CO
(Olsson dalam Ismayanti, 2011). Meskipun perkembangan teknologi terbaru secara
signifikan dapat mengurangi jumlah emisi, namun tingkat kenaikan dari jumlah
kendaraan bermotor yang cukup tinggi dan jauhnya jarak perjalanan membuat hal
tersebut tidak berguna lagi (Carbajo dan Faiz dalam Ismayanti, 2011).

Faktor penting yang menyebabkan pengaruh kegiatan transportasi menjadi dominan


terhadap peningkatan emisi karbon perkotaan di Indonesia, antara lain (Badan
Lingkungan Hidup Kota Surabaya, 2012):
1. Perkembangan jumlah kendaraan yang cepat (eksponensial).
2. Tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah kendaraan yang ada.

II-11
3. Pola lalu lintas perkotaan yang berorientasi manusia akibat terpusatnya kegiatan-
kegiatan perekonomian dan perkantoran di pusat kota.
4. Masalah turunan akibat pelaksanaan kebijakan pengembangan kota yang ada,
misalnya daerah pemukiman penduduk yang semakin menjauhi pusat kota.
5. Kesamaan waktu aliran lalu lintas.
6. Jenis, umur dan karakteristik kendaraan bermotor.
7. Faktor perawatan kendaraan.
8. Jenis bahan bakar yang digunakan.
9. Jenis permukaan jalan.

2.4.1. Komposisi Emisi Transportasi


Menurut penelitian Sugiarti (2009), Pencemaran udara disebabkan emisi kendaraa bermotor
yang mengeluarkan zat-zat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak
negatif.

Di kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara
mencapai 60-70%, kontribusi gas buang dari cerobong asap industri hanya berkisar 10-
15%, dan sisanya berasal dari sumber pembakaran lain; misalnya rumahtangga,
pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain (BPLH DKI Jakarta, 2013dalam
Ismiyati, dkk. 2014).

Menurut Wardhana (2004), zat pencemar udara utama yang berasal dari kegiatan manusia
berupa gas buangan hasil pembakaran bahan bakar fosil dan industri. Perkiraan persentase
komponen pencemar udara utama di Indonesia khususnya transportasi dan industri yaitu:
1. Karbon monoksida (CO) 70,50%
2. Oksida Sulfur (SOx) 0,9%
3. Nitrogen Oksida(NOx) 8,9%
4. Partikulat sebesar 1,33%
5. Hidrokarbon (HC) 18,34%
6. Gas rumah Kaca (CH4, CO2 dan N2O).

II-12
2.4.2 Faktor Emisi Kendaraan Bermotor
Faktor emisi adalah adalah nilai representatif yang menghubungkan kuantitas suatu
polutan yang dilepaskan ke atmosfer dari suatu kegiatan yang terkait dengan sumber
polutan (Ismayanti, dkk. 2011). Faktor-faktor ini biasanya dinyatakan sebagai berat
polutan dibagi dengan satuan berat, volume, jarak, atau lamanya aktifitas yang
mengemisikan polutan (misalnya, partikel yang diemisikan gram per liter bahan bakar
yang dibakar).

Faktor emisi dapat juga didefinisikan sebagai sejumlah berat tertentu polutan yang
dihasilkan oleh terbakarnya sejumlah bahan bakar selama kurun waktu tertentu
(Ismayanti, dkk. 2011). Definisi tersebut dapat diketahui bahwa jika faktor emisi suatu
polutan diketahui, maka banyaknya polutan yang lolos dari proses pembakarannya dapat
diketahui jumlahnya per satuan waktu. Untuk sumber bergerak faktor emisi dapat
dinyatakan dalam unit:
1. Gram/kilometer (g/km), gram menyatakan banyaknya pencemar yang
akan diemisikan dan km menyatakan jarak tempuh kendaraan dalam waktu tertentu.
2. Gram/kilogram (g/kg), gram menyatakan banyaknya pencemar yang akan diemisikan
dan kg menyatakan kuantitas bahan bakar yang digunakan.
3. Gram/joule (g/J), gram menyatakan banyaknya pencemar yang akan diemisikan dan
Joule menyatakan energi yang digunakan.

Faktor emisi setiap kendaraan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 12 Tahun 2010 seperti yang terlihat pada Tabel
2.2.
Tabel 2.2 Faktor Emisi Berdasarkan Jenis Kendaraan
Kategori CO HC NOx PM10 CO2 SO2

(g/km) (g/km) (g/km) (g/km) (g/kg) (g/km)


Sepeda Motor 14 5,9 0,29 0,24 3180 0,008
Mobil (Bensin) 40 4 2 0,01 3180 0,026

II-13
Kategori CO HC NOx PM10 CO2 SO2
(g/km) (g/km) (g/km) (g/km) (g/kg) (g/km)
Mobil (Solar) 2,8 0,2 3,5 0,53 3172 0,44
Mobil 32,4 3,2 2,3 0,12 3178 0,11
Bis 11 1,3 11,9 1,4 3172 0,93
Truk 8,4 1,8 17,7 1,4 3172 0,82
Sumber : KLH, 2010
Sedangkan apabila jenis mobil dibedakan berdasarkan fungsi mobil tersebut, maka faktor
emisi dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Faktor Emisi Jenis Mobil Berdasarkan Fungsinya
Kategori CO HC NOx PM10 CO2 SO2

(g/km) (g/km) (g/km) (g/km) (g/kg) (g/km)


Van/Minibus 24 2,9 1,55 0,029 3178 0,145
Jeep 36,7 0,2 3,5 0,53 3178 0,14
Angkutan kota 43,1 5,08 2,1 0,006 3180 0,029
Taksi 55,3 5,6 2,8 0,008 3180 0,025
Pick up 31,8 3,5 2 0,026 3178 0,13
Sedan 33,8 3,7 1,9 0,004 3180 0,023
Sumber: KLH, 2010

2.5. Bus Rapid Transit


Bus Rapid Transit adalah sebuah angkutan bus yang digunakan sebagai sistem angkutan
umum yang dapat mengantarkan dengan cepat, nyaman dan biaya yang efektif untuk
mobilitas penduduk perkotaan. Melalui pengalokasian jalur lintasan jalan sebelah kanan
dan pelayanan publik yang memuaskan, performa dan karakteristik BRT pada dasarnya
menyerupai pelayanan sistem angkutan umum berbasis rel, tetapi membutuhkan biaya yang
lebih sedikit (GTZ; 2003). Sistem BRT membutuhkan biaya 4 sampai 20 kali lebih murah
dibandingkan dengan sistem Light Rail Transit (LRT). Definisi BRT yang lainnya adalah
moda transportasi yang mengkombinasikan kualitas rail transit dan fleksibilitas dari bus
(Thomas, 2001).

II-14
Bentuk BRT telah muncul dalam diaplikasikan di Amerika Utara dan Eropa. Namun
demikian, konsep yang sama juga terdapat di seluruh dunia dengan nama-nama yang
berbeda. Bentuk-bentuk tersebut termasuk:
1. High-Capacity Bus Sistems,
2. High-Quality Bus Sistems,
3. Metro-Bus,
4. Surface Subway,
5. Express Bus Sistems,dan
6. Busway Sistems.

Bus Rapid Transit merupakan lebih dari sekadar operasional sederhana di atas jalur
eksklusif bus atau busway. Menurut studi terdahulu tentang busway sejajar (Shen et. al.,
1998), hanya setengah dari kota-kota yang memiliki busway telah mengembangkannya
sebagai bagian dari paket tindakan sistematis dan komprehensif dari jaringan angkutan
massal kota yang diidentifikasi sebagai

Bentuk-bentuk tersebut bisa sangat beragam pada negara yang satu dengan negara lain,
dasar pikiran yang sama adalah sebagai berikut: kualitas tinggi, kompetitif armada
untuk pelayanan angkutan umum dalam biaya yang sesuai. Penyederhanaannya, bentuk
BRT akan diutilisasikan dalam pembahasan ini untuk menggambarkan secara umum tipe-
tipe dari sistem tersebut. Namun demikian, bentuk ini diakui bahwa konsep dan bentuknya
tak dapat diragukan lagi hingga dilanjutkan ke tahap pengembangan.Ciri-ciri Bus Rapid
Transit termasuk koridor busway pada jalur terpisah sejajar atau dipisahkan secara
bertingkat dan teknologi bus yang dimodernisasi.

2.5.1. Sejarah BRT


Sejarah BRT didasarkan pada berbagai upaya-upaya sebelumnya untuk
mengembangkan layanan kepada pengguna. Pengembangan pertama kali dalam skala luas
dari konsep BRT menggunakan teknologi bus terjadi di Curitiba (Brazil) pada tahun 1974.
Namun, sebelumnya juga terdapat beberapa upaya yang menyerupai konsep BRT.
Contohnya pada tahun 1960-an di Amerika Serikat terdapat jalur bus eksklusif yang

II-15
berpenumpang padat. Contoh lainnya pada tahun 1963 di kota New York dikembangkan
bus ekspres menggunakan jalur arah yang berlawanan. Asal mula dari konsep BRT sudah
ada sejak 1937 ketika perencanaan kota Chicago yang terbagi dalam tiga jalur rel dalam
kota diubah menjadi koridor- koridor bus ekspres. Perencanaan BRT seperti itu juga
dikembangkan untuk beberapa kota-kota lainnya di Amerika Serikat, termasuk:
Washington, DC (1955- 1959), St. Louis (1959), dan Milwaukee (1970) (Levinson et.al
2003). Konstruksi terkini dari pengaplikasian busway pertama kali terjadi di tahun
1972 dengan panjang lintasan 7,5 km dikenal sebagai “Via Ekspresa” di Lima (Peru). Satu
tahun kemudian pada tahun 1973, busway dikonstruksikan di Runcorn (Inggris) dan Los
Angeles (Amerika Serikat). Sepanjang 22 km busway di Runcorn beroperasi pada pusat
lingkar di perkotaan dan perkembangan dari area kota New Town. Busway El Monte di
Los Angeles menempuh jarak 11 km.

2.5.2. BRT Trans Jakarta


BRT-Transjakarta yang secara resmi pada 14 Januari 2004-diharapkan menjadi solusi kritis
lalu lintas Jakarta. Spesifikasi teknis sistem ini dapat dilihat di Hook (2003). Setelah tujuh
tahun, TransJakarta beroperasi belum dapat disimpulkan secara meyakinkan bahwa
transjakarta adalah transportasi publik yang dapat mengurangi kongesti lalu lintas Jakarta.
Klaim ini berbasis pada fakta bahwa sistem ini yang beroperasi pada panjang jalan 172 km
memiliki jumlah penumpang harian yang relatif rendah : saat ini hanya melayani 280.000
penumpang per hari.

Performa TransJakarta kelihatannya belum optimal jika melihat dua aspek krusial sistem
transportasi publik yaitu: rendahnya biaya dan waktu perjalanan dan kemampuan untuk
menarik penumpang baru dari transportsi yang lain. Selain itu, sistem transportasi ini bisa
membawa penumpang dalam jumlah besar ditengah kepadatan lalu lintas menggunakan
jalur busway khusus dan adanya proteksi fisik pada jalur tersebut, tetapi pada sisi lain,
TransJakarta hanya berhasil mendapatkan penumpang dalam jumlah yang relatif kecil
(Gunawan dan Kusnandar; 2011).

TransJakarta membutuhkan banyak perbaikan dii banyak aspek untuk menarik penumpang

II-16
baru. Yunita (2008) menyarankan empat bidang perbaikan meliputi panjangnya antrian,
kurangnya informasi yang relevan, frekuensi bus yang tidak mencukupi dan keadaan
terminal-terminal bus.

2.5.3. Rencana Layanan BRT Kota Medan


Pemerintah Kota Medan saat ini sedang menyusun Dokumen Perencanaaan Teknis
Angkutan Massal berbasis jalan (BRT) dan berbasis rel (LRT). Perencanaan Teknis
Pembangunan BRT dilaksanakan oleh Institue for Transportation Development and Policy
(ITDP). Penyiapan proyek dilaksanakan melalui mekanisme PDF (Public Development
Fund) oleh Kementrian Keuangan RI yang akan membantu Pemerintah Kota Medan
mempersiapkan Studi Kelayakan (Final Business Case/FBCC) dimana skema pelaksanaan
pembangunan angkutan massal di Kota Medan menggunakan skema Kerja Sama
Pemerintah Badan Usaha (KPBU) melalui Kesepakatan Induk Pemko Medan dan
Kementerian Keuangan RI Nomor DK-2/PR/2017 dan Nomor 551/44808/2017 Tanggal 5
Mei 2017. Selanjutnya Kementerian Keuangan RI menugaskan PT. Sarana Multi
Infrastruktur (SMI) melaksanakan Penyiapan Proyek dan Pendampingan Transaksi pada
Proyek Infrastruktur KPBU Transportasi Kota Medan dan saat ini masih dalam proses
pelaksanaan yang diperkirakan financial close pada Tahun 2019. Integrasi LRT dan BRT
akan menjadi satu pengelolaan dimana koridor untuk masing-masing rute/trase
direncanakan seperti Gabar 2.9

II-17
Gambar 2.9. Koridor BRT dan LRT Kota Medan
Sumber : Dishub Kota Medan, 2018

II-18
BRT direncanakan dengan jalur utama sepanjang 18.3 km dengan rute dari Terminal
Amplas – Jl. SM. Raja – Jl. Pandu – Jl.Pemuda – Jl. Balaikota – Jl. Raden Saleh – Jl. Kapt
Maulana Lubis – Jl. G. Subroto – Terminal Pinang Baris dengan jumlah halte sebanyak 30
halte. BRT direncanakan menggunakan sistem Direct Service dengan mereformasi 23
trayek angkutan umum eksisting yang melalui jalur utama dengan perhitungan sebanyak
2500 armada akan direformasi menjadi 440 BRT Bus Sedang dengan spek teknis 7 m dan 9
m. Gambaran Direct Service seperti Gambar 2.10.

II-19
Gambar 2.10. Sistem Direct Service BRT Kota Medan
Sumber : Dishub Kota Medan, 2018

II-20
Saat ini PT. SMI masih dalam tahap penyiapan studi Final Business Case (FBC) antara lain
dengan penyiapan Studi Demand Penumpang (Real Demand Survey) dengan menggunakan
pemodelan Studi Amdal Lingkungan, Studi Analisa Dampak Lalu Lintas, Perhitungan
Capex, O&M, Studi Pre Market Sounding kepada para Calon Investor yang telah
dilaksanakan pada Bulan Februari-Maret 2018 dan diharapkan pada Bulan April 2018
Studi FBC telah selesai disusun oleh PT. SMI (Dishub Kota Medan,2018).

Dalam, proyek pembangunan LRT dan BRT ini, sangat diperlukan dukungan teknis
maupun finalnsial. Saat ini skema pembiayaaannya sedang dilakukan oleh PT. SMI dengan
penunjukan kepada konsultan yang berkompeten dan diperkirakan pada bulan April 2018,
Studi Final Business Case(FBC) dapat diselesaikan. Sedangkan Final Close direncanakan
dapat disusun pada Tahun 2019. Penyelenggaraan angkutan massal di Kota Medan sangat
membutuhkan dukungan teknis dari Kementerian Perhubungan yaitu Dirjen Perkeretaapian
terkait penyelenggaraan LRT dan Dirjen Perhubungan Darat terkait penyelenggaraan BRT.
Tidak menutup kemungkinan juga sangat diharapkan dukungan finansial dengan
menggunakan APBN Kementerian Perhubungan RI untuk kedua kegiatan yang dimaksud.
Indikasi kebutuhan pendanaan saat ini masih dilakukan perhitungan yang komprehensif
dengan menggunakan skema KPBU. Namun berdasarkan informasi yang diperoleh dari PT.
SMI, saat ini yang dibutuhkan sebagai berikut (Dishub Kota Medan,2018).

a. Capex : LRT : Rp.14,1 T*


BRT : Rp 1,8 T*
Total : Rp 15,9 T*
b. O& M dengan skema 30 tahun
LRT : Rp. 14 T*
BRT : Rp. 3,7 T
(*perhitungan masih dalam proses finalisasi yang dilaksanakan oleh PT. SMI dan Konsultan
yang ditunjuk)

2.5.4. Emisi BRT

II-21
BRT merupakan bus dengan kualitas tinggi yang berbasis sistem transit yang cepat,
nyaman dan biaya murah. Satu sistem BRT biaya yang akan dikenakan 4 – 20 kali lebih
kecil dari LRT dan 10 – 100 kali lebih kecil dari sistem kereta api bawah tanah (Nasrulloh,
2010).

Setiap moda transportasi akan menghasilkan emisi yang berbeda. Penelitian yang dilakukan
oleh Liu, et al (2007), telah berhasil membandingkan emisi kendaraan bermotor di Beijing
dan Shanghai yang hasilnya menunjukkan bahwa perbedaan emisi yang dihasilkan oleh
kendaraan bermotor di kedua kota besar di China tersebut terjadi karena perbedaan
kebijakan dalam bidang manajemen transportasi antar kedua kota tersebut. Selain itu,
menurut Ferdiansyah (2009), potensi perpindahan pengguna sepeda motor ke bus adalah
sebesar 80% sedangkan potensi perpndahan pengguna mobil pribadi ke bus adalah sebesar
75%. Sementara itu penetapan persentase pemindahan moda transportasi berdasarkan
penelitian sebelumnya yaitu pemindahan moda TransJakarta ± 20% (DNPI, 2010) dan
target untuk bus Mebidang di Kota Medan adalah ± 32% (Dishub Kota Medan,2015).
Dalam penelitian ini, jumlah kendaraan sepeda motor dan mobil dengan persentase
pengurangan sebesar 30%.

Menurut penelitian Puchalsky (2005) bahwa emisi CO yang dihasilkan oleh moda
transportasi LRT lebih sedikit dibanding dengan BRT yang didesain dengan teknologi
canggih. Dalam penelitian Imam dan Jamrah (2012), menyebutkan bahwa secara
keseluruhan emisi BRT hanya 11% - 85% dari emisi mobil penumpang.

2.6. Proyeksi Beban Pencemar CO


Dalam memprediksikan atau meramalkan suatu karakteristik kuantitas maupun kualitas
dalam suatu produksi dapat menggunakan metode geometri sesuai dengan contoh
perhitungan pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Metode Geometrik
adalah metode statistik yang menggunakan faktor pertumbuhan lalu lintas (i) tiap jenis
kendaraan di setiap titik. Faktor pertumbuhan lalu lintas didapat dengan rumus yang sama
dimana menggunakan data dari penelitian sebelumnya dari dinas perhubungan selama di
ruas yang sama pada tahun 2012 dan 2017.

II-22
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Tahapan Penelitian


Tahapan penelitian ini terdiri atas studi literatur, pengumpulan data sekunder, penentuan titik
sampling, pengumpulan data primer, analisis data serta pembahasan dan penarikan
kesimpulan. Secara umum, tahapan penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1

Mulai

Tujuan daan Urgensi


Penelitian

Observasi Lapangan Studi Literatur

Pengumpulan data
primer :
Penentuan jumlah titik 1. Penghitungan jumlah
dan lokasi sampling kendaraan
Pengumpulan data
sekunder :
1. Data Jumlah
dan Jenis
Kendaraan Analisa data:
Penalitian 1. Analisis kuantitatif
Terdahulu 2. Analisis Komparatif
2. Data Rute BRT
Kota Medan

Hasil (Output) :
Laporan tugas akhir terkait dengan
a. Beban Emisi CO eksisting
b. Proyeksi beban emisi CO
dalam 5 tahun kedepan
c. Proyeksi Beban Emisi CO
apabila menerapkann sistem
BRT
d. Persentase Penurunan Emisi

SELESAI

Gambar 3.1 Tahapan Alur Penelitian


3.1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan tinjauan pustaka dan informasi awal terkait
dengan topik penelitian baik itu yang menjadi rumusan masalah dan tujuan penelitian
maupun yang terkait metode-metode yang dilakukan. Literatur yang dijadikan bahan acuan
dalam penyusunan penelitian ini berasal dari buku-buku, jurnal terkait baik nasional dan
internasional, dll.

3.2. Pengambilan Data


Data dalam penelitian ni terdiri dari data sekunder dan data primer
3.2.1. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder yang dibutuhkan untuk penelitian sebagai berikut:
1. Data rencana rute BRT Kota Medan yang didapat dari Dinas Perhubungan Kota Medan.
2. Data kualitas udara ambien eksisting berupa peta indeks kualitas udara ambien untuk
parameter CO. Data ini diperoleh dari hasil penelitian terdahulu (Suryati, 2017a; Suryati
2017b).
3. Data jumlah dan jenis kendaraan pada penelitian terdahulu (Suryati, 2016)

Data sekunder tersebut diperlukan sebagai acuan titik sampling pada pengambilan data
primer serta sebagai bahan proyeksi pada analisis kuantitatif.

3.2.2. Pengambilan Data Primer


Pengukuran data jenis dan jumlah kendaraan yang melintas di ruas jalan yang menjadi objek
penelitian dilakukan dengan menempatkan 4 (empat) orang surveyor. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara manual menggunakan counter untuk menghitung jumlah kendaraan
yang melewati ruas jalan di lokasi penelitian sepanjang 200 meter. Pemilihan panjang jalan
yang diamati 200 meter dimaksudkan agar kendaraan yang melintas masih dapat terlihat oleh
peneliti.

Klasifikasi jenis kendaraan ditentukan untuk menghitung beban emisi yaitu kendaraan roda
dua (sepeda motor), mobil pribadi, angkutan kota (angkot), minibus, pick up, bus, dan truk.
Masing-masing surveyor ditugaskan untuk menghitung masing-masing jenis kendaraan.

3.2.2.1. Lokasi Sampling


Sebelum pengambilan sampel kualitas udara ambien (sampling) maka dilakukan dulu
penentukan titik/lokasi sampling. Sampling akan dilakukan di 3 (tiga) lokasi. Pertimbangan
titik sampling ini berdasarkan rute BRT dan peta indeks kualitas udara dari hasil penelitian

III-2
terdahulu (Suryati, 2017a; Suryati, 2017b). Pemilihan titik sampling akan mewakili kawasan
transportasi dan pusat kota. Parameter polutan terpilih untuk sampling adalah CO. Parameter
ini dipilih karena berdasarkan penelitian terdahulu (Suryati, 2017a; Suryati, 2017b)
merupakan parameter yang sudah melebihi baku mutu dan telah masuk kategori tidak sehat di
beberapa titik sampling.

Penelitian akan dilakukan di kota Medan dengan jumlah titik sampling ± 3 (tiga) titik
sampling. Lokasi titik sampling di Kota Medan dapat diuraikan sebegai berikut:
1. Titik 1 : Jalan Pinang baris : N 030 35’ 51,8”; E 0980 36’ 33,7”
2. Titik 2 : Jalan Balai Kota : N 030 35’ 28,6”; E 0980 40’ 38,5”
3. Titik 3 : Jalan Sisingamangaraja : N 030 32’ 20,2”; E 0980 42’ 05,8”

Titik 1 dan titik 3 mewakili sumber emisi dari sektor transportasi karena intensitas lalu lintas
yang padat sedangkan titik 2 merupakan area kawasan pusat pemerintahan dan mewakili
sektor transportasi.

Lokasi rencana pengambilan sampel parameter polutan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 3.1.

III-3
Gambar 3.2. Rencana Lokasi Penelitian
Lokasi titik-titik sampling yang lebih detail dapat dilihat pafa Gambar 3.2. Gambar 3.3 dan Gambar 3.4

Gambar 3.3 Jalan Gatot Subroto


Sumber : Google Earth; 2018

III-5
Gambar 3.4 Jalan Balai Kota
Sumber : Google Earth; 2018

III-6
Gambar 3.5 Jalan Sisingamangaraja
Sumber : Google Earth; 2018

III-7
3.2.2.2. Waktu Pengamatan
Penghitungan jumlah kendaraan bermotor dilakukan secara harian di ketiga titik sampling
selama satu jam pada jam puncak pengukuran gas CO sesuai PerMenLH No 12 Tahun 2010
yaitu pada pagi (07.00-09.00); siang (12.00-14.00) dan sore (16.00-18.00) dan pada masing-
masing titik sampling diambil sampel pada hari kerja (weekdays) dan hari libur/akhir pekan
(weekend). Dengan perataan aritmatik, maka akan didapat volume kendaraan jam puncak
pada masing-masing jalan.

Pengambilan data berupa volume kendaraan yang melintas di ruas Jalan Gatot Subroto yang
menjadi target penelitian dilaksanakan secara langsung di roadside dengan menempatkan 4
(empat) orang pengamat/surveyor. Pengumpulan data dilakukan dengan cara manual
menggunakan counter dan stop watch agar diperoleh data yang lebih akurat untuk
menghitung kendaraan yang lewat di lokasi penelitian sepanjang 200 m.

Untuk lebih jelasnya mengenai waktu sampling dapat dilihat Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Waktu Pengamatan
Watu
Lokasi Tanggal/Hari
Pagi Siang Sore
Sabtu, 18 Mei 2018 08.35-09.35 13.05-14.05 17.05-18.05
Jalan Gatot Subroto
Kamis, 24 Mei 2018 07.00-08.00 12.00-13.00 17.00-18.00
Jumat, 25 Mei 2018 08.15-09.15 13.15-14.15 16.50-17.50
Jalan Balai Kota
Sabtu, 26 Mei 2018 08.10-09.10 13.20-14.20 16.15-17.15
Jumat, 18 Mei 2018 08.45-09.45 13.30-14.30 17.15-18.15
Jalan
Sisingamangaraja Minggu, 20 Mei 2018 08.30-09.30 13.30-14.30 16.30-17.30

Pengukuran data jenis dan jumlah kendaraan yang melintas di ruas jalan yang menjadi objek
penelitian dilakukan dengan menempatkan 4 (empat) orang surveyor. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara manual menggunakan counter untuk menghitung jumlah kendaraan
yang melewati ruas jalan di lokasi penelitian sepanjang 200 meter.

Klasifikasi jenis kendaraan ditentukan untuk menghitung beban emisi yaitu kendaraan roda
dua (sepeda motor), mobil pribadi, angkutan kota (angkot), minibus, pick up, bus, dan truk.
Masing-masing surveyor ditugaskan untuk menghitung masing-masing jenis kendaraan.

3.3. Analisis Data


Analisis data kendaraan harian pada masing-masing titik sampling berupa analisis kuantitatif
an analisis komparatif.
3.3.1. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif yang dilakukan yaitu proyeksi jumlah kendaraan 5 tahun kedepan dan
proyeksi beban pencemar CO yang dihasilkan dari perkalian dengan faktor emisi tiap-tiap
jenis kendaraan serta rekayasa pengalihan kendaraan ke sistem BRT.

3.3.1.1 Proyeksi Jumlah Kendaraan


Adapun metode proyeksi yang digunakan adalah metode Geometri. Adapun persamaan
metode geometri tersebut adalah sebagai berikut;

𝑃𝑛 = 𝑃0 (1 + 𝑖)𝑛 ............................................................................................... (Persamaan 3.1)

Keterangan:
𝑃𝑛 = Kendaraan tahun ke – n
𝑃0 = Kendaraan eksisting
n = Jangka waktu antara 𝑃0 dan 𝑃𝑛
i = Rata-rata pertumbuhan kendaraan

Dalam hal ini, nilai i dihitung dari dengan menggunakan data Dinas Perhubungan Kota
Medan dimana terdapat data jumlah tiap jenis kendaraan pada jam puncak di titik yang sama
pada tahun 2012 dan 2017 sehingga bisa didapat nilai pertumbuhan lalu lintas di masing-
masing titik sampling (diasumsikan pertumbuhan kendaraan tiap sub-jenis mobil dan keadaan
pada weekend sama dengan keadaan eksisting setiap tahun).

3.3.1.2. Perhitungan Beban Emisi


Sebelum dilakukan perhitungan beban emisi kendaraan bermotor, data hasil penghitungan
volume kendaraan yang telah dilakukan kemudian dikonversikan menjadi Satuan Mobil
Penumpang (SMP). Konversi tersebut dapat dilakukan dengan mangalikan jumlah kendaraan
yang terhitung di lokasi penelitian dengan nilai faktor SMP sesuai dengan Baku Manual
Kapasitas Jalan Indonesia No. 036/TBM/1997. Berikut adalah nilai faktor SMP yang
digunakan dalam proses konversi jumlah kendaraan menjadi Satuan Mobil Penumpang.

Tabel 3.2 Nilai Faktor Satuan Mobil Penumpang


Jenis kendaraan Faktor
Pengali
Sepeda Motor 0,6
Kendaraan Penumpang, taxi, pick up, minibus 1
Bus, truk 2 dan 3 sumbu 3
Bus tempel, truk > 3 sumbu 4
Sumber: PU, 1997

III-9
Perhitungan beban emisi untuk suatu polutan dari kendaraan bermotor pada suatu ruas jalan
menggunakan metode pendekatan jarak tempuh kendaraan yang dilewati dan volume
kendaraan berdasarkan kategori jenis kendaraan yang melintas yang kemudian dikalikan
dengan faktor emisi yang berlaku (KLH, 2010).

Menurut (Tarigan 2009; Soraya 2014 dan Ofrial 2015), perhitungan beban emisi untuk suatu
polutan dari kendaraan bermotor pada suatu ruas jalan dapat menggunakan Persamaan 3.3
berikut.
𝐸𝑗 = 𝑙𝑉 ∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖 𝐶𝑖𝑗 ............................................................................................ (Persamaan 3.3)

Dimana:
E = beban emisi (g/jam)
L = panjang ruas jalan yang diamati (Km)
V = volume total kendaraan yang melewati suatu ruas jalan (kendaraan/jam)
Pi = fraksi probabilitas distribusi dari kendaraan tipe i. (Jika jumlah kendaraan tiap kategori
telah didapatkan, nilai probabolitas ini tidak dibutuhkan)
Cij = faktor emisi kendaraan (g/Km)

3.3.1.3. Skenario Pemindahan Pengguna Sepeda Motor dan Mobil ke Bus Rapid Transit
(BRT)
Terdapat dua analisis yaitu analisis tanpa skenario BRT dan analisis dengan skenario BRT.
Analisis tanpa skenario BRT murni hanya menghitung beban emisi dari proyeksi
pertambahan kendaraan lima tahun kedepan. Sementara analisis dengan skenario BRT jumlah
kendaraan dikurangkan dengan persen pengguna yang beralih terlebih dahulu kemudian
menggantinya dengan sistem BRT yang berkapasitas 50 penumpang. Sementara jumlah calon
penumpang BRT didapat dengan mengkalikan jumlah kendaraan yang beralih jumlah
penumpang kendaraan tersebut disesuaikan dengan penelitian sebelumnya yaitu Suryati
(2017), potensi perpindahan pengguna sepeda motor dan mobil ke BRT adalah sebesar 30%
dimana pengguna sepeda motor diasumsikan sebagai 2 orang sementara untuk mobil 4 orang.
Sehingga total jumlah kendaraan adalah 70% tidak menggunakan BRT dan 30% beralih ke
BRT.

Sementara jumlah BRT yang diperlukan dihitung berdasarkan jumlah penumpang BRT
dibagi dengan kapasitas bus. Dalam penelitian ini kapasitas BRT yang digunakan adalah
BRT berkapasitas 50 orang. Sehingga jumlah BRT yang digunakan dapat dinyatakan dalam

III-10
Sedangkan untuk konversi jumlah tiap jenis kendaraan ke beban emisi CO dapat mengkalikan
dengan faktor emisi jenis kendaraan dan faktor konversi kendaraam. Dalam hal ini faktor
Permen LH No 12 Tahun 2010 yang dapat dilihat pada bab sebelumnya.

3.1.4.3. Analisis Komparatif


Analisis komparatif dalam penelitian ini adalah menghitung potensi persen penurunan dari
dua grafik beban emisi CO. Rumus untuk mencari nilai persentase penururnan dengan
Persamaan 3.6.

𝐸0 −𝐸1
𝜇= × 100% ............................................................................................. (Persamaan 3.4)
𝐸0

Dimana
𝜇 = Persentase penurunan beban emisi CO dengan sistem BRT
𝐸0 = Beban emisi tanpa sistem BRT
𝐸1 = Beban emisi dengan sistem BRT

III-11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Volume Kendaraan di Titik Sampling


Sampling dilaksanakan pada hari kerja (weekday) dan hari libur (weekend) pada masing-
masing titik sampling 3 kali penghitungan yaitu pada pagi, siang dan sore. Pengukuran
volume kendaraan berdasarkan jenis kendaraan dilakukan di 3 (tiga) lokasi penelitian, yaitu
di ruas Jalan SM. Raja depan Indogrosir, simpang empat Pinang Baris Jalan Gatot Subroto,
dan Jalan Balai Kota depan Merdeka Walk. Pengukuran dilaksanakan pada hari kerja dan
hari libur pada masing-masing titik sampling masing-masing titik sampling 3 kali
penghitungan yaitu pada pagi, siang dan sore.

4.1.1 Volume Kendaraan Hari Kerja


Sampling pada hari kerja dilakukan pada hari Jumat, 18 Mei 2018 (SM Raja), Kamis, 24
Mei 2018 (Gatot Subroto) dan Jumat, 25 Mei 2018 ( Balaikota). Hasil pengukuran volume
kendaraan pada hari kerja dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.

IV-1
Tabel 4.1 Jumlah Tiap Jenis Kendaraan pada Hari Kerja
Lokasi Pengambil an Sampel Volume kendaraan

Mobil
Hari Sepeda motor Total Mobil Bus Truk
Minibus/
Angkot Taksi Pick Up Jeep Sedan
Van
Kendaraan/jam
Jalan Gatot Subroto Kamis
Pagi 5.147 341 1 194 103 811 179 1.629 47 296
Siang 2.654 361 2 202 57 697 154 1.473 44 259
Sore 7.292 407 3 241 140 1.408 286 2.485 53 315
Rata-rata 5.031 370 2 212 100 972 206 1.862 48 290
Jalan Balai Kota Jumat
Pagi
2.878
998 488 61 133 12 1.895 289 73 14
Siang
5.431
5.816 325 55 168 17 4.460 406 58 11
Sore 10.467 356 72 155 11 8.688 795 10.077 49 12
Rata-rata 5.760 390 63 152 13 5.014 497 6.129 60 12
Jalan Sisingamangaraja Jumat
Pagi 3.713 465 26 186 77 1.340 195 2.289 151 196
Siang
2.214 464 16 221 61 1.108 208 2.078 128 212
Sore 4.049 468 25 187 105 1.454 231 2.470 188 180
Rata-rata 3.325 466 22 198 81 1.301 211 2.279 156 196
Sumber : Survey, 2018

IV-2
Sementara itu, grafik volume kendaraan berdasarkan jenisnya pada hari kerja disajikan
pada Gambar 4.1.

7,000

6,000
Jumlah Kendaran (unit)

5,000

4,000
Gatot Subroto
3,000 Balai Kota
Sisingamangaraja
2,000

1,000

Jenis Kendaraan

Gambar 4.1 Grafik Volume Kendaraan pada Hari Kerja Berdasarkan Jenis
Sumber : Survey, 2018

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa rata-rata volume di ketiga lokasi didominasi oleh jenis
kendaraan sepeda motor dan mobil jenis minibus. Hal ini menunjukkan masih banyaknya
pengguna jalan di lokasi tersebut yang masih menggunakan transportasi pribadi baik sepeda
motor maupun mobil. Gambar 4.1 juga menunjukkan bahwa di Jalan Balai Kota, jumlah
sepeda motor, mobil minibus, mobil sedan dan taksi lebih banyak dari Jalan Gatot Subroto
dan Jalan Sisingamangaraja. Sementara untuk jenis kendaraan mobil jeep, bus dan truk
lebih sedikit daripada kedua kawasan tersebut. Hal ini disebabkan jalan Balai Kota
merupakan jalan dalam kota dimana didominasi kendaraan-kendaraan yang cocok
digunakan didalam kota seperti jenis sepeda motor, minibus dan sedan sementara kwasan
Jalan Gatot Subroto dan Jalan Sisingamangaraja merupakan jalan menuju lintas propinsi
sehingga kendaraan seperti bus dan truk lebih dominan di kedua kawasan ini.

IV-3
Volume kendaraan berdasaarkan jam diperoleh dengan menjumlahkan setiap jenis
kendaraan. Namun jenis kendaraan yang berbeda-beda harus diseragamkan terlebh dahulu
dengan mengkonversi ke satuan mobil penumpang (SMP) dengan nilai faktor SMP sesuai
dengan Baku Manual Kapasitas Jalan Indonesia No. 036/TBM/1997 yang nilainya dapat dilihat
pada Tabel 3.5. Adapun contoh perhitungan satuan mobil penumpang pada ruas jalan Gatot
Subroto pada pagi hari adalah sebagai berikut :

𝑛
𝑉𝑆𝑀𝑃 = ∑ 𝑉𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑓𝑆𝑀𝑃
𝑖=1

𝑉𝑆𝑀𝑃 = (𝑉𝑆𝑒𝑝𝑒𝑑𝑎 𝑚𝑜𝑡𝑜𝑟 × 𝑓𝑠𝑒𝑝𝑒𝑑𝑎 𝑚𝑜𝑡𝑜𝑟 ) + (𝑉𝑚𝑜𝑏𝑖𝑙 × 𝑓𝑚𝑜𝑏𝑖𝑙 )


+ (𝑉𝑏𝑢𝑠 × 𝑓𝑏𝑢𝑠 )(𝑉𝑡𝑟𝑢𝑘 × 𝑓𝑡𝑟𝑢𝑘 )
𝑉𝑆𝑀𝑃 = (5.147 × 0,6) + (1.629 × 1) + (47 × 3) + (296 × 3)
𝑉𝑆𝑀𝑃 = 4.873

Maka didapat volume kendaraan di Jalan Gatot Subroto pada pengukuran pagi sebanyak 4.873
SMP/jam. Adapun tabel total volume kendaraan dalam SMP dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Volume Kendaraan pada Hari Kerja dalam Satuan Mobil Penumpang
Lokasi Waktu Pengukuran Volume Kendaraan (SMP/jam)

Jalan Gatot Subroto Pagi


4.873
Siang
4.986
Sore
7.187
Jalan Balai Kota Pagi
3.738
Siang
9.128
Sore
16.540
Jalan Sisingamangaraja Pagi
6.349
Siang
4.632
Sore
6.887
Sumber : Perhitungan, 2018

Dalam bentuk grafik, volume kendaraan berdasarkan waktu dapat dilihat pada Gambar 4.2.

IV-4
100,000
Beban Emisi (gram/jam)

90,000
80,000
70,000 Pagi Siang
60,000
50,000 Sore
40,000
30,000
20,000
10,000
0
Gatot Subroto Balai Kota Sisingamangaraja
Lokasi

Gambar 4.2. Grafik Volume Kendaraan pada Hari Kerja Berdasarkan Waktu
Sumber : Surver, 2018

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa volume kendaraan terbesar pada siang dan sore hari
adalah pada Jalan Balai Kota sementara pada pagi hari di jalan Sisingamangaraja. Hal ini
disebabkan lokasi Jalan Balai Kota yang merupakan pusat kota dimana merupakan pusat
bisnis dan perkantoran di Kota Medan sehingga banyak kendaraan melewati kawasan
tersebut pada jam istirahat kerja (siang hari) dan jam pulang kerja (sore hari) sementara
pada pagi hari adalah jam berangkat kerja serta jam kedatangan bus malam antar kota
sehingga volume kendaraan terbesar berada di Jalan Sisingamangaraja yang merupakan
jalan nasional yang menghubungkan Medan dengan Kabupaten Deli Serdang maupun
daerah lain didalam dan diluar Provinsi Sumatera Utara.

4.1.2 Volume Kendaraan Hari Libur (Weekend)


Sampling pada hari libur dilakukan pada hari Sabtu, 19 Mei 2018 (Gatot Subroto), Minggu,
20 Mei 2018 (Sisingamangaraja) dan Sabtu, 26 Mei 2018 ( Balaikota). Hasil pengukuran
volume kendaraan pada hari libur dapat dilihat pada Tabel 4.3

IV-5
Tabel 4.3 JumlahTiap Jenis Kendaraan pada Hari Libur
Lokasi Pengambilan
Sampel Volume kendaraan
Hari Sepeda Angkot Taksi Pick Jeep Minibus/Van Sedan Total Bus Truk
motor Up Mobil
Kendaraan/jam
Gatot Subroto Kamis
Pagi 4.580 288 2 100 97 664 171 1.322 40 240
Siang 3.062 236 3 170 64 760 200 1.433 33 207
Sore 5.152 181 1 139 108 918 166 1.513 37 100
Rata-
Rata 4.265 235 2 136 90 781 179 1.423 37 182
Balai Kota Jumat
Pagi 5.219 319 22 98 7 1.905 319 2.670 7 35
Siang 5.888 266 29 156 10 2.721 795
Sore 5.577 265 36 76 7 2.149 481 3.014 5 41
Rata-
Rata 5.561 283 29 110 8 2.258 532 3.220 5 36
Sisingamangaraja Jumat
Pagi 1.491 436 21 93 121 895 228 1.794 103 163
Siang 2.214 464 16 221 61 1.108 208 2.078 128 212
Sore 2.813 441 25 86 115 1.455 294 2.416 111 189
Rata-
Rata 2.173 447 21 133 99 1.153 243 2.096 114 188
Sumber :Survey, 2018

IV-6
Sementara itu, dalam bentuk grafik, volume kendaraan hari libur berdasarkan jenisnya
dapat dilihat pada Gambar 4.3
Volume Kendaraan (unit/jam)

6,000
5,000
4,000 Gatot Subroto
3,000
2,000 Balai Kota
1,000 Sisingamangaraja
0

Jenis Kendaraan

Gambar 4.3 Grafik Volume Kendaraan pada Hari Libur Berdasarkan Jenis
Sumber : Survey, 2018

Jenis kendaraan yang dominan di pada saat hari libur sama seperti hari kerja yaitu sepeda
motor dam mobil jenis minibus namun jika pada hari kerja angkot lebih dominan dibanding
mobil jenis sedan, maka pada hari libur mobil jenis sedan lebih banyak dibanding angkot.
Hal ini dikarenakan kecenderungan aktivitas pada hari libur cenderung bersama keluarga
sehingga lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi.

Adapun grafik volume kendaraan pada hari libur berdasaarkan waktu dapat dilihat pada
Gambar 4.4.

IV-7
Volume Kendaraan (SMP/jam)
8,000
7,000
6,000
5,000 Pagi
4,000 Siang
3,000 Sore
2,000
1,000
0
Gatot Subroto Balai Kota Sisingamangaraja
Lokasi

Gambar 4.4. Grafik Volume Kendaraan pada Hari Kerja Berdasarkan Waktu

Berdasarkan Gambar 4.4, terlihat perbedaan kecenderungan jam kendaraan padea saat hari
kerja dan hari libur di Jalan Balai Kota dimana pada saat hari kerja, Jalan Balai Kota
merupakan jalan dengan volume lalu lintas teringgi pada setiap waktu pengukuran
sedangkan pada saat pengukuran pagi pada saat hari libur, Jalan Balai Kota merupakan titik
dengan volume lalu lintas terendah dibandingkan dua titik lainnya. Hal ini disebabkan pada
saat Jalan Balai Kota merupakan jalan dalam kota dimana pada saat hari libur aktivitas pagi
hari didalam kota lebih sedikit dibandingkan aktivitas keluar kota. Namun untuk waktu
pengukuran siang dan sore Jalan Balai Kota merupakan lokasi dengan volume kepadatan
tertinggi.

4.2. Beban Emisi Karbon Monoksida (CO)


Metode menghitung beban emisi CO kendaraan yaitu mengalikan jumlah tiap jenis
kendaraan dengan faktor emisi CO yang tertera pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3. Panjang jalan
yang diamati yaitu 200m (0.2km) sesuai dengan jarak pandang surveyor serta faktor
pengali Satuan Mobil Penumpang (SMP) yang tertera pada Tabel 3.5.

4.2.1. Total Beban Emisi CO


Adapun contoh perhitungan beban pencemar pada ruas Gatot Subroto pada pagi hari
adalah sebagai berikut :

IV-8
𝑛
𝐸𝑗 = 𝑙𝑉 ∑ 𝑃𝑖 𝐶𝑖𝑗
𝑖=1

𝐸𝑗 = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑀𝑜𝑡𝑜𝑟 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑆𝑀𝑃 𝑀𝑜𝑡𝑜𝑟 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑒𝑚𝑖𝑠𝑖 𝑚𝑜𝑡𝑜𝑟)


+ (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑜𝑡 × 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑆𝑀𝑃 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑜𝑡 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑒𝑚𝑖𝑠𝑖 𝑎𝑛𝑔𝑘𝑜𝑡
× 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖) + ⋯ 𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑟𝑢𝑠𝑛𝑦𝑎
𝐸𝑗 = (5147 × 0,6 × 14 × 0,2) + (341 × 1 × 43,1 × 0,2) + (1 × 1 × 55,3 × 0,2) + (194 × 1 × 31,8 × 0,2)
+ (103 × 1 × 36,7 × 0,2) + (811 × 1 × 24 × 0,2) + (179 × 1 × 33,8 × 0,2)
+ (47 × 3 × 11 × 0,2) + (296 × 3 × 8,4 × 0,2)
𝐸𝑗= 22.552,12gram/jam

Berdasarkan perhitungan di atas, maka total beban emisi CO yang dihasilkan dari kendaran
bermotor di ruas jalan Gatot Subroto pada pengukuran pagi adalah sebanyak 22.552,12
g/jam. Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap pengukuran di lokasi
pengamatan.
Adapun total beban emisi CO kendaraan pada tiap waktu pengukuran weekday dapat dilihat
pada Gambar 4.4.

IV-9
Tabel 4.4. Beban Emisi Kendaraan pada Hari Kerja
Lokasi Waktu Pengukuran Beban Emisi (gram/jam)

Pagi
22.552,12
Jalan Gatot Subroto Siang
17.048,54
Sore
32.557,92
Pagi
23.907,12
Jalan Balai Kota Siang
50.293,14
Sore
92.044,14
Pagi
25.420,08
Jalan Sisingamangaraja Siang
21.201,54
Sore
27.454,92

Sumber : Perhitungan; 2018

Beban emisi CO saat weekday dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 4.5.

100,000
Beban Emisi (gram/jam)

90,000
80,000
70,000 Pagi
60,000
50,000 Siang
40,000 Sore
30,000
20,000
10,000
0
Gatot Subroto Balai Kota Sisingamangaraja
Lokasi

Gambar 4.5 Beban Emisi CO Weekday


Sumber : Perhitungan; 2018

Sedangkan pada hari libur (weekend), grafik beban emisi CO dapat dilihat pada Gambar 4.6.

IV-10
35,000

30,000

25,000
Beban Emisi (gram/jam)

20,000
Pagi
15,000 Siang
Sore
10,000

5,000

0
Gatot Subroto Balai Kota Sisingamangaraja
Lokasi

Gambar 4.6 Grafik Beban Emisi Kendaraan pada Hari Kerja


Sumber : Perhitungan; 2018

Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 menunjukkan bahwa estimasi beban emisi CO weekday
tertinggi pada hari Rabu adalah di ruas jalan Balai Kota pada sore hari, sementara yang
terendah adalah jalan Gatot Subroto waktu siang. Sementara itu pada saat weekend
beban emisi tertinggi terdapat pada Jalan Balai Kota pada siang hari dan yang terendah
adalah pada Jalan Gatot Subroto pada siang hari. Hal ini disebabkan tingginya arus lalu
lintas Jalan Balai Kota. Ruas jalan yang menghasilkan beban emisi CO terendah adalah
jalan Gatot Subroto pada waktu siang hari yaitu sebanyak 15.023, 7 gram/jam. Hal ini
disebabkan volume kendaraan yang melintas di ruas jalan Gatot Subroto waktu pagi
tidak sebanyak volume kendaraan yang melintas di ruas jalan SM. Raja dan jalan Balai
Kota. Menurut Sengkey (2015), besarnya volume lalu lintas di jalan raya berpengaruh
terhadap jumlah emisi yang dihasilkan kendaraan di jalan raya.

Menurut Yuliani (2016), beban emisi CO tertinggi pada hari Rabu adalah di ruas jalan
SM. Raja dengan rata-rata sebanyak 28.301,89 g/jam, diikuti ruas jalan Gatot Subroto
waktu siang yaitu sebanyak 27.292,1 g/jam. Hal ini disebabkan tingginya arus lalu lintas
di kedua ruas jalan tersebut. Ruas jalan yang menghasilkan beban emisi CO terendah
adalah jalan Gatot Subroto pada waktu pagi yaitu sebanyak 19.770, 04 g/jam.
Sementara estimasi beban emisi CO tertinggi pada hari Kamis adalah di ruas Jalan SM.
Raja dengan rata-rata 29.092,61 g/jam, diikuti ruas jalan Balai Kota dengan rata-rata

IV-11
28.073,04 g/jam. Ruas jalan Gatot Subroto menghasikan beban emisi CO terendah
dengan rata-rata 24.786,03 g/jam. Ruas jalan Gatot Subroto menghasilkan beban emisi
paling sedikit karena volume kendaraan yang melintas di ruas jalan tersebut tidak
sebanyak volume kendaraan yang melintas di ruas jalan SM Raja.

Tarigan (2009) menjelaskan dalam penelitiannya tentang estimasi beban emisi


kendaraan bermotor di Kota Medan untuk karbon monoksida (CO) terbesar berasal dari
sepeda motor mencapai 40 ton/tahun Jumlah tersebut setara dengan rata-rata beban
emisi 4.566,21 gram/jam. Jumlah tersebut lebih besar daripada hasil perhitungan
penelitian ini dikarenakan penelitian ini dilakukan perhitungan kendaraan pada jam
puncak,

4.2.2 Persentase Beban Pencemar CO Berdasarkan Jenis Kendaraan


Kontribusi beban emisi yang digunakan adalah rata-rata keseluruhan beban emisi di
ketiga lokasi pada tiap jam.

𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑒𝑚𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑝𝑒𝑑𝑎 𝑚𝑜𝑡𝑜𝑟


𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑝𝑒𝑑𝑎 𝑚𝑜𝑡𝑜𝑟 = × 100%
𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑒𝑚𝑖𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛

8.646,96 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑗𝑎𝑚
𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑝𝑒𝑑𝑎 𝑚𝑜𝑡𝑜𝑟 = × 100%
22.552,12 gram/jam

𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑝𝑒𝑑𝑎 𝑚𝑜𝑡𝑜𝑟 = 38%

Sehingga kontribusi beban emisi sepeda motor di Jalan Gatot Subroto pada pagi hari
kerja adalah sebesar 38% dari total beban emisi di Jalan Gatot Subroto pada pagi hari
kerja. Perhitungan yang sama digunakan untuk jenis kendaraan lain serta lokasi dan
waktu lainnya. Contoh data persentase beban emisi CO yang dihasilkan berdasarkan
jenis kendaraan bermotor pada hari kerja yang melintas di 3 (tiga) ruas jalan
pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.5.

IV-12
Tabel 4.5 Kontribusi Beban Emisi Tiap Jenis Kendaraan pada Tiap Jam dan Lokasi pada Hari Kerja
Lokasi Pengambilan Sampel Beban Pencemar Kendaraan
Hari Sepeda motor Angkot Taksi Pick Up Jeep Minibus/Van Sedan Bus Truk

14 43.1 55.3 31.8 36.7 24 33.8 11 8.4


Kendaraan/jam
Gatot Subroto Kamis

Pagi 38% 13% 0.05% 5% 3% 26% 5% 1% 7%


Siang 26% 18% 0.13% 8% 2% 30% 6% 2% 8%
Sore 38% 11% 0.10% 5% 3% 32% 6% 1% 5%
Balai Kota Jumat
Pagi 7% 18% 3% 4% 0.37% 58% 8% 2% 0.30%
Siang 19% 6% 1% 2% 0.25% 65% 5% 1% 0.11%
Sore 19% 3% 1% 1% 0.09% 69% 6% 0.35% 0.07%
Sisingamangaraja Jumat
Pagi 25% 16% 1% 5% 2% 39% 5% 4% 4%
Siang 18% 19% 1% 7% 2% 38% 7% 4% 5%
Sore 25% 15% 1% 4% 3% 39% 6% 5% 3%
24% 13% 1% 4% 2% 44% 6% 2% 4%
Sumber : Perhitungan; 2018

IV-13
Sementara dalam bentuk diagram, rata-rata kontribusi beban emisi kendaraan pada hari
kerja dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Rata-rata Kontribusi Kendaraan Berdasarkan Beban Emisi


CO Weekday

Sepeda motor

6% 2% 4% Angkot
Taksi
24%
Pick Up
44% Jeep
Minibus/Van
13% Sedan
1%
2% 4% Bus
Truk

Gambar 4.7. Diagram Rata-rata Kontribusi Beban Emisi CO Tiap Jenis Kendaraan Hari
Kerja
Sumber : Perhitungan; 2018

Sedangkan kontribusi tiap kendaraan terhadap beban emisi CO dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Rata-rata Kontribusi Beban Emisi CO Tiap Jenis Kendaraan pada


Weekend

Sepeda motor
2% 4%
10% Angkot
32%
Taksi
Pick Up
Jeep
Minibus/Van
31% Sedan
14% Bus
3% 4% 1%
Truk

Gambar 4.8. Diagram Rata-rata Kontribusi Beban Emisi CO Tiap Jenis Kendaraan Hari
Libur
Sumber : Perhitungan; 2018

Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa kendaraan yang memiliki kontribusi tertinggi pada
beban emis CO adalah mobil jenis minibus dengan rata-rata kontribusi sebesar 44% dari
total beban emisi kemudian sepeda motor dengan rata-rata kontribusi 24% dari total
beban emisi. Sementara untuk kontribusi beban emisi tiap jenis kendaraan pada saat

IV-14
weekend dapat dilihat paling tinggi adalah speda motor dengan kontribusi sebesar 32%
dari total beban emisi kemudian mobil minibus dengan kontribusi sebesar 31%.

Menurut Yuliani (2017), secara keseluruhan jenis kendaraan yang paling banyak
menghasilkan beban emisi di ketiga ruas yang diamati adalah mobil sebesar 45,87%,
diikuti sepeda motor sebesar 20,23% dan angkot sebesar 19,81%. Hal ini disebabkan
variasi jumlah beban emisi yang dihasilkan oleh setiap jenis kendaraan dipengaruhi oleh
variasi jumlah kendaraan dan faktor emisi.

Menurut Ofrial (2016), faktor emisi kendaraan bermotor dipengaruhi oleh faktor
karakteristik geografi, karakteristik bahan bakar, dan karakteristik teknologi kendaraan.
Jalaluddin (2013) juga menyebutkan bahwa perbedaan kapasitas silinder mempengaruhi
konsentrasi emisi gas buangnya. Mesin kendaraan dengan kapasitas sillinder lebih besar
akan mengeluarkan zat pencemar yang lebih besar.

4.3 Proyeksi Beban Emisi Karbon Monoksida (CO)


Proyeksi beban emisi dimulai dari menentukan nilai pertumbuhan kendaraan (i) rata-
rata tiap jenis kendaraan pada tiap lokasi sampling. Setelah didapat i dari tiap jenis
kendaraan pada masing-masing lokasi, maka kemudian jumlah tiap jenis kendaraan
diproyeksikan. Kemudian tiap jenis kendaraan pada tiap tahun proyeksi di masing-
masing titik dihitung beban emisinya.
4.3.1. Menghitung Faktor Pertumbuhan Kendaraan (i)
Faktor pertumbuhan kendaraan dihitung dengan menggunakan rumus proyeksi geometri
pada Persamaan 3.1. Data dasarproyeksi menggunakan data lalu lintas harian Dinas
Perhubungan Kota Medan untuk data Tahun 2012 dan 2017 sehingga dapat dihitung
nilai pertumbuhan lalu lintas di tiap lokasi. Adapun volume lalu lintas Tahun 2012 dan
2017 dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Data Volume Kendaraan Tahun 2012 dan 2017
Waktu Volume Lalu Lintas (SMP/jam)
Gatot Subroto 2012 1.933,37
2017 2.211,57
Balai Kota 2012 1.941,76
2017 2.567,67
Sisingamangaraja 2012 1.093,16
2017 1.619,99
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Medan 2018

IV-15
Dengan data volume kendaraan Tahun 2012 dan 2017 pada masing masing lokasi
sampling, maka nilai pertumbuhan kendaraan pada masing-masing lokasi sampling
dapat dihitung. Adapun contoh perhitungan nilai pertumbuhan kendaraan adalah sebagai
berikut:
𝑃𝑛 = 𝑃0 (1 + 𝑖)𝑛
2.211,57 = 1.933,37(1 + 𝑖2017 )5
𝑖 = 0,027252

Maka pertumbuhan kendaraan di Jalan Gatot Subroto adaalah 0,027253 atau 2,72 % per
tahun. Perhitungan yang sama digunakan pada lokasi lainnya.

Data nilai prtumbuhan tiap jenis kendaraan pada masing-masing lokasi sampling dapat
dilihat pada Tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.7 Rata-rata Pertumbuhan Tiap Jenis Kendaraan pada Tiap Lokasi
Pertumbuhan
Lokasi Lalu lintas
(%/tahun)
Gatot Subroto 2,72
Balai Kota 5,75
Sisingamangaraja 8,19
Sumber : Perhitungan; 2018
Jika menggunakan data penelitian Suryati (2016), maka akan terlihat bahwa kendaraan
sepeda motor memiliki nilai pertumbuhan lalu lintas (i) positif pada ketiga lokasi yang
artinya sepeda motor mengalami pertambahan jumlah pada ketiga lokasi. Sedangkan
jenis kendaraan bus mengalami nilai i negatif pada titik Jalan Gatot Subtoto sedangkan
pada dua lokasi lain mengalami pertambahan jumlah, kendaraan jenis mobil memiliki
nilai i negatif kecuali di Jalan Balai Kota yang artinya hanya di Jalan Balai Kota mobil
mengalami kenaikan jumlah.

Sementara untuk kendaraan jenis truk mengalami penurunan di ketiga lokasi. Hal ini
disebabkan adanya Jalan Tol Medan-Binjai dan Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing
Tinggi yang beroperasi sejak Tahun 2017 dan masih terus dilanjutkan pembangunannya
hingga saat ini. Hal itu menyebabkan banyaknya kendaraan roda 4 keatas yang
teralihkan dari Jalan Gatot Subroto dan Jalan Sisingamangaraja. Sementara itu, Jalan
Balai Kota merupakan jalan yang berada di Pusat Kota Medan sehingga kendaraan jenis
truk sebenarnya dibatasi untuk melewati jalan tersebut sesuai dengan Perwal Kota

IV-16
Medan No 13 Tahun 2016 yang melarang truk bertonase diatas 3000 memasuki inti kota
serta larangan bongkar muat di sekitar Jalan Sutomo, Jalan H.M Yamin, Jalan M.H.
Thamrin, dan Jalan M.T Haryono. Oleh sebab itu data yang digunakan untuk
menghitung pertumbuhan lalu lintas adalah data Dinas Perhubungan.

4.3.2 Proyeksi Volume Lalu Lintas Selama 5 Tahun


Proyeksi volume lalu lintas dulakukan dengan menggunakanrumus proyeksi geometri
pada Persamaan 3.1 pada Bab sebelumnya dimana nilai pertumbuhan lalu lintas (i) yang
digunakan adalah nilai pertumbuhan jumlah tiap jenis kendaraan pada masing-masing
lokasi yang sudah dihitung pada subbab sebelumnya (Lihat Tabel 4.8) sementara P0
adalah data jumlah rata-rata kendaraan pada Tahun 2018 (Tabel 4.1 dan 4.3) . Sehingga
proyeksi jumlah tiap jenis kendaraan pada lokasi sampling hingga Tahun 2023 dapat
dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.8 Proyeksi Jumlah Tiap Jenis Kendaraan Hingga Tahun 2023
Lokasi Tahun Hari Kerja Hari Libur
Motor Mobil Truk Bus Motor Mobil Truk Bus
Gatot Subroto 2018
5.031 1.862 290 48 4.265 1.423 182 37
2019
5.182 1.918 299 49 4.381 1.461 187 38
2020
5.337 1.975 308 51 4.500 1.501 192 39
2021
5.498 2.035 317 52 4.623 1.542 198 40
2022
5.662 2.096 326 54 4.749 1.584 203 41
2023
5.832 2.159 336 56 4.878 1.627 209 42
Balai Kota 2018
5.760 6.129 12 60 5.561 3.220 182 5
2019
6.106 6.497 13 64 5.881 3.405 193 6
2020
6.472 6.887 13 67 6.219 3.601 204 6
2021
6.860 7.300 14 71 6.576 3.808 216 6
2022
7.272 7.738 15 76 6.954 4.027 228 7
2023
7.708 8.202 16 80 7.354 4.258 241 7
SM. Raja 2018
3.325 2.279 196 156 1.853 1.936 188 116
2019
4.057 2.461 212 168 2.001 2.094 203 125
2020
4.949 2.658 229 182 2.161 2.266 219 135
2021
6.038 2.871 247 197 2.334 2.451 237 146
2022
7.366 3.101 267 212 2.520 2.652 257 158
2023
8.987 3.349 288 229 2.722 2.869 278 171
Sumber : Perhitungan; 2018

IV-17
Hasil proyeksi dari Dinas Perhubungan Kota Medan jumlah tiap jenis kendaraan pada
hari kerja Tahun 2022 pada Jalan Gatot Subroto adalah sebesar 2.498,59 smp/jam, pada
Jalan Brigjend Katamso 3.323,71 smp/jam dan pada Jalan Sisingamangaraja sebesar
3.469,73 smp/jam. Apabila Hasil proyeksi tersebut dikonversi dalam Satuan Mobil
Penumpang maka pada Tahun 2022 pada hari kerja di Jalan Gatot Subroto adalah
sebesar 6.634,43 smp/jam, di Jalan Balai Kota sebesar 12.373,54 smp/jam dan pada
Jalan Sisingamangaraja sebesar 8.956,84 smp/jam. Angka tersebut lebih besar dari
proyeksi Dinas Perhubungan Kota Medan dikarenakan penghitungan lalu lintas pada
penelitian ini dilakukan pada ruas terpadat dari Jalan tersebut.

4.3.3 Proyeksi Beban Emisi CO Selama 5 Tahun


Dari jumlah kendaraan selama 5 Tahun pada subbab sebelumnya (Tabel 4.9) maka
dikonversi menjadi beban emisi/jam sehingga didapatkan hasil beban emisi seperti yang
terlihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.9 Proyeksi Beban Emisi CO Hingga Tahun 2023
Beban Emisi (gram/jam)
Lokasi Tahun
Hari Kerja Hari Libur
2018 18.072,36 17.544,48
2019 18.612,31 18.022,61

Gatot Subroto 2020 19.170,68 18.513,77


2021 19.745,80 19.018,31
2022 20.338,17 19.536,60
2023 20.948,31 20.069,02
2018 45010,60 31.164,96
2019 47.711,45 32.956,06

Balai Kota 2020 50.574,13 34.850,1


2021 53.608,58 36.852,99
2022 56.825,10 38.971
2023 60.234,60 41.210,72
2018 19.576,44 17.364,78
2019 21.535,65 18.780,28

Sisingamangaraja 2020 23.735,55 20.311,18


2021 26.216,38 21.966,88
2022 29.023,73 23.757,55
2023 32.211,86 25.694,21
Sumber : Perhitungan; 2018

Sementara, dalam bentuk grafik, beban emisi CO dapat dilihat pada Gambar 4.9.

IV-18
Beban Emisi (gram/jam)
70000.00
60000.00
50000.00
Gatot Subroto
40000.00
Balai Kota
30000.00
Sisingamangaraja
20000.00
10000.00
0.00
2018 2019 2020 2021 2022 2023
Tahun

Gambar 4.9 Grafik Proyeksi Beban Emisi CO pada Hari Kerja


Sumber : Perhitungan; 2018
Sedangkan grafik proyeksi beban emisi pada CO pada hari libur dapat dilihat pada
Tabel 4.10
45000.00
40000.00
35000.00
Beban Emisi (gram/km)

30000.00
25000.00
Gatot Subroto
20000.00
Balai Kota
15000.00
Sisingamangaraja
10000.00
5000.00
0.00
2018 2019 2020 2021 2022 2023
Tahun

Gambar 4.10 Grafik Proyeksi Beban Emisi CO pada Hari Libur


Sumber : Perhitungan; 2018
Dari kedua grafik 4.10, terlihat bahwa beban emisi di Jalan Sisingamangaraja
merupakan yang terendah di Tahun 2018 namun pada Tahun 2023 Jalan Gatot Subroto
merupakan yang terendah. Hal ini disebabkan pertumbuhan kendaraan bermotor di
Jalan Sisingamangaraja lebih tinggi diandingkan Jalan Gatot Subroto. Menurut Ofrial
(2016), faktor emisi kendaraan bermotor dipengaruhi oleh faktor karakteristik geografi,
karakteristik bahan bakar, dan karakteristi k teknologi kendaraan. Sementara itu tingginya
pertumbuhan kendaraan jenis bus di ruas Sisingamangaraja turut berkontribusi untuk

IV-19
meningkatnya beban emisi CO di kawasan tersebut setiap tahunnya.

4.4 Skenario Pengalihan ke Transportasi Massal (Bus Rapid Transit)


Skenario yang digunakan adalah BRT berkapastas 50 orang akan mngalihkan 30%
(DNPI; 2013) pengguna kendaraan jenis mobil dan sepeda motor. Sementara itu asumsi
penumpang mobil adalah 4 orang sementara sepeda motor adalah 2 orang.
4.4.1 Pengurangan Sepeda Motor dan Mobil
Dengan skenario BRT, sepeda motor dan mobil akan dibagi dimana 70% akan tetap dan
30% dialihkan ke BRT. Adapun contoh perhitungan jumlah sepeda motor dan mobil
tersebut adalah sebagai berikut
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑝𝑒𝑑𝑎 𝑀𝑜𝑡𝑜𝑟 𝐷𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝑅𝑇 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑝𝑒𝑑𝑎 𝑀𝑜𝑡𝑜𝑟 𝑇𝑎𝑛𝑝𝑎 𝐵𝑅𝑇 × 70%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑝𝑒𝑑𝑎 𝑀𝑜𝑡𝑜𝑟 𝐷𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝑅𝑇 = 5.031𝑢𝑛𝑖𝑡/𝑗𝑎𝑚 × 70%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑝𝑒𝑑𝑎 𝑀𝑜𝑡𝑜𝑟 𝐷𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝑅𝑇 = 3.522 𝑢𝑛𝑖𝑡/𝑗𝑎𝑚
Maka jumlah sepeda motor di Jalan Gatot Subroto pada hari kerja tahun 2018 apabila
menerapkan sitem BRT adalah sebanyak 3.522 unit/jam. Perhitungan yang sama
digunakan untuk menghitung kendaraan lainnya dan pada lokasi dan waktu lainnya.

IV-20
Jumlah kendaraan sepeda motor dan mobil yang tetap dan yang beralih ke BRT dengan skenario BRT dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.10 Jumlah Sepeda Motor dan Mobil dengan Skenario Sistem BRT
Tanpa BRT Dengan BRT
Lokasi Tahun Hari Kerja Hari Libur Hari Kerja Hari Libur
Sepeda Motor Mobil Sepeda Motor Mobil Sepeda Motor Mobil Sepeda Motor Mobil
2018 5.031 1.862 4.265 1.423 3.522 1.304 2.985 996
2019 5.182 1.918 4.381 1.461 3.627 1.343 3.067 1.023

Gatot Subroto 2020 5.337 1.975 4.500 1.501 3.736 1.383 3.150 1.051
2021 5.498 2.035 4.623 1.542 3.848 1.424 3.236 1.080
2022 5.662 2.096 4.749 1.584 3.964 1.467 3.324 1.109
2023 5.832 2.159 4.878 1.627 4.083 1.511 3.415 1.139
2018 5.760 6.129 5.561 3.220 4.032 4.290 3.893 2.254
2019 6.106 6.497 5.881 3.405 4.274 4.548 4.117 2.384
2020 6.472 6.887 6.219 3.601 4.530 4.821 4353 2.521
Balai Kota
2021 6.860 7.300 6.576 3.808 4.802 5.110 4.603 2.666
2022 7.272 7.738 6.954 4.027 5.090 5.416 4.868 2.819
2023 7.708 8.202 7.354 4.258 5.396 5.741 5.148 2.981
2018 3.325 2.279 1.853 1.936 2.328 1.595 1.297 1.355
2019 4.057 2.461 2.001 2.094 2.840 1.723 1.400 1.466
2020 4.949 2.658 2.161 2.266 3.464 1.861 1.513 1.586
Sisingamangaraja
2021 6.038 2.871 2.334 2.451 4.226 2.010 1.634 1.716
2022 7.366 3.101 2.520 2.652 5.156 2.170 1.764 1.856
2023 8.987 3.349 2.722 2.869 6.291 2.344 1.905 2.008
Sumber : Perhitungan; 2018

IV-21
Sementara itu, jumlah BRT yang diperlukan dapat dihitung dengan mengurangi jumlah
mobil dan motor tanpa BRT dengan jumlah mobil dan motor dengan sistem BRT
kemudian dikalikan jumlah penumpang dari masing-masing jenis kendaraan tersebut
kemudian dibagikan dengan kapasitas BRT yang diasumsikan adalah 50 orang per BRT.
Adapun contoh perhitungan jumlah BRT adalah sebagai berikut:

{(𝑆𝑒𝑝𝑒𝑑𝑎 𝑀𝑜𝑡𝑜𝑟 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑆𝑒𝑝𝑒𝑑𝑎 𝑀𝑜𝑡𝑜𝑟 𝐵𝑅𝑇) × 2} + {(𝑀𝑜𝑏𝑖𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑀𝑜𝑏𝑖𝑙 𝐵𝑅𝑇) × 4}
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑅𝑇 =
50
{(5031 − 3522) × 2}{(1862 − 1304) × 4}
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑅𝑇 =
50
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑅𝑇 = 105 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝐵𝑅𝑇/𝑗𝑎𝑚
Jumlah BRT yang melintas di Jalan Gatot Subroto pada hari kerja Tahun 2018 adalah
sebanyak 105 unit/jam. Perhitungan yang sama digunakan pada lokasi dan waktu lainnya.
Jumlah BRT yang melintas dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.11 Jumlah BRT per Jam

Jumlah BRT (unit/jam)


Lokasi Tahun
Hari Kerja Hari
Libur
2018
105 85
2019
108 88
2020
Gatot Subroto 111 90
2021
115 92
2022
118 95
2023
122 98
2018
564 382
2019
597 404
2020
Balai Kota 633 428
2021
671 452
2022
712 478
2023
754 506
2018
95 69
2019
108 74
2020
Sisingamangaraja 123 80
2021
141 87
2022
163 94
2023
188 102
Sumber : Perhitungan; 2018

IV-22
Jumlah BRT terus meningkat setiap tahun. Hal ini sesuai dengan jumlah kendaraan yang
terus meningkat. Sementara jumlah BRT di di Jalan Balai Kota dimana sepeda motor
maupun mobil mengalami peningkatan jumlah setiap tahun merupakan jumlah yang
tertinggi yaitu 754 unit BRT per jam pada hari kerja Tahun 2023. Angka tersebut
sebanding dengan 1 unit BRT per 5 detik.

Jumlah BRT ini terlalu tinggi bila dibandingkan dengan sistem BRT Transjakarta yang
mencapai 3000 armada bus pada akhir tahub 2017 (The Jakarta Post, 2017). Untuk
keseluruhan rutenya. Hal ini disebabkan dalam pengasumsian pengalihan moda
transportasi dengan jumlah 30% dimana asumsi penumpang sepeda motor 2 orang dan
untuk mobil 4 orang. Sedangkan di lapangan jumlah penumpang sepeda motor dan mobil
kurang dari jumlah tersebut. Namun jumlah BRT tersebut dapat digunakan dengan asumsi
kondisi jalan yang ditingkatkan serta peningkatan kapasitas bus di tahun-tahun mendatang
seperti bus tingkat ataupun bus gandeng seperti yang d telah diterapkan pada BRT
Transjakarta.

4.4.2 Beban Emisi Kendaraan dengan Sistem BRT


Beban emisi kendaraan dengan skenario BRT dihitung dengan metode perhitungan beban
emisi seperti pada subbab sebelumnya. Yang membedakan adalah jumlah sepeda motor
dan mobil yang digunakan adalah jumlah sepeda motor dan mobil yang terdapat pada
Tabel 4.11 serta tambahan kendaraan jenis BRT yang jumlahnya dapat dilihat pada Tabel
4.12 dan faktor emisinya adalah 5,71 (EEA, 2014). Potensi penurunan beban emisi CO
dengan sitem BRT dihitung dengan menggunakan rumus persentase penurunan pada
Persamaan 3.5. Adapun contoh perhitungan efisiensi adalah sebagai berikut

𝐸0 − 𝐸1
𝜇= × 100%
𝐸0

18.072 − 13.877
𝜇= × 100%
18.072

𝜇 = 25%

Maka persen penurunan sistem BRT di Jalan Gatot Subroto pada hari kerja Tahun 2018
adalah sebesar 25%. Perhitungan yang sama digunakan pada waktu dan lokasi lainnya.
sehingga didapatkan nilai penurunan beban emisi CO dan persentasenya dapat dilihat pada

IV-23
Tabel 4.13.

Tabel 4.12 Beban Emisi CO Kendaraan dengan Skenario BRT


Beban Emisi (gram/jam)
Persen Penurunan (%)
Tanpa BRT Dengan BRT
Lokasi Tahun Hari Hari Hari
Hari Hari Hari
Kerja Libur Kerja Libur Kerja Libur
2018 18.072,36 17.544,48 13.877,62 13.192,54 23 25
2019 18.612,31 18.022,61 14.292,34 13.552,06 23 25

Gatot Subroto 2020 19.170,68 18.513,77 14.721,11 13.921,39 23 25


2021 19.745,80 19.018,31 15.162,74 14.300,78 23 25
2022 20.338,17 19.536,60 15.617,62 14.690,51 23 25
2023 20.948,31 20.069,02 16.086,15 15.090,86 23 25
2018 45.010,60 31.164,96 35.364,44 24.624,94 21 21
2019 47.711,45 32.956,06 37.485,98 26.040,17 21 21
2020 50.574,13 34.850,1 39.735,14 27.536,74 21 21
Balai Kota
2021 53.608,58 36.852,99 42.119,25 29.119,32 21 21
2022 56.825,10 38.971 44.646,40 30.792,86 21 21
2023 60.234,60 41.210,72 47.325,19 32.562,58 21 21
2018 19.576,44 17.364,78 14.932,44 13.120,92 24 24
2019 21.535,65 18.780,28 16.439,75 14.190,53 24 24
2020 23.735,55 20.311,18 18.133,84 15.347,34 24 24
Sisingamangaraja
2021 26.216,38 21.966,88 20.046,82 16.598,46 24 24
2022 29.023,73 23.757,55 22.214,53 17.951,58 23 24
2023 32.211,86 25.694,21 24.679,74 19.415,01 23 24
Sumber : Perhitungan; 2018

Sementara itu, dalam bentuk grafik, penurunan beban emisi CO selama 5 tahun di Jalan
Gatot Subroto pada hari kerja dengan skenario BRT dapat dilihat pada Gambar 4.11.

25,000
Beban Emisi (gram/jam)

20,000

15,000
Tanpa
10,000 BRT
Dengan
BRT
5,000

0
2018 2019 2020 2021 2022 2023
Tahun

IV-24
Gambar 4.11 Penurunan Beban Emisi CO dengan Skenario BRT di Jalan Gatot Subroto
pada Hari Kerja
Sumber : Perhitungan; 2018

Grafik beban emisi CO dengan skenario BRT di Jalan Gatot Subroto pada hari kerja dapat
dilihat pada Gambar 4.12.
25000.00
Beban Emisi (gram/jam)

20000.00

15000.00

10000.00 Tanpa BRT


Dengan BRT
5000.00

0.00
2018 2019 2020 2021 2022 2023
Tahun

Gambar 4.12 Proyeksi Penurunan Beban Emisi di Jalan Gatot Subroto dengan Skenario
BRT pada Hari Libur
Sumber : Perhitungan; 2018

Dari Gambar 4.11 dan 4.12 terlihat bahwa baik hari kerja maupun hari libur beban emisi
tertinggi pada Tahun 2023 terdapat pada Jalan Gatot Subroto meningkat setiap tahunnya.
Namun beban emisi CO dengan skenario BRT masih lebih rendah dibanding tanpa
skenario BRT.

Pada Jalan Balai Kota, grafik proyeksi beban emisi tanpa dan dengan skenario BRT dapat
dilihat pada Gambar 4.13. dan Gambar 4.14

IV-25
70,000

Beban Emisi (gram/jam) 60,000

50,000

40,000
Tanpa BRT
30,000

20,000 Dengan BRT

10,000

0
2018 2019 2020 2021 2022 2023
Tahun

Gambar 4.13 Proyeksi Penurunan Beban Emisi di Jalan Balai Kota dengan Skenario BRT
pada Hari Kerja
Sumber : Perhitungan; 2018

45,000
Beban Emisi (gram/jam)

40,000
35,000
30,000
25,000
20,000 Tanpa BRT
15,000
Dengan BRT
10,000
5,000
0
2018 2019 2020 2021 2022 2023
Tahun

Gambar 4.14 Proyeksi Penurunan Beban Emisi di Jalan Balai Kota dengan Skenario BRT
pada Hari Libur
Sumber : Perhitungan; 2018

Dari Gambar 4.13 dan Gambar 4.14, terlihat bahwa beban emisi CO di Jalan Balai Kota
pada hari kerja dan hari libur dengan dan tanpa sistem BRT mengalami peningkatan.
Namun beban emisi CO dengan skenario BRT masih lebih rendah dibandingkan tanpa
skenario BRT.

Di Jalan Sisingamangaraja, grafik beban emisi CO dengan dan tanpa skenario BRT dapat
dilihat pada Gambar 4.15 dan Gambar 4.16.

IV-26
35,000
Beban Emisi (gram/jam)

30,000

25,000

20,000 Tanpa BRT

15,000 Dengan
BRT
10,000

5,000

0
2018 2019 2020 2021 2022 2023
Tahun

Gambar 4.15 Proyeksi Penurunan Beban Emisi di Jalan Sisingamangaraja dengan Skenario
BRT pada Hari Kerja
Sumber : Perhitungan; 2018

30,000

25,000
Beban Emisi (gram/jam)

20,000

15,000 Tanpa
BRT
Dengan
10,000 BRT

5,000

0
2018 2019 2020 2021 2022 2023
Tahun

Gambar 4.16 Proyeksi Penurunan Beban Emisi di Jalan Sisingamangaraja dengan Skenario
BRT pada Hari Libur
Sumber : Perhitungan; 2018

Pada Jalan Sisingamangaraja, beban emisi dengan dan tanpa skenario BRT meningkat.
Beban emisi dengan skenario BRT pada hari libur dan hari kerja masih lebih rendah
dibandingkan tanpa skenario BRT.

IV-27
Sementara itu, dalam bentuk grafik, persen penurunan beban emisi CO dengan sitem BRT
selama 5 tahun dapat dilihat pada Gambar 4.9 berikut.
24

24

23
Persen Penurunan (%)

23

22 SM Raja

Balaikota
22
Gatot
21 Subroto

21

20
2018 2019 2020 2021 2022 2023
Tahun

Gambar 4.17 Grafik Persen Penurunan Beban Emisi CO dengan Sistem BRT Pada Hari
Kerja
Sumber : Perhitungan; 2018

Grafik persen penurunan beban emisi CO dengan sistem BRT pada hari libur dapat dilihat
pada Gambar 4.18.

IV-28
26

25

24
Persen Penurunan (%))

23

SM Raja
22
Balaikota

21 Gatot
Subroto

20

19
2018 2019 2020 2021 2022 2023
Tahun

Gambar 4.18 Grafik Persen Penurunan Beban Emisi CO dengan Sistem BRT Pada Hari
Libur
Sumber : Perhitungan; 2018

Dari Gambar 4.13 dan 4.14, terlihat bahwa persentase penurunan beban emisi kendaraan di
Jalan Gatot Subroto dari tahun ke tahun apabila menerapkan sistem BRT adalah sebesar
23% pada hari kerja dan 25% pada hari libur. Sementara di Jalan Balai Kota, persentase
penurunan beban emisi pada hari kerja dan hari libur sebesar 21%. Pada Jalan
Sisingamangaraja pada hari kerja Tahun 2018-2021 yaitu 24% dan pada Tahun 2022-2023
sebesar 23% sementara pada hari libur sebesar 24%.

Sementara itu menurut Suryati (2016) Pemindahan moda transportasi mengurangi emisi
CO ke udara ambien sekitar 25,02 % - 29,44 % dimana jenis dan jumlah kendaraan
berkorelasi kuat dengan emisi CO. Sementara menurut penelitian Imam dan Jamrah
(2012), menyebutkan bahwa secara keseluruhan emisi BRT hanya 11% - 85% dari emisi
mobil penumpang. Hal ini sesuai dengan nilai efisien penurunan beban emisi di Jalan Gatot
Subroto dan Jalan Balai Kota dimana di Jalan Gatot Subroto dan Jalan Balai Kota
penurunan beban emisi berada diantara 25,02% hingga 29,44%. Sementara itu, di Jalan

IV-29
Sisingamangaraja, efisiensi penurunan beban emisi menurun dikarenakan di kawasan
tersebut banyak kendaraan jenis bus dimana bus bukan merupakan kendaraan yang
terkonversi ke moda transportasi BRT. Komposisi kendaraan ini menyebaban efisiensi
penurunan beban emis dengan sistem BRT di kawasan tersebut menurun . Hal ini sesuai
dengan penelitian Suryati (2016) yang menyatakan bahwa jenis dan jumlah kendaraan
berkorelasi kuat dengan emisi CO. Semntara itu beban emisi CO berkorelasi sedang
dengan konsentrasi udara ambien karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pendispersian polutan di udara ambien, salah satunya adalah faktor meteorologi. Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruh faktor meteorologi dan kendaraan (mesin, umur,
jadwal perawatan) terhadap beban emisi CO dan konsentrasi CO di udara ambien.

IV-30
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini antara lain:
1. Pada hari kerja, beban emisi CO tertinggi tanpa BRT Tahun 2018 hingga 2023 adalah pada
Jalan Balai Kota yaitu sebesar 45.010,6 gram/jam hingga 60.234,60 gram/jam . Sementara pada
hari libur, beban emisi CO tertinggi Tahun 2018 hingga 2023 juga ada pada Jalan Balai Kota
yaitu sebesar 31.164,96 gram/jam hingga 41.20,72 gram/jam.
2. Pada hari kerja dan hari libur, beban emisi CO dengan skenario BRT lebih rendah dibandingkan
tanpa skenaeio BRT yang dimana yang tertinggi pada Jalan Balai Kota yaitu sebesar 35.364,44
gram/jam hingga 47.325,19 gram/jam pada hari kerja dan 24.624,94 gram/jam hingga
32.562,58.
3. Potensi penurunan beban emisi CO dengan skenario BRT pada hari kerja di Jalan Gatot
Subroto sebesar 23% pada hari kerja dan sebesar 25% pada hari libur. Di Jalan Balai Kota, nilai
penurunan beban emisi sebesar 21% pada hari kerja 21% pada hari libur. Sementara potensi
penurunan beban emisi CO di Jalan Sisingamangaraja sebesar 23% hingga 24% pada hari kerja
dan 24% pada hari libur.

5.2 Saran
Adapun saran untuk penelitian selanjutnya antara lain:
1. Menggunakan data lalu lintas harian untuk mengetahui volume pada keseluruhan jam operasional
BRT untuk mendapatkan hasil studi yang lebih komperhensif.
2. Membuat persamaan grafik efisiensi dengan Chi Square Ratio untuk menentukan persamaan
penurunan beban emisi dengan penerapan sistem BRT.
3. Melakukan pengukuran langsung CO di lokasi pengamatan untuk membuat korelasi data hasil
traffic count dan hasi pengukuran langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Akorede, M. F., Hizam, H., Ab Kadir, M.Z., Aris, I., & Buba, S.D, 2012. Mitigating the
Antropogenic Global Warming in the Electric Power Industry. Journal of
Renewable and Sustainable Energy Review, 2747-2761.
Anggraini, W. 2012. Perhitungan Gas Rumah Kaca dari Ruang Lingkup Dua (Studi Kasus
di Universitas Indonesia Depok). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Program
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok.
Aryati, Erly Dwi. 2009. Sistem Bus Rapid Transit Terkait Dengan Pengaturan Angkutan
Pengumpan (Feeder) Pada Sistem Busway Transjakarta. Depok : Program Studi
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Cooper, CD & Alley. 2002. Air Pollution Control. Illinois: Waveland Press Inc.
Dewan Nasional Perubahan Iklim. 2010. Laporan Teknis Peluang dan Kebijakan
Pengurangan Emisi Sektor Transportasi. DNPI: Jakarta.

Dinas Perhubungan Kota Medan. 2015. Wahana Tata Usaha. Dishub: Medan. Direktorat
Jenderal Bina Marga. 1996. Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan.

Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. 1997.
Baku Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Penerbit Bina Karya Persero, Jakarta.

EEA. (2014). EMEP/EEA emission inventory guidebook 2013. Publications Office of the
European Union. Luxembourg.

Environmental Protection Agency (EPA). 2003. A Standarized EPA Protocol for


Characterization Indoor Air Quality in Large Office Building. Washington, D.C.
Gunawan, Fergyanto. E dan Erwin Kusnandar.2011.”Evaluasi Keberhasilan TransJakarta
Dibandingkan dengan Bus Rapid Transit (BRT) Kelas Dunia”. Universitas Bina
Nusantara:Bandung.

Harsanto, Budi. 2001. Pencemaran Udara, Pengaruh serta Penanggulangannya dalam


Seminar Nasional Lingkungan Hidup, Strategi Kebijakan Pengendalian Pencemaran
Udara Dalam Menuju Program Langit Biru. Hotel Raddison, Yogyakarta.
Jalaluddin. 2013. “Analisis Karakteristik Emisi Gas Buang Pada Sarana Transportasi Roda
Dua Kota Banda Aceh”. Jurnal Teknik Mesin, Volume 1, Nomor 4. Universitas
Syah Kuala.
Kementerian Lingkungan Hidup (KeMenLH). 2007. Status Lingkungan Hidup Indonesia
2007 Bab 4 Udara dan Atmosfer. Kementerian Lingkungan Hidup Republik
Indonesia. Diakses dari www.menlh.go.id tanggal 14 Oktober 2016 jam 07.30 WIB.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Indeks Standar Pencemaran Udara.
Nilai Per Kota. http://iku.menlhk.go.id/, diakses pada tanggal 20 Juni 2016.
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup No. 12 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di
Daerah. Jakarta: Sekretariat Negara

Mawaddah, Nurul. 2016. Analisis Pengaruh Kontribusi Emisi CO2 Menggunakan Mobile 6
Terhadap Kualitas Udara Ambien Dari Sektor Transportasi Di Ruas Jalan Gatot
Subroto Kota Medan. Medan : Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara.
Muziansyah, D. 2015. “Model Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Akibat Aktivitas
Transportasi (Studi Kasus: Terminal Pasar Bawah Ramayana Kota Bandar
Lampung)”. JRSDD. Vol 3, No. 1.
Nasrulloh, Mokhammad. (2010). Sistem Bus Rapid Transit Di Jakarta: Integrasi Perkotaan
Dan Dampak Lingkungan. Skripsi. Teknik Sipil, Universitas Indonesia. Depok.
Nevers, Noel de. (2000). Air Pollution Control Engineering. Second Edition. Mc Graw Hill
Companies: Singapore
Oehme, F., et al. 1996. A Review of The Toxicology of Air Pollutions; Toxicology of
Chemical Mixture. Veterine Human Toxicology 38 (5): 371 – 377.
Ofrial, S.,A. 2015. “Estimation on the Increasing Value of CO Based on the Vehicle
Growth in Surabaya”. Procedia- Social and Behavioral Science.
Paolo, D,V, et al. 2016. Chemical Composition of PM10 at Urban Sites in Naples (Italy).
Atmosphere 2016, 7, 163; doi:10.3390/atmos7120163.
www.mdpi.com/journal/atmosphere
Pemerintah Daerah Kota Medan. 2013. Larangan Kendaraan Melintasi Kawasan Tertentu
dan Larangan Kendaraan Untuk Melakukan Kegiatan Bongkar Muat pada Kawasan
Tertentu. Sekretariat Daerah Kota Medan:Medan.

Puchalsky, Christopher, (2005). Comparison of Emissions from Light Rail Transit and Bus
Rapid Transit,.Transportation Research Record: Journal of the Transportation
Research Board, 1927, pp 31-37.

Radytia, Jevon. 2011. “Pengaruh Volume Kendaraan Terhadap Konsentrasi Pencemar NOx
pada Udara Ambien di Pintu Tol (Studi Kasus: Pintu Tol Cililitan 2)”. (Skripsi).
Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Indonesia, Depok

Ryadi, S. 1994. Pencemaran Udara. Surabaya: Usaha Nasional.


Saju, Pascal. (2008, 20 Oktober). Bus Transjakarta versus TransMilenio. Kompas
Seinfeld. 1986. Atmospheric Chemistry and Physics of Air Pollution. New York: John
Willey & Sons.
Sengkey, S. L. 2010. “Tingkat Pencemaran Udara CO dan Akibat Lalu Lintas Dengan
Model Prediksi Polusi Udara Skala Mikro”. Jurnal Ilmiah Media Engineering. Vol.
1 No. 2. Universitas Sam Ratulangi: Manado.

Sibarani. (2015). Hubungan Paparan Kebisingan dan Karakteristik Operator SPBU


Terhadap Tekanan Darah Di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan.

SNI 7119.10:2011 (Udara ambien – Bagian 10: Cara uji kadar karbon monoksida (CO)
menggunakan metode Non Dispersive Infra Red (NDIR))
Sugiarto, B. 2005. Mesin Pembakaran Dalam: DTM FT UI

Suma’mur.(2009). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: CV.


Sagung Seto.

Suryati, I and Hafizhul K. 2016. “ Potensi Penurunan Emisi Karbon Monoksida Di Ruas
Jalan Kota Medan Dengan Penerapan Transportasi Masssal”.Prosiding Seminar
Nasional Sains dan Teknologi dan Lingkungan II.OP-028 e-ISSN 2541-3880.

Suryati, Isra., Hafizhul Khair. 2016. “Mapping Air Quality Index of Carbon Monoxide
(CO) in Medan City”. IOP Conf. Series: Materials Science and Engineering 180
(2017) 012114 doi:10.1088/1757-899X/180/1/012114.
Tarigan, Abner. (2009). Estimasi Emisi Kendaraan Bermotor Di Beberapa Ruas Jalan Kota
Medan. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Cetakan keempat. Penerbit


ANDI : Yogyakarta.
Yuliani, Nidya.2017. Analisis Pengaruh Beban Emisi CO Dan NO2 dari Kendaraan
Bermotor Terhadap Kualitas Udara Ambien Roadside. Universitas Sumatera
Utara:Medan.

Anda mungkin juga menyukai