Anda di halaman 1dari 182

EVALUASI KARAKTERISTIK PENYEBERANGAN JALAN DI

KAWASAN JALAN PERKOTAAN


(STUDI KASUS JALAN OTTO ISKANDARDINATA, BANDUNG)

TUGAS AKHIR
Karya Tulis Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana dari
Institut Teknologi Bandung

Oleh
RIAN WICAKSANA
NIM : 15013030

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017
EVALUASI KARAKTERISTIK PENYEBERANGAN JALAN DI
KAWASAN JALAN PERKOTAAN
(STUDI KASUS JALAN OTTO ISKANDARDINATA,
BANDUNG)

TUGAS AKHIR
Oleh

RIAN WICAKSANA
NIM : 15013030
Program Studi Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung

Menyetujui,
Pembimbing Tugas Akhir

Tanggal…………………………

Dr. Ir. R. Sony Sulaksono Wibowo, M.T.


NIP. 196903121994091005

Mengetahui,
KK Rekayasa Transportasi Program Studi Teknik Sipil
Koordinator Tugas Akhir, Ketua,

Dr. Ir. R. Sony Sulaksono Wibowo, M.T. Ir. Muhammad Abduh, M.T, Ph.D
NIP. 196903121994091005 NIP. 197412051978031001
PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR

Tugas Akhir yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan


Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak
cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut
Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi
pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus
disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh Tugas Akhir haruslah


seizin Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.

i
ABSTRAK

EVALUASI KARAKTERISTIK PENYEBERANGAN JALAN DI


KAWASAN JALAN PERKOTAAN
(STUDI KASUS JALAN OTTO ISKANDARDINATA,
BANDUNG)

Oleh
Rian Wicaksana
NIM : 15013030
(Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Program Studi Teknik Sipil)

Kondisi mixed-traffic, fungsi lokasi, perilaku pengguna jalan yang terjadi di


sebagian besar ruas jalan di Indonesia, khususnya di kota Bandung, dapat
menimbulkan respon yang beraneka ragam dari pejalan kaki dalam menyeberang
jalan. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya suatu fasilitas penyeberangan pejalan
kaki yang dapat mengakomodasi respon dan performa yang dimiliki oleh para
penyeberang jalan, karena seperti yang telah diketahui, kriteria pemilihan fasilitas
penyeberangan yang ada pada saat ini dinilai tidak mengakomodasi hal terserbut.
Oleh karena itu, kriteria pemilihan fasilitas penyeberangan tersebut harus ditinjau
ulang dan dikemas dengan mempertimbangkan suatu model yang tepat agar dapat
mengakomodasi karakteristik arus (lalu-lintas kendaraan dan pejalan kaki) yang
terjadi dan performa yang dimiliki oleh para penyeberang jalan.

Model yang akan digunakan sebagai pertimbangan pemilihan fasilitas


penyeberangan adalah regresi-linear-berganda, dengan meninjau waktu tunggu dan
kecepatan menyeberang pejalan kaki. Berdasarkan model yang dibuat, didapatkan
bahwa faktor yang memengaruhi waktu tunggu adalah jenis kelamin, kombinasi
lalu-lintas mobil – motor, dan kelompok abilitas, sedangkan yang memengaruhi
kecepatan menyeberang adalah kombinasi lalu-lintas motor – mobil dan motor –
motor, accompany 2, 3, dan lebih dari 3 orang, dan barang bawaan

Dari model yang sudah dibuat, maka waktu tunggu rata-rata yang terjadi di ruas
jalan tinjauan adalah 4,131 detik, sedangkan kecepatan menyeberang rata-rata
adalah 1,040 m/s. Berdasarkan kriteria pemilihan fasilitas penyeberangan jalan
yang dikeluarkan oleh Bina Marga, jenis fasilitas yang dibutuhkan adalah
penyeberangan pelikan dengan lapak tunggu, sedangkan menurut matriks yang
dibuat berdasarkan model regresi-linear-berganda, fasilitas yang dibutuhkan adalah
penyeberangan pelikan.

Kata Kunci : regresi-linear-berganda, waktu tunggu, kecepatan menyeberang,


fasilitas penyeberangan

ii
ABSTRACT

EVALUATION OF CROSSWALK CHARACTERISTICS IN


URBAN ROAD AREA
(CASE STUDY OF OTTO ISKANDARDINATA STREET,
BANDUNG

Oleh
Rian Wicaksana
NIM : 15013030
(Faculty of Civil and Environmental Engineering,
Department of Civil Engineering)

Mixed-traffic condition, land-use, and the behaviour of road-user on the most road
in Indonesia, particularly in Bandung, could triggered varying responses from the
crossing pedestrians. This condition causes the need of pedestrian crossing facility
which could accomadate responses and performances of crossing-pedestrians,
because, the known criteria of pedestrian crossing facility do not accommodate such
things. Therefore, those kind of criteria have to be reviewed and remade with
considerations of the right model which could accommodate the characteristics and
performances of both pedestrians and vehicles.

The model used as the consideration of choosing the right pedestrian crossing
facility is multi-linear-regression model, with pedestrian crossing delay and
pedestrian crossing speed as the observed response variables. Based on the
constructed model, some factors affecting pedestrian crossing delay are gender,
traffic combination of light vehicle and motorcycle, and the ability of pedestrian,
while the factors affecting pedestrian crossing speed are traffic combination of
motorcyle – motorcycle, light vehicle accompany of 2, 3, and more than 3 persons,
and load carried by the pedestrians.

Based on the constructed model, then the value of pedestrian crossing delay and
pedestrian crossing speed are 4,131 s and 1,040 m/s consecutively. Based on the
criteria published by Bina Marga, the facility desired in the observed road is pelican
crossing with waiting space, meanwhile based on the matrice created from multi-
linear-regression model, the desired facility is pelican crossing.

Keywords : multi-linear-regression, pedestrian crossing delay, pedestrian


crossing speed, pedestrian crossing facility

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur disampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul
“Pembuatan Model Regresi Linear Berganda Sebagai Evaluasi Kriteria Pemilihan
Fasilitas Penyeberangan Pejalan Kaki Di Jalan Otto Iskandardinata, Bandung”.
Laporan tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tahap Sarjana di
Program Studi Teknik Sipil ITB

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sony Sulaksono Wibowo,
M.T., selaku pembimbing tugas akhir yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis dalam pembuatan tugas akhir.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
memberikan dukungan, semangat, kritik, dan masukan kepada penulis dalam
proses pengerjaan tugas akhir ini.
1.) Keluarga penulis yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis;
2.) Dr. Russ Bona Frazila, S.T., M.T dan Dr. Febri Zukhruf, S.T., M.T. selaku
dosen penguji dalam seminar proposal, dan sidang Tugas Akhir yang telah
memberikan kritik, bimbingan, dan arahan dalam proses pembuatan Tugas
Akhir;
3.) Seluruh dosen pengajar di Program Studi Teknik Sipil yang telah memberikan
ilmu-ilmu mengenai dasar-dasar dari rekayasa sipil;
4.) Staf Tata Usaha Program Studi Teknik Sipil ITB yang telah memberikan
bantuan dan layanan yang sangat baik dalam proses penyelesaian Tugas
Akhir.

Bandung, Juni 2017

Penulis

iv
DAFTAR ISI

PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR .................................................. i


ABSTRAK ............................................................................................................. ii
ABSTRACT .......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...........................................................................................................v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
I.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
I.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 4
I.3 Tujuan ............................................................................................................ 5
I.4 Ruang Lingkup .............................................................................................. 5
I.5 Batasan Kajian ............................................................................................... 5
I.6 Sistematika Penulisan .................................................................................... 6
BAB II STUDI PUSTAKA ....................................................................................8
II.1 Pejalan Kaki ................................................................................................... 8
II.1.1 Definisi Pejalan Kaki ......................................................................... 8
II.1.2 Arus Pejalan Kaki .............................................................................. 8
II.1.3 Karakteristik Pejalan Kaki ................................................................. 9
II.1.4 Waktu Tunggu Pejalan Kaki ............................................................ 12
II.1.5 Kecepatan Penyeberangan Pejalan Kaki.......................................... 13
II.2 Arus Lalu-Lintas .......................................................................................... 14
II.3 Jalan ............................................................................................................. 15
II.4 Fasilitas Penyeberangan untuk Pejalan Kaki ............................................... 16
II.5 Model Regresi .............................................................................................. 21
II.5.1 Definisi Model ................................................................................ 21
II.5.2 Regresi Linear ................................................................................. 21
II.5.3 Regresi-Linear-Berganda ................................................................ 22
II.6 Pengujian Data ............................................................................................. 27
II.6.1 Uji Kehilangan Data ........................................................................ 28

v
II.6.2 Uji Data Outlier ............................................................................... 29
II.6.3 Uji Kecukupan Data......................................................................... 33
II.6.5 Uji Normalitas Data ......................................................................... 35
II.6.7 Uji Linearitas ................................................................................... 35
II.7 Uji Hipotesis ................................................................................................ 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................38
III.1 Sistematika Pengerjaan ................................................................................ 38
III.1.1 Diagram Alir Pengerjaan ................................................................. 38
III.1.2 Input, Output, dan Proses dalam Tahap Pengerjaan ........................ 49
III.1.3 Asumsi yang Digunakan .................................................................. 66
III.2 Pengumpulan Data ....................................................................................... 67
III.2.1 Kebutuhan Data ............................................................................... 67
III.2.2 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 73
III.2.3 Waktu Pengumpulan Data ............................................................... 75
BAB IV PENGOLAHAN DATA ........................................................................77
IV.1 Deskripsi Data Pengukuran dan Traffic Counting ....................................... 77
IV.2 Deskripsi Data Penyeberang Jalan............................................................... 80
IV.2.1 Waktu Tunggu ................................................................................. 80
IV.2.2 Kecepatan Menyeberang.................................................................. 83
IV.2.3 Jenis Kelamin ................................................................................... 85
IV.2.4 Kelompok Abilitas ........................................................................... 86
IV.2.5 Accompany ....................................................................................... 88
IV.2.6 Barang Bawaan ................................................................................ 89
IV.2.7 Lokasi Penyeberangan ..................................................................... 91
IV.2.8 Pola Penyeberangan ......................................................................... 92
IV.3 Pengujian Data ............................................................................................. 94
IV.3.1 Uji Kehilangan Data ........................................................................ 94
IV.3.2 Uji Data Outlier ............................................................................... 98
IV.3.3 Uji Kecukupan Data....................................................................... 110
IV.3.5 Uji Normalitas Data ....................................................................... 112
IV.4 Pembuatan Model Regresi-Linear-Berganda ............................................ 116
IV.4.1 Reduksi Variabel Berdasarkan Koefisien Terkecil ........................ 122

vi
IV.4.2 Reduksi Variabel Berdasarkan Angka Signifikan ......................... 127
IV.4.3 Reduksi Variabel Berdasarkan Metode Backward SPSS .............. 131
BAB V ANALISIS DATA .................................................................................139
V.1 Analisis Pemilihan Model ......................................................................... 139
V.1.1 Analisis Pemilihan Model Waktu Tunggu ..................................... 139
V.1.2 Analisis Pemilihan Model Kecepatan Menyeberang .................... 145
V.2 Evaluasi Kriteria Pemilihan Jenis Fasilitas Penyeberangan ...................... 150
V.2.1 Pemilihan Jenis Fasilitas Penyeberangan Berdasarkan Metode Bina
Marga ............................................................................................. 150
V.2.2 Pemilihan Jenis Fasilitas Penyeberangan Berdasarkan Model Regresi-
Linear-Berganda ............................................................................ 151
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................162
VI.1 Simpulan .................................................................................................... 162
VI.2 Saran .......................................................................................................... 164
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................166
LAMPIRAN ........................................................................................................168

vii
DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Hubungan Waktu Tunggu Pejalan Kaki dan Waktu Pelayanan 13
Tabel II.2 Penentuan Lebar Lajur Ideal Menurut Klasifikasi Jalan .......... 15
Tabel II.3 Fasilitas Penyeberangan Berdasarkan Nilai PV2 ...................... 20
Tabel III.1 Input, Proses, dan Output Tahapan Persiapan .......................... 50
Tabel III.2 Input, Proses, dan Output Tahapan Pengumpulan Data (1) ...... 52
Tabel III.3 Input, Proses, dan Output Tahapan Pengumpulan Data (2) ...... 53
Tabel III.4 Input, Proses, dan Output Tahapan Pembuatan Model (1) ....... 56
Tabel III.5 Input, Proses, dan Output Tahapan Pembuatan Model (2) ....... 57
Tabel III.6 Variabel yang Digunakan dalam Pembuatan Model ................ 58
Tabel III.7 Input, Proses, dan Output Tahapan Analisis ............................. 65
Tabel III.8 Tabel Keterangan Batas Lokasi Penyeberangan ....................... 73
Tabel IV.1 Data Geometri Jalan ................................................................. 77
Tabel IV.2 Jumlah Kendaraan yang melewati Ruas Tinjauan .................... 78
Tabel IV.3 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Kombinasi Lalu-
Lintas ........................................................................................ 79
Tabel IV.4 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Waktu Menunggu . 82
Tabel IV.5 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Kecepatan
Menyeberang ............................................................................ 84
Tabel IV.6 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Jenis Kelamin ....... 86
Tabel IV.7 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Kelompok Abilitas 87
Tabel IV.8 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Accompany ........... 88
Tabel IV.9 Distribusi Peyeberang Jalan Berdasarkan Barang Bawaan ...... 90
Tabel IV.10 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Lokasi Penyeberangan
.................................................................................................. 91
Tabel IV.11 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Pola Penyeberangan
.................................................................................................. 93
Tabel IV.12 Statistik Univariat ..................................................................... 94
Tabel IV.13 Rata-Rata Variabel Respon....................................................... 95
Tabel IV.14 Standar Deviasi Variabel Respon ............................................. 95
Tabel IV.15 Frekuensi Pairwise ................................................................... 96

viii
Tabel IV.16 Nilai Rata-Rata dengan Metode Pairwise ................................ 97
Tabel IV.17 Nilai Standar Deviasi dengan Metode Pairwise ....................... 98
Tabel IV.18 Data Statistik Deskriptif ........................................................... 99
Tabel IV.19 Data Statistik Deskriptif pada Percobaan Pertama ................. 104
Tabel IV.20 Data Parameter Box Plot pada Percobaan Pertama ................ 104
Tabel IV.21 Data Statistik Deskriptif pada Percobaan Terakhir ................ 110
Tabel IV.22 Data Parameter Box Plot pada Percobaan Terakhir ................ 110
Tabel IV.23 Hasil Uji Normalitas Data ...................................................... 113
Tabel IV.24 Hasil Pengujian Data .............................................................. 115
Tabel IV.25 Tanda yang Diharapkan pada Model ...................................... 117
Tabel IV.26 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan
Metode Reduksi Berdasarkan Koefisien untuk Waktu Tunggu (1)
................................................................................................ 123
Tabel IV.27 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan
Metode Reduksi Berdasarkan Koefisien untuk Waktu Tunggu (2)
................................................................................................ 124
Tabel IV.28 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan
Metode Reduksi Berdasarkan Koefisien untuk Kecepatan
Menyeberang (1) ..................................................................... 125
Tabel IV.29 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan
Metode Reduksi Berdasarkan Koefisien untuk Kecepatan
Menyeberang (2) ..................................................................... 126
Tabel IV.30 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan
Metode Reduksi Berdasarkan t-test untuk Waktu Tunggu ..... 128
Tabel IV.31 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan
Metode Reduksi Berdasarkan t-test untuk Kecepatan
Menyeberang .......................................................................... 129
Tabel IV.32 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan
Metode Backward pada SPSS untuk Waktu Tunggu (1)........ 133
Tabel IV.33 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan
Metode Backward pada SPSS untuk Waktu Tunggu (2)........ 134

ix
Tabel IV.34 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan
Metode Backward pada SPSS untuk Kecepatan Menyeberang
................................................................................................ 135
Tabel V.1 Analisis Pemilihan Model Waktu Tunggu ............................. 140
Tabel V.2 Analisis Pemilihan Model Kecepatan Meneyeberang ............ 146
Tabel V.3 Proporsi Kondisi Waktu Tunggu ............................................ 152
Tabel V.4 Distribusi Waktu Menunggu Tanpa Data Outlier .................. 153
Tabel V.5 Rekomendasi Fasilitas Penyeberangan Berdasarkan Waktu
Tunggu .................................................................................... 155
Tabel V.6 Proporsi Kondisi Kecepatan Menyeberang ............................ 156
Tabel V.7 Distribusi Kecepatan Menyeberang Tanpa Data Outlier........ 157
Tabel V.8 Rekomendasi Fasilitas Penyeberangan Berdasarkan Kecepatan
Menyeberang .......................................................................... 158
Tabel VI.1 Proporsi Kondisi Waktu Tunggu ............................................ 163
Tabel VI.2 Proporsi Kondisi Kecepatan Menyeberang ............................ 164

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Beberapa Jenis Simpangan ....................................................... 25


Gambar II.2 Uji Hipotesis dengan Daerah Penerimaan pada Nilai Standaridasi
Positif ........................................................................................ 29
Gambar II.3 Uji Hipotesis dengan Daerah Penerimaan pada Nilai Standaridasi
Negatif ...................................................................................... 30
Gambar II.4 Uji Hipotesis dengan Daerah Penerimaan Dua Arah................ 30
Gambar II.5 Bagian-Bagian dari Box Plot .................................................... 31
Gambar II.6 Ilustrasi Box Plot....................................................................... 33
Gambar III.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir (1) ............................... 43
Gambar III.2 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir (2) ............................... 44
Gambar III.3 Diagram Alir Tahapan Persiapan .............................................. 45
Gambar III.4 Diagram Alir Tahapan Pengumpulan Data ............................... 46
Gambar III.5 Diagram Alir Tahapan Pembuatan Model ................................ 47
Gambar III.6 Diagram Alir Tahap Analisis .................................................... 48
Gambar III.7 Kombinasi Lalu-Lintas 1 (Mobil – Mobil) ............................... 60
Gambar III.8 Kombinasi Lalu-Lintas 2 (Mobil – Motor) ............................... 61
Gambar III.9 Kombinasi Lalu-Lintas 3 (Motor – Mobil) ............................... 61
Gambar III.10 Kombinasi Lalu-Lintas 4 (Motor-Motor) ................................. 62
Gambar III.11 Contoh Penyeberang Jalan yang Dihitung Membawa Barang . 63
Gambar III.12 Ilustrasi Pola Penyeberangan One-Stage .................................. 69
Gambar III.13 Ilustrasi Pola Penyeberangan Two-Stage .................................. 69
Gambar III.14 Batas Lokasi Penyeberangan 1 dan 2 ....................................... 70
Gambar III.15 Batas Lokasi Penyeberangan 3 dan 4 ....................................... 70
Gambar III.16 Batas Lokasi Penyeberangan 5 dan 6 ....................................... 71
Gambar III.17 Batas Lokasi Penyeberangan 7 dan 8 ....................................... 71
Gambar III.18 Batas Lokasi Penyeberangan 9 dan 10 ..................................... 72
Gambar III.19 Peta Lokasi Ruas Tinjauan pada Jalan Otto Iskandardinata,
Bandung .................................................................................... 74
Gambar III.20 Lokasi Penempatan Kamera ..................................................... 74
Gambar III.21 Kondisi Ruas Jalan Tinjauan saat Pengambilan Data ............... 76

xi
Gambar IV.1 Kombinasi Lalu-Lintas ............................................................. 79
Gambar IV.2 Grafik Distribusi Waktu Menunggu dalam Bentuk Diagram
Batang ....................................................................................... 82
Gambar IV.3 Grafik Distribusi Kecepatan Menyeberang dalam Bentuk
Diagram Batang ........................................................................ 85
Gambar IV.4 Grafik Distribusi Jenis Kelamin Penyeberang Jalan ................ 86
Gambar IV.5 Grafik Distribusi Kelompok Abilitas Penyeberang Jalan ......... 87
Gambar IV.6 Grafik Distribusi Accompany Penyeberang Jalan..................... 89
Gambar IV.7 Grafik Distribusi Barang Bawaan Penyeberang Jalan .............. 90
Gambar IV.8 Grafik Distribusi Lokasi Penyeberangan Penyeberang Jalan ... 92
Gambar IV.9 Grafik Distribusi Pola Penyeberangan Penyeberang Jalan ....... 93
Gambar IV.10 Box Plot Waktu Tunggu pada Percobaan Pertama ................. 105
Gambar IV.11 Box Plot Kecepatan Menyeberang pada Percobaan Pertama . 105
Gambar IV.14 Box Plot Waktu Tunggu pada Percobaan Kedua .................... 107
Gambar IV.15 Box Plot Waktu Tunggu pada Percobaan Ketiga ................... 107
Gambar IV.16 Box Plot Waktu Tunggu pada Percobaan Keempat ................ 108
Gambar IV.17 Box Plot Waktu Tunggu pada Percobaan Kelima .................. 108
Gambar IV.18 Box Plot Kecepatan Menyeberang pada Percobaan Kedua .... 109
Gambar IV.19 Box Plot Kecepatan Menyeberang pada Percobaan Ketiga .... 109
Gambar IV.20 Grafik Uji Normalitas Variabel Waktu Tunggu ..................... 113
Gambar IV.21 Grafik Uji Normalitas Variabel Kecepatan Menyeberang ..... 114
Gambar V.1 Distribusi Waktu Menunggu dalam Bentuk Grafik ................ 154
Gambar V.2 Distribusi Kecepatan Menyeberang dalam Bentuk Grafik ..... 157
Gambar V.3 Matriks Rekomendasi Fasilitas Penyeberangan Jalan ............ 159
Gambar V.4 Ilustrasi Penempatan Fasilitas Penyeberangan ....................... 160

xii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah populasi ke-empat
terbesar di dunia. Pada sensus penduduk tahun 2010, Indonesia tercatat memiliki
penduduk sebanyak 237.641.326 jiwa. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat
tinggi tersebut bahkan masih memiliki kecenderungan untuk terus meningkat. Pada
tahun 2014, laju pertambahan penduduk Indonesia adalah sebesar 1,4%.

Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk tersebut, maka terjadi pula


peningkatan kebutuhan pergerakan dari setiap orang. Kebutuhan pergerakan yang
turut meningkat ini telah menimbulkan peningkatan kebutuhan atau demand dari
sistem transportasi di Indonesia, baik dari segi sarana maupun prasarana.

Hampir seluruh penduduk di Indonesia, terutama yang tinggal di wilayah


perkotaan, seperti Jakarta atau Bandung cenderung memilih untuk menggunakan
kendaraan pribadi dibandingkan dengan menggunakan angkutan umum sebagai
sarana untuk memenuhi kebutuhan pergerakannya. Hal ini terjadi disebabkan oleh
anggapan masyarakat yang menilai bahwa kendaraan umum yang tersedia saat ini
belum memberikan pelayanan yang cukup baik.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa pertumbuhan populasi akan


memengaruhi pertumbuhan arus lalu-lintas, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Begitu pula yang terjadi di kota Bandung. Laju pertumbuhan arus lalu-
lintas yang cepat dari tahun ke tahun, seharusnya diimbangi dengan pembangunan
infrastruktur prasarana yang juga sesuai dengan kondisi tersebut. Namun, pada
kenyataannya pembangunan infrastruktur prasarana lalu-lintas ternyata jauh lebih
lambat dibandingkan laju pertumbuhan arus lalu-lintas yang ada. Dengan kondisi
yang ada tersebut, di kota Bandung, penduduknya justru tetap memiliki
kecenderungan untuk menggunakan angkutan pribadi dibandingkan dengan
angkutan umum. Hal tersebut membuat ruang headway suatu kendaraan menjadi

1
semakin sempit. Artinya, dengan fenomena tersebut, maka kondisi lalu-lintas di
Bandung sekarang dapat dikatakan menjadi cukup padat.

Selain kepadatan jalan, hal yang dapat menjadi sorotan adalah jenis kendaraan yang
digunakan oleh masyarakat di kota Bandung juga cukup beragam. Untuk kendaraan
pribadi, umumnya masyarakat cenderung menggunakan sepeda motor, dan mobil
baik berjenis sedan maupun minibus. Sedangkan untuk angkutan yang bukan milik
pribadi umumnya terdiri mulai dari sepeda motor, mobil (kendaraan ringan) hingga
bis dan truk (kendaraan berat). Sebagian besar jalan di kota Bandung tidak
memberikan regulasi khusus untuk membatasi suatu jenis kendaraan masuk untuk
melewati ruas jalan tertentu.

Dengan adanya kondisi di mana terdapat keberagaman jenis kendaran dalam satu
ruas jalan, ditambah dengan kepadatan lalu-lintas, maka hal ini dapat menjadi
masalah, karena arus lalu-lintas dari berbagai jenis kendaran yang bercampur akan
menimbulkan kecenderungan pengemudi untuk tidak berkendara sesuai dengan
lajur yang seharusnya. Dengan ruas jalan yang padat, pengemudi akan memilih
bagian mana saja dari ruang jalan yang tersedia, seperti bahu jalan, atau mengemudi
di tengah marka jalan. Bahkan, beberapa pengemudi sepeda motor memilih untuk
berkendara di trotoar yang seharusnya diperuntukkan sebagai fasilitas bagi pejalan
kaki.

Kompleksitas dari masalah ini semakin bertambah jika tata guna lahan yang
terdapat di sekitar ruas jalan merupakan pusat kegiatan manusia, seperti pasar,
pertokoan, halte, dan lain sebagainya. Saat tata guna lahan di sekitar ruas jalan
merupakan pusat kegiatan, maka di sekitar ruas jalan tersebut akan terdapat banyak
manusia. Manusia, sebagai pejalan kaki adalah salah satu elemen lalu-lintas yang
memiliki potensi paling tinggi untuk menjadi objek kecelakaan. Dengan kondisi di
mana ruas jalan sudah cukup padat, maka arus lalu-lintas kendaraan dan pejalan
kaki dapat saling mengintervensi, dan akan membangkitkan potensi kecelakaan
lalu-lintas. Di Indonesia, angka kecelakaan lalu-lintas yang melibatkan pejalan kaki
mencapai sekitar 22% dari total kecelakaan yang ada. Angka tersebut

2
mengisyaratkan bahwa pejalan kaki membutuhkan suatu fasilitas yang dapat
melayani kebutuhan akan keselamatan, dan kenyamanan bagi mereka.

Fasilitas penyeberangan pejalan kaki yang terdapat di negara berkembang, seperti


Indonesia, memang cukup berbeda dengan fasilitas penyeberangan yang terdapat di
negara-negara maju, baik secara tampilan fisiknya, maupun penerapan fungsinya.
Fasilitas penyeberangan pejalan kaki yang berada di lokasi yang tepat, serta
berfungsi sesuai yang diharapkan sangat sulit dimanifestasikan saat perilaku lalu-
lintas yang buruk masih terjadi, seperti bercampurnya arus lalu-lintas berbagai jenis
kendaraan, dan pengemudi yang berkendara tidak sesuai dengan lajurnya. Dan hal
tersebut sangat lumrah terjadi di Indonesia, termasuk di kota Bandung. Masalah
yang kompleks tersebut akan semakin bertambah parah jika ruas jalan berada di
wilayah yang memiliki tata guna lahan berupa daerah komersial atau pusat kegiatan
manusia, seperti pertokoan dan perumahan.

Bagian tengah ruas jalan atau biasa disebut midblock merupakan suatu lokasi yang
sangat rawan terjadi intervensi arus dari lalu-lintas kendaraan dan arus pejalan kaki,
terutama jika daerah sekeliling jalan merupakan pusat kegiatan manusia. Pada
kondisi ini, para pejalan kaki sering kali menyeberang secara sembarangan untuk
bergerak dari sisi jalan yang satu ke sisi jalan lainnya melewati lalu-lintas yang pola
dan komposisinya cenderung beragam. Fenomena tersebut dapat dinamakan
jaywalking. Saat pejalan kaki melakukan jaywalking, pada umumnya akan timbul
perilaku dan karakteristik penyeberang jalan yang sangat beragam jika
dibandingkan dengan pejalan kaki yang menyeberang pada fasilitas penyeberangan.
Karakteristik penyeberang jalan tersebut pada umumnya terdiri dari waktu tunggu,
waktu menyeberang, celah atau gap yang diterima, pola penyeberangan, dan lain
sebagainya.

Dari beberapa karakteristik yang telah disebutkan sebelumnya, sifat lalu-lintas yang
beragam di Kota Bandung ini secara signifikan dapat menyebabkan para
penyeberang jalan memliki waktu tunggu dan waktu menyeberang yang sangat
beragam. Keberagaman karaketeristik tersebut ditambah lagi dengan performa dari

3
penyeberang jalan itu sendiri. Performa penyeberang jalan dapat ditentukan
berdasarkan jenis kelamin, jumlah orang yang menyeberang dalam satu waktu
(accompany), dan kelompok abilitas (apakah termasuk elemen lalu-lintas yang
membutuhkan perhatian khusus atau tidak) dari penyeberang jalan itu sendiri.

Dengan adanya karakteristik yang beragam dari para penyeberang jalan yang telah
disebutkan di atas, dan ditambah dengan kondisi mixed-traffic yang terjadi di
sebagian besar ruas jalan di Indonesia, khususnya di kota Bandung, maka
muncullah suatu respon yang beraneka ragam dari pejalan kaki dalam menyeberang
jalan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu perancangan fasilitas penyeberangan
pejalan kaki yang tepat guna. Artinya, fasilitas penyeberangan tersebut harus dapat
mengakomodasi karakteristik arus (lalu-lintas kendaraan dan pejalan kaki) yang
terjadi dan performa yang dimiliki oleh para penyeberang jalan. Namun, kriteria
pemilihan fasilitas penyeberangan yang ada pada saat ini dinilai tidak
mengakomodasi hal terserbut karena hanya ditinjau dari arus pejalan kaki dan arus
kendaraan yang melewati ruas jalan tersebut. Oleh karena itu, kriteria pemilihan
fasilitas penyeberangan tersebut harus ditinjau ulang dan dikemas dengan
mempertimbangkan suatu model yang tepat agar dapat mengakomodasi
karakteristik arus (lalu-lintas kendaraan dan pejalan kaki) yang terjadi dan performa
yang dimiliki oleh para penyeberang jalan. Dalam pengerjaan tugas akhir ini, model
yang dijadikan pertimbangan dalam pembuatan kriteria pemilihan fasilitas
penyeberangan pejalan kaki adala model regresi-linear-berganda.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, maka rumusan
masalah yang terdapat pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut.
 Bagaimana karakteristik penyeberangan jalan pada jalan perkotaan,
khususnya terkait dengan waktu menunggu untuk menyeberang dan
kecepatan menyeberang;
 Bagaimana model regresi linier dapat digunakan dalam membuat model
penyeberangan jalan;

4
 Bagaimana faktor-faktor yang terkait dengan waktu menunggu untuk
menyeberang dan kecepatan menyeberang dapat dikaji melalui model regresi
linier;
 Bagaimana implikasi fasilitas yang dapat dibangun terkait dengan faktor
tersebut agar proses penyeberangan jalan menjadi lebih cepat, aman, dan
nyaman.

I.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka tujuan
utama dari tugas akhir ini adalah melakukan kajian karakteristik penyeberangan
jalan di kawasan jalan perkotaan melalui model regresi linier. Kajian ini dibagi
dalam beberapa sub tujuan, yaitu:
 Pengembangan model regresi linier waktu menunggu untuk menyeberang;
 Pengembangan model regresi linier kecepatan menyeberang;
 Pengembangan usulan fasilitas penyeberang jalan berdasarkan karakteristik
menunggu untuk menyeberang dan kecepatan menyeberang

I.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup yang menjadi batasan saat melakukan tugas akhir ini adalah sebagai
berikut.
 Studi kasus yang digunakan adalah jalan perkotaan yang relatif padat (fungsi
jalan kolektor) satu arah tidak terbagi dengan jumlah lajur lebih dari dua;
 Memiliki konsentrasi aktivitas, minimal di salah satu sisi jalan yang
mendorong volume penyeberangan yang tinggi;
 Penyeberangan terjadi di sepanjang segmen jalan yang diamati dan tidak ada
fasilitas khusus penyeberangan pejalan kaki seperti zebra cross;
 Studi kasus dilakukan di Jalan Otto Iskandardinata, Bandung.

I.5 Batasan Kajian


Kajian karakteristik menyeberang dikaji dari hubungan antara waktu menunggu
untuk menyeberang dengan faktor-faktor yang mempengaruhi, dimana hubungan
masing-masing faktor terhadap waktu tersebut diasumsikan linier. Hal yang sama

5
untuk hubungan antara kecepatan menyeberang dengan faktor-faktor pengaruhnya.
Objek yang melakukan penyeberangan diasumsikan memiliki perilaku yang sama
dan hanya terkait pada kondisi karakteristik sosioekonomi secara individual dan
kondisi melakukan penyeberangan.

I.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan yang terdapat pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut.
1. BAB I - PENDAHULUAN
Pada bab ini, akan dijelaskan mengenai pengantar dan hal-hal umum
penelitian yang dilakukan pada tugas akhir, seperti latar belakang, rumusan
masalah, tujuan, ruang lingkup, dan sistematika penulisan tugas akhir.

2. BAB II - STUDI PUSTAKA


Pada bab ini akan dijelaskan teori dasar yang akan digunakan dalam
pengerjaan tugas akhir, serta kriteria pemilihan dan desain fasilitas
penyeberangan jalan bagi pejalan kaki.

3. BAB III – METODOLOGI PENELITIAN


Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan dan sistematika pengerjaan
tugas akhir, dan kebutuhan data serta cara pengambilan data terkait dengan
pembuatan model regresi-linear-berganda dan perencanaan fasilitas
penyeberangan jalan bagi pejalan kaki.

4. BAB IV – PENGOLAHAN DATA


Pada bab ini akan dijelaskan mengenai deskripsi data, pengujian data, dan
dalam pembuatan model regresi-linear-berganda dengan beberapa metode
yang akan digunakan sebagai data masukan rekomendasi fasilitas
penyeberangan jalan bagi pejalan kaki.

5. BAB V – ANALISIS DATA


Pada bab ini, akan dibahas mengenai analisis pemilihan model yang terbaik
berdasarkan beberapa metode yang dilakukan, serta penentuan rekomendasi

6
fasilitas penyeberangan pejalan kaki dengan metode Bina Marga, dan dengan
model regresi-linear-berganda.

6. BAB VI – SIMPULAN DAN SARAN


Pada bab ini akan dijelaskan kembali jawaban dari rumusan permasalahan
yang telah ditentukan, dan saran terhadap hasil penelitian agar pekerjaan
serupa dapat menjadi lebih baik di masa mendatang.

7
BAB II
STUDI PUSTAKA

II.1 Pejalan Kaki


Subbab ini akan menjelaskan beberapa hal penting mengenai pejalan kaki yang
dapat dijadikan persepsi dalam pengerjaan tugas akhir. Penjelasan mengenai
pejalan kaki akan dijelaskan dengan lebih rinci dalam bagian-bagian subbab
sebagai berikut.

II.1.1 Definisi Pejalan Kaki


Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 03/PRT/M/2014/2011,
Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan
Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, definisi dari pejalan kaki
adalah setiap orang yang berjalan di ruang lalu-lintas jalan.

Berdasarkan PP No.43, Tahun 1993, pejalan kaki harus berjalan pada bagian jalan
yang diperuntukan bagi pejalan kaki, atau pada bagian jalan bagian kiri apabila
tidak terdapat bagian jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki.

Dalam Ontario Traffic Manuals, yang termasuk dalam kategori pejalan kaki adalah
sebagai berikut.
1. Orang yang tidak mengendarai kendaraan;
2. Orang yang menggunakan kursi roda dan bergerak dengan bantuan tenaga
apapun;
3. Orang yang mendorong sepeda atau kursi roda.

II.1.2 Arus Pejalan Kaki


Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 03/PRT/M/2014/2011,
Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan
Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, arus atau volume pejalan kaki
adalah besaran jumlah pejalan kaki yang berada di jalur pejalan kaki dalam orang
per meter per menit.

8
Pada pedoman teknik Departemen Pekerjaan Umum tentang Pedoman Perencanaan
Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum, No.032/T/BM/1999 disebutkan bahwa arus
pejalan kaki adalah jumlah pejalan kaki yang melewati suatu penapang tertentu,
yang biasanya dinyatakan dengan jumlah pejalan kaki per satuan waktu
(pejalan/menit).

II.1.3 Karakteristik Pejalan Kaki


Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 03/PRT/M/2014/2011,
Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan
Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, karakteristik pejalan kaki
yang berperan dalam tingkat pelayanan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki
yang menjadi dasar perencanaan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, yaitu:
1. Karakteristik fisik pejalan kaki;
Karakteristik ini dipengaruhi oleh dimensi tubuh manusia dan daya gerak
yang digunakan untuk mengetahui kebutuhan ruang bagi gerakan normal
manusia. Kemampuan fisik pejalan kaki berhubungan dengan jarak tempuh
yang mampu dijalani. Hal-hal yang mempengaruhi jauhnya jarak berjalan
kaki yaitu:
 Motif
Motif yang kuat dalam berjalan kaki dapat mempengaruhi orang untuk
berjalan lebih lama atau jauh. Motif rekreasi mempunyai jarak yang relatif
lebih pendek, sedangkan motif berbelanja dapat dilakukan lebih dari 2 jam
dengan jarak sampai 2,5 km tanpa disadari sepenuhnya oleh pejalan kaki.
 Kenyamanan yang dipengaruhi oleh faktor cuaca dan jenis aktivitas
Cuaca yang buruk akan mengurangi keinginan orang berjalan. Di
Indonesia, dengan cuaca yang panas orang hanya ingin menempuh 400
meter, sedangkan untuk aktivitas berbelanja membawa barang, keinginan
berjalan tidak lebih dari 300 meter.
 Ketersediaan fasilitas kendaraan umum
Ketersediaan fasilitas kendaraan umum yang memadai dalam hal
penempatan penyediaannya akan mendorong orang untuk berjalan lebih
jauh dibandingkan dengan apabila tidak tersedia fasilitas ini secara merata.

9
 Pola guna lahan dan kegiatan
Berjalan di pusat perbelanjaan terasa menyenangkan sampai dengan jarak
500 meter. Lebih dari jarak ini diperlukan fasilitas lain yang dapat
mengurangi kelelahan orang berjalan, misalnya adanya tempat duduk dan
kios makanan/minuman.

2. Karakteristik perilaku pejalan kaki;


Perilaku pejalan kaki dapat menyebabkan bertambahnya ruang untuk pejalan
kaki. Perilaku dimaksud antara lain pejalan kaki yang membawa payung,
keranjang belanja bagi wanita, atau kebiasaan untuk berjalan bersama sambil
berbincang dalam jalur pejalan kaki membutuhkan tambahan lebar jalur
pejalan kaki.

3. Karakteristik psikis pejalan kaki


Karakteristik psikis pejalan kaki berupa preferensi psikologi yang diperlukan
untuk memahami keinginan-keinginan pejalan kaki ketika melakukan
aktivitas berlalu-lintas. Pejalan kaki lebih suka menghindari kontak fisik
dengan pejalan kaki lainnya dan biasanya akan memilih ruang pribadi yang
lebih luas, sehingga diperlukan jarak membujur yang memadai agar diperoleh
gerakan pejalan kaki yang nyaman.

Dalam melakukan penyeberangan jalan, kelompok pejalan kaki juga dapat


dibedakan menjadi beberapa kategori. Berdasarkan Ontario Traffic Manuals yang
mengacu pada pedoman yang dibuat oleh Institute of Transportation Engineers,
terdapat beberapa elemen yang dapat memengaruhi pejalan kaki dalam
menyeberangi jalan. Beberapa hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti usia, kemampuan fisik, dan kemampuan serta pengetahuan mengenai lalu-
lintas. Dengan adanya beberapa faktor tersebut, maka pada umumnya beberapa
kategori pejalan kaki akan dibedakan perilakunya dari kategori pejalan kaki
lainnya. Seringkali pejalan kaki yang dibedakan perilakunya adalah kelompok
anak-anak dan orang tua. Kedua kelompok ini sering dianggap sebagai pejalan kaki
yang vulnerable relatif terhadap pejalan kaki pada umumnya (umunya dalam

10
rentang usia 20 tahun – 64 tahun). Penjelasannya akan dijabarkan ke dalam
beberapa poin sebagai berikut.
1. Anak-anak
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kelompok anak-anak ialah
salah satu kelompok yang termasuk rentan atau rawan untuk menjadi korban
kecelakaan lalu-lintas. Hal ini disebabkan oleh kemampuan anak-anak dalam
hal menerka kecepatan kendaraan, pembacaan ruang atau spasial, dan
mengukur jarak tempuh masih rendah. Terlebih lagi untuk anak-anak yang
masih berusia di bawah 10 tahun, kemampuan visual dan auditori, persepsi
terhadap kedalaman, dan kemampuan scanning yang dimiliki masih dalam
tahap perkembangan. Selain itu, anak-anak pada umumnya akan mudah
terdistraksi dalam melakukan penyeberangan dan berperilaku tidak sesuai
dengan apa yang diekspektasikan oleh pengemudi kendaraan.

2. Lanjut usia
Kelompok lanjut usia digolongkan dalam pejalan kaki yang bersifat
vulnerable disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut.
 Kemampuan visual, mental, dan fisik yang sudah mulai berkurang;
 Proporsi penyandang disabilitas fisik yang lebih besar dibandingkan
pejalan kaki pada umumnya;
 Sensitivitas gerak dan adaptasi terhadap intensitas cahaya tertentu
berkurang;
 Persepsi dan reaksi terhadap waktu berkurang;
 Kekuatan, fleksibilitas, dna jangkauan gerak berkurang;
 Kecepatan menyeberang yang lebih lambat.

Sedangkan menurut Dewar (1992), penyeberang jalan dengan kondisi fisik yang
mendapat perhatian khusus dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
1. Penyeberang yang cacat fisik
Adalah pengguna jalan/penyeberang yang cacat fisiknya atau mempunyai
keterbatasan fisiknya, oleh karena itu perlu diberikan fasilitas khusus. Bentuk

11
fasilitas khusus misalnya untuk pengguna jalan yang buta, pada
penyeberangan jalan dapat diberi pengeras suara yang berbeda (lubang
tertentu tempat tongkat/kursi roda) yang berguna untuk memberitahu tempat
penyeberangan dan saat menyeberang.

2. Penyeberang anak-anak
Adalah penyeberang pada usia anak-anak (0-12 tahun) yang sering terjadi
kecelakaan dibandingkan pada golongan usia lainnya. Faktor yang
menimbulkan kecelakaan pada usia anak-anak, antara lain adalah sebagai
berikut.
 Tinggi badan anak yang relatif kecil menyulitkan mereka untuk
mengevaluasi situasi lalu lintas dengan cepat
 Anak-anak sulit untuk membedakan kiri dan kanan
 Anak-anak merasa yakin bahwa cara teraman untuk menyeberang adalah
dengan cara berlari
 Anak-anak hanya mempunyai pengetahuan yang sedikit tentang
penggunaan fasilitas penyeberangan
 Anak-anak mempunyai kesulitan untuk menerka kecepatan lalu lintas dan
asal bunyi klakson kendaraan.

3. Penyeberang Usia Lanjut


Penyeberang usia lanjut lebih cenderung mengalami kecelakaan daripada usia
yang lainnya disebabkan oleh :
 Kelemahan fisik
 Membutuhkan waktu lebih lama untuk menyeberang (karena faktor usia)

II.1.4 Waktu Tunggu Pejalan Kaki


Pedestrian crossing delay atau waktu tunggu pejalan kaki adalah waktu yang
dibutuhkan bagi pejalan kaki sebelum akhirnya memutuskan untuk melakukan
penyeberangan jalan. Waktu tunggu penyeberang jalan ini akan menentukan kinerja
suatu fasilitas penyeberangan jalan sebagaimana digambarkan oleh tabel di bawah
ini.

12
Tabel II.1 Hubungan Waktu Tunggu Pejalan Kaki dan Waktu Pelayanan
Waktu Tunggu Tingkat Pelayanan Tingkat Ketidakpatuhan
< 5 detik A Rendah
5 detik - 10 detik B
10 detik - 20 detik C Menengah
20 detik - 30 detik D
30 detik - 45 detik E Tinggi
> 45 detik F Sangat Tinggi
Sumber: Highway Capacity Manual (HCM) 2010

Dapat dilihat pada tabel di atas bahwa semakin lama waktu menunggu pejalan kaki
sebelum menyeberang, maka tingkat pelayanan yang diberikan oleh suatu fasilitas
pejalan kaki akan semakin rendah, dan tingkat kepatuhan pejalan kaki akan semakin
tinggi.

II.1.5 Kecepatan Penyeberangan Pejalan Kaki


Berdasarkan Local Transport Note 1/95, Department of Transport, London
Kecepatan penyeberangan pejalan kaki dalam konteks penyeberangan jalan dapat
diartikan sebagai jarak yang ditempuh oleh pejalan kaki dibagi dengan waktu yang
dibutuhkan oleh pejalan kaki untuk menyeberang dari satu sisi kerb ke sisi kerb
lainnya.

Menurut studi yang dilakukan oleh Hummer, Allen, dan Milazo (1999), kecepatan
pejalan kaki saat menyeberang pada umumnya adalah sekitar 1,2 m/s. Jika pada
suatu wilayah proporsi untuk usia lanjut cukup besar (di atas 20%), maka kecepatan
rata-rata pejalan kaki untuk menyeberang jalan adalah 1,0 m/s. Pada Highway
Capacity Manual (HCM) 2000, berdasarkan studi yang telah dilakukan tersebut
maka ditetapkan bahwa standar kecepatan penyeberangan untuk pejalan kaki adalah
1,4 m/s. Sementara, menurut penelitian yang dilakukan oleh Montufar (2013),
kecepatan desain pejalan kaki saat menyeberang jalan adalah 1,2 m/s. namun dalam
penelitiannya, angka tersebut tidak melibatkan 40% pejalan kaki lanjut usia, 90%
pejalan kaki lanjut usia dengan menggunakan alat bantu jalan (kursi roda dan
tongkat), dan 10% pejalan kaki dewasa (20 tahun – 64 tahun). Namun, dari

13
penelitiannya tersebut dapat dikatakan bahwa kecepatan desain yang lebih rendah
dapat diterapkan untuk pejalan kaki lanjut usia, baik yang dapat berjalan normal
atau berjalan dengan menggunakan alat bantu.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Montufar (2013), maka Pedestrian


Crossing Control Guide, Transportation Assoication of Canada (TAC PCCG)
memodifikasi kecepatan pejalan kaki menjadi beberapa poin sebagai berikut.
1. Kecepatan pejalan kaki saat menyeberang jalan adalah 0,8 m/s jika 20% dari
pejalan kaki adalah pengguna alat bantu untuk berjalan;
2. Kecepatan pejalan kaki saat menyeberang jalan adalah 0,9 m/s jika 20% dari
pejalan kaki merupakan orang-orang lanjut usia
3. Kecepatan pejalan kaki saat menyeberang jalan adalah 1,0 m/s untuk
mengakomodasi pejalan kaki dengan kondisi umum.

II.2 Arus Lalu-Lintas


Arus Lalu Lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati suatu titik
pada periode waktu tertentu (May, 1990). Pada umumnya, arus lalu-lintas
didesifinisikan dengan satuan kendaraan/jam, namun dalam melakukan analisis
biasanya digunakan satuan smp/jam (satuan mobil penumpang per jam). Konversi
satuan arus lalu-lintas dari kendaraan/jam menjadi smp/jam dapat dilakukan dengan
mengalikan nilai arus dalam kendaraan/jam dengan suatu faktor yang disebut
dengan nilai ekivalen mobil penumpang (emp). Untuk keperluan perencanaan, arus
lalu lintas yang lewat dapat ditentukan dari nilai Lalu Lintas Harian Rata-Rata
Tahunan (LHRT).

Ukuran dasar yang sering digunakan untuk definisi arus lalu lintas adalah
konsentrasi aliran dan kecepatan. Arus dan volume sering dianggap sama,
meskipun istilah arus lebih tepat untuk menyatakan arus lalu-lintas dan
mengandung pengertian jumlah kendaraan yang terdapat dalam ruang yang diukur
dalam suatu interval waktu tertentu, sedangkan volume lebih sering terbatas pada
suatu jumlah kendaraan yang melewati suatu titik dalam ruang selama satu
interval waktu tertentu (Hobbs, 1995).

14
II.3 Jalan
Definisi jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap, dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-
lintas, yang berada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan
tanah dan atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api dan jalan
kabel (UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan).

Menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota, Bina Marga 1997,
jalan dapat diklasifikasikan terhadap fungsi jalan, kelas jalan, medan jalan, dan
wewenang pembinaan jalan.
Klasifikasi jalan menurut fungsi jalan dapat dibagi menjadi:
1. Jalan Arteri, adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-ratatinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien;
2. Jalan Kolektor, adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi
dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi;
3. Jalan Lokal, adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.

Pembagian jalan menurut fungsinya terswebut berguna untuk menentukan lebar


lajur ideal yang dimiliki oleh suatu jalan. Hubungan klasifikasi jalan terhadap lebar
lajur dapat digambarkan melalui tabel sebagai berikut.

Tabel II.2 Penentuan Lebar Lajur Ideal Menurut Klasifikasi Jalan


Fungsi Kelas Lebar Lajur Ideal
I 3,75
Arteri
II, III A 3,50
Kolektor III A, III B 3,00
Lokal III C 3,00
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antarkota, Bina Marga 1997

15
II.4 Fasilitas Penyeberangan untuk Pejalan Kaki
Menurut buku standar Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan
Perkotaan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga (Jalan, No.11/T/Bt/1995), apabila
jalur pejalan kaki memotong arus lalu lintas yang lain, maka harus dilakukan
pengaturan lalu lintas, baik dengan lampu pengatur, dengan marka penyeberangan,
atau dengan tempat penyeberangan yang tidak sebidang. Jalur pejalan kaki yang
memotong jalur lalu lintas dapat berupa penyeberangan (zebra cross), marka jalan
dengan lampu pengatur lalu lintas (pelican cross), jembatan penyeberangan dan
terowongan. Berdasarkan elevasinya, maka fasilitas penyeberangan pejalan kaki
tersebut dapat diklasifikasikan menjadi fasilitas penyeberangan sebidang dan
fasilitas penyeberangan tak sebidang.

Fasilitas penyeberangan sebidang adalah fasilitas penyeberangan yang dibangun


dengan elevasi yang sama (sebidang) terhadap arus lalu-lintas yang akan dipotong
oleh pejalan kaki. Fasilitas penyeberangan sebidang dapat dibagi menjadi
penyeberangan zebra dan penyeberangan pelikan.
1. Penyeberangan zebra
Penyeberangan zebra atau lebih dikenal dengan sebutan zebra cross adalah
suatu fasilitas penyeberangan pejalan kaki yang sebidang dengan jalan yang
dilengkapi dengan marka untuk memberi ketegasan atau batas dalam
melakukan lintasan, namun tidak dilengkapi dengan lampu lalu-lintas.
Ketentuan pemasangan penyeberangan zebra menurut Tata Cara Perencanaan
Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan oleh Direktorat Jenderal Bina
Marga adalah sebagai berikut.
 Penyeberangan zebra harus dipasang pada jalan dengan arus lalu-lintas,
kecepatan lalu-lintas, dan arus pejalan kaki yang relatif rendah;
 Lokasi Zebra Cross harus mempunyai jarak pandang yang cukup, agar
tundaan kendaraan yang diakibatkan oleh penggunaan fasilitas
penyeberangan masih dalam batas yang aman.
Sebagai tambahan, menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :
03/PRT/M/2014/2011, Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan
Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan

16
Perkotaan, ketentuan pemasangan penyeberangan zebra adalah sebagai
berikut.
 Terletak pada kaki persimpangan jalan tanpa atau dengan alat pemberi
isyarat lalu-lintas;
 Pemberian waktu penyeberangan bagi pejalan kaki menjadi satu kesatuan
dengan lampu pengatur lalu lintas persimpangan pada persimpangan yang
memiliki lampu pengatur lalu lintas; dan
 Apabila terletak pada kaki persimpangan jalan tanpa alat pemberi isyarat
lalulintas, maka kriteria batas kecepatan kendaraan bermotor adalah < 40
km/jam.

2. Penyeberangan pelikan
Penyeberangan pelikan adalah fasilitas penyeberangan pejalan kaki yang
dilengkapi dengan lampu lalu-lintas untuk menyeberang jalan dengan aman
dan nyaman. Ketentuan pemasangan penyeberangan pelikan adalah sebagai
berikut.
 Pada kecepatan lalu lintas kendaraan dan arus penyeberang tinggi;
 Lokasi pelikan dipasang pada jalan dekat persimpangan;
 Pada persimpangan dengan lampu lalu lintas, dimana penyeberangan
pelikan dapat dipasang menjadi satu kesatuan dengan rambu lalu lintas
(traffic signal).
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 03/PRT/M/2014/2011,
Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan
Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, ketentuan pemasangan
penyeberangan pelikan adalah sebagai berikut.
 Terletak pada ruas jalan dengan jarak minimal 300 meter dari
persimpangan; atau
 Pada jalan dengan kecepatan operasional rata-rata lalu lintas kendaraan >
40 km/jam.

Fasilitas penyeberangan tidak sebidang adalah fasilitas penyeberangan yang


dibangun dengan elevasi yang tidak sama dengan arus lalu-lintas yang akan

17
dipotong oleh pejalan kaki. Elevasi dari fasilitas penyeberangan tersebut dapat lebih
tinggi daripada jalan yang arus lalu-lintasnya akan dipotong oleh pejalan kaki,
maupun lebih rendah. Fasilitas penyeberangan tidak sebidang dapat dibagi menjadi
jembatan penyeberangan dan terowongan.
1. Jembatan penyeberangan
Jembatan penyeberangan merupakan salah satu jenis dari fasilitas
penyeberangan bagi pejalan kaki yang memiliki elevasi lebih tinggi (di atas
tanah) dibandingkan dengan jalan di mana terdapat arus lalu-lintas yang akan
dipotong oleh pejalan kaki. Ketentuan pemasangan jembatan penyeberangan
ini adalah sebagai berikut.
 Bila fasilitas penyeberangan dengan menggunakan penyeberangan zebra
dan penyeberangan pelikan sudah mengganggu lalu lintas yang ada;
 Pada ruas jalan dimana frekuensi terjadinya kecelakaan yang melibatkan
pejalan kaki cukup tinggi;
 Pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas dan arus pejalan kaki yang
tinggi.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 03/PRT/M/2014/2011,


Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan
Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, jembatan
penyeberangan dapat digunakan apabila:
 Penyeberangan zebra tidak dapat diadakan;
 Penyeberangan pelikan sudah menganggu lalu lintas kendaraan yang ada;
 Ruas jalan memiliki kecepatan kendaraan yang tinggi dan arus pejalan
kaki yang cukup ramai; dan/atau
 Ruas jalan dengan frekuensi terjadinya kecelakaan pejalan kaki yang
cukup tinggi.
Sedangkan ketentuan pembangunan jembatan penyeberangan harus
memenuhi kriteria sebagai berikut
 Keselamatan dan kenyamanan para pemakai jembatan serta keamanan
bagi pemakai jalan yang melintas di bawahnya;
 Penempatannya tidak mengganggu kelancaran lalu lintas; dan

18
 Estetika dan keserasian dengan lingkungan di sekitarnya.

2. Terowongan
Terowongan merupakan salah satu fasilitas penyeberangan yang memiliki
elevasi lebih rendah (di bawah tanah) dibandingkan dengan jalan di mana
terdapat arus lalu-lintas yang akan dipotong oleh pejalan kaki. Pembangunan
terowongan disarankan memenuhi persyaratan sebagai berikut.
 Bila fasilitas penyeberangan dengan menggunakan penyeberangan zebra
dan penyeberangan pelikan serta Jembatan penyeberangan tidak
memungkinkan untuk dipakai;
 Bila kondisi lahannya memungkinkan untuk dibangunnya terowongan;
 Arus lalu lintas dan arus pejalan kaki cukup tinggi.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 03/PRT/M/2014/2011,


Tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan
Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, terowongan
penyeberangan dapat digunakan apabila:
 Jembatan penyeberangan tidak dimungkinkan untuk diadakan; dan/atau
 Lokasi lahan memungkinkan untuk dibangun di bawah tanah.

Ketentuan pemilihan lokasi penyeberangan tidak sebidang memperhatikan


hal-hal sebagai berikut.
 Mudah dilihat serta dapat dijangkau dengan mudah dan aman;
 Memiliki jarak maksimum 50 m dari pusat kegiatan dan keramaian serta
pemberhentian bus; dan/atau
 Memiliki jarak minimum 50 m dari persimpangan jalan

Menurut buku standar Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan
Perkotaan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga (Jalan, No.11/T/Bt/1995), standar
pemilihan fasilitas penyeberangan untuk pejalan kaki juga dibedakan menjadi dua,
yaitu standar pemilihan fasilitas penyeberangan sebidang dan tidak sebidang.

19
Pemilihan jenis fasilitas penyeberangan pejalan kaki sebidang akan mengacu pada
data arus lalu lintas dan arus pejalan kaki yang memotong arus lalu-lintas itu sendiri.
Berikut adalah tabel pemilihan jenis fasilitas penyeberangan sebidang berdasarkan
besarnya arus lalu-lintas dan pejalan kaki

Tabel II.3 Fasilitas Penyeberangan Berdasarkan Nilai PV2


2
PV P V Rekomendasi
> 108 50 - 1100 300 - 500 Penyeberangan zebra
>2×108 50 - 1100 400 - 750 Penyeberangan zebra dengan lapak tunggu
8
> 10 50 - 1100 > 500 Penyeberangan pelikan
> 108 > 1100 > 300 Penyeberangan pelikan
>2×108 50 - 1100 > 750 Penyeberangan pelikan dengan lapak tunggu
>2×108 > 1100 > 400 Penyeberangan pelikan dengan lapak tunggu
Sumber: Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina Marga
(1995)

Dengan:
P = Arus lalu-lintas penyeberang jalan yang menyeberang jalur lalu lintas
sepanjang 100 meter, dinyatakan dengan pejalan kaki/jam
V = Arus lalu-lintas dua arah per jam, dinyatakan dalam kendaraan/jam

Perlu diketahui bahwa penentuan jenis fasilitas penyeberangan pejalan kaki di atas
memiliki hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Arus penyeberang jalan dan arus lalu-lintas adalah rata-rata arus lalu-lintas
pada jam-jam sibuk;
2. Lebar jalan merupakan faktor penentu untuk perlu atau tidaknya dipasang
lapak tunggu.

Lapak tunggu adalah tempat dimana penyeberang jalan dapat berhenti untuk
sementara dalam menunggu kesempatan menyeberang. Ketentuan pemasangan
lapak tunggu akan dijabarkan dalam poin-poin sebagai berikut.
1. Lapak tunggu harus dipasang pada jalur lalu lintas yang lebar, dimana
penyeberang jalan sulit untuk menyeberang dengan aman;
2. Lebar lapak tunggu minimum adalah 1,20 meter;

20
3. Lapak tunggu harus di cat dengan cat yang memantulkan cahaya (reflective)

II.5 Model Regresi


Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai model, regresi-linear, dan bentuk umum
dari regresi-linear-berganda.

II.5.1 Definisi Model


Menurut Tamin (1988), model dapat didefinisikan sebagai bentuk penyederhanaan
suatu realita atau dunia sebenarnya); termasuk di antaranya:
1. Model fisik (model arsitek, model teknik sipil, wayang golek, dan lain-lain);
2. Peta dan diagram (grafis);
3. Model statistika dan matematika (persamaan) yang menerangkan beberapa
aspek fisik, sosial-ekonomi, dan model transportasi.

Semua model tersebut merupakan cerminan dan penyederhanaan realita untuk


tujuan tertentu, seperti memberikan penjelasan, pengertian, serta peramalan.
Beberapa model dapat mencerminkan realita secara tepat. Walaupun merupakan
penyederhanaan, model tersebut bisa saja sangat kompleks dan membutuhkan data
yang sangat banyak serta waktu penyelesaian yang sangat lama.

Salah satu model dari beberapa jenis model yang disebutkan di atas adalah model
matematis. Menurut Tamin (1988), beberapa keuntungan dalam pemakaian model
matematis dalam perencanaan transportasi adalah sewaktu pembuatan formulasi,
kalibrasi, serta penggunaannya, para perencana dapat belajar banyak, melalui
eksperimen, tentang perilaku dan mekanisme internal dari sistem yang sedang
dianalisis.

II.5.2 Regresi Linear


Tamin (2008) menyatakan bahwa analisis regresi-linear adalah metode statistik
yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan antarsifat permasalahan yang
sedang diselidiki. Model analisis regresi-linear dapat memodelkan hubungan antara

21
dua peubah atau lebih. Pada model ini terdapat peubah tidak bebas (y) yang
mempunyai hubungan fungsional dengan satu atau lebih peubah bebas (xi ).

Dalam kasus yang paling sederhana, hubungan secara umum dapat dinyatakan
dalam persamaan (II.1) sebagai berikut.
Y = A + BX ....................................................................................................... (II.1)

Dengan:
Y = Peubah tidak bebas
X = Peubah bebas
A = Intersep atau konstanta regresi
B = Koefisien regresi

Parameter A dan B dapat diperkirakan dengan menggunakan metode kuadrat


terkecil yang meminimumkan total kuadratis residual antara hasil model dengan
hasil pengamatan. Nilai parameter A dan B bisa didapatkan dari persamaan di
bawah ini.
N ∑N N N
i=1(Xi Yi )−∑i=1 (Xi ) ∑i=1 (Yi )
B= 2 2 ............................................................................. (II.2)
N ∑N N
i=1 (Xi )−(∑i=1(Xi ))

A=̅ ̅ ........................................................................................................ (II.3)


Y − BX

Dengan:
̅
Y = Rata-rata dari nilai peubah tidak bebas Yi
̅
X = Rata-rata dari nilai peubah tidak bebas Xi

II.5.3 Regresi-Linear-Berganda
Tamin (2008) menyatakan bahwa konsep regresi-linear-berganda merupakan
pengembangan lanjutan dari konsep dasar model regresi-linear yang telah
dijelaskan sebelumnya. Pengembangan yang dilakukan pada regresi-linear-
berganda terletak pada jumlah peubah bebas yang lebih banyak dan adanya
parameter b. Hal ini sangat diperlukan dalam realita, contohnya dalam tugas akhir

22
ini, parameter b dapat menunjukkan bahwa beberapa peubah bebas karakeristik
pejalan kaki secara simultan memengaruhi respon dari pejalan kaki itu sendiri.

Persamaan di bawah ini memperlihatkan bentuk umum dari metode analisis regresi-
linear-berganda.
Y = A + B1 X1 + B2 X2 + … + BZ XZ .................................................................. (II.4)

Dengan:
Y = Peubah tidak bebas
X1 ,…XZ = Peubah bebas
A = Intersep atau konstanta regresi
B1 ,…BZ = Koefisien regresi

Analisis regresi-linear-berganda adalah suatu metode statistik. Untuk


menggunakannya, terdapat beberapa asumsi yang perlu diperhatikan. Beberapa
asumsi tersebut dijabarkan ke dalam poin-poin sebagai berikut.
1.) Nilai peubah, khususnya peubah tidak bebas, mempunyai nilai tertentu atau
merupakan nilai yang didapat dari hasil survei tanpa kesalahan berarti;
2.) Peubah tidak bebas (Y) harus mempunyai hubungan korelasi linear dengan
peubah bebas (X). Jika hubungan tersebut tidak linear, transformasi linear
harus dilakukan, meskipun batasan ini akan mempunyai implikasi lain dalam
analisis residual;
3.) Efek peubah bebas pada peubah tidak bebas merupakan penjumlahan, dan
harus tidak ada korelasi yang kuat antara sesama peubah bebas;
4.) Variansi peubah tidak bebas terhadap garis regresi harus sama untuk semua
nilai peubah bebas;
5.) Nilai peubah tidak bebas harus tersebar normal atau minimal mendekati
normal;
6.) Nilai peubah bebas sebaiknya merupakan besaran yang relatif mudah untuk
diproyeksikan.

23
Solusi yang dihasilkan pada regresi-linear-berganda akan tetap sama, tetapi lebih
kompleks sehingga beberapa hal baru harus dipertimbangkan, seperti beberapa hal
sebagai berikut.
1. Multikolinear
Hal ini terjadi karena adanya hubungan linear antarpeubah. Pada kasus ini,
beberapa persamaan yang mengandung B tidak saling bebas dan tidak dapat
dipecahkan secara unik.

2. Parameter B yang dibutuhkan


Untuk memutuskan hal ini, terdapat beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut dijabarkan oleh poin-poin sebagai
berikut.
 Apakah ada alasan teori yang kuat sehingga harus melibatkan perubah itu
atau apakah peubah itu penting untuk proses uji dengan model tersebut?
 Apakah peubah itu signifikan dan apakah tanda koefisien parameter yang
didapat sesuai dengan teori atau intuisi?
Jika diragukan, terapkan salah satu cara, yaitu menghilangkan peubah itu dan
melakukan proses regresi lagi untuk melihat efek dibuangnya peubah itu
terhadap peubah lainnya yang masih digunakan oleh model tersebut. Jika
ternyata tidak terlalu terpengaruh, peubah itu dibuang saja sehingga kita
mendapatkan model yang lebih sederhana dan dapat ditaksir secara lebih
tepat.

3. Koefisien determinasi
Koefisien determinasi pada regresi linear sering diartikan sebagai seberapa
besar kemampuan semua variabel bebas dalam menjelaskan varians dari
variabel terikatnya. Gambar II.7 di bawah memperlihatkan garis regresi dan
data (yang diwakili sebagai titik) beberapa data yang digunakan untuk
mendapatkannya. Jika tidak terdapat nilai X, ramalan terbaik dari Yi adalah
̅ . Namun, pada gambar tersebut juga menunjukkan bahwa untuk 𝑋𝑖 , galat
Y
̂ i − Y). Jika Xi diketahui, ternyata
pada metode ini akan tinggi, yaitu (Y
̂ i − Yi ).
ramalan terbaik Yi dan hal ini akan memperkecil galat menjadi (Y

24
Dalam gambar di bawah ini, dapat dilihat pula beberapa jenis simpangan yang
didapatkan dari selisih suatu data dengan garis regresi yang terbentuk, yaitu
̂i − Y
(Y ̅ ) disebut simpangan total, (Yi − Y
̅ ) disebut simpangan terdefinisi,
̂ i − Yi ) disebut simpangan tidak terdefinisi. Berikut merupakan gambar
dan (Y
yang dapat memperlihatkan beberapa jenis simpangan tersebut.

Gambar II.1 Beberapa Jenis Simpangan


Sumber: Tamin (2008)

Dari gambar di atas, maka didapatkan:


̂ −Y
(Y ̅ ) = (Y − Y
̅ ) + (Y
̂ − Yi ) .............................................................. (II.5)
i i i

Jika persamaan di atas dikuadratkan dan seluruh nilai 𝑖 dijumlahkan, maka


didapatkan:

∑N ̂ ̅ 2 N ̅ 2 N ̂ 2
i=1 (Yi − Y) = ∑i=1 (Yi − Y) + ∑i=1 (Yi − Yi ) .................................... (II.6)

̂ −Y
Dengan (Y ̅ ) = bXi , maka dapat dengan mudah dilihat bahwa variasi
i

terdefinisi merupakan fungsi dari koefisien regresi b. Proses penggabungan


total variasi disebut dengan analisis variasi.

25
Koefisien determinasi didefinisikan sebagai nisbah antara variasi tidak
terdefinisi dengan variasi total. Berikut merupakan persamaan yang
digunakan untuk menentukan koefisien determinasi.
2
∑N ̂
i=1 (Yi −Yi )
R2 =1 − 2 .................................................................................... (II.7)
∑N ̂ ̅
i=1 (Yi −Y)

Dalam persamaan koefisien determinasi di atas akan dihasilkan suatu nilai


yang memiliki batas atas sama dengan 1 (satu) atau perfect explanation dan
batas bawah sama dengan 0 (nol) atau no explanation. Nilai antara kedua
batas di atas ditafsirkan sebagai persentase total variasi yang dijelaskan oleh
analisis regresi-linear.

Untuk regresi linear berganda, persamaan koefisien determinasi yang


digunakan secara umum memiliki bentuk yang sama dengan persamaan yang
dihasilkan pada regresi-linear biasa di atas. Namun, pada regresi-linear-
berganda, tambahan peubah B biasanya meningkatkan nilai R2 sehingga,
untuk mengatasinya, akan digunakan nilai R2 yang telah dikoreksi, yaitu:
K
[R2 − ]
̅2=
R N−1
(N−1) .............................................................................................. (II.8)
[ ]
(N−K−1)

Dengan:
N = Ukuran sampel
K = Jumlah peubah 𝐵

4. Koefisien korelasi
Koefisien korelasi ini digunakan untuk menentukan korelasi antara peubah
tidak bebas dengan peubah bebas atau antara sesama peubah bebas. Koefisien
korelasi ini dapat dihitung dengan berbagai cara, yang salah satunya
dituliskan dalam persamaan sebagai berikut.
N ∑N N N
i=1(Xi Yi )−∑i=1 (Xi ) ∑i=1 (Yi )
r= 2 2 2 2
........................................ (II.9)
√[N ∑N N N N
i=1(Xi ) −(∑i=1(Xi )) ][N ∑i=1(Yi ) −(∑i=1(Yi )) ]

26
Jika nilai 𝑟 = 1, maka hal nilai tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara
peubah 𝑌 dan 𝑋 adalah positif (dengan meningkatnya nilai 𝑋, maka nilai 𝑌
juga akan meningkat). Sebaliknya, jika nilai 𝑟 = −1, maka korelasi antara
peubah 𝑌 dan 𝑋 adalah negatif (dengan meningkatnya nilai 𝑋, maka nilai 𝑌
akan semakin menurun). Jika nilai 𝑟 = 0, maka dapat dinyatakan bahwa tidak
terdapat korelasi antar peubah.

5. Uji t-tes
Uji t-tes dapat digunakan untuk dua tujuan, yaitu untuk menguji signifikansi
nilai koefisien korelasi (𝑟) dan untuk menguji signifikansi nilai koefisien
regresi. Setiap peubah yang mempunyai koefisien regresi yang tidak
signifikan secara statistik harus dibuang dari model.

II.6 Pengujian Data


Menurut Santoso (2017), secara umum, uji pada data yang akan diproses dengan
metode statistik bervariabel banyak (multivariat) meliputi beberapa poin sebagai
berikut.
1. Pengujian adanya missing data, yakni menguji apakah ada data yang tidak
lengkap atau data yang hilang akan memengaruhi pengolahan data secara
keseluruhan;
2. Pengujian adanya data outlier, yakni data yang memiliki nilai sangat ekstrem;
pada banyak kasus, keberadaan data outlier akan mengganggu keseluruhan
data;
3. Pengujian beberapa asumsi metode-metode multivariat, seperti uji normalitas
data, uji linearitas data, dan sebagainya.

Sedangkan cara pengujian dapat dilakuan dengan dua cara, seperti yang dijelaskan
pada poin-poin sebagai berikut.
1. Menggunakan grafik, misalkan untuk menguji bentuk kenormalan sebuah
distribusi data, menguji sebaran dua variabel untuk korelasi, dan sebagainya.
Tampilan grafik dianggap cukup praktis dan sudah memadai untuk menguji
sejumlah data secara sekilas;

27
2. Menggunakan alat uji statistik tertentu. Cara ini digunakan jika tampilan
grafik dianggap belum cukup, atau untuk melengkapi dan mempertajam hasil
analisis.

Jenis, cara, dan tahapan uji statistik yang akan dilakukan pada pengerjaan tugas
akhir ini akan dijabarkan pada subbab ini melalui bagian-bagian sebagai berikut.

II.6.1 Uji Kehilangan Data


Missing data atau missing value merupakan informasi yang tidak tersedia dalam
suatu set data tertentu. Dalam terminologi software pengolahan data, seperti SPSS
atau microsoft excel, missing data dapat diartikan sebagai adanya sel-sel kosong
pada satu atau beberapa variabel. Missing data terjadi karena informasi tentang
objek tidak diberikan, sulit dicari, atau memang informasi tersebut tidak ada.
(Santoso, 2017)

Keberadaan Missing data pada dasarnya tidak bermasalah bagi keseluruhan data,
terlebih jika jumlahnya hanya sedikit, misal hanya sekitar 1% dari seluruh data.
Namun, jika jumlah missing data yang terdapat pada suatu set data cukup besar,
atau memiliki proporsi yang besar terhadap keseluruhan data yang ada, maka
diperlukan pengujian apakah set data tersebut masih layak diproses lebih lanjut atau
tidak.

Jika pada suatu set data terdapat missing data yang bersifat random, maka suatu
perlakuan tertentu harus dilakukan terhadap missing data tersebut. berikut
merupakan beberapa perlakuan yang dapat dilakukan pada missing data yang
bersifat random tersebut.
1. Membuang baris (kasus) yang mengandung missing data tersebut
2. Mengisi sel yang hilang dengan nilai tertentu yang dianggap bisa mendekati
kenyataan sebenarnya jika data terisi. Hal ini lebih baik dan rasional daripada
membuang satu baris hanya karena salah satu variabel prediktor tidak terdata.
Cara mengisi data yang hilang bisa bermacam-macam, dan yang populer
adalah dengan mengisinya dengan rata-rata keseluruhan variabel terkait.

28
II.6.2 Uji Data Outlier
Dalam Santoso (2017), data outlier pada dasarnya adalah data yang secara nyata
berbeda dengan data-data lain. Biasanya data-data ini memiliki nilai yang
cenderung ekstrem, seperti terlalu besar atau terlalu kecil dibandingkan data
lainnya. Data outlier bisa terjadi karena beberapa sebab sebagai berikut.
1. Kesalahan dalam pemasukan data;
2. Kesalahan pada pengambilan sampel;
3. Memang ada data-data ekstrem yang tidak bisa dihindarkan keberadaannya.

Jika ada data yang dapat dinyatakan sebagai outlier, maka penanganan data harus
hati-hati, karena ada kemungkinan hasil menjadi bias. Secara teori, uji keberadaan
data outlier bisa dilakukan dengan tiga cara sebagai berikut.
1. Membuat nilai z (standardisasi data)
Deteksi data dengan standardisasi pada prinsipnya mengubah nilai semula
menjadi dalam bentuk z, dan kemudian menafsir nilai z tersebut. Gambar di
bawah ini dapat menjelaskan mengenai daerah penerimaan dan penolakan
hipotesis yang dilakukan pada standardisasi data.

Gambar II.2 Uji Hipotesis dengan Daerah Penerimaan pada Nilai Standaridasi
Positif

29
Gambar II.3 Uji Hipotesis dengan Daerah Penerimaan pada Nilai Standaridasi
Negatif

Gambar II.4 Uji Hipotesis dengan Daerah Penerimaan Dua Arah

Secara matematis, cara untuk menentukan nilai z adalah sebagai berikut.


̅
x−X
z= ................................................................................................... (II.10)
σ

Dengan:
z = Data yang terstandardisasi
x = Data asli pengamatan
̅
X = Rata-rata
σ = Standard deviasi

30
2. Menampilkan grafik data dalam bentuk scatter plot
Diagram pencar atau scatter plot menampilkan sebaran data dari dua variabel
dan secara visual akan bisa dideteksi data outlier, yaitu data yang terletak jauh
dari kelompok data. Karena scatter plot hanya menampilkan dua variabel
dalam satu grafik, maka jika terdapat lebih dari dua variabel, kombinasi
scatter plot akan menjadi lebih banyak. Hal ini menyebabkan pengujian
dengan menggunakan standardisasi data lebih populer untuk digunakan,
sedangkan scatter plot hanya digunakan sebagai pelengkap, yang
menunjukkan data outlier secara visual.

3. Penyajian box plot


Cara terakhir untuk mendeteksi adanya outlier adalah dengan membuat
sebuah box plot untuk variabel-variabel tertentu. Berikut merupakan ilustrasi
yang dapat menunjukkan bagian-bagian dari box plot.

Gambar II.5 Bagian-Bagian dari Box Plot

31
Untuk membuat box plot, beberapa hal yang harus diketahui adalah sebagai
berikut.
 Nilai minimum;
 Nilai maksimum;
 Median (Q2 atau kuartil ke-2);
Q2 = 0,50 × (1 + n) ............................................................................ (II.11)
 Lower Quartile (Q1 atau kuartil ke-1);
Q1 = 0,25 × (1 + n) ............................................................................ (II.12)
 Upper Quartile (Q3 atau kuartil ke-3);
Q2 = 0,50 × (1 + n) ............................................................................ (II.13)
 Inter Quartile Range (IQR);
IQR = Q3 −Q1 .................................................................................... (II.14)
 Lower Inner Fence (LIF);
LIF = Q1 − 1,5 IQR .......................................................................... (II.15)
 Upper Inner Fence (UIF);
UIF = Q3 + 1,5 IQR ........................................................................... (II.16)
 Lower Outer Fence (LOF);
LOF = Q1 − 3 IQR ............................................................................ (II.17)
 Upper Outer Fence (UOF).
UOF = Q1 + 3 IQR ............................................................................ (II.18)

Berdasarkan elemen-elemen box plot yang telah disebutkan di atas, maka


dapat dikatakan bahwa :
 Bila semua data terletak terletak antara LIF dan UIF maka data tidak
memiliki outlier;
 Data terletak antara IF dan OF disebut mild outlier (tanda bulat pada
gambar di bawah);
 Data terletak di luar OF disebut extreme outlier (tanda bintang pada
gambar di bawah).

32
Gambar II.6 Ilustrasi Box Plot

Pada suatu set data, jika terdapat data outlier, maka data tersebut dapat ditangani
dengan beberapa cara, yaitu:
1. Data outlier dihilangkan, karena dianggap tidak mencerminkan sebaran data
yang sesungguhnya. Atau, mungkin data outlier tersebut didapat karena
kesalahan pengambilan data, kesalahan pemasukan data pada software, dan
sebagainya;
2. Data outlier tetap dipertahankan (retensi), dan tidak perlu dihilangkan. Hal
ini bisa disebabkan memang ada data outlier seperti itu, atau tidak bisa
dikatakan ada kesalahan pada proses sampling maupun proses pemasukan
data.

II.6.3 Uji Kecukupan Data


Menurut Tamin (2008), uji statistik ini dilakukan untuk menentukan jumlah data
minimum yang harus tersedia. Baik untuk peubah bebas maupun untuk peubah
tidak bebas. Semakin tinggi tingkat akurasi yang diinginkan, semakin banyak data
yang dibutuhkan. Jumlah data minimum dapat ditentukan melalui persamaan
sebagai berikut.
CV2 Z2α
N= ......................................................................................................... (II.19)
E2

Dengan:

33
CV = Koefisien variasi
E = Tingkat akurasi
Zα = Nilai variasi untuk tingkat kepercayaan 𝛼 yang diinginkan

Nilai koefisien variasi dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut.


σ
CV = μ ×100% ................................................................................................. (II.20)

Dengan:
σ = Simpangan baku populasi
μ = Rata-rata populasi

Nilai simpangan baku dapat ditentukan melalui persamaan sebagai berikut.


1
σ =√N ∑ki=1 fi (Mi − μ)2 .................................................................................... (II.21)

Dengan:
N = Jumlah data populasi
k = Jumlah kelas
fi = Frekuensi kelas ke-i
Mi = Nilai tengah kelas ke-i

Untuk data yang bersifat pengamatan, menurut sutalaksana (2006), uji kecukupan
data dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut.
2
k
√N( ∑ni=1 Xi 2 )−( ∑ni=1 Xi )2
N' = ( s
) ........................................................................... (II.22)
( ∑ni=1 Xi )

Dengan:
N' = Jumlah data populasi
k = Jumlah kelas
fi = Frekuensi kelas ke-i
Mi = Nilai tengah kelas ke-i

34
II.6.5 Uji Normalitas Data
Tujuan dari uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data
mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk
bell-shaped. Data yang baik adalah data yang mengikuti pola seperti distribusi
normal, di mana data pembentuk distribusi tersebut tidak cenderung ke arah kanan
(positif) ataupun ke arah kiri (negatif).

Uji normalitas pada kasus multivariat sebenarnya sangat kompleks, karena harus
dilakukan pada seluruh variabel secara bersama-sama. Namun, uji ini juga dapat
dilakukan pada setiap variabel, dengan logika bahwa “jika secara individual
masing-masing variabel memenuhi asumsi normalitas, maka secara bersama-sama,
variabel-variabel tersebut juga bisa dianggap memenuhi asumsi normalitas.

Jika sebuah variabel memiliki sebaran data yang tidak normal, maka hal yang
memungkinkan untuk dilakukan agar sebaran data menjadi normal adalah sebagai
berikut.
1. Menambah jumlah data;
2. Menghilangkan data yang menjadi penyebab terjadinya ketidaknormalan
distribusi data;
3. Melakukan transformasi data, seperti mengubah data asli ke dalam bentuk
logaritma, logaritma natural, atau bentuk lainnya;
4. Data diterima apa adanya, dengan logika bahwa data memang dianggap tidak
normal dan tidak perlu dilakukan berbagai treatment, namun perlu adanya
asumsi bahwa kenormalan distribusi data tidak menjadi fokus utama dalam
pengolahan data.

II.6.7 Uji Linearitas


Linearitas adalah suatu kondisi di mana hubungan antara variabel dependen dan
variabel independen bersifat linear atau berupa garis lurus dalam suatu range
tertentu. Uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan scatter plot seperti yang
dilakukan dalam menentukan data outlier. Namun, dalam uji linearitas, akan
diperlukan suatu tambahan elemen, yaitu garis regresi. Pada analisis multivariat,

35
seperti yang dilakukan pada tugas akhir ini, maka pengujian dapat dilakukan
dengan memasangkan variabel terikat dengan setiap variabel bebas yang ada secara
satu per satu.

II.7 Uji Hipotesis


Uji hipotesis dapat dikategorikan menjadi dua, yatu uji serentak dan uji parsial. Uji
serentak dikenal juga dengan nama F-test, sementara uji parsial dikenal dengan
nama t-test.

Dalam priyatno (2013), uji serentak dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen secara serentak terhadap variabel dependen, apakah pengaruhnya
signifikan atau tidak. Tahap-tahap pengujiannya adalah sebagai berikut.
1. Menentukan hipotesis 0 dan hipotesis alternatif;
Nilai variabel prediktor tidak memiliki pengaruh pada nilai variabel respon
H0 : β1 = β2 = … = βp = 0

Ha : β1 ≠ β2 ≠ … ≠ βp ≠ 0

2. Menentukan taraf signifikansi;


3. Menentukan nilai Fhitung dan Fkritis;
4. Pengambilan keputusan;
 Jika Fhitung ≤ Fkritis , maka H0 diterima;
 Jika Fhitung > Fkritis , maka H0 ditolak.
Jika meninjau dari segi probabilitas, maka jika nilai Fhitung dapat
menghasilkan angka signifikan yang kurang dari taraf signifikansi maka
dapat dikatakan bahwa Fhitung > Fkritis , dan H0 ditolak.
5. Menentukan kesimpulan.

Uji parsial dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara


parsial terhadap variabel dependen, apakah pengaruhnya signifikan atau tidak.
Tahap-tahap pengujiannya adalah sebagai berikut.
1. Menentukan hipotesis 0 dan hipotesis alternatif;
Nilai variabel prediktor tidak memiliki pengaruh pada nilai variabel respon

36
H0 : β1 =0
Ha : β1 ≠ 0
2. Menentukan taraf signifikansi;
3. Menentukan nilai thitung dan tkritis ;
4. Pengambilan keputusan;
 Jika thitung ≤ tkritis , maka H0 diterima;
 Jika thitung > tkritis , maka H0 ditolak.
Jika meninjau dari segi probabilitas, jika nilai thitung dapat menghasilkan
angka signifikan yang kurang dari taraf signifikansi maka dapat dikatakan
bahwa thitung > tkritis , dan H0 ditolak.
5. Menentukan kesimpulan;
6. Lakukan tahapan yang sama untuk koefisien lainnya (β)

37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Sistematika Pengerjaan


Sistematika pengerjaan tugas akhir ini secara umum terdiri dari empat bagian,
seperti yang dijelaskan pada poin-poin sebagai berikut.
1. Persiapan dalam melakukan penelitian tugas akhir, yaitu dengan melakukan
perumusan pendahuluan, studi pustaka, dan perumusan metode yang akan
dilakukan;
2. Pengumpulan data yang dibutuhkan dengan melakukan survei secara
langsung pada ruas jalan yang ditinjau. Ruas jalan tinjauan berada di Jalan
Otto Iskandardinata, Bandung;
3. Pembuatan model regresi linear yang dapat menyatakan hubungan
karakteristik pejalan kaki dan faktor eksternal sebagai variabel prediktor,
terhadap kecenderungan perilaku penyeberang jalan sebagai variabel respon,
dalam hal ini adalah waktu tunggu dan kecepatan menyeberang;
4. Analisis pemilihan model dan pembuatan matriks rekomendasi fasilitas
penyeberangan yang tepat untuk ruas jalan yang ditinjau dan jalan yang
memiliki karakteristik serupa dengan ruas jalan yang ditinjau.

III.1.1 Diagram Alir Pengerjaan


Pembuatan diagram alir pengerjaan pada tugas akhir ini bertujuan agar proses dari
pengerjaan tugas akhir itu sendiri dapat tersusun dalam tahap demi tahap sehingga
menjadi sistematis dan lebih mudah untuk dipahami.

Diagram alir yang akan dijelaskan pada bab ini akan dibagi sesuai dengan bagian
utama sistematika pengerjaan yang telah disebutkan sebelumnya. Langkah awal
tahapan pengerjaan tugas akhir ini adalah merumuskan masalah dan tujuan
penelitian. Selanjutnya, untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam penelitian
ini, maka akan dilakukan suatu studi literatur sebagai dasar teori pengerjaan, juga
sebagai pertimbangan dalam pemasukan atau input data sekunder. Dari studi
literatur tersebut akan ditetapkan model matematika yang sesuai untuk

38
menggambarkan permasalahan yang diangkat dalam penelitian tugas akhir ini.
Setelah didapatkan model matematis yang sesuai, maka langkah selanjutnya adalah
menetapkan variabel-variabel yang dapat mendukung terbentuknya model
matematis.

Selain data sekunder, penelitian dalam tugas akhir ini juga membutuhkan data-data
primer yang diambil melalui proses survei di lapangan. Untuk melakukan survei di
lapangan tersebut perlu dirumuskan suatu metodologi yang runtut. Metodologi
pengumpulan data di lapangan yang digunakan pada tugas akhir ini secara umum
dibagi menjadi dua fase, yaitu pilot survey dan survei itu sendiri. Pilot survey
merupakan fase kegiatan pengambilan data untuk memastikan bahwa variabel yang
sudah ditetapkan sebelumnya memang ada dan terjadi di lokasi survei. Selain itu,
data yang didapatkan dari pilot survey juga digunakan sebagai alat kalibrasi
kecukupan jumlah variabel dan jumlah data yang dibutuhkan. Pilot survey dapat
dilakukan lebih dari satu kali hingga variabel yang didapatkan telah sesuai dengan
yang dikehendaki dan jumlah data yang dibutuhkan telah tercukupi. Jika kedua hal
tersebut telah terpenuhi, maka pilot survey tersebut dapat dikategorikan sebagai fase
pengumpulan data kedua, yaitu survei yang sebenarnya. Setelah melakukan survei,
maka langkah selanjutnya adalah melakukan rekapitulasi data yang didapatkan dari
kegiatan survei. Rekapitulasi data survei dilakukan untuk mempermudah
melakukan pemasukan data atau input dalam membentuk model matematis. Model
matematis yang dipilih dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah model regresi-
linear-berganda. Tahap terakhir yang dilakukan pada pengerjaan tugas akhir ini
adalah mengevaluasi kondisi aktual pada ruas jalan tinjauan yang terletak di Jalan
Otto Iskandardinata, Bandung, berdasarkan model regresi-linear-berganda yang
telah dibuat.

Tahap awal dalam pembuatan model regresi-linear-berganda ini adalah dengan


melakukan input data primer maupun sekunder yang mencakup data kombinasi
lalu-lintas, respon dan karakteristik penyeberang jalan, dan geometrik jalan.
Kombinasi lalu-lintas yang dimaksud dalam tugas akhir ini adalah kombinasi dari
dua jenis kendaraan yang melewati dua lajur efektif, di mana dua lajur tersebut

39
menjadi lintasan pejalan kaki dalam melakukan penyeberangan jalan. Respon dan
karakteristik penyeberang jalan dalam tugas akhir ini terdiri dari waktu menunggu,
kecepatan menyeberang, jenis kelamin penyeberang jalan, kelompok abilitas,
jumlah penyeberang jalan yang menyeberang bersamaan, dan barang bawaan. Data
geometrik jalan yang dibutuhkan pada pembuatan model regresi-linear-berganda
ini hanya terbatas pada lebar lajur dan jumlah lajur saja. Lebar lajur dan jumlah
lajur akan digunakan sebagai data panjang lintasan bagi penyeberang jalan. Dengan
adanya data waktu dan lintasan pejalan kaki dalam menyeberang jalan, maka data
kecepatan penyeberang jalan dapat ditentukan.

Setelah melakukan input data, langkah selanjutnya adalah memisahkan definisi


variabel respon dan prediktor dari data-data yang sudah direkapitulasi tersebut.
Dalam tugas akhir ini, variabel respon yang akan ditentukan berupa performa dari
penyeberang jalan. Berdasarkan data-data yang direkapitulasi, maka variabel
respon yang dipilih adalah waktu menunggu dari pejalan kaki sebelum
menyeberang jalan, dan kecepatan mereka saat melintas melalui lajur efektif. Data
lain seperti jenis kelamin, kombinasi lalu-lintas, kelompok abilitas, jumlah
penyeberang jalan, dan barang bawaan akan menjadi variabel prediktor.

Variabel yang telah ditentukan tersebut akan diolah dalam suatu proses pengolahan
statistik, dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel dan SPSS sehingga dapat
menghasilkan model regresi-linear-berganda. Namun, sebelum pembuatan model
regresi-linear-berganda dilakukan, beberapa pengujian data yang didapatkan perlu
dilakukan terlebih dahulu. Beberapa pengujian data tersebut telah disebutkan pada
bab studi pustaka, yaitu uji kehilangan data, uji data outlier, uji kecukupan data, uji
korelasi, uji normalitas, uji homoskedastisitas, dan uji linearitas. Pengujian yang
dilakukan setelah model terbentuk dan harus dilakukan adalah uji kesesuaian
model. Jika data untuk setiap variabel tidak memenuhi uji data, maka akan
dilakukan beberapa tindakan seperti penambahan data, variabel, melakukan
transformasi data, atau bahkan tidak melakukan apa-apa dengan konsekuensi
terdapat tambahan error pada model.

40
Model regresi-linear-berganda dapat dibuat melalui beberapa metode. Dalam tugas
akhir ini, model tersebut akan dibuat dengan metode reduksi variabel prediktor
berdasarkan koefisien terkecil (stepwise II), reduksi variabel prediktor berdasarkan
angka signifikan secara manual, dan reduksi variabel prediktor dengan metode
backward menggunakan SPSS.

Proses pembuatan model regresi-linear-berganda dengan metode stepwise II dapat


dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
1. Menentukan variabel prediktor dari data-data yang telah direkapitulasi, lalu
lakukan uji korelasi untuk mengabsahkan keterkaitannya dengan variabel
respon. Dua persyaratan statistik utama yang harus dipenuhi dalam
menentukan variabel prediktor pada tugas akhir ini adalah sesama variabel
prediktor tidak boleh saling berkorelasi. Jika terdapat dua variabel prediktor
yang saling berkorelasi, maka akan dipilih salah satu variabel yang memiliki
korelasi lebih tinggi terhadap variabel respon.

2. Lakukan analisis regresi-linear berganda dengan semua variabel prediktor


untuk mendapatkan nilai koefisien determinasi serta nilai konstanta dan
koefisien regresinya.

3. Variabel prediktor yang akan dihilangkan untuk analisis regresi selanjutnya


adalah yang memiliki nilai koefisien regresi terkecil. Setelah variabel
prediktor yang sudah ditentukan dihilangkan, maka lakukan kembali analisis
regresi-linear-berganda dan dapatkan kembali nilai konstanta dan koefisien
regresinya.

4. Lakukan kembali tahap (3) satu demi satu hingga tersisa satu variabel
prediktor.

5. Kaji nilai koefisien determinasi, serta nilai konstanta dan koefisien regresi
setiap tahap untuk menentukan model terbaik dengan kriteria sebagai berikut.

41
 Semakin banyak variabel prediktor yang digunakan, maka model akan
menjadi semakin baik;
 Tanda koefisien regresi (+/-) sesuai dengan yang diharapkan;

Saat model regresi-linear-berganda telah terbentuk, hal penting yang dapat


dijadikan tinjauan adalah melakukan uji hipotesis, yang terdiri dari uji parsial (t-
test) dan uji serentak (F-test). Uji parsial akan meninjau seluruh variabel prediktor
yang digunakan secara satu per satu. Suatu variabel prediktor dapat dikatakan baik
dan layak digunakan dalam model regresi-linear-berganda jika menghasilkan angka
signifikan terhitung kurang dari nilai angka signifikan yang ditetapkan. Dalam
tugas akhir ini, nilai angka signifikan ditetapkan sebesar 0,1. Artinya suatu variabel
prediktor dikatakan layak digunakan jika pada uji parsial menghasilkan angka
signifikan kurang dari 0,1. Hal yang sama juga terjadi pada uji serentak, di mana
jika F-test menghasilkan angka signifikan lebih kecil dari 0,1, maka model layak
untuk digunakan. Uji serentak menggambarkan kondisi kelayakan penggunaan
model jika seluruh variabel prediktor terpilih dimasukkan sebagai data masukan.
Uji parsial dan uji serentak tersebut merupakan konsep pembuatan model
menggunakan metode eliminasi variabel prediktor berdasarkan angka signifikan.

Setelah model dibuat, maka langkah selanjutnya adalah menentukan model dari
metode apa yang akan dipilih sebagai dasar penentuan rekomendasi fasilitas
penyeberangan pejalan kaki yang tepat di ruas tinjauan. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan menganalisis kekurangan dan kelebihan dari model yang dibuat
oleh masing-masing metode hingga didapatkan model terbaik. Model terbaik
adalah model yang memiliki banyak variabel prediktor yang terlibat, memenuhi
syarat angka signifikan yang telah ditetapkan, dalam hal ini adalah 10% atau 0,1
(tingkat kepercayaan data diasumsikan bernilai 90%), dan kesesuaian tanda dengan
yang diharapkan.

Langkah selanjutnya setelah memilih model yang tepat adalah menentukan


rekomendasi mengenai fasilitas penyeberangan jalan yang tepat untuk ruas
tinjauan. Dalam tugas akhir ini, rekomendasi fasilitas penyeberangan jalan yang

42
dianjurkan berdasarkan model regresi-linear-berganda akan dibandingkan dengan
metode Bina Marga sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian studi pustaka.

Berikut merupakan diagram alir yang menggambarkan tahapan-tahapan pengerjaan


tugas akhir secara runtut.

Gambar III.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir (1)

43
Gambar III.2 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir (2)

44
Gambar III.3 Diagram Alir Tahapan Persiapan

45
Gambar III.4 Diagram Alir Tahapan Pengumpulan Data

46
Gambar III.5 Diagram Alir Tahapan Pembuatan Model

47
Gambar III.6 Diagram Alir Tahap Analisis

48
III.1.2 Input, Output, dan Proses dalam Tahap Pengerjaan
Diagram alir yang tertera pada bagian subbab sebelumnya merupakan suatu
langkah untuk membantu pembacaan tahap secara step by step sehingga menjadi
sistematis dan lebih mudah untuk dipahami. Meskipun diagram alir yang telah
dibuat pada bagian sebelumnya telah membantu dalam proses identifikasi tahap,
namun masih terdapat beberapa hal yang perlu dijelaskan lebih lanjut pada diagram
alir yang telah dibuat tersebut, yaitu perincian input, proses, dan output dari setiap
langkah. Oleh karena itu, tabel yang terdapat pada bagian subbab ini akan
menjelaskan secara lebih rinci mengenai input, proses, dan output untuk setiap
tahapan pengerjaan tugas akhir.

49
Tabel III.1 Input, Proses, dan Output Tahapan Persiapan
No Tahapan Input Proses Output
Merumuskan kondisi aktual
1 Perumusan latar belakang Ide, dan kondisi aktual yang terjadi dan kepentingan Latar belakang penelitian
untuk melakukan penelitian

Meninjau permasalahan yang


2 Perumusan rumusan masalah Latar belakang Rumusan masalah penelitian
terjadi dalam kondisi aktual

Menjawab permasalahan yang


3 Perumusan tujuan penelitian Rumusan masalah Tujuan penelitian
telah dibuat sebelumnya

Latar belakang, rumusan masalah, dan Memberi koridor atau batasan


4 Perumusan ruang lingkup Ruang lingkup penelitian
tujuan penelitian penelitian

Menentukan dasar teori Dasar teori penelitian, dan data sekunder


Latar belakang, rumusan masalah, tujuan
5 Studi pustaka penelitian, dan data sekunder (lokasi survey, fungsi jalan, tata guna
penelitian, dan ruang lingkup
yang dibutuhkan lahan)
Tujuan peneltian, ruang lingkup, dasar teori Menentukan metode Metode pengumpulan data (survei
6 Penentuan metode pengumpulan data
penelitian, dan data sekunder pengumpulan data lapangan)

Menentukan model yang tepat


Jenis model (model regresi-linear-
7 Penentuan jenis model Tujuan penelitian, dan dasar teori penelitian untuk mencapai tujuan
berganda)
penelitian
Menentukan variabel apa saja
Tujuan penelitian, jenis model, dan metode Variabel dalam model regresi-linear-
8 Perumusan variabel yang dibutuhkan dalam
pengumpulan data berganda (rumusan)
penelitian

50
Dalam tabel III.1, dapat dilihat bahwa pada tahapan persiapan, secara umum
langkah-langkah yang dilakukan adalah perumusan latar belakang, perumusan
rumusan masalah, perumusan tujuan penelitian, perumusan ruang lingkup, studi
pustaka, penentuan metode pengumpulan data, penentuan jenis model, dan
perumusan variabel.

Perumusan latar belakang merupakan langkah awal dalam melakukan tahapan


persiapan. Dalam melakukan langkah awal ini, hal yang dibutuhkan adalah kondisi
aktual dan ide penelitian. Kondisi aktual yang ditinjau sebagai langkah awal pada
tugas akhir ini adalah kondisi pejalan kaki yang menyeberang di bagian tengah ruas
jalan. Sedangkan isu dari kondisi aktual yang diangkat menjadi ide dalam tugas
akhir ini adalah menentukan model kecepatan dan waktu tunggu dari penyeberang
jalan itu sendiri berdasarkan kondisi aktual yang ada.

Pembuatan rumusan masalah dilakukan setelah latar belakang penelitian selesai


dirumuskan. Dari latar belakang yang telah dirumuskan, maka dapat ditentukan
masalah apa saja yang terjadi pada kondisi aktual yang ada. Setelah permasalahan
berhasil dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini dapat ditentukan, sehingga
diharapkan masalah yang ada tersebut dapat ditentukan. Dengan adanya latar
belakang, masalah, dan tujuan dari penelitian, maka ruang lingkup dari penelitian
dapat diumuskan. Tujuan adanya ruang lingkup penelitian ini adalah agar kegiatan
yang dilakukan menjadi lebih fokus, selain itu ruang lingkup juga dapat
menghindari adanya kesalahan akibat adanya keterbatasan yang ada.

Setelah merumuskan pendahuluan tugas akhir, maka langkah selanjutnya adalah


melakukan studi pustaka dengan literatur berbentuk elektronik dan cetak,
berdasarkan rumusan dari pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Studi
literatur ini mengahasilkan data-data sekunder yang dibutuhkan seperti lokasi
survei, dan tata guna lahan serta fungsi jalan dari lokasi survei tersebut. Selain data
sekunder, kegiatan studi pustaka ini juga menghasilkan dasar-dasar teori yang akan
membantu dalam pengerjaan tugas akhir ini.

51
Tabel III.2 Input, Proses, dan Output Tahapan Pengumpulan Data (1)
No Tahapan Input Proses Output
Pengambilan data penyeberang
Penentuan data waktu tunggu penyeberang
1 Data survei lapangan (video) jalan, dilakukan dengan Waktu tunggu penyeberang jalan
jalan
pengamatan video
Pengambilan data penyeberang
Penentuan data waktu menyeberang
2 Data survei lapangan (video) jalan, dilakukan dengan Waktu menyeberang penyeberang jalan
penyeberang jalan
pengamatan video
Kalkulasi dengan persamaan
Penentuan data kecepatan menyeberang Waktu menyeberang penyeberang jalan, dan Kecepatan menyeberang penyeberang
3 hubungan jarak-waktu-
penyeberang jalan lebar jalur efektif penyeberang jalan jalan
kecepatan
Pengambilan data penyeberang
Penentuan data jenis kelamin penyeberang Jenis kelamin penyeberang jalan (laki-laki
4 Data survei lapangan (video) jalan, dilakukan dengan
jalan atau perempuan)
pengamatan video
Pengambilan data penyeberang
Penentuan data accompany penyeberang Accompany penyeberang jalan (1 orang,
5 Data survei lapangan (video) jalan, dilakukan dengan
jalan 2 orang, 3 orang, atau lebih dari 3 orang)
pengamatan video
Pengambilan data penyeberang Kelompok abilitas penyeberang jalan
Penentuan data kelompok abilitas
6 Data survei lapangan (video) jalan, dilakukan dengan (penyeberang jalan biasa atau yang
penyeberang jalan
pengamatan video membutuhkan perhatian khusus)
Pengambilan data penyeberang
Penentuan data barang bawaan Barang bawaan penyeberang jalan
7 Data survei lapangan (video) jalan, dilakukan dengan
penyeberang jalan (membawa atau tidak)
pengamatan video
Arus kendaraan ringan, kendaraan berat,
8 Penentuan data arus lalu-lintas Data survei lapangan (video) Traffic counting
sepeda motor, dan kendaraan tak bermotor

52
Tabel III.3 Input, Proses, dan Output Tahapan Pengumpulan Data (2)
No Tahapan Input Proses Output
Data survei lapangan (video), dan data arus Kombinasi kendaraan untuk lajur efektif
9 Penentuan data kombinasi lalu-lintas Pengamatan video
lalu lintas pertama dan kedua

Pengukuran lebar jalan


Penentuan lebar lajur dan jumlah lajur
10 Data fungsi jalan eksisting, dan pengamatan Lebar jalan dan jumlah lajur eksisting
eksisting
kondisi eksisting

11 Penentuan batas ruas tinjauan Dasar teori penelitian Pengukuran batas ruas tinjauan Batas ruas tinjauan

Pengambilan data penyeberang


Penentuan lokasi penyeberangan
12 Data survei lapangan (video) jalan, dilakukan dengan Lokasi penyeberangan penyeberang jalan
penyeberang jalan
pengamatan video
Pengambilan data penyeberang
Penentuan pola menyeberang penyeberang
13 Data survei lapangan (video) jalan, dilakukan dengan Pola menyeberang penyeberang jalan
jalan
pengamatan video
Membandingkan variabel yang
Data survei lapangan (video), dan rumusan Variabel dalam model regresi-linear-
14 Pengecekan eksistensi variabel tinjauan akan ditinjau (rumusan) dengan
variabel berganda (terklarifikasi)
kondisi aktual
Mengklasifikasikan data ke
Data survei lapangan (primer) dan data
15 Rekapitulasi Data dalam tabel sesuai dengan Tabel rekapitulasi data
sekunder
kategori dan kebutuhannya

53
Dalam tahapan pengumpulan data, secara umum data dikumpulkan melalui proses
survei lapangan dengan menggunakan bantuan video. Selanjutnya, akan dilakukan
beberapa langkah rekapitulasi data dari tampilan video yang didapatkan saat
melakukan survei lapangan. Rekapitulasi data yang dilakukan terdiri dari traffic
counting dan pengamatan pejalan kaki yang menyeberang jalan di tengah ruas.

Pengumpulan data arus lalu lintas dilakukan dengan cara traffic counting,
sedangkan untuk kombinasi lalu-lintas dilakukan dengan melakukan pengamatan
terhadap pejalan kaki yang menyeberang. Dengan melakukan traffic counting
tersebut, maka didapatkan jumlah kendaraan yang melewati ruas jalan yang
ditinjau. Jumlah kendaraan yang menjadi objek pengumpulan data pada traffic
counting adalah kendaraan ringan, kendaraan berat, sepeda motor, dan kendaraan
tak bermotor. Untuk mengetahui kombinasi lalu-lintas yang melewati lajur efektif
pertama dan kedua, maka perlu dilakukan proses pengamatan pada rekaman video
yang didapatkan saat melaksanakan survei. Pengamatan kombinasi kendaraan ini
terbatas pada kendaraan ringan dan sepeda motor saja. Hal ini disebabkan oleh
sedikitnya jumlah kendaraan berat dan kendaraan tak bermotor jika dibandingkan
kendaraan ringan dan sepeda motor. Penjelasan selengkapnya mengenai hasil
rekapitulasi arus lalu-lintas akan dijelaskan pada bab selanjutnya.

Pengumpulan data pejalan kaki yang menyeberang di tengah ruas jalan dilakukan
dengan cara pengamatan pada rekaman video. Data penyeberang jalan yang perlu
dicatat pada tahapan ini adalah waktu menunggu sebelum mulai menyeberang,
waktu menyeberang, jenis kelamin, accompany, kelompok abilitas, dan barang
bawaan dari penyeberang jalan. Data kecepatan menyeberang dapat ditentukan
dengan memasukkan data waktu menyeberang dan lebar lintasan penyeberang jalan
ke dalam persamaan yang memiliki hubungan jarak-waktu-kecepatan, yaitu dengan
membagi lebar lajur lintasan dengan waktu menyeberang jalan. Data penyeberang
jalan yang ikut ditentukan, namun berperan sebagai data tambahan atau pelengkap
keterangan data yang ada adalah lokasi penyeberangan dan pola penyeberangan.
Lokasi penyeberangan digunakan untuk melihat kecenderungan pemilihan titik
penyeberangan oleh pejalan kaki dalam ruas jalan tinjauan. Pola penyeberangan

54
digunakan untuk untuk melihat kecenderungan pemilihan bentuk lintasan
penyeberangan oleh pejalan kaki. Selain itu, data tersebut akan dimanfaatkan dalam
proses pengecekan letak pejalan kaki selama proses rekapitulasi data.

Selain dilakukan recording kondisi aktual, survei lapangan juga dilakukan dengan
mengukur lebar lajur jalan dan pengukuran batasan tinjauan pengamatan
penyeberang jalan. Dengan melakukan langkah ini, maka data geometri jalan dapat
ditentukan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa lebar lajur jalan dapat
digunakan dalam menentukan kecepatan penyeberangan pejalan kaki.

55
Tabel III.4 Input, Proses, dan Output Tahapan Pembuatan Model (1)
No Tahapan Input Proses Output

Data survei lapangan (primer) dan data Pemisahan data untuk variabel
1 Pemisahan kategori variabel Variabel respon dan variabel prediktor
sekunder respon dan variabel prediktor

Data survei lapangan (primer) dan data Melakukan pengolahan data


2 Uji kehilangan data Data yang hilang
sekunder statistik menggunakan SPSS

Data survei lapangan (primer) dan data Melakukan pengolahan data


3 Uji data outlier Outlier data tinjauan
sekunder statistik menggunakan SPSS

Data survei lapangan (primer) dan data Melakukan pengolahan data


4 Uji kecukupan data Ketercukupan data
sekunder statistik menggunakan SPSS

Hubungan variabel respon dengan


Data survei lapangan (primer) dan data Melakukan pengolahan data
5 Uji korelasi variabel prediktor, dan hubungan antar
sekunder statistik menggunakan SPSS
variabel prediktor
Data survei lapangan (primer) dan data Melakukan pengolahan data
6 Uji normalitas Tingkat kenormalan data
sekunder statistik menggunakan SPSS

Data survei lapangan (primer) dan data Melakukan pengolahan data Tingkat keseragaman ragam/varians data
7 Uji homoskedastisitas
sekunder statistik menggunakan SPSS tinjauan

Data survei lapangan (primer) dan data Melakukan pengolahan data Kelinearan hubungan variabel respon
8 Uji linearitas
sekunder statistik menggunakan SPSS terhadap variabel prediktor

56
Tabel III.5 Input, Proses, dan Output Tahapan Pembuatan Model (2)
No Tahapan Input Proses Output
Data survei lapangan (primer) dan data Mengubah jenis data menjadi
9 Transformasi data dan Penambahan data sekunder yang tidak lulus uji prakonstruksi bentuk lain (logaritma, atau Data primer dan sekunder baru
model logaritma natural), dan survei
Membuat model regresi-linear-
Data primer dan lapangan yang telah lulus uji
berganda dengan metode
10 Pembuatan model statistik prakonstruksi model atau diabaikan Model regresi-linear-berganda
reduksi koefisien, angka
kesalahannya
signifikan dan backward SPSS
Menguji variabel prediktor
11 Uji Parsial Model regresi-linear-berganda secara satu per satu dengan Validitas model regresi-linear-berganda
meninjau angka signifikan yang
Menguji variabel prediktor
secara bersamaan dengan
12 Uji Serentak Model regresi-linear-berganda Validitas model regresi-linear-berganda
meninjau angka signifikan yang
dihasilkan

57
Dalam tahapan pembuatan model, langkah awal yang perlu dilakukan adalah
pemisahan data berdasarkan variabel respon dan variabel prediktor. Pemisahan data
berdasarkan jenis variabelnya tersebut dilakukan dengan meninjau kembali tujuan
penelitian. Pada tujuan penelitian, telah disebutkan bahwa fokus model adalah pada
waktu menunggu dan kecepatan menyeberang dari pejalan kaki. Oleh karena itu,
variabel yang diklasifikasikan sebagai variabel respon adalah waktu menunggu dan
kecepatan menyeberang dari pejalan kaki, sedangkan variabel lainnya diklasifikasikan
sebagai variabel prediktor. Tabel III.6 di bawah menunjukkan variabel-variabel yang
digunakan dalam pembuatan model dalam tugas akhir.

Tabel III.6 Variabel yang Digunakan dalam Pembuatan Model


Variabel Tipe Variabel Kategori / Keterangan Kode
Waktu Menunggu Kontinu Waktu, dalam detik (s) -
Kecepatan Menyeberang Kontinu Kecepatan, dalam (m/s) -
Wanita 0 - Wanita
Jenis Kelamin Diskret
Pria 1 - Pria
0 - Tidak
Mobil - Mobil
1 - Ya
0 - Tidak
Mobil - Motor
1 - Ya
Kombinasi Lalu-Lintas Diskret
0 - Tidak
Motor - Mobil
1 - Ya
0 - Tidak
Motor - Motor
1 - Ya
Rentan 0 - Rentan
Kelompok Abilitas Diskret
Biasa 1 - Biasa
0 - Tidak
1 Orang
1 - Ya
0 - Tidak
2 Orang
1 - Ya
Accompany Penyeberang Jalan Diskret
0 - Tidak
3 Orang
1 - Ya
0 - Tidak
> 3 Orang
1 - Ya
Tidak Membawa 0 - Tidak
Barang Bawaan Diskret
Membawa 1 - Ya

58
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa seluruh variabel respon memiliki data bertipe
kontinu atau menerus, sedangkan seluruh variabel prediktor memiliki data bertipe
diskret. Pendefinisian untuk setiap variabel yang dikumpulkan akan dijelaskan pada
poin-poin di bawah ini.
1.) Waktu tunggu
Waktu tunggu didefinisikan sebagai waktu di mana pejalan kaki mulai datang ke
titik penyeberangan hingga waktu di mana pejalan kaki siap untuk menyeberang.

2.) Kecepatan menyeberang


Untuk variabel kecepatan menyeberang, maka data yang diambil secara langsung
adalah waktu menyeberang dari pejalan kaki saat siap untuk menyeberang jalan
mulai menginjak lajur efektif hingga menginjak side-walk untuk pejalan kaki
yang menyeberang dari sisi kiri jalan atau menginjak lajur tidak efektif untuk
pejalan kaki yang menyeberang dari sisi kanan jalan. Lajur efektif didefinisikan
sebagai lajur yang digunakan untuk kendaraan melintas, mengingat dua lajur di
bagian kiri jalan digunakan sebagai fasilitas on-street parking dan tempat
kendaraan berhenti. Kecepatan akan ditentukan melalui proses kalkulasi di mana
waktu penyeberangan akan dijadikan faktor pembagi dari jarak yang ditempuh
oleh penyeberang jalan. Jarak yang diambil adalah lebar dari dua lajur yang
terletak di bagian kanan jalan.

3.) Jenis kelamin


Jenis kelamin dari penyeberang jalan terdiri dari pria dan wanita.

4.) Kombinasi lalu-lintas


Kombinasi lalu-lintas didefinisikan sebagai kombinasi dari dua jenis kendaraan
yang melewati dua lajur efektif, di mana dua lajur tersebut juga menjadi lintasan
pejalan kaki yang ditinjau dalam melakukan penyeberangan jalan. Kombinasi
lalu-lintas ini terdiri dari kombinasi antara mobil dan mobil, mobil dan motor,
motor dan mobil, serta motor dan motor. Seperti yang telah disebutkan

59
sebelumnya, bahwa pengamatan kombinasi kendaraan ini terbatas pada
kendaraan ringan dan sepeda motor saja. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya
jumlah kendaraan berat dan kendaraan tak bermotor jika dibandingkan kendaraan
ringan dan sepeda motor. Gambar III.8, III.9, III.10, dan III.11 di bawah ini
merupakan ilustrasi yang dapat menggambarkan kombinasi lalu-lintas
sebagaimana yang dimaksud pada penjelasan di atas.

Gambar III.7 Kombinasi Lalu-Lintas 1 (Mobil – Mobil)

60
Gambar III.8 Kombinasi Lalu-Lintas 2 (Mobil – Motor)

Gambar III.9 Kombinasi Lalu-Lintas 3 (Motor – Mobil)

61
Gambar III.10 Kombinasi Lalu-Lintas 4 (Motor-Motor)

5.) Kelompok abilitas


Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, bahwa kelompok pejalan
kaki secara umum dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok pejalan
kaki biasa dan kelompok pejalan kaki yang membutuhkan perhatian khusus.
Kelompok yang membutuhkan perhatian khusus adalah kelompok anak-anak,
usia lanjut, dan penyandang disabilitas.

6.) Accompany
Accompany pejalan kaki akan dibagi menjadi empat kategori, yaitu satu orang,
dua orang, tiga orang, dan lebih dari tiga orang.

7.) Barang bawaan

62
Barang bawaan yang dimaksud dalam hal ini adalah barang yang dibawa oleh
pejalan kaki yang menyeberangi jalan. Jika pejalan kaki membawa barang berupa
trolley, pikulan, atau menggendong anak, maka kode variabel barang bawaan
adalah “ya”. Untuk pejalan kaki yang tidak membawa barang saat melakukan
penyeberangan jalan, maka kode variabel barang bawaan adalah “tidak”.

Menggendong Anak Membawa Pikulan Membawa Trolley

Gambar III.11 Contoh Penyeberang Jalan yang Dihitung Membawa Barang

Sebelum model regresi-linear-berganda dibuat, variabel-variabel yang tercantum pada


tabel di atas akan melalui beberapa uji data yang terdiri dari uji kehilangan data, uji
data outlier, uji kecukupan data, uji korelasi, uji normalitas, uji homoskedastisitas, dan
uji linearitas. Uji data yang akan dilakukan menggunakan angka signifikan dengan nilai
10% atau 0,1 dan tingkat kepercayaan 90%. Jika data-data yang telah direkapitulasi
pada tahapan sebelumnya tidak memenuhi uji data, maka perlu dilakukan penambahan
data atau transformasi data menjadi bentuk lain seperti yang telah disebutkan pada
kriteria masing-masing pengujian data pada bab studi pustaka. Namun, langkah
penambahan data dan transformasi data tersebut juga terkadang diabaikan, sehingga
data-data yang tidak lulus uji data, dengan analisis tertentu dapat menjadi data masukan
atau input dalam pembuatan model regresi-linear-berganda dengan konsekuensi bahwa
model tersebut memiliki kemungkinan untuk memiliki error.

Dalam tugas akhir ini, model regresi-linear-berganda akan dibuat melalui tiga metode,
yaitu metode reduksi variabel prediktor berdasarkan koefisien terkecil, reduksi variabel

63
prediktor berdasarkan nilai dari angka signifikan, dan reduksi variabel prediktor secara
otomatis berdasarkan nilai dari angka signifikan (menggunakan metode backward pada
SPSS). Dengan melakukan proses konstruksi model ini, maka model-regresi-linear
berganda telah selesai dibuat.

Setelah model regresi-linear-berganda selesai dibuat, maka perlu dilakukan pengujian


pascakonstruksi model, yaitu pengujian serentak yang menggunakan metode F-test,
dan pengujian parsial yang menggunakan metode t-test. Jika model tidak lulus uji
parsial atau serentak, maka pembuatan model perlu diulang kembali. Namun, dalam
tugas akhir ini pengujian t-test merupakan pengujian yang tidak perlu dilakukan di
akhir tahapan pembuatan model. Hal ini disebabkan uji parsial telah dilakukan secara
serentak dan otomatis pada metode reduksi variabel prediktor dengan meninjau angka
signifikan. Sedangkan pada metode stepwise II, angka signifikan untuk setiap variabel
tidak menjadi kriteria dalam pembuatan model.

64
Tabel III.7 Input, Proses, dan Output Tahapan Analisis
No Tahapan Input Proses Output
Model waktu tunggu yang dibuat dengan Analisis kekurangan dan
1 Pemilihan model waktu tunggu metode reduksi koefisien, angka signifikan kelebihan model waktu tunggu Model waktu tunggu terbaik
dan backward SPSS untuk setiap metode
Analisis kekurangan dan
Model kecepatan menyeberang yang dibuat
kelebihan model kecepatan
2 Pemilihan model kecepatan menyeberang dengan metode reduksi koefisien, angka Model kecepatan menyeberang terbaik
menyeberang untuk setiap
signifikan dan backward SPSS
metode
Penentuan fasilitas penyeberangan dengan Perhitungan nilai PV2 dan Fasilitas penyeberangan dengan metode
3 Arus penyeberang jalan, dan arus kendaraan
metode Bina Marga pembacaan tabel Bina Marga

Pembuatan skenario dan


Penentuan fasilitas penyeberangan dengan Model waktu tunggu dan model kecepatan Fasilitas penyeberangan dengan model
4 matriks, dan plotting pada
metode Bina Marga menyeberang regresi-linear-berganda
matriks

65
Pada tahapan analisis, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menganalisis
model waktu tunggu dan model kecepatan menyeberang yang sudah dibuat pada
tahapan sebelumnya. Pada langkah ini, model yang telah dibuat dengan ketiga metode
tersebut, baik waktu tunggu maupun kecpatan menyeberang akan menjadi masukan
data. Ketiga model tersebut akan ditentukan kelebihan dan kekurangan satu sama lain.
Model yang dihasilkan oleh metode yang tidak tepat tidak akan digunakan sebagai
pertimbangan dalam pembuatan matriks pemilihan fasilitas penyeberangan pejalan
kaki.

Langkah selanjutnya adalah menentukan fasilitas penyeberangan dengan


menggunakan dua buah metode, yaitu metode Bina Marga dan matriks yang dibuat
berdasarkan pemodelan regresi-linear-berganda, baik untuk waktu tunggu maupun
kecepatan menyeberang. Penentuan fasilitas penyeberangan pejalan kaki dengan
metode Bina Marga dilakukan hanya untuk dijadikan pembanding, apakah fasilitas
yang dihasilkan sama dengan fasilitas yang direkomendasikan oleh matriks yang dibuat
berdasarkan model regresi-linear-berganda.

III.1.3 Asumsi yang Digunakan


Beberapa asumsi akan digunakan dalam pembuatan model regresi-linear-berganda
untuk kecepatan menyeberang dan wakut tunggu penyeberang jalan. Berikut
merupakan beberapa asumsi yang digunakan dalam tugas akhir ini.
1.) Lajur yang digunakan untuk keperluan on-street parking dan drop-off kendaraan
tidak dihitung sebagai lintasan efektif penyeberangan;
2.) Kendaraan berat seperti bus, dan truk, serta kendaraan tidak bermotor tidak
diperhitungkan sebagai elemen dari komposisi lalu-lintas pada lajur lintasan
penyeberang jalan. Hal ini disebabkan oleh jumlahnya yang sedikit jika
dibandingkan dengan jumlah kendaraan ringan dan motor.
3.) Pada pemilihan fasilitas penyeberangan pejalan kaki dengan metode Bina Marga,
arus pejalan kaki dan kendaraan yang didapat saat survei dianggap sama dengan
arus yang digunakan untuk desain.

66
III.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dibutuhkan untuk melakukan pembuatan model regresi-linear-
berganda yang akan menggambarkan respon penyeberang jalan, seperti kecepatan
menyeberang dan waktu tunggu terhadap faktor-faktor lainnya. Data yang
dikumpulkan ini terkait dengan jenis data yang diperlukan, apa saja data yang
diperlukan, untuk apa data tersebut dikumpulkan, dan bagaimana data tersebut
dikumpulkan.

III.2.1 Kebutuhan Data


Dalam pengerjaan tugas akhir ini, akan dibutuhkan beberapa data untuk melakukan
pembuatan model matematis dan perencanaan fasilitas penyeberangan pejalan kaki.
Berikut merupakan beberapa data yang diperlukan.
1.) Data geometrik jalan
Data geometrik jalan yang dibutuhkan adalah lebar jalan dan jumlah lajur yang
dilintasi oleh penyeberang jalan. Data ini diperlukan bersamaan dengan waktu
menyeberang jalan untuk menentukan kecepatan menyeberang pejalan kaki.

2.) Data arus lalu-lintas


Data arus lalu-lintas yang dibutuhkan pada pengerjaan tugas besar ini adalah
jumlah kendaraan yang melewati ruas jalan dan komposisi dari kendaraan yang
melewati jalur lintasan penyeberangan yang digunakan oleh pejalan kaki. Data
arus lalu-lintas ini dibutuhkan sebagai salah satu variabel input dalam membuat
model regresi-linear-berganda, dan berperan sebagai faktor eksternal yang
memengaruhi waktu menunggu dan kecepatan pejalan kaki dalam menyeberangi
jalan.

3.) Data respon dan karakteristik penyeberang jalan


Data respon dan karakteristik penyeberang jalan yang dibutuhkan pada
pengerjaan tugas besar ini adalah data waktu tunggu, kecepatan menyeberang,
jenis kelamin, accompany, kelompok abilitas, dan barang bawaan dari

67
penyeberang jalan. Waktu tunggu dan kecepatan menyeberang dibutuhkan
sebagai parameter tinjauan yang digambarkan hubungannya terhadap variabel
lainnya pada model regresi-linear-berganda. Sedangkan data jenis kelamin,
accompany, kelompok abilitas, dan barang bawaan dari penyeberang jalan
dibutuhkan sebagai salah satu variabel input dalam membuat model regresi-
linear-berganda, dan berperan sebagai faktor yang memengaruhi waktu
menunggu dan kecepatan pejalan kaki dalam menyeberangi jalan.

4.) Data tambahan


Data tambahan yang dimaksud dalam tugas akhir ini mencakup data lokasi
penyeberangan dan pola penyeberangan. Seperti yang telah disebutkan pada
subbab sebelumnya, bahwa data lokasi penyeberangan digunakan untuk melihat
kecenderungan pemilihan titik penyeberangan oleh pejalan kaki dalam ruas jalan
tinjauan, sedangkan data pola penyeberangan digunakan untuk untuk melihat
kecenderungan pemilihan bentuk lintasan penyeberangan oleh pejalan kaki.
Gambar III.13 dan gambar III.14 merupakan ilustrasi yang dapat
menggambarkan pola penyeberangan terdefinisi dalam tugas akhir ini.

68
Gambar III.12 Ilustrasi Pola Penyeberangan One-Stage

Gambar III.13 Ilustrasi Pola Penyeberangan Two-Stage

Sedangkan gambar III.15 hingga III.19 merupakan gambar di mana definisi batas
lokasi menyeberang berada.

69
Batas Lokasi Penyeberangan 1 (Titik 10 m) Batas Lokasi Penyeberangan 2 (Titik 20 m)

Gambar III.14 Batas Lokasi Penyeberangan 1 dan 2

Batas Lokasi Penyeberangan 3 (Titik 30 m) Batas Lokasi Penyeberangan 4 (Titik 40 m)

Gambar III.15 Batas Lokasi Penyeberangan 3 dan 4

70
Batas Lokasi Penyeberangan 5 (Titik 50 m) Batas Lokasi Penyeberangan 6 (Titik 60 m)

Gambar III.16 Batas Lokasi Penyeberangan 5 dan 6

Batas Lokasi Penyeberangan 7 (Titik 70 m) Batas Lokasi Penyeberangan 8 (Titik 80 m)

Gambar III.17 Batas Lokasi Penyeberangan 7 dan 8

71
Batas Lokasi Penyeberangan 9 (Titik 90 m) Batas Lokasi Penyeberangan 10 (Titik 100 m)

Gambar III.18 Batas Lokasi Penyeberangan 9 dan 10

Lokasi penyeberangan sebagaimana yang ditunjukkan oleh gambar di atas


ditentukan dalam rentang 10 meter. Penentuan rentang tersebut dilakukan atas
dasar ketelitian dalam penglihatan dan kemudahan dalam menentukan batas
tanda. Tanda yang menjadi batas untuk masing-masing lokasi penyeberangan
sebagian besar berupa papan nama dari masing-masing toko, sebagaimana yang
tercantum pada tabel III. Yang menunjukkan bahwa batas tersebut diambil
berdasarkan nama toko yang diamati.

72
Tabel III.8 Tabel Keterangan Batas Lokasi Penyeberangan
Lokasi Penyeberangan
Nomor Lokasi
Keterangan Batas Akhir
Lokasi Penyeberangan
1 0 m - 10 m Tengah Toko Sinar Anugerah
2 10 m - 20 m Sebelum Papan CIMB
3 20 m - 30 m Toko Mas Mahabarata
4 30 m - 40 m Tengah Toko Pelita Jaya
5 40 m - 50 m Papan Nama Toko Kharisma
6 50 m - 60 m Papan Nama Toko Subur Jaya
7 60 m - 70 m Papan Nama Toko Gaya Sandang
8 70 m - 80 m Tengah Toko Setelah Gaya Sandang
9 80 m - 90 m Awal Toko Spandex 122
10 90 m - 100 m Papan Nama Toko Sumber Rajut

III.2.2 Metode Pengumpulan Data


Berikut merupakan beberapa metode pengumpulan data yang dilakukan terkait dengan
perencanaan fasilitas penyeberangan pejalan kaki.
1.) Studi literatur
Mencari data dari beberapa literatur cetak dan elektronik untuk melengkapi dan
mendukung data yang diambil melalui survei lapangan

2.) Survei lapangan


Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya mengenai tahapan
pengerjaan, survei lapangan yang dilakukan dibagi menjadi dua kegiatan yaitu
melakukan recording kondisi ruas jalan tinjauan dan melakukan pengukuran
geometri jalan. Ruas jalan yang dipilih sebagai objek peneletian dalam tugas
akhir ini adalah Jalan Otto Iskandardinata, Bandung. Lokasi tepatnya akan
ditunjukkan oleh gambar III.6 dan III.7 di bawah ini.

73
Gambar III.19 Peta Lokasi Ruas Tinjauan pada Jalan Otto Iskandardinata, Bandung

Gambar III.20 Lokasi Penempatan Kamera

74
Pertimbangan pemilihan Jalan Otto Iskandardinata sebagai ruas tinjauan adalah
agar model yang dibuat dapat menggambarkan suatu kondisi di mana respon
penyeberang jalan, dalam hal ini adalah waktu menunggu dan kecepatan
menyeberang tidak dipengaruhi oleh suatu pengaturan dari fasilitas
penyeberangan jalan, mengingat ruas jalan yang ditinjau tidak memiliki fasilitas
tersebut, sehingga hubungan antara respon penyeberang jalan dengan berbagai
faktor yang memengaruhinya, termasuk mixed-traffic dapat lebih terlihat tanpa
campur tangan oleh pengaturan lalu-lintas. Selain itu, ruas pada Jalan Otto
Iskandardinata yang ditinjau memiliki fungsi lahan sebagai daerah komersial,
yaitu pasar dan pertokoan. Pada umumnya, jalan yang memiliki fungsi lahan
sebagai daerah komersial pada kedua sisinya cenderung menjadi lintasan
penyeberangan bagi pejalan kaki.

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan dengan bantuan walking meter,


lebar lajur pada Jalan Otto Iskandardinata adalah 3,5 meter. Lebar lajur ini sesuai
dengan yang disebutkan oleh literatur, di mana Jalan Otto Iskandardinata
merupakan jalan arteri yang seharusnya memiliki ruas 3,5 meter hingga 3,75
meter. Ruas jalan yang ditinjau hanya memiliki panjang 100 meter. Hal ini
disebabkan oleh adanya keterbatasan visual dalam melihat objek yang terlalu
jauh. Pembatasan ruas tinjauan ini juga dapat mengurangi peluang terjadinya
kesalahan dalam melakukan rekapitulasi data. Selain itu hal ini juga disesuaikan
dengan metode perancangan berdasarkan Bina Marga

III.2.3 Waktu Pengumpulan Data


Secara umum, data yang diambil melalui survei lapangan memiliki proporsi yang jauh
lebih besar dibandingkan dengan data yang diambil melalui studi literatur.
Pengumpulan data melalui survei lapangan dilakukan pada hari Jumat, tanggal 28 April
2017, dengan durasi selama satu jam, yaitu dari pukul 16.15 hingga pukul 17.15.
Pengumpulan data dilakukan saat cuaca tidak hujan sehingga lebih banyak pejalan kaki

75
yang menyeberangi jalan dibandingkan berteduh di daerah side-walk. Waktu
pengambilan data ini dilaksanakan secara random. Waktu pengambilan data tersebut
dapat dikatakan sebagai random atau acak karena dalam tugas akhir ini, survei untuk
menentukan jam puncak tidak dilaksanakan. Hal ini membuat kondisi jam puncak dan
jam biasa tidak dapat diketahui secara pasti

Gambar III.21 Kondisi Ruas Jalan Tinjauan saat Pengambilan Data

76
BAB IV
PENGOLAHAN DATA

IV.1 Deskripsi Data Pengukuran dan Traffic Counting


Sebelum melakukan pengolahan data-data primer yang akan digunakan dalam
pembuatan model regresi-linear-berganda, sebaiknya data pengukuran dan traffic
counting perlu untuk dideskripsikan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar
pengambilan asumsi pada variabel yang akan dikumpulkan dapat dilakukan.

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya mengenai metodologi penelitian,
bahwa data pengukuran yang direkapitulasi hanya mencakup lebar lajur dan jumlah
lajur efektif. Setelah dilakukan pengukuran, lajur pada ruas tinjauan di Jalan Otto
Iskandardinata, Bandung memiliki lebar sebesar 3,5 meter dengan jumlah lajur efektif
sebanyak 2 lajur. Dengan dilakukan pengukuran geometri jalan tersebut, maka
didapatkan panjang total lintasan penyeberangan untuk pejalan kaki adalah 7 meter.
Berikut merupakan tabel yang menunjukkan hasil pengukuran yang telah dilakukan
saat melakukan survei lapangan.

Tabel IV.1 Data Geometri Jalan


Data Geometri Jalan
Objek Besaran Satuan
Lebar Lajur 3,5 m
Jumlah Lajur Efektif 2
Lebar Jarak Penyeberangan 7 m
Tinjauan Jarak Kendaraan 100 m

Traffic counting dilakukan untuk menentukan kondisi kepadatan ruas jalan dan sebagai
dasar pengambilan asumsi untuk menentukan kombinasi kendaraan yang terdapat pada
variabel yang akan dikumpulkan. Sama halnya dengan pengumpulan data pejalan kaki,
traffic counting juga dilakukan pada jam yang sama, yaitu dimulai dari pukul 16.15

77
hingga 17.15, dengan durasi selama 1 jam. Berikut merupakan hasil perhitungan
kendaraan yang melewati ruas jalan tinjauan pada Jalan Otto Iskandardinata, Bandung.

Tabel IV.2 Jumlah Kendaraan yang melewati Ruas Tinjauan


Data Traffic Counting
Jenis Kendaraan 0' - 15' 15' - 30' 30' - 45' 45' - 60' Jumlah Proporsi
Kendaraan Roda Dua (MC) 443 524 428 545 1940 66,39%
Kendaraan Ringan (LV) 203 154 225 262 844 28,88%
Kendaraan Berat (HV) 20 21 17 24 82 2,81%
Kendaraan Tak Bermotor (UM) 11 14 18 13 56 1,92%
Total Jumlah Kendaraan 677 713 688 844 2922 100,00%

Pada tabel IV.2, dapat dilihat bahwa jumlah kendaraan roda dua (MC) yang melewati
ruas tinjauan adalah sebanyak 1.940 kendaraan, kendaraan ringan (LV) sebanyak 844
kendaraan, kendaraan berat (HV) sebanyak 82 kendaraan, dan kendaraan tak bermotor
sebanyak 56 kendaraan. Dengan didapatkannya jumlah setiap jenis kendaraan, maka
jumlah total kendaraan yang melewati ruas tinjauan adalah 2.922 kendaraan.

Data yang tercantum pada tabel IV.2 juga menyebutkan bahwa kendaraan roda dua
(MC) dan kendaraan ringan (LV) memiliki jumlah yang jauh lebih banyak
dibandingkan dengan kendaraan berat (HV) dan kendaraan tak bermotor (UM).
Proporsi kendaraan roda dua dan kendaraan ringan, jika dijumlahkan mencapai 95,28%
dari seluruh kendaraan yang lewat di ruas tinjauan. Berdasarkan data traffic counting
tersebut, akan diasumsikan bahwa dalam pembuatan model, kendaraan berat dan
kendaran tak bermotor tidak menjadi input dalam variabel kombinasi lalu-lintas.
Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan, maka proporsi dari kombinasi lalu-
lintas yang ditemui oleh setiap penyeberang jalan ditunjukkan oleh tabel IV.3 dan
gambar IV.1 di bawah ini.

78
Tabel IV.3 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Kombinasi Lalu-Lintas
Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Kombinasi Lalu-Lintas
Variabel Kategori Jumlah Proporsi Total
Mobil - Mobil 138 37,81%
Mobil - Motor 92 25,21%
Kombinasi Lalu-Lintas 365
Motor - Mobil 70 19,18%
Motor - Motor 65 17,81%

160
138
Jumlah Penyeberang Jalan (Orang)

140

120

100 92

80 70
65
60

40

20

0
Mobil - Mobil Mobil - Motor Motor - Mobil Motor - Motor
Kombinasi Lalu-Lintas

Gambar IV.1 Kombinasi Lalu-Lintas

Dari 365 orang pejalan kaki yang terdapat pada rekapitulasi data survey lapangan,
didaptkan 138 orang menyeberang dengan melewati kombinasi kendaraan mobil-
mobil, 92 orang menyeberang dengan melewati kombinasi kendaraan mobil-motor, 70
orang menyeberang dengan melewati kombinasi kendaraan motor-mobil, dan 65 orang
menyeberang dengan melewati kombinasi kendaraan motor-motor. Hal ini
menunjukkan bahwa pejalan kaki pada ruas tinjauan lebih banyak yang menyeberang
jalan saat mereka melihat mobil akan melintas dibandingkan dengan motor yang akan
melintas di hadapan mereka.

79
IV.2 Deskripsi Data Penyeberang Jalan
Selain data pengukuran geometri jalan dan traffic counting, data penting lainnya yang
diperlukan untuk membuat model adalah data dari pejalan kaki yang menyeberangi
ruas jalan tinjauan. Setelah dilakukan rekapitulasi data, maka proporsi dari setiap
variabel dapat ditentukan. Variabel yang akan ditinjau dalam subbab ini adalah data
kecepatan menyeberang, waktu tunggu, jenis kelamin, kelompok abilitas, accompany
penyeberang jalan, dan barang bawaan dari penyeberang jalan. Selain variabel yang
akan digunakan dalam pembuatan model regresi-linear-berganda, dalam subbab ini
juga akan dibahas mengenai data tambahan yang digunakan dalam menentukan
fasilitas penyeberangan yang tepat untuk ruas tinjauan di jalan Otto Iskandardinata,
Bandung.

IV.2.1 Waktu Tunggu


Dalam pembuatan model regresi-linear-berganda, variabel waktu tunggu merupakan
variabel respon yang memiliki data berjenis kontinu atau menerus. Oleh karena itu,
dalam melakukan deskripsi data dan untuk meninjau persebaran datanya, diperlukan
suatu metode pembagian data waktu tunggu menjadi data yang lebih diskret. Salah satu
metode yang dapat dilakukan adalah dengan menentukan jumlah dan interval kelas,
sebagaimana yang ditunjukkan oleh langkah-langkah sebagai berikut.
(1) Menentukan datum terkecil dan terbesar dari waktu tunggu
Dengan menggunakan bantuan formula pada Microsoft excel, maka didapatkan
nilai datum tertinggi dan terendah sebagai berikut.
Datum Tertinggi = 20,726 s
Datum Terendah = 0,160 s

(2) Menentukan nilai jangkauan data


Nilai jangkauan data akan ditentukan dengan mencari selisih antara nilai datum
tertinggi terhadap nilai datum terendah.
Jangkauan = Datum Tertinggi - Datum Terendah
Jangkauan = 20,726 s - 0,160 s

80
Jangkauan = 20,566 s

(3) Menentukan banyak kelas yang dibutuhkan


Banyak kelas yang dibutuhkan akan bergantung kepada jumlah data yang
didapatkan saat melakukan survey lapangan. Jumlah data waktu tunggu yang
didapatkan adalah sebanyak 365 datum. Oleh karena itu, jumlah kelas yang
dibutuhkan agar distribusi data dapat dilihat adalah sebagai berikut.
Jumlah Kelas = 1 + 3,3 Log (N)
Jumlah Kelas = 1 + 3,3 Log (365)
Jumlah Kelas = 9,456 ≅ 10

(4) Menentukan interval kelas


Interval kelas dapat ditentukan dengan membagi nilai jangkauan dengan jumlah
kelas yang telah diperhitungkan.
Jangkauan
Interval Kelas =
Jumlah Kelas
20,566 s
Interval Kelas =
10
Interval Kelas = 2,057 s

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka, variable waktu tunggu akan dibagi menjadi
10 kelas dengan interval atau rentang data untuk setiap kelas 2,057 detik. Tabel IV.4,
dan gambar IV.2 berikut merupakan tabel dan grafik yang menunjukkan distribusi data
waktu tunggu dari penyeberang jalan.

81
Tabel IV.4 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Waktu Menunggu
Variabel Kategori Jumlah Proporsi Total
0,160 Detik - 2,217 Detik 121 33,15%
2,217 Detik - 4,273 Detik 127 34,79%
4,273 Detik - 6,330 Detik 55 15,07%
6,330 Detik - 8,386 Detik 26 7,12%
8,386 Detik - 10,443 Detik 9 2,47%
Waktu Menunggu 365
10,443 Detik - 12,500 Detik 11 3,01%
12,500 Detik - 14,556 Detik 5 1,37%
14,556 Detik - 16,613 Detik 7 1,92%
16,613 Detik - 18,669 Detik 0 0,00%
18,669 Detik - 20,726 Detik 4 1,10%

140
127
121
Jumlah Penyeberang Jalan (Orang)

120

100

80

60 55

40
26
20 9 11
5 7 4
0
0
<2 2-4 4-6 6-8 8 - 10 10 - 12 12 - 14 14 - 16 16 - 18 18 - 20
Rentang Waktu Menunggu (s)

Gambar IV.2 Grafik Distribusi Waktu Menunggu dalam Bentuk Diagram Batang

Pada tabel IV.2 dan gambar IV.2 di atas, dapat dilihat bahwa mayoritas dari
penyeberang jalan mengalami waktu tunggu sekitar 0 hingga 4 detik sebelum mereka
menyeberang. Hal ini ditunjukkan oleh angka statistik di atas di mana 109 orang
menunggu selama 0 hingga 2 detik, dan 131 orang menunggu selama 2 hingga 4 detik.

82
IV.2.2 Kecepatan Menyeberang
Sama halnya dengan variabel waktu tunggu, variabel kecepatan menyeberang juga
memiliki data yang bersifat kontinu. Oleh karena itu, kelas dan interval data kecepatan
menyeberang juga perlu untuk ditentukan.
(1) Menentukan datum terkecil dan terbesar dari kecepatan menyeberang
Dengan menggunakan bantuan formula pada Microsoft excel, maka didapatkan
nilai datum tertinggi dan terendah sebagai berikut.
Datum Tertinggi = 3,344 m/s
Datum Terendah = 0,402 m/s

(2) Menentukan nilai jangkauan data


Nilai jangkauan data akan ditentukan dengan mencari selisih antara nilai datum
tertinggi terhadap nilai datum terendah.
Jangkauan = Datum Tertinggi - Datum Terendah
Jangkauan = 3,344 m/s - 0,402 m/s
Jangkauan = 2,943 m/s

(3) Menentukan banyak kelas yang dibutuhkan


Banyak kelas yang dibutuhkan akan bergantung kepada jumlah data yang
didapatkan saat melakukan survey lapangan. Sama halnya dengan waktu tunggu,
jumlah data kecepatan menyeberang yang didapatkan adalah sebanyak 365
datum. Oleh karena itu, jumlah kelas yang dibutuhkan agar distribusi data dapat
dilihat adalah sebagai berikut.
Jumlah Kelas = 1 + 3,3 Log (N)
Jumlah Kelas = 1 + 3,3 Log (365)
Jumlah Kelas = 9,456 ≅ 10

(4) Menentukan interval kelas


Interval kelas dapat ditentukan dengan membagi nilai jangkauan dengan jumlah
kelas yang telah diperhitungkan.

83
Jangkauan
Interval Kelas =
Jumlah Kelas
2,943 m/s
Interval Kelas =
10
Interval Kelas = 0,294 m/s

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka, variabel kecepatan menyeberang akan dibagi


menjadi 10 kelas dengan interval atau rentang data untuk setiap kelas 0,294 detik. Tabel
IV.5, dan gambar IV.3 berikut merupakan tabel dan grafik yang menyatakan distribusi
data kecepatan menyeberang dari penyeberang jalan.

Tabel IV.5 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Kecepatan Menyeberang


Variabel Kategori Jumlah Proporsi Total
0,294 m/s - 0,402 m/s 1 0,27%
0,402 m/s - 0,696 m/s 45 12,33%
0,696 m/s - 0,990 m/s 125 34,25%
0,990 m/s - 1,285 m/s 125 34,25%
1,285 m/s - 1,579 m/s 53 14,52%
Kecepatan Menyeberang 1,579 m/s - 1,873 m/s 8 2,19% 365
1,873 m/s - 2,167 m/s 3 0,82%
2,167 m/s - 2,462 m/s 3 0,82%
2,462 m/s - 2,756 m/s 1 0,27%
2,756 m/s - 3,050 m/s 0 0,00%
3,050 m/s - 3,344 m/s 1 0,27%

84
160

Jumlah Penyeberang Jalan (Orang)


140
125 125
120

100

80

60 53
45
40

20 8
1 3 3 1 0 1
0
0,294 - 0,402 - 0,696 - 0,990 - 1,285 - 1,579 - 1,873 - 2,167 - 2,462 - 2,756 - 3,050 -
0,402 0,696 0,990 1,285 1,579 1,873 2,167 2,462 2,756 3,050 3,344
Rentang Kecepatan Menyeberang (m/s)

Gambar IV.3 Grafik Distribusi Kecepatan Menyeberang dalam Bentuk Diagram


Batang

Tabel dan gambar di atas menunjukkan bahwa mayoritas dari penyeberang jalan
memiliki kecepatan menyeberang sebesar 0,6 m/s hingga 1,5 m/s, dengan puncaknya
berada pada rentang 0,9 m/s hingga 1,2 m/s. Hal ini menunjukkan bahwa penyeberang
jalan pada ruas tinjauan di Jalan Otto Iskandardinata, Bandung memiliki kecepatan
menyeberang yang cukup serupa dengan rata-rata kecepatan menyeberang yang
digunakan untuk keperluan desain, yaitu 0,8 m/s hingga 1,4 m/s sebagaimana yang
telah disebutkan dalam bab II mengenai kecepatan penyeberang jalan.

IV.2.3 Jenis Kelamin


Berbeda dengan waktu tunggu dan kecepatan menyeberang yang memiliki data
berjenis kontinu, variabel jenis kelamin merupakan salah satu variabel prediktor
pembentuk model regresi-linear-berganda yang memiliki data diskret berjenis ordinal.
Variabel jenis kelamin ini telah ditetapkan untuk dibagi menjadi dua kategori, yaitu
laki-laki dan perempuan, sehingga pengelompokan data tidak memerlukan pembuatan
kelas agar normalitas data dapat terlihat. Tabel IV.6 dan gambar IV.4 di bawah ini

85
merupakan data yang menunjukkan persebaran atau distribusi jenis kelamin
penyeberang jalan pada ruas tinjauan di Jalan Otto Iskandardinata, Bandung.

Tabel IV.6 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Jenis Kelamin


Variabel Kategori Jumlah Proporsi Total
Wanita 96 26,30%
Jenis Kelamin 365
Pria 269 73,70%

300
269
Jumlah Penyeberang Jalan (Orang)

250

200

150

96
100

50

0
Wanita Pria
Jenis Kelamin

Gambar IV.4 Grafik Distribusi Jenis Kelamin Penyeberang Jalan

Berdasarkan tabel IV.6 dan gambar IV.4, dapat dilihat bahwa kebanyakan pejalan kaki
yang menyeberang pada ruas tinjauan adalah laki-laki. Secara statistik, pada jam survei
penyeberang jalan laki-laki memiliki jumlah 269 orang, sedangkan penyeberang jalan
perempuan hanya berjumlah 96 orang saja.

IV.2.4 Kelompok Abilitas


Kelompok abilitas merupakan salah satu variabel prediktor lainnya yang digunakan
untuk membuat model regresi-linear-berganda. Serupa dengan variabel prediktor lain
yang memiliki data ordinal, seperti jenis kelamin, pembagian kelas variabel kelompok

86
abilitas juga telah ditetapkan menjadi dua kelas, yaitu kelompok yang rentan terhadap
kecelakaan lalu-lintas dan kelompok yang tidak rentan terhadap kecelakaan lalu-lintas
atau penyeberang jalan biasa. Tabel IV.7 dan gambar IV.5 menunjukkan persebaran
data untuk kedua kelompok tersebut yang menyeberangi jalan pada ruas tinjauan di
Jalan Otto Iskandardinata, Bandung.

Tabel IV.7 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Kelompok Abilitas


Variabel Kategori Jumlah Proporsi Total
Rentan 19 5,21%
Kelompok Abilitas 365
Biasa 346 94,79%

400
346
Jumlah Penyeberang Jalan (Orang)

350

300

250

200

150

100

50 19
0
Rentan Biasa
Kelompok Abilitas

Gambar IV.5 Grafik Distribusi Kelompok Abilitas Penyeberang Jalan

Dalam tabel IV.7 dan gambar IV.5, dapat dilihat bahwa hampir seluruh pejalan kaki
yang menyeberangi ruas tinjauan di Jalan Otto Iskandardinata, Bandung merupakan
pejalan kaki yang tidak rentan terhadap kecelakaan lalu-lintas. Kedua kelompok
pejalan kaki ini telah dijelaskan pada bab II mengenai karakteristik pejalan kaki, di
mana kelompok yang termasuk rentan terhadap kecelakaan lalu-lintas adalah orang-
orang yang memiliki tingkat awareness yang rendah terhadap lalu-lintas di sekitarnya.

87
Pada umumnya, hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan kemampuan atau fisik yang
dimiliki oleh kelompok rentan tersebut. Dalam hal ini, kelompok rentan terdiri dari
orang-orang berusia lanjut, anak kecil, dan penyandang disabilitas. Pada jam survei,
jumlah penyeberang jalan yang termasuk ke dalam kelompok rentan adalah 19 orang,
sedangkan penyeberang jalan biasa berjumlah 346 orang.

IV.2.5 Accompany
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, accompany merupakan
jumlah penyeberang jalan yang berjalan bersamaan pada satu waktu dan dari titik yang
sama. Dalam tugas akhir ini, accompany didefinisikan sebagai variabel prediktor
dengan kategori data ordinal, yang diklasifikasikan menjadi penyeberang jalan yang
berjalan sendirian (1 orang), 2 orang, 3 orang, dan lebih dari 3 orang. Tabel IV.8 dan
gambar IV.6 akan menunjukkan persebaran data accompany penyeberang jalan pada
ruas tinjauan di Jalan Otto Iskandardinata, Bandung.

Tabel IV.8 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Accompany


Variabel Kategori Jumlah Proporsi Total
1 Orang 224 61,37%
2 Orang 94 25,75%
Accompany Penyeberang Jalan 365
3 Orang 21 5,75%
> 3 Orang 26 7,12%

88
250
224

Jumlah Penyeberang Jalan (Orang)


200

150

94
100

50
21 26

0
1 Orang 2 Orang 3 Orang > 3 Orang
Accompany Penyeberang Jalan

Gambar IV.6 Grafik Distribusi Accompany Penyeberang Jalan

Berdasarkan tabel IV.8 dan gambar IV.6, maka dapat dilihat bahwa pejalan kaki yang
menyeberangi ruas tinjauan sebagian besar melakukan penyeberangan sendiri, tanpa
didampingi orang lain. Klasifikasi variabel accompany dilakukan untuk setiap masing-
masing penyeberang jalan yang tercatat sebagai datum. Jika dua orang pejalan kaki
menyeberangi jalan, maka keduanya masuk ke dalam kategori “2 orang” secara
terpisah, artinya dua orang tersebut akan tercatat sebagai dua buah datum yang berbeda.
Hal yang sama berlaku juga untuk penyeberang jalan dengan accompany 3 orang dan
lebih dari 3 orang. Dalam rekapitulasi data, maka didapatkan pejalan kaki yang
menyeberangi jalan sendiri sebanyak 224 orang, pejalan kaki yang menyeberang jalan
dengan accompany 2 orang sebanyak 94 orang, pejalan kaki yang menyeberang jalan
dengan accompany 3 orang sebanyak 21 orang, dan pejalan kaki yang berjalan dengan
accompany lebih dari 3 orang sebanyak 26 orang.

IV.2.6 Barang Bawaan


Variabel prediktor terkait karakteristik pejalan kaki yang terakhir adalah barang
bawaan. Barang bawaan dalam tugas akhir ini telah didefinisikan pada bab
sebelumnya, yaitu hanya penyeberang jalan yang membawa trolley, barang pikulan,

89
dan membawa anak kecil atau bayi. Pejalan kaki yang menyeberang jalan dengan
membawa barang lainnya dinilai tidak memengaruhi performa mereka dalam
menyeberangi jalan. Variabel prediktor barang bawaan hanya diklasifikasikan menjadi
dua kelas, yaitu membawa barang bawaan atau tidak. Tabel IV.9 dan gambar IV.7
merupakan hasil rekapitulasi data yang menunjukkan persebaran data barang bawaan
penyeberang jalan pada ruas tinjauan di Jalan Otto Iskandardinata, Bandung.

Tabel IV.9 Distribusi Peyeberang Jalan Berdasarkan Barang Bawaan


Variabel Kategori Jumlah Total
Membawa 66 0,1808
Barang Bawaan 365
Tidak Membawa 299 0,8192

350
299
Jumlah Penyeberang Jalan (Orang)

300

250

200

150

100
66
50

0
Ada Tidak
Barang Bawaan

Gambar IV.7 Grafik Distribusi Barang Bawaan Penyeberang Jalan

Berdasarkan tabel IV.9 dan gambar IV.7 di atas, dapat disimpulkan bahwa hampir
seluruh pejalan kaki yang menyeberang di ruas tinjauan tidak membawa barang
bawaan seperti trolley, barang yang dipikul, ataupun anak kecil. Berdasarkan
rekapitulasi data yang telah dilakukan, jumlah penyeberang jalan yang membawa
barang bawaan hanya 66 orang, sedangkan 299 orang lainnya tidak membawa barang

90
bawaan sedemikian rupa yang akan memengaruhi performa mereka dalam
menyeberang jalan (dalam hal ini adalah waktu tunggu dan kecepatan menyeberang).

IV.2.7 Lokasi Penyeberangan


Dalam tugas akhir ini, data lokasi penyeberangan tidak dikategorikan sebagai variabel
respon maupun variabel prediktor. Data lokasi penyeberangan ditentukan hanya untuk
beberapa tujuan yang tidak fundamental seperti mengetahui kecenderungan pemilihan
titik orang menyeberang, dan memberikan kemudahan dalam pengecekan keberadaan
penyeberang jalan saat melakukan rekapitulasi data. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa lokasi penyeberangan akan dibagi menjadi setiap 10 meter.
Artinya, akan terdapat 10 titik penyeberangan mengingat panjang ruas yang ditinjau
adalah 100 meter. Tabel IV.10 dan gambar IV.8 berikut menunjukkan distribusi jumlah
penyeberang jalan berdasarkan lokasi penyeberangannya.

Tabel IV.10 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Lokasi Penyeberangan


Variabel Kategori Jumlah Proporsi Total
1 133 36,44%
2 66 18,08%
3 33 9,04%
4 35 9,59%
5 26 7,12%
Lokasi 365
6 28 7,67%
7 19 5,21%
8 8 2,19%
9 6 1,64%
10 11 3,01%

91
140 133

Jumlah Penyeberang Jalan (Orang)


120

100

80
66
60

40 33 35
26 28
19
20 11
8 6
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lokasi

Gambar IV.8 Grafik Distribusi Lokasi Penyeberangan Penyeberang Jalan

Pada tabel IV.10 dan gambar IV.8 dapat dilihat bahwa pejalan kaki pada ruas tinjauan
lebih banyak yang memilih untuk melakukan penyeberangan di lokasi 1, atau titik 0
hingga 10 meter. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah pejalan kaki yang menyeberang
di titik tersebut mencapai 133 orang, sementara jumlah penyeberang jalan di titik
lainnya bahkan tidak mnecapai 100 orang penyeberang jalan.

IV.2.8 Pola Penyeberangan


Sama halnya dengan lokasi penyeberangan, data pola penyeberangan juga tidak
dikategorikan sebagai variabel respon maupun variabel prediktor. Pola penyeberangan
ditentukan sekedar hanya untuk mengetahui perilaku pengambilan keputusan bentuk
penyeberangan pejalan kaki akibat faktor-faktor lain yang terdapat di ruas tinjauan.
Tabel IV.11 dan gambar IV.9 di bawah ini menunjukkan pola penyeberangan yang
dipilih oleh pejalan kaki pada ruas tinjauan. Pada gambar IV.11, pola penyeberangan
diwakili oleh angka 1 sampai 6, di mana angka 1 mewakili one-stage perpendicular,
angka 2 mewakili one-stage oblique, angka 3 mewakili one-stage mixed, angka 4
mewakili two-stage perpendicular, angka 5 mewakili two-stage oblique, angka 6
mewakili two-stage mixed.

92
Tabel IV.11 Distribusi Penyeberang Jalan Berdasarkan Pola Penyeberangan
Variabel Kategori Jumlah Proporsi Total
1 Stage Perpendicular 181 49,59%
1 Stage Oblique 113 30,96%
1 Stage Mixed 21 5,75%
Pola Menyeberang 365
2 Stage Perpendicular 21 5,75%
2 Stage Oblique 14 3,84%
2 Stage Mixed 15 4,11%

200
181
Jumlah Penyeberang Jalan (Orang)

180
160
140
120 113

100
80
60
40
21 21
14 15
20
0
1 2 3 4 5 6
Pola Menyeberang

Gambar IV.9 Grafik Distribusi Pola Penyeberangan Penyeberang Jalan

Berdasarkan tabel IV.11 dan gambar IV.9, mayoritas penyeberang jalan pada ruas
tinjauan memilih untuk melakukan pola penyeberangan one-stage perpendicular.dan
one-stage oblique. Hal ini ditunjukkan oleh rekapitulasi data di mana jumlah
penyeberang jalan yang melakukan pola one-stage perpendicular mencapai 181 orang,
diikuti oleh one-stage oblique yang berjumlah 113 orang, sedangkan jumlah pola
penyeberangan lainnya tidak begitu signifikan.

93
IV.3 Pengujian Data
Setelah melakukan deskripsi data yang akan digunakan dalam pembuatan model
regresi-linear-berganda, maka langkah selanjutnya adalah menguji data-data tersebut
dengan beberapa rangkaian uji seperti uji kehilangan data, uji data outlier, uji
kecukupan data, uji korelasi, uji normalitas, uji homoskedastisitas, dan uji linearitas.
Sebagian besar pengujian data tersebut akan dilakukan dengan menggunakan SPSS.
Beberapa rangkaian uji tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci pada bagian-bagian
subbab sebagai berikut.

IV.3.1 Uji Kehilangan Data


Uji kehilangan data merupakan uji yang pertama dilakukan, dengan tujuan agar datum
yang tidak tercatat pada variabel respon dan prediktor dapat terdeteksi. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan metode pairwise dan listwise. Seperti yang teah
dijelaskan sebelumnya bahwa metode listwise hanya menampilkan datum yang ada
sedangkan pairwise akan menampilkan data yang lengkap dan berpasangan. Tabel-
tabel berikut merupakan hasil dari uji kehilangan data.

Tabel IV.12 Statistik Univariat


Statistik Univariat
Jumlah Data
Data Rata- Standar Data yang Hilang
Variabel Ekstrim*
Valid Rata Deviasi
Jumlah Persentase Rendah Tinggi
Waktu Tunggu 365 4,131 3,608 0 0 0 32
Kecepatan Menyeberang 365 1,040 0,336 0 0 0 10
Jenis Kelamin 365 0 0
Mobil - Mobil 365 0 0
Mobil - Motor 365 0 0
Motor - Mobil 365 0 0
Motor - Motor 365 0 0
Kelompok Abilitas 365 0 0
Accompany 1 Orang 365 0 0
Accompany 2 Orang 365 0 0
Accompany 3 Orang 365 0 0
Accompany > 3 Orang 365 0 0
Barang Bawaan 365 0 0
Keterangan *Jumlah datum yang berada di luar jangkauan (Q1 - 1.5*IQR, Q3 + 1.5*IQR).

94
Pada bagian statistik univariat, dapat dilihat bahwa data valid untuk semua variabel
berjumlah 365. Artinya, seluruh data yang didapatkan dari rekaman video survei
lapangan dimiliki oleh setiap variabel yang ada. Kelengkapan data juga ditunjukkan
oleh kolom data yang hilang di mana nilai untuk setiap variabel yang ada adalah nol.

Berdasarkan tabel IV.12 di atas, ditunjukkan bahwa rata-rata waktu tunggu


penyeberang jalan pada ruas tinjauan adalah 4,131 detik dengan standar deviasi sebesar
3,608 detik. Dalam tabel yang sama juga ditunjukkan bahwa rata-rata kecepatan
menyeberang adalah 1,040 m/s, dengan standar deviasi 0,336 m/s.

Tabel IV.13 Rata-Rata Variabel Respon


Rata-Rata

Waktu Kecepatan
Pengolahan Data
Tunggu Menyeberang
Listwise 4,131 1,040
Seluruh data 4,131 1,040

Tabel IV.14 Standar Deviasi Variabel Respon


Standar Deviasi

Waktu Kecepatan
Pengolahan Data
Tunggu Menyeberang
Listwise 3,608 0,336
Seluruh Data 3,608 0,336

Kelengkapan data pengujian juga ditunjukkan oleh tabel IV.13 dan IV.14 di mana
metode listwise menunjukkan hasil perhitungan yang sama, baik untuk rata-rata
maupun standar deviasi terhadap nilai rata-rata dan standar deviasi untuk seluruh data.
Jika hasil perhitungan kedua metode tersebut (listwise dan seluruh data) sama, maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada data yang hilang.

95
Tabel IV.15 Frekuensi Pairwise
Frekuensi Pairwise

KLL KLL KLL KLL


Variabel WT KM JK KA Acc 1 Acc 2 Acc 3 Acc 4 BB
1 2 3 4

Waktu Tunggu (WT) 365


Kecepatan Menyeberang (KM) 365 365
Jenis Kelamin (JK) 365 365 365
Mobil - Mobil (KLL 1) 365 365 365 365
Mobil - Motor (KLL 2) 365 365 365 365 365
Motor - Mobil (KLL 3) 365 365 365 365 365 365
Motor - Motor (KLL 4) 365 365 365 365 365 365 365
Kelompok Abilitas (KA) 365 365 365 365 365 365 365 365
Accompany 1 Orang (Acc 1) 365 365 365 365 365 365 365 365 365
Accompany 2 Orang (Acc 2) 365 365 365 365 365 365 365 365 365 365
Accompany 3 Orang (Acc 3) 365 365 365 365 365 365 365 365 365 365 365
Accompany > 3 Orang (Acc > 3) 365 365 365 365 365 365 365 365 365 365 365 365
Barang Bawaan (BB) 365 365 365 365 365 365 365 365 365 365 365 365 365

96
Pada analisis pairwise di atas, dapat dilihat bahwa saat satu variabel dipasangkan
dengan variabel lainnya, maka data yang tebentuk adalah sebanyak 365 kasus. Artinya,
seluruh data untuk setiap variabel tidak ada yang hilang.

Tabel IV.16 Nilai Rata-Rata dengan Metode Pairwise


Rata-Rata Pairwise

Waktu Kecepatan
Variabel
Tunggu Menyeberang
Waktu Tunggu 4,131 1,040
Kecepatan Menyeberang 4,131 1,040
Jenis Kelamin 4,131 1,040
Mobil - Mobil 4,131 1,040
Mobil - Motor 4,131 1,040
Motor - Mobil 4,131 1,040
Motor - Motor 4,131 1,040
Kelompok Abilitas 4,131 1,040
Accompany 1 Orang 4,131 1,040
Accompany 2 Orang 4,131 1,040
Accompany 3 Orang 4,131 1,040
Accompany > 3 Orang 4,131 1,040
Barang Bawaan 4,131 1,040

Selain melakukan perhitungan rata-rata dengan metode listwise, nilai rata-rata juga
ditentukan dengan metode pairwise. Dalam metode ini, definisi nilai rata-rata berbeda
dengan listwise. Pada metode pairwise, nilai rata-rata akan dihitung berdasarkan
kondisi di mana variabel yang bersifat kontinu dipasangkan dengan variabel lainnya.
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa saat variabel respon dipasangkan dengan
variabel apapun, nilai rata-ratanya akan tetap sama. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa tidak ada data yang hilang untuk setiap variabel respon.

97
Tabel IV.17 Nilai Standar Deviasi dengan Metode Pairwise
Standar Deviasi Pairwise

Waktu Kecepatan
Variabel
Tunggu Menyeberang
Waktu Tunggu 3,608 0,336
Kecepatan Menyeberang 3,608 0,336
Jenis Kelamin 3,608 0,336
Mobil - Mobil 3,608 0,336
Mobil - Motor 3,608 0,336
Motor - Mobil 3,608 0,336
Motor - Motor 3,608 0,336
Kelompok Abilitas 3,608 0,336
Accompany 1 Orang 3,608 0,336
Accompany 2 Orang 3,608 0,336
Accompany 3 Orang 3,608 0,336
Accompany > 3 Orang 3,608 0,336
Barang Bawaan 3,608 0,336

Sama halnya dengan perhitungan nilai rata-rata, tabel IV.17 menunjukkan saat variabel
respon dipasangkan dengan variabel apapun, nilai standar deviasinya tetap tidak
berubah. Berdasarkan nilai standar deviasi ini, dapat disimpulkan bahwa tidak ada data
variabel respon yang hilang.

Uji kehilangan data ini tidak perlu dilakukan kembali saat terjadi reduksi data akibat
uji-uji selanjutnya. Hal ini ditetapkan dengan mengasumsikan bahwa kelengkapan data
telah diuji secara keseluruhan sehingga dengan adanya pengurangan data, data akan
tetap lengkap (tidak terjadi kehilangan data).

IV.3.2 Uji Data Outlier


Uji data outlier merupakan uji yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui datum
yang memiliki nilai cukup jauh, bahkan cenderung bersifat ekstrim jika dibandingkan
dengan data-data lainnya. Uji data outlier hanya akan dilakukan dengan dua metode
yaitu standardisasi data, dan penyajian box plot. Metode scatter plot tidak dilakukan

98
mengingat data pada seluruh variabel prediktor bersifat ordinal. Hal tersebut
menyebabkan data outlier menjadi tidak terdeteksi karena pola berkumpulnya data
tidak terlihat (biasanya data akan berkumpul membentuk pola tertentu). Selain itu,
metode scatter plot juga hanya menunjukkan data outlier secara visual saja, dan tidak
menunjukkan batas nilai dari data outlier (seperti metode standardisasi data) maupun
nomor kasus dari data outlier tersebut (seperti metode box plot).

Pada standardisasi data, akan digunakan persamaan (II.10) untuk menentukan nilai z
sebagaimana yang telah tercantum pada bab studi pustaka. Persamaan tersebut
membutuhkan data nilai rata-rata dan standar deviasi. Dengan bantuan SPSS maka
didapatkan nilai rata-rata dan standar deviasi seperti yang dicantumkan pada tabel
IV.18 mengenai statistik deskriptif.

Tabel IV.18 Data Statistik Deskriptif


Data Statistik Deskriptif
Jumlah
Nilai Nilai Standar
Variabel Data Rata-Rata
Minimum Maksimum Deviasi
Valid
Waktu Tunggu 365 0,160 20,726 4,131 3,608
Kecepatan Menyeberang 365 0,402 3,344 1,040 0,336

Setelah menentukan nilai z, maka langkah selanjutnya adalah mengasumsikan batas


nilai data outlier. Secara umum, pada metode standardisasi data, suatu datum akan
dianggap sebagai outlier jika nilai z yang dimiliki lebih dari 2,5 atau kurang dari - 2,5.
Nilai tersebut berasal dari tabel probabilitas normal standar, dengan mengasumsikan
bahwa data yang dianggap normal adalah sebesar 99,379% dari data yang ada. Dalam
tugas akhir ini, asumsi tersebut akan digunakan dalam metode standardisasi data.
Sebagai contoh perhitungan, maka akan diambil set data atau kasus dari penyeberang
jalan nomor 1. Berikut merupakan contoh perhitungannya.
(1) Menentukan nilai z
 Waktu tunggu

99
x−X ̅
zWT1 =
σ
2,899 s − 4,131 s
zWT1 =
3,608 s
zWT1 = - 0,341
 Kecepatan Menyeberang
x−X ̅
zKM1 =
σ
0,986 m/s − 1,040 m/s
zKM1 =
0,336 m/s
zKM1 = - 0,159

(2) Menentukan data outlier


Berdasarkan nilai z yang dimiliki oleh penyeberang jalan nomor 1, yaitu
zWT1 = - 0,341, dan zKM1 = - 0,159, maka data waktu tunggu dan kecepatan
menyeberang yang dimiliki oleh penyeberang jalan nomor 1 tidak termasuk data
outlier berdasarkan metode standardisasi data.

Berdasarkan metode ini, data outlier pada variabel waktu tunggu berjumlah 13 data,
yaitu pada penyeberang jalan nomor 33, 108, 158, 159, 202, 203, 240, 280, 298, 307,
308, 309, dan 348. Sedangkan data outlier pada variabel kecepatan menyeberang
berjumlah lebih sedikit, yaitu 8 data, dan terjadi pada penyeberang jalan nomor 8, 51,
79, 194, 212, 260, 269, dan 313.

Metode yang akan digunakan selanjutnya untuk menentukan data outlier adalah
metode box plot. Untuk membuat box plot, maka perlu diketahui terlebih dahulu
beberapa data seperti kuartil 1,2, dan 3, jangkauan interkuartil, lower inner fence, upper
inner fence, lower outer fence, dan upper outer fence.

Nilai kuartil 1, 2, dan 3 ditentukan dengan menggunakan bantuan dari SPSS. Namun,
dalam hal ini nilai kuartil juga akan dicoba untuk dihitung dengan menggunakan

100
persamaan (). Untuk mengetahui nilai parameter lainnya akan dihitung dengan
menggunakan persamaan () yang telah disebutkan pada studi pustaka. Parameter-
parameter pada box plot ini ditentukan untuk mengetahui batas-batas pada box plot
yang telah dibuat oleh SPSS mengingat data outlier sudah dapat diketahui tanpa harus
mengetahui parameter-parameter tersebut. Berikut merupakan perhitungannya.
(1) Menghitung nilai kuartil 1 (Q1 )
Q1 = 0,25 × (1 + n)
Q1 = 0,25 × (1 + 365)
Q1 = 91,5 ≅ 92
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan, nilai kuartil pertama
terletak pada data urutan ke-92, yaitu 1,739 detik untuk waktu tunggu dan 0,817
m/s untuk kecepatan menyeberang. Namun, perhitungan yang lebih akurat telah
dilakukan dengan SPSS di mana kuartil pertama untuk waktu tunggu memiliki
nilai 1,735 detik dan kecepatan menyeberang memiliki nilai 0,817 m/s.

(2) Menghitung nilai kuartil 2, atau median (𝑄2 )


Q2 = 0,50 × (1 + n)
Q2 = 0,50 × (1 + 365)
Q2 = 183
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan, nilai kuartil kedua
atau median terletak pada data urutan ke-183, yaitu 3,131 detik untuk waktu
tunggu dan 1,012 m/s untuk kecepatan menyeberang. Karena urutan data tidak
mengalami pembulatan, maka nilai kuartil ke-dua yang ditunjukkan oleh SPSS
memiliki nilai yang sama dengan yang ditentukan dengan menggunakan
persamaan.

(3) Menghitung nilai kuartil 3 (𝑄3 )


Q3 = 0,75 × (1 + n)
Q3 = 0,75 × (1 + 365)

101
Q3 = 274,5 ≅ 275
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan, nilai kuartil pertama
terletak pada data urutan ke-275, yaitu 4,845 detik untuk waktu tunggu dan 1,210
m/s untuk kecepatan menyeberang. Sama halnya dengan perhitungan kuartil
pertama, pada kuartil ke-tiga ini juga perhitungan yang lebih akurat telah
dilakukan dengan SPSS di mana kuartil ke-tiga untuk waktu tunggu memiliki
nilai 4,804 detik dan kecepatan menyeberang memiliki nilai 1,210 m/s.

(4) Menghitung nilai jangkauan interkuartil (IQR)


 Waktu Tunggu
IQR = Q3 − Q1
IQR = 4,804 s − 1,735 s
IQR = 3,069 s
 Kecepatan Menyeberang
IQR = Q3 − Q1
IQR = 1,210 m/s − 0,817 s
IQR = 0,393 m/s

(5) Menghitung nilai lower inner fence (LIF)


 Waktu Tunggu
LIF = Q1 − 1,5(IQR)
LIF = 1,735 s − 1,5(3,069 s)
LIF = - 2,868 s
 Kecepatan Menyeberang
LIF = Q1 − 1,5(IQR)
LIF = 0,817 s − 1,5(0,393 s)
LIF = 0,228 s

(6) Menghitung nilai upper inner fence (UIF)

102
 Waktu Tunggu
UIF = Q3 + 1,5(IQR)
UIF = 4,804 s + 1,5(3,069 s)
UIF = 9,406 s
 Kecepatan Menyeberang
UIF = Q3 + 1,5(IQR)
UIF = 0,817 s + 1,5(0,393 s)
UIF = 1,800 s

(7) Menghitung nilai lower outer fence (LOF)


 Waktu Tunggu
LOF = Q1 − 3(IQR)
LOF = 1,735 s − 3(3,069 s)
LOF = - 7,471 s
 Kecepatan Menyeberang
LOF = Q1 − 3(IQR)
LOF = 0,817 s − 3(0,393 s)
LOF = - 0,362 s

(8) Menghitung nilai upper outer fence (UOF)


 Waktu Tunggu
UOF = Q3 + 3(IQR)
UOF = 4,804 s + 3(3,069 s)
UOF = 14,009 s
 Kecepatan Menyeberang
UOF = Q3 + 3(IQR)
UOF = 0,817 s + 3(0,393 s)
UOF = 2,389 s

103
Tabel IV.19 berikut merupakan statistic deskriptif dari data pada variabel waktu tunggu
dan kecepatan menyeberang, sedangkan tabel IV.20 merupakan rangkuman dari nilai-
nilai parameter pembuatan box plot yang telah dihitung di atas.

Tabel IV.19 Data Statistik Deskriptif pada Percobaan Pertama


Data Statistik Deskriptif
Jumlah
Nilai Nilai Standar
Variabel Data Rata-Rata
Minimum Maksimum Deviasi
Valid
Waktu Tunggu 365 0,160 20,726 4,131 3,608
Kecepatan Menyeberang 365 0,402 3,344 1,040 0,336

Tabel IV.20 Data Parameter Box Plot pada Percobaan Pertama


Data Parameter Box Plot

Waktu Kecepatan
Parameter Box Plot
Tunggu Menyeberang
Nilai Maksimum 20,726 3,344
Nilai Minimum 0,160 0,402
Kuartil 1 (Q1) 1,735 0,817
Kuartil 2 (Q2) 3,131 1,012
Kuartil 3 (Q3) 4,804 1,210
Jangkauan Interkuartil (IQR) 3,069 0,393
Lower Inner Fence (LIF) -2,868 0,228
Upper Inner Fence ( UIF) 9,406 1,800
Lower Outer Fence (LOF) -7,471 -0,362
Upper Outer Fence (UOF) 14,009 2,389

Setelah menentukan nilai-nilai tersebut, maka gambar box plot yang dihasilkan oleh
SPSS di bawah ini akan menjadi lebih mudah untuk divisualisasikan.

104
Gambar IV.10 Box Plot Waktu Tunggu pada Percobaan Pertama

Gambar IV.11 Box Plot Kecepatan Menyeberang pada Percobaan Pertama

105
Berdasarkan perhitungan dan gambar box plot di atas, maka dapat diketahui bahwa
terdapat data outlier pada variabel waktu tunggu dan variabel kecepatan menyeberang.
Pada variabel waktu tunggu terdapat 32 buah data outlier, dengan 12 data outlier yang
bersifat ekstrim, sedangkan pada variabel kecepatan menyeberang terdapat 10 buah
data outlier, dengan 2 buah data outlier yang bersifat ekstrim.

Setelah dilakukan uji outlier, baik dengan metode standardisasi data maupun box plot
maka dapat disimpulkan bahwa data waktu tunggu dan kecepatan menyeberang yang
didapatkan dari survey lapangan memiliki beberapa buah data outlier. Namun, di antara
dua metode pengujian tersebut, metode box plot dapat dikatakan lebih relevan
disebabkan oleh sifat metode box plot yang dapat menyesuaikan distribusi data (metode
standardisasi data mengasumsikan bahwa data bersifat normal). Keputusan yang
dilakukan pada uji outlier ini adalah membuang seluruh data yang termasuk ke dalam
kategori outlier tersebut. Pembuangan data outlier dapat dilakukan secara berulang
mengingat pengurangan jumlah data dapat menyebabkan perubahan nilai kuartil yang
dapat mengubah bentuk dan batas dari box plot. Dengan melakukan langkah serupa
dengan yang dilakukan pada uji data outlier di percobaan pertama (data outlier belum
tereduksi), maka berikut merupakan hasil uji data outlier pada percobaan selanjutnya
dengan menggunakan metode boxplot, baik untuk variabel waktu tunggu maupun
kecepatan menyeberang.

106
Gambar IV.12 Box Plot Waktu Tunggu pada Percobaan Kedua

Gambar IV.13 Box Plot Waktu Tunggu pada Percobaan Ketiga

107
Gambar IV.14 Box Plot Waktu Tunggu pada Percobaan Keempat

Gambar IV.15 Box Plot Waktu Tunggu pada Percobaan Kelima

108
Gambar IV.16 Box Plot Kecepatan Menyeberang pada Percobaan Kedua

Gambar IV.17 Box Plot Kecepatan Menyeberang pada Percobaan Ketiga

109
Untuk variabel waktu tunggu, dibutuhkan empat kali reduksi data outlier atau lima kali
pengujian sehingga didapatkan box plot yang terbebas dari data outlier itu sendiri.
Sedangkan untuk variabel kecepatan menyeberang hanya dibutuhkan dua kali reduksi
atau tiga kali penguijan agar didapatkan box plot yang terbebas dari data outlier.
Dengan dilakukannya beberapa kali pengujian tersebut, maka data waktu tunggu dan
kecepatan menyeberang dapat dikatakan lulus dalam pengujian data outlier ini dengan
spesifikasi box plot sebagai berikut.

Tabel IV.21 Data Statistik Deskriptif pada Percobaan Terakhir


Jumlah
Nilai Nilai Standar
Variabel Data Rata-Rata
Minimum Maksimum Deviasi
Valid
Waktu Tunggu 323 0,160 7,665 3,055 1,717
Kecepatan Menyeberang 353 0,402 1,707 1,002 0,259

Tabel IV.22 Data Parameter Box Plot pada Percobaan Terakhir

Waktu Kecepatan
Parameter Box Plot
Tunggu Menyeberang
Nilai Maksimum 7,665 3,344
Nilai Minimum 0,160 0,402
Kuartil 1 (Q1) 1,627 0,810
Kuartil 2 (Q2) 2,831 1,002
Kuartil 3 (Q3) 4,061 1,170
Jangkauan Interkuartil (IQR) 2,434 0,360
Lower Inner Fence (LIF) -2,024 0,270
Upper Inner Fence ( UIF) 7,712 1,710
Lower Outer Fence (LOF) -5,675 -0,271
Upper Outer Fence (UOF) 11,363 2,250

IV.3.3 Uji Kecukupan Data


Setelah melakukan uij data outlier, maka langkah selanjutnya adalah menguji
kecukupan data. Uji kecukupan data merupakan uji yang bertujuan untuk mengetahui
apakah data yang telah direkapitulasi sudah mencukupi untuk diolah dan dijadikan

110
sebagai masukan data dalam pembuatan model regresi-linear-berganda. Dalam tugas
akhir ini, uji kecukupan data hanya dilakukan pada data variabel respon yang bersifat
kontinu. Perhitungan kecukupan data akan mengikuti persamaan (II.22). Sebelum
melakukan pengujian, perlu diketahui bahwa seperti yang telah disebutkan pada uji
data outlier, jumlah data tidak lagi berjumlah 365 buah melainkan 323 untuk variabel
waktu tunggu, dan 353 buah untuk variabel kecepatan menyeberang. Berikut
merupakan perhitungan dalam uji kecukupan data, baik untuk waktu tunggu maupun
kecepatan menyeberang.
(1) Menentukan nilai angka kepercayaan dan tingkat ketelitian
Dengan menggunakan asumsi bahwa pengumpulan data memiliki tingkat
kepercayaan 90%, maka tingkat ketelitian (𝑠) yang digunakan adalah 10% dan
nilai k=1,65. Nilai k didapatkan dengan cara mengasumsikan bahwa persebaran
data mengikuti distribusi normal. Dengan tingkat kepercayaan 90%, maka dapat
dilakukan plotting nilai z untuk nilai 0,45.

(2) Menentukan nilai total data (∑ni=1 X), dan nilai kuadrat total data (∑ni=1 X2 ).
Dengan melakukan perhitungan menggunakan bantuan Microsoft excel, maka
didapatkan nilai-nilai yang akan ditentukan tersebut.
 Waktu Tunggu
∑323
i=1 X = 986,842 s
2
∑323
i=1 X = 3.964,429 s

 Kecepatan Menyeberang
∑353
i=1 X = 353,631 m/s
2
∑353
i=1 X = 377,861 m/s

(3) Menentukan jumlah data minimum


 Waktu Tunggu

111
2
k√ 2
N( ∑323 X2 ) − ( ∑323 X)
s i=1 i=1
N' =
( ∑323
i=1 X)
( )
1,65 √ 2
' 0,1 323(3.964,429) − (986,842)
N =
(986,842)
N' = 85,728 data ≅ 86 data
 Kecepatan Menyeberang
2
k√ 2 2
N( ∑353 X ) − ( ∑353 X)
s i=1 i=1
N' =
( ∑365
i=1 X)
( )
1,65 √ 2
' 0,1 353(377,861) − (353,631)
N =
(353,631)
N' = 18,135 data ≅ 19 data

(4) Menentukan kecukupan data


Data yang didapatkan dari survey lapangan, baik untuk variabel waktu tunggu,
maupun kecepatan menyeberang adalah 365 data. Namun, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, data tersebut berkurang akibat adanya uji data outlier.
Hal ini menyebabkan data waktu tunggu yang tersisa adalah 323 buah, dan data
kecepatan menyeberang yang tersisa adalah 353 buah. Data minimum yang
dibutuhkan untuk variabel waktu tunggu adalah 86 buah datum, dan kecepatan
menyeberang adalah 19 data. Karena nilai N > N', maka kedua variabel tersebut
memenuhi uji kecukupan data.

IV.3.5 Uji Normalitas Data


Uji normalitas data adalah suatu uji yang memiliki tujuan untuk mengetahui apakah
distribusi data pada variabel respon, yaitu waktu tunggu dan kecepatan menyeberang

112
mengikuti pola distribusi normal atau tidak. Tabel dan gambar berikut merupakan hasil
dari uji normalitas data.

Tabel IV.23 Hasil Uji Normalitas Data


Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Variabel
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Waktu Tunggu 0,077 323 0,000 0,944 323 0,000
Kecepatan Menyeberang 0,041 353 0,200 0,992 353 0,059

Gambar IV.18 Grafik Uji Normalitas Variabel Waktu Tunggu

113
Gambar IV.19 Grafik Uji Normalitas Variabel Kecepatan Menyeberang

Pada tugas akhir ini, data diasumsikan memiliki tingkat kepercayaan sebesar 90%,
sehingga angka signifikan yang dimiliki oleh variabel harus mencapai 10% atau 0,1
jika data dianggap mengikuti distribusi normal. Berdasarkan tabel IV.22, dapat dilihat
bahwa angka signifikan yang dimiliki oleh variabel waktu tunggu memiliki nilai
kurang dari 0,1 pada metode uji Kolmogorov-Smirnov. Oleh karena itu, berdasarkan
hasil perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa data variabel waktu tunggu tidak
mengikuti distribusi normal. Namun, pada variabel kecepatan menyeberang dapat
dilihat pada tabel yang sama bahwa angka signifikan yang ditunjukkan oleh metode uji
Kolmogorov-Smirnov bernilai 0,200 atau lebih dari 0,1. Oleh karena itu, berdasarkan
hasil perhitungan tersebut, variabel kecepatan menyeberang mengikuti distribusi
normal.

Kesimpulan ini diperkuat oleh gambar IV.20 dan gambar IV.21 yang menunjukkan
bahwa persebaran data pada variabel waktu tunggu tidak mengikuti garis uji yang
mengarah ke kanan atas, sedangkan variabel kecepatan menyeberang justru mengikuti

114
garis uji tersebut. Pada gambar tersebut juga dapat dilihat bahwa pada variabel waktu
tunggu terdapat beberapa data yang terletak jauh dari sebaran data lainnya. Oleh karena
itu, berdasarkan grafik sebaran data ini pula, variabel waktu tunggu dapat dikatakan
tidak mengikuti distribusi normal, sedangkan variabel kecepatan menyeberang
mengikuti distribusi normal.

Seluruh uji data yang diperlukan sebelum pembuatan model regresi-linear-berganda


telah dilakukan. Dari beberapa pengujian yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa data
yang telah didapatkan dari survei lapangan cukup baik, namun bersifat acak. Hal ini
ditunjukkan dengan dipenuhinya persyaratan dari sebagian besar pengujian yang
dilakukan, tetapi dari beberapa pengujian tersebut, masih terdapat beberapa hal yang
tidak dipenuhi oleh data survey lapangan. Secara umum, hal-hal yang tidak memenuhi
persyaratan tersebut akan diabaikan dengan konsekuensi bahwa model yang dibentuk
menjadi tidak sempurna dalam menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Namun,
model masih dapat dikatakan cukup baik jika dalam model tersebut besarnya koefisien,
konstanta, dan tanda yang diharapkan masih sesuai dengan intuisi. Tabel IV.25 berikut
merupakan rangkuman dari seluruh uji data yang telah dilakukan.

Tabel IV.24 Hasil Pengujian Data


No Jenis Uji Data Keterangan
1 Uji kehilangan data Lulus pengujian, tidak ada data yang hilang.
Lulus pengujian. Data outlier pada variabel waktu
tunggu dapat dihilangkan dengan melakukan lima kali
2 Uji data outlier percobaan uji data outlier sedangkan data outlier pada
variabel kecepatan menyeberang dapat dihilangkan hanya
dengan tiga kali pengujian.
Lulus pengujian, dengan mengasumsikan tingkat
3 Uji kecukupan data
kepercayaan 90% dan angka ketelitian 10%.
Lulus pengujian, hanya untuk variabel kecepatan
menyeberang. Artinya variabel kecepatan menyeberang
mengikuti distribusi normal, sedangkan variabel waktu
4 Uji Normalitas
tunggu tidak lulus pengujian yang mengindikasikan bahwa
variabel tersebut tidak tersebar sesuai dengan distribusi
normal.

115
IV.4 Pembuatan Model Regresi-Linear-Berganda
Seperti yang telah dijelaskan pada bab III perihal metodologi penelitian, bahwa model
regresi-linear-berganda akan dibuat dengan menggunakan bantuan SPSS, dan
mengaplikasikan tiga metode sebagai berikut.
1.) Reduksi variabel prediktor secara manual dengan mempertimbangkan nilai
koefisien (dikenal dengan nama stepwise II);
2.) Reduksi variabel prediktor secara manual dengan mempertimbangkan nilai
angka signifikan atau p-value;
3.) Reduksi variabel prediktor secara otomatis (backward).

Model yang terbaik mengacu pada beberapa hal yang telah disebutkan pada bab
sebelumnya, yaitu:
 Semakin banyak variabel prediktor yang digunakan, maka model akan menjadi
semakin baik;
 Tanda koefisien regresi (+/-) sesuai dengan yang diharapkan;

Dalam pengerjaan tugas akhir ini, syarat model yang baik tidak mengacu pada syarat
konstanta terkecil dan koefisien determinasi. Hal ini disebabkan oleh konstanta yang
terdapat pada model bukanlah galat yang seharusnya bernilai 0, melainkan besarnya
waktu tunggu atau kecepatan menyeberang saat variabel prediktor bernilai 0. Sehingga,
jika nilai konstanta adalah 0 justru menimbulkan persepsi model yang tidak lazim. Nilai
koefisien determinasi tidak dijadikan acuan disebabkan oleh hampir seluruh variabel
merupakan variabel dummy yang hanya memiliki dua kategori saja. Hal ini tentu
membuat nilai R2 menjadi sangat rendah. Oleh karena itu, nilai koefisien determinasi
yang terbentuk tidak layak untuk dijadikan acuan kebaikan model.

Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa pembuatan model regresi-linear-berganda


memiliki koridor tanda koefisien pada variabel prediktor, yang dinamakan tanda yang
diharapkan. Artinya, model dapat dikatakan sesuai jika tanda yang terdapat pada
koefisien variabel prediktor sesuai dengan tanda yang telah ditetapkan. Tanda yang

116
diharapkan tersebut bersifat intuitif, artinya keterangan yang diberikan masih bersifat
subjektif dan berdasarkan pengamatan sehari-hari. Berikut merupakan tanda yang
diharapkan untuk setiap variabel prediktor, baik untuk model waktu tunggu, maupun
kecepatan menyeberang.

Tabel IV.25 Tanda yang Diharapkan pada Model

Tanda Yang Diharapkan

Variabel Parameter Model


Waktu Kecepatan
Tunggu Menyeberang

X1 Jenis Kelamin (-) (+)


X2 Mobil - Mobil (+) (-)
X3 Mobil - Motor (+) (-)
X4 Motor - Mobil (+) (-)
X5 Motor - Motor (+) (-)
X6 Kelompok Abilitas (-) (+)
X7 Accompany 1 Orang (-) (+)
X8 Accompany 2 Orang (+) (-)
X9 Accompany 3 Orang (+) (-)
X10 Accompany > 3 Orang (+) (-)
X11 Barang Bawaan (-) (-)

Berdasarkan tabel IV.25 di atas, maka berikut merupakan penjelasan mengenai tanda
yang diharapkan, baik variabel waktu tunggu maupun kecepatan menyeberang.
1. Jenis Kelamin
Variabel prediktor jenis kelamin, sebagaimana yang telah disebutkan pada bab
sebelumnya, bahwa kode 0 diberikan untuk wanita, dan kode 1 diberikan untuk
pria. Tanda yang diharapkan muncul pada model waktu tunggu adalah negatif
sedangkan pada kecepatan menyeberang adalah positif.
 Dengan ditetapkannya hubungan negatif yang diharapkan pada model waktu
tunggu, maka dapat dikatakan juga bahwa pada model ini penyeberang jalan
pria cenderung mengalami waktu tunggu yang lebih singkat dibandingkan

117
dengan penyeberang jalan wanita. Hubungan tersebut ditetapkan karena
secara psikologis, pria dianggap lebih berani untuk mengambil resiko yang
berbahaya dibandingkan dengan wanita yang justru cenderung lebih berhati-
hati sebelum menyeberang jalan;
 Untuk model kecepatan menyeberang, tanda yang diharapkan adalah positif.
Hal ini dapat mengindikasikan bahwa pejalan kaki pria dapat menyeberang
lebih cepat dibandingkan dengan pejalan kaki wanita. Hubungan tersebut
ditetapkan berdasarkan kemampuan pria yang secara fisik cenderung lebih
kuat dibandingkan dengan wanita.

2. Kombinasi Lalu-Lintas
Untuk variabel kombinasi lalu-lintas, baik mobil – mobil, mobil – motor, motor
– mobil, maupun motor – motor diharapkan untuk memiliki tanda yang sama,
yaitu positif untuk waktu tunggu dan negatif untuk kecepatan menyeberang.
Kode kategori untuk setiap variabel tersebut adalah 0 untuk tidak (tidak terdapat
kombinasi lalu-lintas tertentu), dan 1 untuk ya (terdapat kombinasi lalu-lintas
tertentu).
 Pada model waktu tunggu, tanda yang diharapkan adalah positif. Hal ini
menyatakan kondisi bahwa jika terdapat kendaraan yang melintas di depan
pejalan kaki yang akan menyeberangi jalan, maka pejalan kaki tersebut akan
menunggu lebih lama untuk menentukan kombinasi lalu-lintas yang tepat
sebelum mulai menyeberangi jalan;
 Pada model kecepatan menyeberang, tanda yang diharapkan adalah negatif.
Pertama, hal ini ditentukan berdasarkan pengamatan di mana lalu-lintas
kendaraan pada ruas tinjauan cenderung padat dan menghasilkan suatu gap
yang tidak lebar dan kecepatan yang tidak terlalu tinggi. Pada kondisi tersebut,
pada umumnya penyeberang jalan akan menghentikan kendaraan saat
melakukan kegiatan penyeberangan (jika gap berjarak cukup lebar, biasanya
pejalan kaki justru akan berlari karena kendaraan cenderung berkecepatan

118
tinggi.). Proses menghentikan kendaraan di tengah jalan tersebut cenderung
membuat kecepatan menyeberang dari pejalan kaki akan berkurang.

3. Kelompok Abilitas
Variabel kelompok abilitas dibagi menjadi dua kategori di mana kode 0 untuk
kelompok rentan terhadap kecelakaan lalu-lintas, dan kode 1 untuk kelompok
biasa. Tanda yang diharapakan untuk hubungannya dengan variabel waktu
tunggu adalah negatif, sedangkan untuk variabel kecepatan menyeberang, tanda
yang diharapkan adalah positif.
 Tanda negatif pada variabel waktu tunggu memiliki arti bahwa jika terdapat
penyeberang jalan yang termasuk dalam kategori biasa, maka waktu tunggu
yang dialami akan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan waktu
tunggu yang dialami oleh penyeberang jalan yang termasuk ke dalam kategori
rentan. Kondisi tersebut ditetapkan dengan asumsi bahwa penyeberang jalan
biasa cenderung memiliki kondisi fisik dan refleks yang lebih baik
dibandingkan dengan kelompok rentan. Kelompok yang tergolong rentan
terhadap kecalakaan lalu-lintas seperti anak-anak, lanjut usia, dan penyandang
disabilitas cenderung menunggu lebih lama untuk mencari kondisi yang lebih
tepat dan aman bagi mereka untuk menyeberang jalan mengingat kondisi fisik
dan refleks yang dimiliki oleh kelompok tersebut tidak sebaik kelompok
penyeberang jalan biasa;
 Pada model kecepatan menyeberang, tanda yang diharapkan untuk variabel
kelompok abilitas adalah positif. Hal ini menunjukkan kondisi di mana
penyeberang jalan yang termasuk ke dalam kategori biasa memiliki kecepatan
menyeberang yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
rentan. Dengan alasan yang sama pada model waktu tunggu, hal ini dapat
terjadi karena secara alami, kondisi fisik dan refleks penyeberang jalan yang
termasuk kategori biasa lebih baik dibandingkan penyeberang jalan yang
termasuk ke dalam kategori rentan, sehingga penyeberang jalan biasa
cenderung dapat bergerak dengan lebih cepat.

119
4. Accompany 1 Orang
Accompany 1 orang juga merupakan salah satu variabel yang bersifat dummy
dengan terdiri atas dua kategori, di mana kode 0 untuk tidak (penyeberang jalan
tidak berjumlah 1 orang di titik dan waktu yang sama) dan kode 1 untuk ya
(penyeberang jalan berjumlah satu orang di titik dan waktu yang sama). Pada
variabel prediktor ini, tanda yang diharapkan di model waktu tunggu adalah
negatif sedangkan di model kecepatan menyeberang adalah positif.
 Tanda negatif di model waktu tunggu menggambarkan bahwa pejalan kaki
yang melakukan kegiatan penyeberangan jalan dengan seorang diri cenderung
mengalami waktu tunggu yang lebih cepat dibandingkan dengan pejalan kaki
yang menyeberangi jalan dengan beberapa orang secara bersamaan. Kondisi
ini ditetapkan berdasarkan asumsi dan pengamatan bahwa pejalan kaki yang
menyeberang jalan seorang diri tidak perlu menyesuaikan kemampuan fisik
dan mentalnya dengan orang lain, sehingga kelompok yang termasuk ke
dalam kategori ini dapat langsung menyeberang jalan tanpa harus menunggu
kesiapan atau awareness dari orang lain;
 Pada model kecepatan menyeberang, tanda yang diharapkan adalah positif.
Hal ini memiliki arti bahwa pejalan kaki yang menyeberang seorang diri
cenderung memiliki kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pejalan
kaki yang menyeberang secara bersamaan. Dengan alasan yang sama dengan
model waktu tunggu, hal tersebut disebabkan oleh kondisi di mana pejalan
kaki yang menyeberang seorang diri cenderung tidak perlu menyesuaikan diri
dengan kemampuan fisik orang lain yang lebih lemah daripada dirinya sendiri.
Selain itu, pejalan kaki yang menyeberang seorang diri juga tidak perlu
menyesuaikan kecepatan langkah kaki orang lain sehingga dapat bergerak
dengan tempo berjalan yang dimilikinya sendiri.

5. Accompany 2, 3, dan lebih dari 3 orang


Variabel prediktor accompany lebih dari 1 orang tentu bekerja secara
berkebalikan dengan variabel prediktor accompany 1 orang. Cara yang bekerja

120
berkebalikan tersebut membuat tanda yang diharapkan juga menjadi
berkerbalikan terhadap variabel accompany 1 orang, di mana untuk model waktu
tunggu tanda yang diharapkan adalah positif sedangkan untuk kecepatan
menyeberang, tanda yang diharapkan adalah negatif.
 Pada model waktu tunggu, tanda positif tersebut menggambarkan kondisi di
mana pejalan kaki yang lebih dari 1 orang cenderung menunggu lebih lama
sebelum menyeberang dibandingkan dengan waktu tunggu yang dialami oleh
pejalan kaki yang menyeberang jalan seorang diri. Dengan alasan yang
berkebalikan dengan variabel accompany 1 orang, orang yang menyeberang
jalan secara bersamaan cenderung untuk menyesuaikan diri dengan tingkat
kesiapan dan awareness orang lain yang menyeberang bersamanya;
 Pada model kecepatan menyeberang, tanda negatif menggambarkan kondisi
di mana pejalan kaki yang menyeberang jalan secara bersamaan cenderung
bergerak lebih lambat dibandingkan dengan pejalan kaki yang menyeberang
seorang diri. Hal tersebut disebabkan oleh pejalan kaki yang menyeberang
bersamaan cenderung menyesuaikan kemampuan fisik dan kecepatan
langkahnya dengan orang lain yang bergerak bersamanya.

6. Barang Bawaan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa variabel barang bawaan terdiri
dari dua kategori, yaitu membawa barang (trolley, pikulan, atau menggendong
anak) yang diberikan kode 1 dan tidak membawa barang yang diberikan kode 0.
Untuk kedua model, baik waktu tunggu maupun kecepatan menyeberang, tanda
yang diharapkan untuk variabel prediktor ini adalah negatif.
 Pada model waktu tunggu, tanda negatif mencerminkan kondisi di mana
penyeberang jalan yang membawa barang cenderung mengalami waktu
tunggu yang lebih singkat dibandingkan dengan penyeberang jalan yang tidak
membawa barang. Hal tersebut ditetapkan berdasarkan asumsi di mana orang
yang membawa barang sedemikian rupa hingga merasa berat atau terbebani

121
cenderung untuk ingin segera meletakkan barang yang dibawanya tersebut ke
tempat tujuannya.
 Pada model kecepatan menyeberang, tanda negatif menggambarkan kondisi
di mana penyeberang jalan yang membawa barang cenderung bergerak lebih
lambat atau perlahan dibandingkan dengan penyeberang jalan yang tidak
membawa barang. Hal tersebut ditetapkan berdasarkan asumsi dan
pengamatan bahwa barang bawaan tersebut cenderung membatasi ruang
gerak, membatasi jarak pandang, dan membebani pejalan kaki yang
menyeberang jalan sehingga kecepatannya dalam bergerak akan berkurang.

Penjelasan untuk ketiga metode pembuatan model regresi-linear-berganda akan


dijelaskan dalam beberapa subbab sebagai berikut.

IV.4.1 Reduksi Variabel Berdasarkan Koefisien Terkecil


Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa metode ini akan menentukan model
regresi-linear-berganda yang terbaik dengan cara mereduksi variabel prediktor yang
memiliki nilai koefisien terkecil terlebih dahulu. Konstruksi model dengan mereduksi
variabel secara satu persatu dilakukan secara repetitif hingga hanya satu buah variabel
prediktor yang tersisa. Namun, model yang terbentuk dengan hanya terdiri dari satu
variabel tersebut belum tentu model yang terbaik, karena model yang terbaik
merupakan model yang mengacu pada syarat kebaikan model yang telah disebutkan
sebelumnya, yaitu banyaknya variabel prediktor yang digunakan dan keseuaian tanda
pada model dengan tanda yang diharapkan. Pada metode ini, konstruksi model
dilakukan sebanyak 11 kali, baik untuk waktu tunggu maupun kecepatan menyeberang.

Dengan menggunakan bantuan SPSS, maka didapatkan 11 buah model regresi-linear-


berganda. Tabel IV.26 hingga tabel IV.28 di bawah ini merupakan tabel yang
menunjukkan model yang terbentuk dalam setiap percobaan untuk variabel waktu
tunggu, sedangkan tabel IV.29 hingga tabel IV.31 merupakan tabel serupa untuk
variabel kecepatan menyeberang.

122
Tabel IV.26 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan Metode Reduksi Berdasarkan Koefisien untuk Waktu
Tunggu (1)

Model Waktu Model Waktu Model Waktu Model Waktu Model Waktu Model Waktu
Tanda Yang Tunggu 1 Tunggu 2 Tunggu 3 Tunggu 4 Tunggu 5 Tunggu 6
No Parameter Model Variabel
Diharapkan
Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien
(p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value )
1 Intersep (+/-) C 3,12 (0,000) 3,14 (0,000) 3,19 (0,000) 3,15 (0,000) 3,17 (0,000) 3,15 (0,000)
2 Jenis Kelamin (-) X1 0,02 (0,925)
3 Mobil - Mobil (+) X2 -0,05 (0,866)
4 Mobil - Motor (+) X3 0,18 (0,468) 0,18 (0,463) 0,14 (0,647) 0,17 (0,471)
5 Motor - Mobil (+) X4 0,27 (0,325) 0,27 (0,326) 0,22 (0,476) 0,25 (0,323) 0,20 (0,404) 0,20 (0,404)
6 Motor - Motor (+) X5 0,05 (0,868) 0,05 (0,866)
7 Kelompok Abilitas (-) X6 -0,31 (0,591) -0,31 (0,589) -0,31 (0,589) -0,30 (0,597) -0,28 (0,625) -0,30 (0,603)
8 Accompany 1 Orang (-) X7
9 Accompany 2 Orang (+) X8 0,21 (0,371) 0,20 (0,362) 0,20 (0,362) 0,21 (0,345) 0,20 (0,358) 0,21 (0,347)
10 Accompany 3 Orang (+) X9 0,44 (0,415) 0,43 (0,411) 0,43 (0,411) 0,42 (0,418) 0,42 (0,422) 0,45 (0,377)
11 Accompany > 3 Orang (+) X10 1,19 (0,004) 1,19 (0,004) 1,19 (0,004) 1,20 (0,003) 1,17 (0,004) 1,21 (0,002)
12 Barang Bawaan (-) X11 -0,21 (0,408) -0,21 (0,408) -0,21 (0,408) -0,21 (0,403) -0,19 (0,433)
Angka Signifikan F-Test 0,110 0,072 0,072 0,045 0,031 0,021

123
Tabel IV.27 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan Metode Reduksi Berdasarkan Koefisien untuk Waktu
Tunggu (2)

Model Waktu Model Waktu Model Waktu Model Waktu Model Waktu
Tanda Yang Tunggu 7 Tunggu 8 Tunggu 9 Tunggu 10 Tunggu 11
No Parameter Model Variabel
Diharapkan
Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien
(p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value )
1 Intersep (+/-) C 3,20 (0,000) 3,41 (0,000) 3,47 (0,000) 3,36 (0,000) 2,97 (0,000)
2 Jenis Kelamin (-) X1
3 Mobil - Mobil (+) X2
4 Mobil - Motor (+) X3
5 Motor - Mobil (+) X4
6 Motor - Motor (+) X5
7 Kelompok Abilitas (-) X6 -0,31 (0,586) -0,31 (0,586) -0,34 (0,541) -0,40 (0,477)
8 Accompany 1 Orang (-) X7 -0,22 (0,326) -0,24 (0,254)
9 Accompany 2 Orang (+) X8 0,22 (0,326)
10 Accompany 3 Orang (+) X9 0,42 (0,415) 0,20 (0,705)
11 Accompany > 3 Orang (+) X10 1,26 (0,001) 1,04 (0,013) 1,01 (0,013) 1,17 (0,003) 1,23 (0,001)
12 Barang Bawaan (-) X11
Angka Signifikan F-Test 0,013 0,013 0,006 0,004 0,001

124
Tabel IV.28 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan Metode Reduksi Berdasarkan Koefisien untuk
Kecepatan Menyeberang (1)
Model
Model Model Model Model Model
Kecepatan
Kecepatan Kecepatan Kecepatan Kecepatan Kecepatan
Tanda Yang Menyeberang
No Parameter Model Variabel Menyeberang 2 Menyeberang 3 Menyeberang 4 Menyeberang 5 Menyeberang 6
Diharapkan 1
Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien
(p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value )
1 Intersep (+/-) C 1,00 (0,000) 1,00 (0,000) 1,00 (0,000) 1,03 (0,000) 1,02 (0,000) 1,07 (0,000)
2 Jenis Kelamin (+) X1 0,03 (0,359) 0,03 (0,359) 0,03 (0,360)
3 Mobil - Mobil (-) X2 0,01 (0,853)
4 Mobil - Motor (-) X3 -0,01 (0,853)
5 Motor - Mobil (-) X4 -0,06 (0,117) -0,05 (0,192) -0,06 (0,106) -0,06 (0,093) -0,05 (0,137) -0,05 (0,124)
6 Motor - Motor (-) X5 -0,04 (0,309) -0,03 (0,421) -0,04 (0,306) -0,04 (0,332)
7 Kelompok Abilitas (+) X6 0,05 (0,429) 0,05 (0,429) 0,05 (0,434) 0,05 (0,466) 0,05 (0,499)
8 Accompany 1 Orang (+) X7
9 Accompany 2 Orang (-) X8 -0,06 (0,068) -0,06 (0,068) -0,06 (0,068) -0,07 (0,027) -0,07 (0,020) -0,07 (0,019)
10 Accompany 3 Orang (-) X9 -0,13 (0,054) -0,13 (0,054) -0,13 (0,054) -0,14 (0,029) -0,13 (0,035) -0,15 (0,010)
11 Accompany > 3 Orang (-) X10 -0,14 (0,0127) -0,14 (0,013) -0,14 (0,012) -0,15 (0,008) -0,15 (0,005) -0,16 (0,002)
12 Barang Bawaan (-) X11 -0,10 (0,006) -0,10 (0,006) -0,10 (0,006) -0,09 (0,009) -0,09 (0,010) -0,09 (0,011)
Angka Signifikan F-Test 0,003 0,003 0,002 0,001 0,001 0,000

125
Tabel IV.29 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan Metode Reduksi Berdasarkan Koefisien untuk
Kecepatan Menyeberang (2)

Model Model Model Model Model


Kecepatan Kecepatan Kecepatan Kecepatan Kecepatan
Tanda Yang
No Parameter Model Variabel Menyeberang 7 Menyeberang 8 Menyeberang 9 Menyeberang 10 Menyeberang 11
Diharapkan
Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien
(p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value )
1 Intersep (+/-) C 1,06 (0,000) 0,99 (0,000) 0,97 (0,000) 0,96 (0,000) 0,95 (0,000)
2 Jenis Kelamin (+) X1
3 Mobil - Mobil (-) X2
4 Mobil - Motor (-) X3
5 Motor - Mobil (-) X4
6 Motor - Motor (-) X5
7 Kelompok Abilitas (+) X6
8 Accompany 1 Orang (+) X7 0,07 (0,019) 0,09 (0,003) 0,10 (0,000) 0,09 (0,001)
9 Accompany 2 Orang (-) X8 -0,07 (0,019)
10 Accompany 3 Orang (-) X9 -0,15 (0,012) -0,07 (0,229)
11 Accompany > 3 Orang (-) X10 -0,17 (0,001) -0,10 (0,081) -0,08 (0,125)
12 Barang Bawaan (-) X11 -0,09 (0,010) -0,09 (0,010) -0,09 (0,013) -0,08 (0,018)
Angka Signifikan F-Test 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001

126
Dengan meninjau tabel IV.26 hingga tabel IV.27, maka dapat disimpulkan bahwa
model regresi-linear-berganda terbaik untuk variabel waktu tunggu adalah model yang
terbentuk pertama kali, atau saat belum dilakukan reduksi variabel, yaitu:
Y = 3,12 − 0,02 X1 + 0,18 X3 + 0,27 X4 + 0,05 X5 − 0,31 X6 + 0,21 X8
+ 0,44 X9 + 1,19 X10 − 0,21 X11

Model yang terbentuk pada percobaan pertama dianggap sebagai model terbaik karena
sesuai dengan kriteria stepwise II, model tersebut memiliki jumlah variabel prediktor
terbanyak di antara model regresi-linear-berganda yang terbentuk selanjutnya. Selain
itu, seluruh tanda yang terdapat pada model tersebut telah sesuai dengan tanda yang
diharapkan.

Untuk variabel kecepatan menyeberang, percobaan penentuan model regresi-linear-


berganda terbaik ditunjukkan oleh tabel IV.28 hingga tabel IV.29. Sama halnya dengan
model terbaik pada variabel waktu tunggu, untuk variabel kecepatan menyeberang,
model yang dianggap paling baik adalah model yang terbentuk pertama kali, yaitu:
Y = 1,00 + 0,03 X1 − 0,01 X3 − 0,06 X4 − 0,04 X5 + 0,05 X6 − 0,06 X8
−0,13 X9 − 0,14 X10 − 0,10 X11

Dengan alasan yang sama dengan pemilihan model terbaik pada variabel waktu tunggu,
untuk variabel kecepatan menyeberang, model yang terbentuk pada percobaan pertama
juga dipilih karena memiliki jumlah variabel prediktor terbanyak dan tanda yang
dihasilkan pada model sesuai dengan tanda yang diharapkan.

IV.4.2 Reduksi Variabel Berdasarkan Angka Signifikan


Pada metode ini, model regresi-linear-berganda yang terbaik akan ditentukan dengan
cara mereduksi variabel prediktor yang memiliki angka signifikan lebih dari 10% atau
0,1. Batas angka tersebut ditentukan berdasarkan tingkat kepercayaan data yang telah
diasumsikan sebelumnya, yaitu 90%. Pembuatan model dilakukan secara repetitif
hingga tidak ada lagi variabel prediktor yang memiliki angka signifikan di atas 0,1.

127
Tabel IV.30 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan Metode Reduksi Berdasarkan t-test untuk Waktu
Tunggu

Model Waktu Model Waktu Model Waktu


Tanda Yang Tunggu 1 Tunggu 2 Tunggu 3
No Parameter Model Variabel
Diharapkan
Koefisien Koefisien Koefisien
(p-value ) (p-value ) (p-value )
1 Intersep (+/-) C 3,12 (0,000) 3,19 (0,000) 2,97 (0,000)
2 Jenis Kelamin (-) X1 0,02 (0,925)
3 Mobil - Mobil (+) X2 -0,14 (0,481)
4 Mobil - Motor (+) X3 0,18 (0,468)
5 Motor - Mobil (+) X4 0,27 (0,325)
6 Motor - Motor (+) X5 0,05 (0,868)
7 Kelompok Abilitas (-) X6 -0,31 (0,591)
8 Accompany 1 Orang (-) X7 -0,24 (0,245)
9 Accompany 2 Orang (+) X8 0,21 (0,371)
10 Accompany 3 Orang (+) X9 0,44 (0,415)
11 Accompany > 3 Orang (+) X10 1,19 (0,004) 1,04 (0,010) 1,23 (0,001)
12 Barang Bawaan (-) X11 -0,21 (0,408)
Angka Signifikan F-Test 0,110 0,006 0,001

128
Tabel IV.31 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan Metode Reduksi Berdasarkan t-test untuk Kecepatan
Menyeberang
Model
Model Model
Kecepatan
Kecepatan Kecepatan
Tanda Yang Menyeberang
No Parameter Model Variabel Menyeberang 1 Menyeberang 2
Diharapkan 3
Koefisien Koefisien Koefisien
(p-value ) (p-value ) (p-value )
1 Intersep (+/-) C 1,00 (0,000) 1,05 (0,000) 1,06 (0,000)
2 Jenis Kelamin (+) X1 0,03 (0,359)
3 Mobil - Mobil (-) X2 0,03 (0,276)
4 Mobil - Motor (-) X3 -0,01 (0,853)
5 Motor - Mobil (-) X4 -0,06 (0,117)
6 Motor - Motor (-) X5 -0,04 (0,309)
7 Kelompok Abilitas (+) X6 0,05 (0,429)
8 Accompany 1 Orang (+) X7
9 Accompany 2 Orang (-) X8 -0,06 (0,068) -0,07 (0,023) -0,07 (0,019)
10 Accompany 3 Orang (-) X9 -0,13 (0,054) -0,15 (0,009) -0,15 (0,012)
11 Accompany > 3 Orang (-) X10 -0,14 (0,013) -0,17 (0,002) -0,17 (0,001)
12 Barang Bawaan (-) X11 -0,10 (0,006) -0,09 (0,011) -0,09 (0,010)
Angka Signifikan F-Test 0,003 0,001 0,000

129
Pada tabel IV.32, untuk variabel waktu tunggu, dapat dilihat bahwa dengan metode
reduksi variabel berdasarkan angka signifikan atau p-value, penentuan model terbaik
hanya terdiri dari tiga kali percobaan.

Pada percobaan pertama pembuatan model, seluruh variabel prediktor dijadikan


sebagai masukan data, namun variabel prediktor yang keluar sebagai output oleh SPSS
hanya sembilan buah saja, tanpa variabel kombinasi mobil – mobil, dan variabel
accompany 1 orang. Pada percobaan pertama ini, syarat angka signifikan atau p-value
hanya dipenuhi oleh satu variabel saja, yaitu variabel accompany lebih dari 3 orang.
Oleh karena itu, delapan variabel lainnya akan direduksi untuk percobaan selanjutnya.

Pada percobaan kedua, muncul kedua variabel yang terbuang secara otomatis oleh
SPSS, yaitu kombinasi lalu-lintas mobil – mobil, dan accompany 1 orang sehingga
pada percobaan ini variabel prediktor yang terlibat menjadi tiga buah. Namun, pada
percobaan ini variabel yang memenuhi syarat angka signifikan atau p-value tetap hanya
accompany lebih dari 3 orang. Oleh karena itu, dengan menggunakan metode ini, maka
variabel kombinasi lalu-lintas mobil – mobil dan accompany 1 orang harus dihilangkan
kembali. Hal ini menyebabkan model yang terbentuk pada percobaan ketiga hanya
terdiri dari satu variabel saja, yaitu accompany lebih dari 3 orang. Jika ditinjau dari
angka signifikan yang dimiliki, variabel accompany lebih dari 3 orang telah memenuhi
syarat. Berikut merupakan model regresi-linear-berganda terbaik untuk variabel waktu
tunggu yang dihasilkan dengan metode reduksi berdasarkan besarnya angka signifikan
atau p-value.
Y = 2,97 + 1,23 X10

Tabel IV.31 menunjukkan percobaan penentuan model regresi-linear-berganda terbaik


untuk variabel kecepatan menyeberang. Dengan menggunakan metode reduksi
berdasarkan angka signifikan, percobaan penenetuan model terbaik juga hanya terdiri
dari tiga percobaan saja.

130
Pada percobaan pertama, seluruh variabel prediktor dijadikan sebagai masukan data,
namun serupa dengan model waktu tunggu, variabel prediktor yang keluar sebagai
output oleh SPSS hanya sembilan buah saja, tanpa variabel kombinasi mobil – mobil,
dan variabel accompany 1 orang. Pada percobaan pertama tersebut, syarat angka
signifikan atau p-value hanya dipenuhi oleh variabel accompany 2 orang, accompany
3 orang, accompany lebih dari 3 orang, dan barang bawaan. Oleh karena itu, variabel
lainnya akan direduksi untuk tahap selanjutnya.

Pada percobaan kedua, variabel mobil – mobil muncul akibat direduksinya variabel
kombinasi lalu-lintas yang lain, namun variabel yang memenuhi syarat angka
signifikan tetap terdiri dari empat variabel yang sama dengan percobaan sebelumnya,
yaitu accompany 2 orang, accompany 3 orang, accompany lebih dari 3 orang, dan
barang bawaan. Dengan menggunakan metode ini, maka variabel kombinasi lalu-lintas
mobil – mobil tersebut harus direduksi kembali. Pada percobaan ketiga, didapatkan
empat buah variabel prediktor yang tersisa tersebut akan membentuk model regresi-
linear-berganda. Keempat variabel prediktor tersebut telah memiliki nilai p-value yang
kurang dari 0,1. Berikut merupakan model regresi-linear-berganda terbaik untuk
variabel kecepatan menyeberang yang dihasilkan dengan metode reduksi berdasarkan
besarnya angka signifikan atau p-value.
Y = 1,06 − 0,07 X8 − 0,15 X9 − 0,17 X10 − 0,09 X11

IV.4.3 Reduksi Variabel Berdasarkan Metode Backward SPSS


Pada metode ini, model regresi-linear-berganda yang terbaik akan ditentukan secara
otomatis oleh SPSS. Pilihan metode yang digunakan untuk menentukan model terbaik
adalah metode backward, di mana seluruh variabel prediktor dijadikan data masukan
pada percobaan pertama, lalu secara otomatis SPSS akan mereduksi variabel prediktor
yang tidak memiliki keterkaitan dengan variabel respon. Keterkaitan menurut metode
ini cukup serupa dengan yang dimaksud pada metode sebelumnya, yaitu dilihat dari
angka signifikan. Perbedaannya, jika pada metode sebelumnya reduksi dilakukan
secara serentak untuk variabel yang memiliki angka signifikan lebih dari 0,1, pada

131
metode ini reduksi dilakukan secara satu per satu, diurutkan dari variabel prediktor
yang memiliki angka signifikan paling tinggi. Tabel IV.32 dan tabel IV.33 berikut
menunjukkan percobaan penentuan model terbaik untuk variabel waktu tunggu,
sedangkan tabel IV.34 menunjukkan hal serupa untuk variabel kecepatan
menyeberang.

132
Tabel IV.32 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan Metode Backward pada SPSS untuk Waktu Tunggu (1)

Model Waktu Model Waktu Model Waktu Model Waktu Model Waktu
Tanda Yang Tunggu 1 Tunggu 2 Tunggu 3 Tunggu 4 Tunggu 5
No Parameter Model Variabel
Diharapkan
Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien
(p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value )
1 Intersep (+/-) C 3,12 (0,000) 3,14 (0,000) 3,15 (0,000) 2,85 (0,000) 2,90 (0,000)
2 Jenis Kelamin (-) X1 0,02 (0,925)
3 Mobil - Mobil (+) X2
4 Mobil - Motor (+) X3 0,18 (0,468) 0,18 (0,463) 0,17 (0,471) 0,16 (0,488)
5 Motor - Mobil (+) X4 0,27 (0,325) 0,27 (0,326) 0,25 (0,323) 0,25 (0,319) 0,21 (0,395)
6 Motor - Motor (+) X5 0,05 (0,868) 0,05 (0,866)
7 Kelompok Abilitas (-) X6 -0,31 (0,591) -0,31 (0,589) -0,30 (0,597)
8 Accompany 1 Orang (-) X7
9 Accompany 2 Orang (+) X8 0,21 (0,371) 0,20 (0,362) 0,21 (0,345) 0,21 (0,336) 0,21 (0,348)
10 Accompany 3 Orang (+) X9 0,44 (0,415) 0,43 (0,411) 0,42 (0,418) 0,47 (0,361) 0,46 (0,367)
11 Accompany > 3 Orang (+) X10 1,19 (0,004) 1,19 (0,004) 1,20 (0,003) 1,25 (0,002) 1,22 (0,002)
12 Barang Bawaan (-) X11 -0,21 (0,408) -0,21 (0,408) -0,21 (0,403) -0,21 (0,392) -0,20 (0,421)
Angka Signifikan F-Test 0,110 0,072 0,045 0,028 0,018

133
Tabel IV.33 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan Metode Backward pada SPSS untuk Waktu Tunggu (2)

Model Waktu Model Waktu Model Waktu Model Waktu


Tanda Yang Tunggu 6 Tunggu 7 Tunggu 8 Tunggu 9
No Parameter Model Variabel
Diharapkan
Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien
(p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value )
1 Intersep (+/-) C 2,86 (0,000) 2,89 (0,000) 2,92 (0,000) 2,97 (0,000)
2 Jenis Kelamin (-) X1
3 Mobil - Mobil (+) X2
4 Mobil - Motor (+) X3
5 Motor - Mobil (+) X4 0,21 (0,395)
6 Motor - Motor (+) X5
7 Kelompok Abilitas (-) X6
8 Accompany 1 Orang (-) X7
9 Accompany 2 Orang (+) X8 0,21 (0,337) 0,22 (0,316) 0,19 (0,371)
10 Accompany 3 Orang (+) X9 0,50 (0,322) 0,47 (0,355)
11 Accompany > 3 Orang (+) X10 1,26 (0,001) 1,31 (0,001) 1,29 (0,001) 1,23 (0,001)
12 Barang Bawaan (-) X11
Angka Signifikan F-Test 0,011 0,006 0,003 0,001

134
Tabel IV.34 Penentuan Model Regresi-Linear-Berganda Terbaik dengan Metode Backward pada SPSS untuk Kecepatan
Menyeberang
Model
Model Model Model Model Model
Kecepatan
Kecepatan Kecepatan Kecepatan Kecepatan Kecepatan
Tanda Yang Menyeberang
No Parameter Model Variabel Menyeberang 1 Menyeberang 2 Menyeberang 3 Menyeberang 4 Menyeberang 5
Diharapkan 6
Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien
(p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value ) (p-value )
1 Intersep (+/-) C 1,00 (0,000) 1,00 (0,000) 1,05 (0,000) 1,08 (0,000) 1,07 (0,000) 1,06 (0,000)
2 Jenis Kelamin (+) X1 0,03 (0,359) 0,03 (0,360) 0,03 (0,385)
3 Mobil - Mobil (-) X2
4 Mobil - Motor (-) X3 -0,01 (0,853)
5 Motor - Mobil (-) X4 -0,06 (0,117) -0,06 (0,106) -0,06 (0,096) -0,06 (0,085) -0,05 (0,124)
6 Motor - Motor (-) X5 -0,04 (0,309) -0,04 (0,306) -0,04 (0,327) -0,03 (0,351)
7 Kelompok Abilitas (+) X6 0,05 (0,429) 0,05 (0,434)
8 Accompany 1 Orang (+) X7
9 Accompany 2 Orang (-) X8 -0,06 (0,068) -0,06 (0,068) -0,06 (0,063) -0,07 (0,026) -0,07 (0,019) -0,07 (0,019)
10 Accompany 3 Orang (-) X9 -0,13 (0,054) -0,13 (0,054) -0,14 (0,016) -0,16 (0,008) -0,15 (0,010) -0,15 (0,012)
11 Accompany > 3 Orang (-) X10 -0,14 (0,0127) -0,14 (0,012) -0,15 (0,005) -0,16 (0,004) -0,16 (0,002) -0,17 (0,001)
12 Barang Bawaan (-) X11 -0,10 (0,006) -0,10 (0,006) -0,10 (0,007) -0,09 (0,010) -0,09 (0,011) -0,09 (0,010)
Angka Signifikan F-Test 0,003 0,003 0,002 0,001 0,001 0,000

135
Tabel IV.32 dan tabel IV.33 menunjukkan percobaan dalam menentukan model
regresi-linear-berganda yang terbaik untuk variabel waktu tunggu. Sama dengan
metode sebelumnya, metode backward pada SPSS juga mereduksi dua variabel
prediktor secara otomatis di awal percobaan penentuan model regresi-linear-
berganda yang terbaik, yaitu variabel kombinasi lalu-lintas mobil – mobil, dan
variabel accompany 1 orang. Pada kedua tabel tersebut, dapat dilihat bahwa dengan
menggunakan metode backward pada SPSS, reduksi variabel prediktor dilakukan
sebanyak delapan kali, artinya metode tersebut menghasilkan sembilan percobaan
dalam penentuan model regresi-linear-berganda yang terbaik.

Berdasarkan tabel IV.32 dan tabel IV.33, pada model regresi-linear untuk waktu
tunggu, variabel-variabel prediktor yang direduksi adalah sebagai berikut.
1. Jenis kelamin, dengan angka signifikan atau p-value sebesar 0,925;
2. Motor – Motor, dengan angka signifikan atau p-value sebesar 0,866;
3. Kelompok abilitas, dengan angka signifikan atau p-value sebesar 0,597;
4. Mobil – Motor, dengan angka signifikan atau p-value sebesar 0,488;
5. Barang bawaan, dengan angka signifikan atau p-value sebesar 0,421;
6. Motor – Mobil, dengan angka signifikan atau p-value sebesar 0,395;
7. Accompany 3 orang, dengan angka signifikan atau p-value sebesar 0,355;
8. Accompany 2 orang, dengan angka signifikan atau p-value sebesar 0,371.

Dengan tereduksinya variabel-variabel tersebut, maka model regresi-linear untuk


waktu tunggu yang terbentuk dengan metode ini adalah sebagai berikut.
Y = 2,97 + 1,23 X10

Pada model regresi-linear-berganda untuk variabel waktu tunggu di atas, dapat


dilihat bahwa variabel-variabel yang memengaruhi waktu tunggu hanya accompany
lebih dari 3 orang.

Tabel IV.34 menunjukkan percobaan penentuan model regresi-linear-berganda


yang terbaik untuk variabel kecepatan menyeberang. Sama dengan metode
sebelumnya, metode backward pada SPSS juga mereduksi dua variabel prediktor

136
secara otomatis di awal percobaan penentuan model regresi-linear-berganda yang
terbaik, yaitu variabel kombinasi lalu-lintas mobil – mobil, dan variabel accompany
1 orang. Berbeda dengan variabel waktu tunggu, pada tabel IV.34, dapat dilihat
bahwa dengan menggunakan metode backward pada SPSS, reduksi variabel
prediktor hanya dilakukan sebanyak tiga kali. Oleh karena itu, untuk variabel
kecepatan menyeberang, metode ini hanya menghasilkan tiga kali percobaan dalam
penentuan model regresi-linear-berganda yang terbaik.

Berdasarkan reduksi variabel yang dilakukan, pada model regresi-linear-berganda


untuk kecepatan menyeberang, variabel-variabel prediktor yang direduksi adalah
sebagai berikut.
1. Mobil – Motor, dengan angka signifikan atau p-value sebesar 0,488;
2. Kelompok abilitas, dengan angka signifikan atau p-value sebesar 0,434;
3. Jenis kelamin, dengan angka signifikan atau p-value sebesar 0,385;
4. Motor – Motor, dengan angka signifikan atau p-value sebesar 0,351;
5. Motor – Mobil, dengan angka signifikan atau p-value sebesar 0,124.

Dengan tereduksinya variabel-variabel tersebut, maka model regresi-linear yang


terbentuk dengan metode ini adalah sebagai berikut.
Y = 1,06 − 0,07 X8 − 0,15 X9 − 0,17 X10 − 0,09 X11

Namun, model di atas dapat berlaku untuk penyeberang jalan tunggal. Karena, pada
model kecepatan menyeberang tersebut, terdapat beberapa variabel yang tidak
dapat bekerja secara bersamaan. Dalam model regresi-linear-berganda di atas dapat
dilihat bahwa variabel X8, X9, dan X10 tidak dapat bekerja bersamaan. Jika
seseorang menyeberang dengan accompany 2 orang, maka ia tidak dapat berjalan
bersamaan dengan 3 orang atau lebih dari 3 orang. Begitu juga dengan variabel
accompany 3 orang dan lebih dari 3 orang. Oleh karena itu untuk mempermudah
pembacaan, maka persamaan di atas akan dipecah menjadi 3 buah persamaan sesuai
dengan kondisinya masing-masing, yaitu:
1. Jika terjadi accompany 2 orang
Y = 1,06 − 0,07 X8 − 0,09 X11

137
2. Jika terjadi accompany 3 orang
Y = 1,06 − 0,15 X8 − 0,09 X11

3. Jika terjadi accompany lebih dari 3 orang


Y = 1,06 − 0,17 X8 − 0,09 X11

138
BAB V
ANALISIS DATA

V.1 Analisis Pemilihan Model


Pada bab sebelumnya, mengenai pengolahan data, telah dilakukan pembuatan
model dengan tiga metode, yaitu:
1.) Reduksi variabel prediktor secara manual dengan mempertimbangkan nilai
koefisien (dikenal dengan nama stepwise II);
2.) Reduksi variabel prediktor secara manual dengan mempertimbangkan nilai
angka signifikan atau p-value;
3.) Reduksi variabel prediktor secara otomatis (backward).

Dari ketiga metode di atas, telah didapatkan model regresi-linear-berganda yang


terbaik, baik untuk variabel waktu tunggu maupun kecepatan menyeberang.
Namun, ketiga metode tersebut menghasilkan model regresi-linear-berganda yang
terdiri dari variabel prediktor yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pemilihan model yang paling sesuai dengan cara menganalisis mengenai kelebihan
dan kekurangan dari masing-masing model yang telah dibuat tersebut, baik dari segi
metode pembuatan model maupun kesesuaian dari model yang dibuat.

Sebelum dilakukan analisis lebih lanjut, maka perlu didefinisikan terlebih dahulu
bahwa selanjutnya metode reduksi variabel prediktor secara manual dengan
mempertimbangkan nilai koefisien akan disebut sebagai metode 1, reduksi variabel
prediktor secara manual dengan mempertimbangkan nilai angka signifikan atau p-
value akan disebut sebagai metode 2, dan reduksi variabel prediktor secara otomatis
(backward) akan disebut sebagai metode 3. Analisis pemilihan model akan dibagi
menjadi dua subbab, yaitu analisis pemilihan model waktu tunggu dan kecepatan
menyeberang. Berikut merupakan penjelasannya.

V.1.1 Analisis Pemilihan Model Waktu Tunggu


Model regresi-linear-berganda untuk variabel waktu tunggu yang telah dihasilkan
oleh ketiga metode, secara ringkas akan ditunjukkan oleh tabel V.1 sebagai berikut.

139
Tabel V.1 Analisis Pemilihan Model Waktu Tunggu
Analisis Pemilihan Model Waktu Tunggu
Metode 1 Metode 2 Metode 3
Tanda Yang
No Parameter Model Variabel
Diharapkan Koefisien (p-value ) Koefisien (p-value ) Koefisien (p-value )

1 Intersep (+/-) C 3,12 (0,000) 2,97 (0,000) 2,97 (0,000)


2 Jenis Kelamin (-) X1 0,02 (0,925)
3 Mobil - Mobil (+) X2
4 Mobil - Motor (+) X3 0,18 (0,468)
5 Motor - Mobil (+) X4 0,27 (0,325)
6 Motor - Motor (+) X5 0,05 (0,868)
7 Kelompok Abilitas (-) X6 -0,31 (0,591)
8 Accompany 1 Orang (-) X7
9 Accompany 2 Orang (+) X8 0,21 (0,371)
10 Accompany 3 Orang (+) X9 0,44 (0,415)
11 Accompany > 3 Orang (+) X10 1,19 (0,004) 1,23 (0,001) 1,23 (0,001)
12 Barang Bawaan (-) X11 -0,21 (0,408)
Angka Signifikan F-Test 0,110 0,001 0,001

140
1.) Analisis model waktu tunggu dengan metode 1
Jika meninjau model yang dihasilkan oleh metode 1, maka dapat dilihat
bahwa model tersebut memiliki variabel prediktor dengan jumlah tertinggi
jika dibandingkan model yang dihasilkan dengan metode lainnya. Seperti
yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, mengenai pengolahan data,
bahwa model regresi-linear-berganda yang memiliki jumlah variabel
prediktor yang tinggi adalah model yang baik. Namun, jika dilihat dari angka
signifikan atau p-value yang dimiliki oleh setiap variabel prediktor tersebut,
maka keterlibatan variabel prediktor dalam model yang dihasilkan oleh
metode 1 menjadi tidak memenuhi syarat. Telah diasumsikan bahwa tingkat
kepercayaan dari data yang didapatkan dari survei lapangan adalah 90%, di
mana asumsi tersebut menyebabkan taraf signifikansi yang diajukan sebagai
syarat batas penerimaan suatu variabel prediktor adalah sebesar 10% atau 0,1.
Pada model yang dibuat dengan metode 1, variabel prediktor yang memenuhi
syarat taraf signifikansi ini hanyalah accompany lebih dari 3 orang.
Sebaliknya, variabel lain yang terlibat dalam model kecepatan menyeberang
tersebut tidak memenuhi uji parsial atau t-test.

Adanya beberapa variabel prediktor yang tidak memenuhi syarat angka


signifikan pada metode 1 disebabkan oleh pertimbangan pembuatan model
pada metode 1 tidak meninjau keterkaitan antara variabel waktu tunggu dan
variabel prediktor melalui angka signifikan yang dimiliki, tetapi meninjau
dari koefisien pada variabel prediktor penyusun model regresi-linear-
berganda.

Selain itu, jika ditinjau dari pengujian variabel secara serentak, atau F-test,
model yang dihasilkan dengan metode 1 tidak memenuhi syarat taraf
signifikansi yang telah diajukan, yaitu 0,1. Dapat dilihat pada tabel V.1 bahwa
angka signifikan atau p-value yang dihasilkan pada uji serentak untuk metode
1 adalah 0,110. Artinya, secara keseluruhan, variabel-variabel yang terlibat
dalam model regresi-linear-berganda tersebut tidak memiliki keterkaitan
yang kuat terhadap variabel respon, dalam hal ini adalah waktu tunggu.

141
2.) Analisis model waktu tunggu dengan metode 2
Jika dibandingkan dengan metode 1, hal sebaliknya justru terjadi pada model
yang dibuat dengan metode 2. Dapat dilihat bahwa dengan menggunakan
metode 2, model yang dihasilkan hanya memiliki satu variabel prediktor,
yaitu accompany lebih dari 3 orang. Variabel yang tersisa dan digunakan pada
model tersebut memiliki angka signifikan yang sangat rendah, dan hampir
mendekati 0. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel tersisa yang digunakan
pada model memiliki bukti yang kuat untuk menolak hipotesis yang
mengatakan bahwa variabel prediktor tersebut tidak memiliki keterkaitan
dengan variabel respon, dalam hal ini adalah waktu tunggu.

Terlepas dengan kebaikan angka signifikan atau p-value yang dimiliki, jika
mengingat syarat kebaikan model yang telah disebutkan sebelumnya yang
mengatakan bahwa semakin banyak variabel prediktor yang terlibat, maka
semakin baik suatu model, maka model yang dihasilkan dengan
menggunakan metode 2 tersebut bukanlah model yang baik. Secara intuitif,
satu variabel yang dihasilkan oleh metode tersebut dirasa kurang
merepresentasikan keadaan yang sebenarnya mengingat banyak faktor yang
sebenarnya bekerja dan memengaruhi waktu tunggu seorang penyeberang
jalan di lapangan. Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan, telah
diketahui bahwa faktor-faktor yang tidak tercantum dalam variabel prediktor
telah diakomodasi di dalam konstanta atau residu yang dihasilkan pada
model. Sebaiknya penggunaan satu variabel dalam model regresi-linear-
berganda dihindari karena pada umumnya konstanta pada model mengandung
galat. Penggunaan sedikit variabel prediktor akan menyebabkan hasil menjadi
bergantung kepada konstanta yang memiliki kemungkinan mengandung galat
tersebut.

Pada metode 2 ini, tahap reduksi yang dilakukan cenderung terlalu cepat.
Variabel prediktor yang tidak memenuhi syarat langsung direduksi secara
serentak tanpa melihat apakah pada tahap selanjutnya p-value variabel
prediktor tersebut akan memenuhi taraf signifikansi atau tidak.

142
Pada uji serentak atau F-test, angka signifikan atau p-value yang terbentuk
memenuhi syarat taraf signifikansi, yaitu kurang dari 0,1. Artinya, secara
serentak setiap variabel prediktor yang terlibat pada metode 2 tersebut, dalam
hal ini accompany lebih dari 3 orang memiliki keterkaitan dengan variabel
respon, yaitu waktu tunggu.

3.) Analisis model waktu tunggu dengan metode 3


Pada metode 3, model waktu tunggu yang dihasilkan hanya terdiri dari satu
variabel prediktor, yaitu accompany lebih dari 3 orang. Hal ini menyebabkan
model waktu tunggu yang dihasilkan oleh metode 3 sama dengan model
waktu tunggu yang dihasilkan oleh metode 2

Namun, kesamaan model yang dihasilkan oleh metode 2 dan metode 3 tidak
selalu terjadi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pada setiap metode
dalam mereduksi variabel prediktor. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa pada metode 2, reduksi variabel prediktor yang tidak
memenuhi syarat taraf signifikansi (lebih dari 0,1) dilakukan secara serentak.
Pada metode 3, reduksi variabel dilakukan secara satu per satu. Hal tersebut
menyebabkan adanya suatu tahap di mana perubahan p-value pada variabel
prediktor terlihat. Jika pada percobaan selanjutnya, p-value berubah dan
memasuki taraf signifikansi, maka variabel prediktor tersebut tidak akan
direduksi.

Memiliki variabel prediktor yang sama dengan yang terbentuk pada metode
2, maka uji serentak atau F-test pada model yang terbentuk di metode 3 juga
menghasilkan angka signifikan atau p-value yang memenuhi syarat taraf
signifikansi, yaitu kurang dari 0,1. Artinya, secara serentak setiap variabel
prediktor yang terlibat pada metode 2 tersebut, dalam hal ini accompany lebih
dari 3 orang memiliki keterkaitan dengan variabel respon, yaitu waktu
tunggu.

143
Setelah meninjau seluruh model yang dihasilkan oleh ketiga metode di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa model yang akan dipilih sebagai tools dalam melakukan
pertimbangan evaluasi kriteria pemilihan jenis fasilitas penyeberangan jalan adalah
model waktu tunggu yang dibentuk dengan menggunakan metode 3 atau metode
2. Walaupun variabel prediktor yang terlibat dalam model waktu tunggu tersebut
hanya satu buah, yaitu accompany lebih dari 3 orang, namun variabel prediktor
tersebut memiliki bukti yang kuat sebagai variabel yang terlibat dalam model
regresi-linear-berganda untuk waktu tunggu. Hal tersebut ditunjukkan oleh angka
signifikan atau p-value uji parsial yang dimiliki variabel accompany lebih dari 3
orang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Selain memenuhi persyaratan
uji parsial, model yang dihasilkan oleh metode 2 dan 3 juga memenuhi uji serentak.
Tanda variabel prediktor yang dihasilkan oleh metode 2 dan 3 juga sesuai dengan
tanda yang diharapkan.

Dengan ditentukannya model waktu tunggu terbaik dari beberapa metode


pendekatan, maka dapat dikatakan bahwa karakteristik penyeberangan jalan yang
paling berpengaruh terkait dengan waktu tunggu, pada Jalan Otto Iskandardinata,
Bandung adalah accompany lebih dari 3 orang. Artinya, waktu tunggu penyeberang
jalan di Jalan Otto Iskandardinata, Bandung, sebagai salah satu studi kasus jalan
perkotaan, akan semakin lama jika orang yang menyeberang jalan di satu titik pada
waktu yang sama terdiri lebih dari 3 orang. Berdasarkan model yang telah dibuat
tersebut, karakteristik penyeberangan jalan lainnya seperti yang telah disebutkan
pada parameter model waktu tunggu dianggap tidak memiliki pengaruh terhadap
waktu tunggu.

Jika ditelaah lebih lanjut, terdapat faktor terkait alasan penyeberang jalan dengan
accompany lebih dari 3 orang, memiliki waktu tunggu yang cenderung lebih lama.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa orang yang menyeberang jalan
secara bersama-sama, atau secara lebih spesifik lebih dari 3 orang, cenderung akan
menunggu kesiapan satu sama lain untuk menyeberang. Kesiapan dalam hal ini
adalah menentukan kombinasi kendaraan yang diinginkan, atau mencari lebar gap

144
antar kendaraan yang sesuai dengan penyeberang jalan yang berjumlah lebih dari 3
orang.

V.1.2 Analisis Pemilihan Model Kecepatan Menyeberang


Model regresi-linear-berganda untuk variabel kecepatan menyeberang yang telah
dihasilkan oleh ketiga metode, secara ringkas akan ditunjukkan oleh tabel V.2
sebagai berikut.

145
Tabel V.2 Analisis Pemilihan Model Kecepatan Meneyeberang
Metode 1 Metode 2 Metode 3
Tanda Yang
No Parameter Model Variabel
Diharapkan Koefisien (p-value ) Koefisien (p-value ) Koefisien (p-value )

1 Intersep (+/-) C 1,00 (0,000) 1,06 (0,000) 1,06 (0,000)


2 Jenis Kelamin (-) X1 0,03 (0,359)
3 Mobil - Mobil (+) X2
4 Mobil - Motor (+) X3 -0,01 (0,853)
5 Motor - Mobil (+) X4 -0,06 (0,117)
6 Motor - Motor (+) X5 -0,04 (0,309)
7 Kelompok Abilitas (-) X6 0,05 (0,429)
8 Accompany 1 Orang (-) X7
9 Accompany 2 Orang (+) X8 -0,06 (0,068) -0,07 (0,019) -0,07 (0,019)
10 Accompany 3 Orang (+) X9 -0,13 (0,054) -0,15 (0,012) -0,15 (0,012)
11 Accompany > 3 Orang (+) X10 -0,14 (0,013) -0,17 (0,001) -0,17 (0,001)
12 Barang Bawaan (-) X11 -0,10 (0,006) -0,09 (0,010) -0,09 (0,010)
Angka Signifikan F-Test 0,003 0,000 0,000

146
1.) Analisis model kecepatan menyeberang dengan metode 1
Serupa dengan penentuan model regresi-linear-berganda terbaik untuk
variabel waktu tunggu, model kecepatan menyeberang yang dibuat dengan
metode 1 juga memiliki variabel prediktor terbanyak jika dibandingkan
dengan model yang dihasilkan oleh metode lainnya. Namun, tidak semua
variabel prediktor penyusun model merupakan variabel yang memiliki
keterkaitan yang baik. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
variabel prediktor yang memiliki keterkaitan yang baik dengan variabel
respon adalah yang memiliki p-value yang kurang dari taraf signifikansi,
yaitu 0,1. Pada model yang dibuat dengan metode 1, variabel prediktor yang
memenuhi syarat pada taraf signifikansi ini adalah accompany 2 orang,
accompany 3 orang, accompany lebih dari 3 orang dan barang bawaan.
Sebaliknya, variabel lain yang terlibat dalam model kecepatan menyeberang
tersebut tidak memenuhi uji parsial atau t-test.

Ditinjau dari angka signifikan atau p-value yang terbentuk pada uji serentak,
maka model yang dihasilkan dengan metode 1 tersebut telah memenuhi syarat
taraf signifikansi, yaitu kurang dari 0,1. Artinya, secara keseluruhan, variabel
prediktor yang terlibat memiliki keterkaitan dengan variabel respon, yaitu
kecepatan menyeberang.

2.) Analisis model waktu tunggu dengan metode 2


Dengan menggunakan metode 2, maka didapatkan model kecepatan
menyeberang yang terdiri atas variabel prediktor accompany 2 orang,
accompany 3 orang, accompany lebih dari 3 orang, dan barang bawaan.
Berdasarkan uji parsial, maka dapat dikatakan bahwa seluruh variabel
prediktor tersebut memenuhi persyaratan angka signifikan kurang dari 0,1.
Artinya, masing-masing variabel prediktor yang terlibat pada model regresi-
linear-berganda memang benar memiliki hubungan dengan variabel respon,
dalam hal ini adalah kecepatan menyeberang.
Dalam uji serentak yang dilakukan, dapat dilihat pada tabel V.2 bahwa angka
signifikan yang dihasilkan memenuhi taraf signifikansi, yaitu 0,1. Angka
signifikan yang dihasilkan oleh model yang terbentuk dari metode 2 ini
bahkan memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan angka signifikan
yang dihasilkan oleh model yang dibuat pada metode 1. Artinya, secara
keseluruhan, setiap variabel yang terlibat pada model regresi-linear-berganda
ini memiliki keterkaitan atau pengaruh terhadap variabel respon, yaitu
kecepatan menyeberang. Dengan angka signifikan yang lebih mendekati 0
dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh metode 1, maka dapat
disimpulkan bahwa keterkaitan variabel prediktor terhadap variabel respon
pada metode 2 lebih baik dibandingkan dengan keterkaitan variabel prediktor
terhadap variabel respon pada metode 1.

3.) Analisis model kecepatan menyeberang dengan metode 3


Pada metode 3, model kecepatan menyeberang yang dihasilkan serupa
dengan yang dihasilkan oleh metode 2, yang terdiri dari empat buah variabel
prediktor, yaitu accompany 2 orang, accompany 3 orang, accompany lebih
dari 3 orang, dan barang bawaan. Berdasarkan uji parsial yang dilakukan,
maka dapat dikatakan bahwa seluruh variabel prediktor yang terlibat dalam
model kecepatan menyeberang tersebut memiliki angka signifikan atau p-
value yang memenuhi persyaratan taraf signifikansi yang telah ditetapkan
sebelumnya. Artinya, masing-masing variabel prediktor yang terlibat
memiliki keterkaitan terhadap variabel respon, yaitu kecepatan menyeberang.

Model regresi-linear-berganda kecepatan menyeberang yang dihasilkan oleh


metode 3 sama dengan metode 2. Oleh karena itu, baik uji parsial maupun uji
serentak yang dilakukan pada metode 3 memiliki hasil yang sama dengan
metode 2. Uji serentak yang dihasilkan pada metode 3 juga memenuhi taraf
signifikansi yang ditetapkan, dan keterkaitan variabel prediktor terhadap
variabel respon lebih baik dibandingkan dengan metode 1.

148
Dengan mempertimbangkan model yang dihasilkan oleh ketiga metode di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa model yang akan dipilih sebagai tools dalam
melakukan pertimbangan evaluasi kriteria pemilihan jenis fasilitas penyeberangan
jalan adalah model yang dibentuk dengan menggunakanm metode 2 dan metode
3. Dengan alasan pemilihan yang serupa dengan model waktu tunggu, model
kecepatan menyeberang yang dihasilkan oleh metode 3 dipilih karena walaupun
jumlah variabel prediktor yang terlibat dalam model lebih sedikit dibandingkan
dengan metode 1, namun dalam uji parsial, seluruh variabel prediktor yang terlibat
memiliki keterkaitan dengan variabel respon, yaitu kecepatan menyeberang. Selain
uji parsial, angka signifikan atau p-value yang dihasilkan pada uji serentak juga
memenuhi persayaratan taraf signifikansi, yaitu kurang dari 0,1. Bahkan, p-value
uji serentak yang dihasilkan oleh metode 2 dan 3 tersebut lebih baik dibandingkan
dengan yang dihasilkan oleh metode 1. Selain lulus secara uji parsial dan serentak,
metode ini juga telah memenuhi persayaratan tanda yang diharapkan.

Dalam model regresi-linear-berganda untuk variabel kecepatan menyeberang,


dapat dilihat bahwa karakteristik penyeberangan jalan yang berpengaruh adalah
jumlah penyeberang jalan yang berkelompok dan barang bawaan, sedangkan
karakteristik lain yang tercantum dianggap tidak memengaruhi kecepatan
menyeberang dari pejalan kaki.

Faktor yang menjadi penyebab bagi penyeberang jalan berkelompok untuk berjalan
lebih lambat dibandingkan penyeberang jalan tunggal dinilai cukup serupa dengan
yang terjadi pada waktu tunggu, yaitu terjadinya penyesuaian antar penyeberang
jalan. Artinya, salah seorang penyeberang jalan cenderung perlu untuk
menyesuaikan kecepatannya dalam berjalan dengan peyeberang jalan lain yang
memiliki kemampuan fisik lebih lemah dibandingkan dirinya. Hal ini dilakukan
agar tidak ada penyeberang jalan yang tertinggal di belakang. Semakin banyak
penyeberang jalan yang melintas, maka semakin lambat pula kecepatan
menyeberangnya. Hal ini disebabkan oleh adanya penyesuaian kemampuan fisik
yang telah dijelaskan tersebut. Semakin banyak orang yang menyeberang,
penyesuaian kemampuan fisik (seperti kecepatan berjalan) akan semakin sulit. Hal

149
ini dapat dilihat dari koefisien yang tertera pada variabel prediktor accompany.
Nilai mutlak koefisien akan semakin membesar seiring dengan meningkatnya
jumlah penyeberang jalan yang menyeberang di satu titik pada waktu yang sama.

Selain jumlah penyeberang jalan, karakteristik lain yang berpengaruh terhadap


kecepatan menyeberang adalah barang bawaan. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa barang bawaan yang didefinisikan dalam tugas akhir ini adalah
trolley, pikulan, dan anak yang digendong. Ketiga jenis barang bawaan tersebut
dianggap akan menghalangi jarak pandang penyeberang jalan dan membatasi ruang
gerak penyeberang jalan. Pada umumnya, penyeberang jalan yang membawa
barang tersebut juga cenderung berhati-hati agar barang tersebut tidak jatuh di
lintasan penyeberangan. Oleh karena itu, kecepatan menyeberang dari pejalan kaki
yang membawa barang dapat berkurang.

Tidak menutup kemungkinan bahwa penyeberang jalan yang berjalan secara


berkelompok juga membawa barang bawaan. Jika kedua karakteristik tersebut
berinteraksi, maka kecepatan menyeberang akan semakin berkurang dibandingkan
jika karakteristik tersebut bekerja secara masing-masing.

V.2 Evaluasi Kriteria Pemilihan Jenis Fasilitas Penyeberangan


Pada subbab ini, akan dibahas mengenai pemilihan jenis fasilitas penyeberangan
jalan untuk pejalan kaki berdasarkan metode Bina Marga dan model yang telah
dipilih pada subbab sebelumnya.

V.2.1 Pemilihan Jenis Fasilitas Penyeberangan Berdasarkan Metode Bina


Marga
Seperti yang telah dijelaskan pada bab II mengenai studi pustaka, pemilihan
fasilitas penyeberangan untuk pejalan kaki dengan metode Bina Marga hanya
berdasarkan arus pejalan kaki dan kendaraan yang melewati ruas tinjauan dengan
panjang 100 meter selama 1 jam.

150
Berdasarkan survei lapangan yang telah dilakukan, maka didapatkan arus
kendaraan sebesar 2.922 kendaraan per jam, dan arus pejalan kaki sebesar 365
orang jam. untuk menentukan jenis fasilitas penyeberangan yang dibutuhkan, maka
diperlukan satu buah data yang mengaitkan interaksi antara pejalan kaki dan lalu-
lintas kendaraan, yaitu PV2 . Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan
untuk menentukan jenis fasilitas penyeberangan pejalan kaki berdasarkan metode
Bina Marga.
(1) Menentukan nilai arus pejalan kaki (P) dan kendaraan (V) yang melewati ruas
tinjauan
P = 365 orang/jam
V = 2.922 kendaraan/jam

(2) Menentukan nilai PV2


PV2 = (365)(2.922)2
PV2 = 3.116.400.660 ≅ 31,16×108

(3) Menentukan jenis fasilitas penyeberangan pejalan kaki


Berdasarkan data-data yang telah diketahui tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa arus pejalan kaki berada pada rentang 50 orang/jam hingga 1.100
orang perjam, arus kendaraan berada pada rentang lebih dari 750
kendaraan/jam, dan nilai PV2 melebihi 200.000.000. Oleh karena itu, jenis
fasilitas penyeberangan yang tepat berdasarkan metode ini adalah
penyeberangan pelikan dengan lapak tunggu.

V.2.2 Pemilihan Jenis Fasilitas Penyeberangan Berdasarkan Model Regresi-


Linear-Berganda
Pada subbab sebelumnya, telah ditentukan model regresi-linear-berganda, baik
untuk variabel waktu tunggu maupun kecepatan menyeberang. Oleh karena itu,
dalam bagian ini akan dilakukan rekomendasi fasilitas penyeberangan jalan untuk
masing-masing variabel beserta kombinasinya.

151
Sebelum membahas beberapa hal mengenai rekomendasi fasilitas penyeberangan,
maka perlu diketahui bahwa jenis fasilitas penyeberangan yang direkomendasikan
pada metode ini hanya terbatas pada penyeberangan sebidang, mengingat standar
yang akan dibandingkan juga hanya memberikan rekomendasi penyeberangan
sebidang. Penyeberangan sebidang yang direkomendasikan tersebut juga terdiri
dari penyeberangan pelikan dan penyeberangan zebra (zebra cross). Berikut adalah
penjelasannya.

1.) Fasilitas penyeberangan berdasarkan model waktu tunggu


Berdasarkan model waktu tunggu yang telah ditentukan sebelumnya, dapat
diketahui bahwa beberapa variabel yang memengaruhi waktu tunggu
penyeberang jalan hanya accompany lebih dari 3 orang. Karena data variabel
prediktor yang terlibat bersifat ordinal atau diskret, maka model tidak dapat
digunakan dengan menginput sembarang data. Model dapat digunakan jika
nilai X diinput dengan angka 0 atau 1. Tabel V.3 berikut merupakan cara
penggunaan model waktu tunggu yang telah dibuat, digambarkan untuk setiap
kondisi yang mungkin, dan dibandingkan dengan proporsi kondisi yang
terjadi di tempat pengambilan data.

Tabel V.3 Proporsi Kondisi Waktu Tunggu


Proporsi Kondisi Waktu Tunggu
Waktu
Waktu
Accompany Tunggu
Kondisi Konstanta Tunggu Proporsi
> 3 Orang Rata-Rata
Individu
(Kondisi)
Nilai B 2,97 1,23
Kondisi 1 2,97 0 2,97 93,19% 2,768
Kondisi 2 2,97 1 4,2 6,81% 0,286
Total Waktu Tunggu Rata-Rata 3,054

Sebelum menawarkan fasilitas penyeberangan yang tepat untuk ruas jalan


tinjauan, maka perlu ditentukan terlebih dahulu waktu tunggu eksisting yang
dialami oleh penyeberang jalan di ruas tinjauan. Untuk menentukan waktu
tunggu eksisting di ruas tinjauan, maka proporsi dari masing-masing kondisi

152
perlu untuk diketahui. Dengan mengalikan waktu tunggu individual dari
setiap skenario terhadap proporsi yang ada, maka dapat diketahui bahwa
waktu tunggu rata-rata (tidak mempertimbangkan data outlier) yang dialami
oleh pejalan kaki pada ruas tinjauan adalah 3,054 detik sebagaimana yang
tercantum pada tabel V.3. Nilai rata-rata yang telah ditentukan menggunakan
model ini akan dijadikan data masukan untuk desain.

Setelah didapatkan waktu tunggu rata-rata dengan menggunakan model,


maka selanjutnya adalah menentukan jenis fasilitas penyeberangan pejalan
kaki yang tepat untuk ruas jalan tinjauan yang dapat mewakili kondisi jalan
perkotaan, sebagaimana yang telah dideskripsikan pada bab pendahuluan.
Penentuan jenis fasilitas dapat dilakukan dengan membagi nilai waktu tunggu
berdasarkan kuartilnya. Setiap rentang kuartil akan mewakili fasilitas
penyeberangan pejalan kaki sesuai dengan hierarkinya. Kuartil dari waktu
tunggu akan menggunakan distribusi data yang sudah tidak menggunakan
data outlier. Berikut merupakan distribusi waktu tunggu yang baru.

Tabel V.4 Distribusi Waktu Menunggu Tanpa Data Outlier


Variabel Kategori Jumlah Proporsi Total
0,160 Detik - 0,911 Detik 18 5,57%
0,911 Detik - 1,661 Detik 69 21,36%
1,661 Detik - 2,412 Detik 43 13,31%
2,412 Detik - 3,162 Detik 53 16,41%
3,162 Detik - 3,913 Detik 55 17,03%
Waktu Menunggu 323
3,913 Detik - 4,663 Detik 33 10,22%
4,663 Detik - 5,414 Detik 17 5,26%
5,414 Detik - 6,164 Detik 11 3,41%
6,164 Detik - 6,915 Detik 12 3,72%
6,915 Detik - 7,665 Detik 12 3,72%

153
80

Jumlah Penyeberang Jalan (Orang)


70

60

50

40

30

20

10

0
0,160 - 0,911 - 1,661 - 2,412 - 3,162 - 3,913 - 4,663 - 5,414 - 6,164 - 6,915 -
0,911 1,661 2,412 3,162 3,913 4,663 5,414 6,164 6,915 7,665
Rentang Waktu Menunggu (s)

Gambar V.1 Distribusi Waktu Menunggu dalam Bentuk Grafik

Berdasarkan data tersebut, maka nilai kuartil untuk variabel waktu tunggu
adalah sebagai berikut.
1. Kuartil 1 atau Q1 adalah 1,627 detik;
2. Kuartil 2 atau Q2 adalah 2,831 detik;
3. Kuartil 3 atau Q3 adalah 4,061 detik.

Hierarki fasilitas penyeberan pejalan kaki sebidang adalah sebagai berikut.


1. Penyeberangan zebra;
2. Penyeberangan zebra dengan lapak tunggu;
3. Penyeberangan pelikan;
4. Penyeberangan pelikan dengan lapak tunggu.

Penyeberangan zebra merupakan fasilitas penyeberangan dengan hierarki


yang paling rendah, sedangkan penyeberangan pelikan dengan lapak tunggu
merupakan fasilitas penyeberangan dengan hierarki yang paling tinggi.
Semakin tinggi hierarkinya, maka prioritas yang diberikan akan semakin
baik. Artinya, jika ditinjau dari waktu tunggu, maka rekomendasi fasilitas
penyeberangannya adalah sebagai berikut.

154
Tabel V.5 Rekomendasi Fasilitas Penyeberangan Berdasarkan Waktu Tunggu
Rentang Waktu Rekomendasi Fasilitas Penyeberangan
≤ 1,627 detik Penyeberangan zebra
1,627 detik - 2,831 detik Penyeberangan zebra dengan lapak tunggu
2,831 detik - 4,061 detik Penyeberangan pelikan
> 4,061 detik Penyeberangan pelikan dengan lapak tunggu

Dalam tabel V.5, dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai waktu tunggu yang
dialami, maka prioritas yang mereka dapatkan semakin rendah. Oleh karena
itu, diperlukan suatu fasilitas penyeberangan yang dapat meningkatkan
prioritas menyeberang untuk para pejalan kaki tersebut. Semakin rendah
prioritas yang didapatkan, maka semakin tinggi kebutuhan fasilitas
penyeberangan dengan prioritas yang baik. Karena waktu tunggu rata-rata
berdasarkan model regresi-linear-berganda dari waktu tunggu adalah 3,054,
maka fasilitas penyeberangan yang tepat menurut metode ini adalah
penyeberangan pelikan. Perlu diketahui bahwa penyeberangan pelikan
dalam hal ini juga memuat penyeberangan zebra di dalamnya. Hanya saja,
dalam penyeberangan pelikan juga ditambahkan fasilitas berupa lampu lalu-
lintas yang berfungsi untuk memberikan pejalan kaki prioritas untuk
menyeberang.

2.) Fasilitas penyeberangan berdasarkan model kecepatan menyeberang


Pada model kecepatan menyeberang, telah diketahui bahwa variabel-variabel
yang memengaruhinya lebih banyak dibandingkan dengan model waktu
tunggu, yaitu accompany 2 orang, accompany 3 orang, dan accompany lebih
dari 3 orang, serta barang bawaan. Dengan adanya empat buah variabel
prediktor yang terlibat dalam model kecepatan menyeberang, maka akan
terdapat 16 buah kondisi kemungkinan terjadinya kecepatan menyeberang
pada ruas jalan tinjauan di Jalan Otto Iskandardinata, Bandung. Namun, dari
16 buah kondisi tersebut tidak semuanya berlaku akibat adanya variabel yang
tidak bekerja secara overlap atau bersamaan. Seperti yang telah dijelaskan
pada bab sebelumnya, bahwa variabel accompany tidak bekerja secara
bersamaan dengan variabel accompany lainnya. Hal ini menyebabkan kondisi

155
yang tersedia hanya tersisa sebanyak 12 buah saja. Tabel V.6 merupakan tabel
yang menunjukkan proporsi kondisi kecepatan menyeberang pada ruas
tinjauan yang mewakili jalan perkotaan.

Tabel V.6 Proporsi Kondisi Kecepatan Menyeberang


Proporsi Kondisi Kecepatan Menyeberang
Waktu
Waktu
Accompany Accompany Accompany Barang Tunggu
Kondisi Konstanta Tunggu Proporsi
2 Orang 3 Orang > 3 Orang Bawaan Rata-Rata
Individu
(Kondisi)
Nilai B 1,06 -0,07 -0,15 -0,15 -0,09
Kondisi 1 1,06 0 0 0 0 1,06 46,46% 0,492
Kondisi 2 1,06 1 0 0 0 0,99 22,10% 0,219
Kondisi 3 1,06 0 0 0 1 0,97 13,60% 0,132
Kondisi 4 1,06 1 0 0 1 0,9 4,53% 0,041
Kondisi 5 1,06 0 1 0 0 0,91 5,67% 0,052
Kondisi 6 1,06 0 1 0 1 0,82 0,28% 0,002
Kondisi 7 1,06 0 0 1 0 0,91 7,37% 0,067
Kondisi 8 1,06 0 0 1 1 0,82 0,00% 0,000
Total Kecepatan Menyeberang Rata-Rata 1,005

Berdasarkan tabel V.6, dapat dilihat bahwa nilai kecepatan menyeberang rata-
rata pejalan kaki pada kondisi eksisting adalah 1,005 m/s. Nilai rata-rata
kecepatan menyeberang tersebut didapatkan dengan cara yang sama pada
variabel waktu tunggu.

Serupa dengan waktu tunggu, maka rekomendasi fasilitas berdasarkan


kecepatan menyeberang juga ditentukan berdasarkan kuartil. Jangkauan
kuartil tersebut ditentukan berdasarkan data kecepatan menyeberang yang
tidak lagi memiliki outlier. Berikut merupakan distribusi kecepatan
menyeberang dalam bentuk tabel dan grafik.

156
Tabel V.7 Distribusi Kecepatan Menyeberang Tanpa Data Outlier
Variabel Kategori Jumlah Proporsi Total
0,402 m/s - 0,532 m/s 10 2,83%
0,532 m/s - 0,663 m/s 22 6,23%
0,663 m/s - 0,793 m/s 49 13,88%
0,793 m/s - 0,924 m/s 54 15,30%
0,924 m/s - 1,054 m/s 79 22,38%
Kecepatan Menyeberang 353
1,054 m/s - 1,185 m/s 57 16,15%
1,185 m/s - 1,316 m/s 35 9,92%
1,316 m/s - 1,446 m/s 28 7,93%
1,446 m/s - 1,577 m/s 14 3,97%
1,577 m/s - 1,707 m/s 5 1,42%

90
Jumlah Penyeberang Jalan (Orang)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
0,402 - 0,532 - 0,663 - 0,793 - 0,924 - 1,054 - 1,185 - 1,316 - 1,446 - 1,577 -
0,532 0,663 0,793 0,924 1,054 1,185 1,316 1,446 1,577 1,707
Rentang Kecepatan Menyeberang (m/s)

Gambar V.2 Distribusi Kecepatan Menyeberang dalam Bentuk Grafik


Berdasarkan data tersebut, maka nilai kuartil untuk variabel waktu tunggu
adalah sebagai berikut.
1. Kuartil 1 atau Q1 adalah 0,810 detik;
2. Kuartil 2 atau Q2 adalah 1,002 detik;
3. Kuartil 3 atau Q3 adalah 1,170 detik.

Oleh karena itu, rekomendasi fasilitas penyeberangan berdasarkan variabel


kecepatan menyeberang adalah sebagai berikut.

157
Tabel V.8 Rekomendasi Fasilitas Penyeberangan Berdasarkan Kecepatan
Menyeberang
Rentang Kecepatan Rekomendasi Fasilitas Penyeberangan
≤ 0,810 m/s Penyeberangan pelikan dengan lapak tunggu
0,810 m/s - 1,002 m/s Penyeberangan pelikan
1,002 m/s - 1,170 m/s Penyeberangan zebra dengan lapak tunggu
> 1,170 m/s Penyeberangan zebra

Dalam tabel V.8, berkebalikan dengan waktu tunggu, dalam kecepatan


menyeberang, dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai kecepatan
menyeberang, maka prioritas yang mereka dapatkan semakin tinggi pula.
Berdasarkan tabel yang sama, maka rekomendasi fasilitas penyeberangan
untuk kecepatan menyeberang rata-rata 1,005 m/s adalah penyeberangan
zebra dengan lapak tunggu.

3.) Fasilitas penyeberangan berdasarkan kedua model regresi-linear-berganda


Kedua tabel rekomendasi berdasarkan variabel waktu tunggu dan kecepatan
menyeberang yang telah didapatkan pada bagian sebelumnya dapat dijadikan
suatu standar yang lebih kompleks jika disatukan. Penyatuan dua model ini
dapat dilakukan dengan menggunakan suatu matriks wakut tunggu terhadap
kecepatan menyeberang ataupun sebaliknya. Konsekuensinya adalah terjadi
overlapping antara rekomendasi yang dianjurkan oleh model waktu tunggu
dan model kecepatan menyeberang. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu
hierarki rekomendasi. Hierarki tersebut dapat mengikuti fasilitas yang
cenderung memiliki prioritas yang lebih tinggi. Dalam hal ini jika
rekomendasi penyeberangan pelikan overlap dengan zebra cross, maka yang
dipilih sebagai rekomendasi adalah penyeberangan pelikan. Hal ini
disebabkan pada titik di matriks yang terjadi overlap tersebut terdapat
sekelompok penyeberang jalan dengan proporsi yang cukup tinggi, dan
membutuhkan fasilitas penyeberangan yang memberikan prioritas lebih baik,
yaitu penyeberangan pelikan.

158
Berikut merupakan matriks interaksi antara rekomendasi fasilitas
penyeberangan pejalan kaki yang diberikan berdasarkan model waktu tunggu
dan model kecepatan menyeberang.

Waktu
Tunggu
(s)
≤ 1,627 PLT PLT PLT PLT

1,627 -
PLT P P P
2,831
2,831 -
PLT P ZLT ZLT
4,061
> 4,061 PLT P ZLT Z

0,810 - 1,002 - Kecepatan


≤ 0,810 > 1,170
1,002 1,170 Menyeberang (m/s)

Gambar V.3 Matriks Rekomendasi Fasilitas Penyeberangan Jalan

Pada gambar V.1, huruf “PLT” mewakili “’penyeberangan pelikan dengan


lapak tunggu”, huruf “P” mewakili “penyeberangan pelikan”, huruf “ZLT”
mewakili penyeberangan zebra dengan lapak tunggu, dan huruf Z mewakili
“penyeberangan zebra”.

Kondisi eksisting pada ruas tinjauan memiliki waktu tunggu rata-rata sebesar
3,054 detik dan kecepatan menyeberang sebesar 1,005 m/s. Berdasarkan
matriks tersebut, rekomendasi penyeberangan jalan yang tepat untuk ruas
tinjauan adalah penyeberangan pelikan.

Setelah dilakukan analisis pemilihan fasilitas penyeberangan pejalan kaki dengan


kedua metode, maka didapatkan rekomendasi yang berbeda antara metode Bina
Marga dan model regresi-linear-berganda. Dengan metode Bina Marga
direkomendasikan fasilitas penyeberangan berupa penyeberangan pelikan dengan
lapak tunggu, namun dengan menggunakan model regresi linear berganda,
didapatkan rekomendasi penyeberangan pelikan, tanpa lapak tunggu.

159
Setelah diketahui rekomendasi yang tepat berdasarkan model waktu tunggu dan
kecepatan menyeberang, maka selanjutnya adalah menentukan letak fasilitas yang
tepat untuk fasilitas tersebut. Letak fasilitas penyeberangan ini adalah pada lokasi
3 (30 m- 40 m) dengan lebar sebesar 2 meter dari persimpangan tinjauan, mengingat
pejalan kaki lebih banyak terkonsentrasi pada lokasi penyeberangan 1 sampai 5,
yaitu 0 m hingga 50 m, dibandingkan dengan penyeberang jalan di lokasi 6 hingga
10 (50 m – 100 m). Berdasarkan hasil deskripsi data lokasi penyeberangan, pejalan
kaki yang menyeberang di lokasi 1 hingga 5 mencapai 80,27% dari total
penyeberang jalan. Lokasi tersebut ditetapkan karena titik 3 merupakan titik tengah
lokasi 1 hingga 5 sehingga 80,27% penyeberang jalan tersebut dapat dengan mudah
menjangkaunya.

Gambar V.4 Ilustrasi Penempatan Fasilitas Penyeberangan

Namun, peletakan fasilitas penyeberangan pejalan kaki di lokasi tersebut tentu


memiliki suatu konsekuensi. Konsekuensinya adalah penyeberang jalan yang
berada di lokasi 6 hingga 10 cenderung berjalan lebih jauh untuk menyeberang,
dibandingkan saat melakukan jaywalking.

Jumlah fasilitas penyeberangan yang dibutuhkan hanya 1 buah saja. Hal ini
disebabkan adanya lalu-lintas kendaraan yang juga melewati ruas yang sama
dengan penyeberang jalan. Jika penyeberangan pelikan diletakkan lebih dari 1

160
buah, maka implikasinya terhadap kepadatan lalu-lintas menjadi dikhawatirkan.
Penyeberangan pelikan memberikan prioritas yang cukup tinggi terhadap
penyeberang jalan. Seperti yang telah diketahui bahwa jika prioritas yang tinggi
diberikan kepada penyeberang jalan, maka prioritas untuk kendaraan yang melintas
menjadi rendah. Dengan dibuatnya 1 buah penyeberangan pelikan, maka
diharapkan prioritas pejalan kaki dan kendaraan tetap diutamakan.

Ditinjau dari segi fungsional lainnya, fasilitas penyeberangan jalan tersebut akan
membantu beberapa penyeberang jalan yang harus menyeberang dengan lintasan
diagonal, tidak teratur (oblique), dan berhenti di tengah ruas jalan akibat adanya
interaksi dengan lalu-lintas yang ada. Seperti yang telah ditentukan pada bagian
deskripsi data, penyeberang jalan yang tidak memiliki pola menyeberang one-stage
perpendicular masih sebanyak 50,41%.

Jika dibandingkan, rekomendasi fasilitas penyeberangan pejalan kaki yang


diberikan oleh Bina Marga dan matriks yang telah dibuat cukup berbeda. Di mana
berdasarkan metode yang dikeluarkan Bina Marga, rekomendasi fasilitas
penyeberangan adalah penyeberangan pelikan dengan lapak tunggu. Sementara
fasilitas yang direkomendasikan oleh matriks adalah penyeberangan pelikan tanpa
lapak tunggu. Hal ini disebabkan oleh kriteria yang dimiliki oleh Bina Marga
mempertimbangkan keadaan lalu-lintas. Dalam kriteria yang dikeluarkan oleh Bina
Marga, lapak tunggu dibutuhkan jika penyeberang jalan harus menunggu cukup
lama akibat adanya interaksi dari lalu-lintas kendaraan. Sedangkan pada model
regresi-linear-berganda yang dibuat, interaksi lalu-lintas terhadap penyeberang
jalan tidak dipertimbangkan. Oleh karena itu, rekomendasi yang diberikan oleh
kedua metode tersebut menjadi berbeda.

161
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Simpulan
Setelah melakukan pengolahan data dan analisis, maka jawaban dari permasalahan
yang didapatkan pada penelitian ini dapat ditentukan. Simpulan yang didapatkan
akan dijabarkan dalam berikut.

Model regresi linear berganda untuk variabel waktu tunggu adalah Y = 2,97 + 1,23
X10 , pada model tersebut dapat dilihat bahwa variabel prediktor atau karakteristik
penyeberangan jalan yang berpengaruh terhadap waktu tunggu adalah accompany
lebih dari 3 orang. Jika ditelaah lebih lanjut, terdapat faktor terkait alasan
penyeberang jalan dengan accompany lebih dari 3 orang, memiliki waktu tunggu
yang cenderung lebih lama. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa orang
yang menyeberang jalan secara bersama-sama, atau secara lebih spesifik lebih dari
3 orang, cenderung akan menunggu kesiapan satu sama lain untuk menyeberang.
Kesiapan dalam hal ini adalah menentukan kombinasi kendaraan yang diinginkan,
atau mencari lebar gap antar kendaraan yang sesuai dengan penyeberang jalan yang
berjumlah lebih dari 3 orang. Model ini digunakan untuk menentukan nilai rata-rata
waktu tunggu untuk jalan yang memiliki karakteristik sama dengan ruas tinjauan.
Model dapat digunakan dengan membuat beberapa kondisi yang mungkin, dan
menentukan proporsi kejadian kondisi-kondisi tersebut, sehingga nilai rata-rata
yang digunakan untuk keperluan desain dapat ditentukan. Pada ruas tinjauan di
Jalan Otto Iskandardinata, waktu tunggu rata-rata yang terjadi adalah sebagaimana
yang ditunjukkan oleh tabel VI.1 sebagai berikut.

162
Tabel VI.1 Proporsi Kondisi Waktu Tunggu
Waktu
Waktu
Accompany Tunggu
Kondisi Konstanta Tunggu Proporsi
> 3 Orang Rata-Rata
Individu
(Kondisi)
Nilai B 2,97 1,23
Kondisi 1 2,97 0 2,97 93,19% 2,768
Kondisi 2 2,97 1 4,2 6,81% 0,286
Total Waktu Tunggu Rata-Rata 3,054

Model regresi linear berganda untuk kecepatan menyeberang adalah Y = 1,06 −


0,07 X8 − 0,15 X9 − 0,17 X10 − 0,09 X11 , namun, model tersebut dapat berlaku
untuk penyeberang jalan tunggal. Karena, pada model kecepatan menyeberang
tersebut, variabel accompany tidak dapat bekerja secara bersamaan. Untuk
mempermudah pembacaan, maka persamaan di atas akan dipecah menjadi 3 buah
persamaan sesuai dengan kondisinya masing-masing, yaitu:
1. Jika terjadi accompany 2 orang
Y = 1,06 − 0,07 X8 − 0,09 X11
2. Jika terjadi accompany 3 orang
Y = 1,06 − 0,15 X8 − 0,09 X11
3. Jika terjadi accompany lebih dari 3 orang
Y = 1,06 − 0,17 X8 − 0,09 X11

Faktor yang menjadi penyebab bagi penyeberang jalan berkelompok untuk berjalan
lebih lambat adalah karena adanya penyesuaian kecepatan dan kemampuan fisik
antar penyeberang jalan. Semakin banyak penyeberang jalan yang melintas, maka
semakin lambat pula kecepatan menyeberangnya. Hal ini dapat dilihat dari
koefisien yang tertera pada variabel prediktor accompany. Nilai mutlak koefisien
akan semakin membesar seiring dengan meningkatnya jumlah penyeberang jalan
yang menyeberang di satu titik pada waktu yang sama. Selain jumlah penyeberang
jalan, karakteristik lain yang berpengaruh terhadap kecepatan menyeberang adalah
barang bawaan. Barang bawaan seperti trolley, pikulan, dan anak dianggap akan
menghalangi jarak pandang penyeberang jalan dan membatasi ruang gerak

163
penyeberang jalan sehinga kecepatan menyeberang dari pejalan kaki yang
membawa barang dapat berkurang.

Penggunaan model dan nilai rata-rata kecepatan menyeberang serupa dengan waktu
tunggu, sebagaimana yang ditunjukkan oleh tabel sebagai berikut.

Tabel VI.2 Proporsi Kondisi Kecepatan Menyeberang


Waktu
Waktu
Accompany Accompany Accompany Barang Tunggu
Kondisi Konstanta Tunggu Proporsi
2 Orang 3 Orang > 3 Orang Bawaan Rata-Rata
Individu
(Kondisi)
Nilai B 1,06 -0,07 -0,15 -0,15 -0,09
Kondisi 1 1,06 0 0 0 0 1,06 46,46% 0,492
Kondisi 2 1,06 1 0 0 0 0,99 22,10% 0,219
Kondisi 3 1,06 0 0 0 1 0,97 13,60% 0,132
Kondisi 4 1,06 1 0 0 1 0,9 4,53% 0,041
Kondisi 5 1,06 0 1 0 0 0,91 5,67% 0,052
Kondisi 6 1,06 0 1 0 1 0,82 0,28% 0,002
Kondisi 7 1,06 0 0 1 0 0,91 7,37% 0,067
Kondisi 8 1,06 0 0 1 1 0,82 0,00% 0,000
Total Kecepatan Menyeberang Rata-Rata 1,005

Dengan telah ditentukannya model waktu tunggu dan kecepatan menyeberang,


serta diketahui distribusinya, maka matriks penentuan jenis fasilitas penyeberangan
dapat dibuat. Matriks tersebut dapat digunakan dengan melakukan plotting nilai
rata-rata waktu tunggu dan kecepatan menyeberang. Setelah dilakukan plotting,
didapatkan rekomendasi fasilitas yang tepat adalah penyeberangan pelikan.
Fasilitas ini hanya dibuat sebanyak 1 buah agar lalu-lintas kendaraan tidak
terganggu oleh penyeberang jalan. Peletakkan fasilitas penyeberangan tersebut
adalah pada lokasi 3 dan memiliki lebar sebesar 2 m. Fasilitas penyeberangan yang
direkomendasikan oleh Bina Marga adalah penyeberangan pelikan dengan lapak
tunggu. Rekomendasi yang diberikan menjadi berbeda diakibatkan oleh tidak
dipertimbangkannya aspek arus lalu-lintas pada metode matriks model regresi-
linear-berganda.

VI.2 Saran
Berdasarkan pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan, maka terdapat
beberapa saran agar penelitian serupa dapat menghasilkan output yang lebih baik

164
di masa mendatang. Berikut merupakan saran-saran yang diajukan pada tugas akhir
ini.
1.) Sebaiknya pengambilan data dengan survei lapangan dilakukan hingga lulus
dalam seluruh pengujian data. Jika data yang dikumpulkan lulus dalam
seluruh pengujian data, maka model yang dihasilkan dapat menjadi lebih
akurat;

2.) Survei sebaiknya dilakukan di berbagai macam karakteristik jalan (jumlah


lajur, arus pejalan kaki dan kendaraan, tata guna lahan, dan sebagainya)
sehingga dapat diketahui matriks rekomendasi untuk karakteristik jalan selain
ruas tinjauan;

3.) Selain survey dengan menggunakan bantuan video, sebaiknya metode


wawancara atau kuesioner juga dilakukan untuk memberikan bukti pada
keterangan yang masih bersifat intuitif.

165
DAFTAR PUSTAKA

Agresti, Alan. 2007. An Introduction to Categorical Data Analysis. USA : Wiley.


Buku Standar Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan
oleh Direktorat Jenderal Bina Marga (Jalan, No.11/T/Bt/1995).
Chutani, Chirag. L.O.S. For Pedestrian at Uncontrolled Mid-Block Crossings
(Jurnal). New Delhi : Transport Planning Department, School of Planning and
Architecture.
Gultom, Hansen Samuel Arberto. 2015. Model Perilaku Pengambilan Keputusan
untuk Menyeberang Jalan di Daerah Mid-block. Bandung : Institut Teknologi
Bandung.
Hidayat, Erwin. 2012. Pemilihan Fasilitas Penyeberangan Berdasarkan Gap Kritis
(Studi Kasus Jalan Dharmawangsa, Surabaya) (Jurnal). Bandung : Balai
Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan.
Kuttan, Mannu O. dkk. Analysis and Modelling of Pedestrian Road Crossing
Pattern on Urban Undivided Roads in Mixed Traffic (Jurnal). Mangalore :
National Institute of Technology Karnataka.
Munder, S., dan D.M Gavrilla. 2006. An Experimental Study on Pedestrian
Classification (Jurnal). USA : Institute of Electrical and Electronics
Engineering.
Ontario Traffic Manual. 2014. Pedestrian Crossing Treatment. Ontario : Ministry
of Transportation, Ontario.
Pedoman teknik Departemen Pekerjaan Umum tentang Pedoman Perencanaan Jalur
Pejalan Kaki pada Jalan Umum, No.032/T/BM/1999.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 03/PRT/M/2014/2011, Tentang
Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana
Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.
Priyatno, Duwi. 2013. Analisis Korelasi, Regresi, dan Multivariate dengan SPSS.
Yogyakarta : Gava Media
Rouphnail, N., dkk. 1999 Recommended Procedures for Chapter 13 : Pedestrian,
Highway Capacity Manual (Laporan). USA : North Carolina State
University.

166
Santoso, Singgih. 2017. Statistik Multivariat dengan SPSS. Jakarta : Elex Media
Komputindo.
Soehartono. 2013. Analisis Sarana Penyeberangan dan Perilaku Pejalan Kaki
Menyeberang Di Ruas Jalan Prof. Sudarto, SH Kecamatan Banyumanik Kota
Semarang (Jurnal). Semarang.
Sutalaksana. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Bandung : Penerbit ITB.
Tamin, Ofyar Z. 2008. Perencanaan, Pemodelan, dan Rekayasa Transportasi.
Bandung : Penerbit ITB.
Tim Penulis. 2000. Highway Capacity Manual 2000. Washington
D.C.:Transportation Research Board.
Tim Penulis. 2010. Highway Capacity Manual 2010. Washington
D.C.:Transportation Research Board.
Tim Penulis. 1995. Local Transport Notes 1/95. London:Department of Transport,
The National Assembly for Wales.
Tim Penulis. 1995. Local Transport Notes 2/95. London:Department of Transport,
The National Assembly for Wales.
Utomo, Fajar. 2011. Analisis Pola Pergerakan Penyeberangan Jalan di
Lingkungan Sekolah Studi Kasus SDN 01/02 Cibubur – Ciracas, Jakarta
Timur (Skripsi). Depok:Universitas Indonesia.

167
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai