Anda di halaman 1dari 71

ANALISIS PERSEBARAN GAS NO2 DAN SO2 DARI SUMBER

BERGERAK DAN TIDAK BERGERAK DENGAN MODEL METI-LIS

SKRIPSI

Jurusan Teknik Lingkungan

Oleh:
AMALIA LESTARI
NIM D1051151006

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia dan berkat-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS
PERSEBARAN GAS NO2 DAN SO2 DARI SUMBER BERGERAK DAN
TIDAK BERGERAK DENGAN MODEL METI-LIS”. Laporan ini disusun untuk
melengkapi syarat-syarat dalam menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir pada
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura.
Dalam penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari kesulitan-
kesulitan dan masalah, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
maka kesulitan-kesulitan dan masalah tersebut dapat teratasi. Untuk itu pada
kesempatan ini disampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. rer. nat. Ir. R.M. Rustamaji, MT. IPU selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Tanjungpura.
2. Dr. Winardi, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan
Universitas Tanjungpura.
3. Isna Apriani, S.T., M.Si. selaku Ketua Prodi Teknik Lingkungan
Universitas Tanjungpura dan selaku Dosen Penguji Kedua.
4. Yulisa Fitrianingsih, S.T., M.T, selaku Dosen Pembimbing Utama.
5. Herda Desmaiani, S.Si, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing Kedua.
6. Dian Rahayu Jati, S.T., M.Si, selaku Dosen Penguji Utama.
7. Kepada orang tua dan teman-teman yang memberikan dukungan secara
moril maupun non moril dalam penyelesaian skripsi penelitian ini.
Sangat disadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan
karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan waktu penyusunan, sehingga
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan
skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Pontianak, Juli 2022

Penulis

i
ABSTRAK
Sumber pencemaran udara terdiri dari dua jenis sumber emisi, yaitu dari sumber bergerak
(kendaraan bermotor) sedangkan dari sumber tidak bergerak (cerobong pabrik). Cara mengetahui
persebaran emisi yang dihasilkan, maka dibutuhkan suatu penelitian tentang bagaimana pola
persebaran emisi gas buang dengan pemodelan dispersi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
nilai konsentrasi zat pencemar NO2 dan SO2 di pabrik karet PT. Sumber Alam, dan menganalisis
pola dispersi zat pencemar NO2 dan SO2 dari sumber bergerak dan tidak bergerak dengan
menggunakan program Meti-lis versi 2.03 serta membandingkan konsentrasi zat pencemar dari
hasil pemodelan terhadap pemantuan kualitas udara di lapangan dan validasi dari hasil kedua
pengukuran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan Model
Dispersi Gaussian dan untuk mendapatkan pola pesebaran menggunakan aplikasi Meti-lis versi
2.03. Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan hasil pemantauan kualitas udara ambien
yang dilakukan oleh pabrik karet PT. Sumber Alam diketahui konsentrasi NO2 tertinggi yaitu
sebesar 148,8µg/m3 dan konsentrasi SO2 tertinggi sebesar 102,3µg/m3, dimana nilai tersebut
berada di bawah Baku Mutu PP RI No. 22 Tahun 2021. Pola dispersi gas pencemar NO2 dan SO2
hasil pemodelan Meti-lis dari sumber bergerak dan tidak bergerak cenderung menyebar kearah
Timur Laut hal ini disebabkan karena kecepatan angin yang dominan bergerak dari arah Barat
Daya menuju ke arah Timur Laut. Nilai konsentrasi NO 2 tertinggi dari sumber bergerak sebesar
154,47µg/m3 dan nilai konsentrasi SO2 tertinggi sebesar 121,24µg/m3. Sedangkan, pada sumber
tidak bergerak nilai konsentrasi NO2 tertinggi sebesar 147,52µg/m3 dan konsentrasi SO2 tertinggi
sebesar 100,081µg/m3. Nilai validasi antara konsentrasi hasil pemodelan dan konsentrasi hasil
pengukuran langsung memenuhi kriteria dengan nilai RMSPE yang lebih kecil dari pada 10%.

Kata Kunci : Konsentrasi NO2, Konsentrasi SO2, Software Meti-lis

ii
ABSTRACT

Sources of air pollution consist of two types of emission sources, namely from moving sources
(motor vehicles) while from stationary sources (factory chimneys). To find out the distribution of
the resulting emissions, a research is needed on how the pattern of distribution of exhaust
emissions is by using dispersion modeling. This study aims to determine the value of the
concentration of NO2 and SO2 pollutants in the rubber factory of PT. Sumber Alam, and analyzed
the dispersion pattern of NO2 and SO2 pollutants from mobile and immovable sources using the
Meti-lis version 2.03 program and compared the concentration of pollutants from the modeling
results to air quality monitoring in the field and validation of the results of the two measurements.
The method used in this study is to use the Gaussian Dispersion Model and to obtain the
distribution pattern using the Meti-lis version 2.03 application. Based on the results of the study,
the results of ambient air quality monitoring carried out by the rubber factory PT. It is known that
the highest NO2 concentration is 148.8µg/m3 and the highest SO2 concentration is 102.3µg/m3,
where this value is below the PP RI Quality Standard No. 22 of 2021. The dispersion pattern of
NO2 and SO2 pollutant gases resulting from the Meti-lis modeling from moving and immovable
sources tends to spread towards the Northeast, this is due to the dominant wind speed moving
from the Southwest to the Northeast. The highest NO2 concentration value from the mobile source
was 154.47µg/m3 and the highest SO2 concentration value was 121.24µg/m3. Meanwhile, at
immovable sources, the highest NO2 concentration value was 147.52µg/m3 and the highest SO2
concentration was 100.081µg/m3. The validation value between the concentration of the modeling
results and the concentration of the direct measurement results meets the criteria with an RMSPE
value that is less than 10%.

Keywords: NO2 concentration, SO2 concentration, Meti-lis software.

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


ABSTRAK .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. 1
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 3
1.4 Pembatasan Masalah ............................................................................. 3
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
2.1 Udara Ambien ....................................................................................... 5
2.2 Pencemaran Udara................................................................................. 6
2.3 Sumber Pencemaran Udara ................................................................... 7
2.4 Komponen Pencemaran Udara ............................................................. 8
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Udara ................................... 9
2.6 Model Dispersi Udara ......................................................................... 10
2.7 Pemodelan Sistematis Gaussian.......................................................... 11
2.8 Software Meti-Lis ................................................................................ 12
2.9 Karet Remah (Crumb Rubber) ............................................................ 13
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 14
3.1 Lokasi Penelitian ................................................................................. 14
3.2 Data yang Digunakan .......................................................................... 15
3.3 Metode Analisis Data .......................................................................... 16
3.3.1 Laju Alir Emisi dan Laju Emisi Pencemar pada Cerobong.......16
3.3.2 Perhitungan Beban Emisi Transportasi ..................................... 16
3.6 Pengolahan Data Meteorologi ............................................................. 17
3.7 Pengolahan Data pada Aplikasi Meti-lis ............................................. 19
3.8 Validasi Model .................................................................................... 25
3.9 Diagram Alir Penelitian ...................................................................... 26
BAB IV GAMBARAN UMUM ........................................................................... 27
4.1 Deskripsi PT. Sumber Alam Pontianak............................................... 27
4.2 Proses Pengolahan Crumb Rubber PT. Sumber Alam Pontianak ...... 29
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 36
5.1 Arah dan Kecepatan Angin ................................................................. 36
5.2 Perhitungan Beban Emisi .................................................................... 37
5.2.1 Pengukuran Konsentrasi Gas NO2 dan SO2 Pada Sumber Tidak
Bergerak 37
5.2.2 Jam Operasional Mesin 39
5.2.3Karakteristik Cerobong 42

iv
5.2.4 Perhitungan Laju Alir Emisi dan Laju Emisi Pencemar pada
Cerobong 43
5.2.5 Pengukuran Konsentrasi Gas NO2 dan SO2 Pada Sumber
Bergerak 45
5.3 Hasil Pemodelan Pada Meti-lis ........................................................... 47
5.3.1 Sumber Bergerak (Line Source) 47
5.3.2 Sumber Tidak Bergerak (Point Source) 50
5.4 Validasi Model .................................................................................... 53
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 58
6.1 Kesimpulan.......................................................................................... 58
6.2 Saran .................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Baku Mutu Udara Ambien Nasional ....................................................... 6


Tabel 3.1 Faktor Emisi Sesuai Jenis Kendaraan ................................................... 17
Tabel 3.2 Format Data Meteorologi dalam Aplikasi Meti-lis (Amedas.in.csv) .... 18
Tabel 3.3 Format Data Samson File...................................................................... 19
Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Gas NO2 dan SO2..................................................... 38
Tabel 5.2 Jam Operasional Mesin per-Bulan ........................................................ 40
Tabel 5.3 Rekapitulasi Jam Operasional Mesin Tahun 2020 ................................ 41
Tabel 5.4 Karakteristik Cerobong ......................................................................... 42
Tabel 5.5 Perhitungan Laju Alir Emisi (Q) ........................................................... 43
Tabel 5.6 Hasil Perhitungan Beban Emisi ............................................................ 44
Tabel 5.7 Hasil Perhitungan Beban Emisi Rata-Rata Gas NO2
Jalan Khatulistiwa ................................................................................ 45
Tabel 5.8 Hasil Perhitungan Beban Emisi Rata-Rata gas SO2
Jalan Khatulistiwa ................................................................................ 46
Tabel 5.9 Hasil Validasi Model ............................................................................ 54

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Pencemaran Udara ................................................................... 7


Gambar 3.1 Peta Lokasi PT. Sumber Alam Pontianak ......................................... 14
Gambar 3.2 Tampilan Objective Substance .......................................................... 20
Gambar 3.3 Input Operation Pattern .................................................................... 20
Gambar 3.4 Input Data Meteorologi ..................................................................... 21
Gambar 3.5 Input Peta........................................................................................... 21
Gambar 3.6 Input Point Source............................................................................. 22
Gambar 3.7 Input Line Source .............................................................................. 22
Gambar 3.8 Input Data Gedung ............................................................................ 23
Gambar 3.9 Input Data Reseptor ........................................................................... 23
Gambar 3.10 Input Calculation Case .................................................................... 24
Gambar 3.11 Isopleth ............................................................................................ 24
Gambar 4.1 Lokasi Pabrik Karet PT. Sumber Alam ............................................. 27
Gambar 4.2 Layout Pabrik Karet PT. Sumber Alam ............................................ 28
Gambar 4.3 Mesin Twin Screw ............................................................................. 29
Gambar 4.4 Mesin Slab Cutter CuCutter.............................................................. 29
Gambar 4.5 Mesin screw conveyor Cutter ............................................................ 30
Gambar 4.6 Mesin Vibrator .................................................................................. 31
Gambar 4.7 Bak Komposisi .................................................................................. 31
Gambar 4.8 Mesin Creper .................................................................................... 32
Gambar 4.9 Mesin Shredder ................................................................................. 32
Gambar 4.10 Mesin Burner................................................................................... 33
Gambar 4.11 Mesin Blaze ..................................................................................... 34
Gambar 4.12 Mesin Press ..................................................................................... 35
Gambar 5.1 Distribusi Arah dan Kecepatan Angin Tahun 2020 .......................... 36
Gambar 5.2 Grafik Distribusi Kecepatan Angin ................................................... 37
Gambar 5.3 Isopleth polutan NO2 dari Sumber Bergerak..................................... 47
Gambar 5.4 Isopleth polutan SO2 dari Sumber Bergerak ..................................... 49
Gambar 5.5 Isopleth NO2 dari Sumber Tidak Bergerak........................................ 51
Gambar 5.6 Isopleth SO2 dari Sumber Tidak Bergerak ........................................ 53
Gambar 5.7 Perbandingan Konsentrasi NO2 antara Hasil Pemodelan dan
Pengukuran di Lapangan .................................................................... 55

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencemaran udara ialah hadirnya suatu wujud fisik, kimia ataupun biologi
di atmosfer yang membahayakan manusia, hewan dan tumbuhan. Menurut PP
Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, pencemaran udara terdiri dari dua jenis sumber pencemar
yaitu sumber bergerak dan sumber tidak bergerak, dimana yang dimaksud dengan
sumber bergerak adalah sumber emisi yang tidak tetap pada suatu tempat yang
berasal dari kendaraan bermotor dan kendaraan berat lainnya, sedangkan yang
dimaksud dengan sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang menetap, tidak
berpindah atau tetap pada suatu tempat mencakup sumber titik (point source)
seperti cerobong pabrik dan sumber area (area source) seperti kawasan industri.
Kalimantan Barat merupakan kota yang memiliki perkembangan
pembangunan yang pesat pada beberapa aspek termasuk kegiatan industri. Salah
satunya adalah industri yang mengelola hasil perkebunan karet yaitu pabrik karet
PT. Sumber Alam Pontianak Utara. Pabrik karet PT. Sumber Alam terletak di
Jalan Gusti Situt Mahmud, Kecamatan Pontianak Utara, Provinsi Kalimantan
Barat. Menurut data BPS 2018 Kecamatan Pontianak Utara merupakan daerah
padat perindustrian dengan jumlah industri sebanyak 24 perusahaan besar maupun
sedang, dan juga daerah padat permukiman dengan jumlah penduduk sebesar
126.384 jiwa. Sehingga sering dijadikan lalu lintas utama masyarakat, hal ini pula
yang menyebabkan besarnya emisi pada lokasi tersebut.
Pabrik karet PT. Sumber Alam menghasilkan emisi dari sumber tidak
bergerak dan sumber bergerak. Emisi yang dihasilkan sumber tidak bergerak
berasal dari cerobong mesin heater, genset dan dryer, sedangkan emisi yang
dihasilkan sumber bergerak berasal dari transportasi di jalan Gusti Situt Mahmud.
Emisi yang dihasilkan dari kedua sumber ini berupa nitrogen dioksida (NO2) dan
sulfur dioksida (SO2). Pada saat konsentrasi SO2 dan NO2 berada pada udara
ambien di sekitar pabrik dengan waktu yang cukup lama, maka akan memberikan

1
2

dampak yang buruk terhadap lingkungan yang terkena paparan konsentrasi


polutan tersebut (Liandy, 2015).
Cara untuk mengetahui persebaran emisi maka perlu dilakukan suatu
penelitian tentang bagaimana pola persebaran emisi gas buang dengan pemodelan
dispersi yakni model Meti-lis versi 2.03. Seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi saat ini, pola penyebaran suatu polutan sudah mampu
untuk disimulasikan dalam beberapa metode. Salah satu metode yang banyak
digunakan untuk membuat simulasi pola penyebaran polutan serta menghitung
nilai konsentrasinya adalah Model Dispersi Gaussian.
Gaussian plume model adalah model matematika yang digunakan untuk
mempresentasikan proses dispersi polutan di udara terutama dari sumber titik
seperti dispersi di sekitar cerobong asap. Pada model ini perilaku polutan
mengikuti distribusi normal atau distribusi Gauss. Model Gauss secara luas
digunakan untuk mengestimasi impact polutan nonreaktif dari sumber titik atau
garis (Rahmadhani, 2017). Cara menyelesaikan persamaan Gaussian dan
membuat model sebaran dalam bentuk isopleth, peneliti menggunakan program
Meti-lis untuk memprediksi pola persebaran emisi yang dihasilkan dari mesin
heater, genset dan dryer pabrik karet PT. Sumber Alam. Menurut Rahsia (2015),
pemodelan ini digunakan untuk memodelkan emisi dari sumber titik, seperti
cerobong asap atau gas buang knalpot.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana nilai konsentrasi zat pencemar gas nitrogen dioksida (NO2)
dan gas sulfur dioksida (SO2) dari pemantauan kualitas udara ambien
yang dilakukan oleh pabrik karet PT. Sumber Alam?
2. Bagaimana pola dispersi zat pencemar nitrogen dioksida (NO2) dan
sulfur dioksida (SO2) dari sumber bergerak dan tidak bergerak
menggunakan program Meti-lis versi 2.03?
3. Bagaimana perbandingan konsentrasi pencemar hasil pemodelan
terhadap pemantauan kualitas udara di lapangan dan validitas dari hasil
kedua pengukuran?
3

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui nilai konsentrasi zat pencemar gas nitrogen dioksida (NO2)
dan sulfur dioksida (SO2) dari pemantauan kualitas udara ambien yang
dilakukan oleh pabrik karet PT. Sumber Alam.
2. Menganalisis pola dispersi zat pencemar nitrogen dioksida (NO2) dan
sulfur dioksida (SO2) dari sumber bergerak dan tidak bergerak dengan
menggunakan program Meti-lis versi 2.03.
3. Membandingkan konsentrasi zat pencemar dari hasil pemodelan
terhadap pemantauan kualitas udara di lokasi penelitian dan validitas
dari hasil kedua pengukuran.

1.4 Pembatasan Masalah


Penelitian ini memiliki beberapa batasan masalah sebagai berikut :
1. Lokasi penelitian ini dilakukan di pabrik karet PT. Sumber Alam yang
terletak di Jalan Gusti Situt Mahmud, Kecamatan Pontianak Utara,
Provinsi Kalimantan Barat.
2. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah data sumber
tidak bergerak dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh PT. Sumber
Alam pada 2 semester ditahun 2020 dan data sumber bergerak berupa
volume kendaraan yang diperoleh dari penelitian Putri Rismawati yang
berjudul “Analisis Dampak Pembangunan Rumah Sakit Siantan Hilir
Terhadap Kinerja Lalu Lintas Ruas Jalan Khatulistiwa” pada tahun
2021.
3. Data meteorologi diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika
(BMKG) stasiun klimatologi kelas II Jungkat, Kabupaten Mempawah
pada tahun 2020.
4. Pemodelan yang digunakan dalam memprediksi pola dispersi zat
pencemar adalah Meti-lis versi 2.03.
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika Penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
4

BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah,
tujuan penelitian, pembatasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan teori-teori yang berhubungan dengan teori penelitian tentang
udara ambien, pencemaran udara, sumber pencemaran udara, komponen
pencemaran udara, faktor yang mempengaruhi pencemaran udara,
pemodelan sistematis Gaussian, software Meti-lis, tanaman karet (Hevea
brasiliensis), dan pabrik karet PT. Sumber Alam. Tinjauan pustaka ini akan
dibatasi pada kajian permasalahan tentang pencemaran udara dan model
yang digunakan dalam analisis dispersi pencemaran udara.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Menjelaskan metode atau rancangan penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini diantaranya waktu dan lokasi penelitian, data yang digunakan,
prosedur penelitian, analisis data, dan diagram alir.
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Berisi tentang gambaran umum kondisi serta proses pengolahan pada pabrik
karet PT. Sumber Alam.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Menjelaskan tentang hasil penelitian yang diperoleh mengenai
pendispersian gas NO2 dan SO2 dari sumber bergerak dan tidak bergerak di
Jalan Gusti Situt Mahmud dengan Model Meti-lis kemudian dilakukan
pembahasan dari hasil tersebut. Selain itu, dilakukan juga pembahasan
tentang kualitas udara yang berada pada lokasi di sekitar penelitian tersebut.
BAB VI PENUTUP
Bagian ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan serta saran yang berguna untuk penyempurnaan penelitian serupa
dimasa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi tentang daftar kutipan-kutipan yang digunakan dalam penyusunan
perencanaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Udara Ambien


Menurut Kurniawati dkk (2015), udara dibedakan menjadi udara emisi dan
udara ambien. Udara emisi yaitu udara yang dikeluarkan oleh sumber emisi
seperti knalpot kendaraan bermotor dan cerobong gas buang industri. Sedangkan
udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi yang sehari-hari dihirup
oleh makhluk hidup. Agar mendapatkan udara ambien yang berkualitas baik perlu
dilakukan pengendalian pencemaran udara. Pengendalian pencemaran udara dapat
dilakukan salah satunya dengan memantau atau mengukur kualitas udara, baik
udara ambien ataupun udara emisi. Pengukuran kualitas udara ambien dilakukan
di kawasan perumahan, kawasan industri, dan kawasan padat lalu lintas dimana
pada kawasan-kawasan tersebut banyak terjadi kegiatan manusia. Pengukuran
kualitas udara ambien juga dilakukan terhadap zat-zat yang dapat menjadi polutan
seperti SO2 dan NO2.
Menurut Fahmi (2019), udara ambien merupakan udara yang berada di
sekeliling manusia dan bergerak bebas di permukaan bumi. Udara ambien
dimanfaatkan manusia dalam kehidupan sehari-hari untuk menggerakkan kincir
angin, membantu proses penyerbukan, mengeringkan pakaian, dan lain-lain.
Pemanfaatan udara ambien harus dikelola secara bijaksana dengan
mempertimbangkan kepentingan generasi sekarang dan generasi yang akan
datang. Polutan udara ambien yang berpotensi tinggi menyebabkan gangguan
pernapasan pada manusia salah satunya yaitu NO2 dan SO2.
Menurut PP RI No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, baku mutu udara ambien adalah ukuran batas
atau kadar zat, energi dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada
dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien.
Baku mutu udara ambien secara sederhana dapat diartikan sebagai batas
maksimum bahan pencemar (zat, senyawa) yang diperbolehkan ada di udara.
Dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
6

Tabel 2.1 Baku Mutu Udara Ambien Nasional


Waktu Sistem
No Parameter Baku Mutu
Pengukuran Pengukuran
Aktif Kontinu
1 jam 150 μg/Nm3
Aktif Manual
1 Sulfur Dioksida (SO2)
24 jam 75 μg/Nm3 Aktif Kontinu
1 tahun 45 μg/Nm3 Aktif Kontinu
Aktif Kontinu
Nitrogen Dioksida 1 jam 200 μg/Nm3
3 Aktif Manual
(NO2)
24 jam 65 μg/Nm3 Aktif Kontinu
Sumber: PP RI No.22 Tahun 2021

2.2 Pencemaran Udara


Pencemaran udara adalah menurunnya kualitas udara ambien akibat
masuknya komponen lain baik secara sengaja ataupun tidak disengaja yang
disebabkan karena aktivitas manusia (Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 12 Tahun 2010). Menurut PP RI No. 22 tahun 2021 tentang
Pengendalian Dampak Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya
atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lainnya dalam udara oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan atau mempengaruhi kesehetan manusia. Penyebab terjadinya
pencemaran udara akibat sumber alami (natural sources), seperti letusan gunung
berapi dan yang berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic sources), seperti
yang berasal dari transportasi, emisi pabrik, dan lain-lain.
Pencemaran udara adalah turunnya kualitas udara, sehingga udara
mengalami penurunan mutu dalam penggunaannya dan akhirnya tidak dapat
dipergunakan lagi sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya (Faroqi dkk,
2016). Menurut Tampubolon (2016), pencemaran udara merupakan suatu kondisi
dimana kualitas udara menjadi rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat tertentu, baik
yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan tubuh manusia. Pencemaran
udara biasanya terjadi di kota-kota besar dan juga daerah padat industri yang
menghasilkan gas-gas yang mengandung zat di atas batas kewajaran.
7

Menurut Yuliando (2017), mekanisme pencemaran udara merupakan suatu


sistem yang terdiri atas tiga komponen dasar, yaitu sumber emisi, atmosfer, dan
penerima. Hubungan antara ketiga komponen dasar tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.1:

Sumber Emisi Atmosfer Penerima

Gambar 2.1 Skema Pencemaran Udara


- Transportasi (Mobile Source) - Media Pencampuran - Manusia
- Industri (Point Source) - Dilusi, Dispersi, - Hewan
- Alami (Natural Source) - Transformasi - Tumbuhan
Pada Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa pencemaran udara diawali
dengan hadirnya sumber emisi. Secara garis besar, terdapat tiga sumber emisi
utama dalam pencemaran udara, yaitu aktivitas transportasi, proses industri, dan
dari sumber alami yaitu berupa proses pembakaran, letusan gunung, dan
sebagainya. Polutan yang dihasilkan akan mengalami proses dilusi (pengenceran),
transport (pengangkutan), dispersi (penyebaran), dan transformasi baik secara
fisik maupun kimia dalam atmosfer. Kehadiran bahan pencemar tersebut dapat
dideteksi dengan alat pengukur atau melihat pengaruhnya terhadap manusia,
hewan, tumbuhan atau material (sebagai penerima). Respon yang ditunjukkan
oleh penerima dapat berupa iritasi, timbulnya penyakit, kerusakan material, dan
lainnya yang tergantung oleh tingkat konsentrasi pencemar dan sensitivitas
penerima.

2.3 Sumber Pencemaran Udara


Menurut Hakim dkk (2017), sumber pencemaran udara yang utama berasal
dari transportasi terutama kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar
yang mengandung bahan pencemar. Sumber-sumber pencemaran lainnya berasal
dari pembakaran, proses industri, pembuangan limbah dan lain-lain. Pencemaran
udara di Indonesia terutama di kota-kota besar disebabkan gas buang kendaraan
bermotor (60-70%), industri (10-15%), sisanya berasal dari rumah tangga,
pembakaran sampah, kebakaran hutan atau ladang, dan lain-lain.
8

Menurut Ningrum (2019), sumber pencemar udara dapat dikelompokkan


menjadi sumber bergerak dan tidak bergerak.
1. Sumber Bergerak
Sumber pencemar udara bergerak dapat dikelompokkan menjadi:
a. Kendaraan bermotor,
b. Pesawat terbang
c. Kereta api dan
d. Kapal

2. Sumber Tidak Bergerak (Menetap)


Sumber tidak bergerak berasal dari pembakaran beberapa jenis bahan bakar
yang diemisikan pada suatu lokasi yang tetap. Bahan bakar tersebut terdiri atas
batu bara, minyak bakar, gas alam, dan kayu destilasi minyak. Berbeda dengan
sarana transportasi, sumber pencemar udara menetap mengemisikan polutan pada
udara ambien tetap, sehingga dalam pengelolaan lingkungannya perlu
perencanaan yang matang, misalnya harus dipertimbangkan keadaan geografi dan
tofografi, metereologi, serta rencana tata ruang di wilayah tersebut.

2.4 Komponen Pencemaran Udara


Berdasarkan PP RI No. 22 Tahun 2021 Komponen pencemar udara salah
satunya adalah nitrogen dioksida (NO2), dan sulfur dioksida (SO2). Menurut
Fahmi (2019), juga berbendapat komponen pencemar utama yang bersumber dari
aktivitas manusia berupa gas buangan hasil pembakaran bahan bakar fosil dan
industri. Umumnya jenis-jenis bahan pencemar yang dapat merubah tatanan udara
ambien diataranya:
1. Nitrogen Dioksida (NO2)
Nitrogen oksida (NOx) merupakan gas beracun bagi manusia dan pada
umumnya gas ini dapat menimbulkan gangguan sistem pernapasan. NO2 dapat
masuk ke paru-paru dan membentuk asam nitrit (HNO2) dan asam nitrat (HNO3)
yang merusak jaringan, NO2 dapat meracuni paru-paru. Gangguan sistem
pernapasan yang terjadi dapat menjadi empisema. Bila kondisinya kronis dapat
berpotensi menjadi bronkitis serta akan terjadi penimbunan nitrogen oksida (NOx)
9

dan dapat menjadi sumber karsinogenik atau penyebab timbulnya kanker (Wahab,
2019).
Gas nitrogen dioksida memiliki ciri khas yang berwarna kemerah-merahan
dan berbau agak tajam (Nurpratama, 2019). Nitrogen dioksida (NO2) terbentuk
dengan cepat dari proses pembakaran tidak sempurna dari kendaraan bermotor,
proses pembangkit listrik yang menggunakan material batu bara, dan proses
industri lainnya yang melibatkan pembakaran bahan bakar fosil. Pajanan NO2 di
lingkungan perlu perhatian khusus untuk kelompok rentan seperti penderita asma,
anak-anak, dan efek samping pajanan NO2 meliputi batuk, sesak sianosis, asfiksi,
edema paru, dan bronkiolitis obliterans (Fahmi, 2019).
2. Sulfur Dioksida (SO2)
Sulfur dioksida adalah gas yang dikenal sebagai gas SO2. Sulfur dioksida
adalah gas yang memiliki sifat bau yang tajam, tidak berwarna, tidak mudah
meledak, tidak mudah terbakar dan sangat larut dalam air. Sulfur dioksida (SO2)
adalah gas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil pada pembangkit
listrik, fasilitas industri, serta pembakaran bahan bakar pada sumber bergerak
seperti lokomotif, kapal, kendaraan, peralatan lainnya serta pembakaran rumah
tangga. Emisi dari kegiatan industri, dan interaksinya dengan meteorologi dan
topografi, mengakibatkan variasi dispersi atmosfer yang dapat meningkatkan
konsentrasi pencemaran udara. Gas tersebut akan bertemu dengan oksigen yang
ada di udara dan kemudian membentuk gas SO3 (Maharani, 2017). Sulfur dioksida
(SO2) di udara mempunyai pengaruh langsung terhadap manusia terutama karena
sifat iritasi dari gas itu sendiri. SO2 ini dapat menyebabkan penyakit bronchitis,
emphisemia dan lain-lain, serta penderita penyakit saluran pernafasan menjadi
lebih parah keadaannya (Wijiarty dkk, 2016).

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Udara


Menurut Ningrum (2019), banyak faktor yang dapat mempengaruhi
pencemaran udara di atmosfer, antara lain sebagai berikut:
a. Kelembaban
Kelembaban udara yang relatif rendah (<60) di daerah yang tercemar SO2,
akan mengurangi efek korosif dari bahan kimia tersebut, namun pada
10

kelembaban yang relatif lebih atau sama dengan 80% pada daerah yang
tercemar SO2 akan terjadi efek korosif SO2.
b. Suhu
Suhu yang menurun pada permukaan bumi dapat menyebabkan peningkatan
kelembaban udara relatif sehingga akan meningkatkan efek korosif bahan
pencemar di daerah yang udaranya tercemar. Pada suhu yang meningkat,
akan meningkat pula kecepatan reaksi suatu bahan kimia.
c. Sinar Matahari
Sinar matahari dapat mempengaruhi bahan oksidan terutama O3 di atmosfer.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan kerusakan bahan dan alat bangunan,
atau bahan yang terbuat dari karet. Sehingga dapat diartikan bahwa sinar
matahari meningkatkan rangsangan untuk merusak suatu bahan.
d. Kecepatan Angin
Kecepatan angin adalah jarak tempuh angin atau pergerakan udara per satuan
waktu dan dinyatakan dalam satuan meter per detik (m/s), kilometer per jam
(km/h), dan mil per jam (mi/h). Kecepatan angin bervariasi dengan ketinggian
dari permukaan tanah, sehingga dikenal adanya profil angin dimana makin
tinggi gerakan angin makin cepat (Wicaksono, 2016).
e. Arah Angin
Arah angin adalah arah dari mana angin berhembus atau dari mana arus angin
datang dan dinyatakan dalam derajat yang ditentukan dengan arah perputaran
jarum jam dan dimulai dari titik utara bumi dengan kata lain sesuai dengan
titik kompas. Umumnya arus angin diberi nama dengan arah dari mana angin
tersebut bertiup, misalnya angin yang berhembus dari utara maka angin utara
(Fadholi, 2013).

2.6 Model Dispersi Udara


Dispersi adalah suatu proses pergerakan kontaminan melalui udara dan
cerobong (plume), menyebarkannya ke area yang luas sehingga konsentrasi
menjadi berkurang. Model dispersi digunakan untuk mengkaji konsentrasi
pencemar di udara ambien (Yuslinanda, 2018). Model dispersi udara adalah
metode untuk mengukur hubungan determinan antara emisi dan
11

konsentrasi/deposisi, termasuk yang merupakan akibat dari skenario masa lalu dan
masa depan serta penentuan efektifitas strategi pengurangan. Pengukuran
pencemaran udara hanya memberikan informasi tentang konsentrasi ambien dan
deposisi pada lokasi dan waktu tertentu, tanpa memberikan pedoman yang jelas
tentang identifikasi terhadap permasalahan kualitas udara. Hal ini yang
menyebabkan perlunya pemodelan pencemaran untuk kepentingan peraturan,
riset, dan aplikasi forensik. Konsentrasi pencemar di atmosfer ditentukan oleh 1
transportasi, difusi, transformasi kimia, dan deposisi ke bawah (Gusriantri, 2016).

2.7 Pemodelan Sistematis Gaussian


Menurut Gusrianti (2016), terdapat beberapa metode dalam pemodelan
penyebaran polutan, seperti gaussian model, eulerian model, lagrangian model.
Namun, metode yang paling banyak diaplikasikan adalah metode gaussian model
karena dianggap paling tepat dalam menggambarkan penyebaran pencemaran
udara. Model Gaussian Plume sering digunakan dalam memodelkan dispersi
polutan secara kontinu dari permukaan atau dataran tinggi. Sehingga dispersi
polutan ini memiliki distribusi probabilitas normal yang kurvanya berbentuk bel
atau lonceng (Abidin, 2018). Rumus ini merupakan perkembangan dari model
Gaussian Plume dengan mengansumsikan bahwa sebuah line source adalah deret
point source yang mutually independent, yang masing-masing menghasilkan
kepulan polutan. Sehingga konsentrasi pada suatu titik di sisi jalan dihitung
sebagai jumlah konsentrasi dari deret titik-titik sumber pada jalan tersebut.
Berikut adalah rumus Gaussian line sources dan point source:
• Gaussian Line Source
𝑄 1 ℎ2
C (x, z) = 1/2 exp (− 2 𝜎𝑧 2
)...................................................................(1)
(2𝜋) 𝑢 𝜎𝑧

dimana :
C (x, z) : konsentrasi polutan pada suatu titik (μg/ m3)
Q : laju emisi (g/m/jam)
𝑢 : kecepatan angin rata – rata (m/s)
𝜎𝑧 : koefisien dispersi vertikal (m)
h : ketinggian rata – rata sumber emisi (m)
• Gaussian Point Source
12

2
𝑄 −𝑦2 (𝑧 − 𝐻)2 (2 + 𝐻) )
𝐶(𝑥,𝑦,𝑧,𝐻) = exp [( )] {exp [ ] + exp [( )]} … (2)
2 𝜇𝜎𝑦 𝜎𝑧 𝑈𝐻 2𝜎𝑦2 2𝜎𝑧2 2𝜎𝑧2

dimana :
C(y,z) : konsentrasi polutan udara dalam massa per volume (𝜇g/m3)
Q : laju emisi polutan dalam massa per waktu (𝜇g/m3)
UH : kecepatan angin ditinggi efektif (m/detik)
𝜎y : koefisien dispersi secara horizontal terhadap sumbu x (m)
𝜎z : koefisien dispersi secara vertikal terhadap sumbu x (m)
H : Tinggi efektif stack (cerobong) dari pusat kepulan (m) (H=h+∆h)
x : jarak pengamat terhadap cerobong yang searah dengan arah
angin (m)
y : jarak pengamat sejajar dengan sumbu-y dari sumber emisi (m)
z : jarak pengamat dari tanah (m)

2.8 Software Meti-Lis


Software Meti-lis merupakan software pemodelan line sources model plume
Gaussian Steady State, yang memiliki parameter input utama yaitu objective
substance, operation pattern, meteorologi, map, point source, line source,
building, receptor, dan calculation case. Tiap parameter utama memiliki
parameter masing-masing yang diantaranya adalah parameter objektif substansi
merupakan nama substansi kimia, berat molekul dan pemilihan gas atau
particulate matter, sedangkan parameter operation pattern yaitu pemilihan waktu
operasi dari sumber emisi (Anugrah, 2017).
Model Meti-lis mengadopsi skema downwash berdasarkan model Industry
Source Complex (ISC) dari US Environmental Protection Agency (EPA), namun
parameter dalam luasan dispersi yang menggambarkan efek downwash (tarikan
gedung) ditingkatkan dengan menggabungkan hasil dari percobaan wind tunnel
(lorong angin). Karakteristik lain dari Meti-lis yang membedakannya dari ISC
adalah waktu evaluasi yang mempengaruhi luasan dispersi terutama di arah
(crosswind) dapat disesuaikan dengan pengamatan waktu yang singkat untuk
simulasi dispersi (Rahsia, 2015).
13

2.9 Karet Remah (Crumb Rubber)


Karet berasal dari tumbuhan Hevea brasilensis. Hevea brasilensis tumbuh
dengan subur jika berada di ketinggian 300 m. Komposisi yang terkandung di
dalam karet berupa hidrokarbon, protein, karbohidrat, resin, garam mineral dan
asam lemak, total luas area dan produksi tumbuhan karet di Indonesia yaitu
3.672.123 Ha dan 3.229.861 ton (Rahmaniar, 2018). Salah satu produk turunan
yang dihasilkan dari karet merupakan karet remah atau crumb rubber. Crumb
rubber berasal dari olahan karet mentah berupa lateks, karet lembaran, crepe dan
karet dengan mutu rendah. Crumb rubber digunakan sebagai bahan baku pada
turunan pabrik misalnya pabrik ban, pabrik sarung tangan, selang karet dan
sebagainya (Imamuddin, 2019).
Saat ini Indonesia adalah produsen terbesar kedua dunia komoditi karet
setelah Thailand, dan diproyeksikan menjadi produsen terbesar setelah tahun
2015. Provinsi Kalimantan Barat berada pada urutan lima teratas untuk luas lahan
yang sudah digunakan pada komoditi karet di Indonesia, terdapat 17 industri
crumb rubber dengan jenis produk yang diproduksi yaitu Sir 20 dan Sir 10.
Kapasitas produksi 17 pabrik crumb rubber tercatat sebesar 612.800 ton/tahun
sementara produksi perkebunan karet sebesar 259.189 ton atau 42,3 % dari
kapasitas terpasang pabrik (Destiwansari, 2020).

.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Lokasi yang menjadi tempat penelitian adalah Pabrik Karet PT. Sumber
Alam terletak di Jalan Gusti Situt Mahmud, Kecamatan Pontianak Utara, Provinsi
Kalimantan Barat, pada titik koordinat 00°01’05,2” LS dan 109°21’10,5” BT.
Lokasi ini dipilih karena pabrik karet tersebut berada di kawasan perindustrian
dan berada di keramaian aktivitas sehari-hari masyarakat sekitar. Kondisi
cerobong dan kondisi polutan yang dihasilkan akan mempengaruhi tingkat
pencemaran udara sekitar yang disebabkan oleh gas nitrogen dioksida (NO2) dan
gas sulfur dioksida (SO2). Berdasarkan batas-batas lahan sebagai berikut:
• Sebelah Utara : Rumah makan Blitar dan permukiman
• Sebelah Timur : Permukiman dan industri
• Sebelah Barat : Pasar dan permukiman
• Sebelah Selatan : Sungai Landak

Gambar 3.1 Peta Lokasi PT. Sumber Alam


Pontianak

14
15

3.2 Data yang Digunakan


Penelitian ini menggunakan data yang berbentuk data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang sudah tersedia. Pada penelitian ini data sekunder
yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Data meteorologi seperti kecepatan dan arah angin, suhu, lama penyinaran
matahari, serta radiasi matahari yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan
Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Mempawah, Provinsi Kalimantan
Barat pada waktu yang sama pada saat dilakukannya pemantauan kualitas
udara point source. Data meteorologi yang digunakan yaitu data pada tahun
2020, data ini akan digunakan dalam perhitungan program Meti-lis sebagai
faktor yang mempengaruhi dispersi gas nitrogen dioksida (NO2) dan sulfur
dioksida (SO2).
b. Data konsentrasi emisi yang sesuai dengan lokasi penelitian yaitu Pabrik
Karet PT. Sumber Alam, serta data karakteristik cerobong seperti tinggi
cerobong, diameter cerobong, dan laju alir (m/jam) gas polutan saat keluar
dari cerobong. Data yang digunakan sesuai dengan waktu pengambilan
sampel yang dilakukan pihak perusahaan. Perusahaan melakukan
pengambilan data konsentrasi emisi sebanyak 2 kali dalam setahun, sehingga
data yang digunakan data konsentrasi emisi yang diambil pada Tahun 2020.
Data ini digunakan untuk diinput-kan dalam program Meti-lis sebagai data
konsentrasi dan titik koordinat yang mempengaruhi dispersi gas nitrogen
dioksida (NO2) dan sulfur dioksida (SO2). Cara memperbesar validitas pada
penelitian ini, pengambilan titik sampel udara ambien berada dekat dengan
lokasi penelitian, karena untuk nilai validitas, dengan membandingkan hasil
konsentrasi dari program meti-lis dan nilai konsentrasi udara ambien.
c. Data Volume kendaraan diperoleh dari penelitian Putri Rismawati yang
berjudul “Analisis Dampak Pembangunan Rumah Sakit Siantan Hilir
Terhadap Kinerja Lalu Lintas Ruas Jalan Khatulistiwa” pada Tahun 2021.
Data ini digunakan untuk diinput-kan dalam program Meti-lis.
d. Data Peta Kecamatan Pontianak Utara yang disesuaikan dengan titik
geografis sehingga terdapat kecocokan antara titik hasil pengukuran
menggunakan GPS dan peta yang digunakan. Peta ini diporoleh dari google

15
16

earth. Data ini digunakan untuk menggambarkan analisis dispersi nitrogen


dioksida (NO2) dan sulfur dioksida (SO2) pada program Meti-lis.
3.3 Metode Analisis Data
Data-data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data diolah dengan
menggunakan metode deskripsi data untuk mendapatkan nilai besaran dan laju alir
dari polutan NO2 dan SO2 dari sumber bergerak dan tidak bergerak yang akan
diinputkan pada software meti-lis. Analisis data yang dilakukan pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:

3.3.1 Laju Alir Emisi dan Laju Emisi Pencemar pada Cerobong
Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun
2008 tentang baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau
kegiatan pembangkit tenaga listrik termal, dengan rumus perhitungan beban emisi
dapat dilihat pada persamaan 3 dan persamaan 4.
E = C x Q x 0,0036 x [Op. Hours].....................................................................(3)
Q = v x A............................................................................................................(4)
Dimana:
E : Laju Emisi Pencemar (Kg/Jam)
C : Konsentrasi terukur (mg/Nm3)
Q : Laju Alir Emisi (m3/s)
0,0036 : Faktor Konversi dari mg/detik ke kg/jam
Op. Hours : Jam Operasi Pembangkit selama 1 Tahun
v : Laju Alir (m/detik)
A : Luas Penampang Cerobong (m2)

3.3.2 Perhitungan Beban Emisi Transportasi


Beban emisi merupakan jumlah (massa) pencemar yang keluar dari sumber,
baik sumber titik (point source), garis (line source), maupun area (area source)
(Handriyono dan Kusuma, 2017). Persamaan yang digunakan pada penelitian ini:
∑𝑛
𝑖=1(𝐸𝐹𝑖 ×𝑉𝑖 )
𝑞= ..................................................................................... (5)
𝑇

Dimana :
q : Besaran emisi (g/km)

16
17

EF : Faktor emisi kendaraan (g/km)


V : Volume kendaraan (kendaraan/jam)
i : Tipe/jenis kendaraan
T : Total Kendaraan
Faktor emisi yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1 Faktor Emisi Sesuai Jenis Kendaraan
Kategori untuk perhitungan NOx SO2
No
pencemar udara g/km g/km
1 Sepeda Motor 0,29 0,008
2 Mobil(bensin) 2,3 0,026
5 Bis 11.9 0.93
6 Truk 17.7 0.82
Sumber : PermenLH No. 12/2010
Jenis polutan yang diprediksi pada penelitian ini adalah gas nitrogen
dioksida (NO2) dan sulfur dioksida (SO2) dari emisi kendaraan yang akan
digunakan sebagai data yang akan diiput pada software Meti-lis versi 2.03.

3.6 Pengolahan Data Meteorologi


Penelitian ini pengolahan data meteorologi dilakukan dalam 2 format yaitu
format Amedas dan format Samson file. Format meteorologi dalam bentuk
Samson file digunakan untuk aplikasi WRPLOT, dimana aplikasi ini digunakan
untuk menggambarkan (windrose) arah angin dan kecepatan angin dalam satu
periode. Format data meteorologi dalam bentuk Amedas.in.csv digunakan untuk
penginputan data dalam Aplikasi Meti-lis, dimana aplikasi Meti-lis hanya
membaca file meteorologi dengan format tersebut.
Penginputan data meteorologi dalam aplikasi Meti-lis disusun sesuai dengan
format yang telah ditentukan oleh aplikasi tersebut. Data meteorologi yang diolah
yaitu kecepatan angin, arah angin, suhu, rasio penyinaran matahari dan radiasi
matahari. Data meteorologi akan diolah dalam bentuk amedas.in.csv, berikut
format data meteorologi dalam aplikasi Meti-lis.

17
18

Tabel 3.2 Format Data Meteorologi dalam Aplikasi Meti-lis (Amedas.in.csv)


Line Quantity Definition (units)
Longitude (F) Possitive for station EAST of Greenwich (0)
Latitude (F) Possitive for station North of Equator (0)
1 Anemometer height (F) (m)
Time Zone (I) Possitive for station East of Greenwich (-) (eg. 9
in japan)
Number of data records Number of line from line 3 on
2
(I)
Year (I) Western year format
Month (I) -
Date (I) -
Hour (I) 1-24
3 Wind Direction (OpI) 0-16
Wind Speed (F) (m/s)
Temperature (F) (K)
Sunligth Ratio (F) 0-1
Solar Radiation (F) MJ/m2/h
Sumber: Meti-lis Operational Manual, 2005
Analisis data dan arah kecepatan angin menggunakan aplikasi WRPLOT
memerlukan beberapa data yaitu data kecepatan angin dan arah angin selama satu
tahun. Data yang digunakan adalah data tahun 2020 yang diperoleh dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang berada di Stasiun
Klimatologi Mempawah, Kalimantan Barat. Format data berdasarkan dari aplikasi
WRPLOT berupa format data samson file. Berikut format data arah dan kecepatan
angin yang sesuai dengan aplikasi WRPLOT:

18
19

Tabel 3.3 Format Data Samson File


Data Field Excel Column Unit in Excel Number
NO
Name Name File Type
1 Year A N/A YY,YYYY
2 Month B N/A 1 to 12
3 Day C N/A 1 to 31
4 Hour D 00 to 23 00 to 24
5 Wind Direction E Degrees Integer
6 Wind Speed F m/s Decimal
Sumber: Aplikasi WRPLOT, 2021
Data arah dan kecepatan angin disusun sesuai dengan format pada Tabel 3.3
yang dilakukan pada worksheet Microsoft excel, kemudian data tersebut
dikonversi ke dalam bentuk extend file samson yang ada didalam microsoft excel.
Samson file yang sudah dibuat kemudian diinput-kan kedalam aplikasi WRPLOT
dan dari data tersebut menghasilkan distribusi arah kecepatan angin pada tahun
2020.

3.7 Pengolahan Data pada Aplikasi Meti-lis


Proses pengolahan data pada aplikasi Meti-lis versi 2.03 menginputkan data
yang sesuai dengan prosedur dari aplikasi tersebut, berikut penjelasan dari proses
pengolahan data pada program Meti-lis:
1. Input Objective Substance
Bagian ini berisi tentang nama dan berat molekul gas yang akan dianalisis.
Pada penelitian ini yang dianalisis adalah gas nitrogen dioksida (NO2) dan gas
sulfur dioksida (SO2).

19
20

Gambar 3.2 Tampilan Objective


Substance
2. Input Operation Pattern
Bagian ini berisi tentang waktu analisis dalam 1 hari. Pada penelitian ini
waktu yang digunakan selama 24 jam.

Gambar 3.3 Input Operation Pattern

20
21

3. Input Data Meteorologi


Bagian ini berisi tentang data meteorologi selama 1 tahun. Data yang
diperlukan berupa data arah angin, kecepatan angin, suhu, rasio penyinaran
matahari dan titik koordinat stasiun BMKG tempat data diperoleh. Data akan
berbentuk Amedas, sesuai dengan format yang telah ditetapkan oleh program
Meti-lis.

Gambar 3.4 Input Data Meteorologi


4. Input Peta
Pada bagian ini peta diatur skala, titik 0 peta serta ukuran resolusinya. Peta
yang digunakan berupa peta tempat penelitian dengan koordinat titik pengambilan
sampel yang dijadikan pencemaran gas tersebut.

Gambar 3.5 Input Peta

21
22

5. Input Point Source


Pada bagian ini berisi data point source yang merupakan perhitungan untuk
emisi sumber titik sumber tetap seperti pabrik.

Gambar 3.6 Input Point Source


6. Input Line Source
Bagian ini menunjukkan bagaimana cara input data dan menyimpan dari line
source yaitu sumber emisi bergerak seperti kendaraan bermotor dan mobil.

Gambar 3.7 Input Line Source

22
23

7. Input Data Gedung


Data gedung pada bagian ini berupa tinggi bangunan rata-rata yang berada di
sekitar lokasi penelitian yang dapat mengakibatkan gas terperangkap pada gedung
tinggi tersebut, sehingga konsentrasi pencemar lebih tinggi pada daerah yang
memiliki gedung yang lebih tinggi.

Gambar 3.8 Input Data Gedung


8. Input Data Reseptor
Data reseptor diperlukan untuk mengansumsikan reseptor atau manusia pada
lokasi penelitian menggunakan grid yang langsug ditentukan di atas peta.

Gambar 3.9 Input Data Reseptor

23
24

9. Input Calculation Case


Calculation case berfungsi untuk mengecek kembali hasil data yang telah
diinput pada program Meti-lis, kemudian dilakukan running jika data telah
lengkap dan sesuai prosedur.

Gambar 3.10 Input Calculation Case


10. Isopleth
Hasil dari analisis dispersi konsentrasi zat pencemar berupa gambar yang
memiliki warna sesuai konsentrasi yang telah dianalisis pada program meti-lis
disebut isopleth.

Gambar 3.11 Isopleth

24
25

3.8 Validasi Model


Validasi model Meti-lis dihitung dengan menggunakan metode Root Mean
Square Percent Error (RMSPE) yang digunakan untuk menghitung nilai error
yang terjadi. Pada penelitian ini, RMSPE hanya dihitung pada hasil pemodelan
dari sumber tidak bergerak. Sedangkan untuk hasil dari pemodelan dari sumber
bergerak tidak dihitung menggunakan metode RMSPE. Tingkat validitas hasil
perhitungan model dengan pengukuran di lapangan dengan syarat nilai RMSPE
kurang dari 10% (<10%). RMSPE menghitung rata-rata presentase perbedaan data
aktual dan hasil simulasi, dengan menggunakan rumus (Sterman, 2000) :

1 𝐴𝑡−𝑆𝑡 2
𝑅𝑀𝑆𝑃𝐸 = [√𝑛 (( ) )] 𝑥100%………......………………………………..(6)
𝐴𝑡

Dimana:
RMSPE : Root Mean Square Percent Error
St : Nilai simulasi pada waktu t
At : Nilai Aktual pada waktu t
n : Jumlah pengamatan (t = 1, 2, …,n)

25
26

3.9 Diagram Alir Penelitian

Mulai

STUDI LITERATUR

PENGUMPULAN DATA

DATA SEKUNDER
• Sumber bergerak: Jumlah kendaraan di Jalan
Khatulistiwa
• Sumber tidak bergerak: data hasil uji emisi di PT.
Sumber Alam
• Data Meteorologi: suhu, kecepatan dan arah angin
• Profil dan Peta Lokasi PT. Sumber Alam
• Proses Produksi Karet di PT. Sumber Alam
• Layout PT. Sumber Alam

ANALISIS DATA DAN


PENGOLAHAN DATA

HASIL DAN
PEMBAHASAN

KESIMPULAN DAN
SARAN

SELESAI

26
BAB IV

GAMBARAN UMUM

4.1 Deskripsi PT. Sumber Alam Pontianak


PT. Sumber Alam Pontianak merupakan salah satu industri swasta yang
mengolah karet alam menjadi karet remah (Crumb Rubber). Perusahaan ini
didirikan pada tanggal 21 Desember 1957 dengan luas area 31.129 m2. Kegiatan
operasional PT. Sumber Alam Pontianak dalam memproduksi karet remah
dilakukan selama 12 jam perhari pada hari Senin – Sabtu dan dilakukan selama 10
jam pada hari Minggu, dengan kapasitas produksi 40.000 ton/tahun.

Gambar 4.1 Lokasi Pabrik Karet PT. Sumber Alam

27
28

Gambar 4.2 Layout Pabrik Karet PT. Sumber Alam


29

4.2 Proses Pengolahan Crumb Rubber PT. Sumber Alam Pontianak


Pabrik Karet PT. Sumber Alam Pontianak melakukan serangkaian proses
pengolahan crumb rubberr sehingga siap untuk diekspor. Adapun Tahapan proses
pengolahan karet yang dilakukan oleh PT. Sumber Alam adalah sebagai berikut :
1. Mesin Twin Screw

Gambar 4.3 Mesin Twin Screw

Mesin twin screw adalah mesin pencacah hasil olahan karet dari mesin pemotong
lembaran karet (slab cutter) menjadi ukuran yang lebih kecil 3 - 5 cm sehingga kotoran
dapat terpisah, untuk mempermudah proses selanjutnya ukuran karet yang dihasilkan slab
cutter masih terlalu besar sehingga dilakukan pencacahan kembali agar ukuran karet
menjadi lebih kecil.

2. Mesin Slab Cutter

Gambar 4.4 Mesin Slab


Cutter CuCutter
30

Mesin slab cutter merupakan mesin pemotong atau pencacah pertama bahan
olahan baru karet alam (raw material) menjadi potongan-potongan karet yang
berukuran kecil 7 – 5 cm serta pada mesin ini dibuang kotoran seperti kayu,
plastik dan sebagainya. Pengolahan pada mesin ini bertujuan untuk memperluas
bidang permukaan sehingga pencucian lebih efektif.

3. Mesin screw conveyor

Gambar 4.5 Mesin Screw Conveyor

Gambar 4.5 Mesin screw


conveyor Cutter
Mesin screw conveyor adalah mesin dengan sudut kemiringan 45° yang
berotasi secara spiral. Kapasitas dari olahan mesin ini adalah 30.000/ton hari.
Mesin ini dilengkapi dengan sejumlah timba – timba yang dikaitkan pada
rantai yang digerakkan oleh elektromotor berfungi sebagai mesin pengangkut
potongan-potongan karet dengan berbagai ukuran yang berasal dari proses
slab cutter dan twin screw. Beberapa hal yang menjadi perhatian sebelum
pengoperasian mesin ini yaitu memastikan baut – baut pada timba tetap terikat
dengan kuat dan dilakukan pembersihan serta pemeriksaan setiap hari untuk
memastikan mesin tetap baik.
31

4. Mesin Vibrator

Gambar 4.6 Mesin Vibrator

Mesin vibrator adalah suatu alat yang terdiri dari 2 lapisan screen dengan
ukuran masing-masing 30 mess untuk top screen dan 40 mess untuk buttom
screen, yang digetarkan dengan kecepatan 1500 rpm. Mesin ini berfungsi
sebagai pemisah olahan karet dari serabut, pasir, tanah dan kotoran-kotoran
lainnya yang masih terbawa dari mesin pengolahan sebelumnya.

5. Bak Komposisi

Gambar 4.7 Bak Komposisi

Bak ini berfungsi untuk melakukan pencucian cacahan olahan karet yang berasal
mesin vibrator. Bak ini dilengkapi dengan alat pengaduk yang berfungsi untuk mengaduk
32

cacahan olahan karet agar tidak menggumpal dan membantu percepatan dalam proses
pembersihan.

6. Mesin Creper

Gambar 4.8 Mesin Creper

Fungsi dari mesin creper yaitu menggiling cacah karet menjadi lembaran blanket
dengan ketebalan 5 mm dengan 8 kali penggilingan dengan tujuan agar lebih
memaksimalkan pembersihan karet dari kotoran yang ada di dalam gumpalan
karet.

7. Mesin Shredder

Gambar 4.9 Mesin Shredder


33

Pada mesin shredder tidak hanya memiliki dua bilah pisau, namun juga
terdapat pisau diam serta pisau putar. Pisau dalam mesin ini berbentuk seperti rol
yang terdiri dari dua hingga empat rol. Mesin shredder berfungsi untuk
menghancurkan gumpalan karet menjadi butiran karet dengan ukuran 3 mm.

8. Mesin Burner

Gambar 4.10 Mesin Burner

Mesin burner adalah bagian dari mesin dryer yang sistem kerjanya ialah
mengolah bahan bakar yang dibantu oleh elektroda yang disemprotkan ke ruang
bakar agar terjadinya pembakaran. Mesin burner merupakan bagian yang sangat
penting pada proses pengolahan karet dikarenakan jika mesin burner tidak bisa
mengolah bahan bakar maka mesin blaze tidak akan bekerja dengan maksimal.
34

9. Mesin Blaze

Gambar 4.11 Mesin Blaze

Mesin blaze berfungsi untuk mengeringkan butiran karet selama 4 jam


dengan temperatur 110 - 120°C dengan kapasitas olah 500 – 1000 kg/jam.
Fungsi dari pengeringan karet pada mesin ini adalah untuk mencegah
tumbuhnya mikroorganisme serta memberikan warna pada hasil olahan karet
agar menjadi warna coklat muda, sehingga mutu dari olahan karet menjadi lebih
meningkat. Pengaturan sirkulasi udara dan jumlah asap sangat diperlukan pada
pengolahan agar mendapatkan hasil pengeringan yang baik.
35

10. Mesin Press

Gambar 4.12 Mesin Press

Mesin press merupakan mesin yang dirancang untuk menghasilkan sebuah


tekanan tinggi yang diaplikasikan untuk menekan olahan karet yang sudah kering
menjadi lembar – lembar metal dengan berat 35 kg. Bahan karet yang akan
dicetak pada mesin ini diletakkan pada bagian tengah antara kedua cetakan yang
terbuat dari baja, selanjutnya baja cetakan pada mesin ini akan menghimpit karet
dan menekannya dengan tekanan yang sangat tinggi disertai dengan dipanaskan
karet dalam waktu yang bersamaan. Proses ini berlangsung hingga karet menjadi
curing atau matang.
36

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Arah dan Kecepatan Angin


Arah dan kecepatan angin adalah salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi penyebaran atau dispersi polutan. Data meteorologi yang
dianalisis khususnya yaitu data arah dan kecepatan angin dengan menggunakan
wind rose. Wind rose merupakan data meteorologi yang diolah menggunakan
aplikasi WRPLOT, aplikasi ini digunakan untuk mengetahui persentase dari
distribusi arah dan kecepatan angin selama satu periode waktu bulanan atau
tahunan.
Data arah dan kecepatan angin dominan yang digunakan pada analisis
yaitu data meteorologi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) Jungkat, Mempawah, Kalimantan Barat pada tahun 2020. Berikut
merupakan gambar hasil dari distribusi arah dan kecepatan angin pada tahun 2020
menggunakan WRPLOT:

Sumber: Hasil Analisis WRPLOT, 2022

Gambar 5.1 Distribusi Arah dan Kecepatan Angin Tahun 2020


37

Hasil dari wind rose yang diolah menggunakan data meteorologi pada tahun
2020, dimana arah angin dominan berhembus dari arah Barat Daya menuju ke
arah Timur Laut dengan kecepatan angin dominan sebesar 3,60 m/s, sesuai pada
gambar 5.1. Diperoleh pula frekuensi penyebaran arah angin yang dapat dilihat
dari diagram batang kecepatan angin pada gambar 5.2:

Gambar 5.2 Grafik Distribusi Kecepatan Angin

Gambar 5.2 menunjukkan frekuensi arah angin tenang (calms) sebesar


0,3%. Frekuensi kecepatan angin 3,60-5,70 m/s sebesar 44,7%, pada kecepatan
angin sebesar 2,10-3,60 m/s sebesar 34,8%.

5.2 Perhitungan Beban Emisi


5.2.1 Pengukuran Konsentrasi Gas NO2 dan SO2 Pada Sumber Tidak
Bergerak
Konsentrasi gas NO2 dan SO2 Pada sumber tidak bergerak diperoleh dari
data hasil uji emisi yang dilakukan oleh Pabrik Karet PT. Sumber Alam, dimana
pengukuran dilakukan dengan mengukur langsung gas emisi yang dikeluarkan
oleh setiap cerobong sebagai pemantauan kualitas udara. Sampel ini diambil
sebanyak dua kali dalam setahun yaitu pada Bulan April dan Oktober pada Tahun
2020. Berikut merupakan hasil dari pengukuran yang dilakukan oleh Pabrik Karet
PT. Sumber Alam untuk gas NO2 dan SO2 yang terdapat pada tabel 5.1:
38

Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Gas NO2 dan SO2


Hasil Pengukuran
Nama Mesin No Mesin
NO2 (mg/m3) SO2 (mg/m3)
1 59 61
Heater
2 58,15 30,75
1 32,05 25,86
2 26,95 24,37
3 17 29,55
Genset
4 29,25 34,70
5 22,90 37,40
6 24,95 27,05
1 44,40 65,25
2 53,70 29,10
Dryer
3 43,40 29,05
4 51,70 34,25
Sumber: Hasil Pengukuran oleh PT Sumber Alam, 2020

Pabrik Karet PT. Sumber Alam terdapat 3 jenis mesin yang beroperasi,
diantaranya yaitu mesin Heater, Genset, dan Dryer. Mesin Heater digunakan pada
proses produksi kering, alat ini berfungsi sebagai pemanas untuk menghilangkan
kadar air yang masih tersisa pada karet remah. Heater yang digunakan pada
pabrik sebanyak 2 buah. Alat yang digunakan untuk pembangkit pada produksi
karet yaitu Genset, Genset yang beroperasi pada Pabrik Karet PT. Sumber Alam
sebanyak 6 buah. Sedangkan alat yang digunakan pada proses produksi basah
yaitu Dryer, yang berfungsi sebagai pemanas untuk menghilangkan kadar air yang
masih tersisa pada karet remah. Dryer yang digunakan pada pabrik sebanyak 4
buah.
Setiap mesin yang beroperasi menghasilkan gas NO2 dan SO2 dengan nilai
konsentrasi yang berbeda. Mesin Heater nomor 1 meghasilkan nilai konsentrasi
NO2 dan SO2 sebesar 59 mg/m3 dan 61 mg/m3, mesin Heater nomor 2
menghasilkan konsentrasi gas NO2 dan SO2 yaitu sebesar 58,150 mg/m3 dan
30,755 mg/m3. Konsentrasi mesin Genset ini juga menghasilkan nilai konsentrasi
gas NO2 dan SO2 yang berbeda, dimana untuk nilai NO2 tertinggi dihasilkan oleh
mesin Genset nomor 1 dengan nilai NO2 sebesar 32,050 mg/m3, sedangkan untuk
konsentrasi SO2 tertinggi dihasilkan oleh mesin Genset nomor 5 dengan
konsentrasi sebesar 37,400 mg/m3. Sama halnya dengan mesin Dryer, pada mesin
ini juga dihasilkan emisi dari gas NO2 dan SO2 yang berbeda, untuk konsentrasi
NO2 tertinggi dihasilkan oleh mesin Dryer nomor 2 dengan nilai konsentrasi
39

sebesar 53,700 mg/m3 dan untuk nilai konsentrasi SO2 tertinggi dihasilkan oleh
mesin Dryer nomor 1 dengan nilai konsentrasi sebesar 65,255 mg/m3.
Pengaruh hasil konsentrasi gas NO2 dan SO2 yang berbeda pada setiap
mesin disebabkan oleh beberapa faktor seperti umur mesin, kapasitas mesin, dan
hasil pembakaran bahan bakar pada setiap mesin. Faktor pertama yaitu umur
mesin, semakin tua umur mesin maka konsentrasi emisi yang dihasilkan semakin
besar. Hal ini disebabkan karena komponen - komponen mesin telah banyak
mengalami proses keausan. Faktor kedua yaitu kapasitas mesin, semakin besar
kapasitas mesin maka semakin besar pula bahan bakar yang dibutuhkan,
perbedaan kapasitas mesin ini yang mempengaruhi konsentrasi emisi gas
buangnya. Kemudian faktor ketiga yang paling mempengaruhi pula yaitu hasil
pembakaran bahan bakar pada setiap mesin. Emisi yang dihasilkan dalam jumlah
yang besar terjadi karena proses pembakaran bahan bakar pada mesin yang tidak
sempurna. Sebaliknya, jika emisi yang dihasilkan dalam jumlah yang kecil itu
terjadi karena proses pembakaran bahan bakar pada mesin hampir sempurna.

5.2.2 Jam Operasional Mesin


Mesin yang beroperasi pada pabrik karet PT. Sumber Alam memiliki jam
operasional yang berbeda setiap harinya tergantung pada kebutuhan produksi. Jam
operasional yang berbeda ini pula menjadi pengaruh terhadap besarnya emisi yang
dihasilkan oleh setiap mesin. Jam operasional mesin perbulan pada tahun 2020
dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut:
40

Tabel 5.2 Jam Operasional Mesin per-Bulan


Jam Operasional (Jam/Bulan)
Nama Mesin No
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Ags Sept Okt Nov Des
1 553,34 541,46 561,94 500,74 640,9 740,7 470,8 771,96 456,9 491,62 600,5 674,44
Heater
2 553,34 550,42 573,2 500,74 648,62 730,9 546,5 665,56 507,12 586,46 600,5 674,44
1 724,5 680,35 730,2 700 789,8 732,4 673,81 734,2 664,35 632,78 725,34 778,85
2 650,7 780,68 630,1 661,3 620 701,2 744,67 598,4 613,26 704,27 636,45 602,29
3 730,25 630,56 735,5 587,35 553,1 598,25 620,45 673,2 725,23 526 712,62 734,68
Genset
4 700 650,8 680,3 721,39 745,26 752,3 784,27 723,53 782,34 745,34 720,33 735,43
5 680,45 750,32 780,73 632,67 597,89 556,32 520,45 511,65 587,45 632,74 650,85 677,47
6 724,3 600,21 711,25 706,45 709,37 621,45 638,24 656,31 621,32 615,75 608 645,32
1 728 720 667,8 687,23 632,32 629,26 617,42 654,34 732,2 745,6 724,42 728,39
2 728 735,2 669,3 594,1 600 678,89 736,46 745,6 777,22 584,5 639,26 602,6
Dryer
3 602,4 778,1 735,21 725,32 632,45 596,41 736,46 728,41 783,1 631,65 624,7 654,46
4 645,3 787,6 732,45 725,32 665,2 587,24 632 685,3 704,9 746,28 561,45 586,1
Sumber: Hasil Pemantauan oleh PT Sumber Alam, 2020
41

Tabel 5.2 diatas menunjukkan jam operasional (jam kerja) mesin setiap
bulan selama setahun Pabrik Karet PT. Sumber Alam. Seluruh pekerja pada
Pabrik Karet PT. Sumber Alam berjumlah 214 orang, dan pekerja pada bagian
produksi berjumlah 137 orang. Setiap mesin yang dioperasikan pada Pabrik Karet
PT. Sumber Alam memiliki jam operasional masing-masing sesuai kebutuhan
produksi. Dimana setiap mesin beroperasi dimulai dari pukul 05.00 WIB – 17.00
WIB, dimulai pada hari senin hingga sabtu dan pada hari minggu, mesin akan
berproduksi jika ada pemintaan dari perusahaan terkait.
Data jam kerja perbulan pada Pabrik Karet PT. Sumber Alam ini kemudian
dikonversikan mejadi jam perhari, dengan konversi jam kerja setiap bulan dibagi
dengan jumlah hari selama sebulan, sehingga diperoleh hasil jam kerja dengan
satuan jam/hari yang kemudian digunakan untuk perhitungan beban emisi dengan
satuan jam/jam. Pada perhitungan emisi jam kerja dengan satuan jam/hari
sehingga menjadi beban emisi dengan satuan jam/jam, jam kerja dengan satuan
jam/hari dibagi dengan waktu selama 24 jam, artinya mesin tidak beroperasi
penuh selama 1 jam. Berikut tabel 5.3 hasil perhitungan jam kerja setelah
direkapitulasi:
Tabel 5.3 Rekapitulasi Jam Operasional Mesin Tahun 2020

Nama Jam Operasional


No Mesin
Mesin Jam/Semester Jam/Hari Jam/Jam
1 7005,3 38,491 1,604
Heater
2 7137,8 39,219 1,634
1 8566,58 47,069 1,961
2 7943,32 43,645 1,819
3 7827,19 43,007 1,792
Genset
4 8741,29 48,029 2,001
5 7578,99 41,643 1,735
6 7857,97 43,176 1,799
1 8266,98 45,423 1,893
2 8091,13 44,457 1,852
Dryer
3 8228,67 45,212 1,884
4 8059,14 44,281 1,845
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa jam operasional pada setiap mesin berbeda -
beda. Hal ini disebabkan sering kali karena terdapat kendala seperti gangguan
42

pada setiap mesin yang mengakibatkan menurunnya efektivitas dari kinerja pada
mesin tersebut.

5.2.3 Karakteristik Cerobong


Setiap mesin yang beroperasi memiliki cerobong untuk mengeluarkan gas,
sehingga setiap cerobong memiliki dimensi dan laju aliran gas yang berbeda pula.
Pengukuran laju aliran gas yaitu menggunakan metode uji spektrofotometri. Tabel
5.4 dapat dilihat bahwa karakteristik cari cerobong berupa tinggi dan diameter
cerobong serta laju alir dan suhu dari setiap cerobong:
Tabel 5.4 Karakteristik Cerobong
Nama No Tinggi Diameter Luas Laju Suhu
Mesin Mesin (m) (m) Penampang/ A Alir (°C)
(m2) (m/s)

1 15 0,5 0,20 16 120


Heater
2 15 0,5 0,20 16 130
1 10 0,2 0,03 14 130
2 10 0,2 0,03 15 136
3 10 0,2 0,03 14 130
Genset
4 10 0,2 0,03 15 165
5 10 0,2 0,03 13 145
6 10 0,2 0,03 14 160
1 15 0,75 0,44 16 60
2 15 0,75 0,44 16 60
Dryer
3 15 0,75 0,44 16 60
4 15 0,75 0,44 16 60
Sumber: Hasil Pemantauan oleh PT. Sumber Alam, 2020

Mesin Jenis Heater dan Dryer memiliki tinggi cerobong yang sama yaitu
setinggi 15 m, namun pada mesin Genset hanya memiliki tinggi cerobong yaitu 10
m. Terdapat perbedaan diameter cerobong pada setiap mesin, dimana pada mesin
jenis Heater memiliki diameter sebesar 0,5 m, dan diameter Genset 0,2 m, serta
diameter untuk mesin Dryer yaitu 0,75 m.
Laju alir pada setiap cerobong diukur berdasarkan Permen LH No. 07
Tahun 2007 Lampiran I tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi
Katel Uap. Laju alir yang diperoleh juga berbeda-beda pada setiap cerobong hal
ini terjadi karena laju alir diukur bersamaan dengan pengukuran uji emisi pada
masing-masing cerobong.
43

Selain mengukur uji emisi dan laju alir diukur pula suhu gas buang yang
keluar dari cerobong yang dilakukan oleh pabrik karet PT. Sumber Alam, dapat
dilihat pada tabel 5.4 bahwa suhu paling tinggi terdapat pada cerobong mesin
Genset nomor 6 dengan suhu sebesar 160°C, hal ini terjadi karena Genset
digunakan sebagai mesin pembangkit listrik untuk kegiatan produksi apabila
sewaktu-waktu listrik pada pabrik mati atau mengalami gangguan.

5.2.4 Perhitungan Laju Alir Emisi dan Laju Emisi Pencemar pada Cerobong
Perhitungan dilakukan untuk memperoleh hasil beban emisi pada cerobong,
contoh yang diambil berupa perhitungan beban emisi gas NO2 dan SO2 pada
cerobong mesin pabrik karet PT. Sumber Alam:
1. Pada nilai C ialah nilai konsentrasi gas NO2 dan gas SO2 yang terukur pada
cerobong setiap mesin pada pabrik karet PT. Sumber Alam yang didapat pada
tabel 5.1
2. Nilai Q yang diperoleh pada persamaan 4 dapat dilihat pada tabel 5.5
berikut:
Tabel 5.5 Perhitungan Laju Alir Emisi (Q)
Nama No Luas diameter Laju Alir Q
Mesin Mesin Penampang (m) Cerobong (m3/s)
/ A (m2) (m/s)
Heater 1 0,196 0,5 34,00 53,380
2 0,196 0,5 34,00 53,380
Genset 1 0,031 0,2 26,61 16,711
2 0,031 0,2 29,40 18,463
3 0,031 0,2 36,40 22,859
4 0,031 0,2 34,90 21,917
5 0,031 0,2 36,60 22,985
6 0,031 0,2 34,00 21,352
Dryer 1 0,442 0,75 34,00 80,070
2 0,442 0,75 34,00 80,070
3 0,442 0,75 34,00 80,070
4 0,442 0,75 34,00 80,070
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Tabel 5.5 menunjukkan hasil perhitungan laju alir emisi (Q), dapat dilihat
pada tabel tersebut bahwa terdapat variasi nilai laju alir emisi yang dihasilkan
44

pada setiap cerobong mesin. Nilai laju alir emisi tertinggi yaitu berada pada mesin
Dryer dengan laju alir emisi sebesar 80,070 m3/s. Tingginya nilai laju alir pada
mesin Dryer ini disebabkan karena besarnya luas penampang dan diameter pada
cerobong mesin ini yang menyebabkan semakin tinggi pula laju alir emisi yang
dihasilkan. Setelah diperoleh nilai Q kemudian nilai ini digunakan untuk
menghitung laju emisi pencemar (E).
3. Beban emisi gas NO2 dan SO2 pada cerobong pabrik karet PT. Sumber Alam
didapatkan hasil perhitungan pada tabel 5.6 berikut:

Tabel 5.6 Hasil Perhitungan Beban Emisi


Nama No C (mg/m3) Q Jam Beban Beban
Mesin Mesin (m3/s) Operasional Emisi Emisi
NO2 SO2 (jam/jam) NO2 SO2
(kg/jam) (kg/jam)
1 59 61 31,189 1,604 9,09 9,40
Heater
2 58,15 30,75 31,270 1,634 9,13 4,83
1 32,05 25,86 4,962 1,961 1,91 1,54
2 26,95 24 5,596 1,819 1,64 1,48
3 17 29,55 10,080 1,792 1,25 2,17
Genset
4 29,25 34,70 9,535 2,001 2,30 2,72
5 22,90 37,40 9,051 1,735 1,67 2,72
6 24,95 27,05 9,612 1,799 1,74 1,88
1 44,40 65,25 46,192 1,893 12,11 17,80
2 53,70 29,10 47,274 1,852 14,34 7,77
Dryer
3 43,40 29,05 45,990 1,884 11,78 7,89
4 51,70 34,25 46,715 1,845 13,75 9,11
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Perhitungan beban emisi pada cerobong dihitung menggunakan persamaan


3, akan diambil salah satu contoh yaitu pada hitungan beban emisi gas NO2 bagian
mesin Heater nomor 1, berikut merupakan contoh perhitungannya:
E= C x Q x 0,0036 x [Op. Hours]
E = 59 mg/m3 x 31,189 m3/s x 0,0036 x 1,604 jam/jam
E = 9,09 kg/jam
Setelah selesai menghitung nilai beban emisi yang dikeluarkan pada setiap
cerobong mesin di Pabrik Karet PT. Sumber Alam pada tahun 2020. Nilai beban
emisi ini kemudian yang akan diinput ke dalam software Meti-lis.
45

5.2.5 Pengukuran Konsentrasi Gas NO2 dan SO2 Pada Sumber Bergerak
Selain menghitung nilai beban emisi yang dihasilkan dari sumber tidak
bergerak (point source), diperhitungkan pula nilai beban emisi sebagai data
pendukung pada line source atau sumber bergerak yaitu volume kendaraan yang
melalui Jalan Khatulitiwa. Data volume kendaraan yang digunakan sebagai data
pendukung yang diiputkan pada Meti-lis diperoleh dari data sekunder pada
penelitian Putri Rismawati yang berjudul “Analisis Dampak Pembangunan
Rumah Sakit Siantan Hilir Terhadap Kinerja Lalu Lintas Ruas Jalan Khatulistiwa”
pada Tahun 2021.
Data kendaraan pada jalan tersebut kemudian akan dihitung laju emisi yang
digunakan sebagai input data Meti-lis sebagai sumber emisi dari sumber garis
(line source). Perhitungan laju emisi dihitung meggunakan persamaan 5 dengan
menggunakan faktor emisi pada tabel 3.1. Berikut merupakan perhitungan laju
emisi NO2 yang dihasilkan pada Jalan Khatulistiwa dapat dilihat pada tabel 5.7:

Tabel 5.7 Hasil Perhitungan Beban Emisi Rata-Rata Gas NO2 Jalan Khatulistiwa
Jenis Jumlah Faktor Lama Waktu Beban Emisi
Kendaraan (Buah) Emisi Pengamatan (g/m/jam)
(g/km) (Jam)
Sepeda Motor 43.872 0,29 12 1,06
Mobil 6.291 2,3 12 1,21
Bis 42 11,9 12 0,04
Truk 3.134 17,7 12 4,62
Total 6,93
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Perhitungan beban emisi diambil satu contoh pada sepeda motor di Jalan
Khatulistiwa.
Diketahui:
EFi Sepeda Motor : 0,29 g/km
Vi : 43.872 buah
T : 12 jam

Penyelesaian:
46

(0,29 x 43.872)
q=
12

= 1.060 g/km/jam = 1,06 g/m/jam


Berdasarkan tabel di atas, laju emisi rata-rata tertinggi dihasilkan oleh mobil
truk yaitu sebesar 4,62 g/m/jam dengan jumlah kendaraan yaitu sebanyak 3.134
buah. Beban emisi rata-rata total yang dihitung sebesar 6,93 g/m/jam. Setelah
diperoleh laju emisi pada NO2 dihitung pula laju emisi rata-rata pada SO2 yang
dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut:

Tabel 5.8 Hasil Perhitungan Beban Emisi Rata-Rata gas SO2 Jalan Khatulistiwa
Jenis Jumlah Faktor Lama Waktu Beban Emisi
Kendaraan (Buah) Emisi Pengamatan (g/m/jam)
(g/km) (Jam)
Sepeda Motor 43.872 0,008 12 0,0029
Mobil 6.291 0,0026 12 0,0014
Bis 42 0,44 12 0,0033
Truk 3.134 0,82 12 0,2142
Total 0,2217
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Perhitungan beban emisi diambil satu contoh pada sepeda motor di Jalan
Khatulistiwa.
Diketahui:
EFi Sepeda Motor : 0,008 g/km
Vi : 43.872 buah
T : 12 jam
Penyelesaian:
∑𝑛
𝑖=1(𝐸𝐹𝑖 ×𝑉𝑖 )
𝑞= 𝑇

q= (0,008 x 43.872)
12

= 29,24 g/km/jam = 0,0029 g/m/jam


Berdasarkan tabel di atas, laju emisi rata-rata tertinggi dihasilkan oleh mobil
truk yaitu sebesar 0,2142 g/m/jam dengan jumlah kendaraan yaitu sebanyak 3.134
buah. Beban emisi rata-rata total yang dihitung sebesar 0,2217 g/m/jam.
47

5.3 Hasil Pemodelan Pada Meti-lis


Hasil dari pemodelan pada software Meti-lis yaitu berupa penyebaran
(dispersi) suatu zat yang menunjukkan nilai konsentrasi dari polutan NO2 dan SO2
yang disebut dengan isopleth. Isopleth pada penelitian ini terdiri dari dua sumber
pencemar yaitu dari sumber bergerak dan tidak bergerak, dimana pada sumber
bergerak polutan yang dihasilkan berasal dari lalu lintas kendaraan yang melalui
pabrik karet PT. Sumber Alam. Sedangkan, pada sumber tidak bergerak polutan
berasal dari cerobong yang terdapat pada pabrik karet PT. Sumber Alam. Berikut
merupakan hasil isopleth gas NO2 dan SO2 dari sumber bergerak dan tidak
bergerak dengan software Meti-lis:

5.3.1 Sumber Bergerak (Line Source)


1. Gas Nitrogen Dioksida (NO2)
Sebaran gas NO2 yang berasal dari sumber bergerak dalam bentuk isopleth
menggunakan software Meti-lis dapat dilihat pada Gambar 5.3 berikut:

Gambar 5.3 Isopleth polutan NO2 dari Sumber Bergerak


Hasil dari isopleth polutan NO2 pada gambar diatas terdapat beberapa
klasifikasi warna yaitu ungu dengan konsentrasi lebih dari 1 µg/m3, warna merah
0,5 - 1 µg/m3, warna kuning 0,1 – 0,5 µg/m3, warna hijau muda 0,05 – 0,1 µg/m3,
warna hijau tua 0,01 – 0,05 µg/m3 dan warna biru dengan konsentrasi 0,005 – 0,01
48

µg/m3. Hasil dari pemodelan tersebut menunjukkan tingkat konsentrasi tertinggi


terdapat pada wilayah yang ditandai dengan warna kuning sedangkan konsentrasi
terendah terdapat pada wilayah yang ditandai dengan warna biru.
Berdasarkan hasil wind rose bahwa angin bergerak dari arah Barat Daya
menuju ke arah Timur Laut . Hal ini mengakibatkan hasil penyebaran polutan
menunjukkan nilai NO2 lebih dominan menuju ke arah Timur Laut. Penyebab
tingginya nilai konsentrasi NO2 pada arah Timur Laut dikarenakan lokasi tersebut
terletak di dekat jalan raya, dimana banyak kendaraan bermotor yang menjadi
sumber polutan NO2. Nilai konsentrasi tertinggi yang diperoleh dari hasil
pemodelan adalah 154,47 µg/m3 semakin ke arah Timur Laut konsentrasi semakin
mengecil menjadi 8,73 µg/m3. Nilai konsentrasi NO2 hasil dispersi dengan Meti-
lis masih berada di bawah baku mutu menurut PP No. 22 Tahun 2021 dengan nilai
maksimum sebesar 200 µg/m3. Menurut (Winardi, 2015) Semakin tinggi suhu di
permukaan bumi maka semakin tinggi pula ketidakstabilan atmosfer, hal ini yang
dapat menyebabkan konsentrasi gas pencemar di udara ambien semakin rendah
karena gas pencemar dengan mudah bergerak ke atas secara vertical
meninggalkan permukaan bumi.
Hasil wind rose di Jalan khatulistiwa menggunakan hasil wind rose pada
gambar 5.1 sama halnya dengan di Jalan Gusti Situt Mahmud sehingga arah
angin pada Jalan Khatulistiwa sama dengan Jalan Gusti Situt Mahmud, angin
bergerak dari arah Barat Daya menuju ke arah Timur Laut. Zona Kuning pada
Jalan Gusti Situt Mahmud seluas 18,68 m2. Zona hijau muda seluas 28,77 m2.
Zona hijau tua seluas 67,44 m2 dan zona biru seluas 119,59 m2. Daerah yang
terkena dampak dari polutan NO2 di Jalan Gusti Situt Mahmud adalah kawasan
permukiman di Jalan Parit Pangeran – Jalan Selat Sumba.
2. Gas Sulfur Dioksida (SO2)
Hasil sebaran gas sulfur dioksida (SO2) yang berasal dari sumber bergerak
dalam bentuk isopleth menggunakan software Meti-lis dapat dilihat pada gambar
5.4, berikut:
49

Gambar 5.4 Isopleth polutan SO2 dari Sumber Bergerak


Isopleth hasil dari polutan SO2 pada gambar diatas terdapat beberapa
klasifikasi warna yaitu 0,5 - 1 µg/m3, warna kuning 0,1 – 0,5 µg/m3, warna hijau
muda 0,05 – 0,1 µg/m3, warna hijau tua 0,01 – 0,05 µg/m3 dan warna biru dengan
konsentrasi 0,005 – 0,01 µg/m3. Hasil dari pemodelan tersebut menunjukkan
tingkat konsentrasi tertinggi terdapat pada wilayah yang ditandai dengan warna
kuning sedangkan konsentrasi terendah terdapat pada wilayah yang ditandai
dengan warna biru.
Berdasarkan hasil wind rose bahwa angin bergerak dari arah Barat Daya
menuju ke arah Timur Laut. Hal ini mengakibatkan hasil penyebaran polutan
menunjukkan nilai SO2 lebih dominan menuju ke arah Timur Laut. Penyebab
tingginya nilai konsentrasi SO2 pada arah Timur Laut dikarenakan pada lokasi
tersebut terletak di dekat jalan raya, dimana banyak kendaraan bermotor yang
menjadi sumber polutan SO2. Nilai konsentrasi tertinggi yang diperoleh dari hasil
pemodelan adalah 121,24 µg/m3 semakin ke arah Timur Laut konsentrasi semakin
mengecil menjadi 6,89 µg/m3. Nilai konsentrasi SO2 hasil dispersi dengan Meti-
lis masih berada di bawah baku mutu menurut PP No. 22 Tahun 2021 dengan nilai
maksimum sebesar 150 µg/m3.
Menurut arah angin yang diperoleh dari hasil wind rose, arah angin bergerak
dari arah Barat Daya menuju ke arah Timur Laut. Hal ini yang menjadi penyebab
50

kawasan permukiman di Jalan Parit Pangen – Jalan Selat Sumba merupakan


daerah yang terkena dampak dari polutan. Daerah tersebut termasuk ke dalam
zona yang berwarna kuning dengan luas jangkauan sebesar 18,68 m3. Daerah
yang terindentifikasi zona kuning tersebut dapat dilakukan penanggulangan
dengan menanam pepopohonan sebagai penyerap gas polutan, penyaring partikel
padat, dan sebagai penahan angin. Perlu dipertahankan pula kondisi dimana
konsentrasi polutan dari gas NO2 dan SO2 tidak melebihi nilai baku mutu PP No.
22 Tahun 2021 dengan mengendalikan tingkat penggunaan kendaraan dan
memberdayakan transportasi masal yang berkualitas sehingga masyarakat
memiliki ketertarikan untuk menggunakan transportasi massal tersebut.

5.3.2 Sumber Tidak Bergerak (Point Source)


1. Gas Nitrogen Dioksida (NO2)
Berdasarkan hasil pengukuran langsung udara ambien yang dilakukan oleh
pihak Pabrik Karet PT. Sumber Alam pada Tahun 2020 selama 1 jam yang
berlokasi di dekat laboratorium dengan koordinat 00°01’05,3” LS dan
109°21’11,3”BT diperoleh hasil konsentrasi gas NO2 sebesar 148,8 µg/m3.
Menurut PP No 22 Tahun 2021 konsentrasi kadar NO2 masih termasuk dalam
keadaan yang aman karena standar baku mutu udara ambien untuk gas NO2
sebesar 200 µg/m3. Data kualitas udara ambien ini digunakan sebagai validasi
antara nilai pemodelan dan nilai yang diukur sebenarnya di lapangan, sehingga
dapat diperoleh nilai ketelitian dari isopleth hasil pemodelan pada software Meti-
lis.
Isopleth hasil pemodelan yang menunjukkan nilai konsentrasi penyebaran
polutan NO2 berasal dari sumber tidak bergerak (cerobong) yang terletak di
Pabrik karet PT. Sumber Alam, Kalimantan Barat. Berikut merupakan hasil
isopleth dari sumber tidak bergerak (cerobong):
51

Gambar 5.5 Isopleth NO2 dari Sumber Tidak Bergerak


Gambar diatas menunjukan terdapat beberapa perbedaan warna yang sesuai
dengan konsentrasi gas NO2. Warna merah menunjukkan titik dimana polutan
NO2 dihasilkan dan memiliki konsentrasi yang berkisar antara 0,5 - 1 µg/m3.
Warna kuning menunjukkan daerah yang berdampak terkena polutan dengan
konsentrasi berkisar antara 0,1 – 0,5 µg/m3. Sedangkan, untuk daerah yang
ditandai dengan warna hijau muda, hijau tua dan biru merupakan daerah yang
aman dari dampak polutan dengan konsentrasi warna hijau muda antara 0,05 – 0,1
µg/m3, warna hijau tua antara 0,01 – 0,05 µg/m3 dan konsentrasi warna biru antara
0,005 – 0,01 µg/m3.
Hasil dari pemodelan pada gambar 5.5 berada tepat pada titik pengambilan
sampel udara ambien di depan pabrik karet PT. Sumber Alam yang dimana lokasi
tersebut berdekatan dengan sumber emisi. Titik pengambilan sampel udara
ambien berkoordinat 00°01’05,3” LS dan 109°21’11,3”BT yang memiliki
konsentrasi udara ambien sebesar 147,52 µg/m3 yang ditandai dengan warna
kuning, namun konsentrasi hasil pemodelan masih termasuk kategori aman
berdasarkan PP No. 22 tahun 2021 konsentrasi gas polutan NO2 sebesar 200
µg/m3, namun tetap harus dilakukan tindakan pencegahan untuk mencegah
semakin besarnya konsentrasi gas NO2 tersebut.
52

Hasil wind rose pada gambar 5.1 menunjukkan bahwa angin berhembus
dari arah Barat Daya menuju ke arah Timur Laut. Hal ini menunjukkan nilai
konsentrasi penyebaran gas NO2 dominan menuju ke arah Timur Laut. Dapat
dilihat bahwa permukiman yang berdampak terkena polusi yaitu permukiman
penduduk Gg. Swadaya 1 dengan radius kawasan yang tercemar seluas 66,17 m2.
Faktor yang mempengaruhi yaitu lamanya penyinaran matahari yang akan
menyebabkan tinggi rendahnya suhu di bumi, yang mana suhu bumi ini akan
berpengaruh pada stabilitas udara di atmosfer, jika udara yang berada di atmosfer
stabil maka kepulan yang berasal dari cerobong tidak akan terdispersi ke daerah
sekitar.

2. Gas Sulfur Dioksida (SO2)


Berdasarkan hasil pengukuran langsung yang dilakukan oleh pihak Pabrik
Karet PT. Sumber Alam pada Tahun 2020 selama 1 jam diperoleh hasil
konsentrasi gas SO2 sebesar 102,3 µg/m3. Menurut PP No 22 Tahun 2021
konsentrasi kadar SO2 masih termasuk dalam keadaan yang aman karena standar
baku mutu udara ambien untuk gas SO2 sebesar 150 µg/m3. Data kualitas udara
ambien ini digunakan sebagai validasi antara nilai pemodelan dan nilai yang
diukur sebenarnya di lapangan, sehingga dapat diperoleh nilai ketelitian dari
isopleth hasil pemodelan pada software Meti-lis.
Konsentrasi yang berasal dari hasil pemodelan pada software Meti-lis yang
berada pada wilayah pabrik karet PT. Sumber Alam cenderung menyebar ke arah
Timur Laut, hal ini sesuai dengan hasil wind rose yaitu angin berhembus dari arah
Barat Daya menuju ke arah Timur Laut. Berikut hasil isopleth dari cerobong
pabrik karet PT. Sumber Alam:
53

Gambar 5.6 Isopleth SO2 dari Sumber Tidak Bergerak


Gambar diatas diambil tepat pada titik pengambilan sampel udara ambien
yaitu di dekat laboratorium Pabrik Karet PT. Sumber Alam dengan koordinat
00°01’05,3” LS dan 109°21’11.3”BT memiliki konsentrasi sebesar 100,081 µg/m3
yang ditandai dengan warna kuning dengan radius kawasan yang tercemar seluas
48,42 m2. Kawasan yang termasuk ke zona yang berwarna kuning yaitu kawasan
permukiman di sekitar Gg. Swadaya 1 yang dimana letaknya tidak jauh dari
pabrik karet PT. Sumber Alam. Daerah yang terindetifikasi berwarna kuning pada
hasil isopleth SO2 sama dengan lokasi persebaran pada hsil isopleth NO2, hal ini
disebabkan karena data meteorologi yang digunakan pada keduanya sama. Nilai
konsentrasi yang diperoleh dari hasil pemodelan software Meti-lis kemudian
digunakan untuk validitas antara pemodelan dan nilai yang diukur sebenarnya di
lapangan.

5.4 Validasi Model


Hasil dari pemodelan Meti-lis dilakukan validasi dengan membandingkan
nilai konsentrasi gas NO2 dan SO2 berdasarkan hasil dari pemantauan udara
ambien yang diukur secara langsung dengan hasil pemodelan yang diperoleh dari
software Meti-lis analisis pada tahun 2022. Validasi model ini menggunakan
analisis Root Mean Square Percent Error (RMSPE), analisis ini digunakan untuk
54

mengetahui besar error yang terjadi. RMSPE untuk mengukur rata-rata persentase
perbedaan antara data yang sebenarnya dengan hasil dari pemodelan
menggunakan rumus yang berdasarkan pada persamaan 6. Perhitungan RMSPE
ini hanya dihitung pada hasil pemodelan dari sumber tidak bergerak. Sedangkan
untuk hasil dari pemodelan dari sumber bergerak tidak dihitung menggunakan
metode RMSPE. Berikut merupakan hasil validasi model dapat dilihat pada tabel
5.9:
Tabel 5.9 Hasil Validasi Model
Gas Lokasi Kualitas Hasil 𝟏 𝑨𝒕 − 𝑺𝒕
𝟐
Titik Udara Pemodelan [√ (( ) )] × 𝟏𝟎𝟎%
𝒏 𝑨𝒕
Ambien (At) (St)
Titik 1 148,8 0,28
NO2 Titik 2 75,9 147,52 93,8
Titik 3 89,85 63,24
Titik 1 102,3 2
SO2 Titik 2 37,4 100,081 166
Titik 3 37,1 168
Sumber: Hasil Analisis, 2022

Contoh perhitungannya sebagai berikut:


Diketahui
St = 147,52
At = 148,8
Penyelesaian:

1 𝐴𝑡−𝑆𝑡 2
RMSPE = [√𝑛 (( 𝐴𝑡
) )] × 100%

1 148,8−147,52 2
RMSPE = [√1 (( 148,8
) )] × 100%

RMSPE = 0,28%
Hasil perhitungan RMSPE menunjukkan bahwa terdapat perbedaan error di
setiap lokasi penelitian. Dapat dilihat pada kurva gambar 5.7 untuk mengetahui
perbandingan hasil pemodelan dan hasil pengukuran di lapangan:
55

160 148,8 147,52 147,52 147,52


140

120

100 89,85
75,9
80

60

40

20

0
Titik 1 Titik 2 Titik 3

kualitas udara ambien (At) hasil pemodelan (St)

Gambar 5.7 Perbandingan Konsentrasi NO2 antara Hasil Pemodelan dan


Pengukuran di Lapangan

Grafik diatas menunjukan perbedaan hasil simulasi dari pemodelan dan


hasil perhitungan secara langsung di lapangan. Grafik titik 1 merupakan
pengukuran pada lokasi 1 yaitu di dekat laboratorium Pabrik Karet PT.Sumber
Alam dengan koordinat 00°01’05,3”LS dan 109°21’11.3”BT. Pengukuran
langsung didapatkan konsentrasi sebesar 148,8 µg/m3 dan untuk hasil pemodelan
didapat 147,52 µg/m3, sehingga besar nilai RMSPE sebesar 0,28% artinya
RMSPE yang diperoleh kurang dari 10%. Pada grafik terletak pada lokasi titik 2
yang berada di depan pabrik dengan koordinat 00°01’05,2”LS dan
109°21’10,5”BT menunjukkan hasil konsentrasi pengukuran secara aktual lebih
kecil dibandingkan dengan pemodelan, yaitu konsentrasi pengukuran langsung
sebesar 75,9 µg/m3 sedangkan hasil dari pemodelan sebesar 147,52 µg/m3, sama
halnya dengan grafik terletak pada lokasi titik 3 yang berada di dalam Pabrik
Karet PT. Sumber Alam dengan koordinat 00°01’08,7”LS dan 109°21’11,7”BT
menunjukkan bahwa hasil konsentrasi pengukuran secara aktual lebih kecil
dibandingkan dengan pemodelan, dimana untuk konsentrasi pada pengukuran
secara aktual yaitu sebesar 89,85 µg/m3 sedangkan hasil dari pemodelan sebesar
147,52 µg/m3.
56

120
102,3 100,081 100,081 100,081
100

80

60

37,4 37,1
40

20

0
Titik 1 Titik 2 Titik 3

kualitas udara ambien (At) hasil pemodelan (St)

Gambar 5.8 Perbandingan Konsentrasi SO2 Antara Hasil Pemodelan dan


Pengukuran di Lapangan

Grafik SO2 pada gambar 5.8 diatas menunjukkan perbandingan konsentrasi


pengukuran gas SO2 secara langsung dengan hasil pemodelan. Grafik 1
menunjukkan pengukuran pada lokasi titik 1 yang berada di dekat laboratorium
Pabrik Karet PT. Sumber Alam dengan koordinat 00°01’05,3”LS dan
109°21’11.3”BT, dimana nilai dari pengukuran aktual gas SO2 pada titik 1
diperoleh konsentrasi sebesar 102,3 µg/m3 sedangkan untuk hasil yang diperoleh
dari pemodelan terlihat menurun yaitu sebesar 100,081 µg/m3. Penurunan
konsentrasi gas SO2 tidak terlalu jauh antara hasil dari pengukuran aktual dan
hasil dari pemodelan dengan nilai RMSPE sebesar 2%. Hal ini artinya nilai
RMSPE berada di bawah 10%. Grafik yang menunjukkan lokasi pada titik 2 yaitu
lokasi pengukuran aktual yang berada di depan Pabrik Karet PT. Sumber Alam
dengan koordinat 00°01’05,2”LS dan 109°21’10,5”BT dapat diketahui bahwa
konsentrasi pengukuran langsung sebesar 37,4 µg/m3 sedangkan untuk hasil dari
pemodelan sebesar 100,081 µg/m3, tidak terlalu jauh nilai konsentrasi yang
diperoleh dari pengukuran aktual pada titik 2 dan titik 3. Pengukuran aktual pada
titik 3 yaitu berada di dalam Pabrik Karet PT. Sumber Alam yang berkoordinat
00°01’08,7”LS dan 109°21’11,7”BT dengan konsentrasi sebesar 37,1 µg/m3
sedangkan konsentrasi hasil dari pemodelan sebesar 100,081 µg/m3.
57

Gambar 5.7 dan gambar 5.8 yang menunjukkan grafik dari perbandingan
konsentrasi dari gas NO2 dan SO2 antara hasil pemodelan dan pengukuran di
lapangan diketahui bahwa titik yang memenuhi syarat nilai RMSPE dibawah 10%
yaitu pada titik lokasi nomor 1 yang berada di dekat laboratorium dengan
koordinat 00°01’05,3”LS dan 109°21’11.3”BT. Hal ini disebabkan karena lokasi
pengukuran berada didekat sumber emisi yang dimana pada lokasi tersebut
banyak kontaminasi gas NO2 dan SO2 yang berasal dari emisi transportasi di
kawasan lokasi Pabrik Karet PT. Sumber Alam.
Lokasi pengukuran pada Titik 2 dan titik 3 secara aktual diketahui bahwa
nilai konsentrasi gas NO2 dan SO2 antara hasil pemodelan dan pengukuran
langsung di lapangan tidak memenuhi syarat nilai RMSPE, karena nilai hasil
perhitungan RMSPE melebihi 10%. Hal ini disebabkan karena pada pengukuran
aktual di titik 2 dan titik 3 letaknya jauh berada dari sumber emisi dan terhalang
oleh bangunan dan pepohonan yang tinggi di sekitar lokasi Parbik Karet PT.
Sumber Alam. Menurut Gratimah (2009) keberadaan pepohonan yaitu sebagai
identitas kota dan estetika, pelestarian dan penyaring partikel padat, penyerap gas
polutan dan penghasil O2 sekaligus sebagai peredam kebisingan dan penahan
angin. Selain pepohonan, faktor yang mempengaruhi tingkat konsentrasi di sekitar
kawasan Pabrik Karet PT. Sumber Alam yaitu suhu dan kecepatan angin.
Faktor meteorologi juga menjadi faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya nilai konsentrasi emisi pada udara ambien. Faktor yang dapat
mempengaruhi antara lain yaitu kecepatan dan arah angin, suhu, sertakelembapan
relatif. Kecepatan dan arah angin yang tinggi akan mempercepat terjadinya
penurunan kadar suatu zat di udara, suhu yang tinggi juga akan menyebabkan
konsentrasi gas – gas di permukaan menurun, serta jika kelembapan di udara
relatif tinggi berarti banyak uap air yang terkandung di udara yang menyebabkan
gas – gas bereaksi dengan air akan mengurangi konsentrasi gas di atmosfer.
Menurut (Prakoso, 2018), bahwa variasi suhu udara di kepulauan Indonesia
tergantung pada ketinggian tempat. Suhu udara akan semakin rendah pada tempat
yang tinggi. Apabila suhu suatu tempat tinggi, maka kelembabannya rendah.
Sebaliknya apabila suhu rendah, maka kelembaban tinggi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pemodelan yang telah dilakukan
diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Hasil yang diperoleh dari pemantauan kualitas udara ambien yang dilakukan
oleh Pabrik Karet PT. Sumber Alam pada 3 titik lokasi, diketahui bahwa
konsentrasi gas NO2 tertinggi yaitu sebesar 148,8 µg/m3 dan konsentrasi gas
SO2 tertinggi yaitu sebesar 102,3 µg/m3. Nilai Konsentrasi gas NO2 dan SO2
tetinggi diukur pada titik lokasi yang berada di dekat laboratorium dengan
koordinat 00°01’05,3”LS dan 109°21’11.3”BT. Jika dibandingkan dengan
standar baku mutu menurut PP No. 22 Tahun 2021, maka nilai konsentrasi zat
pencemar yang berada pada titik pemantauan kualitas udara masih dalam
kategori aman karena nilai konsentrasi zat pencemar berada dibawah standar
baku mutu.
2. Pola dispersi gas pencemar NO2 dan SO2 hasil pemodelan Meti-lis dari
sumber bergerak dan tidak bergerak cenderung menyebar kearah Timur Laut
hal ini disebabkan karena kecepatan angin yang dominan bergerak dari arah
Barat Daya menuju ke arah Timur Laut. Nilai konsentrasi NO2 tertinggi dari
sumber bergerak sebesar 154,47 µg/m3 dan nilai konsentrasi SO2 tertinggi
sebesar 121,24 µg/m3. Sedangkan, pada sumber tidak bergerak nilai
konsentrasi NO2 tertinggi sebesar 147,52 µg/m3 dan konsentrasi SO2 tertinggi
sebesar 100,081 µg/m3.
3. Nilai validasi antara konsentrasi hasil pemodelan dan konsentrasi hasil
pengukuran langsung memenuhi kriteria nilai validasi yang dibawah 10%.
Namun pada lokasi titik 2 dan titik 3 pengambilan sampel nilai validasi
melebihi 10%, hal ini disebabkan karena letak lokasi pada pengukuran
langsung berada jauh dari sumber emisi dan terhalang bangunan dan
pepohonan yang tinggi yang dapat menyaring partikel padat dan menyerap
gas polutan.

58
59

6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat
diberikan adalah:
1. Perlu dilakukan pengukuran secara langsung oleh peneliti mengenai kualitas
udara ambien dan pengukuran emisi cerobong di wilayah studi guna
mendapatkan nilai konsentrasi yang akurat.
2. Menggunakan variasi pemodelan atau perangkat lunak lainnya seperti
Aermod Version 22112 untuk memprediksi pola dispersi gas polutan.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, J. 2018. Pemodelan Polusi Udara Dengan Gaussian Plume. Universitas


Graha Nusantara, Sumatera Utara.
Anugrah, N. 2017. Analisa Dispersi Sulfur Dioksida (SO2) dari Sumber Point
Source Insinerator Rumah Sakit St. Antonius Menggunakan Model Meti-lis.
Pontianak: Universitas Tanjungpura.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pontianak, 2018. Kecamatan Pontianak Utara
Dalam Angka 2018. https://pontianakkota.bps..go.id. (diakses tanggal 27
November 2020).
Destiwansari, S. 2020. Kepentingan Indonesia Melakukan Ekspor Karet Alam Ke
Jepang Pada Masa Pemerintahan Jokowi (2014-2019). Riau: Universitas
Riau.
Fadholi, A. 2013. Analisis Data Angin Permukaan Di Bandara Pangkalpinang
Menggunakan Metode Windros. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Fahmi, M. H. 2019. Analisis Kualitas Udara Ambien Di Kota Lhokseumawe.
Banda Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam.
Faroqi, A.; Hadisantoso, E. P.; Halim, D. K.; Sanjaya, M. 2016. Perancangan
Alat Pendeteksi Kadar Polusi Udara Menggunakan Sensor Gas MQ-7
Dengan Teknologi Wireless HC-05. Bandung: Universitas Sunan Gunung
Djati.
Gunawan, H.; Ruslinda, Y.; Bachtiar, V. S.; Dwinta, A. 2018. Model Hubungan
Konsentrasi PM10 Di Udara Ambien Dengan Karakteristik Lalu Lintas Di
Jaringan Jalan Primer Kota Padang. Padang : Universitas Andalas.
Gusrianti, D. 2016. Analisis Sebaran Karbon Monoksida Dari Sumber
Transportasi Di Jalan Sisingamangaraja Dengan Metode Gaussian Line
Source Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Sumatera Utara:
Universitas Sumatera Utara.
Hakim, L; Putra P. T; dan Zahratu A. L. 2017. Efektivitas Jalur Hijau Dalam
Mengurangi Polusi Udara Oleh Kendaraan Bermotor. Bogor: Universitas
Teknologi Bogor.
Handriyono, E. H; dan Kusuma M. N. 2017. Estimasi Beban Emisi So2 Dan Nox
Dari Kegiatan Industri Di Karang Pilang Surabaya. Seminar Nasional Sains
dan Teknologi Terapan V 2017. Institut Teknologi Adhitama, Surabaya.
Harahap, M. A. 2018. Hubungan Antara Kualitas Udara Ambien (O3, SO2, NO2
Dan PM10) Dengan Kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Di
Kota Pekanbaru Tahun 2014-2017. Sumatera Utara: Universitas Sumatera
Utara.
Hasan, N; Fattah, I; dan Risna. 2020. Analisis Pencemaran Udara Akibat Pabrik
Aspal Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Pengendalian Pencemaran Udara. Parepare: Universitas Muhammadiyah.
Imamuddin, J. A. 2019. Analisis Struktur Dan Kinerja Industri Crumb Rubber di
Indonesia. Semarang:Universitas Diponegoro.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1407 Tahun 2002 Tentang
Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara.
Kurniawati, R. T. H; Rahmawati, R; dan Wilandari, Y. 2015. Pengelompokan
Kualitas Udara Ambien Menurut Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah
Menggunakan Analisis Klaster. Semarang: Universitas Diponegoro.
Liandy, 2015. Analisis Sebaran Total Suspended Particulate (TSP), Sulfur
Dioksida (SO2), dan Nitrogen Dioksida (NO2) Di Udara Ambien Dari Emisi
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Banten 3 Lontar Dengan Model
Gaussian. Indonesian Journal of Urban and Environment Technology 7 (2):
47-56.
Maharini, G. A. K. S. 2017. Pemodelan Dispersi Pencemaran Udara Sumber
Majemuk Industri Semen Di Kabupaten Tuban Jawa Timur. Surabaya:
Institut Sepuluh Nopember.
Mursinto, D; dan Kusumawardani, D. 2016. Estimasi Dampak Ekonomi Dari
Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan Di Indonesia. Surabaya:
Universitas Airlangga.
Ningrum, D. I. 2019. Analisis Pengukuran Gas Karbon Dioksida (Co2) Di
Kawasan Komersial Ada Swalayan Danjalan Perintis Kemerdekaan Kota
Semarang Menggunakan Teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV).
Semarang: Universitas Diponegoro.
Nurpratama, A. K. 2019. Analisis Risiko Paparan Nitrogen Dioksida (No2)
Terhadap Anak Sekolah Di Sd Negeri Kakatua Kota Makassar. Makkasar:
Universitas Islam Negeri Alauddin.
Pangerapan, S. B; Sumampouw, O. J; dan Joseph W. B. S. 2018. Analisis Kadar
Karbon Monoksida (CO) Udara Di Terminal Beriman Kota Tomohon
Tahun 2018. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah.
Purnama, N. L. 2017. Monitoring Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) dan
Parameter Meteorologi (kelembaban, Suhu, dan, Kecepatan, Angin) Di
Terminal Tawang Alun Kabupaten Jember. Jember: Universitas Jember.
Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian, 2007. Gambaran Sekilas
Industri Karet. Jakarta.
Rahsia, S. A. 2015. Analisis Dispersi Gas CO dan SO2 Dari Sumber Tetap (Point
Source) Menggunakan Model Meti-lis. Pontianak, Universitas Tanjungpura.
Rahmaniar dan Nesi Susilawati. 2018. Pemanfaatan Limbah Padat Crumb Rubber
Untuk Pembuatan Tegel Karet Menggunakan Bahan Pengisi Dari Pasir
Kuarsa. Jurnal Dinamika Penelitian Industri. Vol. 29 (II). Hal. 128-136.
Ramadhani, A. 2017. Pemodelan Dispersi Pencemaran Udara Sumber Majemuk
Industri Semen Di Kabupaten Tuban Jawa Timur. Surabaya: Institut
Sepuluh Nopember.
Rivanda, A. 2015. Pengaruh Paparan CO2 Terhadap Daya Konduksi Trakea.
Lampung: Universitas Lampug.
Siburian, O. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Karet
Alam Indonesia Ke Singapura Tahun 1980-2010. Semarang: Universitas
Negeri Semarang.
Sofiani, I. H., et al. 2018. Budidaya Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) Di
Indonesia Dan Kajian Ekonominya. Bandung: Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Djati.
Tampubolon, J. 2016. Alat Uji Kualitas Udara Portable Berbasis Mikrokontroler
Atmega8535. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Wahab, A. W., et al. 2019. Pelatihan Pengukuran Emisi Gas Karbon Monoksida
(CO) dan Nitrogen Oksida (NOx) pada Kendaraan Bermotor di SMA
Negeri 2 Bone. Jurnal Pelatihan Volume 3 (II).
Wangintan, R. 2005. Meti-lis Operational Manual V.2.03. Japan: National
Institute of Advanced Industrial Science and Technology.
Wicaksono, G. 2016. Rancang Bangun Alat Pengukur Arah dan Kecepatan
Angin. Surabaya: Universitas Airlangga.
Wijiarti, K; Darundiati, Y. H; dan Dewanti, N. A. Y. 2016. Analisis Risiko
Kesehatan Lingkungan Paparan Sulfur Dioksida (SO2) Udara Ambien Pada
Pedagang Kaki Lima Di Terminal Bus Pulogadung, Jakarta Timur.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Yuliando, D. T. 2017. Strategi Pengendalian Pencemaran Gas Karbon
Monoksida (Co) Oleh Aktivitas Transportasi Di Kota Padang, Sumatera
Barat. Surabaya: Institut Sepuluh Nopember.
Yunita, R. D; dan Kiswandono A. A. 2017. Kajian Indeks Standar Pencemaran
Udara (ISPU) Sulfur Dioksida SO2 Sebagai Polutan Udara Pada 3 Lokasi
di Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Yuslinanda, N. 2018. Kajian CO2 Berdasarkan Emisi Dari Transportasi Dan
Penyerapan Rth Eksisting Dan Masterplan Its 2015 Dengan Menggunakan
Box Model. Surabaya: Institut Sepuluh Nopember.

Anda mungkin juga menyukai