Anda di halaman 1dari 34

DEBU JATUH DAN TOTAL SUSPENDED PARTICULATE DARI

TANAH REGOSOL PADA BERBAGAI KECEPATAN ANGIN,


KADAR AIR TANAH DAN TUTUPAN LAHAN

YOGA ARMANDO

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Debu Jatuh dan Total
Suspended Particulate dari Tanah Regosol pada Berbagai Kecepatan Angin, Kadar
Air Tanah dan Tutupan Lahan adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016

Yoga Armando
F44120026
ABSTRAK
YOGA ARMANDO. Debu Jatuh dan Total Suspended Particulate dari Tanah
Regosol pada Berbagai Kecepatan Angin, Kadar Air Tanah dan Tutupan Lahan.
Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO.

Partikulat penting yang berada di atmosfer perkotaan seperti particulate


matter (PM) dan debu tidak hanya mempengaruhi kualitas udara kota, tetapi juga
berpengaruh terhadap masalah kesehatan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah
mengukur dan menganalisis debu jatuh dan Total Suspended Particulate (TSP)
serta korelasinya dengan kecepatan angin, kadar air tanah dan tutupan lahan pada
tanah Regosol Kota Bandar Lampung. Penelitian dilakukan berdasarkan SNI 13-
4703-1998 dan SNI 19-7119.3-2005. Analisis tekstur tanah dilakukan dengan
metode hidrometri yang mengacu pada USDA. Bangkitan debu jatuh rata-rata pada
tanah Regosol dari Kota Bandar Lampung melebihi baku mutu untuk daerah
pemukiman tetapi tidak melebihi baku mutu daerah industri dengan nilai 16
ton/km2/bulan. Bangkitan TSP tidak melebihi baku mutu dengan nilai 106 μg/Nm3.
Bangkitan debu jatuh dan TSP berkorelasi positif terhadap kecepatan angin dan
berkorelasi negatif terhadap kadar air tanah dan tutupan lahan. Faktor emisi debu
jatuh dan TSP dipengaruhi oleh kecepatan angin, kadar air tanah dan tutupan lahan.

Kata Kunci: baku mutu, debu jatuh, faktor emisi, Regosol, total suspended
particulate

ABSTRACT
YOGA ARMANDO. Dustfall and Total Suspended Particulate of Land Regosol at
Various Wind Speed, Soil Moisture Content and Land Cover. Supervised by ARIEF
SABDO YUWONO.

Important particulates in urban atmosphere such as particulate matter (PM)


and dust not only affect city air quality, but also impact on public health problems.
The objective of this research were to measure and analyze dustfall and TSP
generation and also its correlation with wind speed, soil moisture content and land
cover of Regosol soil at Bandar Lampung. The study was conducted based on SNI
13-4703-1998 and SNI 19-7119.3-2005. Soil texture analysis was conducted using
a hydrometri in accordance with USDA standard. Mean dustfall generation from
Regosol soil exceeded the quality standard for residential area but did not exceeded
quality standard for industrial area with the value 16 tons/km2/month. Average TSP
generation of 106 μg/Nm3 did not exceed the quality standard. Dustfall and TSP
generation positively correlated to wind speed and negatively correlated to soil
moisture and land cover. Emission factors of dustfall and TSP were affected by
wind speed, soil moisture and land cover.

Key words: dustfall, emission factor, quality standard, Regosol, total suspended
particulate
DEBU JATUH DAN TOTAL SUSPENDED PARTICULATE DARI
TANAH REGOSOL PADA BERBAGAI KECEPATAN ANGIN,
KADAR AIR TANAH DAN TUTUPAN LAHAN

YOGA ARMANDO

Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia, hidayah,
dan rahmat-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Debu Jatuh dan Total Suspended
Particulate dari Tanah Regosol pada Berbagai Kecepatan Angin, Kadar Air Tanah
dan Tutupan Lahan” dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini merupakan
sebagian penelitian payung yang sedang dilakukan oleh Dr Ir Arief Sabdo Yuwono,
MSc.
Ucapan terima kasih diucapkan kepada Dr Ir Arief Sabdo Yuwono, MSc
selaku pembimbing atas bantuannya serta waktu dan kesempatan yang telah
diluangkan dalam memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, dan masukan
selama perkuliahan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, pembuatan
makalah, hingga penyusunan skripsi. Demikian juga kepada Prof Dr Ir Asep Sapei,
MS dan Dr Satyanto Krido Saptomo, STP, MSi selaku dosen penguji atas masukan
dan arahannya untuk kelengkapan karya ilmiah ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Mang Handi yang telah
memberikan bantuan tenaga dan waktu selama pengambilan data di tunnel.
Kemudian kepada Ibu Ety Herwati, Dipl Kim selaku PLP lanjutan atas saran,
masukkan, kesabaran dan waktunya dalam membantu pengambilan serta analisis
data di Laboratorium Kualitas Udara Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
IPB. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ibunda Nur Yuliaty dan
Ayahanda Ardemi dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, serta kasih
sayang yang telah diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman
sebimbingan atas kerja samanya selama penelitian ini berlangsung yaitu kepada
Andita, Andini, Arum, Ario, Naura dan Rika serta Angga, Haris dan Dena yang
telah membantu dalam persiapan dan proses pengambilan data serta penulisan
karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2016

Yoga Armando
i

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN ii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 3
METODE PENELITIAN 3
Waktu dan Tempat 3
Alat dan Bahan 3
Prosedur Penelitian 3
Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh 5
Teknik Pengukuran Konsentrasi TSP 6
Regresi Multivariat 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Korelasi antara Kecepatan Angin, Kadar Air Tanah dan Tutupan Lahan 8
terhadap Bangkitan Debu Jatuh dan TSP pada Tanah Regosol
Faktor Emisi Debu Jatuh dan TSP pada Tanah Regosol dari Kota Bandar 12
Lampung
SIMPULAN DAN SARAN 13
Simpulan 13
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 17
RIWAYAT HIDUP 22
ii

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 4


2 Skema pengukuran bangkitan debu jatuh 6
3 Terowongan pada pengukuran bangkitan debu jatuh 6
4 Skema teknik pengukuran konsentrasi TSP 7
5 Terowongan pada pengukuran konsentrasi TSP 7
6 Rata-rata bangkitan debu jatuh dan TSP pada tanah Regosol Bandar 9
Lampung
7 Korelasi antara kecepatan angin terhadap bangkitan debu jatuh dan 10
TSP pada tanah Regosol
8 Korelasi antara kadar air tanah terhadap bangkitan debu jatuh dan 11
TSP pada tanah Regosol
9 Korelasi antara variasi tutupan lahan terhadap bangkitan debu jatuh 12
dan TSP pada tanah Regosol

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi penelitian 18
2 Peta Tanah Indonesia B/13/01 tahun 1975 oleh National Coordination 19
Agency for Surveys and Mapping
3 Pengaplikasian tutupan lahan 20
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Polutan partikulat merupakan partikulat yang berada ditanah (debu jalan)


maupun partikulat yang berada di atmosfer (suspended particulate) (Fergusson dan
Kim 1991; Fergusson 1992). Partikulat penting yang berada di atmosfer perkotaan
seperti particulate matter (PM) (Harrison et al. 1997) dan debu rumah (Adgate et
al. 1988) tidak hanya mempengaruhi kualitas udara perkotaan, tetapi juga
berpengaruh langsung terhadap masalah kesehatan masyarakat (Fergusson dan Kim
1991; Tian dan Zhou 1994; Harrison et al. 1997). Selain itu, partikulat udara juga
memiliki potensi untuk mempengaruhi kondisi kimia atmosfer global, sifat awan
dan curah hujan (Andreae dan Crutzen 1997; Kulshrestha et al. 2009).
Debu jatuh merupakan partikel dengan ukuran kurang 500 µm yang secara
alamiah dihasilkan oleh tanah kering yang terbawa oleh angin maupun muntahan
letusan gunung berapi (Hai et al. 2007) dan memiliki kemampuan menetap setelah
penghentian sementara di udara (Gorham 2002). Total Suspended Particulate
(TSP) adalah partikel udara halus seperti debu, uap dan asap dengan diameter
kurang dari 100 µm (Rochimawati et al. 2014), terbentuk oleh pembakaran bahan
bakar minyak, terutama partikulat halus yang disebut PM10 yang sangat berbahaya
bagi kesehatan (Soemarwoto 2004).
Laporan penilaian lingkungan di Pakistan mengakui bahwa polusi partikulat
udara merupakan masalah lingkungan yang serius di Pakistan serta bertanggung
jawab terhadap 22000 kematian dini dikalangan orang dewasa dan 700 kematian
anak-anak (Racki 2006). Dampak negatif yang terjadi akibat keberadaan debu jatuh
dan TSP ini perlu diketahui dan direduksi, sehingga penting untuk mengetahui
sumber dan parameter penghasilnya. Salah satu sumber penghasilnya menurut Feng
et al. (2008) adalah tanah berpasir. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan
bangkitan debu jatuh berkorelasi dengan faktor meteorologi setempat (Akpinar et
al. 2009).
Potensi debu di lingkungan dipengaruhi oleh kombinasi dari kehadiran tanah
yang kaya debu dan kondisi permukaan yang mengontrol ketersediaan sedimen
(Gerson et al. 1985; Pye 1987). Transportasi partikel terjadi ketika kecepatan angin
mencapai batas tertentu dan menyebabkan tegangan geser pada permukaan yang
membuat partikel terbawa oleh angin (Bagnold 1941; Garland 1983). Faktor-faktor
permukaan yang mempengaruhi besarnya emisi debu yang dihasilkan dari proses
erosi yaitu kelembaban tanah, tekstur tanah, kehadiran benda fisik dan biologis pada
permukaan, distribusi ukuran partikel tanah, kekasaran permukaan, serta vegetasi
dan tutupan lahan (King et al. 2005). Selain itu, gangguan terhadap tutupan atau
lapisan keras pada permukaan umumnya meningkatkan jumlah debu yang keluar
dari tanah akibat erosi (Gill 1996; Macpherson et al. 2008).
Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai bangkitan debu jatuh dan TSP.
Penelitian yang dilakukan oleh Rochimawati et al. (2014), bangkitan TSP dari tanah
Ultisol dan Andisol berkolerasi positif terhadap kecepatan angin dan berkolerasi
negatif terhadap kadar air tanah dan tutupan lahan. Menurut Yuwono et al. (2015),
bangkitan debu jatuh dari tanah Kompleks Mediteran Merah-Kuning Grumosol dan
tanah Regosol juga berkorelasi positif terhadap kecepatan angin dan berkorelasi
2

negatif terhadap kadar air tanah dan tutupan lahan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai bangkitan debu jatuh dan TSP serta korelasi
dengan faktor bangkitan terhadap sumber yang lain. Hasil yang diperoleh
selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan faktor emisi bangkitan debu jatuh
dan Total Suspended Particulate (TSP) berdasarkan jenis tanah yang spesifik di
Indonesia.

Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengukur bangkitan debu jatuh dan TSP (Total
Suspended Particulate) dengan variasi kecepatan angin, kadar air tanah dan tutupan
lahan. Debu jatuh dan TSP yang dihasilkan oleh setiap jenis permukaan tanah
memiliki konsentrasi yang berbeda dan sering mengganggu aktivitas masyarakat
sekitar lokasi sumber. Untuk itu diperlukan analisis khusus pada lokasi yang
berpotensi memiliki kandungan debu jatuh dan TSP dengan konsentrasi tinggi
untuk mengurangi dampak negatif yang berbahaya bagi kegiatan manusia.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Mengukur bangkitan debu jatuh dan TSP dengan variasi kecepatan angin,
kadar air tanah dan tutupan lahan dari tanah Regosol Kota Bandar Lampung.
2. Menganalisis korelasi antara bangkitan debu jatuh dan TSP dengan kecepatan
angin, kadar air tanah dan tutupan lahan dari tanah Regosol Kota Bandar
Lampung.
3. Menentukan faktor emisi debu jatuh dan TSP pada tanah Regosol dari Kota
Bandar Lampung.

Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini adalah:


1. Memberikan informasi mengenai besarnya pengaruh kecepatan angin, kadar
air tanah dan tutupan lahan terhadap kuantitas bangkitan debu jatuh dan TSP.
2. Memperkirakan bangkitan debu jatuh dan TSP yang terbentuk pada kondisi
kecepatan angin, kadar air tanah dan tutupan lahan tertentu sehingga
memudahkan masyarakat dalam mengantisipasi dampak negatif bagi manusia
dan lingkungan.
3. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah dan pihak terkait dalam memantau
dan menangani kondisi lingkungan akibat timbulan debu jatuh dan TSP
sehingga memenuhi baku mutu.
4. Sebagai dasar penyusunan faktor emisi bangkitan debu jatuh sehingga
memudahkan upaya rancang bangun instrumen pengukur dan pemantau emisi
debu jatuh dan TSP.
3

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini:


1. Penelitian ini hanya dilakukan pada jenis tanah Regosol dari Kota Bandar
Lampung.
2. Penelitian ini membahas tentang pengaruh kecepatan angin, kadar air tanah
dan tutupan lahan terhadap bangkitan debu jatuh dan TSP yang berasal dari
contoh uji dalam terowongan (tunnel).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei tahun 2016. Simulasi


bangkitan debu jatuh dan TSP dilakukan di tunnel yang berada di Kelurahan
Margajaya, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor dan analisis data bangkitan debu dan
TSP dilakukan di Laboratorium Teknik lingkungan, Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan. Selanjutnya, analisis tekstur tanah dilakukan oleh peneliti tanah di
Laboratorium Tanah Biotrop menggunakan metode hidrometri dan mengacu pada
United Soil of Department Agriculture (USDA). Analisis tekstur tanah dilakukan
pada satu jenis tanah di Pulau Sumatera berdasarkan Peta Tanah Indonesia B/13/01
(1975) yaitu tanah Regosol yang berasal dari Desa Sukabumi, Kota Bandar
Lampung.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan yaitu dustfall canister [Model AS-2011-1],
High Volumetric Air Sampler (HVAS) [Staplex; TFIA-2], kipas angin (blower)
[Hercules; Ø = 24”; 220 V; 50 Hz: 170 W], digital anemometer [Lutron AM-4201],
soil moisture meter [Lutron PMS-714], terowongan (tunnel) [Dimensi P = 7.8 m; L
= 0.76 m; T = 2.5 m], neraca analitik [OHAUS; Adventurer Pro], cawan petri [Ø=80
mm], kertas filter 10µ [Whatmann #41], universal oven UNB 400, stopwatch
(pencatat waktu), air destilasi, sampel tanah [Regosol], dan Microsoft Excel 2016.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan SNI 13-4703-1998 tentang Penentuan


Kadar Debu di Udara dengan Penangkap Debu Jatuh (Dustfall Collector) dan SNI
19-7119.3-2005 tentang Cara Uji Partikel Tersuspensi Total Menggunakan High
Volume Air Sampler (HVAS) dengan Metode Gravimetrik. Diagram alir penelitian
disajikan pada Gambar 1.
Lokasi pengambilan contoh uji tanah dilakukan berdasarkan jenis tanah
umum yang terdapat di Pulau Sumatera dan mengacu pada Peta Tanah Indonesia
B/13/01 (1975). Contoh uji tanah yang diambil hanya pada bagian permukaan.
Tanah yang telah diambil kemudian dibersihkan dari batu dan rumput yang terbawa
4

lalu dihamparkan di dalam terowongan (tunnel) secara merata dengan tinggi 0.5 cm
dan dibuat tidak menggumpal untuk diukur bangkitan debu jatuh dan TSP.
Pengukuran bangkitan debu jatuh dan TSP dilakukan selama 13 hari dengan
waktu operasi kipas untuk debu jatuh selama 11 jam dan TSP selama 1 jam.
Pengukuran bangkitan debu jatuh dilakukan menggunakan dustfall canister
sedangkan partikel tersuspensi total dilakukan dengan menggunakan alat HVAS
dengan koreksi laju aliran alat sebanyak lima kali dalam satu jam yaitu pada menit
ke-1, 15, 30, 45 dan 60.

Mulai

Studi literatur

Perumusan masalah

Penyiapan alat dan


bahan

Pengambilan data

Debu jatuh TSP


(Dustfall)

Pengolahan dan
analisis data

Korelasi debu jatuh Korelasi debu jatuh Korelasi debu jatuh


dan TSP terhadap dan TSP terhadap dan TSP terhadap
kecepatan angin kadar air tanah tutupan lahan

Faktor emisi debu


jatuh dan TSP

Selesai

Gambar 1 Diagram alir penelitian


5

Pengaturan kadar air tanah dilakukan setiap hari dengan pengukuran


dilakukan dua kali yaitu pagi dan sore untuk debu jatuh. Namun untuk TSP hanya
dilakukan pada pagi hari. Pengaturan kadar air tanah dilakukan dengan cara
menyiram tanah dengan air lalu dilakukan pengadukan secara manual hingga
merata. Kontrol tingkat kadar air tanah dilakukan menggunakan alat pada setiap
penambahan air dengan kondisi tanah yang telah diaduk hingga sesuai yang
diinginkan. Apabila kadar air tanah terlalu tinggi, diaplikasikan kipas (blower)
untuk mengurangi kadar air tanah. Kadar air tanah yang digunakan merupakan
kadar air tanah basis massa dengan rata-rata kadar air tanah yang digunakan yaitu
18%, 11% dan 4% (debu jatuh) dan 22%, 15% dan 8% (TSP). Korelasi bangkitan
debu jatuh dan TSP dengan kadar air tanah didapatkan dengan cara membuat faktor
yang lain tetap, yaitu kecepatan angin tetap dan tutupan lahan tidak diaplikasikan.
Pengaturan kecepatan angin dilakukan setiap hari dengan pengukuran
dilakukan dua kali yaitu pagi dan sore untuk debu jatuh. Namun untuk TSP
dilakukan hanya pada pagi hari. Pengukuran dilakukan pada bagian sisi tunnel yang
berlawanan dengan kipas pada ketinggian 75 cm, 150 cm dan 225 cm dari tinggi
dasar tunnel dan dibagi menjadi sisi kiri, tengah dan kanan untuk mendapatkan rata-
rata kecepatan kipas. Pengaturan dilakukan pada tingkat kecepatan angin 1, 2 dan
3 pada kipas dengan masing-masing rata-rata kecepatan angin yang dihasilkan 0.6,
0.8 dan 1.1 m/s. Korelasi bangkitan debu jatuh dan TSP dengan kecepatan angin
didapat dengan cara membuat faktor yang lain tetap, yaitu kadar air tanah tetap dan
tidak diaplikasikan tutupan lahan.
Korelasi bangkitan debu jatuh dan TSP dengan tutupan lahan dilakukan
selama empat hari dengan cara membuat faktor yang lain tetap, yaitu kecepatan
angin dan kadar air tanah tetap. Tutupan lahan yang digunakan berupa tanaman padi
dengan ketinggian rata-rata 15 cm yang telah berumur 2 minggu. Tutupan lahan
diaplikasikan pada terowongan seluas 10, 20, 30 dan 40% dari luas permukaan
tanah dalam terowongan dengan jarak spasial lahan terbuka diantara tutupan dibuat
sama.
Formulasi faktor emisi dilakukan menggunakan analisis statistika yaitu
persamaan regresi multivariat. Analisis dilakukan menggunakan menu analisis data
yang terdapat pada program Microsoft Excel. Hasil yang didapat berupa nilai
koefisien dari masing-masing variabel yaitu kecepatan angin, kadar air tanah dan
tutupan lahan dan koefisien intercept. Setelah itu dilakukan penyusunan faktor
emisi debu jatuh dan TSP sesuai dengan pola umum dari regresi multivariat.

Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh

Skema pengukuran debu jatuh disajikan pada Gambar 2. Konsentrasi


bangkitan debu jatuh dapat diketahui dengan Persamaan (1). Terowongan (tunnel)
yang digunakan pada pengukuran debu jatuh disajikan pada Gambar 3.
𝑊 30
C= 𝐴𝑥 𝑇 (1)
Keterangan :
W : berat dustfall (g)
A : luas penampang bagian atas (m2)
30 : jumlah hari dalam satu bulan
T : waktu sampling (hari)
C : konsentrasi debu jatuh (g/m2/bulan)
6

Filter dimasukkan ke
Filter dioven dan Dustfall Canister
dalam Dustfall
ditimbang (W1) dipasang di tunnel
Canister

Filter ditimbang Kecepatan angin dan


Pengoperasian kipas
(massa filter + debu) kadar air tanah
selama 11 jam
(W2) diukur

Konsentrasi debu
jatuh (ton/
km2/bulan)

Gambar 2 Skema pengukuran bangkitan debu jatuh

Gambar 3 Terowongan pada pengukuran bangkitan debu jatuh

Teknik Pengukuran Konsentrasi TSP

Skema teknik pengukuran konsentrasi TSP disajikan pada Gambar 4.


Terowongan yang digunakan pada pengukuran konsentrasi TSP disajikan pada
Gambar 5 (Rochimawati et al. 2014). Konsentrasi TSP didapat menggunakan
Persamaan (2), (3) dan (4) (BSN 2005).
𝑇 𝑥𝑃 1/2
𝑄𝑠 = 𝑄𝑜 𝑥 [𝑇𝑠0 𝑥 𝑃𝑠
0
] (2)

𝑄𝑠1 + 𝑄𝑠2
𝑉 =𝑇𝑥 [ ] (3)
2

(𝑊2 −𝑊1 )𝑥 106


𝐶= (4)
𝑣
Keterangan:
Qs : laju alir terkoreksi (m3/menit)
Q0 : laju alir uji (m3/menit)
7

Ts : temperature standar (298 K)


T0 : temperatur absolut (temperature lapang, ºC + 273)
Ps : tekanan udara standar (760 mmHg)
P0 : tekanan udara lapang (mmHg)
V : volume udara yang diambil (m3)
Qs1 : laju alir ke-1 pada pengukuran (m3/menit)
Qs2 : laju alir ke-2 pada pengukuran (m3/menit)
T : durasi pengambilan contoh uji (menit)
C : konsentrasi massa partikel tersuspensi (µg/Nm3)
W1 : berat filter awal (gram)
W2 : berat filter akhir (gram)
106 : konversi dari gram ke µg

Filter dioven dan Filter ditempatkan HVAS dioperasikan


ditimbang (W1) pada filter holder selama 1 jam

Filter ditimbang Suhu alat dan laju Suhu udara dan


(massa filter + TSP) alir (m3/menit) kelembaban udara
(W2) dicatat dicatat

Konsentrasi TSP
(µg/Nm3)

Gambar 4 Skema teknik pengukuran konsentrasi TSP

Gambar 5 Terowongan pada pengukuran konsentrasi TSP


8

Regresi Multivariat

Analisis regresi multivariat merupakan metode statistik yang memungkinkan


dalam meneliti hubungan lebih dari dua variabel secara bersamaan (Ghozali 2005).
Teknik analisis ini dapat digunakan untuk menganalisis pengaruh beberapa variabel
terhadap variabel-variabel lainnya dalam waktu yang bersamaan. Dalam penelitian
ini akan dilakukan analisis pengaruh kecepatan angin, kadar air tanah dan tutupan
lahan terhadap bangkitan debu jatuh dan TSP. Pola umum dari persamaan yang
didapat menggunakan regresi multivariat ditampilkan pada persamaan 5 dan 6.

𝐷𝑒𝑏𝑢 𝑗𝑎𝑡𝑢ℎ = 𝑎𝑋1 + 𝑏𝑋2 + 𝑐𝑋3 + 𝑑 (5)

𝑇𝑆𝑃 = 𝑎𝑋1 + 𝑏𝑋2 + 𝑐𝑋3 + 𝑑 (6)


Keterangan
a, b, c : koefisien pengaruh linear
X1 : kecepatan angin (m/s)
X2 : kadar air tanah basis massa (%)
X3 : tutupan lahan (%)
d : koefisien intercept

Analisis data dilakukan menggunakan menu analisis data yang terdapat pada
program Microsoft Excel. Data yang akan dianalisis disusun sesuai dengan
parameternya lalu dilakukan proses analisis secara bersamaan. Variabel sumbu Y
yang digunakan yaitu debu jatuh dan TSP, sedangkan variabel X yang dipilih yaitu
kecepatan angin, kadar air tanah dan tutupan lahan secara bersamaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Korelasi antara Kecepatan Angin, Kadar Air Tanah dan Tutupan Lahan
terhadap Bangkitan Debu Jatuh dan TSP pada Tanah Regosol

Pengukuran bangkitan debu jatuh dan TSP dilakukan dengan menerapkan


sebuah terowongan (tunnel) yang berfungsi untuk mengurangi pengaruh
lingkungan disekitar lokasi pengambilan data sehingga hasil yang didapat lebih
terkontrol. Hasil yang didapat juga dipengaruhi oleh tegangan listrik yang tidak
stabil, perubahan suhu lingkungan yang mempengaruhi kadar air tanah serta
pemadaman listrik, namun hal tersebut jarang terjadi.
Baku mutu debu jatuh untuk daerah pemukiman dan industri serta baku mutu
TSP di udara ambien menurut PP No 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara berturut-turut yaitu 10 ton/km2/bulan, 20 ton/km2/bulan dan 230 μg/Nm3.
Hasil pengukuran bangkitan debu jatuh pada tanah Regosol dari Kota Bandar
Lampung menunjukkan bahwa rata-rata debu jatuh yang dihasilkan oleh tanah
tersebut melebihi baku mutu untuk daerah pemukiman tetapi tidak melebihi baku
mutu daerah industri dengan nilai 16 ton/km2/bulan, sehingga perlu dilakukan
tindakan agar masyarakat yang berada di lingkungan sekitar lokasi tidak terkena
dampak negatif dari debu jatuh seperti penutupan lahan dengan vegetasi dan
9

melakukan penyiraman tanah. Penanaman pohon tinggi juga dapat mengurangi


jumlah debu di udara, hal ini disebabkan karena daun pada pohon dapat menyerap
debu yang ada di udara. Rata-rata konsentrasi TSP yang dihasilkan tidak melebihi
baku mutu yaitu 106 μg/Nm3. Perbandingan rata-rata bangkitan debu jatuh dan TSP
terhadap baku mutu disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Rata-rata bangkitan debu jatuh dan TSP pada tanah Regosol Bandar
Lampung

Berdasarkan hasil pengukuran, bangkitan debu jatuh dan TSP yang dihasilkan
dari tanah Regosol berkorelasi positif terhadap kecepatan angin 0.7-1.1 m/s dengan
nilai R-Sq hingga 99.09% untuk debu jatuh dan 99.94% untuk TSP. Hal ini
menunjukkan bahwa bangkitan debu jatuh dan TSP dipengaruhi oleh kecepatan
angin hingga 99.09% dan 99.94%. Korelasi antara kecepatan angin terhadap
bangkitan debu jatuh dan TSP disajikan pada Gambar 7.
Hasil analisis korelasi debu jatuh dan TSP terhadap variasi kadar air tanah
dan tutupan lahan menunjukkan korelasi yang negatif. Kadar air tanah dapat
mempengaruhi bangkitan debu jatuh hingga 99.45% sedangkan tutupan lahan
mempengaruhi bangkitan debu jatuh hingga 86.74%. Penurunan konsentrasi TSP
pada tanah Regosol Bandar Lampung dipengaruhi oleh kadar air tanah 99.09% dan
tutupan lahan 94.15%. Korelasi antara kadar air tanah dan tutupan lahan terhadap
bangkitan debu jatuh dan TSP pada tanah Regosol disajikan pada Gambar 8 dan 9.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tegen et al.
(2002), Kurosaki dan Mikami (2003), Liu et al. (2004), Giri et al. (2007),
Rohimawati et al. (2014), Yuwono et al. (2014) dan Yuwono et al. (2015) bahwa
peningkatan kecepatan angin dapat meningkatkan jumlah bangkitan debu. Selain
itu, korelasi negatif antara bangkitan debu jatuh dan kadar air tanah sesuai dengan
penelitian Liu et al. (2004), Giri et al. (2007), Rochimawati et al. (2014), Yuwono
et al. (2014) dan Yuwono et al. (2015) bahwa semakin tinggi kadar air tanah maka
bangkitan debu akan semakin kecil. Hasil ini juga berkaitan dengan pengukuran
debu jatuh yang dilakukan oleh Qian et al. (2001), Wang et al. (2003), dan Liu et
al. (2004) bahwa bangkitan debu di Cina meningkat ketika musim panas dengan
kadar air tanah yang rendah dan kecepatan angin yang tinggi, lalu turun pada musim
hujan ketika kadar air tanah meningkat dan badai jarang terjadi.
10

Gambar 7 Korelasi antara kecepatan angin terhadap bangkitan debu jatuh dan
TSP pada tanah Regosol

Deflasi tanah terjadi ketika angin memiliki kecepatan melebihi batas ambang,
namun hal ini tergantung dari pada tekstur tanah serta kondisi tutupan lahan dan
kelembaban tanah (Bagnold 1941). Tanah yang lebih lembab akan mendukung
tanah menjadi lebih kompak strukturnya sehingga memiliki ambang batas erosi
yang lebih tinggi (Ravi dan D’Odorico 2005) artinya memerlukan kecepatan angin
yang lebih besar untuk menerbangkan partikel pada tanah yang basah dibandingkan
dengan tanah yang kering. Kecepatan angin yang lebih tinggi dapat meningkatkan
penguapan sehingga pengeringan tanah terjadi lebih cepat dan menyebakan deflasi
(Gillette 1999).
Tutupan lahan berupa vegetasi secara langsung dapat menurunkan tingkat
erosi angin. Hasil penelitian Tegen et al. (2002) menunjukkan bahwa emisi debu
dari Sahara berkurang hingga 4% akibat penanaman vegetasi, selain itu penanaman
vegetasi semak padat dapat menurunkan emisi yang berasal dari Asia dan Australia.
Tutupan lahan dapat mempertahankan kelembaban tanah sehingga tanah menjadi
lebih kompak dan debu berkurang (Liu et al. 2004).
11

Gambar 8 Korelasi antara kadar air tanah terhadap bangkitan debu jatuh dan TSP
pada tanah Regosol

Bangkitan debu jatuh dan TSP yang dihasilkan oleh tanah Regosol dari
Bandar Lampung juga dipengaruhi oleh ukuran fraksi tanah atau tekstur tanah. Pada
prinsipnya sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi tanah adalah sifat-sifat tanah
yang mempengaruhi laju infiltrasi serta sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
ketahanan struktur tanah. Sifat-sifat tersebut mencakup tekstur, struktur, bahan
organik, kedalaman tanah, sifat lapisan tanah dan tingkat kesuburan tanah (Morgan
1979; Arsyad 2000 dalam Dariah et al. 2004).
Menurut setiadi (2001), tanah Regosol merupakan jenis tanah muda tanpa
perkembangan dengan tekstur kasar dan berfraksi pasir 60% serta mempunyai
produktivitas dan kesuburan rendah. Analisis tekstur tanah untuk jenis tanah
Regosol dari Kota Bandar Lampung dengan menggunakan metode hidrometri dan
mengacu pada USDA. Dari pengujian didapatkan bahwa tanah Regosol dari Kota
Bandar Lampung memiliki kandungan pasir 51,6%, debu 28,5% dan liat 19,9%
sehingga termasuk tanah loam/lempung.
Tanah Regosol dari Kota Bandar Lampung memiliki kandungan pasir dan
debu yang lebih besar dibanding kandungan liat. Tanah Regosol dari Kota Bandar
Lampung tergolong tanah yang memiliki kapasitas infiltrasi dan permeabilitas yang
12

tinggi, serta ukuran butiran yang relatif lebih besar. Hal ini menyebabkan tanah
yang didominasi oleh pasir umumnya mempunyai tingkat erodibilitas tanah rendah.
Tanah dengan kandungan pasir halus (0.01- 50 μ) tinggi juga memiliki erodibiltas
rendah, akan tetapi jika terjadi aliran permukaan maka butir-butir halusnya akan
mudah terangkut (Dariah et al. 2004).

Gambar 9 Korelasi antara variasi tutupan lahan terhadap bangkitan debu jatuh dan
TSP pada tanah Regosol

Faktor Emisi Debu Jatuh dan TSP pada Tanah Regosol dari Kota Bandar
Lampung

Hubungan antara kecepatan angin, kadar air tanah dan tutupan lahan terhadap
debu jatuh dan TSP dapat digambarkan menggunakan persamaan regresi
multivariat dengan mengacu pada Malakootian et al. (2013). Setelah didapatkan
nilai koefisien untuk setiap variabel, selanjutnya dilakukan penyusunan faktor emisi
sesuai dengan pola umum regresi multivariat. Hasil analisis statistika menggunakan
regresi multivariat disajikan pada Tabel 2.
13

Tabel 1 Hasil analisis regresi multivariat kecepatan angin, kadar air tanah dan
tutupan lahan terhadap bangkitan debu jatuh dan TSP
Variabel Koefisien Standard Error P-value R2
Debu Jatuh
Intercept 7.88 7.43 0.32
Kecepatan angin (m/s) 21.28 8.04 0.03
0.68
Kadar Air Tanah (%) -0.73 0.27 0.03
Tutupan lahan (%) -0.33 0.10 0.01
TSP
Intercept 57.70 11.45 0.00
Kecepatan angin (m/s) 96.98 10.53 0.00
0.96
Kadar Air Tanah (%) -2.31 0.38 0.00
Tutupan lahan (%) -1.51 0.14 0.00

Faktor emisi untuk debu jatuh dan TSP dinyatakan dalam persamaan EReg.DF
dan EReg.SP. EReg.DF adalah faktor emisi debu jatuh untuk tanah Regosol
(ton/km2/bulan) sedangkan EReg.SP adalah faktor emisi partikel tersuspensi total
pada tanah Regosol (μg/Nm3).

EReg.DF = 21.3X1 - 0.7X2 – 0.3X3 + 7.9

EReg.SP = 97.0X1 – 2.3X2 – 1.5X3 + 57.7

Faktor emisi yang dihasilkan merupakan bentuk penyederhanaan untuk


memudahkan penentuan bangkitan debu jatuh dan TSP dilapangan. Namun, data
yang dihasilkan antara pengukuran lapang dan uji laboratorium dapat berbeda
karena adanya faktor-faktor lapangan lainnya yang dapat mempengaruhi hasil
bangkitan debu jatuh dan TSP seperti kecepatan angin dan kadar air tanah yang
tidak stabil, aktivitas manusia, bangunan, jenis tutupan lahan, keadaan topografi
dari lokasi keberadaan jenis tanah dan faktor meteorologi lainnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Bangkitan debu jatuh rata-rata pada tanah Regosol dari Kota Bandar
Lampung melebihi baku mutu untuk daerah pemukiman tetapi tidak melebihi baku
mutu daerah industri dengan nilai 16 ton/km2/bulan. Bangkitan TSP tidak melebihi
baku mutu dengan nilai 106 μg/Nm3. Bangkitan debu jatuh dan TSP berkorelasi
positif terhadap kecepatan angin dan berkorelasi negatif terhadap kadar air tanah
dan tutupan lahan. Faktor emisi debu jatuh dari tanah Regosol Kota Bandar
Lampung yaitu EReg.DF = 21.3X1 - 0.7X2 – 0.3X3 + 7.9 dan faktor untuk TSP adalah
EReg.SP = 97.0X1 – 2.3X2 – 1.5X3 + 57.7.
14

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut


pada jenis tanah lain yang berada di Pulau Sumatera. Perlakuan analisis debu jatuh
dan TSP perlu dilakukan dengan menggunakan variasi tutupan lahan seperti variasi
tinggi dan jenis tanaman untuk mendapatkan korelasi yang lebih bervariasi.
Selanjutnya, diperlukan penggunaan stabilizer pada kipas untuk menstabilkan
aliran listrik pada kipas serta penggunaan terowongan yang lebih terlindung untuk
meminimumkan pengaruh dari luar serta binatang terbang yang masuk.

DAFTAR PUSTAKA

Adgate JL, Willis RD, Buckley TJ, Chow JC, Watson JG, Rhoads GG, Lioy PJ.
1988. Chemical mass balance source apportionment of lead in house dust.
Environmental Science Technology. 32:108–114.
Akpinar EA, Akpinar S, Oztop HF. 2009. Statistical analysis of meteorological
factors and air pollution at winter months in Elazig, Turkey. Journal of Urban
and Environmental Engineering. 3(1):7-16.
Andreae MO, Crutzen PJ. 1997. Atmospheric aerosols: biogeochemical sources and
role in atmospheric chemistry. Science. 276(5315):1052–1058.
Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Bagnold RA. 1941. The Physics of Blown Sand and Desert Dunes. London (GB):
Chapman & Hall. Hal 265.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2005. Cara Uji Partikel Tersuspensi Total
Menggunakan Peralatan High Volume Air Sampler (HVAS) dengan metode
Gravimetri. SNI 19-7119.3-2005. Jakarta (ID): BSN.
Dariah A, Subagyo H, Tafakresnanton C, Marwanto S. 2004. Kepekaan Tanah
terhadap Erosi. Bogor (ID) : Balittanah.
Feng JL, Zhu LP, Ju JT, Zhou LP, Zhen XL, Zhang W, Gao SP. 2008. Heavy
dustfall in Beijing, on April 16-17, 2006: Geochemical properties and
indications of the dust provenance. Geochemical Journal. 42:221-236.
Fergusson JE. 1992. Dust in the environment, in science of global change.
American Chemical Society. 34:117–133.
Fergusson JE, Kim N. 1991. Trace elements in street and house dusts: source and
speciation. The Science of the Total Environment. 100:125–150.
Garland JA. 1983. Some recent studies of the resuspension of deposited material
from soil and grass in precipitation and scavenging, dry deposition and
resuspension. Volume 2. Pruppacher HR, Semonin RG, Slinn WGN, editor.
Amsterdam (NL): Elsevier. Hal 1087-1097.
Gerson R, Grossman S, Amit R. 1985. A procedure for evaluation of dust potential
in desert terrains: Based on a study in the deserts of Israel and the Sinai.
Report. Jerusalem (IL): University of Jerusalem.
Gill TE. 1996. Eolian sediments generated by anthropogenic disturbance of playas:
Human impacts on the geomorphic system and geomorphic impacts on the
human system. Geomorphology. 17:207–228.doi:10.1016/0169-
555X(95)00104-D.
15

Gillette DA. 1999. A qualitative geophysical explanation for ‘‘hot spot’’ dust
emitting source regions. Contrib. Atmos. Phys. 72:67– 77.
Giri D, Krishna MV, Adhikary PR. 2007. The influence of meteorological on PM10
Concentration in Kathmandu Valley. International Journal of Environment
Residu. 2(1):49-60.
Gorham R. 2002. Air Pollution From Ground Transportation; An assessment of
Causes, Strategies and Tactics, and Proposed Actions For The International
Community. United Nations.
Ghozali I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariat dengan program SPSS. Semarang
(ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hai C, Yuan C, Liu G, Li X, Zhang F, Zhang X. 2007. Research on the component
of dustfall in Hohhot in comparison with surface soil components in different
lands of inner Mongolia Plateau. Water, Air, and Solid Pollution. 190:27-34.
Harrison RM, Smith DJT, Pio CA, Castro LM. 1997. Comparative receptor
modelling study of airborne particulate pollutants in Birmingham (UK),
Coimbra (Portugal) and Lahore (Pakistan). Atmospheric Environment.
31:3309–3321.
King J, Nickling WG, Gillies JA . 2005. Representation of vegetation and other
non-erodible elements in aeolian shear stress partitioning models for
predicting transport threshold. Journal of Geophysical Research.
110.F04015.doi:10.1029/2004JF000281.
Kulshrestha UC, Reddy LAK, Satyanarayana J, Kulshrestha MJ. 2009. Real-time
wet scavenging of major chemical constituents of aerosols and role of rain
intensity in Indian region. Atmospheric Environment. 43:5123–5127.
Kurosaki Y, Mikami M. 2003. Recent frequent dust events an their relation to
surface wind in East Asia. Geophysical Researc Letters. 30(14). 1736.
doi:10.1029/2003GL017261.
Liu X, Yin ZY, Zhang X, Yang X. 2004. Analyses of the spring dust storm
frequency of northern China in relation to antecedent and concurrent wing,
precipitation, vegetation, and soil moisture condition. Journal of Geophysical
Research. 109. D16210. doi:10.1029/2004JD004615.
Macpherson T, Nickling WG, Gillies JA, Etyemezian V. 2008. Dust emissions from
undisturbed and disturbed supply limited desert surfaces. Journal of
Geophysical Research. 113.F02S04.doi:10.1029/2007JF000800.
Malakootian M, Ghiasseddin M, Akbari H, Jaafarzadeh-Haghighi Fard N. 2013.
Urban dust fall concentration and its properties in Kerman City, Iran.
Jhealthscope. 1(4):194-200. DOI: 10.17795.
Morgan RCP. 1979. Soil Erosion. New York (US): Longman.
Pye K. 1987. Aeolian Dust and Dust Deposits. London (GB): Academic. Hal 334.
Qian W, Quan L, Shi S. 2001. Variations of the dust storm in China and its Climatic
Control. Journal of Climate. 15:1216-1229.
Racki JS. 2006. Pakistan Strategic Country Environmental Assessment Vol II.
Washington (US): World Bank Report.
Ravi S, D’Odorico P. 2005. A field-scale analysis of the dependence of wind
erosion threshold velocity on air humidity. J Geophys Res Lett. 32:2-5.
Rochimawati NR, Yuwono AS, Saptomo SK. 2014. Prediction and modelling of
Total Suspended Particulate generation on Ultisol and Andisol soil. ARPN
Journal of Science and Technology. 4(6):329-333.
16

Setiadi Y. 2001. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehutanan Pusat Antar


Universitas Bioteknologi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Soemarwoto O. 2004. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta (ID):
Djambatan.
Tegen I, Harrison SP, Kohfeld, Prentice IC, Coe M, Heimann M. 2002. Impact of
vegetation and preferential source areas on global dust aerosol: Results from
a model study. Journal of Geophysical Research. 107:D21.
doi:10.1029/2001JD000963.
Tian QX, Zhou LZ. 1994. Study on the effect of air pollution on resident’s health
in Lanzhou city. Chinese Environmental Science. 14(3):200–205.
Wang X, Dong Z, Zhang J, Liu L. 2003. Modern dust storms in China: an overview.
Journal of Arid Environments. 58: 559-574.
Yuwono AS, Amaliah L, Rochimawati NR, Kurniawan A, Mulyanto B. 2014.
Determination of emission factors for soil oborne dustfall and particulate in
ambient air. ARPN JEAS. 9(9): 1417-1422.
Yuwono AS, Mulyani F, Munthe CR, Kurniawan A, Mulyanto B. 2015. Estimating
dustfall generation affected by wind speed, soil moisture content and land
cover. ARPN JEAS. 10(20): 9339-9344.
17

LAMPIRAN
18

Lampiran 1 Dokumentasi penelitian

Pemasangan dustfall canister di


terowongan (tunnel)

Pengoperasian HVAS di terowongan


(tunnel)

Pengaplikasian tutupan lahan


Lampiran 2 Peta Tanah Indonesia B/13/01 tahun 1975 oleh National Coordination Agency for Surveys and Mapping
19
20

Lampiran 3 Pengaplikasian tutupan lahan di terowongan (tunnel)

(Tutupan lahan 10%)

(Tutupan lahan 20%)


21

Lampiran 3 Lanjutan

(Tutupan lahan 30%)

(Tutupan lahan 40%)


22

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Batam, Kepulauan Riau pada
tanggal 29 November 1994. Penulis merupakan anak pertama
dari 6 bersaudara dari pasangan Bapak Ardemi dan Ibu Nur
Yuliaty. Pada tahun 2000, penulis menempuh pendidikan
sekolah dasar di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Batu Aji,
Batam, dan lulus tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan
sekolah menengah pertama di SMPN 11 Batam pada tahun 2006
dan lulus tahun 2009, dan setelah itu melanjutkan sekolah di
SMAN 5 Batam. Penulis lulus dari SMAN 5 Batam pada tahun
2012 dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
SNMPTN Undangan. Penulis diterima di Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian.
Pada tahun 2012/2013, penulis aktif sebagai anggota klub asrama Mega
Enterpreneur ketika masih kuliah pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Setelah
memasuki fakultas, penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi mahasiswa.
Penulis aktif pada organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fateta (DPM-F) pada
tahun 2013/2014 dan tahun 2014/2015.
Penulis pernah mengikuti kepanitian Masa Perkenalan Fakultas (MPF) Fateta
pada tahun 2014 dan menjadi panitia Masa Perkenalan Himpunan (MPH) Himatesil
(Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan) ditahun yang sama. Di tahun
2015, penulis mengikuti kepanitiaan lokakarya organisasi kemahasiswaan kampus
dan fakultas. Penulis menjadi anggota Divisi Logistik dan Transportasi pada
lokakarya organisasi mahasiswa (Ormawa) tingkat kampus dan menjabat sebagai
ketua Divisi Logistik dan Transportasi pada kegiatan lokakarya Ormawa tingkat
fakultas. Pada tahun 2015, penulis juga menjadi panitia pada acara ICEF
(Indonesian Civil dan Environmental Festival) yang diselenggarakan oleh
Himatesil.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga mengikuti beberapa program
pelatihan. Pada tahun 2013, penulis mengikuti pelatihan autoCAD yang
diselenggarakan oleh pihak Himatesil. Pada tahun 2015, penulis mengikuti
pelatihan pelaksana lapangan pekerjaan bangunan irigasi yang dilaksanakan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta pelatihan softskill:
public speaking, etika dan manner, personal branding, service excellent dan teknik
wawancara yang diselenggarakan oleh Direktorat Pengembangan Karir dan
Hubungan Alumni (DPKHA) IPB. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata
kuliah Hidrolika pada tahun 2015. Selain itu, penulis juga telah melakukan praktek
lapang (PL) di PT Adhya Tirta Batam pada tahun 2015 yang merupakan perusahaan
penyedia air bersih di Kota Batam. Penulis mengikuti kegiatan praktek lapang
dibagian Produksi, Distribusi dan Quality Control (laboratorium) selama 40 hari.

Anda mungkin juga menyukai