Usul Penelitian
YUNITA SARI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
SUPERABSORBEN BERBASIS FINE COAL DAN
POLIAKRILAT UNTUK MENDUKUNG REKLAMASI
LAHAN TAMBANG
YUNITA SARI
Usul Penelitian
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Judul Skripsi : Superabsorben Berbasis Fine Coal dan Poliakrilat untuk
Mendukung Reklamasi Lahan Tambang
Nama : Yunita Sari
NIM : G44140070
Disetujui oleh
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Waktu dan Tempat 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Reklamasi 3
Polimer Superabsorben (SAP) 4
Fine Coal 5
Peranan SAP dalam Erosi 6
BAHAN DAN METODE 6
Bahan dan Alat 6
Metode 7
DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 15
DAFTAR TABEL
1 Tata letak tanaman 8
DAFTAR GAMBAR
1 Struktur kimia fine coal 5
2 Tanah diaplikasikan dengan berbagai kondisi 8
3 Tata letak tanaman vetiver pada lereng dengan kemiringan 30 ° 9
4 Tata letak tanaman vetiver pada lereng dengan kemiringan 45 ° dan
jarak antar setrip vetiver 40 cm 10
5 Plot pengamatan erosi dan aliran permukaan 11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian 15
2 Jadwal penelitian 16
3 Rincian dana penelitian 16
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Batu bara di Indonesia pada tahun 2016 diproduksi sebesar 434 juta ton yang
memberikan kontribusi besar baik untuk diekspor maupun digunakan di Indonesia
sendiri (Ditjen Minerba 2016). Tingginya produksi batu bara ini didukung oleh
kekayaan alam yang terpendam sehingga bermunculan tambang batu bara dengan
dibukanya lahan untuk tambang batu bara yang akan menimbulkan berbagai
implikasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu kegiatan dalam
memanfaatkan sumberdaya alam adalah kegiatan pertambangan bahan galian yang
hingga saat ini merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara yang
terbesar. Meskipun memiliki prospek yang baik tetapi lahan tambang yang telah
digunakan memiliki sisi yang negatif pula. Sistem penambangan batu bara di
Indonesia umumnya adalah sistem tambang terbuka dengan metoda konvensional
yang merupakan kombinasi penggunaan excavator shovel dan truk (Yani 2005).
Sistem ini banyak mengubah bentang lahan dan keseimbangan ekosistem
permukaan tanah, menurunkan produktivitas tanah, dan mutu lingkungan.
Pertambangan batu bara menyebabkan kerusakan besar pada flora, fauna, hidrologi,
dan sifat biologi tanah. Pertambangan secara drastis juga mengubah sifat fisik dan
kimia serta lingkungan biologis tanah. Keadaan ini ditandai oleh kandungan bahan
organik rendah, pH yang rendah, kapasitas pengikat air rendah (low water holding
capacity), salinitas, tekstur kasar, pemadatan tanah, pasokan unsur hara pada
tanaman tidak memadai, dan erosi dipercepat (Mashud dan Manaroinsong 2014).
Setiap perusahaan tambang batu bara mempunyai kewajiban dalam
melaksanakan reklamasi areal bekas tambang dan daerah sekitarnya yang terganggu
akibat aktivitas pertambangan. Areal yang direklamasi dilakukan dengan menata tanah
timbunan (over burden/OB) dan selanjutnya dilakukan penaburan tanah pucuk (topsoil).
Areal tersebut harus segera diberikan lapisan penutup tanah seperti mulsa dan
penanaman vegetasi penutup tanah untuk mengurangi dispersi hujan pada permukaan
tanah. Hasil reklamasi diharapkan mampu memperbaiki lahan yang telah terganggu
sehingga dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Untuk
mengetahui hal tersebut maka perlu dilakukan dampak reklamasi lahan bekas tambang
terhadap erosi (Patiung et al. 2011). Erosi adalah proses penggerusan lapis tanah
permukaan yang pada umumnya terjadi akibat air hujan yang jatuh di permukaan
tanah. Hal ini menyebabkan tanah terciprat, lepas dari ikatan remahnya menjadi
butiran halus (splash erosion) (Kusminingrum dan Gunawan 2013).
Penggunaan kompos, pemupukan dengan NPK dan pemberian kapur untuk
memperbaiki kesuburan tanah, penggunaan mulsa vegetatif dan pembuatan teras
bangku atau guludan untuk mengurangi erosi, penanganan air asam tambang (AAT)
dengan kapur atau metoda lahan basah adalah praktik-praktik dalam kegiatan
reklamasi yang sudah biasa dilaksanakan. Namun beberapa kegiatan reklamasi
dapat menghambat pencapaian keberhasilan reklamasi secara maksimal, seperti
landscaping berlebihan yang menyebabkan tanah menjadi sangat padat dan
pengapuran yang membatasi ketersediaan unsur-unsur mikro (Iskandar et al. 2012).
Pemanfaatan superabsorben dengan dosis yang tepat dapat memperbaiki sifat-sifat
tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman reklamasi.
2
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dari bulan Januari sampai Mei 2018 di
Laboratorium Terpadu, Institut Pertanian Bogor, dan di PT Adaro Indonesia,
Kalimantan Selatan.
TINJAUAN PUSTAKA
Reklamasi
akar vetiver mampu masuk menembus dan menjadi semacam jangkar yang kuat.
Cara kerja akar ini seperti besi kolom yang masuk menembus ke dalam lapisan
tekstur tanah dan pada saat yang bersamaan, vetiver menahan partikel-partikel
tanah dengan akar serabutnya. Kondisi ini dapat mencegah erosi yang disebabkan
oleh angin dan air (Kusminingrum dan Gunawan 2013).
Fine Coal
Fine coal di lahan tambang merupakan batu bara halus yang terbentuk akibat
proses crushing, grinding, dan pencucian dalam kegiatan penambangan, distribusi,
penyimpanan, dan re-claim (AI 2013). Fine coal dan batu bara yang sangat halus
(sludge) berukuran <200 mesh (<74 μm) bahkan berukuran submikron, umumnya
terdapat sebagai sisa proses pencucian batu bara di lokasi penambangan yang
banyak terbuang mengalir ke kolam penampung limbah atau ke sungai yang sangat
mengotori lingkungan atau badan sungai (Rodliyah dan Ardha 2008).
Indonesia sebagai salah satu dari lima negara penghasil batu bara terbesar di
dunia memiliki potensi fine coal yang jumlahnya akan terus bertambah seiring
dengan meningkatnya kapasitas produksi batu bara. Fine coal memiliki kandungan
batu bara yang cukup tinggi dengan nilai kalori 4562-5965 kkal/kg dan kadar abu
13.06-16.48%, sementara fixed carbon 37.33-56.64 % dan kadar air 44.91-45.72%
(AI 2013). Kadar abu yang tinggi tersebut didominasi oleh mineral silika dan
alumina sebagai komponen utama mineral pada batu bara karena kandungan batu
baranya yang cukup tinggi (Irwandi 2016). Struktur kimia fine coal (Gambar 1)
memiliki gugus hidrofilik berupa karboksilat (-COOH), hidroksil (-OH), dan
karbonil (-CO) yang memungkinkan untuk dimodifikasi atau dicangkok dengan
monomer seperti asam akrilat.
Erosi adalah proses penggerusan lapis tanah permukaan yang pada umumnya
terjadi akibat air hujan yang jatuh di permukaan tanah. Hal ini menyebabkan tanah
terciprat, lepas dari ikatan remahnya menjadi butiran halus (splash erosion).
Menurut penyebabnya atau media pengangkutannya dikenal dua jenis erosi, yaitu
erosi angin dan erosi air. Pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa erosi terjadi
akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi, dan manusia
terhadap tanah. Erosi tanah tergantung dari beberapa faktor yaitu karakteristik hujan,
kemiringan lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk menyerap dan
melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal. Dampak dari erosi tanah dapat
diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu menurunnya produktifitas lahan seiring
dengan kehilangan lapisan tanah bagian atas yang subur dan terjadi sedimentasi di
sungai yang menyebabkan kerusakan saluran dan berkurangnya kapasitas
tampungan (Kusminingrum dan Gunawan 2013).
Permasalahan ini memerlukan penanggulangan lainnya berupa polimer
superabsorben (SAP) telah ditetapkan sebagai soil conditioner untuk mengurangi
kehilangan air tanah. Penggunanaan SAP dalam reklamasi lahan merupakan bahan
yang diperlukan karena tanaman dapat tumbuh dan terbentuk dengan cepat. SAP
dikategorikan sebagai gel hidrofilik (hidrogel) yang memiliki jaringan rantai
polimer di mana air merupakan medium dispersi. SAP dapat menyerap dan
menyimpan sejumlah besar air atau larutan berair yang relatif besar dibandingkan
dengan ukuran dan berat aslinya tetapi tidak larut dalam air karena terdapat struktur
3 dimensi pada jaringan polimernya (Farkish 2013). SAP digunakan di lahan
tambang untuk membuat cadangan air di dekat zona rizosfer (akar). Selain itu,
meningkatkan kelangsungan hidup tanaman, mengurangi biaya tenaga kerja, dan
memberikan manfaat lainnya (Pritchard 1984). Dengan demikian, penerapan SAP
ke tanah dapat meningkatkan kapasitas dalam menahan air, efisiensi dalam
pemanfaatan nutrisi, dan mengurangi kehilangan air yang berguna dalam
pencegahan erosi (Dehkordi 2016).
Metode
Karakterisasi SAP
SAP sebelum dan setelah saponifikasi masing-masing disiapkan untuk diukur
daya serap air, kinetika swelling, spektrofotometer FTIR, mikroskop elektron
pemayaran (SEM), dan TG-DTA (Thermal Gravimetric - Differential Thermal
Analysis).
Uji Daya Serap Air (Mas’ud et al. 2013). Sebanyak 0.1 g SAP tanpa dan
dengan saponifikasi masing-masing direndam di dalam 200 mL air distilasi pada
suhu kamar selama 24 jam untuk mencapai kesetimbangan pengembangan. Sampel
yang telah mengembang kemudian dipisahkan dari air yang tidak terserap dengan
cara disaring menggunakan saringan 100 mesh dan ditimbang. Daya serap air
ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
(M2 − M1)
Q=
M1
8
Keterangan :
Q = daya serap air
M1 = bobot SAP kering (sebelum direndam) (g)
M2 = bobot setelah SAP mengembang (g)
Bak
penampung
Penanaman rumput vetiver (KPU 2009). Jarak antar setrip rumput vetiver
(jarak vertikal) dan jarak antar tunas rumput pada barisan (jarak horizontal)
mengacu pada Tabel 2. Penanaman dilakukan dengan cara ditanam pada tengah-
tengah lubang dengan kondisi telah dibuka polybag-nya dan ditimbun dengan tanah
bekas galian hingga mencapai leher akar, kemudian tanah tersebut dipadatkan.
9
Tabel 1 Tata letak tanaman
Kemiringan lereng
Tata letak < 30 º 30 º sampai 45 º >45 º sampai 60 º
tanaman Nilai erodibilitas tanaha
K ≤ 0.20 K > 0.20 K ≤ 0.20 K > 0.20 K ≤ 0.20 K > 0.20
Jarak antar
setrip 80-
80-160 80 40-80 40
rumput vetiver 120
(cm) tidak
Jarak antar disarankanb
tunas 10-
15-20 15-20 10-15 10-15
rumput pada 15
barisan (cm)
aNilai erodibilitas tanah merupakan suatu nilai yang menunjukkan mudah tidaknya suatu tanah ter erosi yang
mengacu pada kelas kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah = K) berdasarkan USDA – SCS (1973)
dalam Dangler dan El Swaify (1976).
bNilai K > 0.20 dan curah hujan tinggi, tidak disarankan ditanami vetiver secara mandiri (perlu dikombinasikan
Gambar 4 Tata letak tanaman vetiver pada lereng dengan kemiringan 45 ° dan
jarak antar setrip vetiver 40 cm
Erosi dan Aliran Permukaan (Patiung 2012). Plot erosi dibuat dengan
ukuran yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Bagian atas dan samping
petak dibatasi plastik dengan lebar 30 cm. Sebagian plastik (15-20 cm) ditanam
secara vertikal ke dalam tanah. Bagian bawah lereng pada setiap plot dipasang bak
penampung. Bak penampung ini berfungsi untuk menampung tanah yang tererosi
dan aliran permukaan yang keluar dari plot. Bagian atas bak penampungan dibuat
lubang sebanyak 5-7 buah (sesuai intensitas curah hujan) untuk mengalirkan aliran
permukaan yang berlebihan. Lubang pada bagian tengah disambungkan dengan
pipa paralon ke drum untuk menampung air dan sedimen. Pengamatan dilakukan
terhadap erosi dan aliran permukaan yang ditampung dalam bak erosi ditakar untuk
mengetahui volume dan banyaknya sedimen. Tanah yang tererosi tertampung di
bak dianalisis dengan metoda gravimetri. Selanjutnya sampel erosi yang diambil
dari bak erosi lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 103 oC selama 2 × 24 jam
(berat konstan) dan ditimbang berat kering tanah yang tererosi per satuan luas per
satuan hari kejadian hujan.
11
Total aliran permukaan untuk setiap kejadian hujan dihitung dengan persamaan :
Rp = Rg + (Rc × Lp)
Sampel erosi diambil pada setiap hari kejadian hujan selama 10 minggu
setelah perlakuan. Pengambilan sampel pada bak penampung dan drum dilakukan
secara proporsional. Sampel yang diambil terlebih dahulu dilakukan pengadukan
sehingga suspensi dan aliran permukaan menjadi homogen. Sampel erosi yang
diperoleh kemudian dikeringkan dalam oven dan selanjutnya ditimbang untuk
mengetahui besarnya erosi per plot. Pengambilan sebagian sampel aliran
permukaan (sedimen dan air) dilakukan saat hujan berlangsung (sebelum masuk
dalam bak penampungan) dengan menggunakan botol sampel ukuran 200 ml.
DAFTAR PUSTAKA
Lanjutan Lampiran 3
20 Ring sampel 1 box 916.000/box 916.000
21 Analisis FTIR 10 sampel 300.000/sampel 3.000.000
22 Analisis SEM 34 sampel 450.000/sampel 15.300.000
23 Analisis TG-DTA 10 sampel 400.000/sampel 4.000.000
24 Analisis Spektrofotometri 24 sampel 100.000/sampel 2.400.000
UV-VIS
Total 36.933.549