Anda di halaman 1dari 45

1

EFEKTIVITAS AMELIORAN ABU VULKANIK MERAPI


DALAM MENGUBAH SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL DAN
PERTUMBUHAN KEDELAI

ZUMI NURHASANAH

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
2

ABSTRAK

ZUMI NURHASANAH Efektivitas Amelioran Abu Vulkanik Merapi dalam


Mengubah Sifat Kimia Tanah Ultisol dan Pertumbuhan Kedelai. Dibimbing oleh
CHARLENA dan A. KASNO.

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh abu vulkanik Merapi pada


perubahan sifat kimia tanah Ultisol serta pada pertumbuhan dan produksi kedelai.
Kandungan abu vulkanik yang sebagian besar berupa mineral cepat lapuk seperti
volkan kaca, labradorit, augit, bitownit, hiperstin, dan hornblende dengan
komposisi total unsur tertinggi meliputi Ca, Na, K, dan Mg berpotensi menambah
cadangan mineral, memperkaya susunan kimia dan memperbaiki sifat fisik tanah.
Abu ini diaplikasikan pada jenis tanah Ultisol yang kurang subur. Pada penelitian
ini, amelioran abu vulkanik ditambahkan pada tanah dengan dosis 0; 2.5; 5; 10;
20; dan 40 t/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan abu vulkanik
Merapi tidak meningkatkan pH tanah. Namun, semakin tinggi dosis abu vulkanik
yang ditambahkan, semakin tinggi pula Nilai Tukar Kation (K, Ca, dan Mg) dan
Kapasitas Tukar Kation tanah. Selain itu, abu vulkanik dapat menurunkan
kemasaman (Aldd dan Hdd) pada tanah Ultisol. Analisis jaringan tanaman
menunjukkan bahwa sebagian besar hara N, P, dan K terdapat pada biji kedelai,
sedangkan Ca dan Mg sebagian besar terdapat pada daun dengan serapan hara
tertinggi pada dosis 20 t/ha. Penambahan abu vulkanik Merapi dapat
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan hasil kedelai dengan dosis terbaik
20 t/ha.

ABSTRACT

ZUMI NURHASANAH Effectiveness of Merapi Volcanic Ash Ameliorant in


Improving Chemical Properties of Ultisol Soil and Growth of Soybean.
Supervised by CHARLENA and A. KASNO.

This research was carried out to study the effect of Merapi volcanic ash in
improving chemical properties of Ultisol soil and its influence on the growth and
production of soybean. The volcanic ash largely consist of minerals, such as glass
volkan, labradorite, augite, bitownite, hiperstine, and hornblende with high total
composition elements including Ca, Na, K and Mg that are potential to increase
reserves of minerals, enrich chemical composition and physical properties of soil.
The volcano ash was given on the Ultisol soil which is infertile. In this work,
amelioran volcanic ash was applied at dosage of 0; 2.5; 5; 10; 20; and 40 t/ha. The
result showed that the addition of Merapi volcanic ash did not increase the soil
pH. However, the higher the dose of the applied volcanic ash the higher the value
of Cation Exchange (K, Ca, and Mg) and Cation Exchange Capacity gained. In
addition, the volcanic ash can reduce the acidity (Aldd and Hdd) of Ultisol soil.
Plant tissue analysis showed that most of the N, P, and K nutrients were present in
soybeans, while most of the Ca and Mg were in the leaves with the highest
nutrient uptake in a dose of 20 t/ha. Merapi volcanic ash application can increase
plant height, leaf number, and soybean yields with the best dose of 20 t/ha.
3

EFEKTIVITAS AMELIORAN ABU VULKANIK MERAPI


DALAM MENGUBAH SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL
DAN PERTUMBUHAN KEDELAI

ZUMI NURHASANAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
4

Judul Skripsi : Efektivitas Amelioran Abu Vulkanik Merapi dalam Mengubah


Sifat Kimia Tanah Ultisol dan Pertumbuhan Kedelai
Nama : Zumi Nurhasanah
NIM : G44061017

Disetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Charlena, M.Si Ir. A. Kasno, M.Si


NIP 19671222 199403 2 002 NIP 19600119 198303 1 001

Diketahui,
Ketua Departemen Kimia

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS


NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal lulus:
5

PRAKATA

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan
hidayah dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Efektivitas
Amelioran Abu Vulkanik Merapi dalam Mengubah Sifat Kimia Tanah Ultisol dan
Pertumbuhan Kedelai” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari pengaruh abu vulkanik gunung Merapi terhadap perubahan sifat
kimia tanah Ultisol dan pertumbuhan kedelai. Penelitian dilaksanakan sejak bulan
Februari 2011 sampai Agustus 2011 di Rumah Kaca dan Laboratorium Penelitian
dan Uji Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Charlena, M.Si
dan Ir. A. Kasno, M.Si selaku pembimbing yang selalu memberi bimbingan,
motivasi, saran, dan meluangkan waktunya kepada penulis selama berkonsultasi.
Terima kasih kepada Balai Penelitian Tanah yang telah memberikan fasilitas dan
penggunaan peralatan selama penulis melaksanakan penelitian. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu serta seluruh keluarga yang
senantiasa mendoakan, memberi motivasi, dan kasih sayang yang tiada henti.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bu Linca, Pak Narya, Pak
Ikhwan, Ka Tia, Mba Puji, Mba Iin dan para pegawai di Laboratorium Kimia dan
Rumah Kaca, Balai Penelitian Tanah, Bogor. Tidak lupa juga kepada teman-
teman S.M, Kimia 43, dan Kimia 44. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.

Bogor, November 2011

Zumi Nurhasanah
6

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 11 September 1987 dari


pasangan Sutono dan Rusminah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara. Penulis lulus dari SMAN 1 Kebumen pada tahun 2006 dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007, penulis
diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Selama kuliah penulis aktif di kepanitiaan yang diadakan di IPB. Selain itu,
penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang
penelitian dengan judul „‟Ekstrak Etanol Daun Bambu (Dendrocalamus asper)
yang Berpotensi Menurunkan Kadar Asam Urat‟‟. Penulis juga berkesempatan
menjalani kegiatan Praktik Lapang di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah,
Balai Penelitian Tanah, Bogor.
7

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii


DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

BAHAN DAN METODE ................................................................................ 1


Bahan dan Alat ......................................................................................... 1
Metode ..................................................................................................... 2
Preparasi Sampel Tanah di Laboratorium .................................................. 2
Preparasi Sampel Tanaman di Laboratorium ............................................ 2

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 5


Analisis Tanah Awal Ultisol ..................................................................... 5
Analisis pH Tanah Setelah Inkubasi 2 Minggu dan Setelah Panen ............. 6
Analisis P-tersedia Tanah Setelah Inkubasi 2 Minggu dan Setelah Panen .. 7
Analisis Kemasaman Tanah Setelah Inkubasi 2 Minggu dan Setelah
Panen ........................................................................................................ 8
Analisis KTK Tanah Setelah Inkubasi 2 Minggu dan Setelah Panen .......... 9
Analisis NTK Tanah Setelah Inkubasi 2 Minggu dan Setelah Panen .......... 9
Serapan Hara Tanaman ............................................................................. 11
Pengamatan Tanaman ............................................................................... 14

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 15


Simpulan ................................................................................................... 15
Saran......................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 15


LAMPIRAN .................................................................................................... 17
8

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Analisis awal tanah Ultisol ........................................................................ 6


2 Pengaruh dosis abu terhadap tinggi tanaman ............................................. 14
3 Pengaruh dosis abu terhadap jumlah daun ................................................. 14
4 Pengaruh dosis abu terhadap hasil kedelai .................................................... 14

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1 Perbandingan pH setelah inkubasi 2 minggu dan setelah panen ................. 7


2 Kadar P-tersedia setelah inkubasi 2 minggu dan setelah panen .................. 7
3 Kadar Al3+, H+ setelah inkubasi 2 minggu dan setelah panen ..................... 8
4 Nilai KTK tanah 2 minggu inkubasi dan setelah panen............................... 9
5 Nilai NTK tanah 2 minggu inkubasi dan setelah panen .............................. 10
6 Serapan hara N tanaman kedelai ................................................................ 11
7 Serapan hara P tanaman kedelai ................................................................ 12
8 Serapan hara K tanaman kedelai ................................................................ 12
9 Serapan hara Ca tanaman kedelai .............................................................. 13
10 Serapan hara Mg tanaman kedelai ............................................................. 13
11 Pengaruh dosis abu vulkanik terhadap bobot kering biji ............................ 15

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Gambar tanaman kedelai 8 MST ............................................................... 18


2 Diagram alir penelitian .............................................................................. 19
3 Klasifikasi tekstur menurut USDA ........................................................... 20
4 Kriteria penilaian hasil analisis tanah ........................................................ 21
5 Data analisis tanah setelah 2 minggu inkubasi ........................................... 22
6 Data analisis tanah setelah panen............................................................... 22
7 Data analisis abu vulkanik Merapi ............................................................. 23
8 Contoh perhitungan analisis tanah ............................................................. 24
9 Analisis serapan hara N tanaman kedelai ................................................... 28
10 Analisis serapan hara P tanaman kedelai ................................................... 30
11 Analisis serapan hara K tanaman kedelai ................................................... 32
12 Analisis serapan hara Ca tanaman kedelai ................................................. 34
13 Analisis serapan hara Mg tanaman kedelai ................................................ 36
1

PENDAHULUAN Mineral-mineral tersebut berpotensi sebagai


penambah cadangan mineral, memperkaya
Lahan kering termasuk salah satu sumber susunan kimia dan memperbaiki sifat fisik
daya lahan yang memiliki potensi besar tanah setelah mengalami pelapukan fisik
dalam mendukung pembangunan pertanian di maupun kimia di dalam tanah sehingga dapat
Indonesia, baik ditinjau dari luas arealnya digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki
yang mencapai hampir 144 juta ha, maupun tanah-tanah miskin atau tanah yang sudah
terbukanya peluang produksi berbagai mengalami pelapukan lanjut.
komoditas pertanian (Abdurachman 2005). Penelitian mengenai abu vulkanik sebagai
Luas lahan kering di Indonesia sekitar 24.3% amelioran sebelumnya telah dilakukan oleh
didominasi oleh Podsolik Merah Kuning Sediyarso dan Suping (1987) yang
(Ultisol). Dari segi kimia tanah, jenis tanah menggunakan abu gunung Galunggung
Ultisol termasuk tanah yang kurang subur, sebagai amelioran. Hasilnya menunjukkan
bereaksi masam, mengandung Al, Fe, dan Mn bahwa penambahan abu vulkanik dapat
dalam jumlah tinggi sehingga dapat meracuni meningkatkan pH dan Kdd (Ca dan Mg).
tanaman. Lahan masam pada umumnya Selain itu, Zuraida (1999) menggunakan abu
miskin bahan organik dan hara makro seperti Gunung Kelud pada tanah gambut serta
N, P, K, Ca, dan Mg (Subandi 2007). Oleh pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah dan
karena itu, peningkatan produktivitas tanah pertumbuhan jagung. Hasilnya menunjukkan
Ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan bahwa pemberian abu vulkanik Gunung
tanah (ameliorasi), pemupukan dan Kelud dapat meningkatkan kadar hara K, Na,
pemberian bahan organik (Prasetyo dan Ca, Mg, dan Zn. Semakin tinggi dosis abu
Suriadikarta 2009). yang diberikan maka kadar K dan Na
Ameliorasi telah banyak dilakukan untuk semakin menurun, sedangkan kadar Ca, Mg,
meningkatkan kesuburan tanah, seperti dan Zn semakin meningkat. Selain itu,
penelitian Mahbub dan Suryanto (2009) yang pemberian abu vulkanik dengan dosis
menerapkan abu janjang kelapa sawit sebagai semakin tinggi dapat meningkatkan tinggi
amelioran tanah Ultisol. Hasilnya tanaman, berat kering bagian atas, dan akar
menunjukkan bahwa pemberian abu janjang tanaman jagung.
sawit berpengaruh nyata terhadap Penelitian ini bertujuan mempelajari
peningkatan pH, KTK, kejenuhan basa, dan pengaruh abu vulkanik terhadap perubahan
penurunan kejenuhan Al. Penelitian yang sifat kimia tanah Ultisol dan pertumbuhan
dilakukan oleh Widyati (2009) kedelai. Tanah yang bercampur abu vulkanik
memanfaatkan lumpur industri pulp dan dengan kandungan bervariasi serta tingkat
kertas sebagai amelioran dapat juga kesuburan yang berbeda, kemungkinan
meningkatkan C-organik dan hara N, P, K pengaruhnya juga berbeda, baik terhadap
tanah. Selain itu, penelitian yang dilakukan kegunaan tanah untuk pertanian maupun
oleh Muzar (2008) menerapkan limbah cair perubahan sifat-sifat tanah terutama susunan
kelapa sawit pada tanah Ultisol dan kimianya. Perubahan sifat-sifat kimia tanah
pengaruhnya terhadap tanaman kedelai di antaranya dapat dilihat dari analisis pH, P
menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Bray 1, nilai tukar kation (NTK), kapasitas
limbah yang diberikan maka kandungan C- tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB),
Organik, pH, N-total, P-tersedia, dan Kdd dan kemasaman dapat ditukar (Al dan H).
semakin meningkat dengan penurunan Aldd. Manfaat penelitian ini, abu vulkanik
Selain menggunakan jenis amelioran di atas, diharapkan bisa dimanfaatkan sebagai bahan
perbaikan tanah dapat juga dilakukan dengan amelioran untuk memperbaiki tanah yang
penambahan abu vulkanik. kurang subur sehingga produktivitasnya
Abu vulkanik atau pasir vulkanik meningkat.
merupakan bahan material jatuhan yang
disemburkan ke udara pada saat terjadi
letusan gunung berapi. Abu vulkanik bersifat BAHAN DAN METODE
basaltik andesit karena mengandung silikat
sebesar 56%. Selain itu, abu vulkanik Bahan dan Alat
tersusun oleh mineral cepat lapuk seperti
gelas volkan (50%) dengan unsur utama Si, Penelitian menggunakan contoh tanah
labradorit sebesar 26%, augit sebesar 13%, Ultisol yang diambil dari daerah Kecamatan
bitownit, hiperstin [(Mg,Fe)SiO3], dan Kentrong, Rangkasbitung, serta
hornblende[Ca2(Mg,Fe,Al)5(Al,Si)8O22(OH)2] menggunakan contoh abu vulkanik yang
2

diambil dari Dusun Kopeng, Desa Kepuharjo, kedelai. Contoh tanah diambil setelah
Kecamatan Cangkringan, Sleman, tanaman kedelai dipanen. Tanah setelah
Yogyakarta (07o 36‟31” S, 110o27‟14” E). inkubasi 2 minggu dan panen dianalisis pH, P
Selain itu, digunakan juga benih kedelai Bray, KTK (Ca, Mg, K) dan KTK terekstrak
varietas Wilis, pupuk urea, SP-36, KCl, NH4OAc 1N pH 7, dan kemasaman dapat
kompos jerami, pot, kantong plastik, karung, ditukar (Al dan H) terekstrak KCl 1N.
serta bahan-bahan kimia untuk analisis tanah Contoh akar, tanaman, dan biji dianalisis hara
dan tanaman di laboratorium. N, P, K, Ca dan Mg.
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian di antaranya peralatan untuk Preparasi Sampel Tanah di Laboratorium
mengambil contoh tanah, peralatan untuk Pengeringan.Contoh tanah disebarkan di
melakukan percobaan di rumah kaca, dan atas tampah yang dialasi kertas sampul dan
peralatan untuk analisis di laboratorium, diberi label. Akar-akar atau sisa tanaman
seperti tabung perkolasi, tabung digestion, segar, kerikil, dan kotoran lain dibuang,
blok digestion, pH meter, Spektrofotometer kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan
UV-VIS, dan AAS. suhu 40 oC selama + 3 jam.
Penumbukan/Pengayakan.Contoh tanah
Metode disiapkan dengan ukuran partikel < 2 mm dan
< 0.5 mm sebagai berikut: contoh ditumbuk
Penelitian menggunakan rancangan acak pada lumpang porselen dan diayak dengan
lengkap (RAL) dengan 6 buah perlakuan dan ayakan dengan ukuran lubang 2 mm untuk
setiap perlakuan diulang 3 kali. Dengan analisis tekstur, P dan K ekstrak HCl 25%, P-
demikian unit percobaan yang dilibatkan Bray, KTK dan NTK, dan kemasaman dapat
sebanyak 3 x 6 = 18 unit pot. Perlakuan ditukar (Al dan H). Kemudian, disimpan
dilakukan dengan manambahkan abu dalam plastik yang sudah diberi nomor
vulkanik Gunung Merapi dengan dosis 0; 2.5; contoh. Contoh < 0.5 mm diambil dari contoh
5; 10; 20; dan 40 t/ha. Abu vulkanik yang < 2 mm, digiling dan diayak dengan ayakan
digunakan terlebih dahulu diayak 0.5 mm untuk analisis C-organik dan N-total.
menggunakan ayakan 600 mikron. Selain itu,
contoh tanah yang akan digunakan ditumbuk, Preparasi Sampel Tanaman di
diayak, dan dianalisis terlebih dahulu kadar Laboratorium
haranya. Contoh yang berasal dari lapangan
Penelitian dilakukan menggunakan 5 kg sebelum dianalisis terlebih dahulu dicuci
contoh tanah. Contoh tanah yang telah dengan air bebas ion untuk menghilangkan
dihaluskan dimasukkan ke dalam pot, debu-debu dan kotoran lainnya yang dapat
kemudian ditambah abu vulkanik sesuai memberikan kesalahan pada hasil analisis.
dengan dosisnya. Contoh tanah dan abu Contoh tanaman tersebut secepatnya
vulkanik dicampur sampai homogen. dikeringkan dalam oven (70 oC) selama + 3
Kemudian disiram sampai pada kapasitas jam. Contoh yang telah kering kemudian
lapang. Campuran tanah dan abu vulkanik digiling dengan grinder mesin yang
diinkubasi selama 2 minggu. menggunakan filter dengan kehalusan 0.5
Selanjutnya tanah ditanam 3 biji benih mm. Contoh yang telah digiling dimasukkan
kedelai, tanaman kedelai dipelihara sampai ke dalam botol plastik ditutup rapat-rapat
panen. Pemeliharaan yang perlu dilakukan agar tidak terkontaminasi.
adalah penyiraman, penjarangan, penyiangan
serta pengamatan. Selain ditambah abu Penetapan kadar air kering mutlak
vulkanik, setelah penanaman kedelai (Balittanah 2009)
campuran tanah dan abu vulkanik ditambah Sebanyak 1.000 g contoh ditimbang
dengan pupuk urea dengan dosis 100 kg/ha, dalam pinggan aluminium yang telah
pupuk SP-36 dan KCl masing-masing dengan diketahui bobotnya. Dikeringkan dalam oven
dosis 200 kg/ha. pada suhu 105 oC selama 4 jam. Pinggan
Pengamatan tanaman dilakukan terhadap diangkat dan dimasukkan ke dalam eksikator.
tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur 2, Setelah contoh dingin kemudian timbang.
4, 6 dan 8 minggu setelah tanam. Pada saat
panen tanaman diamati bobot kering akar, Kadar Air (%)
tanaman dan biji kedelai. Selain itu, juga = (kehilangan bobot / bobot contoh) x 100
diamati perubahan sifat kimia tanah dan Faktor koreksi kadar air (fk)
kadar hara dalam akar, tanaman dan biji = 100 / (100 – kadar air)
3

Penetapan pH tanah (Balittanah 2009) Pasir (%)


Sebanyak 5.00 g sampel tanah ditimbang = A / {A + 25 (B – 0.0095)} x 100
dua kali, masing-masing dimasukkan ke Debu (%)
dalam botol kocok, ditambahkan 25 ml air = {25(B - C)} / {A + 25 (B – 0.0095)} x 100
bebas ion ke botol yang satu (pH H2O), dan Liat (%)
25 ml KCl 1 M ke dalam botol lainnya (pH = {25 (C - 0,0095)} / {A + 25 (B – 0.0095)}
KCl). Kemudian dikocok menggunakan x 100
mesin pengocok selama 30 menit. Suspensi
tanah diukur dengan pH meter yang telah Keterangan
dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH A = bobot pasir
7.0 dan pH 4.0. B = bobot debu + liat + peptisator
C = bobot liat + peptisator
Tekstur tanah (Balittanah 2009) 100 = konversi ke %
Sebanyak 10.00 g contoh tanah
ditimbang, dimasukan ke dalam gelas piala Analisis C-organik (Balittanah 2009)
800 ml, ditambah 50 ml H2O2 10% kemudian Sebanyak 0.500 g sampel tanah ukuran
dibiarkan semalam. Keesokan harinya 0,5 mm ditimbang, dimasukkan ke dalam
ditambah 25 ml H2O2 30%, dipanaskan labu ukur 100, ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 1
sampai tidak berbusa. Selanjutnya N, lalu dikocok. Selanjutnya ditambahkan 7.5
ditambahkan air bebas ion sampai volume ml H2SO4 pekat, dikocok lalu didiamkan
200 ml dan ditambahkan 20 ml HCl 2N. selama 30 menit. Diencerkan dengan air
Didihkan diatas pemanas listrik selama + 30 bebas ion, dibiarkan supaya dingin kemudian
menit. Diangkat dan setelah agak dingin ditera, dikocok, dan didiamkan. Keesokan
diencerkan dengan air bebas ion sampai harinya diukur absorbansnya menggunakan
volume 700 ml. Selanjutnya, dicuci dengan spektrofotometer (=561 nm).
akuades dengan dienap-tuangkan sampai
bebas asam, kemudian ditambah 10 ml Kadar C-organik (%)
larutan peptisator Na4P2O7 4%. = ppm kurva x ml ekstrak 1000 ml-1 x 100
Suspensi tanah yang telah diberi mg contoh-1 x fk
peptisator diayak dengan ayakan 50 mikron
sambil dicuci dengan air bebas ion. Filtrat Analisis N-total (Balittanah 2009)
ditampung dalam silinder 500 ml untuk Sebanyak 0.25 g contoh tanah ukuran <
pemisahan debu dan liat. Butiran yang 0.5 mm ditimbang, kemudian dimasukan ke
tertahan ayakan dipindahkan dalam pinggan dalam tabung digest. Selanjutnya
aluminium yang telah diketahui bobotnya. ditambahkan 0.25 g campuran selen dan 2.5
Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada ml asam sulfat pekat, didestruksi hingga suhu
suhu 105 oC selama satu malam, didinginkan 350 oC (3-4 jam). Destruksi selesai bila
dalam eksikator dan ditimbang. Untuk keluar uap putih dan didapat ekstrak jernih
pemisahan debu dan liat, filtrat dalam silinder (sekitar 4 jam). Tabung diangkat, didinginkan
diencerkan menjadi 500 ml, diaduk selama dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air
satu menit dan segera dipipet sebanyak 20 ml bebas ion sampai tepat 25 ml. Selanjutnya
ke dalam pinggan aluminium. Filtrat dikocok sampai homogen dan dibiarkan
dikeringkan pada suhu 105 oC selama satu semalam agar partikel mengendap.
malam, didinginkan dalam eksikator dan Sebanyak 1 ml ekstrak dan deret standar
ditimbang. Untuk pemisahan liat diaduk lagi dipipet ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan
selama satu menit lalu dibiarkan selama 3 berturut-turut larutan Sangga Tartrat dan Na-
jam 30 menit pada suhu kamar. Suspensi liat fenat masing-masing sebanyak 2 ml, dikocok.
dipipet sebanyak 20 ml pada kedalaman 5.2 Selanjutnya ditambahkan 2 ml NaOCl 5%,
cm dari permukaan cairan dan dimasukkan ke dikocok dan diukur dengan spektrofotometer
dalam pinggan aluminium. Suspensi liat pada panjang gelombang 636 nm setelah 15
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC menit sejak pemberian pereaksi.
selama satu malam, didinginkan dalam
eksikator dan ditimbang. Kadar nitrogen (%)
= ppm kurva x ml ekstrak 1000 ml-1 x
fraksi pasir =Ag 100/mg contoh x fp x fk
fraksi debu = 25 (B - C) g
fraksi liat = 25 (C – 0.0095) g
Jumlah fraksi = A + 25 (B – 0.0095) g
4

Penentuan fosfor dan kalium ekstrak HCl selang waktu 30 menit. Filtrat ditampung
25% (Balittanah 2009) dalam labu ukur 50 ml, diimpitkan dengan
Sebanyak 2.000 g sampel tanah amonium asetat pH 7.0 untuk pengukuran
ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam kation dapat ditukar: K, Ca, dan Mg.
botol kocok, kemudian ditambahkan 10 ml Selanjutnya, tabung perkolasi yang masih
HCl 25% lalu dikocok dengan mesin kocok berisi contoh, diperkolasi dengan 80 ml
selama 5 jam. Selanjutnya disaring dan etanol 96% untuk menghilangkan kelebihan
dibiarkan semalam. Untuk penentuan fosfor, amonium dan perkolat dibuang. Selanjutnya
diambil 0.5 ml ekstrak jernih ke dalam diperkolasi dengan NaCl 10% sebanyak 50
tabung reaksi, lalu ditambahkan 9.5 ml air ml, filtrat ditampung dalam labu ukur 50 ml
bebas ion dan dikocok. Setelah diencerkan, dan diimpitkan dengan larutan NaCl 10%.
diambil 1 ml ekstrak contoh encer dan deret
standar masing-masing dimasukkan ke dalam Pengukuran Kapasitas Tukar Tation
tabung reaksi, ditambahkan 5 ml larutan (KTK) cara Kolorimetri
pereaksi pewarna P dan dikocok. Selanjutnya Sebanyak 0.5 ml perkolat NaCl dan deret
dibiarkan selama 30 menit, lalu diukur standar NH4+ masing-masing dipipet ke
absorbansnya menggunakan spektrofotometer dalam tabung reaksi. Selanjutnya
UV-Vis (693 nm). Untuk penentuan kalium, ditambahkan 9.5 ml akuades (pengenceran
diambil 1 ml ekstrak jernih sampel ke dalam 20x). Ditambahkan berturut-turut larutan
tabung reaksi, ditambahkan 9 ml air bebas sangga Tartrat, Na-fenat, dan NaOCl 5%
ion dan dikocok. Setelah diencerkan, ekstrak masing-masing sebanyak 2 ml, dikocok dan
contoh dan deret standar kalium diukur dibiarkan 15 menit. Selanjutnya diukur
menggunakan AAS. dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 636 nm.
Kadar P potensial mg P2O5 (100 g)-1
= ppm kurva x (ml ekstrak/1000 ml) x (100 KTK (me/100g)
g/g contoh) x fp x (142/190) x fk = me kurva x 50 ml 1000 ml-1 x 1000g 2.5 g-1
Kadar K potensial mg K2O (100g)-1 x 0.1 x fp x fk
= ppm kurva x 10 x 94/78 x fk
Pengukuran Nilai Tukar Kation (NTK) K,
Penetapan P tersedia metode Bray 1 Ca, dan Mg
(Balittanah 2009) Sebanyak 1 ml perkolat NH4-Ac dan deret
Sebanyak 2.000 g contoh tanah standar K, Ca, Mg masing-masing
ditimbang, kemudian ditambahkan 20 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
pengekstrak Bray 1, dikocok selama 5 menit, kemudian ditambahkan 9 ml akuades
kemudian disaring. Dipipet 1 ml ekstrak (pengenceran 10x) dan ditambahkan 1 ml
jernih ke dalam tabung reaksi. Contoh dan larutan La 0.25%. Kemudian diukur dengan
deret standar masing-masing ditambahkan AAS (untuk Ca dan Mg) dan flamefotometer
pereaksi pewarna fosfat sebanyak 5 ml, (untuk K).
dikocok dan dibiarkan 30 menit. Selanjutnya,
diukur absorbansnya menggunakan Kation (me/100g)
spektrofotometer UV-Vis (693 nm). = (ppm kurva/bst kation) x ml ekstrak 1.000
ml-1 x 1000 g g contoh -1 x 0.1 x fp x fk
Kadar P2O5 tersedia (ppm) Kejenuhan basa
= ppm kurva x ml ekstrak/1.000 ml x 1000g/g = jumlah kation dd/KTK x 100 %
contoh x fp x 142/190 x fk
Penentuan Kemasaman dapat ditukar (Al
Penentuan KTK dan NTK (Balittanah dan H) (Balittanah 2009)
2009) Sebanyak 2.500 g tanah < 2 mm sampel
Sebanyak 2.500 g contoh tanah tanah ditimbang kemudian dimasukkan ke
ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam dalam botol kocok 50 ml, selanjutnya
tabung perkolasi yang telah dilapisi filter ditambahkan 25 ml KCl 1N. Campuran
flock dan pasir terlebih dahulu, lapisan atas dikocok dengan mesin kocok selama 30
ditutup dengan penambahan pasir. Ketebalan menit kemudian disaring. Ekstrak jernih
setiap lapisan pada sekeliling tabung dipipet 5 ml ke dalam erlenmeyer,
diupayakan sama dan disiapkan pula blanko. ditambahkan 3 tetes indikator PP kemudian
Kemudian diperkolasi dengan amonium dititar dengan NaOH baku sampai warna
asetat pH 7.0 sebanyak 2 x 25 ml dengan merah jambu. Ditambahkan sedikit larutan
5

penitar HCl agar warna merah jambu tepat Pengukuran P


hilang. Selanjutnya ditambah 1 ml NaF 4% Sebanyak 0.1 ml ekstrak contoh dan deret
(warna ekstrak akan merah kembali). standar PO4 ke dalam tabung reaksi.
Kemudian dititar dengan HCl baku sampai Ditambahkan 0,9 ml air bebas ion dan kocok.
warna merah tepat hilang. Selanjutnya ditambahkan 5 ml pereaksi
pewarna P. Dikocok sampai homogen dan
Kemasaman (Aldd dan Hdd) (cmol (+) kg-1) dibiarkan 30 menit. Selanjutnya diukur
= (T1 - Tb1) x N NaOH x 50/10 x 100/5 x fk dengan spektrofotometer UV-Vis (693 nm).
Aldd (cmol (+) kg-1)
= (T2 - Tb2) x N HCl x 50/10 x 100/5 x fk Pengukuran K, Ca, dan Mg
Hdd (cmol (+) kg-1) Dipipet 1 ml ekstrak dan deret standar
= kemasamandd – Aldd masing-masing ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 9 ml akuades. Selanjutnya
Penentuan Kadar Hara N, P, K, Ca, dan ditambahkan larutan La 0.25%. Kemudian
Mg dikocok sampai homogen. Kandungan Ca
Sebanyak 0.125 g contoh tanaman dan Mg diukur dengan AAS sedangkan kadar
ditimbang, kemudian dimasukan ke dalam K diukur dengan flamefotometer.
tabung digest. Selanjutnya ditambahkan 0.25
g campuran selen dan 2.5 ml asam sulfat Serapan hara = Kadar hara (%) x Bobot
pekat, didestruksi hingga suhu 350 oC (3-4
jam). Destruksi selesai bila keluar uap putih
dan didapat ekstrak jernih (sekitar 4 jam). HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian
ekstrak diencerkan dengan air bebas ion
sampai tepat 25 ml. Selanjutnya dikocok Analisis tanah awal Ultisol
sampai homogen dan dibiarkan semalam agar
partikel mengendap. Ekstrak jernih Ultisol merupakan tanah yang bertekstur
digunakan untuk pengukuran N. relatif berat, berwarna merah atau kuning
Sebanyak 0.125 g contoh tanaman < 0.5 dengan struktur gumpal, mempunyai agregat
mm ditimbang ke dalam tabung digestion. yang kurang stabil dan permeabilitas rendah
ditambahkan 3.5 ml HNO3 p.a. dan 0.5 ml (Darmawijaya 1997). Analisis sifat kimia
HClO4 p.a. dan biarkan satu malam. tanah Ultisol yang digunakan untuk
Besoknya dipanaskan dalam digestions blok percobaan disajikan pada Tabel 1.
dengan suhu 100 oC selama satu jam, Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa
kemudian suhu ditingkatkan menjadi 150 oC. jenis tanah Ultisol yang digunakan bersifat
Setelah uap kuning habis suhu digestion blok sangat masam dengan tekstur liat berdasarkan
ditingkatkan menjadi 200 oC. Destruksi klasifikasi tekstur menurut USDA (Lampiran
selesai setelah keluar asap putih dan sisa 3). Menurut Prasetyo dan Suradikarta (2009)
ekstrak kurang lebih 0.5 ml. Tabung diangkat Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat
dan dibiarkan dingin. Ekstrak diencerkan pada horizon bawah permukaan sehingga
dengan air bebas ion hingga volume tepat 25 mengurangi daya resap air dan meningkatkan
ml dan di kocok sampai homogen. Ekstrak aliran permukaan dan erosi tanah. Erosi
jernih digunakan untuk pengukuran P, K, Ca, merupakan salah satu kendala fisik pada
dan Mg. tanah Ultisol dan sangat merugikan karena
dapat mengurangi kesuburan tanah. Bila
Pengukuran N lapisan mengalami erosi maka tanah menjadi
Sebanyak 0.1 ml ekstrak contoh miskin bahan organik dan hara, sedangkan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, pH tanah sangat berpengaruh pada
ditambahkan 0.9 ml standar 0 N, dikocok. ketersediaan hara tanaman dan
Kemudian ditambahkan berturut-turut larutan mikroorganisme. Pada pH rendah kadar Al,
sangga tartrat, Na-fenat, dan NaOCl 5%, Mn, dan Fe menjadi lebih larut dan dapat
masing-masing sebanyak 2 ml, dikocok dan bersifat toksik bagi tanaman (Donald 2003).
dibiarkan selama 15 menit. Selanjutnya Kandungan P2O5 potensial dan P2O5
diukur dengan spektrofotometer UV-Vis (636 tersedia tergolong rendah dengan kandungan
nm). K2O potensial juga tergolong rendah
berdasarkan kriteria analisis tanah (Lampiran
4). Selain itu, diperoleh kandungan Aldd hasil
analisis sebesar 8.95 cmol(+)kg-1, menurut
6

penelitian dilakukan oleh Winarso et al. Jenis tanah yang digunakan mempunyai
(2009) konsentrasi Al tanah Ultisol di daerah kandungan C-organik tergolong tinggi dan
Kentrong, Banten sekitar 6.02 cmol(+)kg-1 kandungan N-total tergolong sedang dengan
dan konsentrasi ini dapat mengakibatkan nisbah C/N tergolong rendah menurut kriteria
toksik bagi tanaman. Tingginya kandungan analisis tanah (Lampiran 4).
Al pada tanah Ultisol merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan rendahnya Analisis pH tanah setelah inkubasi 2
kandungan P2O5 di dalam tanah. Fosfat dapat minggu dan setelah panen
diikat kuat oleh Al dan Fe pada tanah-tanah
masam sehingga menjadi tidak tersedia bagi Reaksi tanah (pH) perlu diketahui karena
tanaman. setiap tanaman memerlukan lingkungan pH
tertentu. Selain itu, pH juga mempengaruhi
Tabel 1 Analisis awal tanah Ultisol ketersediaan unsur hara di dalam tanah.
Parameter Satuan Nilai Perbedaan pengukuran pH tanah dalam H2O
pH H2 O 4.21 dan KCl menunjukkan karakteristik muatan.
Pada tanah dengan muatan positif, pH lebih
KCl 3.71
rendah diukur di dalam H2O, sedangkan
Tekstur Pasir % 8 untuk muatan negatif pH lebih rendah diukur
Debu % 26 di dalam larutan KCl.
Liat % 66
Pengaruh penambahan abu vulkanik
Merapi tidak meningkatkan pH tanah. Terjadi
Bahan C % 3.13
sedikit peningkatan nilai pH pada saat
Organik
N % 0.36 inkubasi 2 minggu (Lampiran 5), tetapi
analisis tanah pada saat setelah panen
C/N 7
menunjukkan bahwa nilai pH kembali
Ekstrak HCl P2O5 mg/100g 16.84 menurun (Lampiran 6). Hasil ini sama seperti
25%
yang dilakukan oleh Zuraida (1999),
K2O mg/100g 12.12
pemberian abu vulkanik pada tanah gambut
P-Bray 1 P2O5 ppm 6.70 meningkatkan pH dibandingkan kondisi awal,
NTK K me/100g 0.02 tetapi pada akhirnya nilai pH cenderung
Na me/100g 0.02 menurun kembali mendekati pH awal.
Gambar 1 menunjukkan bahwa pH tanah
Ca me/100g 0.43
setelah panen lebih rendah dibandingkan
Mg me/100g 0.05 setelah 2 minggu inkubasi. Selain itu,
KTK me/100g 1.94 Gambar 1 juga menunjukkan bahwa
kemasaman cadangan (kemasaman dalam
Aldd cmol(+)/kg 8.95
KCl) lebih rendah dibandingkan kemasaman
Hdd cmol(+)/kg 1.15 aktif (kemasaman dalam H2O), hal ini
KB % 26.70 disebabkan pada tanah masam terdapat
hidrogen dan aluminium yang dapat
dipertukarkan, salah satunya menggunakan
Nilai NTK dan KTK tergolong rendah.
kation lain pada unbuffered salt solution (KCl
Kehilangan kation atau mineral yang dapat
1M) (Rowell 1995). Ion Al3+ menggantikan
dipertukarkan pada tanah Ultisol sangat
ion K+ dari larutan KCl selanjutnya ion Al3+
berhubungan dengan rendahnya muatan
akan terhidrolisis dan membentuk Al(OH)3
negatif permukaan atau kapasitas pertukaran
serta membebaskan ion H+ sehingga pH tanah
kation. Akibatnya, banyak mineral dalam
semakin masam.
bentuk kation tercuci dan tanah menjadi
miskin hara (Rosmarkam dan Yuwono 2002).
Nilai kejenuhan basa tergolong rendah, yaitu Al3+ + H2O  Al(OH)2+ + H+
sebesar 26.70%, hal ini menunjukkan bahwa Al (OH)2+ + 2H2O  Al(OH)3 + 2H+
73.30% kation dalam tanah ditempati oleh
ion H+ dan Al3+. Menurut Utomo (2008) Kemasaman aktif atau kemasaman aktual
tanah Ultisol merupakan tanah mineral yang disebabkan oleh adanya ion H+ dalam larutan
berkembang dan mengalami pelapukan lanjut tanah, sedangkan kemasaman potensial atau
serta pencucian intensif. Pencucian intensif kemasaman tertukarkan dihasilkan oleh ion
menyebabkan tanah bereaksi masam dengan H+ dan Al3+ tertukarkan yang diadsorbsi oleh
kejenuhan basa rendah sampai lapisan bawah. koloid tanah.
7

+OH- +OH-
5
H2PO4  H2O + HPO4
- 2-
 H2O + PO43-
4

pH H2O
3 Reaksi diatas menggambarkan pada kisaran
2 pH asam sampai basa, larutan tanah
1 mengandung berbagai bentuk anion fosfat
(Depdikbud 1991).
0
Fosfat dalam suasana asam (H2PO4-)
0 2.5 5 10 20 40
diikat sebagai senyawa Fe-fosfat, Al-fosfat
Dosis abu (t/ha) yang sukar larut. NH4F yang terkandung
(a) dalam pengekstrak Bray akan membentuk
senyawa dengan Fe dan Al dengan
5 membebaskan ion fosfat. Ion fosfat dan
4 molibdat berkondensasi dalam larutan asam
heteropoli menghasilkan asam molibdofosfat
pH KCl

3
heteropoli (asam fosfat molibdat) berwarna
2 kuning. Asam fosfat molibdat yang
1 dihasilkan direduksi dengan asam askorbat
0
sehingga menghasilkan kompleks warna biru
(biru molibdem) yang dapat larut. Intensitas
0 2.5 5 10 20 40
warna biru sebanding dengan banyaknya
Dosis abu (t/ha) fosfor yang mula-mula dimasukkan dalam
(b) asam heteropoli selektif menghasilkan warna
Gambar 1 Perbandingan pH setelah inkubasi biru (Basset et al. 1994). Reaksinya dapat
2 minggu ( ) dan setelah panen digambarkan sebagai berikut:
( ) (a) pH H2O, (b) pH KCl.
PO43-+12MoO42- + 27H+  H7[P(Mo2O7)6] + 10 H2O
Kation-kation Al pada tanah masam dapat (kompleks kuning)
juga mempengaruhi peningkatan kemasaman
H7[P(Mo2O7)6] + C6H8O6  biru molibdem
tanah karena apabila ion-ion Al mengalami
hidrolisis akan meningkatkan konsentrasi ion Pengaruh penambahan abu vulkanik
H+ di dalam tanah sehingga pH tanah Merapi dapat meningkatkan kadar P-tersedia
menurun (Muzar 2008). Dengan pelepasan di dalam tanah, semakin tinggi dosis abu
H+, maka tanah relatif menjadi masam. yang ditambahkan kadar P-tersedia juga
Sampai tingkat kemasaman tertentu, Al semakin meningkat, kecuali pada dosis 2.5
tertukar dianggap kation yang dominan t/ha (Lampiran 5). Tingginya kadar P2O5
pengaruhnya terhadap kemasaman tanah potensial dan tersedia sebesar 196.3 mg/100g
(Rosmarkam dan Yuwono 2002). dan 89 mg/kg (Lampiran 7) pada analisis abu
vulkanik merupakan salah satu faktor yang
Analisis P-tersedia tanah setelah inkubasi menyebabkan kadar fosfat di dalam tanah
2 minggu dan setelah panen juga semakin meningkat. Gambar 2
menunjukkan bahwa kadar fosfat tanah
Fosfor di dalam tanah terdapat dalam setelah panen cenderung menurun
tiga bentuk yaitu H2PO4-, HPO42-, dan PO43-, dibandingkan setelah 2 minggu inkubasi,
tetapi pada umumnya fosfor diserap tanaman kecuali pada dosis 0 dan 2.5 t/ha yang justru
dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) meningkat.
dan ion ortofosfat sekunder (HPO42-) karena
35
ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang
Kadar P (ppm)

30
dapat dimanfaatkan secara langsung oleh 25
tanaman. Bentuk ion ortofosfat primer dan 20
ion ortofosfat sekunder di dalam tanah 15
bergantung pada pH tanah. Pada pH rendah, 10
5
tanaman lebih banyak menyerap ion 0
ortofosfat primer, sedangkan pada pH yang
0 2.5 5 10 20 40
lebih tinggi ion ortofosfat sekunder lebih
Dosis abu (t/ha)
banyak diserap tanaman.
Gambar 2 Kadar P-tersedia setelah inkubasi 2
minggu ( ) dan setelah panen ( ).
8

Menurut Anwar dan Sudadi (2004) ditambahkan, kemasaman (Al dan H) di


banyak tanah yang dapat menjerap fosfat dalam tanah semakin menurun (Lampiran 6).
dalam jumlah banyak dan mengkonversinya Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar Al
menjadi bentuk lebih tidak tersedia bagi dan H setelah panen menurun dibandingkan
tanaman. Bentuk anion fosfat yang dijerap setelah 2 minggu inkubasi. Kadar Al sangat
secara spesifik dibedakan sebagai bentuk berhubungan dengan pH tanah. Semakin
retensi dan bentuk fiksasi. Tisdale dan Nelson rendah pH tanah, semakin tinggi Al dan
(1975) membedakan bentuk fosfat teretensi sebaliknya (Rosmarkam dan Yuwono 2002).
dan terfiksasi sehubungan dengan Tanah dengan nilai pH rendah mengandung
ekstraksinya dengan asam encer. Fosfat yang ion Al3+ tinggi. Tingkat toksisitas Al
diretensi masih dapat terekstrak oleh asam bergantung pada jenis tanaman dan kadar Al.
encer dan relatif lebih mudah berubah Pertukaran Al3+ bergantung pada muatan
menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. negatif permukaan mineral liat dan bahan
Fenomena ini terkadang disebut sebagai organik tanah. Aluminium yang dapat
jerapan ikutan (ko-adosopsi). dipertukarkan terutama dalam bentuk
Sedangkan fosfat yang difiksasi monomer ion heksa aqua [Al(H2O)6]3+,
merupakan bentuk fosfat terjerap yang tidak bentuk inilah yang bersifat toksik bagi
dapat diekstrak dengan asam encer dan tidak tanaman (Donald 2003).
dapat segera tersedia bagi tanaman. Reaksi
fiksasi dapat terjadi antara fosfat dengan Al- 12

Al + H (me/100g)
hidroksida, Fe-hidroksida, maupun dengan 10
mineral silikat. Liat akan bereaksi cepat 8
dengan fosfat membentuk fosfat hidroksida 6
yang sukar larut. 4
2
H H 0
0 2.5 5 10 20 40
O O Dosis abu (t/ha)
(a)
Al OH + H2PO4  Al – H2PO4 + OH
- -
12
10
Aldd (me/100g)

O (larut) O (tidak larut)


8

H H 6
4
Analisis kemasaman dapat ditukar (Al dan 2
H) tanah setelah inkubasi 2 minggu dan 0
setelah panen 0 2.5 5 10 20 40
Dosis abu (t/ha)
Kemasaman dapat ditukar terdiri atas Al 3+ (b)
dan H+ pada koloid tanah. Al3+ dan H+ ini
dapat ditukar oleh K+ dari pengekstrak KCl 1 1,4
M. Selanjutnya dilakukan titrasi 1,2
Hdd (me/100g)

1,0
menggunakan NaOH dan HCl dengan reaksi
0,8
sebagai berikut: 0,6
0,4
H+(aq) + NaOH  H2O + Na+ 0,2
0,0
Al3+(aq) + 3NaOH  Al(OH)3(s) + 3Na+(aq) 0 2.5 5 10 20 40
Dosis abu t/ha)
Al(OH)3(s)+3NaF(aq)  3NaOH(aq) +AlF3(s) (c)
Gambar 3 Kadar Al3+, H+ setelah inkubasi 2
NaOH + HCl  NaCl +H2O minggu ( ) dan setelah panen ( ),
(Rowell 1995) (a) kemasaman, (b) Aldd, (c) Hdd.
Pengaruh penambahan abu vulkanik
Merapi dapat menurunkan kadar Al setelah Menurut Rowell (1995) selain
panen. Semakin tinggi dosis abu yang dikarenakan bahan organik tanah mampu
9

membentuk kompleks dengan sisi reaktif Pengaruh penambahan abu vulkanik


permukaan humus, mineral yang dominan Merapi dapat meningkatkan KTK tanah,
mengontrol kelarutan aluminium dalam semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan
mineral tanah adalah gibsit dan kaolinit. nilai KTK cenderung meningkat (Lampiran
5). Gambar 4 menunjukkan bahwa
Al(OH)3(s)  Al3+(aq) + 3OH-(aq) perbandingan nilai KTK hampir sama antara
pengamatan 2 minggu inkubasi dan setelah
Al3+ bereaksi dengan air menghasilkan panen. Menurut Donald (2003) mineral tanah
hidroksi Al berupa AlOH2+ dan Al(OH)2+ di dapat ditunjukkan dalam dua jenis muatan
dalam larutan. yaitu muatan permanen (konstan) dan muatan
variabel (bergantung pH). Nilai KTK tanah
dengan tekstur liat pada lapisan tanah bawah
Al3+ + H2O  Al(OH)2+ + H+ menunjukkan bahwa nilai KTK relatif
Al(OH)2+  Al(OH)2+ + H+ konstan pada tanah dengan pH antara 2.5 dan
5, tetapi meningkat pada pH antara 5 dan 7.

Analisis KTK tanah setelah inkubasi 2


20
minggu dan setelah panen

KTK (me/100g)
15
Kapasitas Pertukaran Kation (KTK)
merupakan jumlah total kation yang dapat 10
dipertukarkan pada permukaan koloid. 5
Koloid tanah (mineral liat dan humus)
bermuatan negatif sehingga dapat menjerap 0
kation. Muatan pada permukaan tanah dapat 0 2,5 5 10 20 40
bersumber dari substitusi isomorfik dalam Dosis abu (t/ha)
kisi kristal dan ionisasi gugus fungsional Gambar 4 Nilai KTK tanah 2 minggu
pada permukaan padatan penyusun matriks inkubasi ( ) dan setelah panen
tanah. Substitusi isomorfik merupakan proses ( ).
penggantian kation pusat pada kisi kristal
oleh kation lain yang memiliki ukuran yang Kenyataan menunjukkan bahwa KTK
relatif sama tanpa menyebabkan kerusakan dari berbagai tanah sangat beragam bahkan
srtuktur mineralnya (Depdikbud 1991). tanah sejenisnya pun berbeda nilai KTKnya.
Kation dapat ditukar seperti Ca2+, Mg2+, Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat
K , dan Na+ dalam kompleks jerapan tanah
+
dan ciri tanah itu sendiri, diantaranya reaksi
dapat ditukar dengan kation NH4+ dari tanah atau pH, tekstur tanah atau jumlah liat,
pengekstrak sehingga kation terlepas dan jenis mineral liat, bahan organik, pengapuran
terdapat bebas dalam larutan tanah. Untuk dan pemupukan (Hakim et al. 1986).
penetapan KTK tanah, kelebihan kation
penukar NH4+ dicuci dengan etanol 96% agar Analisis NTK tanah setelah inkubasi 2
NH4+ yang tidak terjerap dalam koloid tanah minggu dan setelah panen
bisa tercuci. Selanjutnya, NH4+ yang terjerap
diganti dengan kation Na+ dari larutan NaCl, Koloid liat pada umumnya bermuatan
sehingga NH4+ yang terjerap dalam koloid negatif. Muatan negatif ini dinetralkan
tanah dapat diukur sebagai KTK. dengan menarik kation-kation seperti K+,
Na+, Mg2+, Ca2+ dan lain lain. Hal ini dapat
- Na+ - NH4+ terjadi karena gaya elektrostatis pada
- K+ - NH4+ permukaan liat. Kation-kation yang dijerap
- Ca2+ + NH4+  - NH4+ umumnya dalam bentuk hidrat, jumlah
- Mg2+ - NH4+ molekul-molekul air yang mengelilingi
- dll - NH4+ kation menentukan jarak kation dengan
kompleks jerapan. Karena kation-kation
- NH4+ - Na+ dijerap pada permukaan kristal, dan bukan di
- NH4+ - Na+ dalam kristal maka kation-kation tersebut
dapat dipertukarkan dengan kation lainnya.
- NH4+ + NaCl  - Na+
Mekanisme ini akan menghambat kehilangan
- NH4+ - Na+
ion dari tanah dan mempertahankan ion-ion
- NH4+ - Na+
10

dalam bentuk yang dapat diserap tanaman mineral yang dapat melapuk dan melepaskan
(Anwar dan Sudadi 2004). unsur-unsur penyusunnya ke dalam tanah
Pengaruh penambahan abu vulkanik pada waktu proses pembentukan tanah
Merapi dapat meningkatkan kadar hara K, contohnya plagioklas, amfibol, dan piroksin
Ca, dan Mg dibandingkan kontrol (Lampiran (Prasetyo et al. 2004). Sampel tanah dengan
5). Hasil ini sesuai yang dilakukan Zuraida susunan mineral didominasi oleh mineral
(1999) penambahan abu vulkanik gunung mudah lapuk berarti tanah tersebut
Kelud meningkatkan kadar Ca dan Mg, tetapi mempunyai cadangan sumber hara tanah
kadar Na dan K menurun. Gambar 5 yang tinggi.
menunjukkan bahwa kandungan hara K Menurut penelitian yang dilakukan oleh
setelah penen meningkat, sedangkan Anda dan Wahdini (2010) abu vulkanik
kandungan hara Ca dan Mg menurun tersusun oleh volkan kaca (50%) dengan
dibandingkan setelah 2 minggu inkubasi. unsur utama Si, labradorit sebesar 26% (Na
Penurunan kadar hara Ca dan Mg di dalam dan Ca), augit sebesar 13% (Mg, Fe, dan Ca),
tanah salah satunya dikarenakan sebagian bitownit (Na dan Ca), hiperstin (Mg, Fe, dan
hara sudah diserap tanaman. Ca), dan hornblende (Fe, Mg, Ca, dan Na)
(Tafakresnanto dan Prasetyo (2001); Prasetyo
0,4 et al. (2004) dalam Pramuji dan Bastaman
Kadar K (me/100g)

0,4 2009). Dengan berjalannya waktu, terjadi


0,3
0,3
pelapukan mineral-mineral menjadi sumber
0,2 penambah kation dan anion yang kemudian
0,2 dapat dimanfaatkan tanaman. Suhu dan
0,1 kelembaban tergolong dalam variabel
0,1
lingkungan utama yang berpengaruh terhadap
0,0
kecepatan pelapukan.
0 2.5 5 10 20 40
Pelapukan merupakan fenomena
Dosis abu (t/ha) melemahnya ikatan ion-ion dalam mineral
dan batuan melalui proses-proses disintregasi
(a)
5
dan alterasi sebagai akibat aktivitas kimia,
fisik, dan biologi (Anwar dan Sudadi 2004).
Kadar Ca (me/100g)

4
Proses pelapukan fisik maupun kimia
3 mengakibatkan terjadinya pelapukan batuan
2 yang merupakan fenomena awal terjadinya
proses pembentukan tanah. Dimana proses
1
pelapukan melibatkan beberapa reaksi seperti
0 oksidasi, reduksi, oksidasi-reduksi, hidrasi,
0 2.5 5 10 20 40 hidrolisis, dan pelarutan.
Dosis abu (t/ha) Secara kimiawi, di dalam lingkungan
(b) dimana batuan terbentuk, struktur dan valensi
0,8 ion-ion dalam mineral bersifat stabil, tetapi
Kadar Mg (me/100g)

bersifat sebaliknya dalam lingkungan fisik


0,6
dan kimia di permukaan tanah. Banyak jenis
0,4 mineral yang mengandung kation seperti
Ca2+, Mg2+, Na+, dan K+ yang terhidrolisis
0,2 pada proses pelapukan kimia berdasarkan
reaksi berikut.
0,0
0 2.5 5 10 20 40
Dosis abu (t/ha)
(Ca, Mg, Na, K, Al)silikat + H2O  Ca2+ +
Mg2+ + Na+ + K+ + Al(OH)3 +
(c)
Si(OH)4 + OH-
Gambar 5 Nilai NTK tanah inkubasi 2
(Wild 1995)
minggu ( ) dan setelah panen ( ),
(a) K, (b) Ca, (c) Mg.
Kebanyakan reaksi kimia liat tanah
seperti pertukaran kation terjadi pada
Meningkatnya kadar hara seperti K, Ca,
permukaan liat. Permukaan reaktif pada
dan Mg salah satunya dikarenakan abu
permukaan liat tanah dapat dibedakan
vulkanik tersusun oleh mineral mudah lapuk.
menjadi tiga kelompok, yaitu (1) permukaan
Mineral mudah lapuk merupakan jenis
siloksan, terbentuk oleh ikatan Si-O-Si pada
11

Si-tetrahedra, (2) permukaan oksihidroksida, akar tanaman pada saat penyerapan


terbentuk oleh ikatan O-Al-OH pada Al- (Depdikbud 1991).
oktahedra, dan (3) permukaan pada bahan
amorf yang dapat dibedakan sebagai Serapan N
permukaan silanol (-Si-OH), aluminol (-Al-
OH), dan ferrol (-Fe-OH). Kecepatan jerapan Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk
dan pertukaran kation proporsional dengan ion NO3- atau NH4+. Tanaman di lahan kering
luas permukaan. Luas permukaan meningkat umumnya menyerap ion NO3- relatif lebih
dengan penurunan ukuran partikel (Anwar besar dibandingkan ion NH4+. Nitrogen
dan Sudadi 2004). mempunyai peran utama bagi tanaman untuk
Efisiensi pertukaran kation-kation dalam merangsang pertumbuhan tanaman secara
tanah sangat ditentukan oleh beberapa faktor, keseluruhan, terutama batang, cabang, dan
di antaranya: (1) Kepekatan ion, semakin daun. Selain itu, nitrogen juga berperan
tinggi kepekatan suatu kation semakin efisien penting dalam proses fotosintesis (Santoso
perpindahannya, (2) Aktivitas ion, semakin 2010).
besar ukuran ion terhidrasi semakin rendah Gambar 6 menunjukkan bahwa sebagian
aktivitas pergerakannya, urutan aktivitas ion besar hara N terdapat pada biji kedelai.
yang berhidrasi menurut seri Ostwald Ca2+ > Berdasarkan penggolongan menurut
Mg2+ > K+ > Na+, (3) Jenis liat, ukuran Rosmarkam dan Yuwono (2002) kandungan
kemudahan tukar pada mineral liat hara N pada biji kedelai tergolong sedang
Montmorillonit dan Kaolinit Ca2+ > Mg2+ > sampai tinggi sedangkan pada daun, batang,
K+ > Na+, Mika K+ > Ca2+ > Mg2+ > Na+ dan akar tergolong sangat rendah. Tingginya
(Rowell 1995). Urutan kemudahan kadar nitrogen pada biji kedelai berhubungan
penggantian kation menurut deret lyotrop dengan senyawa protein yang banyak
sebagai berikut Na+ > K+ > Mg2+ > Ca2+. terdapat dalam biji kedelai. Protein pada
Berdasarkan nilai KTK dan NTK tanah hakekatnya merupakan persenyawaan
diperoleh nilai kejenuhan basa. Kejenuhan kompleks dari asam-asam amino. Kandungan
basa menunjukkan perbandingan antara N dalam kebanyakan protein sekitar 16%,
jumlah kation-kation basa dengan jumlah kandungan N mudah dianalisis sebagai NH3
semua kation yang terdapat dalam kompleks dengan metode Kjeldahl.
jerapan tanah (Hardjowigeno 2003). Nilai
kejenuhan basa setelah 2 minggu inkubasi 6
dan setelah panen berkisar antara 19-28%. 5
Kation-kation basa merupakan unsur yang
Serapan N

4
diperlukan tanaman. Selain itu, basa-basa
3
umumnya mudah tercuci sehingga tanah
dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan 2
bahwa tanah tersebut belum banyak 1
mengalami pencucian dan merupakan tanah 0
yang subur (Hardjowigeno 2003).
0 2.5 5 10 20 40
Dosis Abu (t/ha)
Serapan hara tanaman (a)
80
Selain analisis tanah dilakukan juga
60
Serapan N

analisis terhadap jaringan tanaman meliputi


akar, batang, daun, dan biji kedelai. Hara 40
diserap tanaman dalam bentuk ion positif
20
(NH4+, K+, Ca2+, dan Mg2+) dan ion negatif
(NO3-, HPO4-, dan Cl-). Ion ini umumnya 0
terikat dalam kompleks jerapan tanah berupa 0 2.5 5 10 20 40
koloid anorganik dan koloid organik. Dosis abu (t/ha)
Dalam keadaan normal, faktor-faktor (b)
utama yang mempengaruhi ketersediaan hara Gambar 6 Serapan hara N tanaman kedelai,
bagi tanaman diantaranya: (1) ada tidaknya (a) daun ( ), batang ( ), akar ( )
dalam larutan tanah, (2) tingkat interaksi (b) biji ( ).
dengan kecepatan pembebeasan dalam fase
tanah, (3) aktivitas jasad renik, dan (4) seleksi Pengaruh penambahan abu vulkanik
Merapi dapat meningkatkan serapan N.
12

Semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan tanaman kedelai, serapan P cenderung
maka serapan N pada daun dan biji kedelai menyebar. Serapan tertinggi sebagian besar
semakin meningkat, sedangkan pada batang diperoleh pada dosis 20 t/ha (Lampiran 10).
dan akar tanaman kedelai, serapan N Bagian tanaman yang berkaitan dengan
cenderung menyebar. Serapan hara N pembiakan generatif seperti daun-daun
tertinggi diperoleh pada dosis 20 t/ha, kecuali bunga, tangkai sari, kepala sari, butir tepung
pada daun serapan tertinggi pada dosis 40 sari, daun buah, dan bakal biji banyak
t/ha (Lampiran 9). mengandung fosfor. Jadi, untuk pembentukan
bunga dan buah banyak diperlukan fosfor.
Serapan P Selain itu, fosfor juga berperan dalam sintesa
hijau daun, fosfor mendorong pertumbuhan
Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk akar-akar muda yang berguna bagi resistensi
ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan ion terhadap kekeringan (Santoso 2010).
ortofosfat sekunder (HPO42-). Sebagian besar
fosfor di dalam tanaman berfungsi sebagai Serapan K
zat pembangun dan terikat dalam senyawa-
senyawa organik dan hanya sebagian kecil Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion
terdapat dalam bentuk anorganik sebagai ion- K+. Ion kalium mempunyai fungsi psikologis
ion fosfat (Santosa 2010). pada asimilasi zat arang. Kalium berperan
Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui selama pembentukan bunga dan buah. Oleh
bahwa sebagian besar fosfor terdapat pada karena itu, kalium mudah bergerak. Selain
biji kedelai. Kandungan P pada biji kedelai itu, kalium berfungsi pada pembentukan
tergolong sedang sampai tinggi, sedangkan jaringan penguat (Santosa 2010).
pada daun, batang, dan akar tergolong sangat Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui
rendah. Menurut Rosmarkam dan Yuwono bahwa sebagian besar hara K terdapat pada
(2002) fosfor ditemukan relatif dalam jumlah biji kedelai. Kandungan hara K pada biji
lebih banyak dalam buah dan biji tanaman. kedelai tergolong sangat tinggi, pada daun
tergolong sedang, sedangkan pada batang dan
0,4 akar tergolong sangat rendah (Rosmarkam
0,3 dan Yuwono 2002).
0,3
Serapan P

0,2 10
0,2 8
Serapan K

0,1
0,1 6
0,0 4
0 2.5 5 10 20 40
2
Dosis abu (t/ha)
(a) 0
8 0 2.5 5 10 20 40
Dosis abu (t/ha)
6
Serapan P

(a)
4
40
2
Serapan K

30
0
20
0 2.5 5 10 20 40
Dosis abu (t/ha) 10
(b) 0
Gambar 7 Serapan hara P tanaman kedelai, 0 2.5 5 10 20 40
(a) daun ( ), batang ( ), akar ( )
Dosis abu (t/ha)
(b) biji ( ).
(b)
Gambar 8 Serapan hara K tanaman kedelai,
Pengaruh penambahan abu vulkanik
(a) daun ( ), batang ( ), akar ( )
Merapi dapat meningkatkan serapan hara P.
(b) biji ( ).
Semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan
maka serapan P pada daun dan biji semakin
Pengaruh penambahan abu vulkanik
meningkat, sedangkan pada batang dan akar
Merapi dapat meningkatkan serapan hara K.
13

Semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan t/ha, sedangkan pada biji dan batang serapan
maka serapan K pada daun dan biji kedelai tertinggi pada dosis 40 t/ha (Lampiran 12).
semakin meningkat, sedangkan pada akar Menurut hasil analisis, kandungan Ca pada
serapan K cenderung menyebar dengan daun kedelai tergolong sedang, pada biji dan
serapan tertinggi pada dosis 20 t/ha batang tergolong rendah, sedangkan pada
(Lampiran 11). Berbeda dengan serapan pada akar tergolong sangat rendah.
daun, akar, dan biji, serapan pada batang
menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Serapan Mg
abu serapan hara K semakin rendah.
Magnesium diserap tanaman dalam
Serapan Ca bentuk Mg2+ dan merupakan bagian dari hijau
daun yang tidak dapat digantikan oleh unsur
Kalsium diserap tanaman dalam bentuk lain, kecuali di dalam hijau daun terdapat
Ca2+. Unsur ini terdapat sebagai kalsium pula sebagai ion di dalam air-sel. Walaupun
oksalat pada lamela-lamela tengah dari Magnesium diserap tanaman dalam jumlah
dinding-dinding sel. Selain itu, terdapat juga yang sedikit dibandingkan unsur makro lain
pada batang yang berpengaruh baik pada seperti N, P, dan Ca, tetapi Mg2+ mempunyai
pertumbuhan ujung dan bulu-bulu akar. peranan penting dalam penyusunan klorofil.
Fungsi kalsium di antaranya sebagai pengatur Menurut G.H Collings (1995) dalam Santoso
permeabilitas dari dinding sel (Santosa 2010). (2010) kadar magnesium dari klorofil
Kalsium terdapat pada tanaman yang banyak tanaman sebesar 2.7%.
mengandung protein karena Ca juga berperan Gambar 10 menunjukkan bahwa sebagian
dalam pembuatan protein atau bagian yang besar Mg terdapat pada bagian daun. Hal ini
aktif dari tanaman (El Frando 2010). berkaitan dengan adanya Mg yang terdapat
Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui pada klorofil daun. Klorofil merupakan
bahwa sebagian besar Ca terdapat pada kelompok pigmen fotosintesis yang terdapat
bagian daun. dalam tumbuhan, menyerap cahaya merah,
biru dan ungu, serta merefleksikan cahaya
3 hijau yang menyebabkan tumbuhan
3 memperoleh ciri warnanya. Terdapat dalam
kloroplas dan memanfaatkan cahaya yang
Serapan Ca

2
diserap sebagai energi untuk reaksi-reaksi
2
cahaya dalam proses fotosintesis (Rifai
1 1996).
1
0 4
3
0 2.5 5 10 20 40
Serapan Mg

3
Dosis abu (t/ha) 2
(a) 2
8 1
1
Serapan Ca

6
0
4
0 2.5 5 10 20 40
2 Dosis abu (t/ha)
0 (a)
0 2.5 5 10 20 40 0,1
Dosis abu (t/ha) 0,1
Serapan Mg

(b) 0,1
Gambar 9 Serapan hara Ca tanaman kedelai, 0,1
(a) biji ( ), batang ( ), akar ( ) 0,0
(b) daun ( ). 0,0
0,0
Pengaruh penambahan abu vulkanik 0 2.5 5 10 20 40
Dosis abu (t/ha)
Merapi dapat meningkatkan serapan Ca.
Semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan (b)
maka serapan Ca semakin meningkat. Pada Gambar 10 Serapan hara Mg tanaman
daun dan akar serapan tertinggi pada dosis 20 kedelai, (a) daun ( ), biji ( )
(b) batang ( ), akar ( ).
14

Pengaruh penambahan abu vulkanik Tabel 3 menunjukkan bahwa, semakin


Merapi dapat meningkatkan serapan Mg. tinggi dosis abu yang ditambahkan maka
Semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan jumlah daun juga semakin meningkat dengan
maka serapan Mg pada akar, daun, dan biji jumlah daun terbanyak pada dosis 20 t/ha.
semakin meningkat dengan serapan tertinggi Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
pada dosis 20 t/ha, sedangkan pada batang pengaruh dosis abu terhadap jumlah daun
serapan Mg cenderung menyebar dengan berbeda sangat nyata pada minggu ke 4 dan
serapan tertinggi pada dosis 0 t/ha (Lampiran ke 6 dengan nilai F hitung 6.11 dan 6.66,
13). Menurut Rosmarkam dan Yuwono sedangkan pada minggu ke 2 dan 8 untuk
(2002) semakin tinggi penyerapan K maka dosis 20 t/ha nilainya berbeda nyata terhadap
semakin rendah penyerapan Mg. Berdasarkan kontrol.
kriteria analisis tanaman, kandungan Mg
pada daun tergolong sedang, pada buah Tabel 3 Pengaruh dosis abu terhadap jumlah
tergolong rendah, sedangkan pada batang dan daun
akar tergolong sangat rendah. Dosis
Jumlah daun
abu
(t/ha) ke-2 ke-4 ke-6 ke-8
Pengamatan tanaman
0 24.00b 41.00c 79.67b 107.33b
Permasalahan pertumbuhan tanaman 2.5 24.67ab 45.67bc 82.67b 109.00b
kedelai pada tanah masam diantaranya pH 5 26.00 ab
47.67 bc
97.67 ab
126.00b
tanah rata-rata kurang dari 4, kandungan 10 24.33ab 50.67ab 98.67ab 147.00b
hara, bahan organik, P-tersedia dan KTK a a a
20 28.00 57.67 117.33 154.33a
tanah tergolong rendah. Selain itu, tingginya
ab a a
kandungan unsur Mn2+ dan aluminium reaktif 40 27.00 57.33 115.00 141.33ab
(Al3+) dapat meracuni akar tanaman dan
menghambat pembentukan bintil akar Tabel 4 menunjukkan bahwa peningkatan
tanaman legum. Distribusi perakaran tanaman dosis abu vulkanik tidak berpengaruh nyata
juga relatif dangkal sehingga tanaman kurang terhadap bobot kering akar dan batang, tetapi
tahan terhadap kekeringan dan banyak terjadi untuk dosis abu 20 t/ha pada bobot kering
pencucian hara sampai lapisan bawah daun dan biji nilainya berpengaruh nyata
(Hairiah et al. 2005). terhadap kontrol. Tabel 4 juga menunjukkan
Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah bahwa bobot kering akar, batang, daun, dan
daun dilakukan setelah 2, 4, 6, dan, 8 minggu biji tertinggi pada dosis 20 t/ha.
setelah tanam. Tabel 2 menunjukkan bahwa
semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan Tabel 4 Pengaruh dosis abu terhadap hasil
maka tinggi tanaman juga semakin meningkat tanaman kedelai
pada minggu ke 2 dan 8, sedangkan pada Dosis
abu Bobot kering (g/pot)
minggu ke 4 dan 6 untuk dosis 40 t/ha
(t/ha) Akar Batang Daun Biji
nilainya lebih rendah dibandingkan dosis 20
t/ha. Hal ini mungkin dikarenakan dosis abu 0 0.687a 3.200a 2.987a 9.967a
yang ditambahkan terlalu berlebihan. Hasil 2.5 0.700a 3.028a 3.290ab 10.080a
a a ab
analisis statistik menunjukkan bahwa 5 0.733 3.327 3.760 10.450ab
pengaruh dosis abu terhadap tinggi tanaman 10 0.773 a
3.613 a
4.163 ab
10.747ab
berbeda nyata pada minggu ke 2, 6, dan 8. 20 1.090 a
3.897 a
4.300 b
12.053b
a a ab
40 0.820 3.647 4.233 10.937ab
Tabel 2 Pengaruh dosis abu terhadap tinggi
tanaman Gambar 11 menunjukkan kurva hubungan
Dosis Tinggi tanaman kedelai (cm) antara dosis abu vulkanik dengan bobot
abu
(t/ha) ke-2 ke-4 ke-6 ke-8
kering biji untuk mengetahui pengaruh dosis
c a b
abu yang ditambahkan terhadap hasil
0 18.93 39.50 70.00 79.50b produksi kedelai. Berdasarkan kurva
2.5 19.73 bc
39.90 a
72.67 b
102.00 ab diperoleh persamaan -0.003x2 + 0.169x +
5 19.93bc 40.73a 87.17ab 102.00 ab 9.744, dari persamaan ini dapat diketahui
bahwa bobot kering biji maksimum sebesar
10 19.83bc 41.00a 87.33ab 103.50ab
12.12 gram akan diperoleh pada saat dosis
ab a a
20 22.23 47.33 102.67 112.75a abu vulkanik yang ditambahkan sebesar
40 22.87a 45.97a 95.67ab 113.67a 28.17 t/ha.
15

pada Abu Erupsi Merapi, Oktober-


12,5 November 2010. Bogor: Balai Besar
12 Penelitian dan Pengembangan
Bobot kering biji (g) 11,5 Sumberdaya Lahan Pertanian, siap terbit.
11
10,5
10 y = -0.003x2 + 0.169x + 9.744 Anwar, Sudadi. 2004. Kimia Tanah. Bogor:
9,5 Institut Pertanian Bogor.
9
8,5
8
[Balittanah] Balai Penelitian Tanah. 2009.
Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Pupuk. Bogor: Badan Penelitian dan
Gambar 11 Pengaruh dosis
Dosis abu abu vulkanik
(t/ha) Pengembangan Pertanian, Departemen
terhadap bobot kering biji. Pertanian.

Basset J, RC Denney, GH Jeffery, J


SIMPULAN DAN SARAN Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik Edisi
Simpulan keempat. AH Pudjaatmaka dan L Setiono
penerjemah. Jakarta: Kedokteran EGC.
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan
bahwa penambahan abu vulkanik tidak Darmawijaya MI. 1997. Klasifikasi Tanah.
meningkatkan pH tanah, tetapi semakin Yogyakarta: Gajah Mada University
tinggi dosis abu yang ditambahkan maka nilai Press.
NTK (K, Ca, dan Mg) dan KTK semakin
meningkat. Selain itu, abu vulkanik juga [Depdikbud] Departemen Pendidikan dan
dapat menurunkan kemasaman (Aldd dan Hdd) Kebudayaan, Direktorat Jenderal
pada tanah Ultisol. Semakin tinggi dosis abu Pendidikan Tinggi Departemen
yang ditambahkan maka serapan hara N, P, Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kimia
K, Ca, dan Mg juga semakin meningkat. Tanah. Jakarta: Balai Pustaka.
Peningkatan dosis abu vulkanik Merapi
berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, Donald S. 2003. Environmental Soil
jumlah daun, bobot kering daun dan biji. Chemistry. London: Academic Press.
Akan tetapi, tidak berbeda nyata terhadap
bobot kering akar dan batang dengan dosis El Frando Edo. 2010. Unsur Kalsium.
abu terbaik yaitu 20 t/ha. [terhubung Berkala].
http://www.agrilands.net. [08 Oktober
Saran 2011].

Perlu dilakukan analisis silikat untuk Hairiah K., Widianto, dan D Suprayogo.
mengetahui apakah silikat berpengaruh 2005. Dapatkah pengembangan budidaya
terhadap sifat kimia tanah sehingga tanaman pangan pada tanah masam
mempengaruhi pertumbuhan tanaman karena selaras dengan konsep pertanian sehat?.
sebagian besar abu vulkanik tersusun oleh Dalam Makarim, et al. (penyunting).
mineral silikat. Abu vulkanik Gunung Merapi Prosiding Lokakarya Pengembangan
dapat digunakan sebagai bahan amelioran Kedelai di Lahan Sub-optimal.
tanah masam. Puslitbangtan Bogor 87-116.

Hakim et al. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.


Lampung: Universitas Lampung.
DAFTAR PUSTAKA
Hardjowigeno HS. 2003. Ilmu Tanah.
Abdurachman A. 2005. Rangkuman Bahasan Jakarta: Akademika Pressindo.
Lahan Kering di Indonesia. Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Mahbub IH, Suryanto. 2009. Aplikasi Abu
Agroklimat. Janjang Kelapa Sawit Sebagai Amelioran
Beberapa Sifat Kimia Ultisol. Jambi :
Anda M, Wahyu W. 2010. Sifat, Komposisi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Mineral, dan Kandungan Berbagai Unsur Universitas Jambi.
16

Muzar A. 2008. Aplikasi Limbah Cair Pabrik Tafakresnanto C dan BH Prasetyo. 2001.
Kelapa Sawit terhadap Tanah Ultisol dan Peranan data mineral tanah dalam
Pengaruhnya pada Tanaman Kedelai. menunjang interpretasi sumber daya
Jurnal Agrivigor 8:224-232. tanah. Jurnal Tanah dan Air 2(1): 47-56.

Pramuji dan Bastaman. 2009. Teknik Analisis Tisdale SJ, WL Nelson and JD Beaton. 1985.
Mineral Tanah untuk Menduga Cadangan Soils and Soil Fertility. New York: Mc
Sumber Hara. Buletin Teknik Pertanian Grow Hill Book.
14(2):80-82.
[USDA] United State Department of
Prasetyo BH, JS Adiningsih, K Subagyono, Agricultural. 1975. Soil Taxonomy – A
dan RDM Simanungkalit. 2004. Basis System of Soil Classification for
Mineralogi, kimia, fisika, dan biologi Making and Interpreting Soil. Washington
lahan sawah. hlm. 29-82. Dalam F. Agus DC:Government Printing Office.
(Ed.). Tanah Sawah dan Teknologi
Pengelolaannya. Bogor: Pusat Penelitian Utomo B. 2008. Perbaikan Sifat Tanah
Tanah dan Agroklimat. Ultisol untuk Meningkatkan Pertumbuhan
Eucalyptus Urophylla pada Ketinggian 0-
Prasetyo, Suriadikarta. 2009. Karakteristik, 400 meter [karya ilmiah]. Medan:
Potensi, dan Teknologi Pengelolaan Universitas Sumatera Utara.
Tanah Ultisol untuk Pengembangan
Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Widyati E. 2009. Pemanfaatan Sludge
Jurnal Litbang Pertanian 25:2. Industri Pulp dan Kertas sebagai
Amelioran Tanah untuk Memacu
Rifai MA dkk. 1996. Kamus Biologi Bagian Rehabilitasi Lahan. Jurnal BS 44:41-48.
Fisiolog. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Wild A. 1995. Soils and Environment.
Rosmarkam, Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Cambridge University Press.
Tanah. Yogyakarta: Kanisius.
Winarso S, Eko H, Syekhfani, dan Didik S.
Rowell DL. 1995. Soil Science Method & 2009. Pengaruh Kombinasi Senyawa
Applications. Singapore: Longman Humik dan CaCO3 terhadap Aluminium
Singapore Publisers. dan Fosfat Typic Peleudult Kentrong
Banten. Jurnal Tanah Tropica 14:89-95.
Santoso SC. 2010. Mineral Bagi Tanaman. [
Terhubung Berkala]. Zuraida. 1999. Penggunaan Abu Volkan
www.sugihciptasantosa.com. [09 Oktober sebagai Amelioran pada Tanah Gambut
2011]. dan Pengaruhnya terhadap Sifat Kimia
Tanah dan Pertumbuhan Jagung [Skripsi].
Sediyarso M, Suping. 1987. Pengaruh Abu Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Galunggung terhadap Tanah Pertanian.
Bogor: Pusat Penelitian Tanah.

Subandi. 2007. Teknologi Produksi dan


Strategi Pengembangan Kedelai pada
Lahan Kering Masam. Jurnal Iptek
Tanaman Pangan 2:1.
17

LAMPIRAN
18

Lampiran 1 Gambar tanaman kedelai 8MST

Dosis abu 0 t/ha – 2.5 t/ha Dosis abu 0 t/ha – 5 t/ha

Dosis abu 0 t/ha – 10 t/ha Dosis abu 0 t/ha – 20 t/ha

Dosis abu 0 t/ha – 40 t/ha


19

Lampiran 2 Diagram alir penelitian

Penumbukan Tanah

Pengayakan Tanah Pengeringan dalam


kasar Oven

Penimbangan Tanah Pengayakan Tanah


ukuran 2 mm

Pengayakan Abu
Pengayakan Tanah
ukuran 0,5 mm

Penimbangan Abu

Analisis Tanah Awal (kadar air, pH, tekstur, C-


Organik, N-Total, P dan K ekstrak HCl 25%,
P-Bray 1,NTK, KTK, kemasaman dapat
Aplikasi Abu ke Tanah ditukar (Aldd dan Hdd)

Inkubasi 2 minggu Sampling tanah

Penanaman Kedelai Analisis tanah (kadar air, pH, P-Bray


1, NTK, KTK, dan kemasaman dapat
ditukar (Aldd dan Hdd)

Pengamatan tinggi tanaman


dan jumlah daun pada umur 2,
4, 6, dan 8 minggu

Analisis tanah (kadar air, pH, P- Setelah panen Analisis Daun, Biji,
Bray 1, NTK, KTK, dan
Batang, dan Akar (N, P,
kemasaman dapat ditukar (Aldd
K, Ca, dan Mg)
dan Hdd)
20

Lampiran 3 Klasifikasi tekstur menurut USDA


21

Lampiran 4 Kriteria penilaian hasil analisis tanah

Parameter tanah Nilai


Sangat Sangat
rendah Rendah Sedang Tinggi tinggi
C (%) <1 1-2 2-3 3-5 >5
N (%) < 0.1 0.1-0.2 0.21 - 0.5 0.51 - 0.75 > 0.75
C/N <5 5 - 10 11 - 15 16 - 25 > 25
P2O5 HCl 25% (mg 100g-1) < 15 15 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60
P2O5 Bray (ppm P) <4 5-7 8 - 10 11 - 15 > 15
K2O HCl 25% (mg 100g-1) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60
KTK /CEC (me 100g tanah-1) <5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 > 40
Ca (me 100g tanah-1) <2 2-5 6 - 10 11 - 20 > 20
Mg (me 100g tanah-1) < 0.3 0.4 - 1 1.1 - 2.0 2.1 – 8.0 >8
K (me 100g tanah-1) < 0.1 0.1 - 0.3 0.4 - 0.5 0.6 - 1.0 >1
Na (me 100g tanah-1) < 0.1 0.1 - 0.3 0.4 - 0.7 0.8 - 1.0 >1
Kejenuhan basa (%) < 20 20 - 40 41 - 60 61 - 80 > 80

Sangat Agak Agak


masam Masam masam Netral alkalis Alkalis
pH H2O < 4.5 4.5 - 5.5 5.5 - 6.5 6.6 - 7.5 7.6 - 8.5 > 8.5

* Penilaian ini hanya didasarkan pada sifat umum secara empiris


22

Lampiran 5 Data analisis tanah setelah 2 minggu inkubasi

Dosis abu pH P-tersedia Kemasaman Aldd Hdd KTK NTK


(t/ha) pH H2O pH KCl K Ca Mg
0 4.08 3.84 15.48 10.34 9.31 1.03 13.80 0.1395 2.1340 0.3185
2.5 4.13 3.85 13.27 9.82 8.69 1.13 14.24 0.1276 2.1000 0.3331
5 4.25 3.87 18.34 9.63 8.55 1.08 15.60 0.1489 2.5678 0.4023
10 4.26 3.87 21.70 9.21 8.16 1.05 15.65 0.1521 3.1838 0.6368
20 4.33 3.88 22.41 9.26 8.32 0.92 16.13 0.1534 3.6855 0.6020
40 4.35 3.87 30.98 8.47 7.85 0.63 16.61 0.1617 3.6021 0.7251

Lampiran 6 Data analisis tanah setelah panen

Dosis abu pH P-tersedia Kemasaman Aldd Hdd KTK NTK


(t/ha) pH H2O pH KCl K Ca Mg
0 4.03 3.50 18.15 6.81 6.63 0.18 13.65 0.2478 2.2136 0.3155
2.5 3.91 3.49 18.55 6.51 6.35 0.20 14.25 0.2909 2.0328 0.3651
5 4.01 3.46 18.27 6.16 5.99 0.17 15.06 0.2964 2.6127 0.4119
10 4.06 3.48 20.66 5.98 5.78 0.20 15.61 0.2974 3.1513 0.5597
20 4.05 3.46 20.40 6.02 5.88 0.14 15.96 0.3216 3.2261 0.5918
40 4.10 3.49 27.22 5.52 5.45 0.07 17.01 0.3161 3.5625 0.6618
23

Lampiran 7 Data analisis abu vulkanik merapi

Parameter Satuan Hasil


pH H2O 5.90
KCl 5.30
Tekstur Pasir % 70
Debu % 26
Liat % 4
Bahan Organik C % 0.21
N % 0.01
C/N 15
Ekstrak HCl 25% P2O5 mg/100g 196.3
K2O mg/100g 9.6
P-Bray 1 P2O5 mg/kg 89
NTK K me/100g 0.01
Na me/100g 0.04
Ca me/100g 0.42
Mg me/100g 0.03
KTK me/100g 0.18
KB % >100
24

Lampiran 8 Contoh perhitungan analisis tanah

Penentuan kadar air

Kadar Air (%) = (kehilangan bobot / bobot contoh) x 100


2.717 −2.648
= 1.003 −(2.717 −2.648 ) x 100

= 7.39 %
Faktor koreksi kadar air (fk) = 100 / (100 – kadar air)
100
= (100 −7.39)

= 1.0798
Penentuan P-tersedia
300
y = 28.22x - 2.839
250 R² = 0.999
200
150
100
50
0
-50 0 5 10 15

ppm kurva
y = 28.22x – 2.839
x = 2.3331 ppm
Kadar P2O5 tersedia (ppm) ulangan 1
= ppm kurva x ml ekstrak/1000 ml x 1000g/g contoh x fp x 142/190 x fk
= 18.83 ppm
Dengan perhitungan yang sama untuk ulangan 2 dan ulangan 3 sehingga diperoleh
rerata kadar P2O5 sebesar 18.15 ppm

Penentuan KTK
140
120 y = 7.915x - 6.743
R² = 0.990
100
80
60
40
20
0
-20 0 5 10 15 20
25

Lanjutan

ppm kurva
y = 7.915x – 6.743
x = 8.432 ppm

Nilai KTK ulangan 1


= me kurva x 50 ml 1.000 ml-1 x 1000 g 2.5 g-1 x 0.1 x fp x fk
8.432
= x 2 x 10 x 1.0798
14

= 10.12 me/100g
Dengan perhitungan yang sama untuk ulangan 2 dan ulangan 3 sehingga diperoleh
rerata nilai KTK sebesar 10.62 me/100g

Penentuan Kemasaman (Al dan H)

Kemasaman = (T1 - Tb1) x N NaOH x 25/5 x 100/2.5 x fk


= (1.66 – 0.02) x 0.0194 x 200 x 1.0798
= 6.88 cmol(+)kg-1
Dengan perhitungan yang sama untuk ulangan 2 dan ulangan 3 sehingga diperoleh
rerata nilai kemasaman sebesar 6.81 cmol(+)kg-1

Aldd = (T2 - Tb2) x N HCl x 25/5 x 100/2,5 x fk


= (1.57 – 0.00) x 0,02 x 200 x 1.0798
= 6.78 cmol(+)kg-1
Dengan perhitungan yang sama untuk ulangan 2 dan ulangan 3 sehingga diperoleh
rerata nilai Aldd sebesar 6.63 cmol(+)kg-1

Hdd = kemasaman – Aldd


= 6.88 – 6.78
= 0.10 cmol(+)kg-1
Dengan perhitungan yang sama untuk ulangan 2 dan ulangan 3 sehingga diperoleh
rerata nilai Hdd sebesar 0.18 cmol(+)kg-1
26

Lanjutan

Penentuan NTK (K, Ca, dan Mg)

Penentuan kadar K

7000
6000 y = 1279.0x - 309.0
R² = 0.993
5000
4000
3000
2000
1000
0
-1000 0 2 4 6

ppm kurva
y = 1279.0 x – 309.0
x = 0.9484 ppm

Kadar K
= (ppm kurva/bst kation) x 50 ml 1000 ml-1 x 1000 g 2.5 g-1 x 0.1 x fp x fk
= 0.9484/39 x 2 x 5 x 1.0798
= 0.2626 me/100g
Dengan perhitungan yang sama untuk ulangan 2 dan ulangan 3 sehingga diperoleh
rerata kadar K sebesar 0.2478 me/100g

Penentuan Kadar Ca

4500
4000 y = 207.4x + 55.66
3500 R² = 0.999
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 10 20 30

ppm kurva
y = 207.4 x + 55.66
x = 2.0122 ppm
27

Lanjutan

Kadar Ca
= (ppm kurva/bst kation) x 2 x fp x fk
= 2.0122/20 x 2 x 10 x 1.0798
= 2.1728 me/100g
Dengan perhitungan yang sama untuk ulangan 2 dan ulangan 3 sehingga diperoleh
rerata kadar Ca sebesar 2.2136 me/100g

Penentuan kadar Mg

7000
y = 1572.0x + 225.0
6000 R² = 0.994
5000
4000
3000
2000
1000
0
0 1 2 3 4 5

ppm kurva
y = 1572.0 x + 225.0
x = 0.1915 ppm

Kadar Mg
= (ppm kurva/bst kation) x 2 x fp1 x fk
= 0.1915/12,15 x 2 x 10 x 1.0789
= 0.3404 me/100g
Dengan perhitungan yang sama untuk ulangan 2 dan ulangan 3 sehingga diperoleh
rerata kadar Mg sebesar 0.3155 me/100g
28

Lampiran 9 Analisis serapan hara N tanaman kedelai


Dosis abu Rerata kadar N Bobot kering Serapan N
(t/ha) daun (%) daun (g)
0 1.1395 2.99 3.4033
2.5 1.1570 3.29 3.8065
5 1.1656 3.76 4.3827
10 1.1744 4.16 4.8894
20 1.2268 4.30 5.2752
40 1.2531 4.23 5.3047

Dosis abu Rerata kadar N Bobot kering Serapan N


(t/ha) biji (%) biji (g)
0 5.1948 9.97 51.7750
2.5 5.2781 10.08 53.2032
5 5.4114 10.45 56.5491
10 5.4948 10.75 59.0510
20 5.6448 12.05 68.0385
40 5.3776 10.94 58.8132

Dosis abu Rerata kadar N Bobot kering Serapan N


(t/ha) batang (%) batang (g)
0 0.3739 3.04 1.1965
2.5 0.3659 3.13 1.1078
5 0.3899 3.33 1.2971
10 0.3899 3.61 1.4088
20 0.3739 3.90 1.4570
40 0.3739 3.65 1.3635

Dosis abu Rerata kadar N Bobot kering Serapan N


(t/ha) akar (%) akar (g)
0 0.9244 0.69 0.6348
2.5 0.7750 0.70 0.5425
5 1.0298 0.73 0.7552
10 0.9156 077 0.7080
20 0.9947 1.09 1.0842
40 0.8805 0.82 0.7220
29

Lanjutan

Contoh perhitungan:

140
120 y = 7.631x - 2.421
R² = 0.998
100
80
60
40
20
0
-20 0 5 10 15 20

ppm kurva
y = 7.631 x – 2.421
x = 5.9522 ppm
Kadar N (%) = ppm kurva x ml ekstrak 1000 ml-1 x 100 mg contoh-1 x fp x fk
= ppm kurva x 25/1000 x 100/125 x 10 x fk
= 5.9522 x 0.2 x 1.0013
= 1.1920 %
Dengan perhitungan yang sama untuk ulangan 2 dan ulangan 3 sehingga diperoleh
rerata kadar N pada daun sebesar 1.1395 %

Serapan hara N daun


= Kadar N x bobot kering daun
= 1.1395 x 2.99
= 3.4033
30

Lampiran 10 Analisis serapan hara P tanaman kedelai


Dosis abu Rerata kadar P Bobot kering Serapan P
(t/ha) daun (%) daun (g)
0 0.0595 2.99 0.1777
2.5 0.0585 3.29 0.1925
5 0.0588 3.76 0.2211
10 0.0592 4.16 0.2465
20 0.0624 4.30 0.2683
40 0.0693 4.23 0.2934

Dosis abu Rerata kadar P Bobot kering Serapan P


(t/ha) biji (%) biji (g)
0 0.5289 9.97 5.2714
2.5 0.5500 1008 5.5440
5 0.5460 10.45 5.7057
10 0.5561 10.75 5.9762
20 0.5732 12.05 6.9090
40 0.5946 10.94 6.5030

Dosis abu Rerata kadar P Bobot kering Serapan P


(t/ha) batang (%) batang (g)
0 0.0082 3.04 0.0262
2.5 0.0056 3.13 0.0170
5 0.0066 3.33 0.0220
10 0.0057 3.61 0.0206
20 0.0056 3.90 0.0218
40 0.0049 3.65 0.0179

Dosis abu Rerata kadar P Bobot kering Serapan P


(t/ha) akar (%) akar (g)
0 0.0604 0.69 0.0415
2.5 0.0439 0.70 0.0307
5 0.0604 0.73 0.0443
10 0.0477 0.77 0.0369
20 0.0530 1.09 0.0578
40 0.0435 0.82 0.0357
31

Lanjutan

Contoh perhitungan:

0,700
0,600 y = 0.030x + 0.000
R² = 0.999
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0 10 20 30

ppm kurva
y = 0.030 x +0,000
x = 1.8333 ppm
kadar P (%)
= ppm kurva x ml ekstrak 1000 ml-1 x 100 mg contoh-1 x BA P/BM PO4 x fp x fk
= ppm kurva x 25/1000 x 100/250 x 31/95 x 10 x fk
= 1.8333 x 0.1 x 31/95 x 1.0013
= 0.0599 %
Dengan perhitungan yang sama untuk ulangan 2 dan ulangan 3 sehingga diperoleh
rerata kadar P pada daun sebesar 0.0595 %

Serapan hara P daun


= Kadar P x bobot kering daun
= 0.0595 x 2.99
= 0.1777
32

Lampiran 11 Analisis serapan hara K tanaman kedelai


Dosis abu Rerata kadar K Bobot kering Serapan K
(t/ha) daun (%) daun (%)
0 1.9491 2.99 5.8214
2.5 1.8956 3.29 6.2365
5 1.7072 3.76 6.4191
10 1.7303 4.16 7.2038
20 1.7019 4.30 7.3182
40 1.8294 4.23 7.7444

Dosis abu Rerata kadar K Bobot kering Serapan K


(t/ha) biji (%) biji (g)
0 2.9101 9.97 29.0041
2.5 2.8903 10.08 29.1342
5 2.9603 10.45 30.9351
10 2.8784 10.75 30.9333
20 2.8454 12.05 34.2965
40 2.8946 10.94 31.6574

Dosis abu Rerata kadar K Bobot kering Serapan K


(t/ha) batang (%) batang (%)
0 1.4519 3.04 4.6461
2.5 0.8076 3.13 2.4450
5 0.4787 3.33 1.5925
10 0.2861 3.61 1.0338
20 0.3399 3.90 1.3245
40 0.2761 3.65 1.0069

Dosis abu Rerata kadar K Bobot kering Serapan K


(t/ha) akar (%) akar (g)
0 0.2763 0.69 0.1897
2.5 0.2655 0.70 0.1859
5 0.2104 0.73 0.1543
10 0.1822 0.77 0.1409
20 0.1902 1.09 0.2073
40 0.1728 0.82 0.1417
33

Lanjutan

Contoh perhitungan:

6000
5000 y = 252.7x - 271.8
R² = 0.991
4000
3000
2000
1000
0
-1000 0 10 20 30

ppm kurva
y = 252.7x – 271.8
x = 4.4788 ppm
kadar K
= ppm kurva x ml ekstrak 1000 ml-1 x 100 mg contoh-1 x fp x fk
= ppm kurva x 25/1000 x 100/250 x 50 x fk
= 4.4788 x 0.5 x 1.0013
= 2.2423 %
Dengan perhitungan yang sama untuk ulangan 2 dan ulangan 3 sehingga diperoleh
rerata kadar K pada daun sebesar 1.9491 %

Serapan hara K daun


= Kadar K x bobot kering daun
= 1.9491 x 2.99
= 5.8214
34

Lampiran 12 Analisis serapan hara Ca tanaman kedelai


Dosis abu Rerata kadar Ca Bobot kering Serapan Ca
(t/ha) daun (%) daun (g)
0 1.5478 2.99 4.6228
2.5 1.4809 3.29 4.8722
5 1.4367 3.76 5.4020
10 1.4427 4.16 6.0064
20 1.4189 4.30 6.1013
40 1.3651 4.23 5.7789

Dosis abu Rerata kadar Ca Bobot kering Serapan Ca


(t/ha) biji (%) biji (g)
0 0.1917 9.97 1.9106
2.5 0.1917 10.08 1.9323
5 0.2249 10.45 2.3502
10 0.2100 10.75 2.2568
20 0.2105 12.05 2.5372
40 0.2382 10.94 2.6051

Dosis abu Rerata kadar Ca Bobot kering Serapan Ca


(t/ha) batang (%) batang (g)
0 0.2218 3.04 0.7098
2.5 0.2313 3.13 0.7003
5 0.2325 3.33 0.7735
10 0.2158 3.61 0.7798
20 0.2039 3.90 0.7945
40 0.2826 3.65 1.0306

Dosis abu Rerata kadar Ca Bobot kering Serapan Ca


(t/ha) akar (%) akar (g)
0 0.1473 0.69 0.1012
2.5 0.1573 0.70 0.1101
5 0.1587 0.73 0.1164
10 0.1516 0.77 0.1172
20 0.1544 1.09 0.1683
40 0.1673 0.82 0.1372
35

Lanjutan

Contoh perhitungan:

6000
y = 273.5x + 178.3
5000 R² = 0.995
4000
3000
2000
1000
0
0 5 10 15 20 25

ppm kurva
y = 2735x + 178.3
x = 14.5949 ppm
kadar Ca
= ppm kurva x ml ekstrak 1000 ml-1 x 100 mg contoh-1 x fp x fk
= 14.5949 x 25/1000 x 100/250 x 10 x fk
= 1.4614 %
Dengan perhitungan yang sama untuk ulangan 2 dan ulangan 3 sehingga diperoleh
rerata kadar Ca pada daun sebesar 1.5478 %

Serapan hara Ca daun


= Kadar Ca x bobot kering daun
= 1.5478 x 2.99
= 4.6228
36

Lampiran 13 Analisis serapan hara Mg tanaman kedelai


Dosis abu Rerata kadar Mg Bobot kering Serapan Mg
(t/ha) daun (%) daun (g)
0 0.5127 2.99 1.5313
2.5 0.5119 3.29 1.6842
5 0.4897 3.76 1.8413
10 0.4517 4.16 1.8806
20 0.4566 4.30 1.9634
40 0.4030 4.23 1.7060

Dosis abu Rerata kadar Mg Bobot kering Serapan Mg


(t/ha) biji (%) biji (g)
0 0.2439 9.97 2.4309
2.5 0.2461 10.08 2.4807
5 0.2511 10.45 2.6240
10 0.2434 10.75 2.6157
20 0.2400 12.05 2.8928
40 0.2498 10.94 2.7320

Dosis abu Rerata kadar Mg Bobot kering Serapan Mg


(t/ha) batang (%) batang (%)
0 0.0338 3.04 0.1082
2.5 0.0199 3.13 0.0602
5 0.0187 3.33 0.0622
10 0.0174 3.61 0.0629
20 0.0155 3.90 0.0604
40 0.0155 3.65 0.0565

Dosis abu Rerata kadar Mg Bobot kering Serapan Mg


(t/ha) akar (%) akar (g)
0 0.0182 0.69 0.0125
2.5 0.0189 0.70 0.0132
5 0.0342 0.73 0.0251
10 0.0361 0.77 0.0279
20 0.0272 1.09 0.0296
40 0.0246 0.82 0.0202
37

Lanjutan

Contoh perhitungan:

6000
y = 540.8x + 144.0
5000
R² = 0.996
4000
3000
2000
1000
0
0 5 10 15

ppm kurva
y = 540.8x + 144.0
x = 5.1350 ppm
kadar Mg
= ppm kurva x ml ekstrak 1000 ml-1 x 100 mg contoh-1 x fp x fk
= ppm kurva x 25/1000 x 100/250 x 10 x fk
= 5.1350 x 0.1 x 1.0013
= 0.5142 %
Dengan perhitungan yang sama untuk ulangan 2 dan ulangan 3 sehingga diperoleh
rerata kadar Mg pada daun sebesar 0.5127 %

Serapan hara Mg daun


= Kadar Mg x bobot kering daun
= 0.5127 x 2.99
= 1.5313

Anda mungkin juga menyukai