Anda di halaman 1dari 10

PENGOLAHAN TANAH SALIN DALAM UPAYA

MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN PERTANIAN

MAKALAH
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Kesuburan Tanah

Dosen Pengampu:
Muharam, Ir., MP.

Disusun oleh:
Muhammad Arief Syaifullah
NPM. 2110631090059
5E Agroteknologi

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muharam, Ir., MP.
selaku dosen pengampu mata kuliah Teknologi Kesuburan Tanah yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.

Makalah ini berjudul PENGOLAHAN TANAH SALIN DALAM UPAYA


MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN PERTANIAN. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Kesuburan Tanah pada
semester 5. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya
bagi diri saya sendiri.

Karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan penulis, penulis menyadari bahwa


makalah ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
konstruktif dari semua pihak sangat penting. Penulis berharap untuk meningkatkan
pengetahuan di masa mendatang.

Bekasi, 10 Desember 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketika populasi Indonesia meningkat, konsumsi makanan meningkat. Akibatnya,
berbagai metode diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Memanfaatkan lahan
marjinal adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan pangan. Cara lain untuk
meningkatkan kesuburan lahan adalah dengan menambahkan pembenah tanah, yang
merupakan bahan atau zat yang ditambahkan ke dalam tanah untuk meningkatkan
kesuburannya (Izzati, 2016).
Jika terlalu banyak garam dalam tanah, itu dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Ini dikenal sebagai asinitas tanah. Tempat dengan curah hujan rendah dan musim
kemarau juga mengalami Salinitas. Tanah yang memiliki kandungan natrium di atas
ambang batas kritis atau ambang batas toleransi tanaman disebut tanah salin. Tanah
salin juga dapat didefinisikan sebagai tanah yang memiliki kandungan garam mudah
larut (seperti natrium klorida, natrium karbonat, dan natrium sulfat) yang tinggi, yang
berdampak pada pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanah salin diklasifikasikan
menjadi lima kategori: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi,
berdasarkan nilai DHL dan kadar Na dalam tanah (Masganti et al., 2023).
Jumlah garam yang berlebihan dalam tanah dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman. Ini disebut asinitas tanah. Salinitas juga terjadi di daerah dengan curah
hujan rendah dan musim kemarau. Tanah yang mengandung banyak garam mudah
larut (seperti natrium klorida, natrium karbonat, dan natrium sulfat) yang berdampak
pada pertumbuhan dan produksi tanaman disebut tanah salin. Tanah salin juga disebut
sebagai tanah yang mengandung natrium di atas ambang batas kritis atau ambang
batas toleransi tanaman. Menurut nilai DHL dan kadar Na tanah, tanah salin
dikategorikan menjadi lima kategori: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan
sangat tinggi (Masganti et al., 2023).
1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah tentang pengolahan tanaah salin ini adalah untuk
mengetahui apa itu tanah salin, abgaimana karakteristiknya serta upaya apa yang bisa
dilakukan untuk mengolah tanah salin agar produksi pangan indonesia tetap terjaga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah Salin


Jika digunakan sebagai media untuk pertumbuhan tanaman, tanah salin memiliki
masalah fisika, kimia, dan biologi. Tekanan osmotik tanaman yang rendah, kandungan
unsur N dan K yang rendah, kandungan Na+ yang tinggi, dan nilai pH tanah yang tinggi
adalah beberapa masalah yang akan muncul jika lahan salin digunakan untuk budidaya
tanaman, menurut peneliti. Tingkat pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman juga bervariasi tergantung pada tingkat salinitas tanah.
Salinitas tanah diklasifikasikan menjadi salinitas primer dan sekunder berdasarkan
penyebabnya. Salinitas primer berasal dari akumulasi garam terlarut dalam tanah atau
air tanah selama proses alami. Salinitas sekunder berasal dari tindakan manusia yang
mengubah keseimbangan tata air tanah, mengubah antara air yang digunakan (air
irigasi atau air hujan) dengan air yang digunakan oleh tanaman dan penguapan
(Krisnawati & Adie, 2009). Tingkat salinitas lahan dipengaruhi oleh curah hujan,
pelapukan batuan, perpindahan material oleh angin dari permukaan tanah atau danau,
kualitas air irigasi, intrusi air laut ke daratan, faktor iklim, dan aktivitas manusia.
Penyebab utama salinitas sekunder adalah pembukaan lahan dan penggantian vegetasi
tahunan dengan tanaman semusim.
2.2 Toleransi Tanaman
Toleransi tanaman terhadap salinitas merupakan fenomena yang melibatkan berbagai
mekanisme dan proses yang kompleks. Kemampuan tanaman untuk tumbuh dan
menyelesaikan daur hidupnya serta mampu memberikan hasil dalam kondisi cekaman
garam merupakan ukuran toleransi tanaman terhadap cekaman salinitas. Secara umum
terdapat dua mekanisme dasar respon tanaman terhadap pengaruh salinitas, yakni
mekanisme osmotik dan ionik. Mekanisme osmotik merupakan reaksi cepat tanaman
dengan cara membatasi penyerapan air di daerah perakaran akibat salinitas. Sedangkan
mekanisme ionik merupakan kemampuan tanaman dalam mengatasi keracunan
interseluler akibat kelebihan ion tertentu
Salinitas mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui empat mekanisme: (1) stres
osmotik terjadi, (2) konsentrasi ion tertentu yang dihasilkan dari kadar garam yang
tinggi menghambat penyerapan K+, yang merupakan nutrisi utama tanaman, (3) ion
Na+ pada kadar yang tinggi berbahaya bagi enzim cytosolic, dan (4) kadar garam yang
tinggi menyebabkan stres oksidatif dan kematian sel (Krisnawati & Adie, 2009).
2.3 Produktivitas Tanaman
Jika salinitas merupakan cekaman lingkungan, produktivitas tanaman akan menurun.
Keadaan ini mengubah cara lahan digunakan, dari sawah menjadi tambak udang dan
tempat pembuatan garam. Bahkan beberapa lahan tidak digunakan petani karena
dianggap tidak produktif. Indeks salinitas, daya toleransi tanaman, dan tindakan
pengelolaan lahan dan tanaman sangat memengaruhi produktivitas tanaman yang
dibudidayakan di lahan salin. Nilai DHL tanah dan air menunjukkan bahwa kualitas
media tumbuh dan air irigasi berpengaruh pada produktivitas tanaman (Masganti et al.,
2023).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengolahan Tanah Salin


3.1.1 Penggunaan Gipsum (CaSO4)
Reklamasi tanah sodik, peningkatan agregasi tanah, perkolasi tanah, dan penurunan pH
tanah adalah semua fungsi gipsum (CaSO4). CaSO4 dapat menggantikan ion sodium
atau Na+ dalam tanah dengan Ca2+, sehingga Na+ dapat dibuang secara aktif (FAO,
2005). Ca2+ di dalam akar membatasi penyerapan Na+ dan meningkatkan penyerapan
kalium. Secara bersamaan, Ca2+ dapat menggantikan Ca2+ dalam tanah (Franzen et
al., 2006). pH tidak akan dipengaruhi oleh semua senyawa Ca2+ mudah larut, dan
bersama air, mereka dapat menurunkan Na+ (Suharyani et al., 2012).
Salah satu manfaat penggunaan gipsum dalam rehabilitasi tanah salin adalah perbaikan
sifat fisik tanah. Ini termasuk mengurangi BD tanah, meningkatkan permeabilitas dan
infiltrasi, dan mengurangi pengkerakan tanah, atau pemadatan tanah. Ini membuat Na
lebih mudah dicuci karena pergerakan air menjadi lebih mudah. Gipsum juga memberi
tanaman hara Ca dan S (Masganti et al., 2023).
3.1.2 Penggunaan Arang Sekam Padi
Produk samping yang banyak dihasilkan dari pengolahan padi adalah arang sekam.
Arang sekam dapat memperbaiki sifat tanah dan menggantikan pupuk kimia dan
menyediakan kalium di dalam tanah dalam bentuk KCl. Jika digunakan pada tanah
lempung, arang sekam dapat menurunkan kepekaan tanah bertekstur debuan terhadap
pendispersian dan meningkatkan ketahanan tanah terhadap klorofil (Suharyani et al.,
2012).
3.1.3 Ameliorasi
Penurunan kualitas tanah akibat salinitas dapat diperbaiki melalui ameliorasi. Bahan
amelioran terdiri dari sumber organik seperti pupuk kandang, kompos atau bahan
organik, dan dapat berupa senyawa anorganik seperti kapur dan dolomit. Beberapa
amelioran yang sering digunakan untuk memperbaiki kualitas lahan salin adalah kapur,
pupuk kandang, dan kompos/bahan organik. Penggunaan bahan organik sebagai bahan
amelioran di lahan yang mengalami cekaman lingkungan tumbuh tanaman
menurunkan DHL tanah. Penggunaan bahan organik sebagai bahan amelioran di lahan
yang mengalami cekaman lingkungan tumbuh tanaman menurunkan DHL tanah
3.1.4 Penggunaan Mulsa
Penggunaan mulsa sebagai pembenah tanah memiliki banyak manfaat, seperti
mengurangi DHL tanah, meningkatkan penyerapan unsur K dan Ca, meningkatkan
indeks kandungan klorofil, dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman
(Purwaningrahayu & Taufiq, 2018). Selain itu, pemulsaan juga berfungsi untuk
menurunkan suhu tanah, evaporasi, dan akumulasi garam serta menjaga kelembaban
tanah di daerah perakaran. Mengurangi dampak buruk salinitas pada tanaman juga
merupakan manfaat lain dari mulsa. Tanaman yang ditanam di lahan salin mengalami
degradasi khlorofil, yang mengakibatkan penurunan tumbuh dan produksi.
Penggunaan mulsa meningkatkan nilai DHL tanah dan ketersediaan air, yang
membantu tanaman mengurangi degradasi klorofil daun akibat salinitas tanah tinggi.
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Tanah yang mengandung natrium di atas ambang batas kritis atau toleransi tanaman
disebut tanah salin. Musim, jarak dari pantai, curah hujan, evaporasi yang tinggi,
kondisi topografi, kerapatan irigasi aktif, pencemaran limbah industri yang
mengandung garam, bahan induk, dan bencana alam seperti tsunami adalah penyebab
tanah salin. Karena salinitas, tanaman mengalami penurunan kapasitas produksi karena
(1) tekanan osmotik tanaman yang rendah, (2) kandungan hara N, P, K, dan Ca yang
rendah, (3) kandungan natrium dan pH yang tinggi, dan (d) degradasi khlorofil. Baik
lingkungan tumbuh maupun indeks toleransi tanaman memengaruhi reaksi tanaman
terhadap salinitas. Metode pengendalian hara termasuk (1) ameliorasi dengan kapur
pertanian, pupuk kandang, kompos, dan bahan organik, dan (2) penggunaan bahan
pembenah tanah seperti mulsa, gipsum, dan abu sekam padi.
DAFTAR PUSTAKA

Izzati, M. (2016). Perubahan pH dan Salinitas Tanah Pasir dan Tanah Liat Setelah
Penambahan Pembenah Tanah Dari Bahan Dasar Tumbuhan Akuatik. In Buletin
Anatomi dan Fisiologi (Vol. 24, Issue 1).
Krisnawati, A., & Adie, M. (2009). Kendali genetik dan karakter penentu toleransi
kedelai terhadap salinitas. . Iptek Tanaman Pangan, 222–235.
Masganti, M., Abduh, A. M., Rina D., Y., Alwi, M., Noor, M., & Agustina, R. (2023).
Pengelolaan Lahan dan Tanaman Padi di Lahan Salin. Jurnal Sumberdaya Lahan,
16(2), 83. https://doi.org/10.21082/jsdl.v16n2.2022.83-95
Purwaningrahayu, & Taufiq, A. (2018). Pemulsaan dan Ameliorasi Tanah Salin untuk
Pertumbuhan dan Hasil Kedelai. Jurnal Agronomi Indonesia, 182–188.
Suharyani, Kusmiyati, & Karno. (2012). PENGARUH METODE PERBAIKAN
TANAH SALIN TERHADAP SERAPAN NITROGEN DAN FOSFOR
RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum). Animal Agriculture Journal, 1,
168–176.

Anda mungkin juga menyukai