Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PEDOLOGI

FAKTOR DAN PROSES PEMBENTUKAN


TANAH MASAM DI INDONESIA

Dosen Pengampu :
Dr. Sc. Agr. Rahayu, S.P., M.P.

Disusun oleh ;
Nama : Fito Albayat
NIM : H0220030
Mata Kuliah : Pedologi (B)

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

Tanah merupakan media yang umum digunakan dalam kegiatan pertanian dan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesuburan tanaman dan hasil produksi
yang diperoleh. Tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman dan menyediakan
unsur hara bagi tanaman. Segala sesuatu tentang hutan dan kehutanan datang ke
sana. Tanah dapat digunakan sebagai media untuk menumbuhkan pohon di hutan,
sehingga pohon yang mati pun akan membusuk lagi di tanah. Tanah merupakan
tempat akar berdiri tegak, sumber penyedia unsur hara, gudang air, dan gudang
respirasi akar. Peranan lahan dalam kehutanan tidak dapat digantikan oleh sumber
daya lainnya. Padahal, perbedaan geografis di satu wilayah di Indonesia
menyebabkan keragaman jenis tanah. Tanah yang subur merupakan potensi yang
sangat besar bagi kehidupan manusia dan sumber pendapatan. Namun tanah yang
subur menjadi kendala bagi manusia untuk mengembangkannya. Pengolahan lahan
secara intensif menurunkan fungsi tanah sebagai media pertumbuhan tanaman. Hal
disebabkan karena tanah mudah mengalami defisiensi haraakibat proses
penanaman yang kontinu, selain itu tanah juga mudah mengalami pencucian akibat
pengolahan tanah dan faktor curah hujan. Setiap tanah memiliki karateristik
tersendiri sesuai dengangenesa pembentukannya.
Konsep keasaman tanah adalah salah satu prinsip dasar kimia tanah yang
menentukan respon tanah. Pada iklim tropis lembab, pengasaman tanah merupakan
proses alami (alam). Keasaman tanah merupakan salah satu masalah utama bagi
pertumbuhan tanaman karena pada tanah dengan pH sangat asam, yaitu pH dalam
sistem tanah di bawah 4,5, terjadi perubahan kimia sebagai berikut: (a) Aluminium
menjadi lebih larut dan beracun bagi tanaman (b) Sebagian besar fitonutrien
menjadi kurang tersedia bagi tanaman, sementara beberapa unsur hara mikro
menjadi lebih larut dan beracun; (c) Hasil tanaman menurun; (d) Pentingnya
mempengaruhi biota tanah dan fungsi simbiosis tanaman, seperti fiksasi nitrogen
oleh rhizobia. Dua kondisi ekstrim, yaitu: overacid dan overbase, merupakan
kondisi yang sangat tidak menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Namun, ada beberapa reaksi kimia di alam yang terjadi pada pH netral.
Pengelompokan kemasaman tanah berbeda dengan pengelompokkan terhadap sifat
kimia tanah lain, karena untuk kemasaman tanah (pH) dikelompokkan dalam enam
kategori berikut : (1.) Sangat Masam untuk pH tanah lebih rendah dari 4,5 ; (2.)
Masam untuk pH tanah berkisar antara 4,5 s/d 5,5 ; (3.) Agak Masam untuk pH
tanah berkisar antara 5,6 s/d 6,5 ; (4.) Netral untuk pH tanah berkisar antara 6,6 s/d
7,5 ; (5.) Agak Alkalis untuk pH tanah berkisar antara 7,6 s/d 8,5 ; (6.) Alkalis
untuk pH tanah lebihbesar dari 8,5.
Kondisi tanah di Indonesia memiliki pH antara 6-7. Indonesia memiliki tanah
masam yang luas, mencapai 99,56 juta hektar. Tanah bereaksi terhadap keasaman
atau pH rendah karena kekurangan unsur kalsium (CaO) dan magnesium (MgO).
Tanah organik cenderung memiliki tingkat keasaman yang tinggi karena
mengandung berbagai asam organik (humus) yang dihasilkan dari penguraian
berbagai bahan organik. Hambatan utama pertumbuhan tanaman pada tanah masam
adalah keracunan aluminium, besi dan mangan. Unsur-unsur tersebut dalam kadar
yang tinggi dapat merusak akar, menghambat pertumbuhan akar dan transportasi P
dan Ca ke bagian tanaman. Selain respon tanah masam, kendala utama yang sering
ditemui pada iklim basah dan kering adalah kurangnya unsur hara, kandungan
bahan organik yang rendah, kandungan besi dan aluminium yang tinggi di luar
batas toleransi tanaman, dan kepekaan terhadap erosi. Sehingga tingkat
produktivitasnya sangat rendah. Selain faktor iklim dan topografi, faktor bahan
induk tanah merupakan faktor pembentuk tanah yang paling dominan pengaruhnya
di Indonesia terhadap sifat dan ciri tanah yang terbentuk serta potensinya untuk
pertanian.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor Pembentukan Tanah Masam di Indonesia


Faktor pembentuk tanah dimulai dari bahan induk dan bertahan dalam jangka
waktu yang lama, 1000 tahun atau lebih. Faktor pembentuk tanah terjadi ketika
bahan induk mengalami pelapukan dan/atau diangkut, diendapkan dan diendapkan,
bahan tersebut berubah menjadi tanah. Bahan induk dapat berupa batuan dasar,
sedimen glasial, dan sedimen lepas bawah air atau material yang bergerak
menuruni lereng. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pembentukan tanah
adalah komposisi bahan induk, iklim, topografi, organisme dan waktu. Pada iklim
tropis lembab, pengasaman tanah merupakan proses alami (alam). Klasifikasi
kemasaman tanah berbeda dengan klasifikasi sifat kimia tanah lainnya. Faktor-
faktor yang berkontribusi terhadap keasaman tanah adalah hujan, respirasi akar,
pupuk, bahan organik, dan spesies tanaman.
Keasaman tanah ditentukan oleh perbandingan atau konsentrasi ion hidrogen
dalam larutan tanah. Ketika konsentrasi ion hidrogen dalam tanah terlalu tinggi,
tanah akan bereaksi asam dan memiliki pH rendah. Sebaliknya, bila konsentrasi ion
hidrogen terlalu rendah, tanah akan bereaksi basa atau basa pada pH tinggi.
Menurut Darmawani et al., (2017), pembentukan tanah mineral masam berasal dari
proses pelapukan yang sangat kuat karena terjadi di daerah tropis dengan suhu
panas dan curah hujan yang tinggi. Ada beberapa penyebab umum tanah bereaksi
asam. Yang pertama adalah hujan deras, secara alami tanah akan menjadi asam
karena pencucian nutrisi. Yang kedua adalah pupuk yang secara fisiologis dapat
bersifat asam. Pupuk nitrogen seperti urea, ZA, KCL, ZK merupakan pupuk yang
sangat berpengaruh terhadap proses keasaman tanah. Ketiga, drainase yang buruk,
genangan air yang konstan di tanah rawa atau tanah padi akan bersifat asam.
Adanya unsur-unsur berlebihan seperti Al, Fe dan Mn dalam kadar yang berlebihan
terdapat pada tanah Ultisol, Oxisol, Spodosol dan Andisol.
1. Tanah Ultisol
Faktor-faktor pembentuk tanah yang banyak mempengaruhi pembentukan
Ultisol yaitu :
a. Bahan induk : bahan induk tua, misalnya batuan liat, atau bahan
vulkanik masam
b. Iklim : bahan harus cukup panas (warn) dan basah (humid), di daerah
iklim sedang dengan tanah rata-rata lebih dari 80oC, sampai di daerah
tropika
c. Vegetasi : di daerah iklim sedang di dominasi oleh pinus. Di
Indonesia vegetasi hutan tropika
d. Ralief : Berombak sampai berbukit
e. Waktu : Berumur tua
2. Tanah Oxisol
Faktor-faktor pembentuk tanah yang banyak mempengaruhi pembentukan
Oxisol yaitu :
a. Iklim : iklim tropis yang panas dengan curah hujan tinggimengakibatkan
terjadinya proses pelapukan mineral dan batuan serta pencucian tanah
oxisol yang sangat cepat
b. Waktu : proses pelapukan yang terjadi dalam waktu kurun waktu yang
panjang
3. Tanah Spodosol
Faktor-faktor pembentuk tanah yang banyak mempengaruhi
pembentukan spodosol yaitu :
a. Bahan induk : umumnya berlempung sampai berpasir
b. Iklim : umumnya boreal (dingin) atau iklim lain
c. Topografi : datar
d. Vegetasi : conifer (berdaun jarum), atau campuran conifer dan
deciduous (berdaun lebar)
e. Waktu : 200-2000 tahun
B. Proses Pembentukan Tanah Masam di Indonesia
Indonesia terletak di garis khatulistiwa, sehingga beriklim tropis. Seperti yang
kita ketahui bersama, daerah dengan iklim tropis seringkali memiliki curah hujan
yang cukup tinggi. Curah hujan yang tinggi akan mempengaruhi sifat-sifat tanah,
khususnya kimia tanah. Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan reaksi asam
tanah karena pencucian kation alkali di dalam tanah. Curah hujan yang tinggi
dapat mempercepat rusaknya mineral-mineral dalam tanah. Keasaman tanah juga
disebabkan oleh penggunaan lahan yang terputus-putus dan penggunaan pupuk
kimia yang berlebihan. Di daerah dengan curah hujan yang tinggi, tanah akan selalu
bereaksi keras, karena curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan unsur hara
hanyut dari tanah, sehingga tanah secara alami akan menjadi masam. Penggunaan
pupuk yang berlebihan dan terus menerus dapat menyebabkan penurunan pH tanah
dan reaksi asam. Pembentukan berbagai tanah masam di Indonesia diantaranya
yaitu :
1. Tanah Ultisol
Pembentukan tanah di Ultisol melibatkan beberapa proses, yaitu (a)
pencucian substrat secara menyeluruh merupakan prasyarat. Pencucian sangat
cepat sehingga tanah bereaksi dengan asam dan kejenuhan basa rendah ke
lapisan tanah (1,8 m di atas permukaan), (b) karena suhu yang agak hangat
(lebih dari 8˚ C) dan tersapu dalam waktu yang lama waktu, itu menyebabkan
pelapukan intens mineral yang mudah lapuk dan pembentukan mineral
lempung dan oksida sekunder. Mineral lempung yang terbentuk umumnya
terutama kaolinit dan gibbsit. (c) Erosi (pencucian tanah liat) menghasilkan
cakrawala anaerobik di lapisan atas (ekspansi) dan cakrawala busur di lapisan
bawah (aluvium). Beberapa lempung di horizon lempung merupakan hasil
formasi lokal (in situ) dari bahan induknya. Di daerah tropis, horizon E
memiliki tekstur yang lebih halus dan mengandung lebih banyak bahan
organik dan besi daripada di daerah beriklim sedang. Seiring dengan
pelindian, ada juga podolization di mana sequioksida (terutama besi)
ditransfer dari cakrawala albic ke cakrawala argilik. (d) Rotasi biologis,
meskipun ada pelindian yang kuat, jumlah basa di permukaan tanah cukup
tinggi dan berkurang dengan kedalaman. Ini karena rotasi biologis fasilitas ini
oleh vegetasi yang ada di sana. (e) Pembentukan plinthite dan fragipan. (f)
Perubahan horizon umbrik menjadi Ultisol molik dengan epipedon
umbraquult (Umbraquult) menjadi epipedon molik melalui kalsifikasi.
Namun, klasifikasi tanah tidak berubah selama lapisan yang lebih dalam
memiliki kejenuhan basa yang rendah. Kontrol sectiori untuk kejenuhan dasar
diatur pada kedalaman 1,25 m dari permukaan horizon lempung atau 1,80 m
dari permukaan tanah (kejenuhan dasar kurang dari 35%). Hal ini karena
mengindikasikan adanya pelindian yang kuat sehingga klasifikasi tanah tidak
berubah karena pengelolaan tanah.
2. Tanah Oxisol
Proses pembentukan oksisol utama adalah pengeringan dan konsentrasi
besi bebas dan gibbsite. Hal ini mempengaruhi mineral yang rentan terhadap
pelapukan, termasuk mineral lempung. Tanah Oxisol adalah tanah yang
memiliki karakteristik kandungan oksigen yang tinggi. Pelapukan jangka
panjang menyebabkan pencucian basa dan silika, pencucian relatif
sesquioxides (oksida besi dan aluminium), dan pembentukan lempung
kaolinit. Proses pembentukan utama di Oxisols adalah pengeringan dan
konsentrasi besi bebas dan kadang-kadang gibbsite. Hal ini kemudian
mempengaruhi mineral-mineral yang rentan terhadap pelapukan, termasuk
mineral lempung. Iklim tropis yang panas dengan curah hujan yang tinggi
menyebabkan pelapukan mineral dan batuan yang sangat cepat. Proses
pelapukan yang keras ini melepaskan elemen terakhir yang hilang melalui
pencucian, hanya menyisakan produk akhir dari mineral tahan cuaca dan
cuaca yang seringkali memberikan lebih sedikit nutrisi bagi tanaman. Tanah
yang mencapai tahap perkembangan ini disebut tanah Oxisols. Oksisol
terutama mineral terhidrasi dari besi atau aluminium oksida dan kaolinit.
Mineral ini memiliki kohesi, plastisitas dan ekspansi yang rendah, serta
kapasitas tukar kation yang rendah, yang sangat mempengaruhi sifat fisik dan
kimia tanah.
3. Tanah Spodosol
Horison karakteristik Spodosols adalah adanya horison spiral gelap di bawah
horison albic. Horison spodik menyebabkan akumulasi Fe, Al dan/atau bahan
organik (podolisasi). Menurut Suharta dan Yatno (2019), proses utama
pembentukan tanah adalah podolisasi. Podsolization adalah kumpulan dari
beberapa proses yang menghasilkan humus atau subsoil, dengan pengaruh ion
H dan senyawa organik. Podsolisasi merupakan proses utama pembentukan
horison spodik B yang meliputi migrasi bahan organik dan sesquioksida dari
horison albik E ke horison spodik B. Mekanisme podolisasi meliputi
pelepasan, motilitas, migrasi, dan imobilisasi. Akumulasi bahan organik pada
horizon A merupakan hasil dari pengendapan serasah di permukaan tanah dan
aktivitas sinergis fauna tanah selama pelapukan bahan organik. Pada tahap
awal, pengerasan akan terjadi ketika ada cukup besi dan aluminium di horison
permukaan dan fiksasi akan terjadi di dekat permukaan tanah. Dengan
demikian, horison spodik dangkal B terbentuk. Horison waktu B akan lebih
dalam. Kandungan besi dan aluminium pada horizon A akan berkurang seiring
waktu, dan kompleks logam-organik akan menjadi semakin tidak jenuh ketika
mencapai lapisan permukaan horizon spodik B. Akibatnya, kompleks ini akan
menggantikan fraksi di atas horison dengan menghilangkan beberapa
aluminium dan besi dari kompleks logam-organik yang disimpan sebelumnya.
Proses ini akan menyebabkan pergerakan beberapa bahan organik di lapisan
atas dari horizon spodik B yang diendapkan sebelumnya. Bahan organik tak
jenuh ini bergerak dan bergerak turun ke lapisan di bawahnya. Proses ini akan
terus berulang. Hal ini dapat menjelaskan terbentuknya horizon spodik B
dengan kedalaman yang berbeda. Pergerakan bahan organik dari lapisan atas
jembatan B ke lapisan bawah terjadi karena dekomposisi bahan organik.
Proses ini lebih dominan daripada proses dekomposisi. Meskipun logam (Fe
dan Al) bermigrasi dengan membentuk kompleks organologam, akumulasi
kompleks logam di horizon B tidak disebabkan oleh kejenuhan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari makalah yang disusun di atas dapat
disimpulkan bahwa ;
1. Daerah Indonesia merupakan daerah beriklim tropis yang bercurah
hujan tinggi yang memiliki penyebaran tanah masam seperti Ultisol,
Oxisol, dan Spodosol.
2. Faktor pembentukan tanah yaitu diantaranya iklim, topografi, bahan
induk dan organisme.
3. Tanah akan masam ketika memiliki kadar ion H tinggi, kadar
kemasaman tanah ditentukan oleh kepekatan ion H di dalam tanah.
4. Kemasaman tanah dapat disebabkan dari pengolahan tanah yang
terus menerus serta penggunaan bahan kimia yang berlebihan.
5. Curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan tanah menjadi masam
karena tingginya curah hujan dapat mengakibatkan terjadinya
leaching sehingga secara alami tanah akan menjadi masam.
DAFTAR PUSTAKA
Andalusia, B., Zainabun, Z., Arabia, T. (2016).Karakteristik Tanah Ordo Ultisol Di
Perkebunan Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek
Kabupaten Aceh Utara. Jurnal Kawista Agroteknologi, 1(1): 45-49.
Darmawani, D., Fahrurrazi, F., Norhadi, A., Setiyo, S. (2017). Perencanaan Pintu
Otomatis Saluran Tersier Rawa Pasang Surut Terantang Kabupaten Barito
Kuala Provinsi Kalimantan Selatan. Poros Teknik, 9(1): 27-35.
Karnilawati, K. (2018). Karakterisasi dan Klasifikasi Tanah Ultisol di Kecamatan
Indrajaya Kabupaten Pidie. Jurnal Ilmiah Pertanian, 14(2): 52-59.
Subardja, D. (2017). Karakteristik dan pengelolaan tanah masam dari batuan volkanik
untuk pengembangan jagung di Sukabumi, Jawa Barat. Jurnal Tanah dan Iklim,
25: 59-68.
Sutriadi T. 2017. Pemupukan K Tanaman Padi Gogo pada Tanah Oksisol Kandik di
Lampung Tengah. Jurnal Tanah dan Iklim. 41(2): 91-100.
Syarovy M., Ginting E.N., Wiratmoko D., dan Santoso H. 2015. Optimalisasi
Pertumbuhan Tanaman Kelapa Sawit di Tanah Spodosol. Jurnal
Pertanian Tropik. 2(3): 340-347.
Walida H., Harahap D.E., dan Zuhirsyam M. 2020. Pemberian Pupuk Kotoran Ayam
dalam Upaya Rehabilitasi Tanah Ultisol Desa Janji yangTergredadasi. Jurnal
Agrica Ekstensia. 14(1): 75-80.

Anda mungkin juga menyukai