Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

PENETAPAN PH dan BAHAN ORGANIK (BO) TANAH

Wahid Cahyo Pratama

522019038

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
TAHUN 2020
I. DASAR TEORI
1 Penetapan PH tanah
PH adalah tingkat keasaman atau  suatu benda yang diukur dengan
menggunakan skala PH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai PH antara 0
hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai PH 7 hingga 14. Sebagai contoh, jus
jeruk dan air aki mempunyai PH antara 0 hingga 7, sedangkan air laut dan cairan
pemutih mempunyai sifat basa (yang juga di sebut sebagai alkaline) dengan nilai
PH 7 – 14. Air murni adalah netral atau mempunyai nilai PH 7. Dalam sistem
alami PH tanah dipengaruhi oleh mineralogi, iklim dan pelapukan. Pengolahan
tanah sering kali mengubah PH alami dari tanah akibat dari pupuk nitrogen
penghasil asam atau akibat pengambilan basa-basa kalium (K), kalsium (Ca), dan
magnesium (Mg). Tanah yang mengandung mineral penghasil sulfur dapat
menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat asam apabila mineral tersebut terkena
udara bebas. Larutan mempunyai PH 7 disebut netral, lebih kecil dari 7 disebut
masam, dan lebih besar dari 7 disebut alkalis. Reaksi tanah ini sangat
menunjukkan tentang keadaan atau status kimia tanah. Status kimia tanah
mempengaruhi proses-proses biologik (Hakim, dkk, 1986).

PH tanah sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan


tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung berupa
ion hidrogen sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu tersedianya unsur-unsur
hara tertentu dan adanya unsur beracun. Kisaran PH tanah mineral biasanya antara
3,5–10 atau lebih. Sebaliknya untuk tanah gembur, PH tanah dapat kurang dari
3,0. Alkalis dapat menunjukkan PH lebih dari 3,6. Kebanyakan PH tanah toleran
pada yang ekstrim rendah atau tinggi, asalkan tanah mempunyai persediaan hara
yang cukup bagi pertumbuhan suatu tanaman (Sarwono, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi PH tanah adalah unsur-unsur yang


terkandung dalam tanah, konsentrasi ion H+ dan ion OH-,  mineral tanah, air
hujan dan bahan induk, bahwa bahan induk tanah mempunyai PH yang bervariasi
sesuai dengan mineral penyusunnya dan asam nitrit yang secara alami merupakan
komponen renik dari air hujan juga merupakan faktor yang mempengaruhi PH
tanah (Kemas, 2005), selain itu bahan organik dan tekstur. Bahan organik
mempengaruhi besar kecilnya daya serap tanah akan air. Semakin banyak air
dalam tanah maka semakin banyak reaksi pelepasan ion H+ sehingga tanah
menjadi masam. Tekstur tanah liat mempunyai koloid tanah yang dapat
melakukan kapasitas tukar kation yang tinggi. tanah yang banyak mengandung
kation dapat berdisiosiasi menimbulkan reaksi masam.

Tanah mineral masam banyak dijumpai di wilayah beriklim tropika basah,


termasuk Indonesia. Luas areal tanah bereaksi asam seperti podsolik, ultisol,
oxisols dan spodosol, masing-masing sekitar 47,5, 18,4, 5,0 dan 56,4 juta ha atau
seluruhnya sekitar 67% dari luas total tanah di Indonesia (Nursyamsi et al, 1996).
Luasnya tanah masam tersebut sebenarnya mempunyai potensi yang besar untuk
pengembangan usaha pertanian, tetapi sampai sekarang masih belum dapat
dimanfaatkan secara maksimal mengingat beberapa kendala yang terdapat pada
tanah masam.Tanah ordo lain yang bersifat masam adalah inseptisol dan entisol.

Keasaman tanah ditentukan oleh kadar atau kepekatan ion hidrogen di


dalarn tanah tersebut. Bila kepekatan ion hidrogen di dalam tanah terlalu tinggi
maka tanah akan bereaksi asam. Sebaliknya, bila kepekatan ion hidrogen terIalu
rendah maka tanah akan bereaksi basa. Pada kondisi ini kadar kation OH- lebih
tinggi dari ion H+. Tanah masam adalah tanah dengan PH rendah karena
kandungan H+ yang tinggi. Pada tanah masam lahan kering banyak ditemukan ion
Al3+ yang bersifat masam karena dengan air ion tersebut dapat menghasilkan H+.
Dalarn keadaan tertentu, yaitu apabila tercapai kcjenuhan ion Al3+ tertentu,
terdapat juga ion Al-hidroksida ,dengan demikian dapat menimbulkan variasi
kemasaman tanah (Yulianti, 2007).

Di daerah rawa-tawa, tanah masam umumnya disebabkan oleh kandungan


asam sulfat yang tinggi. Di daerah ini sering ditemukan tanah sulfat masam karena
mengandung, lapisan cat clay yang menjadi sangat masarn bila rawa dikeringkan
akibat sulfida menjadi sulfat. Kebanyakan partikel lempung berinteraksi dengan
ion H+. Lempung jenuh hidrogen mengalami dekomposisi spontan. Ion hidrogen
menerobos lapisan oktahedral dan menggantikan atom Al. Aluminium yang
dilepaskan kemudian dijerap oleh kompleks lempung dan suatu kompleks
lempung-Al-H terbentuk dengan cepat ion. Al3+ dapat terhidrolisis dan
menghasilkan ion H.
Reaksi tersebut menyumbang pada peningkatan konsentrasi ion H+ dalam
tanah. Sumber keasaman atau yang berperan dalam menentukan keasaman pada
tanah gambut adalah pirit (senyawa sulfur) dan asam-asam organik. Tingkat
keasaman gambut mempunyai kisaran yang sangat lebar. Keasaman tanah gambut
cendrung semakin tinggi jika gambut semakin tebal. Asam-asam organik yang
tanah gambut terdiri dari atas asam humat, asam fulvat, dan asam humin.
Pengaruh pirit yaitu pada oksida pirit yang akan menimbulkan keasaman tanah
hingga mencapai PH 2 - 3. Pada keadaan ini hampir tidak ada tanaman budidaya
yang dapat tumbuh baik. Selain menjadi penghambat pertumbuhan tanaman, pirit
menyebabkan terjadinya karatan (corrosion) sehingga mempercepat kerusakan
alat-alat pertanian yang terbuat dari logam.

Terdapat dua jenis reaksi tanah atau kemasaman tanah, yakni kemasaman
(reaksi tanah) aktif dan potensial. Reaksi tanah aktif ialah yang diukurnya
konsentrasi hidrogen yang terdapat bebas dalam larutan tanah. Reaksi tanah inilah
yang diukur pada pemakaiannya sehari-hari. Reaksi tanah potensial ialah
banyaknya kadar hidrogen dapat tukar baik yang terjerap oleh kompleks koloid
tanah maupun yang terdapat dalam larutan (Hanafiah, 2005).

2 Penetapan Bahan Organik Tanah

Tanah sebagai media pertumbuhan tanaman berada dalam kondisi yang


optimum jika komposisinya terdiri dari : 25% udara, 25% air, 45% mineral dan 5%
bahan organik. Atas dasar perbandingan ini, nampak kebutuhan tanah terhadap bahan
organik adalah paling kecil.Namun demikian kehadiran bahan organik dalam tanah
mutlak dibutuhkan karena bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan
kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia maupun dari segi biologi tanah (Lengkong
dan Kawulusan, 2008).

Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik


kompleks  yang  sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus
hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk
juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya
(Nabilussalam, 2011).

Bahan organik  adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem
kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman  atau binatang yang terdapat
di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi
oleh faktor biologis, fisika, dan kimia. Bahan organik tanah adalah semua jenis
senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk fraksi bahan organik ringan,
biomassa mikroorganisme, bahan organik didalam air, dan bahan organik yang stabil
atau humus. Kadar C-organik tanah cukup bervariasi, tanah mineral biasanya
mengandung C-organik antara 1 hingga 9%, sedangkan tanah gambut dan lapisan
organik tanah hutan dapat mengandung 40 sampai 50% C-organik dan biasanya < 1%
di tanah gurun pasir (Nabilussalam, 2011).

Terdapat beberapa pengertian mengenai C-organik yakni merupakan bagian dari


tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa
tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami
perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia. C-organik
juga merupakan bahan organik yang terkandung di dalam maupun pada permukaan
tanah yang berasal dari senyawa karbon di alam, dan semua jenis senyawa organik
yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa
mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil
atau humus (Supryono dkk, 2009).

Karbon merupakan penyusun bahan organik, oleh karena itu peredarannya


selama pelapukan jaringan tanaman sangat penting.Sebagian besar energi yang
diperlukan oleh flora dan fauna tanah berasal dari oksidasi karbon, oleh sebab itu
CO2 terus dibentuk.Berbagai perubahan yang terjadi dan siklus yang menyertai reaksi
karbon tersebut di dalam atau di luar sistem tanah disebut peredaran karbon.
Pembebasan CO2 antara lain melalui mekanisme pelapukan bahan organi. Gas tersebut
merupakan sumber CO2 tanah, disamping CO2yang dikeluarkan akar tumbuhan dan
yang terbawa oleh air hujan.CO2yang dihasilkan tanah akhirnya akan dibebaskan ke
udara, kemudian dipakai lagi oleh tanaman (Yani, 2003).

Unsur karbon di dalam tanah berada dalam 4 wujud, yaitu wujud mineral
karbonat, unsur padat seperti arang, grafit dan batubara, wujud humus sebagai sisa-sisa
tanaman dan hewan serta mikroorganisme yang telah mengalami perubahan, namum
relatif tahan terhadap pelapukan dan wujud yang terakhir berupa sisa-sisa tanaman dan
hewan yang telah mengalami dekomposisi di dalam tanah (Watoni dan Buchari, 2000).
Adapun sifat-sifat tanah yang menganudung organik, diantaranya : mempunyai
bobot isi (bulk density) yang rendah; mempunyai luas permukaan spesifik tinggi;
mempunyai kemampuan menyerap air yang tinggi (sampai 3 kali lipat dari bobot
keringnya) ; bersifat agak plastis tetapi tidak lekat ; mempunyai Kapasitas Tukar Kation
(KTK) tinggi hingga 150-200 me/100 g karena memiliki gugus fungsional yang banyak
seperti Hidroksil (-OH), Karboksil (-COOH), Fenolik dll ; bersifat amfotir (bertindak
sebagai basa pada kondisi asam dan bertindak sebagai asam pada kondisi alkalis) ;
bersifat hesteriosis jika terjadi pembasahan dan pengeringan ; memiliki titik muatan nol
(pH) sangat rendah ; dan bermuatan variable (Madjid, 2007).

Bahan organik tanah merupakan hasil dekomposisi atau pelapukan bahan-bahan


mineral yang terkandung didalam tanah. Bahan organik tanah juga dapat berasal dari
timbunan mikroorganisme, atau sisa-sisa tanaman dan hewan yang telah mati dan
terlapuk selama jangka waktu tertentu.bahan organik dapat digunakan untuk
menentukan sumber hara bagi tanaman, selain itu dapat digunakan untuk menentukan
klasifikasi tanah (Soetjipto, 1992).

Bahan organik merupakan perekat butiran lepas dan sumber utama nitrogen,
fosfor dan belerang. Bahan organik cenderung mampu meningkatkan jumlah air yang
dapat ditahan didalam tanah dan jumlah air yang tersedia pada tanaman. Akhirnya
bahan organik merupakan sumber energi bagi jasad mikro. Tanpa bahan organik semua
kegiatan biokimia akan terhenti (Doeswono,1983).

Kandungan organik tanah biasanya diukur berdasarkan kandungan C-organik


kandungan karbon (C) bahan organik bervariasi antara 45%-60% dan konversi C-
organik menjadi bahan = % C-organik x 1,724. Kandungan bahan organik dipengaruhi
oleh arus akumulasi bahan asli dan arus dekomposisi dan humifikasi yang sangat
tergantung kondisi lingkungan (vegetasi, iklim, batuan, timbunan, dan praktik
pertanian). Arus dekomposisi jauh lebih penting dari pada jumlah bahan organik yang
ditambahkan. Pengukuran kandung bahan organik tanah dengan metode walkey and
black ditentukan berdasarkan kandungan C-organik (Foth,1984).

Faktor-faktor yang mempengaruhi bahan organik dalam tanah adalah


kedalaman tanah, iklim (curah hujan dan suhu), drainase, tekstur tanah  dan vegetasi.
Kadar bahan organik terbanyak ditemukan pada lapisan atas setebal 20 cm, sehingga
lapisan tanah makin ke bawah maka bahan organik yangdikandungnya akan semakin
kurang (Hakim dkk, 1986).

Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan kemudian terhadap tanaman


tergantung pada laju proses dekomposisinya. Secara umum faktor-faktor yang
mempengaruhi laju dekomposisi ini meliputi faktor bahan organik dan faktor tanah.
Faktor bahan organik meliputi komposisi kimiawi, nisbah C/N, kadar lignin dan ukuran
bahan, sedangkan faktor tanah meliputi temperatur, kelembaban, tekstur, struktur dan
suplai oksigen, serta reaksi tanah, ketersediaan hara terutama ketersediaan N P, K dan S
(Hanafiah, 2005).

Bahan organik yang masih mentah dengan nisbah C/N tinggi, apabila diberikan
secara langsung ke dalam tanah akan berdampak negatip terhadap ketersediaan hara
tanah. Bahan organik langsung akan disantap oleh mikrobia untuk memperoleh energi.
Populasi mikrobia yang tinggi, akan memerlukan hara untuk tumbuh dan berkembang,
yang diambil dari tanah yang seyogyanya digunakan oleh tanaman, sehingga mikrobia
dan tanaman saling bersaing merebutkan hara yang ada. Akibatnya hara yang ada
dalam tanah berubah menjadi tidak tersedia karena berubah menjadi senyawa organik
mikrobia.Kejadian ini disebut sebagai immobilisasi hara (Atmojo, 2003).

Nisbah C/N berguna sebagai penanda kemudahan perombakan bahan organik


dan kegiatan jasad renik tanah akan tetapi apabila nisbah C/N terlalu lebar, berarti
ketersediaan C sebagai sumber energi berlebihan menurut bandingannya dengan
ketersediaanya N bagi pembentukan mikroba. Kegiatan jasad renik akanterhambat
(Priambada dkk,2005).

Karbon diperlukan mikroorganisme sebagai sumber energi dan nitrogen


diperlukan untuk membentuk protein.Apabila ketersediaan karbon terbatas (nisbah C/N
terlalu rendah) tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan
mikroorganisme untuk mengikat seluruh nitrogen bebas.Apabila ketersediaan karbon
berlebihan (C/N > 40) jumlah nitrogen sangat terbatas sehingga menjadi faktor
pembatas pertumbuhan organisme (Wallace and Teny, 2000)

Pada tanah dengan drainase buruk, dimana air berlebih, oksidasi terhambat
karena kondisi aerasi yang buruk. Hal ini menyebabkan kadar bahan organik dan N
tinggi daripada tanah berdrainase baik. Di samping itu vegetasi penutup tanah dan
adanya kapur dalam tanah juga mempengaruhi kadar bahan organik tanah. Vegetasi
hutan akan berbeda dengan padang rumput dan tanah pertanian. Faktor-faktor ini saling
berkaitan, sehingga sukar menilainya sendiri (Hakim dkk, 1986).

Bahan organik yang terkandung di dalam tanah lebih tinggi yang


mengakibatkan tanah pada lapisan ini cenderung lebih gelap, terutama pada lapisan I,
karena merupakan lapisan paling atas. Faktor yang mempengaruhi bahan organik tanah
adalah kedalaman lapisan dimana menentukan kadar bahan organik dan N. Kadar
bahan organik terbanyak ditemukan di lapisan atas, setebal 20 cm (15-20) %, makin ke
bawah makin berkurang, contohnya pada setiap lapiasan tanah inseptisol, makin ke
bawah (Lapisan II) warnanya lebih muda daripada lapisan I, dan II. Faktor iklim yang
berpengaruh adalah suhu dan curah hujan. Makin ke daerah dingin kadar bahan organik
dan N makin tinggi. Drainase buruk dimana air berlebih, oksidasi terhambat karena
aerasi buruk menyebabkan kadar bahan organik dan N tinggi daripada tanah
berdrainase baik (Hakim dkk, 1986).

Pengaruh bahan organik tidak dapat disangkal terhadap kesuburan tanah.Bahan


organik mempunyai daya serap kation yang lebih besar daripada kaloid tanah yang
liat.Berarti semakin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah, maka makin tinggi
pula kapasitas tukar kationnya.Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa
tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan
kembali.  Bahan yang demikian berada dalam proses pelapukan aktif dan menjadi
mangsa jasad mikro.  Sebagai akibat, bahan itu berubah terus dan tidak mantap, dan
selalu diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang (Soepardi,
1983).

Tanah yang baik merupakan tanah yang mengandung hara.Unsur yang


terpenting dalam tanah agar dapat mendukung kesuburan tanah salah satunya adalah
kandungan c-organik.Dimana kandungan c-organik merupakan unsur yang dapat
menentukan tingkat kesuburan tanah.Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa
organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan,
biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang
stabil atau humus (Hardjowigeno,2003).

Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena
memiliki beberapa peranan kunci di tanah.Disamping itu bahan organik tanah memiliki
fungsi – fungsi yang saling berkaitan, sebagai contoh bahan organik tanah menyediakan
nutrisi untuk aktivitas mikroba yang juga dapat meningkatkan dekomposisi bahan
organik, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan meningkatkan daya pulih tanah
(Sutanto, 2002).

II. TUJUAN
1 Untuk mengetahui nilai pH tanah yang terkandung dalam sampel tanah
2 Untuk mengetahui berapa bahan organik (bo) pada tanah.
3 Untuk mengetahui hubungan pH dan bahan organik
III. ALAT DAN BAHAN
1. Alat :
- Timbangan
- Gelas ukur
- Pipet
- Beaker glass
- Shaker
- pH meter
- pilius
- kuvet
- Erlenmeyer
- Spektofotometer
2. Bahan :
- Sampel tanah komposit
- Aquades
- Kertas saring
- Larutan K2Cr2O7
- larutan H2S04
IV. CARA KERJA
1 Penetapan pH tanah
10 gram sampel tanah komposit ditimbang dan dimasukan ke dalam
beaker glass lalu aquades dimasukan sebanyak 25 ml. larutan dikocok selama
10 menit dengan alat shaker. Setelah itu larutan diukur pHnya.
2 Penetapan bahan organik tanah
Tanah komposit ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukan ke
dalam beaker glass. Larutan K2Cr2O7 ditambahkan sebanyak 5 ml. larutan
H2S04 ditambahkan sebanyak 10 ml dan didiamkan selama 10 menit. Lalu
aqades ditambahkan sebanyak 100 ml dan didiamkan selama 60 menit. Setelah
itu sampel larutan disaring dengan kertas saring dan corong yang dimasukan
ke dalam Erlenmeyer. Hasil saringan dimasukan ke dalam kuvet untuk dikur
absorbansinya dengan π 584 mm dan dicatat hasilnya.
V. HASIL PENGAMATAN

X Y X.Y X^2
0 0 0 0
5 0,033 0,165 25
10 0,16 1,6 100
15 0,233 3,495 225
20 0,306 6,12 400
50 0,732 11,38 750
10 0,1464 2,276 150

Absorbansi
0.35

0.3 f(x) = 0.01624 x − 0.016


R² = 0.977541616505459
0.25

0.2

0.15

0.1

0.05

0
0 5 10 15 20 25

y = 0,0162x - 0,016
0,409 = 0,0162x - 0,016
0,409 + 0,016= 0,0162x
0,425 = 0,0162x
0,425/0,0162 = x
x = 26,234
B−C
1. KA = × 100%
C−A
36,99−36,54
= × 100%
36,54−31,99
0,45
= × 100%
4,55
= 9,89%
Bobot tanah x 100 %
2. BKM =
%KA+100 %
500 x 100 %
=
9,89 %+100 %
= 455 mg
100 100 Conc
3. %BO = x x x 100%
75 58 BKM
100 100 24,642
= x x x 100%
75 58 455
= 12,45%
Regresi
∑ x.∑ y
∑ xy−
n
b = 2
2 (∑ x )
∑x −
n
50.0,732
11,38−
5
=
(50)2
750−
5
11,38−7,82
=
750−500
3,56
=
250
= 0,014mg
a = Y−¿ b.X
= 0,1464−¿ (0,014.10)
= 0,064mg
y−a
c =
b
0,409−0,064
=
0,014
= 24,642mg
Hasil
pH BO
6,90 12,45%

VI. PEMBAHASAN
Menurut Hakim (1986) Ph adalah tingkat keasaman atau  suatu benda yang
diukur dengan menggunakan skala PH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai PH
antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai PH 7 hingga 14. Efek pH tanah
pada umumnya tidak langsung. Di dalam kultur larutan umumnya tanaman budidaya
yang dipelajari pertumbuhannya baik/sehat pada level pH 4,8atau lebih.
Dari data sampel tanah yang diamati mengandung pH 6.90 ini tergolong dalam
pH netral. pada tingkat keasaman- basaan ini adalah pH yang ideal dengan kandungan
senyawa organik, mikroorganisme, unsur- unsur hara dan mineral- mineral dalam
kondisi yang optimal bagi tanaman. Biasayang pH netral ini cocok digunakan untuk
bercocok tanaman seperti singkong, ketela dan berbagai jenis cabe. pH pada data
sempel tanah ini berada kondisi yang optimal bisa dibilang sangat baik untuk
bercocok tanam. Akan tetapi kandungan bahan organik tanah setelah di tambah
larutan K2Cr2O7 dan H2SO4 (p)kemudian diencerkan menggunakan Aquadeswarnya
menjadi kuning agak kecoklatan, untuk data sampel tanah berwaran hijau karena
banyak mengandung bahan organik.
Menurut Doeswono(1983) Bahan organik merupakan perekat butiran lepas dan
sumber utama nitrogen, fosfor dan belerang. Bahan organik umumnya ditemukan
dipermukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya
terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Ia merupakan sumber hara tanaman. Disamping
itu bahan organik adalah sumber energi bagi sebagian besar organisme tanah. Dalam
memainkan peranan tersebut bahan organik sangat ditentukan oleh sumber dan
susunannya. Hasil pada sampel tanah yan digunakan sebesar 12,45% Bahan organik
memainkan beberapa peranan penting di tanah. Sebab bahan organik berasal dari
tanaman yang tertinggal, berisi unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman. Bahan organik. Menurut Hardjowigeno (2003), pengaruh bahan organik
terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah:

 Sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah


 Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain
 Menambah kemampuan tanah untuk menahan air
 Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara
 Sumber energi mikroorganisme
 mempengaruhi struktur tanah dan cenderung untuk menjaga menaikkan kondisi
fisik.
VII. KESIMPULAN
1) Sampel tanah yang di uji mendapat hasil 6,90 yang tergolong kedalam tanah yang
cenderung netral. Dengan pH tanah yang masam ini, maka akar tanaman akan sukar
untuk menyerap unsur hara ataupun pupuk dalam danah.
2) Fungsi bahan organik yaitu sebagai pengtur kelembaban, pemantap struktur, sumber
unsur hara bagi tanaman terutama (N, P, S). Bahan organik yang terkandung didalam
sempel tanah ini 12,45 % yang termasuk dalam kelompok tanah yang memiliki bahan
organik yang sedang
3) Hubungan pH dengan bahan organik ini sangat mempengaruhi untuk pertumbuhan
tanaman, karena unsur hara diperoleh juga dari bahan organik. Jika unsur hara
kekurangan bahan organik maka warna tanah tersebut berwarna kuning sedangkan
yang banyak dengan bahan organik warnanya hijau tua. Maka antara pH dan bahan
organik harus seimbang sehingga menghasilkan pH dan BO yang netral.

Daftar Pustaka

Atmojo, S. W. 2003. Peranan C-Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya


Pengelolaannya. USM-Press. Surakarta.
Doeswono,1983. Ilmu-Ilmu Terjemahan. Bhtara Karya Aksara. Jakarta.
Foth, H.D., 1984.  Dasar-Dasar Ilmu Tanah..  Edisi VI.  Erlangga, Jakarta.
Hakim, N.M.Y. Nyakpa, A.M.Lubis, S.Ghani, Nugroho, M.R.Soul, M.A.Diha, 
G.B.Hong, N.H.Balley., 1986.Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Universitas Lampung,
Lampung.
Hanafiah, Ali Kemas.  2005.  Dasar-dasar Ilmu Tanah.  Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.
Kemas. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Rajagrafindo Persada: Jakarta.
Lengkong, J.E., dan Kawulusan R.I. 2008. Pengelolaan Bahan Organik Untuk
Memelihara Kesuburan Tanah. Soil Environment, Vol. 6, No. 2, Hal : 91-97.
Madjid, A. 2007. C-Organik Tanah. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.
Palembang.
Nabilussalam. 2011. C-Organik Dan Pengapuran. Malang. Pesantren Luhur Malang.
Nursyamsi, D; S.M. Nanan.; Sutisni dan I P.G. Widjaja-Adhi. 1996. "Erapan P dan
Kebutuhan Pupuk P Untuk Tanaman Pangan pada Tanah-tanah Asam". Dalam
Jurnal Tanah Tropika. Tahun II No.2. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat.Bogor.
Priambada,I.D., J.Widodo dan R.A. Sitompul. 2005. Impact of Landuse Intency on
Microbal Community in Agrocosystem of Southern Sumatra International
Symposium on Academic Exchange Cooperation Gadjah Mada University and
Ibraki University. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sarwono, 2010. Ilmu tanah.akademika Pressindo, Jakarta.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Soetjipto. 1992. Dasar-dasar Ekologi Tanaman. Jakarta: Depdikbud.
Supriyono. Dkk.2009. kandungan C-Organik dan N total pada seresah dan tanah
pada 3 tipe fisiognomi (Studi Kasus DI Wanagama, Gunung Kidul, DIY)
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol.9 No. 1 P:49-57.
Sutanto. 2002. Ilmu Tanah. Kanisius, Jakarta.
Wallace,A., R.G and Teny. 2000. Handbook of Soil Conditioners Subsistance That
Enhance the Physical Properties of Soil.Marcell Pecker Inc, New York.
Watoni, A.H., dan Buchari. 2000. Studi Aplikasi Metode Potensiometri Pada
Penentuan Kandungan Karbon Organik Total Tanah. JMS Vol. 5 No. 1, hal.
23 – 40.
Yani, A. 2003. Beberapa Pendekatan Pengukuran Karbon Tanah Gambut Di Jambi.
Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Yulianti, N. 2007. Reaksi Tanah .Jurnal Hijau.2(5) : 23 – 43
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai