Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

SIFAT – SIFAT KIMIA TANAH

1. Derajat Kemasaman Tanah (pH)

Gbr. Pengamatan pH tanah dengan pH meter

Tanah gambut di Indonesia pada umumnya mempunyai reaksi kemasaman tanah (pH)
tanah gambut umumnya rendah, yaitu antara 3,0-5,0 (Hardjowigeno, 1996). Hasil
analisis di berbagai wilayah di Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya, memperlihatkan
bahwa histosol menunjukkan reaksi tanah masam ekstrim (pH 3,5 atau kurang) sampai
sangat masam sekali (pH 3,6-4,5).

Tanah gambut mempunyai pH yang rendah yang berkisar antara 3-5, pH yang relatif
tinggi (sekitar 5) adalah akibat seringnya dilakukan pembakaran seresah di atas tanah.
Secara umum kemasaman tanah gambut semakin tebal bahan organik maka
kemasaman gambut meningkat. Kondisi tanah gambut yang sangat masam akan
menyebabkan kekahatan hara N, P, K, Ca, Mg (Mutalib et al., 1991).
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan
dengan nilai pH. Nilai pH dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah,
karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. Nilai pH
menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H +) dan (OH -) di dalam tanah
(Kirnadi et al., 2014).

Reaksi tanah (pH) perlu diketahui karena tiap tanaman memerlukan lingkungan pH
tertentu, pH mempengaruhi ketersediaan unsur dan larutan Al dan Fe. Pada pH asam,
kelarutan Al dan Fe tinggi akibatnya pada pH sangat rendah pertumbuhan tanaman
tidak normal karena suasana pH tidak sesuai, sehingga kelarutan beberapa unsur
menurun dan adanya keracunan Al dan Fe (Rosmarkam & Yuwono, 2002).

Derajat kemasaman (pH) merupakan karakteristik kimia dasar yang penting untuk
diketahui karena dapat mempengaruhi karakteristik kimia tanah lainnya. Pada umumnya
reaksi tanah gambut menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang
dinyatakan dengan nilai pH. Makin tinggi kadar ion H + di dalam tanah, semakin masam
tanah tersebut.
Di dalam tanah selain H + dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH -, yang jumlahnya
sebanding dengan banyaknya H +. Pada tanah alkalis kandungan OH - lebih banyak
daripada H +. Bila kandungan H + sama dengan OH - maka tanah bereaksi netral yaitu
mempunyai pH 7 (Suhardjo & Widjaja-Adhi, 1976).

Kemasaman tanah gambut cenderung menurun seiiring dengan kedalaman gambut.


Pada lapisan atas pada gambut dangkal cenderung mempunyai pH lebih tinggi dari
gambut tebal (Najiyati & Hudallah, 2004).

2. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Gbr kondisi muatan anion dan kation di koloid tanah

Kapasitas tukar kation adalah salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan
ketersediaan hara bagi tanaman dan menjadi indikator keseburan tanah adalah
kapasitas tukar kation (KTK) atau Cation Exchange Capacity (CEC). KTK merupakan
jumlah total kation yang dapat dipertukarkan (cation exchangable) pada permukaan
koloid yang bermuatan negatif. Satuan hasil pengukuran KTK adalah miliequivalen
kation dalam 100 gram tanah atau mekation per 100 gram tanah (Novizan, 2005).

Tanah gambut umumnya memiliki KTK tinggi dan kejenuhan basa (KB) rendah. KTK
gambut lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral dan semakin tinggi dengan
meningkatnya kandungan bahan organik. Nilai KTK memegang peranan penting dalam
pengelolaan tanah dan dapat menjadi penciri kesuburan tanah. KTK pada tanah
umumnya tergantung pada jumlah muatan negatif yang berada pada kompleks jerapan
(Agus dan Subiksa, 2008).

KTK merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah.
Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK
lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-
tanah berpasir. Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri
tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah, tekstur atau
jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik dan pengapuran serta pemupukan
(Hardjowigeno, 2003).

Besarnya KTK tenah tergantung pada tekstur tanah, tipe mineral liat tanah, dan
kandungan bahan organik. Semakin tinggi kadar liat atau tekstur semakin halus maka
KTK tanah akan semakin besar. Demikian pula pada kandungan bahan organik tanah,
semakin tinggi bahan organik tanah maka KTK tanah akan semakin tinggi (Mukhlis,
2007).
KTK yang memiliki banyak muatan tergantung pH dapat berubah-ubah dengan
perubahan pH. Keadaan tanah yang sangat masama menyebabkan tanah kehilangan
KTK dan kemampuan menyimpan hara kation dalam bentuk dapat tukar karena
perkembangan muatan positif. KTK menjadi sangat berkurang karena perubahan pH.
KTK yang dapat diserap tanah pada pH 7 (Mukhlis, 2007).

3. P-tersedia

Gbr pupuk anorganik P mudah tersedia bagi tanaman

Unsur P-tersedia pada tanah gambut sebagian besar dijumpai dalam bentuk P-organik,
yang selanjutnya akan mengalami proses mineralisasi menjadi P-anorganik oleh jasad
renik mikro. Sebagian besar senyawa P-organik berada dalam bentuk ester ortofosfat,
sebagian lagi dalam bentuk mono dan diester. Ester yang telah diindentifikasi terdiri
atas inositol fosfat, fosfolipid, asam nukleat, nukleotida, dan gula fosfat.

Ketiga senyawa pertama bersifat dominan. P-tersedia merupakan unsur kedua setelah
N dan ketersediaan P dalam tanah jarang yang melebihi 0,01% sebagian besar bentuk
P-tersedia terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman
(Umaternate, et al., 2014).

Unsur hara P merupakan salah satu unsur hara makro bagi tanaman, karena hara P
dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tanaman setelah hara N. Unsur P diserap oleh
tanaman dari tanah dalam bentuk H2PO4- dan HPO4 2-. Kadar hara P tersedia yang
tinggi akan menguntungkan bagi tanaman sehingga tanah-tanah demikian cenderung
sebur (Winarso, 2005).

Istomo (2006) menyatakan bahwa P dalam tanah dominan berasal dari pelapukan
batuan, sedangkan P dalam tanah gambut berasal dari P-organik. Pada tanah mineral
untuk tumbuh optimal tanaman memerlukan P sebesar 0,3-0,5% dan 0,04% P dari berat
kering tanaman pada tanah gambut.

Fosfor (P) termasuk dalam hara makro, namun jumlah P ini di dalam tanaman diketahui
lebih kecil dibandingkan unsur N dan K, namun peran P ini sangat penting bagi tanaman
karena kunci dari kehidupan tanaman tersebut. Unsur P yang berada di dalam tanah
didapat dari berbagai sumber baik dari bahan organik, pupuk buatan, seperti kompos
serta mineral tanah (Winarso, 2005).
Tanah muda dengan curah hujan rendah biasanya mengandung fosfor cukup tinggi,
secara umum unsur hara fosfor dalam tanah terbagi atas dua golongan yaitu P-organik
dan P-anorganik. Bentuk P-organik didalam tanah dibandingkan dengan P-total, bentuk
P-organik terdistribusi paling besar di permukaan tanah dibandingkan dengan subsoil,
karena sesuai dengan bahan organik tanah (Winarso, 2005).

4. K-tersedia

Gbr Ion K+ di dalam mineral koloid tanah

Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang diserap oleh
tanaman dalam bentuk ion K +. Muatan positif dari kalium akan membantu menetralisir
muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif nitrat, fosfat, atau unsur lainnya.
Ketersediaan kalium di dalam tanah dapat berkurang karena 3 hal yaitu pengambilan K
oleh tanaman, pencucian kalium oleh air dan erosi. Kadar kalium tanah jauh lebih
banyak dari pada fosfor. Sebagian besar dari kalium tanah adalah berada dalam
mineral. Kalium dalam tanah yang berasal dari mineral dapat dibebaskan oleh pengaruh
asam karbonat (Hanafiah, 2005).

Kalium umumnya diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang berada dalam
reaksi keseimbangan dengan K dapat dipertukarkan (exchangeable K) dan K tidak
dapat dipertukarkan (non-exchangeable K). Bentuk K larut dan dapat dipertukarkan
merupakan bentuk K yang cepat tersedia sehingga sering disebut sebagai K tersedia
(Kirkman et al., 1994).

Unsur K rata-rata menyusun 1% bagian tanaman. Unsur kalium berbeda peran


dibandingkan unsur N, S, dan P. karena sedikit berfungsi sebagai penyusun komponen
tanaman seperti protoplasma, lemak, dan selulosa, tetapi berfungsi dalam pengaturan
mekanisme (bersifat katalik dan katalisator) seperti fotosintesis, translokasi karbihidrat,
sintesis protein, dan lain-lain (Hanafiah, 2005).

Kalium tersedia dalam tanah tidak selalu tetap dalam keadaan tersedia, tetapi masih
berubah yang lambat untuk diserap oleh tanaman (slowly available). Hal ini disebabkan
oleh K tersedia yang mengadakan keseimbangan dengan bentuk-bentuk K lain. Pada
kerak bumi, kadar kalium cukup tinggi, yakni sekitar 2,3% (Analisis fusion) kebanyakan
terikat dalam mineral primer atau terfiksaso dalam mineral sekunder dari mineral
lempung (clay). Oleh karena itu, tanah lempung sebetulnya kaya kadar K (Rosmarkam
& Nasih, 2012).
5. N-Total

Gbr Unsur N yang ada di koloid tanah

Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik tanah, bahan organik halus, N tinggi,
C/N rendah, bahan organk kasar, N rendah C/N tinggi. Bahan organik merupakan
sumber bahan N yang utama di dalam tanah. Selain N, bahan organik merupakan
sumber bahan N yang utama di dalam tanah. Selain N, bahan organik mengandung
unsur lain terutama C, P, S, dan unsur mikro. Pengikatan oleh mikroorganisme dan N
udara (Hanafiah, 2005).

Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5% bobot tanaman
dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah, 2005). Senyawa
nitrogen yang terdapat di dalam tanah saling berhubungan satu sama lain dengan
kandungan bahan organik yang terkandung di dalam tanah tersebut. Telah dijelaskan
sebelumnya bahwa jika kandungan bahan organik yang terkandung di dalam tanah
rendah maka jumlah senyawa nitrogen di dalam tanah tersebut juga rendah bahkan
tidak ada. Hal ini yang menjadi kekhawatiran terhadap pertumbuhan tanaman yang ada.
Karena pertumbuhan tanaman tersebut dapat terganggu.

Cara utama nitrogen masuk ke dalam tanah adalah akibat kegiatan jasad renik, baik
yang hidup bebas maupun yang bersimbiose dengan tanaman. Dalam hal yang terakhir
nitrogen yang diikat digunakan dalam sintesa amino dan protein oleh tanaman inang.
Jika tanaman atau jasad renik pengikat nitrogen bebas, maka bakteri pembusuk
membebaskan asama amino dari protein, bakteri amonifikasi membebaskan amonium
dari grup amino, yang kemudian dilarutkan dalam larutan tanah. Amonium diserap
tanaman atau diserap setelah dikonversikan menjadi nitrat oleh bakteri nitrifikasi
(Hakim et al., 1986).
Faktor yang mempengaruhi unsur N dalam tanah adalah kegiatan jasad renik, baik yang
hidup bebas maupun yang bersimbiose dengan tanaman. Pertamabahan lain dari
nitrogen tanah adalah akibat loncatan suatu listrik di udara. Nitrogen dapat masuk
melalui air hujan dalam bentuk nitat. Jumlah ini sangat tergantung pada tempat dan
iklim (Nugroho et al., 2003).
Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari
aktifitas di dalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik
khususnya terdapat pada tanaman jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan
organik juga membebaskan N dan senyawa lainnya setelah mengalami proses
dekomposisi oleh aktifitas jasad renk tanah (Nugroho et al., 2003).

Nitrogen merupakan unsur dalam protein, jadi penting bagi tumbuhan dan hewan.
Dibandingkan dengan oksigen, nitrogen tersedia empat kali lebih banyak di atmosfir,
tetapi kebanyakan organisme tidak dapat mempergunakan nitrogen atmosfir, tetapi
kebanyakan organisme tidak dapat mempergunakan nitrogen atmosfir, tetapi
kebanyakan organisme tidak dapat mempergunakan nitrogen atmosfir secara langsung.
Hampir semua tanaman dan hewan dapat menggunakan nitrogen secara langsung.
Oleh karena itu siklus nitrogen menyediakan banyak jembatan antara cadangan
atmosfir dan komunitas biologis (Kristanto, 2002).

6. C-Organik

Gbr Ikatan organic C karbon di dalam senyawa

Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan
dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan
organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan
kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Musthofa, 2007).

Tanah yang baik merupakan tanah yang mengandung hara. Unsur yang mengandung
hara. Unsur yang terpenting dalam tanah agar dapat mendukung kesuburan tanah salah
satunya adalah kandungan C-Organk. Dimana kandungan C-organik merupakan unsur
yang dapat menentukan tingkat kesuburan tanah. Bahan organik tanah adalah semua
jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan
organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan
bahan organik yang stabil atau humus (Hardjowigeno, 2003).

Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik
dalam ekosistem tanah. Dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan
organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2% agar
kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan berjalnnya waktu akibat
proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan
organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain
sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapsitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan
KTK tanah (Musthofa, 2007).

C-organik merupakan indikator dalam penentuan kualitas bahan organik yang sangat
berkaitan dengan laju dekomposisi. Hal ini terjadi karena kualitas subtrat yang terurai
lebih rendah, sehingga laju respirasi juga rendah (Huda & Suriadikarta, 2006). C-organik
tanah menunjukkan kadar bahan organik yang terkandung di dalam tanah. Tanah-tanah
gambut biasanya mempunyaii tingkat kadar C-organik yang lebih tinggi dibandingkan
tanah mineral.
Peran Koloid Tanah dan Bahan Organik dalam
Ketersediaan Hara

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Notohadiprawiro (2006) Kesuburan tanah adalah mutu tanah untuk bercocok tanam,
yang ditentukan interaksi sejumlah sifat fisika, kimia dan biologi tubuh tanah menjadi
habitat akar-akar aktif tanaman. Akar tanaman berfungsi sebagai menyerap air larutan
mineral dan penjangkar tanaman. Kesuburan habitat akar bersifat hakiki dari bagian
tubuh tanah yang bersangkutan atau diimbas oleh keadaan bagian lain tubuh tanah
diciptakan oleh pengaruh anasir lain dari lahan, yaitu bentuk muka lahan, iklim dan
musim.

Koloid tanah merupakan suatu bahan aktif dari tanah yang tersusun mineral dan humus.
Mineral dan humus menyerap kation bervalensi dua lebih kuat dari kation bervalensi
satu. Salah satunya, Koloid tanah menyerap ion alumium (Al2+) yang akan dihidrolisis
sehingga menyumbangkan ion H+ akibatnya tanah menjadi asam. Koloid tanah juga
mampu menyerap garam-garam yang menyebabkan reaksi tanah asam dibantu dengan
curah hujan yang tinggi (Budi dan Sari, 2015).

Bahan organik merupakan bahan yang mengandung unsur hara kompleks dan esensial.
Bahan organik yang mengikat mampu mendorong berubahnya unsur dari tidak tersedia
menjadi tersedia untuk memacu pertumbuhan dan peningkatan produksi tanaman. Akan
tetapi saat revolusi kesuburan tanah di Indonesia sudah membahayakan dengan salah
satu indikator kandungan bahan organik tanah rata-rata di bawah 2% (Budi dan Sari
dan Sari, 2015).

Ketersediaan unsur hara yang seimbang di dalam tanah merupakan faktor utama dalam
kesuksesan seluruh kehidupan tanaman (Budi dan Sari, 2015). Unsur hara di dalam
tanah yang tersedia dan dalam kondisi seimbang serta mudah berubah menjadi anion
dan kation dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktifitas tanaman optimal.
Tanaman memanfaatkan bahan organik untuk mendapatkan energi dan akan
mengoptimalkan pertumbuhan dan kualitas produksi.

Koloid tanah dan bahan organik mempunyai hubungan dalam ketersedian hara dalam
suatu tanah dan lahan. Hubungan ini berupa peran koloid tanah dan bahan organik
terhadap ketersediann hara. Oleh sebab itu makalah ini akan membahas tentang koloid
tanah, bahan organik dan perannya dalam mengatur ketersediaan hara bagi tanaman.
2.1 Mineral Liat dan Koloid Organik

Gbr Jenis tanah Vertisol yang mengandung mineral liat 2:1

Mineral liat merupakan bagian dari koloid tanah yang terdiri atas kelompok silikat dan
bukan silikat. Kelompok liat silikat dapat pula dibagi menjadi dua golongan, yaitu
golongan bertipe 1 : 1 dan golongan bertipe 2 : 1 (Budi dan Sari, 2015). Adapun sifat
dari bertipe 1 : 1 (Kaolinit), sebagai berikut:

1. Sumber muatan negatifnnya berasal dari ionisasi hidrogen dari


gugus hidroksil pada pinggiran kristal yang patah.
2. Tidak mempunyai permukaan dalam yang dapat mempertukarkan
ion, berarti hanya pada permukaan luar.
3. Kapasitas tukat kation relatif (10-20 me/100 g)
4. Unit kristal diikat hidrogen
5. Tidak mengembang bila basah dan tidak mencuit bila kering

Adapun sifat bertipe 2 : 1 (Montmorillanit)

1. Sumber muatan negatif yang utama adalah dari subtitusi isomorfik


(penggatian kation bervalensi tinggi oleh kation bervalensi rendah,
dengan syarat radius atomnya relatif sama).
2. Mempunyai permukaan dalam yang dapat mempertukaran ion.
3. Kapasitas tukar kation relatif besar (40-100 me/100 g).
4. Unit kristal diikat oleh oksingen melalui ikatan kristal lemah.
5. Mengembangkan bila basah dan menciut bila kering.

Senyawa positif dapat terkait dengan muatan negatif mineral liat sehingga struktur tanah
menjadi stabil. Ikatan tersebut membuat stabil senyawa organik, sehingga lebih tahan
terhadap pelapukan. Akibatnya jumlah mineral liat mampu menentukan besar kecilnya
nilai tukar kation. Dimana tanah dijumpai mineral liat tipe 2 : 1, seperti montmorilonit,
vermikulit, illit dan lainnya, maka sebagian kalium dapat terfiksasi atau terikat masuk ke
dalam kisi-kisi mineral tersebut. Sehinga tidak semua mineral liat dapat bersifat koloid,
misalnya kristabolit (Budi dan Sari, 2015).

Koloid organik merupakan koloid tanah yang mempunyai nilai tukar kation 100 - 200
me/100 gram, liat 1 : 1 sebesar 10 - 20 me/100 gram dan liat 2 : 1 berkisar antara 40 -
80 me/100 gram. Koloid organik terutama asam humat merupakan komponen utama
yang mengikat Cu. Kuatnya ikatan Cu dengan bahan organik masih dapat diusir oleh
ion H. Cu yang divalen sangat kuat berikatan dengan asam humat dan fulvat yang
membentuk kompleks Cu-organik. Hubungan antara bentuk Cu yang tersedia bagi
tanaman, Cu yang terfiksasi dan Cu terikat kuat oleh koloid organik (Budi dan Sari,
2015).

2.2 Pertukaran Kation dan Anion

Pertukaran kation merupakan pertukaran dengan muatan negatif dari koloid tanah
dinetralkan oleh kation. Jumlah kation yang dapat ditukarkan dalam meliekuivalen dari
tanah kering oven disebut sebagai Nilai Tukar Kation (NTK) dari suatu tanah. NTK dapat
disebut juga dengan Kapasitas Tukar Kation (KTK). NTK suatu tanah dinyatakan
dengan miliekuvalen (me) per 100 g tanah kering oven (me/100 g). KTK merupakan
kation yang dinyatakan dalam me/100 g koloid. Koloid tanah mampu menyerap dan
mempertukarkan sejumlah kation yang biasanya adalah Ca, Mg, K, Na, NH4, Al dan H.
Pengaruh kuat atau lemahnya kation tersebut diserapkan tergantung pada velensinya
(Budi dan Sari, 2015).

Penentuan NTK dilakukan dengan amonium karena kation yang diserap dapat
digantikan oleh ion amonium (NH4) bila dijenuhi oleh 1,0 N NH4Ac. Jika tanah yang
telah dijenuhi dengan NH4Ac diekstrak kembali dengan 1,0 N KCl, maka seluruh NH4
dapat digantikan oleh ion K. Jumlah NH4 yang tersaring ditetapkan melalui destilasi dan
dinyatakan sebagai NTK dari tanah tersebut (Budi dan Sari, 2015).

Besar kecilnya NTK tanah ditentukan oleh jumlah dan jenis mineral liat, jumlah bahan
organik dan pH dari tanah. Jadi semakin tinggi kadar liat semakin tinggi NTK dan
semakin tinggi kandungan bahan organik tanah. Dalam penetapan NTK total dan NTK
efektif dimulai dari kejenuhan basa dan kejenuhan Al (Budi dan Sari, 2015).

Pertukaran anion merupakan pertukaran melalui pengamatan ion fosfat yang tidak
tercuci dari tanah dan fakta ion fosfat dapat dikeluarkan melalui ekstraksi dengan
bermacam-macam garam, asam dan larutan basa menjadi problem solving. Ion sulfat
yang terserap pada liat 1 : 1 dan hidroksida dari Fe dan Al dapat diekstrak dengan
larutan kalium fosfat dan kemudian diekstrak dengan air. Berdasarkan hal tersebut,
maka dalam tanah juga terjadi pertukaran anion (Budi dan Sari, 2015).

Pertukaran anion terjadi akibat adanya hasil penggantian ion CH dari hidroksida Fe dan
Al dan akibat timbulnya muatan positif pada permukaan koloid sebagai hasil protonasi
pada perubahan pH tanah. Anion yang dapat ditukarkan adalah F, HmoO4, HSiO2,
H2BO2, HCO2 (Budi dan Sari, 2015).
Sumber Karbon Hutan | Biomassa Hidup, Bahan Organik Mati,
dan Bahan Organik Tanah

Pemanasan global yang disebabkan oleh gas rumah kaca (GRK) tidak dapat berfungsi
dengan baik, karena efek rumah kaca terjadi karena panas yang dipantulkan oleh
permukaan bumi terperangkap oleh gas-gas yang berada di atmosfer sehingga gas
rumah kaca tidak dapat menjaga suhu bumi tetap stabil karena banyaknya gas arang
(CO2) di atmosfer (CIFOR, 2010).

Meningkatnya konsentrasi GRK disebabkan oleh beberapa aktivitas manusia seperti


pembakaran yang menghasilkan karbon dioksida, methan, dinitro oksida, penggunaan
pupuk kimia yang menyumbang N2O, dan lain sebaginya. Beberapa akibat pemanasan
global ini diantaranya mencairnya es di kutub utara dan selatan, meningkatnya
permukaan air laut dan terjadinya perubahan iklim yang sangat ekstrim (IPCC, 2006).

Peranan hutan sebagai penyimpan dan penyerap karbon sangat penting dalam rangka
mengatasi masalah efek gas rumah kaca (GRK) yang mengakibatkan pemanasan
global (Yuniawati et al., 2011). Dengan demikian, hutan memiliki peranan yang penting
dalam mengurangi dampak perubahan iklim global dan memiliki jumlah karbon dioksida
yang paling berlimpah, sehingga pendugaan biomassa pohon dapat digunakan untuk
menduga banyaknya karbon yang diserap oleh hutan (Muhdi, 2008).

Karbon merupakan salah satu unsur alam yang memiliki lambang “C” dengan nilai atom
sebesar 12. Karbon juga merupakan salah satu unsur utama pembentuk bahan organik
termasuk makhluk hidup. Hampir setengah dari organisme hidupmerupakan karbon.
Karenanya secara alami karbon banyak tersimpan di bumi(darat dan laut) dari pada di
atmosfer.

Karbon tersimpan dalam daratan bumi dalam bentuk makhluk hidup (tumbuhan dan
hewan), bahan organik mati ataupun sedimen seperti fosil tumbuhan dan
hewan.Sebagian besar jumlah karbon yang berasal dari makhluk hidup bersumberdari
hutan. Seiring terjadinya kerusakan hutan, maka pelepasan karbon ke atmosfer juga
terjadi sebanyak tingkat kerusakan hutan yang terjadi.

Sumber karbon (Carbon Pool) dikelompokkan menjadi 3 kategori utama, yaitu biomasa
hidup, bahan organik mati dan bahan organik tanah (IPCC, 2006).
1. Biomassa Hidup
a. Biomassa Atas Tanah

Gbr Tanah yang dipenuhi dengan hutan tanaman industri

Semua biomassa dari vegetasi hidup diatas tanah, termasuk batang, tunggul, cabang,
kulit, daun serta buah. Baik dalam bentuk pohon, semak maupun tumbuhan herbal.
Tumbuhan bawah dilantai hutan yang relatif sedikit, dapat dikeluarkan dari metode
penghitungan.

Sebagian besar karbon di atas permukaan tanah berasal dari biomassa pohon. Tabel
volume biomassa berdasarkan persamaan alometrik sangat membantu di dalam
perhitungan biomassa dan karbon di atas tanah. Hal ini dikarenakan sulitnya
pengukuran tinggi pohon selama inventarisasi hutan, sehingga menyebabkan kesalahan
yang sangat besar jika digunakan untuk pendugaan karbon. Oleh sebab itu, persamaan
alometrik meningkatkan akurasi pendugaan karbon dan memudahkan proses
pelaksanaan inventarisasi hutan (Manuri et al., 2011).

b. Biomassa Bawah Tanah

Gbr Biomass bawah tanah (akar, mikroba)

Semua biomassa dari akar yang masih hidup. Akar yang halus dengan diameter
kurang dari 2 mm seringkali dikeluarkan dari penghitungan, karena sulit
dibedakan dengan bahan organik mati tanah dan serasah.
Menduga kandunan biomassa akar, terlalu sulit untuk dilakukan pengukuran di
lapangan. Oleh sebab itu, digunakan metode root to shoot ratio (RSR) atau rasio
perbandingan antara biomassa akar (biomassa bawah permukaan tanah)
dengan biomassa atas permukaan (Manuri et al., 2011).

2. Bahan Organik Mati


a. Kayu Mati

Gbr. Batang kayu yang telah mati

Semua biomassa kayu mati, baik yang masih tegak, rebah maupun di dalam tanah.
Diameter lebih besar dari 10 cm.

Kayu mati atau batang rebah merupakan semua atau bagian pohon mati yang sudah
rebah dengan diameter 10 cm. Semua batang rebah yang masuk dalam plot, dicacat
diameter pangkal, ujung, growong, panjang total, tingkat pelapukan, dan jika
memungkinkan nama lokal. Apabila hanya sebagan yang masuk dalam plot, dilakukan
pengukuran dan mencacar bagian yang masuk plot saja.

Tingkat pelapukan dikategorikan menjadi 3 jenis yaitu bagus, sedang, dan lapuk
(Manuri et al., 2011).

b. Serasah

Gbr serasah daun di kawasan hutan


Semua biomassa mati dengan ukuran lebih besar dari 2 mm dan diameter kurang dari
sama dengan 10 cm, rebah dalam berbagai tingkat dekomposisi (Manuri et al., 2011).
Serasah merupakan semua biomassa dengan ukuran lebih besar dari 2 mm dan
diameter kurang dari 10 cm, rebah dalam berbagai tingkat dekomposisi. Serasah dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu serasah halus (daun dan ranting kecil diameter lebih kecil
dari 2 cm) dan serasah ranting (2 cm < diameter < 10 cm).

3. Bahan Organik Tanah

Gbr Lapisan tanah / horizon yang kaya bahan organik


Semua bahan organik tanah dalam ke dalaman tertentu (30 cm untuk tanah mineral).
Termasuk akar dan serasah halus dengan diameter kurang dari 2 mm, karena sulit
dibedakan (Manuri et al., 2011).

Bahan organik tanah adalah penimbunan dari sisa-sisa tumbuhan dan binatang yang
sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik
demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro.

Sumber bahan organik tanah terdiri dari hasil fotosintesis yaitu bagian atas tanaman
seperti daun, duri, dan sisa tanaman lainnya. Bahan organik tanah berfungsi sebagai
perbaikan sifat fisik tanah, sifat kimia tanah, dan aktivitas biologi tanah.

Anda mungkin juga menyukai