Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-
horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan
media untuk tumbuh tanaman. Tanah berasal dari pelapukan batuan yang bercampur
dengan sisa bahan organik dan mineral vegetasi serta hewan yang hidup di atas atau di
dalamnya (Hardjowigeno 2003).
Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah menyediakan unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman untuk mendukung pertumbuhan dan reproduksinya. Unsur hara
dalam bentuk nutrisi dapat diserap oleh tanaman melalui akar. Nutrisi dapat diartikan
sebagai proses untuk memperoleh nutrien, sedangkan nutrien dapat diartikan sebagai zat-
zat yang diperlukan untuk kelangsungan hidup tanaman berupa mineral dan air
(Hardjowigeno, S. 2007). Nutrisi di dalam tanah diserap tanaman agar dapat tumbuh
dengan baik. Penyediaan nutrisi bagi tanaman dapat dilakukan dengan penambahan pupuk
yang merupakan kunci dari kesuburan tanah. Pupuk dapat menggantikan nutrisi yang habis
diserap tanaman. Pada saat ini para petani banyak menggunakan pupuk anorganik karena
nutrien dari bahan anorganik lebih mudah diserap tanah dan memiliki kandungan hara yang
tinggi. Pernakaian pupuk anorganik dengan dosis yang tinggi secara terus-menerus dalarn
waktu yang lama telah memberikan dampak negatif terhadap tanah dan lingkungan (Lee at
al. 2002). Menurut Sahiri (2003), pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan akan
menambah tingkat polusi tanah yang akhirnya berpengaruh juga terhadap kesehatan
manusia, sehingga berkembanglah alternatif untuk menggunakan pupuk organik yang
sekarang sedang dikembangkan.
Sifat kimia tanah adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa yang
bersifat kimia dan terjadi di dalam maupun di atas permukaan tanah sehingga akan
menentukan sifat dan ciri tanah yang terbentuk dan berkembang setelah peristiwa kimia
tersebut. Peubah yang termasuk sifat kimia tanah yang mempengaruhi pertumbuhan,
produksi dan kualitas tanaman antara lain pH tanah, ketersediaan unsur hara makro dan
mikro, serta kapasitas tukar kation (Abadi 2009). Proses pembentukan tanah merupakan
suatu masalah biologi dan kimia yang rumit dan biasanya sulit untuk digambarkan dengan
reaksi tunggal. Reaksi-reaksi dapat terjadi secara serempak atau dapat terlibat sederetan
reaksi yang berlangsung berurutan (Tan 1991).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat ditarik adalah:
1. Berapakah pH tanah pada tanah C?
2. Berapakah N-Total Tanah pada tanah C?
3. Brapakah P-Tersedia pada tanah C?
4. Berapakah C-Organik Tanah pada tanah C?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari pnelitian ini adalah:
1. Untuk menghitung pH tanah pada tanah C
2. Untuk menghitung N-Total tanah pada tanah C
3. Untuk menghitung P-Tersedia pada tanah C
4. Untuk menghitung C-Organik tanah pada tanah C

1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan diperoleh dari laporan ini adalah memberikan kontribusi
informasi mengenai pengukuran pH tanah, penetapan N-Total tanah, penetapan P-Tersedia
serta penetapan C-Organik tanah kepada pembaca maupun pendengar. Selain itu, laporan ini
juga bermanfaat secara langsung kepada tim penulis karena memberikan pemahaman lebih
terkait materi yang dibahas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesuburan Tanah
Tanah bersama air dan udara merupakan sumber daya alam utama yang sangat
mempengaruhi kehidupan. Tanah mempunyai fungsi utama sebagai tempat tumbuh dan
berproduksi tanaman. Kemampuan tanah sebagai media tumbuh akan dapat optimal jika
didukung oleh kondisi fisika, kimia dan biologi tanah yang baik yang biasanya menunjukkan
tingkat kesuburan tanah (Arifin, 2011). Tingkat kesuburan tanah yang tinggi menunjukkan
kualitas tanah yang tinggi pula. Kualitas tanah menunjukkan kemampuan tanah untuk
menampilkan fungsi-fungsinya dalam penggunaan lahan atau ekosistem, untuk menopang
produktivitas biologi, mempertahankan kualitas lingkungan, dan meningkatkan kesehatan
tanaman, binatang, dan manusia (Winarso, 2005). Berdasarkan pengertian tersebut, sangat jelas
kualitas tanah sangat erat hubungannya dengan lingkungan, yaitu tanah tidak hanya dipandang
sebagai produk transformasi mineral dan bahan organik dan sebagai media pertumbuhan
tanaman tingkat tinggi, akan tetapi dipandang secara menyeluruh yaitu mencakup fungsi-
fungsi lingkungan dan kesehatan.
2.2 Reaksi Tanah (pH)
Dalam sistem tanah, pH tanah cenderung dikaitkan dengan kumpulan dari berbagai
kondisi tanah, salah satunya adalah ketersediaan hara bagi tanaman. Banyak proses-proses
yang mempengaruhi pH suatu tanah, diantaranya adalah keberadaan salah satunya asam sulfur
dan asam nitrit sebagai komponen alami dari air hujan (Foth, 1984). Terdapat dua jenis
kemasaman tanah, yaitu kemasaman potensial dan kemasaman aktif. Kemasaman potensial
adalah kemasaman yang berasal dari ion-ion H+ yang terjerap oleh kompleks liat yang dapat
dipertukarkan dan menyebabkan terbentuknya kemasaman potensial, sedangkan ion H+ yang
dapat dipertukarkan berdisosiasi menjadi ion H+ bebas yang merupakan sumber kemasaman
aktif. Kemasaman aktif inilah yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Tan, 1991). Reaksi
tanah (pH) dapat dijadikan indikator kesuburan tanah. Kondisi pH tanah optimum untuk
ketersediaan unsur hara adalah sekitar 6,0−7,0. Pada pH kisaran 7 semua unsur hara makro
dapat tersedia secara maksimum dan unsur hara mikro tersedia tidak maksimum. Unsur hara
mikro dibutuhkan dalam jumlah yang relatif sedikit sehingga pada pH kisaran 7,0 akan
menghindari toksisitas. Pada reaksi tanah (pH) di bawah 6,5 akan terjadi defisiensi P, Ca, Mg
dan toksisitas B, Mn, Cu dan Fe. Sementara itu pada pH 7,5 akan terjadi defisiensi P, B, Fe,
Mn, Cu, Zn, Ca, Mg dan toksisitas B juga Mo (Hanafiah, 2004). Koloid humus selain sebagai
tempat terjerapnya kation-kation juga berperan sebagai situs pembebasan kation-kation basa
(Tan, 1991). Hilangnya kandungan bahan organik akibat erosi dan proses oksidasi yang cepat
pada lahan pertanaman ubi kayu akan berakibat pada reaksi-reaksi kimia yang ada di dalam
tanah. Menurut Nyakpa dkk. (1988), bahan organik sebagai sumber koloid organik akan
mempengaruhi kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, dan kemasaman tanah. Kejenuhan basa
juga sangat erat kaitannya dengan pH tanah, semakin tinggi kejenuhan basa artinya tanah
didominasi oleh kation basa dan semakin sedikit jumlah kation-kation masam. Koloid humus
dari hasil dekomposisi bahan organik juga berperan sebagai situs pembebasan kation-kation
basa yang akan meningkatkan pH tanah (Tan, 1991). Menurut penelitian Purwanto (2012),
terbukanya lahan menyebabkan penurunan kandungan bahan organik tanah dan intensifnya
pencucian hara oleh air hujan. Hal ini mengakibatkan leaching kation-kation basa, sehingga
akan menurunkan kejenuhan basa yang menyebabkan pH tanah menurun.
2.3 N-total
Unsur hara N merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5% bobot
tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah, 2005). Menurut
Hardjowigeno (2003), nitrogen dalam tanah berasal dari : a) bahan organik tanah yaitu bahan
organik halus dan bahan organik kasar, b) pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, c)
pupuk, dan d) air hujan. Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya
berasal dari aktifitas di dalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik
khususnya terdapat pada tanaman jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan organik
juga membebaskan N dan senyawa lainnya setelah mengalami proses sproses dekomposisi oleh
aktifitas jasad renik tanah. Hilangnya N dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman
atau mikroorganisme. Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg/ha pada
lapisan 0 – 20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3% dari jumlah tersebut
(Hardjowigeno, 2003). Manfaat dari Nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman
pada fase vegetatif, serta berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim,
dan persenyawaan lain (Susanto, 2005). Kadar nitrogen tanah biasanya sebagai indikator basis
untuk menentukan dosis pemupukan urea. Fungsi N adalah memperbaiki sifat negatif tanaman.
Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N, berwarna lebih hijau, gejala kekurangan N,
tanaman tumbuhan kerdil dan daun-daun rontok dan gugur. N tanah pada lahan gambut
biasanya lebih besar dibandingkan pada tanah mineral (Soewandita, 2008). Menurut
Radjagukguk (1997) cit Hartatik et al. (2011), dalam tanah gambut ketersediaan N untuk
tanaman relative rendah karena N tanah gambut tersedia dalam bentuk N-organik. Hal ini yang
menyebabkan perbandingan C/N pada lahan gambut relatif tinggi saat dilakukan analisis N-
total.
2.4 P – tersedia
Unsur hara P merupakan salah satu nutrisi utama yang sangat penting dalam
pertumbuhan tanaman. Fosfor tidak terdapat secara bebas di alam. Fosfor ditemukan sebagai
fosfat dalam beberapa mineral, tanaman dan merupakan unsur pokok dari protoplasma. Fosfor
terdapat dalam air sebagai ortofosfat. Sumber fosfor alami dalam air berasal dari pelepasan
mineral-mineral dan biji-bijian (Sutedjo, 2008). Ketersediaan fosfor didalam tanah ditentukan
oleh banyak faktor, tetapi yang paling penting adalah pH tanah. Pada tanah ber-pH rendah,
fosfor akan bereaksi dengan ion besi dan aluminium. Reaksi ini membentuk besi fosfat atau
aluminium fosfat yang sukar larut dalam air sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman.
Pada tanah ber pH tinggi, fosfor akan bereaksi dengan ion kalsium. Reaksi ini membentuk ion
kalsium fosfat yang sifatnya sukar larut dan tidak dapat digunakan oleh tanaman. Dengan
demikian, tanpa memperhatikan pH tanah, pemupukan fosfat tidak akan berpengaruh bagi
pertumbuhan tanaman (Sutedjo,2008). Menurut Hartatik dan Idris (2008) fosfat alam yang
mempunyai reaktivitas tinggi memberikan kelarutan yang cukup tinggi sehingga dapat
digunakan sebagai sumber P pada tanah gambut. Istomo (2006) menyatakan bahwa P dalam
tanah dominan berasal dari pelapukan batuan, sedangkan P dalam tanah gambut berasal dari P-
organik. Pada tanah mineral untuk tumbuhan optimal tanaman memerlukan P sebesar 0,3 –
0,5% dan 0,04% P dari berat kering tanaman pada tanah gambut.
2.5 C- Organik
Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang,
dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa
mencemari tanah dan air (Hanafiah, 2005). Lahan gambut memiliki cadangan karbon yang
sangat tinggi yakni sebesar 60% dan kandungan C-organik > 12% pada kedalaman 50 cm.
Cadangan karbon tanah gambut dipengaruhi oleh tingkat ketebalan gambut, semakin tinggi
kandungan karbon yang terdapat didalamnya.
Kandungan bahan organik pada masing-masing horizon merupakan petunjuk besarnya
akumulasi bahan organik dalam keadaan lingkungan yang berbeda. Komponen bahan organik
yang penting adalah C dan N. Kandungan bahan organik ditemukan secara tidak langsung yaitu
dengan mengalikan kadar C dengan suatu faktor yang umumnya sebagai berikut : kandungan
bahan organik = C x 1,724. Bila jumlah C-organik dalam tanah dapat diketahui maka
kandungan bahan organik tanah juga dapat dihitung. Kandungan bahan organik merupakan
salah satu indikator tingkat kesuburan tanah (Susanto, 2005). C-organik tanah menunjukkan
kadar bahan organik yang terkandung didalam tanah. Tanah-tanah gambut biasanya
mempunyai tingkat kadar C-organik yang lebih tinggi dibandingkan tanah mineral. Kadar C-
organik mengindifikasi tingkat kematangan gambut. Gambut dari jenis fibrik tingkat kadar C-
organiknya akan lebih tinggi dibandingkan dengan saprik dan hemis (Soewandita, 2008).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Praktikum ini dilakukan mulai bulan Oktober 2018 hingga bulan November 2018.
Praktikum ini bertempat di Laboratorium Tanah, Gedung Agrokomplek Lt. 2 Fakultas
Pertanian, Kampus Udayana Sudirman.

3.2 Metode Pengumpulan Data


3.2.1 Penetapan pH Tanah
Metode penetapan pH tanah ada dua cara yaitu secara kolorimetri yang
berdasarkan warna, dan dengan pH meter. Penetapan pH berdasarkan warna biasanya
dilakukan dengan indicator (kertas lakmus), bersifat kualitatif, dan cara ini biasanya
dilakukan di lapang. Pengukuran pH tanah dengan pH meter bersifat kuantitatif, namun
cara ini sangat dipengaruhi oleh beberapa factor: (1)Perbandingan air dan tanah,
(2)Kandungan garam-garam dalam tanah serta (3)Keseimbangan CO2 udara dengan
CO2 tanah. Dalam praktikum ini, metode yang digunakan adalah dengan menggunakan
pH meter yang akan menghasikan data yang bersifat kuantitatif.

A. Persiapan Alat
 Botol Kocok  Gelang Karet
 Timbangan  pH Meter
 Kertas Timbang  Konduktometer
 Mesin Pengocok  Botol film

B. Persiapan Bahan
 Tanah C
 Aquades
 Larutan Buffer

C. Langkah Kerja
1. Timbang 10 gr tanah kering udara, masukkan kedalam botol kocok dan
tambahkan aquades sebanyak 25 ml
2. Kocok selama 30 menit di mesin pengocok dengan mengeratkan botol dan
alat pengocok dengan gelang karet, diamkan selama 5 menit
3. Ukur dengan pH meter yang telah distandarisasi dengan larutan buffer pH 4
- 7, tunggu hingga angka digital tidak berubah dan catat hasilnya.
4. Mengukur DHL dengan konduktometer, dituang air ke dekantarasi ke dalam
botol film dan catat hasilnya.

3.2.2 Penetapan N-Total Tanah


Penetapan N-total dilakukan dengna cara Kjedahl, yaitu N diubah ke dalam
bentuk ammonium pada destruksi dengan asam sulfat pekat, yang mengandung katalis
dan zat-zat kimia lainnya yang dapat meningkatkan suhu pada waktu destruksi
berlangsung. Kemudian ammonium yang terbentuk ditetapkan dari jumlah amoniak
(NH3) yang dibebaskan pada saat penyulingan destruat.

A. Persiapan Alat
 Labu Kjedahl (maro  Gelas ukur 50 ml
Kjedahl) 100 ml  Erlenmeyer 100 ml
 Alat destruksi  Buret
 Ruang destruksi  Pipet
 Alat penyulingan  Neraca.

B. Persiapan Bahan
1. Asam sulfat pekat p.a
2. Campuran selenium (1,55 gr CuSO4 anhidrus + 96,90 NaSO4 anhidrus +
1,55 gr selen), dihaluskan dicampur sampai rata.
3. Asam Borat 1% (imbang 10 gr H3BO3 dilarutkan dengan aquades hingga 1
liter)
4. Asam sulfat 0,05% (labu ukur 1000 ml tambah aquades setengahnya,
tambah 1,4 ml H2SO4 pekat kocok bolak balik, kemudian tambah aquades
sampai 1000 ml, dan normalitasnya dengan Boraks 0,05 N dengan meras
sebagai indicator).
5. Natrium hidroksida 30% (pada beker gelas 1 litermasukkan 400 gr NaOH
tambahkan berlahan-lahan aquades 600 ml, setelah dingin masukkan
kedalam labu ukur 1 liter dan tambahkan aquades sampai tanda garis).
6. Indicator N yaitu campuran merah metil + hijau bromkresol (timbang 0,10
gr metil merah + 0,15 gr hijau kresol, larutkan dengan 200 ml etanol 96%)
7. Batu didih
C. Langkah Kerja
1. Timbang tanah 1 gr (C), masukkan ke dalam labu Kjedahl
2. Tambahkan 1 gr selenium
3. Tambahkan 3 ml H2SO4 pekat
4. Panaskan di kompor diruang destruksi, sampai warna puih (±15 menit)
5. Keluarkan dari ruangan destruksi biarkan sampai dingin
6. Tambahkan 100 ml aquades dan 20 ml NaOH 30% dan 2 buah batu didih
7. Letakkan diatas kompor makro Kjedahl set untuk di destilasi
8. Tampung destilat dengan elenmeyer 100 ml yang telah berisi 15 ml H3BO3
1% + 1 tetes indicator N
9. Destilasi dihentikan setelah mencapai volume menjadi 750 ml
10. Destilat difiltrasi dengan H2SO4 0,05 N, sampai warna menjadi merah.
11. Blanko : 20 ml

3.2.3 Penetapan P-Tersedia


Metode Bray dapat dibedakan menjadi 2 yaitu Bray 1 baik untuk tanah masam
dan netral, sedangkan metode Bray 2 sangat baik untuk tanah sangat masam. Metode
Bray 1 menggunakan pengekstrak yaitu : campuran HCl 0,025 N + NH4F 0,3 N,
sedangkan Bray 2 menggunakan campuran HCl 0,1 N + NH4F 0,3 N. Metode ini
menggunakan ion F- sebagai penukar ion P, dengan dasar pertimbangan bahwa ion Flor
tersebut dapat mengkomplekskan Al dan Fe sehingga Fosfat dapat dibebaskan. Metode
yang digunakan dalam praktikum ini adalah mtode Bray 1.

A. Persiapan Alat
 Timbangan  Pipet 10 ml
 Botol pengocok  Labu ukur
 Tabung reaksi standar  Kertas tissue dengan
 Corong Spektrometer
 Kertas saring Whatman 42

B. Persiapan Bahan
1. Larutan baku (HCl 1,25 N + HF 1,5 N). caranya: 58% + 700 ml Aquades.
Sesuaikan pH hingga 7.0 dengan menambahkan NH4OH. Tambahkan HCl
pekat dan encerkan menjadi 1 liter.
2. Larutan P-A yaitu: campuran dari (HCl 0,025 N + NH4F 0,03 N). Larutan
20ml larutan PA menjadi 1liter, atau 1,11gr NH4F + 4,16 ml HCl 6 N/liter.
3. Larutan P-B yaitu: larutan 3,8 gr NH4-molibdat dalam 300 ml H2O
padasuhu 600 C lalu didinginkan. Larutan 5,0 gr asamborat dalam 500 ml
H2O dan tambahkan 75 ml HCl pekat. Tambahkan larutan molibdat dan
encerkan menjadi 1 liter.
4. Larutan P-C yaitu: campurkan 2,5 gl-amino-2naftol-4 sulfanat + 5,0 g
Na2SO3 dan 146 g Na2SO5. Kemudian tumbuk sampai halus dalam
lumping porselin. Ambil 8 g dari serbuk pereduksi tadi masukkan dala
elenmeyer 100 ml tambahkan 50 ml air panas. Biarkan selama 12-16 jam
sebelum dipakai sebagai larutan P-C.

C. Langkah Kerja
1. Timbang 1,5 g tanah, masukkan ke dalam botol kocok
2. Tambah 5 ml PA, kocok 15 menit dengan mesin pengocok
3. Saring dengan kertas saring Whatman 42, tunggu sampai habis
4. Tamping air saringan tesebut dengan tabung reaksi
5. Pipet 5 ml filtrate, masukkan kedalam tabung rekasi baru
6. Tambahkan 5 ml pelarut PB, lalu kocok dengan tangan
7. Tambahkan 3 tetes larutan PC, kocok dengan tanagan tunggu 15 menit
8. Tetapkan dengan spectrometer
9. Buat standard (0,1,2,3,4,5)

3.2.4 Penetapan C-Organik Tanah


Dalam analisis tanah penetapan kadar bahan organik tanah sangat penting
artinya karena dapat dipergunakan untuk menentukan tingkat kesuburan suatu jenis
tanah. Tanah-tanah pertanian yang subur umumnya mempunyai kadar bahan organik
yang relatif tinggi.penetapan kadar bahan organik tanah berdasarkan oksidasi. Dua cara
oksidasi yang setring digunakan untuk menetapkan kadar bahan organik tanah dalah
oksidasi basah dan oksidasi kering.

A. Persiapan Alat
 Pipet ukuran 10ml, 5ml  Erlenmeyer 50ml
 Gelas ukur 10ml  Buret
 Botol seprot  Neraca
B. Persiapan Bahan
 Contoh tanah yang lolos  H3PO4 85%
ayakan 0,05 mm  FeSO4 1 N
 K2Cr2O7 1 N  Indicator Diphenilamen
 H2SO4 pekat  Aquades.

C. Langkah Kerja
1. Timbang 1 gr tanah, lalu masukkan ke dalam Erlenmeyer 50 ml.
2. Tambahkan 10 ml K2Cr2O7 1 N dengan pipet, goyang-goyangkan sampai
tercampur dengan tanah.
3. Tambahkan 10 ml H2SO4 pekat dengan pipet goyangkan sehingga merata.
(warna harus tetap merah jingga). Apabila warnanya hijau, tambahkan lagi
kalium Bikromat dan asam sulfat pekat. (catat penambahannya)
4. Biarkan selama 30 menit, sampai dingin
5. Tambahkan 5 ml H3PO4 85% dan 1 ml Indikator DP (diphenyl amine).
6. Tambahkan aquades dengan botol semprot sampai volumenya 50ml
7. Kocok sampai homogeny, biarkan sampai mengendap (bagian atas bening)
8. Ambil larutan bagian atas yang jernih sebanyak 5 ml, masukkan kedalam
Erlenmeyer 50 ml + 15 ml aquades.
9. Buat juga blangko (tanpa tanah) dengan langkah yang sama seperti no 2-8.
10. Titrasi blangko terlebih dahulu dengan FeSO4 1N, sanpai warna kehijauan
(catat M FeSO4)
11. Lanjutkan titrasi sampel A-D, hingga warnannya sama dengan blangko
(catat M FeSO4)

3.3 Studi Literatur


Studi literatur adalah cara yang dipakai untuk menghimpun data-data atau sumber-
sumber yang berhubungan dengan topik yang diangkat dalam suatu penelitian. Studi literatur
bisa didapat dari berbagai sumber, seperti dari internet, tulisan ilmiah, majalah ilmiah dan buku
yang memiliki korelasi dengan penelitian ini.
Studi literatur digunakan untuk mengumpulkan berbagai materi yang dapat digunakan
untuk menunjang penelitian ini.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif, berupa hasil dari pengamatan berupa
angka/ pengukuran.
3.4.1 Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif, berupa hasil dari pengamatan
berupa angka/ pengukuran.
3.4.2 Sumber Data
Sumber Data adalah semua informasi baik yang merupakan benda nyata atau
sesuatu yang abstrak (Sukandarumidi, 2000).
Sumber data dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui penelitian yang
dilakukan oleh peneliti.
b. Data Sekunder
Menurut Saifuddin (2004), Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari
pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti melalui penelitiannya. Data
sekunder bisa berwujud dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia.

3.5 Metode Pengolahan Data


Setelah data terkumpul secara lengkap dan tersusun secara sistematis, maka langkah
selanjutnya adalah mengolah data. Data dianalisis secara kuantitatif dengan menjabarkan dan
menggambarkan hasil yang diperoleh dari hasil pengamatan. Data yang diperoleh digunakan
untuk menarik kesimpulan dari penelitian ini.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penetapan pH Tanah


Reaksi tanah atau pH tanah sangat berpengaruh terhadap ketersediaan unsur bagi
tanaman. pH tanah diukur dari konsentrasi ion H+ bebas dalam larutan tanah untuk menentukan
pH aktif, sedangkan untuk pH potensial (cadangan) diukur dari ion H+ dan ion Al+3 dari
permukaan kompleks jerapan. Ion H+ dalam larutan tanah beradadalam keseimbangan dengan
ion H+ yang jerapan. pH dirumuskan sebagai : -log konentrasi ion H+
Kisaran nilai pH tanah yaitu dari pH 0 sampai pH 14. Makin tinggi kepekatan ion H+
di dalam larutan tanah maka makin rendah pH tanah, dan sebaliknya makin rendah kepekatan
ion H+ di dalam larutan tanah tanah maka makin tinggi pH tanah.
Sehubung dengan nilai pHtanah maka dijumpai 3 nilai pH tanah secara garis besar yaitu
: asam, netral, dan alkalin (basa). Nilai pH=7 (netral) artinya kepekatan ion H+ dalam larutan
tanah sama dengan kepekatan ion OH-. Apabila nilai pH kurang dari 7,0 berati kepekatan ion
H+ lebih tinggi darikepekatan OH- disebut masam, sedangkan bila pH lebih dari 7,0 berarti
kepekatan ion H+ lebih rendah dari pada ion OH-, ini disebut alkalin.
Perbandingan antara tanah dengan air biasanya 1:1:2,5 dan 1:5. Makin tinggi sedikit
volume air yang dipakai sebagai pelarut, maka makin tinggi pHytanah, dan sebaliknya.

Hasil Praktikum:
1. Hasil perhitungan tanah C menggunakan pH meter adalah 6,88 jadi tanah tersebut
pHnya netral (Nilai pH=7) artinya kepekatan ion H+ dalam larutan tanah sama
dengan kepekatan ion OH-
2. Hasil perhitungan DHL dengan konduktor meter adalah 8,70

4.2 Penetapan Kadar N-total Tanah


Sebagian besar N dalam tanah ditemukan dalam bentuk N organik. Secara relatif
sebagian kecil dari N tanah terdapat dalam bentuk ammonium (NH4) dan Nitrat (NO3) yang
merupakan bentuk N yang tersedia bagi tanaman.
Umumnya ada dua cara penetapan N-total tanah yang sering dilakukan adalah 1) cara
Kjedahl dan cara Dumas. Cara Kjedahl yang digunakan adalah cara-cara makro dan mikro,
sedangkan cara Dumas adalag dengan suatu pengabungan kering.
Pada praktikum ini dilakukan dengan cara Kjedahl, yaitu N diubah ke dalam bentuk
ammonium pada destruksi dengan asam sulfat pekat, yang mengandung katalis dan zat-zat
kimia lainnya yang dapat meningkatkan suhu pada waktu destruksi berlangsung. Kemudian
ammonium yang terbentuk ditetapkan dari jumlah amoniak (NH3) yang dibebaskan pada saat
penyulingan destruat.
Bentuk-bentuk N anorganik yang dapat ditemukan dalam tanah adalah bentuk
ammonium, nitrat, nitrit.

Persen N = ( ml contoh tanah – ml Blanko ) x N H2SO4 x 1,4


100+KU/100=…?

Hasil Praktikum:
1. Didapatkan jumlah KU pada tanah C adalah 5,4%
2. Persen N yang didapatkan dari tanah C dengan cara penetapan N Kjedahl adalah
1,7% Jadi kandungan N pada tanah C tersebut sangan tinggi.

4.3 Penetapan Kadar P-Tersedia


Bentuk fraksi P dalam tanah masam umumnya dijumpai sebagai bentuk Al-P, Fe-P,
sedangkan tanah alkalin terdapat sebagai bentuk Ca-P dan Mg-P. selain itu ada juga fraksi P
sebagai bentuk Occ Al-P dan Rs-P. Tanaman menyerap P dari ikatan-ikatan tersebut dan
jumlah tergantung dari perbandingan Al-P, Fe-P, dan Ca-P. penyerapan P juga dipengaruhi
oleh daya larut senyawa-senyawa tersebut dalam air.
Ada beberapa faktor yang penting dan sangat nyata pengaruhnya dalam penetapan
kadar P ini antara lain : waktu pengocokan dan perbandingan larutan ekstrasi tanah. Selain itu
umur PC waktu dari saat meneteskan PC sangat perlu diperhatikan.
ALPO4 + 2H+ AlF6-3 + H2PO4
Al(OH)2 H2PO4 + 6 F- + 2H+ AlF6-3 + H2SO4- + 2H2O
FePO4 + 6F- 2H+ FeF6-3 + H2PO4
Ca3(PO4) + 2F- + H+ CaF8-6 + H2PO4-

Hasil Praktikum:
Dari percobaan kadar P-tersedia dengan metode Bray-1 dari tanah C mendapatkan
kandungan P-tersedia sebesar 440,931 ppm (Terlampir). Jadi pada tanah C kandungan P-
tersedianya sangat tinggi.
Kadar P- Tersedia (ppm)
P – Larutan X 15 X 10 X 100 + KU
1,5 5 100

= 1,092 X 15 X 10 X 100 + 5,4%


1,5 5 100

= 440,931 ppm

4.4 Penetapan Kadar Bahan Organik Tanah


Bahan organik tanah merupakan fraksi non mineral yang dijumpai sebagai komponen
penyususn tanah. Bahan organik biasanya bersumber dari sisa-sisa tanaman, binatang, jasad
mikro baik sebagian atau seluruhnya telah mengalami dekomposisi. Bahan-bahan yang tahan
terhadap perombakan, selanjutnya atas bantuan jasad mikro diubah dari bahan aslinya dan
disusun kembali menjadi senyawa baru yang berwarna coklat kehitaman dan bersifat koloidal
disebut humus.
Oksidasi menurut cara Denstedt, hanya digunakan untuk kalibrasi cara basah karena
oksidasi kering ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Cara oksidasi basah dilakukan
dengan kalium bikromat dalam larutan asam pekat. Jumlah kalium bikromat yang berlebihan
digunakan untuk mengoksidasi bahan organik, kelebihan kalium bikromat yang digunakan
dititer kembali dengan ferro sulfat dengan petunjuk feroin. Proses oksidasi basah ini
memerlukan panas yang cukup tinggi dan cara ini disebut juga dengan cara Allison.
Disamping dengan cara Destedt, cara Allison masih ada beberapa cara yang lebih
sederhana untuk menentukan bahan organik tanah yaitu : cara Wakley dan Black, yang umum
digunakan untuk mineral tidak berkapur dari daerah humid.
Prinsip cara ini adalah: bahan organik yang mudah teroksidasi dalam tanah merekduksi
Cr2O7= yang diberikan berlebihan. Reaksi ini berlangsung dengan menggunkan energy yang
dihasilkan dari pencampuran dua bagian asam sulfat pekat dan satu bagian kalium bukromat 1
N. kelebihan kromat dapat diketahui dari hasil tirtrasi dengan ferro sulfat yang diketahui
normalitasnya. Sedangkan difenilamin digunakan sebagai petunjuk titik akhir titrasi,
sedangkan penambahan NaF dan asam fosfat 85% dimaksudkan untuk menghilangkan
gangguan yang mungkin ditimbulkan oleh ion ferro.
3C + 2 Cr2O7= + 16 H+ 3 CO2 + 4Cr+ + 8 H2O
Cr2O7 + FeSO4 Cr(SO4)3 + Fe +3
Hasil Praktikum:
1. Pada saat perhitungan C-organik dari tanah C didapatkan sebesar 1,89%
(Terlampir), jadi bahan organik yang terkandung dalam tanah C merupakan tanah
yang subur dan kaya akan Bahan Organik
2. Dari perhitungan di dalam mesin kadar bahan organik sebesar 3,258% (Terlampir),
jadi kadar bahan organik di tanah C sangat baik dan subur.

Perhitungan C-Organik
100 + KU
C-Organik = (B-A) X 3,596% X N FeSO4 X
100
100 + 5,4 %
C-Organik = (1-0,5) X 3,596% X 1N X
100

105,4
C-Organik = ( 0,5 ) X 3,596% X 1N X
100

C-Organik = 189,5
100
C-Organik = 1,89%

Perhitungan Kadar Bahan Organik

Kadar bahan Organik = Kadar C-Organik X 1,7241

Kadar bahan Organik = 1,89 % X 1,7241

Kadar bahan Organik = 9,258 %


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kelompok kami memilih tanah C sbagai bahan percobaan praktikum, hasil dari
perhitungan yang kami dapatkan adalah:
1. Hasil perhitungan tanah C menggunakan pH meter adalah 6,88 jadi tanah tersebut
pHnya netral (Nilai pH=7) artinya kepekatan ion H+ dalam larutan tanah sama
dengan kepekatan ion OH-
2. Hasil perhitungan DHL dengan konduktor meter adalah 8,70
3. Didapatkan jumlah KU pada tanah C adalah 5,4%
4. Persen N yang didapatkan dari tanah C dengan cara penetapan N Kjedahl adalah
1,7% Jadi kandungan N pada tanah C tersebut sangan tinggi.
5. Dari percobaan kadar P-tersedia dengan metode Bray-1 dari tanah C mendapatkan
kandungan P-tersedia sebesar 440,931 ppm (Terlampir). Jadi pada tanah C
kandungan P-tersedianya sangat tinggi.
6. Pada saat perhitungan C-organik dari tanah C didapatkan sebesar 1,89%
(Terlampir), jadi bahan organik yang terkandung dalam tanah C merupakan tanah
yang subur dan kaya akan Bahan Organik
7. Dari perhitungan di dalam mesin kadar bahan organik sebesar 3,258% (Terlampir),
jadi kadar bahan organik di tanah C sangat baik dan subur.

5.2 Saran
Sebaiknya mahasiswa dalam melakukan praktikum selalu utamakan keselamatan dan
melakukan praktikum dengan benar dan akurat, tetapi berhati-hati agar tidak terjadi hal yang
tidak diinginkan. Selalu ikuti buku penuntun praktikum dan lakukan praktikum dibawah
pengawasan dosen pembimbing. Catat data dengan akurat dan jangan sampai hilang agar tidak
terjadi pemalsuan data.
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Kurniawan. 2009. Kondisi Fisik, Kimia Dan Biologi Tanah Pasca Reklamasi Lahan
Agroforstry Di Area Penambangan Bahan Galian pasir Kecamatan Astanajapura
Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat.[Skripsi] pada Departemen Silvikultur. Bogor
: IPB.
Arifin, M. 2010. Kajian Sifat Fisika Tanah dan Berbagai Penggunaan Lahan dalam
Hubungannya dengan Pendugaan Erosi Tanah. Jurnal Pertanian MAPETA Vol. XII.
(2) : 72 – 144.
Foth, H.D. 1984. Fundamental of Soil Science. John Willey and Sons. New York.
Hanafiah,K.A., 2004. Dasar – dasar Ilmu Tanah. Palembang.
Hanafiah, K.A, 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo. 296 Halaman
Hartatik, W. dan K. Idris. 2008. Kelarutan fosfat alam dan SP-36 dalam gambut yang diberi
bahan amelioran tanah mineral. Jurnal Tanah dan Iklim, 10 (27) : 45-56.
Istomo. 2006. Kandungan Fosfor Dan Kalsium Pada Tanah Dan Biomassa Hutan Rawa
Gambut. Jurnal Majemen Hutan Tropika. 7(3):40-57
Kim H.Tan, 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah, penerbit Gajah Mada University Press.
Cetakan kedua. Jakarta.
Lee, J. S., H. J. Lee, S. H. Lee. 2002. Decomposition and 15 N Fate of Rice Straw in Pody Soil.
Korean J. Crop Sci.
Nugraha, Gustian. 2013. Kajian Potensi Bionutrien PBAG Terhadap pertumbuhan Padi.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Nyakpa, Y. dkk. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Lampung
Purwanto.2012. dasar-dasar ilmu tanah. Yogyakarta : kanisius
Sahiri, N. 2003. Pertanian Organik :Prinsip Daur Ulang Hara, Konservasi Air dan Interaksi
Antar Tanaman. Makalah Indiidu Pengantar Falsafah Sain. Institut Pertanian Bogor.
Soewandita, H. 2008. Studi kesuburan tanah dan analisis kesesuaian lahan untuk komoditas
tanaman perkebunan di kabupaten bengkalis. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia,10
(2) : 128-133.
Susanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Kanisius, Yogjakarta.
Sutedjo, M. M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta : Rineka Cipta
Winarso, S.2005. Kesuburan Tanah:Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava media.
Jogjakarta. 269 hal.
Anonim, 2015. Takaran, Kandungan dan Manfaat Pupuk Urea untuk Tanaman. Diakses di
https://sentrabudidaya.com/takaran-kandungan-dan-manfaat-pupuk-urea-untuk-
tanaman/. Pada tanggal 16 Desember 2018. Pukul 09.44 Wita
Gani, Anischan. Bagan Warna Daun (BWD). Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Diakses di
https://www.dpi.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0008/199457/Ses3-Leaf-colour-
chart.pdf

Anda mungkin juga menyukai