Anda di halaman 1dari 5

Faktor Pembentuk Tanah

Faktor pembentuk tanah merupakan faktor yang menentukan dalam pembentukan jenis-
jenis tanah. Walaupun faktor pembentuk tanah tersebut sebenarnya sangat banyak tetapi yang
terpenting adalah iklim (i), organisme (o), relief (r), bahan induk (b), dan waktu (w). Hubungan
antara tanah dengan faktor pembentuknya sering ditulis sebagai T (tanah) = f (i,o, r, b, w, ...)
(Hardjowigeno, 2016). Faktor pembentuk tanah meliputi:
1. Bahan Induk
Beberapa pengaruh bahan induk terhadap sifat-sifat tanah (Hardjowigeno, 2016):
1) Tekstur bahan induk mempunyai pengaruh langsung terhadap tekstur tanah muda. Bahan
induk pasir menghasikan tanah muda yang berpasir pula.
2) Tekstur yang dipengaruhi mineral yang sukar lapuk seperti pasir kuarsa tetap terlihat
(berpengaruh) pada tanah-tanah tua.
3) Bahan induk dengan tekstur halus membentuk tanah dengan bahan organik yang lebih
tinggi daripada bahan induk bertekstur kasar. Pada bahan induk yang bertekstur halus air
tersedia tinggi, tanaman tumbuh baik, sehingga lebih banyak tambahan bahan organik.
4) Kalau tekstur bahan induk terlalu halus (kadar lempung terlalu tinggi) maka permeabilitas
tanah menjadi sangat lambat, sehingga menghambat pencucian dan pemindahan koloid
tanah, akibatnya terbentuklah tanah dengan solum tipis. Apabila bahan induk seperti ini
terdapat di daerah-daerah berlereng maka karena permeabilitas lambat aliran permukaan
meningkat, sehingga erosi besar dan terbentuklah solum tanah yang tipis.
5) Permeabilitas bahan induk menentukan banyaknya air infiltrasi. Di daerah dengan curah
hujan tinggi (humid) tanah asam dapat terbentuk dari tanah kapur yang permeabilitasnya
tinggi. Makin permeabilias tanah menjadi lebih cepat masam, pelapukan lebih cepat,
bahan koloid makin mudah dipindahkan.
6) Walaupun demikian permeabilitas tanah yang terlalu cepat misalnya pada tanah-tanah
dengan tekstur sangat kasar atau berkerikil perkembangan tanah berjalan lambat karena
sangat sedikit air yang dapat ditahan tanah untuk pelapukan.
7) Mudah tidaknya pelapukan bahan induk tergantung pula pada jenis mineral yang
dikandungnya. Bahan induk yang banyak mengandung mineral mudah lapuk (skala
Goldich) akan lebih mudah hancur, dan pembentukan mineral baru (lempung) lebih cepat
terjadi.

Eka Kusuma kusumaeka495@gmail.com


8) Bahan induk jenis mafik (banyak mengandung basa-basa) dapat menyebabkan
pembentukan mineral lempung montmorillonit. Kalau curah hujan rendah montmorillonit
dapat terbentuk juga pada bahan induk jenis felsik (kandungan basa rendah). Kalau bahan
induk felsik banyak mengandung mika dapat terbentuk mineral lempung illit.
Terbentuknya mineral lempung lain seperti kaolinit lebih banyak dipengaruhi oleh
besarnya curah hujan.
9) Cadangan unsur hara di dalam tanah banyak dipengaruhi oleh jenis mineral yang terdapat
dalam bahan induk tanah.
Jenis-jenis bahan induk (Hardjowigeno, 2016):
1) Batuan beku, batuan yang terbentuk karena magma yang membeku
2) Batuan sedimen, batuan yang terbentuk akibat sedimentasi baik oleh air ataupun oleh
angin.
3) Batuan metamorfose, batuan beku atau sedimen yang berubah menjadi jenis batuan lain
disebabkan oleh adanya tekanan dan suhu yang sangat tinggi.
4) Bahan induk organik, berasal dari hutan rawa yang selalu tergenang air proses
penghancuran bahan organik berjalan lebih lambat daripada proses penimbunan sehingga
terjadi akumulasi bahan organik.
2. Relief (Topografi)
Relief adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk di
dalamnya adalah perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Relief atau topografi
mempengaruhi proses pembentukan tanah dengan cara: (1) mempengaruhi jumlah air hujan
yang meresap atau ditahan oleh masa tanah, (2) mempengaruhi dalamnya air tanah, (3)
mempengaruhi besarnya erosi, dan (4) mengarahkan gerakan air berikut bahan-bahan yang
terlarut di dalamnya dari suatu tempat ke tempat lain (dari tempat yang lebih tinggi ke
tempat yang lebih rendah).
Sifat-sifat tanah yang umumnya berhubungan dengan relief adalah (1) tebal solum,
(2) tebal dan kandungan bahan organik horison A, (3) kandungan air tanah, (4) warna tanah,
(5) tingkat perkembangan horison, (6) reaksi tanah (pH), (7) kandungan garam mudah larut,
(8) jenis dan tingkat perkembangan padas, (9) suhu, (10) sifat dari bahan induk tanah (initial
material) (Hardjowigeno, 2016).

Eka Kusuma kusumaeka495@gmail.com


3. Iklim
Di antara komponen iklim, yang paling berperan adalah curah hujan (presipitasi) dan
temperatur. Berdasarkan nisbah antara P {presipitasi (hujan + salju + embun)} : Et
(evapotranspirasi), Whalter Penck membagi tanah dunia menjadi dua wilayah yaitu
(Hanafiah, 2013):
1) Daerah Humid (basah) apabila nisbah P : Et lebih besar dari 0,7, dan
2) Daerah Arid (kering) apabila bernisbah kurang dari 0,7
Lang membagi wilayah bumi berdasarkan nisbah R {curah hujan rerata tahunan
(mm)} : T {temperatur rerata tahunan (ºC)} menjadi 4 wilayah (Hanafiah, 2013):
1) Daerah Arid (kering) apabila nisbah R : T kurang dari 40,yaitu kawasan yang
berevaporasi lebih besar ketimbang curah hujan, sehingga air tanah naik ke permukaan.
Tanah kawasan ini berciri khas adanya kerak-kerak garam di permukaan.
2) Daerah Humid (lembab) apabila bernisbah antara 40-160, yaitu kawasan yang bercurah
hujan lebih besar ketimbang evapotranspirasi, sehingga proses mineralisasi lebih lambat
ketimbang humifikasi. Oleh karena itu, humus makin banyak terbentuk dengan makin
banyaknya hujan dan proses humifikasi optimum pada nisbah 120. Tanah-tanah di
wilayah ini terbagi menjadi
a) Tanah-tanah kuning atau merah,dengan nisbah 40-60
b) Tanah-tanah coklat, dengan nisbah 60-100
c) Tanah-tanah hitam, dengan nisbah 100-160
3) Daerah Perhumid (sangat lembab), yaitu wilayah bernisbah lebih besar dari 160.
4) Daerah Nival (basah), yaitu wilayah tanpa penguapan sama sekali, seperti di sebagian
Eropa, Palestina, dan Amerika Serikat.

Tabel 2.1 Proporsi Komposisi Kimiawi Tanah Daerah Arid dan Humid
Daerah Bahan larut (%) Komposisi senyawa kimia (%)
(n contohnya) Total SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO K2O Na2O
Arid 30,84 6,71 7,21 5,47 1,43 1,27 0,67 0,35
Humid 15,83 4,04 3,66 3,88 0,13 0,29 0,21 0,14
Sumber: Hanafiah, 2013

Adanya perbedaan komposisi kimiawi sebagai konsekuensi berbedanya intensitas


pelapukan pada tabel yaitu (Hanafiah, 2013):

Eka Kusuma kusumaeka495@gmail.com


1) Tanah daerah Humid mempunyai bahan dan silikat larut, serta komponen senyawa
kimiawi utama yang selalu lebih rendah ketimbang tanah daerah Arid
2) Nisbah Fe-oksida : Al-oksida dan Mg-oksida : Ca-oksida pada tanah daerah humid lebih
dari satu, sedangkan pada tanah daerah arid kurang dari satu.
4. Organisme
Sisa-sisa tanaman atau binatang mula-mula tetap berada dia atas tanah dan disebut
horison O. Setelah sisa tanaman tersebut dihancurkan oleh hewan-hewan (rodent, insect)
dan mikroorganisme menjadi lebih halus, maka oleh hewan-hewan tersebut sebagian dari
bahan organik tercampur dengan bahan mineral sehingga terbentuklah horison A yang
berwarna gelap. Asam-asam organik yang terlepaskan sebagai hasil dekomposisi bahan
organik mempercepat pelapukan mineral yang banyak mengandung basa-basa, sehingga
terbentuk unsur-unsur hara yang mudah larut dalam air dan mineral-mineral sekunder seperti
mineral lempung dan oksida silikat, besi, dan aluminium (Hardjowigeno, 2016).
5. Waktu
Mohr dan Van Baren (1960) mengemukakan adanya lima tingkat perkembangan
tanah di Indonesia:
1) Tingkat permulaan (Initial stage); terdiri dari bahan induk yang belum lapuk (bahan
induk).
2) Tingkat Juvenile; pelapukan sudah mulai, tetapi banyak bahan asal yang belum diapuk
(tanah muda).
3) Tingkat Virile; mineral-mineral mudah lapuk sebagian besar telah mengalami
dekomposisi, kandungan lempung telah meningkat (tanah dewasa).
4) Tingkat Senile; dekomposisi mencapai tingkat akhir, sehingga hanya mineral-mineral
yang sangat resisten yang tertinggal (tanah tua).
5) Tingkat akhir (Final stage); perkembangan tanah sudah selesai dan tanah terdapat dalam
keseimbangan dengan lingkungan (tanah tua).
Menurut Darmawijaya (1997) tahapan waktu dari bahan induk batuan andesit di
Indonesia dapat dibentuk berturut-turut: (1) tanah Regosol muda pada tahap permulaan, (2)
tahap Regosol tua atau disebut juga tanah Tarapan sebagai Juvenil, (3) Tanah Latosol coklat
sebagai tahap Virile, (4) Latosol merah sebagai tahap Senile, dan akhirnya (5) tanah Laterit.

Eka Kusuma kusumaeka495@gmail.com


Daftar Pustaka

Darmawijaya, I. 1997. Klasifikasi Tanah Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana
Pertanian di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hardjowigeno, S. 2016. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Bekasi: Akademika Pressindo.

Hanafiah, K. A. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Mohr, E.C.J and F.A Van Baren. 1960. Tropical Soil. Los Editions A. Manteau S.A. Bruxelles

Eka Kusuma kusumaeka495@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai