Anda di halaman 1dari 57

BAB II

PEMBAA

A. Sejarah Pancasila pada Masa Kerajaan

1. Kerajaan Kutai

Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400M, dengan ditemukannya prasasti yang berupa 7
yupa (tiang batu). Berdasarkan prasasti tersebut dapat diketahui bahwa raja Mulawarman keturunan dari
raja Aswawarman ketrurunan dari Kudungga. Raja Mulawarman menurut prasasti tersebut mengadakan
kenduri dan memberi sedekah kepada para Brahmana, dan para Brahmana membangun yupa itu sebagai
tanda terimakasih raja yang dermawan (Bambang Sumadio, dkk.,1977 : 33-32). Masyarakat kutai yang
membuka zaman sejarah Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai-nilai sosial politik dan
ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para Brahmana.

Dalam zaman kuno (400-1500) terdapat dua kerajaan yang berhasil mencapai integrasi dengan
wilayah yang meliputi hampir separoh Indonesia dan seluruh wilayah Indonesia sekarang yaitu kerajaan
Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit yang berpusat di Jawa.

2. Kerajaan Sriwijaya

Menurut Mr. M. Yamin bahwa berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan
kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Negara kebangsaaan
Indonesia terbentuk melalui tiga tahap yaitu : pertama, zaman Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra
(600-1400), yang bercirikan kedatuan. Kedua, negara kebangsaan zaman Majapahit (1293-1525) yang
bercirikan keprabuan, kedua tahap tersebut merupakan negara kebangsaan Indonesia lama. Kemudian
ketiga, kebangsaan modern yaitu negara bangsa Indonesia merdeka (sekarang negara proklamasi 17
agustus 1945) (sekretariat negara RI 1995 :11).

Pada abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatra yaitu kerajaan Wijaya, di bawah kekuasaaan
bangsa Syailendra. Hal ini termuat dalam prasasti Kedudukan Bukit di kaki bukit Sguntang dekat
Palembang yang bertarikh 605 caka atau 683 M., dalam bahasa melayu kuno huruf Pallawa. Kerajaan itu
adalah kerajaan Maritim yang mengandalkan kekuatan lautnya, kunci-kunci lalu-lintas laut di sebelah
barat dikuasainya seperti selat Sunda (686), kemudian selat Malaka (775). Pada zaman itu kerjaan
Sriwijaya merupakan kerajaan besar yang cukup disegani di kawasan asia selatan. Perdagangan dilakukan
dengan mempersatukan pedagang pengrajin dan pegawai raja yang disebut Tuhan An Vatakvurah
sebagai pengawas dan pengumpul semacam koperasi sehingga rakat mudah untuk memasarkan
dagangannya (Keneth R. Hall, 1976 : 75-77). Demikian pula dalam sistem pemerintahaannya terdapat
pegawai pengurus pajak, harta benda, kerajaan, rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis
pembangunan gedung-gedung dan patung-patung suci sehingga pada saat itu kerajaan dalam
menjalankan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan dengan nilai Ketuhanan (Suwarno, 1993, 19).
Agama dan kebudayaan dikembangkan dengan mendirikan suatu universitas agama Budha, yang sangat
terkenal di negara lain di Asia. Banyak musyafir dari negara lain misalnya dari Cina belajar terlebih dahulu
di universitas tersebut terutama tentang agam Budha dan bahasa Sansekerta sebelum melanjutkan
studinya ke India. Malahan banyak guru-guru besar tamu dari India yang mengajar di Sriwijaya misalnya
Dharmakitri. Cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam suatu negara adalah tercemin pada kerajaan
Sriwijaya tersebut yaitu berbunyi ‘marvuat vanua criwijaya dhayatra subhiksa’ (suatu cita-cita negara
yang adil dan makmur) (Sulaiman, tanpa tahun : 53).

3. Kerjaan Majapahit

Pada tahun 1923 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman keemasannya pada pemerintahan
raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada yang di bantu oleh Laksamana Nala dalam memimpin
armadanya untuk menguasai nusantara. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya itu membentang
dari semenanjung Melayu (Malaysia sekarang) sampai Irian Barat melalui Kalimantan Utara.

Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai dalam satu kerajaan. Empu
Prapanca menulis Negarakertagama. Dalam kitab tersebut telah telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu
tantular mengarang buku Sutasoma, dan didalam buku itulah kita jumpai seloka persatuan nasional,
yaitu “Bhineka Tunggal Ika”, yang bunyi lengkapnya “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”,
artinya walaupun berbeda , namun satu jua adanya sebab tidak ada agama yang memiliki tuhan yang
berbeda.

Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gaja Mada dalam sidang ratu dan menteri-menteri di
paseban keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara
raya sebagai berikut : “Saya baru akan berhentui berpuasa makan pelapa, jikalau seluruh nusantara
bertakluk di bawah kekuasaan negara, jikalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda,
Palembang dan Tumasik telah dikalahkan” (Yamin, 1960 : 60).

Dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat semacam penasehat seperti Rakryan I Hino , I
Sirikan, dan I Halu yang bertugas memberikan nasehat kepada raja, hal ini sebagai nilai-nilai musyawarah
mufakat yang dilakukan oleh sistem pemerintahan kerajaan Majapahit.

4. Zaman Penjajahan

Pada abat ini sejarah mencatat bahwa Belanda berusaha dengan keras untuk memperkuat dan
mengitensifkan kekuasaannya di seluruh Indonesia. Melihat hal tersebut maka munculah perlawanan
yang masih bersifat kedaerahaan. Seperti di Maluku (1817), Imam Bonjol (1821-1837), Pangeran
Diponegoro dan masih banyak lainnya.Dorongan akan cinta tanah air menimbulkan semangat untuk
melawan penindasan belanda, namun sekali lagi karena tidak adanya kesatuan dan persatuan di antara
mereka dalam melawan penjajah, maka perlawanan terebut senantiasa kandas dan menimbulkan
banyak korban.

Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI maka berkembanglah agama islam dengan pesatnya
di Indonesia. Bersama dengan itu berkembang pulalah kerajaan-kerajaan islam seperti kerajan Demak,
dan mulailah berdatangan orang-orang Eropa di nusantara. Mereka itu antara lain orang Portugis yang
kemudian diikuti oleh orang-orang Spanyol yang ingin mencari pusat tanaman rempah-rempah.

Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang pada awalnya berdagang adalah orang-orang portugis. Pada
akhir abad ke XVI bangsa Belanda datang pula ke Indonesia dengan menempuh jalan yang penuh
kesulitan. Utuk menghindarkan persaingan diantara mereka sendiri, kemudian mereka mendirikan suatu
perkumpulan dagang yang bernama V.O.C, yang dikalangan rakyat dikenal dengan istilah ‘kompeni’.

Praktek-praktek VOC mulai kelihatan dengan paksaan-paksaan sehingga rakyat mulai mengadakan
perlawanan. Mataram dibawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) berupaya mengadakan
perlawanan dan menyerang ke Batavia pada tahun 1628 dan tahun 1929, walaupun tidak berhasil
meruntuhkan namun Gubernur Jendral J.P Coen tewas dalam serangan Sultan Agung yang kedua itu.

Di Makasar yang memiliki kedudukan yang sangat vital berhasil juga dikuasai kompeni tahun 1667 dan
timbullah perlawanan dari rakyat Makasar di bawah Hasanudin. Menyusul pula wilayah Banten (Sultan
Ageng Tirtoyoso) dapat ditundukkan pula oleh kompeni pada tahun 1684. Perlawanan Trunojoyo,
Untung Suropati di Jawa Timur pada akhir abad ke XVII nampaknya tidak mampu meruntuhkan kekuasa.
Demikian kompeni pada saat itu. Demikian pula ajakan Ibnu Iskandar pimpinan Armada dari
Minangkabau untuk mengadakan perlawanan bersama terhadap kompeni juga tidak mendapat
sambutan yang hangat. perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan yang terpencar-pencar dan
tidak memiliki koordinasi tersebut banyak mengalami kegagalan sehingga banyak menimbulkan korban
bagi anka-anak bangsa.

5. Zaman Penjajahan Jepang

Janji penjajah Belanda tentang Indonesia merdeka hanyalah suatu kebohongan belaka dan tidak pernah
menjadi kenyataan sampai akhir penjajahan Belanda tanggal 10 Maret 1940. Kemudian Jepang masuk ke
Indonesia dengan propaganda “Jepang memimpin Asia. Jepang saudara tua bangsa Indonesia”.

Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan ulang tahun Kaisar Jepang, penjajah Jepang akan
memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Janji ini diberikan karena Jepang terdesak oleh
tentara Sekutu. Bangsa Indonesia diperbolehkan memperjuangkan kemerdekaannya, dan untuk
mendapatkan simpati dan dukungan bangsa Indonesia maka Jepang menganjurkan untuk membentuk
suatu badan yang bertugas menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan yaitu BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Zyumbi Tiosakai.

Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan ulang tahun kaisar jepang, memberikan hadiah
ulang tahun kepada bangsa indonesia yaitu kemerdekaan tanpa syarat setelah panghancuran Nagasaki
dan Hirosima oleh sekutu. Untuk mendapatkan simpati dan dukungan terbentuklah suatu badan BPUPKI.

B. Perumusan Pancasila dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Sidang BPUPKI Pertama


Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan
pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu :

a) Mr. Muh. Yamin (29 Mei 1945)

Dalam pidatonya tanggal 29 Mei 1945 Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan dasar Negara. Selain
usulan tersebut pada akhir pidatonya Muh. Yamin menyerahkan naskah sebagai lampiran yaitu suatu
rancangan usulan sementara berisi rumusan Undang Undang Dasar RI

b) Prof. Dr. Supomo (31 Mei 1945)

Dalam pidatonya Prof. Dr. Supomo mengemukakan teori-teori negara sebagai berikut:

1. Teori negara prseorangan(individualis)

2. Paham negara kelas(class theory)

3. Paham negara integralistik.

Selanjutnya dalam kaitannya dengan dasar filsafat negara Indonesia Soepomo mengusulkan hal-hal
mengenai: kesatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, keadilan rakyat.

c) Ir. Soekarno (1 Juni 1945)

Dalam hal ini Ir. Soekarno menyampaikan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip yang
rumusanya yaitu:

1. Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)

2. Internasionalisme (peri kemanusiaan)

3. Kesejahteraan sosial 4. Ketuhanan yang Maha Esa.

Beliau juga mengusulkan bahwa pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan pandangan
hidup bangsa Indonesia.

Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan


ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk
seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima
dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.

Sidang BPUPKI Kedua (10-16 Juli 1945)

Penyusunan pancasila oleh panitia sembilan, serta pemakaian istilah “hukum dasar” diganti
dengan undang-undang dasar karena hal ini merupakan hukum retulis atas saran prof. Soepomo. Serta
membahas bentuk negara yang setuju adalah pro republik. Keputusan-keputusan lain adalah
membentuk panitia kecil. Perancang undang-undang dasar di ketuai oleh Soekarno, panitia ekonomi dan
keuangan di ketuai oleh Moh. Hatta dan pembea tahan air di ketuai oleh Abikusno Tjokrosoejono.

Dalam sidang ini dibentuk panitia kecil yang terdiri dari 9 orang dan popular disebut dengan
“panitia sembilan” yang anggotanya adalah sebagai berikut:

a. Ir. Soekarno

b. Wachid Hasyim

c. Mr. Muh. Yamin

d. Mr. Maramis

e. Drs. Moh. Hatta

f. Mr. Soebarjo

g. Kyai Abdul Kahar Muzakir

h. Abikoesmo Tjokrosoejoso

i. Haji Agus Salim

Panitia sembilan ini mengadakan pertemuan secara sempurna dan mencapai suatu hasil baik yaitu
suatu persetujuan antara golongan islam dengan golongan kebangsaan. Adapun naskah preambule yang
disusun oleh panitia sembilan tersebut pada bagian terakhir adalah sebagai berikut : “…………maka
disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan sreta dengan mewujudkan suatu keadilan sosisal bagi
seluruh rakyat Indonesia”

Dalam sidang BPUPKI kedua ini pemakaian istilah hukum dasar diganti dengan istilah undang-
undang dasar. Keputusan penting dalam rapat ini adalah tentang bentuk negara republik dan luas
wilayah negara baru. tujuan anggota badan penyelidik adalah menghendaki Indonesia raya yang
sesungguhnya yang mempersatukan semua kepulauan Indonesia.

Proklamasi Kemerdekaan dan Sidang PPKI

Pada pertengahan bulan agustus 1945 akan dibentuk PPKI. Untuk keperluan itu Ir. Soekarno dan Drs.
Muh. Hatta dan Dr. Radjiman diberangkatkan ke Saigon atas pangilan jendral besar Terauchi.

Sekembaliannya dari saigon 14 agustus 1945, Ir. Soekarno mengumumkan dimuka umum bahwa
bangsa Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga (secepat mungkin) dan kemerdekaan bangsa
Iindonesia ini bukan merupakan hadiah dari Jepang melainkan dari hasil perjuangan sendiri. Setelah
Jepang menyerah pada sekutu, maka kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh para pejuang
kemerdekaan bangsa Indonesia. Untuk mempersiapkan Proklamasi tersebut maka pada tengah malam,
Soekarno-Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda di Oranye Nassau Boulevard (sekarang Jl. Imam Bonjol
No.1).

Setelah diperoleh kepastian maka Soekarno-Hatta mengadakan pertemuan pada larut malam
dengan Mr. Achmad Soebardjo, Soekarni, Chaerul Saleh, B.M. Diah, Sayuti Melik, Dr. Buntaran, Mr.
Iwakusuma Sumantri dan beberapa anggota PPKI untuk merumuskan redaksi naskah Proklamasi. Pada
pertemuan tersebut akhirnya konsep Soekarno lah yang diterima dan diketik oleh Sayuti Melik.

Kemudian pagi harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan timur 56 Jakarta, tepat pada
hari Jumat Legi, jam 10 pagi Waktu Indonesia Barat (Jam 11.30 waktu jepang), Bung Karno dengan
didampingi Bung Hatta membacakan naskah Proklamasi dengan khidmad dan diawali dengan pidato,
sebagai berikut :

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yeng mengenai
pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17 Agustus 1945

Atas Nama Bangsa Indonesia

Soekarno Hatta

Masa Setelah Proklamasi Kemerdekaan

Secara ilmiah masa Proklamasi kemerdekaan dapat mengandung pengertian sebagai berikut :

a) Dari sudut hukum ( secara yuridis) proklamasi merupakan saat tidak berlakunya tertib hukum
kolonial.

b) Secara politis ideologis proklamasi mengandung arti bahwa bangsa Indonesia terbebas dari
penjajahan bangsa asing melalui kedaulatan untuk menentukan nasib sendiri dalam suatu negara
Proklamasi Republik Indonesia.

Setelah prokamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 ternyata bangsa Indonesia masih menghadapi
kekuatan sekutu yang berupaya menanamkan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia, yaitu pemaksaan
untuk mengakui pemerintahan Nica ( Netherland Indies Civil Administration). Selain itu Belanda juga
secara licik mempropagandakan kepada dunia luar bahwa negara Proklamasi RI. Hadiah pasis Jepang.
Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia Internasional, maka pemerintah RI mengelurkan
tiga buah maklumat :

1. Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang menghentikan kekuasaan luar
biasa dari Presiden sebelum masa waktunya (seharusnya berlaku selama enam bulan). Kemudian
maklumat tersebut memberikan kekuasaan tersebut kepada MPR dan DPR yang semula dipegan oleh
Presiden kepada KNIP.

2. Maklumat pemerintah tanggal 03 Nopember 1945, tantang pembentukan partai politik yang
sebanyak–banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari anggapan pada saat itu bahwa salah satu ciri
demokrasi adalah multi partai. Maklumat tersebut juga sebagai upaya agar dunia barat menilai bahwa
negara Proklamasi sebagai negara Demokratis

3. Maklumat pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, yang intinya maklumat ini mengubah sistem
kabinet Presidental menjadi kabinet parlementer berdasarkan asas demokrasi liberal.

Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)

Sebagai hasil dari konprensi meja bundar (KMB) maka ditanda tangani suatu persetujuan
(mantel resolusi) Oleh ratu belanda Yuliana dan wakil pemerintah RI di Kota Den Hag pada tanggal 27
Desember 1949, maka berlaku pulalah secara otomatis anak-anak persetujuan hasil KMB lainnya dengan
konstitusi RIS, antara lain :

1. Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (fderalis) yaitu 16 Negara

2. Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan asas demokrasi liberal dimana mentri-
mentri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen (pasal 118 ayat 2)

3. Mukadiamah RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat maupun isi pembukaan UUD
1945, proklamasi kemerdekaan sebagai naskah Proklamasi yang terinci.

4. Sebelum persetujuan KMB, bangsa Indonesia telah memiliki kedaulatan, oleh karena itu
persetujuan 27 Desember 1949 tersebut bukannya penyerahan kedaulatan melainkan “pemulihan
kedaulatan” atau “pengakuan kedaulatan”

Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950

Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai suatu taktik
secara politis untuk tetap konsisten terhadap deklarasi Proklamasi yang terkandung dalam pembukaan
UUD 1945 taitu negara persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea IV, bahwa
pemerintah negara.......” yang melindungi segenap bangsa Indoneia dan seluruh tumpah darah negara
Indonesia .....” yang berdasarkan kepada UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan unitaristis
secara spontan dan rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu menggabungkan diri dengan Negara
Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta, walaupun pada saat itu Negara RI yang berpusat di
Yogyakarta itu hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja.

Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah negara bagian saja yaitu :

1. Negara Bagian RI Proklamasi

2. Negara Indonesia Timur (NIT)

3. Negara Sumatera Timur (NST)

Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negaraRI tanggal 19 Mei 1950, maka
seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan, dengan Konstitusi Sementara yang berlaku sejak 17
Agustus 1950.

Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita Proklamasi, Pancasila
dan UUD 1945, namun kenyataannya masih berorientasi kepada Pemerintah yang berasas Demokrasi
Liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap Pancasila.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Pada pemilu tahun 1955 dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi harapan dan keinginan
masyarakat, bahkan mengakibatkan ketidakstabilan pada politik, social ,ekonomi, dan hankam. Hal ini
disebabkan oleh konstituante yang seharusnya membuat UUD negara RI ternyata membahas kembali
dasar negara, maka presiden sebagai badan yang harus bertanggung jawab mengeluarkan dekrit atau
pernyataan pada tanggal 5 Juli 1959.

Berdasarkan Dekrit Presiden tersebut maka UUD 1945 berlaku kembali di negara Republik Indonesia
hingga sat ini. Dekrit adalah suatu putusan dari orang tertinggi(kepala negara atau orang lain) yang
merupakan penjelmaan kehendak yang sifatnya sepihak. Dekrit dilakukan bila negara dalam keadaan
darurat, keselamatan bangsa dan negara terancam oleh bahaya. Landasan mukum dekrit adalah ‘Hukum
Darurat’yang dibedakan atas dua macam yaitu :

a. Hukum Tatanegara Darurat Subyektif

Hukum Tatanegara Darurat Subjektif yaitu suatu keadaan hukum yang memberi wewenang kepada
orang tertinggi untuk mengambil tindakan-tindakan hukum.

b. Hukum Tatanegara Darurat Objektif


Hukum Tatanegara Darurat Objektif yaitu suatu keadaan hukum yang memberikan wewenang
kepada organ tertinggi negara untuk mengambil tindakan-tindakan hukum, tetapi berlandaskan
konstitusi yang berlaku.

c. Setelah dekrit presiden 5 Juli 1959 keadaan tatanegara Indonesia mulai stabil, keadaan ini
dimanfaatkan oleh kalangan komunis dengan menanamkan ideology belum selesai. Ideology pada saat
itu dirancang oleh PKI dengan ideology Manipol Usdek serta konsep Nasakom. Puncak peristiwa
pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 untuk merebut kekuasaan yang sah negara RI,
pemberontakan ini disertai dengan pembunuhan para Jendral yang tidak berdosa. Pemberontakan PKI
tersebut berupaya untukmenggabti secara paksa ideology dan dasar filsafat negara Pancasila dengan
ideology komunis Marxis. Atas dasar tersebut maka pada tanggal 1Oktober 1965 diperingati bangsa
Indonesia sebagai ‘Hari Kesaktian Pancasila’

Kaelan: 2004, Pendidikan Pancasila, Paradigma Offset, Yogyakarta

Budiyanto.2007.Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas XII.Jakarta:Erlangga

Sejarah Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia Natasya Noor Fauzia Program Studi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas : B2017 natasyanoorf@gmail.com Dosen :
Prof.Dr.Nadiroh, M.Pd Mata Kuliah: Perencanaan Pembelajaran PPKn Universitas Negeri Jakarta Jalan.
Rawamangun Muka Nomor 1 Jakarta Timur,DKI Jakarta, Indonesia Pancasila adalah dasar Negara dan
pandangan hidup seluruh rakyat Indonesia. Sebagai dasar Negara, Pancasila mempunyai kedudukan
sebagai dasar dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai dasar
Negara diwujudkan dalam hukum nasional Indonesia, dimana Pancasila menjadi sumber dari segala
sumber hukum yang ada di Negara Indonesia. Sedangkan sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila
dijadikan sebagai arahan bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam menjalani kehidupan sehari-hari
sebagaimana menjalani kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Kita sebagai
rakyat Indonesia sudah semestinya tau dan mengerti sejarah dari perumusan Pancasila itu sendiri,
Menjelang tahun 1945, Jepang mengalami kekalahan di Asia Timur Raya, Jepang banyak
menggunakan cara untuk menarik simpati khususnya kepada bangsa Indonesia dengan membuat
suatu janji bahwa jepang akan memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia yang diucapkan
oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Pembentukan BPUPKI Jepang meyakinkan
akan janjinya terhadap bangsa Indonesia untuk dimerdekakan dengan membentuk Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam bahasa Jepang BPUPKI berarti
Dokuritsji Junbi Cosakai. Jenderal Kumakichi Harada, adalah komandan pasukan jepang di jawa dan
mengumumkan pembentukan BPUPKI lalu pada tanggal 28 April 1945 diumumkan pengangkatan
anggota BPUPKI. Pergelaran upacara peresmiannya di gelar Gedung Cuo Sangi In di Pejambon Jakarta
(sekarang, Gedung Departemen Luar Negeri). BPUPKI beranggotakan 67 orang, termasuk 7 orang
Jepang dan 4 orang Cina dan

Arab. Jabatan Ketua BPUPKI adalah Radjiman Wedyodiningrat, Wakil ketua BPUPKI adalah
Icibangase (Jepang), dan sebagai sekretarisnya adalah R.P. Soeroso. Sejarah Persidangan Pertama
BPUPKI (29 Mei-1 Juni 1945) Setelah terbentuk BPUPKI segera mengadakan persidangan. Persidangan
BPUPKI dilaksanakan pertama kali pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945. Pada
persidangan, BPUPKI membahas rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Pada
persidangan BPUPKI yang pertama, terdapat berbagai pendapat mengenai dasar negara yang dipakai
di Indonesia. Rumusan dasar negara Indonesia disampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo,
dan Ir. Soekarno B. Sejarah Persidangan Kedua BPUPKI (10-16 Juli 1945) Sidang pertama BPUPKI
berakhir, namun rumusan dasar negara Indonesia untuk merdeka belum terbentuk. Padahal,
BPUPKI akan istirahat satu bulan penuh. Akhirnya BPUPKI membentuk panitia perumus dasar negara
yang anggota terdiri dari sembilan orang yang disebut dengan Panitia Sembilan. Tugas Panitia Sembilan
adalah menerima berbagai aspirasi mengenai pembentukan dasar negara Indonesia. Anggota Panitia
Sembilan terdiri dari Ir. Soekarno (ketua), Abdulkahar Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H. Abdul Wachid
Hasyim, Mr.Moh. Yamin, H. Agus Salim, Ahmad Subardjo, Abikusno Cokrosuryo, dan A.A. Maramis.
Berkat kerja keras dan cerdas dari Panitia Sembilan membuahkan hasil di tahun 22 Juni 1945 yang
berhasil merumuskan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin
yang diberi nama "Piagam Jakarta atau Jakarta Charter". Piagam Jakarta Perumusan dan sistematika
Pancasila yang telah dibahas dalam Piagam Jakarta kemudian diterima oleh Badan Penyidik dalam
sidangnya yang kedua pada tanggal 14-16 Juli 1945. Namun, walaupun rumusan Pancasila sudah
diterima oleh Badan Penyidik, belum berarti rumusan Pancasila sudah mencapai final. Karena,
belum adanya perwakilan yang representatif (mewakili berbagai unsur). Pembentukan Panitia Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) Tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan di Jepang. Untuk
menindak lanjutkan hasil kerja dari BPUPKI, maka jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI). Lembaga tersebut dalam bahasa Jepang disebut dengan Dokuritsi Junbi Inkai. Anggota
PPKI terdiri dari 21 orang untuk seluruh masyarakat Indonesia, 12 orang wakil dari jawa, 3 wakil dari
sumatera, 2 orang wakil dari sulawesi, dan seorang wakil Sunda Kecil, Maluku serta penduduk cina.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, ketua PPKI menambah 6 anggota lagi sehingga anggota PPKI berjumlah
27 orang. dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang
dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa), dan pada akhirnya
bertambah enam orang lagi.

Rumusan Akhir Yang Ditetapkan Tanggal 18 Agustus1945 Dari sidang pertama PPKI menghasilkan
beberapa keputusan: 1. Mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia dengan jalan. a. Menetapkan
Pigam Jakarta dengan beberapa perubahan menjadi pembukaan UUD Negara Republik Indonesia. b.
Menetapkan Rancangan-Rancangan Hukum Dasar dengan beberapa perubahan menjadi UUD Negara
Republik Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai UUD 1945. 2. Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden
dan Drs. Moh. Hatta sebagi Wakil Presiden Republik Indonesia. 3. Sebelum terbentuknya Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional
Indonesia yang dikemudian dikenal sebagai Badan Musyawarah Darurat. Pancasila akhirnya ditetapkan
sebagai dasar negara Republik Indonesia pada sidang pertama PPKI (18 Agustus 1945) yang didahului
dengan penetapan Rancangan Mukadimah (Pembukaan) dan rancangan UUD menjadi Pembukaan
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, secara sah dan resmi menurut
ketentuan yuridis konstitusional. Pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
didahului dengan pengesahan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang
yang dipimpin langsung oleh Ketua PPKI, Ir. Soekarno. Bunyi kelima butir sila Pancasila yang telah
ditetapkan secara sah dan resmi pada sidang pertama PPKI (18 Agustus 1945) adalah sebagai berikut:
Satu : Ketuhanan yang Maha Esa Dua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Tiga : Persatuan Indonesia
Empat : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
Lima : Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Daftar Pustaka Akhmad,A. (2015). Pancasila Sebagai Dasar Negara. Jurnal Pemikiran dan Peradaban.
Lubis, Yusnawan, Sodeli. 2018. Pendidikan Pncasila dan Kewarganegaraan. Depok. Pusat Kurikulum dan
perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

PENGERTIAN PANCASILA
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta:
pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada
paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam
beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai
hari lahirnya Pancasila.

Pancasila sebagaimana dalam masa pembentukannya mengalami macam macam rumusan yang
berbeda,berikut diantaranya.

RUMUSAN I: MOH. YAMIN, MR.


Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945 beberapa
anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan
rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei
1945 Mr. Mohammad Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI
baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.

RUMUSAN PIDATO
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan
lima calon dasar negara yaitu
Peri Kebangsaan
Peri Kemanusiaan
Peri ke-Tuhanan
Peri Kerakyatan
Kesejahteraan Rakyat
RUMUSAN TERTULIS
Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan dasar
negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan
rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu[2]:
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kebangsaan Persatuan Indonesia
Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

RUMUSAN II: SOEKARNO, IR.


Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, di
antaranya adalah Ir Sukarno. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal
sebagai hari lahir Pancasila.Namun masyarakat bangsa indonesia ada yang tidak setuju mengenai
pancasila yaitu Ketuhanan, dengan menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.Lalu
diganti bunyinya menjadi Ketuhanan Yg Maha Esa. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu
melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip.
Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah
berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang
duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila,
Trisila, dan Ekasila.

RUMUSAN PANCASILA
Kebangsaan Indonesia
Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
Mufakat,-atau demokrasi
Kesejahteraan sosial
Ketuhanan

RUMUSAN TRISILA
Sosio-nasionalisme
Sosio-demokratis
ke-Tuhanan

RUMUSAN EKASILA
Gotong-Royong

RUMUSAN III: PIAGAM JAKARTA


Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada
sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli 1945, delapan
orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan
menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil
tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat
tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan
"Panitia Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan
Agama.
Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan
Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki
bentuk negara sekuler di mana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang
agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum
dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut
Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar negara
terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”
(paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of
independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para
"Pendiri Bangsa".

RUMUSAN KALIMAT
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara pada Piagam Jakarta
dimaksudkan untuk memperjelas persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI sebagaimana
terekam dalam dokumen itu dengan menjadikan anak kalimat terakhir dalam paragraf keempat
tersebut menjadi sub-sub anak kalimat.
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan,
[A] dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut
dasar[:]
[A.1] kemanusiaan yang adil dan beradab,
[A.2] persatuan Indonesia, dan
[A.3] kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan[;]
serta
[B] dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

RUMUSAN DENGAN PENOMORAN (UTUH)


Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

RUMUSAN POPULER
Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang beredar di masyarakat
adalah:
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

RUMUSAN IV: BPUPKI

Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen
“Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi
dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum
Dasar” tersebut dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of
Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan
(berasal dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat pleno
BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu
dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan dasar
negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama, jarang dikenal oleh
masyarakat luas

RUMUSAN KALIMAT
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

RUMUSAN DENGAN PENOMORAN (UTUH)


Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

RUMUSAN V: PPKI
Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula
dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera
diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun
(Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), di antaranya A. A. Maramis, Mr.,
menemui Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara.
Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi Hatta
dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil golongan Islam, di antaranya
(Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan
usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui
penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” demi keutuhan Indonesia.
Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI.
Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki
Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan
Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh
bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.

RUMUSAN KALIMAT
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.”

RUMUSAN DENGAN PENOMORAN (UTUH)


ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia
Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

RUMUSAN VI: KONSTITUSI RIS


Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik Indonesi semakin kecil
dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta (RI
Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang disodorkan pemerintah kolonial
Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan hanya menjadi sebuah negara
bagian saja. Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi
RI Yogyakarta, namun RIS sendiri mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS)
sebagai hasil permufakatan seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar
negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui pada
14 Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung dalam
RIS.

RUMUSAN KALIMAT
“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan
dan keadilan sosial.”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
perikemanusiaan,
kebangsaan,
kerakyatan
dan keadilan sosial
RUMUSAN VII: UUD SEMENTARA
Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan
bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta.
Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT[13], dan
NST[14]. Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa
dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan perubahan
Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU
RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat
menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang
disahkan tanggal 15 Agustus 1950. Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf
keempat dari Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.

RUMUSAN KALIMAT
“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan
dan keadilan sosial, …”

RUMUSAN DENGAN PENOMORAN (UTUH)


ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
perikemanusiaan,
kebangsaan,
kerakyatan
dan keadilan sosial

RUMUSAN VIII: UUD 1945


Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD
Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk
itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan
Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang
disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD
Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat
dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan.
Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara
sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk
ketetapannya, di antaranya:
Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, dan
Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-
undangan.

RUMUSAN KALIMAT
“… dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.”

RUMUSAN DENGAN PENOMORAN (UTUH)


Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia
Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

RUMUSAN IX: VERSI BERBEDA


Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat rumusan yang
agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik
Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
Rumusan
Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Keadilan sosial.

RUMUSAN X: VERSI POPULER


Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima secara luas
oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara umum dan
diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan ini pada
dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya saja menghilangkan kata “dan” serta
frasa “serta dengan mewujudkan suatu” pada sub anak kalimat terakhir.
Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
Rumusan
Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. RUMUSAN PANCASILA YANG SAH

Fungsi pokok Pancasila adalah sebagai Dasar Negara. Selain fungsi pokok Pancasila sebagai Dasar Negara
ada fungsi yang lainnya yaitu:
Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945, berhasil menyusun suatu naskah yang kemudian disebut
Piagam Jakarta. Yang di dalamnya tercantum rumusan Dasar Negara sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari beberapa rumusan yang diusulkan itu, mana menurut Anda yang paling sesuai dengan kepribadian
Bangsa Indonesia? Hasil kerja panitia Sembilan itu belum dapat pengesahan dari BPUPKI, karena mereka
belum mewakili seluruh golongan masyarakat Indonesia dan rumusan dasar negara yang dihasilkan itu
masih dianggap belum terumuskan secara jelas. Untuk memantapkan hasil kerja BPUPKI dan sejalan
dengan perkembangan sejarah, maka dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang
bersidang pada tanggal 18 Agustus 1945, yang kedudukannya sama dengan badan perwakilan rakyat dan
anggotanya ditambah dari wakil-wakil daerah dan golongan yang segera ditugaskan untuk menyusun
alat-alat kelengkapan negara yang diperlukan. Dalam sidangnya PPKI menghasilkan:
• Menetapkan dan mengesahkan UUD RI.
• Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs.Moch Hatta sebagai wakil Presiden.
• Sebelum dibentuk MPR dan DPR Presiden dibantu oleh suatu Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
untuk sementara waktu.
• Dalam pengesahan tersebut terdapat rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 berikut sistematikanya, sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen
penetapannya ialah:
Rumusan Pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
Rumusan Kedua: Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
Rumusan Ketiga: Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember
1949
Rumusan Keempat: Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950
Rumusan Kelima: Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit
Presiden 5 Juli 1959)

HARI KESAKTIAN PANCASILA


Pada tanggal 30 September 1965, terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30 September
(G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah lingkungan akademisi mengenai
siapa penggiatnya dan apa motif dibelakangnya. Akan tetapi otoritas militer dan kelompok reliji
terbesar saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha PKI mengubah
unsur Pancasila menjadi ideologi komunis, untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia dan
membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia 1965–1966.
Pada hari itu, enam Jendral dan 1 Kapten serta berberapa orang lainnya dibunuh oleh oknum-
oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang timbul akibat G30S
sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintah Orde Baru
kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan
tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

BUTIR-BUTIR PENGAMALAN PANCASILA


Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas
dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan
Pancasila.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
Saling mencintai sesama manusia.
Mengembangkan sikap tenggang rasa.
Tidak semena-mena terhadap orang lain.
Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
Berani membela kebenaran dan keadilan.
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu
dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Persatuan Indonesia
Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi atau golongan.
Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
Cinta Tanah Air dan Bangsa.
Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan
keadilan.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan gotong-royong.
Bersikap adil.
Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Menghormati hak-hak orang lain.
Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
Tidak bersifat boros.
Tidak bergaya hidup mewah.
Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
Suka bekerja keras.
Menghargai hasil karya orang lain.
Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila.

Sila pertama

Bintang.
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan
penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing.
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang
lain.
Sila kedua
Rantai.
Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial,
warna kulit dan sebagainya.
Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
Berani membela kebenaran dan keadilan.
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ketiga

Pohon Beringin.
Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat

Kepala Banteng
Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan,
hak, dan kewajiban yang sama.
Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
Sila kelima

Padi Dan Kapas.


Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Menghormati hak orang lain.
Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
Suka bekerja keras.
Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan
bersama.
Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial.

UUD 1945
Konstitusi RIS (1949)
UUD Sementara (1950)
Berbagai Ketetapan MPRS dan MPR RI
Saafroedin Bahar (ed). (1992) Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus 1945.
Edisi kedua. Jakarta: SetNeg RI
Tim Fakultas Filsafat UGM (2005) Pendidikan Pancasila. Edisi 2. Jakarta: Universitas Terbuka
http://rumahradhen.wordpress.com/materi-kuliahku/semester-i/kewarganegaraan/sejarah-dan-
rumusan-pancasila/
http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila
http://info-makalah.blogspot.com/2010/06/makalah-sejarah-pancasila.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Rumusan-rumusan_Pancasila

1. Periode Pengusulan Pancasila

Jauh sebelum periode pengusulan Pancasila, cikal bakal munculnya ideologi

bangsa itu diawali dengan lahirnya rasa nasionalisme yang menjadi pembuka

ke pintu gerbang kemerdekaan bangsa Indonesia. Ahli sejarah, Sartono

Kartodirdjo, sebagaimana yang dikutip oleh Mochtar Pabottinggi dalam

artikelnya yang berjudul Pancasila sebagai Modal Rasionalitas Politik,

menengarai bahwa benih nasionalisme sudah mulai tertanam kuat dalam

gerakan Perhimpoenan Indonesia yang sangat menekankan solidaritas dan

kesatuan bangsa. Perhimpoenan Indonesia menghimbau agar segenap suku

bangsa bersatu teguh menghadapi penjajahan dan keterjajahan. Kemudian,

disusul lahirnya Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928 merupakan momen-

momen perumusan diri bagi bangsa Indonesia. Kesemuanya itu merupakan

modal politik awal yang sudah dimiliki tokoh-tokoh pergerakan sehingga

sidang-sidang maraton BPUPKI yang difasilitasi Laksamana Maeda, tidak


sedikitpun ada intervensi dari pihak penjajah Jepang. Para peserta sidang

BPUPKI ditunjuk secara adil, bukan hanya atas dasar konstituensi, melainkan

juga atas dasar integritas dan rekam jejak di dalam konstituensi masing-

masing. Oleh karena itu, Pabottinggi menegaskan bahwa diktum John Stuart

Mill atas Cass R. Sunstein tentang keniscayaan mengumpulkan the best minds

atau the best character yang dimiliki suatu bangsa, terutama di saat bangsa

tersebut hendak membicarakan masalah-masalah kenegaraan tertinggi,

sudah terpenuhi. Dengan demikian, Pancasila tidaklah sakti dalam pengertian


mitologis, melainkan sakti dalam pengertian berhasil memenuhi keabsahan

prosedural dan keabsahan esensial sekaligus. (Pabottinggi, 2006: 158-159).

Selanjutnya, sidang-sidang BPUPKI berlangsung secara bertahap dan penuh

dengan semangat musyawarah untuk melengkapi goresan sejarah bangsa

Indonesia hingga sampai kepada masa sekarang ini.


Masih ingatkah Anda sejarah perumusan Pancasila yang telah dipelajari sejak

di SMA/SMK/MA? Untuk membantu mengingatkan Anda, berikut ini

dikemukakan beberapa peristiwa penting tentang perumusan Pancasila. Perlu

Anda ketahui bahwa perumusan Pancasila itu pada awalnya dilakukan dalam

sidang BPUPKI pertama yang dilaksanakan pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni

1945. BPUPKI dibentuk oleh Pemerintah Pendudukan Jepang pada 29 April

1945 dengan jumlah anggota 60 orang. Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman
Wedyodiningrat yang didampingi oleh dua orang Ketua Muda (Wakil Ketua),

yaitu Raden Panji Suroso dan Ichibangase (orang Jepang). BPUPKI dilantik oleh

Letjen Kumakichi Harada, panglima tentara ke-16 Jepang di Jakarta, pada 28

Mei 1945. Sehari setelah dilantik, 29 Mei 1945, dimulailah sidang yang

pertama dengan materi pokok pembicaraan calon dasar negara.

Gambar II.1: Penyampaian usulan tentang dasar negara oleh Ir. Soekarno dalam sidang

BPUPKI. (Sumber: rpp-diahpermana.blogspot.com)

Siapa sajakah tokoh-tokoh yang berbicara dalam sidang BPUPKI tersebut?

Menurut catatan sejarah, diketahui bahwa sidang tersebut menampilkan

beberapa pembicara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo,
Mr. Soepomo. Keempat tokoh tersebut menyampaikan usulan tentang dasar

negara menurut pandangannya masing-masing. Meskipun demikian

perbedaan pendapat di antara mereka tidak mengurangi semangat persatuan

dan kesatuan demi mewujudkan Indonesia merdeka. Sikap toleransi yang

berkembang di kalangan para pendiri negara seperti inilah yang seharusnya

perlu diwariskan kepada generasi berikut, termasuk kita.

Anda dipersilakan untuk menelusuri isi pidato tokoh-tokoh seperti:

Muhammad Yamin, Ki Bagus Hadikusumo, dan Soepomo tersebut dalam

sidang BPUPKI pertama. Diskusikan dengan kelompok Anda dan disusun

dalam bentuk laporan secara tertulis


Sebagaimana Anda ketahui bahwa salah seorang pengusul calon dasar negara

dalam sidang BPUPKI adalah Ir. Soekarno yang berpidato pada 1 Juni 1945.

Pada hari itu, Ir. Soekarno menyampaikan lima butir gagasan tentang dasar

negara sebagai berikut:

a. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia,

b. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,

c. Mufakat atau Demokrasi,

d. Kesejahteraan Sosial,

e. Ketuhanan yang berkebudayaan.

Berdasarkan catatan sejarah, kelima butir gagasan itu oleh Soekarno diberi

nama Pancasila. Selanjutnya, Soekarno juga mengusulkan jika seandainya

peserta sidang tidak menyukai angka 5, maka ia menawarkan angka 3, yaitu

Trisila yang terdiri atas (1) Sosio-Nasionalisme, (2) Sosio-Demokrasi, dan (3)

Ketuhanan Yang Maha Esa. Soekarno akhirnya juga menawarkan angka 1,

yaitu Ekasila yang berisi asas Gotong-Royong.

Sejarah mencatat bahwa pidato lisan Soekarno inilah yang di kemudian hari

diterbitkan oleh Kementerian Penerangan Republik Indonesia dalam bentuk

buku yang berjudul Lahirnya Pancasila (1947). Perlu Anda ketahui bahwa dari

judul buku tersebut menimbulkan kontroversi seputar lahirnya Pancasila. Di


satu pihak, ketika Soekarno masih berkuasa, terjadi semacam pengultusan

terhadap Soekarno sehingga 1 Juni selalu dirayakan sebagai hari lahirnya

Pancasila. Di lain pihak, ketika pemerintahan Soekarno jatuh, muncul upayaupaya “de-Soekarnoisasi”
oleh penguasa Orde Baru sehingga dikesankan

seolah-olah Soekarno tidak besar jasanya dalam penggalian dan perumusan

Pancasila.

Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan nama Pancasila bagi dasar

filsafat negara (Philosofische grondslag) yang diusulkan oleh Soekarno, dan

kemudian dibentuk panitia kecil 8 orang (Ki Bagus Hadi Kusumo, K.H. Wahid

Hasyim, Muh. Yamin, Sutarjo, A.A. Maramis, Otto Iskandar Dinata, dan Moh.

Hatta) yang bertugas menampung usul-usul seputar calon dasar negara.

Kemudian, sidang pertama BPUPKI (29 Mei - 1 Juni 1945) ini berhenti untuk

sementara.

2. Periode Perumusan Pancasila

Hal terpenting yang mengemuka dalam sidang BPUPKI kedua pada 10 - 16 Juli
1945 adalah disetujuinya naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang

kemudian dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Piagam Jakarta itu

merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan Indonesia. Pada alinea keempat Piagam Jakarta itulah
terdapat rumusan Pancasila sebagai berikut.

1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang dijuluki “Piagam Jakarta” ini di

kemudian hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945, dengan sejumlah perubahan

di sana-sini.

Ketika para pemimpin Indonesia sedang sibuk mempersiapkan kemerdekaan


menurut skenario Jepang, secara tiba-tiba terjadi perubahan peta politik

dunia. Salah satu penyebab terjadinya perubahan peta politik dunia itu ialah

takluknya Jepang terhadap Sekutu. Peristiwa itu ditandai dengan jatuhnya

bom atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa

itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah Pendudukan Jepang di Jakarta mengeluarkan

maklumat yang berisi:

(1) pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan

bagi Indonesia (PPKI),

(2) panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai

bersidang 19 Agustus 1945,

(3) direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan.

Esok paginya, 8 Agustus 1945, Sukarno, Hatta, dan Rajiman dipanggil Jenderal

Terauchi (Penguasa Militer Jepang di Kawasan Asia Tenggara) yang


berkedudukan di Saigon, Vietnam (sekarang kota itu bernama Ho Chi Minh).

Ketiga tokoh tersebut diberi kewenangan oleh Terauchi untuk segera

membentuk suatu Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi Indonesia sesuai

dengan maklumat Pemerintah Jepang 7 Agustus 1945 tadi. Sepulang dari

Saigon, ketiga tokoh tadi membentuk PPKI dengan total anggota 21 orang,

yaitu: Soekarno, Moh. Hatta, Radjiman, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandar

Dinata, Purboyo, Suryohamijoyo, Sutarjo, Supomo, Abdul Kadir, Yap Cwan

Bing, Muh. Amir, Abdul Abbas, Ratulangi, Andi Pangerang, Latuharhary, I Gde

Puja, Hamidan, Panji Suroso, Wahid Hasyim, T. Moh. Hasan (Sartono

Kartodirdjo, dkk., 1975: 16--17).

Jatuhnya Bom di Hiroshima belum membuat Jepang takluk, Amerika dan

sekutu akhirnya menjatuhkan bom lagi di Nagasaki pada 9 Agustus 1945 yang
meluluhlantakkan kota tersebut sehingga menjadikan kekuatan Jepang

semakin lemah. Kekuatan yang semakin melemah, memaksa Jepang akhirnya

menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada 14 Agustus 1945. Konsekuensi

dari menyerahnya Jepang kepada sekutu, menjadikan daerah bekas

pendudukan Jepang beralih kepada wilayah perwalian sekutu, termasuk

Indonesia. Sebelum tentara sekutu dapat menjangkau wilayah-wilayah itu,

untuk sementara bala tentara Jepang masih ditugasi sebagai sekadar penjaga

kekosongan kekuasaan.

Kekosongan kekuasaan ini tidak disia-siakan oleh para tokoh nasional. PPKI

yang semula dibentuk Jepang karena Jepang sudah kalah dan tidak berkuasa

lagi, maka para pemimpin nasional pada waktu itu segera mengambil

keputusan politis yang penting. Keputusan politis penting itu berupa

melepaskan diri dari bayang-bayang kekuasaan Jepang dan mempercepat


rencana kemerdekaan bangsa Indonesia.

3. Periode Pengesahan Pancasila

Peristiwa penting lainnya terjadi pada 12 Agustus 1945, ketika itu Soekarno,

Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat dipanggil oleh penguasa militer Jepang di

Asia Selatan ke Saigon untuk membahas tentang hari kemerdekaan Indonesia

sebagaimana yang pernah dijanjikan. Namun, di luar dugaan ternyata pada 14

Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat. Pada 15

Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan Rajiman kembali ke Indonesia.

Kedatangan mereka disambut oleh para pemuda yang mendesak agar

kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan secepatnya karena mereka

tanggap terhadap perubahan situasi politik dunia pada masa itu. Para pemuda

sudah mengetahui bahwa Jepang menyerah kepada sekutu sehingga Jepang

tidak memiliki kekuasaan secara politis di wilayah pendudukan, termasuk


Indonesia. Perubahan situasi yang cepat itu menimbulkan kesalahpahaman

antara kelompok pemuda dengan Soekarno dan kawan-kawan sehingga

terjadilah penculikan atas diri Soekarno dan M. Hatta ke Rengas Dengklok

(dalam istilah pemuda pada waktu itu “mengamankan”), tindakan pemuda itu

berdasarkan keputusan rapat yang diadakan pada pukul 24.00 WIB menjelang

16 Agustus 1945 di Cikini no. 71 Jakarta (Kartodirdjo, dkk., 1975: 26).

Melalui jalan berliku, akhirnya dicetuskanlah Proklamasi Kemerdekaan

Indonesia pada 17 Agustus 1945. Teks kemerdekaan itu didiktekan oleh Moh.

Hatta dan ditulis oleh Soekarno pada dini hari. Dengan demikian, naskah

bersejarah teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia ini digagas dan ditulis

oleh dua tokoh proklamator tersebut sehingga wajar jika mereka dinamakan

Dwitunggal. Selanjutnya, naskah tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Rancangan


pernyataan kemerdekaan yang telah dipersiapkan oleh BPUPKI yang diberi

nama Piagam Jakarta, akhirnya tidak dibacakan pada 17 Agustus 1945 karena

situasi politik yang berubah (Lihat Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum

dan Sesudah Revolusi, William Frederick dan Soeri Soeroto, 2002: hal. 308 –-

311).

Sampai detik ini, teks Proklamasi yang dikenal luas adalah sebagai berikut:

Proklamasi

Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Halhal yang mengenai
pemindahan kekuasaan dll. diselenggarakan dengan cara

saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17 Agustus 2605

Atas Nama Bangsa Indonesia

Soekarno-Hatta

Indonesia sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat dan


kelengkapan kehidupan bernegara, seperti: Dasar Negara, Undang-Undang

Dasar, Pemimpin negara, dan perangkat pendukung lainnya. Putusanputusan penting yang dihasilkan
mencakup hal-hal berikut:

1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara (UUD ‘45) yang terdiri atas

Pembukaan dan Batang Tubuh. Naskah Pembukaan berasal dari Piagam

Jakarta dengan sejumlah perubahan. Batang Tubuh juga berasal dari

rancangan BPUPKI dengan sejumlah perubahan pula.

2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama (Soekarno dan Hatta).

3. Membentuk KNIP yang anggota intinya adalah mantan anggota PPKI

ditambah tokoh-tokoh masyarakat dari banyak golongan. Komite ini

dilantik 29 Agustus 1945 dengan ketua Mr. Kasman Singodimejo.

Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.


3. Persatuan Indonesia.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah bangsa Indonesia juga mencatat bahwa rumusan Pancasila yang

disahkan PPKI ternyata berbeda dengan rumusan Pancasila yang termaktub

dalam Piagam Jakarta. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan dari wakil yang

mengatasnamakan masyarakat Indonesia Bagian Timur yang menemui Bung

Hatta yang mempertanyakan 7 kata di belakang kata “Ketuhanan”, yaitu

“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Tuntutan ini ditanggapi secara arif oleh para pendiri negara sehingga terjadi

perubahan yang disepakati, yaitu dihapusnya 7 kata yang dianggap menjadi


hambatan di kemudian hari dan diganti dengan istilah “Yang Maha Esa”.

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan yang kemudian diikuti

dengan pengesahaan Undang-Undang Dasar 1945, maka roda pemerintahan

yang seharusnya dapat berjalan dengan baik dan tertib, ternyata menghadapi

sejumlah tantangan yang mengancam kemerdekaan negara dan eksistensi

58

Pancasila. Salah satu bentuk ancaman itu muncul dari pihak Belanda yang

ingin menjajah kembali Indonesia.

Belanda ingin menguasai kembali Indonesia dengan berbagai cara. Tindakan

Belanda itu dilakukan dalam bentuk agresi selama kurang lebih 4 tahun.

Setelah pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia oleh Belanda pada 27

Desember 1949, maka Indonesia pada 17 Agustus 1950 kembali ke negara

kesatuan yang sebelumnya berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).


Perubahan bentuk negara dari Negara Serikat ke Negara Kesatuan tidak diikuti

dengan penggunaan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi dibuatlah konstitusi

baru yang dinamakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).

Permasalahannya ialah ketika Indonesia kembali Negara Kesatuan, ternyata

tidak menggunakan Undang-Undang Dasar 1945 sehingga menimbulkan

persoalan kehidupan bernegara dikemudian hari.

Anda dipersilakan untuk menelusuri isi mukaddimah Konstitusi RIS dan

Mukaddimah Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Kemudian, Anda

diminta untuk membandingkan rumusan Pancasila dalam dua konstitusi

tersebut dengan rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945.

Selanjutnya, Anda dipersilakan untuk mendiskusikan dengan kelompok

Anda, dan disusun dalam bentuk laporan tertulis

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dilaksanakanlah Pemilu


yang pertama pada 1955. Pemilu ini dilaksanakan untuk membentuk dua

badan perwakilan, yaitu Badan Konstituante (yang akan mengemban tugas

membuat Konstitusi/Undang-Undang Dasar) dan DPR (yang akan berperan

sebagai parlemen). Pada 1956, Badan Konstituante mulai bersidang di

Bandung untuk membuat UUD yang definitif sebagai pengganti UUDS 1950.

Sebenarnya telah banyak pasal-pasal yang dirumuskan, akan tetapi sidang

menjadi berlarut-larut ketika pembicaraan memasuki kawasan dasar negara.

Sebagian anggota menghendaki Islam sebagai dasar negara, sementara

sebagian yang lain tetap menghendaki Pancasila sebagai dasar negara.

Kebuntuan ini diselesaikan lewat voting, tetapi selalu gagal mencapai putusan

karena selalu tidak memenuhi syarat voting yang ditetapkan. Akibatnya,

banyak anggota Konstituante yang menyatakan tidak akan lagi menghadiri


sidang. Keadaan ini memprihatinkan Soekarno sebagai Kepala Negara.

Akhirnya, pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengambil langkah “darurat”

dengan mengeluarkan dekrit.

Setelah Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959, seharusnya pelaksanaan sistem

pemerintahan negara didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945. Karena

pemberlakuan kembali UUD 1945 menuntut konsekuensi sebagai berikut:

Pertama, penulisan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945. Kedua, penyelenggaraan negara seharusnya

dilaksanakan sebagaimana amanat Batang Tubuh UUD ‘45. Dan, ketiga,

segera dibentuk MPRS dan DPAS. Pada kenyataannya, setelah Dekrit Presiden

5 Juli 1959 terjadi beberapa hal yang berkaitan dengan penulisan sila-sila

Pancasila yang tidak seragam.

Sesudah dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno, terjadi


beberapa penyelewengan terhadap UUD 1945. Antara lain, Soekarno diangkat

sebagai presiden seumur hidup melalui TAP No. III/MPRS/1960. Selain itu,

kekuasaan Presiden Soekarno berada di puncak piramida, artinya berada pada

posisi tertinggi yang membawahi ketua MPRS, ketua DPR, dan ketua DPA yang

pada waktu itu diangkat Soekarno sebagai menteri dalam kabinetnya

sehingga mengakibatkan sejumlah intrik politik dan perebutan pengaruh

berbagai pihak dengan berbagai cara, baik dengan mendekati maupun

menjauhi presiden. Pertentangan antarpihak begitu keras, seperti yang terjadi

antara tokoh PKI dengan perwira Angkatan Darat (AD) sehingga terjadilah

penculikan dan pembunuhan sejumlah perwira AD yang dikenal dengan

peristiwa Gerakan 30 September (G30S PKI).

Peristiwa G30S PKI menimbulkan peralihan kekuasaan dari Soekarno ke

Soeharto. Peralihan kekuasan itu diawali dengan terbitnya Surat Perintah dari
Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto, yang di kemudian hari

terkenal dengan nama Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Surat itu

intinya berisi perintah presiden kepada Soeharto agar “mengambil langkahlangkah pengamanan untuk
menyelamatkan keadaan”. Supersemar ini dibuat

di Istana Bogor dan dijemput oleh Basuki Rahmat, Amir Mahmud, dan M. Yusuf.

Supersemar ini pun juga menjadi kontroversial di belakang hari. Supersemar

yang diberikan oleh Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto itu kemudian

dikuatkan dengan TAP No. IX/MPRS/1966 pada 21 Juni 1966. Dengan

demikian, status supersemar menjadi berubah: Mula-mula hanya sebuah

surat perintah presiden kemudian menjadi ketetapan MPRS. Jadi, yang

memerintah Soeharto bukan lagi Presiden Soekarno, melainkan MPRS. Hal ini

merupakan fakta sejarah terjadinya peralihan kekuasaan dari Soekarno ke

Soeharto. Bulan berikutnya, tepatnya 5 Juli 1966, MPRS mengeluarkan TAP

No. XVIII/ MPRS/1966 yang isinya mencabut TAP No. III/MPRS/1960 tentang
Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Konsekuensinya,

sejak saat itu Soekarno bukan lagi berstatus sebagai presiden seumur hidup

Setelah menjadi presiden, Soeharto mengeluarkan Inpres No. 12/1968

tentang penulisan dan pembacaan Pancasila sesuai dengan yang tercantum

dalam Pembukaan UUD 1945 (ingatlah, dulu setelah Dekrit 5 Juli 1959

penulisan Pancasila beraneka ragam). Ketika MPR mengadakan Sidang Umum

1978 Presiden Soeharto mengajukan usul kepada MPR tentang Pedoman,

Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila (P-4). Usul ini diterima dan dijadikan

TAP No. II/MPR/1978 tentang P-4 (Ekaprasetia Pancakarsa). Dalam TAP itu

diperintahkan supaya Pemerintah dan DPR menyebarluaskan P-4. Presiden

Soeharto kemudian mengeluarkan Inpres No. 10/1978 yang berisi Penataran

bagi Pegawai Negeri Republik Indonesia. Kemudian, dikeluarkan juga Keppres

No. 10/1979 tentang pembentukan BP-7 dari tingkat Pusat hingga Dati II.
Pancasila juga dijadikan satu-satunya asas bagi orsospol (tercantum dalam

UU No. 3/1985 ttg. Parpol dan Golkar) dan bagi ormas (tercantum dalam UU

No. 8/1985 ttg. Ormas). Banyak pro dan kontra atas lahirnya kedua undangundang itu. Namun, dengan
kekuasaan rezim Soeharto yang makin kokoh

sehingga tidak ada yang berani menentang (BP7 Pusat, 1971).

Abdulgani, Roeslan. 1979. Pengembangan Pancasila Di Indonesia. Jakarta:

Yayasan Idayu.

Admoredjo, Sudjito bin. 2009. “Negara Hukum dalam Perspektif Pancasila”.

Makalah dalam Kongres Pancasila di UGM Yogyakarta, 30 --31 Mei s.d.

1 Juni 2009.

Aiken, H. D.. 2009. Abad Ideologi, Yogyakarta: Penerbit Relief.

Ali, As’ad Said. 2009. Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa.

Jakarta: Pustaka LP3ES.

Asdi, Endang Daruni. 2003. Manusia Seutuhnya Dalam Moral Pancasila.


Jogjakarta: Pustaka Raja.

Bahar, Saafroedin, Ananda B. Kusuma, dan Nannie Hudawati (peny.). 1995,

Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan

Kemerdekaan (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(PPKI) 28 Mei 1945 --22 Agustus 1945, Sekretariat Negara Republik

Indonesia, Jakarta.

Bahm, Archie. 1984. Axiology: The Science of Values. New Mexico: Albuquerque.

_________.. 1995. Epistemology; Theory of Knowledge. New Mexico:

Albuquerque.

Bakker, Anton. 1992. Ontologi: Metafisika Umum. Yogyakarta: Kanisius.

Bakry, Noor Ms. 2010. Pendidikan Pancasila. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Branson, M. S. 1998. The Role of Civic Education, A Fortcoming education policy


Task Force Position. Paper from the Communitarian Network.

Darmodiharjo, Darjidkk. 1991. Santiaji Pancasila: Suatu Tinjauan Filosofis,

Historis dan Yuridis Konstitusional. Surabaya: Usaha Nasional.

Darmodihardjo, D. 1978. Orientasi Singkat Pancasila. Jakarta: PT. Gita Karya.

Delors, J. et al. 1996. Learning the Treasure Within, Education for the 21th

Century. New York: UNESCO.

Diponolo.G.S. 1975. Ilmu Negara Jilid 1. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi. 2013. Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila. Jakarta:

Departeman Pendidikan Nasional Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia.

Pengertian Dan Sejarah Konseptualisasi Pancasila

Secara etimologi dalam bahasa Sansekerta (Bahasa Brahmana India), Pancasila


berasal dari kata ‘Panca’ dan ‘Sila’. Panca artinya lima, sila atau syila yang berarti

batu sendi atau dasar. Kata sila bisa juga berasal dari kata susila, yang berarti tingkah

laku yang baik. Jadi secara kebahasaan dapat disimpulkan bahwa Pancasila dapat

berarti lima batu sendi atau dasar. Atau dapat juga berarti lima tingka laku yang baik.

Secara terminologi, Pancasila digunakan oleh Bung Karno sejak sidang BPUPKI

pada 1 Juni 1945 untuk memberi nama pada lima prinsip dasar negara.1

Eksistensi

Pancasila tidak dapat dipisahkan dari situasi menjelang lahirnya negara Indonesia

merdeka pada 17 Agustus 1945. Setelah mengalami pergulatan pemikiran, para

pendiri bangsa ini akhirnya sepakat dengan lima pasal yang kemudian dijadikan

sebagai landasan hidup dalam berbangsa dan bernegara.

1 Kumawi Basyir dkk, Pancasila Dan Kewarganegaraan, (Surabaya: Sunan Ampel Press
2013), 10.7

Pancasila dirumuskan berbeda-beda oleh para perumusnya di masa lalu dan

sempat mengalami beberapa perubahan dari waktu ke waktu hingga mencapai

rumusan yang sah secara konstitusional dan dipakai hingga dewasa ini.

Menurut Mr. Mohammad. Yamin sebagaimana yang disampaikan dalam sidang

BPUPKI pada 29 Mei 1945, isinya sebagai berikut: (1) Prikebangsaan (2)

Prikemanusiaan (3) Priketuhanan (4) Prikerakyatan (5) Kesejahteraan rakyat.

Sedangkan menurut Soekarno yang disampaikan pada 1 Juni 1945 di depan

sidang BPUPKI, Pancasila memuat hal sebagai berikut: (1) Nasionalisme atau

kebangsaan Indonesia (2) Internasionalisme atau prikemanusiaan (3) Mufakat atau

demokrasi (4) Kesejahteraan sosial dan (5) Ketuhanan yang berkebudayaan.

Pancasila dalam piagam Jakarta yang disahkan pada 22 Juni 1945 adalah sebagai

berikut: (1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk
pemeluknya, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4)

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan, (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan piagam Jakarta tersebut kemudian mengalami perubahan, dan

perubahan ini yang kemudian dianggap sah secara konstitusional sebagaimana

tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu: (1) Ketuhanan yang Maha Esa, (2)

Kemanusiaan yang adil dan beradab (3) Persatuan Indonesia (4) Kerakyatan yangdipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan (5)

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.2

Berbeda dengan latar belakang sejarah perkembangan negara modern di Inggris,

Amerika, Prancis dan Rusia, Negara Indonesia perjuangan untuk terwujudnya negara

modern diwarnai dengan penjajahan bangsa asing selama 3,5 abad serta akar budaya

yang dimilikinya, yang merupakan local wisdom bangsa Indonesia sendiri.


Pengalaman sejarah ini memberikan warna sendiri terhadap Indonesia dalam

merumuskan negara modern yang demokratis yang berbeda dengan negara-negara

lain.

Indonesia resmi sebagai sebuah bangsa, lahir sejak diikrarkannya sumpah pemuda

28 Oktober 1928. Sebuah ikrar perjanjian luhur (mu’a>hadah) pemuda-pemudi

Indonesia yang bertekad untuk satu bangsa, satu tanah air dan menjunjung tinggi

bahasa persatuan, bahasa Indoensia. Peristiwa tersebut merupakan eskalasi tekad

bangsa Indonesia untuk bersama-sama merebut kemerdekaan dari cengkraman

penjajah, sehingga kemerdekaan berhasil diwujudkan beberapa tahun kemudian.

Perjanjian luhur yang diikrarkan perjanjian luhur yang diiklarkan bangsa

Indonesia, tidak semata di bangun atas kesamaan perangai, melainkan lebih pada

kesadaran geo-politik, cita-cita, dan nilai-nilai luhur hidup dan mengakar dalam

kepribadian bangsa Indonesia. Menurut Bung Karno, bangsa Indonesia melewati


perjuangan panjang dengan mempersembahkan segenap pengorbanan dan

penderitaan. Bangsa Indonesia lahir menurut cara, dan jalan yang ditempuhnyan

Menurut Kaelan, Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia sebelum

disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI, nilai-nilainya telah ada pada

bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum bangsa Indonesia mendirikan

negara, yang berupa nilai adat istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai religius. Nilai-

nilai tersebut telah ada dan melekat serta teramalkan dalam kehidupan sehari-hari

sebagai pandangan hidup, sehingga matari Pancasila yang berupa nilai-nilai tersebut

tidak lain adalah bangsa Indonesia sendiri, sehingga bangsa Indonesia sebagai kausa

materialis Pancasila. Nilai-nilai tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan secara

formal oleh para pendiri negara untuk dijadikan sebagai dasar filsafat Negara

Indonesia.5

Dalam perspektif historis, kelahiran, perumusan dan pengesahan Pancasila


melewati perdebatan, pembahasan dan kajian yang cukup lama yang melibatkan

berbagai pihak dan kelembagaan yakni Badan Penyidik Usaha Kemerdekaan

Indonesia (BPUPKI), Panitia Sembilan dan terakhir Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (PPKI).

1. Sidang BPUPKI Pertama (28 mei-1 juni 1945)

Dalam sidang pertama ini diisi dengan beberapa tokoh yang berpidato

mengemukakan gagasannya masing masing tentang konsep negara. Sesuai

5 Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila: Kultural, Historis, Filosofis, Yuridis, dan

Aktualisasinya, (Yogyakarta: Paradigma 2013), 5

kesepakatan, tokoh yang berpidato pertama adalah Mr. Mohammad Yamin. Yamin

mengusulkan usulan (lisan) rumusan dasar negara Indonesia sebagai berikut: (1)

Prikebangsaan, (2) Prikemanusiaan (3) Priketuhanan (4) Prikerakyatan dan (5)


Kesejahtraan rakyat. Selain usulan lisan tersebut Mohammad Yamin kemudian

mengusulkan usulan tertulis mengenai dasar negara kebangsaan dengan rumusan

sebagai berikut: (1) Ketuhanan yang maha Esa (2) Kebangsaan persatuan Indonesia

(3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh

hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan perwakilan (5) Keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia.6

Di hari selanjutnya (31 Mei) yang mendapat giliran menyampaikan pidato adalah

Prof. Dr. Soepomo. Berbeda dengan Yamin, Soepomo mengemukakan gagasan

sebagai berikut: (1) Teori negara perseorangan (Individualis) sebagaimana diajarkan

oleh Thomas Hobbes (Abad 17) dan Jean Jacques Rousseau (Abad 18) Herbert

Spencer (Abad 19), HJ. Laski (Abad 20). Menurut paham tersebut, negara adalah

masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak seluruh individu
(contract social). Selain teori negara perseorangan tersebut, Soepomo juga

mengajukan teori perbandingan, (2) Paham negara kelas (Class Theory) yang

merupakan gagasan Marx, Engels dan Lenin, dan (3) Paham negara integralistik yang

diajarkan Spinoza, Ada, Muller, Hegel (Abad 18 dan 19). Pada tahap selanjutnya

6 Kumawi Basyir dkk, Pancasila Dan Kewarganegaraan, (Surabaya: Sunan Ampel Press

2013), 10-1

Soepomo mengusulkan usulan rumusan lima besar dasar Negara sebagai berikut (1)

Persatuan (2) Kekeluargaan (3) Keseimbangan lahir batin (4) Keadilan rakyat.7

Pada tanggal 1 Juni, giliran Soekarno yang menyampaikan pidato yang

disampaikan tanpa teks. Soekarno mengusulkan adanya dasar negara yang terdiri

atas lima prinsip yang rumusannya adalah (1) Kebangsaan (Nasionalisme), (2)

Perikemanusiaan (Internasionalisme) (3) Mufakat (Demokrasi) (4) Keadilan sosial


(5) Ketuhanan yang Maha Esa. Setelah usulan-usulan tersebut ditampung maka

kemudian dibentuk panitia kecil yang berjumlah delapan orang yang kemudian

dikenal dengan ‘panitia 8’ yang bertugas untuk menyusun dan mengelompokkan

semua usulan tertulis. Anggota panitia delapan tersebut terdiri dari: (1) Ir. Soekarno

(Ketua) (2) Drs Moh. Hatta (3) M. Soetardjo Kartohadikoesomo (4) KH. Wahid

Hasyim (5) Ki Bagus Hadikusumo (6) Rd. Otto Iskandardinata (7) Mohammad.

Yamin (8) Mr. Alfred Andre Maramis. Setelah panitia kecil tersebut bekerja meneliti,

dan berusaha merumuskan, maka kemudian diketahui terjadi perbedaan pendapat

diantara para anggota. Anggota yang beragama Islam menghendaki bahwa negara

berdasarkan syariat Islam, sedangkan yang berhaluan nasionalis menghendaki bahwa

negara tidak berdasarkan hukum agama tertentu. Maka untuk mengatasi hal tersebut

maka dibentuklah panitia yang terdiri dari sembilan orang yang kemudian dikenal

dengan ‘panitia 9’ yaitu: (1) Ir. Soekarno (Ketua) (2) Mr. Yamin (3) KH. Wahid

Hasyim (4) Drs. Moh. Hatta (5) KH. Abdul Kahar Moezakir (6) Mr. Maramis (7) Mr.
Soetardjo Kartohadikoesoemo (8) Abi Kusno Tjokrosoejoso (9) H. Agus Salim.8

Pantia sembilan bersidang pada tanggal 22 Juni 1945 menghasilkan kesepakatan

akan lima pasal/konsep dasar negara yang kemudian dipopulerkan oleh Mohammad.

Yamin dengan sebutan Piagam Jakarta. Lima pasal tersebut adalah: (1) Ketuhanan

dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. (2)

Kemanusiaan yang adil dan beradab (3) Persatuan Indonesia (4) Kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan (5)

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.9

2. Sidang BPUPKI Ke dua (10-16 juli 1945)

Sidang kedua ini berisi diantaranya penjelasan Soekarno terhadap rumusan

Piagam Jakarta yang telah disepakati. Semua menerima dengan bulat, baik golongan

Islamis maupun Nasionalis. Sidang BPUPKI kedua ini lebih menekankan


pembicaraan rumusan Undang-undang dasar, dan susunan pemerintahan Negara yang

terdapat dalam penjelasan UUD.10

3. Sidang PPKI Pertama (18 Agustus 1945)

Sala satu perubahan terjadi dalam Pancasila adalah pada sidang pertama Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dilaksanakan 18 Agustus 1945. Dalam rapat

tersebut, 20 menit sebelum rapat dimulai diadakan pertemuan yang membahas

beberapa perubahan terhadap Piagam Jakarta terutama pada sila pertama. Pertama ini

kemudian menghasilkan rumusan dan kesepakatan dengan mengurangi beberapa

redaksi kalimat pada sila pertama, menjadi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’

sebagaimana yang kita lihat sekarang ini.11 Sidang PPKI dilaksanakan hingga empat

kali. Namun bangun rumusan final Pancasila mencapai kesepakatan pada sidang yang

pertama ini. Pada sidang-sidang selanjutnya lebih menitikberatkan membentuk

konsep pemerintahan, pembagian wilayah dan membentuk komite Nasional.

Anda mungkin juga menyukai