A. Zaman Kerajaan
Nilai–nilai Pancasila telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dulu kala
sebelum bangsa Indonesia mendirikan negara. Proses terbentuknya negara Indonesia
melalui proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu hingga munculnya
kerajaan-kerajaan pada abad ke-IV sampai pada zaman merebut kemerdekaan Republik
Indonesia.
1. Kerajaan Kutai (400M)
Kerajaan kutai berdiri di Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai mahakam
desa Tenggarong pada abad ke-5, atau 400M. Kerajaan kutai merupakan kerajaan hindu
tertua. Rajanya bernama Kudungga yang memiliki anak bernama Asmawarman, serta
memiliki cucu yang bernama Mulawarman. Masyarakat kutai yang membuka zaman
sejarah Indonesia pertama kali menampilkan nilai-nilai sosial politik dan ketuhanan
dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para Brahmana. Zaman kuno
sekitar 400 – 1500 terdapatnya dua buah kerajaan yang berhasil mencapai integrasi
dengan wilayah hampir separuh Indonesia, dan seluruh wilayah Indonesia. Kerajaan
tersebut adalah kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit yang berpusat di Jawa.
2. Kerajaan Sriwijaya (650M)
Menurut sumber sejarah yang berupa prasasti-prasasti yang ditinggalkan oleh
penguasa Sriwijaya dan berita dari Cina sampai akhir abad XIII, wilayah Kerajaan
Sriwijaya meliputi daratan dan lautan Sunda, Jawa Barat sampai Srilangka termasuk di
dalamnya Semenanjung Malaya dan kepulauan di sekitarnya. Sriwijaya menguasai
pedalaman Sumatera, pelabuhan-pelabuhan di Sumatera Timur dan Selat Malaka yang
merupakan jalur lalu lintas perdagangan laut yang sangat ramai, yang memungkinkan
Sriwijaya menjadi kerajaan maritim yang kuat.
Sebagai kerajaan yang besar Sriwijaya sudah mengembangkan tata negara dan
tata pemerintahan yang mampu menciptakan peratutaran-peraturan yang ditaati oleh
rakyat yang berada di wilayah kekuasaannya. Menurut prasasti Telaga batu, raja (haji)
memegang otoritas tertinggi.
Dari perkembangan Sriwijaya yang oleh Muhammad Yamin disebut sebagai
‘Negara Pertama’ dengan dasar kedatuan (Sistem kedatuan ini menggambarkan
Kerajaan Sriwijaya yang terdiri dari mandala (provinsi). Mandala-mandala tersebut
membentuk sebuah perkumpulan yang dikepalai oleh seorang Datu. Datu memiliki
peran sebagai "primus interpares") dapat ditemukan nilai-nilai Pancasila material yang
masih saling berkaitan satu sama lain. Di antaranya nilai persatuan yang tidak
terpisahkan dengan nilai ketuhanan yang tampak pada raja sebagai pusat kekuasaan
dengan kekuatan religius berusaha mempertahankan wibawanya terhadap para datu.
Demikian juga nilai-nilai kemasyarakatan dan ekonomi yang terjalin satu sama lain
dengan nilai tradisionalisme dalam bentuk hubungan dagang yang terentang dari
pedalaman sampai ke negeri-negeri seberang lautan lewat pelabuhan kerajaan dan selat
Malaka yang diamankan oleh para nomad laut yang menjadi bagian dari birokrasi
pemerintahan Sriwijaya.
Pada hakikatnya nilai-nilai budaya bangsa semasa kejayaan Sriwijaya telah
menunjukkan nilai- nilai Pancasila, yaitu sebagai berikut:
Nilai sila pertama, terwujud dengan adanya umat agama Budha dan Hindu hidup
berdampingan secara damai. Pada kerajaan Sriwijaya terdapat pusat kegiatan
pembinaan dan pengembangan agama Budha.
Nilai sila kedua, terjalin hubungan antara Sriwijaya dengan India (Dinasti Harsha).
Pengiriman para pemuda untuk belajar di India. Telah tumbuh nilai-nilai politik luar
negeri yang bebas dan aktif.
Nilai sila ketiga, sebagai Negara maritim, Sriwijaya telah menerapkan konsep
Negara kepulauan sesuai dengan konsepsi wawasan nusantara.
Nilai sila keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas, meliputi
(Indonesia sekarang) Siam dan Semenanjung Melayu.
Nilai sila kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan, sehingga
kehidupan rakyatnya sangat makmur.
C. Kebangkitan Nasional
Dengan kebangkitan dunia timur pada abad XX di panggung politik internasional
tumbuh kesadaran akan kekuatan sendiri, seperti Philipina (1839) yang dipelopori Joze
Rizal, kemenangan Jepang atas Rusia di Tsunia (1905), adapun Indonesia diawali dengan
berdirinya Budi Utomo yang dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo pada 20 Mei 1908.
Kemudian berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI) tahun 1909, Partai Nasional
Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Soekarno, Cipto Mangunkusumo, Sartono dan tokoh
lainnya. Sejak itu perjuangan nasional Indonesia mempunyai tujuan yang jelas yaitu
Indonesia merdeka.
Kemudian Sumpah Pemuda merupakan salah satu tonggak yang penting dalam
perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai persatuan nasional.
Pernyataan lahirnya bangsa Indonesia diambil dari ikrar para pemuda Indonesia, dalam
sidang pleno ke-3 Kongres Pemuda Indonesia II, 28 Oktober 1928, di gedung Indonesisch
Clubgebouw di jalan Keramat Raya 106 Jakarta. Kongres pemuda II, yang dipelopori oleh
Muh. Yamin, Kuntjoro Purbopranoto, dan Wongsonegoro, diselenggarakan oleh
organisasi-organisasi pemuda Indonesia: Jong Java, Jong Soematra (Pemuda Sumatera),
Pemuda Indonesia, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Pemuda Kaum
Betawi, dan Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia.
Dari kongres itu, para pemuda Indonesia mengumandangkan sumpah yang berisi
pengakuan akan adanya bangsa, tanah air dan bahasa yang satu, yaitu Indonesia. Sumpah
Pemuda menunjukkan tekad pemuda Indonesia untuk bersatu dan tidak mau terpecah-
pecah. Tali pengikat persatuan itu adalah bahasa Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, sebagai wujud persatuan, para pemuda indonesia
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya bersama komponisnya, Wage Rudolf
Soepratman. Selain itu, sebagai pengungkapan keinginan membentuk suatu bangsa yang
merdeka, bendera kebangsaan, Merah Putih dikibarkan untuk pertama kalinya.
Dari ikrar Sumpah Pemuda tercermin nilai-nilai yang nantinya terdapat dalam
Pancasila. Nilai-nilai itu adalah: kemanusiaan (menghargai bahwa mereka saling
menghormati), persatuan (ikrar bahwa mereka satu nusa dan satu bangsa), demokrasi
(mengakui bahwa mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama, memikirkan nasib
tanah air dan bangsanya), dan keadilan (menuntut haknya untuk mendirikan negara
merdeka yang telah direbut Belanda). Nilai-nilai itu harus dimengerti dalam konteks waktu
itu, yakni keinginan membentuk suatu bangsa yang merdeka.
D. Penjajahan Jepang
Janji penjajah Belanda tentang Indonesia merdeka hanyalah suatu kebohongan
belaka, sehingga tidak pernah menjadi kenyataan sampai akhir penjajahan Belanda tanggal
10 Maret 1940. Kemudian penjajah Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda
“Jepang pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia”.
Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan ulang tahun Kaisar Jepang, penjajah
Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, janji ini diberikan karena
Jepang terdesak oleh tentara Sekutu. Bangsa Indonesia diperbolehkan memperjuangkan
kemerdekaannya, dan untuk mendapatkan simpati dan dukungan bangsa Indonesia maka
Jepang menganjurkan untuk membentuk suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki
usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyumbi Tioosakai. Pada hari itu juga
diumumkan sebagai Ketua (Kaicoo) Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat, yang kemudian
mengusulkan bahwa agenda pada siding BPUPKI adalah membahas tentang dasar negara.