Anda di halaman 1dari 13

PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN BANGSA

A. Zaman Kerajaan
Nilai–nilai Pancasila telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dulu kala
sebelum bangsa Indonesia mendirikan negara. Proses terbentuknya negara Indonesia
melalui proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu hingga munculnya
kerajaan-kerajaan pada abad ke-IV sampai pada zaman merebut kemerdekaan Republik
Indonesia.
1. Kerajaan Kutai (400M)
Kerajaan kutai berdiri di Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai mahakam
desa Tenggarong pada abad ke-5, atau 400M. Kerajaan kutai merupakan kerajaan hindu
tertua. Rajanya bernama Kudungga yang memiliki anak bernama Asmawarman, serta
memiliki cucu yang bernama Mulawarman. Masyarakat kutai yang membuka zaman
sejarah Indonesia pertama kali menampilkan nilai-nilai sosial politik dan ketuhanan
dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para Brahmana. Zaman kuno
sekitar 400 – 1500 terdapatnya dua buah kerajaan yang berhasil mencapai integrasi
dengan wilayah hampir separuh Indonesia, dan seluruh wilayah Indonesia. Kerajaan
tersebut adalah kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit yang berpusat di Jawa.
2. Kerajaan Sriwijaya (650M)
Menurut sumber sejarah yang berupa prasasti-prasasti yang ditinggalkan oleh
penguasa Sriwijaya dan berita dari Cina sampai akhir abad XIII, wilayah Kerajaan
Sriwijaya meliputi daratan dan lautan Sunda, Jawa Barat sampai Srilangka termasuk di
dalamnya Semenanjung Malaya dan kepulauan di sekitarnya. Sriwijaya menguasai
pedalaman Sumatera, pelabuhan-pelabuhan di Sumatera Timur dan Selat Malaka yang
merupakan jalur lalu lintas perdagangan laut yang sangat ramai, yang memungkinkan
Sriwijaya menjadi kerajaan maritim yang kuat.
Sebagai kerajaan yang besar Sriwijaya sudah mengembangkan tata negara dan
tata pemerintahan yang mampu menciptakan peratutaran-peraturan yang ditaati oleh
rakyat yang berada di wilayah kekuasaannya. Menurut prasasti Telaga batu, raja (haji)
memegang otoritas tertinggi.
Dari perkembangan Sriwijaya yang oleh Muhammad Yamin disebut sebagai
‘Negara Pertama’ dengan dasar kedatuan (Sistem kedatuan ini menggambarkan
Kerajaan Sriwijaya yang terdiri dari mandala (provinsi). Mandala-mandala tersebut
membentuk sebuah perkumpulan yang dikepalai oleh seorang Datu. Datu memiliki
peran sebagai "primus interpares") dapat ditemukan nilai-nilai Pancasila material yang
masih saling berkaitan satu sama lain. Di antaranya nilai persatuan yang tidak
terpisahkan dengan nilai ketuhanan yang tampak pada raja sebagai pusat kekuasaan
dengan kekuatan religius berusaha mempertahankan wibawanya terhadap para datu.
Demikian juga nilai-nilai kemasyarakatan dan ekonomi yang terjalin satu sama lain
dengan nilai tradisionalisme dalam bentuk hubungan dagang yang terentang dari
pedalaman sampai ke negeri-negeri seberang lautan lewat pelabuhan kerajaan dan selat
Malaka yang diamankan oleh para nomad laut yang menjadi bagian dari birokrasi
pemerintahan Sriwijaya.
Pada hakikatnya nilai-nilai budaya bangsa semasa kejayaan Sriwijaya telah
menunjukkan nilai- nilai Pancasila, yaitu sebagai berikut:
 Nilai sila pertama, terwujud dengan adanya umat agama Budha dan Hindu hidup
berdampingan secara damai. Pada kerajaan Sriwijaya terdapat pusat kegiatan
pembinaan dan pengembangan agama Budha.
 Nilai sila kedua, terjalin hubungan antara Sriwijaya dengan India (Dinasti Harsha).
Pengiriman para pemuda untuk belajar di India. Telah tumbuh nilai-nilai politik luar
negeri yang bebas dan aktif.
 Nilai sila ketiga, sebagai Negara maritim, Sriwijaya telah menerapkan konsep
Negara kepulauan sesuai dengan konsepsi wawasan nusantara.
 Nilai sila keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas, meliputi
(Indonesia sekarang) Siam dan Semenanjung Melayu.
 Nilai sila kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan, sehingga
kehidupan rakyatnya sangat makmur.

3. Kerajaan Majapahit (1365 M)


Pada tahun 1923 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman
keemasannya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada
yang di bantu oleh Laksamana Nala dalam memimpin armadanya untuk menguasai
nusantara. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya itu membentang dari
semenanjung Melayu (Malaysia sekarang) sampai Irian Barat melalui Kalimantan Utara.
Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai dalam
satu kerajaan. Empu Prapanca menulis Negarakertagama. Dalam kitab tersebut telah telah
terdapat istilah “Pancasila”. Empu tantular mengarang buku Sutasoma, dan didalam buku
itulah kita jumpai seloka persatuan nasional, yaitu “Bhineka Tunggal Ika”, yang bunyi
lengkapnya “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun
berbeda, namun satu jua adanya sebab tidak ada agama yang memiliki tuhan yang
berbeda.
Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gaja Mada dalam sidang ratu dan
menteri- menteri di paseban keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita
mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut : “Saya baru akan berhenti
berpuasa makan pelapa, jikalau seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara,
jikalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang dan
Tumasik telah dikalahkan” (Yamin, 1960 : 60).
Dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat semacam penasehat seperti
Rakryan I Hino , I Sirikan, dan I Halu yang bertugas memberikan nasehat kepada raja,
hal ini sebagai nilai-nilai musyawarah mufakat yang dilakukan oleh sistem
pemerintahan kerajaan Majapahit.

B. Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia sebelum abad XX


Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI, berkembanglah agama Islam.
Bersamaan dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam, seperti Demak, mulailah
berdatangan orang Eropa di perairan Nusantara. Masuknya bangsa Eropa ke Indonesia
disebabkan faktor kelemahan di dalam negeri sendiri dengan pudarnya nilai-nilai
nasionalisme akibat perselisihan dan perang saudara.
Tujuan bangsa Eropa masuk ke Indonesia untuk menguasai hasil bumi, khususnya
rempah- rempah (cengkeh, nilam, tembakau, tebu, kopi, dll). Mereka adalah orang-orang
Portugis diikuti oleh orang-orang Spanyol yang ingin mencari pusat tanaman rempah-
rempah. Keuntungan Portugis yang luar biasa atas monopoli rempah-rempah yang amat
berharga di Eropa, mendorong pula tetangganya berdagang di daerah surga rempah-rempah
itu. Demikianlah orang Belanda pada abad XVI sampai ke Indonesia. Untuk menghindarkan
persaingan di antara mereka sendiri (Belanda), didirikanlah suatu perkumpulan dagang yang
bernama Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang kemudian dikenal oleh rakyat
dengan nama singkatnya Kompeni. Mereka menyingkirkan saingannya (Portugis).
Kompeni mulai berhasil menanamkan kekuasaan politiknya di Indonesia. Tujuan
dagang selalu diikuti dengan kekuasaan politik, seperti penguasaan daerah-daerah
(Maluku, Jayakarta, Malaka, Mataram, Makasar, Banten dll) dan sebagainya. Pada abad
XVII, kompeni telah memperluas daerah kekuasaannya sampai ke daerah yang vital
artinya bagi dunia perniagaan dan politik Indonesia pada waktu itu.
Pada permulaan abad XIX penjajah Belanda mengubah sistem kolonialismenya
dari VOC menjadi badan pemerintahan resmi, yakni pemerintahan Hindia Belanda.
Inggris sempat berkuasa, namun tidak lama kemudian Belanda menguasai lagi. Usaha
Belanda memperkuat kolonialismenya tetap mendapat perlawanan dari bangsa Indonesia,
seperti: Patimura di Maluku (1817), Imam Bonjol di Minangkabau (1822-1837),
Diponegoro di Mataram (1825-1830), Jelantik di Bali (1850), Anang Agung Made di
Lombok (1895), Teuku Umar, Teuku Cik Di Tiro dan Cut Nya’Din di Aceh (1873-1940),
Sisingamangaraja di tanah Batak (1900). Perjuangan mereka melawan penjajahan Belanda
tersebut tidak membuahkan hasil, karena belum ada persatuan dan koordinasi secara
bersama di antara mereka. Mereka gagal dan kolonialisme semakin memperkukuh
kedudukannya di Indonesia.
Penghisapan makin memuncak ketika Belanda melakukan sistem ekonomi
Tanam Paksa (1830-1870), Belanda memaksakan beban kewajiban terhadap rakyat untuk
mengumpulkan kekayaan demi penuhnya kas negeri Belanda sendiri. Di tengah kerakusan
pemerintah Belanda tersebut, bangakitlah kaum liberal di negeri Belanda yang menentang
sistem Tanam Paksa yang kejam itu dan mengusulkan sistem ekonomi liberal, sehingga
membuka jalan bagi modal-modal partikulir yang sedang kehausan tampat berusaha
mencari keuntungan. Hal inilah yang semakin memberi peluang luasnya ladang
penghisapan penjajah, yang bukan hanya di bidang pertanian, melainkan juga di bidang
pertambangan seperti minyak, timah, batu bara, dll. Rakyat Indonesia menjadi abdi dan
kuli pemodal-pemodal asing itu untuk sesuap nasi. Rakyat menderita kemiskinan di
tengah-tengah kekayaan alamnya sendiri.
Penderitaan rakyat memukul hati nurani beberapa humanis Belanda, sehingga
mereka menganjurkan adanya politik etika di Indonesia. Politik ini sejenis politik “Hutang
Budi” dengan memberi irigasi, emigrasi dan edukasi. Politik yang kedengarannya manis
ini, tetap menguntungkan kaum kapitalis yang sedang berkiprah di Indonesia.
Penjajah Belanda membuat kedaulatan negara hilang, persatuan dihancurkan,
kemakmuran lenyap, dan wilayah diinjak-injak oleh penjajah. Semua yang telah dicapai
oleh bangsa Indonesia pada masa kerajaan Sriwijaya dan Majapahit menjadi lenyap.
Penjajahan Eropa yang memusnahkan kemakmuran bangsa Indonesia tersebut mendapat
perlawanan secara fisik dari bangsa Indonesia. Mereka dengan semangat patriotik berjuang
menentang penjajahan Belanda, tetapi perjuangan pada waktu itu sifatnya masih
kedaerahan, sehingga mereka tidak berhasil. Beberapa nama pahlawan yang berjuang
melawan penjajahan pada saat itu, yakni Sultan Agung di Mataram abad XVII dan XVIII
(1645), Sultan Ageng Tirta Yasa dan Ki Tapa di Banten (1660), Iskandar Muda di Aceh
(1635), Untung Surapati dan Trunojoyo di Jatim (1670), Ibnu Iskandar di Minangkabau
(1680), dll.
Berhasilnya Belanda berkuasa di Indonesia disebabkan antara lain oleh karena
adanya politik devide et impera yang memecah belah bangsa menjadi kepingan-kepingan
kekuasaan yang berupa kerajaan-kerajaan kecil, yang terisolasi satu dengan yang lain.

C. Kebangkitan Nasional
Dengan kebangkitan dunia timur pada abad XX di panggung politik internasional
tumbuh kesadaran akan kekuatan sendiri, seperti Philipina (1839) yang dipelopori Joze
Rizal, kemenangan Jepang atas Rusia di Tsunia (1905), adapun Indonesia diawali dengan
berdirinya Budi Utomo yang dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo pada 20 Mei 1908.

Kemudian berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI) tahun 1909, Partai Nasional
Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Soekarno, Cipto Mangunkusumo, Sartono dan tokoh
lainnya. Sejak itu perjuangan nasional Indonesia mempunyai tujuan yang jelas yaitu
Indonesia merdeka.
Kemudian Sumpah Pemuda merupakan salah satu tonggak yang penting dalam
perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai persatuan nasional.
Pernyataan lahirnya bangsa Indonesia diambil dari ikrar para pemuda Indonesia, dalam
sidang pleno ke-3 Kongres Pemuda Indonesia II, 28 Oktober 1928, di gedung Indonesisch
Clubgebouw di jalan Keramat Raya 106 Jakarta. Kongres pemuda II, yang dipelopori oleh
Muh. Yamin, Kuntjoro Purbopranoto, dan Wongsonegoro, diselenggarakan oleh
organisasi-organisasi pemuda Indonesia: Jong Java, Jong Soematra (Pemuda Sumatera),
Pemuda Indonesia, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Pemuda Kaum
Betawi, dan Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia.
Dari kongres itu, para pemuda Indonesia mengumandangkan sumpah yang berisi
pengakuan akan adanya bangsa, tanah air dan bahasa yang satu, yaitu Indonesia. Sumpah
Pemuda menunjukkan tekad pemuda Indonesia untuk bersatu dan tidak mau terpecah-
pecah. Tali pengikat persatuan itu adalah bahasa Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, sebagai wujud persatuan, para pemuda indonesia
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya bersama komponisnya, Wage Rudolf
Soepratman. Selain itu, sebagai pengungkapan keinginan membentuk suatu bangsa yang
merdeka, bendera kebangsaan, Merah Putih dikibarkan untuk pertama kalinya.
Dari ikrar Sumpah Pemuda tercermin nilai-nilai yang nantinya terdapat dalam
Pancasila. Nilai-nilai itu adalah: kemanusiaan (menghargai bahwa mereka saling
menghormati), persatuan (ikrar bahwa mereka satu nusa dan satu bangsa), demokrasi
(mengakui bahwa mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama, memikirkan nasib
tanah air dan bangsanya), dan keadilan (menuntut haknya untuk mendirikan negara
merdeka yang telah direbut Belanda). Nilai-nilai itu harus dimengerti dalam konteks waktu
itu, yakni keinginan membentuk suatu bangsa yang merdeka.
D. Penjajahan Jepang
Janji penjajah Belanda tentang Indonesia merdeka hanyalah suatu kebohongan
belaka, sehingga tidak pernah menjadi kenyataan sampai akhir penjajahan Belanda tanggal
10 Maret 1940. Kemudian penjajah Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda
“Jepang pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia”.
Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan ulang tahun Kaisar Jepang, penjajah
Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, janji ini diberikan karena
Jepang terdesak oleh tentara Sekutu. Bangsa Indonesia diperbolehkan memperjuangkan
kemerdekaannya, dan untuk mendapatkan simpati dan dukungan bangsa Indonesia maka
Jepang menganjurkan untuk membentuk suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki
usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyumbi Tioosakai. Pada hari itu juga
diumumkan sebagai Ketua (Kaicoo) Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat, yang kemudian
mengusulkan bahwa agenda pada siding BPUPKI adalah membahas tentang dasar negara.

E. Kronologis Perumusan Pancasila


Kronologi Perumusan Pancasila, Naskah Proklamasi dan Pembacaan Teks Proklamasi
1. Tanggal Peristiwa 29 Mei 1945 Perumusan materi Pancasila oleh Mr. M. Yamin
(sidang BPUPKI).
2. 31 Mei 1945 (sidang I BPUPKI)
3. 1 Juni 1945 (sidang I BPUPKI)
4. 22 Juni 1945 10 - 16 Juni 1945 (sidang II PPKI) 16 Agustus 1945 Jam 04.30
Perumusan materi Pancasila oleh Mr. Supomo, Ir. Soekarno pertama kali mengusulkan
nama/istilah Pancasila untuk dasar Negara Indonesia. Beliau mengatakan bahwa nama
Pancasila itu atas petunjuk teman kita ahli bahasa.
1. Piagam Jakarta disusun oleh Panitia Kecil yang terdiri 9 orang yaitu : M.Hatta,
A.Soebardjo, A.A.Maramis, Soekarno, Abdul Kahar Muzakir, Wachid Hasjim,
Abikusno Tjokrosujoso, A.Salim, M. Yamin.
2. Dibentuk Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Soekarno dan beranggotakan 19
orang yaitu: Soekarno, AA. Maramis, Otto Iskandardinata, Purbojo, A. Salim, A.
Soebardjo, Soepomo, Maria Ulfah Santoso, Wachid Hasjim, Parada Harahap,
J.Latuharary, Susanto Tirtoprodjo, Sartono, Wongsonegoro, Wuryaningrat, RP. Singgih,
Tan Eng Hoat, Hoesein Djajadiningrat, Sukiman.
3. Panitia Perancang UUD kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang UUD yang
beranggotakan 7 orang yaitu : Soepomo, Wongsonegoro, Soebardjo, AA. Maramis,
RP.Singgih, A.Salim, Sukiman.
4. Dibentuk Panitia Penghalus Bahasa, terdiri dari Soepomo dan Hosein Djajadiningrat.
5. Perumusan terakhir materi Pancasila disahkan Jam 18.00 Jam 23.30 17 Agustus 1945
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai bagian dari Pembukaan
UUD 1945.
6. Pengamanan (“penculikan”) Ir. Soekarno dan Drs.Moh. Hatta ke Rengasdengklok oleh
tokoh- tokoh pemuda dengan tujuan menghindari pengaruh dan siasat Jepang dan
mendesak bangsa Indonesia harus segera merdeka. Tokoh pemuda terdiri : Sukarni,
Winoto Danu Asmoro, Abdulrochman dan Yusuf Kunto. Rombongan yang terdiri dari
Mr. A.Soebardjo, Sudiro dan Yusuf Kunto tiba di Rengasdengklok dengan tujuan untuk
menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta.
7. Rombongan dari Rengasdengklok tiba di Jakarta langsung menuju rumah Laksamana
Maeda di jln. Imam Bonjol no. 1. Di tempat ini tokoh-tokoh bangsa Indonesia
berkumpul untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Teks versi terakhir
proklamasi yang telah diketik ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs.Moh Hatta.
8. Pembacaan teks Proklamasi oleh Ir. Soekarno di Pegangsaan Timur no. 56 (sekarang
gedung Pola). Sidang I PPKI tanggal 18 Agustus 1945 menghasilkan keputusan sebagai
berikut :
a. mengesahkan berlakunya UUD 1945
b. memilih Presiden dan Wakil Presiden
c. menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai badan
musyawarah darurat. Pembentukan KNIP dalam masa transisi dari pemerintah jajahan
kepada pemerintah nasional seperti yang diatur dalam pasal IV Aturan Peralihan
UUD 1945.

F. Masa awal kemerdekaan (1945-1959)


Setelah mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka, Belanda tidak mau tinggal
diam. Mereka ingin menjajah kembali Indonesia. Dengan membonceng sekutu, pada
tanggal 29 September 1945, tentara Belanda tiba di Jakarta. Belanda mempropagandakan
pada dunia internasional bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari Jepang. Pada
tanggal 10 Oktober 1945 Inggris mengakui kekuasaan Belanda. Belanda berupaya
membentuk Republik Indonesia Serikat dengan RI sebagai salah satu negara bagiannya.
Untuk mewujudkan maksudnya itu Belanda membentuk negara-negara kecil. Wilayah
negara RI hanya meliputi Jawa dan Sumatera dikurangi Sumatera Timur dan Sumatera
Selatan. Hingga 23 Februari 1949, Belanda berhasil membentuk 15 negara bagian.
Kelimabelas negara bagian itu disebut Bijeenkoms Federal Overlag (BFO). Belanda juga
melakukan agresi militer. Oleh karena itu, terjadi sengketa antara RI dan Belanda.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) turun tangan untuk menyelesaikan sengketa
tersebut. PBB mengundang kedua belah pihak untuk berunding dan hal ini terealisasi dalam
Konferensi Meja Bundar (KMB). KMB diadakan di Den Hag pada tanggal 23 Agustus
1949 sampai 2 November 1949. Kesepakatan yang dicapai dalam KMB adalah:
1. Didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pengakuan kedaulatan oleh pemerintah kerajaan Belanda kepada pemerintah negara
RIS.
2. Didirikan uni antara RIS dan kerajaan Belanda.
Pada tanggal 27 Desember 1945, Ratu Yuliana menandatangani piagam pengakuan
kedaulatan RIS dan menyerahkan kedaulatan RIS. Sejak saat itu Konstitusi RIS
diberlakukan untuk menggantikan UUD 1945. UUD 1945 hanya berlaku di negara
bagian RI. Konstitusi RIS menetapkan bentuk negara serikat yang terdiri dari 16
negara bagian. Konstitusi ini juga menetapkan sifat pemerintahan berdasarkan
demokrasi liberal. Dalam pemerintahan diberlakukan kabinet parlementer. Para
menteri bertanggungjawab langsung kepada parlemen. Dalam alinea IV Mukadimah
Konstitusi RIS, Pancasila tetap tercantum sebagai dasar falsafah negara.
Negara RIS tidak sampai berumur satu tahun. Pergolakan timbul di negara-negara
bagian RIS. Rakyat menuntut pembubaran RIS dan kembali ke negara kesatuan RI.
Tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Sukarno memproklamasikan kembalinya negara
kesatuan RI dan membubarkan RIS. Sejak itu berlaku UUDS 1950. Walaupun UUDS
1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita Proklamasi, Pancasila dan UUD
1945, namun masih berorientasi pada pemerintahan yang berasas demokrasi liberal.
Dengan demikian jiwa UUDS 1950 merupakan penyimpangan terhadap Pancasila.
Penyimpangan tersebut antara lain:
 Sistem kabinet parlementer mengakibatkan silih bergantinya kabinet. Hal ini
berdampak pada ketidakmampuan pemerintah menyusun program dalam jangka
waktu tertentu. Pemerintah tidak mampu melaksanakan pembangunan sehingga
timbul pertentangan politik, gangguan keamanan serta penyelewengan lain dalam
masyarakat.
 Secara ideologis Mukadimah UUDS 1950 tidak berhasil mendekati rumusan asli
dari Pembukaan 1945. Bahkan perumusan kelima sila Pancasila jauh menyimpang
dari yang ada dalam Pembukaan UUD 1945.
UUDS 1950 bersifat sementara dan harus diganti dengan suatu UUD yang tetap.
Oleh karena itu dikeluarkan Undang-undang N0. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan
Umum untuk memilih anggota DPR dan Konstituante yang akan menyusun UUD baru.
Pada akhir tahun 1955 diadakan Pemilihan Umum dan terbentuklah konstituante.
Konstituante hasil Pemilihan Umum tersebut mulai bersidang pada tanggal 10
November 1956. Namun, Konstituante gagal menetapkan suatu UUD yang baru
menggantikan UUDS 1950.
Pada tanggal 5 Juli 1959, karena kegagalan Konstituante, Presiden mengeluarkan
Dekrit yang isinya:
 Membubarkan konstituante,
 Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950,
dan dibentuknya MPRS dan DPRS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Berdasarkan dekrit tersebut maka UUD 1945 berlaku kembali di Negara
Republik Indonesia hingga saat ini. Dalam kurun waktu 18 Agustus 1945 hingga 5 Juli
1959 kehidupan politik kita belum stabil. Bentuk negara dan pemerintahan silih
berganti. Konstitusi yang digunakan pun belum tetap. Dalam kondisi yang demikian
cita-cita Pancasila belum terwujud dalam kehidupan bangsa Indonesia.

G. Nilai-nilai Pancasila pada masa-masa awal kemerdekaan


Sejak saat itu, Pancasila sudah dijadikan falsafah hidup bangsa dan dasar negara
Indonesia. Maka pada saat itu pula, warga Indonesia sudah bertekad untuk melepaskan diri
dari segala bentuk penjajahan dan menjadi bangsa yang mandiri. Artinya warga Indonesia
ingin menentukan nasib bangsanya sendiri tanpa adanya campur tangan dari penjajah dan
terlepas dari bentuk ancaman apapun, baik dari dalam maupun luar negeri.
Dalam penerapan Pancasila di masa awal kemerdekaan ditemui banyak
permasalahan, diantaranya:
 Pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) di Madiun, pada 18 September 1948.
Tujuan utamanya untuk mendirikan negara Soviet dengan ideologi komunis.
 Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia. Pemberontakan ini bertujuan
untuk menggantikan Pancasila dengan syariat Islam sebagai dasar negaranya.
 Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Pemberontakan ini bertujuan untuk
mendirikan negara sendiri.
 Permerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) atau Perjuangan Rakyat
Semesta (Permesta) sebagai bentuk gerakan protes ke pemerintah pusat.

H. Masa orde Lama


Penerapan Pancasila pada masa orde lama, terjadi pada 1959 hingga 1966. Periode
ini dikenal dengan demokrasi terpimpin. Selain itu, pada masa ini, bangsa Indonesia masih
mengalami peralihan dari bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang sepenuhnya merdeka.
Maka dari itu, dalam penerapannya masih diperlukan proses adaptasi. Sebagian masyarakat
ada yang merasa setuju dan sebagian lagi merasa keberatan. Namun, dalam penerapannya
ditemui beberapa tindakan penyimpangan terhadap Pancasila. Salah satunya ialah
pemberontakan PKI yang dilakukan oleh D.N. Aidit pada 30 September 1965.
Pemberontakan ini bertujuan untuk mengubah ideologi menjadi komunis.

I. Masa orde Baru


Masa orde baru dimulai saat Soeharto resmi ditetapkan menjadi presiden. Dalam
masa pemerintahannya, Soeharto berusaha untuk memulihkan kembali beberapa kekacauan
yang sebelumnya pernah terjadi di Indonesia. Upaya pemulihan kembali ini ditandai dengan
dibuatnya Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun, diadakannya PEMILU,
pendidikan pelaksanaan pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila, serta pemerataan
pembangunan. Tentunya upaya pemulihan oleh Soeharto ini mengacu pada nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Contohnya pemerataan pembangunan ini bisa dikaitkan dengan
sila kelima Pancasila, yakni Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam
pemerintahan Soeharto, juga ditemui beberapa masalah, seperti kasus KKN atau Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme. Selain itu, hak berpendapat juga
J. Masa Reformasi
Masa reformasi dimulai saat Soeharto mundur dari jabatannya dan digantikan oleh
B.J. Habibie. Dalam pemerintahannya, B.J. Habibie berusaha untuk memperbaiki sistem
ekonomi, mereformasi bidang politik dan hukum, mengeluarkan UU Nomor 9 Tahun 1998
tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum, dan lain-lain. Mulai pada
masa reformasi, penerapan Pancasila sebagai ideologi negara terus digaungkan hingga saat
ini. Tidak hanya itu, upaya penggantian ideologi Pancasila dengan ideologi lainnya juga
makin marak.
Pancasila kini mendapatkan tantangan dari kondisi masyarakat Indonesia yang
benar- benar mendapat kebebasan. Di satu sisi, adanya kebebasan merupakan hal yang
positif, semisal dengan munculnya kreativitas dari anak-anak bangsa. Namun, ada juga
beberapa sisi negatifnya. Sebagai contoh adalah terjadinya pergaulan bebas, cara interaksi
yang tak beretika, penyalagunaan narkoba dan minuman keras, anarkisme-vandalisme,
konflik horizontal, serta hal- hal lain yang dapat mengancam keutuhan bangsa.
1. Tantangan dari Dalam Masyarakat
Adanya kebebasan masyarakat di satu sisi bisa menimbulkan sisi positif dengan
munculnya berbagai kreatifitas dari masyarakat. Akan tetapi, di sisi lain juga bisa
menimbulkan dampak negatif yang merugikan bangsa. Berbagai dampak negatif dari
kebebasan masyarakat itu bisa berupa muncuknya pola komunikasi yang kurang
beretika yang bisa menimbulkan perpecahan. Selain itu juga bisa menurunkan rasa
persatuan dan kesatuan antarsesama warga negara. Menurunnya rasa persatuan dan
kesatuan ini bisa ditandai dengan munculnya berbagai konflik yang terjadi di berbagai
daerah, tawuran antarpelajar, dan tindak kekerasan lainnya. Berbagai hal tersebut bisa
berdampak negatif dengan banyaknya korban jiwa antarsesama warga masyarakat
Indonesia. Hal ini membuat seolah-olah wawasan kebangsaan yang telah dilandasi nilai-
nilai Pancasila telah hilang dalam masyarakat. Padahal nilai-nilai Pancasila lebih
mengutamakan hidup yang rukun antarsesama bangsa Indonesia.
2. Tantangan dari Luar Masyarakat
Selain tantangan yang hadir dari dalam masyarakat Indonesia sendiri, bangsa
Indonesia juga dihadapkan dengan perkembangan zaman yang sangat cepat. Saat ini
dunia sedang bergerak terus dalam mencari suatu tata hubungan yang baru, baik dari
ekonomi, pertahanan keamanan, dan juga politik. Meskipun bangsa-bangsa lain juga
menyadari pentingnya kerja sama antarnegara, tetapi persaingan kekuatan besar dunia
masih terjadi.
Salah satu cara yang dilakukan untuk menanamkan pengaruh terhadap negara
lain yaitu melaui penyusupan ideologi, baik yang langsung atau tidak. Maka dari itu,
sebagai bangsa Indonesia kita harus waspada untuk menanggulangi penyusupan ideologi
yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila. Hal ini penting untuk kita lakukan karena
bangsa kita masih termasuk sebagai bangsa yang berkembang. Bangsa yang
berkembang sangat terbuka kemungkinan untuk berpaling dari Pancasila, apalagi cita-
cita masyarakat belum sepenuhnya terwujud.
3. Tantangan dari Pengaruh Globalisasi
Selain tantangan berupa penyusupan ideologi lain selain Pancasila, juga ada
tantangan dari pengaruh globalisasi. Adanya globalisasi ini bisa mengakibatkan adanya
kebebasan dengan meniru kebudayaan luar. Peniruan dari kebudayaan luar ini bisa
menjadi dampak negatif jika bertolak belakang dengan nilai-nilai luhur bangsa.
Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang
"Mencari Bentuk Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Era Globalisasi" pada 9
Maret 2020, seperti dikutip dari laman resmi Lembaga Ketahanan Nasional RI,
mengatakan, Pancasila merupakan ideologi terbuka. Sebagai ideologi terbuka, Pancasila
bisa memadukan beberapa nilai baru dalam kehidupan bernegara. Namun, kendati
sifatnya terbuka, Pancasila harus dijaga kemurniannya agar tidak terancam oleh
ideologi-ideologi lain. Kedatangan ideologi lain tidak terlepas dari perkembangan
teknologi informasi, seperti berbagai platform sosial media (sosmed), merebaknya
media online, dan lain-lain.
Oleh karena itu, penerapan Pancasila sebaiknya memanfaatkan teknologi agar
menarik perhatian generasi muda serta masyarakat untuk lebih bisa memaknai dan
mengamalkannya. Rektor UIN Antasari, Mujiburrahman, melalui tulisan "Pembinaan
Nilai-Nilai Pancasila Zaman Now" dalam situs resmi Universitas Islam Negeri Antasari
Banjarmasin, menyebutkan, media sosial, misalnya, tidak boleh disia-siakan dan
selayaknya dimanfaatkan untuk menginformasikan ideologi Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai