Anda di halaman 1dari 8

BAB II

DIMENSI HISTORIS PERUMUSAN PANCASILA


1. Bangsa Indonesia
Bangsa manapun di muka bumi ini tidak akan mungkin terlepas dari perjalanan sejarah
panjang nenek moyang bangsa yang bersangkutan. Keberadaan bangsa Indonesia saat ini tidak
bisa dilepaskan dari perjalanan panjang sejarah nenek moyang bangsa sejak ratusan bahkan
ribuan tahun yang lalu. Nenek moyang Bangsa Indonesia memiliki sejarah yang cukup tua,
diperkirakan 2000-3000 tahun sebelum Masehi, yang ditandai oleh datangnya bangsa-bangsa
dari Cina Selatan secara bergelombang. Kemudian dikenal sebagai melayu tua dan melayu muda
dan menjadi asal-usul bangsa yang menghuni nusantara ini. Nama Indonesia berasal dari tulisan-
tulisan:
a. James Richardson Logan (Inggris), berjudul Journal of The Indian Archipelago and Estern
Asia. Beliau memilih istilah geografis murni Indonesia, yang pada hakekatnya merupakan
sinonim yang lebih singkat bagi kepulauan India.
b. W. E. Maxwell (Inggris) tahun 1862 M, berjudul The Island of Indonesian.
c. Adolf Bastian (Jerman) tahun 1889 M, menggunakan istilah Indonesia (Indonesos) untuk
kepulauan dan bangsa Indonesia.
Penduduk yang mendiami rangkaian kepulauan di daerah tropis dengan batas lingkungan
6o lintang utara (LU) dan 11o Lintang Selatan (LS) serta 95o sampai 141o Bujur Timur (BT)
dalam perkembangan sejarahnya timbul menjadi suatu bangsa yang besar, di wilayah antara dua
Benua, Asia dan Australia dan dua Samudera yang luas, Samudera Indonesia dan Samudera
Pasifik. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan istilah Indonesia mengandung dua makna:
a. Makna geografis, berarti sebagian bumi yang membentang dari 95o-114oBT dan 6o LU-11o
LS
b. Makna bangsa dalam arti politis, yaitu bangsa yang hidup dalam wilayah tersebut di atas.

2. Masa Kejayaan Nasional


Berdasarkan bukti sejarah yang ada, sebelum datang imperialisme barat akhir abad 16,
nenek moyang bangsa Indonesia merupakan bangsa yang merdeka, dan hidup dalam berbagai
negara berbentuk kerajaan yang bebas merdeka dan berdaulat. Menurut catatan sejarah pula,
nenek moyang bangsa Indonesia pernah mengalami masa kejayaan nasional, yaitu berdirinya
negara-negara nasional. Negara nasional yang dimaksud adalah Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan
Majapahit. Kerajaan Sriwijaya berpusat di Palembang, Sumatera Selatan dan berdiri sekitar abad
VII-XIII. Pusat pemerintahannya di tepi Sungai Kampar di Palembang. Wilayah kekuasaannya
meliputi sebagain besar Sumatera, Bangka, Semenanjung Malaya, dan sebagian besar Jawa
Barat. Karena luas kekuasaannya, maka Kerajaan Sriwijaya sering disebut sebagai Negara
Nasional pertama di Indonesia.
Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan Budha dan merupakan negara maritim. Sebagai negara
maritim, Sriwijaya memiliki angkatan laut yang besar, tangguh dan sangat kuat yang digunakan
untuk mempertahankan keutuhan, kedaulatan dan wilayah kekuasaannya. Di antara raja-raja
Kerajaan Sriwijaya yang paling terkenal adalah raja Balaputra Dewa. Kerajaan Sriwijaya
mempunyai beberapa kemampuan, yaitu: menguasai lautan nusantara, mengadakan pelayaran
Internasional, menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara, menjalin hubungan internasional
dengan beberapa negara, seperti India, Cina, Persia, dan Syiria, mengirim pemuda-pemudanya
untuk belajar di luar negeri, menjadi pusat agama Budha di Asia Tenggara, mendirikan
perguruan tinggi ilmu agama budha, dan Banyak dikunjungi oleh mahasiswa dan sarjana dari
kawasan Nusantara dan dari mancanegara
Raja-raja Sriwijaya telah menjalankan politik dalam negeri dan politik luar negeri dengan
sukses. Politik dalam negeri dijalankan dengan melakukan ekspansi menaklukkan kerajaan-
kerajaan lain di Sumatera. Politik luar negeri dijalankan dengan melakukan hubungan
persahabatan dengan negara-negara lain. Pada zaman Sriwijaya, telah tumbuh nilai-nilai politik
luar negeri yang bebas dan aktif. Kehidupan sosial kemasyarakatan telah tertata dengan baik,
kehidupan perekonomian Sriwijaya telah berjalan dengan baik dan makmur. Kerajaan Sriwijaya
terkenal dengan julukan “Swarna Dwipa” yang berarti pulau emas dan perak. Ini disebabkan
karena kebesaran Sriwijaya di berbagai bidang seperti pelayaran, perniagaan, pusat agama
Budha, yang telah mengakibatkan mengalirnya kekayaan berupa emas dan perak.
Majapahit merupakan kerajaan Hindu dan didirikan oleh Raden Wijaya pada tahun 1293,
di desa Tarik Jawa Timur. Wilayah kekuasaannya meliputi seluruh kepulauan Nusantara,
termasuk Semenanjung Malayu, Kamboja Selatan, Kalimantan Utara, Philipina Selatan, Timor
Timur dan Irian Barat. Karena luas kekuasaannya, maka Kerajaan Majapahit sering disebut
sebagai Negara Nasional Kedua di Indonesia. Di antara raja-raja Majapahit yang paling terkenal
adalah Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada dan didampingi oleh Jenderal
Aditiyawarman dan Laksamana Nala. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Majapahit mencapai
puncak keemasannya dimana Wilayah Nusantara dan beberapa wilayah lainnya dapat
dipersatukan. Hal ini terwujud berkat keuletan Mahapatih Gajah Mada dengan Sumpah Palapa
yang berbunyi: “tidak akan hamukti (menikmati) Palapa (rempah-rempah) sebelum menguasai
dan mempersatukan Gurun, Tanjung Pura, Paham, Dompo, Bali, Palembang dan Tumasik”.
Politik luar negerinya diarahkan untuk membina kerjasama dengan kerajaan-kerajaan luar
negeri, sementara politik dalam negerinya diarahkan untuk menata dan mempersatukan seluruh
daerah di bawah kekuasaan Majapahit. Kehidupan sosial ditata dengan baik, roda perekonomian
telah mendatangkan kesejahteraan dan kemakmuran. Kehidupan kebudayaan sangat maju,
banyak karya tulis di bidang kebudayaan seperti buku Negara Kertagama yang ditulis oleh Empu
Prapanca dan buku Sutasoma hasil karya Empu Tantular. Dalam buku Negara Kertagama
terdapat istilah Pancasila yang diartikan Lima Pantangan dalam agama Budha, sedangkan dalam
buku Sutasoma ditemukan istilah Bhinneka Tunggal Ika yang berarti walaupun berbeda-beda
namun satu jua adanya.

3. Masa Penjajahan
Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI maka berkembanglah agama Islam
dengan pesatnya di Indonesia. Bersamaan dengan itu berkembang pulalah kerajaan-kerajaan
Islam seperti kerajaan Demak dan mulailah berdatangan orang-orang Eropa di nusantara. Mereka
itu antara lain orang Portugis yang kemudian diikuti oleh orang-orang Spanyol yang ingin
mencari pusat tanaman rempah-rempah. Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang pada
awalnya berdagang adalah orang-orang bangsa Portugis. Namun lama kelamaan bangsa Portugis
mulai menunjukkan perannya dalam bidang perdagangan yang meningkat menjadi praktek
penjajahan misalnya Malaka sejak tahun 1511 dikuasai oleh Portugis. Penjajahan ini mewujud
dalam bentuk dominasi politik, eksploitasi ekonomi, diskriminasi sosial dan penetrasi budaya.
Pada akhir abad XVI bangsa Belanda datang pula ke Indonesia dengan menempuh jalan
yang penuh kesulitan. Untuk menghindarkan persaingan di antara mereka sendiri (Belanda),
kemudian mereka mendirikan suatu perkumpulan dagang yang bernama V.O.C (Verenigde Oost
Indische Compagnie), yang di kalangan rakyat dikenal dengan istilah ‘Kompeni’. Praktek-
praktek VOC mulai kelihatan dengan paksaan-paksaan sehingga rakyat mulai mengadakan
perlawanan. Mataram di bawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) berupaya mengadakan
perlawanan dengan menyerang ke Batavia pada tahun 1628 dan tahun 1629, walaupun tidak
berhasil meruntuhkan namun Gubernur Jenderal J. P. Coen tewas dalam serangan Sultan Agung
yang kedua itu.
Beberapa saat setelah Sultan Agung mangkat maka Mataram menjadi bagian kekuasaan
kompeni. Bangsa Belanda mulai memainkan peranan politiknya dengan licik di Indonesia. Di
Makasar yang memiliki kedudukan yang sangat vital berhasil juga dikuasai oleh kompeni tahun
(1667) dan timbullah perlawanan dari rakyat Makasar di bawah Hasanudin. Menyusul pula
wilayah Banten (Sultan Ageng Tirtoyoso) dapat ditundukkan pula oleh kompeni pada tahun
1684. Perlawanan Trunojoyo, Untung Suropati di Jawa Timur pada akhir abad XVII nampaknya
tidak mampu/meruntuhkan kekuasaan kompeni pada saat itu. Demikian pula ajakan Ibnu
Iskandar pimpinan armada dari Minangkabau untuk mengadakan perlawanan bersama terhadap
kompeni juga tidak mendapat sambutan yang hangat. Perlawnan bangsa Indonesia terhadap
penjajah yang terpencar-pencar dan tidak memiliki koordinasi tersebut banyak mengalami
kegagalan sehingga banyak menimbulkan korban bagi anak-anak bangsa. Demikianlah Belanda
pada awalnya menguasai daerah-daerah yang strategis dan kaya akan hasil rempah-rempah pada
abad XVII dan nampaknya semakin memperkuat kedudukannya dengan didukung oleh kekuatan
militer.
Pada abad itu sejarah mencatat bahwa Belanda berusaha dengan keras untuk memperkuat
dan mengintensifkan kekuasaannya di seluruh Indonesia. Mereka ingin membulatkan
hegemoninya sampai kepelosok-pelosok nusantara. Melihat praktek-praktek penjajahan Belanda
tersebut maka meledaklah perlawanan rakyat di berbagai wilayah nusantara, antara lain:
Patimura di Maluku (1817), Badarudin di Palembang (1819), Imam Bonjol di Minangkabau
(1821-1837), Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830), Jlentik, Polim, Teuku Tjik di
Tiro, Teuku Umar dalam perang Aceh (1860), anak Agung Made dalam perang Lombok (1894-
1895), Sisingamangaraja di tanah Batak (1900), dan masih banyak perlawanan rakyat di berbagai
daerah di nusantara. Dorongan akan cinta tanah air menimbulkan semangat untuk melawan
penindasan dari bangsa Belanda, namun sekali lagi karena tidak adanya kesatuan dan persatuan
di antara mereka dalam perlawanan melawan penjajahan, maka perlawanan tersebut senantiasa
kandas dan bahkan menimbulkan banyak korban.
Penghisapan mulai memuncak ketika Belanda mulai menerapkan sistem monopoli melalui
tanam paksa (1830-1870) dengan memaksakan beban kewajiban terhadap rakyat yang tidak
berdosa. Penderitaan rakyat semakin menjadi-jadi dan Belanda sudah tidak peduli lagi dengan
ratap penderitaan tersebut, bahkan mereka semakin gigih dalam menghisap rakyat untuk
memperbanyak kekayaan bangsa Belanda. Setelah Nederland diserbu oleh tentara Nazi Jerman
pada tanggal 5 Mei 1940 dan jatuh pada tanggal 10 Mei 1940, maka Ratu Wihelmina dengan
segenap aparat pemerintahannya mengungsi ke Inggris, sehingga pemerintahan Belanda masih
dapat berkomunikasi dengan pemerintah jajahan di Indonesia. Janji Belanda tentang Indonesia
merdeka di kelak kemudian hari dalam kenyataannya hanya suatu kebohongan belaka sehingga
tidak pernah menjadi kenyataan. Bahkan sampai akhir pendudukan pada tanggal 10 Maret 1940,
kemerdekaan bangsa Indonesia itu tidak pernah terwujud.
Fasis Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang Pemimpin Asia, Jepang
Saudara Tua Bangsa Indonesia”. Akan tetapi dalam perang melawan Sekutu Barat yaitu
(Amerika, Inggris, Rusia, Prancis, Belanda dan negara Sekutu lainnya) nampaknya Jepang
semakin terdesak. Oleh karena itu agar mendapat dukungan dari bangsa Indonesia, maka
pemerintah Jepang bersikap bermurah hati terhadap bangsa Indonesia, yaitu menjanjikan
Indonesia merdeka di kelak kemudian hari. Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan hari
ulang tahun Kaisar Jepang, beliau memberikan hadiah ‘ulang tahun’ kepada bangsa Indonesia
yaitu janji kedua pemerintah Jepang berupa ‘kemerdekaan tanpa syarat’. Janji itu disampaikan
kepada bangsa Indonesia seminggu sebelum bangsa Jepang menyerah, dengan Maklumat
Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di seluruh Jawa dan
Madura), No. 23. Dalam janji kemerdekaan yang kedua tersebut bangsa Indonesia diperkenankan
untuk memperjuangkan kemerdekaannya. Bahkan dianjurkan kepada bangsa Indonesia untuk
berani mendirikan negara Indonesia merdeka di hadapan musuh-musuh Jepang yaitu Sekutu
termasuk kaki tangannya NICA (Netherlands Indie Civil Administration), yang ingin
mengembalikan kekuasaan kolonialnya di Indonesia. Bahkan NICA telah melancarkan
serangannya di pulau Tarakan dan Morotai.
Untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari bangsa Indonesia maka sebagai realisasi
janji tersebut maka dibentuklah suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha
persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
(BPUPK) atau Dokuritu Zyunbi Tjoosakai yang kemudian berganti menjadi Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyumbii Iinkai).
4. Faham Kebangsaan Dan Perumusan Pancasila
Pada abad XX di panggung politik internasional terjadilah pergolakan kebangkitan Dunia
Timur dengan suatu kesadaran akan kekuatannya sendiri. Republik Philipina (1898), yang
dipelopori Joze Rizal, kemenangan Jepang atas Rusia di Tsunia (1905), gerakan Sun Yat Sen
dengan Republik Cinanya (1911). Partai Kongres di India dengan tokoh Tilak dan Gandhi, dan di
Indonesia bergolaklah kebangkitan akan kesadaran berbangsa yaitu kebangkitan nasional (1908)
dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo dengan organisasi Budi Utomonya. Gerakan inilah
yang merupakan awal gerakan nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang merdeka, yang
memiliki kehormatan dan martabat dengan kekuatannya sendiri. Momentum inilah yang
seringkali disebut sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia, karena mulai saat itulah para
pemimpin pergerakan untuk kemerdekaan merasakan dorongan dan semangat yang kuat untuk
bersatu sebagai satu bangsa. Sedangkan keberadaan Jawa, Sunda, Batak, Bugis, Minang, Ambon
dll dalam konteks ini adalah sebagai sukubangsa/etnis dengan kekayaan sejarah dan budaya
masing-masing.
Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 inilah yang merupakan pelopor
pergerakan lainnya. Organisasi-organisasi pergerakan nasional itu antara lain: Sarekat Dagang
Islam (SDI) (1909), yang kemudian dengan cepat mengubah bentuknya menjadi gerakan politik
dengan mengganti namanya menjadi Sarekat Islam (SI) tahun (1911) di bawah H.O.S.
Cokroaminoto. Berikutnya munculah Indische Partij (1913), yang dipimpin oleh tiga serangkai
yaitu: Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, Suwardi Suryaningrat (yang kemudian lebih
dikenal dengan Ki Hajar Dewantoro). Sejak semula partai ini menunjukkan keradikalannya,
sehingga tidak dapat berumur panjang karena pemimpinnya dibuang ke luar negeri (1913).
Dalam situasi yang menggoncangkan itu munculah Partai Nasional Indonesia (PNI) (1927)
yang dipelopori oleh Soekarno, Cipto Mangunkusumo, Sartono, dan tokoh lainnya. Mulailah kini
perjuangan nasional Indonesia dititikberatkan pada kesatuan nasional dengan tujuan yang jelas
yaitu Indonesia merdeka. Tujuan itu diekspresikannya dengan kata-kata yang jelas, kemudian
diikuti dengan tampilnya golongan pemuda yang tokoh-tokohnya antara lain: Muh. Yamin,
Wongsonegoro, Kuncoro Purbopranoto, serta tokoh-tokoh muda lainnya. Perjuangan rintisan
kesatuan nasional kemudian diikuti dengan Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, yang
isinya pengakuan satu tanah air, pengakuan satu bangsa, dan menjunjung bahasa persatuan,
Indonesia. Lagu Indonesia raya pada saat ini pertama kali dikumandangkan dan sekaligus
sebagai penggerak kebangkitan kesadaran berbangsa dan bernegara.
Kemudian PNI oleh para pengikutnya dibubarkan, dan diganti bentuknya dengan Partai
Indonesia dengan singkatan Partindo (1931). Kemudian golongan Demokrat antara lain Moh.
Hatta dan St. Syahrir mendirikan PNI baru yaitu Pendidikan Nasional Indonesia (1933), dengan
semboyan kemerdekaan Indonesia harus dicapai dengan kekuatan sendiri. Memasuki era
penjajahan atau pendudukan balatentara Jepang sejak tahun 1942, para pemimpin pergerakan
tetap memperjuangkan kemerdekaan dengan caranya masing-masing. Di tengah keterdesakan
balatentara Jepang dalam Perang dunia ke 2 di kawasan Asia Pasifik, dalam upaya menarik
simpati rakyat Indonesia memberikan janji kemerdekaan. Hal itu antara lain kemudian
ditindaklanjuti dengan pembentukan BPUPKI dan PPKI.
Sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan diterapkan, yang
memunculkan tiga pembicaraan yaitu Mr.Muh. Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Tanggal
18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaannya yang di dalamnya termuat isi
rumusan otentik lima prinsip (Pancasila) sebagai dasar negara. Walaupun dalam Pembukaan
UUD 1945 tidak termuat istilah/kata Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar negara
Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama
dalam rangka pembentukan rumusan dasar negara yang secara spontan diterima oleh peserta
sidang BPUPKI secara bulat.
Secara historis proses perumusan Pancasila berasal dari beberapa tokoh bangsa, yaitu,
Pertama, Mr. Muhammad Yamin, yang pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin
berpidato mengusulkan lima asas dasar negara sebagai berikut: (1) Peri Kebangsaan, (2). Peri
Kemanusiaan, (3) Peri Ketuhanan, (4) Peri Kerakyatan, dan (5) Kesejahteraan Rakyat. Setelah
berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai rancangan UUD RI yang di
dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut: (1).Ketuhanan Yang Maha
Esa, (2). Kebangsaan persatuan Indonesia, (3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, (4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, (5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Kedua, Mr. Soepomo yang pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 yang mengusulkan
lima dasar negara sebagai berikut: (1). Persatuan (2) Kekeluargaan, (3). Keseimbangan lahir dan
batin, (4) Musyawarah, (5) Keadilan rakyat. Ketiga, Ir. Soekarno, yang pada sidang BPUPKI
tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar negara yang disebut dengan nama
Pancasila secara lisan/tanpa teks yang susunannya sebagai berikut: (1), Nasionalisme atau
Kebangsaan Indonesia, (2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan, (3). Mufakat atau
Demokrasi, (4) Kesejahteraan Sosial, (5). Ketuhanan yang berkebudayaan. Selanjutnya beliau
mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu Sosio Nasionalisme (Nasionalisme
dan Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan
yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang intinya adalah
“gotong royong”.
Selain itu, dikenal pula rumusan dasar negara pada Piagam Jakarta. Hal ini berkaitan
dengan peristiwa pada tanggal 22 Juni 1945 ketika diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI
(Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Djakarta” atau Djakarta Charter dan di
dalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 rumusan kalimat sila pertama berubah
menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa bersamaan dengan disahkannya UUD 1945 sebagai
konstitusi/UUD NKRI. Dalam alinea ke 4 Pembukaan UUD tersebut terdapat rumusan otentik
Pancasila sebagai dasar negara, yang susunan sila-silanya dikenal masyarakat luas sampai
dengan sekarang ini

Anda mungkin juga menyukai