Kerajaan Kutai
Zaman Penjajahan
Pada abat ini sejarah mencatat bahwa Belanda berusaha dengan keras
untuk memperkuat dan mengitensifkan kekuasaannya di seluruh
Indonesia. Melihat hal tersebut maka munculah perlawanan yang masih
bersifat kedaerahaan. Seperti di Maluku (1817), Imam Bonjol (1821-
1837), Pangeran Diponegoro dan masih banyak lainnya.
Dorongan akan cinta tanah air menimbulkan semangat untuk melawan
penindasan belanda, namun sekali lagi karena tidak adanya kesatuan dan
persatuan di antara mereka dalam melawan penjajah, maka perlawanan
terebut senantiasa kandas dan menimbulkan banyak korban.
Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI maka
berkembanglah agama islam dengan pesatnya di Indonesia. Bersama
dengan itu berkembang pulalah kerajaan-kerajaan islam seperti kerajan
Demak, dan mulailah berdatangan orang-orang Eropa di nusantara.
Mereka itu antara lain orang Portugis yang kemudian diikuti oleh orang-
orang Spanyol yang ingin mencari pusat tanaman rempah-rempah.
Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang pada awalnya berdagang
adalah orang-orang portugis. Pada akhir abad ke XVI bangsa Belanda
datang pula ke Indonesia dengan menempuh jalan yang penuh kesulitan.
Utuk menghindarkan persaingan diantara mereka sendiri, kemudian
mereka mendirikan suatu perkumpulan dagang yang bernama V.O.C,
yang dikalangan rakyat dikenal dengan istilah ‘kompeni’.
Praktek-praktek VOC mulai kelihatan dengan paksaan-paksaan sehingga
rakyat mulai mengadakan perlawanan. Mataram dibawah pemerintahan
Sultan Agung (1613-1645) berupaya mengadakan perlawanan dan
menyerang ke Batavia pada tahun 1628 dan tahun 1929, walaupun tidak
berhasil meruntuhkan namun Gubernur Jendral J.P Coen tewas dalam
serangan Sultan Agung yang kedua itu.
Di Makasar yang memiliki kedudukan yang sangat vital berhasil juga
dikuasai kompeni tahun 1667 dan timbullah perlawanan dari rakyat
Makasar di bawah Hasanudin. Menyusul pula wilayah Banten (Sultan
Ageng Tirtoyoso) dapat ditundukkan pula oleh kompeni pada tahun
1684. Perlawanan Trunojoyo, Untung Suropati di Jawa Timur pada akhir
abad ke XVII nampaknya tidak mampu meruntuhkan kekuasa. Demikian
kompeni pada saat itu. Demikian pula ajakan Ibnu Iskandar pimpinan
Armada dari Minangkabau untuk mengadakan perlawanan bersama
terhadap kompeni juga tidak mendapat sambutan yang hangat.
perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan yang terpencar-pencar
dan tidak memiliki koordinasi tersebut banymengalami kegagalan
sehingga banyak menimbulkan korban bagi anak-anak bangsa.
Pancasila Menurut Pandangan Presiden
Presiden Soekarno
1 Juni 1945, tepat pukul 09.00 WIB, Soekarno bangkit dari kursinya dan
memulai pidatonya di hadapan peserta sidang umum Dokuritsu Junbi
Cosakai, atau badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Tanpa teks, Soekarno berpidato menggelora soal
apa arti kemerdekaan dan dasar negara Indonesia. Puluhan anggota
BPUPKI yang hadir terpukau dibuatnya.
Bukan Deklarasi Kemerdekaan Amerika, bukan pula Manifesto
Komunis. Bung Karno juga menolak pandangan dari bangsa lain,
termasuk Jepang. Indonesia harus berdiri di atas jati dirinya sendiri.
Bung Karno menyebut lima pemikirannya untuk dasar negara:
1. Kebangsaan
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan,
3. Demokrasi
4. Keadilan Sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Setelah panjang lebar menjelaskan satu per satu isi dari buah pikirannya,
Soekarno lantas menjelaskan alasannya membuat lima dasar. Di hadapan
peserta sidang, Bung Karno menjelaskan kenapa harus berjumlah lima.
"Rukun Islam ada lima. Jari kita ada lima setangan. Kita mempunyai
pancaindra. Jumlah pahlawan kita Mahabharata, pendawa, juga lima.
Sekarang asas-asas dasar mana kita akan mendirikan negara, lima pula
bilangannya."
Lalu, dia pun memperkenalkan kata Pancasila. "Jika kuperas yang lima
ini menjadi satu, maka dapatlah aku satu perkataan yang tulen, yaitu
perkataan gotong royong. Gotong royong adalah pembantingan tulang
bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu
bersama. Amal semua buat semua. Prinsip Gotong royong di antara yang
kaya dan yang tidak kaya, Antara
Islam dan yang Kristen, antara yang Indonesia dan yang non-Indonesia.
Inilah saudara-saudara, yang kuusulkan kepada saudara-saudara."
Pidato Soekarno soal dasar negara itu diterima oleh BPUPKI. Namun
perumusan Pancasila belum usai.
Tanggal 9 Juni 1945, BPUPKI membentuk Tim Sembilan. Anggotanya
adalah Soekarno, Muhammad Hatta, AA Maramis, Abikusno
Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, Agus Salim, Ahmad Soebardjo,
Wahid Hasyim, dan Muhammad Yamin.
Tanggal 22 Juni mereka merumuskan lima pikiran Soekarno tersebut
dan mengubah urutannya. Ada beberapa kata yang diganti.
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan ini yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Soekarno
adalah salah satu orang yang memperjuangkan BPUPKI agar menerima
isi Piagam Jakarta ini sebagai dasar negara. Namun perdebatan soal sila
pertama Piagam Jakarta ini terus terjadi.
"Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya," kata-
kata ini yang dipersoalkan. Dengan tujuh kata ini, Indonesia dianggap
menuju negara Islam. Para wakil Indonesia dari Indonesia Timur
menolak tujuh kata ini.
Terjadi debat antara golongan Islam dan golongan Nasionalis. Soekarno
sendiri menarik diri dari debat ini.
Ki Bagoes Hadikoesoemo, menilai bahwa kemerdekaan Indonesia diraih
juga berkat perjuangan umat Islam. Islam juga merupakan agama
mayoritas di Indonesia. Pendapat ini disanggah dengan mengatakan di
wilayah Timur, komposisinya berbeda. Karena itu dasar negara diminta
tak menggunakan agama tertentu. Perdebatan dan lobi terus terjadi.
Dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18
Agustus 1945, diputuskan untuk melakukan perubahan pada sila pertama
dari yang ditulis dalam Piagam Jakarta. Tujuh kata itu, "dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya", kemudian
dihapus.
Mohammad Hatta menyampaikan alasannya. Jika tujuh kata itu tetap
dimuat, ada kekhawatiran timbul gejolak dari pemeluk agama lain. Saat
itu para pemimpin Indonesia merasa perlu merangkul semua komponen
bangsa di negara yang baru terbentuk itu.
Terciptalah kompromi hingga kemudian rumusan Pancasila versi 18
Agustus 1945 itu menjadi seperti yang dikenal saat ini:
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab UI
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Hari Lahir Pancasila kini diperingati setiap tanggal 1 Juni. Merujuk pada
pidato pertama Soekarno di depan BPUPKI tentang membentuk dasar
sebuah negara. Indonesia harus berdiri di atas jati dirinya sendiri.
Presiden Soeharto
Selama bangsa Indonesia tetap berpegang kepada Pancasila sebagai
landasan idiilnya, dan UUD’45 sebagai landasan konstitusinya, (dan
tetap setia kepada cita-cita perjuangannya, ialah mencapai masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila), dengan sendirinya persatuan
dan kesatuan bangsa itu akan bisa terwujud. Berpegang kepada kedua
hal itu, cita-cita perjuangan sebagai bangsa yang tetap ingin merdeka,
berdaulat, bisa hidup dalam kemakmuran dan keadilan, niscaya akan
tercapai!
Presiden BJ Habibie
Presiden Ketiga Republik Indonesia BJ Habibie mengatakan Pancasila
adalah darah daging dalam jiwa bangsa Indonesia.
Pernyataan itu disampaikannya dalam Dialog Kebangsaan: Mengelola
Kebregaman Meneguhkan Keindonesiaan yang digelar Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI).
"Pancasila is a must dan itu bukan hasil dari suatu generasi tapi bung
Karno sendiri katakan dia gali dari tubuh bangsa Indonesia. Di situ
(Pancasila) sudah ada dalam tubuh kita sendiri, pelihara baik dan
sesuaikan dengan keadaan teknologi, kendala baru dan adanya informasi
bisa masuk kesini," kata Habibie di kantor LIPI, Jakarta Selatan, Selasa
(15/8).
Habibie pun mengambil contoh pada sila pertama yang berbunyi
Ketuhanan Yang Maha Esa. Orang Indonesia, kata Habibie, tahu banyak
jalan menuju Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Karena itu walau masyarakat Islam terbesar kita bukan negara Islam,
kita adalah negara dari masyarakat yang percaya pada Tuhan Yang
Maha Esa. Adanya pencipta dari kita semua, itu adalah dasar kehidupan
di muka bumi," kata Habibie.
Disusun Oleh :
Nama : Rafi Aji Muhtarum
NIM : 171011402545
Kelas : 03TPLP021
TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PAMULANG
Jl. Surya Kencana No. 1 Pamulang Telp (021)7412566,Fax. (021)7412566
Tangerang Selatan - Banten