2.1
PENDAHULUAN
Pembahasan dalam Modul 2 ini bertujuan untuk memahami dan menginternalisasi nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa Indonesia, yang meliputi :
A. Masa Kejayaan Nasional 1. Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya 2. Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit B. Masa Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajah 1. Perjuangan sebelum abad XX 2. Kebangkitan Nasional 1908 3. Sumpah Pemuda 1928 4. Perjuangan bangsa Indonesia pada masa penjajahan Jepang. C. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 1. Proses perumusan Pancasila dan UUD 1945 2. Proklamasi kemerdekaan dan maknanya 3. Proses pengesahan Pancasila dasar negara dan UUD 1945 D. Perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia 1. Masa revolusi fisik 2. Masa demokrasi liberal 3. Masa orde lama 4. Masa orde baru 5. Masa era global
Kira-kira pada abad VII-XlI, telah berdiri kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan dan kemudian pada abad XllI-XVl berdiri pula kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Menurut Mr. Muhammad Yamin, berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berdirinya kerajaan-kerajaan lama tersebut yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap. Pertama, pada Zaman negara kebangsaan Sriwijaya di bawah Wangsa Syailendra (600-1400). Kedua, negara kebangsaan Zaman Majapahit (1293-1525). Ketiga, adalah negara kebangsaan modern, yaitu Negara Indonesia yang merdeka tanggal I7 Agustus 1945. (Sekretariat Negara Rl. 1995)
2.2
berdampingan secara damai. Pada kerajaan Sriwijaya terdapat pusat kegiatan pembinaan dan pengembangan agama Budha. b. Nilai sila kedua, terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India (Dinasti Harsha). Pengiriman para pemuda untuk belajar di India. Telah tumbuh nilai-nilai politik luar negeri yang bebas dan aktif. c. Nilai sila ketiga, sebagai negara maritim, Sriwijaya telah menerapkan konsep negara kepulauan sesuai dengan konsepsi wawasan nusantara. d. Nilai sila keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas, meliputi (Indonesia sekarang) Siam, dan Semenanjung Melayu. e. Nilai sila kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan, sehingga kehidupan rakyatnya sangat makmur.
Sebelum kerajaan Majapahit berdiri telah muncul kerajaan-kerajaan di jawa Tengah dan jawa Timur secara silih berganti,yaitu Kerajaan Kalingga (abad ke-Vll), Sanjaya (abad ke-VIII), sebagai refleksi puncak budaya dan kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi Borobudur (candi agama budha pada abad ke-IX) dan candi Prambanan (candi agama Hindu pada abad keX). Di Jawa Timur muncul pula kerajaan-kerajaan, yaitu Isana (abad ke-IX), Dharmawangsa (abad ke-X), dan Airlangga (abad ke-Xl). Agama yang diakui kerajaan adalah agama Budha, agama Wisnu, dan agama Syiwa yang telah hidup berdampingan secara damai. Nilai-nilai kemanusiaan telah tercermin dalam kerajaan ini, terbukti menurut prasasti Kelagen bahwa Raja Airlangga telah mengadakan hubungan dagang dan be kerja sama dengan Benggala, Chola, dan Champa. Sebagai nilai-nilai sila keempat telah terwujud, yaitu dengan diangkatnya Airlangga sebagai raja melalui musyawarah antara pengikut Airlangga dengan rakyat dan kaum Brahmana. Sedangkan nilai-nilai keadilan sosial terwujud pada saat Raja Airlangga memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk demi kesejahteraan pertanian rakyat. (Aziz Toyibin, 1997). Pada abad ke-XIII, berdiri kerajaan Singasari di Kediri, jawa Timur, yang ada hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit (1293). Zaman keemasan Majapahit terjadi pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada. Wilayah kekuasaan Maja pahit semasa jayanya membentang dari Semenanjung Melayu sampai ke Irian jaya. Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa telah terbukti pada waktu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan secara damai. Empu Prapanca menulis Negarakertagama (1365) yang di dalamnya telah terdapat istilah Pancasila. Empu Tantular mcngarang buku Sutasoma di mana dalam buku itu terdapat seloka persatuan nasional yang berbunyi "Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua", artinya walaupun berbeda-beda, namun satu jua dan tidak ada agama yang memiliki tujuan yang berbeda. Hal ini menunjukkan realitas beragama saat itu. Seloka toleransi ini juga diterima oleh kerajaan Pasai di Sumatera sebagai bagian kerajaan Majapahit yang telah memeluk agama Islam. Sila kemanusiaan telah terwujud, yaitu hubungan Raja Hayam Wuruk dengan baik dengan kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa, dan Kamboja. Di samping itu, juga mengadakan persahabatan dengan negara-negara tetangga atas dasar Mitreka Satata. Sebagai perwujudan nilai-nilai sila persatuan Indonesia telah terwujud dengan keutuhan kerajaan, khususnya Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Gajah Mada yang diucapkannya pada sidang Ratu dan menteri-menteri pada tahun 1331 yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya yang berbunyi: "Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa, jika seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara, jika gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik telah dikalahkan. (Muh. Yamin, 1960).
2.4
Sila kerakyatan (keempat) sebagai niiai-nilai musyawarah dan mufakat juga telah dilakukan oleh sistem pemerintahan kerajaan Majapahit. Menurut prasasti Brumbung (1329), dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat semacam penasihat kerajaan, seperti Rakryan I Hino, I Sirikan, dan I Halu yang berarti memberikan nasihat kepada raja. Kerukunan dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat telah menumbuhkan adat bermusyawarah untuk mufakat dalam memutuskan masalah bersama. Sedangkan perwujudan sila keadilan sosial adalah sebagai wujud dari berdirinya kerajaan beberapa abad yang tentunya ditopang dengan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Berdasarkan uraian di atas dapat kita pahami bahwa zaman Sriwijaya dan Majapahit adalah sebagai tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya.
Belanda. Masuknya bangsa Eropa seiring dengan keruntuhan Majapahit sebagai akibat
perselisilian dan perang saudara, yang berarti nilai-nilai nasionalisme sudah ditinggalkan, walaupun abad keXVl agama Islam berkembang dengan pesat dengan berdirinya kerajaankerajaan Islam, seperti Samudra Pasai dan Demak, tampaknya tidak mampu membendung tekanan bangsa Eropa memasuki Indonesia. Sejak itu, mulailah lembaran hitam sejarah Indonesia dengan penjajahan Eropa, khususnya Belanda. Masa pejajahan Belanda itu dijadikan tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya, sebab pada zaman penjajahan ini apa yang telah dicapai oleh bangsa Indonesia pada zaman Sriwijaya dan Majapahit menjadi hilang. Kedaulatan negara hilang, persatuan dihancurkan, kemakmuran lenyap, wilayah diinjak-injak oleh penjajah.
2.5
1660), Iskandar Muda di Aceh (1635), Untung Surapati dan Trunojoyo di Iawa Timur (1670), Ibnu Iskandar di Minangkabau (1680), dan lain-lain. Pada permulaan abad ke-XIX penjajah Belanda mengubah sistem kolonialismenya yang semula berbentuk perseroan dagang partikelir yang bernama VOC berganti dengan badan pemerintahan resmi, yaitu pemerintahan Hindia Belanda. Belanda terus memperkuat kolonialismenya dalam menghadapi perlawanan bangsa Indonesia yang dipimpin oleh Patimura (1817), Imam Bonjol di Minangkabau (1822-1837), Diponogoro di Mataram (1825-1830), Badaruddin di Palembang (1817), Pangeran Antasari di Kalimantan (1860), Jelantik di Bali (1850), Anang Agung Made di Lombok (1895), Teuku Umar, Teuk Cik Di Tiro dan Cut u Nya'Din di Aceh (1873-1904), SiSingamangaraja di Batak (1900). Pada hakikatnya perlawanan terhadap Belanda itu terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia. Akan tetapi, tidak adanya persatuan serta koordinasi dalam melakukan perlawanan sehingga tidak berhasilnya bangsa Indonesia mengusir kolonialis, sebaliknya semakin memperkukuh kedudukan penjajah. Hal ini membuktikan betapa pentingnya rasa persatuan (nasionalisme) dalam menghadapi penjajahan.
2.6
Pada tanggal 28 Oktober 1928 terjadilah tonggak penting dalam peristiwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk rnencapai cita-citanya. Pemuda-pemuda Indonesia yang di pelopori oleh Muh. Yamin, Kuncoro Purbopranoto, dan Iain-lain mengumandangkan Sumpah Pemuda yang berisi pengakuan akan adanya bangsa, tanah air, dan bahasa satu, yaitu Indonesia. Melalui sumpah pemuda ini makin tegaslah apa yang diinginkan oleh bangsa Indonesia, yaitu kemerdekaan tanah air dan bangsa. Oleh karena itu, diperlukan adanya persat an sebagai suatu u bangsa yang merupakan syarat mutlak, tali pengikat persatuan itu adalah bahasa Indonesia. Sebagai realisasi perjuangan bangsa, pada tahun 1930 berdirilah Partai Indonesia yang
disingkat dengan Partindo (1931) sebagai pengganti PNI yang dibubarkan. Kemudian golongan Demokrat yang terdiri atas Moh. Hatta dan Sutan Syahrir mendirikan PNI Baru, dengan semboyan kemerdekaan Indonesia harus dicapai dengan kekuatan sendiri.
memperjuangkan kemerdekaannya, bahkan menganjurkan agar berani mendirikan negara Indonesia merdeka di hadapan musuh Jepang.
2.7
Drs.Moh. Hatta dan Dr. Radjiman dan memberikan 3(tiga) pernyataan, yaitu : 1. Ir. Soekarno diangkat sebagai Ketua PPKI, Drs. Moh.Hatta sebagai wakil dan dr.Radjiman Hadikoesoemo sebagai anggota; 2. 3. PPKI boleh mulai bekerja pada tanggal 9 Agustus 1945; Cepat atau tidaknya pekerjaan PPKI diserahkan sepenuhnya kepada panitia. Jumlah seluruh PPKI adalah 21 orang dengan susunan sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) Ketua : Ir. Soekarno
Wakil Ketua : Drs. Moh. Hatta Anggota : dr. Radjiman Hadikeosoemo Ki Bagus Hadikoesoemo Oto Iskandardinata Pangerang Purbojo Pangerang Soerjohamodjojo Soetardjo Kartohamidjojo Prof. Dr.Mr. Soepomo Abdul Kadir Drs. Yap Tjwan Bing Dr. Mohammad Amir Mr. Abdul Abbas Dr. Sam Ratulangi Andi Pangernag (dari Sumatera) (dari Sumatera) (dari Sulawesi) (dari Sulawesi)
2.8
Mr. Latuharhary Mr. Pudja A.H. Hamidan R.P. Soeroso Abdul Wachid Hasyim Mr.Moh. Hassan (dari Sumatera) (dari Bali) (dari Kalimantan)
Ir. Soekarno menambah jumlah anggotanya sebanyak 6 orang, yaitu: 1.Wiranatakusuma, 2.Ki Hadjar Dewantara, 3.Kasman Singodimejo, 4.Mr.Iwa Kusuma Sumantri, 5.Mr.Achmad Soebardjo dan nama kepanitiaannya diubah menjadi Komite Nasional yang bersifat refrentatif (bersifat perwakilan bagi seluruh rakyat Indonesia). Panitia ini akan menyelenggarakan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia dan kemudian memilih Presiden dan Wakil presiden.
Ketua Muda : Ichibangase Yosio Ketua Muda : RR Suroso Anggota : 13. Ki Bagoes Hadikoesoemo 14. Mr. R. Hindromartono 15. Mr. Muh. Yamin 16. R.A.A. Soemitro Kolopaking P 17. Mr. Dr. R. Koesoema Atmadja 18. Mr. j. Latuharhary Y 19. R.M. Margono Djoj ohadikoesoemo 20. Mr. A.A. Maramis " 21. K.H. Masjkoer 22. K.H.M. Mansoer 23. Moenandar 24.A.K.Moezakir
1. Abikoesno Tjokrosoejoso 2. Hadji Ah. Sanoesi 3. KH. Abdul Halim 4. Prof. Dr. R. Asikin Widjaja K 5. M. Aris 6. Abdoel Kadir 7. Dr. R. Boentaran Martoatmodjo 8. B.Rll. Bintoro 9. Ki Hajar Dewantara 10. A.M. Dasaad 11. Prof. Dr. RA.H. Djajadinigrat 12. Drs. Moh. Hatta
25. R. Oto Iskandar Dinata 26. Parada Harahap 27. B.PH. Poeroebojo
43. lr. R.M.P. Soerahman Tjokroadisoerjo 44. M. Sutardjo Kartohadikoesoemo 45. R.M.T.A. Soerjo 46. Mr. Soesanto 47. Mr. Soewandi 2.9 48. Drs. K.R.M.A. Sosrodiningrat 49. K.H.A. Wachid Hasjim 50. K.R.M.T.H. woerjaningrat 51. R.A.A. Wiranatakoesoema
28. R. Abdoelrahim Pratalykrama 29. R. Roeslam Wongsokoesoemo 30. Prof. Ir. R. Rooseno 31. H. Agoes Salim 32. Dr. Samsi 33. Mr. R.M. Sartono 34. Mr. R. Samsoedin 35. Mr. R. Sastro moeljono 36. Mr. R. Singgih 37. lr. Soekarno 38. R. Soedirman 39. R. Soekardjo Wirjopranoto 40. Dr. Soekiman 41. Mr. A. Soebardjo 42. Prof. Mr. Dr. Soepomo
AnggotaTambahan : 1. KH. Abdul Fatah Hasan 2. R. Asikin Natanegara 3. BKPA Soerjo Hamidjojo 4. lr. Pangeran M. Noor 5. Mr. M. Besar 6. Abdul Kaffar Adanya Badan Penyelidik ini, Bangsa Indonesia telah dapat secara legal mempersiapkan kemerdekaannya, untuk merumuskan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai negara merdeka. Pada tanggal 29 Mei 1945 Badan Penyelidik mengadakan sidangnya yang per tama.
a.
Usul tertulis beliau mengenai Rancangan UUD Republik Indonesia dengan perumusan lima asas dasar negara yaitu : 1) Ketuhanan Yang Maha Esa. 2) Kebangsaan persatuan Indonesia. 3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab. 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
2 . 10
b.
Untuk lima dasar negara itu beliau usulkan pula agar diberi nama Pancasila, yang menurut beliau diusulkan oleh kawan beliau seorang ahli bahasa. Lima prinsip sebagai dasar negara itu selanjutnya dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu, (1) Sosio Nasionalisme (Kebangsaan), (2) Sosio Demokrasi (Mufakat), dan (3) Ketuhanan. Kemudian Tri Sila dapat diperas lagi menjadi Eka Sila yang berinti gotong royong.
1)
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3) Persatuan Indonesia. 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kesembilan tokoh tersebut ialah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Moezakir, Haji Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, KH. Wachid Hasjim, dan Mr. Muh. Yamin. Piagam jakarta yang di dalamnya terdapat perumusan dan sistematika Pancasila sebagaimana diuraikan di atas, kemudian diterima oleh Badan Penyelidik dalam sidangnya kedua tanggal 14 - 16 juli 1945.
2 . 11
(1).
2 . 12
(2).
(3). Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 Merupakan Norma Pertama dari Tata Hukum Indonesia
Dengan dinyatakan kemerdekaan bangsa Indonesia dilihat dari segi hukum berarti bangsa Indonesia telah memutuskan ikatan dengan tata hukum sebelumnya. Dengan demikian, bangsa Indonesia saat ini telah mendirikan tata hukum yang baru, yaitu tata hukum Indonesia yang ditentukan dan dilaksanakan sendiri oleh bangsa Indonesia. ProkIamasi Kemerdekaan Indonesia merupakan norma pertama dari tata hukum Indonesia, berarti proklamasi adalah suatu peraturan yang pertama lahirnya.OIeh sebab itu, proklamasi merupakan dasar berlakunya norma-norma aturan hukum yang lain. Sebagai norma pertama atau norma dasar dilihat dari segi hukum tak mungkin dicari dasar hukumnya, diterima sebagai suatu kenyataan, kapan timbulnya tidak dapat ditetapkan secara pasti, hanya dapat diketahui apabila proklamasi itu benar-benar terjadi. Proklamasi Kemerdekaan merupakan perwujudan formal dari salah satu revolusi bangsa Indonesia untuk menyatakan, baik kepada diri sendiri maupun kepada dunia Iuar (internasional), bahwa bangsa Indonesia mulai saat itu telah mengambil sikap untuk menentukan nasib sendiri, yaitu mendirikan negara sendiri, termasuk tata hukum dan tata negaranya.
2 . 13
3). Menetapkan rancangan hukum dasar yang telah diterima badan Penyelidik pada tanggal 17 Juli 1945, setelah mengalami berbagai perubahan karena berkaitan dengan p erubahan
Piagam Jakarta, kemudian berfungsi sebagai Undang-Undang Dasar 1945; 4). Memilih Presiden dan Wakil Presiden Pertama; 5). Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai Badan Musyawarah Darurat; Perubahan yang menyangkut Piagam Jakarta menjadi Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
No.
1. 2. 3. Mukadimah
Piagam Jakarta
dengan berdasarkan kepada Ketuhanan .dengan berdasar kepada Ketuhanan dan kewajiban menjalankan syariat Islam Yang Maha Esa. bagi pemeluk-pemeIuknya."
4.
"... menurut dasar kemanusiaan yang adil "...Kemanusiaan yang adil dan dan beradab" Beradab.
No.
1.
UUD 1945
Undang-undang Dasar (usul Soepomo).
2.
Dalam Presiden.
rancangan
dua
orang
3.
Presiden harus orang Indonesia asli yang Presiden harus orang Indonesia beragama Islam. asli.
4.
. .selama perang, pimpinan perang dipegang Dihapuskan. oleh Jepang dengan persetujuan Pemerintahan Indonesia."
2 . 14
Rumusan dasar negara Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sah dan benar, karena disamping mempunyai kedudukan konstitusional, juga disahkan oleh suatu badan yang mewakili seluruh bangsa Indonesia (Panitia Persiapan Kemerdekaan) yang ber rti a telah disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia.
E. PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN DAN MENGISI KEMERDEKAAN INDONESIA (1). Masa Revolusi Fisik
Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan kemerdekaan dan Panitia Persiapan Kemerdekaan lndonesia. Oleh pembentuk UUD 1945 disadari bahwa untuk membentuk Iembaga-Iembaga negara tingkat pusat, serta peraturan perundangundangan sebagaimana dikehendaki oleh UUD 1945 adalah membutuhkan waktu lama. Terlebih pada waktu itu segala tenaga dan pikiran serta perhatian masih dipusatkan serta ditujukan untuk mempertaliankan kemerdekaan Indonesia yang baru saja diproklamasikan pada tanggal I7 Agustus I945. Oleh karena itu, segala sesuatunya diatur dalam Aturan Peralihan UUD 1945 (naskah asli), yang menentukan sebagai berikut:
Pasal I Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur dan menyelenggarakan kepindahan pemerintahan Jepang kepada pemerintahan Indonesia. Pasal II Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar itu. Pasal III Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Pasal IV Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut undang-undang dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional Pusat. Sehubungan dengan keadaan pada waktu itu, terutama sikap Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia, maka untuk menanggapi keadaan tersebut dipertimbangkan perlu
adanya badan yang ikut bertanggung jawab tentang nasib bangsa dan negara Indonesia di samping pemerintah. Yang dimaksud Pemerintah pada waktu itu adalah Presiden. Untuk tujuan tersebut dikeluarkanlah Maklumat Wakil Presiden No. X (eks) tanggal I6 Oktober I945 tentang Pemberian Kekuasaan Legislatif kepada Komite Nasional Indonesia Pusat. Berdasarkan Maklumat WakiI Presiden tersebut kedudukan Komite NasionaI
2 . 15
Indonesia Pusat dianggap sebagai Dewan Perwakilan Rakyat dan bahkan sebagai Majelis Permusyawaratan Rakyat.
kedaulatannya baik terhadap pihak Belanda maupun terhadap piha dunia Iuar k berdasarkan Proklamasi kemerdekaan Indonesia I7 Agustus 1945. b. Pemerintah negara negara kecil yang didirikan oleh atau paling tidak atas bantuan Belanda. Sikap dan usaha Belanda tersebut di manamana mendapat tantangan dan perlawanan sengit dari bangsa Indonesia. Akhirnya, Belanda menyadari bahwa tidaklah mungkin menjajah kembali dan mendirikan pemerintahan seperti halnya pada zaman Hindia Belanda dahulu. Berdasarkan kenyataan itu, maka diusahakan cara Iain untuk menghadapi pemerintahan Republik Indonesia, yaitu diusahakan terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat, di mana nanti negara Repubiik Indonesia hanya akan berstatus sebagai negara bagian saja. kemungkinan dengan cara itu akan dapat melemahkan pemerintahan Republik Indonesia dalam menghadapi tuntutan Belanda, bahkan apabila mungkin akan menghancurkan sama sekali. Dalam rangka maksud Belanda itu, maka dibentuk Komite Indonesia Serikat sebagai usaha membentuk negara Republik Indonesia Serikat. Belanda telah berhasil membentuk negara negara kecil, yaitu sebagai berikut. 1. Negara Indonesia Timur (1946). 2. Negara Sumatera Timur (I947). 3. Negara Pasundan (1948). 4. Negara Sumatera Selatan (I948). 5. Negara jawa Timur (1948). 6. Negara Madura (1948).
2 . 16
Negara-negara itulah yang kemudian bergabung dalam Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO), atau Pertemuan untuk Permusyawaratan Federal, yang merupakan aliran federalisme atas usaha Belanda. Sementara itu, persiapan-persiapan juga telah terjadi di daerah-daerah Kalimantan Barat, Kaliniantan Timur, Kalimantan Tenggara, Dayak Besar, Banjar, Bangka, Belitung, Riau, dan jawa Tengah. Sementara itu, pihak Belanda terus menerus melancarkan tekanan -tekanan secara diplomatis terhadap pemerintah Republik Indonesia, antara lain melalui Persetuiuan Linggarjati (25 Maret I947) dan Persetujuan RenviIle(17 januari 1948). Isi persetujuan persetujuan tersebut pada hakikatnya bersifat mempersempit wilayah serta kekuasaan
pemerintah Republik Indonesia. Akan tetapi, karena usaha-usaha tersebut masih belum juga dapat berhasil terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat, maka tidak ada jalan Iain lagi bagi pihak Belanda selain dengan jalan mengadakan tindakan kekerasan bersenjata berupa penyerbuan atau agresi atas wilayah Republik Indonesia, wilayah mana oleh pihak Belanda baik dalam Persetujuan Linggarjati maupun dalam Persetujuan Renville telah diakuinya sebagai wilayah Republik Indonesia. Agresi pertama terjadi pada tanggal 21 juli 1947, dan agresi kedua terjadi pada tanggal 19 Desember 1948. Istilah agresi ini dipergunakan oleh mereka yang pro-Indonesia, memang kenyataannya Belanda menyerbu dan melanggar wilayah negara Republik Indonesia yang telah diakuinya sendiri. akan tetapi, oleh pihak Belanda sendiri dipergunakan istilah tindakan polisionil, dengan maksud bahwa Belanda hanya mengerahkan aparat kepolisiannya untuk menentramkan keadaan. jadi, yang dianggap menimbulkan keadaan kacau itu justru bangsa Indonesia. Belanda dengan aparat kepolisiannya (yang kenyataannya bukan polisi, tetapi tentara) menentramkan keadaan yang serba kacau tersebut. Dengan tindakan kedua agresi tersebut hampir seluruh wilayah negara Republik Indonesia dapat diduduki serta dikuasai oleh pihak Belanda. Mereka berharap segera dapat diadakan perdamaian, serta meIemahkan semangat perjuangan bangsa Indonesia. Namun,
sesungguhnya dipandang dari segi strategi maupun politis tindakan kedua agresi Belanda tersebut justru merugikan pihak Belanda sendiri, karena dengan adanya tindakan -tindakan agresi tersebut justru mempertinggi semangat perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan pada tanggal I7 Agustus 1945. Oleh karena itulah persengketaan antara Republik Indonesia dengan Belanda tidak semakin mereda, tetapi bahkan menjadi semakin memuncak dan situasi semakin menjadi gawat. Sehubungan dengan keadaan tersebut PBB perlu ikut campur tangan guna menyelesaikan pertikaian antara negara Republik Indonesia dengan Belanda dengan diusahakan suatu konferensi yang diadakan di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai dengan 2
2 . 17
November 1949 yang dikenal dengan nama Konferensi Meja Bundar (KMB). Hasilnya yang dicapai dalam persetujuan adalah sebagai berikut: 1. Didirikannya negara Republik Indonesia Serikat. 2. Pengakuan kedaulatan oleh pemerintah kerajaan Belanda kepada pemerintahan negara Republik Indonesia Serikat. 3. Didirikannya Uni antara negara Republik Indonesia Serikat dan kerajaan Belanda. Pengakuan kedaulatan ditentukan akan dilaksanakan tanggal 27 Desember 1949. Dengan demikian, negara Republik Indonesia (proklamasi) hanya berstatus sebagai negara bagian. Mengapa pemerintahan negara Republik Indonesia menerima dengan baik hasil Konferensi Meja Bundar tersebut? Melalui semangat perjuangan bangsa Indonesia untuk
mempertahankan kemerdekaannya dan kedaulatannya, maka kesempatan itu dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia untuk menerima hasil KMB dengan berdirinya negara Republik Indonesia Serikat.
2 . 18
Periode demokrasi liberal setelah tahun 1949, ditandai dengan kuatnya kedudukan parlemen dalam pemerintahan. Pada saat kabinet tidak menguasai mayoritas di dalamnya kabinet seringkali jatuh. Kekuatan terkuat ada pada partai-partai dan angkatan bersenjata. Kedudukan Presiden relatif lemah. Pada awal tahun 1950, kabinet dipimpin oleh Hatta dan sejumlah pemimpin moderat di sekitarnya. Kepemimpinannya bersifat luas dan pro -Barat dan cenderung menganggap revolusi sudah selesai. Mereka memusatkan perhatiannya pada rehabilitasi dan pembangunan ekonomi, yang tidak saja memerlukan normalisasi
administrasi, tetapi juga kebijakan yang melindungi modal Belanda dan modal asing lainnya. Keberhasilan pemerintah pada masa demokrasi liberal dalam usaha-usaha ekonomi tidaklah begitu besar, walaupun peningkatan produksi cukup berkesan. Periode ini ditandai dengan kekacauan administratif yang meluas dan kebingaran politik. Masyarakat kelas bawah menikmati kebebasan demokrasi yang lebih besar dibandingkan dengan masa orde baru. Pada zaman demokrasi liberal negara sesungguhnya sangat lemah, karena berbagai sebab yang berkaitan dengan cara bagaimana kemerdekaan diperoleh, yaitu sifat yang sangat desentralistik dari perjuangan revolusioner melawan Belanda (1945 -1949). Banyak pertempuran yang dilakukan oleh laskar-laskar, yaitu pasukan-pasukan di luar TNI yang banyak mempunyai ikatan dengan partai politik atau organisasi muda. Dalam tubuh tentara sendiri, hubungan antara markas besar dan kesatuan-kesatuan di bawahnya banyak dibarengi dengan tawar-menawar. Pemerintah sering tidak mampu melaksanakan kehendaknya
kepada kelompok kelompok lokal (daerah). Pemerintah ditentang oleh para pembangkang dalam struktur negara, seperti letkol Ahmad Hussein memproklamasikan Dewan Banteng di Padang dalam bulan Desember 1956. Tokoh-tokoh luar, seperti Sekarmadji Maridjan, Kartosuwiryo, Kahar Muzakar, dan Daud beureuh yang semula pemimpin gerilya anti Belanda, kemudian memimpin pemberontakan yang berkepanjangan di daerah daerahnya masing-masing (jawa barat, sulawesi selatan, dan Aceh).(Herbert Feith 1988:xviii-xix) Kelemahan sistem pemerintahan pusat tercermin pula terlalu repat dalam pengangkatan pegawai negeri, tetapi kemampuan pemerintah dalam peningkatan pajak tidak terjadi. Dengan demikian, pegawai negeri menerima gaji kecil dan begitu juga tentara. mesin pemerintahan merupakan arena bagi perkelahian partai dan golongan sehingga mengurangi peranannya sebagai alat pelaksana berbagi kebijakan.Hal itu sebagian karena kehidupan partai politik yang semarak karena masuk ke dalam pegawai negeri, sebagian karena kelemahan kekuasaan pusat (terutama sebelum tahun 1958, dan sebagian lagi karena adanya interaksi agak terlembagakan antara gaji rendah, korupsi, nepotisme, dan kongkalingkong). (Herbert Feith, 1988. xx).
2 . 19
Pada tahun 1949 sampai tahun 1956 pemerintah Indonesia menerapkan suatu sistem politik yang disebut demokrasi liberal, yang disebut juga sebagai sistem politik yang sangat demokratis. Akan tetapi, sejarah Indonesia menunjukkan bahwa sistem politik demokrasi tersebut ternyata menyebabkan kehancuran politik dan perekonomian nasional, Konflik politik yang berkepanjangan tidak memberi kesempatan dan waktu bagi pemerintah yang berkuasa untuk memikirkan masalah sosial ekonomi serta menyusun satu program pembangunan dan melaksanakannya. Selama periode 1950-an struktur ekonomi Indonesia masih dalam peninggalan zaman kolonialisasi, Sektor formal/modern, seperti pertambangan, distribusi, transportasi, bank, dan pertanian komersial yang memiliki konstribusi terhadap pendapatan nasional didominasi oleh perusahan-perusahaan asing yang kebanyakan berorientasi pada ekspor, Keadaan ekonomi Indonesia, terutama setelah dilakukan nasionalisasi terhadap semua perusahaan asing di tanah air, termasuk perusahaan-perusalhaan milik Belanda, menjadi lebih buruk dibandingkan keadaan ekonomi pada masa peniajahan Belanda. (Tulus TH.Tambunan, 2001). Selain kondisi politik yang tidak menguntungkan, buruknya perekonomian Indonesia pada masa ini juga disebabkan oleh keterbatasan akan faktor-faktor produksi, seperti terbatasnya kemampuan kewirausahaan/kapasitas manajemen, tenaga kerja yang berpendidikan, teknologi, dan kemampuan pemerintah menyusun rencana dan strategi pembangunan yang baik, Pemerintah memberikan prioritas pertama terhadap stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi keterbatasan faktor produksi di atas dan kekacauan politik nasional akan menyebabkan pembangunan ekonomi Indonesia setelah perang revolusi tidak pernah terlaksana dengan baik.
2 . 20
3. Sistem liberal berdasarkan UUDS 1950 mengakibatkan kabinet jatuh bangun sehingga pemerintahan tidak stabil. 4. Pemilu 1955 ternyata dalam DPR tidak mencerminkan perimbangan kekuasaan politik yang sebenarnya hidup dalam masyarakat, karena banyak golongan -golongan di daerah-daerah belum terwakili di DPR. 5. Konstituante yang bertugas membentuk UUD yang baru ternyata gagal.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka Presiden menyatakan bahwa ketatanagaraan dalam keadaan membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa serta keselamatan negara. Untuk itu, Presiden mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 juli 1959. Isi dekrit tersebut adalah sebagai berikut: 1. Membubarkan Konstituante. 2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlaku lagi UUDS 1950. 3. Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dengan dasar pemikiran supaya tidak terulang lagi peristiwa di masa lampau, maka pada waktu itu Presiden Soekarno sebagai kepala eksekutif menerapkan demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin adalah suatu paham demokrasi yang tidak didasarkan atas paham liberalisme, sosialisme-nasional, fasisme, dan komunisme, tetapi suatu paham demokrasi yang didasarkan kepada keinginan-keinginan luhur bangsa Indonesia, seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang menuju kepada suatu tujuan masyarakat adil dan makmur yang penuh dengan kebahagiaan material dan spritual sesuai dengan cita-cita Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Namun, pelaksanaan demokrasi terpimpin itu dalam menyimak arti yang sebenarnya, justru bertentangan dengan Pancasila, yang berlaku adalah keinginan dan ambisi politi pemimpin k sendiri. Kebijakan yang menyimpang dari UUD1945 daIam bidang politik adalah sebagai berikut: 1. Pembubaran DPR hasil pemilu tahun 1955 melalui Penetapan Presiden No.4 tahun 1960 dengan dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR -GR) yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. 2. Pembentukan MPRS yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. 3. Pembentukan DPA dan MA dengan penetapan Presiden dan anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. 4. Lembaga-Iembaga negara, seperti yang disebutkan di atas dipimpin sendiri oleh Presiden. 5. Mengangkat Presiden seumur hidup melalui Ketetapan MPRS N0. II/MPRS/1963 dan Tap.MPR N0.III/MPRS/1963. 6. Melalui ketetapan MPRS N0. I / MPRS/ 1963 Manifesto politik dari Presiden dijadikan GBHN.
2 . 21
7. Hak budget DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak mengajukan RUU APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum berlakunya tahun anggaran yang bersangkutan. Karena DPR tidak menyetujui rancangan APBN yang diajukan Presiden, maka DPR dibubarkan tahun 1960. 8. Menteri-menteri diperbolehkan menjabat sebagai Ketua MPRS, DPR-GR, DPA, MA, MPRS, dan DPR-GR yang seharusnya menjadi Iembaga perwakilan ra kyat yang tugasnya mengawasi jalannya pemerintahan, malah sebaliknya harus tunduk kepada kebijakan Presiden. Ideologi Pancasila pada saat itu dirancang oleh PKI untuk di ganti dengan ideologi Manipol Usdek serta konsep Nasakom. PKI berusaha untuk menancapkan kekuasaannya dengan
membangun komunis internasional dengan RRC. terbukti dengan dibukanya hubungan poros Jakarta-Peking. Sebagai puncak peristiwa adalah meletusnya Gerakan 30 September 1905 (G-30PKI), sebagai usaha untuk mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi Marxis.
Pembangunan Sistem Politik dan Ekonomi Sistem politik dan ekonomi pada masa orde lama, khususnya setelah ekonomi terpimpin dicanangkan, semakin dekat dengan haluan/pemikiran sosialis/komunis. Walaupun ideologi Indonesia Pancasila, pengaruh ideologi komunis dari Uni Soviet dan Cina sangat kuat. Sebetulnya pemerintahan Indonesia memilih haluan politik yang berbau komunis hanya rnerupakan suatu refleksi dari perasaan anti-kolonialisasi, anti-imperialisasi, dan anti-
kapitalisasi saat itu. Pada masa itu prinsip-prinsip individualisme, persaingan bebas, dan perusahaan swaasta/pribadi sangat ditentang oleh pemerintah dan masyarakat pada umumnya karena prinsip tersebut sering dikaitkan dengan pemikiran kapitalisme. Keadaan ini membuat Indonesia semakin sulit mendapatkan dana dari negara-negara barat, baik dalam bentuk pinjaman maupun penanaman modal asing (PMA), sedangkan untuk membiayai rekonstruksi ekonomi dan pembangunan selanjutnya Indonesia sangat membutuhkan dana yang sangat besar. Hingga akhir dekade 1950-an, sumber utama penanaman modal asing Indonesia berasal dari Belanda yang sebagian besar digunakan untuk kegiatan ekspor hasil hasil perkebunan dan pertambangan serta kegiatan ekonomi yang terkait. Setelah peristiwa G-30-S/PKI, terjadi suatu perubahan politik yang drastis yang terus mengubah sistem ekonomi dari pemikiran-pemikiran sosialis ke semi-kapitalis. Sebenarnya perekonomian Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem yang dilandasi oleh prinsipprinsip kebersamaan atau koperasi berdasarkan Pancasila. Akan tetapi, dalam praktek sehari-hari pengaruh kekuasan cenderung kepada sosialis/komunis, khususnya pada masa orde lama.
2 . 22
Dengan berakhirnya pemerintahan Soekarno dalam orde lama, dimulailah pemerintahan baru yang dikenal dengan orde baru, yaitu suatu tatanan kehidupan masyarakat dan pemerintahan yang menuntut dilaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Munculnya orde baru diawali dengan tuntutan aksi-aksi dari seluruh masyarakat, seperti Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), dan lain-lain. Tuntutan mereka dikenal dengan nama Tritura. Isi tuntutan tersebut sebagai berikut. a. Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya. b. Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI. c. Penurunan harga. Orde baru mengambil tugas utamanya, yaitu penciptaan ketertiban politik dan kemantapan ekonomi. Oleh sebab itu, orde baru segera mengambil jarak dengan kelompok -kelompok yang kuat orientasi ideologisnya. Pemimpin orde baru segera menyusun birokrasi yang mendukung kebijakannya. Diciptakan ABRI yang loyal di bawah komandonya. Semua lembaga negara baik suprastruktur maupun infrastruktur ditentukan kepemimpinan atas dasar loyalitas kepadanya. Orde baru bertolak belakang dengan orde lama dalam hal kebijakan ekonomi. Akan tetapi, dalam hal sistem dan kebijakan politik cenderung otoriter dan monopolistik sebagai pelanjut dari rezim orde lama. Konsentrasi kekuasaan di tangan pemerintah yang memungkinkan oposisi tidak dapat melakukan kontrol. Pemerintah menganut kebijakan ekonomi campuran sehingga ekonomi nasional meningkat rata-rata 7 persen dari tahun 1969 hingga dekade 1980-an, tetapi kemudian membuka praktek monopoli, korupsi, dan kolusi yang berskala masif antara penguasa dengan pengusaha. Penyimpangan serta skandal raksasa di bidang ekonomi banyak terjadi, seperti kasus Bank Duta, Bapindo, dan lain-lain. Menurut Didik Rachbini, pada tahun 1993 sekitar 1 persen penduduk memperoleh 80 persen pendapat nasional, sedangkan 99 persen penduduk di tingkat bawah dan menengah menerima 20 persen (Mochtar Pabotinggi, 1995) Atas nama stabilitas dan pembangunan ekonomi, pemerintah orde baru menafsirkan sila -sila kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan yang mengarah kepada ancaman terhadap sila ketiga. Orde baru adalah era pemerintahan pengganti pemerintahan orde lama. Pemerintahan orde lama melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dalam rangka "Revolusi Indonesia Belum Selesai". Pancasila direduksi peranannya menjadi ajimat keempat dari Panca Ajimat Revolusi. Sidang umum MPR tahun 1973 menetapkan Tap. MPR No.lV/MPR/1973 tentang GBHN dalam BAB III menetapkan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang 25-30 tahun. Dalam konsiderannya disebutkan pembangunan berkesinambungan. Sidang Umum MPR tahun 1978 menetapkan Tap.MPR N0.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (P-4). Pemerintah orde baru mendirikan lembaga BP7
2 . 23
yang ditugaskan untuk menyosialisasikan P-4 kepada seluruh masyarakat dengan metode indoktrinasi dengan sebutan metode objektif praktis. Pada tahun 1980, melalui rekayasa lahirlah kebulatan tekad rakyat Indonesia yang mengangkat Presiden RI ke-2 sebagai Bapak Pembangunan. Penyelenggaraan pembangunan sebagai ideologi menggunakan trilogi pembangunan sebagai nilai instrumentalnya. Pada tahun 1983, pemerintah mengajukan satu paket yang terdiri atas 5 Undang-undang Politik tentang: 1) susunan dan kedudukan anggota MPR/DPR, 2) pemilihan umum, 3) kepartaian dan Golkar, 4) organisasi masyarakat, dan 5) referendum. Kelima paket undang-undang itu disetujui oleh DPR dengan tujuan menjaga terpeliharanya kekuasan dan menjaga kelanjutan pembangunan sebagai ideologi. Perubahan kondisi yang mengglobal mempengaruhi sikap masyarakat dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat. Hal ini menimbulkan sifat individualistik sehingga terbentuk masyarakat marginal dan konglomerasi yang terpusat pada kelompok tertentu yang berdasarkan ekonomi kapitalis dengan dalih kebebasan. Pada kenyataannya, orde baru telah jauh menyimpang dari perjuangannya semula, yaitu sebagai berikut: 1) Orde baru, secara eksplisit tidak mengakui 1 Juni sebagai lahimya Pancasila. 2) Butir-butir P-4 mendidik secara halus ketaatan individu kepada kekuasaan dan tidak ada butir yang mencantumkan kewajiban negara terhadap rakyatnya. 3) Pengamalan Pancasila dengan membentuk citra pembangunan sebagai ideologi, sehingga rekayasa mendukung Bapak Pembangunan melalui kebulatan tekad rakyat.
2 . 24
dalam mengisi kernerdekaan. (Tim. LIP FISIP-UI, 1998:39-40). Pola seperti ini masih terlihat dalam UU No.3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, dengan tidak adanya keharusan mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Namun, dengan adanya pidato Presiden tersebut ada dorongan dengan menjadikan Pancasila sebagai satu satunya asas. Hal ini berarti pencantuman asas lain yang sesuai dengan aspirasi, ciri khas, dan karakteristik partai politik tidak diperkenalkan lagi. Akhirnya, keinginan Presiden itu terpenuhi dengan merubah UU No.3/1975 dengan UU No.3/1985. Dalam penjelasan undang-undang itu disebutkan bahwa pengertian asas meliputi juga pengertian dasar, landasan, dan pedoman pokok yang harus dic antumkan dalam anggaran dasar partai politik. Perbedaan partai hanya dalam bentuk program saja. Asas tunggal Pancasila, menurut Deliar Noer, berarti mengingkari kebhinnekaan masyarakat yang memang berkembang menurut keyakinan masing-masing. Keyakinan ini biasanya bersumber dari agama atau dari paham lain. Bahkan asas tunggal Pancasila cenderung ke arah sistem partai tunggal, meskipun secara formal ada tiga partai, tetapi secara terselubung sebenarnya hanya ada satu partai.
2. Pembangunan Ekonomi
Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat lewat pembangunan ekonomi dan sosial, pemerintahan orde baru menjalin kembali hubungan baik dengan pihak barat dan menjauhi pengaruh ideologi komunis, yang berarti kembali menjadi anggota PBB dan lembaga internasional lainnya, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). Menjelang akhir dekade 1960-an, atas kerja sama dengan Bank Dunia, IMF, dan Bank Pembangunan Asia (ADB) dibentuk suatu kelompok konsorsium yang disebut Inter Govermental Group on Indonesia (IGGI), yang terdiri atas sejumlah negara-negara maju, termasuk Jepang dan Belanda, dengan tujuan membiayai pembangunan Indonesia. Dengan sikap Indonesia anti-komunis menjadikan Indonesia sangat menarik untuk negara-negara Barat yang kapitalis. Pembangunan orde baru dilakukan secara bertahap, khususnya di bidang ekonomi, pembangunan jangka panjang (25/30 tahun), jangka menengah 5 tahun dengan program rencana pembangunan lima tahun (Repelita). Repelita pertama dimulai bulan April 1969 dengan titik berat pembangunan pada sektor pertanian dan industri-industri yang terkait. Dampak Repelita 1 dan Repelita berikutnya terhadap pembangunan ekonomi Indonesia mengagumkan. Pada periode 1960-1966, pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata 1,90% sedangkan masa orde baru antara 1966-1978 adalah 6%. Meningkatnya konstribusi hasil sektor industri manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi selama orde
2 . 25
baru mencerminkan adanya suatu proses industrialisasi atau tranformasi ekonomi di Indonesia dari negara agraris ke negara semi-industri. Keberhasilan pembangunan ekonomi masa orde baru juga didukung oleh penghasilan ekspor yang sangat besar dari minyak bumi, khususnya tahun 1973/1974, selain itu juga pinjaman luar negeri dan penanaman modal asing (PMA). Setelah dekade 1980-an pemerintah mengeluarkan berbagai paket deregulasi yang diawali pada sektor perbankan dan sektor riil dengan tujuan utama meningkatkan ekspor nonmigas. Dengan kebijakan ini sistem perekonomian Indonesia bergeser secara bertahap dari sangat sentralisasi (1970-an) menuju desentralisasi dan peranan sektor swasta yang semakin besar. Apabila dibandingkan dengan orde lama, cukup banyak terdapat perbedaan fundamental, yaitu dari ekonomi tertutup yang berorientasi sosialis ke ekonomi terbuka yang berorientasi kepada kapitalis. Perbedaan orientasi ekonomi itu menyebabkan
perekonomian masa orde baru lebih baik dari masa orde lama. Beberapa prakondisi yang menonjol dari perekonomian masa orde baru adalah sebagai berikut: 1. Stabilitas politik dan ekonomi. 2. Sumber daya manusia yang lebih baik. 3. Sistem politik dan ekonomi terbuka yang western oriented. 4. Kondisi ekonomi dan politik dunia yang lebih baik. 5. Kemauan yang kuat (political will).
2 . 26
Peranan yang dilakukan oleh Presiden pada masa orde baru adalah peran ganda sebagai institusi negara, yang menjadi regulator, tetapi tercampuri oleh pengaruh kepentingan swasta. Persoalan keadilan dan keterbukaan sistem menjadi korban dari distorsi dari kelembagaan Presiden. Pemerintah berjalan lebih mengacu kepada karakter individu. Institusi kontrol yang lemah dan dilemahkan oleh institusi kepresidenan yang kuat semakin memperburuk kondisi pembangunan dari rasa keadilan masyarakat. Kritik terhadap pemerintahan orde baru masih kelihatan sekalipun ditekan, pada taraf minimal, seperti pada dekade l970-an muncul gerakan untuk pemberantasan korupsi karena utang dan kebangkrutan melanda Pertamina. Pada dekade 1980-an isu menggugat praktek-praktek monopoli dan dekade 1990-an tuntutan perbaikan alokasi sumber daya ekonomi. Puncak gejolak ketidakpuasan publik adalah kasus Bapindo, yang mana telah terjadi distorsi alokasi kredit dan juga di bank-bank pemerintah lain yang dikenal sebutan bahwa bank-bank pemerintah disebut kasir konglomerat, karena mendapat perlakuan istimewa dari penguasa. Sumber-sumber keuangan yang potensial, dalam hal ini tersimpan di bank-bank pemerintah, hanya dikuasai oleh dua puluh orang debitur kakap. Praktek tersebut keduanya saling menguntungkan dengan kondisi politik dan ekonomi yang bersifat tertutup. Pola dan struktur kantor Presiden dan Kabinetnya, berhubungan bisnis dengan pelaku-pelaku swasta. Jadi, perkembangan ekonomi hanya digerakkan oleh segelintir orang, tidak partisipatif dan akses ekonomi masyarakat sangat minimal. Urbanisasi besar-besaran manusia dari desa ke kota dan dari daerah ke pusat, juga merupakan ciri dominan dari korporatisme yang bersifat sentralis. Korporatisme diartikan sebagai sistem kenegaraan di mana pemerintah dan swasta saling berhubungan secara tertutup satu sama lain. Dalam hubungan korporatis tersebut (Prof. Didik J. Rachbini, 2002:158-160), mempunyai ciri-ciri umum sebagai berikut. 1. Sumber-sumber ekonomi dinikmati oleh hanya segelintir pelaku ekonomi yang dekat dengan kekuasaan. 2. Kepentingan ekonomi dan kepentingan politik menyatu di dalam format kolusi ekonomi. 3. Kekuasaan menjadi media yang subur bagi redistributive combine di antara segelintir orang. 4. Perburuan rente sangat subur dalam situasi politik dan ekonomi yang tertutup Dengan demikian, semakin jelas bahwa ada paradoks kemajuan di Indonesia terjadi karena sistem yang distorsif tersebut. Pada satu sisi kemajuan-kemajuan ekonomi yang dilihat secara agregat, memberi bukti adanya pembangunan yang progresif. Namun, pada sisi lain kita melihat kenyataan akan rapuhnya basis ekonomi rakyat, yang mengalami stagnasi berkepanjangan selama tiga dekade
2 . 27
terakhir. Paradoks inilah yang menjadi gejala dari akar permasalahan, yang sebenarnya terjadi di dalam sistem ekonomi nasional masa orde baru.
H. MASA REFORMASI
Penyimpangan kehidupan bernegara masa orde baru sampai kepada puncaknya dengan muncul krisis moneter yang berakibat jatuhnya Presiden Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun. Untuk menyelamatkan negara dari kehancuran, maka MPR telah mengeluarkan ketetapannya, antara lain sebagai berikut.
2 . 28
1. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR tentang Referendum. 2. Ketetapan MPR No. X/MPR/l998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembanguan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara. 3. Tap. MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. 4. Tap. MPR No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. 5. Tap. MPR No.XVI/MPR/l998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi. 6. Tap. MPR No.XVII/MPR/1998 tentang HAM. 7. Tap. MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4 dan Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara.
Sekalipun MPR telah mengeluarkan ketetapannya, namun permasalahan yang ditinggalkan oleh pemerintahan orde baru bukanlah sedikit, sehingga merumitkan bagi pemerintah transisi atau pemerintah era reformasi untuk keluar dari permasalahan tersebut. Oleh sebab itu, MPR melalui Ketetapan No. V/MPR/2000 telah mengeluarkan ketetapan tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. MPR melalui ketetapan tersebut telah mengidentifikasi masalah yang telah menyebabkan terjadinya krisis yang sangat luas. Faktor faktor penyebab terjadinya berbagai rnasalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut. 1. Nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa tidak dijadikan sumber etika dalam berbangsa dan bernegara oleh sebagian masyarakat. Hal itu kemudian melahirkan krisis akhlak dan moral yang berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum, dan pelanggaran hak asasi manusia. 2. Pancasila sebagai ideologi negara ditafsirkan secara sepihak oleh penguasa dan telah disalahgunakan untuk mempertahankan kekuasaan. 3. Konflik sosial budaya telah terjadi karena kemajemukan suku, kebudayaan, dan agama yang tidak dikelola dengan baik dan adil oleh pemerintah maupun masyarakat. Hal itu semakin diperburuk oleh pihak pengusaha yang menghidupkan kembali cara -cara menyelenggarakan pemerintahan yang feodalistik dan paternalistik sehingga menimbulkan konflik horizontal yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa 4. Hukum telah menjadi alat kekuasaan dan pelaksanaannya telah diselewengkan sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan prinsip keadilan, yaitu persamaan hak warga negara di hadapan hukum. 5. Perilaku ekonomi yang berlangsung dengan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta berpihak pada sekelompok pengusaha besar, telah menyebabkan krisis ekonomi yang
2 . 29
berkepanjangan, utang besar yang harus dipikul oleh negara, penggangguran dankemiskinan yang semakin meningkat, serta kesenjangan sosial ekonomi yang semakin melebar. 6. Sistem politik yang otoriter tidak dapat melahirkan pemimpin-pemimpin yang mampu menyerap aspirasi dan memperjuangkan kepentingan masyarakat. 7. Peralihan kekuasaan yang sering menimbulkan konflik, pertumpahan darah dan dendam antara kelompok masyarakat terjadi sebagai akibat dari proses demokrasi yang tidak berjalan dengan baik. 8. Berlangsungnya pemerintahan yang telah mengabaikan proses demokrasi menyebabkan rakyat tidak dapat menyalurkan aspirasi politiknya sehingga terjadi gejolak politik yang bermuara pada gerakan reformasi yang menuntut kebebasan, kesetaraan, dan keadilan. 9. Pemerintah yang sentralistis telah menimbulkan kesenjangan dan ketidakadilan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga timbul konflik vertikal dan tuntutan untuk memisahkan diri dari negara kesatuan Republik Indonesia. 10. Penyalahgunaan kekuasaan sebagai akibat dari lemahnya fungsi pengawasan oleh internal pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat, serta terbatasnya pengawasan oleh masyarakat dan media massa pada masa lampau, telah menjadikan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab tidak terlaksana. Akibatnya, kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara negara menjadi berkurang. 11. Pelaksanaan peran sosial politik dalam dwi fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan disalahgunakannya ABRI sebagai alat kekuasaan pada masa orde baru telah menyebabkan terjadinya penyimpangan peran Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang 12. mengakibatkan tidak berkembangnya kehidupan demokrasi. 13. Globalisasi dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya dapat memberikan keuntungan bagi bangsa Indonesia, tetapi jika tidak diwaspadai dapat memberi dampak negatif terhadap kehidupan berbangsa.
Pada masa era reformasi, telah tiga kali pergantian Presiden, yaitu Presiden B.J. Habibie dengan Kabinet Reformasi Pembangunan, Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Presiden hasil Pemilu tahun 1999 dengan Kabinet Persatuan Nasional, namun Presiden Abdurrahman Wahid diperhentikan oleh MPR karena dianggap melanggar haluan negara, kemudian digantikan oleh Presiden Megawati dengan Kabinet Gotong Royong. Pada masa era globa ini, pembangunan l nasional dilaksanakan tidak lagi seperti orde baru yang dikenal dengan nama rencana pembangunan lima tahun (Repelita), melainkan dengan nama program pembangunan nasional (Propenas). Propenas yang telah disusun oleh Bappenas, berlaku untuk tahun 2000-2004.
2 . 30
Propenas tersebut meliputi berbagai bidang. Dalam uraian berikut akan kita Iihat beberapa bidang dalam Propenas.
a.
2 . 31
d. Otonomi daerah, dengan program utamanya adalah pemantapan perimbangan keuangan pusat dan daerah, penguatan kemampuan sumber daya manusia, penataan kelembagaan daerah, serta pembinaan dan pengawasan.
d. Perekonomian
Periode transisi Habibie terlalu pendek untuk mengisahkan perjalanan ekonomi suatu negara. Yang terjadi adalah untuk mendesain ulang struktur ekonomi yang berbasis konglomerat menuju ekonomi kerakyatan. Pemerintahan Habibie hanya sampai pada upaya pembuatan perangkat undang-undang yang disiapkan dengan tergesa-gesa dan belum tentu dapat dilaksanakan oleh pemerintah selanjutnya, jadi implementasi kebijakannya tidak sempat dilaksanakan. Perekonomian negara sudah menunjukkan adanya perbaikan dibandingkan dengan saat kejatuhan Presiden Soeharto. Pada era Abdurrahman Wahid, perbaikan institusi secara sistematis tidak terjadi, bahkan kesalahan-kesalahan baru terjadi kembali yang menambah lebih parah lagi keadaan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut. Kasus DPUN, yaitu suatu lembaga perhimpunan para konglomerat di dalam institusi kepresidenan. Seharusnya pengusaha besar dengan kepentingan ekonomi yang besar pula seharusnya dipagari dengan batas aturan yang tegas agar tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Berkat kritik yang sangat keras terhadap lembaga ini di mana campur aduk antara swasta dengan pemerintah yang telah membawa ketidakadilan ekonomi di masa orde baru maka lembaga ini akhirnya dibubarkan. Kasus Depsos dan Deppen, yang mana pemerintah Abdurrahman Wahid membubarkan lembaga bermasalah, tetapi penggantinya tidak dipikirkan, dengan cara itu pemerintah terus menghadapi permasalahan dan menciptakan persoalan baru bagi rakyat banyak. Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid praktis tidak ada masalah dalam negeri yang terselesaikan dengan baik, seperti kasus Aceh, konflik Maluku, dan sebagainya. Ketidakstabilan politik dan sosial yang belum surut menambah kesan bagi investor asing bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang berisiko tinggi bagi investor. Akibatnya, kondisi ekonomi nasional cenderung lebih buruk dari pemerintahan Habibie. Presiden Abdurrahman Wahid dianggap cenderung bersikap diktator dan praktek KKN di lingkungannya semakin intensif. Sikap Presiden tersebut juga menimbulkan perseteruan dengan DPR yang klimaksnya adalah dikeluarkannya memorandum I dan II. Pada akhirnya, dalam Sidang lstimewa MPR tahun 2001 Presiden Abdurrahman Wahid diberhentikan dan Megawati dilantik menjadi Presiden RI yang kelima. Dalam menjaga kesinambungan penyelenggaraan negara, maka MPR mengeluarkan Tap. MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan, yang terdiri atas tiga visi, yaitu sebagai berikut: 1). Visi Indonesia masa depan ialah cita-cita luhur sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
2 . 32
2). Visi lima tahuan dirumuskan dalam Garis-Caris Besar Haluan Negara. 3). Visi antara masa depan dan lima tahunan disebut Visi Indonesia 2020. Visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri serta baik dan bersih dan penyelenggaraan negara.Dalam mewujudkan Visi Indonesia 2020, bangsa dan negara menghadapai tantangan keadaan dan perubahan saat ini dan masa depan, baik di dalam maupun dari Iuar negeri, yaitu sebagai berikut. a. b. c. d. e. f. g. Pemantapan persatuan bangsa dan kesatuan bangsa. Sistem hukum yang adil. Sistem politik yang demokratis Sistem ekonomi yang adil dan produktif. Sistem sosial budaya yang beradab. Sumber daya manusia yang bermutu. Globalisasi.
Presiden Megawati yang memulai pemerintahannya November 2001 masih menyisakan suatu pekerjaan berat yang belum terselesaikan. Sesuai dengan rekomendasi MPR ST 2002 menyampaikan beberapa permasalahan untuk segera dituntaskan sebagai berikut: ,
f.
2 . 33
sumber daya alam, utang domestik pemerintah yang membebani APBN, dan penerimaan pajak yang belum optimal.
2 . 34