Anda di halaman 1dari 26

PENDIDIKAN PANCASILA

“Pancasila dalam Konteks Sejarah Perjuangan


Bangsa Indonesia”

Dosen Pengampu:
Drs. Muhammad Tang, M.Pd.

Disusun oleh:

Cici Septia (45222113)

Hartanti Simma’ Sapin (45222114)

Raisya Triswani Visiarti (45222124)

Kelas: 1E

PROGRAM STUDI D4 ADMINISTRASI BISNIS

JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA

POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG

2023

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 3

A. Latar Belakang ............................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 4

A. Nilai-Nilai Pancasila pada Masa Kejayaan Nasional ..................................................... 4

B. Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Sistem Penjajahan .......................................... 7

C. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ................................................................ 11

D. Perjuangan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan Indonesia .......................... 17

E. Pancasila Era Reformasi .............................................................................................. 22

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 25

KESIMPULAN ................................................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 26

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya berjalan berabad-
abad, dengan cara bermacam-macam dan bertahap. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia
yang panjang itu, maka perlulah ditetapkan tonggak-tonggak sejarah tersebut, yaitu
peristiwa peristiwa yang menonjol, terutama dalam hubungannya dengan nilai-nilai
perumusan Pancasila. Dengan nilai-nilai karakter yang diintegrasikan yaitu nasionalisme
dan perjuangan.

Pembahasan dalam bab ini bertujuan untuk memahami dan menginternalisasi nilai-nilai
sejarah perjuangan bangsa Indonesia, yang meliputi sebagai berikut.
a. Nilai-nilai Pancasila pada Masa kejayaan nasional
• Masa kerajaan Sriwijaya
• Masa kerajaan Majapahit
b. Perjuangan bangsa Indonesia melawan sistem penjajahan
• Perjuangan sebelum abad XX.
• Kebangkitan Nasional 1908
• Sumpah Pemuda 1928.
• Perjuangan bangsa Indonesia pada masa penjajahan Jepang.
c. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945
• Proses perumusan Pancasila dan UUD 1945
• Proklamasi kemerdekaan dan maknanya
• Proses pengesahan Pancasila dasar negara dan UUD 1945.
d. Perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia
• Masa revolusi fisik.
• Masa demokrasi liberal.
• Masa orde lama
• Masa orde baru.
• Masa era global.
e. Pancasila era reformasi

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Nilai-Nilai Pancasila pada Masa Kejayaan Nasional


Menurut sejarah, kira-kira pada abad VII-XII, bangsa Indonesia telah mendirikan
kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan dan kemudian pada abad XIII-XVI didirikan pula
kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Kedua zaman itu merupakan tonggak sejarah bangsa
Indonesia karena bangsa Indonesia pada masa itu telah memenuhi syarat-syarat sebagai
suatu bangsa yang mempunyai negara. Kedua kerajaan itu telah merupakan negara-negara
berdaulat, bersatu, serta mempunyai wilayah yang meliputi seluruh nusantara ini. Pada
zaman tersebut, kedua kerajaan itu telah mengalami kehidupan masyarakat yang sejahtera.

Menurut Mr. Muhammad Yamin, berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak dapat
dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang
bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap. Pertama,
zaman Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra (600-1400). Kedua, negara kebangsaan
zainan Majapahit (1293-1525). Kedua tahap negara kebangsaan tersebut adalah negara
kebangsaan lama. Ketiga, negara kebangsaan modern, yaitu negara Indonesia merdeka 17
Agustus 1945 (Sekretariat Negara RI. 1995: 11).

1. Masa kerajaan Sriwijaya


Pada abad ke VII, berdirilah kerajaan Sriwijaya di bawah kekuasaan wangsa
Syailendra di Sumatera. Kerajaan yang berbahasa Melayu Kuno dan menggunakan
huruf pallawa tersebut dikenal juga sebagai kerajaan maritim yang mengandalkan jalur
perhubungan laut. Kekuasaan Sriwijaya menguasai Selat Sunda (686), kemudian Selat
Malaka (775). Sistem perdagangan telah diatur dengan baik, di mana pemerintah
melalui pegawai raja membentuk suatu badan yang dapat mengumpulkan hasil
kerajinan rakyat sehingga rakyat mengalami kemudahan dalam pemasarannya. Dalam
sistem pemerintahan sudah terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda kerajaan,
rohaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan gedung-gedung dan patung-
patung suci sehingga saat itu kerajaan dapat menjalankan sistem negaranya dengan
nilai-nilai ketuhanan (Kaelan, 1999:27).
4
Pada zaman Sriwijaya telah didirikan universitas agama Budha yang sudah
dikenal di Asia. Pelajar dari universitas ini dapat melanjutkan studi ke India, banyak
guru-guru tamu yang mengajar di sini dari India, seperti Dharmakitri. Cita-cita
kesejahteraan bersama dalam suatu negara telah tercermin pada kerajaan Sriwijaya,
sebagaimana tersebut dalam perkataan "marvuat vannua Criwijaya Siddhayatra
Subhiksa" (suatu cita-cita negara yang adil dan makmur). (Kaelan, 1999: 27).
Unsur-unsur yang terdapat di dalam Pancasila, yaitu ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, tata pemerintahan atas dasar musyawarah dan keadilan sosial telah terdapat
sebagai asas-asas yang menjiwai bangsa Indonesia, yang dihayati serta dilaksanakan
pada waktu itu, hanya saja belum dirumuskan secara konkret. Dokumen tertulis yang
membuktikan terdapatnya unsur-unsur tersebut ialah prasasti-prasasti di Talaga Batu,
Kedukan Bukit, Karang Brahi, Talang Tuo, dan Kota Kapur (Dardji Darmodihardjo,
1974: 22-23).
Pada hakikatnya nilai-nilai budaya bangsa semasa kejayaan Sriwijaya telah
menunjukkan nilai-nilai Pancasila, yaitu sebagai berikut.
a. Nilai sila pertama, terwujud dengan adanya umat agama Budha dan Hindu hidup
berdampingan secara damai. Pada kerajaan Sriwijaya terdapat pusat kegiatan
pembinaan dan pengembangan agama Budha.
b. Nilai sila kedua, terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India (Dinasti
Harsha). Pengiriman para pemuda untuk belajar di India. Telah tumbuh nilai-nilai
politik luar negeri yang bebas dan aktif.
c. Nilai sila ketiga, sebagai negara maritim, Sriwijaya telah menerapkan konsep
negara kepulauan sesuai dengan konsepsi wawasan nusantara.
d. Nilai sila keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas, meliputi
(Indonesia sekarang) Siam, dan Semenanjung Melayu.
e. Nilai sila kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan, sehingga
kehidupan rakyatnya sangat makmur.

2. Masa kerajaan Majapahit


Sebelum kerajaan Majapahit berdiri telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa
Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti, yaitu Kerajaan Kalingga (abad ke-VII)
dan Sanjaya (abad ke-VIII), sebagai refleksi puncak budaya dari kerajaan tersebut
adalah dibangunnya candi Borobudur (candi agama Budha pada abad ke-IX) dan candi
Prambanan (candi agama Hindu pada abad ke-X).

5
Di Jawa Timur muncul pula kerajaan-kerajaan, yaitu Isana (abad ke-IX),
Dharmawangsa (abad ke-X), dan Airlangga (abad ke-XI). Agama yang diakui kerajaan
adalah agama Budha, agama Wisnu, dan agama Syiwa yang telah hidup berdampingan
secara damai. Nilai-nilai kemanusiaan telah tercermin dalam kerajaan ini, terbukti
menurut prasasti Kelagen bahwa Raja Airlangga telah mengadakan hubungan dagang
dan bekerja sama dengan Benggala, Chola, dan Champa. Nilai- nilai sila keempat telah
terwujud, yaitu dengan diangkatnya Airlangga sebagai raja melalui musyawarah antara
pengikut Airlangga dengan rakyat dan kaum Brahmana. Sedangkan nilai-nilai keadilan
sosial terwujud pada saat Raja Airlangga memerintahkan untuk membuat tanggul dan
waduk demi kesejahteraan pertanian rakyat (Aziz Toyibin, 1997: 28-29).
Bahkan, pada masa kerajaan ini, istilah Pancasila dikenali yang terdapat dalam
buku Nagarakertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Empu
Tantular. Dalam buku tersebut istilah Pancasila di samping mempunyai arti "berbatu
sendi yang lima" (dalam bahasa Sansekerta), juga mempunyai arti "pelaksanaan
kesusilaan yang lima" (Fancasila Krama).
1. Tidak boleh melakukan kekerasan.
2. Tidak boleh mencuri.
3. Tidak boleh berjiwa dengki.
4. Tidak boleh berbohong.
5. Tidak boleh mabuk minuman keras
Pada abad ke-XIII, berdiri kerajaan Singasari di Kediri, Jawa Timur, yang ada
hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit (1293). Zaman keemasan
Majapahit terjadi pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah
Mada. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya membentang dari Semenanjung
Melayu sampai ke Irian Jaya.
Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa telah terbukti pada waktu agama
Hindu dan Budha hidup berdampingan secara damai. Empu Prapanca menulis
Negarakertagama (1365) yang di dalamnya telah terdapat istilah Pancasila. Empu
Tantular mengarang buku Sutasoma di mana dalam buku itu terdapat seloka persatuan
nasional yang berbunyi "Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrus", artinya
walaupun berbeda-beda, namun satu jua dan tidak ada agama yang memiliki tujuan
yang berbeda. Hal ini menunjukkan realitas beragama saat itu. Seloka toleransi ini juga
diterima oleh kerajaan Pasai di Sumatera sebagai bagian kerajaan Majapahit. yang
telah memeluk agama Islam.

6
Sila kemanusiaan telah terwujud, yaitu hubungan Raja Hayam Wuruk dengan
baik dengan kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa, dan Kamboja. Di samping itu, juga
mengadakan persahabatan dengan negara-negara tetangga atas dasar Mitreka Satata.
Perwujudan nilai-nilai sila persatuan Indonesia telah terwujud dengan keutuhan
kerajaan, khususnya Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Gajah Mada yang
diucapkannya pada sidang Ratu dan menteri-menteri pada tahun 1331 yang berisi cita-
cita mempersatukan seluruh nusantara raya yang berbunyi: "Saya baru akan berhenti
berpuasa makan palapa, jika seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara,
jika gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang, dan
Tumasik telah dikalahkan." (Muh. Yamin, 1960:60).
Sila kerakyatan (keempat) sebagai nilai-nilai musyawarah dan mufakat juga
telah dilakukan oleh sistem pemerintahan kerajaan Majapahit. Menurut prasasti
Brumbung (1329), dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat semacam
penasihat kerajaan, seperti Rakryan I Hino, I Sirikan, dan 1 Halu yang berarti
memberikan nasihat kepada raja. Kerukunan dan gotong royong dalam kehidupan
masyarakat telah menumbuhkan adat bermusyawarah untuk mufakat dalam
memutuskan masalah bersama. Sedangkan perwujudan sila keadilan sosial adalah
sebagai wujud dari berdirinya kerajaan beberapa abad yang tentunya ditopang dengan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat kita pahami bahwa zaman Sriwijaya dan
Majapahit adalah sebagai tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam
mencapai cita-citanya.

B. Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Sistem Penjajahan


Menurut sejarah Kesuburan Indonesia dengan hasil buminya yang melimpah, terutama
rempah- rempah yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara di luar Indonesia,
menyebabkan bangsa asing (Eropa) masuk ke Indonesia. Bangsa Eropa yang
membutuhkan rempah-rempah itu mulai memasuki Indonesia, yaitu Portugis, Spanyol,
Inggris, dan Belanda. Masuknya bangsa Eropa seiring dengan keruntuhan Majapahit
sebagai akibat perselisihan dan perang saudara, yang berarti nilai-nilai nasionalisme sudah
ditinggalkan, walaupun abad ke-XVI agama Islam berkembang dengan pesat dengan
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, seperti Samudra Pasai dan Demak, tampaknya tidak
mampu membendung tekanan bangsa Eropa memasuki Indonesia.

7
Bangsa-bangsa Eropa berlomba-lomba memperebutkan kemakmuran bumi Indonesia
ini. Sejak itu, mulailah lembaran hitam sejarah Indonesia dengan penjajahan Eropa,
khususnya Belanda. Masa pejajahan Belanda itu dijadikan tonggak sejarah perjuangan
bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya, sebab pada zaman penjajahan ini apa yang
telah dicapai oleh bangsa Indonesia pada zaman Sriwijaya dan Majapahit menjadi hilang.
Kedaulatan negara hilang, persatuan dihancurkan, kemakmuran lenyap, wilayah diinjak-
injak oleh penjajah.
1. Perjuangan sebelum abad ke-XX
Penjajahan Eropa yang memusnahkan kemakmuran bangsa Indonesia itu tidak
dibiarkan begitu saja oleh segenap bangsa Indonesia. Sejak semula, imprialis itu
menjejakkan kakinya di Indonesia, di mana-mana bangsa Indonesia melawannya
dengan semangat patriotik melalui perlawanan secara fisik.
Kita mengenal nama-nama pahlawan bangsa yang berjuang dengan gigih
melawan penjajah. Pada abad ke-XVII dan XVIII perlawanan terhadap penjajah
digerakkan oleh Sultan Agung (Mataram 1645), Sultan Ageng Tirtayasa dan Ki Tapa
di Banten (1650), Hasanuddin di Makasar 1660), Iskandar Muda di Aceh (1635),
Untung Surapati dan Trunojoyo di Jawa Timur (1670), Ibnu Iskandar di Minangkabau
(1680), dan lain-lain.
Pada permulaan abad ke-XIX penjajah Belanda mengubah sistem
kolonialismenya yang semula berbentuk perseroan dagang partikelir yang bernama
VOC berganti dengan badan pemerintahan resmi, yaitu pemerintahan Hindia Belanda.
Semula pernah terjadi pergeseran pemerintahan penjajahan dari Hindia Belanda
kepada Inggris, tetapi tidak berjalan lama dan segera kembali kepada Belanda lagi.
Dalam usaha memperkuat kolonialismenya, Belanda menghadapi perlawanan bangsa
Indonesia yang dipimpin oleh Patimura (1817), Imam Bonjol di Minangkabau (1822-
1837), Diponegoro di Mataram (1825-1830), Badaruddin di Palembang (1817),
Pangeran Antasari di Kalimantan (1860), Jelantik di Bali (1850), Anang Agung Made
di Lombok (1895), Teuku Umar, Teuku Cik Di Tiro dan Cut Nya'Din di Acch (1873-
1904), Si Singamangaraja di Batak (1900).
Pada hakikatnya perlawanan terhadap Belanda itu terjadi hampir di setiap
daerah di Indonesia. Akan tetapi, perlawanan-perlawanan secara fisik terjadi secara
sendiri-sendiri di setiap daerah. Tidak adanya persatuan serta koordinasti dalam
melakukan perlawanan sehingga tidak berhasilnya bangsa Indonesia mengusir
kolonialis, sebaliknya semakin memperkukuh kedudukan penjajah. Hal ini

8
membuktikan betapa pentingnya rasa persatuan (nasionalisme) dalam menghadapi
penjajahan.

2. Kebangkitan Nasional 1908


Pada permulaan abad ke-XX bangsa Indonesia mengubah cara-caranya dalam
melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Kegagalan perlawanan secara
fisik yang tidak adanya koordinasi pada masa lalu mendorong pemimpin pemimpin
Indonesia abad ke-XX itu untuk mengubah bentuk perlawanan yang lain. Bentuk
perlawanan itu ialah dengan membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia akan
pentingnya bernegara. Usaha-usaha yang dilakukan adalah mendirikan berbagai
macam organisasi politik di samping organisasi yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan sosial. Organisasi sebagai pelopor pertama adalah Budi Utomo pada
tanggal 20 Mei 1908. Mereka yang tergabung dalam organisasi itu mulai merintis jalan
baru ke arah tercapainya cita-cita perjuangan bangsa Indonesia, tokohnya yang
terkenal adalah dr. Wahidin Sudirohusodo. Kemudian bermunculan organisasi
pergerakan lain, yaitu Sarikat Dagang Islam (1909), kemudian berubah bentuknya
menjadi pergerakan politik dengan menganti nama menjadi Sarikat Islam (1911) di
bawah pimpinan HO.S. Tjokroaminoto. Berikutnya muncul pula Indische Parti (1913)
dengan pimpinan Douwes Dekker, Ciptomangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara.
Namun karena terlalu radikal, pemimpinnya dibuang ke luar negeri (1913). Akan
tetapi, perjuangan tidak kendur karena kemudian berdiri Partai Nasional Indonesia
(1927) yang dipelopori oleh Soekarno dan kawan-kawan.

3. Sumpah Pemuda 1928


Pada tanggal 28 Oktober 1928 terjadilah penonjolan peristiwa sejarah
perjuangan bangsa Indonesia mencapai cita-citanya. Pemuda-pemuda Indonesia yang
di pelopori oleh Muh. Yamin, Kuncoro Purbopranoto, dan lain-lain
mengumandangkan sumpah pemuda yang berisi pengakuan akan adanya bangsa, tanah
air, dan bahasa satu, yaitu Indonesia.
Melalui sumpah pemuda ini, makin tegaslah apa yang diinginkan oleh bangsa
Indonesia, yaitu kemerdekaan tanah air dan bangsa. Oleh karena itu, diperlukan adanya
persatuan sebagai suatu bangsa yang merupakan syarat mutlak. Sebagai tali pengikat
persatuan itu adalah bahasa Indonesia.

9
Sebagai realisasi perjuangan bangsa, pada tahun 1930 berdirilah Partai
Indonesia yang disingkat dengan Partindo (1931) sebagai pengganti PNI yang
dibubarkan. Kemudian golongan Demokrat yang terdiri atas Moh. Hatta dan Sutan
Syahrir mendirikan PNI Baru, dengan semboyan kemerdekaan Indonesia harus dicapai
dengan kekuatan sendiri

4. Perjuangan bangsa Indonesia pada masa penjajahan Jepang


Pada tanggal 7 Desember 1941 meletuslah perang Pasifik, dengan dibomnya
Pearl Harbour oleh Jepang. Dalam waktu yang singkat, Jepang dapat menduduki
daerah-daerah jajahan Sekutu di daerah Pasifik
Kemudian pada tanggal 8 Maret 1942, Jepang masuk ke Indonesia menghalau
penjajah Belanda. Pada saat itu, Jepang mengetahui keinginan bangsa Indonesia, yaitu
kemerdekaan bangsa dan tanah air Indonesia. Peristiwa penyerahan Indonesia dari
Belanda kepada Jepang terjadi di Kalijati Jawa Tengah tanggal 8 Maret 1942.
Jepang mempropagandakan kehadirannya di Indonesia untuk membebaskan
Indonesia dari cengkraman Belanda. Oleh karena itu, Jepang memperbolehkan
pengibaran bendera merah putih serta menyanyikan lagu Indonesia Raya. Akan tetapi,
hal itu merupakan tipu muslihat agar rakyat Indonesia membantu Jepang untuk
menghancurkan Belanda.
Hal ini merupakan kenyataan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, bahwa
sesungguhnya Jepang tidak kurang kejamnya dengan penjajahan Belanda. Bahkan
pada zaman ini, bangsa Indonesia mengalami penderitaan dan penindasan yang sampai
kepada puncaknya. Kemerdekaan tanah air dan bangsa Indonesia yang didambakan
tidak pernah menunjukkan tanda-tanda kedatangannya, bahkan terasa semakin
menjauh, bersamaan dengan semakin mengganasnya bala tentara Jepang. Kekecewaan
rakyat Indonesia akibat perlakuan Jepang itu menimbulkan perlawanan-perlawanan
terhadap Jepang, baik secara ilegal maupun secara legal, seperti pemberontakan Peta
di Blitar.
Sejarah berjalan terus, di mana Perang Pasifik menunjukkan tanda-tanda akan
berakhirnya dengan kekalahan Jepang di mana-mana. Untuk mendapatkan bantuan
dari rakyat Indonesia, Jepang berusaha membujuk hati bangsa Indonesia dengan
mengumumkan janji kemerdekaan kelak di kemudian hari apabila perang telah selesai.
Kemudian janji yang kedua kemerdekaan diumumkan lagi oleh Jepang berupa
kemerdekaan tanpa syarat yang disampaikan seminggu sebelum Jepang menyerah.

10
Bangsa Indonesia diperkenankan memperjuangkan kemerdekaannya, bahkan
menganjurkan agar berani mendirikan negara Indonesia merdeka di hadapan musuh
Jepang.

C. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945


Pembahasan pada subbagian ini meliputi proses perumusan Pancasila dan UUD
1945, proklamasi kemerdekaan dan maknanya, dan proses pengesahan Pancasila dasar
negara dan UUD 1945
1. Proses perumusan Pancasila dan UUD 1945
Sebagai tindak lanjut dari janji Jepang, maka tanggal 1 Maret 1945 Jepang
mengumumkan akan dibentuk Badan Fenyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (Badan Penyelidik), dalam bahasa Jepang disebut Dokuritu Zyunbi
Tyoosakai. Badan penyelidik ini kemudian dibentuk tanggal 29 April 1945.
Dengan adanya Badan Penyelidil. ini. Bangsa indonesia dapat secara legal
mempersiapkan kemerdekaannya, untuk merumuskan syarat-syarat yang harus
dipenuhi sebagai negara merdeka. Oleh karena itu, peristiwa ini dapat dijadikan
sebagai tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya.
Pada tanggal 29 Mei 1945, Badan Penyelidik mengadakan sidangnya yang
pertama. Beberapa tokoh berbicara dalam sidang tersebut.

a. Mr. Muhamad Yamin (29 Mei 1945)


Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muh. Yamin mendapat kesempatan pertama
mengemukakan pidatonya di hadapan 11iding lengkap Badan Penyelidik yang
pertama. Pidatonya berisikan lima asas dasar untuk negara Indonesia merdeka yang
diidam-idamkan, yaitu sebagai berikut.
1) Perikebangsaan.
2) Perikemanusiaan.
3) Periketuhanan.
4) Perikerakyatan.
5) Kesejahteraan rakyat.

11
Setelah berpidato beliau menyampaikan usul tertulis mengenai Rancangan
UUD Republik Indonesia. Di dalam pembukaan dari rancangan itu tercantum
perumusan lima asas dasar negara yang berbunyi sebagai berikut.
1) Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Kebangsaan persatuan Indonesia.
3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5) Keadilanan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perlu dicatat, bahwa usul lima asas dasar negara yang dikemukakan oleh Mr.
Muh. Yamin secara lisan dan yang dikemukakan secara tertulis terdapat perbedaan, hal
itu sebagai bukti sejarah.

b. Ir. Soekarno (1 Juni 1945)


Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya di hadapan
sidang hari ketiga Badan Penyelidik. Dalam pidatonya diusulkan lima hal untuk
menjadi dasar-dasar negara merdeka, dengan rumusannya sebagai berikut.
1) Kebangsaan Indonesia.
2) Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3) Mufakat (demokrasi).
4) Kesejahteraan sosial.
5) Ketuhanan yang berkebudayaan.

Untuk lima dasar negara itu, beliau usulkan pula agar diberi nama Pancasila,
yang menurut beliau diusulkan oleh kawan beliau seorang ahli bahasa. Lima prinsip
sebagai dasar negara itu selanjutnya dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu, (1) sosio
nasionalisme (kebangsaan), (2) sosio demokrasi (mufakat), dan (3) ketuhanan.
Kemudian Tri Sila dapat diperas lagi menjadi Eka Sila yang berinti gotong royong.

Piagam Jakarta (22 Juni 1945)


Pada tanggal 22 Juni 1945, sembilan tokoh nasional anggota Badan Penyelidik
mengadakan pertemuan untuk membahas pidato-pidato dan usal-usul mengenai dasar
negara yang telah dikemukakan dalam sidang Badan Penyelidik Setelah mengadakan

12
pembahasan disusunlah sebuah Piagam yang kemudian dikenal Piagam Jakarta,
dengan rumusan Pancasila sebagai berikut.
1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk
pemeluknya.
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3) Persatuan Indonesia.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kesembilan tokoh tersebut ialah In Soekarno, Des. Moh. Hatta, Mr. A.A.
Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Moezakir, Haji Agus Salim, Mr.
Achmad Soebardjo, K.H. Wachid Hasjim, dan Mr. Muh. Yarnin
Piagam Jakarta yang di dalamnya terdapat perumusan dan sistematika Pancasila
sebagaimana diuraikan di atas, kemudian diterima oleh Badan Penyelidik dalam sidang
keduanya tanggal 14-16 Juli 1945.

2. Proklamasi kemerdekaan dan maknanya


Pada tanggal 9 Agustus 1945, terbentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) yang disebut dalam bahasa Jepang dokuritu zyunbi linkai. Ir.
Soekarno diangkat sebagai ketua dan wakilnya Drs. Moh. Hatta. Badan ini mula-mula
bertugas memeriksa hasil-hasil Badan Penyelidik, tetapi kemudian mempunyai
kedudukan dan fungsi yang penting, yaitu sebagai berikut.
a. Mewakili seluruh bangsa Indonesia.
b. Sebagai pembentuk negara
c. Menurut teori hukum, badan ini mempunyai wewenang meletakkan dasar negara
(pokok kaidah negara fundamental)

Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah kalah kepada Sekutu. Pada
saat itu terjadilah kekosongan kekuasaan di Indonesia. Inggris diserahi oleh Sekutu
untuk memelihara keamanan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia Sementara sambil
menunggu kedatangan Inggris, tugas penjagaan keamanan di Indonesia oleh Sekutu
diserahkan kepada Jepang yang telah kalah perang.

13
Situasi kekosongan kekuasaan itu tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia.
Pemimpin-pemimpin bangsa, terutama para pemudanya, segera menanggapi situasi ini
dengan mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diselenggarakan
oleh PPKI sebagai wakil bangsa Indonesia. Naskah Proklamasi ditandatangani oleh Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia, bertanggal 17 Agustus
1945,
Berdasarkan kenyataan sejarah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah dari Jepang, melainkan sebagai suctu
perjuangan dari kekuatan sendiri. Proklamasi Kemerdekaan merupakan titik kulminasi
dari perjuangan bangsa Indonesia dalam membebaskan dirinya dari cengkraman
penjajah selama berabad-abad.
Proklamasi kemerdekaan negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945
mempunyai makna yang sangat penting bagi bangsa dan negara Indonesia, yaitu
sebagai berikut.
a. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai titik puncak perjuangan
bangsa Indonesia
Kemerdekaan Indonesia merupakan buah perjuangan bangsa Indonesia melawan
penjajahan secara bertahap-tahap. Pertama, perlawanan terhadap penjajahan Barat
sebelum tahun 1908. Kedua, perjuangan dengan menggunakan organisasi. Ketiga,
perlawanan dengan melahirkan rasa nasionalisme. Keempat, perjuangan melalui
taktik kooperasi dan nonkooperasi. Kelima, perlawanan bangsa menentang
penjajahan sampai kepada puncak, yaitu Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945.
b. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai sumber lahirnya Republik
Indonesia
Proklamasi bermakna bahwa bangsa Indonesia yang selama berabad-abad dijajah
telah berhasil melepaskan diri dari belenggu penjajahan dan sekaligus membentuk
perubahan baru, yaitu negara Republik Indonesia, dengan membawa dua akibat.
Pertama, lahirlah tata hukum Indonesia dan sekaligus dihapusnya tata hukum
kolonial. Kedua, merupakan sumber hukum bagi pembentukan negara kesatuan
Republik Indonesia.
c. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan norma pertama dari
tata hukum Indonesia

14
Dengan dinyatakan kemerdekaan bangsa Indonesia dilihat dari segi hukum berarti
bangsa Indonesia telah memutuskan ikatan dengan tata hukum sebelumnya.
Dengan demikian, bangsa Indonesia saat ini telah mendirikan tata hukum yang
baru, yaitu tata hukum Indonesia yang ditentukan dan dilaksanakan sendiri oleh
bangsa Indonesia.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan norma pertama dari tata


hukum Indonesia. Berarti, proklamasi adalah suatu peraturan yang pertama lahirnya.
Oleh karena itu, proklamasi merupakan dasar berlakunya norma-norma aturan hukum
yang lain. Sebagai norma pertama atau norma dasar dilihat dari segi hukum tak
mungkin dicari dasar hukumnya, diterima sebagai suatu kenyataan, kapan timbulnya.
tidak dapat ditetapkan secara pasti, hanya dapat diketahui apabila proklamasi itu
benar-benar terjadi.
Proklamasi Kemerdekaan merupakan perwujudan formal dari salah satu
revolusi bangsa Indonesia untuk menyatakan, baik kepada diri sendiri maupun kepada
dunia luar (internasional), bahwa bangsa Indonesia mulai saat itu telah mengambil
sikap untuk menentukan nasib sendin, yaitu mendirikan negara sendiri, termasuk tata
hukum dan tata negaranya.
Setelah sidang pertama BPUPKI dilaksanakan, terjadi perdebatan sengit yang
disebabkan perbedaan pendapat. Karena apabila dilihat lebih jauh para anggota
BPUPKI terdiri atas elit nasionalis netral agama, elit nasionalis muslim dan elit
nasionalis Kristen. Elit nasionalis muslim di BPUPKI mengusulkan Islam sebagai
dasar negara, namun dengan kesadaran yang dalam akhirnya terjadi kompromi politik
antara nasionalis netral agama dengan nasionalis muslim untuk menyepakati Piagam
Jakarta (22 Juni 1945) yang berisi "tujuh kata": “..dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi "Ketuhanan Yang Maha
Esa" (Risalah Sidang BPUPKL 1995; Anshari, 1981; Darmodihardjo, 1991).
Kesepakatan penjadaan tujuh kata itu dilakukan dengan cepat dan legowo demi
kepentingan nasional oleh elit muslim: Moh. Hatta, Ki Bagus Hadikusumo, Teuku
Moh. Hasan dan tokoh muslim lainnya. Jadi, elite muslim sendiri tidak ingin republik
yang dibentuk ini merupakan negara berbasis agama tertentu (Eleson, dalam Surono
dan Endah (ed.), 2010:37).
Pada awal kelahirannya, menurut Ong Hok Ham dan Andi Achdian, Pancasila
tidak lebih sebagai kontrak sosial. Hal tersebut ditunjukkan oleh sengitnya perdebatan

15
dan negosiasi di tubuh BPUPKI dan PPKI ketika menyepakati dasar negara yang
kelak digunakan Indonesia merdeka (Ali, 2009: 17). Inilah perjalanan the founding
fathers yang begitu teliti mempertimbangkan berbagai kemungkinan dan keadaan agar
dapat melahirkan dasar negara yang dapat diterima semua lapisan masyarakat
Indonesia.

3. Proses pengesahan UUD 1945


Sehari setelah Proklamasi pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan
sidangnya yang pertama dengan menyempurnakan dan mengesahkan UUD 1945. UUD
1945 terdiri atas dua bagian, yaitu bagian Pembukaan dan bagian Batang Tubuh UUD.
Hasil sidang pertama menghasilkan keputusan sebagai berikut.
a. Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945 yang meliputi sebagai berikut.
1) Melakukan beberapa perubahan pada Piagam Jakarta yang kemudian berfungsi
sebagai Pembukaan UUD 1945.
2) Menetapkan rancangan hukum dasar yang telah diterima Badan Penyelidik pada
tanggal 17 Juli 1945, setelah mengalami berbagai perubahan karena berkaitan
dengan perubahan Piagam Jakarta, kemudian berfungsi sebagai Undang-
Undang Dasar 1945.
b. Memilih Presiden dan Wakil Presiden Pertama.
c. Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai Badan
Musyawarah Darurat.

Perubahan yang menyangkut Piagam Jakarta menjadi Pembukaan UUD 1945 adalah
sebagai berikut

16
Perubahan yang menyangkut pasal-pasai UUD sebagai berikut.

D. Perjuangan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan Indonesia


Pembahasan subbagian ini tentang perjuangan mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan Indonesia, meliputi periode (masa) revolusi fisik, demokrasi liberal, orde
lama, orde baru, dan era global.
1. Masa revolusi fisik
Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk dalam waktu singkat dan secara keseluruhan
oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan dan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia. Oleh pembentuk UUD 1945 disadari, bahwa untuk membentuk
lembaga-lembaga negara tingkat pusat, serta peraturan perundang-undangan sebagaimana
dikehendaki oleh UUD 1945 adalah membutuhkan waktu lama. Terlebih pada waktu itu
segala tenaga dan pikiran serta perhatian masih dipusatkan serta ditujukan untuk
mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru saja diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945.
Sehubungan dengan keadaan pada waktu itu, terutama sikap Belanda yang ingin
menjajah kembali Indonesia, maka untuk menanggapi keadaan tersebut, dipertimbangkan
perlu adanya badan yang ikut bertanggung jawab tentang nasib bangsa dan negara
Indonesia di samping pemerintah. Yang dimaksud Pemerintah pada waktu itu adalah
Presiden.
Untuk tujuan tersebut dikeluarkanlah Maklumat Wakil Presiden No. X (eks) tanggal 16
Oktober 1945 tentang Pemberian Kekuasaan Legislatif kepada Komite Nasional Indonesia
Pusat, Berdasarkan Maklumat Wakil Presiden tersebut kedudukan Komite Nasional

17
Indonesia Pusat dianggap sebagai Dewan Perwakilan Rakyat dan bahkan sebagai Majelis
Permusyawaratan Rakyat.

2. Masa demokrasi liberal


Belanda mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka. Mereka tidak tinggal diam, ia
ingin menjajah kembali seperti tempo dahulu. Oleh karena itu, ia berusaha menduduki
wilayah negara Republik Indonesia dan merebut kekuasaan pemerintahan Republik
Indonesia. Masuknya Belanda dan menduduki wilayah Republik Indonesia, dilakukan
dengan cara membonceng tentara Sekutu yang bertugas melucuti tentara Jepang di
Indonesia, setelah Jepang menyatakan kekalahannya dalam Perang Dunia II.
Beberapa daerah di mana Belanda mendudukinya diusahakan terbentuknya negara-
negara kecil yang bersifat kedaerahan beserta dengan pemerintahannya. Sejak itu wilayah
negara Republik Indonesia berkembang menjadi dua pemerintahan, yaitu sebagai berikut.
a. Pemerintahan Republik Indonesia yang mempertahankan kemerdekaannya serta
kedaulatannya baik terhadap pihak Belanda maupun terhadap pihak dunia luar
berdasarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
b. Pemerintah negara-negara kecil yang didirikan oleh atau paling tidak atas bantuan
Belanda.
Sikap dan usaha Belanda tersebut di mana-mana mendapat tantangan dan perlawanan
sengit dari bangsa Indonesia. Akhirnya, Belanda menyadari bahwa tidaklah mungkin
menjajah kembali dan mendirikan pemerintahan seperti halnya pada zaman Hindia
Belanda dahulu. Dalam rangka maksud Belanda itu, maka dibentuk Komite Indonesia
Serikat sebagai usaha membentuk negara Republik Indonesia Serikat. Belanda telah
berhasil membentuk negara-negara kecil, yaitu sebagai berikut.
a. Negara Indonesia Timur (1946).
b. Negara Sumatera Timur (1947).
c. Negara Pasundan (1948).
d. Negara Sumatera Selatan (1948).
e. Negara Jawa Timur (1948).
f. Negara Madura (1948).
Negara-negara itulah yang kemudian bergabung dalam Bonnkomst or Federal Overleg
(BPO), atau pertemuan untuk permusyawaratan federal, yang merupakan aliran
federalisme atas usaha Belanda.

18
Sementara itu, persiapan-persiapan juga telah terjadi di daerah-daerah Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tenggara, Dayak Besar, Banjar Bangka, Belitung,
Riau, dan Jawa Tengah. Sementara itu, pihak Belanda tenas menerus melancarkan tekanan
tekanan secara diplomatis terhadap pemerintah Republik Indonesia, antara lain melalui
Persetujuan Linggarjati (25 Maret 1947) dan Persetujuan Renville (17 Januari 1948) Isi
persetujuan-persetujuan tersebut pada hakikatnya bersifat mempersempit wilayah serta
kekuasaan pemerintah Republik Indonesia. Akan tetapi, karena usaha-usaha tersebut
masih belum juga dapat berhasil terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat, maka
tidak ada jalan lain lagi bagi pihak Belanda selain dengan jalan mengadakan tindakan
kekerasan bersenjata berupa penyerbuan atau agresi atas wilayah Republik Indonesia,
wilayah mana oleh pihak Belanda baik dalam Persetujuan Linggarjati maupun dalam
Persetujuan Renville telah diakuinya sebagai wilayah Republik Indonesia.
Sehubungan dengan keadaan tersebut, PBB perlu ikut campur tangan guna
menyelesaikan pertikaian antara negara Republik Indonesia dengan Belanda, dengan
diusahakan suatu konferensi yang diadakan di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949
sampai dengan 2 November 1949 yang dikenal dengan nama Konferensi Meja Bundar
(KMB). Hasilnya yang dicapai dalam persetujuan adalah sebagai berikut:
a. Didirikannya negara Republik Indonesia Serikat.
b. Pengakuan kedaulatan oleh pemerintah kerajaan Belanda kepada pemerintahan
negara Republik Indonesia Serikat.
c. Didirikannya Uni antara negara Republik Indonesia Serikat dan kerajaan Belanda.

3. Masa orde lama


Pemilu tahun 1955, dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi harapan masyarakat,
bahkan kestabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun hankam. Keadaan ini
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.
a. Makin berkuasanya modal-modal raksasa terhadap perekonomian Indonesia.
b. Akibat silih bergantinya kabinet, maka pemerintah tidak mampu menyalurkan
dinamika masyarakat ke arah pembangunan, terutama pembangunan bidang
ekonomi.
c. Sistem liberal berdasarkan UUDS 1950 mengakibatkan kabinet jatuh bangun
sehingga pemerintahan tidak stabil.

19
d. Pemilu 1955 ternyata dalam DPR tidak mencerminkan perimbangan kekuasaan
politik yang sebenarnya hidup dalam masyarakat, karena banyak golongan-golongan
di daerah-daerah belum terwakili di DPR.
e. Konstituante yang bertugas membentuk UUD yang baru ternyata gagal.

Atas dasar hal tersebut Presiden menyatakan, bahwa negara dalam keadaan
ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa serta keselamatan
negara. Untuk itu, Presiden mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 Juli 1959. Isi dekrit
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Membubarkan Konstituante.
b. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlaku lagi UUDS 1950.
c. Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Dengan dasar pemikiran supaya tidak terulang lagi peristiwa di masa lampau, maka
pada waktu itu Presiden Soekarno sebagai kepala eksekutif menerapkan demokrasi
terpimpin. Demokrasi terpimpin adalah suatu paham demokrasi yang tidak didasarkan atas
paham liberalisme, sosialisme-nasional, fasisme, dan komunisme, tetapi oleh suatu paham
demokrasi yang didasarkan kepada keinginan-keinginan luhur bangsa Indonesia, seperti
yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang menuju kepada suatu tujuan
masyarakat adil dan makmur yang penuh dengan kebahagiaan material dan spritual sesuai
dengan cita-cita Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Namun, pelaksanaan demokrasi terpimpin itu (dalam menyimak arti yang sebenarnya)
justru bertentangan dengan Pancasila, yang berlaku adalah keinginan dan ambisi politik
pemimpin sendiri.

4. Masa orde baru


Orde baru mengambil tugas utamanya, yaitu penciptaan ketertiban politik dan
kemantapan ekonomi. Oleh karena itu, orde baru segera mengambil jarak dengan
kelompok-kelompok yang kuat orientasi ideologisnya. Pemimpin orde baru segera
menyusun birokrasi yang mendukung kebijakannya. Diciptakan ABRI yang loyal di
bawah komandonya. Semua lembaga negara baik supra maupun infrastruktur ditentukan
kepemimpinan atas dasar loyalitas kepadanya.
Orde baru bertolak belakang dengan orde lama dalam hal kebijakan ekonomi. Akan
tetapi, dalam hal sistem dan kebijakan politik cenderung otoriter dan monopolistik sebagai

20
pelanjut dari rezim orde lama. Konsentrasi kekuasaan di tangan pemerintah yang
memungkinkan oposisi tidak dapat melakukan kontrol. Pemerintah menganut kebijakan
ekonomi campuran sehingga ekonomi nasional meningkat rata-rata 7 persen dari tahun
1969 hingga dekade 1980-an, tetapi kemudian membuka praktik monopoli, korupsi, dan
kolusi yang berskala massif antara penguasa dengan pengusaha. Penyimpangan serta
skandal raksasa di bidang ekonomi banyak terjadi, seperti kasus Bank Duta, Bapindo, dan
lain-lain. Menurut Didik Rachbini, pada tahun 1993 sekitar 1 persen penduduk
memperoleh 80 persen pendapat nasional, sedangkan 99 persen penduduk di tingkat bawah
dan menengah menerima 20 persen (Mochtar Pabotinggi, 1995: 28-29).
Atas nama stabilitas dan pembangunan ekonomi, pemerintah orde baru menafsirkan
sila-sila kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan yang mengarah kepada ancaman terhadap
sila ketiga.
Orde baru adalah era pemerintahan pengganti pemerintahan orde lama. Pemerintahan
orde lama melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dalam rangka "Revolusi Indonesia
Belum Selesai". Pancasila direduksi peranannya menjadi ajimat keempat dari Panca
Ajimat Revolusi.
Pada kenyataannya, orde baru telah jauh menyimpang dari perjuangannya semula, yaitu
sebagai berikut.
a. Orde baru, secara eksplisit tidak mengakui 1 Juni sebagai lahirnya Pancasila.
b. Butir-butir P-4 mendidik secara halus ketaatan individu kepada kekuasaan dan tidak
ada butir yang mencantumkan kewajiban negara terhadap rakyatnya.
c. Pengamalan Pancasila dengan membentuk citra pembangunan sebagai ideologi,
sehingga rekayasa mendukung Bapak Pembangunan melalui kebulatan tekad rakyat.

5. Masa era global


Penyimpangan kehidupan bernegara era orde baru sampai kepada puncaknya dengan
muncul krisis moneter yang berakibat jatuhnya Presiden Soeharto yang telah berkuasa
selama 32 tahun. Untuk menyelamatkan negara dari kehancuran, maka MPR telah
mengeluarkan ketetapannya.
Sekalipun MPR telah mengeluarkan ketetapannya, namun permasalahan yang
ditinggalkan oleh pemerintahan orde baru bukanlah sedikit, sehingga merumitkan bagi
pemerintah transisi atau pemerintah era reformasi untuk keluar dari permasalahan tersebut.
Oleh karena itu, MPR melalui Ketetapan No. V/ MPR/2000 telah mengeluarkan ketetapan

21
tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. MPR melalui ketetapan tersebut
telah mengidentifikasi masalah yang telah menyebabkan terjadinya krisis yang sangat luas.
Pada masa era global, telah tiga kali pergantian Presiden, yaitu Presiden B.J. Habibie
dengan Kabinet Reformasi Pembangunan, Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Presiden
hasil Pemilu tahun 1999 dengan Kabinet Persatuan Nasional, namun Presiden
Abdurrahman Wahid diberhentikan oleh MPR karena dianggap melanggar haluan negara,
kemudian digantikan oleh Presiden Megawati dengan Kabinet Gotong Royong. Pada masa
era global ini, pembangunan nasional dilaksanakan tidak lagi seperti orde baru yang
dikenal dengan nama Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), melainkan dengan
nama Program Pembangunan Nasional (Propenas). Propenas yang telah disusun oleh
Bappenas, berlaku untuk tahun 2000-2004.

E. Pancasila Era Reformasi


Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat
pelaksana negara, dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi politik. Puncak
dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, maka timbullah
berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan
masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya. "reformasi" di segala
bidang politik, ekonomi dan hukum (Kaelan, 2000:245).
Dengan seolah-olah "dikesampingkannya" Pancasila pada era reformasi ini, pada
awalnya memang tidak nampak suatu dampak negatif yang berarti, namun semakin hari
dampaknya makin terasa dan berdampak sangat fatal terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara Indonesia. Dalam kehidupan sosial, masyarakat kehilangan kendali atas dirinya,
akibatnya terjadi konflik-konflik horisontal dan vertikal secara masif dan pada akhirnya
melemahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia. Dalam
bidang budaya, kesadaran masyarakat atas keluhuran budaya bangsa Indonesia mulai
luntur, yang pada akhirnya terjadi disorientasi kepribadian bangsa yang diikuti dengan
rusaknya moral generasi muda.
Dalam bidang ekonomi, terjadi ketimpangan-ketimpangan di berbagai sektor,
diperparah lagi dengan cengkeraman modal asing dalam perekonomian Indonesia. Dalam
bidang politik, terjadi disorientasi politik kebangsaan, seluruh aktivitas politik seolah-olah
hanya tertuju pada kepentingan kelompok dan golongan. Lebih dari itu, aktivitas politik
hanya sekedar merupakan libido dominandi atas hasrat untuk berkuasa, bukannya sebagai

22
suatu aktivitas memperjuangkan kepentingan nasional yang pada akhirnya menimbulkan
carut marut kehidupan bernegara seperti dewasa ini (Hidayat, 2012).
Namun demikian, kesepakatan Pancasila menjadi dasar Negara Republik Indonesia
secara normatif, tercantum dalam ketetapan MPR. Ketetapan MPR Nomor
XVIII/MPR/1998 Pasal 1 menyebutkan bahwa "Pancasila sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara" (MD, 2011). Ketetapan
ini terus dipertahankan, meskipun ketika itu Indonesia akan menghadapi Amandeman
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.
Selain kesepakatan Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila pun menjadi sumber
hukum yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat (3)
yang menyebutkan, "Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang
tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dan pasal-pasal
Undang-Undang Dasar 1945"
Selain TAP MPR dan berbagai aktivitas untuk mensosialisasikan kembali Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara tegas Undang- Undang
Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang
Undangan menyebutkan dalam penjelasan Pasal 2 bahwa: Penempatan Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat, yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang dipimpin oleh nikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar
filosofis negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Hal tersebut berkorelasi
bahwa undang-undang ini penekanannya pada kedudukan Pancasila sebagai dasar negara.
Sudah barang tentu hal tersebut tidak cukup. Pancasila dalam kedudukannya sebagai
pandangan hidup bangsa perlu dihayati dan diamalkan oleh seluruh komponen bangsa.
Kesadaran ini mulai tumbuh kembali, sehingga cukup banyak lembaga pemerintah di pusat
yang melakukan kegiatan pengkajian sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Salah satu kebijakan

23
nasional yang sejalan dengan semangat melestarikan Pancasila di kalangan mahasiswa
adalah Pasal 35 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang
menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah Agama,
Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.
Makna penting dari kajian historis Pancasila ini ialah untuk menjaga eksistensi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu, seluruh komponen bangsa harus secara
imperatif kategoris menghayati dan melaksanakan Pancasila, baik sebagai dasar negara
maupun sebagai pandangan hidup bangsa, dengan berpedoman kepada nilai-nilai
Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dan secara konsisten menaati ketentuan-ketentuan
dalam pasal-pasal UUD 1945.

24
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
A. Nilai-nilai Pancasila pada Masa kejayaan nasional
Dapat kita pahami bahwa zaman Sriwijaya dan Majapahit adalah sebagai tonggak sejarah
perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya.

B. Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Sistem Penjajahan


Dari perjuangan bangsa Indonesia ini membuktikan betapa pentingnya rasa persatuan
(nasionalisme) dalam menghadapi penjajahan.

C. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945


Berdasarkan kenyataan sejarah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kemerdekaan
Indonesia bukanlah hadiah dari Jepang, melainkan sebagai suatu perjuangan dari kekuatan
sendiri. Proklamasi Kemerdekaan merupakan titik kulminasi dari perjuangan bangsa
Indonesia dalam membebaskan dirinya dari cengkraman penjajah selama berabad-abad.

D. Perjuangan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan Indonesia


Perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia, meliputi periode
(masa) revolusi fisik, demokrasi liberal, orde lama, orde baru, dan era global.

E. Pancasila Era Reformasi


Makna penting dari kajian historis Pancasila ini ialah untuk menjaga eksistensi Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

25
DAFTAR PUSTAKA

Syarbaini, S. (2014). Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi


(Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa). Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia.

26

Anda mungkin juga menyukai