Dosen Pengampu:
Drs. Muhammad Tang, M.Pd.
Disusun oleh:
Kelas: 1E
2023
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2
KESIMPULAN ................................................................................................................. 25
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya berjalan berabad-
abad, dengan cara bermacam-macam dan bertahap. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia
yang panjang itu, maka perlulah ditetapkan tonggak-tonggak sejarah tersebut, yaitu
peristiwa peristiwa yang menonjol, terutama dalam hubungannya dengan nilai-nilai
perumusan Pancasila. Dengan nilai-nilai karakter yang diintegrasikan yaitu nasionalisme
dan perjuangan.
Pembahasan dalam bab ini bertujuan untuk memahami dan menginternalisasi nilai-nilai
sejarah perjuangan bangsa Indonesia, yang meliputi sebagai berikut.
a. Nilai-nilai Pancasila pada Masa kejayaan nasional
• Masa kerajaan Sriwijaya
• Masa kerajaan Majapahit
b. Perjuangan bangsa Indonesia melawan sistem penjajahan
• Perjuangan sebelum abad XX.
• Kebangkitan Nasional 1908
• Sumpah Pemuda 1928.
• Perjuangan bangsa Indonesia pada masa penjajahan Jepang.
c. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945
• Proses perumusan Pancasila dan UUD 1945
• Proklamasi kemerdekaan dan maknanya
• Proses pengesahan Pancasila dasar negara dan UUD 1945.
d. Perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia
• Masa revolusi fisik.
• Masa demokrasi liberal.
• Masa orde lama
• Masa orde baru.
• Masa era global.
e. Pancasila era reformasi
3
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Mr. Muhammad Yamin, berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak dapat
dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang
bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap. Pertama,
zaman Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra (600-1400). Kedua, negara kebangsaan
zainan Majapahit (1293-1525). Kedua tahap negara kebangsaan tersebut adalah negara
kebangsaan lama. Ketiga, negara kebangsaan modern, yaitu negara Indonesia merdeka 17
Agustus 1945 (Sekretariat Negara RI. 1995: 11).
5
Di Jawa Timur muncul pula kerajaan-kerajaan, yaitu Isana (abad ke-IX),
Dharmawangsa (abad ke-X), dan Airlangga (abad ke-XI). Agama yang diakui kerajaan
adalah agama Budha, agama Wisnu, dan agama Syiwa yang telah hidup berdampingan
secara damai. Nilai-nilai kemanusiaan telah tercermin dalam kerajaan ini, terbukti
menurut prasasti Kelagen bahwa Raja Airlangga telah mengadakan hubungan dagang
dan bekerja sama dengan Benggala, Chola, dan Champa. Nilai- nilai sila keempat telah
terwujud, yaitu dengan diangkatnya Airlangga sebagai raja melalui musyawarah antara
pengikut Airlangga dengan rakyat dan kaum Brahmana. Sedangkan nilai-nilai keadilan
sosial terwujud pada saat Raja Airlangga memerintahkan untuk membuat tanggul dan
waduk demi kesejahteraan pertanian rakyat (Aziz Toyibin, 1997: 28-29).
Bahkan, pada masa kerajaan ini, istilah Pancasila dikenali yang terdapat dalam
buku Nagarakertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Empu
Tantular. Dalam buku tersebut istilah Pancasila di samping mempunyai arti "berbatu
sendi yang lima" (dalam bahasa Sansekerta), juga mempunyai arti "pelaksanaan
kesusilaan yang lima" (Fancasila Krama).
1. Tidak boleh melakukan kekerasan.
2. Tidak boleh mencuri.
3. Tidak boleh berjiwa dengki.
4. Tidak boleh berbohong.
5. Tidak boleh mabuk minuman keras
Pada abad ke-XIII, berdiri kerajaan Singasari di Kediri, Jawa Timur, yang ada
hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit (1293). Zaman keemasan
Majapahit terjadi pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah
Mada. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya membentang dari Semenanjung
Melayu sampai ke Irian Jaya.
Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa telah terbukti pada waktu agama
Hindu dan Budha hidup berdampingan secara damai. Empu Prapanca menulis
Negarakertagama (1365) yang di dalamnya telah terdapat istilah Pancasila. Empu
Tantular mengarang buku Sutasoma di mana dalam buku itu terdapat seloka persatuan
nasional yang berbunyi "Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrus", artinya
walaupun berbeda-beda, namun satu jua dan tidak ada agama yang memiliki tujuan
yang berbeda. Hal ini menunjukkan realitas beragama saat itu. Seloka toleransi ini juga
diterima oleh kerajaan Pasai di Sumatera sebagai bagian kerajaan Majapahit. yang
telah memeluk agama Islam.
6
Sila kemanusiaan telah terwujud, yaitu hubungan Raja Hayam Wuruk dengan
baik dengan kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa, dan Kamboja. Di samping itu, juga
mengadakan persahabatan dengan negara-negara tetangga atas dasar Mitreka Satata.
Perwujudan nilai-nilai sila persatuan Indonesia telah terwujud dengan keutuhan
kerajaan, khususnya Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Gajah Mada yang
diucapkannya pada sidang Ratu dan menteri-menteri pada tahun 1331 yang berisi cita-
cita mempersatukan seluruh nusantara raya yang berbunyi: "Saya baru akan berhenti
berpuasa makan palapa, jika seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara,
jika gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang, dan
Tumasik telah dikalahkan." (Muh. Yamin, 1960:60).
Sila kerakyatan (keempat) sebagai nilai-nilai musyawarah dan mufakat juga
telah dilakukan oleh sistem pemerintahan kerajaan Majapahit. Menurut prasasti
Brumbung (1329), dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat semacam
penasihat kerajaan, seperti Rakryan I Hino, I Sirikan, dan 1 Halu yang berarti
memberikan nasihat kepada raja. Kerukunan dan gotong royong dalam kehidupan
masyarakat telah menumbuhkan adat bermusyawarah untuk mufakat dalam
memutuskan masalah bersama. Sedangkan perwujudan sila keadilan sosial adalah
sebagai wujud dari berdirinya kerajaan beberapa abad yang tentunya ditopang dengan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat kita pahami bahwa zaman Sriwijaya dan
Majapahit adalah sebagai tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam
mencapai cita-citanya.
7
Bangsa-bangsa Eropa berlomba-lomba memperebutkan kemakmuran bumi Indonesia
ini. Sejak itu, mulailah lembaran hitam sejarah Indonesia dengan penjajahan Eropa,
khususnya Belanda. Masa pejajahan Belanda itu dijadikan tonggak sejarah perjuangan
bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya, sebab pada zaman penjajahan ini apa yang
telah dicapai oleh bangsa Indonesia pada zaman Sriwijaya dan Majapahit menjadi hilang.
Kedaulatan negara hilang, persatuan dihancurkan, kemakmuran lenyap, wilayah diinjak-
injak oleh penjajah.
1. Perjuangan sebelum abad ke-XX
Penjajahan Eropa yang memusnahkan kemakmuran bangsa Indonesia itu tidak
dibiarkan begitu saja oleh segenap bangsa Indonesia. Sejak semula, imprialis itu
menjejakkan kakinya di Indonesia, di mana-mana bangsa Indonesia melawannya
dengan semangat patriotik melalui perlawanan secara fisik.
Kita mengenal nama-nama pahlawan bangsa yang berjuang dengan gigih
melawan penjajah. Pada abad ke-XVII dan XVIII perlawanan terhadap penjajah
digerakkan oleh Sultan Agung (Mataram 1645), Sultan Ageng Tirtayasa dan Ki Tapa
di Banten (1650), Hasanuddin di Makasar 1660), Iskandar Muda di Aceh (1635),
Untung Surapati dan Trunojoyo di Jawa Timur (1670), Ibnu Iskandar di Minangkabau
(1680), dan lain-lain.
Pada permulaan abad ke-XIX penjajah Belanda mengubah sistem
kolonialismenya yang semula berbentuk perseroan dagang partikelir yang bernama
VOC berganti dengan badan pemerintahan resmi, yaitu pemerintahan Hindia Belanda.
Semula pernah terjadi pergeseran pemerintahan penjajahan dari Hindia Belanda
kepada Inggris, tetapi tidak berjalan lama dan segera kembali kepada Belanda lagi.
Dalam usaha memperkuat kolonialismenya, Belanda menghadapi perlawanan bangsa
Indonesia yang dipimpin oleh Patimura (1817), Imam Bonjol di Minangkabau (1822-
1837), Diponegoro di Mataram (1825-1830), Badaruddin di Palembang (1817),
Pangeran Antasari di Kalimantan (1860), Jelantik di Bali (1850), Anang Agung Made
di Lombok (1895), Teuku Umar, Teuku Cik Di Tiro dan Cut Nya'Din di Acch (1873-
1904), Si Singamangaraja di Batak (1900).
Pada hakikatnya perlawanan terhadap Belanda itu terjadi hampir di setiap
daerah di Indonesia. Akan tetapi, perlawanan-perlawanan secara fisik terjadi secara
sendiri-sendiri di setiap daerah. Tidak adanya persatuan serta koordinasti dalam
melakukan perlawanan sehingga tidak berhasilnya bangsa Indonesia mengusir
kolonialis, sebaliknya semakin memperkukuh kedudukan penjajah. Hal ini
8
membuktikan betapa pentingnya rasa persatuan (nasionalisme) dalam menghadapi
penjajahan.
9
Sebagai realisasi perjuangan bangsa, pada tahun 1930 berdirilah Partai
Indonesia yang disingkat dengan Partindo (1931) sebagai pengganti PNI yang
dibubarkan. Kemudian golongan Demokrat yang terdiri atas Moh. Hatta dan Sutan
Syahrir mendirikan PNI Baru, dengan semboyan kemerdekaan Indonesia harus dicapai
dengan kekuatan sendiri
10
Bangsa Indonesia diperkenankan memperjuangkan kemerdekaannya, bahkan
menganjurkan agar berani mendirikan negara Indonesia merdeka di hadapan musuh
Jepang.
11
Setelah berpidato beliau menyampaikan usul tertulis mengenai Rancangan
UUD Republik Indonesia. Di dalam pembukaan dari rancangan itu tercantum
perumusan lima asas dasar negara yang berbunyi sebagai berikut.
1) Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Kebangsaan persatuan Indonesia.
3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5) Keadilanan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perlu dicatat, bahwa usul lima asas dasar negara yang dikemukakan oleh Mr.
Muh. Yamin secara lisan dan yang dikemukakan secara tertulis terdapat perbedaan, hal
itu sebagai bukti sejarah.
Untuk lima dasar negara itu, beliau usulkan pula agar diberi nama Pancasila,
yang menurut beliau diusulkan oleh kawan beliau seorang ahli bahasa. Lima prinsip
sebagai dasar negara itu selanjutnya dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu, (1) sosio
nasionalisme (kebangsaan), (2) sosio demokrasi (mufakat), dan (3) ketuhanan.
Kemudian Tri Sila dapat diperas lagi menjadi Eka Sila yang berinti gotong royong.
12
pembahasan disusunlah sebuah Piagam yang kemudian dikenal Piagam Jakarta,
dengan rumusan Pancasila sebagai berikut.
1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk
pemeluknya.
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3) Persatuan Indonesia.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kesembilan tokoh tersebut ialah In Soekarno, Des. Moh. Hatta, Mr. A.A.
Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Moezakir, Haji Agus Salim, Mr.
Achmad Soebardjo, K.H. Wachid Hasjim, dan Mr. Muh. Yarnin
Piagam Jakarta yang di dalamnya terdapat perumusan dan sistematika Pancasila
sebagaimana diuraikan di atas, kemudian diterima oleh Badan Penyelidik dalam sidang
keduanya tanggal 14-16 Juli 1945.
Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah kalah kepada Sekutu. Pada
saat itu terjadilah kekosongan kekuasaan di Indonesia. Inggris diserahi oleh Sekutu
untuk memelihara keamanan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia Sementara sambil
menunggu kedatangan Inggris, tugas penjagaan keamanan di Indonesia oleh Sekutu
diserahkan kepada Jepang yang telah kalah perang.
13
Situasi kekosongan kekuasaan itu tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia.
Pemimpin-pemimpin bangsa, terutama para pemudanya, segera menanggapi situasi ini
dengan mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diselenggarakan
oleh PPKI sebagai wakil bangsa Indonesia. Naskah Proklamasi ditandatangani oleh Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia, bertanggal 17 Agustus
1945,
Berdasarkan kenyataan sejarah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah dari Jepang, melainkan sebagai suctu
perjuangan dari kekuatan sendiri. Proklamasi Kemerdekaan merupakan titik kulminasi
dari perjuangan bangsa Indonesia dalam membebaskan dirinya dari cengkraman
penjajah selama berabad-abad.
Proklamasi kemerdekaan negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945
mempunyai makna yang sangat penting bagi bangsa dan negara Indonesia, yaitu
sebagai berikut.
a. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai titik puncak perjuangan
bangsa Indonesia
Kemerdekaan Indonesia merupakan buah perjuangan bangsa Indonesia melawan
penjajahan secara bertahap-tahap. Pertama, perlawanan terhadap penjajahan Barat
sebelum tahun 1908. Kedua, perjuangan dengan menggunakan organisasi. Ketiga,
perlawanan dengan melahirkan rasa nasionalisme. Keempat, perjuangan melalui
taktik kooperasi dan nonkooperasi. Kelima, perlawanan bangsa menentang
penjajahan sampai kepada puncak, yaitu Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945.
b. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai sumber lahirnya Republik
Indonesia
Proklamasi bermakna bahwa bangsa Indonesia yang selama berabad-abad dijajah
telah berhasil melepaskan diri dari belenggu penjajahan dan sekaligus membentuk
perubahan baru, yaitu negara Republik Indonesia, dengan membawa dua akibat.
Pertama, lahirlah tata hukum Indonesia dan sekaligus dihapusnya tata hukum
kolonial. Kedua, merupakan sumber hukum bagi pembentukan negara kesatuan
Republik Indonesia.
c. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan norma pertama dari
tata hukum Indonesia
14
Dengan dinyatakan kemerdekaan bangsa Indonesia dilihat dari segi hukum berarti
bangsa Indonesia telah memutuskan ikatan dengan tata hukum sebelumnya.
Dengan demikian, bangsa Indonesia saat ini telah mendirikan tata hukum yang
baru, yaitu tata hukum Indonesia yang ditentukan dan dilaksanakan sendiri oleh
bangsa Indonesia.
15
dan negosiasi di tubuh BPUPKI dan PPKI ketika menyepakati dasar negara yang
kelak digunakan Indonesia merdeka (Ali, 2009: 17). Inilah perjalanan the founding
fathers yang begitu teliti mempertimbangkan berbagai kemungkinan dan keadaan agar
dapat melahirkan dasar negara yang dapat diterima semua lapisan masyarakat
Indonesia.
Perubahan yang menyangkut Piagam Jakarta menjadi Pembukaan UUD 1945 adalah
sebagai berikut
16
Perubahan yang menyangkut pasal-pasai UUD sebagai berikut.
17
Indonesia Pusat dianggap sebagai Dewan Perwakilan Rakyat dan bahkan sebagai Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
18
Sementara itu, persiapan-persiapan juga telah terjadi di daerah-daerah Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tenggara, Dayak Besar, Banjar Bangka, Belitung,
Riau, dan Jawa Tengah. Sementara itu, pihak Belanda tenas menerus melancarkan tekanan
tekanan secara diplomatis terhadap pemerintah Republik Indonesia, antara lain melalui
Persetujuan Linggarjati (25 Maret 1947) dan Persetujuan Renville (17 Januari 1948) Isi
persetujuan-persetujuan tersebut pada hakikatnya bersifat mempersempit wilayah serta
kekuasaan pemerintah Republik Indonesia. Akan tetapi, karena usaha-usaha tersebut
masih belum juga dapat berhasil terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat, maka
tidak ada jalan lain lagi bagi pihak Belanda selain dengan jalan mengadakan tindakan
kekerasan bersenjata berupa penyerbuan atau agresi atas wilayah Republik Indonesia,
wilayah mana oleh pihak Belanda baik dalam Persetujuan Linggarjati maupun dalam
Persetujuan Renville telah diakuinya sebagai wilayah Republik Indonesia.
Sehubungan dengan keadaan tersebut, PBB perlu ikut campur tangan guna
menyelesaikan pertikaian antara negara Republik Indonesia dengan Belanda, dengan
diusahakan suatu konferensi yang diadakan di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949
sampai dengan 2 November 1949 yang dikenal dengan nama Konferensi Meja Bundar
(KMB). Hasilnya yang dicapai dalam persetujuan adalah sebagai berikut:
a. Didirikannya negara Republik Indonesia Serikat.
b. Pengakuan kedaulatan oleh pemerintah kerajaan Belanda kepada pemerintahan
negara Republik Indonesia Serikat.
c. Didirikannya Uni antara negara Republik Indonesia Serikat dan kerajaan Belanda.
19
d. Pemilu 1955 ternyata dalam DPR tidak mencerminkan perimbangan kekuasaan
politik yang sebenarnya hidup dalam masyarakat, karena banyak golongan-golongan
di daerah-daerah belum terwakili di DPR.
e. Konstituante yang bertugas membentuk UUD yang baru ternyata gagal.
Atas dasar hal tersebut Presiden menyatakan, bahwa negara dalam keadaan
ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa serta keselamatan
negara. Untuk itu, Presiden mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 Juli 1959. Isi dekrit
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Membubarkan Konstituante.
b. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlaku lagi UUDS 1950.
c. Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dengan dasar pemikiran supaya tidak terulang lagi peristiwa di masa lampau, maka
pada waktu itu Presiden Soekarno sebagai kepala eksekutif menerapkan demokrasi
terpimpin. Demokrasi terpimpin adalah suatu paham demokrasi yang tidak didasarkan atas
paham liberalisme, sosialisme-nasional, fasisme, dan komunisme, tetapi oleh suatu paham
demokrasi yang didasarkan kepada keinginan-keinginan luhur bangsa Indonesia, seperti
yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang menuju kepada suatu tujuan
masyarakat adil dan makmur yang penuh dengan kebahagiaan material dan spritual sesuai
dengan cita-cita Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Namun, pelaksanaan demokrasi terpimpin itu (dalam menyimak arti yang sebenarnya)
justru bertentangan dengan Pancasila, yang berlaku adalah keinginan dan ambisi politik
pemimpin sendiri.
20
pelanjut dari rezim orde lama. Konsentrasi kekuasaan di tangan pemerintah yang
memungkinkan oposisi tidak dapat melakukan kontrol. Pemerintah menganut kebijakan
ekonomi campuran sehingga ekonomi nasional meningkat rata-rata 7 persen dari tahun
1969 hingga dekade 1980-an, tetapi kemudian membuka praktik monopoli, korupsi, dan
kolusi yang berskala massif antara penguasa dengan pengusaha. Penyimpangan serta
skandal raksasa di bidang ekonomi banyak terjadi, seperti kasus Bank Duta, Bapindo, dan
lain-lain. Menurut Didik Rachbini, pada tahun 1993 sekitar 1 persen penduduk
memperoleh 80 persen pendapat nasional, sedangkan 99 persen penduduk di tingkat bawah
dan menengah menerima 20 persen (Mochtar Pabotinggi, 1995: 28-29).
Atas nama stabilitas dan pembangunan ekonomi, pemerintah orde baru menafsirkan
sila-sila kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan yang mengarah kepada ancaman terhadap
sila ketiga.
Orde baru adalah era pemerintahan pengganti pemerintahan orde lama. Pemerintahan
orde lama melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dalam rangka "Revolusi Indonesia
Belum Selesai". Pancasila direduksi peranannya menjadi ajimat keempat dari Panca
Ajimat Revolusi.
Pada kenyataannya, orde baru telah jauh menyimpang dari perjuangannya semula, yaitu
sebagai berikut.
a. Orde baru, secara eksplisit tidak mengakui 1 Juni sebagai lahirnya Pancasila.
b. Butir-butir P-4 mendidik secara halus ketaatan individu kepada kekuasaan dan tidak
ada butir yang mencantumkan kewajiban negara terhadap rakyatnya.
c. Pengamalan Pancasila dengan membentuk citra pembangunan sebagai ideologi,
sehingga rekayasa mendukung Bapak Pembangunan melalui kebulatan tekad rakyat.
21
tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. MPR melalui ketetapan tersebut
telah mengidentifikasi masalah yang telah menyebabkan terjadinya krisis yang sangat luas.
Pada masa era global, telah tiga kali pergantian Presiden, yaitu Presiden B.J. Habibie
dengan Kabinet Reformasi Pembangunan, Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Presiden
hasil Pemilu tahun 1999 dengan Kabinet Persatuan Nasional, namun Presiden
Abdurrahman Wahid diberhentikan oleh MPR karena dianggap melanggar haluan negara,
kemudian digantikan oleh Presiden Megawati dengan Kabinet Gotong Royong. Pada masa
era global ini, pembangunan nasional dilaksanakan tidak lagi seperti orde baru yang
dikenal dengan nama Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), melainkan dengan
nama Program Pembangunan Nasional (Propenas). Propenas yang telah disusun oleh
Bappenas, berlaku untuk tahun 2000-2004.
22
suatu aktivitas memperjuangkan kepentingan nasional yang pada akhirnya menimbulkan
carut marut kehidupan bernegara seperti dewasa ini (Hidayat, 2012).
Namun demikian, kesepakatan Pancasila menjadi dasar Negara Republik Indonesia
secara normatif, tercantum dalam ketetapan MPR. Ketetapan MPR Nomor
XVIII/MPR/1998 Pasal 1 menyebutkan bahwa "Pancasila sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara" (MD, 2011). Ketetapan
ini terus dipertahankan, meskipun ketika itu Indonesia akan menghadapi Amandeman
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.
Selain kesepakatan Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila pun menjadi sumber
hukum yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat (3)
yang menyebutkan, "Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang
tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dan pasal-pasal
Undang-Undang Dasar 1945"
Selain TAP MPR dan berbagai aktivitas untuk mensosialisasikan kembali Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara tegas Undang- Undang
Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang
Undangan menyebutkan dalam penjelasan Pasal 2 bahwa: Penempatan Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat, yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang dipimpin oleh nikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar
filosofis negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Hal tersebut berkorelasi
bahwa undang-undang ini penekanannya pada kedudukan Pancasila sebagai dasar negara.
Sudah barang tentu hal tersebut tidak cukup. Pancasila dalam kedudukannya sebagai
pandangan hidup bangsa perlu dihayati dan diamalkan oleh seluruh komponen bangsa.
Kesadaran ini mulai tumbuh kembali, sehingga cukup banyak lembaga pemerintah di pusat
yang melakukan kegiatan pengkajian sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Salah satu kebijakan
23
nasional yang sejalan dengan semangat melestarikan Pancasila di kalangan mahasiswa
adalah Pasal 35 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang
menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah Agama,
Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.
Makna penting dari kajian historis Pancasila ini ialah untuk menjaga eksistensi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu, seluruh komponen bangsa harus secara
imperatif kategoris menghayati dan melaksanakan Pancasila, baik sebagai dasar negara
maupun sebagai pandangan hidup bangsa, dengan berpedoman kepada nilai-nilai
Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dan secara konsisten menaati ketentuan-ketentuan
dalam pasal-pasal UUD 1945.
24
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
A. Nilai-nilai Pancasila pada Masa kejayaan nasional
Dapat kita pahami bahwa zaman Sriwijaya dan Majapahit adalah sebagai tonggak sejarah
perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya.
25
DAFTAR PUSTAKA
26