Anda di halaman 1dari 46

KARAKTERISTIK DAN POTENSI SUMBERDAYA LAHAN

ORDO OXISOLS

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur S2


Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Mochtar Luthfi Rayes, MSc.

Oleh:
Marta Rizki Oktavia 196040300111008
Ursulin Sacer Setyastika 196040300111011

PROGRAM PASCASARJANA PENGELOLAAN TANAH DAN AIR


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
1. Pendahuluan
Indonesia memiliki hampir 12 ordo tanah, yang mana terbentuknya tanah ini
dipengaruhi oleh lima faktor pembentuk tanah, antara lain bahan induk, waktu,
iklim, relief, dan vegetasi. Salah satu ordo yang tersebar di Indonesia adalah Oxisols
dengan luas sebaran mencapai 14,110 juta ha atau 7,5% dari seluruh luas daratan
Indonesia, dan tersebar di Pulai Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya
(Puslibang Tanah dan Agroklimat, 2004). Penyebaran Oxisols ini terjadi pada
daerah iklim tropis dengan curah hujan tinggi yang mana iklim tropis dengan curah
hujan yang tinggi akan mengakibatkan proses pelapukan yang intensif dan
pencucian tanah yang sangat cepat. Menurut Zakiyah (2019), Indonesia sendiri
memiliki rata-rata curah hujan tergolong tinggi yang berkisar antara 2.000-3.000
mm/tahun.
Oxisols merupakan salah satu ordo tanah yang megalami proses pelapukan
lanjut dan tua yang biasanya dijumpai pada daerah tropis dengan curah hujan tinggi.
Akan tetapi, yang menjadi permasalahan utama dari Oxisols adalah tingkat
kesuburan yang rendah akibat terjadinya proses fiksasi P oleh Fe dan Al. Zinn et.al
(2014), menyatakan bahwa secara umum Oxisols memiliki kesuburan alami yang
rendah yang disebabkan kandungan bahan organik rendah, kemampuan oxisol
dalam menyimpan hara rendah, tingkat kelarutan Fe dan Al tinggi dan
menyebabkan terjadinya proses fiksasi P, KTK rendah, pH masam, dan berat isi <
1 g/cm3, tetapi dapat menjadi produktif dengan penambahan pupuk atau kapur.
Pembenahan sifat fisika pada tanah oxisol dilakukan dengan perlakuan kompos
(Simbolon et al., 2018). Disinilah kita dapat memahami bahwa setiap jenis tanah
memiliki sifat dan ciri yang berbeda, sehingga pemahaman terkait morfologi dan
klasifikasi tanah sangat diperlukan agar dalam penggunaan tanah dapat terkelola
dengan baik, yang sesuai karakteristik dan potensi, kendala dan input teknologi
spesifik lokasi serta memperoleh produktivitas tanaman yang optimal dan berlanjut
(Subardja et al., 2016). Oleh karenanya tujuan dari penyusunan makalah ini agar
mahasiswa mampu memahami dan mengetahui morfologi dan klasifikasi pada
tanah Oxisol.
2. Kondisi Lingkungan/ Faktor Pembentuk Oxisol
a. Iklim
Oxisol banyak terjadi pada daerah yang memiliki curah hujan tinggi. Daerah
dengan curah hujan tinggi akan mengakibatkan terjadinya proses pelapukan mineral
dan batuan serta terjadinya pencucian unsur hara yang sangat cepat. Unsur-unsur
hara akan hilang bersamaan dengan proses pencucian yang intensif, sehingga hanya
tersisa hasil akhir dari proses pelapukan yang kurang menyumbangkan unsur hara
bagi tanaman. Studi kasus penelitian yang dilakukan oleh Dowding (2004),
menyatakan bahwa daerah Afrika Selatan memiliki relief yang ekstrim dengan
curah hujan lebih dari 1.000 mm/tahun memiliki ordo Oxisol. Berdasarkan rezim
suhu, Oxisols umumnya memiliki rata-rata suhu udara tahunan >150C. Sedangkan
Oxisols memiliki rezim suhu tanah berupa isothermic dan isohyperthermic (Huang,
Li, dan Sumner, 2012).
b. Bahan induk
Berasal dari batuan dalam tanah yang teroksidasi lanjut. Dikutip dalam
Prasetyo (2009), bahan induk ordo Oxisols berasal dari batuan ultra mafik pada
Typic Eutorthox, Typic Haplorthox, Typic Acrorthox (Asmin et al., 1998), Anionic
Acrudox, Rhodic Hapludox (Hidayat, 2002; Prasetyo dan Suharta, 2004), batu
kapur pada Tropeptic Etrorthox (Subagyo et al., 1986), Rhodic Eustrustox (Suryani
et al., 2000), dan bahan tufa masam pada Petrofferic Hapludox, Typic Hapludox,
Typix Kandiudox (Prasetyo et al., 1996-1997).
c. Vegetasi
Umumnya sifat fisik tanah merah (salah satunya Oxisols) sesuai untuk
pertumbuhan akar tanaman disebabkan memiliki solum tanah dalam (>150 cm),
gembur dan drainase tanah baik sangat menunjang pertumbuhan akar tanaman
sehingga sangat berpotensi dalam pengembangan areal pertanian, terutama tanaman
perkebunan seperti kelapa sawit, karet maupun hutan tanaman industri dan tanaman
pangan seperti jagung, kedelai, dan ketela (Prasetyo, 2009). Penelitian Dowding
(2004), menyatakan bahwa daerah Afrika Selatan dengan ordo tanah Oxisol
didominasi oleh tanaman hutan komersial, seperti pinus dan kayu putih.
d. Topografi
Topografi atau relief mempengaruhi perkembangan pembentukan profil
tanah dalam hal: (1) jumlah curah hujan yang terabsorpsi dan tersimpan dalam
tanah, (2) tingkat perpindahan tanah atas karena erosi, dan (3) arah gerakan bahan
dalam suspensi atau larutan dari satu tempat ke tempat lain. Latosols atau Oxisols
tersebar di daerah beriklim basah dengan curah hujan lebih dari 300 mm/tahun, dan
ketinggian tempat antara 300 - 1.000 mdpl (Firdaus et al., 2015). Oxisol memiliki
struktur tanah yang gembur, sehingga rentan terhadap erosi tanah (Prasetyo, 2009).
Menurut Huang, Li, dan Sumner (2012), menyatakan bahwa Oxisols banyak
terdapat pada landform dataran tinggi, lereng miring, pediments, interfluves,
sungai, dan teras laut.
e. Waktu
Waktu yang diperlukan dalam pembentukkan Oxisols tergantung pada proses
pedogeniknya, terutama dari batuan induk, bahan induk yang ternagkut, iklim.
Seperti contohnya, di Puerto Rico, Oxisol telah berkembang di teras laut pada
zaman Pliosen atau Miosen selama 15.000.000 tahun (Huang, Li, dan Sumner,
2012).

3. Proses Pedogenesis Oxisol


A. Proses Pedogenesis Utama
Iklim tropis yang panas dengan curah hujan tinggi mengakibatkan terjadinya
proses pelapukan mineral dan batuan serta pencucian yang sangat cepat. Proses
pelapukan yang intensif ini melepaskan unsur-unsur yang akhirnya hilang tercuci,
dan hanya menyisakan produk akhir pelapukan dan mineral - mineral tahan lapuk
yang pada umumnya kurang menyumbangkan unsur hara bagi tanaman (Van
Breemen, 1992). Oxisol merupakan tanah yang sudah berkembang lanjut, di
Indonesia banyak ditemukan di daerah dengan bahan induk bantuan liat. Oxisol
merupakan salah satu tanah tua yang pelapukan batuan dan mineralnya terjadi
sangat intens dan proses pencucian yang terjadi menyebabkan penumpukan hasil
pencucian yaitu garam dari proses salinisasi dan alkalinisasi pada horison yang
lebih dalam, serta proses ferrolisis atau penimbunan Fe dan Al yang membentuk
mineral sesquioksida. Tanah-tanah Oxisol didominasi oleh mineral hidrous oksida
besi atau aluminium dan kaolinit. Mineral-mineral tersebut mempunyai daya
kohesi, plastisitas, dan kapasitas memuai yang rendah, dan kapasitas tukar kation
yang rendah, sehingga sangat mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah.

Gambar 1. Proses pedogenesis Oxisols

B. Proses Pedogenesis Lainnya


Daerah penyebaran tanah oxisol berada di daerah tropis dengan curah hujan
yang tinggi yaitu 2000 - 7000 mm/tahun dan biasanya terbentuk di daerah tuf, abu
atau fan vulkanik yang mengalami pelapukan lanjut. Relief persebaran tanah ini
pun beragam diantaranya berombak, bergelombang, berbukit hingga bergunung
dengan 10 - 1000 m diatas permukaan laut (Sarief, 1985). Dengan begitu,
penyebaran tanah oxisol ini dapat ditemui di dataran rendah (0 - 600 m dpl) maupun
di dataran tinggi (>600 m dpl), sehingga sangat besar kemungkinan sifat - sifat
fisika tanah pada kedua macam daerah akan berbeda pula dikarenakan perbedaan
sifat fisika tanah sangat dipengaruhi oleh perbedaan faktor - faktor pembentuk tanah
seperti iklim, bahan induk, topografi, organisme, dan waktu (Buol, Hole, Cracken,
1980).

4. Ciri dan Karakteristik Oxisol


Di Indonesia, tanah oxisol banyak ditemukan di daerah yang bahan induk
batuan liatnya sudah berkembang lanjut. Oxisol mempunyai horison penciri oksik
yang telah mengalami pelapukan kimia-fisika saangat lanjut, KTK liat sangat
rendah dan mineral mudah lapuk tinggal sedikit hingga habis sama sekali
(Hardjowigeno, 1993; Rachim dan Arifin, 2011 ).
1. Tanah oxsisol mengalami pencucian dan pelapukan lanjut, berbatas horison
baur, sehingga kandungan mineral primer dan unsur hara rendah.
2. KTK liat sangat rendah dan mineral mudah lapuk tinggal sedikit hingga habis
sama sekali.
3. Biasanya memiliki Epipedon Okrik
 Epipedon yang tidak memenuhi definisi salah satu dari tujuh epipedon
yang lain, disebabkan karena terlampau tipis atau terlalu kering,
 memiliki value warna atau kroma terlalu tinggi (value warna lembab ≥ 4, dan
value warna kering ≥ 6, atau kroma ≥ 4 atau lebih); atau
 Epipedon mencakup horizon A/Ap yang memiliki nilai value warna
dan kroma rendah, tetapi terlampau tipis untuk ditetapkan sebagai epipedon
molik atau umbrik (dan fraksi tanah-halusnya memiliki kalsium karbonat
eqivalen kurang dari 15 persen); atau
 Epipedon okrik mencakup horizon bahan organik yang terlampau tipis untuk
memenuhi persyaratan epipedon histik atau folistik.
 Epipedon okrik mencakup horizon eluvial yang berada pada atau dekat
permukaan tanah, dan berlanjut ke bawah sampai horizon illuvial diagnostik
pertama yang terletak di bawahnya (didefinisikan di bawah sebagai horizon
argillik, kandik, natrik atau spodik). Apabila horizon di bawahnya merupakan
horizon B alterasi (didefinisikan di bawah sebagai horizon kambik atau
oksik); dan
 Tidak terdapat horizon permukaan yang berwarna cukup gelap karena humus,
maka batas bawah epipedon okrik adalah batas bawah lapisan olah, atau
kedalaman eqivalen (18 cm) pada tanah yang belum pernah dibajak.
4. Memiliki Horizon Oksik yang telah mengalami pelapukan kimia-fisika saangat
lanjut, atau Horizon Kandik yang jumlah mineral mudah lapuknya memenuhi
syarat horison oksik dan tidak mempunyai horison spodik, atau argilik diatas
horison oksik.
a. Horizon Oksik
Horizon oksik adalah horizon bawah-permukaan yang tidak memiliki sifat
sifat tanah andik (didefinisikan di bawah) dan memiliki semua karakteristik
berikut:
 Tebalnya ≥ 30 cm; dan
 Kelas tekstur fraksi tanah-halus adalah lempung berpasir, atau tekstur yang
lebih halus; dan
 Kandungan mineral-mineral melapuk di dalam fraksi 0,05 sampai 0,2 mm, <
10%; dan
 Struktur batuan < 5% dari volume tanah, terkecuali jika terdapat litorelik
dengan mineral melapuk yang diselaputi seskuioksida; dan
 Di dalam jarak vertikal ≥ 15 cm dari batas atas (baur), terdapat kenaikan liat,
dengan bertambahnya kedalaman sebesar:
1) < 4 % (absolut) di dalam fraksi tanah-halusnya, jika fraksi tanah-halus
horizon di atasnya mengandung liat < 20 %; atau
2) < 20% (relatif), di dalam fraksi tanah-halusnya, jika fraksi tanah halus
horizon di atas nya mengandung liat 20-40 %; atau
3) < 8% (absolut), di dalam fraksi tanah-halusnya, jika fraksi tanah-halus
horizon di atasnya mengandung liat ≥ 40 %; dan
 KTK sebesar ≤ 16 cmol (+) per kg liat (ekstraksi 1 N NH4OAc, pH 7) dan
KTKE nyata ≤ 12 cmol (+) per kg liat (jumlah basa-basa hasil ekstraksi 1 N
NH4OAc, pH 7, plus Al hasil ekstraksi 1 N KCl). (Persentase kandungan liat
ditetapkan dengan metode pipet, atau diestimasi sebesar 3 dikalikan [persen
kandungan air yang ditahan pada tegangan 1.500 kPa dikurangi persen karbon
organik], mana saja yang lebih tinggi, tetapi tidak melebihi 100
persen).
b. Horizon Kandik
 Horizon bawah-permukaan yang kontinyu secara vertikal, yang terletak di
bawah horizon permukaan bertekstur lebih kasar. Ketebalan minimum
horizon permukaan adalah 18 cm sesudah diaduk rata, atau minimum 5 cm
jika peralihan tekstur ke horizon kandik adalah nyata (abrupt) dan tidak
memiliki kontak densik, litik, paralitik, atau petroferik (didefinisikan
di bawah) di dalam kedalaman 50 cm dari permukaan tanah mineral; dan
 Memiliki batas atas:
1) Mulai pada titik di mana persentase liat dalam fraksi tanah halus,
meningkat dengan bertambahnya kedalaman, di dalam jarak vertikal ≤ 15
cm, dan salah satu berikut:
- Kandungan liat ≥ 4 % (absolut), lebih banyak, daripada kandungan liat
horizon di atasnya, jika horizon tersebut memiliki kandungan liat total
dalam fraksi tanah-halus < 20 %; atau
- Kandungan liat ≥ 20 % (relatif), lebih banyak, daripada kandungan liat
horizon di atasnya, jika horizon tersebut memiliki kandungan liat total
dalam fraksi tanah-halus 20-40 %; atau
- Kandungan liat ≥ 8 % (absolut), lebih banyak, daripada kandungan liat
horizon di atasnya, jika horizon tersebut memiliki kandungan liat total
dalam fraksi tanah-halus > 40%; dan
2) Batas atas berada pada kedalaman:
- Antara 100-200 cm dari permukaan tanah mineral, jika seluruh tanah
bagian atas sedalam 100 cm memiliki kelas tekstur (fraksi tanah-halus)
pasir kasar, pasir, pasir halus, pasir kasar berlempung, pasir
berlempung, atau pasir halus berlempung; atau
- Di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, jika kandungan liat
dalam fraksi tanah halus horizon di atasnya adalah ≥ 20 %; atau
- Di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral, untuk semua tanah
lainnya.
 Memiliki ketebalan salah satu berikut:
1) ≥ 30 cm; atau
2) ≥ 15 cm, jika terdapat kontak densik, lihtik, paralitik, atau petroferik di
dalam kedalaman 50 cm dari permukaan tanah, dan horizon kandik
menyusun ≥ 60 %, dalam jarak vertikal antara kedalaman 18 cm dan salah
satu kontak tersebut; dan
 Memiliki kelas tekstur pasir sangat halus berlempung, atau tekstur yang lebih
halus; dan
 Memiliki kapasitas tukar kation (KTK) 16 cmol (+) atau kurang per kg liat
(ekstraksi 1 N NH4OAc, pH 7) dan kapasitas tukar kation efektif (KTKE)
nyata 12 cmol (+) per kg liat atau kurang (jumlah basa-basa- hasil ekstraksi 1
N NH4OAc, pH 7, ditambah Al-hasil ekstraksi 1 N KCl) pada ≥ 50% dari
ketebalan tanah, di antara titik yang persyaratan kenaikan liatnya terpenuhi
dan kedalaman 100 cm di bawah titik tersebut, atau di antara titik yang
persyaratan kenaikan liatnya terpenuhi dan kontak densik, litik, paralitik, atau
petroferik, jika kontak tersebut lebih dangkal letaknya. (Persentase
kandungan liat ditetapkan dengan metode pipet, atau diestimasi sebesar 2,5
dikalikan [kandungan air yang ditahan pada tegangan 1.500 kPa dikurangi
persentase karbon organik], mana saja yang lebih tinggi, tetapi tidak melebihi
100 persen); dan
 Memiliki kandungan karbon organik yang menurun secara teratur dengan
bertambahnya kedalaman, tidak terdapat stratifikasi halus, dan tidak terdapat
lapisan-lapisan di atasnya setebal > 30 cm, yang memiliki stratifikasi halus,
dan/atau kandungan karbon organik yang menurun secara tidak teratur
dengan bertambahnya kedalaman
5. Konsistensi gembur dengan stabilitas agregat kuat.
6. Tanah dengan kadar liat lebih dari 60%, remah sampai gumpal, gembur, warna
tanah seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam (lebih dari
150 cm).

5. Klasifikasi Oxisol

Gambar 1. Oxisols dan rejim kelengasan tanah


A. Ordo
Tanah yang termasuk ke dalam ordo Oxisols, antara lain:
1) Memiliki Horizon Oksik dengan kedalaman 150 cm dari permukaan tanah
mineral, dan tidak ditemukan Horizon Kandik pada kedalaman tersebut; atau
2) Memiliki kandungan liat sebesar ≥ 40% (berdasarkan berat) dalam fraksi tanah
halus di antara permukaan tanah mineral dan kedalaman 18 cm (setelah
dicampur) serta terdapat horizon kandik yang memiliki sifat-sifat mineral dapat-
lapuk dari horizon oksik yang batas atasnya di dalam 100 cm dari permukaan
tanah mineral.
B. Sub-Ordo
Menurut BBPPSLP (2014) dalam Kunci Taksonomi Tanah, subordo Oxisols
terbagi menjadi 5 macam, diantaranya:
1) Aquox, Oxisols yang mempunyai kondisi akuik selama sebagian waktu dalam
tahun-tahun normal (atau telah didrainase), pada satu horizon atau lebih di dalam
50 cm dari permukaan tanah mineral, dan mempunyai satu atau lebih berikut:
a. Epipedon histik; atau
b. Epipedon dengan value warna, lembab, 3 atau kurang, langsung di
bawahnya, terdapat suatu horizon dengan kroma 2 atau kurang; atau
c. Konsentrasi redoks yang jelas atau nyata di dalam 50 cm dari permukaan
tanah mineral, pada suatu epipedon dan horizon yang langsung di bawahnya,
memiliki satu atau kedua berikut:
- Sebesar 50 persen atau lebih memiliki hue 2,5Y atau lebih kuning; atau
- Kroma 3 atau kurang; atau
d. Di dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral, mengandung cukup besi-fero
aktif untuk dapat memberikan reaksi positif terhadap alpha, alpha-dipyridyl,
ketika tanah sedang tidak diirigasi.
2) Torrox, adalah Oxisols yang memiliki rejim kelembaban aridik
3) Ustox, adalah Oxisols yang memiliki rejim kelembaban ustik atau xerik
4) Perox, adalah Oxisols yang memiliki rejim kelembaban perudik
5) Udox, merupakan Oxisols yang lain.
C. Grup dan Sub-Grup
Menurut BBPPSLP (2014) dalam Kunci Taksonomi Tanah, grup dan sub-
grup Oxisols, diantaranya:
1) Aquox
Pada subordo Aquox terbagi lagi menjadi beberapa grup diantaranya:
a. Acraquox, merupakan Aquox yang pada ≥ 1 horizon oksik atau kandik
memiliki kedalaman 150 cm dari permukaan tanah mineral, mempunyai
KTK-Efektif sebesar < 1,50 cmol(+)/kg liat dan nilai pH (dalam KCl 1N) ≥
5,0.
 Plinthic Acraquox  Acraquox yang mempunyai plintit sebesar ≥ 5 %
(berdasarkan volume) pada ≥ 1 horizon di dalam 125 cm dari permukaan
tanah mineral.
 Aeric Acraquox  Acraquox lain yang mempunyai horizon setebal ≥ 10
cm yang langsung berada di bawah epipedon, ≥ 50 % matriksnya dengan
kroma ≥ 3.
 Typic Acraquox  Acraquox yang lain
b. Plinthaquox, merupakan Aquox yang mempunyai plintit berbentuk kontinyu
pada kedalaman 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aeric Plinthaquox  Plinthaquox yang mempunyai horizon setebal ≥ 10
cm yang langsung berada di bawah epipedon, ≥ 50 % matriksnya dengan
kroma ≥ 3.
 Typic Plinthaquox  Plinthaquox yang lain
c. Eutraquox, merupakan Aquox lain yang mempunyai kejenuhan basa
(dengan NH4OAc) sebesar ≥ 35 % pada seluruh horizon di kedalaman 125
cm dari permukaan tanah mineral.
 Histic Eutraquox  Eutraquox yang mempunyai epipedon histik
 Plinthic Eutraquox  Eutraquox lain yang mempunyai plintit sebesar ≥
5 % (berdasarkan volume) pada ≥ 1 horizon di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral
 Aeric Eutraquox  Eutraquox lain yang mempunyai horizon setebal ≥
10 cm yang langsung berada di bawah epipedon, ≥ 50 % matriksnya
dengan kroma ≥ 3.
 Humic Eutraquox  Eutraquox lain yang mempunyai karbon organik
sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan kedalaman 100
cm.
 Typic Eutraquox  Eutraquox yang lain
d. Haplaquox, merupakan Aquox yang lainnya.
 Histic Haplaquox  Haplaquox yang mempunyai epipedon histik
 Plinthic Haplaquox  Haplaquox lain yang mempunyai plintit sebesar ≥
5 % (berdasarkan volume) pada ≥ 1 horizon di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral.
 Aeric Haplaquox  Haplaquox lain yang mempunyai horizon setebal ≥
10 cm yang langsung berada di bawah epipedon, ≥ 50 % matriksnya
dengan kroma 3 atau lebih.
 Humic Haplaquox  Haplaquox lain yang mengandung karbon organik
sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan kedalaman 100
cm.
 Typic Haplaquox  Haplaquox yang lain.
2) Torrox
Pada subordo Torrox terbagi lagi menjadi beberapa grup diantaranya:
a. Acrotorrox, merupakan Torrox yang pada ≥ 1 horizon oksik atau kandik di
dalam 150 cm dari permukaan tanah mineral, mempunyai KTK-Efektif
sebesar < 1,50 cmol(+)/kg liat dan nilai pH (dalam KCl 1N) ≥ 5,0.
 Petroferric Acrotorrox  Acrotorrox yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Lithic Acrotorrox  Acrotorrox lain yang mempunyai kontak litik di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Typic Acrotorrox  Acrotorrox yang lain
b. Eutrotorrox, merupakan Torrox lain yang mempunyai kejenuhan basa
(dengan NH4OAc) sebesar ≥ 35 % pada seluruh horizon di dalam 125 cm
dari permukaan tanah mineral.
 Petrofferic Eutrotorrox  Eutrotorrox yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Lithic Eutrotorrox  Eutrotorrox lain yang mempunyai kontak litik di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral
 Typic Eutrotorrox  Eutrotorrox yang lain.
c. Haplotorrox, merupakan Torrox lainnya.
 Petrofferic Haplotorrox  Haplotorrox yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Lithic Haplotorrox  Haplotorrox lain yang mempunyai kontak litik di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Typic Haplotorrox  Haplotorrox yang lain.
3) Ustox
Pada subordo Ustox terbagi lagi menjadi beberapa grup diantaranya:
a. Sombriustox, merupakan Ustox yang mempunyai horizon sombrik di dalam
150 cm dari permukaan tanah mineral.
 Petroferric Sombriustox  Sombriustox yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Lithic Sombriustox  Sombriustox lain yang mempunyai kontak litik di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Humic Sombriustox  Sombriustox lain yang mengandung karbon
organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan
kedalaman 100 cm.
 Typic Sombriustox  Sombriustox yang lain.
b. Acrustox, merupakan Ustox yang mempunyai, pada ≥ 1 horizon oksik atau
kandik di dalam 150 cm dari permukaan tanah mineral, KTK-Efektif sebesar
< 1,50 cmol(+)/kg liat dan nilai pH (dalam KCl 1N) ≥ 5,0.
 Aquic Petroferric Acrustox  Acrustox yang mempunyai, di dalam 125
cm dari permukaan tanah mineral, kedua berikut:
- Kontak petroferik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna, lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan
juga kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal
(atau telah didrainase)
 Petroferric Acrustox  Acrustox lain yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Lithic Acrustox  Acrustox lain yang mempunyai, di dalam 125
cm dari permukaan tanah mineral, kedua berikut:
- Kontak litik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna, lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan
juga kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal
(atau telah didrainase).
 Lithic Acrustox  Acrustox lain yang mempunyai kontak litik di dalam
125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Anionic Aquic Acrustox  Acrustox lain yang mempunyai, di dalam 125
cm dari permukaan tanah mineral, kedua berikut:
- Delta pH (pH KCl dikurangi pH H2O 1:1) menunjukkan muatan neto
nol atau positif, pada lapisan setebal ≥ 18 cm; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Anionic Acrustox  Acrustox lain yang mempunyai delta pH (pH KCl
dikurangi pH H2O 1:1) menunjukkan muatan neto nol atau positif, pada
lapisan setebal ≥ 18 cm di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Plinthic Acrustox  Acrustox lain yang mempunyai plintit sebesar ≥ 5
% (berdasarkan volume) pada ≥ 1 horizon di dalam 125 cm dari permukaan
tanah mineral.
 Aquic Acrustox  Acrustox lain yang mempunyai, pada ≥ 1 horizon di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral, deplesi redoks dengan value
warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga kondisi akuik selama sebagian
waktu dalam tahun-tahun normal (atau telah didrainase).
 Eutric Acrustox  Acrustox lain yang mempunyai kejenuhan basa
(dengan NH4OAc) sebesar ≥ 35 %, pada seluruh horizon di dalam 125 cm
dari permukaan tanah mineral.
 Humic Rhodic Acrustox  Acrustox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada seluruh horizon diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, ≥ 50 %
warnanya mempunyai kedua berikut:
a) Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
b) Value warna, lembab, 3 atau kurang.
 Humic Xanthic Acrustox  Acrustox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m² diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada kedalaman diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah
mineral, memiliki ≥ 50 % hue 7,5YR atau lebih kuning dan value
warna, lembab ≥ 6.
 Humic Acrustox  Acrustox lain yang mengandung karbon organik
sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan kedalaman 100
cm.
 Rhodic Acrustox  Acrustox lain yang mempunyai, pada seluruh
horizon diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, ≥50 % warnanya semua
berikut:
- Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
- Value warna lembab ≤3.
 Xanthic Acrustox  Acrustox lain yang mempunyai, pada suatu
kedalaman diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah mineral, ≥ 50
% matriksnya, hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna lembab ≥ 6
atau lebih.
 Typic Acrustox  Acrustox yang lain.
c. Eutrustox, merupakan Ustox yang mempunyai kejenuhan basa (dengan
NH4OAc) sebesar ≥ 35 % pada seluruh horizon di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral.
 Aquic Petroferric Eutrustox  Eutrustox dengan kedalaman 125 cm
dari permukaan tanah mineral, kedua berikut:
- Kontak petroferik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Petroferric Eutrustox  Eutrustox lain yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Lithic Eutrustox  Eutrustox lain dengan kedalaman 125 cm dari
permukaan tanah mineral, kedua berikut:
- Kontak litik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Lithic Eutrustox  Eutrustox lain yang mempunyai kontak litik di dalam
125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Plinthaquic Eutrustox  Eutrustox lain yang pada ≥ 1 horizon di dalam
125 cm dari permukaan tanah mineral, kedua berikut:
- Kandungan plintit sebesar ≥ 5 % (berdasarkan volume); dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Plinthic Eutrustox  Eutrustox lain yang mempunyai plintit sebesar ≥ 5
% (berdasarkan volume) pada ≥ 1 horizon di dalam 125 cm dari permukaan
tanah mineral.
 Aquic Eutrustox  Eutrustox lain yang pada ≥ 1 horizon di dalam 125
cm dari permukaan tanah mineral, deplesi redoks dengan value warna
lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga kondisi akuik selama sebagian waktu
dalam tahun-tahun normal (atau telah didrainase).
 Kandiustalfic Eutrustox  Eutrustox lain yang mempunyai horizon
kandik yang batas atasnya di dalam 150 cm dari permukaaan tanah
mineral.
 Humic Inceptic Eutrustox  Eutrustox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Horizon oksik yang batas bawahnya di dalam 125 cm dari permukaan
tanah mineral
 Inceptic Eutrustox  Eutrustox lain yang mempunyai horizon oksik
yang batas bawahnya di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Humic Rhodic Eutrustox  Eutrustox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada seluruh horizon diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, > 50 %
warnanya mempunyai kedua berikut:
a) Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
b) Value warna, lembab, 3 atau kurang.
 Humic Xanthic Eutrustox  Eutrustox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m² diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada kedalaman diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah
mineral, memiliki ≥ 50 % hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna
lembab ≥ 6.
 Humic Eutrustox  Eutrustox lain yang mengandung karbon organik
sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan kedalaman 100
cm.
 Rhodic Eutrustox  Eutrustox lain yang mempunyai, pada seluruh
horizon diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, > 50 % warnanya, kedua
berikut:
- Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
- Value warna lembab ≤ 3
 Xanthic Eutrustox  Eutrustox lain yang mempunyai, pada suatu
kedalaman diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah mineral, ≥ 50
% matriksnya, hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna lembab ≥ 6.
 Typic Eutrustox  Eutrustox yang lain.
d. Kandiustox, merupakan Ustox yang mempunyai horizon kandik dengan
batas atasnya di dalam 150 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Petroferric Kandiustox  Kandiustox dengan kedalaman 125 cm
dari permukaan tanah mineral, kedua berikut:
- Kontak petroferik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Petroferric Kandiustox  Kandiustox lain yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Lithic Kandiustox  Kandiustox lain dengan kedalaman 125 cm
dari permukaan tanah mineral, kedua berikut:
- Kontak litik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Lithic Kandiustox  Kandiustox lain yang mempunyai kontak litik di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Plinthaquic Kandiustox  Kandiustox lain yang pada ≥ 1 horizon di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kandungan plintit sebesar 5 persen atau lebih (berdasarkan volume);
dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Plinthic Kandiustox  Kandiustox lain yang mempunyai plintit ≥ 5 %
(berdasarkan volume) pada ≥ 1 horizon di dalam 125 cm dari permukaan
tanah mineral.
 Aquic Kandiustox  Kandiustox lain yang pada ≥ 1 horizon di dalam
125 cm dari permukaan tanah mineral, deplesi redoks dengan value warna
lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga kondisi akuik selama sebagian waktu
dalam tahun-tahun normal (atau telah didrainase).
 Humic Rhodic Kandiustox  Kandiustox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada seluruh horizon diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, > 50%
warnanya mempunyai kedua berikut:
a) Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
b) Value warna lembab ≤ 3.
 Humic Xanthic Kandiustox  Kandiustox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m² diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada kedalaman diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah
mineral, memiliki ≥ 50 % hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna
lembab ≥ 6.
 Humic Kandiustox  Kandiustox lain yang mengandung karbon organik
sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan kedalaman 100
cm
 Rhodic Kandiustox  Kandiustox lain yang pada seluruh horizon
diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, > 50 % warnanya, kedua berikut:
- Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
- Value warna lembab ≤ 3.
 Xanthic Kandiustox  Kandiustox lain yang pada suatu kedalaman
diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah mineral, ≥ 50 %
matriksnya, hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna lembab ≥ 6.
 Typic Kandiustox  Kandiustox yang lain.
e. Haplustox, merupakan Ustox lainnya.
 Aquic Petroferric Haplustox  Haplustox dengan kedalaman 125 cm
dari permukaan tanah mineral, kedua berikut:
- Kontak petroferik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Petroferric Haplustox  Haplustox lain yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Lithic Haplustox  Haplustox lain dengan kedalaman 125 cm dari
permukaan tanah mineral, kedua berikut:
- Kontak litik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Lithic Haplustox  Haplustox lain yang mempunyai kontak litik di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Plinthaquic Haplustox  Haplustox lain yang pada ≥ 1 horizon di dalam
125 cm dari permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kandungan plintit sebesar ≥ 5 % (berdasarkan volume); dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Plinthic Haplustox  Haplustox lain yang mempunyai plintit sebesar ≥
5% (berdasarkan volume) pada ≥ 1 horizon di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral.
 Aqueptic Haplustox  Haplustox lain yang mempunyai, di dalam 125
cm dari permukaan tanah mineral, kedua berikut:
- Terdapat batas bawah horizon oksik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase)
 Aquic Haplustox  Haplustox lain yang pada ≥ 1 horizon di dalam 125
cm dari permukaan tanah mineral, deplesi redoks dengan value warna
lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga kondisi akuik selama sebagian waktu
dalam tahun-tahun normal (atau telah didrainase).
 Oxyaquic Haplustox  Haplustox lain yang jenuh air, pada ≥ 1 lapisan
di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, dalam tahun-tahun normal
yang memenuhi salah satu atau kedua berikut:
- 20 hari berturut-turut atau lebih; atau
- 30 hari kumulatif atau lebih.
 Inceptic Haplustox  Haplustox lain yang mempunyai horizon oksik
yang batas bawahnya di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Humic Rhodic Haplustox  Haplustox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada seluruh horizon diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, >50%
warnanya mempunyai kedua berikut:
a) Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
b) Value warna lembab ≤ 3.
 Humic Xanthic Haplustox  Haplustox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m² diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada kedalaman diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah
mineral, memiliki ≥ 50 %, hue 7,5YR atau lebih kuning dan value
warna lembab ≥ 6.
 Humic Haplustox  Haplustox lain yang mengandung karbon organik
sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan kedalaman 100
cm.
 Rhodic Haplustox  Haplustox lain yang pada seluruh horizon diantara
kedalaman 25 cm dan 100 cm, > 50 % warnanya, semua berikut:
- Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
- Value warna lembab ≤ 3.
 Xanthic Haplustox  Haplustox lain yang mempunyai ≥ 50 % hue
7,5YR atau lebih kuning dan value warna lembab ≥ 6, pada kedalaman
diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Typic Haplustox  Haplustox yang lain.
4) Perox
Pada subordo Perox terbagi lagi menjadi beberapa grup diantaranya:
a. Sombriperox, merupakan Perox yang mempunyai horizon sombrik dengan
kedalaman 150 cm dari permukaan tanah mineral.
 Petroferric Sombriperox  Sombriperox yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Lithic Sombriperox  Sombriperox lain yang mempunyai kontak litik di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Humic Sombriperox  Sombriperox lain yang mengandung karbon
organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan
kedalaman 100 cm.
 Typic Sombriperox  Sombriperox yang lain
b. Acroperox, merupakan Perox lain yang ≥ 1 horizon oksik atau kandik di
dalam 150 cm dari permukaan tanah mineral, mempunyai KTK-Efektif
sebesar < 1,50 cmol(+)/kg liat dan nilai pH (dalam KCl 1N) ≥ 5,0.
 Aquic Petroferric Acroperox  Acroperox dengan kedalaman 125 cm
dari permukaan tanah mineral, kedua berikut:
- Kontak petroferik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan
memiliki juga kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun
normal (atau telah didrainase).
 Petroferric Acroperox  Acroperox lain yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Lithic Acroperox  Acroperox lain dengan kedalaman 125 cm
dari permukaan tanah mineral, kedua berikut:
- Kontak litik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan
memiliki juga kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun
normal (atau telah didrainase).
 Lithic Acroperox  Acroperox lain yang mempunyai kontak litik di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Anionic Acroperox  Acroperox lain yang mempunyai delta pH (pH
KCl dikurangi pH H2O 1:1) menunjukkan muatan neto nol atau positif,
pada lapisan setebal ≥ 18 cm di dalam 125 cm dari permukaan tanah
mineral.
 Plinthic Acroperox  Acroperox lain yang mempunyai plintit sebesar ≥
5% (berdasarkan volume) pada ≥ 1 horizon di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral.
 Aquic Acroperox  Acroperox lain yang mempunyai ≥ 1 horizon di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral, deplesi redoks dengan value
warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan memiliki juga kondisi akuik selama
sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau telah didrainase).
 Humic Rhodic Acroperox  Acroperox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada seluruh horizon diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, > 50 %
warnanya mempunyai semua berikut:
a) Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
b) Value warna lembab ≤ 3.
 Humic Xanthic Acroperox  Acroperox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m² diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada kedalaman diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah
mineral, memiliki ≥ 50% hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna
lembab ≥ 6.
 Humic Acroperox  Acroperox lain yang mengandung karbon organik
sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan kedalaman 100
cm.
 Rhodic Acroperox  Acroperox lain yang, pada seluruh horizon diantara
kedalaman 25 cm dan 100 cm, > 50 % warnanya mempunyai kedua
berikut:
- Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
- Value warna lembab ≤ 3.
 Xanthic Acroperox  Acroperox lain yang, pada suatu kedalaman
diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah mineral, ≥ 50 %
matriksnya mempunyai hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna
lembab ≥ 6.
 Typic Acroperox  Acroperox yang lain.
c. Eutroperox, merupakan Perox lain yang mempunyai kejenuhan basa
(dengan NH4OAc) sebesar ≥ 35 % pada seluruh horizon di dalam 125 cm
dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Petroferric Eutroperox  Eutroperox yang di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kontak petroferik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan
memiliki juga kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun
normal (atau telah didrainase).
 Petroferric Eutroperox  Eutroperox lain yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Lithic Eutroperox  Eutroperox lain yang mempunyai, di dalam
125 cm dari permukaan tanah mineral, kedua berikut:
- Kontak litik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan ≤ kroma 2, dan
memiliki juga kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun
normal (atau telah didrainase).
 Lithic Eutroperox  Eutroperox lain yang mempunyai kontak litik di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Plinthaquic Eutroperox  Eutroperox lain yang, pada ≥ 1 horizon di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kandungan plintit sebesar ≥ 5 % (berdasarkan volume); dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan
memiliki juga kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun
normal (atau telah didrainase).
 Plinthic Eutroperox  Eutroperox lain yang mempunyai plintit ≥ 5 %
(berdasarkan volume) pada ≥ 1 horizon di dalam 125 cm dari permukaan
tanah mineral.
 Aquic Eutroperox  Eutroperox lain yang mempunyai, pada ≥ 1 horizon
di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral, deplesi redoks dengan
value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga kondisi akuik selama
sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau telah didrainase).
 Kandiudalfic Eutroperox  Eutroperox lain yang mempunyai horizon
kandik yang batas atasnya di dalam 150 cm dari permukaaan tanah
mineral.
 Humic Inceptic Eutroperox  Eutroperox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Horizon oksik yang batas bawahnya di dalam 125 cm dari permukaan
tanah mineral.
 Inceptic Eutroperox  Eutroperox lain yang mempunyai horizon oksik
yang batas bawahnya di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Humic Rhodic Eutroperox  Eutroperox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada seluruh horizon diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, > 50%
warnanya mempunyai kedua berikut:
a) Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
b) Value warna lembab ≤ 3.
 Humic Xanthic Eutroperox  Eutroperox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m² diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada kedalaman diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah
mineral, memiliki ≥ 50 % hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna
lembab ≥ 6.
 Humic Eutroperox  Eutroperox lain yang mengandung karbon organik
sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan kedalaman 100
cm.
 Rhodic Eutroperox  Eutroperox lain yang, pada seluruh horizon
diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, > 50 % warnanya mempunyai
kedua berikut:
- Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
- Value warna lembab ≤ 3.
 Xanthic Eutroperox  Eutroperox lain yang, pada suatu kedalaman
diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah mineral, ≥ 50 %
matriksnya mempunyai hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna
lembab ≥ 6.
 Typic Eutroperox  Eutroperox yang lain.
d. Kandiperox, merupakan Perox lain yang mempunyai horizon kandik dengan
batas atas pada kedalaman 150 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Petroferric Kandiperox  Kandiperox yang di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kontak petroferik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan
memiliki juga kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun
normal (atau telah didrainase).
 Petroferric Kandiperox  Kandiperox lain yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Lithic Kandiperox  Kandiperox lain yangdi dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kontak litik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Lithic Kandiperox  Kandiperox lain yang mempunyai kontak litik di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Plinthaquic Kandiperox  Kandiperox lain yang pada ≥ 1 horizon di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kandungan plintit sebesar ≥ 5 % (berdasarkan volume); dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Plinthic Kandiperox  Kandiperox lain yang mempunyai plintit sebesar
≥ 5 % (berdasarkan volume) pada ≥ 1 horizon di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral.
 Aquic Kandiperox  Kandiperox lain yang pada ≥ 1 horizon di dalam
125 cm dari permukaan tanah mineral, deplesi redoks dengan value warna
lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga kondisi akuik selama sebagian waktu
dalam tahun-tahun normal (atau telah didrainase).
 Andic Kandiperox  Kandiperox lain yang pada keseluruhan ≥ 1 horizon
dengan ketebalan total ≥ 18 cm di dalam 75 cm dari permukaan tanah
mineral, mempunyai fraksi tanah-halus dengan berat isi ≤ 1,0 g/cm³,
diukur pada retensi air 33 kPa dan jumlah persentase Al dan ½ Fe (dengan
amonium oksalat) sebesar lebih dari 1,0.
 Humic Rhodic Kandiperox  Kandiperox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada seluruh horizon diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, ≥ 50 %
warnanya mempunyai kedua berikut:
a) Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
b) Value warna lembab ≤ 3.
 Humic Xanthic Kandiperox  Kandiperox lain yang mempunyai kedua
sifat berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m² diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada kedalaman diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah
mineral, memiliki ≥ 50 % hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna
lembab ≥ 6.
 Humic Kandiperox  Kandiperox lain yang mengandung karbon
organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan
kedalaman 100 cm.
 Rhodic Kandiperox  Kandiperox lain yang, pada seluruh horizon
diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, ≥ 50 % warnanya mempunyai
kedua berikut:
- Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
- Value warna lembab ≤ 3.
 Xanthic Kandiperox  Kandiperox lain yang, pada suatu kedalaman
diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah mineral, ≥ 50 %
matriksnya mempunyai hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna
lembab ≥ 6.
 Typic Kandiperox  Kandiperox yang lain.
e. Haploperox, merupakan Perox lainnya.
 Aquic Petroferric Haploperox  Haploperox yang di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kontak petroferik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Petroferric Haploperox  Haploperox lain yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Lithic Haploperox  Haploperox lain yang di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kontak litik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Lithic Haploperox  Haploperox lain yang mempunyai kontak litik di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Plinthaquic Haploperox  Haploperox lain yang pada ≥ 1 horizon di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kandungan plintit sebesar ≥ 5 % (berdasarkan volume); dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan
memiliki juga kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun
normal (atau telah didrainase).
 Plinthic Haploperox  Haploperox lain yang mempunyai plintit sebesar
≥ 5 % (berdasarkan volume) pada ≥ 1 horizon di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral.
 Aquic Haploperox  Haploperox lain yang mempunyai ≥ 1 horizon di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral, deplesi redoks dengan value
warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga kondisi akuik selama sebagian
waktu dalam tahun-tahun normal (atau telah didrainase).
 Andic Haploperox  Haploperox lain yang pada keseluruhan ≥ 1 horizon
dengan ketebalan total ≥ 18 cm di dalam 75 cm dari permukaan tanah
mineral, mempunyai fraksi tanah-halus dengan berat isi ≤ 1,0 g/cm³,
diukur pada retensi air 33 kPa dan jumlah persentase Al dan ½ Fe (dengan
amonium oksalat) sebesar lebih dari 1,0.
 Humic Rhodic Haploperox  Haploperox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada seluruh horizon diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, > 50 %
warnanya mempunyai kedua berikut:
a) Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
b) Value warna lembab ≤3.
 Humic Xanthic Haploperox  Haploperox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m² diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada kedalaman diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah
mineral, memiliki ≥ 50 % hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna
lembab ≥ 6.
 Humic Haploperox  Haploperox lain yang mengandung karbon
organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan
kedalaman 100 cm.
 Rhodic Haploperox  Haploperox lain yang pada seluruh horizon
diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, > 50 % warnanya mempunyai
kedua berikut:
- Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
- Value warna lembab ≤ 3.
 Xanthic Haploperox  Haploperox lain yang, pada suatu diantara 25 cm
dan 125 cm dari permukaan tanah mineral, ≥ 50 % matriksnya mempunyai
hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna lembab ≥ 6.
 Typic Haploperox  Haploperox yang lain.
5) Udox
Pada subordo Udox terbagi lagi menjadi beberapa grup diantaranya:
a. Sombriudox, merupakan Udox yang mempunyai horizon sombrik di dalam
150 cm dari permukaan tanah mineral.
 Petroferric Sombriudox  Sombriudox yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Lithic Sombriudox  Sombriudox lain yang mempunyai kontak litik di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral
 Humic Sombriudox  Sombriudox lain yang mengandung karbon
organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan
kedalaman 100 cm.
 Typic Sombriudox  Sombriudox yang lain.
b. Acrudox, merupakan Udox lain yang pada ≥ 1 horizon oksik atau kandik di
dalam 150 cm dari permukaan tanah mineral, mempunyai KTK-Efektif
sebesar < 1,50 cmol(+)/kg liat dan nilai pH (dalam KCl 1N) ≥ 5,0.
 Aquic Petroferric Acrudox  Acrudox yang di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kontak petroferik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Petroferric Acrudox  Acrudox lain yang mempunyai kontak petroferik
di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Lithic Acrudox  Acrudox lain yang di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kontak litik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Lithic Acrudox  Acrudox lain yang mempunyai kontak litik di dalam
125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Anionic Aquic Acrudox  Acrudox lain yang di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Delta pH (pH KCl dikurangi pH H2O 1:1) menunjukkan muatan neto
nol atau positif, pada lapisan setebal ≥ 18 cm; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Anionic Acrudox  Acrudox lain yang mempunyai delta pH (pH KCl
dikurangi pH H2O 1:1) menunjukkan muatan neto nol atau positif, pada
lapisan setebal ≥ 18 cm di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Plinthic Acrudox  Acrudox lain yang mempunyai plintit sebesar ≥ 5%
(berdasarkan volume) pada ≥ 1 horizon di dalam 125 cm dari permukaan
tanah mineral.
 Aquic Acrudox  Acrudox lain yang mempunyai ≥ 1 horizon di dalam
125 cm dari permukaan tanah mineral, deplesi redoks dengan value warna
lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga kondisi akuik selama sebagian waktu
dalam tahun-tahun normal (atau telah didrainase).
 Eutric Acrudox  Acrudox lain yang mempunyai kejenuhan basa
(dengan NH4OAc) sebesar ≥ 35 %, pada seluruh horizon di dalam 125 cm
dari permukaan tanah mineral.
 Humic Rhodic Acrudox  Acrudox lain yang mempunyai kedua berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada seluruh horizon diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, > 50 %
warnanya mempunyai kedua berikut:
a) Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
b) Value warna, lembab, 3 atau kurang.
 Humic Xanthic Acrudox  Acrudox lain yang mempunyai kedua sifat
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m² diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada kedalaman diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah
mineral, memiliki ≥ 50 % hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna
lembab ≥ 6.
 Humic Acrudox  Acrudox lain yang mengandung karbon organik
sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan kedalaman 100
cm.
 Rhodic Acrudox  Acrudox lain yang, pada seluruh horizon diantara
kedalaman 25 cm dan 100 cm, > 50 % warnanya mempunyai kedua
berikut:
- Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
- Value warna lembab ≤ 3.
 Xanthic Acrudox  Acrudox lain yang, pada suatu kedalaman diantara
25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah mineral, ≥ 50 % matriksnya
mempunyai hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna lembab ≥ 6.
 Typic Acrudox  Acrudox yang lain.
c. Eutrudox, merupakan Udox lain yang mempunyai kejenuhan basa (dengan
NH4OAc) sebesar ≥ 35 % pada seluruh horizon di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral.
 Aquic Petroferric Eutrudox  Eutrudox yang di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kontak petroferik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase)
 Petroferric Eutrudox  Eutrudox lain yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Lithic Eutrudox  Eutrudox lain yang di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kontak litik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Lithic Eutrudox  Eutrudox lain yang mempunyai kontak litik di dalam
125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Plinthaquic Eutrudox  Eutrudox lain yang pada ≥ 1 horizon di dalam
125 cm dari permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kandungan plintit sebesar ≥ 5 % (berdasarkan volume); dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase)
 Plinthic Eutrudox  Eutrudox lain yang mempunyai plintit sebesar ≥ 5
% (berdasarkan volume) pada ≥ 1 horizon di dalam 125 cm dari permukaan
tanah mineral.
 Aquic Eutrudox  Eutrudox lain yang mempunyai ≥ 1 horizon di dalam
125 cm dari permukaan tanah mineral, deplesi redoks dengan value warna
lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga kondisi akuik selama sebagian waktu
dalam tahun-tahun normal (atau telah didrainase)
 Kandiudalfic Eutrudox  Eutrudox lain yang mempunyai horizon
kandik yang batas atasnya di dalam 150 cm dari permukaaan tanah
mineral.
 Humic Inceptic Eutrudox  Eutrudox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Horizon oksik yang batas bawahnya di dalam 125 cm dari permukaan
tanah mineral.
 Inceptic Eutrudox  Eutrudox lain yang mempunyai horizon oksik yang
batas bawahnya di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Humic Rhodic Eutrudox  Eutrudox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada seluruh horizon diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, > 50%
warnanya mempunyai kedua berikut:
a) Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
b) Value warna lembab ≤ 3.
 Humic Xanthic Eutrudox  Eutrudox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m² diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada kedalaman diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah
mineral, memiliki ≥ 50 % hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna
lembab ≥6.
 Humic Eutrudox  Eutrudox lain yang mengandung karbon organik
sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan kedalaman 100
cm.
 Rhodic Eutrudox  Eutrudox lain yang, pada seluruh horizon diantara
kedalaman 25 cm dan 100 cm, ≥ 50 % warnanya mempunyai semua
berikut:
- Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
- Value warna lembab ≤ 3.
 Xanthic Eutrudox  Eutrudox lain yang pada suatu kedalaman diantara
25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah mineral, ≥ 50 % matriksnya
mempunyai hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna lembab ≥ 6.
 Typic Eutrudox  Eutrudox yang lain.
d. Kandiudox, merupakan Udox lain yang mempunyai horizon kandik yang
batas atasnya di dalam 150 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Petroferric Kandiudox  Kandiudox yang di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kontak petroferik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Petroferric Kandiudox  Kandiudox lain yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Lithic Kandiudox  Kandiudox lain yang di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kontak litik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Lithic Kandiudox  Kandiudox lain yang mempunyai kontak litik di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Plinthaquic Kandiudox  Kandiudox lain yang mempunyai ≥ 1 horizon
di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral, kedua berikut:
- Kandungan plintit sebesar ≥ 5 % (berdasarkan volume); dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Plinthic Kandiudox  Kandiudox lain yang mempunyai plintit sebesar
≥ 5% (berdasarkan volume) pada ≥ 1 horizon di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral.
 Aquic Kandiudox  Kandiudox lain yang mempunyai ≥ 1 horizon di
dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral, deplesi redoks dengan value
warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga kondisi akuik selama sebagian
waktu dalam tahun-tahun normal (atau telah didrainase).
 Andic Kandiudox  Kandiudox lain yang pada keseluruhan ≥ 1 horizon
dengan ketebalan total ≥ 18 cm di dalam 75 cm dari permukaan tanah
mineral, fraksi tanah-halus dengan berat isi ≤ 1,0 g/cm³, diukur pada
retensi air 33 kPa dan jumlah persentase Al dan ½ Fe (dengan amonium
oksalat) sebesar lebih dari 1,0.
 Humic Rhodic Kandiudox  Kandiudox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada seluruh horizon diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, ≥ 50%
warnanya mempunyai semua berikut:
a) Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
b) Value warna lembab ≤ 3.
 Humic Xanthic Kandiudox  Kandiudox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m² diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada kedalaman diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah
mineral, memiliki ≥ 50% hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna
lembab ≥ 6.
 Humic Kandiudox  Kandiudox lain yang mengandung karbon organik
sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan kedalaman 100
cm
 Rhodic Kandiudox  Kandiudox lain yang, pada seluruh horizon
diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, > 50% warnanya semua berikut:
- Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
- Value warna lembab ≤ 3.
 Xanthic Kandiudox  Kandiudox lain yang mempunyai, pada suatu
kedalaman diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah mineral, ≥ 50
% lebih matriksnya, hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna lembab
≥ 6.
 Typic Kandiudox  Kandiudox yang lain.
e. Hapludox, merupakan Udox lainnya.
 Aquic Petroferric Hapludox  Hapludox yang di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kontak petroferik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Petroferric Hapludox  Hapludox lain yang mempunyai kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Aquic Lithic Hapludox  Hapludox lain yang di dalam 125 cm dari
permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kontak litik; dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Lithic Hapludox  Hapludox lain yang mempunyai kontak litik di dalam
125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Plinthaquic Hapludox  Hapludox lain yang, pada ≥ 1 horizon di dalam
125 cm dari permukaan tanah mineral, mempunyai kedua berikut:
- Kandungan plintit sebesar ≥ 5 % (berdasarkan volume); dan
- Deplesi redoks dengan value warna lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga
kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (atau
telah didrainase).
 Plinthic Hapludox  Hapludox lain yang mempunyai plintit ≥ 5%
(berdasarkan volume) pada ≥ 1 horizon di dalam 125 cm dari permukaan
tanah mineral.
 Aquic Hapludox  Hapludox lain yang mempunyai ≥ 1 horizon di dalam
125 cm dari permukaan tanah mineral, deplesi redoks dengan value warna
lembab ≥ 4 dan kroma ≤ 2, dan juga kondisi akuik selama sebagian waktu
dalam tahun-tahun normal (atau telah didrainase)
 Inceptic Hapludox  Hapludox lain yang mempunyai horizon oksik
yang batas bawahnya di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral.
 Andic Hapludox  Hapludox lain yang pada keseluruhan ≥ 1 horizon
dengan ketebalan total ≥ 18 cm di dalam 75 cm dari permukaan tanah
mineral, fraksi tanah-halus dengan berat isi ≤ 1,0 g/cm³, diukur pada
retensi air 33 kPa dan jumlah persentase Al dan ½ Fe (dengan amonium
oksalat) sebesar > 1,0.
 Humic Rhodic Hapludox  Hapludox lain yang mempunyai kedua
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada seluruh horizon diantara kedalaman 25 cm dan 100 cm, ≥ 50%
warnanya mempunyai kedua berikut:
a) Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
b) Value warna lembab ≤ 3.
 Humic Xanthic Hapludox  Hapludox lain yang mempunyai kedua sifat
berikut:
- Kandungan karbon organik sebesar ≥ 16 kg/m² diantara permukaan
tanah mineral dan kedalaman 100 cm; dan
- Pada kedalaman diantara 25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah
mineral, memiliki ≥ 50 % hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna
lembab ≥ 6.
 Humic Hapludox  Hapludox lain yang mengandung karbon organik
sebesar ≥ 16 kg/m², diantara permukaan tanah mineral dan kedalaman 100
cm.
 Rhodic Hapludox  Hapludox lain yang, pada seluruh horizon diantara
kedalaman 25 cm dan 100 cm, ≥ 50% warnanya mempunyai semua
berikut:
- Hue 2,5YR atau lebih merah; dan
- Value warna lembab ≤3.
 Xanthic Hapludox  Hapludox lain yang, pada suatu kedalaman diantara
25 cm dan 125 cm dari permukaan tanah mineral, ≥ 50 % matriksnya
mempunyai hue 7,5YR atau lebih kuning dan value warna lembab ≥ 6.
 Typic Hapludox  Hapludox yang lain.

6. Sebaran Oxisol di Indonesia


Penyebaran tanah Oxisol di Indonesia hanya seluas 14,110 juta ha atau 7,5
dari seluruh luas daratan Indonesia, antara lain di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
dan Irian Jaya (Puslibang Tanah dan Agroklimat, 2004).

Gambar 2. Sebaran tanah merah di Indonesia


(Sumber: Soepraptohardjo dan Ismangun, 1980 dalam Prasetyo, 2009)

7. Penggunaan Lahan pada Oxisol


Tanah ini merupakan tanah yang sangat berpotensi untuk pengembangan
areal pertanian, terutama tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, karet ataupun
hutan tanaman industri dan tanaman pangan seperti jagung, kedelai, dan ketela
disebabkan memiliki solum tanah dalam (>150 cm), gembur dan drainase tanah
baik (Prasetyo, 2009). Hanya saja penggunaannya diimbangi dengan penambahan
input bahan organik yang cukup, agar faktor penghambat seperti retensi hara, pH
masam dapat teratasi (Djaenudin et al., 2003).
8. Kendala Manajemen pada Oxisol
Kendala utama pada tanah oxisol adalah kesuburan tanah rendah sebagai
akibat dari tingginya fiksasi P oleh Fe dan Al. Kekurangan P pada tanah merah
dapat disebabkan oleh bahan induk tanah yang tidak mengandung sumber P ataupun
P yang tersedia difiksasi oleh unsur-unsur Al dan Fe dalam tanah menjadi senyawa
Al-P dan Fe-P sehingga tidak tersedia untuk tanaman. Bila pupuk P diberikan,
sebagian akan difiksasi oleh tanah dan mungkin hanya sebagian kecil yang tersedia
untuk tanaman, sehingga sering dilakukan pemupukan P dalam jumlah banyak agar
sebagian P lebih tersedia untuk tanaman. Pemakaian P-alam merupakan alternatif
untuk tanah merah yang pHnya masam hingga sangat masam. P-alam akan
menyediakan P secara lambat, sehingga tanah merah dengan pH masam hingga
sangat masam dapat membantu lebih melarutkan P. Selain itu, penyediaan bahan
organik yang dapat dilakukan dengan menggunakan bahan organik sisa-sisa
tanaman dalam bentuk mulsa atau pupuk hijau, ataupun menggunakan pupuk
kandang dan kompos. Selain dapat meningkatkan muatan negatif tanah, bahan
organik juga dapat memperbaiki struktur tanah, dan mengurangi kebutuhan kapur
pertanian, karena sebagian aluminium akan diikat oleh bahan organik (Gill and
Adiningsih, 1986 dalam Prasetyo, 2009).
9. Kesimpulan
1. Faktor pembentuk Oxisols diantaranya 1) bahan induk berupa batuan ultra
mafik, batu kapur, dan bahan tufa masam, 2) iklim tropis dengan curah hujan
tinggi, 3) vegetasi berupa kelapa sawit, karet, hutan industri, dan tanaman
pangan (jagung, kedelai, dan ketela), 4) topografi dataran tinggi, lereng miring,
pediments, interfluves, sungai, dan teras laut, 5) waktu tergantung pada proses
pedogeniknya (contoh di Puerto Rico, Oxisols terbentuk selama 15.000.000
tahun.
2. Proses pedogenesis oxisols yaitu proses pencucian, salinisasi, alkalinisasi, dan
ferrolisis
3. Ciri dan karakteristik utama Oxisol adalah memiliki horizon Oksik atau horizon
Kandik
4. Oxisols memiliki lima sub ordo yaitu Aquox, Torrox, Ustox, Perox, dan Udox;
25 grup; dan 212 sub-grup
5. Oxisols memiliki kendala seperti kesuburan tanah rendah; retensi hara, pH
masam, terjadinya fiksasi P oleh Al dan Fe. Penambahan input bahan organik
yang tinggi merupakan cara alternatif untuk mengatasi dari kendala pada tanah
Oxisols
Daftar Pustaka
Buol. S . W. D. F. D. Hole and R. J. Mc Craken. 1980. Soil genesis and classificaton.
Second Edition. The Lowa State University Press.

Djaenudin, D., M. Hendrisman, H. Subagjo, dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis


Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah.
Puslitbangtanak. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.

Firdaus, M.R., A. Maghfiroh, R. Dandy, R.F. Maruddani, Y. Meilasari. 2015.


Makalah Geografi Jenis-jenis Tanah di Indonesia Serta Lahan Potensial dan
Lahan Kritis. Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Jambi. Kabupaten
Muaro Jambi.

Huang, P.M., Y. Li, dan M.E. Sumner. 2012. Handbook of Soil Science Properties
and Processes Second Edition. CRC Press. New York [Available online at
https://books.google.co.id/books?id=9BJlVxJLNO8C&printsec=frontcover#
v=onepage&q&f=false].

Maidhal, 1993. “Perbandingan Sifat Fisika Tanah Lapisan Atas Oxisol Dataran
Tinggi dan Dataran Rendah [skripsi]”. Fakultas Pertanian Universitas
Andalas. Padang.

Poppiel, R.R., M.P.C.Lacerda, M.P.de O. Junior, J.A.M. Dematte, D.J.Romero,


M.V. Sato, L.R. de A. Junior, dan L.F. M. Cassol. 2018. Surface
Spectroscopy of Oxisols, Entisols and Inceptisol and Relationships with
Selected Soil Properties. Revista Brasileira de Ciencia do Solo 2018: 42: 1-
26 . Available at https://doi.org/10.1590/18069657rbcs20160519.

Prasetyo, B.H. 2009. Tanah Merah dari Berbagai Bahan Induk di Indonesia:
Prospek dan Strategi Pengelolaannya. Jurnal Sumberdaya Lahan 3(1):47-60.

Sarief, S. 1985. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. 154 hal.

Soepraptohardjo, M. and Ismangun, 1980. Classification of red soils in Indonesia


by the Soil Research Institute. In P. Buurman (ed). Red Soil in Indonesia.
Centre for Agricultural Publishing and Ducumentation, Wageningen.

Van Breemen, P. Buurman, R. Brinkman. 1992. Processes in Soils. Text for Course
J050-202, Dept. Soil Science and Geology, Agricultural University
Wageningen.

Zakiah, N. 2019. 7 Fakta Hujan di Indonesia, Apakah Intensitasnya Tertinggi di


Dunia? Available online at
https://www.idntimes.com/science/discovery/nena-zakiah-1/fakta-hujan-di-
indonesia/full Diakses pada tanggal 15 September 2019.
Lampiran
Lampiran 1. Contoh Deskripsi Oxisol + Data Laboratorium
Tabel 1.Contoh deskripsi morfologi profil tanah di Estanislau, Distrito Federal,
Brazil (Popiel et al., 2018)
Hor. Depth Consistency(4)
(1) Munsell Color (2) Structure(3)
(m) Dry Moist Wet
P1-FFc (Plintossolo Pétrico Concrecionário típico/Petroferric Haplustox)
10YR 3/6 var.
Ac 0.00-0.20 st. vsm. cb. S. VFr. PL. ST.
10YR 5/6
F 0.20-0.60 10YR 6/8 st. vsm. gr. S. VFr. PL. ST.
10R 5/8 var. wk. sm. to
C 0.60-2.00 H. Fi. PL. ST.
2.5Y 7/4 lg. bk.
P2-LVd (Latossolo Vermelho Distrófico típico/Rhodic Acrustox)
A 0.00-0.20 10R 4/3 st. vsm. cb. S. Fr. PL. ST.
AB 0.20-0.30 10R 4/6 st. vsm. gr. S. Fr. PL. ST.
BA 0.30-0.51 10R 4/4 st. vsm. gr. S. Fr. PL. ST.
Bw 0.51-2.00 10R 5/8 st. vsm. gr. S. VFr. PL. ST.
Keterangan : Hor.= horizon; Var. = variegated. (1) Master Horizons: A = ochric epipedon, F =
petroferric contact; Horizon Suffixes: w = oxic horizon, c = concretionary horizon; (2)
Moist color. (3) Structure: st.= strong, wk.= weak, vsm.= very small, sm.= small, lg.=
large, cb.= crumb, gr.= granular, bk.= blocky. (4) Consistency [determined in air-dried,
sieved soil samples (<2 mm)]: S.= soft, H.= hard, Fr.= friable, Fi.= firm, VFr.= very
friable, PL.= plastic, ST.= sticky, SPL.= slightly plastic, SST.= slightly sticky.
Tabel 2. Sifat Fisik dan Kimia dari Profil Tanah di Estanislau, Distrito Federal, Brazil (Popiel et al., 2018)
Silt pH t T m OM OC
Hor. Clay Sand Textural class B/A Si/Cl SB Ta V
(g/kg) (H2O) cmolc/dm3 % g kg-1
P1-FFc (Plintossolo Pétrico Concrecionário típico/Petroferric Haplustox)
Ac 607 213 180 vcly. - 0.4 5.2 1.5 2.5 9.1 14.9 16.0 40.0 29.0 16.0
F 587 246 167 cly. 1.0 0.4 4.7 0.8 1.0 4.6 7.8 17.0 20.0 20.0 12.0
P2-LVd (Latossolo Vermelho Distrófico típico/Rhodic Acrustox)
A 755 74 171 vcly. - 0.1 5.1 1.4 2.1 9.8 13.0 14.0 33.0 36.0 21.0
Bw 773 91 136 vcly. 1.0 0.1 4.9 0.5 0.6 3.8 4.9 13.0 17.0 20.0 11.0
Keterangan : Hor. = horizon. Clay, silt, and sand determined by densimeter method; Textural soil class according to Santos et al. (2015): cly.= clayey, vcly.= very
clayey; B/A = B horizon/A horizon relationship; Si/Cl = silt/clay ratio. pH(H2O): pH in water-saturated soil paste at a ratio of 1:2.5 v/v; K+ (Mehlich 1);
Ca2+, Mg2+, and Al3+ (KCl 1 mol L-1); H+Al (Calcium acetate 0.5 mol L-1 - pH 7.0). SB = sum of bases (Ca 2++Mg2++K+); t = effective CEC = SB+Al3+; T
= Cation exchange capacity (SB+H++Al3+); Ta = T clay activity = (T × 1000/clay content); V = base saturation (100 × S/T); m = aluminum saturation (Al3+
× 100/t); OC = organic carbon (Walkley-Black, 1934); OM = OC × 1.72.
Lampiran 2. Sketsa Profil Oxisol
1) P1-FFc (Plintossolo Pétrico Concrecionário típico/Petroferric Haplustox)
10YR 3/6 var. 10YR 5/6; strong, very small, crumb
structure; Consistency: soft (dry), very friable
Ac (moist), plastic & sticky (wet); textural class: very
(0-20 cm) clayey
; strong, very small, granular structure;
Consistency: soft (dry), very friable (moist),
F
plastic & sticky (wet); textural class: clayey
(20-60 cm)
; weak, small – large, blocky
C
structure; Consistency: hard (dry), firm (moist),
(60-200 cm)
plastic & sticky (wet); textural class: -

Klasifikasi:
 Epipedon  Epipedon Okrik, memiliki value warna ≥ 4 (dalam kondisi
lembab), ditemukannya akumulasi dari konkresi ferruginous dari bahan
sementasi Fe.
 Horizon  Kontak petroferik, batas antara tanah dengan lapisan
bersambungan tersusun dari bahan keras yang telah terendurasi (adanya senyawa
besi), bahan organik turun dari 29 g/kg menjadi 20 g/kg. Konkresi ferruginous
yang ditemukan di horison Ac membentuk kontak petroferik dengan perubahan
warna dari 10 YR menjadi 10 R; perubahan struktur granuler merupakan hasil
oksida Fe dan Al. Tingginya kandungan silt dipengaruhi oleh horison C
dikarenakan mempertahankan Grup Canastra.
 Ordo  Oxisols, kandungan liat 40% (berdasarkan berat)
 Sub Ordo  Ustox, memiliki rejim kelembaban tanah ustik di tempat
penelitian (Brazil)
 Grup  Haplustox, ustox lainnya
 Sub Grup  Petroferric Haplustox, haplustox lain yang memiliki kontak
petroferik di dalam 125 cm dari permukaan tanah mineral
2) P2-LVd (Latossolo Vermelho Distrófico típico/ Rhodic Acrustox)
10R 4/3; strong, very small, crumb structure;
A soft (dry), friable (moist), plastic & sticky
(0-20 cm) (wet); textural class: very clayey
AB 10R 4/6; strong, very small, granular
(20-30 cm) structure; soft (dry), friable (moist), plastic
& sticky (wet); textural class: very clayey
BA
(30-51 cm) 10R 4/4; strong, very small, granular
structure; soft (dry), friable (moist), plastic
Bw & sticky (wet); textural class: very clayey
(51-200 cm)
10R 5/8; strong, very small, granular
structure; soft (dry), veryfriable (moist),
plastic & sticky (wet); textural class: very
clayey
Klasifikasi:
 Epipedon  Epipedon Okrik, memiliki value warna ≥ 4 (dalam kondisi
lembab), terdapat horison oksik dibawahnya
 Horizon  Horizon Oksik, tebalnya ≥ 30 cm, kelas tekstur lempung berpasir
atau yang lebih halus, terdapat kenaikan liat pada kedalaman 15 cm atau lebih
sebesar kurang dari 8% jika fraksi tanah-halus horizon diatasnya mengandung
liat ≥ 40%, KTK ≤ 16 cmol(+)/kg liat.
 Ordo  Oxisols, terdapat horison oksik, kandungan liat 40%
(berdasarkan berat)
 Sub Ordo  Ustox, memiliki rejim kelembaban tanah ustik di tempat
penelitian (Brazil)
 Grup  Acrustrox, ustox lain yang pada satu horizon oksik di dalam 150
cm dari permukaan tanah mineral, KTK Efektif sebesar < 1,50 cmol (+)/kg liat
 Sub Grup  Rhodic Acrustox, pada seluruh horizon diantara kedalaman 25-
100 cm, lebih dari 50% warnanya lebih merah.

Anda mungkin juga menyukai