Anda di halaman 1dari 7

KLASIFIKASI TANAH DI INDONESIA

Definisi

ilmiah

tanah

menurut

Hardjowigeno

(1987)

dalam

Sunarmi,dkk(2006), bahwa tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi


yang tersusun dalam horizon-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan
organic air dan udara serta merupakan media untuk tumbuhnya tanaman.
Klasifikasi tanah adalah suatu cara pengelompokan tanah berdasarkan sifat
dan ciri tanah yang sama atau hampir sama, kemudian diberi nama agar mudah
dikenal, diingat, dipahami dan dibedakan dengan tanah-tanah lainnya. Setiap Jenis
Tanah memiliki sifat dan ciri tertentu dan berbeda dengan jenis tanah lainnya. Setiap
jenis tanah memiliki sifat, ciri, potensi kesesuaian tanaman dan kendala tertentu
untuk pertanian sehingga memerlukan teknologi pengelolaan tanah yang spesifik
untuk dapat berproduksi optimal. Berdasarkan bahan pembentukannya, tanah
dibedakan atas tanah organik dan tanah mineral. (Dr. D. Subardja, M.Sc., peneliti di
Kelti Genesis dan Klasifikasi Tanah, pada siaran di Radio Pertanian Ciawi (RPC)
tanggal 15 April 2009).
Klasifikasi tanah dapat dibedakan menjadi klasifikasi alami dan klasifikasi
teknis. Klasifikasi alami adalah klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat tanah
yang dimilikinya tanpa menghubungkan dengan tujuan panggunaan tanah tersebut.
Sedangkan klasifikasi teknis adalah klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat-sifat
tanah yang mempengaruhi kemampuan tanah untuk penggunaan-penggunaan
tertentu. (Hardjowigeno, 2007)
Di Indonesia klasifikasi tanah sejak tahun 1988 hanya menggunakan system
taksonomi tanah (USDA). Sebelumnya ada 3 metode yang digunakan antara lain:

Pusat penelitian tanah (PPT)


FAO / UNESCO dan
Taksonomi tanah

(Sunarmi,dkk,2006)

Jenis klasfikasi tanah di indonesia menurut dudal supratohardjo dan


padanannya dalam Arief yaitu:

1. Entisol
Ciri-ciri :
A. Tanah yang baru berkembang
B. Belum ada perkembangan horison tanah
C. Meliputi tanah-tanah yang berada di atas batuan induk
D. Termasuk tanah yang berkembang dari bahan baru
Mencakup kelompok tanah alluvial, regosol dan litosol dalam klasifikasi dudalsupratohardjo. Tipe ini di sepanjang aliran besar merupakan campuran mengandung
banyak hara tanaman sehingga dianggap subur. Tanah Entisol di Indonesia
umumnya memberi hasil produksi padi (misalnya : Kerawang, Indramayu, delta
Brantas), palawija, tebu (Surabaya). Entisol yang berasal dari abu-volkanik hasil
erupsi yang dikeluarkan gunung-gunung berapi berupa debu, pasir, kerikil, batu bom
dan lapili. Selain itu berasal dari gunduk pasir yang terjadi di sepanjang pantai,
misalnya diantara Cilacap dan Parangtritis (selatan Yogyakarta), dan Kerawang.

2. Inceptisol
Ciri2 :
A. Ada horizon kambik , dimana terdapat horizon penumpukan liat <20% dari horizon
diatasnya.
B. Tanah yang mulai berkembang tetapi belum matang yang ditandai oleh
perkembangan profil yang lebih lemah.
C. Mencakup tanah sulfat masam (Sulfaquept) yang mengandung horison sulfurik
yang sangat masam, tanah sawah(aquept) dan tanah latosol
Daerah penyebaran tanah jenis ini: Sumatera, Jawa, Kalimantan. Sebagain besar
tanah ini ditanami palawija (jawa) dan hutan/semak belukar (sumatera dan
Kalimantan)
3. Ultisol
Ciri-ciri :
A. Kandungan bahan organik, kenjenuhan basa dan pH rendah (pH 4,2-4,8).
B. Terjadi proses podsolisasi: proses pecucian bahan organik dan seskuioksida
dimana terjadi penimbunan Fe dan Al dan Si tercui.

C. Bahan induk seringkali berbecak kuning, merah dan kelabu tak begitu dalam
tersusun atas batuan bersilika, batu lapis, batu pasir, dan batu liat.
D. Terbentuk dalam daerah iklim seperti Latosol, perbedaan karena bahan induk :
Latosol terutama berasal dari batuan volkanik basa dan intermediate, sedang tanah
Ultisol berasal dari batuan beku dan tuff.
Tanah yang paling luas penyebarannya di Indonesia: Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Papua, dan sebagian Jawa . sebaiknya tanah ini dihutankan atau untuk
perkebunan seperti : kelapa sawit, karet dan nanas.
4. Oxisol
Ciri-ciri :
A. solum yang dangkal, kurang dari 1 meter
B. kaya akan seskuioksida yang telah mengalami pelapukan lanjut
C. adanya horizon oksik pada kedalaman kurang dari 1,5 m
D. susunan horison A, B, dan C dengan horizon B spesifik berwarna merah kuning
sampai kuning coklat dan bertekstur paling halus liat
E. mengandung konkresi Fe/Mn lapisan kuarsa.
Banyak digunakan untuk perladangan, pertanian subsisten pengembalaan dengan
intensitas rendah, dan perkebunan yang intensif seperti perkebunan tebu, nanas,
pisang dan kopi.
5. Vertisol
Ciri-ciri :
A. Tanpa horizon eluviasi dan iluviasi
B. Koefisien mengembang dan mengerut tinggi jika dirubah kadar airnya
C. Bahan induk basaltic atau berkapur
D. Mikroreliefnya gilgei
E. Konsistensi luar biasa plastis
Di Indonesia jenis tanah ini terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya tidak lebih
dari 300 meter di atas muka laut dengan topografi agak bergelombang sampai
berbukit, temperatur tahunan rata-rata 25oC dengan curah hujan kurang dari 2500
mm dan pergantian musim hujan dan kemarau nyata.Kandungan bahan organik
umumnya antara 1,5-4%. Warna tanah dipengaruhi oleh jumlah humus dan kadar
kapur. Di pulau jawa banyak digunakan untuk lahan pertanian padi sawah.

6. Histosol /gambut
Ciri-ciri :

A. Memiliki epipedon histik, yaitu epipedon yang mengandung bahan organik


sedemikian banyaknya, sehingga tidak mengalami perkembangan profil ke
arah terbentuknya horison-horison yang berbeda.
B. Warna coklat kelam sampai hitam, berkadar air tinggi dan bereaksi asam
(pH3-5)
Gambut ombrogen meliputi hampir seperlima Sumatra, meluas sepanjang
pantai Malaya, Kalimantan, dan pantai selatan Irian Jaya. Gambut ombrogen
juga terdapat di Bangka Selatan, dimana pasir putih bumi mengendap
sebelum mencapai laut membentuk berselang berselang-seling daerah
deperesi bekas cabang sungai yang di tumbuhi flora khusus.
Gambut topogen terbentuk dalam topografik di rawa-rawa baik di dataran
rendah maupun di pegunungan tinggi. Gambut ini meluas di Rawa Lakbok,
Pangandaran, Rawa Pening, Jatiroto, Tanah Payau, di Deli (Sumatra) dan
danau-danau di Kalimantan Selatan.
Gambut Pangandaran, sebelah selatan Rawa Lakbok juga bersifat eutrof dan
topogen.

Tata Nama:
Setiap nama tanah selalu mempunyai arti yang umumnya menunjukkan sifat
utama tanah tersebut.
Pada kategori order nama tanah selalu diberi akhiram sol (solum=tanah),
sedan suku kata sebelumnya menunjukkan sifat utama dari tanah tersebut.
Pada kategori lebih rendah dari order dari akhiran sol tidak digunakan lagi,
sebagai gantinya maka untuk menunjukkan hubungan sifat-sifat tanah dari
kategori tinggi ke kategori rendah digunakan akhiran yang merupakan
singkatan dari nama masing-masing order

Tabel: Arti nama-nama tanah pada tingkat order dan akhiran untuk kategori yang
lebih rendah

Nama Order
Gelisol
Entisol
Vertisol
Inceptisol
Andisol
Aridisol
Molisol
Spodosol
Alfisol
Ultisol
Oxisol
Histosol

Akar Kata
El
Ent
Ert
Ept
And
Id
Oll
Od
Alf
Ult
Ox
Ist

Asalnya
Gelid
Recent
Verto (L)
Inceptum(L)
Ando
Aridus (L)
Mollis
Spodos
Pedalfer
Ultimus (L)
Oxide (P)
Histos

Artinya
Sangat dingin permafrost
Palimg baru
Berbalik-balik
Permulaan
Hitam
Gurun, sangat kring
Lunak
Abu kayu
Al + Fe oksida
Ujung / akhir
Oksida-oksida
Jaringan tanaman

Berdasarkan atas morfologi horison-horison penciri dan sifat-sifat penciri lainnya


maka tanah di permukaan bumi ini dapat dikelompokkan ke dalam 11 order
sebagai berikut:
1. Entisol: tanah-tanah tanpa memiliki horison pedogenik (berasal dari
pembentukan tanah) yang

jelas, tidak mempunyai horison bawah penciri /

diasnostik, terkecuali epipedon okrik, albik atau plaggen dan anthropik,


epipedon yang dihasilkan oleh pengaruh manusia.
Setara dengan: alluvial, regosol litosol, ranker atau tanah berbatu lainnya.
2. Vertisol: tanah-tanah dengan kandungan liat tipe 2:1 (smektit / montmorillonit)
>30%, dan terdapat retakan-retakan, gilgei, dan / atau bidang kilir
(slickensides).
Setara dengan: grumusol, black tropical clays.
3. Inceptisol: tanah-tanah dengan horison bawah penciri kambik: telah ada
proses pembentukan alterasi, seperti terbentuknya struktur, kenaikan liat
pada horison B (hue dan chroma bertambah tinggi), terbentuknya epipedon
mollik, umbrik,histik, juga padas (duripan).

Setara dengan andosol, kambisol, latosol, aluvial, regosol, brown forest soil,
glei humus.
4. Andisol: tanah-tanah yang terbentuk dari bahan volkan muda, memiliki bobot
isi rendah, mengandung mineral-mineral nerordo pendek atau mineral amorf
(alofan dan imogolit) serta berpotensi fiksasi fosfat tinggi.
Setara dengan:andosol, regosol volkan.
5. Aridisol: tanah-tanah di daerah iklim kering: arid, semi arid, yaitu di wilayah
gurun dan semi gurun, mempunyai epipedon okrik dan anthropik serta
horison bawah penciri argilik atau natrik.
Setara dengan: solonetz, sicrozem, solonchaks.
6. Mollisol: tanah-tanah dengan epipedon mollik dan horison bawah penciri
argilik, kandik, natrik, atau kambik serta memiliki kejenuhan basa yang tinggi
(KB>50%).
Setara dengan: brunizem, rendzina, chesnut soils, chernozem, solonetz,
brown forest soils, glei humus.
7. Spodosol: tanah-tanah dengan horison spodik atau plastik dan dapat
memiliki padas fragipan atau horison albik.
Setara dengan: podzols, podsol air tanah, brown podzolik soils.
8. Alfisol: tanah-tanah dengan horison argilik, kandik atau natrik, dengan
kejenuhan basa >35%.
Setara dengan: planosol, non calcic brown, grey brown podzolik, mediteran.
9. Ultisol: tanah-tanah dengan horison argilik atau kandik, dengan atau tanpa
padas fragipan, serta kejenuhan basa <35%.
Setara dengan: podsolik merah dan kuning, latosol, tanah laterit.
10. Oxisol: tanah-tanah yang memiliki horison oksik atau kandik dengan
cadangan mineral rendah.
Setara dengan: laterit, latosol.
11. Histosols: tanah-tanah gambut / bergambut, merupakan timbunan bahanbahan organic.
12. Gelisol: tanah-tanah yang mengalami pembekuan.
(Hardjowigeno, 2007)

DAFTAR PUSTAKA
Arief. 2008.geografi tanah Indonesia. http: // feiraz. wordpress. com/ 2008/ 11/ 08 /
geografi tanah Indonesia. Diakses tanggal 9 Oktober 2009 pukul 15.00 WIB
Gandasasmita, Karmini . 2009. Pengertian Klasifikasi Tanah. http: // bbsdlp. litbang.
deptan. go.id. Diakses tanggal 9 Oktober 2009 pukul 15.00 WIB
Hardjowigeno, sarwono. 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Sunarmi, prapti, Sri Andayani, Purwohadiyanto. 2006. Dasar-dasar Ilmu Tanah. UB.
Malang

Anda mungkin juga menyukai