Disusun Oleh :
Kelompok 7
Lukman Mei Widitya
135040201111293
135040201111354
Pebriyanty Sitanggang
135040201111356
Tanah adalah hasil pengalihragaman (transformasi) bahan mineral dan organik yang
berlangsung di muka daratan bumi, dibawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja
selama waktu yang sangat panjang dan kongkrit sebagai suatu tubuh dengan morfologi dan
organisasi yang dapat dideskripsikan. Prediksi sifat-sifat tanah dan tanggapannya terhadap
pengelolaan sangat diperlukan dalam bidang pertanian dan kehutanan, untuk kajian
kelayakan dan perencanaan pada proyek-proyek pengembangan wilayah serta untuk berbagai
pekerjaan keteknikan atau rekayasa (Rayes, 2007).
Tanah yang subur merupakan potensi yang besar sebagai sumber kehidupan dan
pendapatan bagi manusia. Tetapi tanah yang kurang subur merupakan kendala bagi manusia
dalam mengembangkannya. Perlakuan yang intensif pada sebuah lahan dapat mengurangi
fungsi tanah sebagai media tumbuh bagi tanaman (Abdurachman et al. 2008). Hal disebabkan
karena tanah mudah mengalami defisiensi hara akibat proses penanaman yang kontinu. Selain
itu tanah juga mudah mengalami pencucian akibat pengolahan tanah dan faktor curah hujan.
Kondisi Lingkungan Oxsisol
Setiap tanah memiliki karateristik tersendiri sesuai dengan proses pembentukannya
(Pouyat et al. 2007). Berdasarkan karakteristik maupun proses pembentukan itulah tanah
dapat di bedakan menjadi beberapa jenis atau ordo tanah. Oxisol adalah salah satu ordo dari
12 ordo tanah pada sistem klasifikasi tanah USDA. Oxisol terbentuk terutama di daerah
tropis lembab di bawah hutan hujan, belukar dan hutan duri, atau vegetasi savana pada
dataran landai sampai ke dataran tinggi. Mereka biasanya ditemukan pada lanskap tua yang
telah dikenakan perladangan berpindah selama ribuan tahun. Oxisols meliputi sekitar 8% dari
permukaan lahan bumi yg bebas es, sebagian besar di daerah khatulistiwa Amerika Selatan
dan Afrika. Oxisols ditemukan pada permukaan lahan yang telah stabil dalam jangka waktu
panjang. Mereka mempunyai kesuburan alamiah yang rendah , kemampuannya rendah untuk
menahan dan menyimpan hara dari kapur dan pupuk.
Ciri-ciri tanah oxisol sebagai berikut:
1. Warna tanahnya merah hingga kuning, sehingga sering disebut tanah merah.
2. Tanah Latosol yang mempunyai sifat cepat mengeras bila tersingkap atau berada di
udara sebut tanah laterit.
3. Kejenuhan basa kurang dari 50%, umumnya mempunyai epipedon kambik dan
horison kambik.
4. Tanah oxsisol mengalami pencucian dan pelapukan lanjut, berbatas horison baur,
sehingga kandungan mineral primer dan unsur hara rendah.
5. Konsistensi gembur dengan stabilitas agregat kuat.
6. Tanah dengan kadar liat lebih dari 60%, remah sampai gumpal, gembur, warna
tanah seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam (lebih dari 150
cm).
Faktor pembatas yang dimiliki Oxisol diantaranya yaitu tingkat kesuburan alami yang
tergolong rendah karena sedikitnya kandungan bahan organik, tingginya kelarutan mineral
besi (Fe3+) dan Aluminium (Al3+ ), terjadinya fiksasi P dan rendahnya KTK (Hardjowigeno,
2003). Banyak tanah oxisol yang memiliki berat isi berkisar <1.0 g cm -3, terkadang <0.7 g
cm-3 (Zinn et al., 2014), pH relatif masam dikarenakan sering terjadi pencucian akibat curah
hujan yang tinggi (Nguetnkam et al., 2007)
Proses Pedogenesis Oxsisol
Gambar 1 Proses Pedogenesis Oxisol
Proses pedogenesis yang terjadi di tanah
oxisol terjadi dengan adanya proses desilikasi
atau feralisasi. Proses tersebut merupakan
proses khas pada kawasan tropika lembab dan
basah dengan suhu hangat, tanahnya bersifat
tua, tebal, permeable dan warna merah
seragam.
Prosesnya adalah mencakup :
a. Hidrolisa silika yang bermula pada
pelapukan intensif dan terus menerus
b. Pelarutan dan pelindian basa dan silika
(desilisifikasi) sehingga terjadi pelonggoan
R2O3 residuil
c. Oksida-oksida Fe dan Al tetap tinggal di
tempat
d. Pencucian kation-kation basa
e. Silika dapat bergabung dengan Al
membentuk mineral liat kaolinit
Proses desilikasi pada Oxisol ini membuat unsur silika ini semakin berkurang.
Desilikasi adalah proses pembentukan tanah yang menyebabkan silika yang terdapat pada
lapisan atas tanah tercuci ke lapisan bawah, sehingga kadar silika pada lapisan atas menurun,
sedangkan oksida-oksida besi dan Aluminium terakumulasi pada permukaan tanah. Semakin
tinggi kandungan Al dan besi oksida di dalam tanah mengakibatkan Si yang terlarut atau
tersedia menjadi rendah (Hardjowigeno, 1993). Pada Oxisols, muka-air-tanah (water table)
berfluktuasi dapat membentuk plintit yang terdiri atas material ber-becak merah dan kelabu.
Kebanyakan Oxisols berkembang pada material angkutan (erosi) dimana desilikasi
(kehilangan silika) dan pelapukan intensif telah berlangsung dalam waktu yang panjang
(lama) (sekitar 50,000 tahun hingga 100,000 tahun atau lebih).
Klasifikasi Oxisol
Menurut Soil Survey staff (2014), tanah yang termasuk kedalam ordo oxisol harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Memiliki horizon oksik dalam 150 cm dari permukaan tanah mineral dan tidak ada
horizon kandic didalam kedalaman itu; atau
2. 40 persen atau lebih (berat) tanah liat di fraksi halus antara permukaan tanah mineral
dan kedalaman 18 cm (setelah pencampuran) dan horizon kandic yang memiliki sifat
pelapukan mineral dari horizon oksik dan memiliki batas atas yang dalam 100 cm dari
permukaan tanah mineral.
Apabila sifat tanah tersebut tidak memiliki kedua sifat diatas maka klasifikasi dapat
dilanjutkan ke ordo tanah yang lain. Apabila telah memenuhi persyaratan untuk masuk
kedalam ordo tanah oxisol maka klasifikasi dapat dilanjutkan kedalam tahapan sub ordo.
terdapat 5 sub ordo didalam tanah oxisol, klasifikasi untuk sub ordo didasarkan pada rejim
kelembaban tanah :
1. Aquox : Oxisol yang memiliki kondisi aquic untuk beberapa waktu di sebagian
2.
3.
4.
5.
besar tahun dan menunjukkan fitur redoximorphic atau memiliki epipedon histic.
Torrox : Oxisol dengan rejim kelembaban tanah aridic.
Ustox : Oxisol dengan rejim kelembaban tanah ustic atau xeric.
Perox : Oxisol dengan rejim kelembaban tanah perudic.
Udox : Oxisol dengan rejim kelembaban tanah udic.
Daftar Pustaka
Abdurachman, A., A. Dariah, dan A. Mulyani. 2008. Strategi dan teknologi pengelolaan lahan
kering mendukung pengadaan pangan nasional. Jurnal Litbang Pertanian. 27(2): 43-4
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. (Edisi pertama). Akademika
Pressindo. Jakarta. 274 hal.
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademik Pressindo, Jakarta.
Hal 250
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya.
Nguetnkam, J.P., Kamga, R., Villieras, F., Ekodeck, G.E., Yvon, J., 2007. Pedogenic
formation of smectites in a vertisol developed from granitic rock from Kaele
(Cameroon, Central Africa). Clay Miner. 42, 486501
Pouyat, R.V., J.R. Anelli, and N.K. Neerchal. 2007. Soil chemical and physical properties
that differentiate urban land-use and cover types. Soil Sci. Soc. Am. J. 71:1010-1019
Rayes, M.L.2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Penebit Andi. Yogyakarta.
Soil Survey staff.,2014 Keys to Soil Taxonomy, 12th Editon, Agency for International
Development, Soil Manajement Support Service, United State Departement of
Agriculture.
Zinn, Y.L., Guerra, A.R., Silva, C.A., Faria, J.A., Silva, T.A.C., 2014. Soil organic carbon
and morphology as affected by pine plantation establishment in Minas Gerais. For.
Ecol. Manage. 318, 261269.