Disusun Oleh :
Kelompok 8
Untari Prawita W
135040200111108
135040207111027
A. PENDAHULUAN
Lahan sawah adalah suatu tipe penggunaan lahan yang pengelolaannya memerlukan
genangan air. oleh karena itu sawah selalu mempunyai permukaan datar atau yang didatarkan
dan dibatasi oleh pematang untuk menahan air genangan (Sofyan dkk, 2007). Biasanya
sawah digunakan untuk bercocok tanam padi. Untuk keperluan ini, sawah harus mampu
menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam
pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau
air hujan. Sawah yang airnya berasal dari hujan
sementara yang lainnya adalah sawah irigasi. Padi yang ditanam di sawah dikenal sebagai
padi lahan basah (lowland rice). Lahan sawah memiliki arti penting sebagai media aktivitas
bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) untuk memenuhi
kebutuhan umat manusia. Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan sawah yang
cukup luas, karena padi masih menjadi komoditas yang strategis.
Lahan sawah yang tersusun dari faktor biotik dan abiotik membentuk suatu
agroekosistem. Ekosistem sawah adalah salah satu contoh ekosistem buatan, karena sawah
merupakan tempat budidaya atau tempat bercocok tanam petani. Dalam usaha budidaya padi
harus diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara ekologi, baik
faktor biotik dan abiotik di lingkungan tumbuh tanaman tersebut. Pertanaman padi sawah
adalah monokultur, selain itu terdapat beberapa flora dan fauna di sekitar pertanaman yang
akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi. Organisme yang ada di sekitar tanaman
padi adalah mikrofauna dalam tanah (pengurai), mesofauna, makrofauna (cacing, belalang,
tikus dll) dan vegetasi (gulma) yang ada di sekitar persawahan. Dengan dilakukannya upaya
untuk meningkatkan produksi padi guna memenuhi kebutuhan pangan, manusia turut
berperan terhadap perubahan ekosistem yang terjadi di sawah. Terlebih lagi dengan
diterapkannya pertanian anorganik (intensif) yang dapat merusak keseimbangan ekosistem
sawah.
Dalam budidaya padi yang intensif (anorganik) terdapat beberapa cara pandang
masyarakat yang kurang arif seperti : Orang beranggapan di sawah hanya ada tanaman dan
hama dan untuk memenangkan persaingan hama harus dibunuh dengan menggunakan
pestisidaakan tetapi pestisida akhirnya tidak bisa mengentaskan masalah karena hama
akibatnya hama menjadi kebal dan terjadi peledakan hama, karena menggunakan pestisida
yang berlebihan terjadi pencemaran lingkungan dan terbunuhnya jasad non sasaran selain itu
keragaman unsur hayati akan berkurang.
Untuk mengetahui keadaan agroekosistem sawah serta mengetahui strategi
penyelasaian terhadap permasalahan yang ada secara tepat dapat digunakan dengan analisis
SWOT. Secara umum penentuan strategi dimulai dengan mengenali opportunity (peluang)
dan threat (ancaman) yang terkandung dalam lingkungan eksternal serta memahami strength
(kekuatan) dan weakness (kelemahan) pada aspek internal.
B. PEMBAHASAN
Menurut Daniel Start dan Ingie Hovland (2004) Analisis SWOT adalah
instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja
kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal dan ancaman, instrument ini
memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan
sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bisa dicapai, dan
hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka. SWOT digunakan untuk
menilai kekuatan kekuatan dan kelemahan kelemahan dari sumber sumber daya
yang dimiliki oleh perusahaan dan kesempatan kesempatan eksternal serta tantangan
yang dihadapi. Menurut David (Fred R. David 2006), Semua organisasi memiliki
kekuatan dan kelemahan. Tidak ada yang sama kuatnya atau lemahnya. Kekuatan atau
kelemahan internal, digabungkan dengan peluang/ancaman dari eksternal dapat
dijadikan sebagai dasar untuk penetapan tujuan dan strategi. Tujuan dan strategi
ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi
kelemahan.
Menurut Rangkuti (2006), Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas
bagaimana peluang dan ancaman eksternalyang dihadapi perusahaan dengan kekuatan
dan kelemahan yang dimilikinya. Untuk lebih jelas mengenai kondisi lahan sawah
(padi) di Indonesia maka hendaknya kita menganalisis terlebih dahulu menggunakan
analisis SWOT (Strange, Weekness, Opportunity, dan Threats).
Kekuatan (Strenghts)
Pada lahan sawah (padi) kekuatan yang ditemukan adalah:
1
Beras (padi) merupakan bahan pangan pokok bagi 95% penduduk Indonesia
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk
Indonesia. Usahatani padi menyediakan lapangan pekerjaan dan sebagai sumber
pendapatan bagi sekitar 21 juta rumah tangga pertanian. Selain itu, beras juga
merupakan komoditas politik yang sangat strategis, sehingga produksi beras dalam
negeri menjadi tolok ukur ketersediaan pangan bagi Indonesia (Suryana, 2002).
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika campur tangan pemerintah
Indonesia sangat besar dalam upaya peningkatan produksi dan stabilitas harga beras.
Kecukupan pangan (terutama beras) dengan harga yang terjangkau telah menjadi
tujuan utama kebijakan pembangunan pertanian. Kekurangan pangan bisa
pemupukan,
pengelolaan
tanaman,
dan
pengendalian
organisme
pengganggu tanaman (OPT) telah berkembang dengan pesat (Swastika, dkk 2007).
Lahan Sawah di Indonesia sangat luas
Lahan sawah merupakan andalan bagi Indonesia dalam memproduksi padi.
Data statistic menunjukkan bahwa sekitar 95 persen dari produksi padi nasional
dihasilkan dari lahan sawah. Sisanya (5%) berasal dari lahan kering (BPS 1996, 2000,
2006). Pada tahun 2005 luas lahan sawah (diluar lahan pasang surut) yang ditanami
padi di Indonesia sekitar 6,84 juta ha. Dari lahan sawah seluas itu, sekitar 3,23 juta ha
diantaranya berada di Jawa dan 3,61 juta ha di luar Jawa. Berdasarkan sistem
pengairan, 2,19 juta dari lahan tersebut beririgasi teknis, sekitar 0,99 juta beririgasi
setengah teknis, 1,58 juta ha irigasi sederhana/ perdesaan, dan 2,09 juta ha sawah
tadah hujan (BPS, 2006).
Tabel 1 : Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun
2010-2014
Weakness (Kelemahan)
Pada lahan sawah (padi) kelemahanan yang ditemukan adalah
1. Ekosistem cepat berubah
Menurut Widiarta, dkk (2006), ekosistem padi sawah bersifat cepat berbah
karena sering terjadi perubahan akibat aktivitas pengolahan tanah, panen, dan
bera. Bera antar waktu tanaman tidak hanya menekan populasi hama tetapi juga
berpengaruh pada kerapatan populasi musuh alami pada awal musim tanam
berikutnya, sehingga pertumbuhan populasi predator tertinggal. Rendahnya
kepadatan populasi musuh alami pada saat bera karena mangsa (termasuk hama)
juga rendah. Pada saat tersebut apabila serangga netral cukup tersedia akan
berpengaruh baik terhadap perkembangan musuh alami. Peningkatan kelimpahan
serangga netral akan meningkatkan pengendalian alami melalui peningkatan
aktivitas pada jaringan-jaringan makan.
2. Saprotan (Sarana produksi tanaman) makin terbatas dan mahal
Sarana produksi tanaman (Saprotan) seperti pupuk, benih, pestisida dan lainlain bagi petani hingga saat ini masih terbatas dan semakin mahal. Karena
menurut Swastika, dkk. (2007), sarana produksi saat ini semakin mahal sehingga
mengakibatkan kemampuan petani untuk membeli sarana produksi semakin
terbatas. Hal ini dikarenakan pendapatan yang diperoleh petani masih rendah,
hanya bisa memenuhi kebutuhan dasar tanpa mampu melakukan investasi untuk
menunjang usaha yang produktif.
3. Produktivitas padi cenderung stagnan bahkan menurun
Saat ini produktivitas padi cenderung stagnan bahkan menurun. Menurut
Praptono (2010), pada lahan pertanian intensif kandungan C-Organik dalam tanah
yaitu <2%, bahkan pada banyak lahan sawah intensif di Jawa kandungannya <1%.
Rendahnya kandungan C-organik dapat menyebabkan penurunan produktivitas
padi, karena untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-organik
>2,5%.
4. Kebanyakan Petani masih menggunakan sistem Anorganik
Pada saat ini mayoritas petani masih menggunakan sisem anorganik dalam
budidaya padi, mulai dari pupuk hingga pestisida biasanya dilakukan dengan cara
instan yaitu menngunakan pupuk dan pestisida kimia (anorganik) yang sudah kita
ketahui memiliki resiko jangka panjang yaitu pencemaran lingkungan. Sistem
anorganik memiliki beberapa hal negative antara lain, efisiensi pupuk buatan
terbukti rendah, sekitar 40-50% Nitrogen hilang jika diberikan dilahan kering dan
60-70% hilang pada padi sawah. Pupuk N yang diterapkan dalam budidaya padi
menjadi sumber polusi N. Pupuk N yang diberikan pada tanaman padi sebagian
hilang melalui berbagai mekanisme, antara lain ammonia volatilization,
denitrification, dan leaching. Kehilangan tersebut dapat menyebabkan masalah
lingkungan seperti polusi atmosfer, sistem perairan dan air tanah.
5. Kualitas SDM (tenaga kerja) yang rendah
Penduduk Indonesia yang berprofesi sebagai petani memang sangat
banyak, bahkan mayoritas berprofesi sebagai petani, tetapi banyak dari mereka
yang belum mengenal maupun menguasai berbagai macam teknologi terbaru.
Sehingga masih sering menggunakan cara lama (sistem anorganik) dalam
budidaya padi, hal inilah yang justru menjadi penyebab penurunan produksi dari
menguntungkan.
2. Kebijakan impor
Kebijakan impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang
terus meningkat, dan agar harga beras terjangkau oleh sebagian besar konsumen.
Tetapi banyak kejadian impor yang justru tidak tepat, ketika kebutuhan di suatu
daerah belum tercukupi pemerintah buru-buru melakukan impor, padahal stok dari
daerah lain masih ada, hal ini yang menyebabkan harga beras lokal menjad jatuh dan
merugikan petani. Impor seharusnya menjadi solusi terakhir ketika kebutuhan dalam
negeri tidak lagi tercukupi (Swastika, dkk 2007)..
3. Pengamanan Produksi
Pengamanan produksi dimaksudkan untuk mengurangi dampak perubahan iklim
seperti kebanjiran dan kekeringan, gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), serta
pengamanan kualitas produksi dari residu pestisida. Selain itu dilakukan dengan pula
peningkatan penggunaan alat dan mesin pertanian dalam rangka mengurangi kehilangan hasil
pada saat penanganan panen dan pasca panen yang masih cukup besar.
4. Penguatan Kelembagaan dan Manajemen
Manajemen yang telah ada dan berjalan saat ini perlu lebih disempurnakan agar
pelaksanaan program dapat berjalan sesuai rencana. Penyempurnaan manajemen tersebut
berupa dukungan kebijakan dan regulasi, penyempurnaan manajemen teknis serta
penyempurnaan data dan informasi.
Dengan kegiatan penyempurnaan diharapkan pelaksanaan peningkatan produksi
tanaman pangan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan pada akhirnya dapat
mendukung pencapaian sasaran produksi tahun 2015.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad, S., 2007. Membangun Gerakan Ekonomi Kolektif dalam Pertanian Berkelanjutan;
Perlawanan Terhadap Liberalisasi dan Oligopoli Pasar Produk Pertanian. Tegalan
Diterbitkan oleh BABAD. Purwokerto. Jawa Tengah.
Badan Pusat Statistik (BPS). 1994. 1999. 2006. Luas lahan menurut Penggunaan di
Indonesia. Survai Pertanian. BPS. Jakarta.
Branson, R E. dan Douglas G.N., 1983. Introduction to Agricultural Marketing, McGraw-Hill
Book Company, New York, USA.
David, Fred R., 2006. Manajemen Strategis. Edisi Sepuluh, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementrian Pertanian. 2015. Pedoman Teknis GP-PTT
Padi 2015. Jakarta :Kementrian Pertanian.
Notohadiprawiro, T. 2006. Sawah dalam Tata Guna Lahan. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Praptono, Bakdo. 2010. Kajian Pola Bertani Padi Sawah di Kabupaten Pati Ditinjau dari
Sistem Pertanian Berkelanjutan. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan. Program
Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.
Rangkuti, Freddy. (2006). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Sofyan.S., dkk., 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan. Balai penelitian tanah. Bogor
Suryana. A. 2002. Keragaan Perberasan Nasional. Dalam Pambudy et al. (Eds). Kebijakan
Perberasan di Asia. Regional Meeting in Bangkok. October 2002.
Start, Daniel, and Ingie Hovland. (2004). Tools for Policy Impact: A Handbook for
Researchers.
Swastika, dkk. 2007. Analisis Kebijakan Peningkatan Produksi Padi Melalui Efisiensi
Pemanfaatan Lahan Sawah di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian 5(1): 36-52.