Anda di halaman 1dari 13

PAPER MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

Analisa SWOT Tanaman Pangan (Padi)


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Managemen Agroekosistem
Dosen Pengampu Dr.Ir. Setyono Yudo Tyasmoro, MS.

Disusun Oleh :
Kelompok 8
Untari Prawita W

135040200111108

Wahyu Puji Santosa 135040201111141


Nur Fitri Ramadhani 135040201111277
Izzuddin Al Qassam 135040201111354
Ruly Irwansyah

135040207111027

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

A. PENDAHULUAN
Lahan sawah adalah suatu tipe penggunaan lahan yang pengelolaannya memerlukan
genangan air. oleh karena itu sawah selalu mempunyai permukaan datar atau yang didatarkan
dan dibatasi oleh pematang untuk menahan air genangan (Sofyan dkk, 2007). Biasanya
sawah digunakan untuk bercocok tanam padi. Untuk keperluan ini, sawah harus mampu
menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam
pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau
air hujan. Sawah yang airnya berasal dari hujan

dikenal sebagai sawah tadah hujan,

sementara yang lainnya adalah sawah irigasi. Padi yang ditanam di sawah dikenal sebagai
padi lahan basah (lowland rice). Lahan sawah memiliki arti penting sebagai media aktivitas
bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) untuk memenuhi
kebutuhan umat manusia. Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan sawah yang
cukup luas, karena padi masih menjadi komoditas yang strategis.
Lahan sawah yang tersusun dari faktor biotik dan abiotik membentuk suatu
agroekosistem. Ekosistem sawah adalah salah satu contoh ekosistem buatan, karena sawah
merupakan tempat budidaya atau tempat bercocok tanam petani. Dalam usaha budidaya padi
harus diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara ekologi, baik
faktor biotik dan abiotik di lingkungan tumbuh tanaman tersebut. Pertanaman padi sawah
adalah monokultur, selain itu terdapat beberapa flora dan fauna di sekitar pertanaman yang
akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi. Organisme yang ada di sekitar tanaman
padi adalah mikrofauna dalam tanah (pengurai), mesofauna, makrofauna (cacing, belalang,
tikus dll) dan vegetasi (gulma) yang ada di sekitar persawahan. Dengan dilakukannya upaya
untuk meningkatkan produksi padi guna memenuhi kebutuhan pangan, manusia turut
berperan terhadap perubahan ekosistem yang terjadi di sawah. Terlebih lagi dengan
diterapkannya pertanian anorganik (intensif) yang dapat merusak keseimbangan ekosistem
sawah.
Dalam budidaya padi yang intensif (anorganik) terdapat beberapa cara pandang
masyarakat yang kurang arif seperti : Orang beranggapan di sawah hanya ada tanaman dan
hama dan untuk memenangkan persaingan hama harus dibunuh dengan menggunakan
pestisidaakan tetapi pestisida akhirnya tidak bisa mengentaskan masalah karena hama
akibatnya hama menjadi kebal dan terjadi peledakan hama, karena menggunakan pestisida

yang berlebihan terjadi pencemaran lingkungan dan terbunuhnya jasad non sasaran selain itu
keragaman unsur hayati akan berkurang.
Untuk mengetahui keadaan agroekosistem sawah serta mengetahui strategi
penyelasaian terhadap permasalahan yang ada secara tepat dapat digunakan dengan analisis
SWOT. Secara umum penentuan strategi dimulai dengan mengenali opportunity (peluang)
dan threat (ancaman) yang terkandung dalam lingkungan eksternal serta memahami strength
(kekuatan) dan weakness (kelemahan) pada aspek internal.

B. PEMBAHASAN
Menurut Daniel Start dan Ingie Hovland (2004) Analisis SWOT adalah
instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja
kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal dan ancaman, instrument ini
memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan
sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bisa dicapai, dan
hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka. SWOT digunakan untuk
menilai kekuatan kekuatan dan kelemahan kelemahan dari sumber sumber daya
yang dimiliki oleh perusahaan dan kesempatan kesempatan eksternal serta tantangan
yang dihadapi. Menurut David (Fred R. David 2006), Semua organisasi memiliki
kekuatan dan kelemahan. Tidak ada yang sama kuatnya atau lemahnya. Kekuatan atau
kelemahan internal, digabungkan dengan peluang/ancaman dari eksternal dapat
dijadikan sebagai dasar untuk penetapan tujuan dan strategi. Tujuan dan strategi
ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi
kelemahan.
Menurut Rangkuti (2006), Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas
bagaimana peluang dan ancaman eksternalyang dihadapi perusahaan dengan kekuatan
dan kelemahan yang dimilikinya. Untuk lebih jelas mengenai kondisi lahan sawah
(padi) di Indonesia maka hendaknya kita menganalisis terlebih dahulu menggunakan
analisis SWOT (Strange, Weekness, Opportunity, dan Threats).

Kekuatan (Strenghts)
Pada lahan sawah (padi) kekuatan yang ditemukan adalah:
1

Beras (padi) merupakan bahan pangan pokok bagi 95% penduduk Indonesia
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk
Indonesia. Usahatani padi menyediakan lapangan pekerjaan dan sebagai sumber
pendapatan bagi sekitar 21 juta rumah tangga pertanian. Selain itu, beras juga
merupakan komoditas politik yang sangat strategis, sehingga produksi beras dalam
negeri menjadi tolok ukur ketersediaan pangan bagi Indonesia (Suryana, 2002).
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika campur tangan pemerintah
Indonesia sangat besar dalam upaya peningkatan produksi dan stabilitas harga beras.
Kecukupan pangan (terutama beras) dengan harga yang terjangkau telah menjadi
tujuan utama kebijakan pembangunan pertanian. Kekurangan pangan bisa

menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial, dan politik yang dapat menggoyahkan


stabilitas nasional.
2

Iklim di Indonesia cocok untuk tanaman padi


Iklim merupakan salah satu factor penentu tercapainya pertumbuhan .
produksi tanaman yang optimal. Oleh karena itu adanya klasifikasi iklim diharapkan
dapat membantu mengoptimalisasikan pertumbuhan atau produksi tanaman, baik
tanaman perkebunan, tanaman kehutanan, maupun pertanian. Di Indonesia faktor
curah hujan dan kelembaban udara merupakan parameter iklim yang sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman pangan khususnya. Hal ini
disebabkan faktor iklim tersebut memiliki peranan paling besar dalam menentukan
kondisi musim di wilayah Indonesia. Tanaman padi secara umum membutuhkan suhu
minimum 11-25C untuk perkecambahan, 22-23 C untuk pembungaan, 20-25C
untuk pembentukan biji, dan suhu yang lebih panas dibutuhkan untuk semua
pertumbuhan karena merupakan suhu yang sesuai bagi tanaman padi khususnya di
daerah tropika.

Kuantitas SDM (tenaga kerja) banyak.


Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sebagian penduduk
indonesia berprofesi sebagai petani selain itu Tanaman padi sawah merupakan
tanaman yang bersifat musiman, sehingga setiap tahunnya memerlukan tenaga kerja
yang tidak tetap. Waktu-waktu tertentu memerlukan tenaga kerja yang banyak,
misalnya pada saat musim tanam dan Pada waktu-waktu yang lain kurang banyak
memerlukan tenaga kerja, misalnya pada saat menunggu panen tiba. Pada saat-saat
sibuk, tenaga keluarga yang tersedia tidak mencukupi sehingga memerlukan
tambahan tenaga kerja dari luar. Seperti buruh tani, tambahan tenaga kerja tersebut
tergantung pada kebutuhan tenaga yang diperlukan.

Teknologi produksi sudah maju


Karena makanan pokok penduduk Indonesia mayoritas berasal dari beras
maka teknologi usahatani padi sudah cukup maju. Mulai dari varietas unggul a sampai
teknologi

pemupukan,

pengelolaan

tanaman,

dan

pengendalian

organisme

pengganggu tanaman (OPT) telah berkembang dengan pesat (Swastika, dkk 2007).
Lahan Sawah di Indonesia sangat luas
Lahan sawah merupakan andalan bagi Indonesia dalam memproduksi padi.
Data statistic menunjukkan bahwa sekitar 95 persen dari produksi padi nasional
dihasilkan dari lahan sawah. Sisanya (5%) berasal dari lahan kering (BPS 1996, 2000,
2006). Pada tahun 2005 luas lahan sawah (diluar lahan pasang surut) yang ditanami

padi di Indonesia sekitar 6,84 juta ha. Dari lahan sawah seluas itu, sekitar 3,23 juta ha
diantaranya berada di Jawa dan 3,61 juta ha di luar Jawa. Berdasarkan sistem
pengairan, 2,19 juta dari lahan tersebut beririgasi teknis, sekitar 0,99 juta beririgasi
setengah teknis, 1,58 juta ha irigasi sederhana/ perdesaan, dan 2,09 juta ha sawah
tadah hujan (BPS, 2006).
Tabel 1 : Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun
2010-2014

Weakness (Kelemahan)
Pada lahan sawah (padi) kelemahanan yang ditemukan adalah
1. Ekosistem cepat berubah
Menurut Widiarta, dkk (2006), ekosistem padi sawah bersifat cepat berbah
karena sering terjadi perubahan akibat aktivitas pengolahan tanah, panen, dan
bera. Bera antar waktu tanaman tidak hanya menekan populasi hama tetapi juga
berpengaruh pada kerapatan populasi musuh alami pada awal musim tanam
berikutnya, sehingga pertumbuhan populasi predator tertinggal. Rendahnya
kepadatan populasi musuh alami pada saat bera karena mangsa (termasuk hama)
juga rendah. Pada saat tersebut apabila serangga netral cukup tersedia akan
berpengaruh baik terhadap perkembangan musuh alami. Peningkatan kelimpahan
serangga netral akan meningkatkan pengendalian alami melalui peningkatan
aktivitas pada jaringan-jaringan makan.
2. Saprotan (Sarana produksi tanaman) makin terbatas dan mahal

Sarana produksi tanaman (Saprotan) seperti pupuk, benih, pestisida dan lainlain bagi petani hingga saat ini masih terbatas dan semakin mahal. Karena
menurut Swastika, dkk. (2007), sarana produksi saat ini semakin mahal sehingga
mengakibatkan kemampuan petani untuk membeli sarana produksi semakin
terbatas. Hal ini dikarenakan pendapatan yang diperoleh petani masih rendah,
hanya bisa memenuhi kebutuhan dasar tanpa mampu melakukan investasi untuk
menunjang usaha yang produktif.
3. Produktivitas padi cenderung stagnan bahkan menurun
Saat ini produktivitas padi cenderung stagnan bahkan menurun. Menurut
Praptono (2010), pada lahan pertanian intensif kandungan C-Organik dalam tanah
yaitu <2%, bahkan pada banyak lahan sawah intensif di Jawa kandungannya <1%.
Rendahnya kandungan C-organik dapat menyebabkan penurunan produktivitas
padi, karena untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-organik
>2,5%.
4. Kebanyakan Petani masih menggunakan sistem Anorganik
Pada saat ini mayoritas petani masih menggunakan sisem anorganik dalam
budidaya padi, mulai dari pupuk hingga pestisida biasanya dilakukan dengan cara
instan yaitu menngunakan pupuk dan pestisida kimia (anorganik) yang sudah kita
ketahui memiliki resiko jangka panjang yaitu pencemaran lingkungan. Sistem
anorganik memiliki beberapa hal negative antara lain, efisiensi pupuk buatan
terbukti rendah, sekitar 40-50% Nitrogen hilang jika diberikan dilahan kering dan
60-70% hilang pada padi sawah. Pupuk N yang diterapkan dalam budidaya padi
menjadi sumber polusi N. Pupuk N yang diberikan pada tanaman padi sebagian
hilang melalui berbagai mekanisme, antara lain ammonia volatilization,
denitrification, dan leaching. Kehilangan tersebut dapat menyebabkan masalah
lingkungan seperti polusi atmosfer, sistem perairan dan air tanah.
5. Kualitas SDM (tenaga kerja) yang rendah
Penduduk Indonesia yang berprofesi sebagai petani memang sangat
banyak, bahkan mayoritas berprofesi sebagai petani, tetapi banyak dari mereka
yang belum mengenal maupun menguasai berbagai macam teknologi terbaru.
Sehingga masih sering menggunakan cara lama (sistem anorganik) dalam
budidaya padi, hal inilah yang justru menjadi penyebab penurunan produksi dari

lahan tersebut. Dengan berbagai penyuluhan yang dilakukan maupun program


pemerintah (GP-PTT) diharapkan kualitas dari petani akan semakin meningkat.
6. Kebutuhan input (air, pupuk, pestisida, benih) tinggi
Sawah memberi beban berat terhadap sumberdaya air. Karena sawah adalah
budidaya tanaman yang paling banyak menggunakan air. Air yang diperlukan
berfungsi untuk menggenangi petak pertanaman dan untuk dapat dialirkan dari
petak satu ke petak lain. Sehingga, penerapan sistem irigasi perlu dilakukan dalam
sistem pertanian sawah. Penggenangan lahan dalam jangka waktu yang lama
tanah sawah menjadi reduktif (anaerob) (Notohadiprawiro, 2006).
7. Konversi lahan masih berlangsung
Konversi lahan subur (sawah irigasi dan tadah hujan) terus berlangsung di
Jawa, sehingga pertumbuhan produksi padi cenderung menurun. Menurut
Swastika,dkk (2007), bahwa 95% dari produksi padi nasional berasal dari lahan
sawah. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan sektor industri dan perumahan
menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan untuk perumahan dan areal pabrik.
Selama 1978-1998 sekitar 1,07 juta ha lahan (30,8%) telah terkonversi menjadi
lahan non-pertanian dan selama periode yang sama terdapat pembukaan sawah
baru sekitar 0,91 juta ha. Dengan demikian sangat sulit untuk mempertahankan
luas areal tanam padi di Jawa.
Opportunity (Peluang)
Peluang pada lahan sawah (padi) yang ditemukan adalah.
1. Usahatani padi sudah merupakan bagian hidup dari petani di Indonesia
Pertanian merupakan salah satu sektor yang memberikan lapangan kerja dalam
jumlah yang besar. selain itu usahatani sudah menjadi bagian hidup dari petani di
Indonesia. Tingginya daya serap ini dikarenakan kegiatan pertanian membutuhkan
tenaga kerja relative lebih banyak serta keahlian masyarakat atas sektor pertanian
lebih baik dibandingkan dengan sektor lain. Menurut Swastika, dkk (2007), usahatani
padi menyediakan lapangan pekerjaan dan sebagai sumber pendapatan bagi sekitar 21
juta rumah tangga pertanian di Indonesia.
2. Permintaan beras terus meningkat
Beras sebagai makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia
menjadikan permintaan terhadap beras semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut
Swastika, dkk (2007), beras merupakan bahan pangan pokok bagi 95 persen dari
penduduk Indonesia. Peningkatan permintaan terhadap beras ini sejalan dengan

pertumbuhan penduduk. Karena setiap tahun pertumbuhan penduduk di Indonesia


terus meningkat.
3. Kontribusi dari usahatani padi terhadap pendapatan rumah tangga petani cukup besar
Usahatani padi memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan
rumah tangga petani. Menurut Swastika, dkk (2007), usahatani padi merupakan
sumber pendapatan bagi 21 juta rumah tangga pertanian. Bertanam padi bagi petani
Indonesia sudah menjadi bagian hidupnya. Selain itu, bertanam padi juga menjadi
ketahanan pangan keluarga.
4. Program pemerintah
Pada saat ini pemerintah berupaya untuk mewujudkan peningkatan produksi
padi berbasis kawasan agribisnis tahun 2015 melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (GP-PTT) dengan fasilitasi bantuan sarana produksi (saprodi),
tanam jajar legowo dan pertemuan kelompok pada seluruh areal program GP-PTT
sebagai instrument stimulan disertai dengan dukungan pembinaan, pengawalan dan
pemantauan oleh berbagai pihak.
Sejalan dengan fasilitasi bantuan yang diberikan pemerintah pada seluruh
areal program, maka luas GP-PTT Padi tahun 2015 adalah sebesar 350.000 ha, yang
dialokasikan pada kawasan padi dan non kawasan/rintisan/regular padi dan terinci
atas: Kawasan Padi inbrida seluas 75.000 ha, NonKawasan/Rintisan/Reguler Padi
inbrida seluas 225.000 ha 5 dan Non Kawasan/Rintisan/Reguler Padi hibrida seluas
50.000 ha (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementrian Pertanian. 2015)
4. Ancaman (Threats)
Pada lahan sawah (padi) ancaman yang ditemukan adalah
1. Posisi tawar petani dalam perdagangan hasil pertanian masih lemah
Posisi tawar petani pada saat ini umumnya lemah, hal ini merupakan salah
satu kendala dalam usaha meningkatkan pendapatan petani. Menurut Branson dan
Douglas (1983), lemahnya posisi tawar petani umumnya disebabkan petani kurang
mendapatkan/memiliki akses pasar, informasi pasar dan permodalan yang kurang
memadai.
Peningkatan posisi tawar petani dapat meningkatkan akses masyarakat
pedesaan dalam kegiatan ekonomi yang adil, sehingga bentuk kesenjangan dan
kerugian yang dialami oleh para petani dapat dihindarkan.
Menurut Akhmad (2007), upaya yang harus dilakukan petani untuk menaikkan
posisi tawar petani adalah dengan :
a Konsolidasi petani dalam satu wadah untuk menyatukan gerak ekonomi dalam
setiap rantai pertanian, dari pra produksi sampai pemasaran. Konsolidasi

tersebut pertama dilakukan dengan kolektifikasi semua proses dalam rantai


pertanian, meliputi kolektifikasi modal, kolektifikasi produksi, dan
kolektifikasi pemasaran. Kolektifikasi modal adalah upaya membangun modal
secara kolektif dan swadaya, misalnya dengan gerakan simpan-pinjam
produktif yang mewajibkan anggotanya menyimpan tabungan dan
meminjamnya sebagai modal produksi, bukan kebutuhan konsumtif. Hal ini
dilakukan agar pemenuhan modal kerja pada awal masa tanam dapat dipenuhi
b

sendiri, dan mengurangi ketergantungan kredit serta jeratan hutang tengkulak.


Kolektifikasi produksi, yaitu perencanaan produksi secara kolektif untuk
menentukan pola, jenis, kuantitas dan siklus produksi secara kolektif. Hal ini
perlu dilakukan agar dapat dicapai efisiensi produksi dengan skala produksi
yang besar dari banyak produsen. Efisisensi dapat dicapai karena dengan skala
yang lebih besar dan terkoordinasi dapat dilakukan penghematan biaya dalam
pemenuhan faktor produksi, dan kemudahan dalam pengelolaan produksi,
misalnya dalam penanganan hama dan penyakit. Langkah ini juga dapat
menghindari kompetisi yang tidak sehat di antara produsen yang justru akan

merugikan, misalnya dalam irigasi dan jadwal tanam


Kolektifikasi dalam pemasaran produk pertanian. Hal ini dilakukan untuk
mencapai efisiensi biaya pemasaran dengan skala kuantitas yang besar, dan
menaikkan posisi tawar produsen dalam perdagangan produk pertanian.
Kolektifikasi pemasaran dilakukan untuk mengkikis jaring-jaring tengkulak
yang dalam menekan posisi tawar petani dalam penentuan harga secara
individual. Upaya kolektifikasi tersebut tidak berarti menghapus peran dan
posisi pedagang distributor dalam rantai pemasaran, namun tujuan utamanya
adalah merubah pola relasi yang merugikan petani produsen dan membuat
pola distribusi lebih efisien dengan pemangkasan rantai tata niaga yang tidak

menguntungkan.
2. Kebijakan impor
Kebijakan impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang
terus meningkat, dan agar harga beras terjangkau oleh sebagian besar konsumen.
Tetapi banyak kejadian impor yang justru tidak tepat, ketika kebutuhan di suatu
daerah belum tercukupi pemerintah buru-buru melakukan impor, padahal stok dari
daerah lain masih ada, hal ini yang menyebabkan harga beras lokal menjad jatuh dan
merugikan petani. Impor seharusnya menjadi solusi terakhir ketika kebutuhan dalam
negeri tidak lagi tercukupi (Swastika, dkk 2007)..

3. Nilai jual lahan utk non-pertanian tinggi


Nilai jual lahan yang tinggi untuk nonpertanian merupakan godaan bagi petani
untuk menjual lahannya, sehingga tidak lagi digunakan untuk produksi padi. Usaha
lain yang dinilai lebih menjanjikan, seperti usaha pembuatan batu bata atau genteng di
lahan sawah, atau usaha bisnis dan industri lainnya, menyebabkan penggunaan lahan
untuk tanaman padi makin sempit (Swastika, dkk 2007).
4. Cekaman lingkungan biotik dan abiotik
Cekaman biotik berasal gangguan dari mahluk hidup seperti serangan hama
dan penyakit yang menyerang tanaman padi, sedangkan cekaman abiotik berasal dari
lingkungan maupun iklim yang tidak menentu seperti saat ini seperti banjir atau
kekeringan. Berbagai cekaman tersebut yang jika tidak ditangani dengan baik dapat
menyebabkan kegagalan panen (Swastika, dkk 2007).
Strategi
Berdasarkan Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) (Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan Kementrian Pertanian. 2015) Strategi peningkatan produksi
tanaman serealia tahun 2015 adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan Produktivitas
Peningkatan produktivitas dilakukan melalui peningkatan penggunaan benih varietas
unggul bermutu produktivitas tinggi termasuk benih padi hibrida, peningkatan jumlah
populasi tanaman dengan sistem tanam jajar legowo, pemupukan sesuai rekomendasi spesifik
lokasi serta berimbang dengan pemakaian pupuk organik serta pupuk bio-hayati, pengelolaan
pengairan dan perbaikan budidaya lainnya disertai dengan peningkatan pengawalan,
pendampingan, pemantauan dan koordinasi. Strategi ini terutama dilaksanakan di wilayah
dimana perluasan areal sudah sulit dilakukan, sehingga dengan penerapan teknologi spesifik
lokasi diharapkan masih dapat ditingkatkan produktivitasnya.
2. Perluasan Areal Tanam
Perluasan areal dilakukan melalui upaya optimalisasi lahan (peningkatan indeks
pertanaman) melalui upaya perbaikan jaringan irigasi seperti JITUT, JIDES, dan Tata Air
Mikro, pompanisasi dan pemanfaatan lahan sawah, disertai konservasi lahan yang
berkelanjutan serta penanaman tumpang sari di lahan perkebunan, kehutanan dan lahan
terlantar.

3. Pengamanan Produksi
Pengamanan produksi dimaksudkan untuk mengurangi dampak perubahan iklim
seperti kebanjiran dan kekeringan, gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), serta
pengamanan kualitas produksi dari residu pestisida. Selain itu dilakukan dengan pula
peningkatan penggunaan alat dan mesin pertanian dalam rangka mengurangi kehilangan hasil
pada saat penanganan panen dan pasca panen yang masih cukup besar.
4. Penguatan Kelembagaan dan Manajemen
Manajemen yang telah ada dan berjalan saat ini perlu lebih disempurnakan agar
pelaksanaan program dapat berjalan sesuai rencana. Penyempurnaan manajemen tersebut
berupa dukungan kebijakan dan regulasi, penyempurnaan manajemen teknis serta
penyempurnaan data dan informasi.
Dengan kegiatan penyempurnaan diharapkan pelaksanaan peningkatan produksi
tanaman pangan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan pada akhirnya dapat
mendukung pencapaian sasaran produksi tahun 2015.

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad, S., 2007. Membangun Gerakan Ekonomi Kolektif dalam Pertanian Berkelanjutan;
Perlawanan Terhadap Liberalisasi dan Oligopoli Pasar Produk Pertanian. Tegalan
Diterbitkan oleh BABAD. Purwokerto. Jawa Tengah.
Badan Pusat Statistik (BPS). 1994. 1999. 2006. Luas lahan menurut Penggunaan di
Indonesia. Survai Pertanian. BPS. Jakarta.
Branson, R E. dan Douglas G.N., 1983. Introduction to Agricultural Marketing, McGraw-Hill
Book Company, New York, USA.

David, Fred R., 2006. Manajemen Strategis. Edisi Sepuluh, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementrian Pertanian. 2015. Pedoman Teknis GP-PTT
Padi 2015. Jakarta :Kementrian Pertanian.
Notohadiprawiro, T. 2006. Sawah dalam Tata Guna Lahan. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Praptono, Bakdo. 2010. Kajian Pola Bertani Padi Sawah di Kabupaten Pati Ditinjau dari
Sistem Pertanian Berkelanjutan. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan. Program
Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.
Rangkuti, Freddy. (2006). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Sofyan.S., dkk., 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan. Balai penelitian tanah. Bogor
Suryana. A. 2002. Keragaan Perberasan Nasional. Dalam Pambudy et al. (Eds). Kebijakan
Perberasan di Asia. Regional Meeting in Bangkok. October 2002.
Start, Daniel, and Ingie Hovland. (2004). Tools for Policy Impact: A Handbook for
Researchers.
Swastika, dkk. 2007. Analisis Kebijakan Peningkatan Produksi Padi Melalui Efisiensi
Pemanfaatan Lahan Sawah di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian 5(1): 36-52.

Anda mungkin juga menyukai