Anda di halaman 1dari 13

RESUME LITERASI PENGELOLAAN TANAH DAN AIR

MATA KULIAH : PENGELOLAAN TANAH DAN AIR

Oleh
RESTU NURUL HIDAYAH
NIRM. 05.1.4.16.0728

Dosen Pengampu : Budi Wijayanto, S. TP., M. Sc

PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN


JURUSAN PERTANIAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN YOGYAKARTA MAGELANG
KEMENTERIAN PERTANIAN
2019
Judul buku :

1. Degadasi Lahan, Analisis dan Aplikasinya dalam Penggunaan Lahan,


Oleh: Dr. Ir. Silwanus Matheus Talakua, M.P. Tahun 2016
2. Sistem Pertanian Organik Berkelanjutan, Oleh : Dermiyati Profesor Ilmu
Tanah dan Air Fakultas Pertanian Universitas Lampung tahun 2015
3. Dasar-dasar teknik irigasi, Oleh : Prof. Ir. R. A. Bustomi Rosadi, M.S.
Tahun 2015

I. Degradasi Tanah
Degradasi tanah (kerusakan tanah) merupakan bagian dari kerusakan
lahan (Stocking dan Murnaghan, 2000). Disamping defensi degradasi tanah
menurut Stocking dan Murnaghan (2000) maka dapat diberikan beberapa
referensi tanamahan untuk lebih memahami degradasi lahan.
Menurut FAO (2000), kerusakan tanah adalah merosotnya kapasitas
produksi dari tanah akibat erosi tanah, dan perubahan ke arah buruknya
karakterisitik tanah yaitu hidrologi, biologi, kimia dan dfisik tanah.
Kerusakan tanah adalah menurun atau hilangnya fungsi dari tanah
sebagi sumber unsru hara bagi tumbuhan dan temoat berjangkarnya akar
tanaman serta tersimpannya air tanah (Arsyad, 1989), kerusakan tanah
menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan
tanaman atau menghasilkan barang dan jasa (Riwuier, 1977 dikutip Arsyad,
1989).
Kerusakan tanah dapat terjadi oleh beberapa tipe penyebabnya yairu
erosi tanah oleh air, erosi tanah oleh angin, kemerosotan kesuburan tanah (yang
terdidi dari penurunan kandungan bahan organik tanah, kerusakan struktur
tanah, pengurangan aerasi tanah, penurunan kapasaitas pengikatan air,
defisiensi unsur hara, penimbunan senyawa – senyawa yang bersifat toksik
bagi tanaaman), penggenangan, peningkatan kandungan garam, sedimentasi,
penrunanan muka air tanah, kehilangan penutupan lahan/vegetasi dan
peningkatan batuan pada permukaan lahan (Stocking dan Murnaghan, 2000).
Selanjutnya dikemukakan pula bahwa penyebab kerusakan lahan adalah
pemanfaatan padang penggembalaa oleh ternak secara berlebihan,
penggenangan dan salinaisasi pada lahan irigasi, perubahan penggunaan lahan
hutan dan polusi serta berbagai masalah industri.
Riquier (1977 dikutip Arsyad 1989) mengemukakan bahwa kerusakan
tanah dapat terjadi oleh (1) kehilangan unsur hara dan bahan organik dari
daerah perakaran, (2) terkumpulnya garam di daerah perakaran, terkumpulnya
unsur atau senyawa yang merupakan racun bagi tanaman, (3) penjemuran tanah
oleh air dan (4) erosi.
Hilangnya secara berlebihan satu atau beberapa unsur hara dari daerah
perakaran menyebabkan merosotnya kesuburan tanah sehingga tanah tidak
mampu menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang untuk mendukung
pertumbuhan tanaman yang normal, akibatnya produktivitas tanah menjadi
sangat rendah. Kerusakan bentuk ini terjadi sebagai akibat perombahakan
bahan organik dan pelalupakan mineral serta pencucian unsur hara terangkut
melalui panen tanpa adanya usaha untuk mengembalikan (Arsyad, 1989)
Di daerah- daerah beriklim kering atau dakat pantai pada musim
kemarau dapat terkumpul dipermukaan tanah garam natrium dalam jumlah
yang dapat menghambat pertumbuhan dan mematikan tanaman. Kerusakan
berntuk ini dapat hilang pada musim hujan dengan tercucinya garam – garam
tersebut.
Kerusakan tanah juga dapat terjadi oleh terungkapnya liat masam di
daerah perakaran pada tanah-tanah rawa atau terkumpulnya unsur – unsur
tertentu seperti besi, aluminium dan mangan yang dapat ditukar dalam jumlah
yang tidak dapat ditoleransi oleh tanaman. Dengan bertambahnya pemakaian
bahan kimia dalam pertanian dan buangan limbah industri, maka kemungkinan
besar terjadi akumulasi bahan –bahan tersebut yang dapat merupakan racun
bagi tanaman (Arsyad, 1989).
Menurut lal (2001) proses kerusakan tanah secara fisik yaitu terjadinya
kemunduran struktur tanah yang berakibat berkurangnya infiltrasi, sehingga
dengan adanya peningkatan curah hujan akan terjai erosi air yang sangat parah.
II. Sistem Pertanian Organik Berkelanjutan
A. Sistem Pertanian di Indonesia
1. Sistem Pertanian Tegalan
2. Sistem Pertanian Talun
3. Sistem Pertanian Pekarangan
4. Sistem Pertanian Perkebunan
5. Sistem PertanianKonvensional
6. Sistem Pertanian Organik
7. Sistem Pertanian Terpadu
B. Produktivitas Tanah
Pengelolaan tanah secara baik akan meningkatkan produktivitas
tanah yang pada akhirnya akan berdampak terhadap produksi tanaman.
Pengelolaan tanah meliputi pengolahan tanah, manajemen hara tanah, dan
pengelolaan bahan organik tanah dalam rangka untuk menjadikan tanah
subur secara fisik, kimia, biologi. Tanah yang subur akan mampu
menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman dan biasayanya juga
memiliki kadungan bahan organik yang tinggi. Sedangkan peran pengolahan
tanah dalam meningkatkan hasil pertanian masih menjadi perdebatan karena
pengolahan tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan struktur tanah
menjadi padat sehingga pertukaran udara menjadi terhambat dan
kemampuan untuk menyerap air menjadi berkurang. Diasmping itu, hal
tersebut juga dapat mengakibatkan unsur hara dan bahan organik tanah akan
menjadi tercuci dan tererosi.
1. Kesuburan Tanah
Kesuburan tanah terdiri dari kesuburan secara fisik, kimiawi, dan
biologis. Kesuburan fisik terkait dengan kemampuan tanah dalam
memertukarkan udara dan oksigen didalam tanah. Kesuburan kimiawi
terkait dengan kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara bagi
kebutuhan tanaman. Kesuburan biologis terkait aktivitas organisme tanah
dalam mendekomposisi bahan organik yang menunjang siklus karbon
dan siklus hara tanah.
Di dalam tanah banyak hidup organisme yang berukuran makro
dan mikro. Organisme tanah ini merupakan jasad hidup di dalam tanah
dan sangat berperan dalam meningkatkan kesuburan dan produktivitas
tanah. Tanah yang subur ditandai oleh banyak organisme tanah yang aktif
dalam menguraikan bahan organik. Lebih jauh lagi, organisme tanah ini,
terutama mikroorganisme tanah, juga berperan dalam siklus karbon dan
siklus hara di dalam tanah.
Proses-proses biologi di dalam tanah yang melibatkan jasad hidup
atau organisme tanah meliputi berbagai hal, seperti : pembentukan
komponen tanah, ketersediaan bahan organik, penguraian bahan organik,
pebentukan aggregat tanah, degradasi pestisida, dan siklus nitrogen.
2. Pengeloaan Tanah
Pengelolaan tanah merupakan salah satu bagian dari upaya untuk
mengelola kesuburan tanah agar dapat menciptakan kondisi yang sesuai
untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini umum dilakukan pada kebanyakan
sistem produksi pertanian. Namun, pengaruhnya dapat berakibat buruk
terhadap tanah apabila dilakukan secara berlebihan. Pengelolaan tanah
mengakibatkan permukaan tanah menjadi rata sehingga dapat merusak
aggregasi tanah alamiah dan terowongan – terowongan yang dibuat oleh
cacing tanah. Porositas dan infiltrasi air juga dapat menurun akibat
tindakan pengolahan tanah. Lapisan bajak akan terbentuk akibat
pengolahan tanah yang intensif, terutama jika tanah dibajak dengan
peralatan berat dalam kondisi basah. Tanah yang diolah lebih peka
terhadap erosi dibandingkan dengan tanah yang tertutup residu tanaman.
Sehubungan dengan permasalahan – permasalahan yang telah disebutkan
diatas akibat pengolahan tanah konvensional, maka saat ini telah
dikembangkan pengolahan tanah dalam barisan tanam (ridge till), dan
pengolahan tanah pada lubang tanam (zone till).
Pada dasarnya pengolahan tanah konservasi merupakan
pengolahan tanah yang meninggalkan residu tanaman sebelumnya pada
penanaman tanaman berikutnya. Manfaat dari pengolahan tanah
konservasi adalah mengurangi erosi tanah dan memperbaiki retensi air
tanah, sehingga tanaman lebih tahan terhadap kekeringan ketika musim
kemarau. Manfaat tambahannya adalah dapat mengurangi penggunaaan
bahan bakar, meningkatkan fleksibilitas penanaman dan pemanenan,
mengurangi kebutuhan tenaga kerja, dan memperbaiki kondisi fisik
tanah.
Pada pengolahan tanah konservasi proses pencampuran tanah
terjadi lebih sedikit, sehingga mempengaruhi bentuk dan penempatan
pupuk dalam tanah. Pupuk akan tetap tinggal pada permukaan tanah.
Residu-residu tanaman yang berada di permukaan tanah menyebabkan
tanah tetap lembab, merangsang pertumbuhan akar disekitar permukaan
tanah dan memperbaiki serapan hara dari lapisan tanah dibawahnya.
Pengolahan tanah konservasi terutama Tanpa Olah Tanah dapat
mengurangi ketersediaan N dengan menambah jumlah N yang diikat oleh
lapisan tanah atas, meningkatkan pencucian dan volatilisasi, dan
menurunkan rata – rata suhu tanah. Pemberian N pada lapisan tanah yang
lebih dalam dan inhibitor Nitrifikasi akan dapat mengurangi maslaah ini.
Doran (1980) melakukan penelitian jangka panjang dengan
perlakuan tanpa olah tanah (TOT) dan olah tanah konvensiolnal (OTK)
di tujuh lokasi di AS untuk melihat pengaruh pengolahan tanah terhadap
komponen mikroba pendentrifikasi di permukaan tanah (0-7,5 cm)
dengan perlakuan TOT masing – masing 1,14 - 1,58, 1,57 dan 7,31 kali
lebih tinggi daripada dipermukaan tanah yang dibajak (OTK). Aktivitas
ebzum fosfatase dan enzim dehidrogenase, kandungan air, C-Organik
dan Ndipermukaan tanah TOT juga nyata meningkat dibandingkan OTK.
Selanjutnya, Hasil penelitian Utomo dkk (2013) dengan sistem
olah tanah jangka panjang (olah tanah konservasi dan olah tanah intensif)
dan pemupukan nitrogen dengan rotasi jagung kedelai, dai tahun 1987
sampai dengan tahun 2011, diperoleh bahwa bobot isi dan kekuataan
tanah di lapisan atas setelah 24 tahun tanam tidak berbeda antar
perlakuan, tapi kekuatan tanah pada kedalaman 50-60 cm dengan
perlakuan Olah Tanah Intensif (OTI) lebih tinggi 28,2 % (p<0,05)
daripada Tanpa Olah Tanah (TOT). Kelembaban tanah dan suhu pada
kedalaman 0-5cm dengan Olah Tanah Konservasi (OTK) masing –
masing lebih tinggi (p<0,05) 38,1% dan 4,5% dibandingkan dengan OTI.
Pada kedalaman 0-20cm , pemberian pupuk N dosis tinggi (200kg/ha)
menurunkan pH tanah sebesar 10%, tetapi meningkatkan N total tanah
pada kedalaman 0-5cm sebanyak 19% (p<0,05). Pada kedalaman 0-
10cm, Olah Tanah Minimum (OTM) tanpa pupuk N memiliki Kdapat
ditukar (Kdd) tertinggi, sementara OTI dengan pupuk N medium
(100kg/ha) memiliki kdd terendah (p<0,05). Pada kedalaman 0-5cm,
OTM tanpa pupuk N memiliki Ca dapat ditukar (Cadd) tertinggi, namun
terendah (p<0,05) jika dikombinasikan dengan pupuk yang lebih tinggi.
3. Hara Tanah
Kesimbangan hara tanah yang ada di dalam tanah dan
ketersediaannya bagi tanaman merupakan faktor utama untuk mendukug
pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal. Menurut hukum
Leibig, hara yang terbatas jumlahnya akan menjadi faktor pembatas
pertumbuhan dan hasil panen yang akan diperoleh. Unsur makro yang
dibutuhkan tanaman antara lain nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K),
sulfur (S), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Sedangkan unsur mikro
adalah besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), klor (CL), boron (B),
molybdenum (Mo) dan Aluminium (Al).
Ketimpangan hara (nutrient imbalances) muncul akibat pola
tanam monokultur dan pemupukan yang tidak berimbang. Sebagian besar
lahan padi sawah hanya diberi Urea dan TSP (sekarang yang tersedia
SP36 atau SP27). Ada sebagian yang memberikan N dalam bentuk Urea
dan ZA ([NH4]2 SO40. Kondisi demikian telah menyebabkan
pengambilan hara selain N,P, Ca, dan S menjadi jauh lebih besar
dibandingkan yang dapat disediakan oalah tanah. Ini dikenal dengan
istilah penambahan hara (nutrient mining) dilahan sawah. Bila hal ini
dilakukan dalam jangka waktu yang lama maka akan mengakibatkan
menurunnya kesuburan tanah dan rendahny produksi padi sawah.
Pemerintah menggalakan penggunaan pupuk berimbang dengan
meningkatkan produksi pupuk NPK. Jadi petani tidak hanya memberikan
hara N dan P tetapi juga sekaligus K. Untuk masa mendatang Precision
Farming menjadi mutlak untuk dilaksanakan. Untuk itu diperlukan
pupuk spesifik dan tematik untuk setiap lokasi yang berbeda – beda.
Artinya pupuk yang lengkap kandungan haranya (hara makro dan hara
mikro) yang telah disesuaikan dengan jenis tanaman dan lokasi usaha
taninya. Untuk membuat pupuk yang tematik sifatnya, diperlukan
database yang cukup tentang kadar dan serapan hara oleh setiap jenis
tanaman yang diusahakan, sifat tanah dan lingkungan yang
mempengaruhi cadangan dan efisiensi penyerapan hara. Analisis tanah
dan analaisis jaringan tanaman sangat perlu untuk dilakukan sebagai
petunjuk kesuburan tanah dan kebutuhan pupuk yang diperlukan bagi
tanaman yang dibudidayakan.
Selain pupuk anorganik atau pupuk kimia senyawa sistesis buatan
pabrik, penggunaan pupuk organik, bentuk padat atau cair, telah
dilaporkan mampu meningkatkan hasil panen per hektar. Hal ini
disebabkan didalam pupuk organik tersebut terkandung hara yang selama
ini menjadi faktor pembatas dalam lahan tersebut, antara lain unsur hara
mikro. Pupuk organik telah menjadi kebuuhan mutlak bagi pengusaha
hortikultura.
4. Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah atau humus terdiri dari campuran bermacam
akar tanaman yang masih hidup dan biomasa tanah, komponen humus
dan sebagian sisa tanaman yang sudah terdekomposisi hewan dan
mikroorganisme. Komponen non humus termasuk senyawa seperti
karbohidrat, protein, (asam amino dan peptida) gula amino, lemak (fat
dan wax) dan polifenol (lignin dan asam fenolat). Lahan yang masih
cukup tinggi kandungan bahan organiknya akan menghasilkan produksi
yang tinggi.
Pentingnya bahan organik tanah dalam mempengaruhi status
kesuburan tanah dan pengaruh yang menguntungkan pada praktek
pertanian sudah sejak lama. Namun agar mengetahui peranan yang
dimainkan oleh bahan organik dalam kesuburan tanah dan produktivitas
tanaman, diperlukan pengetahuan tentang dinamika dan stabilitas dari
bahan organik
Pemberian bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik tanah
seperti memperbaiki struktur tanah, emngurangi plastisitas dan kohesi
serta menaikan kemampuan mengikat air. Kemampuan untuk menjadi
kerasa dan menyangga, kapasitas drainase dan kapasitas untuk
melakukan drainase dan menyimpan air, plastisitas, kemudahan untuk
ditembus akar, aerasi dan kemampuan menahan retensi unsur – unsur
hara tanaman, semuanya erat hubungannya dengan kondisi fisik tanah.
Perbaikan sifat fisik tanah secara tidak langsung dapat mempengaruhi
kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara tanah untuk memenuhi
kebutuhan hara tanaman. Dengan adanya bahan organik, unsur hara
menjadi tidak mudah hilang melalui erosi maupun pencucian.
Sifat fisik tanah lainnya yang dipengaruhi oleh bahan organik
tanah adalah warna tanah. Warna tanah bergantung pada keadaan alami,
jumlah dan penyebaran bahan organik dalam profil tanah tersebut. Bahan
organik biasanya tertinggi dilapisan permukaan tanah, sehingga biasanya
lapisan permukaan tanah berwarna agak gelap/kehitaman.
Disamping itu bahan organik mempunyai kemampuan untuk
mengurangi kelarutan logam, baik melalui proses penyerapan,
pengkomplekan, pengelatan dan pengendapannya sehingga pemberian
bahan organik diharapkan dapat menekan dan menurunkan tingkat
kelarutan ion-ion logam bebas. Unsur logam seperti Cu, Cd, Zn, Fe, Pb,
dan Ni dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Dalam konsentrasi
yang tinggi baik dalam larutan tanah maupun perairan umum, unsur
logam ini akan membahayakan kehidupan makhluk hidup secara
keseluruhan karena terlibat dalam rantai makanan.
Bahan organik merupakan bahan – bahan yang dapat
diperbaharui, didaur ulang, serta dirombak menjadi unsur yang dapat
digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Sumber primer
bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akr, batang, ranting, daun,
dan buah. Bahan organik dihasilkan tumbuhan melalui proses fotosintesis
sehingga unsur karbo merupakan penyusun utama dari bahan organik
tersebut. Unsur karbon ini berada dalam bentuk senyawa – senyawa
polisakarida, seperti selulosa, hemiselulosa, pati dan bahan – bahan
pektin dan lignin. Jaringan tanaman ini mengalami dekomposisi dan akan
terangkut lapisan bawah serta fiinkorporasikan dengan tanaah.
Tumbuhaan tidak saja sumber bahan organik, tetapi sumber bahan
organik dari seluruh makhluk hidup.
Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro
fauna tanah. Peambahan bahan organi dalam tanah akan menyebabkan
aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama
berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik.
III. Dasar-dasar teknik Irigasi
A. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman
Air sangat penting bagi hidup tanaman dan sering menjadi faktor
membatas utama untuk produksi tanaman. Untuk pertumbuhan yang baik
dan ekonomis, setiap tanaman harus mencapai keseimbangan antara
permintaan dan suplai air yang tersedia. Masalahnya adalah
evapotranspirasi berlangsung terus, sedangkan suplai air dari hujan tidak
kontibyu dan tidak beraturan. (James, 1988 dalam Rosadi, 2012).
Hubungan tanah, air dan tanaman dapat diringkas sebagai berikut :
tanaman memerlukan air, tanah menyimpan air yang dibutuhkan tanaman,
dan tanaman menarik air dari tanah untuk memenuhi kebutuhan (James,
1988 dalam Rosadi , 2012).
Untuk memeprtahankan hidup selama masa kering antara hujan,
tanaman harus menggunakan cadangan kandungan air pada pori – pori
tanah atau pada akhirnya menggunakan cadangan air yang sangat terbatas
pada jaringan tanaman. Bila hal ini terjadi kekurangan air tersebut
menyebabkan kerusakan yang tidak bisa diperbaiki dan mati. (James,
1988; Rosadi, 2012).
1. Tanah
Tanah menyimpan air yang dibutuhkan tanaman. Tenaga
matrik yang terdiri dari tenaga adsorpsi dan tenaga kapiler memegang
sejumlah air didalam rongga antara partikel – partikel tanah, yang
dapat dipindahkan dan digunakan tanaman. Karena itu dibutuhkan
pemahanan tentang sifat – sifat fisik tanah.
a. Sifat – sifat Fisik Tanah yang mempengaruhi Irigasi
Tanah adalah sistem tiga fase yang terdiri dari fasa padat yang
berupa mineral, bahan organik dan berbagai gabungan senyawa
kimia; fasa cairan yang disebut kelembaban tanah dan fasa gas
yang disebut udara dan tanah. Komponen utama dari fase padat
adalah partikel tanah, ukuran dan bentuknya menimbulkan ruang
pori geometri yang ebrbeda. Ruang pori ini diisi dengan air dalam
berbagai proporsi tergantung pada jumlah kelembabannya
(Michael, 1978).
b. Hubungan Air dan Tanah
Mineral dan senyawa organik tanah membentuk matriks
padat dengan celah berupa pori yang bentuknya tidak beraturan
sebagai batas matriks.
c. Klasifikasi Air Tanah
- Hydroscopic water, Air higroskopis, adalah air yang terikat kuat
pada permukaan partikel tanah oleh gaya adopsi.
- Capillary water, air kapiler adalah air yang terikat karena adanya
gaya tegangan permukaan merupakan lapisan tipis air disekitar
partikel tanah di dalam ruang kapiler.
- Gravitational water (air gravitasi adalah air yang bergerak bebas
karena pengaruh gravitasi dan terdrainase secara vertikal.
d. Konstanta Kelembaban Tanah
Menurut Michael (1978), kandungan air tanah tergantung
pada derajat tekanan dan perbedaan tekanan uap yang
menyebabkan kandungan air tanah tersebut bergerak. Dengan
demikkian kandungan air tanah tidak bisa dikatakan konstant pada
setiap tekanan. Namun demikian, berdasarkan percobaan
ditemukan bahwa pada kandungan air tertentu air merupakan
bagian yang penting dalam pertanian dan sering disebut kandungan
air tanah constats seperti yang diuraikan berikut ini :
Saturation capacity, atau oleh Islami dan Utomo (1988)
disebut juga sebagai Kapasistas Penyimpanan Air (KPA). Yaitu
ketika semua pori – pori tanah telah dipenuhi oleh air, tanah dalam
kondisi jenuh atau Maxium water holding capacity. Tekanan air
pada saat jenuh mendekati nol dan sama dengan tekanan pada
permukan air bebas.
Field capacity , kapasitas lapangan adalah kandungan air
tanah setelah drainase air gravitasi menjadi sangat lambat dan
kandungan air menjadi relatif stabil. Kondisi ini bisa dicapai
setelah satu sampai tiga hari setelah tanah dibasahi oleh hujan atau
irigasi. Pada saat Fc, pori –pori besar telah dipenuhi oleh udara,
sedangkan pori-pori kecil dipenuhi oleh air. Fc adalah limit atas
pada range air dalam tanah tersedia dalam hubungan kadnungan air
tanah dan tanaman. Tekanan pada kondisi Fc bervariasi pada
berbagai jenis tanah, namun umumnya bervariasi dari 1/10 sampai
1/3 atmosfer.
Permanent wilting precentage,permanent wilting point
(Pwp), titik layu permanen adalah kandungan air tanah pada saat
tanaman tidak dapat memenuhi kebutuhan transpirasi, dan tanaman
akan mati kalau tanah tidak diairi. Pada saat Pwp lapisan tipis air
disekeliling partikel tanah diikat sangat kuat oleh tanah sehingga
akar tanaman tidak dapat menarik air pada laju yang cukup untuk
mencgah kelayuan daun tanaman. Tekanan air tanah pada saat Pwp
bervariasi dari 7 samapai 32 atmosfer, tergantung tekstur tanah dan
jenis dan kondisi tanman, jumlah garam pada larutan tanahm dan
iklim lingkungan. Kondisi ini tercapai kerika perubahan tekanan
menghasilkan sedikit perubahan kadungan air tanah. Terjadi sedikit
perubahan prosentase kandungan air tanah karena perubahan
tekanan, karena itu disebut Pwp. Tekanan pada kondisi ini adalah
15 atm.
2. Air Tanah Tersedia
Konsep air tanah tersedia bagi tanaman telah merupakan isu
kontroversial selama beberapa tahun yang lalu. Air tanah tersedia
adalah air yang diikat oleh tanah antara kapasitas lapang (field
capacity) dan titik layu permanent (Permanent Wilting Point).
Penelitian saat ini telah membuktikan bahwa air tanah tersedia
sebenarnya dapat berada dalam seluruh atau sebagian kisaran itu,
tergantung pada sifat-sifat tanaman (perakaran, kerapatan, kedalaman,
dan laju pertumbuhan dan juha sangat tergantung pada keadaan
mikroklimat yang ada (Doneen dan Escot, 1988).
Veihmeyer dan Hendrickson (1927, dalam Hillel, 1971)
mengatakan bahwa air tanah tersedia adalah kisaran kelembaban tanah
antara batas teratas (fc) dan batas terbawah (pwp), dan keduanya
dianggap konstan untuk setiap jenis tanah. Mereka menyatakan bahwa
fungsi tanaman tidak dipengaruhi oleh penurunan kelembaban tanah
sampai pwp dicapai yaitu pada saat aktivitas tanaman yang normal
tiba – tiba dibatasi.
Richard dan Wedleigh (1952, dalam Hillerl, 1971) menemukan
bahwa ketersediaannya air tanah untuk tanaman benar – benar
menurun dengan menurunnya kelembaban tanah,d an tanaman
mungkin menderita cekaman air serta pertumbuhan sangat menurun
akibat pwp tercapai.
Hilel (1971, dalam lal & greenland) menyatakan bahwa pola
dan kecepatan pengembalian air oleh tanaman tidak tergantung pada
kadar dan potensial air tanah saja. Pengambilan air oleh tanaman dan
status air tergantung kombinasi kemampuan sistem perakaran
menyerap air dari tanah, kemampuan tanah menyupai dan meneruskan
air keperakaran, serta kecepatan transpirasi yang dibutuhkan oleh
iklim.

Anda mungkin juga menyukai