Kata kunci: biomassa, citra satelit, kadar air tanah, kebakaran lahan, suhu
permukaan
ABSTRACT
NADIA PUTRI WICAKSANA. The Changes of Temperature Vegetation
Dryness Index (TVDI) and Heat Capacity on Peatland Ecosystem in 2013-2016
(Case Study: PT BSS 1, Ketapang-West Kalimantan). Supervised by IDUNG
RISDIYANTO.
Peatland has high ability to store water. Fires on peatland can change the
peatland function in water storing. The estimation of heat capacity and TVDI
(Temperature Vegetation Dryness Index) before and after land burn need to be
done to determine the change of peatland function. Heat capacity obtained from
the ratio of transfer radiation and the decreasing/increasing temperature. Heat
capacity of peatland has decreased from 2013 to 2016. It caused by decreasing 9%
of forest and 37% of shrub to bare soil and bush. One of the factors that cause
changes in the land is land burn in 2014 and 2015. Biomass of study area after
land burn is decreased, so the ability of the land to save energy/heat also
decreases. TVDI is an areal drought index using surface temperature derived from
satellite data. TVDI in 2016 (after land burn) is increased compared to 2013
(before land burned). Peatland changed water storage function which indicated by
increasing of TVDI and the decreasing of heat capacity. Heat capacity is closely
related to soil water content. The results show no significant relationship between
heat capacity and TVDI, because TVDI is only a land drought index, but it does
not show the amount of water.
Keywords: biomass, land burn, satellite imagery, soil water content, surface
temperature
PERUBAHAN TEMPERATURE VEGETATION
DRYNESS INDEX (TVDI) DAN KAPASITAS PANAS
PADA EKOSISTEM LAHAN GAMBUT TAHUN 2013-2016
(STUDI KASUS: PT BSS 1, KETAPANG-KALIMANTAN
BARAT)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ini ialah
Perubahan Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) dan Kapasitas Panas
pada Ekosistem Lahan Gambut tahun 2013-2016 (Studi Kasus: PT BSS 1,
Ketapang-Kalimantan Barat).
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Idung Risdiyanto, MSc
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan,
nasehat, dan ilmu pengetahuan kepada penulis. Serta ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr Ir Impron, MSc selaku dosen pembimbing akademik.
2. Bapak Alm. Satria W dan Ibu Sutiyana, M. Luthfi (Abang), dan Nabila
(Adik) yang telah menjadi semangat dalam hidup.
3. Tante Valentina Purnama Dewi, Simbah Marni, Om Cin, Tante Vivin,
Bunda, Umek, Om Wicak yang telah memberikan doa dan dukungan
moral maupun material kepada penulis.
4. Tim CSA Aksenta dan Tim PT BSS 1 diantaranya Goh Hok Sin (GM
SNA Group), Pak Saturi (Estate Manajer PT BSS), Pak Bagus (Manajer
EHS BSS), dan Ibu Haji yang telah membantu selama proses peneltian.
5. Teman satu bimbingan Allan, Benny, Edya dan teman-teman GFM 49
khususnya Lab. Meteorologi serta GFM 47 dan GFM 48 yang senantiasa
memberi semangatnya kepada penulis.
6. Keluarga Asyita Graha 1 (Maharani, Yulinda dan Paramitha), Keluarga
Bahagia (Orita, Dinur, Betha, Galih, Zaman, Qamal, dan Insan), Keluarga
GGI (Yosi, Aliffa, Maya, Rinanda, dan Diah) yang selalu berbagi dalam
suka maupun duka, memberikan semangat dan doa kepada penulis.
7. Segenap civitas GFM, Pak Azis, Mas Kiki, Pak Nandang, Pak Engkos, Bu
Wanti, Bu Uti, Pak Udin, serta seluruh staf dan pengajar atas bimbingan
dan kuliah selama ini.
Kepada semua pihak lainnya yang telah memberikan kontribusi yang besar
selama pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis
mengucapkan terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
METODE 2
Bahan 2
Alat 3
Prosedur Analisis Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Karakteristik Biofisik Wilayah Kajian 9
Suhu Permukaan 11
Albedo Permukaan 12
Neraca Energi Permukaan 13
Biomassa Atas Permukaan (AGB) 14
Kapasitas Panas 15
TVDI (Temperature Vegetation Dryness Index) 16
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 21
RIWAYAT HIDUP 27
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
METODE
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2016 hingga Agustus 2016,
di laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika
dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor. Survei lapangan dilakukan pada 17 Maret 2016 sampai dengan 8
April 2016 di perkebunan kelapa sawit PT BSS 1, Kalimantan Barat.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra disajikan
pada Tabel 1, dapat diperoleh pada situs www.usgs.gov. Data hotspot untuk acuan
kebakaran lahan pada bulan September 2015 dapat diperoleh pada situs
firms.modaps.eosdis.nasa.gov, serta data pengukuran lapangan tersedia pada
Tabel 2.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer yang dilengkapi
dengan software Ms. Office 2007, Er Mapper 7.1, AcrGIS 10.1, dan Minitab 16.
Alat untuk pengambilan data di lapangan disajikan pada Tabel 3.
Prosedur Penelitian
Penelitian terdiri dari tahapan pengambilan data lapangan, pengolahan data
lapangan dan pengolahan data citra Landsat-8. Survei lapangan dilakukan pada
wilayah perkebunan kelapa sawit PT. BSS 1 pada koordinat 25000
25230LS dan 110500 110550BT. Tahapan survei lapangan adalah
melakukan pengecekkan tutupan lahan. Tutupan lahan di areal kajian yaitu
4
perkebunan kelapa sawit, hutan, semak, belukar, dan lahan terbuka, fokus kajian
hanya pada kelas semak, belukar dan hutan. Pengambilan sampel data hanya pada
area restorasi gambut. Pengamatan unsur iklim mikro yaitu suhu udara (C),
kelembaban relatif (%), curah hujan (mm), serta radiasi matahari (Wm-2)
menggunakan AWS (Automatic Weather Station) pada ketinggian 1.2 m, di
pasang di lahan terbuka dengan pengambilan data per 30 menit. Pengukuran unsur
iklim menggunakan AWS untuk memantau cuaca dan sebagai data pembanding
pengukuran di setiap titik pengamatan. Pengukuran iklim mikro juga di lakukan
pada 9 titik pengamatan yaitu tiga tutupan lahan hutan, tiga tutupan semak, dan
tiga tutupan belukar pada pukul 08.0016.00 WIB per 30 menit. Pengukuran iklim
mikro meliputi suhu udara (C) dan kelembaban relatif (%), suhu permukaan (C),
serta radiasi matahari (Wm-2). Pengambilan transek vegetasi dilakukan dengan
mengukur keliling pohon untuk perhitungan biomassa, selain itu dilakukan
pengambilan sampel tanah untuk data kadar air tanah secara gravimetrik. Alur
penelitian terdapat pada Lampiran 9.
Data biomassa yang diambil adalah data dari tanaman atas (AGB) yaitu
pada plot 1x1, 5x5, 10x10, 20x20 dengan total jumlah sampling point 27 titik.
Tabel 4 merupakan objek pengukuran pada sub plot pengamatan.
(BBBK)
%KAT = 100% (2)
BK
Dimana KAT adalah kadar air tanah (%), BB adalah berat basah (gram) dan
BK adalah berat kering (gram).
L = ML Qcal + AL (3)
Keterangan:
: Spectral radiance (Wm-2 str-1 m-1)
ML : Band-spesific multiplicative rescaling factor from the metadata
AL : Band-spesific additive rescaling factor from the metadata
Qcal : Quantized and calibrated standard product pixel value (DN)
Nilai M L dan AL terdapat pada Lampiran 5 dan 6.
Konversi nilai digital number ke spectral radiance dilakukan untuk
perhitungan suhu kecerahan, Rs Out dan albedo. Ketiga parameter tersebut akan
digunakan untuk perhitungan komponen neraca energi.
K2
TB = K1
(4)
ln( +1)
L
TB
Ts = TB (5)
1+ ln
7
L d2
= ESUN cos (7)
keterangan:
: 3.14
d : jarak astronomi bumi-matahari
cos : sudut zenith matahari (90-sun elevation)
ESUN : rata-rata nilai solar spectral irradiance pada band ke-i (Wm-2m-1)
Nilai ESUN, d dan sudut elevasi terdapat pada Lampiran 7.
Rs out
Rs = (8)
Rl = Ts 4 (10)
Keterangan :
: konstanta Stefan-Blotzman (5.67 x 10-8 Wm-2K-4)
G Ts
= (0.0038 + 0.0074 2 )(1 0.98NDVI4 ) (12)
Rn
Keterangan:
G : perpindahan bahang tanah (Wm-2),
: albedo permukaan (diturunkan dari data satelit)
(Rn G)
H= (13)
1+
Nilai hutan tropis = 0.47, semak = 0.93 (Fisch et al.2001),dan lahan terbuka
= 4 (Oliver 1973).
= Rn H G (14)
Keterangan:
air : kerapatan udara lembab (1.27 kg m-3)
c : panas spesifik udara pada tekanan konstan (1004 J kg-1 K-1)
raH : tahanan Aerodinamik (sm-1), raH = 31.9 x u-0.96, dimana u merupakan
kecepatan angin normal pada ketinggian 12 meter sebesar 1.41 m/s untuk
tutupan vegetasi, dan 1.79 m/s untuk tutupan non vegetasi (Rosenberg 1974).
Q
C= (16)
T
Perhitungan TVDI
TVDI (Temperature Vegetation Dryness Index) adalah suatu indeks
kekeringan permukaan, parameternya diperoleh dari data penginderaan jauh
(Standholt et al. 2002). Persamaan untuk menghitung (TVDI) adalah (Standholt et
al. 2002, Parwati & Suwarsono 2008, Chen et al. 2015):
(Ts Ts min)
TVDI = (T (17)
s maxTs min)
Dimana Ts adalah suhu permukaan yang diketahui dari nilai pixel, Tsmax
dan Tsmin adalah suhu permukaan maksimum dan minimum pada tutupan lahan
tertentu. TVDI bernilai 0 hingga 1. TVDI bernilai 0 maka mengindikasikan
ketersedian air (kondisi basah) dan TVDI bernilai 1 mengindikasikan terbatasnya
ketersediaan air (kondisi kering) (Standholt et al. 2002, Parwati & Suwarsono
2008, Chen et al. 2015).
peningkatan luas tutupan lahan semak dan lahan terbuka, sehingga pada tahun
2016 komposisi luas tutupan lahan seperti yang disajikan pada Gambar 2 . Salah
satu faktor menyebabkan penurunan luas hutan dan belukar adalah kebakaran
lahan pada periode 2013 ke 2016.
Kelembaban Relatif ( % )
Suhu Permukaan ( C ) 39 85
37 75
35 65
33 55
31
45
29
27 35
25 25
13:00
08:00
09:00
10:00
11:00
12:00
14:00
15:00
16:00
08:00
09:00
10:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
Waktu Pengamatan (Jam) Waktu Pengamatan (Jam)
(a) (b)
Belukar Hutan Semak Belukar Hutan Semak
Radiasi Matahari ( Wm-2 )
41
39
325 Suhu Udara ( C ) 37
35
225 33
31
125 29
27
25 25 10:00
08:00
09:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
08:00
09:00
10:00
11:00
12:00
13:00
14:00
15:00
16:00
Suhu Permukaan
Rata-rata suhu permukaan wilayah kajian tahun 2016 lebih tinggi dari 2013.
Suhu permukaan rata-rata 2013 yaitu 28.3 C. Kisaran suhu permukaan tutupan
semak 27.5 30 C, tutupan belukar 26.3 29.8 dan tutupan hutan 26 29.4 C.
Suhu permukaan rata-rata berdasarkan titik sampel pada tutupan lahan semak,
belukar dan hutan adalah 29.2 C, 28 C dan 27.8 C. Suhu permukaan rata-rata 2016
yaitu 29.1 C. Kisaran suhu permukaan tutupan semak 27.5 31.6 C, tutupan
belukar 26.9 31.6 C, dan tutupan hutan 26.7 31.1 C. Nilai suhu permukaan
rata-rata berdasarkan titik sampel pada tutupan lahan semak, belukar, dan hutan
adalah 29.9 C, 29.9 C dan 29.3 C. Perbedaan suhu permukaan pada tutupan lahan
semak, belukar, dan hutan disebabkan oleh sifat fisik benda yaitu, emisivitas,
konduktivitas termal dan kapasitas panas jenis. Jika suatu objek memiliki
emisivitas dan kapasitas panas jenis rendah serta konduktivitas termal tinggi maka
suhu permukaan akan meningkat dan juga sebaliknya. Peningkatan suhu
12
permukaan akibat peningkatan luasan lahan terbuka pada tahun 2016. Hal ini
sesuai dengan penelitian Weng et al. (2004) bahwa suhu permukaan berkorelasi
negatif dengan indeks vegetasi, serta penelitian Pratama (2014) menunjukkan
terjadinya penambahan suhu permukaan akibat peningkatan lahan terbuka 6%
sebesar 0.001465 C/ha.
Kisaran suhu permukaan pada tahun 2013 lebih kecil dibanding 2016.
Semakin kecil kisaran suhu permukaan wilayah menunjukkan semakin besarnya
jumlah panas atau energi yang dibutuhkan untuk menaikan suhu. Data ekstraksi
Landsat-8 dapat digunakan karena nilai Ts berada di rentang suhu permukaan
lapangan dan adanya hubungan antara suhu permukaan satelit dan suhu
permukaan lapangan yang ditunjukkan dengan R2 sebesar 0.59 ditunjukkan pada
Gambar 3. Tursilowati (2012) menunjukkan terdapatnya hubungan antara suhu
permukaan hasil ekstraksi Landsat dengan data suhu observasi memiliki R2
sebesar 0.93.
36
35
34
y = 25.07e0.0054x
Ts Satelit ( C )
33
R = 0.5906
32
31
30
29
28
27
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Ts Lapangan ( C)
Gambar 3 Hubungan antara suhu lapangan dengan suhu permukaan satelit
Landsat-8 April 2016
Albedo Permukaan
0.09 0.09
0.08 0.08
0.07 0.07
0.06 0.06
Albedo
Albedo
0.05 0.05
0.04 0.04
0.03 0.03
0.02 0.02
0.01 0.01
0.00 0.00
semak belukar hutan semak belukar hutan
(a) (b)
Gambar 4 Boxplot albedo permukaan tahun (a) 2013 dan (b) 2016
Rataan radiasi netto lebih besar tahun 2016 dibanding tahun 2013, nilai Rn
dari yang terbesar adalah pada tutupan lahan hutan, belukar, dan semak disajikan
pada Gambar 5. Radiasi netto pada tahun 2013 digunakan untuk fluks pemanasan
udara (H) berkisar antara (87 126 Wm-2), digunakan untuk fluks bahang tanah
(G) berkisar antara (23 31 Wm-2), dan digunakan untuk fluks pemanasan laten
( ) berkisar antara (131 196 Wm-2), sedangkan tahun 2016 radiasi netto
digunakan untuk H (94 160 Wm-2), G (25 32 Wm-2), dan (158 225 Wm-2).
Rataan nilai yaitu dari yang terbesar terdapat pada tutupan lahan hutan, belukar,
dan semak, sedangkan rataan nilai H dan G yaitu dari yang terbesar terdapat pada
tutupan lahan semak, belukar, dan hutan.
Pada tutupan non vegetasi energi yang masuk lebih banyak digunakan
untuk H dan G sedangkan untuk evaporasi sedikit. Albedo memiliki keeratan
hubungan dengan Ts. Albedo tinggi maka energi yang diterima lebih banyak
digunakan untuk memanaskan tanah (G) dan memanaskan atmosfer (H) (Zhang et
al. 2012).
360 360
340 340
Radiasi netto (W/m2)
320 320
300 300
280 280
260 260
240 240
220 220
200 200
semak belukar hutan semak belukar hutan
(a) (b)
Gambar 5 Boxplot radiasi netto tahun (a) 2013 dan (b) 2016
14
Konversi lahan hutan dan belukar menjadi lahan terbuka, semak, dan
perkebunan menyebabkan pada besaran AGB. Band swir memiliki korelasi
negatif terhadap biomassa, artinya semakin besar spectal radiance menunjukkan
biomassa yang sedikit, dan sebaliknya. Hubungan antara spectral radiance dan
biomassa memiliki korelasi yang kuat ditunjukkan tidak dengan linear namun
dengan eksponensial (Heiskanen J 2006). Avitabile et al. (2012) dan Baccini et al.
(2012) menunjukkan kemampuan kanal SWIR untuk mengestimasi AGB di
Uganda. Persamaan model untuk menghitung biomassa tahun 2013 dan 2016
terdapat pada ilustrasi Gambar 6. Inputan variabel x adalah spectral radiance
kanal 6. Spectral radiance air dan awan tidak digunakan dalam perhitungan
biomassa.
250
Biomassa ( ton/ha )
200
150
100
y = 94405e-0.744x
50 R = 0.7514
0
0 5 10 15
-2 -1
Spectral radiance ( Wm sr ) -1
Biomassa hutan dan belukar mengalami penurunan dari tahun 2013 ke tahun
2016 disajikan pada Gambar 7, sedangkan biomassa semak mengalami
peningkatan, karena luasan semak meningkat. Radiasi neto (Rn) dibutuhkan oleh
tanaman/tumbuhan untuk melakukan proses fotosintesis. Rn tahun 2013 dan tahun
2016 dapat dilihat pada Gambar 5 yaitu Rn hutan > Rn belukar > Rn semak,
sehingga semakin tinggi radiasi maka biomassa yang dihasilkan juga akan tinggi.
Rata-rata biomassa wilayah kajian untuk tahun 2013 yaitu semak 35 ton/ha,
belukar 178 ton/ha dan hutan 187 ton/ha, sedangkan tahun 2016 yaitu semak 39
ton/ha, belukar 172 ton/ha dan hutan 174 ton/ha. Biomassa hasil penelitian Azhan
(2015) yaitu 203 ton/ha hutan sekunder dan 56 ton/ha semak. Berkurangnya
biomassa berpengaruh terhadap kemampuan wilayah dalam menyimpan panas.
15
350 350
300 300
Biomassa (ton/ha)
Biomassa (ton/ha)
250 250
200 200
150 150
100 100
50 50
0 0
semak belukar hutan semak belukar hutan
(a) (b)
Gambar 7 Boxplot biomassa tahun (a) 2013 dan (b) tahun 2016
Kapasitas Panas
2016 2013
hutan
belukar
semak
0 2 4 6 8
-1 -1
Kapasitas Panas ( MJC ha )
250
R = 0.714
200
150
y = 8.135x + 47.155
100 R = 0.8481
50
0
0 5 10 15 20 25 30
Biomassa ( kgm-2 )
Nilai TVDI 2013 (sebelum terbakar) lebih rendah dibanding tahun 2016
(setelah terbakar). Nilai TVDI 2013 untuk tutupan lahan semak 0.55, belukar 0.53,
dan hutan 0.51, sedangkan nilai TVDI 2016 untuk tutupan lahan semak 0.57,
belukar 0.63 dan hutan 0.57. TVDI tahun 2013 tertinggi terdapat pada semak,
sedangkan tahun 2016 tertinggi terdapat pada belukar. TVDI berkorelasi negatif
terhadap kadar air tanah (KAT). Nilai TVDI 0 menunjukkan tingginya KAT,
sedangkan nilai TVDI 1 menunjukkan rendahnya KAT (Chen et al. 2015). Di
lapangan pengamatan KAT secara in situ dilakukan pada hari dan kondisi cuaca
yang berbeda-beda, namun kadar air tanah di lapangan menunjukkan hal yang
berbeda yaitu KAT tertinggi terdapat pada belukar 512%, hutan 391%, dan semak
412%. Hal ini dapat terjadi karena pengukuran KAT di lapangan dilakukan pada
hari yang berbeda dan dengan kondisi cuaca yang berbeda pula, sehingga
mempengaruhi KAT saat pengukuran. Kadar air tanah pada wilayah gambut
tinggi karena salah satu sifat gambut sebagai penyimpan air yang tinggi
mencapai 100 1300 % dari bobot keringnya (Mutalib et al. 1991).
Tinggi muka air gambut berdasarkan Gambar 10 menunjukkan bahwa areal
belukar dan semak memiliki tinggi muka air yang berfluktutif, sedangkan tutupan
lahan hutan memiliki tinggi muka air yang relatif tetap. Fluktuasi tinggi muka air
ini salah satunya dipengaruhi oleh curah hujan. Curah hujan memiliki pengaruh
yang kuat terhadap kadar air tanah dan adanya hubungan yang signifikan antara
ketinggian air terhadap kadar air tanah. TVDI tahun 2016 tertinggi pada belukar
hal ini juga ditunjukkan dengan tinggi muka air gambut yang paling rendah
dibandingkan dengan dua tutupan lahan lain.
17
CH S B H
0 90
Tinggi Muka Air Gambut ( cm ) -5 80
250
y = 41.811x + 139.09
200 R = 0.0019
150
y = 58.323x + 116.89
100 R = 0.0145
50
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
TVDI
Gambar 11 Hubungan TVDI dengan kapasitas panas
18
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Azhan Z. 2015. Estimasi cadangan karbon pada tutupan lahan hutan sekunder,
semak dan belukar di Kota Samarinda. Jurnal AGRIFOR. 14(2):325-338.
Baccini A,Goetz SJ, Walker WS, Laporte NT, Sun M, Sulla-Menashe D, Hackler
J, Beck PA, Dubayah R, Friedl MA, et al.2012. Estimated carbon dioxide
emission from tropical deforestation improved by carbon-density maps. Nat.
Clim. Chang. 2:182-185.
Brown S. 1997. Estimating biomass change of tropical forest a primer. FAO
Forestry Paper 134. FAO USA.
Chen S, Wen Z, Jiang H, Zhao Q, Zhang X, Chen Y. 2015. Temperature
vegetation dryness Index Estimation of soil moisture under different tree
species. Journal Sustainability. 7:11401-11417.
Dobos. Encyclopedia of soil science. DOI : 10.1081/E-ESS120014334.
Fisch G, Tota J, Machado LAT, Dias MAFS, Lyra RF da F, NobfeCA, Dolman
AJ, Culf AD, Halverson J, Fuentes JD. 2001. The convective boundary layer
over pasture and forest in Amazonia. Aerospace Technical Center, Institute
of Aeronautics and Spaces, University Sao Jose dos. Brazil.
Geiger R, Aron RH, Todhuter P. 1961. The Climate Near The Ground. Ed ke-5.
Cambridge: Harvard University Press.
Heiskanen J. 2006. Estimating aboveground tree biomass and leaf area index in a
mountain birch forest using ASTER satellite data. International Journal of
Remote Sensing. 27(6):1135-1158.
Indarto, Faisol A. 2009. Identifikasi dan klasifikasi penutupan lahan
menggunakan citra Aster. Media Teknik Sipil. 9(1):1-8.
MacDicken KG. 1997. A guide to monitoring carbon storage in forestry and
agroforestry projects. Winrock International.
Monteith JL, Unsworth MH. 1990. Principles of Environmental Physics. 2nd ed.
London(UK): Edward Arnold.
Mubekti. 2011. Studi pewilayahan dalam rangka pengelolaan lahan gambut
berkelanjutan Provins Riau. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia.
13(2):88-94.
Mutalib AA, Lim JS, Wong MH dan Koonvai L. 1991. Characterization,
distribution and utilization of peat in Malaysia. Proc. International
Symposium on tropical peatland. 6-10 May 1991, Kuching, Serawak,
Malaysia.
Oliver JE. 1973. Climate and Mans Environment: An Introduction to Applied
Climatology. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Parwati, Suwarsono. 2008. Model indeks TVDI (Temperature Vegetation Dryness
Index) untuk mendeteksi kekeringan lahan berdasarkan data Modis-Terra.
Jurnal Penginderaan Jauh. 5:35-44.
Pratama KR. 2014. Analisis perubahan albedo, suhu permukaan dan suhu udara
sebaga dampak perubahan penutupan lahan menggunakan data citra satelit
Landsat (Studi kasus: Provinsi Jambi, Path/Row125/61) [skripsi].
Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Radonsa PJ, Koprivica MJ, Lavadinovic VS. 2003. Modelling current annual
height increment of yong Dounglas-fir stands at different site. In Amaro A,
Reed D, Soares P, editors. Modelling forest system. CABI Publishing.
Rahmayanti M. 2007. Kontribusi kebakaran lahan gambut terhadap pemanasan
global. Kaunia. 3(2):101-117.
20
LAMPIRAN
22
23
Lampiran 3 Peta tutupan lahan PT BSS sebelum kebakaran lahan dengan teknik
klasifikasi terbimbing
Lampiran 4 Peta tutupan lahan PT BSS sebelum kebakaran lahan dengan teknik
klasifikasi terbimbing
24
Lampiran 5 Parameter data Landsat-8 OLI TIRS tanggal akusisi 24 Juni 2013
Center Radiance**
Spectral ESUN**
Band Wavelength* (Wm- sr-1 m-1)
Range* (m) (Wm- m-1)
(m) ML AL
2 0.45 0.51 0.48 0.0124 -62.2317 2021.1974
3 0.53 0.59 0.56 0.0114 -57.3460 1862.5161
4 0.64 0.67 0.655 0.0096 -48.3574 1570.5785
5 0.85 0.88 0.865 0.0059 -29.5923 943.6917
6 1.57 1.65 3.22 0.0014 -7.3593 234.6875
10 10.60 11.19 11.00 0.0003 0.1000
11 11.50 12.51 12.00 0.0003 0.1000
Lampiran 6 Parameter data Landsat-8 OLI TIRS tanggal akusisi 29 April 2016
Center Radiance**
Spectral ESUN**
Band Wavelength* (Wm- sr-1 m-1)
Range* (m) (Wm- m-1)
(m) ML AL
2 0.45 0.51 0.48 0.0126 -63.3808 2013.6405
3 0.53 0.59 0.56 0.0116 -58.4048 1855.5525
4 0.64 0.67 0.655 0.0098 -49.2502 1564.7064
5 0.85 0.88 0.865 0.0060 -0.1387 975.2016
6 1.57 1.65 3.22 0.0014 -7.4952 242.5237
10 10.60 11.19 11.00 0.0003 0.1000
11 11.50 12.51 12.00 0.0003 0.1000
Lampiran 7 Nilai jarak astronomi bumi-matahari (d) dan sudut elevasi matahari
saat tanggal akuisisi citra Landsat-8
Biomassa (ton/ha)
Tutupan lahan Band 6
Lapangan
2013 2016
Belukar 145 168 134
Belukar 218 196 208
Belukar 244 133 132
Belukar 50 113 88
Belukar 186 181 174
Belukar 144 142 158
Belukar 168 351 321
Belukar 177 190 163
Belukar 206 174 170
Hutan 212 200 211
Hutan 157 198 170
Hutan 191 149 182
Hutan 148 215 151
Hutan 179 175 174
Hutan 92 197 98
Hutan 158 152 149
Hutan 185 183 182
Hutan 246 240 245
Semak 10 26 45
Semak 9 24 35
Semak 11 42 45
Semak 7 62 40
Semak 8 15 10
Semak 8 23 35
Semak 6 24 45
Semak 10 45 48
Semak 10 51 45
26
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, dilahirkan pada tanggal 25
November 1994 dari pasangan Bapak Satria Wira W dan Ibu Sutiyanah. Penulis lahir
di Padang dan dibesarkan di Tangerang Selatan kemudian berkesempatan
mengenyam pendidikan sarjana di IPB.
Penulis menjalani masa studi formal lulus dari pendidikan SDN (Sekolah
Dasar Negeri) Benda Baru 1, Pamulang Tangerang Selatan pada tahun 2006.
Dilanjutkan dengan pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) Muhammadiyah
22 Pamulang Tangerang Selatan pada tahun 2006-2009 dan SMA (Sekolah
Menengah Atas) 9 Kota Tangerang Selatan. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan
studi ke jenjang perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN Undangan di program studi
Meteorologi Terapan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Penulis tergabung dalam keanggotaan Himpunan Mahasiswa
Agrometeorologi sebagai anggota divisi Riset dan Alumni dalam satu periode
kepengurusan dan ikut membantu kegiatan yang ada dalam program kerja seperti
MPD, Seminar dan Pelatihan. Pada semester 7 penulis tergabung dalam tim asisten
Meteorologi Satelit sekaligus masuk ke dalam bagian laboratorium Meteorologi dan
Pencemaran Atmosfer untuk tugas akhir dengan dosen pembimbing Bapak Idung
Risdiyanto SSi, MSc.