FAUZAN NURRACHMAN
DEPARTEMENGEOFISIKA
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN
DAN METEOROLOGI
METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKAFAKULTAS
DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
2013
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Nilai Suhu
Permukaan berdasarkan Data MODIS L1B dan SRTM 90 m adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Fauzan Nurrachman
NIM G24080033
ABSTRAK
FAUZAN NURRACHMAN. Pendugaan Nilai Suhu Permukaan berdasarkan Data MODIS L1B
dan SRTM 90 m (Studi Kasus : Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat). Dibimbing oleh :
IDUNG RISDIYANTO.
Suhu Permukaan Lahan (SPL) merupakan salah satu indikator terbaik dari keseimbangan
energi di permukaan bumi dan merupakan parameter kunci dalam proses fisika permukaan lahan
yang mampu mengkombinasikan interaksi antara fluks energi gelombang panjang di permukaan
dan di atmosfer. Beberapa metode untuk penentuan nilai SPL dengan data penginderaan jauh telah
banyak dikembangkan salah satunya adalah menggunakan satelit Terra-MODIS. MODIS
mempunyai misi untuk memantau fenomena di permukaan dan atmosfer agar pengguna dapat
mengetahui informasi perubahan yang terjadi secara near-realtime. Tujuan penelitian ini adalah
mengembangkan metode dan algoritma menggunakan data penginderaan jauh satelit Terra-
MODIS untuk pendugaan dan pemetaan SPL serta mengetahui hubungan suhu permukaan yang
diturunkan dari data satelit Terra-MODIS dengan topografi permukaan dan penutupan lahan.
Penentuan SPL dilakukan dengan menggunakan algoritma split window yaitu dengan memasukkan
faktor-faktor utama seperti emisivitas dan suhu kecerahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
nilai rata-rata SPL tertinggi yaitu pada algoritma Vidal. Pada hubungan SPL dengan ketinggian
didapat rata-rata R2 terbesar yaitu pada bulan Juni/Juli sedangkan yang terendah yaitu pada bulan
September/Oktober. Selanjutnya, pada hubungan dengan penutupan lahan didapat nilai rata-rata
SPL tertinggi yaitu pada lahan terbuka dan lahan terbangun sedangkan nilai rata-rata SPL terendah
yaitu pada lahan hutan. Sudut zenith matahari sangat mempengaruhi ketelitian sensor terhadap
penentuan nilai SPL.
Kata kunci : Emisivitas, MODIS, Penutupan Lahan, Suhu Permukaan Lahan (SPL)
ABSTRACT
FAUZAN NURRACHMAN. Estimation of Surface Temperature value based on MODIS L1B and
SRTM 90 m (Case Study : Banten, DKI Jakarta, and Jawa Barat Province). Supervised by :
IDUNG RISDIYANTO.
Land Surface Temperature (LST) is one of the best indicators of the energy balance at the
earth's surface and a key parameter in the physics of land surface processes that combine the
interaction between long wave energy flux at the surface and in the atmosphere. Several methods
for determining the value of LST with remote sensing data have been widely developed one of
which is the use of Terra-MODIS satellite. MODIS has a mission to monitor the phenomenon on
the surface and the atmosphere so that users can find information changes that occur in near-
realtime. The purpose of this study is develop methods and algorithms using satellite remote
sensing Terra-MODIS data for prediction and mapping LST and determine the relationship of
surface temperature derived from Terra-MODIS satellite data with surface topography and land
cover. LST determination was done by using the split window algorithm by including the main
factors such as emissivity and brightness temperature. The results showed that average of the
highest LST that the Vidal algorithm. The relationship between LST and altitude be obtained
average of the highest R2 is in June/July whereas the lowest is in September/October. Further, the
relationship between LST and land cover be obtained average of the highest LST value is on open
land and built land whereas average of the lowest value is forest land. Solar zenith angle is greatly
affect sensor accuracy to determination LST value.
Key words: Emissivity, MODIS, Land Cover, Land Surface Temperature (LST)
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENDUGAAN NILAI SUHU PERMUKAAN BERDASARKAN
DATA TERRA-MODIS L1B DAN SRTM 90 m
(Studi Kasus: Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat)
FAUZAN NURRACHMAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
Menyetujui,
Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen
Geofisika dan Meteorologi
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dan puji syukur kepada Allah SWT penulis ucapkan atas segala rahmat,
hidayah, dan karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
dengan judul : Pendugaan Nilai Suhu Permukaan berdasarkan Data MODIS L1B dan SRTM 90 m
(Studi Kasus : Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat). Karya ilmiah ini merupakan salah
satu syarat kelulusan di program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan
Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Selama
kegiatan penulisan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda Heri Darman, Ibunda Erlinda Mansur serta adik tercinta Farid Lindarman atas
segala bentuk dukungan, semangat, doa dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.
2. Bapak Idung Risdiyanto,S.Si, M.Sc selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan
waktu, ilmu, bimbingan, arahan, saran dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Bapak Dr.Sobri Effendi, M.Sc dan Bapak Sonny Setiawan, S.Si, M.Si selaku dosen
penguji yang telah memberikan ilmu, saran, perhatian dan dukungan.
4. Ibu Dr.Ir.Rini Hidayati, MS selaku ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi atas
waktu, bimbingan, arahan dan nasehat dalam menyelesaikan perkuliahan dan karya
ilmiah ini.
5. Bapak Prof.Dr.Ir.Ahmad Bey selaku ketua bagian Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer
yang telah memberikan ilmu, saran, dan dukungan.
6. Segenap staf pengajar dan pegawai Departemen Geofisika dan Meteorologi yang
memberikan bimbingan, arahan, serta ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
7. Astri Wiliastri yang selalu memberikan semangat, doa, dukungan, saran dan perhatian
selama perkuliahan di IPB.
8. Sahabat-Sahabat Kontrakan dan Wisma 82 (Rifki, Indra, Andre, Johannes, Harryade,
Habibie, Edo, Eko, Iqbal, Sofian, Ido) beserta teman-teman lainnya (Mamad, Mundi,
Agus, Arya) atas bantuan, dukungan, dan semangat pada penulis.
9. Pak Yanto, Andi, Gilang, Yunus, Taufik, Ferdy, Iput, Faiz, Dodi, Sintong, Dewa atas
bantuan, kritik, saran bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.
10. Sahabat-Sahabat HATORI (Taufik, Pungki, Okta, Iput, Om, Hafidz, Pandu) dan teman-
teman lainnya (Asep, Yuda, Firman) yang telah memberikan dukungan pada penulis.
11. Ernawati Apriani, Dicky Sucipto, Bambang Triatmojo, dan Aulia Maharani, atas
kerjasama dan pendalaman ilmu bagi penulis selama menjadi asisten Meteorologi Satelit.
12. Sahabat-Sahabat GFM 45 (Asep, Fida, Emod, Geno, Okta, Yuda, Fella ,Dewi, Farah,
Hanifah, Mirna, Fitra, Akfia, Ketty, Mela, Maria, Ruri, Dila pera, Fitri, Tiska, Putri, Nia,
Dora, Nadita, Widya, Citra, Fatcha, Ria, Aila, Usel, Nisa, Ratdil, Diyah, Adit, Adi, Sarah,
Yoga, Ian atas semua bantuan, kebersamaan, dukungan selama perkuliahan baik suka
maupun duka, kritik dan saran yang telah diberikan.
13. Teman-Teman BEM FMIPA Kabinet Totalitas Kebangkitan, HIMAGRETO, dan seluruh
Mahasiswa GFM tingkat atas, adik-adik GFM tingkat bawah dan semua teman-teman
yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu per-satu.
Akhir kata penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk perbaikan di masa yang akan
datang. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak
dan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Amin
Fauzan Nurrachman
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL............................................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ xii
I PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................................................ 1
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................. 2
2.1 Gelombang Elektromagnetik ..................................................................................................... 2
2.2 Hukum-Hukum Radiasi ............................................................................................................. 2
2.3 Karakteristik Satelit (Terra-MODIS) ......................................................................................... 3
2.4 Efek Bowtie ............................................................................................................................... 3
2.5 Suhu Permukaan ........................................................................................................................ 4
2.6 Albedo ........................................................................................................................................ 4
2.7 Teknik Split Window ................................................................................................................. 5
2.8 Jenis-Jenis Algoritma Split Window .......................................................................................... 5
2.9 DEM-SRTM .............................................................................................................................. 5
III METODOLOGI ....................................................................................................................... 6
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................................................... 6
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................................................... 6
3.3 Metode Penelitian ...................................................................................................................... 6
3.3.1 Pemrosesan Awal Data Citra Satelit ............................................................................... 6
3.3.1.1 Koreksi Bowtie ................................................................................................... 6
3.3.1.2 Koreksi Geometrik dan Penentuan GCP (Ground Check Point) ........................ 6
3.3.1.3 Penentuan Nilai RMSE....................................................................................... 7
3.3.1.4 Penentuan Nilai Koefisien Korelasi ................................................................... 7
3.3.1.5 Pemotongan Wilayah Kajian .............................................................................. 7
3.3.2 Ekstraksi Nilai Parameter-Parameter Suhu Permukaan .................................................. 7
3.3.2.1 Konversi Nilai SI (Scaled Integer) ke Nilai Spektral Radiance .......................... 7
3.3.2.2 Konversi Nilai Spectral Radiance menjadi Brightness Temperature.................. 8
3.3.2.3 Konversi Nilai Suhu Kecerahan menjadi Nilai Suhu Permukaan ...................... 8
3.3.3 Penentuan Albedo ........................................................................................................... 9
3.3.4 Pemisahan Penutupan Awan ( Cloud Masking) .............................................................. 9
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................... 10
4.1 Kondisi Geografis Wilayah ...................................................................................................... 10
4.2 Pemrosesan Awal Citra Satelit ................................................................................................. 10
4.2.1 Koreksi Bowtie ............................................................................................................. 10
4.2.2 Koreksi Geometrik ........................................................................................................ 11
4.2 Pemisahan Awan dan Ekstrasi Nilai Parameter Suhu pada Citra MODIS ............................... 12
4.2.1 Suhu Kecerahan (Brightness Temperature ) ................................................................. 12
4.2.2 Pemisahan Penutupan Awan (Cloud Masking) ............................................................. 13
4.2.3 Suhu Permukaan Lahan (Land Surface Temperature) .................................................. 14
4.3 Hubungan Nilai Suhu Permukaan dengan Parameter-Parameter lainnya ................................ 14
4.3.1 Hubungan Suhu Permukaan dengan Nilai Ketinggian .................................................. 14
4.3.2 Hubungan Suhu Permukaan dengan Penutupan Lahan ................................................. 22
4.3.3 Hubungan antara Suhu Permukaan, Altitude, dan Penutupan lahan ............................. 27
V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 29
x
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
dikenal dengan efek Bowtie. Efek Bowtie ini tumbuhan, dan pada tubuh air dapat
terjadi akibat pengaruh kelengkungan bumi, didefinisikan sebagai suhu dari permukaan
dikarenakan satelit Terra merupakan satelit badan air. Suhu permukaan benda tergantung
Low Earth Orbit (LEO) dan MODIS dari sifat fisik permukaan objek, diantaranya
merupakan sensor resolusi rendah dengan yaitu emisivitas, kapasitas panas jenis, dan
lebar cakupan (Swath) yang besar sehingga konduktivitas termal. Jika suatu objek
ukuran piksel yang direkam diatas sudut 15o memiliki emisivitas dan kapasitas panas jenis
dari titik nadir/pusat akan mulai mengalami yang tinggi, sedangkan konduktivitas
perbesaran. Oleh karena itu, untuk termalnya rendah maka suhu permukaan objek
memperbaiki kerusakan pada data seluruh data tersebut akan menurun, contohnya pada
pada citra asli akan ditransformasikan secara permukaan berupa perairan. Selanjutnya, jika
matematik ke citra akhir atau resampling. suatu objek memiliki emisivitas dan kapasitas
Dalam hal ini akan dibentuk piksel baru panas jenis yang rendah sedangkan
sebagai perbaikan pada piksel lama yang konduktivitas termalnya tinggi maka suhu
mengalami kerusakan yaitu dengan "metode permukaan objek tersebut akan meningkat,
tetangga terdekat" (nearest neighbour). contohnya pada permukaan berupa daratan
Teknik ini dilakukan dengan cara (Sutanto 1994).
mengalihkan titik keabuan piksel yang telah Suhu permukaan merupakan fungsi dari
terkoreksi dengan harga keabuan piksel Suhu Kecerahan/Brightness Temperature (Tb)
tetangganya pada citra semula (Diana 2010). yang didapat dari penurunan persamaan
Planck. Suhu permukaan dapat diidentifikasi
dengan mengetahui nilai emisivitas dari
berbagai penggunaan lahan atau memakai
asumsi emisivitas sama dengan satu yang sifat
tersebut hanya dimiliki oleh benda hitam.
Benda hitam adalah objek yang menyerap
seluruh radiasi elektromagnetik. Dalam teori
fisika klasik, objek tersebut juga
memancarkan energi yang diserapnya. Oleh
karena itu, energi suatu benda hitam dapat
diukur.
Suhu permukaan merupakan unsur
pertama yang dapat diidentifikasi dari citra
Gambar 3 Morfologi efek Bowtie satelit termal. Suhu permukaan dapat
(http://eoweb.dlr.de:8080/short_g didefinisikan sebagai suhu permukaan rata-
uide/D-MODIS.html) rata dari suatu permukaan yang digambarkan
dalam satuan piksel dengan berbagai tipe
Gambar 3 menunjukkan bahwa data permukaan.
yang dipengaruhi oleh efek Bowtie menempati
sebagian samping dari gambar. Oleh karena 2.6 Albedo
itu, efek Bowtie harus dihapus sebelum Albedo berasal dari bahasa Latin yaitu
aplikasi data MODIS dikeluarkan. Scan albus yang berarti putih. Albedo merupakan
pertama dan ketiga diwakili oleh kisi yang perbandingan antara radiasi gelombang pendek
cerah sedangkan scan kedua diwakili oleh kisi yang datang dan yang dipantulkan dari semua
yang hitam (Wen 2008). spektrum panjang gelombang. Persamaan
albedo dapat ditulis sebagai berikut :
2.5 Suhu Permukaan
Suhu permukaan dapat didefinisikan 𝐑𝐬 𝒐𝒖𝒕
sebagai suhu bagian terluar dari suatu objek. 𝜶=
Suhu permukaan dapat didefinisikan sebagai 𝐑𝐬 𝒊𝒏
suhu rata–rata dari suatu permukaan yang Keterangan :
digambarkan dalam cakupan suatu piksel α : Albedo
dengan tipe permukaan yang berbeda–beda. Rs out : Radiasi gelombang pendek yang
Pada suatu lahan terbuka, suhu permukaan dipantulkan
dapat diartikan sebagai suhu permukaan lahan Rs in : Radiasi gelombang pendek yang
/daratan atau dikenal dengan land surface datang
temperature (LST). Pada vegetasi dapat
Albedo menunjukkan sifat kehitaman
dipandang sebagai suhu permukaan kanopi
badan objek. Albedo mempunyai kisaran nilai
5
0-1. Apabila suatu objek mempunyai nilai 5(AVHRR) dan saluran 31(MODIS) lebih
albedo = 0 maka objek tersebut mengabsorbsi sensitif terhadap uap air di atmosfer daripada
seluruh radiasi gelombang pendek yang saluran 4(AVHRR) dan saluran 32(MODIS),
datang dan albedo = 1 maka objek tersebut sehingga selisih perbedaan antara suhu
memantulkan seluruh radiasi gelombang kecerahan saluran 4(AVHRR)/31(MODIS)
pendek yang datang. Tidak ada satu pun benda dan saluran 5(AVHRR)/32(MODIS) lebih
di alam semesta yang memiliki albedo bernilai besar untuk kondisi atmosfer lembab daripada
0 atau 1, yang ada hanya mendekati 0 dan 1. kondisi kering.
Semakin mendekati nilai nol maka Split window telah digunakan selama
kenampakan suatu objek semakin gelap dan beberapa periode dalam penentuan suhu
semakin mendekati nilai satu maka permukaan lahan/perairan dengan hasil yang
kenampakan suatu objek semakin cerah. sangat memuaskan. Banyak penulis
mengembangkan skema baru untuk
Tabel 1 Nilai albedo pada berbagai jenis mengambil suhu permukaan yang
permukaan dihubungkan dalam suatu model/algoritma.
Albedo Jenis Permukaan Model tersebut dipengaruhi oleh beberapa
0.05 – 0.19 Perairan dalam faktor :
0.05 – 0.15 Jalan Aspal 1. Tergantung pada data empiris wilayah
0.05 – 0.15 Hutan 2. Tergantung pada emisivitas
0.06 – 0.08 Tanah abu-abu lembab 3. Tergantung pada konten uap air
0.09 Bangunan 4. Tergantung pada sudut pandang matahari
0.12 Tanaman Padi 5. Tergantung pada kombinasi dari metode-
0.15 Pemukiman rata-rata metode di atas
0.16 – 0.18 Tanah terang kering
0.18 Tanaman Jagung 2.8 Jenis-Jenis Algoritma Split Window
0.19 Tanaman Kentang Banyak sekali jenis algoritma split
0.2 – 0.4 Awan Cirrus (Ci) window yang telah digunakan dalam beberapa
0.4 – 0.5 Awan Stratus (St) periode waktu untuk mendapatkan nilai suhu
0.7 – 0.95 Awan Tebal permukaan lahan (SPL). Perbedaan utama dari
Sumber : Stull (2000) beberapa contoh algoritma split window
seperti (Price, Becker & Li, Sobrino, Vidal
2.7 Teknik Split Window Ulivieri, Prata & Plat) ini yang sering
Sekitar 80% dari energi termal sensor dilupakan adalah bahwa semuanya berasal
mampu diterima oleh sensor di wilayah dari sensor AVHRR yang berbeda. Algoritma
panjang gelombang 10.5–12.5 μm yang Price (1984) digunakan dari data NOAA-7
diemisikan oleh permukaan tanah atau AVHRR, algoritma Becker_li (1990)
perairan dan membuat variabel suhu digunakan dari data NOAA-9 AVHRR, dan
permukaan mudah untuk diekstrak dari sinyal algoritma Sobrino (1993) digunakan dari data
radiansi inframerah termal. Penelitian lebih NOAA-11 AVHRR. Walaupun berbeda
lanjut telah dilakukan melalui pengembangan sensor, nilai panjang gelombangnya masih
algoritma untuk memperkirakan suhu dalam batasan panjang gelombang inframerah
permukaan lahan dari suhu kecerahan saluran termal sehingga penggunaan algoritma ini bisa
4 dan 5 (AVHRR) dan emisivitas permukaan diterapkan di salah satu sensor lainnya yaitu
untuk mengoreksi efek atmosfer di permukaan MODIS. Koreksi pada contoh algoritma diatas
laut dan permukaan tanah/lahan (Price 1984; disesuaikan dengan jenis masing-masing
Becker dan li 1990). Pendekatan ini sering emisivitas dan koreksi faktor–faktor yang
disebut dengan Teknik Split Window atau Split dibutuhkan lainnya.
Window Technique (SWT). Pada sensor
MODIS teknik ini dilakukan pada saluran 31 2.9 DEM-SRTM
dan 32. Telah dicatat bahwa antara saluran 4 Penentuan nilai altitude atau ketinggian
dan 5 dari AVHRR maupun saluran 31 dan 32 dapat diduga menggunakan data DEM-SRTM.
dari MODIS memiliki keidentikkan dari setiap Data SRTM atau Shuttle Radar Topography
masing-masing saluran dikarenakan nilai Mission merupakan suatu bentuk data yang
panjang gelombang yang ditangkap adalah menyediakan informasi tentang ketinggian
hampir sama yaitu panjang gelombang tempat atau biasa disebut DEM (Digital
inframerah termal. Namun antara kanal dari Elevation Model). Data ini diperoleh dari
masing-masing sensor mempunyai perbedaan sistem radar yang dipasang pada Pesawat
utama dalam penyerapan uap air. Saluran ruang angkasa selama 11 hari.
6
R scale = Nilai radiance scale pada kanal ke-i 3.3.2.3 Konversi Nilai Suhu Kecerahan
(W m-2 μm-1 sr-1) menjadi Nilai Suhu Permukaan
R offset = Nilai radiance offset pada kanal ke- Estimasi nilai suhu permukaan dari
i (Dimensionless) citra MODIS dapat diduga dari nilai suhu
SI = Nilai konversi radiansi pada kanal kecerahannya. Persamaan yang digunakan
ke-i dalam skala bilangan bulat merupakan persamaan algoritma split window
(Dimensionless) dengan memasukkan faktor-faktor utama
seperti emisivitas dan suhu kecerahan.
Penentuan atribut nilai radiance
Persamaan-persamaan yang digunakan adalah
scale dan radiance offset dapat dilihat pada
sebagai berikut :
Scientific Data Sets (SDS) MODIS. Selain itu,
penentuan atribut tersebut dapat juga Price (1984)
menggunakan persamaan sebagai berikut: 5.5 – ε31
Ts = [[Tb31 + 3.33 (Tb31 – Tb32 )] ]+
4.5
(L λ max – L λ min )
Radiance scales = [0.75 Tb32 ε31 – ε32 ]]
32767
Becker and Li (1990)
(32767 L λ min )
Radiance_offsets = − Ts = [1.274 + [
Tb31 + Tb32
] (1 + 0.15616 ε1bl –
(L λ max − L λ min ) 2
Tb31 + Tb32
0.482 ε2bl ) + (6.26 + 3.98 ε1bl
3.3.2.2 Konversi Nilai Spectral Radiance 2
menjadi Brightness Temperature – 38.33ε2bl )] ]
Nilai brightness temperature (suhu
kecerahan) dapat dihitung dari konversi nilai Vidal (1991)
spectral radiance dengan menerapkan hukum Ts = Tb31 + [2.78 (Tb31 –Tb32 )] [50 ε1bl ] –
Planck dari radiasi benda hitam (Janssen [300 ε3v ]
2001). Benda hitam merupakan benda yang
mampu menyerap seluruh energi dan mampu Ulivieri (1992)
mengemisikan kembali semuannya. Hukum Ts = Tb31 + [1.8 (Tb31 –Tb32 )] + [48 (1 –ε)] –
Planck dapat digunakan untuk menghitung [75 ∆ε]
intensitas radiasi yang dipancarkan oleh suatu
objek permukaan. Persamaan yang digunakan Sobrino (1993)
adalah sebagai berikut : Ts = Tb31 + [1.06 (Tb31 –Tb32 )] + [0.46
[(Tb31–Tb32)]] + [53 (1 –ε3l )] – [53(ε3l –
hc
Tb = ε32 )]
2 hc 2 λ −5
kλ (ln L + 1)
λ Price modifikasi Sobrino (1994)
2 hc 7.6 –ε31
Jika C1 = 2 hc dan C2 = Ts = [[Tb31 + 2.79 (Tb31 –Tb32 )] ]+
k 6.6
maka persamaan tersebut menjadi : [0.26 Tb32 ε31 – ε32 ]
C2
Tb = C 1 λ −5 Ulivieri modifikasi Sobrino (1994)
λ (ln Lλ
+ 1) Ts = Tb31 + [2.76 (Tb31 –Tb32 )] + [38.6 (1 –
ε)] – [96 ∆ε]
Keterangan :
Lλ = Spektral radiance (Wm-2 μm-1 sr-1) Coll (1997)
Tb = Suhu kecerahan (K) Ts = Tb31 + [2.13 (Tb31 –Tb32 )] + 0.18 + [50
h = Konstanta Planck (6.62076 x 10-34 J s) (1 –ε3l )] – [200 ∆ε]
c = Kecepatan cahaya (2.9979 x108 m s-1)
k = Konstanta Boltzmann dengan
(1.386058 x 10-23 J K-1) ∆ε = (ε31 − ε32 ) ε = (ε31 + ε32 )/2
C1 = Konstanta radiasi pertama
ε1bl = (1 − ε)/ε ε2bl = (∆ε/ (ε)2
(1,191044 x 108 Wm-2 sr-1(μm-1)-4)
ε3v = ∆ε/ (ε)
C2 = Konstanta radiasi kedua
(1,4387 x 104μmK) Keterangan:
λ = Nilai tengah panjang gelombang kanal Ts = Suhu Permukaan (K)
31 (10,78-11,28 μm) dan kanal 32 Tbi = Suhu Kecerahan kanal ke-i (K)
(11,77-12,27 μm) εi = Emisivitas Objek kanal ke-i
9
Tabel 2 Perbandingan parameter statistik pada setiap masing–masing kanal (20 Juli 2002)
Statistik Kanal 1 Kanal 4 Kanal 3 Kanal 31 Kanal 32
RMSE 0.0267 0.0242 0.0253 0.1000 0.0766
Koefisien Korelasi 0.9639 0.9709 0.9658 0.9781 0.9960
Tabel 3 Perbandingan parameter statistik pada setiap masing–masing kanal (15 Oktober 2002)
Statistik Kanal 1 Kanal 4 Kanal 3 Kanal 31 Kanal 32
RMSE 0.0287 0.0237 0.0259 0.1686 0.1345
Koefisien Korelasi 0.8371 0.9036 0.8513 0.9419 0.9908
Tabel 4 Perbandingan parameter statistik pada setiap masing–masing kanal (12 Juni 2003)
Statistik Kanal 1 Kanal 4 Kanal 3 Kanal 31 Kanal 32
RMSE 0.0167 0.0142 0.0154 0.0865 0.0691
Koefisien Korelasi 0.8567 0.9489 0.8988 0.9693 0.9962
Tabel 5 Perbandingan parameter statistik pada setiap masing–masing kanal (23 September 2003)
Statistik Kanal 1 Kanal 4 Kanal 3 Kanal 31 Kanal 32
RMSE 0.0392 0.0351 0.0370 0.1747 0.1424
Koefisien Korelasi 0.8233 0.8635 0.8335 0.9629 0.9895
menginterpretasikan bahwa 98% atau 96% sebenarnya yang dilepaskan oleh permukaan
keragaman dari nilai suhu kecerahan kanal 31 daratan, tetapi nilai tersebut merupakan nilai
dapat diterangkan oleh keragaman dari nilai emisi yang dihasilkan oleh permukaan awan.
suhu kecerahan kanal 32. Nilai koefisien Pemisahan awan menggunakan emisi dari
determinasi (R2) yang tinggi pada grafik akan permukaan bumi, sangat sulit untuk
menyebabkan koefisien korelasi (r) yang membedakan karakteristik awan dan daratan.
dihasilkan juga tinggi sehingga kedua kanal Oleh karena itu, pemisahan penutupan awan
tersebut mempunyai hubungan yang yang baik dapat dilakukan melalui pendekatan
berkorelasi positif atau mempunyai nilai albedo atau nilai reflektannya
keidentikkan. Akibat korelasi positif dari menggunakan kanal reflektan 1, 4, dan 3.
kedua nilai suhu kecerahan, maka nilai suhu Gambar 10 dan Gambar 11
kecerahan dapat dihubungkan dengan menunjukkan perbandingan citra true colour
menggunakan suatu algoritma dari simulasi kanal 1, 4, dan 3 dengan nilai rata-rata albedo
untuk mendapatkan nilai suhu permukaan. dari permukaan awan pada tanggal 20 Juli
Semakin besar nilai koefisien determinasi (R2) 2002 dan 23 September 2003 sebagai contoh,
maka dapat dikatakan hasil model adalah baik. dimana nilai piksel yang berwarna kisaran
merah hingga kuning menginterpretasikan
4.2.2 Pemisahan Penutupan Awan (Cloud nilai kisaran albedo permukaan awan terendah
Masking) hingga tertinggi. Persamaan USGS dan
Energi radiasi matahari yang datang ke Xiaming Xiao untuk menghitung albedo dan
permukaan bumi, sebagian ada yang diserap pemisahan awan mampu membuktikan bahwa
oleh permukaan dan ada juga yang dilepaskan pemisahan awan melalui pendekatan albedo
oleh permukaan dalam bentuk emisi termal. dapat dilakukan dalam penginderaan jauh
Nilai emisi yang dilepas oleh permukaan yang dengan menggunakan sensor MODIS kanal
tertutup oleh awan bukanlah nilai emisi reflektan 1, 4, dan 3.
Gambar 10 Citra true colour kanal 1, 4, dan 3 serta albedo rata-rata awan kanal 1, 4, dan 3
setelah dilakukan pemisahan awan (20 Juli 2002)
Gambar 11 Citra true colour kanal 1, 4, dan 3 serta albedo rata-rata awan kanal 1, 4, dan 3
setelah dilakukan pemisahan awan (23 September 2003)
14
4.2.3 Suhu Permukaan Lahan (Land menghasilkan nilai suhu permukaan rata-rata
Surface Temperature) yang paling tinggi sedangkan algoritma
Suhu permukaan sangat mempengaruhi Ulivieri menghasilkan nilai suhu permukaan
jumlah energi untuk memindahkan panas dari rata-rata yang paling rendah untuk wilayah
permukaan ke udara. Energi tersebut menjadi kajian.
sumber pembangkit gradien suhu, gradien
kecepatan, dan gradien konsentrasi. Gradien 4.3 Hubungan Nilai Suhu Permukaan
tersebut merupakan penggerak pada proses dengan Parameter-Parameter lainnya
pemindahan massa, bahang, dan momentum. 4.3.1 Hubungan Suhu Permukaan dengan
Nilai suhu permukaan lahan sangat Nilai Ketinggian
dipengaruhi berbagai faktor–faktor yang Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mempengaruhinya seperti emisivitas, nilai dari suhu permukaan pada citra MODIS
kapasitas panas jenis, dan konduktivitas berbeda secara nyata dengan berbagai faktor-
termal pada lahan tersebut. faktor yang mempengaruhinya (Gambar 12,
Tabel 10 dan Tabel 11 menunjukkan 13, 14, dan 15). Nilai suhu permukaan pada
nilai rata-rata suhu permukaan dari seluruh citra MODIS akan cenderung menurun dengan
wilayah kajian. Nilai rata-rata suhu bertambahnya suatu ketinggian. Hal ini dapat
permukaan tertinggi berada pada algoritma dilihat dari nilai koefisien korelasi yang
Vidal yaitu sebesar 310C (20 Juli 2002), 37 0C dihasilkan bernilai negatif yang menunjukkan
(15 Oktober 2002), 32.4 0C (12 Juni 2003), bahwa hubungan nilai suhu permukaan dan
36.2 0C (23 September 2003) sedangkan nilai nilai ketinggian adalah berbanding terbalik
rata-rata suhu permukaan rata-rata terendah (Gambar 12, 13, 14 dan 15). Selain itu, pada
berada pada algoritma Ulivieri sebesar 27.9 0C satu ketinggian yang sama nilai suhu
(20 Juli 2002), 33.7 0C (15 Oktober 2002), permukaan yang didapatkan sangat beragam,
30.2 0C (12 Juni 2003), 33.9 0C (23 September sehingga koefisien determinasi yang
2003). dihasilkan sangat kecil. Nilai koefisien
determinasi yang kecil mengindikasikan
Tabel 10 Nilai rata–rata SP seluruh wilayah bahwa bukan hanya faktor ketinggian yang
kajian (tahun 2002) mampu direspon oleh sensor satelit namun
Rata-rata SP seluruh masih banyak faktor–faktor lain yang mampu
Jenis Algoritma wilayah kajian (oC) direspon sensor seperti penutupan lahan, sudut
20-Jul-02 15-Okt-02 zenith matahari, bayangan awan dan berbagai
Vidal 31.0 37.0 macam efek atmosferik lainnya.
Ulivieri 27.9 33.7 Perbedaan nilai koefisien korelasi dan
Coll 29.4 35.2 koefisien determinasi sangat dipengaruhi oleh
Sobrino 28.8 35.0 perbedaan sudut zenith matahari (sudut
Price 30.3 36.4 kemiringan sinar matahari–permukaan–
Becker and Li 29.9 35.9 satelit). Sudut zenith matahari sangat
Ulivieri [Sobrino] 30.0 36.0 mempengaruhi ketelitian sensor terhadap
Price [Sobrino] 29.0 35.0 penentuan nilai SPL. Pada tahun 2002, rata-
rata nilai koefisien determinasi terbesar
Tabel 11 Nilai rata–rata SP seluruh wilayah (seluruh algoritma) didapat pada bulan Juli
kajian (tahun 2003) sebesar 0.5761 dengan rata-rata koefisien
Rata-rata SP seluruh korelasi (seluruh algoritma) sebesar -0.7585
wilayah kajian (oC) sedangkan rata-rata nilai koefisien determinasi
Jenis Algoritma
terendah (seluruh algoritma) didapat pada
12-Jun-03 23-Sep-03
bulan Oktober sebesar 0.2250 dengan rata-rata
Vidal 32.4 36.2 koefisien korelasi (seluruh algoritma) sebesar
Ulivieri 30.2 33.9 -0.4735. Selanjutnya pada tahun 2003, rata-
Coll 31.5 35.1 rata nilai koefisien determinasi terbesar
Sobrino 30.3 34.1 (seluruh algoritma) didapat pada bulan Juni
Price 31.1 35.1 sebesar 0.4584 dengan rata-rata koefisien
Becker and Li 31.5 35.3 korelasi (seluruh algoritma) sebesar -0.6764
Ulivieri [Sobrino] 31.4 35.3 sedangkan rata–rata nilai koefisien
Price [Sobrino] 30.4 34.3 determinasi terendah (seluruh algoritma)
didapat pada bulan September sebesar 0.3576
Hasil perhitungan (Tabel 10 dan 11) dengan rata-rata koefisien korelasi (seluruh
menunjukkan bahwa algoritma Vidal algoritma) sebesar -0.5975.
15
Gambar 12 Hubungan nilai suhu permukaan pada berbagai ketinggian (20 Juli 2002)
16
Gambar 13 Hubungan nilai suhu permukaan pada berbagai ketinggian (15 Oktober 2002)
17
Gambar 14 Hubungan nilai suhu permukaan pada berbagai ketinggian (12 Juni 2003)
18
Gambar 15 Hubungan nilai suhu permukaan pada berbagai ketinggian(23 September 2003)
19
Gambar 16 Peta garis transek wilayah kajian (20 Juli 2002, 15 Oktober 2002, 12 Juni 2003, dan
23 September 2003)
20
Gambar 17 Hubungan nilai suhu permukaan dengan ketinggian pada garis transek kuning (Kiri)
dan garis transek hijau (Kanan) (20 Juli 2002)
Gambar 18 Hubungan nilai suhu permukaan dengan ketinggian pada garis transek kuning (Kiri)
dan garis transek hijau (Kanan) (15 Oktober 2002)
21
Gambar 19 Hubungan nilai suhu permukaan dengan ketinggian pada garis transek kuning (Kiri)
dan garis transek hijau (Kanan) (12 Juni 2003)
Gambar 20 Hubungan nilai suhu permukaan dengan ketinggian pada garis transek kuning (Kiri)
dan garis transek hijau (Kanan) (23 September 2003)
22
Hasil analisis transek menunjukkan SPL tertinggi terdapat pada lahan terbuka dan
bahwa perubahan nilai suhu permukaan (SP) lahan terbangun. Pada lahan terbuka
berbanding terbalik dengan bertambahnya didominasi oleh algoritma Vidal, Ulivieri,
suatu ketinggian. Ketika bertambahnya suatu Sobrino, Coll, Ulivieri modifikasi Sobrino
ketinggian, nilai suhu permukaan akan dengan rataan sebesar 39.3 0C dan lahan
menurun dan begitu pula sebaliknya. Pola terbangun didominasi oleh algoritma Price,
perubahan itu terkadang berbeda dari keadaan Becker and Li, dan Price modifikasi Sobrino
sebenarnya seperti terjadi peningkatan SP dengan rataan sebesar 38.5 0C sedangkan nilai
ketika bertambahnya suatu ketinggian. Hal ini SPL terendah terdapat pada lahan hutan
menunjukkan bahwa bukan hanya variabel (seluruh algoritma) dengan rataan sebesar
ketinggian yang mampu direspon sensor 30.70C. Pada tanggal 12 Juni 2003, nilai SPL
namun masih banyak faktor–faktor lain yang tertinggi terdapat pada lahan terbuka dengan
mampu direspon oleh sensor dalam rataan sebesar 35.0 0C sedangkan nilai SPL
menentukan perubahan nilai suhu permukaan. terendah terdapat pada lahan hutan (seluruh
Sebagai contoh, pada transek kuning (Gambar algoritma) dengan rataan sebesar 26.7 0C.
17, 18, 19 dan 20) dapat dilihat bahwa nilai Lalu pada tanggal 23 September 2003, nilai
suhu permukaan pada wilayah ketinggian SPL tertinggi terdapat pada lahan terbuka
rendah di bagian utara (Jakarta) nilainya lebih dengan rataan sebesar 39.4 0C sedangkan nilai
tinggi dibandingkan wilayah ketinggian SPL terendah terdapat pada lahan hutan
rendah di bagian selatan (Sukabumi). Hal ini sebesar 29.5 0C pada seluruh jenis algoritma.
disebabkan, pada wilayah utara merupakan Lahan terbuka dan lahan terbangun
pusat pemukiman dan lahan terbangun. Oleh merupakan lahan yang cepat menyerap panas
karena itu, sangat dimungkinkan bahwa dan cepat melepaskan panas, akibat dari nilai
penggunaan lahan dapat menentukan emisivitas, kapasitas panas jenisnya yang
perubahan nilai suhu dari suatu permukaan rendah dan nilai konduktivitas termalnya yang
tinggi sehingga suhu permukaan pada lahan
4.3.2 Hubungan Suhu Permukaan dengan terbuka akan jauh lebih tinggi dibandingkan
Penutupan Lahan dengan jenis lahan lainnya. Suatu objek di
Seperti yang dijelaskan pada subbab permukaan yang memiliki emisivitas dan
sebelumnya, perubahan nilai suhu permukaan kapasitas panas jenis rendah, sedangkan
tidak hanya dipengaruhi oleh dari ketinggian konduktivitas termalnya tinggi akan
dari suatu daerah, terkadang nilainya menyebabkan suhu permukaannya meningkat.
meningkat dan menurun pada ketinggian yang Selain itu juga, pada lahan ini peningkatan
tetap. Perbedaan ini salah satunya dipengaruhi suhu permukaan dapat disebabkan dari
oleh aktivitas dari penggunaan lahan. peningkatan populasi manusia di lahan ini,
Penutupan lahan secara tidak langsung yang berdampak pada banyaknya aktivitas–
memberikan pengaruh terhadap suhu di dalam aktivitas yang dilakukan oleh manusia seperti
dan di sekitar penutupan lahan tersebut (Tabel pembangunan infrastruktur perhubungan dan
12, 13, 14, 15 dan Gambar 21, 22, 23, 24, jalan, pembangunan tata kota yang rapat tanpa
25). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai ada tempat untuk ruang terbuka hijau.
dari suhu permukaan pada berbagai penutupan Lahan hutan merupakan lahan yang
lahan berbeda secara nyata walaupun mampu menyerap sebagian besar radiasi
perbedaanya tidak besar. Hal ini menunjukkan matahari untuk proses fotosintesis. Radiasi
bahwa perubahan penutupan lahan secara yang telah diserap oleh jenis hutan tidak
signifikan merubah nilai-nilai pada setiap mudah untuk dilepaskan semuanya ke udara
komponen nilai suhu permukaan. akibat dari nilai emisivitas, kapasitas jenisnya
Pada tanggal 20 Juli 2002, nilai SPL yang lebih tinggi dan konduktivitas termal
tertinggi terdapat pada lahan terbuka dan yang rendah. Kapasitas panas jenis yang tinggi
lahan terbangun. Pada lahan terbuka disebabkan pada tubuh hutan banyak
didominasi oleh algoritma Vidal, Ulivieri, menyimpan air. Suatu objek di permukaan
Sobrino, Coll, Ulivieri modifikasi Sobrino yang memiliki emisivitas dan kapasitas panas
dengan rataan sebesar 33.3 0C dan lahan jenis tinggi, sedangkan konduktivitas
terbangun didominasi oleh algoritma Price, termalnya rendah akan menyebabkan suhu
Becker and Li, dan Price modifikasi Sobrino permukaannya menurun.
dengan rataan sebesar 32.3 0C sedangkan nilai Perbedaan nilai suhu permukaan dari
SPL terendah terdapat pada lahan hutan setiap penutupan lahan ini akan digunakan
(seluruh algoritma) dengan rataan sebesar sebagai analisis perubahan penutupan lahan
25.4 0C. Pada tanggal 15 Oktober 2002, nilai secara spesifik pada tahapan selanjutnya.
23
Tabel 12 Nilai rataan suhu permukaan dari berbagai jenis penutupan lahan dengan beberapa
algoritma (20 Juli 2002)
Suhu Permukaan (Ts)
CLASS Ulivieri Price
Vidal Ulivieri Coll Sobrino Price Becker_Li [Sobrino] [Sobrino]
Badan Air 28.7 27.4 27.7 28.2 30.8 30.6 29.4 29.5
Hutan 26.5 24.2 25.3 24.4 25.9 26.0 25.7 25.0
Lahan Pertanian 31.0 27.8 29.4 28.6 30.3 29.9 29.9 29.1
Lahan Terbangun 34.7 30.7 32.6 32.0 33.0 32.3 33.0 31.6
Lahan Terbuka 36.1 30.9 33.7 32.4 32.7 31.9 33.4 31.3
Semak / Belukar 29.0 26.8 27.7 27.4 29.0 28.8 28.6 27.8
Rata-rata 31.0 27.9 29.4 28.8 30.3 29.9 30.0 29.0
40.0
Jenis-jenis Algoritma
35.0
SuhuPermukaan (oC)
30.0
Hutan
20.0
Lahan Pertanian
15.0
Lahan Terbangun
10.0
Lahan Terbuka
5.0 Semak Belukar
0.0
Vidal Ulivieri Coll Sobrino
40.0
Jenis-Jenis Algoritma
35.0
SuhuPermukaan (oC)
30.0
Hutan
20.0
Lahan Pertanian
15.0
Lahan Terbangun
10.0
Lahan Terbuka
5.0 Semak Belukar
0.0
Price Becker and Li Ulivieri[Sobrino] Price[Sobrino]
Gambar 21 Nilai rataan suhu permukaan dari berbagai jenis penutupan lahan dengan beberapa
algoritma (20 Juli 2002)
24
Tabel 13 Nilai rataan suhu permukaan dari berbagai jenis penutupan lahan dengan beberapa
algoritma (15 Oktober 2002)
Suhu Permukaan (Ts)
CLASS Ulivieri Price
Vidal Ulivieri Coll Sobrino Price Becker_Li [Sobrino] [Sobrino]
Badan Air 34.4 32.8 33.3 34.1 36.7 36.3 35.1 35.2
Hutan 31.8 29.4 30.6 29.8 31.2 31.3 31.0 30.3
Lahan Pertanian 37.8 34.3 36.0 35.7 37.3 36.7 36.7 35.9
Lahan Terbangun 40.8 36.5 38.6 38.5 39.3 38.4 39.1 37.7
Lahan Terbuka 42.1 36.6 39.4 38.7 38.9 37.9 39.4 37.4
Semak / Belukar 34.9 32.6 33.6 33.3 34.9 34.7 34.5 33.7
Rata-rata 37.0 33.7 35.2 35.0 36.4 35.9 36.0 35.0
45.0
Jenis-jenis Algoritma
40.0
35.0
SuhuPermukaan (oC)
30.0
Badan Air
25.0 Hutan
20.0 Lahan Pertanian
0.0
Vidal Ulivieri Coll Sobrino
40.0
SuhuPermukaan (oC)
35.0
25.0 Hutan
Lahan Pertanian
20.0
Lahan Terbangun
15.0
Lahan Terbuka
10.0 Semak Belukar
5.0
0.0
Price Becker and Li Ulivieri[Sobrino] Price[Sobrino]
Gambar 22 Nilai rataan suhu permukaan dari berbagai jenis penutupan lahan dengan beberapa
algoritma (15 Oktober 2002)
25
Tabel 14 Nilai rataan suhu permukaan dari berbagai jenis penutupan lahan dengan beberapa
algoritma (12 Juni 2003)
Suhu Permukaan (Ts)
CLASS Ulivieri Price
Vidal Ulivieri Coll Sobrino Price Becker_Li [Sobrino] [Sobrino]
Badan Air 29.8 29.4 29.5 29.3 31.4 31.7 30.5 30.6
Hutan 27.6 26.2 27.1 26.1 26.5 27.3 26.9 26.1
Lahan Pertanian 32.4 30.1 31.4 30.1 31.1 31.5 31.3 30.4
Lahan Terbangun 36.4 33.4 35.0 33.6 34.1 34.3 34.7 33.3
Lahan Terbuka 38.2 34.1 36.5 34.2 34.1 34.4 35.5 33.4
Semak / Belukar 29.8 28.7 29.3 28.5 29.2 29.8 29.4 28.6
Rata-rata 32.4 30.2 31.5 30.3 31.1 31.5 31.4 30.4
45.0
Jenis-jenis Algoritma
40.0
35.0
SuhuPermukaan (oC)
30.0
Badan Air
25.0 Hutan
20.0 Lahan Pertanian
0.0
Vidal Ulivieri Coll Sobrino
35.0
SuhuPermukaan (oC)
30.0
Badan Air
25.0
Hutan
20.0 Lahan Pertanian
15.0 Lahan Terbangun
Lahan Terbuka
10.0
Semak Belukar
5.0
0.0
Price Becker and Li Ulivieri[Sobrino] Price[Sobrino]
Gambar 23 Nilai rataan suhu permukaan dari berbagai jenis penutupan lahan dengan beberapa
algoritma (12 Juni 2003)
26
Tabel 15 Nilai rataan suhu permukaan dari berbagai jenis penutupan lahan dengan beberapa
algoritma (23 September 2003)
Suhu Permukaan (Ts)
CLASS Ulivieri Price
Vidal Ulivieri Coll Sobrino Price Becker_Li [Sobrino] [Sobrino]
Badan Air 33.9 33.2 33.4 33.3 35.6 35.8 34.6 34.7
Hutan 30.5 28.9 29.8 28.8 29.5 30.1 29.7 29.0
Lahan Pertanian 36.7 34.2 35.6 34.4 35.6 35.8 35.7 34.8
Lahan Terbangun 40.4 37.2 38.9 37.6 38.2 38.3 38.7 37.3
Lahan Terbuka 42.7 38.1 40.6 38.7 38.8 38.7 39.9 37.9
Semak / Belukar 33.3 31.9 32.6 31.9 32.9 33.3 32.9 32.2
Rata-rata 36.2 33.9 35.1 34.1 35.1 35.3 35.3 34.3
45.0
Jenis-jenis Algoritma
40.0
35.0
SuhuPermukaan (oC)
0.0
Vidal Ulivieri Coll Sobrino
40.0
SuhuPermukaan (oC)
35.0
0.0
Price Becker and Li Ulivieri[Sobrino] Price[Sobrino]
Gambar 24 Nilai rataan suhu permukaan dari berbagai jenis penutupan lahan dengan beberapa
algoritma (23 September 2003)
27
Gambar 26 Hubungan dari nilai rataan nilai suhu permukaan (Vidal) di berbagai ketinggian dan
berbagai klasifikasi lahan dengan i, ii, iii, iv adalah 20 Juli 2002, 15 Oktober 2002, 12
Juni 2003, 23 September 2003
Gambar 27 Hubungan dari nilai rataan nilai suhu permukaan (Coll) di berbagai ketinggian dan
berbagai klasifikasi lahan dengan i, ii, iii, iv adalah 20 Juli 2002, 15 Oktober 2002, 12
Juni 2003, 23 September 2003
29
LAMPIRAN
32
Lampiran 2 Gambar dari data Terra-MODIS L1B (R, G, B, Kanal 1, 4, dan 3) pada 20 Juli 2002
(10:05 AM), 15 Oktober 2002 (10:10 AM), 12 Juni 2003 (10:10 AM), dan 23
September 2003 (10:15 AM)
Orbit 705 km, 10:30, menuju selatan (Terra) atau 13:30 menuju utara
(Aqua), sun-synchronous, near-polar, circular
2 h c2
Lλ = hc
λ5 eλ k T b − 1
2 h c2 1
Lλ =
λ5 hc
e λ k Tb
− 1
Lλ λ5 1
=
2 h c2 hc
e λ k Tb
− 1
2 h c2 hc
+1 = eλ k T b
Lλ λ5
2 h c 2 λ−5 hc
ln + 1 =
Lλ λ k Tb
hc
Tb = 2 hc 2 λ −5
atau dalam satuan 0 C menjadi
kλ ln +1
Lλ
hc
Tb ( 0 C ) = 2 hc 2 λ −5
− 273.15
kλ ln +1
Lλ
hc
Jika C1 = 2 h c 2 dan C2 = maka persamaan tersebut menjadi :
k
C2
Tb = C 1 λ −5
− 273.15
λ ( ln + 1)
Lλ
Keterangan :
Lλ = Spektral radiance (Wm-2μm-1 sr-1)
Tb = Suhu kecerahan (0C)
h = Konstanta Planck (6.62076 x 10-34 J s) atau (6.62076 x 10-22 Kg μm2 s-1)
c = Kecepatan cahaya (2.9979 x108 m s-1) atau (2.9979 x1014μm s-1)
k = Konstanta Boltzmann (1.386058 x 10-23 J K-1)
C1 = Konstanta radiasi pertama (1,191044 x 10 8 Wm-2 sr-1(μm-1)-4)
C2 = Konstanta radiasi kedua (1,4387 x 104 μmK)
λ = Nilai tengah panjang gelombang kanal 31 (10,78-11,28 μm) dan kanal 32 (11,77-12,27
μm)
Catatan :
1 Joule = 1 Kg m2 s-2 , 1 m = 106 μm
Untuk mencari konstanta radiasi pertama gunakan konstanta Planck dengan satuan (Kg μm2 s-2)
dan kecepatan cahaya dengan satuan (μm s-1)
Untuk mencari konstanta radiasi kedua gunakan konstanta Planck dengan satuan (J s), kecepatan
cahaya dengan satuan (μm s-1) dan konstanta Boltzmann dengan satuan J K-1
36
Lampiran 7 Rata-rata nilai parameter solar spectral irradiance Terra/Aqua MODIS L1B
TERRA AQUA
2
Kanal Esun(W/m µm) Band Esun(W/m2 µm)
1 1606.17 1 1608.05
2 992.2 2 991.33
3 2087.94 3 2088.17
4 1865.94 4 1865.27
5 474.34 5 474.94
6 240.23 6 240.61
7 90.33 7 90.4
8 1745.75 8 1747.74
9 1903.77 9 1906.19
10 1980.94 10 1977.14
11 1884.19 11 1885.26
12 1892.24 12 1892.84
13L 1548.18 13L 1547.47
13H 1548.18 13H 1547.47
14L 1508.14 14L 1506.12
14H 1508.14 14H 1506.12
15 1294.8 15 1294.69
16 973 16 973.21
17 934.8 17 934.5
18 873.7 18 872.39
19 873.2 19 873.11
26 364.95 26 365.07
Sumber: http://mcst.gsfc.nasa.gov/calibration/parameters
Catatan :
0.4-0.8 micron from Thuillier et al., 1998;
0.8-1.1 micron from Neckel and Labs, 1984;
Above 1.1 micron from Smith and Gottlieb, 1974.
37
Lampiran 8 Pengambilan 11 titik GCP untuk koreksi geometrik dengan mencocokkan pada
koordinat peta vektornya (20 Juli 2002)
Lampiran 9 Pengambilan 11 titik GCP untuk koreksi geometrik dengan mencocokkan pada
koordinat peta vektornya (15 Oktober 2002)
Lampiran 10 Pengambilan 11 titik GCP untuk koreksi geometrik dengan mencocokkan pada
koordinat peta vektornya (12 Juni 2003)
Lampiran 11 Pengambilan 11 titik GCP untuk koreksi geometrik dengan mencocokkan pada
koordinat peta vektornya (23 September 2003)
38