Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH ILMIAH PEMBUATAN PETA RAWAN KONFLIK

KABUPATEN TULANG BAWANG PROVINSI LAMPUNG

OLEH:

IKHBAL YESA FRANDIKA PUTRA

1715013026

JURUSAN TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1. LETAK, LUAS, DAN BATAS WILAYAH

A. Kabupaten Tulang Bawang setelah dimekarkanmemiliki luas wilayah ± 4.385,84


Km2. Terletak antar 3°50’- 4°40’ LS dan 104°58’- 105°52’ BT
B. Kabupaten Tulang Bawang terletak dibagian hilir dari 2 (dua) sungai besar yaitu
Way Tulang Bawang dan Way Mesuji
C. Hampir sebagian besar wilayah kabupaten Tulang Bawang merupakan daerah
dataran dan rawa serta alluvial. Dengan jenis tanah penyusun terdiri dari aluvial,
regosol, andosol, podsolik coklat, latosol dan podsolik merah kuning
D. Kabupaten Tulang Bawang pintu gerbang jalur lintas timur menuju dan keluar
dari Propinsi Lampung, yang berbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ilir
(OKI) Propinsi Sumatera Selatan, serta Laut Jawa. Infrastruktur Transportasi darat
didukung Jalur Lintas Timur dan Jalur Lintas Pantai Timur yang memperpendek
jalur ekonomi barang dan jasa ke Pulau Jawa dan dari Pulau Jawa ke Pulau
Sumatera.
E. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2005, secara administrasi
Kabupaten Tulang Bawang terdiri dari 24 Kecamatan. Namun setelah wilayahnya
dimekarkan pada tahun 2008 yang disyahkan melalui UU No 49 Tahun 2008 dan
UU No 50 Tahun 2008, menjadi 3 Kabupaten yaitu Kabupaten Induk Kabupaten
Tulang Bawang dan dua Kabupaten baru, Kabupaten Tulang Bawang Barat dan
Mesuji otomatis jumlah Kecamatan di Kabupaten Tulang Bawang berkurang
menjadi 15 Kecamatan, 4 Kelurahan dan 148 Kampung.

2. Konflik

Konflik berasal dari kata kerja latin configure yang bermakna saling memukul.
Sedangkan secara sosiologis konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih maupun antar kelompok dimana salah satu orang ataupun salah satu
kelompok berusaha menyingkirkan ataupun menghancurkan yang lain. Konflik juga
dapat mengandung pengertian yang sangat luas, mulai dari konflik kecil antar
individu, konflik antar keluarga sampai konflik antar kampong dan bahkan sampai
dengan konflik antar masyarakat yang melibatkan kelompok yang lebih besar.
3. Sumber Konflik

Brown (1988) dalam bukunya menjelaskan tentang enam perspektif yang


dapat digunakan untuk memahami konflik. Pertama, konflik akan lebih rentan terjadi
pada negara baru terlebih jika negara tersebut merupakan negara bekas jajahan rezim
kolonial yang kuat, karena seringkali konflik etnis yang digunakan oleh penjajah
untuk melanggengkan kekuasaannya, dengan jalan “mengadu-domba” antar
masyarakat jajahannya sendiri. Kedua, masalah ekonomi mampu meningkatkan dan
memunculkan rasa ke-etnis-an. Hal tersebut terjadi ketika lahan suatu masyarakat
digunakan oleh masyarakat lain untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat lain.
Kondisi tersebut perlahan akan menumbuhkan gejolak dalam diri masyarakat pribumi
selaku pemilik asli lahan tersebut. Ketiga, apabila rasa ke-etnis-an suatu komunitas
masyarakat sudah terlampau tinggi, maka akan sulit bagi komunitas tersebut untuk
menerima kehadiran komunitas masyarakat lain. Perspektif yang keempat terfokus
pada aktifitas upaya manipulatif para elit etnis minoritas yang berusaha untuk
mempromosikan kepentingannya individunya sendiri dengan cara menonjolkan sisi
etnisitasnya. Perspektif yang kelima adalah bahwa gerakan separatisme muncul dalam
komplikasi situasi dan kondisi tertentu, sehingga perlu dilihat lebih jauh lagi kondisi
seperti apa yang secara ekslusif menyebabkan kemunculan gerakan atau kelompok
separatisme. Perspektif yang terakhir adalah bahwa separatisme merupakan
pemberontakan yang komunal apabila pemberontakan tersebut terjadi pada etnis
minoritas. Kelima perspektif ini merupakan potensi-potensi konflik yang pada
akhirnya akan bermuara pada konflik yang terjadi antar masyarakat itu sendiri
maupun masyarakat dengan pemerintahnya.

4. Kerangka Konsep
Dalam menggambarkan tingkat kerawanan terhadap konflik di suatu wilayah,
dilakukan dengan mengukur lima indikator utama, yaitu indikator kemiskinan,
kepadatan penduduk, kekumuhan, banyaknya tindak pidana dan banyak kejadian
tawuran.
BAB II

PEMBAHASAN

1. DATA PARAMETER
Data parameter dipakai untuk menentukan skoring dari tiap tiap daerah. Dengan
begitu kemudian bisa dilakukan pembobotan. Parameter yang di pakai adalah:
a. Kepadatan penduduk penduduk
b. Kemiskinan
c. Kekumuhan
d. Tindak pidana
e. Tawuran
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari tugas ini adalah sebuah peta rawan konflik Kabupaten Tulang Bawang Provinsi
Lampung :

Daerah yang memiliki kerawanan konflik tinggi adalah kecamatan:

1. RAWAJITU
2. RAWAJITU TIMUR
3. RAWAJITU SELATAN
4. DENTETELADAS

Anda mungkin juga menyukai