Anda di halaman 1dari 26

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Penginderaan jauh merupakan salah satu alternatif dalam menyelesaikan
suatu permasalahan keruangan. Dalam perkembangannya sendiri penginderaan
jauh mengalami kemajuan yang pesat seiring perkembangan teknologi informasi.
Penginderaan jauh tidak hanya berorientasi pada teknologi satelit sebagai wahana
sensor penginderaan jauh (Rusdi 2005), akan tetapi juga analisis informasi yang
dihasilkan untuk menghasilkan informasi tertentu, seperti definisi berikut
Lindergren.
Remote sensing refers to the variety of techniques that have been
depeloped for acquisition an analysis of information about the earth. This
information is typically in the form of electromagnetic radiation that has
either been reflected or emitted from the earth surface Lindgren (1985)

Menurut pengertian diatas penginderaan jauh merupakan teknik yang


dikembangkan untuk memperoleh maupun menganalisis informasi yang ada di
bumi. Informasi yang diperoleh dan analisis tersebut khusus berbentuk radiasi
elektromagnetik yang dipantulkan dan dipancarkan oleh objek dimuka bumi.
Perkembangan penginderaan jauh dalam bidang wahana dan sensor dapat
dirasakan dengan semakin beraneka ragamnya data penginderaan jauh baik dalam
segi resolusi spektral, resolusi spasial dan resolusi temporal yang dihasilkan.
Teknologi penginderaan jauh ini memudahkan dalam segi perolehan data yang
cepat, biaya yang lebih murah, cakupan yang lebih luas maupun keterjangkaun
dan aksesesbilitas pada daerah kajian berbanding dengan teknologi konvensional
atau lapangan. Akan tetapi seiring berkembangnya teknologi penginderaan jauh
tetap akan memiliki keterbatasan sehingga perlu adanya batasan-batasan yang
yang jelas untuk menggunakan berbagai macam produk teknologi penginderaan
jauh ini.
Perkembangan

dalam

bidang

wahana

juga

diimbangi

dengan

perkembangan pada bidang analisis digitalnya. Berbagai macam metode untuk


klasifikasi data penginderaan jauh mulai bermunculan, salah satu contohnya
adalah metode berbasis piksel dan metode berbasis objek. Metode klasifikasi

berbasis piksel muncul lebih dulu daripada metode berbasis objek. Metode
berbasis piksel ini lebih banyak dikaji dibandingkan metode berbasis objek
dikarenakan metode tersebut mengelompokan suatu informasi terhadap nilai
spektral atau satu aspek saja, berbeda dengan metode klasifikasi berbasis objek
yang mengelompokan suatu informasi terhadap beberapa aspek seperti spektral,
tekstur dan beberapa aspek lainnya.
Klasifikasi berbasis piksel sendiri terbagi menjadi dua yaitu klasifikasi
terbimbing

(Supervised)

dan

klasifikasi

tak

terbimbing

(Unsupervised).

Klasifikasi tak terbimbing memiliki kelemahan yaitu pencirian spektral selalu


berubah sepanjang waktu, yang menyebabkan hubungan antar respon spektral
dengan kelas informasi menjadi tidak konstan, oleh karena itu pengetahuan
tentang spektral permukaan harus lebih dipahami (Richard 1993). Berbeda dengan
klasifikasi terbimbing yang pencirian spektralnya tidak akan berubah karena
adanya pemberian sampel dalam menghasilkan kelas informasi yang mana sampel
tersebut ditentukan terlebih dahulu oleh produsen. Klasifikasi terbimbing sendiri
terbagi menjadi beraneka ragam. Salah satu pendekatan yang paling sering
digunakan adalah klasifikasi maximum likelihood classification, meskipun ada
beberapa kelemahan dari pendekatan ini salah satunya yaitu banyaknya kesalahan
klasifikasi yang ditimbulkan oleh salt dan pepper, terutama jika piksel berada di
luar area spesifik atau diantara area yang tumpang tindih, yang dipaksakan untuk
diklasifikasikan (Rusdi, 2005).
Klasifikasi menggunakan metode berbasis piksel banyak digunakan pada
citra yang memiliki resolusi menengah seperti pada citra Landsat, ALOS, SPOT,
yang mana potensi untuk terjadinya salt and pepper tidak terlalu besar dan
spektral yang dimiliki lebih beraneka ragam. Akan tetapi sekarang ini mulai
adanya penelitian yang mengarah pada citra resolusi tinggi seperti IKONOS,
Quickbird, Worldview. Citra yang memiliki resolusi tinggi kadang terbatas pada
resolusi spektralnya, karena kenampakan obyeknya yang sangat jelas karena
kedetailannya resolusinya sehingga tidak perlu spektral yang beraneka ragam
dalam menentukan obyeknya, selain itu citra yang beresolusi tinggi lebih sering
digunakan untuk klasifikasi visual daripada klasifikasi digital.

Keterbatasan pengkelasan obyek menggunakan satu aspek saja seiring


waktu mulai terjawab dengan adanya metode baru yaitu metode klasifikasi
berbasis obyek. Klasifikasi ini tidak hanya melihat dari satu aspek akan tetapi
beberapa aspek seperti scale, color, tekstur. Penggunaan aspek tambah ini akan
memperkaya informasi dari proses klasifikasi.
Klasifikasi multispektral sering diaplikasikan untuk penutup lahan maupun
penggunaan lahan. Penggunaan klasifikasi untuk hal yang lebih detail seperti
memetakan komposisi floristik masih jarang dilakukan. Pemetaan komposisi
florisitik ini dilihat dari struktur daun dan kenampakan tajuk perbedaannya sangat
tipis sekali antara vegetasi sehingga perlu citra penginderaan jauh yang memiliki
resolusi spasial yang detail dan resolusi spektral yang yang beraneka ragam.
Sehingga citra Worldview-2 merupakan salah satu pilihan dari beberapa citra
penginderaan jauh resolusi spasial detail yang lain seperti IKONOS, Quickbird,
Geoeye. Keunggulan dari citra Worldview-2 ini memiliki 8 band sehingga aspek
spektral yang digunakaan untuk pemrosesan klasifikasi lebih banyak.
1.2. Rumusan masalah
Kajian vegetasi merupakan salah satu objek dasar dalam ilmu
penginderaan jauh. Untuk kajian hutan sendiri lebih banyak ditekankan pada
pemetaan luas, monitoring, biofisik maupun strukturnya. Untuk pemetaan
komposisi floristik hutan cukup jarang dilakukan. Hal ini didukung juga karena
lokasi Indonesia yang beriklim tropis sehingga jenis hutan yang dimiliki sebagian
besar adalah heterogen. Ketidakberaturan pola tumbuh pada hutan berjenis
heterogen ini menyebabkan kesulitan sendiri dalam pemetaan komposisi
floristiknya menggunakan analisis digital. Selain itu untuk dapat membedaakan
komposisi floristiknya perlu data penginderaan jauh yang detail dalam segi
resolusi spasial maupun spektralnya.
Klasifikasi pada citra resolusi spasial tinggi sudah mulai dilakukan, baik
dengan menggunakan metode berbasis piksel maupun berbasis objek. Setiap
metode klasifikasi memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menghasilkan
klasifikasi. Metode klasifikasi berbasis piksel lebih sering dipakai dibandingkan

dengan metode klasifikasi berbasis objek, hal ini dikarenakan klasifikasi berbasis
piksel hanya mempertimbangkan nilai spektral atau satu aspek saja sebagai
batasan untuk membuat kelas sehingga dirasa lebih mudah dan cepat.
Permasalahan muncul ketika ukuran piksel atau resolusi spasial dari citra itu
sangat detail maka akan muncul salt and pepper, karena klasifikasi berbasis piksel
memperoleh informasi berdasarkan perpiksel, yang mana efek bayangan atau
perekaman sinar matahari dapat membuat objek yang sama menjadi berbeda
karena nilai spektalnya berbeda.
Seiring dengan perkembangan teknologi muncul metode klasifikasi baru
yaitu klasifikasi berbasis objek. Kemampuannya dalam mengkelaskan informasi
tidak tergantung hanya pada satu aspek pada tiap piksel saja akan tetapi klasifikasi
ini mempertimbangkan beberapa aspek seperti tekstur, scale, color, selain itu
metode ini menggunakan kluster piksel atau segmen bukan perpiksel dalam
mengkelaskan informasi. Karakteristik yang berbeda antara klasifikasi berbasis
objek dengan piksel memungkinkan untuk menghasilkan akurasi yang berbeda
dalam hasil pengklasifikasiannya. Klasifikasi berbasis objek sendiri juga tidak
sempurna menurut Jyothi (2008) klasifikasi berbasis objek masih memiliki
kesulitan dalam memproses data yang sangat besar. Bahkan jika klasifikasi
berbasis objek lebih efektif daripada klasifikasi berbasis piksel, proses segmentasi
pada citra multispektral yang dilakukan klasifikasi berbasis piksel merupakan
proses yang terlalu berat
Waktu proses dan tingkat kesulitan yang berbeda menjadi hal yang
dipertimbangkan dalam pemilihan metode klasifikasi, apakah nantinya akurasi
yang dihasilkan jauh lebih signifikan atau tidak, dibandingkan dengan waktu dan
tingkat kesulitan dialami. Sehingga nantinya salah satu metode tersebut dapat
dinyatakan efektif sebagai salah satu pemetaan untuk kajian tertentu
menggunakan citra resolusi spasial tinggi

1.3. Pertanyaan penelitian


Berdasarkan berbagai fenomena dan permasalahan di atas maka
disimpulkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah komposisi floristik di daerah penelitian dapat dipetakan
menggunakan analisis digital citra resolusi spasial tinggi?
2. Metode apa yang paling efektif dan akurat digunakan untuk memetakan
komposisi floristik di daerah kajian?
1.4. Tujuan penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah :
1. Memetakan komposisi floristik hutan gunung Tidar menggunakan
analisis digital, metode klasifikasi berbasis objek dan metode klasifikasi
berbasis piksel pada citra resolusi tinggi
2. Membandingkan efektivitas metode klasifikasi berbasis

piksel dan

metode klasifikasi berbasis objek dalam pemetaan komposisi floristik


hutan di daerah gunung Tidar
1.5. Hasil yang diharapkan
Hasil akhir dari penelitian ini adalah :
1. Klasifikasi komposisi floristik menggunakan metode klasifikasi
berbasis objek dan klasifikasi berbasis piksel
2. Tabel efektivitas pemetaan komposisi floristik pada metode klasifikasi
berbasis objek dan klasifikasi berbasis piksel.
1.6. Kegunaan penelitian
1. Memberikan suatu masukantentang efektivitas

penggunaan metode

klasifikasi berbasis objek dan klasifikasi berbasis piksel untuk kajian


pemetaan komposisi floristik
2. Memberikan gambaran mengenai kegunaan ilmu penginderaan jauh
untuk pemetaan komposisi floristik sehingga akan terus mendorong

keberlanjutan dan perkembangan disiplin ilmu geografi terutama


penginderaan jauh
3. Memberikan informasi komposisi floristik di daerah gunung Tidar
sehingga memudahkan instansi terkait dalam pengelolaan dan
penanaman komposisi floristik yang sejenis sehingga terjadi distribusi
yang lebih tertata.

1.7. Tinjauan Pustaka


1.7.1. Vegetasi
Vegetasi dapat digolongkan sebagai penutup lahan. Penutup lahan sendiri
dapat diartikan segala material yang menutupi permukaan di bumi, berbeda
dengan penggunaan lahan yang merupakan hasil turunan dari penutup lahan.
Penggunaan lahan sendiri sudah mengalami campur tangan manusia yang mana
digunakan untuk menguntungkan manusia. Penggunaan lahan sendiri sangat sulit
diklasifikasi secara digital.
Setiap vegetasi memiliki karakteristik masing-masing. Baik pada bagian
batang, daun maupun akar. Hal yang terlihat jelas pada penginderaan jauh tajuk
(daun) pada suatu vegetasi. Hal ini yang nantinya akan dijadikan dasar untuk
membedakan komposisi floristik pada pemrosesan citra tersebut, karena setiap
gelombang memiliki kepekaan tertentu terhadap struktur daun, klorofil, bentuk
daun bahkan kepadatan tajuk.
1.7.1.1. Struktur dan komposisi hutan
Komposisi hutan merupakan istilah untuk menyatakan keberadaan dan
susunan jenis-jenis pohon dalam hutan. Untuk hutan didaerah beriklim tropis,
tanah, iklim dan cahaya memiliki kaitan erat sebagai faktor pembentuk suatu
tegakan dan faktor pengambat dalam identifikasi tegakan. Komposisi hutan dapat
diklasifikasikan berdasarkan atas adanya jenis murni atau campuran. Karena
tegakan yang benar-benar murni jarang ada kecuali di barat, ditempat Pinus
pondoresa, Pinus contorta, Abies, dan Populus mempunyai areal murni sangat
luas, kira-kira 90% dari satu jenis telah dipilih sebagai ciri untuk memisahkan
tegakan murni dari tegakan 90%, seluruh tegakan merupakan campuran dua atau
lebih jenis.
Menurut Richard (1966) dan Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974)
komposisi menyatakan kekayaan floristik hutan, yang mana kekayaan floristik
hutan tergantung kepada lokasi dimana hutan itu berada. Untuk daerah beriklim
tropis, komposisi floristiknya lebih beraneka ragam pada satu lokasi hutan karena
pada daerah beriklim tropis, hutan yang dimiliki berjenis hutan heterogen. Hal ini

dikarenakan kondisi iklim, tanah, cahaya yang ideal untuk tumbuhnya berbagai
macam tegakan. Soerianegara dan Indrawan (2005) menambahkan bahwa jenis
dibedakan antara populasi (satu jenis) dan komunitas (beberapa jenis). Komposisi
floristik hutan sendiri lebih kepada komunitas karena terdiri dari beberapa jenis
vegetasi.
Interaksi dalam suatu komunitas tercermin dari struktur dan komposisi
vegetasi. Stratifikasi yang terjadi dalam vegetasi di hutan terjadi akibat adanya
persaingan, antara jenis-jenis tertentu yang lebih dominan dari jenis lain, pohonpohon tinggi dalam lapisan paling atas menguasai pohon-pohon yang dibawahnya,
terhalangnya matahari oleh pohon-pohon tutupan atas menjadi faktor penghambat
bagi pohon-pohon lapisan bawah untuk berkembang (Soerianegara dan Indrawan,
2005).
Struktur hutan adalah menyangkut susunan bentuk (life form) dari suatu
vegetasi yang merupakan karakteristik vegetasi yang kompleks, dapat digunakan
dalam penentuan stratifikasi (vertikal dan horizontal) dan menjadi dasar dalam
melihat jenis-jenis dominan, kodominan dan tertekan (Richard, 1966)
Dansereau

(1957)

dalam Mueller-Dombois

dan

Ellenberg

(1974)

menyatakan bahwa struktur vegetasi adalah pengorganisasian dalam ruang oleh


individu-individu pada suatu tegakan dan elemen dasar suatu struktur adalah
bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk.
Selanjutnya menurut Kershaw (1964) dalam Mueller-Dombois dan
Ellenberg (1974), struktur vegetasi dibatasi oleh tiga komponen, yaitu :
1. Struktur vertikal yaitu stratifikasi vegetasi
2. Struktur horizontal yaitu sebaran spasial jenis dan individu
3. Struktur kuantitatif yaitu kelimpahan tiap jenis dalam suatu komunitas.
1.7.1.2. Stratifikasi Tajuk
Untuk mendapatkan zat hara, mineral, cahaya dan air sebagai sumber
untuk melakukan fotosintesis, terjadi persaingan antara tiap vegetasi. Dari
persaingan tersebut maka akan muncul vegetasi yang lebih dominan daripada

vegetasi lainnya, sehingga akan muncul stratifikasi vegetasi (Soerinegara dan


Indrawan, 2005)
Stratifikasi hutan tropis menurut Soearianegara dan Indrawan (2005)
adalah sebagai berikut :
a.Stratum A

: Lapisan teratas terdiri dari pohon-pohon dengan


tinggi totalnya lebih dari 30 meter. Umumnya tajuk
diskontinyu, batang pohon tinggi dan lurus dengan
batang bebas cabang yang tinggi. Jenis-jenis pohon
dari stratum ini pada masa mudannya, tingkat semai
hingga pancang memerlukan naungan sekedarnya,
tetapi untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya
yang cukup banyak.

b.Stratum B

: Terdiri dari pohon-pohon dengan tinggi antara 2030

meter,

tajuk

umumnya

kontinyu,

batang

bercabang banyak dengan batang bebas cabang tidak


terlalu tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini
kurang memerlukan cahaya yang cukup banyak
c.Stratum C

:Terdiri dari pohon dengan tinggi 4-20 meter, tajuk


kontinyu, pohon rendah dan banyak bercabang

d.Stratum D

: Lapisan perdu dan semak dengan tinggi 1-4 meter

e.Stratum E

:Tumbuh-tumbuhan penutup tanah dengan tinggi


antara 0-1 meter

1.7.2. Penginderaan Jauh


Penginderaan jauh merupakan salah satu ilmu yang menjadi salah satu
terobosan untuk memecahkan suatu masalah dengan meminimalisir survey
lapangan. Kemampuan produk penginderaan jauh seperti foto udara, citra
membuat

penginderaan

jauh

menjadi

alternatif

yang

paling

diminati.

Penginderaan jauh sendiri pada dasarnya mengkaji tentang keadaan dipermukaan


bumi dan mengkaitkannya dengan masalah yang ada. Obyek dasar yang menjadi

kajian utama penginderaan jauh adalah, tanah, air dan vegetasi yang dapat dilihat
pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 : Kurva karakteristik pantulan, air, vegetasi, tanah serta posisi band spektral
sensor pada beberapa jenis satelit

Dari kurva pantulan diatas dapat kita modifikasi sedemikian rupa sehingga
tidak hanya obyek dasar tersebut yang terlihat akan tetapi obyek-obyek yang lain
yang berkaitan dengan ketiga obyek dasar bahkan obyek yang lebih khusus dari
obyek dasar tersebut juga dapat diidentifikasi.
Kemampuan Penginderaan jauh

untuk menyediakan data secara

multitemporal (banyak waktu) membuat data penginderaan jauh sangat membantu


suatu pemecahan permasalahan.
1.7.2.1 Sumber Energi Penginderaan Jauh
Berdasarkan sumber energinya penginderaan jauh dapat dibedakan
menjadi dua yaitu penginderaan jauh aktif dan pasif. Penginderaan jauh pasif
mengunakan sumber energi dari matahari. Pantulan balik yang mengenai suatu

10

objek direkam oleh sensor satelit. Sehingga perekaman dilakukan pada pagi atau
siang hari, contohnya seperti citra multispektral dan hyperspektral. Ilustrasi
perekaman dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 : Ilustrasi penginderaan jauh system pasif

Berbeda dengan penginderaan jauh aktif, sumber energinya berasal dari


wahana itu sendiri. Energi tersebut dapat berupa gelombang cahaya maupun bunyi
contohnya seperti citra Radar dan Lidar Penginderaan jauh aktif dapat dilakukan
sewaktu waktu dikarenakan sumber energinya berasal dari sensor itu sendiri,
terlihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 : Ilustrasi penginderaan jauh system aktif

1.7.2.2 Citra Worldview-2


Citra Worldview-2 merupakan salah satu golongan citra high spatial
resolution. High spatial resolution ini yaitu resolusi tinggi pada resolusi spasial.
11

Dapat dilihat dari spesifikasi citra ini yang memiliki resolusi multi sekitar 1,86
meter dan resolusi pankromatik sekitar 0,67 meter. Selain merupakan citra high
spatial resolution citra Worldview-2 memiliki resolusi spektral yang cukup tinggi
karena memiliki 8 band spektral, Hal ini yang membuat citra worldview-2
memiliki kelebihan terhadap citra high spatial resolution yang lain seperti, Geo
eye, Quickbird, IKONOS.Tabel panjang gelombang yang dimiliki oleh oleh citra
Worldview-2 dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 . Panjang Gelombang Worldview-2
Spectral Band

Center Wavelength

50% Band Pass

(50% Band Pass)

Center Wavelength

5% Band Pass

(5% Band Pass)

Panchromatic

632.2

463.7 800.6

627.4

447.2 807.6

Coastal

427.3

401.4 453.2

427.0

396.0 458.0

Blue

477.9

447.5 508.3

478.3

441.6 515.0

Green

546.2

511.3 581.1

545.8

505.5 586.0

Yellow

607.8

588.5 627.0

607.7

583.6 631.7

Red

658.8

629.2 688.5

658.8

624.1 693.5

Red Edge

723.7

703.8 743.6

724.1

698.7 749.4

NIR 1

831.3

772.4 890.2

832.9

764.5 901.3

NIR 2

908.0

861.7 954.2

949.3

856.1 1042.5

Citra worldview-2 itu sendiri memiliki cakupan perekaman sebesar 25 km


x 25 km perekaman tersebut melebihi luas gunung Tidar sebagai daerah kajian
penelitian. Sehingga tidak perlu adanya pemozaikan data. Kekurangan dari data
Worldview-2 ini yaitu data citra ini masih termasuk data komersil sehingga untuk
mendapatkan data ini adalah dengan membeli diprovidernya. Beberapa
permasalahan terjadi ketika terjadi perubahan kebijakan yaitu tidak mengijinkan
pengiriman data ke Indonesia sehingga perlu orang ketiga, atau perantara untuk
mengadakan transaksi data.
Citra worldview memiliki respon spektral radiance yang berbeda beda tiap
bandnya. Respon spektral radiance sendiri adalah rasio nilai photon-elektron yang
terukur oleh sensor, dalam satuan [W-m-2-sr-1-m-1]. Respon spektral radiance

12

untuk tiap band dinormalisasi dengan membagi nilai respon maksimum untuk tiap
band, sehingga dapat muncul nilai respon spektral radiance relatif. Nilai untuk
band pakromatik dan multispektral citra Worldview-2 dapat dilihat pada gambar
2.3

Gambar 2.3.Respon Spektral Radiance Worldview-2 (nm)


(Sumber : Worldview data sheet)

1.7.3. Koreksi Radiometrik


Perekaman yang dihasilkan tidak luput dengan gangguan -gangguan baik
yang diakibatkan oleh sensor itu sendiri ataupun gangguan dari luar seperti dari
atmosfer dan matahari. Gangguan tersebut membuat nilai spektral yang dihasilkan
tidak terlalu sesuai dengan kondisi dunia nyata. Dalam perjalanannya gelombang
elektromagnetik melewati atmosfer yang mana hal tersebut menimbulkan potensi
terjadinya serapan dan hamburan energi.
Koreksi sensor sendiri diperlukan terlebih dahulu sebelum melakukan
koreksi atmosfer. Koreksi sensor menghasilkan citra radiance at sensor setelah itu
baru dilakukan koreksi atmosfer yang nantinya akan menghasilkan citra atsurface reflectance.

13

1.7.4. Koreksi Geometrik


Suatu perekaman citra penginderaan jauh yang dilakukan oleh sebuah
wahana pastinya tidaklah sempurna, sering kali adanya kesalahan posisi dari
perekaman sehingga dapat menyebabkan pergeseran lokasi. Sehingga diperlukan
adanya sebuah koreksi untuk membenarkan posisi data penginderaan jauh tersebut
agar sesuatu pada lokasi di muka bumi yaitu koreksi geometrik. Menurut
(Danoedoro 1996) koreksi geometrik adalah
Suatu upaya untuk membenarkan aspek posisi dan bentuk citra,
dilakukan dengan perubahan mentrasformasi geometri atau posisi
piksel diikuti dengan perubahan informasi spektral.
Dalam teknisnya terdapat dua metode untuk melakukan koreksi gemetrik
yaitu image to map dan image to image. Kedua metode ini memerlukan GCP
(Ground Control Point).Menurut Jensen (2005) GCP dapat diartikan suatu lokasi
dipermukaan bumi yang teridentifikasikan pada citra dan dikenali posisinya pada
peta. Selain menggunakan data lapangan juga dapat dilakukan dengan mengambil
koordinat suatu tempat dengan menggunakan alat GPS. Akan tetapi tidak
menutup kemungkinan digunakan sumber GCP lain, seperti koordinat lapangan
yang diambil secara langsung menggunakan GPS. Dari titik tersebut akan
digunakan sebagai acuan untuk mengikat piksel dan piksel yang akan dikoreksi.
Dalam menentukan jumlah GCP itu sendiri terdapat sebuah kriteria,
semakin variatif topografi daerah yang akan dikoreksi maka semakinbanyak
jumlah GCP yang akan digunakan. Jumlah GCP itu sendiri berdasarkan orde yang
akan digunakan. Dalam menentukan orde terdapat formulasi yang cukup
sederhana pada persamaan 1.2 :
GCP = (1 + n)^2 , ............................... (1.2)
Keterangan :
GCP = Jumlah Ground Control Point
n = Orde wilayah

14

1.7.5. Klasifikasi Maximum Likelihood


Metode ini merupakan salah satu metode klasifikasi supervised
(terbimbing). Terbimbing disana dimasudkan adalah adanya campur tangan
produser dalam menentukan sampel dalam sebagai input data untuk pemrosesan.
Sebelum melakukan klasifikasi pengguna menentukan training area yang
digunakan untuk melihat ciri-ciri statisitka masing-masing calon kelas (Richard
1993). Persamaan 1.3 menunjukan perhitungan probabilitas suatu kelas:
P(iX) = P(Xi)P(i)/P(X)...................... (1.3)
Dimana :
P(iX) = Probabilitas bersyarat dari kelas i. Probabilitas ini juga disebut
likelihood
P(Xi) = Probabilitas bersyarat (Conditoal) dari vektor X
P(i)

= Probabilitas kelas i muncul dalam citra

P(X)

= Probabilitas dari vektor X


Klasifikasi MLC mengevaluasi secara kuantitatif variance dan co-variance

pola tanggapan spektral ketika mengklasifikasikan piksel yang tidak dikenal


(Liliesand and Kiefer 1994). Hal tersebut perlu dibuat asumsi bahawa
distribusinya normal
Menurut Kumar 2007, Metode Klasifikasi berbasis piksel yang paling kuat
adalah metode klasifikasi maximum likelihood. Metode klasifikasi ini berdasar
pada rata-rata statistik, variance dan co-variance. Fungsi dari Bayesian
probability dihitung dari masukan dari tiap kelas yang dibuat dari sampel. Setiap
piksel nantinya akan menentukan kelas dimana kemungkinan tertinggi masuk.
Metode klasifikasi maximum likelihood memiliki keuntungan dari sudut
pandang teori kemungkinannya, akan tetapi juga perlu diperhatikan beberapa hal
yaitu :
1. Data lapangan yang cukup untuk digunakan sebagai sampel untuk
dapat mengestimasi nilai rata-rata dan variance-covariance matrix population.

15

2. Matrix invers dari variance-covariance menjadi tidak stabil dalam kasus


ini dimana adanya hubungan yang tinggi antara dua band atau data lapangan
sangat homogen. Dalam kasus tersebut, jumlah band harus dikurangi dengan
menggunakan principal component analysis
3. Ketika distribusi populasi sampel tidak normal maka klasifikasi
maximum likelihood tidak dapat diterapkan
Illustrasi konsep pengkelasan dari klasfikasi maximum-likelihood dapat
dilihat pada gambar 2.5

Gambar 2.5. Konsep metode maximum likelihood

1.7.6. Segmentasi
Segmentasi adalah suatu metode dari klasifikasi berbasis obyek yang
mengelompokkan obyek (fenomena) kedalam region-region yang ditentukan oleh
suatu ukuran yang sama. Segmentasi sendiri menggunakan tiga aspek utama yaitu
Toleransi kesamaan (similarity tolerance), rata-rata (mean) dan variasi (variance).
Aspek toleransi kesamaan sendiri adalah sebuah nilai yang tidak nyata yang
menentukan batas sautu nilai piksel dapat dikelaskan menjadi suatu objek
berdasarkan nila batas terluar (threshold) antar piksel dengan piksel sebelahnya

16

yang berdasarkan kondisi spasialnya. Metode yang digunakan dalam pemrosesan


ini adalah watershed. Aspek rata-rata berkaitan dengan nilai rata-rata pantulan
dari suatu obyek, misal pada band inramerah dekat obyek vegetasi sehat memiliki
nilai rata-rata pantulan yang tinggi sedangkan obyek air memiliki nilai rata-rata
yang rendah. Semakin tinggi bobot rata-rata yang digunakan maka dalam
pemrosesannya akan lebih mempertimbangkan nilai tengah rata-rata daripada
variasi didalamnya. Variance mempertimbangkan range / cakupan nilai pantulan
spektralnya hal ini berhubungan dengan tekstur. Semakin besar variannya maka
variasi obyek yang dihasilkan akan semakin beragam. Sehingga aspek rata-rata
dan aspek variasi merupakan aspek yang menyeimbangkan satu sama lain. Jika
aspek rata-rata memiliki nilai yang besar maka aspek variasi memiliki nilai yang
kecil dan sebaliknya. Konsep dasar dari similarity tolerance merupakan
multiresolusi dimana informas yang akan disadap dibuat dalam berbagai macam
kedetailan resolusi. Konsep multiresolusi dapat dilihat pada gambar 2.6

Gambar 2.6 : Konsep segmentasi dalam klasifikasi berbasis objek


(Sumber: Definiens Developer 7, User Guide, p. 26)

Pada klasifikasi berbasis objek, semua objek pada citra merupakan bagian
dari hirarki objek, yang mana memiliki perbedaan level tetapi tetap tetap pada
hirarkinya. Setiap level objek merupakan cerminan dari gambar yang memiliki
informasi tertentu pada citra. Gambar di atas menjelaskan hirarki dari objek yang
terjadi dalam klasifikasi berbasis objek. Superobjects merupakan level tertinggi
17

(skalanya paling general) hingga sub-objects yang levelnya paling bawah (skala
paling detail). Semakin tinggi levelnya objek maka akan semakin rumit klasifikasi
yang dilakukan. Sehingga dari gambar tersebut dapat kita lihat terdapat dua hal
yang penting yaitu hubungan untuk level objek yang sama (neighbor) dan level
objek yang berbeda (super or sub object) .
Pemrosesan segmentasi juga tergantung pada pembobotan saluran yang
akan digunakan. Setiap saluran akan memiliki nilai yang berbeda-beda untuk tiap
obyek, sehingga untuk menentukan bobot dari tiap saluran perlu diketahui objek
yang akan dikaji.

18

1.8. Penelitian Sebelumnya


Kamagata dkk (2005) dalam penelitian Comparison of piksel-based and
object-based classifications of high resolution satellite data in urban fringe
areas

menjelaskan

bahwa

penggunaan

lahan/penutup

lahan

dapat

diklasifikasikan menggunakan dua metode yaitu OOC dan MLC pada citra satelit
resolusi tinggi .Kamagata dkk mencoba untuk mengklasifikasikan penutup
lahan/penggunaan lahan gabungan. Dalam menerapkan metode klasifikasi
berbasis piksel, Kamagata menggunakan metode maximum likelihood sebagai
klasifikasi terselia dan Isodata sebagai klasifikasi tak terselia. Dari kedua metode
klasisifikasi tersebut terjadi kesalah klasifikasi pada daerah bayangan. Selain itu
kesalahan klasifikasi terjadi pada daerah yang vegetasi dan parameter yang lain
tercampur menjadi satu dan membentuk pola yang lebih complex. Secara general,
klasifikasi yang dihasilkan oleh Kamagata dkk ini menunjukan bahwa metode
klasfikasi berbasis obyek memiliki potensi yang tinggi

untuk analisis pola

penutup lahan bahkan pada daerah yang heterogen dan daerah pinggiran kota.
Rusdi (2005) dalam penelitian Perbandingan Klasifikasi Maximum
Likelihood dan Object Oriented Pada Pemetaan Penutup/Penggunaan Lahan
(Studi Kasus Kabupaten Gayo Lues, NAD HTI PT Wirakarya Sakti Jambi dan
Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah) memanfaatkan citra penginderaan
jauh menerapkan multiresolusi yaitu resolusi menengah yaitu citra Landsat ETM+
dan resolusi tinggi yaitu citra IKONOS. Citra IKONOS tersebut digunakan
sebagai bantuan untuk melakukan koreksi geometrik. Kelas penutup lahan yang
digunakan merupakan variasi antara kelas penggunaan dari FAO dan menurut
BPN, Kelas yang dihasilkanpun tidak semua ada hanya beberapa kelas hutan
alam, hutan rakyat, pemukiman, tanah terbuka, sungai, sawah. Menurut Rusdi
(2005) metode OOC (Object Oriented Classification) dapat menghasilkan
pemetaan penggunaan atau penutup lahan pada hirarki sistem klasifikasi yang
lebih tinggi, tidak menghasilkan efek salt and pepper serta menyajikan ketelitian
hasil klasifikasi yang lebih tinggi daripada metode MLC (Maximum Likelihood
Classification).

19

Gao Yan dkk (2005) dalam penelitian Comparison of pixel-based and


object-oriented image classification approaches - a case study in a coal fire area,
Wuda, Inner Mongolia, China menggunakan citra ASTER sebagai input data
dalam melakukan klasfikasi digital. Pada klasifikasi berbasis piksel, metode yang
digunakan adalah MLC , sedangkan untuk klasifikasi berbasis objek metode yang
digunakan adala segmentation dan pendekatan ketetanggaan (Nearest neighbor).
Menurut Gao Yan dkk, permukaan daerah batu bara didefinisikan sebagai area
yang tertutup tumpukan batu bata dan debu batu bata. Pada klasifikasi berbasis
objek, overall accuracy yang dihasilkan lebih tinggi daripada overall accuracy
yang dihasilkan oleh klasifikasi berbasis piksel yaitu sebesar 36,77%. Perbedaaan
akurasi memiliki arti bahwa pemetaan tematik menggunakan klasifikasi berbasis
objek memiliki akurasi yang lebih tinggi dari pada menggunakan klasifikasi
berbasis piksel. Total piksel hasil klasifikasi yang terkoreksi sesuai dengan
keadaan dilapangan oleh kedua metode tersebut adalah 3871 piksel sedangkan
937 piksel tidak sesuai. Hal tersebut diakibatkan oleh banyak hal salah satunya
adalah gangguan atmosfer. Efek atmosfer tersebut menyebabkan penutuplahan
yang sama akan memiliki nilai spektral yang berbeda sehingga nantinya dapat
dikelaskan dalam kelas yang berbeda. Menurut Kagama dkk, klasifikasi berbasis
obyek memiliki kelebihan daripada klasifikasi berbasis spektral.Hal tersebut
karena klasifikasi berbasis obyek memiliki kesempatan untuk menggabungkan
informasi spasial dan spektral dalam proses klasifikasi untuk menambah akurasi .
Pada penelitian yang peneliti lakukan, kajian yang digunakan sedikit
berbeda,kajian yang digunakan adalah pemetaan komposisi floristik. Setiap
vegetasi memiliki struktur tajuk, kerapatan, klorofil yang berbeda-beda sehingga
informasi spektral yang dihasilkan juga berbeda. Metode yang digunakan untuk
klasifikasi berbasis piksel adalah MLC. Klasifikasi visual digunakan untuk
menentukan sampel data, sedangkan MLC digunakan setelah melakukan sampel
data. Untuk klasifikasi berbasis objek metode yang digunakan adalah segementasi
yaitu membagi obyek mejadi segmen-segmen tertentu dengan syarat dan kriteria
dari aspek yang telah ditentukan

20

1.9. Kerangka Pemikiran


Penutup lahan di bumi secara garis besar dapat dibagi menjadi empat
kelompok besar yaitu vegetasi, tanah, air dan lahan terbangun. Keempat obyek
tersebut secara alami memiliki karakteristik kenampakan yang berbeda-beda.
Pada penginderaan jauh,nilai pantulan spektrum tersebut yang membedakan
antara tiap kenampakan tersebut. Untuk vegetasi spektrum yang peka berada pada
spektrum hijau, inframerah dekat dan jauh. Untuk tanah berada pada spektrum
merah dan inframerah tengah sedangkan untuk air pada spektrumbiru.
Karakteristik ini yang menjadi dasar dalam pengenalan obyek tersebut
Penginderaan jauh merupakan salah satu sarana dalam menyelesaikan
suatu permasalah secara spasial. Berbagai macam kelebihan dari data
penginderaan jauh seperti dapat menjangkau akses yang sulit dan waktu lebih
cepat daripada lapangan dan cakupan yang lebih luas membuat penginderaan jauh
sekarang mulai diminati, salah satunya dalam monitoring vegetasi. Berbagai
macam kegiatan monitoring banyak sekali diperlukan oleh berbagai macam
instansi seperti departemen kehutanan pertanian maupun perkebunan. Monitoring
tersebut dapat berupa luasan, kesehatan atau volume.
Penginderaan jauh untuk komposisi floristik sendiri cukup banyak
dilakukan. Baik vegetasi yang homogen maupun vegetasi yang heterogen. Tingkat
kesulitan tentunya lebih pada vegetasi yang heterogen hal ini karena kenampakan
vegetasi heterogen. Hal ini yang menjadi tantangan dalam pemetaan komposisi
floristik ini. Selain itu jenis spektral akan mempengaruhi informasi yang akan
didapatkan. Untuk multi dan hyper informasi yang didapatkan adalah kenampakan
vegetasi teratas sedangkan untuk radar vegetasi yang terekam dapat hingga
vegetasi bawah.Selain itu perlu diperhatikan efek kelerangan dan bayangan karena
dapat menghasilkan kenampakan komposisi floristik yang berbeda yang
notabenya sama.
Pemetaan vegetasi sangat dipengaruhi oleh nilai spektral yang dihasilkan
oleh tiap komposisi floristik. Untuk dapat memetakan komposisi floristik terlebih
dahulu harus memahami karakteristik dari tiap komposisi floristik itu sendiri
seperti pohon pinus dia memiliki tajuk berbentuk jarum sehingga pantulan

21

spektrum inframerah akan lebih rendah daripada pohon yang memiliki tajuk
berbentuk menjari. Selain itu vegetasi yang memiliki kandungan air tinggi juga
akan berbeda dengan vegetasi yang lebih sedikit kandungan air hal ini terlihat
pada pantulan spektrum inframerah jauh karena inframerah jauh peka terhadap
vegetasi yang mana peka ini dimaksud adalah tidak memantulkan air. Sehingga
vegetasi atau pohon yang memiliki banyak kandungan air akan terlihat lebih gelap
Pemetaan komposisi floristik terutama pada daerah yang heterogen
diperlukan citra yang memiliki resolusi cukup detail hal ini agar kenampakan tiap
pohon dapat terlihat dan dapat teridentifikasi menjadi komposisi floristik yang
spesifik. Selain itu hasil klasifikasi komposisi floristik juga dipengaruhi oleh
banyaknya band yang dimiliki oleh suatu citra. Semakin banyak band yang
dimiliki citra tersebut semakin detail informasi yang dapat di ambil terhadap
obyek tersebut dari berbagai macam spektrum. Citra Worldview-2 dirasa menjadi
pilihan yang baik untuk digunakan sebagai data pemrosesannya. Hal ini karena
resolusi spasial yang dimiliki citra worldview-2 sekitar 1,84 meter untuk
multispektralnya dan 0,46 untuk pankromatiknya. Selain itu citra Worldview-2
memiliki 8 band didalamnya yaitu 4 band standar (blue, green, red, near IR-1)
dan 4 band baru (yellow, coastal, red edge, near IR-2). Citra ini tidak tersedia
secara gratis yang mana harus dibeli. Untuk pemesannya sendiri minimal 20
km2untuk arsip yang sudah ada sedangkan untuk perekaman baru sekitar 95 km2
Dalam pemetaan komposisi floristik menggunakan resolusi spasial tinggi
yang diperlukan adalah metode yang tepat. Disini terdapat beberapa metode yang
dapat digunakan untuk melakukan klasifikasi komposisi floristik. Metode
klasifikasi yang berdasarkan oleh obyek yaitu Obyek based dan metode klasifikasi
yang berdasarkan nilai pikselnya yaitu pixsel based. Metode klasifikasi berbasis
piksel membaca nilai spektral tiap piksel sehingga efek bayangan sinar matahari
sangat mempengaruhi pengkelasaan objek. Metode berbasis piksel ini memiliki
kriteria yang berbeda dalam pemrosesannya. Untuk klasifikasi berbasis piksel
yang digunakan adalah maximum-likelihood hal ini dikarenakan klasifikasi ini
merupakan klasifikasi terbaik untuk klasifikasi supervised atau klasifikasi terselia.
Klasifikasi ini menentukan training area yang digunakan untuk melihat ciri-ciri

22

statistika masing-masing calon kelas tidak hanya menghitung jarak rata-rata, jarak
terdekat atau nilai maksimum-minimum suatu kelas (Richard 1993). Suatu piksel
pada klasifikisi ini dapat ditentukan masuk kelas apa, dengan memperkirakan
densitas probabilitas untuk setiap penutup lahan.
Metode berbasis objek yang digunakan untuk klasifikasi vegetasi adalah
segmentasi. Segmentasi ini merupakan metode pengelompokan objek kedalam
region-region yang ditentukan oleh suatu ukuran kehomogean. Segmentasi yang
akan digunakan melihat dari tiga aspek yaitu skala (scale), warna (color) dan
bentuk (form). Klasifikasi berbasis objek ini menggunakan kluster piksel yaitu
mengklusterkan nilai dari tiap informasi piksel berdasarkan aspek-aspek tertentu
baru nantinya di klasifikasikan
Berbagai kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh metode klasifikasi
berbasis objek tersebut nantinya akan menambah atau malah mengurangi akurasi
terhadap metode berbasis piksel. Akurasi yang dihasilkan nantinya akan
dibandingkan terhadap tingkat kesulitan dan lama waktu yang diperlukan untuk
melihat seberapa efisienkah metode tersebut. Adapun lebih lengkap mengenai
kerangka pemikiran dapat dilihat dalam diagram kerangka pemikiran di bawah
ini:

23

Pemetaan Vegetasi

Kategori

Struktur

Komposisi

Heterogen
Ekstraksi Penginderaan Jauh
Resolusi Spektral

Resolusi Spasial

Multispektral

Tinggi

Sedang

Rendah

Digital
Metode Klasifikasi
Digital

Klasifikasi Berbasis Piksel

Klasifikasi Berbasis Objek


Karakteristik

Karakteristik
- Pixel (Satu pixel satu informasi)

- Segmen (kluster piksel)

- Membaca nilai spektral

- Membaca Spektral, Tekstur, Bentuk, Scale

Efek

Efek

- Munculnya salt and pepper (Bintik acak)

- Beban pemrosesan bertambah

- Efek Bayangan menjadi kelas tersendiri

- Pengetahuan lebih terhadap semua

24
Akurasi Menurun

Pemetaan Alternatif
?
Gambar 2.8.Diagram alir Kerangka Pikiran

aspek

Akurasi ?

1.10. Batasan Istilah

Penginderaan jauh : Ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang


obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh
dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah
atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994)

Citra resolusi spasial tinggi : Gambaran muka bumi dalam dua dimensi
yang memiliki informasi kenampakan spasial yang sangat detail

Raster : Satuan analisis yang terdiri dari beberapa sel, yang setiap sel
memiliki nilai /atribut

Klasifikasi multispektral : Suatu alogoritma yang dirancang untuk


menurunkan

informasi

dengan

pengkelasan

fenomena

(obyek)

berdasarkan kriteria tertentu (Danoedoro, 1996)

Klasifikasi berbasis objek : Suatu alogoritma yang dirancang untuk


menurunkan informasi dengan pengkelasan fenomena (obyek) yang tidak
hanya memperhatikan nilai piksel tetapi juga memperhatikan aspek lain
seperti , skala kedetailan, warna, tekstur dan pola

Klasfikasi berbasis piksel : Suatu alogoritma yang dirancang untuk


menurunkan informasi dengan

pengkelasan fenomena (obyek)

yang

hanya memperhatikan nilai piksel pada suatu citra

Maximum likelihood : Salah satu metode klasifikasi piksel terselia yang


menentukan

distribusi kelas berdasarkan nilai statistik dengan menghitung

kemungkinan terbesar nilai piksel tersebut termasuk kelas tertentu (ENVI)

Isodata : Salah satu metode klasifikasi piksel tak terselia yang


mengkalkulasi kelas obyek berdasarkan distribusi daripada kluster, teknik
pendekatan yang digunakan adalah jarak terdekat suatu nilai ixel tersebut
terhadap pengelompokan kelas.

Segmentasi : Suatu metode untuk pengelompokan objek ke dalam regionregion yang ditentukan oleh suatu ukuran homogenitas

Komposisi floristik : Susunan vegetasi yang berada pada suatu lokasi


yang dibedakan sebatas genus baik tutupan atas maupun tutupan
bawahnya.
25

Tegakan atas : Vegetasi yang berada diatas vegetasi lain yang dapat
terlihat pada citra penginderaan jauh

Efek bayangan : Kondisi suatu objek (fenomena) yang berada di bawah


(terhalang) obyek lain sehingga terlihat lebih gelap dari kondisi aslinya

Piksel/ Grid : Unit terkecil dari data raster

Efektivitas metode : Tepat guna suatu metode diterapkan pada suatu


fenomena berdasarkan tingkat akurasi, waktu dan kesulitan

Genus vegetasi : Tingkatan takson vegetasi yang lebih rendah daripada


famili yang mana termasuk kategori dalam klasifikasi biologi yang terdiri
dari satu atau lebih spesies filogenetis terkait.

Salt and pepper : Bintik acak yang tidak diinginkan dalam hasil
pemrosesan klasifikasi

Hutan : Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber


daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

26

Anda mungkin juga menyukai