Anda di halaman 1dari 17

PEMANFAATAN PERANGKAT LUNAK SISTEM INFORMASI

GEOGRAFIS DALAM KLASIFIKASI DAN UJI AKURASI TUTUPAN


LAHAN KABUPATEN WONOSOBO

Muhammad Nur Ihsan

Departemen Geografi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia

Abstrak. Seiring dengan berjalannya waktu, tutupan lahan dari setiap permukaan Bumi pasti akan terjadi
perubahan. Salah satu cara untuk megidentifikasi perubahan tutupan lahan yang terjadi adalah dengan
melakukan kegiatan identifikasi dengan menggunakan citra pengindraan jauh. Wilayah penelitian untuk
kegiatan penelitian kali ini adalah Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Wilayah
penelitian ini didapatkan datanya melalui website milik united state geological survey yaitu citra landsat 8
untuk wilayah Kabupaten Wonosobo. Data yang didapat kemudian akan diolah menjadi sebuah citra yang
akan digunakan untuk mengambil informasi mengenai tutupan lahan Kabupaten Wonosobo. Metode yang
digunakan untuk pada penelitian kali ini adalah menggunakan metode klasifikasi supervised menggunakan
aplikasi ENVI. Klasifikasi tutupan lahan pada Kabupaten Wonosobo dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu lahan
terbangun, badan air, vegetasi, dan lahan terbuka. Lalu, untuk menilai akurasi klasifikasi, penelitian ini
menggunakan metode uji klasifikasi dengan menghitung nilai Kappa Hat.

Kata kunci: Wonosobo, Landsat 8, ENVI, klasifikasi terbimbing, uji akurasi, tutupan lahan

1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Klasifikasi merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pengolahan citra. Klasifikasi pada citra
bertujuan untuk melakukan kategorisasi (pengkelasan) secara otomatik dari semua piksel citra kedalam kelas
penutup lahan atau tema tertentu. (Lillesand and Kiefer, 1994). Klasifikasi ini bertujuan untuk membuat
gambaran umum tampilan citra mentah (Tampilan RGB) yang terkesan rumit sehingga menghasilkan informasi
spasial dengan tampilan yang mudah untuk diinterpretasi dan dipahami. Dengan berjalannya waktu dan tentu
akan terjadi perubahan pada tutupan lahan di permukaan bumi. Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi
klasifikasi tutupan lahan pada Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.
Data mengenai citra penginderaan jauh yang didapat perlu di validasi. Tujuan dari validasi ini adalah
untuk menginformasikan kepada pengguna peta seberapa akurat klasifikasi yang telah kita lakukan. Menurut
Lillesand et al. (2008) informasi penggunaan lahan tidak selalu dapat ditafsir langsung dari penutup lahannya
oleh karena itu diperlukan informasi pelengkap untuk menentukan penggunaan lahan. Itulah mengapa diperlukan
untuk melakukan uji akurasi untuk mengukur tingkat akurasi hasil klasifikasi yang telah dilakukan.
Hasil uji akurasi ini menjadi tolok ukur, seberapa jauh suatu metode penginderaan jauh dapat diterapkan,
dan pada kondisi apa saja suatu metode kurang dapat diandalkan. Identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap akurasi metode penginderaan jauh akan meningkatkan nilai manfaatnya, karena metode tersebut dapat
direkomendasikan dengan mempertimbangkan keterbatasan dan karakteristik data, waktu, wilayah, dan jenis
aplikasi yang digunakan.

1.2 Tujuan
Penelitian yang menggunakan citra pengindraan jauh Kabupaten Wonosobo ini bertujuan untuk
mengidentifikasi tutupan lahan pada wilayah Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia dengan
menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis. Penelitian ini juga bertujuan untuk menguji akurasi
hasil identifikasi klasifikasi yang dilakukan pada wilayah penelitian.
2 Tinjauan Pustaka

2.1 Tutupan Lahan


Tutupan lahan adalah kenampakan material fisik permukaan bumi. Tutupan lahan dapat menggambarkan
keterkaitan antara proses alami dan proses sosial. Tutupan lahan dapat menyediakan informasi yang sangat penting untuk
keperluan pemodelan serta untuk memahami fenomena alam yang terjadi di permukaan bumi (Liang, 2008). Data tutupan
lahan juga digunakan dalam mempelajari perubahan iklim dan memahami keterkaitan antara aktivitas manusia dan perubahan
global (Running, 2008; Gong et al., 2013; Jia et al., 2014).
Informasi tutupan lahan yang akurat merupakan salah satu faktor penentu dalam meningkatkan kinerja dari model-
model ekosistem, hidrologi, dan atmosfer. (Bounoua et al., 2002; Jung et al., 2006; Miller et al., 2007). Tutupan lahan
merupakan informasi dasar dalam kajian geoscience dan perubahan global (Jia et al. 2014). Informasi tutupan lahan terbaru
berupa peta dapat diperoleh melalui teknik penginderaan jauh. Penginderaan jauh telah lama menjadi sarana yang penting
dan efektif dalam pemantauan tutupan lahan dengan kemampuannya menyediakan informasi mengenai keragaman spasial di
permukaan bumi dengan cepat, luas, tepat, serta mudah. (Hansen et al., 2000; Liu et al., 2003; Thenkabail et al., 2009; Gong
et al., 2013). Pada bagian ini masukkan konsep-konsep pengolahan data citra satelit mulai dari koreksi hingga konsep
klasifikasi dan uji akurasi (hanya konsepnya saja). Gunakan teori-teori atau konsep-konsep yang didapatkan dari kelas PJ
Teori.

2.2 Penginderaan Jauh


Menurut Lilesand et al. (2004) mengatakan bahwa penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Menurut Colwell (1984),
Penginderaaan Jauh yaitu suatu pengukuran atau perolehan data pada objek di permukaan bumi dari satelit atau
instrumen lain di atas atau jauh dari objek yang diindera.
Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu metode alternatif yang sangat menguntungkan jika
dimanfaatkan pada suatu negara dengan wilayah yang sangat luas seperti Indonesia. Citra menggambarkan
obyek, daerah dan gejala di permukaan bumi dengan wujud dan letak obyek yang mirip dengan wujud dan
letaknya di permukaan bumi, relatif lengkap, permanen dan meliputi daerah yang sangat luas.

2.3 Metode Klasifikasi


Klasifikasi adalah teknik pengolahan pada citra dengan cara mengelompokkan piksel-piksel kedalam
sejumlah kelas, sehingga setiap kelas memiliki pola-pola atau distribusi spasial yang unik dan spesifik yang
mencerminkan suatu obyek atau informasi yang bermanfaat sesuai dengan keperluan (Chein-I Chang & H. Ren,
2000).
Klasifikasi citra merupakan proses pengelompokan pixel pada suatu citra ke dalam sejumlah class
(kelas), sehingga setiap kelas dapat menggambarkan suatu entitas dengan ciri-ciri tertentu (Arifin & Kurniati,
2002). Klasifikasi citra digital bertujuan untuk identifikasi kenampakan spektral obyek atau atau segmentasi
terhadap kenampakan yang homogen dengan menggunakan teknik kuantitatif. Perbedaan tipe kenampakan
menunjukkan perbedaan kombinasi dasar nilai digital piksel pada sifat pantulan (reflektansi) dan pancaran
(emisi) spektral yang dimiliki (Kholifah, 2019).

2.4 Klasifikasi Supervised


Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analis (supervised), dimana
kriteria pengelompokkan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas (class signature) yang diperoleh melalui
pembuatan area contoh (training area) (Riswanto 2009). Metode Klasifikasi Terbimbing diawali dengan
pembuatan daerah contoh untuk menentukan penciri kelas. Kegiatan tersebut merupakan suatu kegiatan
mengidentifikasi prototife (cluster) dari sejumlah piksel yang mewakili masing-masing kelas atau kategori yang
diinginkan dengan menentukan posisi contoh dilapangan dengan bantuan peta tutupan lahan sebagai referensi
untuk setiap kelasnya.
Jumlah kelas yang diambil disesuaikan dengan masing-masing luas penampakan. Secara teoritis, jumlah
piksel yang diambil untuk mewakili setiap kelas yaitu sebanyak N+1, dimana N adalah jumlah band yang
digunakan. Hal tersebut dilakukan untuk menhindari matrik ragam-peragam yang singular, dimana piksel per
kelasnya tidak bisa dihitung (Jaya 2007).

2.5 Uji Akurasi


Pengujian ketelitian hasil klasifikasi bertujuan untuk melihat kesalahan-kesalahan klasifikasi sehingga
dapat diketahui persentase ketepatannya (akurasi) hasil klasifikasi. Akurasi hasil klasifikasi diuji dengan cara
membuat matrik kontingensi yang sering disebut dengan matrik kesalahan (error matrix) atau matrik konfusi
(confusion matrix) (Nawangwulan dkk., 2013). Uji ketelitian klasifikasi bertujuan untuk memperoleh nilai
kedekatan hasil klasifikasi dengan data ukuran sebenarnya. Uji ketelitian ini dilakukan agar dapat diketahui
tingkat kepercayaan terhadap pemakaian hasil klasifikasi untuk analisis dan keperluan berikutnya. Hasil
klasifikasi perlu dilakukan uji ketelitian untuk menilai akurasi dari hasil yang diperoleh.
Uji akurasi hasil klasifikasi dilakukan untuk menguji tingkat akurasi peta penggunaan yang dihasilkan
dari proses klasifikasi digital dengan sampel uji dari hasil kegiatan lapangan. Antara sampel yang digunakan
sebagai training area dengan sampel yang digunakan untuk uji akurasi bukan sampel yang sama tetapi sampel uji
akurasi diambil di tempat yang berbeda, hal ini agar lebih diterima keakuratannya.
Menurut (Purwadhi, 2001), Secara umum, akurasi dari hasil klasifikasi dapat dikatakan baik jika tingkat
akurasi memiliki nilai yang lebih dari 70%. Sedangkan, menurut (J R Anderson, 1976) akurasi citra dikatakan
baik jika nilai ketepatan akurasi diatas 85%. Salah satu parameter yang dapat dijadikan tolak ukur sebuah uji
akurasi valid atau tidak adalah dengan menggunakan nilai Kappa. Nilai kappa memiliki rentang nilai antara 0 –
1. Nilai Koefisien Kappa ini mempertimbangkan semua aspek yaitu producer’s accuracy dan user’s accuracy.
Producer’s Accuracy menunjukkan kebenaran klasifikasi di lapangan. Nilai Producer’s Accuracy dilihat dari sisi
penghasil peta. Sedangkan, User Accuracy menunjukkan ketelitian hasil klasifikasi terhadap semua obyek yang
diidentifikasi. User Accuracy, akurasi yang dilihat dari sisi pengguna peta nya. Untuk mengetahui tingkat akurasi
dapat dihitung dengan Overall Acuracy, yaitu nilai akurasi secara keseluruhan. Berikut merupakan table
penjelasan mengenai tingkat akurasi berdasarkan nilai Kappa menurut (Landis dan Koch, 1977) dalam
Congalton dan Green, 2008:

Tabel 1. Tingkat akurasi menurut (Landis dan Koch, 1977)


Nilai Kappa Tingkat Akurasi
0 – 0,4 Rendah

0,4 – 0,8 Sedang

0,8 - 1 Tinggi
3 Metodologi

3.1 Wilayah Penelitian


Kabupaten Wonosobo berjarak 120 km dari ibu kota Jawa Tengah (Semarang) dan 520 km dari Ibu kota
Negara (Jakarta), berada pada rentang 250 dpl - 2.250 dpl dengan dominasi pada rentang 500 dpl - 1.000 dpl
sebesar 50% (persen) dari seluruh areal, menjadikan ciri dataran tinggi sebagai wilayah Kabupaten Wonosobo
dengan poisi pasial berada di tengah-tengah Pulau Jawa dan berada diantara jalur pantai utara dan jalur pantai
selatan. Selain itu menjadi bagian terpenting dari jaringan Jalan Nasional ruas jalan Buntu - Pringsurat yang
memberi akses dari dan menuju dua jalur strategis nasional tersebut.
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah yang
terletak pada 70.11'.20" sampai 70.36'.24" garis Lintang Selatan (LS), serta 1090.44'.08" sampai 1100.04'.32"
garis Bujur Timur (BT), dengan luas wilayah 98.468 hektar (984,68 km2) atau 3,03% luas Provinsi Jawa Tengah.
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, dengan Ibu Kota
Wonosobo dan terletak 120 km sebelah Barat Laut Kota Semarang. Secara geografis Kabupaten Wonosobo
berada pada 70.11'.20" sampai 70.36'.24" garis Lintang Selatan (LS), serta 1090.44'.08" sampai 1100.04'.32" garis
Bujur Timur (BT), dengan luas wilayah 98.468 hektar (984,68 km2) atau 3,03% luas Provinsi Jawa Tengah. Luas
wilayah sebesar itu secara administrasi terbagi dalam 15 kecamatan.
Kabupaten Wonosobo mempunyai batas wilayah yang dapat dirinci sebagai berikut :
• Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Batang;
• Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Magelang;
• Sebelah selatan berbatasab dengan Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kebumen;
• Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Kebumen.

Gambar. 1. Peta Administrasi Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah


Keadaan topografi wilayah Kabupaten Wonosobo secara umum merupakan perbukitan dan pegunungan
dengan sebagian besar (56.37%) kemiringan lereng antara 15 - 40%. Ditinjau daari ketinggiannya, Kabupaten
Wonosobo terletak pada ketinggian 250 - 2.250 mdpal. Kabupaten Wonosobo ditinjau dari struktur geologi
termasuk dalam jenis pegunungan muda dan terletak di bebatuan prakwater yang sering mengalami bencana
alam terutama pada musim penghujan seperti tanah longsor (land slide), gerakan tanah runtuh dan gerakan tanah
merayap.

3.2 Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, data didapatkan melalui website milik united state geological survey melalui laman
https://earthexplorer.usgs.gov/. Data yang diunduh adalah data landsat 8 untuk wilayah Kabupaten Wonosobo,
Provinsi Jawa Tengah. Pada bagian ini jelaskan bagaimana data tersebut diperoleh. Pada penelitian kali ini saya
mendapatkan data landsat 8 melalui pengunduhan pada website milik united state geological survey lalu saya
mengolah data yang diunduh menjadi wilayah kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah.

Gambar. 2. Pencarian Data Citra Landsat 8 Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah

Pada Gambar. 2. Didapatkan citra Landsat 8 yang dibutuhkan, yaitu citra Landsat 8 dengan ID :
LC08_L1TP_120065_20180505_20180517_01_T1 , Path 120 dan Row 65, serta tanggal akuisisi yaitu pada
tanggal 2018 - 05 – 05.

3.3 Pengolahan Data


Pada pengolahan data penelitian ini peneliti menggunakan aplikasi Envi dan ArcGIS Pro, dimana pengolahan
data terbagi menjadi beberapa proses seperti layer stacking, pemotongan citra,kalibrasi radiometrik, koreksi
sudut matahari, dan klasifikasi citra, hingga uji akurasi.
3.3.1 Layer Stacking
Langkah pertama yang harus dilakukan pada awal pengolahan data adalah melakukan
menggambungkan data citra dari band 1 hingga band 8 (layer stacking)
Gambar. 3. Proses Layer Stacking
Gambar diatas merupakan proses Layer Stacking dimana proses tersebut bertujuan untuk
menggabungkan Band 1 hingga Band 8 sehinggal memunculkan Citra yang baru. Hasil citra yang baru akan
ditampilkan pada Gambar. 4.

Gambar. 4. Hasil Layer Stacking dari 8 Band

3.3.2 Pemotongan Citra


Pemotongan citra dari data yang telah diambil dari website milik united state geological survey
melalui laman https://earthexplorer.usgs.gov/, dilakukan dengan men-clip SHP Kabupaten Tangerang
menggunakan ArcGIS Pro dan lalu dimasukkan kembali ke dalam ENVI.
Gambar. 5. Pemotongan Citra Pada ArcGIS Pro.

3.3.3 Kalibrasi Radiometrik


Langkah selanjutnya yaitu melakukan Kalibrasi Radiometrik atau koreksi pada data citra Landsat 8,
hal ini bertujuan untuk mengubah data pada citra yang (pada umumnya) disimpan dalam bentuk Digital
Number (DN) menjadi radiance dan/atau reflectance. Pada Langkah kalibrasi radiometrik kali ini, peneliti
melakukan kalibrasi dengan mengubah citra dalam bentuk Digital Number menjadi reflectance.

Gambar. 6. Metadata Reflectance pada Landsat 8 yang dibuka dengan WordPad.


Dari metadata tersebut diketahui bahwa M dan A adalah sam untuk semua band. Oleh karena itu kita
dapat menggunakan rumus yang sama dalam menjalankan kalibrasi dari DN ke TOA Reflectance.
Gambar. 7. Proses Kalibrasi Radiometric menggunakan ENVI.

Gambar. 8. Citra Landsat 8 sebelum Kalibrasi Radiometrik


Gambar. 9. Citra Landsat 8 sesudah Kalibrasi Radiometrik
Dapat dilihat bahwa citra yang sudah dikalibrasi mempunyai visual yang berbeda, hal ini
dikarenakan adanya kalibrasi radiometric. Pada data citra yang sudah di kalibrasi mempunya rona yang
lebih terang sehingga memudahkan dalam Klasifikasi Citra.

3.3.4 Koreksi Sudut Matahari


Setelah Melakukan kalibrasi radiometrik dengan menggunakan reflectance, langkah selanjutnya
yaitu dengan mengoreksi sudut matahari dengan menggunakan sun_elevation yang ada pada metadata citra.

Gambar. 10. Nilai Elevasi Matahari pada data Citra.


Rumus dalam menggunakan sudut matahari adalah
θSE Sun Elevation = 48.52648874°
Sin (48.52648874°) = 0.74926198
Maka rumus di bandmath nya adalah B1/0.74926198

Gambar. 11. Proses Koreksi Sudut Matahari.

Gambar. 12. Citra Sebelum Koreksi Sudut Matahari.


Gambar. 13. Citra Sesudah Koreksi Sudut Matahari.
Dari Gambar. 12. dan Gambar. 13. Dapat dilihat bahwa koreksi sudut matahari tidak terlalu
memengaruhi citra secara visual namun koreksi sudut matahari ini mempengaruhi Digital number yang ada
pada Citra.

3.3.5 Klasifikasi Citra


Melakukan klasifikasi citra menggunakan metode klasifikasi supervised. Pada Tahap ini, wilayah
penelitian yang dilakukan pada penelitian ini dibagi menjadi 4 kelas, yaitu lahan terbangun, badan air,
vegetasi, dan lahan terbuka.

Gambar. 14. Proses dijitasi dari proses klasifikasi Citra.

Pada proses dijitasi ini digunakan 50 objek tiap bagian mulai dari 50 objek Lahan Terbuka, 50 objek
Lahan Terbangun, 50 Objek Vegetasi, 50 objek Badan Air.
Gambar. 15. Hasil Klasifikasu Supervised

3.3.6 Uji Akurasi


Uji akurasi dimulai dengan membuat random point menggunakan aplikasi ArcGIS Pro. Setelah
membuat random point pada ArcGIS Pro, masukkan data random point ke dalam google earth pro dan
melakukan uji akurasi apakan sudah sesuai dengan kelas klasifikasi dengan wujud sebenarnya dilihat
menggunakan aplikasi google earth pro tersebut. Lalu lakukan perhitungan dengan meninjau user’s accuracy,
producer’s accuracy, overall accuracy, dan Kappa HAT.

Gambar. 16. Proses Pembuatan Titik Sampling untuk Uji Akurasi


Gambar. 17. Titik Sampel di input ke dalam Google Earth Pro untuk Uji Akurasi

Gambar. 17. Uji Akurasi


4 Hasil dan Pembahasan
Pemanfaatan perangkat lunak dalam menganalisis tutupan lahan sangat membantu dalam analisis visual,
Hasil yang di peroleh dapat berupa peta tutupan lahan, dan kerapatan vegetasi, selain itu pembahasan juga
membahas mengenai Hasil dari Uji akurasi dari klasifikasi tutupan lahan.

4.1 Klasifikasi Tutupan Lahan


Berdasakan pengolahan data menggunakan aplikasi ENVI dan ArcGIS Pro, dapat dilihat dalam
klasifikasi tutupan lahan di Kabupaten Wonosobo dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu:
1. Lahan Terbangun (Merah Muda)
2. Vegetasi (Hijau)
3. Badan Air (Biru)
4. Lahan Terbuka (Kuning)

Gambar. 18. Peta Klasifikasi Tutupan Lahan Kabupaten Wonosobo

Dapat terlihat dari gambar 18. Bahwa pada Kabupaten Wonosobi sebagian besar ditutupi oleh Vegetasi
hal ini dapat dibebkan karena Kabupaten Wonosobo merupakan Kabupaten yang dikelilingi oleh gunung dan
perbukitan, mulai dari gunung Prau, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, dan Gunung Bismo. Lokasi
Permukiman warga terdapat pada kaki-kaki gunung dan perbukitan serta akses jalan raya, hal ini pula yang
menyebabkan banyaknya sawah dan kebun yang ada di Kabupaten Wonosobo.Karena banyaknya sawah serta
kebun yang ada di kabupaten wonosobo, Bertani dan Berkebun merupakan salah satu mata pencaharian warga
yang ada di Kabupaten Wonosobo, selain gunung yang menjadi tempat wisata yang di Kelola oleh warga local
dapat pula menjadi mata pencaharian bagi masyarakat Kabupaten Wonosobo. Pada penelitian kali ini, sawah
dimasukkan ke dalam kelas vegetasi, namun jika sawahnya terbilang kering dimasukkan ke dalam kelas lahan
terbuka.
4.2 Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan dengan pengecekkan random point yang sudah dibuat pada aplikasi ArcGIS Pro
menggunakan aplikasi Google Earth Pro. Titik-titik yang sudah diletakkan pada google earth pro dicek satu per
satu, apakah sudah sesuai dengan kelas klasifikasi yang sudah ditentukan sebelumnya pada aplikasi ENVI. Pada
aplikasi google earth pro kita dapat mengetahui apakah titk sampel kelas klasifikasi yang sudah dibuat sesuai
dengan pada penampakan aslinya atau tidak. Uji Akurasi tersebut akan dihitung dengan menggunakan tabel
confusion matrix.
Tabel 2. Matriks kesalahan (confusion matrix)
Google Earth
Kelas Tutupan (25-06-2019)
Lahan Lahan Vegetasi Badan Lahan Total User’s
Terbang Air Terbuka accuracy
un
Lahan Terbangun 33 12 0 5 50 66%
Vegetasi 1 49 0 0 50 98%
Badan Air 0 0 49 1 50 98%
Lahan Terbuka 4 9 6 31 50 62%
Total 38 70 55 37 250
Producer’s 86,84% 70,00% 89,09% 83,78%
accuracy
Overal Accuracy 81%

Kappa Hat 0,7467

Overal Accuracy = ((33+49+49+31)/200) x 100% = 81% (1)

Kappa Hat = ((N-D)-Q) / N² - Q (2)

Kappa Hat = ((200x162)-10000) / (200² - 10000) = 0,7467

Berdasarkan perhitungan uji akurasi didapatkan Overal Accuracy sebesar 81% dan nilai Kappa
Hat sebesar 0,7467. Jika mengacu pada tingkat akurasi menurut (Landis dan Koch, 1977) yang
terdapat padaTabel 1 maka tingkat akurasi yang telah dihasilkan berada pada tingkat sedang.
Hasil nilai Kappa Hat yang didapat bisa terbilang tidak terlalu baik dikarenakan banyak objek
yang salah kelas klasifikasi pada ENVI. Hal ini dapat terjadi karena terdapat perubahan tutupan lahan
seiring berjalannya waktu dan banyak objek yang bisa terbilang hampir mirip satu sama lain, seperti
vegetasi dan sawah kering. Sawah pada penelitian ini termasuk dalam kelas vegetasi sedangkan dalam
sawah yang terbilang kering dimasukkan ke dalam lahan terbuka. Sama halnya seperti vegetasi dan badan
air, pada citra yang terlihat dalam aplikasi ENVI hampir sama dengan warna yang sama-sama terbilang
gelap. Hal-hal seperti itu, mampu mempengaruhi hasil uji akurasi dan membuat peneliti mengalami
masalah dalam menentukan objek-objek yang diklasifikasi.

4.3 Nilai Kerapatan Vegetasi (NDVI)


Klasifikasi nilai kelas NDVI berdasarkan konsep konsep Wahyunto (2003), terbagi menjadi 5 kelas,
yaitu:
1. Tingkat sangat rendah, interval antara -1<NDVI<0,03 dengan ciri lahan tidak bervegetasi. Dalam peta
ditunjukkan area berwarna merah.
2. Tingkat rendah, interval antara 0,03<NDVI<0,15 dengan ciri lahan kehijauan sangat rendah. Dalam
peta ditunjukkan area berwarna oranye.
3. Tingkat sedang, interval antara 0,15<NDVI<0,25, dengan ciri kehijauan rendah. Dalam peta
ditunjukkan area berwarna kuning.
4. Tingkat tinggi, interval antara 0,25<NDVI<0,35, dengan ciri kehijauan sedang. Dalam peta ditunjukkan
area berwarna hijau muda.
5. Tingkat sangat tinggi, interval antara 0,35<NDVI<1, dengan ciri kehijauan tinggi. Dalam peta
ditunjukkan area berwarna hijau tua.

Gambar. 19. Peta Kerapatan Vegetasi Kabupaten Wonosobo


Pada Peta kerapatan vegetasi Kabupaten Wonosobo tahun 2019, dapat dilihat bahwa tingkat kerapatan
vegetasi di Kabupaten Wonosobo bervariasi, sebagian besar Kabupaten Wonosobo mempunyai kerapatan yang
Tinggi hingga sangat tinggi hal ini dapat dilihat berdasarkan topografi yang ada di Kabupaten Wonosobo dimana
Kabupaten Wonosobo di kelilingi oleh banyak pegunungan dan perbukitan.
5 Kesimpulan

Kesimpulan Pada penelitian kali ini menggunakan aplikasi Envi, ArcGIS Pro, dan Google Earth Pro.
Penelitian ini menggunakan dua metode yaitu metode klasifikasi dan uji akurasi. Klasifikasi ini bertujuan untuk
membuat gambaran umum tampilan citra mentah (Tampilan RGB) yang terkesan rumit sehingga menghasilkan
informasi spasial dengan tampilan yang mudah untuk diinterpretasi dan dipahami. Uji akurasi bertujuan untuk
menginformasikan kepada pengguna peta seberapa akurat klasifikasi yang telah kita lakukan karena Data
mengenai citra penginderaan jauh yang didapat perlu di validasi. Wilayah penelitian pada penelitian kali ini
adalah Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Pada Kabupaten Wonosobo, kelas klasifikasi dibagi
menjadi kelas, yaitu lahan terbangun yang disimbolkan warna merah muda, vegetasi yang disimbolkan warna
hijau, badan air yang disimbolkan warna biru, awan, dan lahan terbuka yang disimbolkan warna kuning. Hasil
klasifikasi tersebut kemudian dilakukan uji akurasi menggunakan Google Earth Pro. Didapatkan dari hitung uji
akurasi, bahwa Overal Accuracy penelitian ini sebesar 81% dan nilai Kappa Hat sebesar 0,7467. Jika mengacu
pada tingkat akurasi menurut Landis dan Koch pada tahun 1977, maka tingkat akurasi yang telah dihasilkan
berada pada tingkat sedang. Kabupaten Wonosobo juga memiliki memiliki tingkat kerapatan vegetasi yang
terbilang tinggi hingga sangat tinggi.

6 Daftar Pustaka
Wynne, R. H., Magnuson, J. J., Clayton, M. K., Lillesand, T. M., & Rodman, D. C. (1996). Determinants of temporal
coherence in the satellite‐derived 1987–1994 ice breakup dates of lakes on the Laurentian Shield. Limnology and
Oceanography, 41(5), 832-838.

Wulansari, H. (2017). Uji Akurasi Klasifikasi Penggunaan Lahan Dengan Menggunakan Metode Defuzzifikasi Maximum
Likelihood Berbasis Citra Alos Avnir-2. BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan, 3(1), 98-110.

Sampurno, R. M., & Thoriq, A. (2016). Klasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat 8 Operational Land Imager
(Oli) Di Kabupaten Sumedang (Land Cover Classification Using Landsat 8 Operational Land Imager (Oli) Data In
Sumedang Regency). Jurnal Teknotan Vol, 10(2).

Syah, A. F. (2010). Penginderaan jauh dan aplikasinya di wilayah pesisir dan lautan. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of
Marine Science and Technology, 3(1), 18-28.

Danoedoro, P. (2015). Pengaruh jumlah dan metode pengambilan titik sampel penguji terhadap tingkat akurasi klasifikasi
citra digital penginderaan jauh. Prosiding. Simposium Sains Geoinformasi ke-4, 27-28.

foresteract.com. 2016. Klasifikasi Terbimbing dan Klasifikasi Tidak Terbimbing. Diakses pada 30 Desember 2022, dari
https://foresteract.com/klasifikasi-terbimbing-dan-klasifikasi-tidak-terbimbing/.

Bashit, N., Prasetyo, Y., & Suprayogi, A. (2019). Klasifikasi Berbasis Objek untuk Pemetaan Penggunaan Lahan
menggunakan Citra SPOT 5 di Kecamatan Ngaglik. TEKNIK, 40(2), 122-128.

Anda mungkin juga menyukai