Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum

Penginderaan Jauh 1
Modul ke-5: Uji Akurasi

Disusun Oleh :

M. Rafi Rihardi
23117038

Program Studi Teknik Geomatika

Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan

Institut Teknologi Sumatera

2019
FORMAT PENILAIAN LAPORAN

PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH I

MODUL KE-5

Nama Mahasiswa : M. Rafi Rihardi


Nim : 23117038

No Unsur yang Dinilai SKOR

1. BAB I

2. BAB II

3. BAB III

4. BAB IV

5. BAB V

Asisten Praktikum

...................................

NIM.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penginderaan jauh atau inderaja (remote sensing) adalah seni dan ilmu untuk
mendapatkan informasi tentang obyek, area atau fenomena melalui analisa terhadap data
yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah
ataupun fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer,1979).
Lillesand et al. (2008) menyatakan bahwa data penginderaan jauh merupakan hasil
interaksi antara tenaga elektromagnetik dengan objek yang diindera yang direkam oleh
sensor, dimana setiap objek mempunyai karakteristik tertentu dalam berinteraksi dengan
setiap spektrum elektromagnetik. Danoedoro (2012) juga menyebutkan bahwa pada
prinsipnya setiap benda memiliki struktur partikel yang berbeda, dimana perbedaan ini akan
mempengaruhi pola respon elektromagnetiknya, yang dapat dijadikan landasan pembedaan
objek. Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan pemanfaatan lahan yang berbeda
dengan pemanfaatan sebelumnya. Dinamika perubahan penggunaan lahan menyebabkan
perubahan jenis penutupan lahan, misalkan saja luas daerah bervegetasi yang ada dalam
suatu wilayah. Algoritma yang sering digunakan dalam analisis penutup lahan vegetasi
adalah dengan menggunakan indeks vegetasi. Indeks Vegetasi adalah pengukuran optis
tingkat kehijauan (greenness) kanopi vegetasi, sifat komposit dari klorofil daun, luas daun,
struktur dantutupan kanopi vegetasi (Huete, 2011). Indeks Vegetasi dapat secara efektif
digunakan untuk pemetaan kekeringan, penggurunan (desertifikasi) dan penggundulan
hutan.
Koreksi geometrik atau rektifikasi merupakan tahapan agar data citra dapat
diproyeksikan sesuai dengan sistem koordinat yang digunakan. Acuan dari koreksi
geometrik ini dapat berupa peta dasar ataupun data citra sebelumnya yang telah terkoreksi.
Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan acuan titik kontrol yang dikenal dengan
Ground Control Point (GCP). Titik kontrol yang ditentukan merupakan titik-titik dari obyek
yang bersifat permanen dan dapat diidentifikasi di atas citra dan peta dasar/rujukan. GCP
dapat berupa persilangan jalan, percabangan sungai, persilangan antara jalan dengan sungai
(jembatan) atau objek lain.
Pada praktikum kelima yaitu melakukan klasifikasi pada citra, klasifikasi yang terdiri
dari empat objek yaitu vegetasi, pemukiman, jalan dan air dengan menggunakan metode
supervised dan unsupervised. keenam ini yaitu menguji akurasi dari citra yang sudah
diklasifikasikan, dengan mengubah data raster ke data vector, dimana praktikum keenam
ini menggunakan dua software yaitu ENVI dan ArcGIS.

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan praktikum ini sebagai berikut:
1. Praktikkan dapat menguji dan mengetahui tingkat akurasi dari hasil klasifikasi
citra.
2. Praktikkan dapat melihat perubahan objek di citra dengan yang ada di
lapangan.

1.3 Waktu dan Tempat


Waktu dan Tempat pelaksanaan praktikum ini sebagai berikut:
Hari/Tanggal : Kamis, 7 November 2019.
Tempat : Lab Geomatika, Institut Teknologi Sumatera.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Klasifikasi Citra


Klasifikasi citra secara otomatis, yaitu proses penggolongan suatu citra ke dalam suatu
kategori yang semakin dibutuhkan untuk melakukan analisis citra. Klasifikasi adalah proses
pencarian sekumpulan model atau fungsi yang menggambarkan dan membedakan kelas data
dengan tujuan agar model tersebut dapat digunakan untuk memprediksi kelas dari suatu
obyek yang belum diketahui kelasnya (Sutan 2008).
Klasifikasi citra menurut Lillesand dan Kiefer (1990), dibagi ke dalam dua klasifikasi
yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing
(unsupervised classification). Menurut Lillesand and Kiefer (1990), analisis citra terbimbing
merupakan proses pemilihan kategori informasi atau kelas yang diinginkan dan kemudian
memilih daerah latihan yang mewakili tiap kategori.
Klasifikasi terbimbing membutuhkan pengetahuan tentang kelas kelas( objekobjek ) apa
saja yang terdapat dalam target serta lokasinya ( Dalam klasifikasi tidak terbimbing setiap
pixel diperbandingkan dengan kluster diskret untuk melihat untuk pixelpixel mana yang
memiliki kemiripan yang tinggi dan dikelompokkan dalam klaster klaster. Kemudian
diperbandingkan dengan kenampakan objek yang sebenarnya bila hasil klaster masih kurang
memuaskan, maka perlakuan-perlakuan itu diulangi lagi untuk mencari kombinasi klaster
yang lebih sesuai.
Secara umum identifikasi lahan dapat dilakukan melalui data penginderaan jauh dengan
tiga cara sebagai berikut:

1. Klasifikasi visual, yaitu identifikasi melalui tampilan citra satelit oleh mata manusia
berdasarkan pola yang ada dalam citra diklasifikasi dan dilakukan pembuatan garis
garis batas antar kelas (zonasi), cara visual ini baik untuk ekstraksi spasial, tetapi
hasilnya ditentukan pengalaman interpreternya dan membutuhkan waktu lama.
2. Klasifikasi digital, yaitu analisis citra dilakukan dengan bantuan komputer digital
dengan algoritma-algoritma tertentu, kelebihan cara ini adalah waktu proses cepat
dan dapat mengekstraksi besaran fisik dan indeks.

3. Kombinasi metode visual dan digital (man-machine interactive system).

2.2 Pengecekan Lapangan


Pengukuran akurasi merupakan suatu cara untuk mengevaluasi tingkat keakurasian hasil
klasifiasi yang telah dilakukan. Nilai akurasi dapat dibagi menjadi dua yaitu akurasi secara
keseluruhan (overall accuracy) yang diartikan sebagai total kelas yang diklasifikasikan
dibagi dengan total kelas referensi, sedangakan nilai akurasi kategori individu dibagi lagi
menjadi dua bagian yakni produser’s accuracy dan user accuracy (Jaya, 2010).
Produser’s accuracy merupakan jumlah elemen kelas yang diklasifikasikan secara benar
dibagi dengan elemen referensi untuk kategori. Sedangakan, user’s accuracy adalah elemen
yang diklasifikasikan secara benar untuk setiap kategori dibagi dengan total elemen yang
diklasifikasikan ke dalam kategori tersebut. Penilaian tingkat akurasi dilakukan dengan cara
membandingkan data yang diperoleh dari hasil pengecekan lapangan (ground truth) dengan
klasifikasi yang diperoleh.
Dari hasil interpretasi dan pengujian lapangan dapat diperoleh besarnya kepercayaan
hasil penelitian. Semakin banyak jenis dan jumlah data penginderaan jauh yang dilakukan
pengujian, maka uji kesesuaian perlu dilakukan. Dalam uji kesesuaian yang dipakai dalam
penelitian adalah survey lapangan. Survei lapangan bertujuan untuk mencocokan
kenampakan hasil interpretasi dengan kondisi nyata di lapangan. Berdasarkan survei tersebut
didapatkan ketelitian sebesar 93% dan dikatakan valid dari 28 titik pengamatan yang ber
garis pantai maupun penggunaan lahannya (Satyanta Parman, 2010).

2.3 Penginderaan Jauh


Definisi penginderaan jauh (PJ) atau remote sensing ( RS ) dalam Indarto (2014:3) dapat
dijumpai di berbagai literatur. Remote berarti dari jauh, sedangkan sensing berarti mengukur.
Jadi, remote sensing berarti mengukur dari jauh atau mengukur tanpa menyentuh objek yang
diukur. Salah satu definisi penginderaan jauh menurut Rango (1996) dalam Indarto (2014:3),
pengideraan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek,
luasan, atau tentang fenomena melalui analisis data yang diperoleh dari sensor. Dalam hal
ini, sensor tidak berhubungan langsung dengan objek atau benda yang menjadi target. Citra
merupakan salah satu dari beragam hasil proses penginderaan jauh. Definisi citra banyak
dikemukakan oleh para ahli, salah satu di antaranya pengertian tentang citra menurut Hornby
(1974) dalam Sutanto (1994: 5) dapat dibagi menjadi lima, berikut ini tiga di antaranya :
1. Likeness or copy of someone or something, especially one made in wood, stone,
etc.

2. Mental pictures or idea, concept of something or someone.

3. Reflection seen in a mirror or through the lens of a camera


BAB III
LANGKAH KERJA
Berikut merupakan langkah untuk uji akurasi menggunakan software ENVI :

• Buka hasil praktikum modul ke 4 (citra yang sudah terklasifikasi) dalam hal ini
saya menggunakan Maximum Likelihood Majority.

• Lalu klik vector – raster to vector – klik band max majority tersebut.
• Kemudian export file tersebut menjadi shp agar bisa dibuka pada ArcGIS.

• Menunggu proses konversi dan selanjutnya mengklik hasil konversi > Load
Selected > new vector window > OK.

• Mengklik file pada vector window dan memilih EVF layer to Shapefile,
memilih tempat penyimpanan dan OK.
• Membuka Software ArcGIS dan memanggil data vektor yang sebelumnya
merupakan data raster dan memanggil data shp Bandar Lampung.

• Mengklik Geoprocessing > Clip dan mengisi input feature dengan vektor
sebelumnya dan clip feature dengan shp Bandar Lampung > OK.

• Mengklik kanan pada data dan memilih properties > quantities dan mengetik
menjadi empat kelas.
• Kemudian klik kanan – identify – pada titik yang akan dilakukan uji akurasi
• Mengklik catalog > New > Shapefile , mengubah nama jadi koordinat dengan
type point dan sistem koordinat UTM Zona 48S.
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS

4.1 Hasil

1. Raster To Vector

2. Data koordinat
3. Data pada ArcGIS

4.2 Analisis
Pada saat klasifikasi citra, training area sebanyak 4 objek yaitu vegetasi, pemukiman,
jalan dan air. Pada uji akurasi praktikan mengambil sampel setiap objek sebanyak 10
sampel, dalam proses ini adanya perhitungan user accuracy, produscer accuracy dan overall
accuracy.
Hasil uji akurasi kali ini didapatlah user accuracy objek vegetasi sebesar 70%, objek
pemukiman sebesar 80%, objek jalan sebesar 80% dan air sebesar 0%, hasil producer
accuracy pada objek vegetasi sebesar 43,75%, pemukiman sebesar 57,14%, objek jalan
sebesar 80% dan air sebesar 0%, hasil untuk overall accuracy yaitu sebesar 57,5%. Untuk
objek air 0% hal ini disebabkan karena adanya proses majority, dimana objek yang belom
terklasifikasi masuk kedalam objek yang terklasifikasi didekat objek tersebut, dan
kebanyakan objek air saat di lapangan itu merupakan lahan vegetasi. Objek vegetasi pada
saat klasifikasi citra ternyata di lapangan terdapat 2 termasuk objek pemukiman dan 1
sebagai objek jalan, dan begitu juga untuk objek yang lainnya, hal ini terjadi karena
perubahan penggunaan lahan setelah pemotretan area tersebut oleh satelit.
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan pada praktikum ini ialah sebagai berikut :
1. Dalam mengubah raster to vektor pada software ENVI, format vektor tetap
EVF, diubah terlebih dahulu ke Shapefile pada software ENVI agar bisa di
import ke dalam software ArcGIS.
2. Uji akurasi bertujuan untuk memastikan hasil klasifikasi citra yang dilakukan
pada software ENVI sama atau berbeda dengan yang ada di lapangan.
3. Pada saat uji akurasi citra yang sudah terklasifikasi berbeda di lapangan, hal ini
terjadi karena perubahan dari penggunaan lahan setelah pengambilan gambar
pada satelit.
4. Producer accuracy merupakan akurasi yang dilihat dari sisi penghasil peta,
sedangkan user accuracy merupakan akurasi yang dilihat dari sisi pengguna
petanya.
DAFTAR PUSTAKA
Permana, A. (2014). Klasifikasi Citra. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Ika Noviatul, A. P. (2016, 07 23). Retrieved from Academia:
Sutanto, 2013, Metode Penelitian Penginderaan Jauh, Penerbit Ombak, Yogyakarta.
Ahmad A. 2012. Analysis of maximum likelihood classification on multispectral data. Applied
Mathematical Sciences, 6(129): 6425–6436.
Lillesand, T.M., Kiefer, R.W., and Chipman, J., 2008, Remote Sensing and Image
Interpretation, Sixth Edition, John Wiley and Sons, Inc.
Indarto. 2013. Teori dan Praktek Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Anda mungkin juga menyukai