Anda di halaman 1dari 24

MIKROTEKNIK

Pembuatan Preparat Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus) Dan


pengamatan stomata daun Karet (Ficus sp.) dengan 3 metode
(Imprint,pewarnaan safranin,dan pengamatan dengan Air)

(Disusun untuk memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Mikroteknik)

Disusun oleh:

Hera Destika Rahayu (3425140767)

Program Study:

Biologi/2014

Pembimbing:

Ratna Dewi

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2016

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jaringan dalam bahasa Perancis adalah "tissue" yang pertama kali digunakan oleh
Bichat seorang ahli anatomi dan fisiologi dari Perancis yang terkesan oleh ragam
anyaman yang dijumpainya sewaktu mendeteksi tubuh. Observasi mikroskop pada
jaringan yang berbeda memastikan bahwa satuan terkecil dari jaringan dibentuk oleh sel,
sel inilah merupakan struktur terkecil yang membentuk tubuh manusia,hewan dan
tumbuhan (Lianury, 2000).
Tubuh tumbuhan secara morfologi terdiri atas unit sel yang dilindungi oleh dinding,
dan masing-masing sel dengan mengadakan kesatuan dengan adanya substansi antar sel.
Di dalam tubuh tumbuhan sel-sel ini terdapat dalam kelompok yang secara struktural dan
fungsional berbeda dengan kelompok sel yang lain. Kelompok-kelompok sel-sel tersebut
dikenal dengan jaringan (Amanda, 2007).
Sel tumbuhan mempunyai bentuk, ukuran dan struktur yang bervariasi. Struktur sel
rumit, namun demikian semua sel mempunyai persamaan dalam beberapa segi dasar.
Jaringan yang menyusun tumbuh-tumbuhan terdiri dari jaringan muda dan dewasa.
Jaringan-jaringan ini dapat ditemukan pada bagian akar, batang dan daun tumbuhan.
Jaringan ini dapat dilihat dengan membuat suatu preparat penampang dari bagian-bagian
tumbuhan (Amanda, 2007)
Preparat awetan jaringan tumbuhan adalah salah satu media pembelajaran Biologi
yang sangat efektif. Dengan latar belakang seperti di atas, maka diharapkan kita dapat
mengamati dan melihat preparat dengan menggunakan metode paraffin dengan
pewarnaan tunggal (Amanda, 2007).
Metode parafin termasuk metode irisan yang merupakan metode rutin atau standar.
Metode ini sekarang banyak digunakan, karena hampir semua macam jaringan dapat
dipotong dengan baik bila menggunakan metode ini. Preparat awetan jaringan tumbuhan
adalah salah satu media pembelajaran biologi yang sangat efektif. Oleh karena itu dengan
latar belakang seperti di atas, maka dilakukanlah percobaan ini dengan harapan kita dapat
mengamati dan melihat preparat dengan menggunakan metode parafin.

1.2 Perumusan masalah

Bagaimana cara membuat preparat daun nangka (Artocarpus heterophyllus) dengan

metode parafin?
Apa perbedaan pengamatan stomata daun karet (Ficus sp.) dengan metode pewarnaan
safranin, imprint, dan metode penambahan air?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini selain untuk memenuhi tugas akhir semester mata kuliah
mikroteknik, adalah untuk menyediakan dan menambah preparat awetan jaringan
tumbuhan khususnya daun nangka (Artocarpus heterophyllus), untuk mengetahui metode
pengamatan stomata yang mana yang paling efektif dan tahan lama, untuk keperluan
praktikum di Jurusan Biologi.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dilakukannya penelitian pembuatan preparat jaringan tumbuhan ini
adalah:
1. Menyediakan preparat tumbuhan yang belum ada di Laboratorium Jurusan
Biologi, Universitas Negeri Jakarta.
2. Menambah pengetahuan tentang metode pengamatan stomata yang paling efektif
untuk mendapatkan stomata yang jelas, dalam waktu yang cepat, dan tahan lama.
3. Mengetahui tahap-tahap pembuatan preparat tumbuhan, terutama daun nangka
(Artocarpus heterophyllus)
4. Menambahn pengetahuan tentang tahap-tahan pembuatan preparat yang baik dan
benar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Mikroteknik
Mikroteknik atau teknik histologi ini akan dipelajari ilmu atau seni untuk
mempersiapkan organ, jaringan atau bagian yang lainnya untuk dapat diamati dan dipelajari
dengan lebih teliti. Pada umumnya untuk melihat jaringan atau organ ini dilakukan dengan
bantuan mikroskop, karena struktur jaringan secara terperinci pada dasarnya terlalu kecil
untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Suatu spesimen mikroteknik dapat merupakan
sebagian ataupun keseluruhan dari struktur yang ditetapkan. Selain diletakkan pada kaca
preparat, spesimen tadi umumnya dilindungi dengan kaca penutup yang direkatkan di atas
spesimen (Alyas, 2010).
Banyak cara dalam pembuatan preparat jaringan tumbuhan, diantaranya adalah
dengan metode parafin. Metoda ini sekarang banyak digunakan, karena hampir semua macam
jaringan dapat dipotong dengan baik bila menggunakan metoda ini. Kebaikan-kebaikan
metoda ini adalah irisan yang dihasilkan jauh lebih tipis dari pada menggunakan metoda beku
atau metoda seloidin. Dengan metoda beku, tebal irisan rata-rata diatas 10 mikron, tapi
dengan metode parafin tebal irisan dapat mencapai rata-rata 6 mikron. Irisan-irisan yang
bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah bila menggunakan metode ini. Prosedurnya jauh
lebih cepat dibandingkan dengan metode seloidin. Namun metode parafin juga memiliki
kelemahan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah. Jaringan-jaringan yang
besar tidak dapat dikerjakaan, bila menggunakan metode ini. Sebagian besar enzim-enzim
akan larut dengan metode ini (Imron, 2008).
Metode parafin termasuk metode sayatan yang banyak digunakan, karena hampir
semua jaringan dapat dipotong dengan metode ini. Pengamatan secara mikroskopis dari suatu
jaringan dalam berbagai kondisi dan berbagai elemen jaringan dapat diamati atau diteliti
melalui preparat permanen yang dibuat dengan metode parafin. Pembuatan preparat dengan
metode parafin adalah metode yang paling umum digunakan untuk pembuatan preparat
permanen, baik pada tumbuhan ataupun pada hewan (Sugiharto, 1989).
Adpaun Tahapan metode parafin
Pembuaatan preparat jaringan tumbuhan yang dilakukan dengan metode parafin
melalui beberapa tahapan, yaitu:
A. Pengambilan jaringan (Diseksi/Collecting)

Diseksi merupakan proses pengambilan jaringan atau bagian jaringan dari sumber
alami baik berupa tumbuhan ataupun hewan yang akan digunakan sebagai bahan dasar
dalam mikroteknik. Pada jaringan hewan setelah dilakukan pengambilan diperlukan proses
pencucian (washing).
Pencucian (washing) adalah suatu tahap yang membedakan metode paraffin hewan
dengan tumbuhan. Percobaan ini perlu dilakukan karena jaringan yang diambil pada
hewan dengan tumbuhan.pencucian ini perlu dilakukan karena jaringan yang diambil pada
hewan sering kali dalam keaadaan kotor oleh darah atau kotoran seperti pada organ
pencernaan. Selain itu jaringan hewan lebih cepat mengalami dehidrasi yang merusak
jaringan, sehingga perlu secepat mungkin dimasukan ke dalam larutan fisiologis sebagai
fiksasi sementara. Pencucian pada pembuatan preparat hewan menggunakan larutan garam
fisiologis.
B. Fiksasi (Fixation)
Fiksasi adalah usaha yang dapat mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan
agar tetap berada pada tempatnya dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran..
media yang digunakan untuk fiksasi disebut dengan fiksatif. Fiksatif terdiri dari unsurunsur kimia yang dibuat dalam bentuk larutan atau gas yang berfungsi agar Jaringan tidak
membusuk, dan dapat mempertahankan struktur jaringan.
Tujuan dilakukan fiksasi dalam pembuatan preparat dengan menggunakan metode
paraffin adalah:
1. mematikan (menghentikan proses-proses metabolisme)jaringan dengan cepat,
sedangkan keadaan sedikit banyaknya mendekati keadaan semula.
2. mencegah terjadinya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh mikroorganisme
ataupun kerusakan oleh jenis enzim yang terkandung oleh jaringan itu sendiri, yang
dikenal dengan autoloisis.
3. Meningkatkan daya pewarnaan karena adanya bahan-bahan keras (mordant) yang
merupakan komponen jaringna fiksatif.

C. Dehidrasi (dehydration)

Dehidrasi adalah proses penarikan air dari dalam jaringan dengan menggunakan
bahan-bahan kimia tertentu. Dehidrasi bertujuan untuk mengeluarkan air dari dalam
jaringan yang telah difiksasi. Proses dehidrasi merupakan serangkaian proses dengan cara
memasukan sample ke dalam larutan dehidrasi secara berseri dari konsentrasi rendah
sampai konsentrasi tinggi dengan mengurai konsentrasi air.
Dehidran yang paling umum digunakan pada mikroteknik dengan metode paraffin
adalah alkohol. Jenis dehidran lain adalah dioksan, N-butyl alcohol, aniline oil dan
bergamot oil.
Alcohol merupakan dehidran yang umum digunakan, karena relatife lebih murah dan
mudah diperoleh, tapi mampu menghasilkan hasil yang baik, bahkan untuk jenis-jenis
jaringan-jaringan lunak seperti otak, sumsum tulang belakang, dan embrio. Dalam
penggunaan alcohol dipakai serial dengan konsentrasi yang berbeda, dimulai dari
konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi (35%-50%-70%-80%-95%-100%). Lama
perendaman tergantung untuk masing-masing konsetrasi berkisar 1-6 jam. Alcohol 70%
sebagai stoping point, jaringan di malamkan.
Proses dehidrasi dalam berbagai konsentrasi alcohol dilakukan setingkat demi
setingkat. Tujuannya adalah untuk menjaga agar tidak terjadi perubahan secara tiba-tiba
dalam terhadap sel jaringan, sehingga perubahan struktur sel yang terjadi sekecil mungkin.
Apabila proses dehidrasi ini tidak sempurna berarti masih ada molekul air dari dalam
jaringan. Ketidaksempurnaan proses dehidrasi ini dapat diketahui dengan jelas setelah
jaringan dimasukan ke dalam zat penjernih, dimana jaringan tidak menjadi transparan
walaupun jaringan telah lama dalam larutan penjernih. Jika terjadi hal yang demikian,
maka jaringan harus dikembalikan ke dehidran.
D. Penjernihan (Clearing)
Clearing merupakan proses harus segera dilakukan setelah dehidrasi. Tujuan dari
penjernihan ini adalah menggantikan tempat alcohol sementara dalam jaringan yang telah
mengalami proses dehidrasi dengan suatu solven atau medium penjernih sebelum proses
penanaman

dalam

mentranparankan

paraffin.

jaringan

Medium

agar

penjernih

kemudian

ini

dapat

memperlihatkan warna sesuai dengan warna pewarnanya.


E. Infiltrasi (Infiltration)

akan

terwarnai

menjernihkan

atau

dengan

dan

baik

Infiltrasi adalah suatu usaha menyusupkan media penanaman (embedding media) ke


dalam jaringan dengan jalan menggantikan kedudukan dehidran dan bahan penjernih
(clearing agents). Media penanaman yang digunakan dalam infiltrasi ini adalah paraffin.
Proses infiltrasi ini umumnya dilakukan di dalam oven yang suhunya dapat diatur sesuai
titik leleh jenis paraffin yang digunakan. Pada jaringan hewan bisa langsung digunakan
paraffin keras dengan titik leleh 56-58C.
Dalam proses infiltrasi sebaiknya jaringan jangsn langsung dimasukan ke dalam
paraffin murni, tetapi sebelum paraffin murni jaringan dimasukkan terlebih dahulu ke
dalam campuran bahan penjernih dan paraffin murni dengan perbandingkan yang sama.
Waktu yang diperlukan jaringan campuran ini terlalu lama cukup berkisar antara 10-30
menit saja tergantung besar kecilnya jaringan. Tujuan dari semua ini adalah untuk
menghindari jaringan dsri prubshsn lingkungsn yang sangat mendadak. Perubahanperubahan yang mendadak ini dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan itu sendiri,
seperti jaringan menjadi sangat mengkerut,dll.
Setelah dalam campuran paraffin dan bahan penjernih, jaringan baru dipindahkan ke
paraffin murni sebanyak tiga kali ganti yang masing-masingnya berkisar antara 30-60
menit. Usahakan jaringan jangan terlalu lama ditinggalkan dalam oven.
Tujuan dari tahap infiltrasi ini adalah untuk mengisi jaringan dengan paraffin sebagi
pengikat jaringan agar tetap memiliki bentuk dan struktur yang sama seperti hidup.
F. Penanaman (Embedding)
Embedding atau penanaman merupakan proses memasukan atau penanaman jaringan
ke dalam balok-balik paraffin (cetakan) sehingga memudahkan proses penyayatan dengan
bantuan mikrotom. Tujuan dari tahap ini adalah untuk membuat balok paraffin yang berisi
jaringan yang akan dibuat preparat permanen.
Paraffin yang digunakan untuk menanam jaringan harus memiliki titik leleh yang
sama dengan paraffin yang digunakn waktu infiltrasi. Paraffin ketiga yang dipakai pada
infiltrasi dapat digunakan langsung untuk penanaman dengan syarat memang sudah bersih
dari bahan penjernih.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penanaman adalah:
- Paraffin yang digunakan benar-benar bersih dan murni

- Peralatan yang digunakan benar-benar khusu untuk prose situ saja


- Pembuatan balok sebaiknya dilakukan dekat oven atau lampu Bunsen agar lebih
cepat, susunjaringan sesuai dengan orientasi yang direncanakan.
- Jaringan sebaiknya diberi label untuk menghindari kesalahan atau bertukar.
- Untuk jenis-jenis jaringan yang halus perlu dikerjakan di bawah lup
- Jangan sampai ada gelembung udara pada balok paraffin yang dibuat terutama dekat
jaringan.
G. Penyayatan (Sectioning)
Proses penyayatan adalah pembuatan sayatan atau pita dari balok parafin yang telah
terbentuk dengan menggunakan mikrotom, yang bertujuan untuk membuat sayatan
jaringan dan dapat dilihat jelas dari dalam mikroskop. Pembuatan irisan dengan metode
parafin memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah yaitu proses embedding lebih
cepat dan lebih simpel, material embedding dapat disimpan dalam waktu yang lama pada
kondisi kering, serta dapat membuat irisan yang tipis. Embedding menggunakan paraffin
sangat baik digunakan untuk studi embriologi, anatomi dan sitologi (Khasim, 2002).
H. Penempelan dan Afiksasi (Afixing)
Affixing adalah proses pelekatan atau penempatan sayatan jaringan pada kaca objek
dengan bantuan media pelekat tertentu. Tujuan penempelan ini adalah untuk menempelkan
pita paraffin yang sudah berisi sayatan jaringan pada kaca objek.
I. Deparafinasi dan Pewarnaan (Staining)
Deparafinasi adalah suatu tahap menjelang proses pewarnaan dengan menggunakan
xilol untuk membersihkan paraffin dari jaringan dan kaca objek. Pengerjaan deparafinasi
aserial atau berkelanjutan dengan pengerjaan pewarnaan. Tujuan dari tahap ini untuk
membersihkan jaringan dan kaca objek dari paraffin. Pewarnaan merupakan suatu tahap
dalam mikroteknik untuk mempertajam atau memperjelas berbagai elemen jaringan,
terutama sel-seknya, sehingga dapat dibedakan dan ditelaah dengan mikroskop.tanpa
pewarnaan, jaringan akan transparan sehingga sulit untuk diamati. Pewarnaan akan
memperjelas rinci suatu jaringan sehinnga mudah untuk dipelajari

II.POHON NANGKA (Artocarpus heterophyllus)


Klasifikasi Nangka (Artocarpus heterophyllus)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus heterophyllus

Morfologi Tanaman Nangka


Akar:

Tanaman nangka tumbuh kokoh karena ditunjang oleh sistem perakaran yang

kuat dari jenis akar tunggang dengan sistem percabangan akar yang cukup banyak. Sistem
perakaran yang kuat ini menyebabkan tanaman nangka sering ditanam untuk keperluan
konservasi lahan miring dan daerah aliran sungai.
Daun:

Daun tanaman nangka tergolong daun tunggal yang tumbuh berselang-seling

pada bagian ranting tanaman. Permukaan daun nangka bagian atas dan bawah memiliki
penampilan yang berbeda. Permukaan daun bagian atas memiliki warna hijau cerah
dengan tekstur yang licin, sedangkan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau tua
dengan tekstur yang kasar. Pangkal daun memiliki penumpu berbentuk segitiga dengan
warna kuning kecoklatan.

Bunga:

Tanaman nangka adalah tanaman berumah satu, artinya dalam satu tanaman

dapat dijumpai bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan dicirikan dengan bentuknya
yang menyerupai gada, bengkok, dan berwarna hijau tua, sedangkan bunga betina
dicirikan dengan bentuknya yang menyerupai gada silindris yang pipih.
Buah:

Buah nangka tergolong buah majemuk semu, artinya buah tersebut tersusun

oleh rangkaian bunga majemuk (nyamplung) dan dari luar terlihar seperti hanya satu
buah.Di dalam buah nangka (diantara nyamplung) terdapat dami-dami yang sebetulnya
merupakan bunga nangka yang tidak terserbuki.

II.3 Imprint
teknik imprint, yaitu mencetak stomata daun menggunakan kuteks (cat kuku). Imprint
dilakukan dengan mengoleskan kuteks trasparan dari arah tulang daun menuju tepi daun
dengan lebar sekitar 0,5 cm. Lapisan kuteks dibiarkan selama 15 menit sampai kering dan
dikelupas dengan menggunakan selotip transparan agar stomata daun terikut. Cetakan
stomata (imprint) yang didapat ditempelkan pada gelas obyek dan diamati di bawah
mikroskop dengan perbesaran 100 x. Untuk mempermudah pengamatan stomata, gambar
stomata difoto dengan menggunakan kamera.

II. 4 Metode whole mount (pewarnaan safranin)


Metode Whole Mount merupakan metode dimana objek yang akan dibuat sebagai preparat
berada dalam keadaan utuh, yaitu tanpa sectioning. Sehingga dengan kondisi tersebut dapat
diamati struktur utuh dari suatu organisme dan tentu saja objek akan terlihat dengan jelas
ketika diamati menggunakan mikroskop. Struktur yang dapat diamati menggunakan metode
Whole Mount ini adalah struktur reproduksi maipun struktur vegetatif pada suatu organisme
(Biochem, 2008).
Metode pembuatan preparat yang digunakan untuk pengamatan secara menyeluruh, artinya
mempelajari struktur vegetatif dan reproduktifnya tanpa melakukan penyayatan terhadap
tanaman tersebut karena metode ini menggunakan semua bagian tanaman sebagai
preparatnya. Tentu saja tanaman yang diamati haruslah berukuran kecil sehingga dapat
termuat pada objek glass. Sedangkan pada tanaman yang agak besar bisa dilakukan

pemangkasan agar menjadi lebih rapi dan kecil. Metode whole mounth mempunyai kelebihan
dan kelemahan masing-masing. Kelebihan metode ini adalah dapat mengamati seluruh bagian
tanaman dengan jelas tiap bagian-bagiannya. Sedangkan kelemahannya adalah metode ini
hanya bisa dilakukan pada tanaman dengan ukuran yang kecil saja tidak bisa tanaman yang
besar sehingga metode ini perlu terus dikembangkan dengan melakukan bebagai percobaan.
( Wahyuni, 2008).

II.5 Metode pengamatan sederhana


Pada metode ini, pengamatan stomata dengan cara sederhana yaitu dengan menyayat tipis
bagian bawah dari daun, lalu diletkakkan diatas kaca objek, diberi air agak sayatan tidak
hilang, lalu ditutup dengan cover gelas, kemudian diamati dibawah mirkoskop. Prosesnya
mudah, tetapi metode ini kadang susah untuk mendapatkan stomata secara celas karena
biasanya saat menyayat terlalu tebal sehinggal stomatanya tidak terlihat.

II. 6 (Ficus sp.)


Daun merupakan tempat fotosintesis. Tidak hanya sebagai tempat fotosintesis, daun juga
berfungsi untuk transpirasi (penguapan air) dan respirasi (pernapasan). Pada gambar daun
Ficus elastica terlihat sel-sel yang tersebar. Sel-sel tersebut adalah:
Epidermis dengan kutikula, yang berfungsi untuk mengurangi penguapan. Epidermis
termasuk dalam sistem jaringan dermal
Xilem dan Floem. Jaringan pembuluh daun merupakan lanjutan dari jaringan batang, terdapat
di dalam tulang daun dan urat-urat daun.
Parenkim/ tiang, sel-selnya rapat sedang jaringan bunga karang sel-selnya agak renggang,
sehingga masih terdapat ruang-ruang antar sel. Kegiatan fotosintesis lebih aktif pada jaringan
tiang karena kloroplastnya lebih banyak daripada jaringan bunga karang. Namun, untuk
kegiatan pertukaran gas, lebih dominan di jaringan bunga karang
Stomata tersusun atas sel penutup dan sel tetangga yang banyak mengandung kloroplas.
Adanya stomata memungkinkan terjadinya pertukaran gas antara sel sel fotosintetik

dibagian dalam daun dengan udara disekitarnya. Stomata juga merupakan jalan keluarnya uap
air

BAB III
METODOLOGI

III.1 Tujuan operasional penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan preparat awetan jaringan tumbuhan daun nangka
(Artocarpus heterophyllus) dan mendapatakan stomata dengan 3 tehnik pengamatan, adapun
beberapa tujuan praktikum ini yaitu;

1. Mendapatkan potongan daun Artocarpus heterophyllus Berukuran 0,5 cm


2. Menanam Artocarpus heterophyllus pada parafin
3. Mendapatkan potongan preparat daun Artocarpus heterophyllus dengan menggunakan
4.
5.
6.
7.

alat pemotong yaitu mikrotom.


Mewarnai preparat daun Artocarpus heterophyllus dengan pewarna safranin
Mendapatkan hasil pewarnaan yang baik
Mengolesi permukaan daun Ficus.sp dengan kutek dan mendapatkan cetakan stomata
Melakukan pengamatan stomata dengan metode whole mount dengan menggunakan

pewarna safranin
8. Mendapatkan stomata yang bagus

III.2 Metode penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah metode dekriptif

III.3 Waktu dan tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan februari-juni 2016 di Lab H jurusan biologi
Universitas Negeri Jakarta pada hari Rabu pukul 13.00 WIB hingga selesai.

III.4 Alat dan Bahan


Alat:
-

Silet
Penggaris oven
Beaker glass
Gelas ukur
Corong
Pipet
Botol vilial
Penangas
Kaki tiga
Bunses
Kaset blok
Aspirator
Mikrotom
Object gelas
Cover gelas
Tissue

Kertas label

Bahan:
-

Daun Artocarpus heterophyllus


Daun Ficus sp.
Akuades
Larutan FAA
Larutan Hematoxylin
Larutan eosin
Spiritus
Kertas saring
Kertas kalender
Canada balsam
Alkohol berbagai konsentrasi
Xilol
Safranin
Larutan A dan larutan B
Parafin cair dan minyak parafin
Kertas label
Putih telur
Kuteks bening
Gliserin 30%
Bayclin
Silet goal

III.5 Cara kerja


Cara kerja yang dilakukan dalam pembuatan preparat awetan daun nangka (Artocarpus
heterophyllus) adalah sebagai berikut:
a. Proses pembuatan alkohol bertingkat
b. Proses pembuatan larutan FAA
- Larutan terdiri dari 50 cc ethyl alkohol 96%, 5 cc asam asetat glacial, 10 cc
-

formaldehid (37-40 %), 35 cc akuades


Bahan-bahan yang diperlukan dicampurkan dan dimasukkan ke dalam botol

kaca dan disimpan selama satu minggu


c. Proses fiksasi
- Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
- Potong daun nangka (Artocarpus heterophyllus) menjadi potongan-potongan
kecil (0,5 x 0,5 cm) sebanyak 3-5 potongan.

Memasukkan bahan yang sudah dipotong kedalam botol vilial, kemudian

diberi larutan FAA hingga daun terendam dan diamkan selasa satu minggu
Melakukan aspirasi menggunakan aspirator selama 5 menit atau hingga organ

tenggelam
d. Proses penjernihan atau dehidrasi
- Masukkan potongan daun nangka (Artocarpus heterophyllus) ke dalam alkohol
70%, 80%, 90%, dan 100% secara berturut-turut selama 20-30 menit; lalu
kedalam minyak parafin
e. Proses infiltrasi
- Masukkan potongan daun nangka (Artocarpus heterophyllus) ke dalam parafin
lunak dengan 2 hingga 3 kali pergantian selama 1 jam
f. Proses penanaman (embedding)
- Buat tempat penanaman dengan menggunakan kertas kalender yang berbentuk
persegi atau persegi panjang (sesuai ukuran organ tanamaman yang
-

digunakan)
Masukkan parafin blok yang sudah dicairkan, diamkan sampai paraffin

tersebut agak membeku


Masukkan bahan ke dalam parafin yang sudah agak membeku, usahakan

bahan diletakkan di tengah-tengah blok


- Diamkan sampai membeku
g. Proses blocking
- Pindahkan bahan yang sudah ditanam di blok pada kaset dengan menempelkan
pada kaset dengan menggunakan parafin
h. Proses pembuatan larutan A dan larutan B
- Larutan A terdiri dari gelatin 1 gram, calcium propionate 1 gr, benzolkonium
-

chloride 1 cc dan air 100 cc


Larutan B terdiri dari chromealum 1 gr, formalin 40% dan air 90 cc
Masukkan semua bahan laurutan A kedalam botol kaca, campur menjadi satu.

Demikian juga dengan larutan B


i. Proses penyayatan
- Sayat bahan dengan menggunakan mikrotom
- Letakkan sayatan di objek gelas yang sudah ditetesi dengan larutan A,
kemudian tetesi larutan B diatas sayatan
j. Proses pewarnaan
- Deparafinasi dengan xilol 1 dan 2 masing-masing selama 5 menit
- Dehidrasi dengan alkohol 100%, 96%, 80%, 70% dan akuades masing-masing
-

selama 5 menit
Masukkan ke dalam larutan haematoxylin selama 2 menit
Cuci dengan air keran mengalir selama 5 menit
Kemudian masukkan kedalam larutan eosin selam 2 menit
Dehidrasi dengan alkohol 70%, 80%, 96%, dan 100% masing-masing selama 5
menit

Masukkan ke dalam xylol 1 dan 2 masing masing selama 5 menit


Setelah itu bahan ditutup dengan menetesi canada balsam di atas preparat,

setelah itu ditutup dengan mengunakan cover gelas


Kemudian amati preparat di bawah mikroskop

Car kerja pengamatan stomata


1. Metode imprint
- oleskan kuteks trasparan dari arah tulang daun menuju tepi daun dengan lebar
-

sekitar 0,5 cm.


Lapisan kuteks dibiarkan selama 15 menit sampai kering dan dikelupas dengan

menggunakan selotip transparan agar stomata daun terikut.


Cetakan stomata (imprint) yang didapat ditempelkan pada gelas obyek dan

diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 x.


- gambar stomata difoto dengan menggunakan kamera.
2. Metode whole mount (pewarnaan safranin)
- Fiksasi daun karet (Ficus sp.) dalam larutan fiksatif dalam alcohol 70 %
-

selama 1 jam.
Dicuci,yaitu dengan membuang larutan fiksatif lalu mengganti aquades

beberapa kali.
Sebelum membuat sayatan paradermal, terlebih dahulu daun dicuci dengan

akuades, lihat sayatan di bawah mikroskop sudah tipis atau belum.


ambil sayatan dengan kuas, lalu bilas dengan akuades.
Sayatan di rendam dalam larutan bayclin selam 5-10 menit untuk melarutkan

klorofil yang akan menghalangi stomata.


sayatan selanjutnya dibilas dengan aquades sampai larutan bayclin hilang.
Pewarnaan : warnai sayatan epidermis daun dengan pewarna tunggal, yaitu

safranin 1% selama 3-5 menit.


bilas kembali sayatan yang telah diwarnai dengan aquades.
ambil sayatan dengan kuas, lalu letakkan di atas kaca objek, lalu tetesi dengan

larutan glyserin 30%.


tutup sayatan dengan kaca penutup,lalu bersihkan sisa larutan glyserin dengan

tissue.
- olesi pinggiran kaca penutup dengan kutek bening.
- beri table di salah satu ujung kaca objek
- amati preparat yang sudah jadi di bawah mikroskop.
3. Metode pengamatan sederhana
- Daun karet (Ficus sp.) disayat melintang setipis mungkin
- Letakkan sayatan diatas kaca objek
- Tetesi dengan air
- Tutup dengan cover gelas
- Amati dibawah mikroskop

Foto hasil pengamatan

III.6 Tehnik pengumpulan data


Data yang diambil berupa gambar mikroskopis dari preparat daun nangka (Artocarpus
heterophyllus), dan stomata dari dau karet (Ficus sp.)

III.7 Tehnik analisis data


Tehnik analisis data berdasarkan anatomi preparat daun nangka (Artocarpus
heterophyllus) dan preparat daun karet (Ficus sp.) yang tampak dibawah mikroskop.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 HASIL
1. Gambar preparat metode imprint

stomat

2. gambar preparat metode whole mount (pewarnaan safranin


- preparat 5 menit

stomat

preparat setelah 1 minggu

stomat

3. gambar preparat metode sederhana

stomat

4. gambar preparat jaringan pada daun nangka (Artocarpus heterophyllus)

Jaringan
Jaringan

kutikula

Urat daun

Jaringan palisade
Epidermis
bawah

IV.2 PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pembuatan preparat jaringan daun nangka
(Artocarpus heterophyllus) dan metode pengamatan stomata pada daun Ficus sp. Dengan 3
metode.
Pada praktikum metode parafin,langkah pertama yaitu dengan memotong daun nangka
(Artocarpus heterophyllus) berukuran 0,5 x 0,5 cm. Kemudian potongan tersebut dimasukkan
kedalam botol vilial dan diberi larutan FAA untuk proses fiksasi, proses fiksasi ini dilakukan
selama 1 minggu. Fiksasi bertujuan untuk mengawetkan semua struktur sel sehingga sedapat
mungkin berada dalam keadaan sama atau hampir sama dengan pada waktu masih hidup.
Setelah dilakukan fiksasi tahap selanjutnya yaitu aspirasi dengan menggunakan
aspirator selama 5 menit sampai organ yang ingin diamati tenggelam, tujuan dari tahap ini
yaitu untuk menghilangkan kadar oksigen yang ada dalam jaringan.
Setelah tahap aspirasi dilanjutkan ke tahap pencucian dan dehidrasi Pada tahapan
dehidrasi ini diberikan alkohol bertingkat dari 70 %, 80 %, 90 %, hingga 96 %, kami tidak
menggunakan alkohol 100% karena alkohol konsentasi tersebut stoknya habis jadi kami
menggunakan alkohol 96% sebagai konsentrasi tertinggi. tiap tingkatan alkohol dilakukan
dehidrasi selama 10 menit. Pemberian alkohol bertingkat dari konsentrasi rendah hingga
konsentrasi tinggi bertujuan agar selnya tidak lisis atau rusak dan kandungan air pada

jaringan dapat keluar sedikit demi sedikit sesai dengan konsentrasi alkohol yang digunakan.
Alkohol bertingkat didapatkan melalui pengenceran dengan rumus V1.M1 = V2.M2. Seperti
halnya pada fiksasi tadi, berdasarkan literatur dehidrasi ini minimal dilakukan 30 menit tipa
tingkatan alkohol. Tahapan dehidrasi ini bertujuan untuk menarik air keluar yang berada
dalam jaringan untuk digantikan dengan alkohol.
Tahap selanjutnya yaitu penjernihan, dilakukan dengan merendam preparat dilarutan
xilol+alkohol (1:1), xilol+parafin (1:1) dan terakhir direndam minyak parafin. Penjernihan
dilakukan masing-masing satu jam.tujuan dari proses ini adalah untuk menjernihkan preparat
dari alkohol.
Tahap selanjutnya yaitu infiltrasi menggunakan parafin cair didalam oven.pada proses
ini jaringan dimasukkan secara bertahap.lalu jaringan direndam dalam parafin murni dengan
tujuan menghilangkan kandungan xilolnya secara maksimum serta untuk mengawetkan
jaringan.
Tahan selanjutnya embedding yaitu proses memasukkan atau penanaman jaringan
kedalam blok-blok parafin sehingga memudahkan proses penyayatan dengan mikrotom.
Blokny dibuat dari kertas kalender parafin yang telah dicairkan dimasukkan kedalam blok
sebanyak setengah bagian lalu setelah setengah keras ditambah lagi parafin sampai
memenuhi volume blokkemudian didinginkan pada suhu kamar sampai parafin
membeku.tujuannya agar dapat dengan mudah memotong dalam bentuk perasegi panjang.
Tahap selanjutnya yaitu pemotongan preparat dengan mikrotom, karena mikrotom lab
H sudah rusak jadi melakukan pemotongan secara alami yaitu dengan menggunakan silet
goal.
Lalu hasil potongan preparat diletakkan diatas kaca objek lalu diberi larutan A
Kemudian diberi larutan B tujuannya agar hasil preparat dapat menempel dengan erat pada
kaca objek. Proses selnajutnya adalah pewarnaan. Yaitu dengsn merendam preparat dama
xilol 1 dan xilol 2 masing selama 10 menit, lalu ditetedi dengan alkohol 96% selama 5 menit,
kemudian diberi safranin+alkohol 70% selama 5 menit, direndam dengan alkohol 70%
selama 5 menit, lalu direndam alkohol absolut selama 5 menit, lalu direndam dalam
xilol+alkohol 96% selama 5 menit, kemudian direndam lagi dengan xilol 1 dan xilol 2
masing-masing 5 menit dan diamati dibawah mikroskop, lalu hasilnya difoto, setelah itu

ditetesi dengan putih telur yang berfungsi sebagai perekat lalu nditutup dengan cover gelas
dan disimpan.
Fungsi xilol disini adalah agar parafin yang menempel pada kaca objek dapat terlepas
sehingga yang tersisa hanya bahan daun pereparat saja. Fungsi alkohol untuk membersihkan
preparat, dan fungsi safranin untuk mewarnai jaringan.

METODE PENGAMATAN STOMATA


Pada metode imprint yaitu metode dengan menggunakan kuteks memeliki kelebihan
yaitu dapat melihat dengan jelas stomata yang tercetak pada kuteks, metode ini tidak
membutuhkan alat yang banyak dan proses pengerjaannya cepat, dan juga hasil yang
didapatkan jelas.tetapi kekurangannya warna dari preparat putih.
Untuk metode pengamatan sederhana memiliki banyak kekurangan, diantaranya susah
mendapatkan sayatan yang sangat tipis tanpa tercampur dengan zat hijau daun, dan juga
rposes ini jika didiamkan terlalu lama daun yang disayat akan mengering, kelebihannya
pengerjaanya relatif mudah tidak membutuhkan waktu lama.
Untuk metode whole mount pewarnaan safranin waktu yang dibutuhkan waktu yang
lama dan prosesnya agak sedikit rumit, tapi metode ini bisa mendapatkan stomata yang bagus
dan berwarna sehingga memudahkan kita untuk mengetahui jenis stomata apa yang terdapat
pada dau Ficus sp. Yaitu tipe stomata parasitik dan pada saat hari pertama setelah pengerjaan
didapatkan stomata yang jelas dan banyak tetapi masih terdapat jaringan-jaringan yang lain
seperti dinding sel terlihat jelas, tetapi setelah satu minggu stomata yang didapatkan bebarbenar jelas dan agak renggang, jaringan lain sudah tidak terlihat.
Menurut saya metode yang paling bagus yaitu metode pewarnaan safranin karena
didaptkan stomata yang sangan bagus, tetapi kelemahananya waktu yang dibutuhan sedikit
lebih lama,sedangkan untuk mendapatkan stomata yang cepat dengan cara mudah yaitu
dengan metode imprint.

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
a.

Pembuatan preparat awetan dengan metode parafin terdiri dari tahap fiksasi,

penjernihan, infiltrasi, embedding, penyayatan, dan pewarnaan


b. tipe stomata daun Ficus sp. Yaitu tipe parasitik
c. pada preparat daun nangka (Artocarpus heterophyllus) terlihat jelas bagian-bagian
seperti epidermis bawah, jaringan spons, jaringan palisade, stomata, jaringan
pengangkut, dan tulang daun.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004. Pembuatan Preparat dengan Metode Parafin.www.asosiasipoliteknik.or.id.


Diakses pada tanggal 23 JUNI 2016
Anonim, 2009. Pembuatan Preparat dengan Metode Parafin.www.justbiology.blogspot.com .
Diakses pada tanggal 23 juni 2016.
Haruna, F. dan Asnady S, M., 2010. Penuntun Praktikum Mikroteknik Tumbuhan.Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Lianury, Robby N, 2000, Histologi, Universitas Hasanuddin Press, Makassar.
Setjo, Susetyoadi. 2004. Anatomi Tumbuhan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Sugiharto, 1989. Mikroteknik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sumardi, I. dan Pudjoarinto, A., 2002. Struktur Perkembangan Tumbuhan.
Hasanuddin, Makassar.sssss

Universitas

Widjajanto, 2001. Mikroteknik Tumbuhan. Universitas Negeri Malang, Malang.

Anda mungkin juga menyukai